KAPAN AMAL PERBUATAN HALAL & MUBAH MENJADI IBADAH DAN LADANG PAHALA?
Di Tulis Oleh Abu Haitsam Fakhri
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
===
DAFTAR ISI :
- PENDAHULUAN :
- CONTOH AMAL PERBUATAN HALAL & MUBAH MENJADI IBADAH DAN LADANG PAHALA
- CONTOH PERTAMA : PAHALA BAGI YANG MELAMPIASKAN SYAHWATNYA DENGAN CARA YANG HALAL:
- CONTOH KE DUA : BEKERJA MENCARI NAFKAH HALAL ADALAH BAGIAN DARI JIHAD FI SABILILLAH :
- JAMINAN SYURGA BAGI YANG MANDIRI EKONOMINYA, TIDAK MENYUSAHKAN TETANGGA DAN BERJALAN DIATAS SUNNAH
- MATI SYAHID GELAR BAGI PEJUANG RIZKI HALAL JIKA DIA MATI DI MEDAN USAHA
- ANCAMAN NERAKA ATAS PRIA YANG TIDAK MAU BERUSAHA MENCARI RIZQI:
- AHLI IBADAH, PARA DA’I DAN QORI YANG TIDAK BEKERJA MENCARI RIZKI, MEREKA ADALAH PARASIT & BENALU HARTA MANUSIA.
- BERBISNIS UNTUK IBADAH ITU BERPAHALA, TAPI BERIBADAH UNTUK BISNIS ITU BERDOSA.
- CONTOHNYA : LARANGAN BISNIS MENYAMPAIKAN ILMU AGAMA ; KARENA ITU ADALAH IBADAH.
- SARAN DAN PERTIMBANGAN !
- CONTOH KE TIGA : SEMUA NAFKAH YANG DIKELUARKAN ADALAH LADANG PAHALA JIKA DINIATKAN KARENA ALLAH
- MENJAWAB KESALAH FAHAMAN SEBAGIAN PARA DAI TERHADAP HADITS-HADITS BERIKUT INI :
****
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ
===****====
PENDAHULUAN :
Ketahuilah bahwa yang utama dan sempurna bagi setiap muslim adalah
berusaha sebaik mungkin dalam mengikhlaskan amalnya karena Allah, termasuk
dalam perkara yang halal.
Amal perbuatan halal dan mubah bisa berubah menjadi ibadah yang mulia
dan ladang pahala. Kapan itu ?
Yaitu ketika seorang muslimin melakukan semua itu dengan tujuan dan niat
mentaati perintah Allah SWT untuk menjauhi segala sesuatu yang diharamkan
oleh-Nya serta menghapakan pahal dari-Nya.
Maka bagi seorang muslim seyogyanya senantiasa berusaha menghadirkan
niat yang baik dalam setiap amal perbuatan yang halal dan mubah dengan mengharap
ridho Allah, rahmat-Nya serta berkah dan pahala dari-Nya.
Hal ini tidak diragukan lagi akan lebih memperbaiki hatinya dan
memperbesar pahalanya.
Allah berfirman :
﴿ لَّا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِّن نَّجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ
أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ ۚ وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ ابْتِغَاءَ
مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا﴾
*"Tidak ada kebaikan dalam banyak pembicaraan mereka kecuali
pembicaraan dari orang yang menyuruh (manusia) bersedekah, atau berbuat yang
makruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barang siapa yang
melakukan itu karena mencari keridaan Allah, maka kelak Kami akan memberinya
pahala yang besar.”* (QS. An-Nisa: 114).
Syaikh As-Sa'di menjelaskan :
فَهَذِهِ
الْأَشْيَاءُ حَيْثُمَا فُعِلَتْ فَهِيَ خَيْرٌ، كَمَا دَلَّ عَلَى ذَلِكَ
الِاسْتِثْنَاءُ.
وَلَكِنْ
كَمَالُ الْأَجْرِ وَتَمَامُهُ بِحَسَبِ النِّيَّةِ وَالإِخْلَاصِ، وَلِهَذَا
قَالَ: {وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ
أَجْرًا عَظِيمًا} فَلِهَذَا يَنْبَغِي لِلْعَبْدِ أَنْ يَقْصِدَ وَجْهَ اللَّهِ
تَعَالَى وَيُخْلِصَ الْعَمَلَ لِلَّهِ فِي كُلِّ وَقْتٍ وَفِي كُلِّ جُزْءٍ
مِنْ أَجْزَاءِ الْخَيْرِ، لِيَحْصُلَ لَهُ بِذَلِكَ الْأَجْرَ الْعَظِيمَ،
وَلْيَتَعَوَّدَ الإِخْلَاصَ فَيَكُونَ مِنَ الْمُخْلِصِينَ، وَلْيَتِمَّ لَهُ
الْأَجْرُ، سَوَاءٌ تَمَّ مَقْصُودُهُ أَمْ لَا لِأَنَّ النِّيَّةَ حَصَلَتْ
وَاقْتَرَنَ بِهَا مَا يُمَكِّنُ مِنَ الْعَمَلِ.
Maka amalan-amalan tersebut pada dasarnya adalah kebaikan, sebagaimana
ditunjukkan oleh pengecualian dalam ayat tersebut. Akan tetapi, kesempurnaan
dan kelengkapan pahala bergantung pada niat dan keikhlasan. Oleh karena itu,
Allah berfirman, *“Barang siapa yang melakukan itu karena mencari keridaan
Allah, maka kelak Kami akan memberinya pahala yang besar.”*
Maka seyogyanya seorang hamba bertujuan untuk mencari wajah Allah dan
mengikhlaskan amal hanya untuk-Nya dalam setiap waktu dan setiap bagian dari
kebaikan, sehingga ia memperoleh pahala besar dan terbiasa ikhlas, menjadi
bagian dari orang-orang yang ikhlas, serta mendapatkan pahala penuh, terlepas
dari apakah tujuannya tercapai atau tidak, karena niatnya sudah hadir dan
disertai dengan usaha yang mungkin dilakukan. [Tafsir as-Sa’diy hal. 202].
Mewujudkan keikhlasan dilakukan dengan bersungguh-sungguh dan memohon
pertolongan kepada Allah, dapat menghadirkan pahala dari setiap amal,
memperkuat keimanan tentang akhirat beserta tentang kenikmatan yang disediakan
bagi orang-orang saleh dan azab bagi orang-orang yang rugi. Juga dapat merenungkan
nikmat Allah, dan memperkuat hubungan dengan-Nya.
===****===
CONTOH AMAL PERBUATAN HALAL & MUBAH MENJADI IBADAH DAN LADANG PAHALA
******
CONTOH PERTAMA :
PAHALA BAGI YANG MELAMPIASKAN SYAHWATNYA DENGAN CARA YANG HALAL:
Ketahuilah bahwa berniat untuk menyalurkan hasrat atau syahwat dengan
cara yang halal adalah niat yang baik, dan insya Allah seorang hamba akan
mendapatkan pahala atas niat tersebut.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya,
Rasulullah ﷺ
bersabda :
وَفِي
بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ! قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ!
أَيَأْتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ؟ قَالَ: أَرَأَيْتُمْ
لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ؟ قَالُوا: بَلَى، قَالَ:
فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلَالِ كَانَ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ.
"Pada kemaluan salah seorang di antara kalian ada sedekah."
Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah ﷺ,
apakah seseorang yang menyalurkan hasratnya (pada istri-nya) apakah akan
mendapatkan pahala?"
Beliau ﷺ
menjawab, "Bagaimana menurut kalian jika ia menyalurkannya pada sesuatu
yang haram, apakah ia akan berdosa karenanya?
Mereka menjawab : "Ya".
Lalu Nabi ﷺ
bersabda : "Demikian pula jika ia menyalurkannya pada yang halal, maka ia
akan mendapatkan pahala." [HR. Muslim no. 1006]
Alawai as-Saqqoof dalam ad-Duror as-Saniyyah saat menjelaskan hadits
ini, dia berkata :
أخبَرَهم
النَّبيُّ ﷺ أنَّ الرَّجلَ إذا أَتى امرأَتَه -وهو كِنايةٌ عن جِماعِ الرَّجلِ
زَوجتَه ومُعاشرتِها- فإنَّ ذلكَ يكونُ صَدقةً، فتَعجَّبوا، وَقالوا: يا رسولَ
اللهِ، أَيَأتي أَحدُنا شَهوتَه مِن الجماعِ، ويَكونُ لَه فيها أَجرٌ؟! فَقال
النَّبيُّ ﷺ: «أَرأيتُم لَو وَضعَها في حَرامٍ، أكانَ عليه فيها وِزرٌ؟» يَعني:
لَو زَنى ووَضَعَ الشَّهوةَ في الحَرامِ؛ هلْ يَكونُ عَليهِ إثمٌ وعُقوبةٌ؟
فكَذلكَ إذا وَضَعَها في الحَلالِ كانَ له أَجرٌ؛ فإنَّ المُباحاتِ تَصيرُ طاعاتٍ
بالنِّيَّاتِ الصَّادقاتِ.
وفي
الحَديثِ: أنَّ الرَّجلَ إذا استَغنَى بالحَلالِ عنِ الحَرامِ كانَ له بِهذا
الِاستِغناءِ أَجرٌ.
Nabi ﷺ
memberitahu para sahabat bahwa ketika seorang laki-laki menggauli istrinya –
yang merupakan kiasan untuk hubungan suami istri – maka itu bernilai sedekah.
Para sahabat pun terkejut dan berkata, “Wahai Rasulullah ﷺ,
apakah seseorang yang menyalurkan hasratnya dengan berhubungan (suami istri)
akan mendapat pahala?” Nabi ﷺ
menjawab, “Bagaimana menurut kalian jika ia menyalurkannya dalam hal yang
haram, apakah ia berdosa karenanya?” Artinya, jika ia berzina dan menyalurkan
syahwatnya dalam hal yang haram, apakah ia akan berdosa dan mendapatkan
hukuman? Maka demikian pula, jika ia menyalurkannya dalam hal yang halal, ia
akan mendapatkan pahala; karena perkara yang mubah bisa menjadi ibadah dengan
niat yang tulus.
Hadits ini menunjukkan bahwa jika seseorang mencukupkan diri dengan hal
yang halal dan menjauhi yang haram, maka ia akan mendapatkan pahala dari
sikapnya tersebut. [SELESAI]
Imam Nawawi rahimahullah berkata:
قَوْلُهُ
ﷺ "وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ": هُوَ بِضَمِّ الْبَاءِ، وَيُطْلَقُ
عَلَى الْجِمَاعِ، وَيُطْلَقُ عَلَى الْفَرْجِ نَفْسِهِ.
... وَفِي هَذَا دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ الْمُبَاحَاتِ تَصِيرُ طَاعَاتٍ
بِالنِّيَّاتِ الصَّادِقَاتِ، فَالجِمَاعُ يَكُونُ عِبَادَةً إِذَا نَوَى بِهِ قَضَاءَ
حَقِّ الزَّوْجَةِ وَمُعَاشَرَتِهَا بِالْمَعْرُوفِ الَّذِي أَمَرَ اللَّهُ تَعَالَى
بِهِ أَوْ طَلَبَ وَلَدٍ صَالِحٍ أَوْ إِعْفَافَ نَفْسِهِ أَوْ إِعْفَافَ الزَّوْجَةِ
وَمَنَعَهُمَا جَمِيعًا مِنَ النَّظَرِ إِلَى حَرَامٍ أَوْ الْفِكْرِ فِيهِ أَوْ الْهَمِّ
بِهِ أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ مِنَ الْمَقَاصِدِ الصَّالِحَةِ. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ،
أَيَأْتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ؟
"Sabda Nabi ﷺ:
'Dan dalam hubungan intim salah seorang dari kalian terdapat sedekah,' yaitu
dengan huruf 'ba' yang dibaca dengan dhammah, yang berarti hubungan intim
(jima') atau bisa juga berarti alat kelamin itu sendiri."
… Dalam hal ini terdapat bukti bahwa segala sesuatu yang halal bisa
menjadi amal kebaikan dengan niat yang tulus. Hubungan suami istri menjadi
ibadah jika diniatkan untuk menunaikan hak istri dan bergaul dengannya dengan
cara yang baik sesuai perintah Allah, atau untuk memperoleh anak yang shalih,
atau menjaga diri dan istri dari perbuatan haram atau pikiran yang tidak baik,
atau tujuan baik lainnya. Hal ini sesuai dengan penjelasan dalam "Syarh
Muslim" (7/92).
Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan :
"وَذَلِكَ
أَنَّ الْمُؤْمِنَ عِنْدَ شَهْوَةِ النِّكَاحِ يَقْصِدُ أَنْ يَعْدِلَ عَمَّا
حَرَّمَهُ اللَّهُ إلَى مَا أَبَاحَهُ اللَّهُ؛ وَيَقْصِدُ فِعْلَ الْمُبَاحِ مُعْتَقِدًا
أَنَّ اللَّهَ أَبَاحَهُ "
{وَاَللَّهُ يُحِبُّ أَنْ يُؤْخَذَ بِرُخَصِهِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ
تُؤْتَى مَعْصِيَتُهُ} " كَمَا رَوَاهُ الْإِمَامُ أَحْمَد فِي الْمُسْنَدِ وَرَوَاهُ
غَيْرُهُ
وَلِهَذَا
أَحَبّ الْقَصْرَ وَالْفِطْرَ فَعُدُولُ الْمُؤْمِنِ عَنْ الرَّهْبَانِيَّةِ وَالتَّشْدِيدِ
وَتَعْذِيبِ النَّفْسِ الَّذِي لَا يُحِبُّهُ اللَّهُ إلَى مَا يُحِبُّهُ اللَّهُ مِنْ
الرُّخْصَةِ هُوَ مِنْ الْحَسَنَاتِ الَّتِي يُثِيبُهُ اللَّهُ عَلَيْهَا وَإِنْ فَعَلَ
مُبَاحًا لَمَا اقْتَرَنَ بِهِ مِنْ الِاعْتِقَادِ وَالْقَصْدِ الَّذِينَ كِلَاهُمَا
طَاعَةٌ لِلَّهِ وَرَسُولِهِ. فَإِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ
امْرِئٍ مَا نَوَى.
وَ
أَيْضًا فَالْعَبْدُ مَأْمُورٌ بِفِعْلِ مَا يَحْتَاجُ إلَيْهِ مِنْ الْمُبَاحَاتِ
هُوَ مَأْمُورٌ بِالْأَكْلِ عِنْدَ الْجُوعِ وَالشُّرْبِ عِنْدَ الْعَطَشِ وَلِهَذَا
يَجِبُ عَلَى الْمُضْطَرِّ إلَى الْمِيتَةِ أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا وَلَوْ لَمْ يَأْكُلْ
حَتَّى مَاتَ كَانَ مُسْتَوْجِبًا لِلْوَعِيدِ كَمَا هُوَ قَوْلُ جَمَاهِيرِ الْعُلَمَاءِ
مِنْ الْأَئِمَّةِ الْأَرْبَعَةِ وَغَيْرِهِمْ وَكَذَلِكَ هُوَ مَأْمُورٌ بِالْوَطْءِ
عِنْدَ حَاجَتِهِ إلَيْهِ بَلْ وَهُوَ مَأْمُورٌ بِنَفْسِ عَقْدِ النِّكَاحِ إذَا احْتَاجَ
إلَيْهِ وَقُدِّرَ عَلَيْهِ.
فَقَوْلُ
النَّبِيِّ ﷺ " {فِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ} " فَإِنَّ الْمُبَاضَعَةَ
مَأْمُورٌ بِهَا لِحَاجَتِهِ وَلِحَاجَةِ الْمَرْأَةِ إلَى ذَلِكَ فَإِنَّ قَضَاءَ
حَاجَتِهَا الَّتِي لَا تَنْقَضِي إلَّا بِهِ بِالْوَجْهِ الْمُبَاحِ صَدَقَةٌ".
"Dan itu karena seorang mukmin ketika merasakan hasrat untuk
menikah, ia berniat untuk menjauhkan diri dari apa yang diharamkan Allah dan
menuju apa yang dihalalkan-Nya; ia berniat untuk melakukan hal yang mubah
dengan keyakinan bahwa Allah menghalalkannya."
Rasulullah ﷺ
bersabda : {Dan Allah suka jika hamba-Nya mengikuti kelonggaran-Nya,
sebagaimana Dia tidak suka jika perbuatan maksiat dilakukan.} Seperti yang diriwayatkan
oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya dan diriwayatkan oleh yang lainnya.
Oleh karena itu, Allah lebih suka jika seorang mukmin menjauhkan diri
dari kehidupan pertapaan, kekerasan, dan penyiksaan diri yang tidak disukai
oleh Allah, dan beralih kepada apa yang disukai Allah, yaitu mengikuti
kelonggaran-Nya. Hal ini merupakan amal baik yang diberi pahala oleh Allah,
meskipun ia melakukan sesuatu yang mubah, selama disertai dengan keyakinan dan
niat yang ikhlas, keduanya merupakan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Sesungguhnya amal itu tergantung pada niat, dan setiap orang akan mendapatkan
apa yang ia niatkan.
(Juga, hamba diperintahkan untuk melakukan apa yang ia butuhkan dari
hal-hal mubah; ia diperintahkan untuk makan saat lapar dan minum saat haus.
Oleh karena itu, orang yang terpaksa untuk memakan bangkai diperintahkan untuk
memakannya, dan jika ia tidak memakannya hingga mati, ia berhak mendapatkan
ancaman, sebagaimana yang dinyatakan oleh mayoritas ulama dari empat mazhab dan
lainnya. Demikian pula, ia diperintahkan untuk berhubungan suami istri saat ia
membutuhkan hal tersebut. Bahkan, ia diperintahkan untuk menikah jika ia
membutuhkan dan mampu melakukannya. Oleh karena itu, sabda Nabi ﷺ,
*"Pada kemaluan salah seorang di antara kalian ada sedekah,"*
karena hubungan intim itu diperintahkan untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan
kebutuhan istrinya, karena memenuhi kebutuhan istrinya yang tidak akan
terpenuhi kecuali dengan cara yang halal, adalah sedekah." [Majmu’
al-Fatawaa 10/462-463]]
Waspada terhadap **hadits PALSU** yang menyatakan :
جِمَاعُ
الزَّوْجَةِ يَعْدِلُ صَلَاةَ سَبْعِينَ نَافِلَةً
"Melakukan hubungan suami istri itu setara dengan pahala tujuh
puluh kali sholat sunah."
*****
CONTOH KE DUA :
BEKERJA MENCARI NAFKAH HALAL ADALAH
BAGIAN DARI JIHAD FI SABILILLAH :
Allah SWT berfirman dalam surat
al-Muzammil :
وَآخَرُونَ
يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ ۙ وَآخَرُونَ
يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
Artinya : “ dan ( para sahabat ) yang
lain berjalan di bumi mencari sebagian karunia Allah; dan yang lain berperang
di jalan Allah “ [QS. Al-Muzzammil: 20]
Imam Qurthubi berkata :
سوىَ اللَّهِ تَعَالَى
في هَذِهِ الآيَةِ بَيْنَ دَرَجَةِ المُجَاهِدِينَ وَالمُكْتَسِبِينَ الْمَالَ الْحَلَالَ
لِلنَّفَقَةِ عَلَى نَفْسِهِ وَعِيَالِهِ وَالْإِحْسَانِ وَالْإِفْضَالِ فَكَانَ دَلِيلًا
عَلَى أَنَّ كَسْبَ الْمَالِ بِمَنْزِلَةِ الْجِهَادِ، لِأَنَّهُ جَمَعَهُ مَعَ الْجِهَادِ
فِي سَبِيلِ اللَّهِ.
Allah SWT dalam ayat ini telah
mensejajarkan antara derajat mujahidin dan mereka yang berjuang mencari harta
yang halal untuk menafkahi dirinya sendiri , keluarganya dan untuk beramal kebajikan.
Itu menunjukkan bahwa mencari harta tersebut berkedudukan seperti jihad, karena
Allah SWT menggabungkannya dengan jihad fii Sabiilillah “. ( Baca : “الجامع لأحكام القرآن ” 21/349 . Tahqiq DR.
Abdullah at-Turki ).
Muhmmad bin Hasan asy-Syaibani Wafat tahun
189 H. Beliau adalah sahabat Abu Hanifah. Beliau menyebutkan dalam "Kitab
al-Kasab " hal. 33 :
وَقَدْ كَانَ عُمَرُ
بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقْدِمُ دَرَجَةَ الْكَسْبِ عَلَى دَرَجَةِ
الْجِهَادِ فَيَقُولُ لِأَنَّ أَمُوتَ بَيْنَ شُعْبَتَيْ رَحْلِيَّ أَضْرِبُ فِي الْأَرْضِ
أَبْتَغِي مِنْ فَضْلِ اللَّهِ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَقْتُلَ مُجَاهِدًا فِي
سَبِيلِ اللَّهِ لِأَنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدْمَ الَّذِينَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ
يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِهِ عَلَى الْمُجَاهِدِينَ بِقَوْلِهِ تَعَالَى: "وَآخَرُونَ
يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ".
Umar bin Al-Khattab radhiyallahu
'anhu, dahulu lebih mendahulukan derajat kasab (mencari nafkah) di atas derajat
jihad, dan beliau berkata :
Sungguh aku mati di antara dua kaki
hewan tungganganku saat berjalan di muka bumi dalam rangka mencari sebagian
karunia Allah ( rizki ) ; lebih aku cintai daripada aku terbunuh sebagai
seorang mujahid di jalan Allah ; karena Allah SWT dalam firmannya lebih
mendahulukan orang-orang berjalan di muka bumi dalam rangka mencari sebagian
karunia Allah dari pada para mujaahid , berdasarkan firman-Nya :
وَآخَرُونَ
يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ ۙ وَآخَرُونَ
يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
Artinya : “ dan ( para sahabat ) yang
lain berjalan di bumi mencari sebagian rizki / karunia Allah; dan yang lain
berperang di jalan Allah “ [Surat Al-Muzzammil: 20]
Abdullah bin Umar -radhiyallahu
‘anhu- menyebutkan : bahwa Nabi ﷺ bersabda :
طَلَبُ الحَلالِ جِهادٌ
Mencari rizki yang halal itu adalah
Jihad .
( HR. Ahmad dan Ibnu ‘Adiy dlm “الكامل في الضعفاء” 6/263 . Imam Ahmad berkata
:
“ Hadits ini Mungkar “. Lihat “: تهذيب التهذيب” 9/437
Dari Ka’ab bin ‘Ujroh :
مَرَّ رَجُلٌ عَلَى
النَّبِيِّ ﷺ، فَرَأَى أَصْحَابَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ مِنْ جَلْدِهِ وَنَشَاطِهِ مَا
رَأَوْا، فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ كَانَ هَذَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «إِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى وَلَدِهِ صَغَارًا فَهُوَ فِي
سَبِيلِ اللَّهِ، وَإِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى أَبَوَيْنِ شَيْخَيْنِ كَبِيرَيْنِ
فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَإِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى نَفْسِهِ يَعُفُّهَا
فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَإِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى رِيَاءً وَمُفَاخَرَةً فَهُوَ
فِي سَبِيلِ الشَّيْطَانِ»
Suatu hari ada seorang lelaki lewat
di depan rasulullah ﷺ, dan para shahabat
radhiyallahu `anhu melihat kondisi lelaki tersebut dari kulit tubuhnya dan
semangatnya (seperti lelaki pekerja yang tangguh- pen), maka rasulullah ﷺ berkata:
“Jika dia keluar bekerja untuk anaknya yang
masih kecil, maka dia itu DI JALAN ALLAH [ Fii Sabiilillah].
Dan jika dia keluar bekerja untuk
kedua orang tuanya, maka dia itu DI JALAN ALLAH .
Dan jika dia keluar bekerja untuk
dirinya sendiri dalam rangka `iffah (menjaga kehormatan diri untuk tidak
minta-minta - pen) maka dia itu DI JALAN ALLAH
.
Dan jika keluar dalam rangka riya`
dan berbangga diri maka dia terhitung di jalan syaithon.”
( HR. Ath-Thabrani (13/491) para
perawinya tsiqoot / dipercaya ). Sanad hadis ini dianggap shahih oleh al-Albani
dalam Shahih al-Targhib no. 1959.
Dari Anas -radhiyallahu ‘anhu- bahwa
Nabi ﷺ bersabda:
أَمَّا إِنْ كَانَ يَسْعَى عَلَى وَالِدَيْهِ أَوْ أَحَدَهُمَا
فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَإِنْ كَانَ يَسْعَى عَلَى نَفْسِهِ فَهُوَ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ.
Adapun jika dia bekerja cari rizki
untuk kedua orang tuanya atau salah satu dari keduanya , maka dia itu DI JALAN
ALLAH (Fi Sabilillah) , dan jika dia bekerja untuk dirinya sendiri maka dia itu
DI JALAN ALLAH".
( HR. Baihaqi 7/787 No. 13112 &
15754 ) . Lihat pula : al-Jami' ash-Shaghiir wal Jaami' al-Kabiir 2/165 No.
4603 .
Dari Abu Hurairah -radhiyallahu
‘anhu- : bahwa Rasulullah ﷺ bersabda ( Dalam lafadz lain
) :
بَيْنَمَا
نَحْنُ جُلُوسٌ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -ﷺ- إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا شَابٌّ مِنَ
الثَّنِيَّةِ فَلَمَّا رَأَيْنَاهُ بِأَبْصَارِنَا قُلْنَا : لَوْ أَنَّ هَذَا
الشَّابَ جَعَلَ شَبَابَهُ وَنَشَاطَهُ وَقُوَّتَهُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ
فَسَمِعَ مَقَالَتَنَا رَسُولُ اللَّهِ -ﷺ- قَالَ :« وَمَا سَبِيلُ اللَّهِ إِلاَّ
مَنْ قُتِلَ؟ مَنْ سَعَى عَلَى وَالِدَيْهِ فَفِى سَبِيلِ اللَّهِ وَمَنْ سَعَى
عَلَى عِيَالِهِ فَفِى سَبِيلِ اللَّهِ وَمَنْ سَعَى عَلَى نَفْسِهِ لِيُعِفَّهَا
فَفِى سَبِيلِ اللَّهِ وَمَنْ سَعَى عَلَى التَّكَاثُرِ فَهُوَ فِى سَبِيلِ
الشَّيْطَانِ
Ketika kami sedang duduk-duduk
bersama Rasulullah ﷺ, tiba-tiba muncul seorang
pemuda dari arah jalan bukit . Ketika dia nampak di hadapan kami , maka kami
berkata: Duhai seandainya pemuda ini memanfaatkan masa muda, semangat, dan
kekuatannya di jalan Allah!
Rasulullah ﷺ mendengar perkataan kami.
Lalu Beliau bersabda:
“ Apakah di jalan Allah itu hanya
untuk orang yang terbunuh saja?
Barangsiapa yang berusaha (mencari
rizki) untuk kedua orangtuanya, maka dia di jalan Allah.
Barangsiapa yang berusaha (mencari
rizki) untuk keluarganya, maka dia di jalan Allah.
Barangsiapa yang berusaha (mencari
rizki) untuk dirinya ( dalam rangka menjaga kehormatannya agar tidak
meminta-minta. pen), maka dia di jalan Allah.
Barangsiapa yang berusaha ( mencari
rizki ) untuk berbanyak-banyakan harta (semata), mka dia berada di jalan
syaithan
Dalam lafadz lain :
وَمَا سَبِيلُ اللَّهِ
إِلَّا مَنْ قُتِلَ؟ مَنْ سَعَى عَلَى وَالِدَيْهِ فَفِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَمَنْ سَعَى
عَلَى عِيَالِهِ فَفِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَمَنْ سَعَى مُكَاثِرًا فَفِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ.
“ Apakah di jalan Allah itu
hanya untuk yang terbunuh saja?
Siapa yang berusaha mencari nafkah
untuk menghidupi orang tuanya maka dia di jalan Allah, siapa yang berkerja
untuk menghidupi keluarganya maka dia di jalan Allah, tapi siapa yang bekerja
untuk berbanyak-banykan harta semata maka dia di jalan thaghut.”
(H.R al-Baihaqiy dalam as-Sunan
al-Kubro, Ath-Thabrani “المعجم الأوسط” 5/119 dan Abu Nu’aim
al-Ashfahaani “حلية الأولياء
وطبقات الأصفياء”
hal. 197 ) . Dinyatakan sanadnya jayyid oleh Syaikh al-Albaniy dalam Silsilah
al-Ahaadits as-Shahihah no 2232)
Dari Sa’d bin Abu Waqash bahwasanya
dia mengabarkan, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّكَ لَنْ
تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا أُجِرْتَ عَلَيْهَا
حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فَمِ امْرَأَتِكَ
" Sesungguhnya, tidaklah
kamu menafkahkan suatu nafkah yang dimaksudkan mengharap wajah Allah kecuali
kamu akan diberi pahala termasuk sesuatu yang kamu suapkan ke mulut
istrimu". [HR. Bukhori no. 56].
Dan Dari 'Aisyah -radhiyallahu ‘anhu-
bahwa Nabi ﷺ bersabda :
مَا يُصِيبُ
الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ
غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ
خَطَايَاهُ
” Tidaklah sesuatu menimpa
kepada seorang muslim dari kesusahan, rasa sakit, rasa gelisah, rasa sedih,
sesuatu yang menyakitkan, dan rasa gundah, hingga duri yang mengenai dirinya
kecuali Allah menjadikannya sebagai penghapus atas
kesalahan-kesalahannya”(HR . Bukhari no. 5642 dan Muslim no. 2573 ).
Imam As-Sarkhasi juga
berkata :
وَفِي
الْحَدِيثِ «أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - صَافَحَ
سَعْدَ بْنَ مُعَاذٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -، فَإِذَا يَدَاهُ قَدْ اكْتَبَتَا
فَسَأَلَهُ النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - عَنْ ذَلِكَ
فَقَالَ: أَضْرِبُ بِالْمَرِّ وَالْمِسْحَاةِ لِأُنْفِقَ عَلَى عِيَالِي فَقَبَّلَ
رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَدَهُ وَقَالَ كَفَّانِ
يُحِبُّهُمَا اللَّهُ تَعَالَى»
Dan dalam sebuah
hadis, bahwa Rasulullah ﷺ berjabat tangan dengan Saad bin Mu'adz -semoga Allah
meridainya- pada suatu hari, dan tangan mereka berdua terlihat terkelupas.
Rasulullah ﷺ
bertanya kepadanya tentang hal itu, lalu Saad bin Mu'adz menjawab:
"Saya memetik
kurma dan membersihkannya di kebunku untuk mencukupi kebutuhan keluarga
saya."
Rasulullah ﷺ
mencium tangan Saad bin Mu'adz dan bersabda: "Dua telapak tangan yang dicintai oleh oleh Allah Ta'ala." [Baca: Al-Mabsuuth 30/245].
====
JAMINAN SYURGA BAGI YANG MANDIRI EKONOMINYA, TIDAK MENYUSAHKAN TETANGGA DAN BERJALAN DIATAS SUNNAH
Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallhu
‘anhu, beliau berkata: Rasulallah ﷺ
bersabda,
«مَنْ أَكَلَ طَيِّبًا،
وَعَمِلَ فِي سُنَّةٍ، وَأَمِنَ النَّاسُ بَوَائِقَهُ دَخَلَ الجَنَّةَ» فَقَالَ رَجُلٌ:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ هَذَا اليَوْمَ فِي النَّاسِ لَكَثِيرٌ، قَالَ:
«وَسَيَكُونُ فِي قُرُونٍ بَعْدِي
“Barangsiapa memakan makanan yang baik,
beramal sesuai sunnah, dan orang lain aman dari keburukannya maka dia masuk
Surga.”
Seorang sahabat berkata: Wahai
Rasulallah! Sesungguhnya ini banyak pada ummatmu
sekarang. Rasulallah ﷺ bersabda, “Mereka akan ada
sepeninggalku nanti.”
(HR. Turmudzy No. 2520, Thabrani dlm “المعجم الأوسط” (2/52), Baihaqi dlm “شعب الإيمان”
(7/501), al-Laalakaa’i (اللالكائي) (1/59), al-Haakim 4/117 dan Ibnu Abi
ad-Dunya 1/57).
At-Turmudzi berkata: “ حسن صحيح غريب”. al-Haakim berkata: “ صحيح الإسناد”.
Hadits ini di masukkan pula oleh Syeikh al-Baani dlm “سلسلة الأحاديث الصحيحة”.
====
MATI SYAHID GELAR BAGI PEJUANG RIZKI HALAL JIKA DIA MATI DI MEDAN USAHA:
Muhmmad bin Hasan
asy-Syaibani [ Wafat . 189 H. Beliau sahabat Abu Hanifah ] menyebutkan dalam
"Kitab al-Kasab " hal. 33 :
وَقَدْ
كَانَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقْدِمُ دَرَجَةَ الْكَسْبِ
عَلَى دَرَجَةِ الْجِهَادِ فَيَقُولُ لِأَنَّ أَمُوتَ بَيْنَ شُعْبَتَيْ رَحْلِيَّ
أَضْرِبُ فِي الْأَرْضِ أَبْتَغِي مِنْ فَضْلِ اللَّهِ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَقْتُلَ
مُجَاهِدًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لِأَنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدْمَ الَّذِينَ يَضْرِبُونَ
فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِهِ عَلَى الْمُجَاهِدِينَ بِقَوْلِهِ تَعَالَى:
"وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ".
Umar bin Al-Khattab
radhiyallahu 'anhu, dahulu lebih mendahulukan derajat kasab (mencari nafkah) di
atas derajat jihad, dan beliau berkata :
Sungguh aku mati di antara dua
kaki hewan tungganganku saat berjalan di muka bumi dalam rangka mencari
sebagian karunia Allah ( rizki ) ; lebih aku cintai daripada aku terbunuh
sebagai seorang mujahid di jalan Allah ; karena Allah SWT dalam firmannya lebih
mendahulukan orang-orang berjalan di muka bumi dalam rangka mencari sebagian
karunia Allah dari pada para mujaahid , berdasarkan firman-Nya :
وَآخَرُونَ
يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ ۙ وَآخَرُونَ
يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
Artinya : “ dan ( para sahabat ) yang lain
berjalan di bumi mencari sebagian rizki / karunia Allah; dan yang lain
berperang di jalan Allah “ [Surat Al-Muzzammil: 20]
Imam Qurthubi berkata :
سوىَ
اللَّهِ تَعَالَى في هَذِهِ الآيَةِ بَيْنَ دَرَجَةِ المُجَاهِدِينَ وَالمُكْتَسِبِينَ
الْمَالَ الْحَلَالَ لِلنَّفَقَةِ عَلَى نَفْسِهِ وَعِيَالِهِ وَالْإِحْسَانِ وَالْإِفْضَالِ
فَكَانَ دَلِيلًا عَلَى أَنَّ كَسْبَ الْمَالِ بِمَنْزِلَةِ الْجِهَادِ، لِأَنَّهُ
جَمَعَهُ مَعَ الْجِهَادِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ.
Allah SWT dalam ayat ini
telah mensejajarkan antara derajat mujahidin dan mereka yang berjuang mencari
harta yang halal untuk menafkahi dirinya sendiri , keluarganya dan untuk
beramal kebajikan. Itu menunjukkan bahwa mencari harta tsb berkedudukan seperti
jihad, karena Allah SWT menggabungkannya dengan jihad fii Sabiilillah “. ( Baca
: “الجامع لأحكام
القرآن ” 21/349 . Tahqiq DR. Abdullah at-Turki ).
Dari Sa’id bin Zaid (ia meriwayatkan): Aku pernah
mendegar Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
مَنْ قُتِلَ دُونَ مَالِهِ فَهُوَ
شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُونَ دِينِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُونَ دَمِهِ فَهُوَ
شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُونَ أَهْلِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ
Barangsiapa yang terbunuh karena melindungi
hartanya maka dia syahid. Siapa yang terbunuh karena melindungi agamanya maka
dia syahid. Siapa yang terbunuh karena melindungi darahnya maka dia syahid.
Siapa yang terbunuh karena melindungi keluarganya maka dia syahid
(HR. An-Nasai no. 4105 dan al-Tirmidzi no. 1421.
Di nilai Hasan Shahih oleh At-Tirmidzi, dan dinilai Shahih oleh al-Albani dalam
Shahih an-Nasa’i).
Dalam hadits diatas, Nabi ﷺ mendahulukan penyebutan mati syahid karena
melindungi harta benda dari pada penyebutan mati syahud karena melindungi agama,
nyawa dan keluarga.
Dulu saya saat masih kuliah, sering mendengar
ceramah para dai timur tengah, terutama para da’i dari Saudi Arabia ,
diantaranya adalah Syeikh ‘Aidh al-Qorni. Salah satu ungkapan yang sangat
menarik dari ceramah-ceramahnya :
“Dulu Islam masuk ke Indonesia tanpa
peperangan dan kekerasan. Kenapa ?
لِأَنَّهُمْ تُجَّارٌ
ذُوُو أَخْلَاقٍ نَبِيلَةٍ وَرَفِيعَةٍ، وَهُمْ أَهْلُ الإِنْفَاقِ وَالصَّدَقَةِ
، أَخْلَاقُهُمُ الْقُرْآنُ . يَبِيعُونَ كَأَنَّهُمُ الْقُرْآنُ يَمْشِي فِي أَوْسَاطِ
السُّوقِ.
Karena mereka adalah para pedagang yang
berakhlak luhur dan mulia, ahli infaq dan sedekah. Akhlak mereka adalah
al-Quran. Mereka berjualan dipasar seakan-akan al-Quran berjalan ditengah
pasar.
===
ANCAMAN NERAKA ATAS PRIA YANG TIDAK MAU BERUSAHA MENCARI RIZQI:
Dari Iyadl bin Khammar al-Mujasyi'ii
radhiyallahu ‘anhu : Bahwa pada suatu hari Rasulullah ﷺ
bersabda di dalam khutbah beliau:
أَلَا إِنَّ رَبِّي
أَمَرَنِي أَنْ أُعَلِّمَكُمْ مَا جَهِلْتُمْ مِمَّا عَلَّمَنِي يَوْمِي
هَذَا:........
قَالَ: وَأَهْلُ
النَّارِ خَمْسَةٌ الضَّعِيفُ الَّذِي لَا زَبْرَ لَهُ الَّذِينَ هُمْ فِيكُمْ
تَبَعًا لَا يَبْتَغُونَ أَهْلًا وَلَا مَالًا ، وَالْخَائِنُ الَّذِي لَا يَخْفَى
لَهُ طَمَعٌ وَإِنْ دَقَّ إِلَّا خَانَهُ ، وَرَجُلٌ لَا يُصْبِحُ وَلَا يُمْسِي
إِلَّا وَهُوَ يُخَادِعُكَ عَنْ أَهْلِكَ وَمَالِكَ، وَذَكَرَ الْبُخْلَ أَوْ
الْكَذِبَ ، وَالشِّنْظِيرُ الْفَحَّاشُ
"Ingatlah! Sesungguhnya Rabb-ku
telah menyuruhku untuk mengajarkan kalian semua tentang sesuatu yang tidak
kalian ketahui, yang diajarkan Allah kepadaku pada hari
ini....................................
(Diantaranya. Pen) Allah berfirman:
" Dan penghuni neraka itu ada lima
macam:
1). Seorang lelaki yang lemah yang
tidak menggunakan akalnya [yang bisa dipergunakan untuk menahan diri dari hal
yang tidak pantas].
Mereka itu adalah orang yang hanya
menjadi pengikut di antara kalian [ yakni: hidupnya hanya numpang dan jadi
beban kalian]. Mereka tidak berkeinginan untuk membangun kehidupan keluarga dan
tidak pula membangun ekonomi.
2). Pengkhianat yang memperlihatkan
sifat rakusnya, sekalipun dalam hal yang samar.
3). Seorang lelaki yang pagi dan petang
selalu memperdayamu (melakukan tipu muslihat) dari keluargamu dan hartamu.
4) Lalu Allah menyebutkan sifat bakhil
dan sifat dusta.
5). Dan Orang yang akhlaknya
buruk." (HR. Muslim No. 5109)
====
AHLI IBADAH, PARA DA’I DAN QORI YANG TIDAK BEKERJA MENCARI RIZKI, MEREKA ADALAH PARASIT & BENALU HARTA MANUSIA.
Dan diriwayatkan dari Umar radhiyallahu ‘anhu
:
أنَّ عُمَرَ مَرَّ
بِقَومٍ مِنَ القُرَّاءِ فَرَآهُمْ جُلُوسًا قَدْ نَكَسُوا رُؤُوسَهُمْ، فَقَالَ: مَنْ
هَؤُلاءِ؟ فَقِيلَ: هُمُ المُتَوَكِّلُونَ، فَقَالَ: كَلاَّ، وَلَكِنَّهُمُ المُتَأكِّلُونَ،
يَأكُلُونَ أموَالَ النَّاسِ. ألا أُنَبِّئكُمْ مَنِ المُتَوَكِّلُونَ؟ فَقِيلَ: نَعَمْ.
فَقَالَ: هُوَ الَّذِي يُلقِي الحَبَّ فِي الأرْضِ، ثُمَّ يَتَوَكَّلُ عَلَى رَبِّهِ
عَزَّ وَجَلَّ.
Bahwa Umar melewati beberapa Qori ( para guru
ngaji dan qori al-Quran ) dan melihat mereka duduk dan menundukkan kepala, Lalu
beliau bertanya : Siapa mereka ini?
Dijawab : Mereka adalah orang-orang yang ahli
tawakkal .
Maka beliau berkata : Tidak, tetapi mereka
pemakan harta para manusia . Mau kah saya memberi tahu kepada kalian tentang
siapakah para ahli tawakkal itu ?
Dijawab : Ya. Beliau berkata : “ Dialah yang
menaburkan benih di ladang, kemudian dia bertawakkal kepada Rabbnya, Azza wa
Jalla “.
Dalam riwayat lain beliau mengatakan :
يَا مَعْشَرَ الْقُرَّاءِ
ارْفَعُوا رُءُوسَكُمْ وَاكْتَسِبُوا لِأَنْفُسِكُمْ
“ Wahai para Qori , angkat kepala kalian dan
cari lah mata pencaharian untuk diri kalian “.
[ Di sebutkan oleh As-Sarkhosy dalam “ٱلْمُبْسُوطُ” (30/248)].
-----
SYAIR IBNU AL-MUBARAK
TENTANG "CELAAN JUALAN AGAMA"
Pengarang Kitab **az-Zuhud
Wa ar-Roqoiq**
"الزُّهْدُ وَالرَّقَائِقُ"
Nasihat Al-Imam Ibnu al-Mubarok
rahimahullah **(wafat 181 H)** kepada Ibnu ‘Ulayyah rahimahullah:
يَا
جَاعِلَ الْعِلْمِ لَهُ بَازِيًا *
يَصْطَادُ
أَمْوَالَ الْمَسَاكِينِ احْتَلَّتْ لِلدُّنْيَا وَلَذَاتِهَا *
بِحِيْلَةٍ
تَذْهَبُ بِالدِّيْنِ فَصِرْتَ مَجْنُوْنًا بِهَا بَعْدَمَا *
كُنْتَ
دَوَاءً لِلْمَجَانِيْنَ أَيْنَ رِوَايَاتُكَ فِيْمَا مَضَى *
عَنْ
ابْنِ عَوُنَ وَابْنِ سِيْرِيْنَ وَدَرْسِكَ الْعِلْمِ بِآثَارِهِ *
فِي
تَرْكِ أَبْوَابِ السُّلاَطِيْنَ تَقُوْلُ: أُكْرِهْتُ، فَمَاذَا كَذَا *
زَلَّ
حِمَارُ الْعِلْمِ فِي الطِّيْنِ لَا تَبْعَ الدِّيْنَ بِالدُّنْيَا كَمَا *
يَفْعَلُ
ضَلَالُ الرُّهَابِيْنَ
“Wahai orang yang
menjadikan ilmu sebagai barang dagangan untuk menjaring harta orang-orang
miskin,
diambil demi dunia dan
kesenangannya.
Dengan tipu daya engkau
menghilangkan agama,
lalu engkau menjadi orang
yang gila setelah dulunya engkau adalah obat bagi orang-orang gila.
Di manakah riwayat-riwayatmu
yang lampau dari Ibnu ‘Aun dan Ibnu Sirin.
Dan manakah ilmu yang
kamu pelajari dengan atsar-atsarnya yang berisi anjuran untuk meninggalkan
pintu-pintu penguasa? Kamu berkata: “Aku terpaksa.” Lalu apa?
Demikianlah keledai ilmu
tergelincir di tanah liat yang basah.
Janganlah kamu jual agama
dengan dunia sebagaimana perbuatan para rahib (pendeta kristen) yang sesat.”
(“Siyar A’lamin Nubala”/9/110).
SIAPAKAH ABDULLAH BIN
AL-MUBARAK ?
Ia adalah ulama besar dari kalangan Tabi’in, ahli zuhud, ahli Ibadah, ahli
jihad dan ahli Ribaath fii sabilillah. Pengarang Kitab
**az-Zuhud Wa ar-Roqoiq**
Semua referensi sepakat bahwa ia adalah seorang penuntut ilmu yang luar
biasa langka. Ia melakukan perjalanan ke seluruh negeri yang dikenal sebagai
pusat kegiatan ilmiah pada masanya.
Abdurrahman bin Abi Hatim berkata tentang Ibnu al-Mubarak :
**«سَمِعْتُ أَبِي يَقُولُ: كَانَ ابْنُ الْمُبَارَكِ
رَبَعَ الدُّنْيَا بِالرِّحْلَةِ فِي طَلَبِ الْحَدِيثِ، لَمْ يَدَعِ الْيَمَنَ وَلَا
مِصْرَ وَلَا الشَّامَ وَلَا الْجَزِيرَةَ وَالْبَصْرَةَ وَلَا الْكُوفَةَ»**
*"Aku mendengar ayahku berkata: Ibnu Mubarak telah menjelajahi
seperempat dunia dalam perjalanannya mencari hadis. Ia tidak melewatkan Yaman,
Mesir, Syam, Jazirah, Bashrah, maupun Kufah."* Kesaksian ini juga
dikukuhkan oleh Ahmad bin Hanbal.
Ibnu Mubarak pernah berkata:
**«خَصْلَتَانِ مَنْ كَانَتَا فِيهِ نَجَا: الصِّدْقُ،
وَحُبُّ أَصْحَابِ مُحَمَّدٍ»**
*"Dua hal yang jika ada pada seseorang, maka ia akan selamat:
kejujuran dan kecintaan kepada para sahabat Muhammad."*
Ia mencari ilmu di mana pun ia menemukannya dan mengambilnya dari siapa
pun yang memilikinya, tanpa ada halangan yang menghentikannya. Ia menulis ilmu
dari orang yang lebih tinggi darinya, dari orang yang setara dengannya, bahkan
dari orang yang lebih muda darinya.
Diriwayatkan :
**أَنَّهُ مَاتَ ابْنٌ لَهُ فَعَزَّاهُ مَجُوسِيٌّ
فَقَالَ: يَنْبَغِي لِلْعَاقِلِ أَنْ يَفْعَلَ الْيَوْمَ مَا يَفْعَلُهُ الْجَاهِلُ
بَعْدَ أُسْبُوعٍ. فَقَالَ ابْنُ الْمُبَارَكِ: اُكْتُبُوا هَذِهِ.**
bahwa ketika anaknya meninggal dunia, ada seorang Majusi datang
bertkziyah dan berkata, *"Orang yang berakal hendaknya melakukan hari ini
apa yang dilakukan orang bodoh setelah seminggu."* Maka Ibnu Mubarak
berkata, *"Kalian catatlah perkataan ini."*
Kecintaannya dalam menulis ilmu begitu besar hingga orang-orang
terheran-heran. Ada sebuah riwayat :
**فَقَدْ قِيلَ لَهُ مَرَّةً: كَمْ تَكْتُبُ؟
قَالَ: لَعَلَّ الْكَلِمَةَ الَّتِي أَنْتَفِعُ بِهَا لَمْ أَكْتُبْهَا بَعْدُ. وَعَابَهُ
قَوْمُهُ عَلَى كَثْرَةِ طَلَبِهِ لِلْحَدِيثِ فَقَالُوا: إِلَى مَتَى تَسْمَعُ؟ فَقَالَ:
إِلَى الْمَمَاتِ.**
Suatu ketika seseorang bertanya kepadanya, *"Berapa lama lagi
engkau akan terus menulis?"* Ia menjawab, *"Mungkin aku belum
mencatat satu kata yang akan bermanfaat bagiku nanti."* Kaumnya pernah
mencelanya karena terus-menerus mencari hadis, lalu mereka berkata,
*"Sampai kapan engkau akan mendengarkan hadis?"* Ia menjawab,
*"Sampai aku mati."*
Ia juga berusaha mengumpulkan empat puluh hadis sebagai bentuk
penerapan sabda Nabi ﷺ:
(مَنْ حَفِظَ عَلَى أُمَّتِي أَرْبَعِينَ حَدِيثًا
مِنْ أَمْرِ دِينِهَا بَعَثَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي زُمْرَةِ الْفُقَهَاءِ
وَالْعُلَمَاءِ)
*"Barang siapa yang menghafal untuk umatku empat puluh hadis yang
berkaitan dengan urusan agamanya, Allah akan membangkitkannya pada hari kiamat
bersama kelompok para ahli fikih dan ulama."* Kita memohon kepada Allah
agar mengumpulkan kita bersamanya dalam kebaikan.
Namun, Ibnu Mubarak tidak hanya memperhatikan kuantitas dalam
mengumpulkan ilmu, tetapi juga sangat selektif dalam memilihnya. Ia sangat
menjaga amanah ilmu dan kehati-hatian dalam agama. Oleh karena itu, sikap
kritis dalam menerima ilmu adalah metode yang ia pegang teguh. Ia meneliti
setiap hadis yang sampai kepadanya, menyaring mana yang dapat diterima dan mana
yang harus ditolak berdasarkan sanadnya.
Ia juga sangat memperhatikan hadis-hadis sahih dari Rasulullah ﷺ dan lebih mengutamakan mempelajarinya dibandingkan hadis-hadis
yang lemah.
Ia berkata:
**"" وَالِاشْتِغَالُ بِهَا عَلَى غَيْرِهَا،
حَيْثُ قَالَ: «لَنَا فِي صَحِيحِ الْحَدِيثِ شُغْلٌ عَنْ سَقِيمِهِ».**
*"Kami sudah cukup sibuk dengan hadis yang sahih, sehingga tidak
perlu menyibukkan diri dengan yang lemah."*
Namun, dalam kitabnya *Az-Zuhd*, Ibnu Mubarak tetap mencantumkan
beberapa hadis lemah, karena ia berpendapat bahwa hadis dhaif boleh diamalkan
dalam keutamaan amal.
Muhammad bin Fudhail bin 'Iyadh berkata:
رَأَيْتُ عَبْدَ
اللَّهِ بْنَ الْمُبَارَكِ فِي الْمَنَامِ، فَقُلْتُ: أَيُّ الْأَعْمَالِ وَجَدْتَ
أَفْضَلَ؟ قَالَ: الْأَمْرُ الَّذِي كُنْتُ فِيهِ. قُلْتُ: الرِّبَاطُ وَالْجِهَادُ؟
قَالَ: نَعَمْ. قُلْتُ: فَأَيُّ شَيْءٍ صَنَعَ بِكَ رَبُّكَ؟ قَالَ: غَفَرَ لِي مَغْفِرَةً
مَا بَعْدَهَا مَغْفِرَةٌ وَكَلَّمَتْنِي امْرَأَةٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ أَوِ امْرَأَةٌ
مِنَ الْحُورِ الْعِينِ.
"Aku melihat Abdullah bin Mubarak dalam mimpi, lalu aku bertanya,
'Amal apakah yang engkau dapati paling utama?' Ia menjawab, 'Amal yang dulu aku
lakukan.' Aku bertanya, 'Apakah itu ribath (berjaga di perbatasan) dan jihad?'
Ia menjawab, 'Ya.' Aku bertanya lagi, 'Apa yang telah Tuhanmu lakukan
kepadamu?' Ia menjawab, 'Dia telah mengampuniku dengan ampunan yang tidak ada
ampunan setelahnya, dan seorang wanita dari penghuni surga atau seorang dari
bidadari berbicara kepadaku.'"
Abdullah bin al-Mubarok di kenal pula dengan sebutan :
**SANG FAQIH AHLI ZUHUD YANG MILIUNER,
ABDULLAH BIN MUBARAK**
Dia seorang pedagang terkenal yang pada masa hidupnya memiliki kekayaan
sebesar 400 ribu dinar emas, yang setara dengan 1.700.000 gram emas saat ini.
Jika dikonversikan ke mata uang modern, jumlah ini setara dengan 27.625.000
dinar Kuwait atau sekitar 82.875.000 dolar Amerika. Itu adalah modal usahanya.
Setiap tahun, ia memperoleh keuntungan sebesar 100 ribu dinar emas, atau
sekitar 425.000 gram emas, yang bernilai hampir 7 juta dinar Kuwait, lebih dari
20 juta dolar Amerika.
Namun, seluruh keuntungan tahunan yang mencapai lebih dari 20 juta
dolar itu ia habiskan untuk para ulama, penuntut ilmu, fakir miskin, serta para
ahli ibadah dan zuhud. Bahkan, terkadang ia menambahkannya dari modal
pribadinya.
Meskipun sangat kaya, ia menyerupai para sahabat Rasulullah ﷺ dalam segala hal. Hingga Sufyan bin ‘Uyainah berkata
tentangnya,
**كَانَ مِثْلَ ٱلصَّحَابَةِ فِي كُلِّ شَيْءٍ،
لَا يُفَضِّلُونَ عَلَيْهِ إِلَّا فِي أَنَّهُمْ صَحِبُوا ٱلرَّسُولَ ﷺ.**
*"Ia seperti para sahabat dalam segala hal. Mereka hanya lebih
unggul darinya karena mereka berkesempatan menemani Rasulullah ﷺ."*
Bahkan, para sahabatnya berpendapat bahwa Allah telah mengumpulkan
dalam dirinya semua sifat kebaikan.
Ia sangat dermawan. Pernah, dalam suatu perjalanan ke Mesir bersama
para sahabatnya, ia menjamu mereka dengan makanan dan hidangan manis terbaik,
sementara dirinya sendiri tetap berpuasa sepanjang tahun.
Referensi : **lihat: Al-Bidayah Wan-Nihayah Karay Ibnu Katsir
(13/611-612) dan Tarikh Dimasyq Karya Ibnu Asakir (32/438)**
====
**BERBISNIS UNTUK IBADAH ITU BERPAHALA, TAPI BERIBADAH UNTUK BISNIS ITU BERDOSA**.
----
CONTOHNYA : LARANGAN BISNIS MENYAMPAIKAN ILMU AGAMA ; KARENA ITU ADALAH IBADAH.
KAIDAH UMUM DALAM MASALAH IBADAH INI adalah :
الأَصْلُ فِي أَعْمَالِ
القُرْبِ كَتَعْلِيمِ العِلْمِ وَنَحْوِهِ أَنْ يَقُومَ بِهَا الإِنسَانُ
مُحْتَسِبًا مُخْلِصًا لِوَجْهِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، لَا يُرِيدُ بِذَلِكَ
عَرْضًا مِنَ الدُّنْيَا، وَهَذَا هُوَ الْأَفْضَلُ بِلَا شَكٍّ، وَهُوَ الَّذِي
كَانَ عَلَيْهِ الصَّحَابَةُ وَالتَّابِعُونَ.
"Pada asalnya hukum semua amalan yang
diperuntukan untuk mendekatkan diri kepada Allah, seperti mengajarkan ilmu
agama dan sejenisnya, adalah seseorang melakukannya harus betul-betul ikhlas
semata-mata karena Allah dan dengan tujuan agar mendapatkan pahala dari-Nya.
Tidak bertujuan untuk memperoleh dunia, dan Ini adalah yang paling afdlol tidak
diragukan lagi, dan itulah yang diamalkan oleh para Sahabat dan Taabi'in"
Ringkasnya: Belajar dan mengajar ilmu agama serta
berdakwah itu masuk dalam katagori IBADAH.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:
وَالصَّحَابَةُ
وَالتَّابِعُونَ وَتَابِعُو التَّابِعِينَ وَغَيْرُهُمْ مِنَ الْعُلَمَاءِ الْمَشْهُورِينَ
عِنْدَ الْأُمَّةِ بِالْقُرْآنِ وَالْحَدِيثِ وَالْفِقْهِ إِنَّمَا كَانُوا يُعَلِّمُونَ
بِغَيْرِ أُجْرَةٍ، وَلَمْ يَكُنْ فِيهِمْ مَنْ يُعَلِّمُ بِأُجْرَةٍ أَصْلًا. ا.هـ.
Para Sahabat, Tabi’iin, Tabi’it Tabi’iin ,
dan ulama lainnya yang masyhur akan keilmuannya di kalangan Umat dalam bidang
ilmu Al-Qur'an, Hadits dan Fikih, sesungguhnya mereka itu mengajar tanpa upah ,
dan tidak ada seorang pun di antara mereka yang menerima upah dalam berdakwah
sama sekali . ( Baca : مُخْتَصَرُ ٱلْفَتَاوَى
ٱلْمِصْرِيَّةِ
hal. 481 dan مَجْمُوعُ ٱلْفَتَاوَى jilid 30 hal. 204 ).
Namun Para Fuqohaa telah sepekat akan bolehnya
menerima tunjangan dari baitul maal (Kas Negara) atas pengajaran ilmu-ilmu
syar’i yang membawa manfaat dan yang semisalnya.
---***--
DALIL-DALIL LARANGAN MEMBISNISKAN AGAMA :
---
Pertama : Orang durhaka adalah orang yang
makan dan minumnya dari hasil al-Qur'an :
Dari Abu Sa’id Al-Khudri , dia
mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
"يكون خَلْفٌ من بعد السِّتِّينَ سنةً
أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا ثم
يكون خَلْفٌ يقرؤونَ القرآنَ لا يعْدو تراقيهم
ويقرأ القرآنَ ثلاثٌ مؤمنٌ ومنافقٌ وفاجرٌ ".
قال
بَشِيْر : قُلْتُ للوَلِيْد : مَا هَؤلَاء
الثَّلاثةُ؟ قَالَ : المُؤْمِن مُؤْمِنٌ بِه، والمُنافِقُ كَافِرٌ به،
والفَاجِرُ يَأكُلُ بِهِ
Kelak akan ada generasi pengganti sesudah
enam puluh tahun, mereka menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan
hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.
Kemudian akan muncul pula pengganti lainnya
yang pandai membaca Al-Quran , tetapi tidak sampai meresap ke dalam hati
mereka.
Saat itu yang membaca Al-Quran ada tiga
macam orang, yaitu orang Mukmin , orang munafik, dan orang durhaka.
Basyir mengatakan bahwa ia bertanya kepada
Al-Walid tentang pengertian dari ketiga macam orang tersebut : "Siapa
sajakah mereka itu?"
Maka Al-Walid menjawab :
"Orang Mukmin adalah orang yang beriman kepada Al-Quran ,
orang Munafiq adalah orang yang ingkar terhadap Al-Quran ,
sedangkan orang yang DURHAKA adalah orang yang mencari makan (nafkah) dengan
Al-Quran." [HR. Ahmad no. 11340].
Derajat Hadits :
Ibnu Katsir dalam kitab ٱلْبِدَايَةُ وَٱلنِّهَايَةُ (6/233) berkata :
إِسْنَادُهُ جَيِّدٌ
قَوِيٌّ عَلَى شَرْطِ السُّنَنِ
"Sanad nya bagus dan kuat sesuai syarat kitab-kitab
as-Sunan".
Dan Syeikh al-Albaani dalam ٱلسِّلْسِلَةُ ٱلصَّحِيحَةُ 1/520 berkata :
"رِجَالُهُ ثِقَاتٌ غَيْرُ الوَلِيدِ، فَحَدِيثُهُ
يَحْتَمِلُ التَّحْسِينِ وَهُوَ عَلَى كُلِّ حَالٍ شَاهِدٌ صَالِحٌ".
"Para perawinya tsiqoot [ dipercaya] selain al-Wallid ,
maka haditsnya bisa dibawa ke derajat Hasan , dan haditst tersebut bagaimana
pun juga layak dan baik sebagai syahid ".
Dalam riwayat lain : Dari Abu Sa’id al-Khudri , bahwa
Rasulullah ﷺ bersabda:
( تَعَلَّموا
القرآنَ، وَسَلُوا اللهَ بِهِ الجنَّةَ، قَبْلَ أنْ يَتعَلَّمَهُ قَوْمٌ،
يَسْأَلُونَ به الدُّنْيا، فَإِنَّ القُرآنَ يَتَعَلَّمُهُ ثَلاثَةٌ: رَجُلٌ
يُباهِي بِهِ، وَرَجُلٌ يَسْتَأْكِلُ بِهِ، وَرَجُلٌ يَقْرَأُهُ لله ) .
“Kalian Belajarlah Al-Quran dan mintalah kepada Allah surga
dengannya, sebelum muncul satu kaum yang mempelajari Al-Quran untuk tujuan
duniawi.
Sesungguhnya ada tiga kelompok yang
mempelajari Al-Quran:
**- Seseorang yang mempelajarinya untuk berbangga diri.
**- Seseorang yang mencari makan dengannya .
**- dan seseorang yang membacanya karena
Allah Subhanahu Wata’ala.”
(HR. Baihaqi dan Abu ‘Ubeid dalam kitab “فَضَائِلُ ٱلْقُرْآنِ” , Bab : ٱلْقَارِئُ يَسْتَأْكِلُ بِٱلْقُرْآنِ hal. 206. Hadits di sebutkan
oleh Syeikh Al-Albaani dalam “ٱلسِّلْسِلَةُ ٱلصَّحِيحَةُ “ (1/118-119 No. 258), dan beliau berkata :
وَلِلْحَدِيثِ شَوَاهِدُ أُخْرَى تُؤَيِّدُ
صِحَّتَهُ عَنْ جَمَاعَةٍ مِنَ الصَّحَابَةِ.
“ Hadits ini memiliki syahid-syahid lain yang memperkuat
keshahinnya dari jemaah para sahabat “).
-----
Dalil ke dua :
Larangan Menerima Imbalan Jasa Dari Orang Yang Diajari al-Qur'an Olehnya:
Dari Ubay bin Ka’ab -radhiyallahu ‘anhu- ,
berkata :
"عَلَّمْتُ رَجُلاً الْقُرْآنَ
فَأَهْدَى إِلَيَّ قَوْسًا فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَقَالَ : (إِنْ أَخَذْتَهَا أَخَذْتَ قَوْسًا
مِنْ نَارٍ ) فَرَدَدْتُهَا".
“ Aku mengajar al-Qur’an pada seseorang , lalu dia menghadiahkan
Busur panah pada ku . Maka aku menceritakannya pada Rosulullah ﷺ, maka beliau bersabda : “Jika kamu mengambilnya, maka kamu
telah mengambil busur dari api neraka“. Lalu Aku mengembalikannya .
( HR. Ibnu Majah No. 2149 dan di Shahihkan
oleh syeikh Al-Albaani dalam kitab “إِرْوَاءُ
ٱلْغَلِيلِ“
No. 1493 ).
Dari Abu ad-Dardaa’ -radhiyallahu ‘anhu- ,
Rosulullah ﷺ bersabda :
((مَنْ أَخَذَ عَلَى تَعْلِيمِ الْقُرْآنِ
قَوْساً قَلَّدَهُ الله مَكَانَهَا قَوْساً مِنْ نَارِ جَهَنَّمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ))
Barang siapa menerima [imbalan] Busur Panah
dari Mengajar al-Qur’an , maka Allah akan mengalungkan sebagai gantinya kelak
busur dari api neraka Jahannam pada hari Kiamat “.
( HR. Imam al-Baihaqi dlm “ٱلسُّنَنُ ٱلْكُبْرَى” 6/126 dan lainnya . Di
shahihkan oleh Syeikh Al-Albaani dalam kitab “صَحِيحُ
ٱلْجَامِعِ“
no. 5982 dan dalam kitab “ٱلسِّلْسِلَةُ ٱلصَّحِيحَةُ“ 1/113 no. 256 )
Dari Ubadah bin ash-Shoomit radhiyallahu
‘anhu , berkata :
" عَلَّمْتُ نَاسًا مِنْ أَهْلِ
الصُّفَّةِ الْكِتَابَ وَالْقُرْآنَ فَأَهْدَى إِلَيَّ رَجُلٌ مِنْهُمْ قَوْسًا
فَقُلْتُ لَيْسَتْ بِمَالٍ وَأَرْمِي عَنْهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
لآتِيَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ فَلأَسْأَلَنَّهُ فَأَتَيْتُهُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ
اللَّهِ رَجُلٌ أَهْدَى إِلَيَّ قَوْسًا مِمَّنْ كُنْتُ أُعَلِّمُهُ الْكِتَابَ
وَالْقُرْآنَ وَلَيْسَتْ بِمَالٍ وَأَرْمِي عَنْهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ . قَالَ ﷺ
( إِنْ كُنْتَ تُحِبُّ أَنْ تُطَوَّقَ طَوْقًا مِنْ نَارٍ فَاقْبَلْهَا )
Artinya: Aku telah mengajarkan Al Qur’an pada
seseorang dari Ahli ash-Shuffah kemudian dia menghadiahiku sebuah busur
(panah). Maka aku berkata :
“ Ini bukanlah harta , tetapi ini bisa
digunakan untuk berjihad fii sabilillah , namun demikian aku harus menghadap
dulu ke Rosulullah ﷺ , aku mau menanyakannya ,
lalu aku mendatangi beliau ﷺ , dan aku berkata pada
nya :
“ Wahai Rosulullah , seseorang telah
menghadiahi ku Busur panah , orang tersebut salah seorang yang aku mengajarkan
al-Kitab dan al-Qur’an padanya, dan ini bukan HARTA , dan aku bisa memanfaatkannya untuk berjihad
di jalan Allah “.
Rosulullah ﷺ menjawab : “ Jika kau suka
busur itu kelak akan dikalung kan pada dirimu dari api Neraka , maka silahkan
ambil !!! “. Lalu aku pun
mengembalikannya.”
Dalam lafadz riwayat Ibnu Majah :
( إِنْ سَرَّكَ أَنْ تُطَوَّقَ بِهَا طَوْقًا
مِنْ نَارٍ فَاقْبَلْهَا )
"Jika engkau suka untuk dihimpit api neraka, maka
terimalah."
Dalam lafadz lain :
(جَمْرَةٌ بَيْنَ كَتِفَيْكَ تَقَلَّدْتَهَا
أَوْ تَعَلَّقْتَهَا)
“ Itu Bara Api diantara dua pundakmu, kamu telah melingkarkannya
atau kamu mengalungkannya “.
[ HR. Imam Ahmad No. 21632 , Abu Daud no.
2964 dan Ibnu Majah No. 2148 ].
Di Shahihkan oleh al-Haakim dan Syeikh Al-Albaani
dlm “ٱلسِّلْسِلَةُ
ٱلصَّحِيحَةُ”
1/115 , Shahih Abu Daud no. 3416 dan dalam Shahih Turmudzi “.
----
Dalil ke tiga : Hadits peringatan terhadap orang yang
mendahulukan upah duniawi dalam membaca al-Qur'an dari pada pahala akhirat:
Dari
Sahal bin Sa’ad as-Saa’idi radhiyallahu ‘anhu, dia berkata :
خَرَجَ عَلَيْنَا
رَسُولُ ٱللَّهِ – ﷺ – يَوْمًا وَنَحْنُ نُقْرِئُ فَقَالَ: ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ، كِتَابُ
ٱللَّهِ وَاحِدٌ، وَفِيكُمْ ٱلْأَحْمَرُ وَفِيكُمْ ٱلْأَبْيَضُ وَفِيكُمْ ٱلْأَسْوَدُ،
اقْرَؤُوهُ قَبْلَ أَنْ يَقْرَأَهُۥ أَقْوَامٌ يُقِيمُونَهُۥ كَمَا يُقَوَّمُ ٱلسَّهْمُ
يَتَعَجَّلُ أَجْرَهُ وَلَا يَتَأَجَّلُهُ.
“ Pada suatu hari
Rosulullah ﷺ keluar menemui kami, dan saat itu kami sedang membaca
al-Qur’an, maka beliau ﷺ bersabda : “Al-Hamdulillah, Kitab Allah
satu, sementara di dalam kalian ada yang berkulit merah, berkulit putih dan
berkulit hitam (Yakni ada etnis Arab dan Non Arab) , bacalah kalian al-Quran
sebelum adanya kaum-kaum membaca
al-Qur’an, mereka menetapkannya seperti anak panah yang diluruskan (yakni
mereka memperbagus bacaannya), namun dia mempercepat upahnya (di
dunia) dan tidak menundanya (untuk akhirat).
(HR. Abu Daud 1/220 No. 831 . Di Shahihkan
oleh Syeikh Al-Albaani dlm Shohih Abu Daud 1/157 No. 741, beliau berkata :
Hasan Shahih).
**Penjelasan hadits diatas :**
قَوْلُهُ:
"يُقِيمُونَهُ كَمَا يُقَوَّمُ ٱلسَّهْمُ" أَي: يُحَسِّنُونَ ٱلنُّطْقَ بِهِ.
وَقَوْلُهُ: "يَتَعَجَّلُ أَجْرَهُ وَلَا يَتَأَجَّلُهُ" أَي: يَطْلُبُ بِذَٰلِكَ
أَجْرَ ٱلدُّنْيَا مِنْ مَالٍ وَجَاهٍ وَمَنْصِبٍ، وَلَا يَطْلُبُ بِهِ أَجْرَ ٱلْآخِرَةِ.
Ucapan-Nya:
"يقيمونه كما يُقَوَّمُ السَّهم" artinya: Mereka memperbaiki cara
mengucapkannya. Dan ucapan-Nya:
"يَتَعَجَّلُ أَجْرَهُ وَلا يَتَأَجَّلُهُ" artinya: Mereka mencari dengan itu pahala dunia
berupa harta, kedudukan, dan jabatan, dan mereka tidak mencari dengan itu
pahala akhirat. [Referensi: Jami' al-Usul,
oleh Ibnu Athir
(2/450-451).]
Riwayat lain : Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu
‘anhu, dia berkata :
دَخَلَ النَّبي
ﷺ المسجدَ، فإذا فيه قومٌ يَقرَؤُونَ القُرآنَ، قال: « اقْرَؤُوا
القُرآنَ، وابْتَغُوا به اللهَ مِن قَبْلِ أن يَأتِيَ قَوْمٌ يُقِيمونَه إِقَامَةَ
القِدْحِ، يَتَعَجَّلُونَه ولا يَتَأَجَّلُونَه«.
Nabi ﷺ masuk masjid , dan ternyata
di dalamya terdapat orang-orang yang sedang baca al-Qur’an .
Beliau ﷺ bersabda : “ Bacalah kalian
al-Qur’an , dan dengannya semata-mata karena mengharapkan Allah , sebelum datangnya kaum yang menetapkannya
seperti anak panah yang diluruskan ( yakni mereka memperbagus bacaanya), namun
dia mempercepat upahnya ( di dunia ) dan tidak menundanya ( untuk akhirat ).
( HR. Imam Ahmad 3/357 dan Abu Daud 1/220 No.
831. Di Shahihkan oleh Syeikh Al-Albaani dlm Shohih Sunan Abu Daud 1/156 no.
740 .
Muhammad Syamsul haq al-Adziim Aabadi dalam
kitabnya “عَوْنُ ٱلْمَعْبُودِ”
3/42 berkata :
فَقَدْ أَخْبَرَ النَّبِيُّ ﷺ عَنْ مَجِيءِ
أُقَوَّامٍ بَعْدَهُ يُصَلِّحُونَ أَلْفَاظَ الْقُرْآنِ وَكَلِمَاتِهِ وَيَتَكَلَّفُونَ
فِي مَرَاعَاةِ مَخَارِجِهِ وَصِفَاتِهِ، كَمَا يُقَامُ الْقِدْحُ - وَهُوَ السَّهْمُ
قَبْلَ أَنْ يُعَمَّلَ لَهُ رِيشٌ وَلَا نَصْلٌ - وَالْمَعْنَى: أَنَّهُمْ يُبَالِغُونَ
فِي عَمَلِ الْقِرَاءَةِ كَمَالَ الْمُبَالَغَةِ؛ لِأَجْلِ الرِّيَاءِ وَالسُّمْعَةِ
وَالْمُبَاهَاةِ وَالشُّهْرَةِ. أَيُّهَا الْإِخْوَةُ الْكَرَامُ.. هَؤُلَاءِ تَعَجَّلُوا
ثَوَابَ قِرَاءَتِهِمْ فِي الدُّنْيَا وَلَمْ يَتَأَجَّلُوهُ بِطَلَبِ الْأَجْرِ فِي
الْآخِرَةِ، إِنَّهُمْ بِفَعْلِهِمْ يُؤْثِرُونَ الْعَاجِلَةَ عَلَى الْآجِلَةِ وَيَتَأَكَّلُونَ
بِكِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى، وَهَذَا مِنْ أَعْظَمِ أَنْوَاعِ هِجْرِ الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ،
فَبِئْسَ مَا يَصْنَعُونَ.
Maka sungguh Nabi ﷺ telah mengkabarkan : bahwa sesudahnya akan munculnya kaum-kaum
yang memperbagus lafadz-lafadz dalam membaca al-Quran dan kalimat-kalimatnya,
bahkan berlebihan di dalam memperhatikan makhroj-makhroj dan sifat-sifat dari
huruf-huruf al-Quran, seperti halnya orang yang memperbagus atau meluruskan
batang panah sebelum di pasangkan bulu-bulu dan besi tajam diujungnya .
Maksudnya : Mereka sangat berlebihan [LEBAY] di dalam mempercantik dan menyempurnakan
bacaan al-Quran dengan tujuan agar mendapatkan sanjungan dari manusia,
popularitas, berbangga-banggaan dan ketenaran .
Wahai para ikhwan yang mulia, mereka adalah orang-orang yang tergesa-gesa
untuk mendapatkan upah bacaan al-Qurannya di dunia, mereka tidak sabar
menundanya untuk mendapatkan pahala di akhirat .
Sesungguhnya perbuatan mereka itu adalah sama
dengan mengutamakan dunia dari pada akhirat , dan mereka makan dan minumnya
dengan Kitab Allah Ta’la . Dan ini adalah jenis perbuatan meng hajer (MEMBOIKOT)
al-Quran yang paling dahsyat, maka ini adalah sebusuk-busuknya yang mereka
lakukan . ( Baca : “عَوْنُ ٱلْمَعْبُودِ شَرْحُ سُنَنِ
أَبِي دَاوُدَ”
3/42) .
-----
Dalil ke 4 : Hadits Larangan Meminta-Minta Saweran, Uang Tips Atau Upah Atas Jasa Baca al-Qur'an :
Hadits Imran bin Hushain -radhiyallahu ‘anhu-
: bahwa Rasulullah ﷺ bersabda :
« مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فَلْيَسْأَلِ اللهَ
بِهِ فَإِنَّهُ سَيَأْتِيْ أَقْوَامٌ يَقْرَءُوْنَ القرآنَ وَيَسْأَلُوْنَ بِهِ النَّاسَ
» .
Artinya : " Barangsiapa membaca Al Quran
maka hendaknya ia memohon kepada Allah dengan Al Quran itu, karena suatu saat
akan datang sekelompok kaum yang membaca Al Quran lalu mereka meminta ( upah )
kepada manusia dengan Al Quran itu".
( HR. Ahmad , Turmudzi , Ibnu Abi Syaibah,
Thabrani, Baihaqi dalam Syuabul Iman. Lihat: Al Jami' Al Kabir ).
Hadits ini di sahihkan oleh Al-Albaani dalam
kitab-kitabnya : Islahus Saajid hal. 106 , silsilah sahihan 1/461 , sahih
Targhib no. 1433 , dan lainnya ).
Dan masih
dari Imran bin Hushain -radhiyallahu ‘anhu-, Rasulullah ﷺ
bersabda :
" أَنَّهُ مَرَّ عَلَى قَارِئٍ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ
ثُمَّ يَسَأَلَ النَّاسَ بِهِ فَاسْتَرْجَعَ عِمرانُ ، ثُمَّ قَالَ : سَمِعْتُ
رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ: " مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فَلْيَسْأَلْ
اللَّهَ بِهِ فَإِنَّهُ سَيَجِيءُ أَقْوَامٌ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ وَيَسْأَلُونَ
بِهِ النَّاسَ ".
“Suatu
ketika ia melewati seorang qori sedang membaca Al-Qur'an , kemudian setelah
membacanya meminta ( upah ) kepada orang-orang , maka Imran ber istirja’ (
Yakni berkata : Innaa Lillaahi wa Innaa Ilaihi Rooji’uun dan menyuruhnya untuk
mengembalikan ) , dan berkata : Aku mendengar Rosulullah ﷺ
bersabda :
" Barangsiapa membaca Al Quran maka hendaknya ia memohon kepada
Allah dengan Al Quran itu, karena suatu saat akan datang sekelompok kaum yang
membaca Al Quran lalu mereka meminta (upah) kepada manusia dengan ( bacaan )
Al Quran itu ".
( HR. Turmudzi no. 2917 dan beliau berkata : " Hadits Hasan
". Dan Syeikh Al-Albaani dalam sahih Targhib 2/80 no. 1433 mengatakan :
" Sahih karena ada yang lainnya ". Dan dalam Sahih wa Dloif al-Jami'
no. 11413 serta Shahih wa Dloif Sunan Turmudzi 6/417 no. 2917 beliau mengatakan
: " Hasan " .
Syarah Hadits : Al-Mubaarokfuury dalam syarah Sunan
Tirmidzi berkata :
قَوْلُهُ
( يَقْرَأُ ) أَيْ: يَقْرَأُ الْقُرْآنَ.
وَقَوْلُهُ:
( ثُمَّ سَأَلَ ) أَيْ: طَلَبَ الْقَارِئُ مِنَ النَّاسِ شَيْئًا مِنَ الرِّزْقِ لِقِرَاءَتِهِ
الْقُرْآنَ.
وَقَوْلُهُ:
( فَاسْتَرْجَعَ ) أَيْ: قَالَ عِمْرَانُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: ﴿ إِنَّا لِلَّهِ
وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ ﴾ [البَقَرَةِ: 156]؛ لِابْتِلَاءِ الْقَارِئِ بِهَذِهِ
الْمُصِيبَةِ، وَهِيَ سُؤَالُ النَّاسِ بِالْقُرْآنِ، أَوْ لِابْتِلَاءِ عِمْرَانَ
- رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - بِمُشَاهَدَةِ هَذِهِ الْحَالَةِ الشَّنِيعَةِ، وَهِيَ مِنْ
أَعْظَمِ الْمُصِيبَاتِ.
Sabda-nya : ( membaca ), yaitu dia membaca Al-Qur’an.
Dan sabdanya: (Kemudian dia meminta ) artinya: Qoori itu meminta rizki
dari orang-orang karena dia telah membaca Al-Qur'an.
Dan sabdanya: (Maka dia meminta untuk mengembalikannya ) artinya: Imran
radhiyallahu ‘anhu berkata : “ Kami adalah milik Allah dan kepada-Nya kami akan
kembali” [Al-Baqarah: 156].
Dia berkata demikian karena perbuatan itu adalah bala [bencana] yang
menimpa Qoori.
Atau karena Imran – semoga Allah meridhoinya – merasa menderita ketika
menyaksikan situasi sangat keji ini, yang mana perbuatan tersebut merupakan
salah satu bencana dan musibah terdahsyat. [ Baca : تُحْفَةُ
ٱلْأَحْوَذِي بِشَرْحِ جَامِعِ ٱلتِّرْمِذِيِّ (8/235)] .
-----
Dalil ke lima : Larangan Terima Upah Dakwah, Ceramah Agama Dan Mengajar Ilmu Agama:
Asy-Syeikh Muhammad al-Amiin Asy-Syinqithi dalam kitabnya “ أَضْوَاءُ
ٱلْبَيَانِ “ ketika menafsiri surat Hud : 29 , berkata :
قَوْلُهُ
تَعَالَى: { وَيَا قَوْمِ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مَالًا إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَى
اللَّهِ } ذَكَرَ تَعَالَى فِي هَذِهِ الْآيَةِ الْكَرِيمَةِ عَنْ نَبِيِّهِ نُوحٍ
عَلَيْهِ وَعَلَى نَبِيِّنَا الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ أَنَّهُ أَخْبَرَ قَوْمَهُ أَنَّهُ
لَا يَسْأَلُهُمْ مَالًا فِي مُقَابَلَةِ مَا جَاءَهُمْ بِهِ مِنَ الْوَحْيِ وَالْهُدَى،
بَلْ يَبْذُلُ لَهُمْ ذَلِكَ الْخَيْرَ الْعَظِيمَ مُجَانًا مِنْ غَيْرِ أَخْذِ أَجْرَةٍ
فِي مُقَابَلَتِهِ، وَبَيَّنَ فِي آيَاتٍ كَثِيرَةٍ: أَنَّ ذَلِكَ هُوَ شَأْنُ الرُّسُلِ
عَلَيْهِمْ صَلَوَاتُ اللَّهِ وَسَلَامُهُ.
Firman Allah Ta’aalaa : Dan (dia berkata): “Hai kaumku, aku tiada
meminta harta benda kepada kalian (sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah
dari Allah “.
Allah Yang Maha Kuasa menyebutkan dalam ayat mulia ini tentang Nabinya
Nuh 'alaihis salam , bahwa dia memberi tahu kaumnya bahwa dia tidak meminta
harta kepada mereka sebagai imbalan atas apa yang telah dia sampaikan kepada
mereka dari wahyu dan hidayah . Sebaliknya, kebaikan yang agung itu disampaikan
kepada mereka secara cuma-cuma tanpa memungut bayaran sebagai imbalannya. Dan
Allah menjelaskan dalam banyak ayat : bahwa Itu adalah berlaku pada semua
dakwah para Rasul 'alaihimus salaam .
Seperti yang Allah firmankan dalam Surat Saba tentang Nabi kita ﷺ
:
{قُلْ مَا سَأَلْتُكُم مِّنْ أَجْرٍ فَهُوَ لَكُمْ إِنْ أَجْرِيَ
إِلَّا عَلَى اللَّهِ}
"
Katakanlah ( hai Muhammad) : "Aku tidak minta upah kepada kalian, maka itu
untuk kalian. Upahku hanyalah dari Allah” (QS. Saba : 47 ).
Kemudian Asy-Syeikh Muhammad al-Amiin Asy-Sying-qithi setelah menyebutkan
ayat-ayat di atas dia berkata :
وَيُؤْخَذُ
مِنْ هَذِهِ الْآيَاتِ الْكَرِيمَةِ: أَنَّ الْوَاجِبَ عَلَى أَتْبَاعِ الرُّسُلِ مِنَ
الْعُلَمَاءِ وَغَيْرِهِمْ أَنْ يَبْذُلُوا مَا عِنْدَهُمْ مِنَ الْعِلْمِ مُجَانًا
مِنْ غَيْرِ أَخْذِ عَوْضٍ عَلَى ذَلِكَ، وَأَنَّهُ لَا يَنْبَغِي أَخْذُ الْأَجْرَةِ
عَلَى تَعْلِيمِ كِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى وَلَا عَلَى تَعْلِيمِ الْعَقَائِدِ وَالْحَلَالِ
وَالْحَرَامِ". انتَهَى.
"
Diambil dari ayat-ayat luhur ini : Tugas para pengikut Rasul dari kalangan
ulama dan lain-lain adalah memberikan ilmunya secara cuma-cuma tanpa memungut
bayaran untuk itu, dan tidak lah layak mengambil upah atas pengajaran Kitab
Allah Azza wa Jalla , begitu juga atas mengajar ilmu tentang aqidah dan hukum
tentang halal dan haram “. (Selesai).
-----
Dalil ke Enam : Larangan Adzan Shalat Lima
Waktu Bertujuan Karena Upah Semata :
Dari Utsman bin Abi Al-'Aas Ats-Tsaqafi -raḍiyallāhu 'anhu-, ia berkata,
يَا رَسْوْلَ
اللَّهِ اجْعَلنِي إمامَ قَوْمِي ؟ فقالَ : أنتَ إمامُهُم واقتدِ بأضعفِهِم
واتَّخذ مؤذِّنًا لا يأخذُ علَى أذانِهِ أجرًا
"Wahai Rasulullah, jadikanlah aku sebagai imam salat
kaumku".
Beliau ﷺ bersabda
: "Kamulah yang menjadi imam mereka. Perhatikanlah (saat
salat) kondisi orang-orang yang paling lemah diantara mereka, dan
angkatlah seorang muadzin yang tidak mengambil upah atas adzannya."
[HR. Nasaa'i no. 671
. Di shahihkan al-Albaani dalam Shahih an-Nasaa'i no. 671].
====
SARAN DAN PERTIMBANGAN !
Sebelum memutuskan suatu hukum sebaiknya
perhatikan sabda-sabda Nabi ﷺ berikut ini :
*Pertama :* Rasulullah ﷺ bersabda :
دَعْ مَا يَرِيْبُكَ
إِلَى مَا لاَ يَرِيْبُكَ
”Tinggalkanlah sesuatu yang membuatmu
ragu, dan kerjakanlah sesuatu yang tidak membuatmu ragu.”
(HR. At Tirmidzi no. 2518, an-Nasa’i no. 5711
dan Ahmad no. 1723. At Tirmidzi berkata: Bahwa hadits ini derajatnya hasan
shahih)
Dishahihkan sanadnya oleh al-Albaani dalam
al-Irwaa 1/44.
*Kedua* : Rasulullah ﷺ bersabda:
(إِنَّ الحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الحَرَامَ بَيِّنٌ
وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاس، فَمَنِ
اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدِ اسْتَبْرأَ لِدِيْنِهِ وعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ
وَقَعَ فِيْ الحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَقَعَ فِيْهِ.
أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمَىً. أَلا وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ، أَلاَ
وإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ وإذَا فَسَدَتْ
فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهيَ اْلقَلْبُ)
”Sesungguhnya perkara yang halal itu
telah jelas dan perkara yang haram itu telah jelas. Dan di antara keduanya
terdapat perkara-perkara yang (samar), tidak diketahui oleh mayoritas manusia.
Barang siapa yang menjaga diri dari
perkara-perkara samar tersebut, maka dia telah menjaga kesucian agama dan
kehormatannya.
Barang siapa terjatuh ke dalam perkara syubhat,
maka dia telah terjatuh kepada perkara haram, seperti seorang penggembala yang menggembalakan
ternaknya di sekitar daerah larangan (hima), dikhawatirkan dia akan masuk ke
dalamnya.
Ketahuilah, bahwa setiap raja itu mempunyai
hima (tanah larangan), ketahuilah bahwa hima Allah subhanahu wa ta’ala adalah
segala yang Allah subhanahu wa ta’ala haramkan.
Ketahuilah bahwa dalam tubuh manusia terdapat
sepotong daging. Apabila daging tersebut baik maka baik pula seluruh tubuhnya
dan apabila daging tersebut rusak maka rusak pula seluruh tubuhnya. Ketahuilah
segumpal daging tersebut adalah kalbu (hati). [HR. Imam al Bukhari no. 52, 2051
dan Muslim no. 1599]
*Ketiga* : Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda :
» لَا يدْخُلُ الْجنَّة لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ
سُحْتٍ وكلُّ لحَمْ نبَتَ مِنْ سُحْتٍ فالنَّارُ أوْلى بِه«.
Artinya : " Tidak akan masuk surga
daging yang tumbuh dari yang haram . Dan setiap daging yang tumbuh dari yang
haram , maka api neraka lebih berhak dengannya ".
(HR. Tabrany 19/135 , Darimi 2/318 , Ibnu
Hibban ( no. 1569 dan 1570 ) , Hakim 4/127, Baihaqi di Sya'bul Iman 2/172/2 dan
Imam Ahmad 3/321 dan 399 ) .
Di Shahihkan Al-Albaany dlm Shahih Tirmidzi
no. 614 . Dan beliau mengatakan di Silsilah Shahihah 6/108 : Sanadnya Jayyid /
bagus sesuai syarat Muslim .
Keempat : Dalam hadits Abu
Hurairah (radhiyallaahu ‘anhu) , Rosulullah ﷺ bersabda :
« يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ مَا يُبَالِي الرَّجُلُ مِنْ
أَيْنَ أَصَابَ الْمَالَ مِنْ حَلَالٍ أَوْ حَرَامٍ ».
Artinya
: " Akan datang kepada manusia suatu zaman dimana seseorang sudah tidak
memperdulikan lagi dari mana dia mendapatkan harta , dari yang halal atau dari
yang haram". ( HR. Bukhori no. 2059 , 2083 dan Nasaai 7/234 ).
*****
CONTOH KE TIGA :
SEMUA NAFKAH YANG DIKELUARKAN ADALAH
LADANG PAHALA JIKA DINIATKAN KARENA ALLAH
Nafkah Halal yang dikeluarkan oleh seorang
muslim, baik untuk dirinya sendiri, maupun istrinya, anak-anaknya dan
keluarganya, bahkan untuk orang lain adalah ladang pahala dan termasuk ibadah
yang sangat mulia di sisi Allah jika itu semua diniatkan karena Allah SWT.
[1]- MENAFKAHI DIRI SENDIRI DENGAN YANG
HALAL, ITU TERMASUK IBADAH YANG BERPAHALA JIKA NIATNYA KARENA ALLAH.
Nafkah Pengeluaran untuk Diri Sendiri dengan
Niat Menjaga Kehormatan dan Mendukung Ibadah Adalah Sedekah:
Berikut ini Dalil Nafkah atau Pengeluaran
untuk diri sendiri dianggap sedekah:
Ath-Thabrani meriwayatkan, dan Al-Albani
menilainya hasan, dari Abu Umamah, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
"مَنْ أَنْفَقَ عَلَى نَفْسٍ نَفَقَةً يَسْتَعِفُّ
بِهَا فَهِيَ صَدَقَةٌ، وَمَنْ أَنْفَقَ عَلَى امْرَأَتِهِ وَوَلَدِهِ وَأَهْلِ بَيْتِهِ
فَهِيَ صَدَقَةٌ".
*"Barang siapa yang membelanjakan hartanya untuk dirinya
sendiri dengan tujuan menjaga kehormatan (dengan tidak minta-minta), maka itu
adalah sedekah. Barang siapa yang membelanjakan hartanya untuk istrinya,
anak-anaknya, dan keluarganya, maka itu juga sedekah."*
[Hasan lighairih: Diriwayatkan oleh
Ath-Thabrani (3991) dan dihasankan oleh Al-Albani dalam *Targhib wa Tarhib*
(1957)].
[2] MENAFKAHI ISTRI DENGAN YANG HALAL, ITU TERMASUK
IBADAH BERPAHALA JIKA BERNIAT KARENA ALLAH :
Hendaklah para suami mengetahui bahwa apa
yang ia belanjakan untuk istrinya, ia akan mendapatkan pahala jika ia berniat
dan mengharap ridha Allah dalam hal itu.
Bukhari (55) dan Muslim (1002) meriwayatkan
dari Abu Mas'ud Al-Badri radhiyallahu 'anhu, dari Nabi ﷺ, bahwa beliau bersabda:
"إذَا أَنْفَقَ الرَّجُلُ عَلَى
أَهْلِهِ نَفَقَةً وَهُوَ يَحْتَسِبُهَا كَانَتْ لَهُ صَدَقَةً".
*"Jika seorang laki-laki membelanjakan hartanya untuk
istri-nya, dengan mengharap pahala, maka hal itu bernilai sedekah
baginya."*
Bukhari (1295) dan Muslim (1628) juga
meriwayatkan dari Sa’d bin Abi Waqqash radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda kepadanya:
"وَإِنَّك لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً
تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إلَّا أُجِرْت عَلَيْهَا حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِي
فِي امْرَأَتِك، أَيْ فِي فَمِهَا".
*"Dan engkau tidaklah membelanjakan harta dengan mengharap
wajah Allah, melainkan engkau akan diberi pahala atasnya, bahkan hingga apa
yang engkau letakkan di mulut istrimu (maksudnya untuk memberi makan
istrimu)."*
Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa
Rasulullah ﷺ bersabda:
دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ
فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي رَقَبَةٍ، وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ
بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ، وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ، أَعْظَمُهَا أَجْرًا
الَّذِي أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ.
*"Dinar yang engkau belanjakan di jalan
Allah, dinar yang engkau keluarkan untuk membebaskan seorang budak, dinar yang
engkau sedekahkan kepada orang miskin, dan dinar yang engkau belanjakan untuk
istrimu, yang paling besar pahalanya adalah yang engkau belanjakan untuk
istrimu."*
[Shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (995)].
Maka nasihatnya adalah: janganlah engkau
bersikap kikir terhadap istrimu dalam memenuhi kebutuhan tambahan seperti
kendaraan, tempat tinggal, pakaian, perhiasan, telepon genggam, makanan manis,
dan semisalnya, selama hal itu berada dalam kemampuanmu dan tidak memberatkanmu
untuk menyediakannya.
Begitu pula bepergian bersamanya, atau
menanggung biaya perjalanan untuknya jika ia memiliki mahram. Hal ini termasuk
dalam memuliakan istri, membantunya berbuat baik kepada keluarganya, dan
merupakan kebaikan serta ihsan yang pahalanya tidak akan hilang di sisi
Allah.
[3]- MEMBERI MAKAN KELUARGA ITU IBADAH BERPAHALA
SEDEKAH :
Ahmad meriwayatkan dan Al-Albani
mensahihkannya dari Al-Miqdam bin Ma'di Karib, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
مَا أَطْعَمْتَ
نَفْسَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ، وَمَا أَطْعَمْتَ وَلَدَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ، وَمَا
أَطْعَمْتَ زَوْجَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ، وَمَا أَطْعَمْتَ خَادِمَكَ فَهُوَ لَكَ
صَدَقَةٌ
*"Apa yang engkau berikan untuk dirimu
sendiri adalah sedekah bagimu. Apa yang engkau berikan kepada anakmu adalah
sedekah bagimu. Apa yang engkau berikan kepada istrimu adalah sedekah bagimu.
Dan apa yang engkau berikan kepada pembantumu adalah sedekah bagimu."*
[Shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (16727) dan
disahihkan oleh Al-Albani dalam *Targhib wa Tarhib* (1955)]
[4]- NAFKAH YANG PALING BESAR PAHALA-NYA ITU
UNTUK SIAPA YAH ?:
Al-Imam Muslim meriwayatkan dari Abu
Hurairah, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ
فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي رَقَبَةٍ، وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ
بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ، وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ، أَعْظَمُهَا أَجْرًا
الَّذِي أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ.
*"Dinar yang engkau belanjakan di jalan
Allah, dinar yang engkau keluarkan untuk membebaskan seorang budak, dinar yang
engkau sedekahkan kepada orang miskin, dan dinar yang engkau belanjakan untuk keluargamu
(istrimu), yang paling besar pahalanya adalah yang engkau belanjakan untuk keluargamu
(istrimu)."*
[Shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (995)].
[5] SETIAP NAFKAH YANG DIKELUARKAN BERNIAT
KARENA ALLAH ITU IBADAH BERPAHALA:**
Anjuran Agar Senantiasa Menghadirkan Niat Ibadah
Saat Membelanjakan Harta untuk Diri Sendiri dan Keluarga
Dalam *Shahihain*, dari Sa’d bin Abi Waqqash,
Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ
نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا أُجِرْتَ عَلَيْهَا، حَتَّى مَا تَجْعَلُ
فِي فَمِ امْرَأَتِكَ
*"Sesungguhnya engkau tidak
membelanjakan harta dengan mengharap wajah Allah, kecuali engkau akan diberi
pahala atasnya, bahkan hingga apa yang engkau letakkan di **mulut istrimu**."*
[Muttafaqun ‘alaih: Diriwayatkan oleh
Al-Bukhari (55) dan Muslim (1628)].
[6]- NAFKAH (PENGELUARAN) TERBAIK ADALAH
UNTUK KELUARGA :
Muslim meriwayatkan dari Tsauban, bahwa
Rasulullah ﷺ bersabda:
أَفْضَلُ دِينَارٍ
يُنْفِقُهُ الرَّجُلُ، دِينَارٌ يُنْفِقُهُ عَلَى عِيَالِهِ، وَدِينَارٌ يُنْفِقُهُ
الرَّجُلُ عَلَى دَابَّتِهِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَدِينَارٌ يُنْفِقُهُ عَلَى أَصْحَابِهِ
فِي سَبِيلِ اللَّهِ. قَالَ أَبُو قِلَابَةَ: وَبَدَأَ بِالْعِيَالِ. ثُمَّ قَالَ أَبُو
قِلَابَةَ: وَأَيُّ رَجُلٍ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنْ رَجُلٍ يُنْفِقُ عَلَى عِيَالٍ صِغَارٍ
يُعِفُّهُمُ أَوْ يَنْفَعُهُمُ اللَّهُ بِهِ وَيُغْنِيهِمْ.
*"Dinar terbaik yang dibelanjakan oleh
seseorang adalah dinar yang dibelanjakan untuk keluarganya, dinar yang
dibelanjakan untuk kendaraannya di jalan Allah, dan dinar yang dibelanjakan
untuk teman-temannya di jalan Allah."*
Abu Qilabah berkata: *"Beliau memulai dengan keluarga."*
Lalu Abu Qilabah menambahkan: *"Siapakah
orang yang lebih besar pahalanya daripada seorang laki-laki yang membelanjakan
hartanya untuk anak-anak kecilnya, lalu Allah menjaga mereka, memberi manfaat
kepada mereka, atau menjadikan mereka berkecukupan dengannya?"* [Shahih:
Diriwayatkan oleh Muslim (994).]
Dan Muslim (994) dan lainnya juga
meriwayatkan dari Tsauban, mantan budak Rasulullah ﷺ, dalam hadits yang
marfu’:
"أَفْضَلُ دِينَارٍ يُنْفِقُهُ
الرَّجُلُ، دِينَارٌ يُنْفِقُهُ عَلَى عِيَالِهِ، وَدِينَارٌ يُنْفِقُهُ الرَّجُلُ
عَلَى دَابَّتِهِ فِي سَبِيلِ اللهِ، وَدِينَارٌ يُنْفِقُهُ عَلَى أَصْحَابِهِ فِي
سَبِيلِ اللهِ ".
قَالَ أَبُو
قِلَابَة َ: "بَدَأَ بِالْعِيَالِ"، ثُمَّ قَالَ أَبُو قِلَابَةَ:
وَأَيُّ رَجُلٍ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنْ رَجُلٍ يُنْفِقُ عَلَى عِيَالٍ صِغَارٍ
يُعِفُّهُمُ اللَّهُ أَوْ يَنْفَعُهُمْ اللَّهُ بِهِ وَيُغْنِيهِمْ ".
*"Dinar terbaik yang dibelanjakan oleh
seorang laki-laki adalah dinar yang dibelanjakan untuk keluarga-nya, dinar yang
dibelanjakan untuk kendaraannya di jalan Allah, dan dinar yang dibelanjakan
untuk teman-temannya di jalan Allah."*
Abu Qilabah berkata: *"Beliau memulai
dengan keluarga."*
Lalu Abu Qilabah berkata lagi: *"Adakah
seseorang yang lebih besar pahalanya daripada seorang laki-laki yang
membelanjakan hartanya untuk anak-anak kecilnya, lalu Allah menjaga kehormatan
mereka, atau memberi manfaat kepada mereka, atau menjadikan mereka berkecukupan
dengannya?"*
[7]- PAHALA NAFKAH DARI SEORANG IBU UNTUK ANAK-ANAKNYA :
Dalam *Shahihain*, dari Ummu Salamah, ia
berkata:
قُلْتُ: يَا رَسُولَ
اللَّهِ، هَلْ لِي مِنْ أَجْرٍ فِي بَنِي أَبِي سَلَمَةَ أَنْ أُنْفِقَ عَلَيْهِمْ
وَلَسْتُ بِتَارِكَتِهِمْ هَكَذَا وَهَكَذَا، إِنَّمَا هُمْ بَنِي؟ قَالَ: نَعَمْ،
لَكِ أَجْرُ مَا أَنْفَقْتِ عَلَيْهِمْ.
*"Aku berkata, 'Wahai Rasulullah, apakah
aku mendapatkan pahala atas pengeluaranku untuk anak-anak Abu Salamah? Aku
tidak akan meninggalkan mereka begitu saja, karena mereka adalah anak-anakku.'
Rasulullah ﷺ menjawab, 'Ya, engkau mendapatkan pahala atas apa yang engkau
belanjakan untuk mereka.'"*
[Muttafaqun ‘alaih: Diriwayatkan oleh
Al-Bukhari (5369) dan Muslim (1001)].
[8] KELUARGA ADALAH PRIORITAS UTAMA UNTUK
DIBERI NAFKAH DAN BANTUAN:
Ahmad meriwayatkan dengan sanad yang hasan
dari Abu Ramtsah :
أَتَيْتُ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِنْدَهُ نَاسٌ مِنْ رَبِيعَةَ يَخْتَصِمُونَ
فِي دَمٍ، فَقَالَ: الْيَدُ الْعُلْيَا أُمُّكَ وَأَبُوكَ وَأُخْتُكَ وَأَخُوكَ وَأَدْنَاكَ
أَدْنَاكَ. قَالَ: فَنَظَرَ فَقَالَ: مَنْ هَذَا مَعَكَ، أَبَا رَمْثَةَ؟ قَالَ: قُلْتُ:
ابْنِي. قَالَ: أَمَا إِنَّهُ لَا يَجْنِي عَلَيْكَ وَلَا تَجْنِي عَلَيْهِ، وَذَكَرَ
قِصَّةَ الْخَاتَمِ.
Aku datang kepada Nabi ﷺ saat ada orang-orang dari suku Rabi'ah sedang berselisih
mengenai darah. Nabi ﷺ bersabda:
*"Tangan yang lebih tinggi (yang
memberi) adalah untuk ibumu, ayahmu, saudaramu, saudari perempuanmu, dan
keluarga terdekatmu."*
Lalu Nabi ﷺ bertanya kepada Abu Ramtsah,
*"Siapa ini bersamamu?"* Abu Ramtsah menjawab, *"Anakku."*
Nabi ﷺ bersabda:
*"Ketahuilah, ia tidak akan menanggung
dosa darimu, dan engkau pun tidak akan menanggung dosa darinya,"* kemudian
beliau menyebutkan kisah cincin tersebut.
[Hasan: Diriwayatkan oleh Ahmad (7066) dengan
sanad hasan].
*****
MENJAWAB KESALAH FAHAMAN SEBAGIAN PARA DAI TERHADAP HADITS-HADITS BERIKUT INI :
Ada beberapa Da'i Kondang bergelar doktor
yang sering menggunakan hadits di bawah ini sebagai celaan terhadap orang yang
berjuang mencari rizki yang halal . Dan melarang seseorang untuk berjuang dan
memikirkan hari esok . Dengan lantangnya dan penuh emosi mencela orang yang
sibuk bekerja mencari nafkah yang halal . Alasan Dai tersebut ; karena harus
fokus pada akhirat, dan karena semua rizki manusia sudah ditentukan . Video
ceramahnya ini tersebar di medsos.
Si Dai ini lupa kalo semua itu harus ada sebab
dan usaha maximal, termasuk dia sendiri terlahir ke dunia itu tidaklah
sekonyong-konyong ceprot lahir, melainkan ada proses dan perjuangan dari ayah
ibunya, maka lewat keduanya itulah Allah SWT ciptakan si Dai itu.
Masalahnya : jika seandainya kaum muslimin
terpuruk dalam kemiskinan karena mengamalkan
apa yang diserukan oleh si da’i tersebut yaitu untuk meninggalkan dunia usaha, apakah
si dia itu bersedia untuk menolong mereka dari keterpurukan ekonomi? Atau
ketika para pekaerja kaum muslimin terdzalimi oleh sebagian para cukong non
muslim, maukah si dai tersebut membantunya dan memberikan solusi untuk mereka?
Jika tidak, maka si Dai tersebut telah sukses menjerumuskan mereka.
Dan yang pasti para da’i tersbut makan
minumnya dari amplop hasil jualan agama. Bahkan sebagian mereka bisa membeli
mobil Alphard dari hasil jualan agamanya dan keshalihannya. Justru si Dai yang
mengulang-ulang dalam ceramahnya tentang hadits bangkai kambing lebih mulia
dari harta dunia, dia protes keras saat dijemput dengan mobil Avanza oleh panitia
salah satu Kajian.
Benarkah apa yang dia katakan oleh para dai
yang sok zuhud ini ? Mari kita kaji hadits-hadits tersebut!
===
**HADITS KE 1 :**
Hadits Umar Bin Al Khaththob bahwa Nabi ﷺ bersabda:
لَوْ أَنَّكُمْ
تَوَكَّلْتُمْ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ
الطَّيْرَ، تَغْدُوا خِمَاصاً وَتَرُوْحُ بِطَاناً
"Sungguh seandainya kalian bertawakkal kepada Alloh dengan
sebenar-benar tawakkal, niscaya kalian akan diberi rizqi sebagaimana rezekinya
burung-burung. Mereka berangkat pagi hari dalam keadaan lapar, dan pulang sore
hari dalam keadaan kenyang."
[ HR .
Al-Tirmidzi (2344) dan lafalnya adalah miliknya, Ibnu Majah (4164), dan Ahmad
(205)] . Di Shahihkan al-Albaani dalam Hidayatur Ruwaah no. 5229 .
Penulis Jawab :
Justru sebaliknya , hadits ini menyuruh kita di
samping bertawakkal kepada Allah , juga kita harus berusaha semaximal mungkin ,
seperti burung , ia tidak tinggal diam di sarangnya , melainkan keluar . Terus
kenapa mesti dari pagi sampai sore , bukankah untuk kebutuhan seekor burung
agar kenyang itu cukup beberapa saat saja?
Jawabnya: Ini adalah isyarat agar kita berusaha
semaximal mungkin meski melibihi kebutuhan dirinya ; karena kelebihannya bisa
diinfaqkan dan digunakan untuk keperluan yang lain .
Dan kenapa burung itu hanya hingga sore saja ,
tidak sampai pagi ? Karena burung juga harus istirahat dan lagi pula kalo sudah
sore jadi gelap , maka sang burung tidak bisa melihat sesuatu di kegelapan
malam ; karena burung tiada ada yang punya lampu senter .
Ada penjelasan dari Imam Ahmad tentang hadits
ini, sebagaimana yang diriwayatkan Abu Bakar ad-Dainuury al-Qoodhi al-Maaliki
(w. 333 H) dalam kitabnya al-Mujaalasah wa Jawaahir al-Ilmi 3/123 no. 754 , dia
berkata :
" حَدَّثَنَا
أَبُو الْقَاسِمِ الْحُبُلِيُّ؛ قَالَ: سَأَلْتُ أَحْمَدَ بْنَ حَنْبَلٍ، فَقُلْتُ:
مَا تَقُولُ فِي رَجُلٍ جَلَسَ فِي بَيْتِهِ أَوْ فِي مَسْجِدِهِ وَقَالَ: لَا
أَعْمَلُ شَيْئًا حَتَّى يَأْتِيَنِي رِزْقِي؟ فَقَالَ أَحْمَدُ: هَذَا رَجُلٌ
جَهِلَ الْعِلْمَ، أَمَا سَمِعْتَ قَوْلَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
«جَعَلَ اللهُ رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي» (يَعْنِي: الْغَنَائِمَ) ، وَحَدِيثَهُ
الْآخَرَ حِينَ ذَكَرَ الطَّيْرَ، فَقَالَ: «تَغْدُوا خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا؟»
! فَذَكَرَ أَنَّهَا تغدو فِي طَلَبِ الرِّزْقِ. وَقَالَ الله تبارك وتعالى: (وَءَاخَرُونَ
يَضْرِبُونَ فِي الأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِن فَضْلِ اللهِ) [المزمل: 20] . وَقَالَ:
{لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلا مِنْ ربكم} [البقرة: 198] . وَكَانَ
أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَّجِرُونَ فِي الْبَرِّ
وَالْبَحْرِ وَيَعْمَلُونَ فِي نَخِيلِهِمْ، وَالْقُدْوَةُ بِهِمْ ".
"Diceritakan kepada kami oleh Abu Al-Qasim Al-Hubuliy, dia
berkata: Saya bertanya kepada Ahmad bin Hanbal, lalu saya berkata:
" Apa pendapatmu tentang seseorang yang
duduk di rumahnya atau di masjidnya, lalu dia berkata: Saya tidak akan
melakukan apa pun sampai rezeki saya datang kepada saya?" .
Ahmad bin Hanbal menjawab : " Orang ini
tidak memiliki ilmu [bodoh]. Bukankah kamu pernah mendengar sabda Nabi ﷺ :
" جَعَلَ
اللهُ رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي ".
"Allah telah menjadikan rezekiku di bawah panjangnya
tombak-ku [yakni Jihad]?".
Dan sabda beliau yang lain ketika menyebutkan
rizki BURUNG, beliau berkata:
تَغْدُوا خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا؟
'Ia [burung] berangkat di pagi hari dan pulang sore dengan perut
kenyang?'
Maka beliau ﷺ menyebutkan bahwa burung-burung itu berangkat
untuk berusaha mencari rezeki. Dan Allah Ta'ala berfirman:
وَءَاخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِن فَضْلِ اللهِ
'Dan dari mereka ada yang berusaha mencari karunia Allah di
bumi'. [QS. Al-Muzammil : 20]
Dan Allah juga berfirman:
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلا مِنْ ربِّكُمْ
'Tidak ada dosa bagi kalian [dimusim haji] jika kalian mencari
karunia dari Tuhan kalian'. [QS. Al-Baqarah : 198] .
Dan sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ berdagang di darat dan laut, dan mereka bekerja di kebun kurma mereka,
dan mereka adalah contoh teladan bagi kita semua ".
[ Lihat Pula : Talbis Iblis karya Ibnu
al-Jauzi hal. 252 ].
Imam Al-Bukhari meriwayatkan dalam
"Shahih" nya no. 1523 dari Ibnu Abbas (ra) , dia berkata :
كَانَ أَهْلُ الْيَمَنِ
يَحْجُونَ، وَلَا يَتَزَوَّدُونَ، وَيَقُولُونَ: نَحْنُ الْمُتَوَكِّلُونَ، فَإِذَا
قَدِمُوا مَكَّةَ، سَأَلُوا النَّاسَ. فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى : {وَتَزَوَّدُوا
فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى}.
“ Orang-orang Yaman dulu pergi menunaikan ibadah haji, akan
tetapi mereka tidak membawa bekal, dan mereka berkata : Kami adalah orang-orang
yang bertawakkal , lalu ketika mereka tiba di Makkah , mereka minta-minta
kepada manusia “. Maka Allah SWT menurunkan wahyu :
{وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ
التَّقْوَى}
"Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah
takwa". (Al-Baqarah: 197)
====
**HADITS KE 2:**
Dari ’Ubaidillah bin Mihshan Al Anshary dari
Nabi ﷺ, beliau bersabda,
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ
آمِنًا فِى سِرْبِهِ مُعَافًى فِى جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ
لَهُ الدُّنْيَا
“Barangsiapa di antara kalian mendapatkan rasa aman di rumahnya
(pada diri, keluarga dan masyarakatnya), diberikan kesehatan badan, dan
memiliki makanan pokok pada hari itu di rumahnya, maka seakan-akan dunia telah
terkumpul pada dirinya.”
(HR. Tirmidzi no. 2346, Ibnu Majah no. 4141.
Abu ’Isa mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib).
Ustadz Dai tersebut berdalil dengan hadits
ini melarang kita untuk memikirkan rizki hari Esok dan seterusnya.
[Note: Saya yakin ustadz Dai tersebut tidak
punya cicilan motor. Salah seorang dari mereka ada yang memiliki mobil Alphard
hasil dari amplop ceramahnya ]
**Saya jawab :**
Al-Munaawi dlm kitabnya “فيض القدير” 6/88 berkata dalam menyikapi
hadits tsb:
" يَعْنِي: مَنْ جَمَعَ
اللَّهُ لَهُ بَيْنَ عَافِيَةِ بَدَنِهِ ، وَأَمْنِ قَلْبِهِ حَيْثُ تَوَجَّهَ ، وَكِفَافِ
عَيْشِهِ بِقُوَّةِ يَوْمِهِ ، وَسَلَامَةِ أَهْلِهِ ، فَقَدْ جَمَعَ اللَّهُ لَهُ
جَمِيعَ النِّعَمِ الَّتِي مِنْ مَلَكِ الدُّنْيَا لَمْ يَحْصُلْ عَلَى غَيْرِهَا ،
فَيَنْبَغِي أَنْ لَا يَسْتَقْبِلَ يَوْمَهُ ذَلِكَ إِلَّا بِشُكْرِهَا ، بِأَنْ يُصَرِّفَهَا
فِي طَاعَةِ الْمُنْعِمِ ، لَا فِي مَعْصِيَّةٍ ، وَلَا يَفْتَرِ عَنْ ذِكْرِهِ.
قَالَ نَفْطُوَيْهِ:
إِذَا مَا كَسَاكَ
الدَّهْرُ ثَوْبَ مُصِحَّةٍ *** وَلَمْ يَخْلُ مِنْ قُوتٍ يُحَلَّى وَيَعْذُبُ
فَلَا تَغْبَطَنَّ
الْمُتْرَفِينَ فَإِنَّهُ *** عَلَى حَسْبِ مَا يُعْطِيهِمُ الدَّهْرُ يَسْلُبُ
Artinya: Barangsiapa orangnya yang Allah
telah mengumpulkan untuknya: kesehatan tubuhnya, keamanan hatinya kemanapun dia
pergi, tercukupi pangannya untuk kelangsungan hidupnya untuk hari itu, dan
keselamatan keluarganya, maka sungguh Allah telah mengumpulkan untuknya semua
kenikmatan seolah-olah dia memiliki dunia semuanya.
Jika demikian, maka dia seharusnya tidak
mengunakan hari nya itu kecuali dengan mensyukurinya dan memanfaatkannya untuk
ketaatan kepada Allah Sang Pemberi Nikmat, bukan untuk kemaksiatan, dan jangan
bosan berdzikir dengan mengingatnya.
Seorang penyair Nafthaweih berkata:
إِذَا مَا كَسَاكَ
الدَّهْرُ ثَوْبَ مُصِحَّةٍ *** وَلَمْ يَخْلُ مِنْ قُوتٍ يُحَلَّى وَيَعْذُبُ
فَلَا تَغْبَطَنَّ
الْمُتْرَفِينَ فَإِنَّهُ *** عَلَى حَسْبِ مَا يُعْطِيهِمُ الدَّهْرُ يَسْلُبُ
Jika ad-Dahr (masa/waktu) menyelemuti
mu dengan baju sehat walafiat *** dan tidak pernah kosong dari makanan, yang
manis dan segar.
Maka janganlah kau merasa cemburu
terhadap orang-orang yang hidupnya serba mewah, karena sesungguhnya itu semua
*** di atas apa yang Ad-Dahr berikan kepada mereka, dan apa saja yang ad-Dahr
berikan pasti kelak ia akan mencabutnya kembali“.
(SELESAI) Baca: فيض القدير (6/88).
Dan Perkataan Syeikh Sholeh Fauzan al-Fauzan
dalam memahami hadits tsb:
فَعَلَيْنَا أَنْ
نَشْكُرَ اللَّهَ - عَزَّ وَجَلَّ - بِأَنْ نَسْتَعْمِلَ هَذِهِ النِّعَمَ فِي طَاعَةِ
اللَّهِ، وَلَا نَبْطُرَ نِعْمَةَ اللَّهِ أَوْ نَتَكَبَّرَ أَوْ نَسْتَعْمِلَ هَذِهِ
النِّعَمَ فِي مَعْصِيَّةِ اللَّهِ، وَفِي الْإِسْرَافِ وَالتَّبْذِيرِ وَالْبُذْخِ
وَغَيْرِ ذَلِكَ
Artinya: Kita harus bersyukur kepada Allah
Azza Wajalla dengan cara menggunakan semua nikmatnya ini dalam ketaatan kepada
Allah, dan tidak menyalah gunakan nikmat Allah atau tidak takabur atau tidak
menggunakan nikmat-nikmat ini dalam kemaksiatan kepada Allah. Dan tidak pula
untuk pemborosan, tabdzir, gaya hidup glamour, dan lain sebagainya.
====
**HADITS KE 3 :**
Hadits Jabir bin Abdullah -radhiyallahu
‘anhu- :
" أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِالسُّوقِ دَاخِلًا مِنْ بَعْضِ الْعَالِيَةِ
وَالنَّاسُ كَنَفَتَهُ فَمَرَّ بِجَدْيٍ أَسَكَّ مَيِّتٍ فَتَنَاوَلَهُ فَأَخَذَ
بِأُذُنِهِ ثُمَّ قَالَ أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنَّ هَذَا لَهُ بِدِرْهَمٍ فَقَالُوا
مَا نُحِبُّ أَنَّهُ لَنَا بِشَيْءٍ وَمَا نَصْنَعُ بِهِ قَالَ أَتُحِبُّونَ
أَنَّهُ لَكُمْ قَالُوا وَاللَّهِ لَوْ كَانَ حَيًّا كَانَ عَيْبًا فِيهِ
لِأَنَّهُ أَسَكُّ فَكَيْفَ وَهُوَ مَيِّتٌ فَقَالَ فَوَاللَّهِ لَلدُّنْيَا أَهْوَنُ
عَلَى اللَّهِ مِنْ هَذَا ".
Bahwa Rasulullah ﷺ melintas masuk ke pasar
seusai pergi dari tempat-tempat tinggi sementara orang-orang berada disisi
beliau. Beliau melintasi bangkai anak kambing dengan telinga melekat, beliau
mengangkat telinganya lalu bersabda:
"Siapa diantara kalian yang mau membeli
ini seharga satu dirham?"
Mereka menjawab: Kami tidak mau memilikinya,
untuk apa?
Beliau bersabda: "Apa kalian mau
(bangkai) ini milik kalian?"
Mereka menjawab: Demi Allah, andai masih
hidup pun ada cacatnya karena telinganya menempel, lalu bagaimana halnya dalam
keadaan sudah mati?
Beliau bersabda: "Demi Allah, dunia
lebih hina bagi Allah melebihi (bangkai) ini bagi kalian." [ HR. Muslim
no. 5257 ].
**Dai tersebut (mobilnya Alphard) berdalil dengan
hadits diatas** : bahwa harta dunia itu lebih hina dari pada BANGKAI KAMBING
yang cacat dan bau busuk . Maka kaum muslimin harus menjauhinya, membuangnya
dan meninggalkannya .
**Jawabannya adalah sbb :**
Pertama : penulis kutip penjelasan dari ad-Duror
as-Saniyah tentang makna hadits ini :
وفي هذا إشارة
إلى التَّحذيرِ مِن أنْ يَستغرِقَ المسلِمُ في مَتاعِ الدُّنيا وشَهواتِها؛ فقد
خلَق اللهُ الدُّنيا ولَم يَجعَلْ لها وَزنًا، وكانتْ عنده هَيِّنةً.
Dalam hadits ini terdapat peringatan untuk
menjaga diri agar seorang Muslim tidak terjebak dan tenggelam dalam kesenangan
duniawi dan syahwatnya. Allah menciptakan dunia ini tanpa memberikan bobot atau
berat timbangan yang berarti, dan dunia ini di sisi-Nya adalah sesuatu yang
mudah ".
Kedua
: hadits tersebut hanya sebatas perumpamaan dan nasihat agar kita tidak
tenggelam dalam kelezatan dunia yang membuat kita lalai dan lupa terhadap
tuntutan agama dan persiapan kehidupan akhirat .
Dan pada realitanya ada perbedaan antara harta
benda dan bangkai kambing yang cacat dan busuk . Diantara perbedaannya adalah
sbb :
1]- Harta benda termasuk salah satu 5 darurat
yang wajib di jaga .
2]- Orang yang terbunuh dalam membela hartanya
maka dia mati syahid.
Dari Sa’id bin Zaid (ia
meriwayatkan): Aku pernah mendegar Rasulullah ﷺ pernah
bersabda:
مَنْ قُتِلَ
دُونَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُونَ دِينِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ
دُونَ دَمِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُونَ أَهْلِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ
Barangsiapa
yang terbunuh karena melindungi hartanya maka dia syahid. Siapa yang terbunuh
karena melindungi agamanya maka dia syahid. Siapa yang terbunuh karena
melindungi darahnya maka dia syahid. Siapa yang terbunuh karena melindungi
keluarganya maka dia syahid
(HR.
An-Nasai no. 4105 dan al-Tirmidzi no. 1421. Di nilai Hasan Shahih oleh
At-Tirmidzi, dan dinilai Shahih oleh al-Albani dalam Shahih an-Nasa’i).
3]- Pencuri terkena hukum hadd potong tangan .
4]- Bagi yang menginfak-kan hartanya di jalan
Allah maka dia akan mendapatkan pahala .
5]- Allah SWT melarang kita tabdzir harta dan
rizki , bahkan demi untuk menghindari tabdzir rizki dan demi mensyukuri karunia
Allah SWT , maka Nabi ﷺ menganjurkan umatnya untuk menjilati jari-jari tangan seusai
makan . Beliau ﷺ bersabda:
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ طَعَامًا، فَلَا يَمْسَحْ يَدَهُ، حَتَّى
يَلْعَقَهَا".
“Jika salah seorang dari
kalian makan makanan janganlah dia mengusapkan tangannya sampai dia menjilat
tangannya terlebih dahulu ". (Muttafaqun 'Alaihi).
Dan dari Anas -radhiyallahu ‘anhu- , dia menceritakan
:
" أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَكَلَ طَعَامًا لَعِقَ أَصَابِعَهُ الثَّلَاثَ
قَالَ وَقَالَ إِذَا سَقَطَتْ لُقْمَةُ أَحَدِكُمْ فَلْيُمِطْ عَنْهَا الْأَذَى
وَلْيَأْكُلْهَا وَلَا يَدَعْهَا لِلشَّيْطَانِ وَأَمَرَنَا أَنْ نَسْلُتَ
الْقَصْعَةَ قَالَ فَإِنَّكُمْ لَا تَدْرُونَ فِي أَيِّ طَعَامِكُمْ الْبَرَكَةُ".
Bahwa Nabi ﷺ apabila selesai makan, dia
menjilati ke tiga jari tangannya. Anas berkata; Beliau bersabda:
'Apabila suapan makanan salah seorang
diantara kalian jatuh, ambillah kembali lalu buang bagian yang kotor dan
makanlah bagian yang bersih. Jangan dibiarkannya dimakan setan."
Dan beliau menyuruh kami untuk menjilati
piring. Beliau bersabda: 'Karena kalian tidak tahu makanan mana yang membawa
berkah." [HR. Muslim no. 3795].
Itu semua tidak berlaku pada bangkai kambing yang
cacat dan membusuk.
====
**HADITS KE 4 :**
Hadis yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi
(2465) dari Anas bin Malik, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ كَانَتِ الآخِرَةُ
هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ وَجَمَعَ لَهُ شَمْلَهُ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا
وَهِيَ رَاغِمَةٌ، وَمَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ فَقْرَهُ بَيْنَ
عَيْنَيْهِ، وَفَرَّقَ عَلَيْهِ شَمْلَهُ، وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا
مَا قُدِّرَ لَهُ
*"Barang siapa yang menjadikan akhirat
sebagai tujuannya, Allah akan menjadikan kekayaannya di dalam hatinya,
mengumpulkan urusannya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan tunduk. Dan
barang siapa yang menjadikan dunia sebagai tujuannya, Allah akan menjadikan
kemiskinannya berada di depan matanya, mencerai-beraikan urusannya, dan dunia
tidak akan mendatanginya kecuali sebatas yang telah ditetapkan
untuknya."*
Derajat Hadits :
Abdul Qodir al-Arna’uth dalam hamisy Jami’
al-Ushul 11/11 no. 8472 : “Isnad-nya dho’if”.
LAFADZ KE 2 :
Ibnu Majah (4105) juga meriwayatkannya dari
Zaid bin Tsabit, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا
هَمَّهُ، فَرَّقَ اللَّهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ، وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ،
وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ، وَمَنْ كَانَتِ الْآخِرَةُ
نِيَّتَهُ، جَمَعَ اللَّهُ لَهُ أَمْرَهُ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ، وَأَتَتْهُ
الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ
*"Barang siapa yang menjadikan dunia
sebagai tujuannya, Allah akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan
kemiskinannya di depan matanya, dan dunia tidak akan mendatanginya kecuali
sebatas yang telah ditetapkan untuknya. Dan barang siapa yang menjadikan
akhirat sebagai niatnya, Allah akan mengumpulkan urusannya, menjadikan
kekayaannya di dalam hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan
tunduk."*
Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam al-Matholib
al-Aliyah 13/645 berkata :
أَخْرَجَهُ أَبُو
عُبَيْدٍ فِي الْخُطَبِ وَالْمَوَاعِظِ (ص 207)، وَأَحْمَدُ (5/183)، وَفِي الزُّهْدِ
(ص 58)، وَابْنُ مَاجَهْ (2/1375)، وَابْنُ حِبَّانَ: كَمَا فِي الْإِحْسَانِ
(2/454)، وَابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ فِي جَامِعِ بَيَانِ الْعِلْمِ (1/38) مِنْ طَرِيقِ
شُعْبَةَ بِهِ، بِمَعْنَاهُ، مَعَ زِيَادَةٍ فِي أَوَّلِهِ.
قَالَ الْبُوصِيرِيُّ:
هَذَا إِسْنَادٌ صَحِيحٌ، رِجَالُهُ ثِقَاتٌ (مِصْبَاحُ الزُّجَاجَةِ 2/321).
Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Ubaid dalam
*Al-Khutab wal-Mawa’izh* (hal. 207), Ahmad (5/183), dalam *Az-Zuhd* (hal. 58),
Ibnu Majah (2/1375), Ibnu Hibban dalam *Al-Ihsan* (2/454), dan Ibnu Abdil Barr
dalam *Jami’ Bayan Al-‘Ilm* (1/38) melalui jalur Syu’bah dengan maknanya, dengan
tambahan di awalnya.
Al-Bushiri berkata: "Sanad hadis ini
sahih, para perawinya terpercaya." (*Misbah Az-Zujajah* 2/321). [SELESAI]
Hadis ini dinilai sahih oleh Al-Albani dalam
*Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah* (2/634).
MAKNA HADITS :
Ahmad Hadibah berkata
dalam Syarh at-Targhib wat-Tarhib karya Al-Mundziri 5/46:
هَذَا حَدِيثٌ عَظِيمٌ وَجَمِيلٌ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
يُفَرِّقُ فِيهِ بَيْنَ مَنْ كَانَتِ ٱلدُّنْيَا هَمَّهُ، وَكَانَ مَهْمُومًا مُنْشَغِلًا
بِهَا، وَبَيْنَ مَنْ هُوَ مَشْغُولٌ بِأَمْرِ ٱلْآخِرَةِ، فَهَذَا رِزْقُهُ مَقْسُومٌ،
وَهَذَا رِزْقُهُ مَقْسُومٌ.
أَمَّا ٱلْأَوَّلُ: فَهُوَ مَنْ كَانَتِ ٱلدُّنْيَا هَمَّهُ، فَإِنَّ ٱللَّهَ
يُفَرِّقُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ، وَيَجْعَلُهُ مَشْغُولًا بِٱلدُّنْيَا، فَإِذَا بِهَا
تُشَعِّبُهُ فِي كُلِّ وَدْيَانِهَا وَسُهُولِهَا، وَجِبَالِهَا، وَتَتَفَرَّقُ بِهِ
ٱلْأَهْوَاءُ وَٱلْمَطَامِعُ فِي ٱلدُّنْيَا، قَالَ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
(وَجَعَلَ ٱللَّهُ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ)، حَتَّىٰ إِذَا ٱمْتَلَأَتْ يَدَاهُ
مَالًا فَإِنَّ قَلْبَهُ يَمْتَلِئُ فَقْرًا فَيُحِسُّ أَنَّهُ فَقِيرٌ، وَيَشْعُرُ
أَنَّ ٱلْمَالَ سَوْفَ يَنْتَهِيَ، (وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ ٱلدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ
لَهُ).
وَأَمَّا ٱلْآخَرُ: فَهُوَ مَنْ كَانَتِ ٱلْآخِرَةُ هَمَّهُ، وَنِيَّتُهُ رِضَا
رَبِّهِ سُبْحَانَهُ، فَهَذَا قَالَ عَنْهُ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (جَمَعَ
ٱللَّهُ لَهُ أَمْرَهُ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ)، فَإِذَا بِهِ غَنِيُّ ٱلْقَلْبِ
لَا يَهْتَمُّ بِهَذِهِ ٱلدُّنْيَا، وَلَا يُرِيدُ أَنْ يَتَوَسَّعَ فِيهَا تَوَسُّعًا
كَبِيرًا، وَإِنَّمَا هُوَ قَانِعٌ بِرِزْقِ ٱللَّهِ سُبْحَانَهُ ٱلَّذِي قَدْ كَفَاهُ
هَذَا ٱلرِّزْقَ، (وَأَتَتْهُ ٱلدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ) أَيْ: أَتَتْهُ ٱلدُّنْيَا
غَصْبًا عَنْهَا؛ لِأَنَّ ٱللَّهَ كَتَبَ لَهُ رِزْقَهُ أَنَّهُ سَيَأْتِيهِ، فَبَحَثَ
عَنِ ٱلزِّرْقِ مِنَ ٱلْبَابِ ٱلْحَلَالِ، فَآتَاهُ ٱللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِهِ.
"Ini adalah hadits
yang agung dan indah dari Nabi ﷺ.
Hadits ini membedakan
antara orang yang menjadikan dunia sebagai tujuan utamanya, sehingga ia
selalu gelisah dan sibuk dengannya, dengan orang yang sibuk dengan urusan
akhirat. Maka, rezeki masing-masing telah ditentukan.
**Adapun yang pertama**: yaitu orang yang menjadikan dunia sebagai
tujuannya, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan membuatnya sibuk
dengan dunia. Dunia pun menyeretnya ke berbagai lembah, dataran, dan
gunung-gunungnya. Hawa nafsu dan ambisi terhadap dunia membuatnya
tercerai-berai.
Rasulullah ﷺ
bersabda: *'Allah menjadikan kefakirannya di antara kedua matanya.'*
Meskipun tangannya
penuh bergelimangan dengan
harta, sudah kaya raya, namun
hatinya tetap merasa miskin. Ia merasa kekurangan dan takut hartanya
akan habis. *'Dan dia tidak akan mendapatkan bagian dunia kecuali apa yang
telah ditetapkan baginya.'*
**Sedangkan yang kedua**: yaitu orang yang menjadikan akhirat sebagai
tujuannya dan niatnya adalah mencari ridha Allah. Maka, Rasulullah ﷺ
bersabda tentangnya: *'Allah akan mengumpulkan urusannya dan menjadikan
kekayaannya di dalam hatinya.'*
Ia merasa **kaya hati**, tidak terlalu
memikirkan dunia, dan tidak ingin memperluasnya secara berlebihan. Ia merasa
cukup dengan rezeki yang telah Allah berikan kepadanya.
*'Dan dunia akan
datang kepadanya dalam keadaan hina.'* Artinya, dunia akan datang kepadanya
dengan terpaksa, karena Allah telah menetapkan rezekinya, dan ia mencarinya
melalui jalan yang halal, lalu Allah memberikannya kepadanya." [Selesai]
Hadits ini bertujuan untuk meluruskan niat
dan tujuan utama mencari dunia agar tidak tenggelam di dalam nya, lalu lupa
pada akhirat.
Dan hadits ini bukan melarang mencari dunia,
lalu cukup dudud-duduk menanti.
Realitanya pada masa sahabat, mereka mencela orang-orang
yang tidak berjuang mencari rizki yang halal agar mandiri ekonominya.
Untuk mewujudkan semua itu dibutuhkan sebab dan sarana . Dan
menyiapkan sebab dan sarana untuk mewujudkan sesuatu yang wajib adalah wajib
pula, sebagaimana yang ditetapkan dalam Qoidah Fiqhiyah
:
مَا لاَ يَتِمُّ الْوَاجِبُ إلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
“ Apa saja yang
kewajiban itu tidak bisa sempurna kecuali dengannya, maka ia menjadi wajib pula
hukumnya “.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata :
تَرْكُ الأَسْبَابِ
قَدَحٌ فِي الشَّرِيعَةِ، وَالِاعْتِمَادُ عَلَى الأَسْبَابِ شِرْكٌ
“Meninggalkan sebab-sebab adalah celaan
terhadap syari'at (karena mencela hikmah Allah dalam menetapkan segala
sesuatu), dan bersandar (bertawakkal) kepada sebab adalah kesyirikan”.
(Baca “شَرْحُ بَابِ تَوْحِيدِ الْأُلُوهِيَّةِ مِنْ فَتَاوَى ابْنِ تَيْمِيَةَ” no. 15 oleh Syeikh Naashir
bin Abdul Karim al-‘Aql).
Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah rahimahullah
berkata:
مِنْ أَعْظَمِ الجِنَايَاتِ
عَلَى الشَّرْعِ تَرْكُ الأَسْبَابِ بِزَعْمِ أَنَّ ذَلِكَ يُنَافِي التَّوَكُّلَ
(شِفَاءُ العَلِيلِ)
Termasuk pelanggaran syari'at yang
paling besar adalah meninggalkan sebab dengan sangkaan bahwa hal itu menafikkan
tawakkal.
(Di kutip dari Tuhfatul Murid Syarah
Qoulul Mufid oleh Syaikh Nu'man bin Abdul Karim Al-Watr hal 123-127)
Rasulullah ﷺ bersabda :
" اَلْـمُؤْمِنُ الْقَـوِيُّ خَـيْرٌ
وَأَحَبُّ إِلَـى اللهِ مِنَ الْـمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ".
”Mukmin yang kuat
lebih baik dan lebih dicintai Allah Azza wa Jalla daripada Mukmin yang lemah
". (HR. Muslim (no. 2664) dan Ahmad (2/366, 370)).
**HADITS KE 5 :**
Hadits:
أَيُّهَا النَّاسُ، إِيَّاكُمْ
وَحُبَّ الدُّنْيَا، فَإِنَّهَا رَأْسُ كُلِّ خَطِيئَةٍ، وَبَابُ كُلِّ بَلِيَّةٍ،
وَقِرَانُ كُلِّ فِتْنَةٍ، وَدَاعِي كُلِّ رَزِيَّةٍ
“Wahai manusia, jauhilah kecintaan kepada dunia, karena ia
adalah pangkal segala kesalahan, pintu segala bencana, penyebab segala fitnah,
dan pengantar segala musibah”.
[Disebutkan dari perkatan Amirul Mukminin Ali bin
Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu oleh asy-Syeikh Ali an-Namaazy asy-Syahrowardy pakar
hadits Syi’ah Iran dalam kitab-nya “Maustadrok Safinatul Bihar 3/364].
Sementara Ibnu Abi ad-Dunya dalam kitab az-Zuhud hal. 212
no. 497 dan kitab Dzamm ad-Dunya hal. 170 no. 416 meriwayatkan dengan sanadnya:
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِدْرِيسَ،
نا هُرَيْمُ بْنُ عُثْمَانَ، عَنْ سَلَّامِ بْنِ مِسْكِينٍ، عَنْ مَالِكِ بْنِ دِينَارٍ،
قَالَ: «حُبُّ الدُّنْيَا رَأْسُ كُلِّ خَطِيئَةٍ، وَالنِّسَاءُ حِبَالَةُ الشَّيْطَانِ،
وَالْخَمْرُ دَاعِيَةُ كُلِّ شَرٍّ»
Muhammad
bin Idris telah menceritakan kepadaku, telah memberitakan kepada kami Huraim
bin Utsman, dari Sallam bin Miskin, dari Malik bin Dinar, ia berkata:
*"Cinta dunia adalah pangkal segala
kesalahan, wanita adalah jerat setan, dan khamar adalah pangkal segala
kejahatan."*
Dan diriwayatkan pula dari jalur al-Hasan
al-Bahsry secara mursal : bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
"حُبُّ الدُنْيا رَأسُ كُلِّ خَطِيئَةٍ"
"Cinta dunia adalah pangkal segala kesalahan."
Hadits ini lemah, karena merupakan hadits mursal
dari Al-Hasan Al-Bashri (seorang tabi'in). Sebagian ulama bahkan menilainya
sebagai hadits palsu, di antaranya Ibnu Taimiyah, yang kemudian diikuti oleh
Al-Albani dalam kitab *Al-Dha’ifah*.
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam *Syu‘abul Iman* (7:338, no. 10501).
Al-Hafizh Ibnu Hajar memuji hadits-hadits mursal dari Al-Hasan dalam *Fathul Qadir* (3:368, no. 3662) dan *Kasyful Khafa’* (1:412-413). Namun, hadits ini dinilai lemah oleh As-Suyuthi, dan pendapatnya diikuti oleh Al-Albani dalam *Dha‘iful Jami‘ Ash-Shaghir* (3:90, hadits no. 268).
Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab *Az-Zuhd*
menisbatkan perkataan ini kepada Isa ‘alayhis-salam.
Ibnu Razin juga meriwayatkannya dari Anas bin
Malik radhiyallahu ‘anhu dalam *Jami‘ul Ushul* (4:506, hadits no. 2602).
Shiddiq Hasan Khan dalam *Husn al-Uswah* dan
Al-Tibrizi dalam *Al-Mishkat* menyebutkan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Ruzain
dari Hudzaifah.
Al-Ajluni dalam *Kasyf al-Khafa’* 1/398 (Tahqiq
Handaawi) menyebutkan :
حَدِيثُ حُبِّ الدُّنْيَا رَأْسُ
كُلِّ خَطِيئَةٍ رَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ فِي الشُّعَبِ بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ إِلَى الْحَسَنِ
الْبَصْرِيِّ رَفَعَهُ مُرْسَلًا، وَذَكَرَهُ الدَّيْلَمِيُّ فِي الْفِرْدَوْسِ وَتَبِعَهُ
وَلَدُهُ بِلا سَنَدٍ عَنْ عَلِيٍّ رَفَعَهُ، وَقَالَ ابْنُ الْغَرَسِ الْحَدِيثُ ضَعِيفٌ،
وَرَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ أَيْضًا فِي الزُّهْدِ، وَأَبُو نُعَيْمٍ مِنْ قَوْلِ عِيسَى
ابْنِ مَرْيَمَ.
وَلِأَحْمَدَ فِي الزُّهْدِ عَنْ
سُفْيَانَ قَالَ: كَانَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَقُولُ: حُبُّ الدُّنْيَا أَصْلُ كُلِّ
خَطِيئَةٍ وَالْمَالُ فِيهِ دَاءٌ كَثِيرٌ، قَالُوا: وَمَا دَاؤُهُ؟ قَالَ: لَا يَسْلَمُ
صَاحِبُهُ مِنَ الْفَخْرِ وَالْخُيَلَاءِ، قَالُوا: فَإِنْ سَلِمَ، قَالَ: شَغَلَهُ
إِصْلَاحُهُ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ تَعَالَى.
وَعِنْدَ ابْنِ أَبِي الدُّنْيَا
فِي مَكَائِدِ الشَّيْطَانِ لَهُ أَنَّهُ مِنْ قَوْلِ مَالِكِ بْنِ دِينَارٍ. وَجَزَمَ
ابْنُ تَيْمِيَةَ بِأَنَّهُ مِنْ قَوْلِ جُنْدُبٍ الْبَجَلِيِّ، قَالَ فِي الْمَقَاصِدِ:
وَبِالْأَوَّلِ يُرَدُّ عَلَيْهِ وَعَلَى غَيْرِهِ مِمَّنْ صَرَّحَ بِالْحُكْمِ عَلَيْهِ
بِالْوَضْعِ أَيْ كَالصَّغَانِيِّ لِقَوْلِ ابْنِ الْمَدِينِيِّ: مُرْسَلَاتُ الْحَسَنِ
إِذَا رَوَاهَا عَنْهُ الثِّقَاتُ صِحَاحٌ، مَا أَقَلَّ مَا يَسْقُطُ مِنْهَا.
وَقَالَ أَبُو زُرْعَةَ: كُلُّ
شَيْءٍ يَقُولُ الْحَسَنُ فِيهِ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-
وَجَدْتُ لَهُ أَصْلًا ثَابِتًا، مَا خَلَا أَرْبَعَةَ أَحَادِيثَ، وَلَيْتَهُ ذَكَرَهَا".
bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Al-Baihaqi
dalam *Syu‘ab al-Iman* dengan sanad hasan sampai kepada Al-Hasan Al-Bashri yang
meriwayatkannya secara mursal. Ad-Dailami juga mencantumkannya dalam
*Al-Firdaws*, dan anaknya mengikutinya tanpa sanad dari Ali. Ibnu Al-Gharas
menilai hadits ini sebagai hadits lemah.
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Al-Baihaqi
dalam *Az-Zuhd* dan oleh Abu Nu‘aim dari perkataan Isa bin Maryam. Ahmad dalam
*Az-Zuhd* meriwayatkan dari Sufyan bahwa Isa bin Maryam berkata: *"Cinta
dunia adalah akar segala kesalahan, dan harta mengandung banyak
penyakit."* Lalu ditanyakan kepadanya: *"Apa penyakitnya?"* Ia
menjawab: *"Pemiliknya tidak akan selamat dari kesombongan dan keangkuhan."*
Lalu ditanyakan lagi: *"Jika ia selamat dari itu?"* Ia menjawab:
*"Kesibukannya dalam mengurus harta akan melalaikannya dari mengingat
Allah Ta’ala."*
Ibnu Abi Dunya dalam *Makā’id Asy-Syaithan* menyebutkan bahwa perkataan ini
berasal dari Malik bin Dinar.
Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa ungkapan ini
sebenarnya berasal dari Jundub Al-Bajali.
Dalam *Al-Maqāṣid*, disebutkan bahwa pendapat pertama membantah
anggapan bahwa hadits ini adalah palsu, sebagaimana yang dinyatakan oleh
Ash-Shaghani. Hal ini karena menurut Ibnu Al-Madini, hadits-hadits mursal dari
Al-Hasan Al-Bashri yang diriwayatkan oleh perawi tepercaya tergolong sahih. Abu
Zur‘ah berkata: "Setiap hadits yang Al-Hasan (Al-Bashri) katakan di
dalamnya: ‘Rasulullah ﷺ bersabda,’ aku mendapati hadits itu memiliki asal yang kuat,
kecuali empat hadits." Andai saja ia menyebutkan hadits-hadits tersebut”.
Lalu al-Ajluni berkata :
وَقَالَ فِي الدُّرَرِ: قَدْ عُدَّ
الْحَدِيثُ فِي الْمَوْضُوعَاتِ، وَتَعَقَّبَهُ شَيْخُ الْإِسْلَامِ ابْنُ حَجَرٍ بِأَنَّهُ
أَثْنَى عَلَى مُرَاسِيلِ الْحَسَنِ، انْتَهَى.
لَكِنْ فِي اللَّآلِئ لِلْحَافِظِ
الْمَذْكُورِ: مُرَاسِيلُ الْحَسَنِ عِنْدَهُمْ تُشْبِهُ الرِّيحَ انْتَهَى.
وَقَالَ الدَّارَقُطْنِيُّ: فِي
مُرَاسِيلِهِ ضَعْفٌ، وَلِلدَّيْلَمِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَفَعَهُ: "أَعْظَمُ
الْآفَاتِ تُصِيبُ أُمَّتِي حُبَّهُمُ الدُّنْيَا، وَجَمْعُهُمُ الدَّنَانِيرَ وَالدَّرَاهِمَ،
لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِمَّنْ جَمَعَهَا إِلَّا مَنْ سَلَّطَهُ اللَّهُ عَلَى هَلَكِهَا
فِي الْحَقِّ"
وَفِي تَارِيخِ ابْنِ عَسَاكِرَ
عَنْ سَعِيدِ بْنِ مَسْعُودٍ الصَّدَفِيِّ التَّابِعِيِّ بِلَفْظِ: حُبُّ الدُّنْيَا
رَأْسُ الْخَطَايَا
Dalam Ad-Durar, disebutkan bahwa hadits ini
termasuk dalam kategori hadits palsu. Namun, pernyataan ini dikoreksi oleh
Syaikhul Islam Ibnu Hajar yang memuji hadits-hadits mursal dari Al-Hasan.
Namun, dalam Al-La’ali karya Al-Hafizh yang
disebutkan sebelumnya, dikatakan: "Hadits-hadits mursal dari Al-Hasan di
sisi mereka seperti angin berlalu."
Ad-Daraquthni berkata: "Hadits-hadits
mursalnya lemah."
Ad-Dailami meriwayatkan dari Abu Hurairah secara
marfu‘: "Bencana terbesar yang menimpa umatku adalah kecintaan mereka
terhadap dunia serta kesibukan mereka dalam mengumpulkan dinar dan dirham.
Tidak ada kebaikan dalam banyak orang yang mengumpulkannya, kecuali bagi mereka
yang diberi kekuasaan oleh Allah untuk menghabiskannya di jalan
kebenaran."
Dalam Tarikh Ibn Asakir, dari Sa‘id bin Mas‘ud As-Shadfi, seorang tabi‘in, disebutkan dengan lafaz: "Cinta dunia adalah pangkal segala kesalahan." [Selesai]
0 Komentar