STUDY HADITS : “TEMPAT YANG PALING DIBENCI OLEH ALLAH ADALAH PASAR”.
Di
susun oleh Abu Haitsam Fakhry
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
==
DAFTAR ISI :
- HADITS DAN ATSAR :
- SYARAH HADITS NABAWI DAN ATSAR SAHABAT DIATAS:
- FIQIH HADITS DAN ATSAR SAHABAT:
- NABI ﷺ DAN PARA SAHABAT RADHIYALLAHU ‘ANHUM SENANTIASA PERGI KE PASAR :
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ
===****====
HADITS DAN ATSAR :
HADITS NABAWI :
Dari Abu Hurairah radhiyallau ‘anhu
bahwa Rasulullah ﷺ
bersabda:
أَحَبُّ
البِلَادِ إلى اللهِ مَسَاجِدُهَا، وَأَبْغَضُ البِلَادِ إلى اللهِ أَسْوَاقُهَا
Tempat yang paling
dicintai oleh Allah adalah masjid-masjidnya, dan tempat yang paling dibenci
oleh Allah adalah pasar-pasarnya.
[Hadits riwayat
Muslim no. 671. Hadits ini merupakan salah satu hadits yang diriwayatkan Muslim
secara tunggal alais dia sendirian (مِنْ
أَفْرَادِ مُسْلِمٍ), sementara Imam Bukhori
tidak meriwayatkannnya].
Ada sebuah kisah
panjang yang diriwayatkan berkaitan dengan hadis ini, namun kisah tersebut
adalah maudhu’ (palsu) dan tidak sahih, sebagaimana yang dikatakan oleh syeikh al-Albaani
dalam *"Silsilah Adh-Dha'ifah "* (6500).
ATSAR SAHABAT :
Dan Salman
Al-Farisi radhiyallahu 'anhu berkata:
(لَا تَكُونَنَّ إِنْ اسْتَطَعْتَ أَوَّلَ
مَنْ يَدْخُلُ السُّوقَ ، وَلَا آخِرَ مَنْ يَخْرُجُ مِنْهَا ، فَإِنَّهَا
مَعْرَكَةُ الشَّيْطَانِ ، وَبِهَا يَنْصِبُ رَايَتَهُ)
*"Janganlah
kamu menjadi orang yang pertama masuk pasar dan yang terakhir keluar darinya,
karena pasar adalah medan pertempuran setan, dan di sana ia memasang benderanya."*
(Diriwayatkan oleh Muslim (2451)).
Dan Maytsam -
seorang sahabat Nabi ﷺ - berkata:
(بَلَغَنِي أَنَّ المَلَكَ يَغْدُو بِرَايَتِهِ مَعَ أَوَّلِ مَنْ
يَغْدُو إِلى المَسْجِدِ ، فَلاَ يَزَالُ بِهَا مَعَهُ حَتَّى يَرْجِعَ ،
فَيَدْخُلَ بِهَا مَنْزِلَهُ ، وَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَيَغْدُو بِرَايَتِهِ مَعَ
أَوَّلِ مَنْ يَغْدُو إِلى السُّوقِ)
*"Telah sampai
kabar kepadaku bahwa malaikat berangkat dengan benderanya bersama orang pertama
yang pergi ke masjid, dan malaikat itu akan tetap bersama orang tersebut hingga
ia kembali dan memasuki rumahnya. Sementara itu, setan berangkat dengan
benderanya bersama orang pertama yang pergi ke pasar."*
(Diriwayatkan oleh
Ibnu Abi Ashim dalam *Al-Ahad wal-Mathani* (5/183) dan berkata Ibn Hajar:
"Hadis ini sahih dan terhenti pada sahabat," Selesai.
*"Al-Ishabah"* (3/496), dan dinyatakan sahih oleh Al-Albani dalam
*Sahih At-Targhib*).
===****===
SYARAH HADITS NABAWI DAN ATSAR SAHABAT DIATAS:
Alawi Abdul Qodir
as-Saqqoof dalam ad-Duror as-Saniyyah berkata :
وفي هذا الحَديثِ يُخبرُ رَسولُ اللهِ
صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ أنَّ المَساجِدَ أحبُّ الأماكنِ إلى اللهِ عزَّ وجلَّ؛
لأنَّها بَيتُ الطَّاعةِ، ومَخصوصةٌ بالذِّكرِ، أُسِّستْ على تَقْوى اللهِ عزَّ
وجلَّ، يُقرَأُ فيها القُرآنُ، ويُنشَرُ فيها العِلمُ، ويجتَمِعُ المؤمنونَ، وفيها
يكونُ ظُهورُ شَعائرِ الدِّينِ، وحُضورُ الملائكةِ، وقدْ أضافَها اللهُ لنفْسِه
إضافةَ تَشريفٍ وتَعظيمٍ، فقال: {وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ} [الجن: 18].
وأخبَرَ أيضًا أنَّ الأسْواقَ أبغَضُ
الأماكِنِ إلى اللهِ عزَّ وجلَّ؛ لكَثرةِ الحَلِفِ الكاذِبِ فيها، والغشِّ
والخِداعِ، والغَفلةِ عن ذِكرِ اللهِ سُبحانَه وتعالَى، وإخْلافِ الوَعدِ، وسُوءِ
المُعامَلةِ، وغيرِ ذلكَ ممَّا في مَعناه؛ فالمرادُ بمَحبَّةِ المساجدِ مَحبَّةُ
ما يقَعُ فيها مِنَ الطَّاعاتِ، والمُرادُ ببُغضِ الأسْواقِ بُغضُ ما يقَعُ فيها
مِنَ الذُّنوبِ والآثامِ.
Dalam hadis ini,
Rasulullah ﷺ
menyampaikan bahwa masjid adalah tempat yang paling dicintai oleh Allah Azza wa
Jallaa karena merupakan rumah ketaatan, dikhususkan untuk zikir, dibangun di
atas ketakwaan kepada Allah Azza wa Jallaa, tempat dibacakannya Al-Qur'an,
disebarkannya ilmu, berkumpulnya orang-orang beriman, serta tempat tampaknya
syiar-syiar agama, kehadiran para malaikat, dan Allah menjadikannya sebagai
tempat yang istimewa dan mulia dengan firman-Nya: *"Dan sesungguhnya
masjid-masjid itu adalah milik Allah."* [Al-Jin: 18].
Dan Rasulullah ﷺ juga
menyampaikan bahwa pasar adalah tempat yang paling dibenci oleh Allah Azza wa
Jallaa karena banyaknya sumpah palsu, penipuan, kecurangan, kelalaian dari
zikir kepada Allah Azza wa Jallaa, pengingkaran janji, buruknya perilaku dalam
bermuamalah, dan hal-hal lain yang serupa. Maka, maksud dari kecintaan terhadap
masjid adalah kecintaan terhadap ketaatan yang dilakukan di dalamnya, sedangkan
kebencian terhadap pasar adalah kebencian terhadap dosa-dosa dan kemaksiatan yang
terjadi di sana”. [Kutipan Selesai].
Imam An-Nawawi
rahimahullah berkata:
"لِأَنَّهَا
مَحَلُّ الْغِشِّ، وَالْخِدَاعِ، وَالرِّبَا، وَالْأَيْمَانِ الْكَاذِبَةِ،
وَإِخْلَافِ الْوَعْدِ، وَالْإِعْرَاضِ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ، وَغَيْرِ ذَلِكَ
مِمَّا فِي مَعْنَاهُ، وَالْمَسَاجِدُ مَحَلُّ نُزُولِ الرَّحْمَةِ،
وَالْأَسْوَاقُ ضِدُّهَا" اِنْتَهَى بِاخْتِصَارٍ.
“Karena pasar
adalah tempat terjadinya penipuan, kecurangan, riba, sumpah palsu, pengingkaran
janji, berpaling dari zikir kepada Allah, dan hal-hal lain yang serupa
dengannya. Sedangkan masjid adalah tempat turunnya rahmat, dan pasar adalah
kebalikannya.” (Selesai dengan ringkasan). [Baca : Syarah Muslim 5/171].
Ini menunjukkan bahwa kondisi pasar-pasar pada saat itu marak dengan sumpah palsu, penipuan, kecurangan,
kelalaian dari zikir kepada Allah Azza wa Jallaa, pengingkaran janji, buruknya
perilaku dalam bermuamalah, dan hal-hal lain yang serupa. Karena pada masa itu
pasar-pasar di Madinah dan sekitarnya masih didominasi oleh non muslim, seperti
pasar Yahudi Bani Qoinuqa’.
Oleh sebab itu maka
jika hal-hal tersebut bisa dihilangkan dari pasar dan orang-orangnya banyak
mengingat Allah, maka pasar tersebut adalah tempat yang mulia .
Ibnu Baththal
rahimahullah berkata:
هَذَا إِنَّمَا خَرَجَ عَلَى
الْأَغْلَبِ؛ لِأَنَّ الْمَسَاجِدَ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ تَعَالَى،
وَالْأَسْوَاقَ قَدْ غَلَبَ عَلَيْهَا اللَّغَطُ وَاللَّهْوُ وَالِاشْتِغَالُ
بِجَمْعِ الْمَالِ، وَالْكَلَبُ عَلَى الدُّنْيَا مِنَ الْوَجْهِ الْمُبَاحِ
وَغَيْرِهِ، وَأَمَّا إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ فِي السُّوقِ فَهُوَ مِنْ أَفْضَلِ
الْأَعْمَالِ" اِنْتَهَى.
“Ini hanyalah
kondisi pada umumnya dan kebanyakan yang terjadi, karena masjid adalah tempat
di mana nama Allah Ta’ala disebut dan diingat, sedangkan pasar biasanya
didominasi oleh keramaian, permainan, kesibukan mengumpulkan harta, dan
kerakusan terhadap dunia baik dengan cara yang halal maupun yang tidak. Namun,
apabila nama Allah senantiasa disebut dan diingat di pasar, maka itu termasuk
amalan yang paling utama.” [Baca :
*“Syarh Shahih Al-Bukhari” (6/249)*].
Imam Al-Qurthubi
rahimahullah berkata:
"لَمَّا
كَثُرَ الْبَاطِلُ فِي الْأَسْوَاقِ وَظَهَرَتْ فِيهَا الْمَنَاكِرُ: كُرِهَ
دُخُولُهَا لِأَرْبَابِ الْفَضْلِ وَالْمُقْتَدَى بِهِمْ فِي الدِّينِ، تَنْزِيهًا
لَهُمْ عَنِ الْبِقَاعِ الَّتِي يُعْصَى اللَّهُ فِيهَا، فَحَقٌّ عَلَى مَنْ
ابْتَلَاهُ اللَّهُ بِالسُّوقِ أَنْ يُخَطِّرَ بِبَالِهِ أَنَّهُ قَدْ دَخَلَ
مَحَلَّ الشَّيْطَانِ وَمَحَلَّ جُنُودِهِ، وَأَنَّهُ إِنْ أَقَامَ هُنَاكَ
هَلَكَ، وَمَنْ كَانَتْ هَذِهِ حَالُهُ اقْتَصَرَ مِنْهُ عَلَى قَدْرِ ضَرُورَتِهِ،
وَتَحَرَّزَ مِنْ سُوءِ عَاقِبَتِهِ وَبَلِيَّتِهِ". انتهى.
“Ketika kebatilan
banyak terjadi di pasar dan kemungkaran tampak banyak di sana: maka makruh
hukumnya memasuki pasar bagi orang-orang mulia dan orang-orang yang menjadi
teladan dalam agama, untuk menjaga mereka dari tempat-tempat di mana Allah
dimaksiati.
Maka sudah
sepantasnya bagi siapa saja yang diuji Allah dengan keberadaannya di pasar
untuk mengingat bahwa ia telah memasuki tempat setan dan bala tentaranya. Jika
ia tinggal di sana, niscaya ia akan binasa.
Barang siapa yang
menyadari keadaan ini, hendaknya ia membatasi keberadaannya di pasar hanya pada
kebutuhan yang mendesak dan menjaga dirinya dari buruknya akibat dan
musibahnya." Selesai.
Dan Imam
Al-Qurthubi rahimahullah berkata:
لَا سِيَّمَا فِي هَذِهِ
الْأَزْمَانِ الَّتِي يُخَالِطُ فِيهَا الرِّجَالُ النِّسْوَانَ
"Terutama pada zaman ini ketika laki-laki
bercampur baur dengan perempuan dipasar." (Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an,
13/16).
CONTOH PENIPUAN
DAN PENGELABUAN DI PASAR PADA ZAMAN NABI ﷺ :
Dari Abu Hurairah
radhiyallahu 'anhu :
أنَّ رَسولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ
عليه وسلَّمَ مَرَّ علَى صُبْرَةِ طَعامٍ فأدْخَلَ يَدَهُ فيها، فَنالَتْ
أصابِعُهُ بَلَلًا فقالَ: ما هذا يا صاحِبَ الطَّعامِ؟ قالَ أصابَتْهُ السَّماءُ
يا رَسولَ اللهِ، قالَ: أفَلا جَعَلْتَهُ فَوْقَ الطَّعامِ كَيْ يَراهُ النَّاسُ،
مَن غَشَّ فليسَ مِنِّي.
“Bahwa Rasulullah ﷺ
melewati sebuah tumpukan makanan (Seperti biji gandum atau jelai dipasar, yang
diperlihatkan oleh pedagang untuk dijual), lalu beliau ﷺ memasukkan tangannya ke dalamnya, dan jari-jarinya merasakan
kelembaban. Maka beliau berkata, "Apa ini wahai pemilik makanan?"
Orang itu menjawab, "Telah terkena hujan, wahai Rasulullah."
Rasulullah ﷺ
berkata, "Mengapa tidak meletakkannya di atas tumpukan makanan agar
orang-orang bisa melihatnya?" "Barang siapa yang menipu, maka dia
bukan bagian dariku."
(Diriwayatkan oleh
Muslim dengan nomor 102, dan ini adalah salah satu riwayat yang terdapat dalam
*Shahih Muslim* yang tidak ada dalam *Shahih al-Bukhari*).
Dari ‘Abdullah bin
Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda,
مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا،
وَالْمَكْرُ وَالْخِدَاعُ فِي النَّارِ.
“Barangsiapa yang
menipu, maka ia tidak termasuk golongan kami. Orang yang berbuat makar dan
pengelabuan, tempatnya di neraka.” (HR. Ibnu Hibban 2: 326. Hadits ini shahih
sebagaimana kata Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 1058)
===****===
FIQIH HADITS DAN ATSAR SAHABAT:
Kandungan Hadits atasr
sahabat di atas bukan bermaksud mengharamkan berbisnis di pasar atau pergi ke pasar,
karena Nabi sendiri biasa pergi ke pasar, begitu pula para sahabat, bahkan para
sahabat berdagang serta bertransaksi jual beli di pasar, contohnya seperti Abu
Bakar, Umar, Hathib bin Balta’ah, Abdurrahman bin ‘Auf.
Yang dimaksud dalam
hadits dan atsar diatasa adalah peringatan agar kaum muslimin ketika berada di
pasar benar-benar dalam keadaan extra waspada, tidak terjebak, terlena dan terlalaikan
dari mengingat Allah, mendirikan shalat dan mengingat akhirat agar semua
transaksi perdagangan-nya senantiasa berjalan dengan baik, jujur dan amanah
sehingga menjadikan rizkinya penuh berkah dan berpahala dalam mu’amalahnya.
Dan pastinya pasar
itu medan yang penuh tantangan serta ujian kejujuran dan keimanan. Oleh sebab itu Nabi ﷺ menyebutkan keutamaan para pedagang dan
pembisnis yang mampu berlaku jujur dan amanah , sebagaimana dalam hadits
berikut ini :
Dari Abu Said
Al-Khudri dalam kitab At-Tirmidzi no. (1251) dengan lafadz:
التَّاجِرُ الصَّدُوقُ يُحْشَرُ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ
“Seorang
pedagang Muslim yang jujur dan amanah (terpercaya) akan (dikumpulkan) bersama
para Nabi, orang-orang shiddiq dan orang-orang yang mati syahid pada hari
kiamat (di Surga).”
Imam at-Tirmidzi
mengatakan : bahwa ini adalah Hadits hasan.
Dan dari ‘Abdullah
bin ‘Umar radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
« التَّاجِرُ الأَمِينُ الصَّدُوقُ
الْمُسْلِمُ مَعَ الشُّهَدَاءِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ »
“Seorang
pedagang Muslim yang jujur (terpercaya) akan (dikumpulkan) bersama orang-orang
yang syahid pada hari kiamat (di Surga).”
HR Ibnu Majah (no.
2139), al-Hakim (no. 2142) dan ad-Daraquthni (no. 17) . al-Hakim berkata :
" Hadits Shahih " [Dikutip dari Tafsir al-Manar 4/174].
"Sanadnya
hasan karena adanya beberapa shahid. Adz-Dzahabi dalam kitab
"Al-Mizan" dalam penjelasan tentang perawi yang bernama Kaltsum dalam
Hadits ini, dia mengatakan:
وَهُوَ حَدِيثٌ جَيِّدُ
الْإِسْنَادِ، صَحِيحُ الْمَعْنَى، وَلَا يَلْزَمُ مِنَ الْمَعِيَّةِ أَنْ يَكُونَ
فِي دَرَجَةِ الْمُتَوَاتِرِينَ، وَمِنْهُ قَوْلُهُ تَعَالَى: {وَمَنْ يُطِعِ
اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ
مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ ۚ وَحَسُنَ
أُولَٰئِكَ رَفِيقًا} [النساء: ٦٩].
Ini adalah Hadits
yang sanadnya bagus, maknanya sahih. Tidaklah menjadi keharusan ungkapan
kebersamaan berada pada tingkatan yang sama dengan mereka (para Nabi,
orang-orang shiddiqin, syuhada', dan orang-orang shalih), sebagaimana firman
Allah: 'Barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka mereka akan
berada bersama orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para Nabi,
orang-orang shiddiqin, syuhada', dan orang-orang shalih. Dan mereka adalah
teman yang sebaik-baiknya' (QS. An-Nisa: 69).
Hadits ini
diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam "Al-Majruhin" (2/230),
Ad-Daraquthni (2812), Al-Hakim (6/2), Al-Baihaqi dalam "As-Sunan
Al-Kubra" (266/5), dan dalam "Syu'ab Al-Iman" (1230) dan (4855),
serta dalam "Al-Adab" (959) melalui jalan Katsir bin Hisyam dengan
sanad seperti ini.
Dari Jabir bin
Abdullah radhillahu anhuma sesungguhnya Rasulullah ﷺ bersabda,
رَحِمَ اللَّهُ
رَجُلاً سَمْحًا إِذَا بَاعَ ، وَإِذَا اشْتَرَى ، وَإِذَا اقْتَضَى
"Semoga Allah
merahmati seseorang yang mudah apabila menjual, membeli dan jika menuntut
haknya." (HR. Bukhari, no. 1970)
Ibnu Hajar rahimahullah berkata : "Dalam hadits ini terdapat anjuran untuk bersikap toleran dalam bermuamalah (transaksi), dan berakhlak mulia, meninggalkan pertikaian serta anjuran untuk tidak berlaku keras terhadap orang lain saat menuntut haknya serta mudah memberi maaf kepada mereka." (Fathu Bari, 4/307)
Dan dari Ismail bin
Ubaid bin Rifaah, dari bapaknya dari kakeknya :
أَنَّهُ خَرَجَ مَعَ النَّبِيِّ صلى الله
عليه وسلم إِلَى الْمُصَلَّى ، فَرَأَى النَّاسَ يَتَبَايَعُونَ فَقَالَ : ( يَا مَعْشَرَ
التُّجَّارِ ) ، فَاسْتَجَابُوا لِرَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَرَفَعُوا أَعْنَاقَهُمْ
وَأَبْصَارَهُمْ إِلَيْهِ فَقَالَ : ( إِنَّ التُّجَّارَ يُبْعَثُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
فُجَّاراً ، إِلاَّ مَنِ اتَّقَى اللَّهَ وَبَرَّ وَصَدَقَ ) .
Diriwayatkan bahwa
ia keluar bersama Nabi ﷺ menuju tempat salat, lalu beliau melihat orang-orang sedang
melakukan jual beli. Rasulullah ﷺ bersabda: "Wahai para pedagang!" Mereka pun
menanggapi seruan Rasulullah ﷺ dengan mengangkat leher dan pandangan mereka ke arahnya.
Beliau lalu
bersabda: "Sesungguhnya para pedagang akan dibangkitkan pada hari kiamat
sebagai orang-orang yang durhaka, kecuali pedagang yang bertakwa kepada Allah,
berbuat baik, dan berkata jujur."
(HR. Tirmizi, no.
1210, Ibnu Majah, no. 2146, dishahihkan oleh Al-Albany dalam Shahih Targhib,
no. 1785)
Dan berjuang
mencari rizki halal itu termasuk bagian dari Jihad fii Sabilillah, sebagaimana
disebutkan dalam banyak hadits .
PUJIAN ALLAH SWT BAGI PARA PEDAGANG YANG TIDAK LALAI :
Dan Allah swt
memuji orang-orang yang berbisnis dan melakukan transaksi jual beli dipasar,
namun semua itu tidak membuatnya lalai dari kewajiban-kewajiban nya.
Allah SWT berfirman
:
رِجَالٌ لَّا
تُلْهِيْهِمْ تِجَارَةٌ وَّلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ وَاِقَامِ الصَّلٰوةِ
وَاِيْتَاۤءِ الزَّكٰوةِ ۙيَخَافُوْنَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيْهِ الْقُلُوْبُ
وَالْاَبْصَارُ ۙ
Orang-orang yang perniagaannya
dan berjual belinya tidak membuatnya lalai dari mengingat Allah, melaksanakan
salat, dan menunaikan zakat. Mereka takut kepada hari ketika hati dan
penglihatan menjadi guncang (hari Kiamat) [QS. an-Nuur : 37]
Dan Allah SWT
memrintahkan kaum muslimkin Jika selesai menunaikan shalat, maka bersegeralah
bertebaran di muka bumi untuk mencari rizki dan karunia Allah .
فَاِذَا قُضِيَتِ الصَّلٰوةُ
فَانْتَشِرُوۡا فِى الۡاَرۡضِ وَابۡتَغُوۡا مِنۡ فَضۡلِ اللّٰهِ وَاذۡكُرُوا
اللّٰهَ كَثِيۡرًا لَّعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُوۡنَ
Apabila shalat
telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan
ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung. [QS. Al-Jumu'ah :10].
Hushaim berkata :
Dari Sayyar, ia berkata: Aku diberitahu dari Ibnu Mas'ud :
أَنَّهُ رَأَى قَوْمًا مِنْ أَهْلِ
السُّوقِ، حَيْثُ نُودِيَ بِالصَّلَاةِ، تَرَكُوا بِيَاعَاتِهِمْ وَنَهَضُوا إِلَى
الصَّلَاةِ، فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ: هَؤُلَاءِ مِنَ الَّذِينَ ذَكَرَ اللَّهُ فِي
كِتَابِهِ: {رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ}
Bahwa ia melihat
sekelompok orang dari penduduk pasar, ketika adzan berkumandang untuk shalat,
mereka meninggalkan perdagangan mereka dan beranjak ke shalat.
Abdillah berkata:
Mereka termasuk orang-orang yang disebut oleh Allah dalam kitab-Nya :
{رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا
بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ}
"Orang-orang
yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah"
. (Diriwayatkan oleh Ath-Thabari dalam tafsirnya 18/113).
Dan demikian pula
diriwayatkan oleh Amr bin Dinar Al-Qahramani dari Salim, dari Abdullah bin
Umar, radhiallahu 'anhuma :
أَنَّهُ كَانَ فِي السُّوقِ
فَأُقِيمَتِ الصَّلَاةُ، فَأَغْلَقُوا حَوَانِيتَهُمْ وَدَخَلُوا الْمَسْجِدَ،
فَقَالَ ابْنُ عمر: فيهم نَزَلَتْ: {رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا
بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ} .
Bahwa ia berada di
pasar ketika shalat diadakan. Mereka menutup toko-toko mereka dan masuk ke
masjid. Ibnu Umar berkata: Ayat ini diturunkan tentang mereka,
"Orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari
mengingat Allah" (Tafsir Ath-Thabari 18/113).
Dan Ibnu Abi Hatim
berkata: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah bin Bakr
As-Sanaani, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id, budak Bani Hasyim, telah
menceritakan kepada kami Abdullah bin Bujair, telah menceritakan kepada kami
Abu Abdurrahman berkata: Abu Ad-Darda' radhiallahu 'anhu berkata,
إِنِّي قُمْتُ عَلَى هَذَا الدَّرَجِ
أُبَايِعُ عَلَيْهِ، أَرْبَحُ كُلَّ يَوْمٍ ثَلَاثَمِائَةِ دِينَارٍ، أَشْهَدُ
الصَّلَاةَ فِي كُلِّ يَوْمٍ فِي الْمَسْجِدِ، أَمَا إِنِّي لَا أَقُولُ:
"إِنَّ ذَلِكَ لَيْسَ بِحَلَالٍ" وَلَكِنِّي أُحِبُّ أَنْ أَكُونَ مِنَ
الَّذِينَ قَالَ اللَّهُ: {رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا بَيْعٌ عَنْ
ذِكْرِ اللَّهِ}
"Sesungguhnya
aku naik ke tangga ini untuk berjualan atasnya. Aku mendapatkan keuntungan tiga
ratus dinar setiap hari, namun aku selalu shalat berjemaah setiap hari di
masjid. Aku tidak mengatakan : 'Sungguh ini tidak halal', tetapi aku ingin
menjadi salah satu dari orang-orang yang disebut oleh Allah :
{رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا
بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ}
'Orang-orang
yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat
Allah'" (Tafsir Ibnu Katsir 6/69).
Amru bin Dinar
Al-A'war berkata:
كُنْتُ مَعَ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ
اللَّهِ وَنَحْنُ نُرِيدُ الْمَسْجِدَ، فَمَرَرْنَا بِسُوقِ الْمَدِينَةِ وَقَدْ
قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ وخَمَّروُا مَتَاعَهُمْ، فَنَظَرَ سَالِمٌ إِلَى
أَمْتِعَتِهِمْ لَيْسَ مَعَهَا أَحَدٌ، فَتَلَا سَالِمٌ هَذِهِ الْآيَةَ: {رِجَالٌ
لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ} ثُمَّ قَالَ: هُمْ
هَؤُلَاءِ.
Aku berada bersama
Salim bin Abdullah ketika kami hendak pergi ke masjid. Kami melewati pasar
kota, dan orang-orang telah bangkit untuk shalat, mereka menutup dagangan
mereka dan masuk ke masjid. Salim melihat barang dagangan mereka yang
ditinggalkan tanpa ada yang menjaganya. Kemudian Salim membaca ayat ini :
{رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا
بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ}
"{Orang-orang
yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat
Allah}".
Lalu dia berkata,
"Mereka adalah orang-orang ini."
Said bin Abi
Al-Hasan dan Ad-Dahhak juga mengatakan :
لَا تُلْهِيهِمُ التِّجَارَةُ
وَالْبَيْعُ أَنْ يَأْتُوا الصَّلَاةَ فِي وَقْتِهَا.
Bahwa mereka tidak
dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli sehingga mereka datang untuk shalat
tepat waktu.
Mathar Al-Warraq
mengatakan :
كَانُوا يَبِيعُونَ وَيَشْتَرُونَ،
وَلَكِنْ كَانَ أَحَدُهُمْ إِذَا سَمِعَ النِّدَاءَ وميزانُه فِي يَدِهِ خَفَضَهُ،
وَأَقْبَلَ إِلَى الصلاة.
Bahwa mereka masih
berjualan dan membeli, tetapi ketika mereka mendengar panggilan adzan dan
timbangan dagangan mereka berada di tangan mereka, mereka menurunkannya dan
menuju ke shalat. (Tafsir Ibnu Katsir 6/69).
Ali bin Abi Thalhah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas :
{لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا بَيْعٌ عَنْ
ذِكْرِ اللَّهِ} يَقُولُ: عَنِ الصَّلَاةِ الْمَكْتُوبَةِ.
"Bahwa
ayat ini berbicara tentang shalat yang diwajibkan".
Al-Rabi' bin Anas
dan Muqatil bin Hayyan juga berpendapat seperti itu. (Tafsir Ibnu Katsir 6/69).
Al-Suddi mengatakan
:
عَنِ الصَّلَاةِ فِي جَمَاعَةٍ.
Bahwa itu berarti
mereka tidak dilalaikan oleh perdagangan dari kehadiran shalat secara
berjamaah.
Muqatil bin Hayyan
mengatakan :
لَا يُلْهِيهِمْ ذَلِكَ عَنْ حُضُورِ
الصَّلَاةِ، وَأَنْ يُقِيمُوهَا كَمَا أَمَرَهُمُ اللَّهُ، وَأَنْ يُحَافِظُوا
عَلَى مَوَاقِيتِهَا، وَمَا اسْتَحْفَظَهُمُ اللَّهُ فِيهَا.
"
Bahwa mereka tidak dilalaikan oleh perdagangan dari mendirikan shalat
sebagaimana Allah perintahkan dan menjaga waktunya sebagaimana yang Allah jaga
di dalamnya". (Tafsir Ibnu Katsir 6/69).
Al-Hafidz Ibnu
Katsir berkata :
وَقَوْلُهُ: {يَخَافُونَ يَوْمًا
تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالأبْصَارُ} أَيْ: يَوْمَ الْقِيَامَةِ الَّذِي
تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ، أَيْ: مِنْ شِدَّةِ الْفَزَعِ
وَعَظَمَةِ الْأَهْوَالِ، كَمَا قَالَ تَعَالَى {وَأَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الآزِفَةِ
إِذِ الْقُلُوبُ لَدَى الْحَنَاجِرِ كَاظِمِينَ} [غَافِرٍ: 18] ، وَقَالَ
تَعَالَى: {إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الأبْصَارُ}
Dalam ayat
"{Mereka takut pada hari ketika hati-hati dan penglihatan berbalik}"
artinya adalah hari kiamat ketika hati dan mata berbalik-balik, yaitu karena
ketakutan yang sangat hebat dan kengerian yang besar, sebagaimana yang Allah
katakan "{Dan beri peringatan kepada mereka tentang hari yang dekat ketika
hati-hati berada di tenggorokan mereka, tertekan}" (QS. Ghafir: 18), dan
Allah juga berfirman "{Sesungguhnya Dia hanya menunda mereka untuk hari
yang matanya terbelalak}"
(Tafsir Ibnu Katsir
6/69).
====****====
NABI ﷺ DAN PARA SAHABAT RADHIYALLAHU ‘ANHUM SENANTIASA PERGI KE PASAR :
****
PERTAMA : RASULULLAH
ﷺ :
Nabi ﷺ saja
biasa pergi ke Pasar ketika ada kebutuhan, bahkan beliau pernah dikibulin oleh
seorang badui pedagang kuda di Pasar.
Sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits pamannya
Ammarah bin Khuzaymah radhiyallahu ‘anhu:
أنَّ
النَّبيَّ ﷺ ابتاعَ فَرسًا مِن أعرابيٍّ، فاستَتبعَهُ
النَّبيُّ ﷺ ليَقضيَهُ ثمنَ فرسِهِ، فأسرَعَ رسولُ
اللَّهِ ﷺ المشيَ وأبطأَ الأعرابيُّ، فطفِقَ رجالٌ
يعتَرِضونَ الأَعرابيَّ، فيُساومونَهُ بالفَرسِ ولا يشعُرونَ أنَّ النَّبيَّ ﷺ ابتاعَهُ، فَنادى الأَعرابيُّ رسولَ اللَّهِ ﷺ، فَقالَ: إن كُنتَ مُبتاعًا هذا الفَرَسِ وإلَّا بعتُهُ ؟ فقامَ
النَّبيُّ ﷺ حينَ سَمعَ نداءَ الأعرابيِّ، فقالَ: أو لَيسَ
قدِ ابتعتُهُ منكَ ؟ فقالَ الْأعرابيُّ: لا، واللَّهِ ما بعتُكَهُ، فَقالَ
النَّبيُّ ﷺ: بلَى، قدِ ابتعتُهُ مِنكَ فطفقَ
الأعرابيُّ، يقولُ هلُمَّ شَهيدًا، فَقالَ خُزَيْمةُ بنُ ثابتٍ: أَنا أشهدُ أنَّكَ
قَد بايعتَهُ، فَأقبلَ النَّبيُّ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ على خُزَيْمةَ
فقالَ: بِمَ تشهَدُ ؟، فقالَ: بتَصديقِكَ يا رَسولَ اللَّهِ فجَعلَ رسولُ اللَّهِ ﷺ شَهادةَ خُزَيْمةَ بشَهادةِ رَجُلَيْنِ
“Bahwa Nabi ﷺ telah sepakat membeli
seekor kuda dari seorang Arab Badui, kemudian Nabi ﷺ mengikutinya untuk membayar harga kuda tersebut. Nabi ﷺ
mempercepat langkahnya, sementara Arab Badui tersebut berjalan lambat.
Lalu beberapa orang
menghampiri Arab Badui itu dan menawar kuda tersebut (dengan harga yang lebih
tinggi), dan mereka tidak menyadari bahwa Nabi ﷺ telah membelinya. Kemudian, Arab Badui tersebut memanggil
Rasulullah ﷺ dan
berkata :
"Apakah kamu
mau membeli kuda ini (yakni : dengan harga yang lebih tinggi dari mereka) atau
aku jual kepada orang lain?"
Rasulullah ﷺ mendekatinya ketika mendengar seruan tersebut dan berkata, "Bukankah aku telah
membelinya darimu?"
Arab Badui itu
menjawab, "Tidak, demi Allah, aku belum menjualnya kepadamu."
Rasulullah ﷺ
berkata, "Benar, aku telah membelinya darimu."
Arab Badui itu
terus mengatakan, "Panggil saksi!"
Kemudian tiba-tiba datang Khuzaymah bin Tsabit, lalu berkata, "Aku bersaksi bahwa engkau telah menjualnya kepadanya." [Padahal dia tidak menyaksikan saat terjadi transaksi jual belinya, tapi dia percaya bahwa Nabi ﷺ tidak mungkin berbohong. Pen].
Rasulullah ﷺ pun
berpaling kepada Khuzaymah dan bertanya, "Dengan apa engkau
bersaksi?"
Khuzaymah menjawab,
"Dengan kejujuranmu, wahai Rasulullah."
Maka Rasulullah ﷺ
menjadikan kesaksian Khuzaymah seperti kesaksian dua orang.
(Diriwayatkan oleh
Abu Dawud (3607) dengan lafazh seperti ini, An-Nasa'i (4647), dan Ahmad (21883)
dengan sedikit perbedaan. Hadis ini disahihkan oleh Al-Albani dalam *Sahih Abu
Dawud* nomor 3607 dan ar-Ribaa’i dalam Fathul Ghoffar 3/1177 mengatakan : Para
perawinya tsiqoot (dipercaya)].
Maka, sahabat mulia Khuzaymah bin Thabit bin al-Fākih al-Ansārī, al-Awsī ini di dijuluki :
*"Dzū ash-Shahadatayn "*.
Makna dari
*"shahādatuhu bi-shahādatayn"* (kesaksiannya dianggap seperti dua kesaksian) adalah
bahwa kesaksian Khuzaimah dalam perkara dapat diterima dan mencukupi, meskipun
dia seorang sendiri sebagai saksi karena kesaksiaanya setara dengan dua saksi. Berbeda dengan selain Khuziamah, maka harus
dua orang lelaki yang adil.
Hal ini terbukti
ketika Abu Bakar ingin mengumpulkan Al-Qur'an dan memerintahkan Zaid bin Tsabit
untuk mengumpulkannya, ia tidak menerima ayat kecuali dengan dua saksi yang
adil. Ayat terakhir dari Surah At-Tawbah hanya ditemukan pada Khuzaymah bin
Tsabit, maka Abu Bakar berkata :
اُكْتُبُوهَا فَإِنَّ رَسُولَ
اللَّهِ ﷺ جَعَلَ شَهَادَتَهُ بِشَهَادَةِ
رَجُلَيْنِ
"Tulislah ayat
ini, karena Rasulullah ﷺ menjadikan kesaksian-nya seperti kesaksian dua orang."
Maka mereka pun
menulisnya . Namun ketika Umar bin Khattab membawa satu ayat tentang rajam,
maka Zaid tidak menulisnya karena Umar datang meriwayatkannya sendirian. Hal
ini disebutkan oleh as-Suyūṭī dalam kitabmya
*al-Itqoon Fii ‘Ulumil Qur’an* 1/206 melalui jalur Ibnu Asytah dalam
*al-Mashoohif* dari al-Layth bin Sa’d.
Abu ath-Ṭhayyib Muhammad Shams al-Haq al-‘Azīm Abādī juga menyebutkan dalam
kitabnya *‘Awn al-Ma‘būd* 10/20-21 (syarah
*Sunan Abu Dawud*) tentang kisah Arab Badui yang menjual kuda kepada Nabi ﷺ,
kemudian mengingkarinya. Ketika Khuzaymah bersaksi untuk Nabi ﷺ, maka
Abu ath-Ṭhayyib berkata :
"شَهَادَةُ خُزَيْمَةَ قَدْ جَعَلَهَا
رَسُولُ اللَّهِ ﷺ بِشَهَادَتَيْنِ دُونَ
غَيْرِهِ مِمَّنْ هُوَ أَفْضَلُ مِنْهُ وَهَذَا لِمُخَصِّصٍ اقْتَضَاهُ وَهُوَ
مُبَادَرَتُهُ دُونَ مَنْ حَضَرَهُ مِنَ الصَّحَابَةِ إِلَى الشَّهَادَةِ
لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ قَبِلَ الْخُلَفَاءُ
الرَّاشِدُونَ شَهَادَتَهُ وَحْدَهُ وَهِيَ خَاصَّةٌ لَهُ".
"Kesaksian Khuzaymah telah dijadikan oleh
Nabi ﷺ seperti
kesaksian dua orang tanpa yang lain. Ini adalah pengecualian yang diberikan
karena ia adalah orang pertama yang bersaksi untuk Rasulullah ﷺ,
sedangkan sahabat lainnya tidak bersaksi." Para khalifah ar-Rasyidun pun
menerima kesaksiannya, dan ini adalah hak khusus bagi Khuzaymah.
====
KEDUA : ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ radhiyallahu ‘anhu :
Abu Bakar
ash-Shiddiq aradhiyallah ‘anhu salah seorang sahabat yang rajin berdagang di
pesar, bahkan ketika beliau telah diangkat menjadi khalifah, dia tetap semangat
berdagang di pasar demi untuk menghidupi keluarganya, namun kaum Muslimin
berusaha mencegahnya, dan mereka berkata:
هٰذَا يُشْغِلُكَ عَنْ مَصَالِحِ
الْمُسْلِمِينَ
Ini akan
mengalihkan perhatian mu dari memperhatikan kepentingan-kepentingan kaum
Muslimin. [Baca: مِنْهَاجُ
السُّنَّة (2/288) Cet. طِبَاعَةُ
الأَمِيرِيَّة, Bulaaq – Mesir]
Lalu mereka
menetapkan dua dirham per hari sebagai tunjangan untuk Abu Bakar.
Ibnu Sa'ad berkata:
أَصْبَحَ غَادِيًا إِلَى السُّوقِ
عَلَى رَأْسِهِ أَثْوَابٌ يَتَّجِرُ بِهَا. فَلَقِيَهُ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ
وَأَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ فَقَالَا: كَيْفَ تَصْنَعُ هَذَا؟ وَقَدْ
وُلِّيتَ أَمْرَ الْمُسْلِمِينَ. قَالَ: فَمِنْ أَيْنَ أُطْعِمُ عِيَالِي؟ قَالَا:
نَفْرِضُ لَكَ. فَفَرَضُوا لَهُ كُلَّ يَوْمٍ شَطْرَ شَاةٍ، قَالَ ابْنُ
زَكَرِيَّا عَلَى الْبُخَارِيِّ: وَكُلُّ مَنْ شَغَلَتْهُ مَصَالِحُ
الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَاضٍ وَمُفْتٍ وَمُدَرِّسٍ كَذَلِكَ اهـ.
Ketika Abu Bakar
-radhiyallahu ‘anhu- diangkat menjadi khalifah, maka ia esok paginya pergi ke pasar dengan
membawa kain-kain di atas kepalanya untuk berdagang.
Umar bin Khattab
dan Abu Ubaidah bin Jarrah bertemu dengannya dan berkata: "Bagaimana bisa
engkau melakukan ini, sementara engkau telah memimpin umat Islam?"
Abu Bakar menjawab:
"Lalu, dari mana aku akan memberi makan keluargaku?"
Mereka berkata:
"Kami akan menetapkan tunjangan untukmu."
Maka, mereka
menetapkan tunjangan untuknya setiap hari berupa setengah ekor kambing.
Ibnu Zakariya dalam
penjelasannya terhadap Al-Bukhari, berkata:
"Dan setiap
orang yang disibukkan oleh kepentingan umat Islam, baik hakim, mufti, maupun
pengajar, maka berlaku hukum yang sama."
[Baca : *Kitab
At-Taraatiib Al-Idaariyyah - Sistem Pemerintahan Nabi* oleh Al-Kattani, Abdul
Hayyi. (Lihat : al-Maktabah asy-Syamilah 2/21].
Dan Syeikhul Ibnu
Taimiyah berkata:
أَنَّ أَبَا بَكْرٍ كَانَ لَهُ مَالٌ
يَكْتَسِبُهُ فَأَنْفَقَهُ كُلَّهُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَتَوَلَّى الْخِلَافَةَ
فَذَهَبَ إِلَى السُّوقِ يَبِيعُ وَيَكْتَسِبُ فَلَقِيَهُ عُمَرُ وَعَلَى يَدِهِ
أَبْرَادٌ فَقَالَ لَهُ أَيْنَ تَذْهَبُ فَقَالَ أَظَنَنْتَ إِنِّي تَارِكٌ طَلَبَ
الْمَعِيشَةِ لِعِيَالِي فَأَخْبَرَ بِذٰلِكَ أَبَا عُبَيْدَةَ وَالْمُهَاجِرِينَ
فَفَرَضُوا لَهُ شَيْئًا فَاسْتَحْلَفَ عُمَرَ وَأَبَا عُبَيْدَةَ فَحَلَفَا لَهُ
أَنَّهُ يُبَاحُ لَهُ أَخْذُ دِرْهَمَيْنِ كُلَّ يَوْمٍ ثُمَّ تَرَكَ مَالَهُ فِي
بَيْتِ الْمَالِ ثُمَّ لَمَّا حَضَرَتْهُ الْوَفَاةُ أَمَرَ عَائِشَةَ أَنْ
تَرُدَّ إِلَى بَيْتِ الْمَالِ مَا كَانَ قَدْ دَخَلَ فِي مَالِهِ مِنْ مَالِ
الْمُسْلِمِينَ
Bahwa Abu Bakar
memiliki harta yang diperoleh dengan bisnis nya, maka ia membelanjakan semuanya
di jalan Allah.
Dan ketika diangkat
menjadi khalifah, maka besoknya dia pergi ke pasar untuk jualan dan mencari
nafkah, maka Umar menemuinya dan di tangannya ada guci tempat air.
Dia berkata kepadanya, “Mau ke mana?”
Dia berkata:
“Apakah kamu mengira bahwa saya akan meninggalkan kerja mencari nafkah untuk
keluarga saya ?.”
Maka Umar memberi
tahu Abu Ubaidah dan para sahabat Muhajirin, sehingga mereka sepakat menentukan
sesuatu untuknya.
Maka Abu Bakar
meminta Umar dan Abu Ubaidah agar bersumpah, lalu mereka berdua bersumpah
untuknya bahwa halal baginya untuk mengambil dua dirham setiap hari.
Namun Abu Bakar
meninggalkan uangnya di Baitul Maal. Kemudian ketika Abu Bakar mendekati
ajalnya, dia memerintahkan Aisyah untuk mengembalikan ke Baitul Maal apa saja
yang telah dimasukkan ke dalam hartanya dari harta kaum Muslim. [Baca: مِنْهَاجُ السُّنَّة (2/266) Cet. طِبَاعَةُ
الأَمِيرِيَّة, Bulaaq – Mesir]
Al-Imam
As-Sarkhosi al-Hanafi berkata :
وَدَعُواهُمْ أَنَ الْكِبَارَ مِنَ
الصَّحَابَةِ رَضُوَانُ اللَّهِ عَلَيْهِمْ كَانُوا لَا يَكْتَسِبُونَ دَعْوَى
بَاطِلٌ.
فَقَدْ رُوِيَ أَنَّ أَبَا بَكْرٍ
الصِّدِّيقِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ بَزَّازًا وَعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
كَانَ يَعْمَلُ الْأَدِمَ وَعُثْمَانُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ تَاجِرًا
يَجْلِبُ إِلَيْهِ الطَّعَامَ فيَبِيعُهُ وَعَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ
يَكْتَسِبُ عَلَى مَا رُوِيَ أَنَّهُ أَجَرَ نَفْسَهُ غَيْرَ مَرَّةٍ حَتَّى آجَرَ
نَفْسَهُ مِنْ يَهُودِيٍّ فِي حَدِيثٍ فِيهِ طُولٌ.
Dan dakwaan dan
klaiman mereka bahwa para sahabat besar radhiyallhu ‘anhu tidak bekerja mencari
nafkah adalah dakwaan palsu dan bathil .
Telah diriwayatkan
bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallhu ‘anhu bekerja sebagai saudagar pakaian
dan kain , Umar radhiyallhu ‘anhu memproduksi penyamakan kulit hewan, Utsman,
radhiyallhu ‘anhu menjadi seorang pengimport sembako dan menjualnya, dan Ali
radhiyallhu ‘anhu sering mendapatkan penghasilan dengan cara bekerja dengan
upah pada siapa saja, bahkan pada seorang Yahudi sekalipun sebagaimana
disebutkan dalam suatu Hadits yang panjang.
[Baca : “اَلْمَبْسُوطُ” 30/248
dan Syarah al-Kasab hal. 41]
====
KETIGA : UMAR BIN AL-KHATHTHAB radhiyallahu ‘anhu:
Umar bin Khathtahab
radhiyallahu ‘anhu termasuk sahabat yang banyak menyibukkan diri dipasar .
Umar bin Khattab
-radhiyallaahu ‘anhu- senantiasa aktif berdagang sampai kesibukannya di pasar
membuatnya tidak dapat rutin menghadiri majelis ilmu di hadapan Nabi ﷺ,
bahkan ketika beliau telah menjadi khalifah. Imam Bukhari meriwayatkan dengan
sanadnya dari Ubaid bin 'Umair :
أَنَّ أَبَا مُوسَى الأَشْعَرِيَّ:
اسْتَأْذَنَ عَلَى عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فَلَمْ يُؤْذَنْ
لَهُ، وَكَأَنَّهُ كَانَ مَشْغُولًا، فَرَجَعَ أَبُو مُوسَى، فَفَرَغَ
عُمَرُ، فَقَالَ: أَلَمْ أَسْمَعْ صَوْتَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ قَيْسٍ ائْذَنُوا
لَهُ، قِيلَ: قَدْ رَجَعَ، فَدَعَاهُ فَقَالَ: «كُنَّا نُؤْمَرُ بِذَلِكَ»،
فَقَالَ: تَأْتِينِي عَلَى ذَلِكَ بِالْبَيِّنَةِ، فَانْطَلَقَ إِلَى مَجْلِسِ
الأَنْصَارِ، فَسَأَلَهُمْ، فَقَالُوا: لَا يَشْهَدُ لَكَ عَلَى هَذَا إِلَّا
أَصْغَرُنَا أَبُو سَعِيدٍ الخُدْرِيُّ، فَذَهَبَ بِأَبِي سَعِيدٍ الخُدْرِيِّ،
فَقَالَ عُمَرُ: أَخَفِيَ هَذَا عَلَيَّ مِنْ أَمْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلْهَانِي الصَّفْقُ بِالأَسْوَاقِ يَعْنِي الخُرُوجَ إِلَى
تِجَارَةٍ
“Bahwa Abu Musa Al
Asy’ary meminta izin kepada 'Umar bin Al Khaththob radliallahu 'anhu, namun
tidak diidzinkan karena nampaknya dia sedang sibuk (jualan di pasar). Lalu Abu
Musa kembali sedangkan 'Umar telah pula selesai dari pekerjaannya.
Lalu Umar berkata:
"Tidakkah tadi aku mendengar suara 'Abdullah bin Qais (Abu Musa
al-Asy’ary)? Berilah izin kepadanya".
Umar diberitahu bahwa
Abu Musa (al-Asy’ary) telah pulang. Maka 'Umar memanggilnya, lalu Abu Musa
berkata: "Kami diperintahkan hal yang demikian ( yakni : kembali pulang
bila mengucapkan salam minta izin tiga kali tidak dijawab) ".
Maka dia berkata:
"Berikanlah kepadaku bukti yang jelas tentang masalah ini [yakni : bukti
kebenaran bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda demikian]".
Maka Abu Musa pergi
menemui majelis Kaum Anshar lalu dia bertanya kepada mereka. Kaum Anshar
berkata: "Tidak ada yang menjadi saksi (mengetahui) perkara ini kecuali
anak termuda diantara kami yaitu Abu Sa'id Al Khudriy".
Maka Abu Musa
berangkat bersama Abu Sa'id Al Khudriy sebagai saksi menemui 'Umar, maka 'Umar
berkata: "Kenapa aku bisa tidak tahu urusan Rasulullah ﷺ.
Sungguh aku telah dilalaikan oleh kesibukan transaksi jual beli pasar".
Maksudnya sibuk dengan kegiatan berdagang.
[HR. Bukhori no.
2062].
Al-Hafiz Ibnu Hajar
al-Asqalani berkata:
وَأَطْلَقَ عُمَرُ عَلَى الِاشْتِغَالِ
بِالتِّجَارَةِ لَهْوًا لِأَنَّهَا أَلْهَتْهُ عَنْ طُولِ مُلَازَمَتِهِ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى سَمِعَ غَيْرُهُ مِنْهُ مَا
لَمْ يَسْمَعْهُ وَلَمْ يَقْصِدْ عُمَرُ تَرْكَ أَصْلِ الْمُلَازَمَةِ وَهِيَ
أَمْرٌ نِسْبِيٌّ وَكَانَ احْتِيَاجُ عُمَرَ إِلَى الْخُرُوجِ لِلسُّوقِ مِنْ
أَجْلِ الْكَسْبِ لِعِيَالِهِ وَالتَّعَفُّفِ عَنِ النَّاسِ
"Umar menyebut
kesibukan berdagang sebagai kelalaian karena itu telah mengalihkannya dari
rutinitasnya untuk terus-menerus bersama Nabiﷺ sampai-sampai ia mendengar
dari orang lain apa yang tidak didengarnya sendiri. Umar tidak bermaksud untuk
meninggalkan rutinitas itu sepenuhnya, yang merupakan sesuatu yang relatif.
Kebutuhan Umar untuk keluar ke pasar adalah untuk mencari nafkah bagi
keluarganya dan menjaga diri dari meminta kepada orang lain." [Baca : Fath
al-Bari 4/299].
Dan Imam Bukhari
berkata:
"بَاب مَا ذُكِرَ فِي الْأَسْوَاقِ
. وَقَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ لَمَّا قَدِمْنَا الْمَدِينَةَ
قُلْتُ هَلْ مِنْ سُوقٍ فِيهِ تِجَارَةٌ قَالَ سُوقُ قَيْنُقَاعَ وَقَالَ أَنَسٌ
قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ دُلُّونِي عَلَى السُّوقِ . وَقَالَ عُمَرُ : أَلْهَانِي
الصَّفْقُ بِالْأَسْوَاقِ".
[Bab
: tentang apa yang disebutkan tentang pasar-pasar.
Abdur Rahman bin
Auf berkata: Ketika kami tiba di Madinah, aku berkata: Apakah ada pasar yang
ada perdagangannya? Mereka berkata: Pasar Qainuqa. Dan Anas berkata bahwa Abdur
Rahman berkata: Tunjukkan aku pasar. Dan Umar berkata: Kesibukanku di
pasar-pasar membuatku lalai]”. [Lihat : Mukhtashar Shahih Bukhori oleh
al-Albaani 2/39].
Al-Hafizh Ibnu
Hajar al-Asqalani berkata:
[قَوْلُهُ: (بَابُ مَا ذُكِرَ فِي
الْأَسْوَاقِ) قَالَ ابْنُ بَطَّالٍ: أَرَادَ بِذِكْرِ الْأَسْوَاقِ إِبَاحَةَ
الْمَتَاجِرِ وَدُخُولَ الْأَسْوَاقِ لِلْأَشْرَافِ وَالْفُضَلَاءِ ...
قَوْلُهُ: (وَقَالَ عَبْدُ
الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ إِلَخْ) تَقَدَّمَ مَوْصُولًا فِي أَوَائِلِ الْبُيُوعِ,
وَالْغَرَضُ مِنْهُ هُنَا ذِكْرُ السُّوقِ فَقَطْ وَكَوْنُهُ كَانَ مَوْجُودًا فِي
عَهْدِ النَّبِيِّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - , وَكَانَ يَتَعَاهَدُهُ
الْفُضَلَاءُ مِنَ الصَّحَابَةِ لِتَحْصِيلِ الْمَعَاشِ لِلْكِفَافِ
وَلِلتَّعَفُّفِ عَنِ النَّاسِ]
“Perkataan Imam
Bukhori dalam Shahihnya : (Bab : apa yang disebutkan tentang pasar) : Ibnu
Baththal berkata: Yang dimaksud dengan penyebutan pasar adalah diperbolehkannya
berdagang dan memasuki pasar bagi orang-orang yang terhormat dan mulia ...
Perkataan Bukhori :
(Dan Abdurrahman bin Auf berkata, dan seterusnya) : telah disebutkan secara
lengkap di awal bab jual beli, dan tujuan dari penyebutan ini di sini adalah
hanya untuk menyebutkan pasar saja dan bahwa pasar itu sudah ada sejak pada
masa Nabi ﷺ .
Dan para sahabat
yang mulia senantiasa pergi ke pasar untuk mencari penghidupan yang bisa
mencukupi kebutuhan hidup dan untuk menjaga diri dari meminta-minta kepada
orang lain”. [Fathul Bari 4/429]
Al-Imam As-Sarkhosi al-Hanafi berkata :
وَدَعُواهُمْ أَنَ الْكِبَارَ مِنَ
الصَّحَابَةِ رَضُوَانُ اللَّهِ عَلَيْهِمْ كَانُوا لَا يَكْتَسِبُونَ دَعْوَى
بَاطِلٌ.
فَقَدْ رُوِيَ أَنَّ أَبَا بَكْرٍ
الصِّدِّيقِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ بَزَّازًا وَعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ كَانَ يَعْمَلُ الْأَدِمَ وَعُثْمَانُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ
تَاجِرًا يَجْلِبُ إِلَيْهِ الطَّعَامَ فيَبِيعُهُ وَعَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
كَانَ يَكْتَسِبُ عَلَى مَا رُوِيَ أَنَّهُ أَجَرَ نَفْسَهُ غَيْرَ مَرَّةٍ حَتَّى
آجَرَ نَفْسَهُ مِنْ يَهُودِيٍّ فِي حَدِيثٍ فِيهِ طُولٌ.
Dan dakwaan dan
klaiman mereka bahwa para sahabat besar (ra) tidak bekerja mencari nafkah
adalah dakwaan palsu dan bathil .
Telah diriwayatkan
bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq (ra) bekerja sebagai saudagar pakaian dan kain ,
Umar (ra) memproduksi penyamakan kulit hewan, Utsman, (ra) menjadi seorang
pengimport sembako dan menjualnya, dan Ali, (ra) sering mendapatkan penghasilan
dengan cara bekerja dengan upah pada siapa saja , bahkan pada seorang Yahudi
sekalipun sebagaimana disebutkan dalam suatu Hadits yang panjang.
[ Baca : “المبسوط” 30/248 dan Syarah al-Kasab hal. 41]
Dan diriwayatkan dari Umar radhiyallahu ‘anhu
:
أنَّ عُمَرَ مَرَّ بِقَومٍ مِنَ
القُرَّاءِ فَرَآهُمْ جُلُوسًا قَدْ نَكَسُوا رُؤُوسَهُمْ، فَقَالَ: مَنْ
هَؤُلاءِ؟ فَقِيلَ: هُمُ المُتَوَكِّلُونَ، فَقَالَ: كَلاَّ، وَلَكِنَّهُمُ
المُتَأكِّلُونَ، يَأكُلُونَ أموَالَ النَّاسِ. ألا أُنَبِّئكُمْ مَنِ
المُتَوَكِّلُونَ؟ فَقِيلَ: نَعَمْ. فَقَالَ: هُوَ الَّذِي يُلقِي الحَبَّ فِي
الأرْضِ، ثُمَّ يَتَوَكَّلُ عَلَى رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ.
Bahwa Umar melewati beberapa Qori ( para guru
dan pembaca al-Quran ) dan melihat mereka duduk dan menundukkan kepala, Lalu
beliau berkata: Siapa mereka ini?
Dijawab : Mereka adalah orang-orang yang ahli
tawakkal .
Maka beliau berkata : Tidak, tetapi mereka
pemakan uang para manusia . Mau kah saya memberi tahu kepada kalian tentang
siapakah para ahli tawakkal itu ?
Dijawab : Ya. Beliau berkata : “ Dialah yang
menaburkan benih di ladang , kemudian dia bertawakkal kepada Rabbnya, Azza wa
Jalla “.
Dalam riwayat lain beliau mengatakan :
يَا مَعْشَرَ الْقُرَّاءِ ارْفَعُوا
رُءُوسَكُمْ وَاكْتَسِبُوا لِأَنْفُسِكُمْ
“ Wahai para Qori , angkat kepala kalian dan
cari lah mata pencaharian untuk diri kalian “.
[ Di sebutkan oleh
As-Sarkhosy dalam “المبسوط” (30/248)].
Muhmmad bin Hasan
asy-Syaibani [ Wafat . 189 H. Beliau sahabat Abu Hanifah ] menyebutkan dalam
"Kitab al-Kasab " hal. 33 :
وَقَدْ كَانَ عُمَرُ بْنُ
الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقْدِمُ دَرَجَةَ الْكَسْبِ عَلَى دَرَجَةِ
الْجِهَادِ فَيَقُولُ لِأَنَّ أَمُوتَ بَيْنَ شُعْبَتَيْ رَحْلِيَّ أَضْرِبُ فِي
الْأَرْضِ أَبْتَغِي مِنْ فَضْلِ اللَّهِ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَقْتُلَ
مُجَاهِدًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لِأَنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدْمَ الَّذِينَ
يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِهِ عَلَى الْمُجَاهِدِينَ
بِقَوْلِهِ تَعَالَى: "وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ".
Umar bin Al-Khattab
radhiyallahu 'anhu, dahulu lebih mendahulukan derajat kasab (mencari nafkah) di
atas derajat jihad, dan beliau berkata :
Sungguh aku mati di
antara dua kaki hewan tungganganku saat berjalan di muka bumi dalam rangka
mencari sebagian karunia Allah ( rizki ) ; lebih aku cintai daripada aku
terbunuh sebagai seorang mujahid di jalan Allah ; karena Allah SWT dalam
firmannya lebih mendahulukan orang-orang berjalan di muka bumi dalam rangka
mencari sebagian karunia Allah dari pada para mujaahid , berdasarkan firman-Nya
:
وَآخَرُونَ
يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ ۙ وَآخَرُونَ
يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
Artinya : “ dan (
para sahabat ) yang lain berjalan di bumi mencari sebagian rizki / karunia
Allah; dan yang lain berperang di jalan Allah “ [Surat Al-Muzzammil: 20]
====
KEEMPAT : HATHIB BIN BALTA’AH radhiyallaahu ‘anhu :
Ali bin 'Abd
al-Malik al-Muttaqi al-Hindi dalam kitab nya Kanzul ‘Ummaal 4/183-184
menceritakan :
١٠٠٧٥ -
عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ.
عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ
قَالَ: "مَرَّ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ عَلَى حَاطِبِ بْنِ أَبِي بَلْتَعَةَ،
وَهُوَ يَبِيعُ زَبِيبًا لَهُ فِي السُّوقِ"، فَقَالَ لَهُ عُمَرُ:
"إِمَّا أَنْ تَزِيدَ فِي السِّعْرِ، وَإِمَّا أَنْ تَرْفَعَ [يَعْنِي
بَضَاعَتَكَ مِنْ سُوقِنَا]". "مَالِكٌ فِي الْمُوَطَّأِ".
١٠٠٧٦ -
عَنِ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ:
"أَنَّ عُمَرَ مَرَّ بِحَاطِبٍ بِسُوقِ الْمُصَلَّى، وَبَيْنَ يَدَيْهِ
غِرَارَتَانِ فِيهِمَا زَبِيبٌ، فَسَأَلَهُ عَنْ سِعْرِهِمَا، فَسَعَّرَ مَدَّيْنِ
بِكُلِّ دِرْهَمٍ، فَقَالَ لَهُ عُمَرُ: 'قَدْ حُدِّثَتْ بَعِيرٌ مُقْبِلَةٌ مِنَ
الطَّائِفِ تَحْمِلُ زَبِيبًا، وَهُمْ يَعْتَبِرُونَ بِسِعْرِكَ، فَأَمَّا أَنْ
تَرْفَعَ فِي السِّعْرِ، وَإِمَّا أَنْ تُدْخِلَ زَبِيبَكَ الْبَيْتَ فَتَبِيعَهُ
كَيْفَ شِئْتَ'. فَلَمَّا رَجَعَ عُمَرُ حَاسَبَ نَفْسَهُ، ثُمَّ أَتَى حَاطِبًا
فِي دَارِهِ، فَقَالَ لَهُ: 'إِنَّ الَّذِي قُلْتُ لَيْسَ بِعَزْمَةٍ وَلَا
قَضَاءٍ، وَإِنَّمَا هُوَ شَيْءٌ أَرَدْتُ بِهِ الْخَيْرَ لِأَهْلِ الْبَيْتِ،
فَحَيْثُ شِئْتَ فَبِعْ، وَكَيْفَ شِئْتَ فَبِعْ'". "الشَّافِعِيُّ فِي
السُّنَنِ".
10075 -
Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu:
Dari Sa'id bin
Al-Musayyib, ia berkata: "Umar bin Khattab melewati Hathib bin Abi
Balta'ah yang sedang menjual kismis di pasar [dengan harga jauh lebih murah
dari harga pasar].
Maka Umar berkata
kepadanya: 'Naikkan harga atau tinggalkan pasar kami ["yakni, bawalah
barang daganganmu keluar dari pasar kami"].'" (Malik dalam
al-Muwaththa').
10076 - Dari
Al-Qasim bin Muhammad: "Umar melewati Hathib di pasar Mushalla, dan di
depannya terdapat dua karung berisi kismis. Umar bertanya tentang harganya,
lalu Hatib menetapkan dua mud seharga satu dirham [jauh lebih murah dari harga
pasar].
Umar berkata
kepadanya: 'Telah sampai kabar bahwa ada unta dari Thaif membawa kismis, dan
mereka akan menyesuaikan harga denganmu. Maka, naikkan harga atau bawa pulang
kismismu ke rumah dan juallah di rumahmu dengan harga sesuka hatimu.'
Ketika Umar
kembali, ia mengoreksi dirinya, lalu mendatangi Hathib di rumahnya dan berkata:
'Apa yang aku katakan bukanlah perintah atau keputusan hukum, tetapi sesuatu
yang aku maksudkan untuk kebaikan masyarakat. Maka juallah di mana pun dan
bagaimana pun yang engkau mau.'" (Asy-Syafi'i dalam As-Sunan).
=====
KELIMA : ABDURRAHMAN BIN ‘AUF radhiyallahu ‘anhu :
Abdurrahman bin
‘Auf radhiyallahu anhu sang penakluk pasar dan pendobrak monopoli para cukong
Yahudi pasar Madinah.
Kisah hidup sahabat
Abdur Rahman bin Auf radhiyallahu anhu, yang memainkan peran penting dalam
membangun ekonomi Islam dan mengendalikan pasar untuk mengakhiri monopoli
perdagangan oleh orang Yahudi.
Pasar-pasar yang
ramai di Madinah Al-Munawwarah berkat tahap awal dari hijrah Nabi. Setelah
Rasulullah ﷺ tiba di
Madinah, beliau mulai mengatur ulang urusan politik, ekonomi, dan sosial kota
tersebut.
Salah satu tugas
mendesak yang diperintahkan oleh beliau ﷺ adalah membangun pasar bagi kaum muslimin di Madinah.
Sebelumnya, orang Yahudi memonopoli perdagangan di sana dan menguasai sebagian
besar sumber daya ekonomi.
Rasulullah ﷺ ingin
mengakhiri monopoli dan dominasi tersebut serta mendorong para saudagar muslim
untuk terlibat dalam aktivitas ekonomi.
Salah satu muslim
yang berjasa dalam mendirikan pasar di Madinah adalah sahabat yang mulia, Abdur
Rahman bin Auf. Kemampuan berdagangnya tidak hanya muncul di Madinah, tetapi ia
juga memiliki aktivitas perdagangan yang besar di Mekah sebelum hijrah. Dia salah
satu pembisnis Elaf Quraisy yang terkenal .
Pengalaman
Abdurrahman bin Auf dalam bisnis system ELAF QUREISY di Makkah tetap dia
jalankan ketika dia telah tinggal di Madinah.
Dari Abdurrahman
bin Auf radhiyallahu ‘anhu, dia berkata :
لَمَّا قَدِمْنا المَدِينَةَ آخَى
رَسولُ اللَّهِ ﷺ بَيْنِي وبيْنَ سَعْدِ بنِ الرَّبِيعِ، فقالَ سَعْدُ بنُ
الرَّبِيعِ: إنِّي أكْثَرُ الأنْصارِ مالًا، فأَقْسِمُ لكَ نِصْفَ مالِي، وانْظُرْ
أيَّ زَوْجَتَيَّ هَوِيتَ نَزَلْتُ لكَ عَنْها، فإذا حَلَّتْ تَزَوَّجْتَها. قالَ:
فقالَ له عبدُ الرَّحْمَنِ: لا حاجَةَ لي في ذلكَ، هلْ مِن سُوقٍ فيه تِجارَةٌ؟
قالَ: سُوقُ قَيْنُقاعٍ. قالَ: فَغَدا إلَيْهِ عبدُ الرَّحْمَنِ، فأتَى بأَقِطٍ
وسَمْنٍ، قالَ: ثُمَّ تابَعَ الغُدُوَّ ..... ".
Ketika kami tiba di
Madinah, Rasulullah ﷺ mempersaudarakan antara saya dan Sa’ad bin Rabi’. Sa’ad bin
Rabi’ berkata, “Saya adalah orang Anshar yang paling kaya, maka saya akan
membagi separuh hartaku untukmu, dan lihatlah salah satu dari kedua istriku
yang kamu sukai, aku akan menceraikannya untukmu, dan setelah selesai masa
iddahnya, kamu dapat menikahinya.”
Abdur Rahman
berkata kepadanya, “Saya tidak membutuhkan itu, adakah pasar tempat berjualan?”
Dia menjawab,
“Pasar Qainuqa.” Maka Abdur Rahman pergi ke sana, dan datang dengan membawa
keju kering dan lemak. Setelah itu dia terus-menerus pergi pagi-pagi ke pasar
hingga .... [HR. Bukhari No. 2048]
Dan Imam Bukhari
berkata:
بَاب مَا ذُكِرَ فِي الْأَسْوَاقِ
. وَقَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ لَمَّا قَدِمْنَا الْمَدِينَةَ
قُلْتُ هَلْ مِنْ سُوقٍ فِيهِ تِجَارَةٌ قَالَ سُوقُ قَيْنُقَاعَ وَقَالَ أَنَسٌ
قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ دُلُّونِي عَلَى السُّوقِ وَقَالَ عُمَرُ أَلْهَانِي
الصَّفْقُ بِالْأَسْوَاقِ
[Bab
: tentang apa yang disebutkan tentang pasar-pasar.
Abdur Rahman bin
Auf berkata: Ketika kami tiba di Madinah, aku berkata: Apakah ada pasar yang
ada perdagangannya? Mereka berkata: Pasar Qainuqa. Dan Anas berkata bahwa Abdur
Rahman berkata: Tunjukkan aku pasar. Dan Umar berkata: Kesibukanku di
pasar-pasar membuatku lalai]”. [Lihat : Mukhtashar Shahih Bukhori oleh
al-Albaani 2/39].
Al-Hafizh Ibnu
Hajar al-Asqalani berkata:
[قَوْلُهُ: (بَابُ مَا ذُكِرَ فِي
الْأَسْوَاقِ) قَالَ ابْنُ بَطَّالٍ: أَرَادَ بِذِكْرِ الْأَسْوَاقِ إِبَاحَةَ
الْمَتَاجِرِ وَدُخُولَ الْأَسْوَاقِ لِلْأَشْرَافِ وَالْفُضَلَاءِ ...
قَوْلُهُ: (وَقَالَ عَبْدُ
الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ إِلَخْ) تَقَدَّمَ مَوْصُولًا فِي أَوَائِلِ الْبُيُوعِ,
وَالْغَرَضُ مِنْهُ هُنَا ذِكْرُ السُّوقِ فَقَطْ وَكَوْنُهُ كَانَ مَوْجُودًا فِي
عَهْدِ النَّبِيِّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - , وَكَانَ يَتَعَاهَدُهُ
الْفُضَلَاءُ مِنَ الصَّحَابَةِ لِتَحْصِيلِ الْمَعَاشِ لِلْكِفَافِ
وَلِلتَّعَفُّفِ عَنِ النَّاسِ]
“Perkataan Imam
Bukhori dalam Shahihnya : (Bab : apa yang disebutkan tentang pasar) : Ibnu
Baththal berkata: Yang dimaksud dengan penyebutan pasar adalah diperbolehkannya
berdagang dan memasuki pasar bagi orang-orang yang terhormat dan mulia ...
Perkataan Bukhori :
(Dan Abdurrahman bin Auf berkata, dan seterusnya) : telah disebutkan secara
lengkap di awal bab jual beli, dan tujuan dari penyebutan ini di sini adalah
hanya untuk menyebutkan pasar saja dan bahwa pasar itu sudah ada sejak pada
masa Nabi ﷺ .
Dan para sahabat
yang mulia senantiasa pergi ke pasar untuk mencari penghidupan yang bisa
mencukupi kebutuhan hidup dan untuk menjaga diri dari meminta-minta kepada
orang lain”. [Fathul Bari 4/429]
Abdurrahaman bin
Auf sejak masih di Makkah dan belum hijrah ke Madinah sudah berpengalaman dalam
mengelola dan mengatur strategi menghidupkan pasar.
Ketika dia memasuki
pasar Yahudi Bani Qainuqo’ di Madinah, saat itu usianya empat puluh tiga tahun.
Dia memanfaatkan orang-orang Yahudi Bani Qaynuqa’ sebagai para makelarnya”.
Di pasar Yahudi
Bani Qainuqo’, dia tidak patah semangatnya dan tidak kehilangan keseriusannya
meskipun harus berhadapan dengan system monopoli Yahudi Bani Qaynuqa’ ini,
melainkan dia terus berjuang untuk menguasai pasar, membeli, menjual, mendapat
untung, dan menabung.
Dan hari-hari terus
berlalu. Dan dia terus bekerja keras tak kenal lelah di tempat kerjanya dalam
rangka mencari rizki yang halal dan menjaga kehormatan dirinya dari minta-minta
dan mengharapkan pemberian serta belas kasihan dari orang lain.
Al-Ustadz Samah
Rajab dalam “Barnamij Kunuz as-Salihin”
mengatakan:
إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا عَفَّ عَنْ
السُّؤَالِ وَاتَّقَى رَبَّهُ فِي طَلَبِ الْحَلَالِ مَعَ فِعْلِ الأَسْبَابِ
أَغْلَقَ اللَّهُ تَعَالَى دُونَهُ أَبْوَابَ الْفَقْرِ، وَهَكَذَا كَانَ
الصَّحَابِيُّ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ الْمُلَقَّبُ بِـ "الْغَنِيِّ
الشَّاكِرِ" لِعِفَّةِ يَدِهِ وَشَرَفِ نَفْسِهِ وَكَثْرَةِ مَالِهِ.
Sungguh, jika
seorang hamba menjauhkan diri dari meminta-minta dan bertakwa kepada Tuhannya
dalam mencari yang halal serta melakukan sebab-sebab (usaha), maka Allah akan
menutup baginya pintu-pintu kemiskinan. Begitulah sahabat Abdurrahman bin Auf,
yang dijuluki “Orang kaya yang pandai bersyukur” karena menjaga kehormtan
tangannya dari minta-minta, kemuliaan jiwanya, dan banyaknya hartanya.
Lalu Samah Rajab
menambahkan: :
أَنَّ اللهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى
فَتَحَ عَلَى عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ بَابَ الرِّزْقِ وَسَاعَدَهُ عَلَى
ذَلِكَ حَمَاسَتُهُ فِي التِّجَارَةِ وَذَكَاؤُهُ فِي اسْتِجْلَابِ السُّلَعِ،
وَكَانَ بْنُ عَوْفٍ مِثَالًا صَادِقًا لِلرَّجُلِ الَّذِي يُعْطِي وَلَا
يَأْخُذُ، وَيُؤْثِرُ وَلَا يَسْتَأْثِرُ، وَيَجُودُ وَلَا يَسْتَجْدِي، وَهُوَ
أَحَدُ الْعَشَرَةِ المُبَشَّرِينَ بِالْجَنَّةِ.
Bahwa Allah
Subhanahu wa Ta’ala membuka pintu rezeki bagi Abdurrahman bin Auf dan
membantunya dalam hal itu berkat semangatnya dalam berdagang dan kecerdasannya
dalam menarik barang dagangan. Abdurrahman bin Auf adalah contoh nyata seorang
pria yang memberi tanpa meminta, lebih mementingkan orang lain daripada
dirinya, dan murah hati tanpa berharap balasan. Ia adalah salah satu dari
sepuluh sahabat yang dijanjikan surga.
Kemudian Samah
Rajab menyebutkan :
أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ
عَوْفٍ دَخَلَ سُوقَ الْمَدِينَةِ الْمُنَوَّرَةِ وَعُمْرُهُ ٤٣ سَنَةً، وَكَانَ
سُمَّاسِرَةُ السُّوقِ مِنْ يَهُودِ بَنِي قَيْنُقَاعٍ، فَلَمْ يُثْنِ هَذَا
الاحْتِكَارُ الْيَهُودِيُّ عَزِيمَتَهُ وَلَمْ يُضْعِفْ هِمَّتَهُ، وَزَاحَمَ فِي
السُّوقِ، وَاشْتَرَى وَبَاعَ، وَرَبِحَ وَادَّخَرَ، وَسَارَتْ بِهِ الأَيَّامُ
وَهُوَ يُقْدِحُ فِي الْعَمَلِ وَطَلَبِ الْحَلَالِ، وَعَرَفَ كَيْفَ يَجْمَعُ
الْمَالَ وَيُحْسِنُ اسْتِخْدَامَهُ.
Bahwa Abdurrahman
bin Auf memasuki pasar Madinah pada usia 43 tahun, di mana para makelar
pasar adalah orang-orang Yahudi dari Bani Qainuqa. Namun, monopoli Yahudi ini
tidak melemahkan tekadnya dan tidak menurunkan semangatnya. Dia bersaing di
pasar, membeli dan menjual, memperoleh keuntungan dan menabung. Seiring
berjalannya waktu, dia terus bekerja keras mencari yang halal, dan dia tahu
bagaimana mengumpulkan harta dan menggunakannya dengan baik.
Samah Rajab juga
menunjukkan :
أَنَّ بْنَ عَوْفٍ لَمْ يَكُنْ
كَدَّاسًا لِلثَّرَوَاتِ وَلَا جَمَّاعًا لِلْمَالِ فِي غَيْرِ نَفْعٍ، وَلَكِنْ
كَانَ يُنْفِقُ الْمَالَ عَلَى أَهْلِهِ وَأَقَارِبِهِ وَإِخْوَانِهِ
وَعَشِيرَتِهِ وَالْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ سِرًّا وَجَهْرًا، وَفِي الْعُسْرِ
وَالْيُسْرِ، حَتَّى مَلَكَ الْقُلُوبَ بِمَالِهِ، امتِثَالًا لِقَوْلِ اللهِ
تَعَالَى: "فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى * وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى *
فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى".
Bahwa Abdurrahman
bin Auf bukanlah orang yang menumpuk kekayaan atau mengumpulkan uang tanpa
manfaat, tetapi ia menginfakkan harta untuk keluarganya, kerabatnya,
saudara-saudaranya, kaumnya, serta orang-orang fakir dan miskin, baik secara
terang-terangan maupun diam-diam, dalam keadaan sulit maupun lapang, hingga ia
menguasai hati dengan hartanya, sebagai realisasi dari firman Allah Ta’ala:
"فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى *
وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى * فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى".
“Adapun orang yang
memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, serta membenarkan adanya
pahala yang terbaik, maka Kami akan memudahkan baginya jalan kemudahan.”
[Sumber : “كُنُوزُ الصَّالِحِينَ" يُلْقِي
الضَّوْءَ عَلَى الصَّحَابِيِّ الجَلِيلِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ oleh Amani Fathi].
Pengalaman
Abdurrahman bin Auf dalam bisnis system ELAF QUREISY di Makkah benar-benar dia
jalankan di Madinah setelah hijrah demi untuk membangun kekuatan perekonomian
kaum muslimin di Madinah al-Munawwarah.
Pernah pada suatu
hari, di tengah ketenangan kota Madinah, debu tebal terlihat mendekat,
membumbung ke atas. Semakin banyak hingga menutupi angkasa. Angin bertiup ke
arah Madinah menyebabkan gumpalan debu kuning itu semakin mendekat dan
terdengar menderu oleh penduduk Kota Nabi.
Warga mengira ada
badai gurun yang sedang menyapu dan menerbangkan pasir. Akan tetapi, segera
mereka sadar, dari balik gumpalan debu terdengar hiruk-pikuk yang menandakan
bahwa itu adalah iring-iringan kafilah yang besar dan panjang.
Ternyata, beberapa
saat kemudian nampak Kafilah dagang yang datang dari Syam yang terdiri dari 700
unta penuh muatan SEMBAKO dan lain-lain, memenuhi jalan-jalan kota Madinah.
Dan ternyata itu
adalah Kafilah Dagang milik Abdurrahman bin ‘Auf.
[Lihat: “سِيرُ أَعْلَامِ النُّبَلَاءِ” (1/76-77), dan “شَذَرَاتُ
الذَّهَبِ” (1/194-195), dan المَوْضُوعَاتُ (2/13) edisi pertama, dan (2/246 – 247) edisi yang di tahqiq]
0 Komentar