Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

RUH ADALAH MAKHLUK CIPTAAN ALLAH SWT

 RUH ADALAH MAKHLUK CIPTAAN ALLAH SWT

Di Tulis oleh Abu Haitsam Fakhri

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

===


===

DAFTAR ISI :

  • PERTANYAAN : APAKAH RUH ITU MAKHLUK CIPTAAN ALLAH SWT ?
  • DALIL YANG MENDUKUNG PENDAPAT RUH ADALAH MAKHLUK CIPTAAN ALLAH:
  • SYUBHAT ORANG-ORANG YANG MENGKLAIM BAHWA RUH ITU BUKAN MAKHLUK DAN JAWABAN TERHADAP MEREKA:

====

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ

===****===

PERTANYAAN: 
APAKAH RUH ITU MAKHLUK CIPTAAN ALLAH SWT ?

-----

JAWABAN ADALAH :  ADA TIGA PENDAPAT :

PENDAPAT PERTAMA :

Para Ulama dari kalangan salaf dan khalaf sepakat bahwa ruh adalah makhluk yang diciptakan. Inilah pendapat yang benar . Dan ini tidak seharusnya diperselisihkan. 

PENDAPAT KEDUA :

Sebagian kelompok dari kalangan filsuf (ahli filsafat) berpendapat bahwa ruh bukan makhluk, tetapi bersifat qadim (tidak diciptakan) dan azali (ada sejak awal tanpa permulaan). 

PENDAPAT KETIGA :

Kelompok lain dari golongan zindiq umat ini dan para penyimpangnya, baik dari kalangan mutakallimin maupun sufi, berpendapat bahwa ruh adalah bagian dari zat Allah.

Pendapat Zindiq ini lebih buruk dibandingkan kelompok ahli Filsafat, karena mereka menganggap manusia terbagi menjadi dua bagian: separuhnya adalah *lahut* (ketuhanan) yang merupakan ruhnya, dan separuhnya adalah *nasut* (kemanusiaan) yang merupakan tubuhnya.

Dengan demikian, menurut mereka, separuh manusia adalah Tuhan dan separuhnya adalah hamba.

Pendapat ini sangat berbahaya ( Lihat : *Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam*, 4/222). 

Tanggapan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam *Majmu’ Fatawa* (4/222) tentang pendapat ketiga ini :

وَقَدْ كَفَّرَ اللَّهُ النَّصَارَى بِنَحْوِ مَنْ هَذَا الْقَوْلِ فِي الْمَسِيحِ فَكَيْفَ بِمَنْ يُعِمُّ ذَلِكَ فِي كُلِّ أَحَدٍ؟ حَتَّى فِي فِرْعَوْنَ: وَهَامَانَ وَقَارُونَ وَكُلُّ ما دَلَّ عَلَى أَنَّ الْإِنْسَانَ عَبْدٌ مَخْلُوقٌ مَرْبُوبٌ وَأَنَّ اللَّهَ رَبُّهُ وَخَالِقُهُ وَمَالِكُهُ وَإِلَهُهُ فَهُوَ يَدُلُّ عَلَى أَنَّ رُوحَهُ مَخْلُوقَةٌ

“Allah telah mengkafirkan orang-orang Nasrani karena ucapan semacam itu terhadap Al-Masih, maka bagaimana dengan orang yang menggeneralisasi hal tersebut kepada setiap makhluk, bahkan kepada Fir’aun, Haman, Qarun, dan lainnya? Segala sesuatu yang menunjukkan bahwa manusia adalah hamba yang diciptakan, dimiliki, dan bahwa Allah adalah Tuhannya, Penciptanya, Pemiliknya, serta Sesembahannya, itu semua menunjukkan bahwa ruhnya adalah makhluk yang diciptakan”.

====****====

**DALIL YANG MENDUKUNG PENDAPAT RUH ADALAH MAKHLUK CIPTAAN ALLAH:**

*****

KLASIFIKASI DALIL PERTAMA:  AL-QUR'AN DAN SUNNAH:

====

**KE 1.** FIRMAN ALLAH TA’ALA:

﴿ اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ ﴾

*"Allah menciptakan segala sesuatu"* (QS. Ar-Ra’d: 16, QS. Az-Zumar: 62). 

Ibnu Abi al-Izz al-Hanafi dalam Syarah kitab *At-Thahawiyyah* 2/563 menjelaskan setelah mengutip ayat ini:

فَهَذَا ‌عَامٌّ ‌لَا ‌تَخْصِيصَ ‌فِيهِ بِوَجْهٍ مَا، وَلَا يَدْخُلُ فِي ذَلِكَ صِفَاتُ اللَّهِ تَعَالَى، فَإِنَّهَا دَاخِلَةٌ فِي مُسَمَّى اسْمِهِ، فَاللَّهُ تَعَالَى هُوَ الْإِلَهُ الْمَوْصُوفُ بِصِفَاتِ الْكَمَالِ، فَعِلْمُهُ وَقُدْرَتُهُ وَحَيَاتُهُ وَسَمْعُهُ وَبَصَرُهُ وَجَمِيعُ صِفَاتِهِ دَاخِلٌ فِي مُسَمَّى اسْمِهِ فَهُوَ سُبْحَانَهُ بِذَاتِهِ وَصِفَاتِهِ الْخَالِقُ، وَمَا سِوَاهُ مَخْلُوقٌ، وَمَعْلُومٌ قَطْعًا أَنَّ الرُّوحَ لَيْسَ هِيَ اللَّهَ، وَلَا صِفَةً مِنْ صِفَاتِهِ، وَإِنَّمَا هِيَ مِنْ مَصْنُوعَاتِهِ 

“Ini adalah dalil yang bersifat umum dan tidak ada pengecualian dalam bentuk apa pun. Sifat-sifat Allah Ta'ala tidak termasuk dalam hal ini, karena sifat-sifat tersebut merupakan bagian dari hakikat nama-Nya. Allah Ta'ala adalah Tuhan yang disifati dengan sifat-sifat kesempurnaan. Maka, ilmu-Nya, kekuasaan-Nya, kehidupan-Nya, pendengaran-Nya, penglihatan-Nya, dan seluruh sifat-sifat-Nya termasuk dalam hakikat nama-Nya. Dialah, dengan Zat dan sifat-sifat-Nya, Sang Pencipta, sedangkan selain-Nya adalah makhluk. 

Telah diketahui dengan pasti bahwa ruh bukanlah Allah dan bukan pula salah satu dari sifat-sifat-Nya. Ruh hanyalah bagian dari ciptaan-Nya”.

----

KE 2. ALLAH TA'ALA BERFIRMAN:

﴿ هَلْ أَتَى عَلَى الْإِنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا ﴾

*" Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?"* (QS. Al-Insan: 1). 

----

KE 3. ALLAH TA'ALA JUGA BERFIRMAN KEPADA ZAKARIYA 'ALAIHISSALAM:

﴿ وَقَدْ خَلَقْتُكَ مِنْ قَبْلُ وَلَمْ تَكُ شَيْئًا ﴾

*"Dan sungguh, Aku telah menciptakanmu sebelumnya, padahal kamu belum ada sama sekali."* (QS. Maryam: 9). 

Manusia terdiri dari ruh dan tubuh, sebagaimana dalam firman Allah kepada Nabi Zakariya yang mencakup ruh dan tubuhnya. 

Ibnu Abi al-Izz al-Hanafi dalam Syarah kitab *At-Thahawiyyah* 2/563 :

وَالرُّوحُ تُوصَفُ بِالْوَفَاةِ وَالْقَبْضِ وَالْإِمْسَاكِ وَالْإِرْسَالِ، وَهَذَا شَأْنُ الْمَخْلُوقِ الْمُحْدَثِ.

وَأَمَّا احْتِجَاجُهُمْ بِقَوْلِهِ: {مِنْ أَمْرِ رَبِّي} [الْإِسْرَاءِ: 85]- فَلَيْسَ الْمُرَادُ هُنَا بِالْأَمْرِ الطَّلَبَ، بَلِ الْمُرَادُ بِهِ الْمَأْمُورُ، وَالْمَصْدَرُ يُذْكَرُ وَيُرَادُ بِهِ اسْمُ الْمَفْعُولِ، وَهَذَا مَعْلُومٌ مَشْهُورٌ

“Ruh disifati dengan kematian, pencabutan, penahanan, dan pengutusan, dan ini adalah sifat makhluk yang diciptakan dan memiliki permulaan.

Adapun dalih mereka dengan firman Allah: "Dari perintah Tuhanku" (QS. Al-Isra: 85), maka yang dimaksud dengan "urusan" di sini bukanlah perintah (permintaan), tetapi yang dimaksud adalah sesuatu yang diperintah. Kata kerja bentuk masdar disebutkan namun yang dimaksud adalah objeknya (isim maf’ul). Hal ini sudah maklum dan masyhur”.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam *Majmu’ Fatawa* (4/222): 

الْإِنْسَانُ عِبَارَةٌ عَنِ الْبَدَنِ وَالرُّوحِ مَعًا، بَلْ هُوَ بِالرُّوحِ أَخَصُّ مِنْهُ بِالْبَدَنِ، وَإِنَّمَا الْبَدَنُ مَطِيَّةٌ لِلرُّوحِ، كَمَا قَالَ أَبُو الدَّرْدَاءِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: "إِنَّمَا بَدَنِي مَطِيَّتِي، فَإِنْ رَفَقْتُ بِهَا بَلَّغَتْنِي، وَإِنْ لَمْ أَرْفُقْ بِهَا لَمْ تُبَلِّغْنِي".

"Manusia adalah gabungan antara tubuh dan ruh, bahkan ia lebih terkait dengan ruhnya dibandingkan tubuhnya. Tubuh hanyalah kendaraan bagi ruh, sebagaimana yang dikatakan Abu Darda’ radhiyallahu 'anhu: *'Tubuhku hanyalah kendaraanku; jika aku memperlakukannya dengan baik, maka ia akan mengantarku, namun jika aku memperlakukannya dengan buruk, maka ia tidak akan mengantarku.'* 

Ibnu Mandah dan lainnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma bahwa ia berkata: 

"لَا تَزَالُ الْخُصُومَةُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بَيْنَ الْخَلْقِ حَتَّى تَخْتَصِمَ الرُّوحُ وَالْبَدَنُ، فَتَقُولُ الرُّوحُ لِلْبَدَنِ: أَنْتَ عَمِلْتَ السَّيِّئَاتِ، فَيَقُولُ الْبَدَنُ لِلرُّوحِ: أَنْتِ أَمَرْتِنِي، فَيَبْعَثُ اللَّهُ مَلَكًا يَقْضِي بَيْنَهُمَا فَيَقُولُ: إِنَّمَا مَثَلُكُمَا كَمَثَلِ مُقْعَدٍ وَأَعْمَى دَخَلَا بُسْتَانًا، فَرَأَى الْمُقْعَدُ فِيهِ ثَمَرًا مُعَلَّقًا، فَقَالَ لِلْأَعْمَى: إِنِّي أَرَى ثَمَرًا وَلَكِنْ لَا أَسْتَطِيعُ النُّهُوضَ إِلَيْهِ، وَقَالَ الْأَعْمَى: لَكِنِّي أَسْتَطِيعُ النُّهُوضَ إِلَيْهِ، وَلَكِنِّي لَا أَرَاهُ، فَقَالَ الْمُقْعَدُ: تَعَالَ فَاحْمِلْنِي حَتَّى أَقْطِفَهُ، فَحَمَلَهُ وَجَعَلَ يَأْمُرُهُ فَيَسِيرُ بِهِ إِلَى حَيْثُ يَشَاءُ فَقَطَعَ الثَّمَرَةَ، قَالَ الْمَلَكُ: فَعَلَى أَيِّهِمَا الْعُقُوبَةُ؟ قَالَا: عَلَيْهِمَا جَمِيعًا، قَالَ: فَكَذَلِكَ أَنْتُمَا".

"Perselisihan akan terus terjadi pada hari kiamat di antara makhluk, hingga akhirnya ruh dan tubuh saling berselisih. Ruh berkata kepada tubuh: *'Engkaulah yang melakukan perbuatan buruk.'* Tubuh berkata kepada ruh: *'Engkau yang memerintahkanku.'*

Maka Allah mengutus seorang malaikat untuk memutuskan perkara di antara keduanya. Malaikat itu berkata:

*'Perumpamaan kalian berdua seperti seorang yang lumpuh dan seorang yang buta yang memasuki sebuah kebun. Si lumpuh berkata kepada si buta: *'Aku melihat buah di atas, tetapi aku tidak bisa mengambilnya.'* Si buta berkata: *'Aku bisa mengambilnya, tetapi aku tidak bisa melihatnya.'* Si lumpuh berkata: *'Datanglah, angkat aku agar aku bisa memetik buah itu.'* Maka si buta mengangkatnya, dan si lumpuh mengarahkannya untuk berjalan ke tempat yang diinginkannya hingga ia memetik buah tersebut.'*

Malaikat itu bertanya: *'Siapa yang layak mendapat hukuman di antara keduanya?'* Mereka menjawab: *'Keduanya.'* Malaikat itu berkata: *'Begitu pula kalian berdua.'*" [*Majmu’ Fatawa* (4/222)]

----

KE 4 - DAN DI ANTARA YANG MENUNJUKKAN BAHWA RUH ADALAH MAKHLUK:

Ruh-ruh manusia yang telah tiba ajalnya akan dicabut, diletakkan dalam kain kafan dan bebauan yang dibawa oleh para malaikat, kemudian diangkat ke langit, diberi kenikmatan atau disiksa, ditahan saat tidur, dan dilepaskan. Semua ini adalah ciri-ciri makhluk yang diciptakan. 

Sebagaimana dalam hadits Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang menceritakan bahwa Nabi bersabda :

إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا احْتُضِرَ أَتَتْهُ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ بِحَرِيرَةٍ بَيْضَاءَ فَيَقُولُونَ: اخْرُجِي رَاضِيَةً مَرْضِيًّا عَنْكِ إِلَى رَوْحٍ وَرَيْحَانٍ وَرَبٍّ غَيْرِ غَضْبَانٍ فَتَخْرُجُ كَأَطْيَبِ رِيحِ مِسْكٍ حَتَّى إِنَّهُمْ لَيُنَاوِلُهُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا يَشُمُّونَهُ حَتَّى يَأْتُوا بِهِ بَابَ السَّمَاءِ فَيَقُولُونَ: مَا أَطْيَبَ هَذِهِ الرِّيحَ الَّتِي جَاءَتْكُمْ مِنَ الْأَرْضِ، وَكُلَّمَا أَتَوْا سَمَاءً قَالُوا ذَٰلِكَ، حَتَّى يَأْتُوا بِهِ أَرْوَاحَ الْمُؤْمِنِينَ فَلَهُمْ أَفْرَحُ بِهِ مِنْ أَحَدِكُمْ بِغَائِبِهِ إِذَا قَدِمَ عَلَيْهِ، فَيَسْأَلُونَهُ: مَا فَعَلَ فُلَانٌ؟ قَالَ: فَيَقُولُونَ: دَعُوهُ حَتَّى يَسْتَرِيحَ فَإِنَّهُ كَانَ فِي غَمِّ الدُّنْيَا، فَإِذَا قَالَ لَهُمْ: مَا أَتَاكُمْ فَإِنَّهُ قَدْ مَاتَ، يَقُولُونَ: ذُهْبَ بِهِ إِلَى أُمِّهِ الْهَاوِيَةِ، وَأَمَّا الْكَافِرُ فَإِنَّ مَلَائِكَةَ الْعَذَابِ تَأْتِيهِ فَتَقُولُ: اخْرُجِي سَاخِطَةً مَسْخُوطًا عَلَيْكِ إِلَى عَذَابِ اللَّهِ وَسَخَطِهِ فَتَخْرُجُ كَأَنْتَنِ رِيحِ جِيفَةٍ، فَيَنْطَلِقُونَ بِهِ إِلَى بَابِ الْأَرْضِ فَيَقُولُونَ: مَا أَنْتَنَ هَذِهِ الرِّيحَ، كُلَّمَا أَتَوْا عَلَى أَرْضٍ قَالُوا ذَٰلِكَ حَتَّى يَأْتُوا بِهِ أَرْوَاحَ الْكُفَّارِ

Sesungguhnya, ketika seorang mukmin sedang menghadapi sakaratul maut, datanglah malaikat-malaikat rahmat dengan membawa kain sutra putih. Mereka berkata: "Keluarilah dengan penuh keridaan dan diridhai oleh Allah, menuju rahmat dan kenikmatan dari Tuhan yang tidak murka." Maka ruhnya pun keluar seperti bau yang paling harum, hingga mereka saling menyerahkan dan mencium ruh tersebut sampai mereka membawanya ke pintu langit. Mereka berkata: "Betapa wangi ruh ini yang datang dari bumi!" Setiap kali mereka sampai di satu langit, mereka mengucapkan hal yang sama, hingga mereka membawanya kepada arwah-arwah para mukmin. Mereka merasakan kebahagiaan yang lebih besar terhadap ruh ini daripada salah satu di antara mereka yang menantikan kedatangan orang yang jauh. Mereka bertanya: "Apa kabar si fulan?" Lalu mereka menjawab: "Biarkan dia beristirahat, karena dia telah mengalami kesedihan di dunia." Jika mereka diberitahu bahwa si fulan telah wafat, mereka berkata: "Dia telah dibawa kepada ibunya yang berada di neraka."

Adapun orang kafir, malaikat-malaikat azab datang kepadanya dan berkata: "Keluarlah dengan penuh kemurkaan, dalam keadaan Allah murka padamu, menuju azab dan kemarahan-Nya." Maka ruhnya pun keluar seperti bau busuk yang paling tidak sedap, dan mereka membawanya ke pintu bumi. Mereka berkata: "Betapa busuknya bau ini!" Setiap kali mereka melewati suatu bumi, mereka mengucapkan hal yang sama, hingga mereka membawanya kepada arwah-arwah orang-orang kafir.

["Diriwayatkan oleh Al-Hakim (1302) dan lafazhnya darinya, serta An-Nasa'i (1833) dengan perbedaan yang sedikit. Asalnya terdapat dalam Shahih Muslim (2872)."

Dishahihkan oleh Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ al-Fatawa 5/449 dan al-Albaani dalam Hidayatur Ruwaah no. 1572]

Dan dalam hadits Al-Barra' bin 'Azib radhiyallahu ‘anhu, dia berkata :

خَرَجْنَا مَعَ النَّبِيِّ ﷺ فِي جَنَازَةِ رَجُلٍ مِّنَ الْأَنْصَارِ فَانْتَهَيْنَا إِلَى الْقَبْرِ وَلَمَّا يُلْحَدْ، فَجَلَسَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ وَجَلَسْنَا حَوْلَهُ وَكَأَنَّ عَلَى رُؤُوسِنَا الطَّيْرَ وَفِي يَدِهِ عُودٌ يُنَكِّثُ بِهِ فِي الْأَرْضِ فَجَعَلَ يَنظُرُ إِلَى السَّمَاءِ وَيَنظُرُ إِلَى الْأَرْضِ وَجَعَلَ يَرْفَعُ بَصَرَهُ وَيَخْفِضُهُ فَقَالَ: استَعِيذُوا مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلاثًا ثُمَّ قَالَ: اللّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ ثَلاثَ مَرَّاتٍ

ثُمَّ قَالَ: إِنَّ الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ إِذَا كَانَ فِي انْقِطَاعٍ مِنَ الدُّنْيَا وَإِقْبَالٍ مِنَ الْآخِرَةِ نَزَلَ إِلَيْهِ مَلَائِكَةٌ مِّنَ السَّمَاءِ بِيضُ الْوُجُوهِ كَأَنَّ وُجُوهَهُمْ الشَّمْسُ مَعَهُمْ كَفَنٌ مِّنْ أَكْفَانِ الْجَنَّةِ وَحُنُوطٌ مِّنْ حُنُوطِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَجْلِسُوا مِنْهُ مَدَّ الْبَصَرِ ثُمَّ يَجِيءُ مَلَكُ الْمَوْتِ علَيْهِ السَّلام حَتَّى يَجْلِسَ عِندَ رَأْسِهِ فَيَقُولُ: أَيَّتُهَا النَّفْسُ الطَّيِّبَةُ وَفِي رِوَايَةٍ: الْمُطْمَئِنَّةُ، اُخْرُجِي إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ فَتَخْرُجُ تَسِيلُ كَمَا تَسِيلُ الْقَطْرَةُ مِنْ فِي السِّقَاءِ فَيَأْخُذُهَا حَتَّى إِذَا خَرَجَتْ رُوحُهُ صَلَّى عَلَيْهِ كُلُّ مَلَكٍ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَكُلُّ مَلَكٍ فِي السَّمَاءِ وَفُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ السَّمَاءِ لَيْسَ مِنْ أَهْلِ بَابٍ إِلَّا وَهُمْ يَدْعُونَ اللَّهَ أَنْ يُعْرَجَ بِرُوحِهِ مِنْ قِبَلِهِمْ، فَإِذَا أَخَذَهَا لَمْ يَدْعُهَا فِي يَدِهِ طَرْفَةَ عَيْنٍ حَتَّى يَأْخُذُوهَا فَيَجْعَلُوهَا فِي ذَٰلِكَ الْكَفَنِ وَفِي ذَٰلِكَ الْحُنُوطِ فَذَٰلِكَ قَوْلُ اللَّهِ تَعَالَىٰ: تَوَفَّتْهُ رُسُلُنَا وَهُمْ لَا يُفَرِّطُونَ [الأنعام: 61]، وَيَخْرُجُ مِنْهَا كَأَطْيَبِ نَفْحَةِ مِسْكٍ وُجِدَتْ عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ، قَالَ: فَيَصْعَدُونَ بِهَا فَلَا يَمُرُّونَ - يَعْنِي بِهَا - عَلَى مَلَأٍ مِّنَ الْمَلَائِكَةِ - إِلَّا قَالُوا: مَا هَذَا الرُّوحُ الطَّيِّبُ؟ فَيَقُولُونَ: فُلاَنٌ ابْنُ فُلاَنٍ بِأَحْسَنِ أَسْمَائِهِ الَّتِي كَانُوا يُسَمُّونَهُ بِهَا فِي الدُّنْيَا حَتَّى يَنْتَهُوا بِهَا إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَتُفْتَحُ لَهُ فَيُفْتَحُ لَهُمْ فَيُشَيِّعُهُ مِنْ كُلِّ سَمَاءٍ مُقَرَّبُوهَا إِلَى السَّمَاءِ الَّتِي تَلِيهَا حَتَّى يَنْتَهِيَ بِهَا إِلَى السَّمَاءِ السَّابِعَةِ فَيَقُولُ اللَّهُ تعالى : ﴿أَكْتُبُوا كِتَابَ عَبْدِي فِي عَلِيِّينَ إِنَّ كِتَابَ الْأَبْرَارِ لَفِي عَلِيِّينَ ۝ وَمَا أَدْرَاكَ مَا عَلِيُّونَ ۝ كِتَابٌ مَّرْقُومٌ﴾ [المطففين: 18 - 20]، ثُمَّ يُقَالُ: أَعِيدُوهُ إِلَى الْأَرْضِ فَإِنِّي وَعَدْتُهُمْ أَنِّي مِنْهَا خَلَقْنَاكُمْ وَفِيهَا نُعِيدُكُمْ وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أُخْرَى [طه: 55]، قَالَ: فَيُرَدُّ إِلَى الْأَرْضِ وَتُعَادُ رُوحُهُ فِي جَسَدِهِ قَالَ: فَإِنَّهُ لَيَسْمَعُ خَفَقَ نِعَالِ أَصْحَابِهِ إِذَا وَلَّوْا عَنْهُ مُدْبِرِينَ فَيَأْتِيهِ مَلَكَانِ شَدِيدَا الانْتِهَارِ فَيَنْتَهِرَانِهِ وَيَجْلِسَانِهِ فَيَقُولَانِ لَهُ: مَنْ رَبُّكَ؟ رَبِّيَ اللَّهُ. 

فَيَقُولَانِ لَهُ: مَا دِينُكَ؟ فَيَقُولُ: دِينِيَ الْإِسْلَامُ. 

فَيَقُولَانِ لَهُ: مَا هَذَا الرَّجُلُ الَّذِي بُعِثَ فِيكُمْ؟ 

فَيَقُولُ: هُوَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ فَيَقُولَانِ لَهُ: وَمَا عِلْمُكَ؟ 

فَيَقُولُ: قَرَأْتُ كِتَابَ اللَّهِ فَآمَنْتُ بِهِ وَصَدَّقْتُ. 

وَفِي رِوَايَةٍ: فَيُنْتَهِرُهُ - يَعْنِي الْمَلَكَ - مَنْ رَبُّكَ؟ مَا دِينُكَ؟ مَنْ نَبِيُّكَ؟ وَهِيَ آخِرُ فِتْنَةٍ تُعْرَضُ عَلَى الْمُؤْمِنِ وَذَٰلِكَ حِينَ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ : يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخ

Kami keluar bersama Nabi untuk mengantarkan jenazah seorang laki-laki dari kaum Anshar. Kami tiba di kuburan sebelum liang lahad selesai digali. Lalu Rasulullah duduk menghadap kiblat, dan kami duduk di sekelilingnya seolah-olah ada burung di atas kepala kami (karena kami duduk tenang dan khusyuk). Di tangan beliau ada sebuah tongkat kecil yang beliau gunakan untuk mengetuk-ngetuk tanah. Kemudian beliau mulai melihat ke langit, lalu melihat ke bumi, sambil mengangkat dan menurunkan pandangannya.

Kemudian beliau bersabda :

'Mintalah perlindungan kepada Allah dari azab kubur,' sebanyak dua atau tiga kali. Kemudian beliau berdoa, 'Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari azab kubur,' sebanyak tiga kali.

Kemudian beliau bersabda :

'Sesungguhnya hamba yang beriman, ketika berada di saat perpisahan dari dunia dan mendekati akhirat, akan turun kepadanya malaikat dari langit yang wajah mereka putih, seolah-olah wajah mereka adalah matahari, membawa kain kafan dari kain-kain surga, dan minyak wangi dari wangi-wangian surga. Mereka duduk di dekatnya sejauh mata memandang. Lalu Malaikat Maut datang dan duduk di dekat kepalanya, seraya berkata, "Wahai jiwa yang baik," dan dalam riwayat lain, "Wahai jiwa yang tenang, keluarlah menuju ampunan dan keridhaan dari Allah." Maka ruhnya keluar dengan lembut, seperti tetesan air dari mulut kantong air. Kemudian malaikat itu mengambilnya, dan ketika ruhnya keluar, setiap malaikat di antara langit dan bumi, serta setiap malaikat di langit, bershalawat (mendoakannya). Pintu-pintu langit dibuka, dan tidak ada satu pun malaikat penjaga pintu kecuali mereka berdoa kepada Allah agar ruh itu diangkat melewati mereka.

Ketika malaikat mengambil ruh itu, mereka tidak membiarkannya di tangannya sekejap mata pun hingga mereka meletakkannya di kain kafan dan minyak wangi surga tersebut. Maka itulah firman Allah Ta'ala:

*"Malaikat-malaikat Kami mewafatkannya, dan mereka tidak menyia-nyiakan tugas mereka."* (QS. Al-An'am: 61).

Keluar dari ruh itu bau harum seperti wangi minyak kesturi paling harum yang pernah ditemukan di bumi. Mereka membawa ruh itu naik, dan tidak melewati sekumpulan malaikat, kecuali mereka berkata, "Ruh siapakah yang harum ini?" Mereka menjawab, "Ini adalah ruh Fulan bin Fulan," dengan menyebut namanya yang terbaik yang biasa disebutkan di dunia, hingga mereka tiba di langit dunia. Mereka meminta agar pintu langit dibuka untuknya, dan pintu langit dibuka untuknya. Ruh itu diantarkan oleh malaikat yang dekat dengan setiap langit, sampai tiba di langit ketujuh.

Allah SWT berfirman, "Tulislah kitab hamba-Ku di 'Illiyyin," yaitu firman Allah Ta'ala:

*"Sesungguhnya kitab orang-orang yang berbakti (al-abrar) benar-benar (tersimpan) di 'Illiyyin."* (QS. Al-Muthaffifin: 18-20).

Kemudian dikatakan, "Kembalikanlah dia ke bumi, karena Aku telah menjanjikan kepada mereka bahwa dari tanah itulah Kami menciptakan mereka, dan ke dalamnya Kami akan mengembalikan mereka, serta dari dalamnya Kami akan membangkitkan mereka sekali lagi" (QS. Thaha: 55). Maka ruh itu dikembalikan ke bumi, dan ruhnya dikembalikan ke dalam jasadnya.

Ia mendengar derap langkah kaki para sahabatnya ketika mereka meninggalkannya. Kemudian datanglah dua malaikat yang keras, mereka membentaknya dan mendudukkannya, lalu bertanya kepadanya :

"Siapakah Tuhanmu?" Ia menjawab, "Tuhanku adalah Allah."

Mereka bertanya lagi, "Apa agamamu?" Ia menjawab, "Agamaku adalah Islam."

Mereka bertanya lagi, "Siapakah orang yang diutus kepada kalian?" Ia menjawab, "Dia adalah Rasulullah ."

Lalu mereka bertanya lagi, "Apa ilmumu?" Ia menjawab, "Aku membaca Kitab Allah, lalu aku beriman kepadanya dan membenarkannya."

Dalam riwayat lain, malaikat itu membentaknya, "Siapakah Tuhanmu? Apa agamamu? Siapa nabimu?"

Dan itulah fitnah terakhir yang dihadapkan kepada seorang mukmin. Ketika itu Allah Ta'ala berfirman: *"Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh di kehidupan dunia dan di akhirat."* (QS. Ibrahim: 27).

Ia menjawab, "Tuhanku adalah Allah, agamaku adalah Islam, dan nabiku adalah Muhammad ." Maka terdengarlah seruan dari langit, "Hamba-Ku telah berkata benar, maka hamparkanlah baginya dari surga, pakaikanlah baginya dari surga, dan bukakanlah untuknya pintu menuju surga."

Maka datanglah padanya aroma dan keharuman dari surga, serta diluaskan baginya kubur sejauh mata memandang. Lalu datanglah seorang pria dengan wajah tampan, pakaian yang indah, dan aroma yang wangi, seraya berkata, "Berbahagialah dengan kabar yang akan menyenangkanmu, bergembiralah dengan keridhaan dari Allah dan surga yang penuh kenikmatan abadi. Inilah harimu yang telah dijanjikan kepadamu."

Orang itu bertanya, "Siapakah kamu? Semoga Allah memberimu kabar baik. Wajahmu adalah wajah yang membawa kebaikan." Pria itu menjawab, "Aku adalah amal shalehmu. Demi Allah, aku tidak mengenalmu kecuali engkau adalah orang yang cepat dalam ketaatan kepada Allah dan lambat dalam kemaksiatan kepada Allah. Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan."

Lalu dibukakan baginya pintu dari surga dan pintu dari neraka. Dikatakan kepadanya, "Ini adalah tempat tinggalmu jika kamu durhaka kepada Allah, maka Allah akan menggantikanmu dengan yang ini (tempat tinggal di surga)." Ketika ia melihat apa yang ada di surga, ia berkata, "Ya Tuhanku, segerakanlah datangnya hari kiamat, ya Tuhanku, segerakanlah datangnya hari kiamat, agar aku dapat kembali kepada keluargaku dan hartaku." Dikatakan kepadanya, "Tinggallah dengan tenang."

Sedangkan hamba yang kafir, atau dalam riwayat lain, yang fajir (durhaka), ketika ia berada di saat perpisahan dari dunia dan mendekati akhirat, turun kepadanya malaikat dari langit yang kasar, keras, dan berwajah hitam, membawa pakaian dari neraka. Mereka duduk di dekatnya sejauh mata memandang.

Lalu Malaikat Maut datang dan duduk di dekat kepalanya, seraya berkata, "Wahai jiwa yang buruk, keluarlah menuju kemurkaan Allah dan kemarahan-Nya." Maka ruhnya bercerai-berai dalam jasadnya, dan Malaikat Maut mencabutnya seperti mencabut besi berduri dari bulu domba yang basah, sehingga urat dan sarafnya terputus. Setiap malaikat di antara langit dan bumi, serta setiap malaikat di langit, melaknatnya, dan pintu-pintu langit ditutup. Tidak ada satu pun malaikat penjaga pintu kecuali mereka berdoa kepada Allah agar ruh itu tidak diangkat melewati mereka.

Ketika malaikat mengambil ruh itu, mereka tidak membiarkannya di tangannya sekejap mata pun hingga mereka meletakkannya di pakaian dari neraka tersebut. Keluar dari ruh itu bau busuk seperti bangkai yang paling busuk yang pernah ditemukan di muka bumi.

Mereka membawa ruh itu naik, dan tidak melewati sekumpulan malaikat, kecuali mereka berkata, "Ruh siapakah yang busuk ini?" Mereka menjawab, "Ini adalah ruh Fulan bin Fulan," dengan menyebut namanya yang terburuk yang biasa disebutkan di dunia, hingga mereka tiba di langit dunia. Mereka meminta agar pintu langit dibuka untuknya, namun pintu itu tidak dibuka.

Kemudian Rasulullah membaca firman Allah: *"Tidak dibukakan untuk mereka pintu-pintu langit, dan mereka tidak akan masuk surga hingga unta masuk ke dalam lubang jarum."* (QS. Al-A'raf: 40). Maka Allah SWT berfirman, "Tulislah kitabnya di Sijjin di bumi yang paling bawah."

-----

Dalam riwayat lain disebutkan:

ثُمَّ يُقَالُ أَعِيدُوا عَبْدِي إِلَى الْأَرْضِ فَإِنِّي وَعَدْتُهُمْ أَنِّي مِنْهَا خَلَقْتُهُمْ وَفِيهَا أُعِيدُهُمْ وَمِنْهَا أُخْرِجُهُمْ تَارَةً أُخْرَىٰ فَتُطْرَحُ رُوحُهُ مِنَ السَّمَاءِ طَرْحًا حَتَّى تَقَعَ فِي جَسَدِهِ ثُمَّ قَرَأَ: وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيحُ فِي مَكَانٍ سَحِيقٍ [الحج: 31]، فَتُعَادُ رُوحُهُ فِي جَسَدِهِ، قَالَ: فَإِنَّهُ لَيَسْمَعُ خَفَقَ نِعَالِ أَصْحَابِهِ إِذَا وَلَّوْا عَنْهُ وَيَأْتِيهِ مَلَكَانِ شَدِيدَا الانْتِهَارِ فَيَنْتَهِرَانِهِ وَيَجْلِسَانِهِ فَيَقُولَانِ لَهُ: مَنْ رَبُّكَ؟ فَيَقُولُ: هَا هَا لَا أَدْرِي، فَيَقُولَانِ: مَا دِينُكَ؟ فَيَقُولُ: هَا هَا لَا أَدْرِي، فَيَقُولَانِ: مَا هَذَا الرَّجُلُ الَّذِي بُعِثَ فِيكُمْ؟ فَلَا يَهْتَدِي لِاسْمِهِ فَيُقَالُ مُحَمَّدٌ فَيَقُولُ: هَا هَا لَا أَدْرِي، سَمِعْتُ النَّاسَ يَقُولُونَ ذَٰلِكَ فَيُقَالُ لَهُ: لَا دَرَيْتَ وَلَا تَلَوْتَ فَيُنَادِي مُنَادٍ مِّنَ السَّمَاءِ أَنْ كَذَّبَ عَبْدِي، أَنْ كَذَّبَ فَافْرِشُوا لَهُ مِنَ النَّارِ وَافْتَحُوا لَهُ بَابًا إِلَى النَّارِ فَيَأْتِيهِ مِنْ حَرِّهَا وَسَمُومِهَا وَيَضِيقُ عَلَيْهِ قَبْرُهُ حَتَّى تَخْتَلِفَ فِيهِ أَضْلُعُهُ وَيَأْتِيهِ - وَفِي رِوَايَةٍ: وَيُمَثَّلُ لَهُ رَجُلٌ قَبِيحُ الْوَجْهِ قَبِيحُ الثِّيَابِ مُنْتِنُ الرِّيحِ فَيَقُولُ: أَبْشِرْ بِالَّذِي يُسُوِّئُكَ هَذَا يَوْمُكَ الَّذِي كُنتَ تُوعَدُ فَيَقُولُ: وَأَنْتَ بَشَّرَكَ اللَّهُ بِالشَّرِّ مَنْ أَنْتَ؟ فَوَجْهُكَ وَجْهُ الَّذِي يَجِيءُ بِالشَّرِّ فَيَقُولُ: أَنَا عَمَلُكَ الْخَبِيثُ فَوَ اللَّهِ مَا عَلِمْتُكَ إِلَّا كُنتَ بَطِيئًا عَنْ طَاعَةِ اللَّهِ سَرِيعًا إِلَى مَعْصِيَةِ اللَّهِ فَجَزَاكَ اللَّهُ شَرًّا ثُمَّ يُقَيَّضُ لَهُ أَعْمَى أَصَمَّ مَعَهُ ثُمَّ يُقَيَّضُ أَعْمَى أَصَمُّ أَبْكَمُ مَعَهُ مَرْزَبَّةً مِّنْ حَدِيدٍ لَوْ ضُرِبَ بِهَا جَبَلٌ لَصَارَ تُرَابًا قَالَ: فَيَضْرِبُهُ بِهَا ضَرْبَةً فَيَصِيرُ تُرَابًا ثُمَّ يُعِيدُهُ اللَّهُ كَمَا كَانَ فَيَضْرِبُهُ ضَرْبَةً أُخْرَى فَيَصِيحُ صَيْحَةً يَسْمَعُهَا كُلُّ شَيْءٍ إِلَّا الثَّقَلَيْنِ ثُمَّ يُفْتَحُ لَهُ بَابٌ مِّنَ النَّارِ وَيُمَهَّدُ لَهُ مِنْ فِرَاشِ النَّارِ فَيَقُولُ: رَبِّي لَا تَقُمْ السَّاعَةَ.

Kemudian dikatakan, "Kembalikanlah hamba-Ku ke bumi, karena Aku telah menjanjikan kepada mereka bahwa dari tanah itulah Aku menciptakan mereka, ke dalamnya Aku akan mengembalikan mereka, dan dari dalamnya Aku akan membangkitkan mereka sekali lagi."

Maka ruhnya dilemparkan dari langit dengan keras hingga jatuh ke dalam jasadnya. Kemudian Rasulullah membaca firman Allah: *"Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka seakan-akan dia jatuh dari langit, lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang sangat jauh."* (QS. Al-Hajj: 31).

Lalu ruhnya dikembalikan ke dalam jasadnya. Dia mendengar suara langkah kaki para sahabatnya ketika mereka meninggalkannya. Kemudian datanglah dua malaikat yang keras dan membentaknya. Mereka mendudukannya dan berkata, "Siapakah Tuhanmu?" Dia menjawab, "Ah... ah... aku tidak tahu."

Lalu mereka bertanya, "Apa agamamu?" Dia menjawab, "Ah... ah... aku tidak tahu."

Mereka bertanya lagi, "Siapakah orang yang diutus kepada kalian?" Dia tidak bisa mengenali namanya, dan dikatakan kepadanya, "Muhammad." Lalu dia berkata, "Ah... ah... aku tidak tahu, aku hanya mendengar orang-orang mengatakan hal itu."

Maka dikatakan kepadanya, "Kamu tidak tahu dan tidak mengikuti."

Kemudian terdengarlah seruan dari langit, "Hamba-Ku telah berdusta, maka hamparkanlah baginya hamparan dari neraka, dan bukakanlah untuknya pintu menuju neraka." Maka datanglah kepadanya panas dan racun neraka, dan kuburnya menjadi sempit hingga tulang-tulang rusuknya bersilang.

Kemudian datang kepadanya — dalam riwayat lain : digambarkan untuknya - seorang pria dengan wajah buruk, pakaian yang buruk, dan bau yang busuk.

Pria itu berkata, "Bergembiralah dengan hal yang akan membuatmu menderita. Ini adalah hari yang telah dijanjikan kepadamu."

Dia berkata, "Semoga Allah memberimu keburukan, siapa kamu? Wajahmu adalah wajah yang membawa keburukan."

Pria itu menjawab, "Aku adalah amal burukmu. Demi Allah, aku mengenalmu sebagai orang yang lambat dalam ketaatan kepada Allah dan cepat dalam bermaksiat kepada-Nya. Semoga Allah membalasmu dengan keburukan."

Kemudian seorang malaikat buta, tuli, dan bisu diutus kepadanya dengan membawa palu dari besi. Jika palu itu dipukulkan ke gunung, maka gunung tersebut akan menjadi debu. Malaikat itu memukulnya dengan satu pukulan, maka dia menjadi debu. Lalu Allah mengembalikannya seperti semula, dan malaikat itu memukulnya lagi dengan satu pukulan, maka dia berteriak dengan teriakan yang didengar oleh semua makhluk kecuali jin dan manusia.

Kemudian dibukakan baginya pintu dari neraka dan disediakan baginya hamparan dari neraka. Dia berkata, "Ya Tuhanku, janganlah Engkau tegakkan hari kiamat."

**(Diriwayatkan oleh Ahmad [18534], dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami' As-Shaghir [1676]).**

Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah dengan ringkasan. Hadis ini dinyatakan shahih oleh Al-Hakim berdasarkan syarat Al-Bukhari dan Muslim, dan disetujui oleh Adz-Dzahabi serta Al-Albani. Ibnu Qayyim juga menyatakan hadis ini shahih dalam *I'lamul Muwaqqi'in* dan *Tahdzib As-Sunan*, serta menyebutkan bahwa hadis ini disahkan oleh Abu Nu'aim dan lainnya.

Kehidupan barzakh—baik dengan nikmatnya maupun dengan azabnya—adalah kenyataan yang akan dialami oleh setiap orang. Hal ini termasuk dalam bukti-bukti yang jelas dan tidak menerima keraguan atau penyelewengan.

Seorang mukmin yang sejati adalah dia yang beriman kepada apa yang tercantum dalam Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya, serta meninggalkan orang-orang yang mengikuti hawa nafsu mereka, yang menundukkan wahyu—baik Al-Qur'an maupun Sunnah—kepada hawa nafsu mereka, dengan analogi yang rusak dan akal yang terbatas. Harus ditegaskan bahwa tidak ada pertentangan antara nash yang sahih dan akal yang sehat, sebagaimana telah ditegaskan oleh para ulama besar (semoga Allah merahmati mereka). Akan tetapi, jika akal telah rusak dan hati telah sakit, para pengikut hawa nafsu akan datang dengan berbagai keanehan. Hanya kepada Allah-lah kita memohon pertolongan.

----

KE 5- JIKA RUH BUKAN MAKHLUK YANG DIMILIKI, MAKA IA TIDAK AKAN MENGAKUI KETUHANAN ALLAH.

Allah telah berfirman kepada ruh-ruh ketika mengambil perjanjian atas para hamba di alam *dzar* (عَالَمُ الذَّرِّ) :

﴿ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى ﴾

“Bukankah Aku ini Tuhanmu?”. Mereka menjawab: “Betul.”

Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya: 

﴿ وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى ﴾

"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan anak-anak Adam dari sulbi mereka, dan Dia mengambil kesaksian atas diri mereka (seraya berfirman): 'Bukankah Aku ini Tuhanmu?' Mereka menjawab: 'Betul.'" (QS. Al-A'raf: 172). 

Karena Dia adalah Tuhan mereka, maka mereka adalah makhluk yang dimiliki dan diciptakan. 

Sesungguhnya ruh diciptakan sebelum jasad. Alam ruh lebih umum daripada alam adz-Dzarr, karena yang dimaksud dengan alam adz-Dzarr adalah ruh-ruh yang dikeluarkan Allah dari punggung Nabi Adam dan diambil janji atasnya untuk mengesakan Allah.

Umat Islam meyakini bahwa alam adz-Dzarr atau alam al-Mitsaq adalah alam di mana manusia membuat perjanjian dan ikatan kepada Tuhannya, sebagaimana disebutkan dalam beberapa riwayat.

Dalam alam ini, Allah menyaksikan manusia atas dirinya sendiri dan mengambil janji darinya untuk mengakui keesaan dan ketuhanan-Nya. Dengan demikian, hujah telah ditegakkan atas manusia pada hari kiamat.

Apa yang terjadi antara manusia, berupa kecintaan atau kebencian, sebagian ulama menjelaskan sebabnya adalah karena adanya hubungan saling mengenal antara ruh-ruh di alam adz-Dzarr. 

Ini adalah salah satu penjelasan yang disebutkan oleh para ulama mengenai makna sabda Nabi :

" ‌الْأَرْوَاحُ ‌جُنُودٌ ‌مُجَنَّدَةٌ، ‌فَمَا ‌تَعَارَفَ ‌مِنْهَا ‌ائْتَلَفَ، ‌وَمَا ‌تَنَاكَرَ ‌مِنْهَا ‌اخْتَلَفَ "

Ruh-ruh itu seperti prajurit (pasukan) yang berkelompok-kelompok, jika saling mengenal mereka akan menjadi akrab, dan jika saling bermusuhan maka mereka akan saling berselisih."

[HR. al-Bukhari dalam "Al-Adab al-Mufrad" (901), Muslim (2638) (159), Imam Ahmad no. 7935, Ibnu Hibban (6168), Abu Syaikh dalam "Al-Amtsaal" (102), Abu Nu'aim dalam "Akhbar Ashbahan" 2/94, dan al-Khatib dalam "Tarikh" 3/329].

Ibnu Hajar dalam *Fathul Bari* dan As-Suyuthi dalam *Syarh Ash-Shudur* menyebutkan :

وَقِيلَ الْمُرَادُ ‌الْإِخْبَارُ ‌عَنْ ‌بَدْءِ ‌الْخَلْقِ ‌عَلَى ‌مَا ‌وَرَدَ ‌أَنْ ‌الْأَرْوَاحَ خُلِقَتْ قَبْلَ ‌الْأَجْسَادِ بِأَلْفَيْ ‌عَامٍ فَكَانَتْ تَلْتَقِي فَتَتَشَامُّ فَلَمَّا حَلَّتْ ‌الْأَجْسَادُ تَعَارَفَتْ ‌بِالْمَعْنَى ‌الْأَوَّلِ فَصَارَ ‌تَعَارُفُهَا وَتَنَاكُرُهَا عَلَى ‌مَا سَبَقَ ‌مِنَ ‌الْعَهْدِ ‌الْمُتَقَدِّمِ وَقَالَ ‌بَعْضُهُمْ ‌الْأَرْوَاحُ وَإِنِ اتَّفَقَتْ فِي كَوْنِهَا أَرْوَاحًا لَكِنَّهَا تَتَمَايَزُ ‌بِأُمُورٍ مُخْتَلِفَةٍ تَتَنَوَّعُ ‌بِهَا فَتَتَّشَاكَلُ ‌أَشْخَاصًا ‌كُلُّ ‌نَوْعٍ ‌يُؤْلِفُ ‌نَوْعَهُ وَتَنْفُرُ ‌مِنْ ‌مُخَالِفِهِ 

Dan dikatakan bahwa yang dimaksud adalah pemberitahuan tentang awal penciptaan, sebagaimana yang diriwayatkan bahwa ruh diciptakan sebelum jasad dua ribu tahun, sehingga mereka saling bertemu dan saling mengenal.

Ketika jasad-jasad diciptakan, ruh saling mengenal sesuai dengan pengertian pertama, sehingga saling kenal dan tidak kenal berdasarkan perjanjian yang telah ada sebelumnya.

Sebagian orang mengatakan bahwa meskipun ruh-ruh itu serupa dalam bentuk ruh, namun mereka dibedakan dengan sifat-sifat yang berbeda, yang menyebabkan mereka saling menyatu dengan jenisnya dan menjauh dari yang berbeda. (Selesai). [Lihat : Syarah ash-Shuduur hal. 317 dan Fatawaa asy-Syabakah al-Islamiyyah 1/734 no. 121539] 

Dan Ibnu Abdil Barr meriwayatkan dalam *At-Tamhid* (17/437) dari Abdullah bin Mas'ud, beliau berkata:

‌الْأَرْوَاحُ ‌جُنُودٌ ‌مُجَنَّدَةٌ، ‌تَتَلَاقَى ‌فِي ‌الْهَوَاءِ ‌فَتَتَشَامُّ ‌كَمَا ‌تَتَشَامُّ ‌الْخَيْلُ، ‌فَمَا ‌تَعَارَفَ ‌مِنْهَا ‌اِئْتَلَفَ ‌وَمَا ‌تَنَاكَرَ ‌مِنْهَا ‌اخْتَلَفَ، ‌وَلَوْ ‌أَنْ ‌مُؤْمِنًا ‌جَاءَ ‌إِلَى ‌مَجْلِسٍ ‌فِيهِ ‌مِائَةٌ ‌مُنَافِقٍ ‌لَيْسَ ‌فِيهِ ‌إِلَّا ‌مُؤْمِنٌ ‌وَاحِدٌ ‌لَقَّيَّضَ ‌لَهُ ‌حَتَّى ‌يَجْلِسَ ‌إِلَيْهِ. ‌انْتَهَى.

" Ruh-ruh itu seperti prajurit yang berkelompok-kelompok (pasukan yang terorganisir). Mereka saling bertemu di udara dan saling mengenal seperti kuda yang saling mengenal. Apa yang saling mengenal di antara mereka akan saling menyatu, dan apa yang tidak saling mengenal di antara mereka akan saling berpisah. Seandainya seorang mukmin datang ke sebuah majelis yang berisi seratus orang munafik, dan hanya ada satu orang mukmin di dalamnya, maka Allah akan memudahkan baginya untuk duduk bersama orang mukmin tersebut." (Selesai).

Abu Al-Qasim Al-Ashbahani dalam *Muhadhoroh al-Udaba* 2/496 menyebutkan :

عَنْ ‌الْحُسَيْنِ ‌بْنِ ‌عَلِيٍّ ‌رَضِيَ ‌اللَّهُ ‌عَنْهُمَا، ‌إِنَّ ‌عُمَرَ ‌بْنَ ‌الْخَطَّابِ ‌قَالَ: ‌ثَلاثٌ ‌لَمْ ‌أَسْأَلْ ‌عَنْهُنَّ ‌رَسُولَ ‌اللَّهِ ‌صَلَّى ‌اللَّهُ ‌عَلَيْهِ ‌وَسَلَّمَ ‌فَقَالَ ‌عَلِيٌّ: ‌وَمَا ‌هُنَّ؟ ‌قَالَ ‌عُمَرُ: ‌حُبُّ ‌الرَّجُلِ ‌الرَّجُلَ ‌لَمْ ‌يَجْرِ ‌بَيْنَهُمَا ‌خِلْطَةٌ ‌وَلَا ‌مَعْرِفَةٌ، ‌فَأَنَّى ‌ذَٰلِكَ ‌وَالْرُّؤْيَا، ‌مِنْهَا ‌مَا ‌يُصَدِّقُ ‌كَأَخْذٍ ‌بِالْيَدِ، ‌وَمِنْهَا ‌مَا ‌يَكُونُ ‌أَضْغَاثًا، ‌فَأَنَّى ‌ذَٰلِكَ ‌وَالرَّجُلُ ‌يَتَحَدَّثُ ‌بِالْحَدِيثِ ‌أَحْيَانًا، ‌وَيَخْتَلِفُ ‌أَحْيَانًا ‌فَأَنَّى ‌ذَٰلِكَ.

فَقَالَ ‌عَلِيٌّ ‌عَلَيْهِ ‌السَّلَامُ: ‌أَمَّا ‌مَا ‌ذَكَرْتَ ‌مِنْ ‌حُبِّ ‌الرَّجُلِ ‌الرَّجُلَ ‌لَمْ ‌تَجْرِ ‌بَيْنَهُمَا ‌مَا ‌خِلْطَةٌ ‌وَلَا ‌مَعْرِفَةٌ، ‌فَإِنَّ ‌اللَّهَ ‌خَلَقَ ‌الْأَرْوَاحَ ‌قَبْلَ ‌الْأَجْسَادِ ‌فَتَلْتَقِي ‌الْأَرْوَاحُ ‌عَلَى ‌سَبَبٍ ‌بَيْنَ ‌السَّمَاءِ ‌وَالْأَرْضِ، ‌فَتَتَشَامُّ ‌كَمَا ‌تَتَشَامُّ ‌الْخَيْلُ، ‌فَمَا ‌تَعَارَفَ ‌ثُمَّ ‌ائْتَلَفَ ‌هُنَا.

وَأَمَّا ‌الرُّؤْيَا ‌فَإِنَّ ‌الْعَقْلَ ‌إِذَا ‌عُرِجَ ‌بِنَفْسِهِ ‌وَهُوَ ‌فِي ‌النَّوْمِ ‌فِي ‌الْمُصْعَدِ، ‌فَهُوَ ‌كَأَخْذٍ ‌بِالْيَدِ ‌وَإِذَا ‌هَبَطَ ‌إِلَى ‌جَسَدِهِ ‌تَلَقَّتْهُ ‌الشَّيَاطِينُ ‌بِالْأَضْغَاثِ ‌لِيُحْزِنُوهُ، ‌وَمَا ‌أُخْبِرَتْ ‌بِهِ ‌فَهُوَ ‌الَّذِي ‌لَا ‌يُصَدِّقُ.

وَأَمَّا ‌الرَّجُلُ ‌يَتَحَدَّثُ ‌بِالْحَدِيثِ ‌ثُمَّ ‌يَنْسَى، ‌فَإِنَّ ‌الْقَلْبَ ‌تَغْشَاهُ ‌ظُلْمَةٌ ‌كَظُلْمَةِ ‌الْقَمَرِ ‌إِذَا ‌تَغَشَّى ‌الْقَلْبُ ‌تَخَلَّى ‌عَنْهُ ‌ذِكْرُهُ.

Dari al-Husain bin Ali radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Umar bin Khattab berkata:

"Ada tiga hal yang tidak pernah saya tanyakan kepada Rasulullah , lalu Ali berkata: Apa itu? Umar menjawab: Cinta seorang pria terhadap pria lain, tanpa ada kedekatan atau perkenalan di antara keduanya, bagaimana itu bisa terjadi? Dan tentang mimpi, sebagian ada yang benar seperti halnya menggenggam tangan, dan sebagian lagi adalah mimpi yang salah, bagaimana itu bisa terjadi? Dan tentang seseorang yang terkadang berbicara tentang suatu pembicaraan, namun terkadang berbeda, bagaimana itu bisa terjadi?"

Ali menjawab:

"Adapun tentang apa yang kamu sebutkan, yaitu cinta seorang pria kepada pria lain yang tidak ada kedekatan atau perkenalan di antara mereka, maka sesungguhnya Allah menciptakan ruh-ruh sebelum tubuh, dan ruh-ruh itu saling bertemu karena suatu sebab antara langit dan bumi, dan mereka saling mengenal seperti kuda yang saling mengenal. Apa yang saling mengenal di antara mereka akan saling menyatu."

"Adapun tentang mimpi, maka ketika akal keluar dan terangkat dari tubuhnya dalam tidur menuju tempat yang tinggi, itu seperti menggenggam tangan, dan ketika akal kembali ke tubuhnya, syaitan menyambutnya dengan mimpi yang mengganggu untuk membuatnya sedih, dan apa yang diberitakan kepadanya, itulah yang tidak benar."

"Adapun tentang seseorang yang berbicara tentang suatu hal, lalu melupakan apa yang dikatakannya, maka hati diliputi oleh kegelapan seperti kegelapan bulan, dan ketika hati diliputi oleh kegelapan, ingatannya pun akan hilang." (Selesai). 

----

KE 6 - JIKA RUH BUKAN MAKHLUK, MAKA PENYEMBAHAN ORANG-ORANG NASRANI KEPADA YESUS TIDAK-LAH SALAH:

Jika ruh bukan makhluk, maka orang-orang Nasrani tidak bisa disalahkan atas penyembahan mereka kepada Isa ‘alaihis salam, atau atas ucapan mereka: ‘Dia adalah anak Allah’ atau ‘Dia adalah Allah.’  

----

KE 7- JIKA RUH BUKAN MAKHLUK , MAKA TIDAK TERKENA ADZAB KUBUR

Jika ruh bukan makhluk, maka ia tidak masuk neraka dan tidak disIksa, tidak terhalang dari Allah, tidak tersembunyi di dalam tubuh, tidak dimiliki oleh malaikat kematian, dan tidak memiliki gambaran yang dapat dijelaskan. Ia tidak akan dihitung, tidak diseksa, tidak disembah, tidak takut, dan tidak ditunggu. Karena ruh-ruh orang beriman bercahaya, sedangkan ruh-ruh orang kafir hitam seperti arang. (Lihat : al-Qiyamah as-Sughra oleh Umar Sulaiman al-Asyqar hal. 96).

*****

KLISFIKASI DALIL KEDUA: IJMA' (KONSENSUS):

Syekh Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:

رُوحُ الآدَمِيِّ مُبْتَدَعَةٌ بِاتِّفَاقِ سَلَفِ الْأُمَّةِ وَأَئِمَّتِهَا وَسَائِرِ أَهْلِ السُّنَّةِ، وَقَدْ حُكِيَ إِجْمَاعُ الْعُلَمَاءِ عَلَىٰ أَنَّهَا مَخْلُوقَةٌ غَيْرُ وَاحِدٍ مِنْ أَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ، مِثْلُ مُحَمَّدٍ بْنِ نَصْرٍ الْمَرْوَزِيِّ (الْإِمَامِ الْمَشْهُورِ الَّذِي هُوَ أَعْلَمُ أَهْلِ زَمَانِهِ بِالْإِجْمَاعِ وَالْاختِلافِ، أَوْ مِنْ أَعْلَمِهِمْ)، وَكَذَٰلِكَ أَبُو إِسْحَاقَ بْنِ شَاقِلَّا، وَأَبُو مُحَمَّدٍ بْنِ قُتَيْبَةَ، وَكَذَٰلِكَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُنْدَهٍ فِي كِتَابِهِ "الرُّوحُ وَالنَّفْسُ"، وَالشَّيْخُ أَبُو يَعْقُوبَ الْخَرَّازُ، وَأَبُو يَعْقُوبَ النَّهْرَجُورِيُّ، وَالْقَاضِي أَبُو يَعْلَىٰ وَغَيْرُهُمْ؛

"Ruh manusia adalah makhluk yang diciptakan, berdasarkan ijma' salaful Ummah, para imam-nya dan seluruh ahli sunnah. Telah diriwayatakan ijma' para ulama tentang keberadaan makhluk ini yang ditetapkan oleh beberapa imam kaum muslimin, seperti Muhammad bin Nasher al-Marwazi (imam yang terkenal dan yang paling alim di masanya mengenai ijma' dan perbedaan pendapat), begitu juga Abu Ishaq bin Shaqlah, Abu Muhammad bin Qutaybah, Abu Abdullah bin Mandah dalam kitabnya "al-Ruh wal-Nafs", serta Syeikh Abu Ya'qub al-Kharaz, Abu Ya'qub an-Nahrojuri, al-Qadhi Abu Ya'la dan lainnya.

(Majmu' Fatawa Syekh Islam: 4/216. Lihat Pula : al-Qiyamat ash-Shughro oleh Umar bin Sulaiman al-Asyqar hal. 93).

====*****====

SYUBHAT ORANG-ORANG YANG MENGKLAIM BAHWA RUH ITU BUKAN MAKHLUK DAN JAWABAN TERHADAP MEREKA:

****

**SYUBHAT PERTAMA:**

Mereka berkata: Salah satu yang menunjukkan bahwa ruh tidak diciptakan adalah firman Allah Ta'ala:

﴿ وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي ﴾

*“Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: Ruh itu adalah urusan Tuhanku.”* (al-Isra: 85).

====

**JAWABAN TERHADAP SYUBHAT INI ADA BEBERAPA POIN:**

Poin Pertama: 

Bahwa yang dimaksud dengan "ruh" di sini bukanlah ruh manusia, tetapi nama bagi malaikat, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta'ala:

﴿ يَوْمَ يَقُومُ الرُّوحُ وَالْمَلَائِكَةُ صَفًّا ﴾

*“Pada hari ketika ruh dan malaikat berdiri bershaf-shaf.”* (An-Naba: 38).

Dan firman-Nya :

﴿ تَعْرُجُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ إِلَيْهِ ﴾

*“Malaikat-malaikat dan ruh naik kepada-Nya.”* (Al-Ma'arij: 4),

Serta firman-Nya :

﴿ تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم ﴾

*“Malaikat-malaikat dan ruh turun di dalamnya dengan izin Tuhan mereka.”* (Al-Qadr: 4). Ini adalah penafsiran yang dikenal di kalangan para ulama salaf tentang ayat tersebut.

Poin Kedua:

Jika kita menganggap bahwa yang dimaksud dengan ruh di sini adalah ruh manusia - seperti yang diyakini oleh sebagian besar ulama salaf dalam menafsirkan ayat ini - maka tidak ada yang menunjukkan bahwa ruh itu bukan makhluk atau bahwa ruh itu bagian dari zat Allah. Sebagaimana dikatakan: "Ini potongan dari kain ini", tetapi yang dimaksud adalah ruh itu disandarkan kepada Allah karena dengan perintah-Nya ia diciptakan atau karena dengan kata-Nya ia ada.

Dalam Al-Qur'an, kata "perintah" kadang-kadang digunakan untuk menunjukkan sumbernya, dan kadang-kadang untuk menunjukkan sesuatu yang diperintahkan, seperti dalam firman Allah:

﴿ أَتَى أَمْرُ اللَّهِ فَلَا تَسْتَعْجِلُوهُ ﴾

*“Telah datang perintah Allah, maka janganlah kalian tergesa-gesa.”* (An-Nahl: 1); yakni yang diperintahkan.

Dapat pula dikatakan bahwa kata *“min”* dalam ayat *“dari urusan Tuhanku”* (al-Isra: 85) digunakan untuk menunjukkan permulaan dari sesuatu, dan kita tahu bahwa *“min”* bisa digunakan untuk menunjukkan jenis atau asal, seperti dalam ucapan mereka: “Pintu dari besi,” atau menunjukkan permulaan, seperti dalam kalimat: “Aku keluar dari Mekkah.”

Maka, kalimat ﴿ مِنْ أَمْرِ رَبِّي ﴾*“dari urusan Tuhanku”* tidaklah secara eksplisit menyatakan bahwa ruh adalah sebagian dari urusan-Nya atau sejenisnya, melainkan menunjukkan bahwa ruh itu diciptakan dengan perintah-Nya dan berasal dari perintah-Nya.

Inilah yang dimaksud dengan jawaban Imam Ahmad - rahimahullah - dalam penafsiran ayat *“dan ruh dari-Nya”* (An-Nisa: 171), di mana beliau mengatakan :

﴿ وَرُوحٌ مِنْهُ ﴾ يَقُولُ: مِنْ أَمْرِهِ كَانَ الرُّوحُ، كَقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿ وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ ﴾ [الجاثية: 13]، وَنَظِيرُ هَذَا أَيْضًا قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿ وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ﴾ [النحل: 53].

Makna firman-Nya *“ruh dari-Nya”* berarti bahwa ruh itu diciptakan dengan perintah-Nya, sebagaimana dalam firman Allah: *“Dan Dia menundukkan untuk kalian apa yang ada di langit dan di bumi semuanya dari-Nya.”* (Al-Jathiyah: 13), serta firman-Nya: *“Apa saja nikmat yang ada padamu, maka itu berasal dari Allah.”* (An-Nahl: 53).

[Baca : ar-Radd ‘Alaa al-Jahamiyyah wa az-Zanadiqoh oleh Imam Ahmad. Di tahqiq oleh ash-Shobri. Lihat Pula : Majmu’ al-Fataawa oleh Ibnu Taimiyah 4/220].

Jika apa yang ditundukkan dan nikmat-nikmat itu berasal dari Allah, dan bukan sebagian dari zat-Nya, tetapi berasal dari-Nya, maka tidaklah perlu dikatakan bahwa maksud firman-Nya tentang Isa: *“dan ruh dari-Nya”* (An-Nisa: 171) adalah bagian dari zat-Nya. (Lihat: *Majmu' al-Fatawa* oleh Syeikh al-Islam, 4/226-235).

Ibnu Taimyah berkata :

وَتَفْسِيرُ رُوحِ اللَّهِ: أَنَّهَا رُوحٌ بِكَلِمَةِ اللَّهِ خَلَقَهَا اللَّهُ كَمَا يُقَالُ: عَبْدُ اللَّهِ وَسَمَاءُ اللَّهِ فَقَدْ ذَكَرَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: إنَّ زَنَادِقَةَ النَّصَارَى هُمْ الَّذِينَ يَقُولُونَ: إنَّ رُوحَ عِيسَى مِنْ ذَاتِ اللَّهِ وَبَيَّنَ أَنَّ إضَافَةَ الرُّوحِ إلَيْهِ إضَافَةُ مِلْكٍ وَخَلْقٍ كَقَوْلِك: عَبْدُ اللَّهِ وَسَمَاءُ اللَّهِ؛ لَا إضَافَةُ صِفَةٍ إلَى مَوْصُوفٍ فَكَيْفَ بِأَرْوَاحِ سَائِرِ الْآدَمِيِّينَ؟ وَبَيَّنَ أَنَّ هَؤُلَاءِ الزَّنَادِقَةَ الْحُلُولِيَّةَ يَقُولُونَ بِأَنَّ اللَّهَ إذَا أَرَادَ أَنْ يُحْدِثَ أَمْرًا دَخَلَ فِي بَعْضِ خَلْقِهِ

Dan penafsiran tentang "Ruhullah" adalah bahwa itu adalah ruh yang diciptakan oleh Allah dengan perkataan-Nya, sebagaimana dikatakan: "Abdullah" (hamba Allah) dan "Samā' Allah" (langit milik Allah). Imam Ahmad telah menyebutkan bahwa para zindiq (kaum yang sesat) dari Nasrani adalah mereka yang mengatakan bahwa ruh Isa berasal dari zat Allah, dan beliau menjelaskan bahwa penyandaran (idhofah)  ruh kepada-Nya adalah penyandaran (idhofah)  kepemilikan dan penciptaan, seperti dikatakan: "Abdullah" dan "Samā' Allah", bukan penyandaran (idhofah)  sifat kepada yang memiliki sifat. Lalu bagaimana dengan ruh-ruh semua manusia? Dan beliau menjelaskan bahwa kaum zindiq al-hulūliyah mengatakan bahwa ketika Allah ingin menciptakan sesuatu, Dia masuk ke dalam sebagian ciptaan-Nya.

[Baca : Majmu’ al-Fataawa oleh Ibnu Taimiyah 4/220]

*****

**SYUBHAT KEDUA:**

Firman Allah Ta'ala tentang Nabi Adam 'alaihissalam:

﴿ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ ﴾

*"Dan Aku tiupkan kepadanya ruh-Ku, maka sujudlah kamu kepadanya."* (Al-Hijr: 29).

Dan firman-Nya tentang Maryam 'alayhassalam:

﴿ فَنَفَخْنَا فِيهَا مِنْ رُوحِنَا ﴾

*"Maka Kami tiupkan kepadanya ruh Kami."* (Al-Anbiya: 91).

Mereka berkata: “Allah telah menyandarkan ruh kepada diri-Nya”.

===

**JAWABAN TERHADAP SYUBHAT INI**:

Jawabnnya sebagaimana yang dikatakan oleh penulis Syarah al-Aqidah al-Tahawiyah rahimahullah:

وَأَمَّا اسْتِدْلَالُهُمْ بِإِضَافَتِهَا إِلَيْهِ بِقَوْلِهِ: {مِنْ رُوحِي} [الْحِجْرِ: 29]- فَيَنْبَغِي أَنْ يُعْلَمَ أَنَّ الْمُضَافَ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى نَوْعَانِ صِفَاتٌ لَا تَقُومُ بِأَنْفُسِهَا، كَالْعِلْمِ وَالْقُدْرَةِ وَالْكَلَامِ وَالسَّمْعِ وَالْبَصَرِ، فَهَذِهِ إِضَافَةُ صِفَةٍ إِلَى الْمَوْصُوفِ بِهَا، فَعِلْمُهُ وَكَلَامُهُ وَقُدْرَتُهُ وَحَيَاتُهُ صِفَاتٌ لَهُ، وَكَذَا وَجْهُهُ وَيَدُهُ سُبْحَانَهُ.

وَالثَّانِي: إِضَافَةُ أَعْيَانٍ مُنْفَصِلَةٍ عَنْهُ، كَالْبَيْتِ وَالنَّاقَةِ وَالْعَبْدِ وَالرَّسُولِ وَالرُّوحِ، فَهَذِهِ إِضَافَةُ مَخْلُوقٍ إِلَى خَالِقِهِ، لَكِنَّهَا إِضَافَةٌ تَقْتَضِي تَخْصِيصًا وَتَشْرِيفًا، يَتَمَيَّزُ بِهَا الْمُضَافُ عَنْ غَيْرِهِ

Adapun dalil mereka dengan penyandaran (idāfah) ruh kepada-Nya dengan firman-Nya: { مِنْ رُوحِي } [Al-Hijr: 29], maka seharusnya diketahui bahwa penyandaran kepada Allah Ta'ala itu ada dua jenis:

Pertama:

Penyandaran sifat yang tidak berdiri dengan sendirinya, seperti ilmu, kekuasaan, perkataan, pendengaran, dan penglihatan. Ini adalah penyandaran sifat kepada yang disifati dengan sifat tersebut. Ilmu-Nya, perkataan-Nya, kekuasaan-Nya, dan kehidupan-Nya adalah sifat-sifat bagi-Nya, begitu juga dengan wajah-Nya dan tangan-Nya yang Maha Suci.

Kedua :

Penyandaran terhadap benda yang terpisah dari-Nya, seperti rumah, unta, hamba, rasul, dan ruh. Ini adalah penyandaran makhluk kepada penciptanya, tetapi penyandaran ini menunjukkan pengkhususan dan kehormatan, yang membedakan yang disandarkan dengan selainnya. [Syarah al-Aqidah ath-Thahawiyyah 2/564].

Lebih jelasnya : Penyandaran (idhofah) kepada wujud-wujud yang terpisah dari-Nya, seperti rumah, unta, hamba, rasul, dan ruh, seperti firman Allah:

﴿ نَاقَةَ اللَّهِ وَسُقْيَاهَا ﴾

*“Unta Allah dan minumannya.”* (Asy-Syams: 13).

Dan firman-Nya :

﴿ تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا ﴾

*“Maha Suci yang menurunkan Al-Furqan kepada hamba-Nya.”* (Al-Furqan: 1).

Dan firman-Nya :

﴿ وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ ﴾

*“Dan sucikan rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf.”* (Al-Hajj: 26).

Ini adalah penyandaran (idhofah) makhluk kepada Penciptanya, tetapi penyandaran (idhofah) ini mencakup penghormatan dan keistimewaan, sehingga yang ditambahkan kepada-Nya memiliki kedudukan yang berbeda dibandingkan dengan yang lain.

Posting Komentar

0 Komentar