**HUKUM MEMBUNUH SEMUT DALAM
SYARIAT ISLAM**
Di Tulis oleh Abu Haitsam Fakhry
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
==****===
Dilarang membunuh semut, kecuali jika semut tersebut
menimbulkan gangguan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan
oleh Ahmad (3066), Abu Dawud (5267), dan Ibnu Majah (3224) dari Ibnu Abbas radhiyallahu
'anhu:
" إِنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ قَتْلِ أَرْبَعٍ مِنْ
الدَّوَابِّ : النَّمْلَةُ، وَالنَّحْلَةُ ، وَالْهُدْهُدُ ، وَالصُّرَدُ
"
*"Sesungguhnya Nabi ﷺ melarang membunuh empat jenis hewan:
semut, lebah, burung hud-hud, dan burung shurad."*
Hadits ini dinilai shahih oleh Al-Albani dalam *Shahih
Abi Dawud.*
Al-Mardawi dalam *Tashih al-Furu'* (5/515) menyebutkan
:
قَوْلُهُ: وَلِأَصْحَابِنَا وَجْهَانِ
فِي نَمْلٍ وَنَحْوِهِ؛ يَعْنِي إِذَا لَمْ يُؤْذِ، وَجَزَمَ فِي الْمُسْتَوْعَبِ:
يُكْرَهُ مِنْ غَيْرِ أَذِيَّةٍ، وَذَكَرَ مِنْهَا الذُّبَابَ، وَالتَّحْرِيمُ أَظْهَرُ
لِلنَّهْيِ. اِنْتَهَى.
Perkataannya: "Menurut para ulama kami, ada dua
pendapat mengenai semut dan yang semisalnya; yakni; jika tidak
mengganggu." Dalam kitab *Al-Musta‘ab*, ditegaskan bahwa hukumnya makruh
jika tanpa adanya gangguan. Disebutkan pula di antara hewan tersebut adalah
lalat. Namun, pendapat yang lebih kuat adalah haramnya berdasarkan larangan. [Selesai].
**Membunuh Semut Yang Tidak Menggangu Apakah Diharamkan Atau Tidak?**
Para ulama berbeda pendapat : Ada yang berpendapat makruh dan ada yang berpendapat haram.
Yang paling kuat adalah pendapat yang mengharamkan, sebagaimana yang dinyatakan dalam kitab fiqih madzhab Hanbali *Ar-Ri‘ayah Al-Kubra* dan *Al-Adab Al-Kubra* .
وَظَاهِرُ كَلَامِ بَعْضِ أَصْحَابِنَا
فِي مَحْظُورَاتِ الْإِحْرَامِ أَنَّ قَتْلَ النَّمْلِ وَالنَّحْلِ وَالضِّفْدَعِ لَا
يَجُوزُ
Yang nampak dari pendapat sebagian sahabat-sahabat kami dalam
pembahasan larangan ihram, menayatakan bahwa : membunuh semut, lebah, dan katak itu tidak
diperbolehkan.
Ibnu ‘Aqil dalam akhir kitab *Al-Fushul* berkata:
لَا يَجُوزُ قَتْلُ النَّمْلِ وَلَا تَخْرِيبُ
أَجْحَرَتِهِنَّ وَلَا قَصْدُهُنَّ بِمَا يَضُرُّهُنَّ، وَلَا يَحِلُّ قَتْلُ الضِّفْدَعِ،
اِنْتَهَى،
وَسُئِلَ الشَّيْخُ تَقِيُّ الدِّينِ:
هَلْ يَجُوزُ إِحْرَاقُ بُيُوتِ النَّمْلِ بِالنَّارِ؟ فَقَالَ: يُدْفَعُ ضَرَرُهُ
بِغَيْرِ التَّحْرِيقِ... وَقَالَ فِي الْآدَابِ بَعْدَ أَنْ تَكَلَّمَ عَلَى الْمَسْأَلَةِ
فَصَارَتِ الْأَقْوَالُ فِي قَتْلِ مَا لَا يَضُرُّهُ فِيهِ ثَلَاثَةٌ: الْإِبَاحَةُ،
وَالْكَرَاهَةُ، وَالتَّحْرِيمُ، اِنْتَهَى.
وَعَلَى كُلِّ حَالٍ، الصَّحِيحُ التَّحْرِيمُ،
وَقَدِ اخْتَارَهُ ابْنُ عَقِيلٍ، وَالشَّيْخُ الْمُوَفَّقُ، وَالْمُصَنِّفُ، وَغَيْرُهُمْ،
وَهُوَ ظَاهِرُ كَلَامِ النَّاظِمِ" اِنْتَهَى.
"Tidak boleh membunuh semut, merusak sarangnya,
atau menyengajanya dengan sesuatu yang membahayakannya. Juga tidak halal
membunuh katak." Selesai.
Syaikh Taqiyuddin ditanya tentang hukum membakar
sarang semut dengan api, lalu beliau menjawab: "Semut dapat dihalau dengan
cara selain dibakar."
Dalam *Al-Adab*, setelah menjelaskan masalah ini,
disebutkan bahwa terdapat tiga pendapat dalam membunuh hewan yang tidak
membahayakan: boleh, makruh, dan haram. Selesai.
Bagaimanapun, pendapat yang lebih kuat adalah haramnya,
sebagaimana yang dipilih oleh Ibnu ‘Aqil, Syaikh Al-Muwaffaq, penulis kitab,
dan lainnya. Hal ini juga tampak dari pernyataan An-Nazhim. Selesai.
Dan bagaimanapun juga, pendapat yang lebih kuat adalah
keharaman membunuh semut. Pendapat ini dipilih oleh Ibn ‘Aqil, Syaikh
al-Muwaffaq, al-Mushannif, dan ulama lainnya. Hal ini juga tampak dari
perkataan an-Nazhim.
Jika semut tidak menyakitimu dengan menggigit atau
merusak makanan dan sejenisnya, maka tidak diperbolehkan membunuhnya, baik
dengan air maupun cara lainnya.
Namun, jika semut mengganggumu, maka diperbolehkan
membunuhnya dengan cara selain membakar, seperti menggunakan insektisida.
**Pendapat Madzhab Maliki :**
Mazhab Malikiyah menyatakan : bahwa gangguan semut
terhadap harta atau kerusakannya terhadap harta termasuk dalam kategori
gangguan yang membolehkan untuk membunuhnya.
Dalam *Al-Mawsu‘ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah*
(17/283) disebutkan:
"وَاسْتَثْنَى
الْفُقَهَاءُ النَّمْلَ فِي حَالَةِ الأَذِيَّةِ ، فَإِِنَّهُ حِينَئِذٍ يَجُوزُ
قَتْلُهُ .وَفَصَّلَ
الْمَالِكِيَّةُ ، فَأَجَازُوا قَتْلَ النَّمْلِ بِشَرْطَيْنِ : أَنْ تُؤْذِيَ،
وَأَنْ لا يَقْدِرَ عَلَى تَرْكِهَا .وَكَرِهُوهُ
عِنْدَ الإِذَايَةِ مَعَ الْقُدْرَةِ عَلَى تَرْكِهَا .وَمَنَعُوهُ عِنْدَ عَدَمِ
الإِذَايَةِ .وَلا فَرْقَ
عِنْدَهُمْ فِي ذَلِكَ بَيْنَ أَنْ تَكُونَ الإِذَايَةِ فِي الْبَدَنِ أَوِ
الْمَالِ" . انتهى.
*"Para ulama mengecualikan semut dalam keadaan
mengganggu, sehingga dalam kondisi ini boleh membunuhnya.
Mazhab Malikiyah : merincikan dengan menyatakan bahwa
membunuh semut diperbolehkan dengan dua syarat:
1. Semut tersebut memang mengganggu.
2. Tidak memungkinkan untuk membiarkannya.
Mereka juga memakruhkannya jika semut mengganggu
tetapi masih memungkinkan untuk dibiarkan, dan mereka melarang membunuhnya jika
semut tidak menyebabkan gangguan.
Menurut mereka, tidak ada perbedaan antara gangguan
yang terjadi pada tubuh atau pada harta."* [Selesai]
Tidak ada masalah dalam membuang kantong sampah yang
terdapat semut di atasnya, karena hal ini tidak termasuk tindakan membunuh
semut secara langsung.
Syaikh Bin Baz rahimahullah berkata:
" هَذِهِ الحَشَرَاتُ
إِذَا حَصَلَ مِنْهَا الأَذَى جَازَ قَتْلُهَا، لَكِنْ بِغَيْرِ التَّحْرِيقِ، بَلْ
بِأَنْوَاعِ المُبِيدَاتِ الأُخْرَى؛ لِقَوْلِ النَّبِيِّ ﷺ: (خَمْسٌ مِنَ الدَّوَابِّ
كُلُّهُنَّ فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِي الحِلِّ وَالحَرَمِ: الغُرَابُ، وَالحِدَأَةُ،
وَالفَأْرَةُ، وَالعَقْرَبُ، وَالكَلْبُ العَقُورُ)، وَفِي لَفْظٍ: (وَالحَيَّةُ).
فَهَذِهِ أَخْبَرَ النَّبِيُّ ﷺ عَنْ
أَذَاهَا، وَأَنَّهَا فَوَاسِقُ يَعْنِي مُؤْذِيَةٌ، وَأَذِنَ فِي قَتْلِهَا، وَهَكَذَا
مَا أَشْبَهَهَا مِنَ الحَشَرَاتِ يُقْتَلْنَ فِي الحِلِّ وَالحَرَمِ إِذَا وُجِدَ
مِنْهَا الأَذَى، كَالنَّمْلِ وَالصَّرَاصِيرِ وَالبَعُوضِ وَنَحْوِهَا مِمَّا يُؤْذِي"
اِنْتَهَى
*"Serangga-serangga ini, jika menimbulkan
gangguan, boleh dibunuh, tetapi bukan dengan cara dibakar, melainkan dengan
jenis pembasmi lainnya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi ﷺ: (Ada lima jenis hewan yang semuanya fasik
dan boleh dibunuh di tanah halal maupun haram, yaitu: burung gagak, burung
hering, tikus, kalajengking, dan anjing gila), dan dalam riwayat lain: (serta
ular).
Nabi ﷺ mengabarkan
bahwa hewan-hewan ini berbahaya dan termasuk fasik, yakni mengganggu, sehingga
beliau mengizinkan untuk membunuhnya. Demikian pula, serangga lain yang
sejenisnya boleh dibunuh di tanah halal maupun haram jika menimbulkan gangguan,
seperti semut, kecoak, nyamuk, dan sejenisnya yang menyebabkan
gangguan."*
(*Majmu‘ Fatawa wa Maqalat Syaikh Ibn Baz*
5/301).
Syaikh Bin Baz rahimahullah juga pernah ditanya
mengenai banyaknya semut di dalam rumah, apakah boleh dibunuh?
Beliau menjawab:
"إِذَا كَانَ
هَذَا النَّمْلُ يُؤْذِيهِمْ؛ فَلَا بَأْسَ، أَمَّا إِذَا كَانَ لَا يُؤْذِي؛ فَلَا
يُقْتَلُ، الرَّسُولُ ﷺ نَهَى عَنْ قَتْلِ النَّمْلِ إِلَّا إِذَا كَانَ يُؤْذِي، إِذَا
آذَاهُمْ؛ فَلَا بَأْسَ أَنْ يَقْتُلُوهُ بِالمُبِيدَاتِ الَّتِي تُبِيدُهُ" اِنْتَهَى،
*"Jika semut itu mengganggu mereka, maka tidak
mengapa membunuhnya. Namun, jika tidak mengganggu, maka tidak boleh dibunuh.
Rasulullah ﷺ melarang
membunuh semut kecuali jika memang mengganggu. Jika memang mengganggu, maka
tidak mengapa membunuhnya dengan insektisida yang dapat
memusnahkannya."*
(Sumber: Situs resmi Syaikh Ibn Baz).
Dan Sheikh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya :
"Di rumah kami ada semut kecil yang mengganggu kami, apa pendapat Anda
tentang hal ini?"
Beliau menjawab:
النَّمْلُ وَغَيْرُ النَّمْلِ إِذَا آذَى
وَلَمْ يَنْدَفِعْ إِلَّا بِقَتْلِهِ فَلْيُقْتَلْ.
أَمَّا إِذَا لَمْ يَكُنْ مِنْهُ أَذِيَّةٌ،
لَا إِفْسَادُ الْبِنَاءِ، وَلَا إِفْسَادُ الطَّعَامِ، وَلَا تَنْكِيدُ النَّوْمِ
عَلَى الصِّبْيَانِ أَوْ عَلَى الْإِنْسَانِ فَلْيُتْرَكْهُ.
لَكِنْ إِذَا حَصَلَ مِنْهُ أَذِيَّةٌ
وَلَمْ يَنْدَفِعْ إِلَّا بِالْقَتْلِ، فَلَهُ ذَلِكَ، وَيُقْتَلُ بِسُمٍّ (كَالْفِلَيْتِ)
أَوْ غَيْرِهِ ". انْتَهَى
"Semut dan selain semut, jika mengganggu dan
tidak bisa dihindari kecuali dengan membunuhnya, maka boleh dibunuh.
Adapun jika tidak ada gangguan darinya, seperti
merusak bangunan, merusak makanan, atau mengganggu tidur anak-anak atau
manusia, maka biarkan saja.
Namun jika terjadi gangguan darinya dan tidak bisa
diatasi kecuali dengan membunuhnya, maka boleh dilakukan, dan bisa dibunuh
dengan racun (seperti fliet) atau selainnya." Tamat, dari *Al-Bab Al-Maftuh* (127/15).
Dan Syaikh al-Utsaimin juga berkata:
الحَشَرَاتُ وَنَحْوُهَا ثَلَاثَةُ أَقْسَامٍ:
**القِسْمُ الأَوَّلُ:**
قِسْمٌ أَمَرَ الشَّرْعُ بِقَتْلِهِ فَهَذَا يُقْتَلُ فِي الحِلِّ وَالحَرَمِ، حَتَّى
لَوْ تَجِدُهُ فِي وَسَطِ الكَعْبَةِ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى
آلِهِ وَسَلَّمَ: (خَمْسٌ مِنَ الدَّوَابِّ يُقْتَلْنَ فِي الحِلِّ وَالحَرَمِ: الغُرَابُ،
وَالحِدَأَةُ، وَالعَقْرَبُ، وَالفَأْرَةُ، وَالكَلْبُ العَقُورُ) وَالوَزَغُ أَيْضًا
مَأْمُورٌ بِقَتْلِهِ...
هَذَا القِسْمُ الأَوَّلُ: مَا أَمَرَ
الشَّرْعُ بِقَتْلِهِ؛ فَهَذَا يُقْتَلُ فِي الحِلِّ وَالحَرَمِ وَلَا إِشْكَالَ.
**القِسْمُ الثَّانِي:**
مَا نُهِيَ عَنْ قَتْلِهِ، فَهَذَا لَا يُقْتَلُ لَا فِي الحِلِّ وَلَا فِي الحَرَمِ،
مِثْلُ: النَّمْلَةِ وَالنَّحْلَةِ وَالهُدْهُدِ وَالصُّرَدِ؛ هَذَا لَا يُقْتَلُ لَا
فِي الحِلِّ وَلَا فِي الحَرَمِ، إِلَّا إِذَا آذَى، فَإِنَّهُ يُدَافَعُ بِالأَسْهَلِ
فَالأَسْهَلِ، فَإِنْ لَمْ يَنْدَفِعْ إِلَّا بِالقَتْلِ قُتِلَ.
**القِسْمُ الثَّالِثُ:**
مَا سَكَتَ الشَّرْعُ عَنْهُ، كَالصَّرَاصِيرِ وَالجُعْلَانِ وَالخُنْفَسَاءِ وَمَا
أَشْبَهَهُ، هَذِهِ قَالَ بَعْضُ العُلَمَاءِ: إِنَّهُ يَحْرُمُ قَتْلُهَا، وَقَالَ
بَعْضُهُمْ: إِنَّهُ يُكْرَهُ، وَقَالَ بَعْضُهُمْ: إِنَّهُ يُبَاحُ، لَكِنْ تَرْكُهُ
أَوْلَى، وَهَذَا القَوْلُ الثَّالِثُ هُوَ الصَّوَابُ أَنَّ قَتْلَهَا مُبَاحٌ، وَالدَّلِيلُ:
أَنَّهُ لَمْ يُنْهَ عَنْهَا - أَيْ: عَنْ قَتْلِهَا - وَلَمْ يُؤْمَرْ بِهَا - أَيْ:
بِقَتْلِهَا - مَسْكُوتٌ عَنْهُ.
لَكِنْ الأُولَى أَلَّا تُقْتَلَ، لِمَاذَا؟
لِأَنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى قَالَ: **تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ
وَالأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ
لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ** [الإسراء: ٤٤] فَدَعْهَا تُسَبِّحُ اللهَ عَزَّ جَلَّ
وَلَا تَقْتُلْهَا، لَكِنْ لَوْ قَتَلْتَهَا عَلَيْكَ إِثْمٌ؟ لَا". **اِنْتَهَى.**
"Serangga dan sejenisnya terbagi menjadi tiga
bagian:
**Bagian pertama:** Yang diperintahkan oleh syariat
untuk dibunuh, maka serangga ini boleh dibunuh baik di tanah halal maupun di
tanah haram, bahkan jika menemukannya di tengah Ka’bah sekalipun. Nabi ﷺ bersabda: *'Lima hewan yang boleh dibunuh
baik di tanah halal maupun di tanah haram: burung gagak, elang, kalajengking,
tikus, dan anjing gila.'* Tokek juga diperintahkan untuk dibunuh…
Bagian pertama ini mencakup hewan-hewan yang
diperintahkan oleh syariat untuk dibunuh, maka boleh dibunuh di tanah halal
maupun haram tanpa ada keraguan.
**Bagian kedua:** Hewan yang dilarang untuk dibunuh,
maka hewan ini tidak boleh dibunuh baik di tanah halal maupun di tanah haram,
seperti semut, lebah, burung hud-hud, dan burung shurad. Hewan-hewan ini tidak
boleh dibunuh baik di tanah halal maupun haram, kecuali jika mengganggu. Jika
mengganggu, maka harus diusir dengan cara paling ringan terlebih dahulu. Jika
tidak bisa diusir kecuali dengan dibunuh, maka boleh dibunuh.
**Bagian ketiga:** Hewan yang tidak disebutkan secara
khusus oleh syariat, seperti kecoa, kumbang, dan serangga sejenisnya. Ada ulama
yang berpendapat haram membunuhnya, ada yang berpendapat makruh, dan ada yang
berpendapat boleh. Namun, lebih baik dibiarkan hidup. Pendapat ketiga inilah
yang benar, yaitu bahwa membunuhnya diperbolehkan. Dalilnya adalah karena tidak
ada larangan khusus untuk membunuhnya dan juga tidak ada perintah untuk
membunuhnya.
Tetapi yang lebih utama adalah tidak membunuhnya.
Mengapa? Karena Allah Ta’ala berfirman:
*"Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di
dalamnya bertasbih kepada-Nya. Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih
dengan memuji-Nya, tetapi kalian tidak memahami tasbih mereka."* (Al-Isra:
44)
Maka biarkanlah hewan-hewan itu bertasbih kepada Allah
Azza wa Jalla dan jangan membunuhnya. Tetapi jika seseorang membunuhnya, apakah
dia berdosa? Tidak."
Selesai dari *"Liqaa’ al-Baab al-Maftuuh"
(218/7, dengan penomoran otomatis dalam Syamilah).*
Dalil Pengharamannya :
Diharamkannya membunuh semut dengan cara dibakar
adalah karena riwayat yang disampaikan oleh Ahmad (4018) dari Abdullah, ia
berkata:
كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَمَرَرْنَا بِقَرْيَةِ نَمْلٍ، فَأُحْرِقَتْ، فَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا يَنْبَغِي لِبَشَرٍ أَنْ
يُعَذِّبَ بِعَذَابِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
_"Kami bersama Nabi ﷺ, lalu kami melewati sebuah sarang semut
yang telah dibakar. Maka Nabi ﷺ bersabda:
'Tidak pantas bagi manusia untuk menyiksa dengan siksaan Allah ﷻ.'"_
Hadis ini dinyatakan sahih oleh Syu'aib
al-Arna'uth.
Juga berdasarkan sabda Nabi ﷺ:
فَإِنَّهُ لَا يُعَذِّبُ بِالنَّارِ
إِلَّا رَبُّ النَّارِ
_"Sesungguhnya tidak ada yang menyiksa dengan api
kecuali Tuhan pemilik api."_
Hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad (16034) dan Abu
Dawud (2673) dari hadis Hamzah bin Amr al-Aslami, serta dinyatakan sahih oleh
Al-Albani.
Wallahu a'lam.
0 Komentar