Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

ABDULLAH BIN MUBARAK ULAMA SALAF, AHLI ZUHUD DAN SANG MILYARDER YANG DERMAWAN

 ABDULLAH BIN MUBARAK ULAMA SALAF, AHLI ZUHUD DAN SANG MILYARDER YANG DERMAWAN

 ====

Di Tulis Oleh Abu Haitsam Fakhri

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

----


===

DAFTAR ISI :

  • PENDAHULUAN:
  • BIOGRAFI ABDULLAH BIN MUBARAK RAHIMAHULLAH:
  • SEKILAS SINGKAT TENTANG SOSOK ABDULLAH BIN AL-MUBARAK
  • PERJALANAN IBNU MUBARAK DALAM MENUNTUT ILMU:
  • GURU-GURU ABDULLAH BIN MUBARAK:
  • MURID-MURID ABDULLAH BIN AL-MUBARAK:
  • IBADAH ABDULLAH BIN MUBARAK:
  • JIHAD ABDULLAH BIN MUBARAK:
  • KEUTAMAAN KEILMUAN DAN IBADAH ABDULLAH BIN MUBARAK:
  • ADAB ABDULLAH BIN MUBARAK:
  • KEILMUAN ABDULLAH BIN AL-MUBARAK TELAH MENINGGIKAN DERAJAT-NYA
  • KESUKSESAN BISNIS PERDAGANGAN IBNU AL-MUBARAK
  • MENGAPA IBNU AL-MUBARAK AKTIF BERBISNIS DAGANG PADAHAL DIA ULAMA AHLI ZUHUD?
  • KEDERMAWANAN IBNU AL-MUBARAK & PERHATIANNYA TERHADAP PARA PENUNTUT ILMU
  • KEDERMAWANAN IBNU AL-MUBARAK & KEPEDULIAN-NYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN ORANG LAIN
  • SYAIR IBNU AL-MUBARAK TENTANG CELAAN JUALAN AGAMA
  • KAROMAH ABDULLAH BIN AL-MUBARAK
  • PERKATAAN ULAMA SALAF TENTANG ABDULLAH BIN AL-MUBARAK
  • CAHAYA HIKMAH DAN KATA-KATA BIJAK DARI PERKATAAN ABDULLAH BIN AL-MUBARAK
  • PELAJARAN PENTING DARI KEHIDUPAN IBNU AL-MUBARAK
  • KITAB-KITAB KARYA TULIS IBNU AL-MUBARAK

 *****

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ

===***===

PENDAHULUAN :

Syeikh Mas’ud Shobry berkata :

إِنَّ مِنْ أَهَمِّ الدُّرُوسِ فِي حَيَاةِ ابْنِ الْمُبَارَكِ عِدَّةَ أُمُورٍ، أَهَمُّهَا:

الْجَمْعُ بَيْنَ الْعِلْمِ وَالتِّجَارَةِ، وَأَنَّهُ لَيْسَ بِلازِمٍ أَنْ يَكُونَ الْعَالِمُ فَقِيرًا، بَلْ يُمْكِنُ أَنْ يَكُونَ لَهُ تِجَارَةٌ حَتَّى يَسْتَغْنِيَ عَمَّا فِي أَيْدِي النَّاسِ. 

ضَرَبَ ابْنُ الْمُبَارَكِ – رَحِمَهُ اللَّهُ – الْمَثَلَ فِي الْقُدْوَةِ، فَهُوَ مِثَالٌ لِلْعَالِمِ الَّذِي لَا يَقِفُ عَطَاؤُهُ فِي الْعِلْمِ، بَلْ يَجْمَعُ بَيْنَ الْعَطَاءِ فِي الْعِلْمِ وَالْإِنْفَاقِ فِي وُجُوهِ الْخَيْرِ.

Di antara pelajaran terpenting dalam kehidupan Ibnu al-Mubarak terdapat beberapa hal, yang paling utama adalah: 

“Menggabungkan antara ilmu dan bisnis perdagangan, sehingga seorang alim tidak mesti hidup dalam kemiskinan. Sebaliknya, ia dapat menjalankan bisnis perdagangan agar dapat mandiri secara finansial dan tidak bergantung pada bantuan orang lain.”.

Ibnu al-Mubarak – rahimahullah – menjadi teladan dalam keteladanan. Ia adalah contoh seorang alim yang tidak hanya berbagi dalam ilmu, tetapi juga menggabungkan antara berbagi ilmu yang dimiliki dan berbagi harta pribadi, di-infaqkah ke berbagai macam bentuk kebaikan”.

Muhammad bin Fudhail bin 'Iyadh berkata:

رَأَيْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الْمُبَارَكِ فِي الْمَنَامِ، فَقُلْتُ: أَيُّ الْأَعْمَالِ وَجَدْتَ أَفْضَلَ؟ قَالَ: الْأَمْرُ الَّذِي كُنْتُ فِيهِ. قُلْتُ: الرِّبَاطُ وَالْجِهَادُ؟ قَالَ: نَعَمْ. قُلْتُ: فَأَيُّ شَيْءٍ صَنَعَ بِكَ رَبُّكَ؟ قَالَ: غَفَرَ لِي مَغْفِرَةً مَا بَعْدَهَا مَغْفِرَةٌ وَكَلَّمَتْنِي امْرَأَةٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ أَوِ امْرَأَةٌ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ.

"Aku melihat Abdullah bin Mubarak dalam mimpi, lalu aku bertanya, 'Amal apakah yang engkau dapati paling utama?' Ia menjawab, 'Amal yang dulu aku lakukan.' Aku bertanya, 'Apakah itu ribath (berjaga di perbatasan) dan jihad?' Ia menjawab, 'Ya.' 

Aku bertanya lagi, 'Apa yang telah Tuhanmu lakukan kepadamu?' Ia menjawab, 'Dia telah mengampuniku dengan ampunan yang tidak ada ampunan setelahnya, dan seorang wanita dari penghuni surga atau seorang dari bidadari berbicara kepadaku.'"

 [Diriwayatkan dengan sanadnya oleh Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman 6/167 no. 4016, dan al-Khothib al-Baghdadi dalam Tarikh-nya 11/400 dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Damaskus 32/482

===***===

BIOGRAFI ABDULLAH BIN MUBARAK RAHIMAHULLAH:

Dia adalah Abdullah bin Al-Mubarak bin Wadhih, Abu Abdurrahman Al-Hanzhali, maula mereka, seorang Turki, kemudian Marwazi, seorang hafizh, mujahid, salah satu tokoh terkemuka.

Ibu Abdullah bin Mubarak berasal dari Khawarizm, sedangkan ayahnya adalah seorang Turki yang menjadi maula (budak yang dimerdekakan) dari seorang pedagang dari Bani Hanzhalah, penduduk Hamadzan. Oleh karena itu, setiap kali Ibnu Mubarak mengunjungi Hamadzan, ia selalu berbuat baik kepada keturunan bekas tuan ayahnya. 

Kunyah (gelar) beliau adalah Abu Abdurrahman. 

KELAHIRAN :  

Ia lahir pada tahun 118 H dan wafat pada tahun 181 H, ada juga yang mengatakan 182 H. 

 (Tārīkh Dimasyq, Ibnu Asakir, Jilid 32, Hal. 402), (Wafayāt al-A‘yān, Ibnu Khallikān, Jilid 3, Hal. 32). 

****

SEKILAS SINGKAT TENTANG SOSOK ABDULLAH BIN AL-MUBARAK

Abdullah bin Al-Mubarak bin Wadhih Al-Hanzhali adalah sosok yang unik pada masanya dan termasuk di antara tokoh besar Islam.

Abdullah bin Al-Mubarak adalah salah satu ulama yang terkenal tidak hanya karena ilmunya, tetapi juga karena kezuhudan dan ketakwaannya. Pada saat yang sama, ia juga dikenal sebagai pembisnis yang sukses dan kaya raya dan banyak berinfak di jalan Allah, membantu dalam berbagai kebaikan, serta memberi kepada fakir miskin dan para ahli ilmu. 

Ia adalah seorang faqih, alim, ahli ibadah, zahid, dermawan, pemberani, dan penyair. Ia mengumpulkan hadis, fiqh, bahasa Arab, sejarah manusia, keberanian, perdagangan, dan kedermawanan.

Ia dikenal sebagai orang yang berilmu dan bertakwa. Ia memiliki kebiasaan berhaji satu tahun dan berjihad pada tahun berikutnya. Perjalanan hidupnya banyak dihabiskan untuk menuntut ilmu, berjihad, berhaji, dan berdagang. 

Abdullah bin Al-Mubarak tumbuh dalam lingkungan yang penuh ketakwaan dan kewara’an. Ayahnya bekerja di sebuah kebun dan bahkan tidak mengetahui mana buah yang manis dan mana yang asam. Ia menikah dengan seorang wanita yang memiliki agama dan akhlak yang baik, yaitu putri dari pemilik kebun tersebut. Dari pernikahan itu, lahirlah Abdullah bin Al-Mubarak. 

Ia dibesarkan di kota Marw, sebuah tempat yang terkenal dengan ilmu pengetahuannya. Ia belajar dari para ulama di daerahnya, tetapi tidak puas hanya dengan itu. Ia pun melakukan perjalanan untuk menuntut ilmu, hingga mencapai kedudukan yang tinggi dalam bidang keilmuan. 

****

PERJALANAN IBNU MUBARAK DALAM MENUNTUT ILMU:

1]. Abdullah bin Mubarak mulai menuntut ilmu pada usia dua puluh tahun. Ia melakukan perjalanan ke Makkah, Madinah, Syam, Mesir, Irak, Jazirah (wilayah antara Eufrat dan Tigris), serta Khurasan; (Siyar A‘lam al-Nubalā, adz-Dzahabi, Jilid 8, Hal. 381). 

2]. Abdullah bin Mubarak berkata:

حَمَلْتُ الْعِلْمَ عَنْ أَرْبَعَةِ آلَافِ شَيْخٍ، فَرَوَيْتُ عَنْ أَلْفِ شَيْخٍ

"Aku menimba ilmu dari empat ribu guru, dan meriwayatkan hadits dari seribu di antara mereka." (Siyar A‘lam al-Nubalā, adz-Dzahabi, Jilid 8, Hal. 397). 

****

GURU-GURU ABDULLAH BIN MUBARAK:

Beliau meriwayatkan hadits dari banyak ulama, di antaranya: 

- Sulaiman at-Taimi, Ashim al-Ahwal, Humaid ath-Thawil, Hisyam bin Urwah, al-Jurairi, Ismail bin Abi Khalid, al-A‘mash, Buraid bin Abdullah bin Abi Burdah, Khalid al-Hadzdza', Yahya bin Sa‘id al-Anshari, Abdullah bin ‘Aun, Musa bin ‘Uqbah, Husain al-Mu‘allim, Hanzhalah as-Sadusi, Haiwah bin Syuraih al-Mishri, Kahmas, al-Auza‘i, Abu Hanifah, Ibnu Juraij, Ma‘mar bin Rasyid, Sufyan ats-Tsauri, Syu‘bah, Ibnu Abi Dhi’b, Hammad bin Zaid, Hammad bin Salamah, Malik bin Anas, al-Laits bin Sa‘d, Abdullah bin Lahiah, Husyaim, Ismail bin ‘Ayyasy, Sufyan bin ‘Uyainah, Baqiyah bin al-Walid, dan masih banyak lagi ulama lainnya; (Lihat : Siyar A‘lam an-Nubalā, karya adz-Dzahabi, Jilid 8, Hal. 379).

****

MURID-MURID ABDULLAH BIN AL-MUBARAK:

Hadis diriwayatkan darinya oleh: Ma’mar bin Rasyid, Sufyan Ats-Tsauri, Abu Ishaq Al-Fazari, sekelompok gurunya, Baqiyyah bin Al-Walid, Ibnu Wahb, Ibnu Mahdi, sekelompok rekan seangkatannya, Abu Dawud, Abdurrazzaq bin Hammam, Ibnu Ma’in, Hibban bin Musa, Abu Bakar bin Abi Syaibah, Yahya bin Adam, Abdan bin Utsman, Abu Usamah, Muslim bin Ibrahim, Al-Hasan bin Ar-Rabi’, Ahmad bin Mani’, Ali bin Hujr, Al-Hasan bin Isa, Al-Hasan bin ‘Arafah, Ya’qub Ad-Dawraqi, dan banyak lagi yang sulit dihitung jumlahnya. *(Siyar A’lam An-Nubala’ karya Adz-Dzahabi, Jilid 8, Halaman 380).* 

****

IBADAH ABDULLAH BIN MUBARAK:

Nu'aim bin Hammad berkata: "Aku tidak pernah melihat orang yang lebih berakal daripada Ibnu Mubarak, dan tidak pula yang lebih banyak usahanya dalam beribadah" (Siyar A'lam an-Nubala' oleh Adz-Dzahabi, Jilid 8, Hal. 405). 

Ismail bin Ayyasy berkata:

"لَقَدْ حَدَّثَنِي أَصْحَابِي أَنَّهُمْ صَحِبُوا ابْنَ الْمُبَارَكِ مِنْ مِصْرَ إِلَى مَكَّةَ، فَكَانَ يُطْعِمُهُمُ الْخَبِيصَ (نَوْعٌ مِنَ الطَّعَامِ)، وَهُوَ الدَّهْرَ صَائِمٌ".

"Teman-temanku menceritakan kepadaku bahwa mereka pernah menemani Ibnu Mubarak dari Mesir ke Mekah, dan selama perjalanan itu ia memberi mereka makanan *khabis* (sejenis makanan), sementara ia sendiri terus berpuasa" (Tarikh Baghdad oleh Al-Khatib Al-Baghdadi, Jilid 11, Hal. 388). 

****

JIHAD ABDULLAH BIN MUBARAK:

Abdullah bin Al-Mubarak dikenal sebagai seorang pedagang yang juga seorang mujahid, karena ia menggabungkan antara jihad dan perdagangan di jalan Allah. Dalam hal ini, Abdah bin Sulaiman Al-Marwazi berkata: 

كُنَّا فِي سَرِيَّةٍ مَعَ ابْنِ الْمُبَارَكِ فِي بِلَادِ الرُّومِ، فَصَادَفْنَا الْعَدُوَّ، وَلَمَّا الْتَقَى الْجَمْعَانِ خَرَجَ رَجُلٌ لِلْمُبَارَزَةِ، فَبَرَزَ إِلَيْهِ رَجُلٌ فَقَتَلَهُ، ثُمَّ آخَرُ فَقَتَلَهُ، ثُمَّ آخَرُ فَقَتَلَهُ، ثُمَّ دَعَا إِلَى الْبِرَازِ، فَخَرَجَ إِلَيْهِ رَجُلٌ فَطَارَدَهُ سَاعَةً، ثُمَّ طَعَنَهُ فَقَتَلَهُ، فَازْدَحَمَ النَّاسُ فَزَاحَمْتُ، فَإِذَا هُوَ مُلَثَّمٌ وَجْهُهُ، فَأَخَذْتُ بِطَرَفِ ثَوْبِهِ فَمَدَدْتُهُ، فَإِذَا هُوَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ.

*"Kami berada dalam sebuah pasukan bersama Ibnu Al-Mubarak di wilayah Romawi. Ketika kami bertemu dengan musuh, seorang laki-laki dari pihak lawan maju untuk bertarung satu lawan satu. Maka seorang dari pasukan kami pun maju dan membunuhnya. Kemudian musuh mengirimkan satu orang lagi, dan kembali terbunuh. Lalu satu orang lagi maju, dan ia juga terbunuh. Setelah itu, seorang laki-laki dari musuh kembali menantang, dan seorang dari pasukan kami keluar untuk menghadapinya. Ia berduel dengannya untuk beberapa waktu, kemudian menusuknya hingga terbunuh. Orang-orang pun berdesakan untuk melihat siapa pejuang tersebut. Aku ikut berdesakan dan melihat bahwa wajahnya tertutup kain. Aku menarik ujung kain itu, dan ternyata ia adalah Abdullah bin Al-Mubarak."*

[Baca: Tarikh Baghdad oleh al-Khothobi 11/400 dan Siyar al-A’lam an-Nubala oleh adz-Dzahabi 8/394].

Muhammad bin Fudhail bin 'Iyadh berkata:

رَأَيْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الْمُبَارَكِ فِي الْمَنَامِ، فَقُلْتُ: أَيُّ الْأَعْمَالِ وَجَدْتَ أَفْضَلَ؟ قَالَ: الْأَمْرُ الَّذِي كُنْتُ فِيهِ. قُلْتُ: الرِّبَاطُ وَالْجِهَادُ؟ قَالَ: نَعَمْ. قُلْتُ: فَأَيُّ شَيْءٍ صَنَعَ بِكَ رَبُّكَ؟ قَالَ: غَفَرَ لِي مَغْفِرَةً مَا بَعْدَهَا مَغْفِرَةٌ وَكَلَّمَتْنِي امْرَأَةٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ أَوِ امْرَأَةٌ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ.

"Aku melihat Abdullah bin Mubarak dalam mimpi, lalu aku bertanya, 'Amal apakah yang engkau dapati paling utama?' Ia menjawab, 'Amal yang dulu aku lakukan.' Aku bertanya, 'Apakah itu ribath (berjaga di perbatasan) dan jihad?' Ia menjawab, 'Ya.' 

Aku bertanya lagi, 'Apa yang telah Tuhanmu lakukan kepadamu?' Ia menjawab, 'Dia telah mengampuniku dengan ampunan yang tidak ada ampunan setelahnya, dan seorang wanita dari penghuni surga atau seorang dari bidadari berbicara kepadaku.'"

 [Diriwayatkan dengan sanadnya oleh Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman 6/167 no. 4016, dan al-Khothib al-Baghdadi dalam Tarikh-nya 11/400 dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Damaskus 32/482]

****

KEUTAMAAN KEILMUAN DAN IBADAH ABDULLAH BIN MUBARAK:

Semua referensi sepakat bahwa ia adalah seorang penuntut ilmu yang luar biasa langka. Ia melakukan perjalanan ke seluruh negeri yang dikenal sebagai pusat kegiatan ilmiah pada masanya. Mengenainya, Abdurrahman bin Abi Hatim berkata:

«سَمِعْتُ أَبِي يَقُولُ: كَانَ ابْنُ الْمُبَارَكِ رَبَعَ الدُّنْيَا بِالرِّحْلَةِ فِي طَلَبِ الْحَدِيثِ، لَمْ يَدَعِ الْيَمَنَ وَلَا مِصْرَ وَلَا الشَّامَ وَلَا الْجَزِيرَةَ وَالْبَصْرَةَ وَلَا الْكُوفَةَ»

*"Aku mendengar ayahku berkata: Ibnu Mubarak telah menjelajahi seperempat dunia dalam perjalanannya mencari hadis. Ia tidak melewatkan Yaman, Mesir, Syam, Jazirah, Bashrah, maupun Kufah."* Kesaksian ini juga dikukuhkan oleh Ahmad bin Hanbal. [Lihat : al-Jarh wa at-Ta’diil oleh Ibnu Abi Hatim 1/264].

Ibnu Mubarak pernah berkata:

«خَصْلَتَانِ مَنْ كَانَتَا فِيهِ نَجَا: الصِّدْقُ، وَحُبُّ أَصْحَابِ مُحَمَّدٍ»

*"Dua hal yang jika ada pada seseorang, maka ia akan selamat: kejujuran dan kecintaan kepada para sahabat Muhammad."* [Lihat : Asy-Syifaa Bi Ta’riif Huquuq al-Mushthofa 2/54 oleh al-Qodhi Iyadh al-Yahshobi].

Al-Hasan bin Isa, bekas budak Ibnu Mubarak, berkata:

اجْتَمَعَ جَمَاعَةٌ مِثْلَ الْفَضْلِ بْنِ مُوسَى، وَمُخَلَّدِ بْنِ الْحُسَيْنِ، فَقَالُوا: تَعَالَوْا نَعُدَّ خِصَالَ ابْنِ الْمُبَارَكِ مِنْ أَبْوَابِ الْخَيْرِ، فَقَالُوا: الْعِلْمُ، وَالْفِقْهُ، وَالْأَدَبُ، وَالنَّحْوُ، وَاللُّغَةُ، وَالزُّهْدُ، وَالْفَصَاحَةُ، وَالشِّعْرُ، وَقِيَامُ اللَّيْلِ، وَالْعِبَادَةُ، وَالْحَجُّ، وَالْغَزْوُ، وَالشَّجَاعَةُ، وَالْفُرُوسِيَّةُ، وَالْقُوَّةُ، وَتَرْكُ الْكَلَامِ فِيمَا لَا يَعْنِيهِ، وَالْإِنْصَافُ، وَقِلَّةُ الْخِلَافِ عَلَى أَصْحَابِهِ.

"Sekelompok orang seperti Al-Fadhl bin Musa dan Mukhlid bin Al-Husain berkumpul, lalu mereka berkata: 'Mari kita hitung keutamaan Ibnu Mubarak dalam berbagai aspek kebaikan.' Mereka pun menyebutkan: ilmu, fikih, adab, nahwu, bahasa, kezuhudan, kefasihan, syair, qiyamul lail, ibadah, haji, jihad, keberanian, kepiawaian berkuda, kekuatan, meninggalkan pembicaraan yang tidak bermanfaat, sifat adil, dan jarangnya ia berselisih dengan sahabat-sahabatnya" (Tarikh Dimasyq oleh Ibnu Asakir, Jilid 32, Hal. 429). 

Ahmad bin Hanbal berkata:

"لَمْ يَكُنْ فِي زَمَانِ ابْنِ الْمُبَارَكِ أَطْلَبَ لِلْعِلْمِ مِنْهُ، رَحَلَ إِلَى الْيَمَنِ وَإِلَى مِصْرَ وَإِلَى الشَّامِ، وَالْبَصْرَةِ، وَالْكُوفَةِ، وَكَانَ مِنْ رُوَاةِ الْعِلْمِ وَأَهْلِ ذَاكَ، كَتَبَ عَنِ الصِّغَارِ وَالْكِبَارِ، وَجَمَعَ أَمْرًا عَظِيمًا، مَا كَانَ أَحَدٌ أَقَلَّ سَقْطًا مِنْهُ، كَانَ يُحَدِّثُ مِنْ كِتَابٍ، كَانَ رَجُلًا صَاحِبَ حَدِيثٍ حَافِظًا" انتهى.

“Di zaman Ibnu Al-Mubarak, tidak ada seorang pun yang lebih giat menuntut ilmu darinya. Ia melakukan perjalanan ke Yaman, Mesir, Syam, Basrah, dan Kufah. Ia termasuk perawi ilmu dan ahlinya. Ia meriwayatkan dari orang-orang yang lebih muda maupun yang lebih tua, dan mengumpulkan ilmu yang sangat besar. Tidak ada seorang pun yang lebih sedikit kesalahannya dibandingkan dirinya. Ia meriwayatkan hadis dari kitab (catatan), dan ia adalah seorang ahli hadis yang hafal dengan baik.” (Selesai). [Masaa’il al-Imam Ahmad wa Ishaq bin Rahawiah 1/137 karya Abu Ya’qub al-Marwazy al-Kawsaj (w. 251 H).

Ia mencari ilmu di mana pun ia menemukannya dan mengambilnya dari siapa pun yang memilikinya, tanpa ada halangan yang menghentikannya. Ia menulis ilmu dari orang yang lebih tinggi darinya, dari orang yang setara dengannya, bahkan dari orang yang lebih muda darinya. 

Diriwayatkan :

أَنَّهُ مَاتَ ابْنٌ لَهُ فَعَزَّاهُ مَجُوسِيٌّ فَقَالَ: يَنْبَغِي لِلْعَاقِلِ أَنْ يَفْعَلَ الْيَوْمَ مَا يَفْعَلُهُ الْجَاهِلُ بَعْدَ أُسْبُوعٍ. فَقَالَ ابْنُ الْمُبَارَكِ: اُكْتُبُوا هَذِهِ.

bahwa ketika anaknya meninggal dunia, ada seorang Majusi datang bertakziyah dan berkata, *"Orang yang berakal hendaknya melakukan hari ini apa yang dilakukan orang bodoh setelah seminggu."* Maka Ibnu Mubarak berkata, *"Kalian catatlah perkataan ini."* [Lihat : Ihya Ulumuddin karya al-Gazali 4/133 dan Tanbihul Ghofilin karya Abu al-Laits as-Samarqandi hal. 262].

Kecintaannya dalam menulis ilmu begitu besar hingga orang-orang terheran-heran. Ada sebuah riwayat :

فَقَدْ قِيلَ لَهُ مَرَّةً: كَمْ تَكْتُبُ؟ قَالَ: لَعَلَّ الْكَلِمَةَ الَّتِي أَنْتَفِعُ بِهَا لَمْ أَكْتُبْهَا بَعْدُ. وَعَابَهُ قَوْمُهُ عَلَى كَثْرَةِ طَلَبِهِ لِلْحَدِيثِ فَقَالُوا: إِلَى مَتَى تَسْمَعُ؟ فَقَالَ: إِلَى الْمَمَاتِ.

Suatu ketika seseorang bertanya kepadanya, *"Berapa lama lagi engkau akan terus menulis?"* Ia menjawab, *"Mungkin aku belum mencatat satu kata yang akan bermanfaat bagiku nanti."* Kaumnya pernah mencelanya karena terus-menerus mencari hadis, lalu mereka berkata, *"Sampai kapan engkau akan mendengarkan hadis?"* Ia menjawab, *"Sampai aku mati."*  [Lihat : al-Jarh wa at-Ta’diil oleh Ibnu Abi Hatim 1/280 dan Siyar al-A’lam an-Nubala karya adz-Dzahabi 8/407].

Ia juga berusaha mengumpulkan empat puluh hadis sebagai bentuk penerapan sabda Nabi :

(مَنْ حَفِظَ عَلَى أُمَّتِي أَرْبَعِينَ حَدِيثًا مِنْ أَمْرِ دِينِهَا بَعَثَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي زُمْرَةِ الْفُقَهَاءِ وَالْعُلَمَاءِ)

*"Barang siapa yang menghafal untuk umatku empat puluh hadis yang berkaitan dengan urusan agamanya, Allah akan membangkitkannya pada hari kiamat bersama kelompok para ahli fikih dan ulama."* Kita memohon kepada Allah agar mengumpulkan kita bersamanya dalam kebaikan. [Baca : al-Arba’un Haditsan karya al-Ajury hal. 203 no. 45 dan al-Majruhin karya Ibnu Hibbaan 1/134].

Namun, Ibnu Mubarak tidak hanya memperhatikan kuantitas dalam mengumpulkan ilmu, tetapi juga sangat selektif dalam memilihnya. Ia sangat menjaga amanah ilmu dan kehati-hatian dalam agama. Oleh karena itu, sikap kritis dalam menerima ilmu adalah metode yang ia pegang teguh. Ia meneliti setiap hadis yang sampai kepadanya, menyaring mana yang dapat diterima dan mana yang harus ditolak berdasarkan sanadnya. 

Ibnu Mubarak juga sangat memperhatikan hadis-hadis sahih dari Rasulullah dan lebih mengutamakan mempelajarinya dibandingkan hadis-hadis yang lemah. Ia berkata:

«لَنَا فِي صَحِيحِ الْحَدِيثِ شُغْلٌ عَنْ سَقِيمِهِ».

*"Kami sudah cukup sibuk dengan hadis yang sahih, sehingga tidak perlu menyibukkan diri dengan yang lemah."* [Lihat : al-Madkhol Ilaa as-Sunan al-Kubra oleh al-Baihaqi 1/337 dan Tarikh Damaskus oleh Ibnu Asakir 32/441].

Namun, dalam kitabnya *Az-Zuhd*, Ibnu Mubarak tetap mencantumkan beberapa hadis lemah, karena ia berpendapat bahwa hadis dhaif boleh diamalkan dalam keutamaan amal.

****

ADAB ABDULLAH BIN MUBARAK:

1]. Ismail Al-Khathibi berkata:

بَلَغَنِي عَنْ ابْنِ الْمُبَارَكِ: أَنَّهُ حَضَرَ عِنْدَ حَمَّادِ بْنِ زَيْدٍ، فَقَالَ أَصْحَابُ الْحَدِيثِ لِحَمَّادٍ: سَلْ أَبَا عَبْدِالرَّحْمٰنِ أَنْ يُحَدِّثَنَا، فَقَالَ: يَا أَبَا عَبْدِالرَّحْمٰنِ، حَدِّثْهُمْ، فَإِنَّهُمْ قَدْ سَأَلُونِي؟ قَالَ: سُبْحَانَ اللَّهِ! يَا أَبَا إِسْمَاعِيلَ، أُحَدِّثُ وَأَنْتَ حَاضِرٌ؟ فَقَالَ: أَقْسَمْتُ عَلَيْكَ لَتَفْعَلَنَّ، فَقَالَ: خُذُوا، حَدَّثَنَا أَبُو إِسْمَاعِيلَ حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، فَمَا حَدَّثَ بِحَرْفٍ إِلَّا عَنْ حَمَّادِ بْنِ زَيْدٍ.

"Telah sampai padaku kabar bahwa Ibnu Mubarak pernah hadir dalam majelis Hammam bin Zaid. Para ahli hadis berkata kepada Hammam: 'Tanyakan kepada Abu Abdurrahman agar ia meriwayatkan hadis kepada kami.' Hammam pun berkata: 'Wahai Abu Abdurrahman, sampaikanlah hadis kepada mereka, karena mereka telah memintaku.' Maka Ibnu Mubarak menjawab: 'Subhanallah! Wahai Abu Ismail, apakah aku akan meriwayatkan hadis sementara engkau hadir?' Hammam berkata: 'Aku bersumpah kepadamu untuk melakukannya.' Maka Ibnu Mubarak pun berkata: 'Dengarkanlah, telah menceritakan kepada kami Abu Ismail Hammam bin Zaid…' Ia tidak meriwayatkan satu huruf pun kecuali dari Hammam bin Zaid" (Tarikh Baghdad oleh Al-Khatib Al-Baghdadi, Jilid 11, Hal. 388). 

2]. Ibnu Mubarak pernah ditanya dalam majelis yang dihadiri oleh Sufyan bin Uyainah tentang suatu permasalahan, maka ia menjawab:

إِنَّا نُهِينَا أَنْ نَتَكَلَّمَ عِندَ أَكَابِرِنَا.

 "Kami dilarang berbicara di hadapan orang-orang besar kami" (Tarikh Dimasyq oleh Ibnu Asakir, Jilid 27, Hal. 64). 

3]. Muhammad bin Humaid berkata:

عَطَسَ رَجُلٌ عِندَ ابْنِ الْمُبَارَكِ، فَقَالَ لَهُ ابْنُ الْمُبَارَكِ: أَيُّ شَيْءٍ يَقُولُ الرَّجُلُ إِذَا عَطَسَ؟ قَالَ: الْحَمْدُ لِلَّهِ، قَالَ لَهُ: يَرْحَمُكَ اللَّهُ، قَالَ: فَعَجِبْنَا كُلُّنَا مِنْ حُسْنِ أَدَبِهِ.

"Seseorang bersin di hadapan Ibnu Mubarak, lalu ia bertanya: 'Apa yang seharusnya dikatakan oleh seseorang yang bersin?' Orang itu menjawab: 'Alhamdulillah.' Maka Ibnu Mubarak menjawab: 'Yarhamukallah (Semoga Allah merahmatimu).' Kami semua takjub melihat adabnya yang luar biasa" (Tarikh Baghdad oleh Al-Khatib Al-Baghdadi, Jilid 11, Hal. 388).

****

KEILMUAN ABDULLAH BIN AL-MUBARAK TELAH MENINGGIKAN DERAJAT-NYA

Asy’ats bin Syu’bah Al-Mishishi berkata:

قَدِمَ الْخَلِيفَةُ هَارُونُ الرَّشِيدُ الرَّقَّةَ، فَانْجَفَلَ النَّاسُ خَلْفَ ابْنِ الْمُبَارَكِ، وَتَقَطَّعَتِ النِّعَالُ، وَارْتَفَعَتِ الْغُبَارَةُ، فَأَشْرَفَتْ أُمُّ وَلَدٍ لِأَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ مِنْ بُرْجٍ مِنْ قَصْرِ الْخَشَبِ، فَقَالَتْ: مَا هَذَا؟ قَالُوا: عَالِمٌ مِنْ أَهْلِ خُرَاسَانَ قَدِمَ، قَالَتْ: هَذَا - وَاللَّهِ - الْمُلْكُ، لَا مُلْكَ هَارُونَ الَّذِي لَا يَجْمَعُ النَّاسَ إِلَّا بِشُرَطٍ وَأَعْوَانٍ۔

Ketika Khalifah Harun Ar-Rasyid tiba di kota Ar-Raqqah, orang-orang berbondong-bondong mengikuti Ibnu Al-Mubarak. Sandal-sandal terputus, debu beterbangan, lalu seorang budak perempuan milik Amirul Mukminin melihat dari sebuah menara di istana kayu, lalu ia bertanya, “Apa ini?”

Mereka menjawab, “Seorang ulama dari Khurasan telah datang.”

Ia pun berkata, “Demi Allah, inilah kerajaan yang sebenarnya, bukan kerajaan Harun yang tidak bisa mengumpulkan manusia kecuali dengan polisi dan pengawal.” (Tarikh Baghdad, Al-Khatib Al-Baghdadi, jilid 11, halaman 388).

===***===

KESUKSESAN BISNIS PERDAGANGAN IBNU AL-MUBARAK

Syeikh Mas’ud Shobry dalam Tulisan-nya “الفَقِيهُ المِلْيُونِيرُ عَبْدُ اللهِ بْنُ المُبَارَكِ” berkata :

“Abdullah bin al-Mubarak adalah ulama besar dari kalangan Tabi’in, ahli zuhud, ahli Ibadah, ahli jihad dan ahli Ribaath fii sabilillah.

Namun dia juga seorang pedagang terkenal yang pada masa hidupnya memiliki kekayaan sebesar 400 ribu dinar emas, yang setara dengan 1.700.000 gram emas saat ini. Jika dikonversikan ke mata uang modern, jumlah ini setara dengan 27.625.000 dinar Kuwait atau sekitar 82.875.000 dolar Amerika. Itu adalah modal usahanya. Setiap tahun, ia memperoleh keuntungan sebesar 100 ribu dinar emas, atau sekitar 425.000 gram emas, yang bernilai hampir 7 juta dinar Kuwait, lebih dari 20 juta dolar Amerika. 

Namun, seluruh keuntungan tahunan yang mencapai lebih dari 20 juta dolar itu ia habiskan untuk para ulama, penuntut ilmu, fakir miskin, serta para ahli ibadah dan zuhud. Bahkan, terkadang ia menambahkannya dari modal pribadinya. 

Meskipun sangat kaya, ia menyerupai para sahabat Rasulullah dalam segala hal. Hingga Sufyan bin ‘Uyainah berkata tentangnya,

كَانَ مِثْلَ ٱلصَّحَابَةِ فِي كُلِّ شَيْءٍ، لَا يُفَضِّلُونَ عَلَيْهِ إِلَّا فِي أَنَّهُمْ صَحِبُوا ٱلرَّسُولَ ﷺ.

*"Ia seperti para sahabat dalam segala hal. Mereka hanya lebih unggul darinya karena mereka berkesempatan menemani Rasulullah ."* 

Bahkan, para sahabatnya berpendapat bahwa Allah telah mengumpulkan dalam dirinya semua sifat kebaikan.

Ia sangat dermawan. Pernah, dalam suatu perjalanan ke Mesir bersama para sahabatnya, ia menjamu mereka dengan makanan dan hidangan manis terbaik, sementara dirinya sendiri tetap berpuasa sepanjang tahun. 

Sebagai seorang faqih yang juga seorang jutawan, ia berpendapat bahwa memberi makan fakir miskin, mengurus janda, dan membantu orang-orang yang membutuhkan lebih utama daripada haji sunnah.

Pada suatu tahun, saat ia berangkat menunaikan haji, ia melewati sebuah daerah sebelum tiba di Makkah. Di sana, seekor burung yang mereka bawa mati. Ia pun memerintahkan agar bangkai burung itu dibuang ke tempat sampah. 

Ketika rombongannya berjalan di depan, ia tertinggal di belakang. Saat melewati tempat sampah itu, ia melihat seorang budak perempuan keluar dari rumah di dekatnya dan mengambil bangkai burung itu. Maka Ibnu al-Mubarak pun memanggilnya dan bertanya mengapa ia mengambil bangkai burung tersebut, sambil mengingatkannya bahwa memakan bangkai adalah haram dalam syariat. 

Setelah terus-menerus mendesaknya dengan pertanyaan, gadis itu akhirnya mengaku bahwa ia hidup bersama saudara perempuannya dalam keadaan miskin, tidak memiliki apa pun selain pakaian yang melekat di tubuhnya. Ia termasuk golongan yang diperbolehkan memakan bangkai karena darurat. Ayahnya dulunya seorang yang kaya raya, tetapi dizalimi, hartanya dirampas, dan akhirnya ia dibunuh. 

Mendengar hal itu, ia pun bertanya kepada salah seorang sahabatnya yang turut serta dalam perjalanan haji, *"Berapa uang bekal yang kau bawa?"* 

Orang itu menjawab, *"Seribu dinar."* (Setara dengan 69.062,5 dinar Kuwait atau sekitar 207.187,5 dolar Amerika). 

Ia lalu berkata, *"Cukuplah bagi kita 20 dinar untuk pulang ke Marw."* 

Kemudian, ia memberikan seluruh sisa uangnya kepada gadis tersebut dan berkata, *"Ini lebih utama daripada haji kita tahun ini."* Setelah itu, ia pun kembali ke negerinya. 

Bahkan, dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa malaikat telah menunaikan haji untuknya sebagai ganti, dan beberapa orang melihatnya di Makkah selama musim haji, meskipun ia tidak berada di sana. Namun, kebenaran riwayat ini tetap membutuhkan penelitian lebih lanjut.

Referensi : **lihat: Al-Bidayah Wan-Nihayah Karay Ibnu Katsir (13/611-612) dan Tarikh Dimasyq Karya Ibnu Asakir (32/438)**

===***===

MENGAPA IBNU AL-MUBARAK AKTIF BERBISNIS DAGANG PADAHAL DIA ULAMA AHLI ZUHUD?

Dalam Tarikh Baghdad di ceritakan :

قَالَ الفُضَيْلُ بْنُ عِيَاضٍ لِابْنِ المُبَارَكِ: أَنْتَ تَأْمُرُنَا بِالزُّهْدِ وَالتَّقَلُّلِ وَالبُلْغَةِ، وَنَرَاكَ تَأْتِي بِالبَضَائِعِ مِنْ بِلَادِ خُرَاسَانَ إِلَى البَلَدِ الحَرَامِ، كَيْفَ ذَا؟ قَالَ: يَا أَبَا عَلِيٍّ، إِنَّمَا أَفْعَلُ ذَا لِأَصُونَ وَجْهِي، وَأُكْرِمَ عِرْضِي، وَأَسْتَعِينَ بِهِ عَلَى طَاعَةِ رَبِّي، لَا أَرَى لِلَّهِ حَقًّا إِلَّا سَارَعْتُ إِلَيْهِ حَتَّى أَقُومَ بِهِ، قَالَ الفُضَيْلُ: يَا بْنَ المُبَارَكِ، مَا أَحْسَنَ ذَا إِنْ تَمَّ ذَا!

Al-Fudhayl bin ‘Iyadh berkata kepada Ibnu al-Mubarak: "Engkau memerintahkan kami untuk zuhud, hidup sederhana, dan mencukupkan diri dengan sekadar kebutuhan, tetapi aku melihatmu membawa barang dagangan dari negeri Khurasan ke tanah suci [Mekkah]. Bagaimana bisa demikian?" 

Ibnu al-Mubarak menjawab: "Wahai Abu ‘Ali, aku melakukan ini agar aku dapat menjaga kehormatanku (dari meminta-minta atau mengharap-harap pemberian manusia atau jualan agama. Pen), memuliakan diriku, dan menjadikannya sebagai sarana untuk menaati Rabbku. Aku tidak melihat ada hak Allah melainkan aku segera berusaha menunaikannya." 

Al-Fudhayl berkata: “Wahai Ibnu Mubarak, alangkah indah perbuatan ini jika engkau benar-benar melakukannya.”

(Baca : Tarikh Baghdad, Al-Khatib Al-Baghdadi, Jilid 11, Halaman 388, Tahdzib al-Kamal oleh Al-Mizzi16/19, 20 dan Tarikh Dimasyq oleh Ibnu Asakir 32/455). 

[Jarak tempuh antara Khurasan dan Mekkah menurut Google Maps **3486,58 KM atau 2161,68 mil**]

Selain itu, Abdullah bin Al-Mubarak juga merupakan contoh pedagang yang jujur. Ia berdagang agar dapat menafkahi para ulama dan penuntut ilmu. Ia pernah berkata: 

"إِنِّي أَعْرِفُ مَكَانَ قَوْمٍ لَهُمْ فَضْلٌ وَصِدْقٌ، طَلَبُوا الْحَدِيثَ فَأَحْسَنُوا الطَّلَبَ لِلْحَدِيثِ، وَحَاجَةُ النَّاسِ إِلَيْهِمْ شَدِيدَةٌ وَقَدِ احْتَاجُوا، فَإِنْ تَرَكْنَاهُمْ ضَاعَ عِلْمُهُمْ، وَإِنْ أَغْنَيْنَاهُمْ نَشَرُوا الْعِلْمَ لِأُمَّةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلَا أَعْلَمُ بَعْدَ النُّبُوَّةِ دَرَجَةً أَفْضَلَ مِنْ بَثِّ الْعِلْمِ".

*"Aku mengetahui ada sekelompok orang yang memiliki keutamaan dan kejujuran. Mereka telah menuntut ilmu hadis dengan baik, dan orang-orang sangat membutuhkan mereka. Namun, mereka mengalami kesulitan ekonomi. Jika kita meninggalkan mereka begitu saja, maka ilmu mereka akan hilang. Tetapi jika kita membantu mereka, mereka akan menyebarkan ilmu kepada umat Muhammad . Dan aku tidak mengetahui ada kedudukan yang lebih tinggi setelah kenabian selain menyebarkan ilmu."* [Al-Mizzi: Tahdzib Al-Kamal 16/19, 20 – Ibnu Asakir: Tarikh Dimasyq 32/455.]

Adz-Dzahabi juga menceritakan tentang Ibnu Mubarak, dimana dia bercerita:

بَلَغَنَا أَنَّهُ قَالَ لِلْفُضَيْلِ بْنِ عِيَاضٍ: "لَوْلَاكَ وَأَصْحَابَكَ مَا ٱتَّجَرْتُ".

“Telah sampai kepada kami berita bahwa ia pernah berkata kepada Fudhail bin Iyadh: ‘Kalau bukan karena engkau dan para sahabatmu, aku tidak akan berdagang!’” [Lihat Siyar A'lam an-Nubala 8/386].

Al-Hafidz Ibnu Hajar menyebutkan : bahwa Ibnu Mubarak berdagang, lalu Ibnu Hajar berkata:

"لَوْلَا خَمْسَةٌ مَا ٱتَّجَرْتُ: ٱلسُّفْيَانَانِ (يَعْنِي ٱلْعَالِمَيْنِ ٱلْكَبِيرَيْنِ وَٱلْمُحَدِّثَيْنِ ٱلْعَظِيمَيْنِ: سُفْيَانَ ٱلثَّوْرِيَّ وَسُفْيَانَ بْنَ عُيَيْنَةَ رَحِمَهُمَا ٱللَّهُ)، وَٱلْفُضَيْلُ، وَٱبْنُ ٱلسَّمَّاكِ، وَٱبْنُ عَلِيَّةَ؛ فَيَصِلُهُمْ".

“Kalau bukan karena lima orang ini, aku tidak akan berdagang: Dua Sufyan (yaitu dua ulama besar dan ahli hadis terkenal, Sufyan Ats-Tsauri dan Sufyan bin Uyainah rahimahumallah), Fudhail, Ibnu As-Samak, dan Ibnu ‘Ulayyah - aku berdagang untuk membantu mereka.” [Lihat Tahdzib at-Tahdzib 1/242 – dan Tarikh Baghdad 6/235].

Ali bin Khasyram berkata:

قُلْتُ لِعِيسَى بْنِ يُونُسَ: كَيْفَ فَضَلَكُمْ ٱبْنُ ٱلْمُبَارَكِ وَلَمْ يَكُنْ بِأَسَنَّ مِنْكُمْ؟ قَالَ: كَانَ يُقَدِّمُ وَمَعَهُ ٱلْغِلْمَةُ ٱلْخُرَاسَانِيَّةُ، وَٱلْبَزَّةُ ٱلْحَسَنَةُ، فَيَصِلُ ٱلْعُلَمَاءَ، وَيُعْطِيهِمْ.

“Aku bertanya kepada Isa bin Yunus: ‘Bagaimana bisa Ibnu Mubarak lebih utama dari kalian padahal usianya tidak lebih tua dari kalian?’” Isa menjawab: “Ia datang dengan membawa para pemuda dari Khurasan, serta pakaian yang bagus, lalu ia membagikannya kepada para ulama dan memberi mereka bantuan.”  [Lihat Adz-Dzahabi: Tarikh al-Islam 1/1385].

Dikisahkan pula oleh Ja’far bin Abdullah Al-Warraq:

قَدِمَ ابْنُ الْمُبَارَكِ الْكُوفَةَ وَمَعَهُ مَالٌ، فَقَسَمَهُ، فَصَرَّ صُرَرًا، فَجَعَلَ يُوَجِّهُ إِلَى كُلِّ شَيْخٍ بِصُرَّةٍ

“Ibnu Mubarak datang ke Kufah dengan membawa harta, lalu ia membaginya ke dalam bungkusan-bungkusan kecil dan mengirimkan setiap bungkusan kepada setiap ulama.” [Lihat Tarikh Dimasyq 32/457.] 

Demikianlah keadaan seorang pedagang Muslim pada masanya, yaitu Abdullah bin Mubarak. Ia membantu para ulama dan penuntut ilmu dengan hartanya, mencukupi mereka agar tidak meminta-minta, serta membantu mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup agar mereka bisa fokus pada ilmu, menyebarkannya, dan memberikan manfaat kepada masyarakat. Semua itu ia lakukan meskipun dirinya sendiri adalah seorang ulama yang berilmu dan seorang mujahid di jalan Allah!

***

KEDERMAWANAN IBNU AL-MUBARAK & PERHATIANNYA TERHADAP PARA PENUNTUT ILMU

Para sahabat Ibnu al-Mubarak berpendapat bahwa Allah telah mengumpulkan dalam dirinya semua sifat kebaikan.

Ia sangat dermawan. Pernah, dalam suatu perjalanan ke Mesir bersama para sahabatnya, ia menjamu mereka dengan makanan dan hidangan manis terbaik, sementara dirinya sendiri tetap berpuasa sepanjang tahun. 

Referensi : **lihat: Al-Bidayah Wan-Nihayah Karay Ibnu Katsir (13/611-612) dan Tarikh Dimasyq Karya Ibnu Asakir (32/438)**

Berikut ini beberapa kutipan pernyataan para ulama tentang kedermawanan Ibnu al-Mubarak rahimahullah :

(1) Hiban bin Musa berkata:

عُوتِبَ ابْنُ الْمُبَارَكِ فِيمَا يُفَرِّقُ مِنَ الْمَالِ فِي الْبُلْدَانِ دُونَ بَلَدِهِ، قَالَ: إِنِّي أَعْرِفُ مَكَانَ قَوْمٍ لَهُمْ فَضْلٌ وَصِدْقٌ، طَلَبُوا الْحَدِيثَ فَأَحْسَنُوا طَلَبَهُ، لِحَاجَةِ النَّاسِ إِلَيْهِمُ احْتَاجُوا، فَإِنْ تَرَكْنَاهُمْ، ضَاعَ عِلْمُهُمْ، وَإِنْ أَعَنَّاهُمْ، بَثُّوا الْعِلْمَ لِأُمَّةِ مُحَمَّدٍ ﷺ، لَا أَعْلَمُ بَعْدَ النُّبُوَّةِ أَفْضَلَ مِنْ بَثِّ الْعِلْمِ۔

Ibnu Al-Mubarak pernah ditegur karena membagikan hartanya di berbagai negeri selain negerinya sendiri. Ia menjawab, “Aku mengetahui tempat orang-orang yang memiliki keutamaan dan kejujuran. Mereka mencari hadis dan melakukannya dengan baik. Karena kebutuhan manusia kepada mereka, mereka pun membutuhkan. Jika kita meninggalkan mereka, maka ilmu mereka akan hilang. Namun, jika kita membantu mereka, mereka akan menyebarkan ilmu bagi umat Muhammad . Aku tidak mengetahui sesuatu yang lebih utama setelah kenabian selain menyebarkan ilmu.” (Siyar A’lam An-Nubala’, Adz-Dzahabi, jilid 8, halaman 387). 

(2) Al-Musayyib bin Wadhih berkata:

أَرْسَلَ ابْنُ الْمُبَارَكِ إِلَى أَبِي بَكْرِ بْنِ عَيَّاشٍ أَرْبَعَةَ آلَافِ دِرْهَمٍ، فَقَالَ: سُدَّ بِهَا فِتْنَةَ الْقَوْمِ عَنكَ

Ibnu Al-Mubarak mengirimkan empat ribu dirham kepada Abu Bakar bin Ayyasy, lalu berkata, “Gunakanlah untuk menghindarkan fitnah kaum dari dirimu.” (Siyar A’lam An-Nubala’, Adz-Dzahabi, jilid 8, halaman 410). 

(3) Nu’aim bin Hammad berkata:

قَدِمَ ابْنُ الْمُبَارَكِ أَيْلَةَ (اسْمُ مَكَانٍ) عَلَى يُونُسَ بْنِ يَزِيدَ، وَمَعَهُ غُلَامٌ مُفَرَّغٌ لِعَمَلِ الْفَالُوذَجِ (نَوْعٌ مِنَ الْحَلْوَى)، يَتَّخِذُهُ لِلْمُحَدِّثِينَ۔

Ibnu Al-Mubarak tiba di Ailah (nama tempat) untuk menemui Yunus bin Yazid, dan ia membawa seorang budak yang khusus membuat faluudzaj (sejenis manisan) untuk para ahli hadis. (Siyar A’lam An-Nubala’, Adz-Dzahabi, jilid 8, halaman 410). 

****

KEDERMAWANAN IBNU AL-MUBARAK & KEPEDULIAN-NYA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN ORANG LAIN

(1) Salamah bin Sulaiman berkata:

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى ابْنِ المُبَارَكِ، فَسَأَلَهُ أَنْ يَقْضِيَ دَيْنًا عَلَيْهِ، فَكَتَبَ لَهُ إِلَى وَكِيلٍ لَهُ، فَلَمَّا وَرَدَ عَلَيْهِ الكِتَابُ، قَالَ لَهُ الوَكِيلُ: كَمِ الدَّيْنُ الَّذِي سَأَلْتَهُ قَضَاءَهُ؟ قَالَ: سَبْعُمِائَةِ دِرْهَمٍ، وَإِذَا عَبْدُاللَّهِ قَدْ كَتَبَ لَهُ أَنْ يُعْطِيَهُ سَبْعَةَ آلَافِ دِرْهَمٍ، فَرَاجَعَهُ الوَكِيلُ، وَقَالَ: إِنَّ الغَلَّاتِ (النُّقُودَ) قَدْ فَنِيَتْ، فَكَتَبَ إِلَيْهِ عَبْدُاللَّهِ: إِنْ كَانَتِ الغَلَّاتُ قَدْ فَنِيَتْ، فَإِنَّ العُمْرَ أَيْضًا قَدْ فَنِيَ، فَأَجِزْ لَهُ مَا سَبَقَ بِهِ قَلَمِي.

Seorang laki-laki datang kepada Ibnu al-Mubarak dan memintanya untuk melunasi utangnya. Maka Ibnu al-Mubarak menulis surat kepada seorang wakilnya. Ketika surat itu sampai kepada wakil tersebut, ia bertanya kepada orang itu: "Berapa jumlah utang yang engkau minta untuk dilunasi?" 

Ia menjawab: "Tujuh ratus dirham." Namun ternyata, Ibnu al-Mubarak telah menulis dalam suratnya agar diberikan kepadanya tujuh ribu dirham. 

Wakilnya pun mengonfirmasi kembali dengan mengatakan: "Harta simpanan kita hampir habis." 

Ibnu al-Mubarak lalu menulis balasan: "Jika harta telah habis, maka usia kita pun akan habis. Berikanlah kepadanya sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh penaku." (Tarikh Baghdad, Al-Khatib Al-Baghdadi, Jilid 11, Halaman 388). 

(2) Muhammad bin ‘Isa berkata:

كَانَ ابْنُ المُبَارَكِ كَثِيرَ الِاخْتِلَافِ إِلَى طَرَسُوسَ، وَكَانَ يَنْزِلُ الرَّقَّةَ فِي خَانٍ، فَكَانَ شَابٌّ يَخْتَلِفُ إِلَيْهِ، وَيَقُومُ بِحَوَائِجِهِ، وَيَسْمَعُ مِنْهُ الحَدِيثَ، فَقَدِمَ عَبْدُاللَّهِ مَرَّةً، فَلَمْ يَرَهُ، فَخَرَجَ فِي النَّفِيرِ (أَيْ الجِهَادِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ) مُسْتَعْجِلًا، فَلَمَّا رَجَعَ، سَأَلَ عَنِ الشَّابِّ، فَقِيلَ: مَحْبُوسٌ عَلَى عَشَرَةِ آلَافِ دِرْهَمٍ، فَاسْتَدَلَّ عَلَى الغَرِيمِ (صَاحِبِ الدَّيْنِ)، وَوَزَنَ لَهُ عَشَرَةَ آلَافٍ، وَحَلَّفَهُ أَلَّا يُخْبِرَ أَحَدًا مَا عَاشَ، فَأَخْرَجَ الرَّجُلَ، وَسَرَى ابْنُ المُبَارَكِ، فَلَحِقَهُ الفَتَى عَلَى مَرْحَلَتَيْنِ مِنَ الرَّقَّةِ، فَقَالَ لِي: يَا فَتَى، أَيْنَ كُنْتَ؟ لَمْ أَرَكَ! قَالَ: يَا أَبَا عَبْدِالرَّحْمَنِ، كُنْتُ مَحْبُوسًا بِدَيْنٍ، قَالَ: وَكَيْفَ خَلَصْتَ؟ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ فَقَضَى دَيْنِي، وَلَمْ أَدْرِ، قَالَ: فَاحْمَدِ اللَّهَ، وَلَمْ يَعْلَمِ الرَّجُلُ إِلَّا بَعْدَ مَوْتِ عَبْدِاللَّهِ بْنِ المُبَارَكِ.

Ibnu al-Mubarak sering bepergian ke Tharsus dan biasa singgah di ar-Raqqah di sebuah penginapan. Ada seorang pemuda yang sering mengunjunginya, membantunya dalam urusannya, dan mendengarkan hadits darinya. 

Suatu ketika, Ibnu al-Mubarak tiba di sana tetapi tidak menemukan pemuda itu. Ia pun berangkat berjihad dalam keadaan tergesa-gesa. Ketika kembali, ia menanyakan pemuda itu. 

Orang-orang berkata: "Dia dipenjara karena memiliki utang sebesar sepuluh ribu dirham." 

Ibnu al-Mubarak lalu mencari tahu siapa yang memberikan utang kepadanya, kemudian ia membayarkan sepuluh ribu dirham tersebut dan bersumpah kepada pemberi utang agar tidak memberi tahu siapa pun selama ia masih hidup. 

Setelah pemuda itu dibebaskan, Ibnu al-Mubarak pun melanjutkan perjalanannya. Pemuda itu lalu menyusulnya dalam dua hari perjalanan dari ar-Raqqah. 

Ibnu al-Mubarak bertanya kepadanya: "Wahai pemuda, di mana engkau? Aku tidak melihatmu!" 

Pemuda itu menjawab: "Wahai Abu Abdurrahman, aku dipenjara karena utang." 

Ibnu al-Mubarak bertanya lagi: "Bagaimana engkau bisa bebas?" 

Pemuda itu menjawab: "Seseorang datang dan melunasi utangku, tetapi aku tidak tahu siapa dia." 

Ibnu al-Mubarak berkata: "Bersyukurlah kepada Allah." Pemuda itu baru mengetahui bahwa orang yang membantunya adalah Ibnu al-Mubarak setelah ia wafat. (Tarikh Baghdad, Al-Khatib Al-Baghdadi, Jilid 11, Halaman 388). 

أَنَا وَأُخْتِي هَا هُنَا، لَيْسَ لَنَا شَيْءٌ إِلَّا هَذَا الإِزَارُ، وَقَدْ حَلَّتْ لَنَا المَيْتَةُ، وَكَانَ أَبُونَا لَهُ مَالٌ عَظِيمٌ، فَظُلِمَ وَأُخِذَ مَالُهُ وَقُتِلَ، فَأَمَرَ عَبْدُاللَّهِ بْنُ المُبَارَكِ بِرَدِّ الأَحْمَالِ، وَقَالَ لِوَكِيلِهِ: كَمْ مَعَكَ مِنَ النَّفَقَةِ؟ فَقَالَ: أَلْفُ دِينَارٍ، فَقَالَ: عُدَّ مِنْهَا عِشْرِينَ دِينَارًا تَكْفِينَا إِلَى مَرْوَ، وَأَعْطِهَا البَاقِيَ، فَهَذَا أَفْضَلُ مِنْ حَجِّنَا فِي هَذَا العَامِ، ثُمَّ رَجَعَ؛

(3) Dan merupakan kebiasaannya ketika hendak berhaji, ia akan bertanya kepada sahabat-sahabatnya, siapa di antara mereka yang berniat berhaji? Lalu ia mengambil biaya perjalanan mereka, menuliskan nama masing-masing di setiap kantong uang, dan meletakkannya dalam sebuah kotak. 

Kemudian ia berangkat bersama mereka dan menjadi pemimpin dalam perjalanan haji tersebut. Ia membiayai mereka dengan hartanya secara dermawan, memberikan mereka hewan tunggangan, dan ketika mereka selesai melaksanakan manasik haji, ia membelikan mereka hadiah untuk keluarga mereka dari Mekah. Setelah itu, ketika mereka pergi ke Madinah untuk menziarahi Nabi , ia juga membelikan hadiah untuk keluarga mereka dari Madinah. 

Ketika mereka memulai perjalanan pulang, ia mengutus seseorang untuk memperbaiki rumah-rumah mereka, mengecat pintu-pintunya, dan merenovasinya. Setelah mereka tiba di kampung halaman, ia mengadakan jamuan makan untuk mereka, memberi mereka pakaian baru, lalu membawa kotak yang berisi uang perjalanan mereka. Ia pun mengembalikan uang masing-masing sesuai dengan nama yang tertera, sehingga mereka mendoakannya dengan kebaikan dan penerimaan amal.

Ali bin Al-Hasan bin Syaqiq berkata:

كَانَ ابْنُ الْمُبَارَكِ إِذَا كَانَ وَقْتُ الْحَجِّ، اجْتَمَعَ إِلَيْهِ إِخْوَانُهُ مِنْ أَهْلِ مَرْوَ، فَيَقُولُونَ: نَصْحَبُكَ، فَيَقُولُ: هَاتُوا نَفَقَاتِكُمْ، فَيَأْخُذُ نَفَقَاتِهِمْ، فَيَجْعَلُهَا فِي صُنْدُوقٍ، وَيُقْفِلُ عَلَيْهَا، ثُمَّ يَكْتَرِي لَهُمْ، وَيُخْرِجُهُمْ مِنْ مَرْوَ إِلَى بَغْدَادَ، فَلَا يَزَالُ يُنْفِقُ عَلَيْهِمْ، وَيُطْعِمُهُمْ أَطْيَبَ الطَّعَامِ، وَأَطْيَبَ الْحَلْوَى، ثُمَّ يُخْرِجُهُمْ مِنْ بَغْدَادَ بِأَحْسَنِ زِيٍّ، وَأَكْمَلِ مُرُوءَةٍ، حَتَّى يَصِلُوا إِلَى مَدِينَةِ الرَّسُولِ ﷺ، فَيَقُولُ لِكُلِّ وَاحِدٍ: مَا أَمَرَكَ عِيَالُكَ أَنْ تَشْتَرِيَ لَهُمْ مِنَ الْمَدِينَةِ مِنْ طُرَفِهَا؟ فَيَقُولُ: كَذَا وَكَذَا، ثُمَّ يُخْرِجُهُمْ إِلَى مَكَّةَ، فَإِذَا قَضَوْا حَجَّهُمْ، قَالَ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ: مَا أَمَرَكَ عِيَالُكَ أَنْ تَشْتَرِيَ لَهُمْ مِنْ مَتَاعِ مَكَّةَ؟ فَيَقُولُ: كَذَا وَكَذَا، فَيَشْتَرِيَ لَهُمْ، ثُمَّ يُخْرِجُهُمْ مِنْ مَكَّةَ، فَلَا يَزَالُ يُنْفِقُ عَلَيْهِمْ إِلَى أَنْ يَصِيرُوا إِلَى مَرْوَ، فَيُجَصِّصُ بُيُوتَهُمْ وَأَبْوَابَهُمْ، فَإِذَا كَانَ بَعْدَ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ، عَمِلَ لَهُمْ وَلِيمَةً وَكَسَاهُمْ، فَإِذَا أَكَلُوا وَسُرُّوا، دَعَا بِالصُّنْدُوقِ، فَفَتَحَهُ، وَدَفَعَ إِلَى كُلِّ رَجُلٍ مِنْهُمْ صُرَّتَهُ عَلَيْهَا اسْمُهُ۔

Ketika musim haji tiba, teman-teman Ibnu Al-Mubarak dari Marw berkumpul dan berkata, “Kami ingin menemanimu.” Ia pun menjawab, “Serahkan uang perjalanan kalian.”

Lalu ia mengambil uang mereka, memasukkannya ke dalam sebuah kotak, dan menguncinya. Kemudian, ia menyewa kendaraan untuk mereka dan membawa mereka dari Marw ke Baghdad.

Ibnu al-Mubarak terus menanggung biaya perjalanan mereka, memberi mereka makanan dan manisan terbaik, lalu membawa mereka dari Baghdad dengan pakaian terbaik dan keluhuran budi yang sempurna, hingga mereka tiba di kota Rasulullah .

Ia berkata kepada setiap orang, “Apa yang diperintahkan keluargamu untuk dibeli dari kota ini?” Mereka pun menjawab sesuai keinginan masing-masing.

Kemudian, Ibnu al-Mubarak membawa mereka ke Makkah, dan setelah mereka menyelesaikan haji mereka, ia kembali bertanya, “Apa yang diperintahkan keluargamu untuk dibeli dari barang dagangan Makkah?”

Mereka pun menjawab sesuai kebutuhan mereka. Ia membeli barang-barang tersebut, lalu membawa mereka kembali dari Makkah sambil terus menanggung biaya perjalanan mereka hingga tiba kembali di Marw.

Sesampainya di sana, Ibnu al-Mubarak memperbaiki rumah-rumah dan pintu-pintu mereka. Setelah tiga hari, Ibnu al-Mubarak mengadakan jamuan makan dan memberi mereka pakaian.

Setelah mereka makan dan bergembira, Ibnu al-Mubarak membawa kotak berisi uang mereka, membukanya, dan menyerahkan kepada masing-masing orang bungkusan uang dengan nama mereka tertulis di atasnya. (Tarikh Baghdad, Al-Khatib Al-Baghdadi, jilid 11, halaman 388).

(4) Suatu ketika, Ibnu al-Mubarak berangkat haji. Saat melewati suatu daerah, seekor burung yang mereka bawa mati. Ia pun memerintahkan agar bangkai burung itu dibuang ke tempat sampah. 

Teman-temannya berjalan lebih dahulu, sementara ia tertinggal di belakang mereka. Ketika melewati tempat sampah tersebut, ia melihat seorang gadis keluar dari sebuah rumah di dekatnya dan mengambil bangkai burung itu. 

Ibnu al-Mubarak kemudian menyelidiki keadaannya dan bertanya kepadanya.

Gadis itu menjawab:

أَنَا وَأُخْتِي هَا هُنَا، لَيْسَ لَنَا شَيْءٌ إِلَّا هَذَا الإِزَارُ، وَقَدْ حَلَّتْ لَنَا المَيْتَةُ، وَكَانَ أَبُونَا لَهُ مَالٌ عَظِيمٌ، فَظُلِمَ وَأُخِذَ مَالُهُ وَقُتِلَ

"Aku dan saudariku tinggal di sini. Kami tidak memiliki apa pun selain pakaian yang kami kenakan. Maka bagi kami, bangkai hewan pun halal untuk dimakan. Dahulu ayah kami adalah orang yang kaya, tetapi ia dizalimi, hartanya dirampas, dan ia dibunuh." 

Mendengar hal itu, Ibnu al-Mubarak memerintahkan rombongannya untuk kembali. Ia berkata kepada wakilnya:

كَمْ مَعَكَ مِنَ النَّفَقَةِ؟

"Berapa bekal yang kita bawa?"

Wakilnya menjawab:

أَلْفُ دِينَارٍ

"Seribu dinar."

Ibnu al-Mubarak berkata:

عُدَّ مِنْهَا عِشْرِينَ دِينَارًا تَكْفِينَا إِلَى مَرْوَ، وَأَعْطِهَا البَاقِيَ، فَهَذَا أَفْضَلُ مِنْ حَجِّنَا فِي هَذَا العَامِ،

"Ambillah dua puluh dinar untuk perjalanan kita kembali ke Merv, dan berikan sisanya kepada mereka. Ini lebih baik daripada ibadah haji kita tahun ini." 

Kemudian, ia membatalkan perjalanan hajinya dan pulang kembali. (Al-Bidayah wan-Nihayah, Ibnu Katsir, Jilid 9, Halaman 184).

(5) Ibnu al-Mubarak juga memiliki kebiasaan bahwa perbekalan makanannya dibawa di atas unta karena begitu banyaknya makanan yang ia siapkan, seperti daging, ayam, manisan, dan berbagai makanan lainnya. Ia membagikannya kepada fakir miskin, sedangkan dirinya berpuasa karena Allah di tengah panas yang menyengat. 

Di antara pemahamannya dalam bersedekah adalah memberikan bantuan kepada orang-orang sesuai dengan kondisi mereka. Suatu hari, ada seorang peminta-minta datang, lalu ia memberinya satu dirham.

Para sahabatnya berkata :

إِنَّ هَذَا الرَّجُلَ فِي أَهْلِهِ غَالِبُ طَعَامِهِمُ اللَّحْمُ وَالْحَلْوَى، وَيَكْفِيهِ قِطْعَةٌ مِنَ الطَّعَامِ.

"Orang ini dalam keluarganya lebih sering makan daging dan manisan, cukup baginya sepotong makanan."

Maka ia berkata :

وَاللَّهِ مَا ظَنَنْتُ أَنَّهُ يَأْكُلُ إِلَّا الْبَقْلَ وَالْخُبْزَ، لَكِنْ مَا دَامَ يَأْكُلُ الشِّوَاءَ وَالْحَلْوَى، فَلَابُدَّ أَنْ أُعْطِيَهُ عَشْرَةَ دَرَاهِمَ

"Demi Allah, aku mengira ia hanya makan sayur dan roti, tetapi jika ia terbiasa makan daging panggang dan manisan, maka aku harus memberinya sepuluh dirham."

Lalu ia berkata kepada pelayannya :

ثُمَّ قَالَ لِغُلَامِهِ: نَادِهِ مَرَّةً أُخْرَى، فَأَعْطِهِ عَشْرَةَ دَرَاهِمَ.

"Panggil dia kembali, dan berikan sepuluh dirham kepadanya." 

Referensi : **lihat: Al-Bidayah Wan-Nihayah Karay Ibnu Katsir (13/611-612) dan Tarikh Dimasyq Karya Ibnu Asakir (32/438)**

****

“SYAIR IBNU AL-MUBARAK TENTANG CELAAN JUALAN AGAMA”

Ibnu al-Mubarok, dia menulis sebuah Kitab az-Zuhud Wa ar-Roqoiq (الزُّهْدُ وَالرَّقَائِقُ)

Di dalam kitab tersebut terdapat celaan terhadap orang-orang yang membisniskan ilmu agama serta mengambil upah dalam berdakwah dan mengajarkan ilmu agama. Berikut ini syair-syair nasihat Al-Imam Ibnu al-Mubarok rahimahullah **(wafat 181 H)** kepada Ibnu ‘Ulayyah rahimahullah yang berisi celaan tersebut :

يَا جَاعِلَ الْعِلْمِ لَهُ بَازِيًا *

يَصْطَادُ أَمْوَالَ الْمَسَاكِينِ احْتَلَّتْ لِلدُّنْيَا وَلَذَاتِهَا *

بِحِيْلَةٍ تَذْهَبُ بِالدِّيْنِ فَصِرْتَ مَجْنُوْنًا بِهَا بَعْدَمَا *

كُنْتَ دَوَاءً لِلْمَجَانِيْنَ أَيْنَ رِوَايَاتُكَ فِيْمَا مَضَى *

عَنْ ابْنِ عَوُنَ وَابْنِ سِيْرِيْنَ وَدَرْسِكَ الْعِلْمِ بِآثَارِهِ *

فِي تَرْكِ أَبْوَابِ السُّلاَطِيْنَ تَقُوْلُ: أُكْرِهْتُ، فَمَاذَا كَذَا *

زَلَّ حِمَارُ الْعِلْمِ فِي الطِّيْنِ لَا تَبْعَ الدِّيْنَ بِالدُّنْيَا كَمَا *

يَفْعَلُ ضَلَالُ الرُّهَابِيْنَ

“Wahai orang yang menjadikan ilmu sebagai barang dagangan untuk menjaring harta orang-orang miskin,

diambil demi dunia dan kesenangannya.

Dengan tipu daya engkau menghilangkan agama,

lalu engkau menjadi orang yang gila setelah dulunya engkau adalah obat bagi orang-orang gila.

Di manakah riwayat-riwayatmu yang lampau dari Ibnu ‘Aun dan Ibnu Sirin.

Dan manakah ilmu yang kamu pelajari dengan atsar-atsarnya yang berisi anjuran untuk meninggalkan pintu-pintu penguasa? Kamu berkata: “Aku terpaksa.” Lalu apa?

Demikianlah keledai ilmu tergelincir di tanah liat yang basah.

Janganlah kamu jual agama dengan dunia sebagaimana perbuatan para rahib (pendeta kristen) yang sesat.” (“Siyar A’lamin Nubala”/9/110).

===***===

KAROMAH ABDULLAH BIN AL-MUBARAK

1) Abbas bin Mus‘ab berkata:

حَدَّثَنِي بَعْضُ أَصْحَابِنَا، قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا وَهْبٍ يَقُولُ: مَرَّ ابْنُ الْمُبَارَكِ بِرَجُلٍ أَعْمَى، فَقَالَ لَهُ: أَسْأَلُكَ أَنْ تَدْعُوَ لِي أَنْ يَرُدَّ اللَّهُ عَلَيَّ بَصَرِي، فَدَعَا اللَّهَ فَرَدَّ عَلَيْهِ بَصَرَهُ وَأَنَا أَنْظُرُ۔

Sebagian sahabat kami menceritakan kepadaku, ia berkata: Aku mendengar Abu Wahb berkata: “Ibnu Al-Mubarak melewati seorang pria buta, lalu pria itu berkata kepadanya: ‘Aku memohon kepadamu agar engkau berdoa kepada Allah supaya mengembalikan penglihatanku.’ Maka Ibnu Al-Mubarak pun berdoa kepada Allah, lalu Allah mengembalikan penglihatannya sementara aku menyaksikannya.” *(Tarikh Baghdad, Al-Khatib Al-Baghdadi, Juz 11, hlm. 400).* 

2) Ali bin Hasan bin Syaqiq berkata:

سَمِعْتُ ابْنَ الْمُبَارَكِ، وَسَأَلَهُ رَجُلٌ عَنْ قُرْحَةٍ خَرَجَتْ فِي رُكْبَتِهِ مُنْذُ سَبْعِ سِنِينَ، وَقَدْ عَالَجْتُهَا بِأَنْوَاعِ الْعِلَاجِ، وَسَأَلْتُ الْأَطِبَّاءَ، فَلَمْ أَنْتَفِعْ بِهِ۔ 

فَقَالَ لَهُ: اذْهَبْ، فَاحْفِرْ بِئْرًا فِي مَكَانِ حَاجَةٍ إِلَى الْمَاءِ؛ فَإِنِّي أَرْجُو أَنْ يَنْبُعَ هُنَاكَ عَيْنٌ، وَيُمْسِكَ عَنْكَ الدَّمُ، فَفَعَلَ الرَّجُلُ، فَبَرِئَ۔

Aku mendengar Ibnu Al-Mubarak, lalu ada seseorang bertanya kepadanya tentang luka borok yang muncul di lututnya selama tujuh tahun. Ia telah mencoba berbagai jenis pengobatan dan bertanya kepada para dokter, namun tidak mendapatkan manfaat. 

Ibnu Al-Mubarak berkata kepadanya: “Pergilah, lalu galilah sumur di tempat yang membutuhkan air; aku berharap mata air akan muncul di sana, dan lukamu akan berhenti berdarah.” Maka orang itu melakukannya, dan akhirnya ia sembuh. *(Siyar A‘lam An-Nubala, Adz-Dzahabi, Juz 8, hlm. 407).* 

===***===

PERKATAAN ULAMA SALAF TENTANG ABDULLAH BIN AL-MUBARAK

1) Abdullah bin Yazid bin Utsman Al-Himshi berkata: Al-Auza‘i berkata kepadaku:

“Apakah engkau pernah melihat Abdullah bin Al-Mubarak?” Aku menjawab: “Tidak.” Ia berkata: “Seandainya engkau melihatnya, pasti matamu akan merasa tenteram.” *(Hilyat Al-Awliya’, Abu Nu‘aim, Juz 8, hlm. 162).* 

2) Ubaid bin Janad berkata: ‘Atha’ bin Muslim berkata kepadaku:

“Wahai Ubaid, apakah engkau pernah melihat Abdullah bin Al-Mubarak?” Aku menjawab: “Ya.” Ia berkata: “Aku belum pernah melihat seseorang seperti dia, dan engkau pun tidak akan melihat yang sepertinya.” *(Hilyat Al-Awliya’, Abu Nu‘aim, Juz 8, hlm. 162).* 

3) Abdurrahman bin Mahdi berkata:

“Mataku belum pernah melihat empat orang seperti mereka: Aku belum pernah melihat orang yang lebih kuat hafalannya dalam hadits selain Ats-Tsauri, tidak ada yang lebih zuhud dari Syu‘bah, tidak ada yang lebih berakal dari Malik, dan tidak ada yang lebih menasihati umat selain Ibnu Al-Mubarak.” *(Tarikh Baghdad, Al-Khatib Al-Baghdadi, Juz 11, hlm. 388).* 

4) Muhammad bin Al-Mu‘tamir bin Sulaiman berkata:

Aku bertanya kepada ayahku: “Wahai ayah, siapakah faqih (ulama ahli fikih) bangsa Arab?” Ia menjawab: “Sufyan Ats-Tsauri.” Ketika Sufyan Ats-Tsauri wafat, aku bertanya lagi: “Wahai ayah, siapa faqih bangsa Arab?” Ia menjawab: “Abdullah bin Al-Mubarak.” *(Hilyat Al-Awliya’, Abu Nu‘aim, Juz 8, hlm. 163).* 

5) Ismail bin ‘Ayyasy berkata:

“Di muka bumi ini tidak ada yang seperti Ibnu Al-Mubarak. Aku tidak mengetahui bahwa Allah menciptakan satu sifat kebaikan kecuali Dia menjadikannya ada pada Abdullah bin Al-Mubarak.” *(Siyar A‘lam An-Nubala, Adz-Dzahabi, Juz 8, hlm. 384).* 

6) Abdurrahman bin Abi Jamil berkata:

“Kami berada di sekitar Ibnu Al-Mubarak di Mekah, lalu kami berkata kepadanya: ‘Wahai ulama timur, ceritakanlah hadits kepada kami!’ Saat itu Sufyan Ats-Tsauri juga berada di dekat kami dan mendengar ucapan tersebut, lalu ia berkata: ‘Celakalah kalian! Dia adalah ulama timur, barat, dan seluruh negeri di antara keduanya!’” *(Tarikh Baghdad, Al-Khatib Al-Baghdadi, Juz 11, hlm. 400).* 

7) Abu Ishaq Al-Fazari berkata:

“Ibnu Al-Mubarak adalah imam seluruh kaum Muslimin.” *(Tarikh Baghdad, Al-Khatib Al-Baghdadi, Juz 11, hlm. 400).* 

8) Yahya bin Ma‘in berkata:

“Abdullah bin Al-Mubarak (rahimahullah) adalah orang yang cerdas, teliti, terpercaya, dan seorang ulama yang memiliki hadits yang sahih. Ia meriwayatkan sekitar dua puluh ribu atau dua puluh satu ribu hadits.” *(Tarikh Dimasyq, Ibnu ‘Asakir, Juz 32, hlm. 431).* 

9) Yahya bin Yahya Al-Laytsi berkata:

“Kami berada di majelis Imam Malik, lalu Abdullah bin Al-Mubarak meminta izin untuk masuk. Imam Malik pun mengizinkannya, dan aku melihat beliau bergeser untuk memberi tempat kepadanya, lalu mendudukannya di sisinya. Aku belum pernah melihat Imam Malik bergeser untuk seseorang selain dia.

Saat itu, pembaca hadits membacakan kitab kepada Imam Malik, dan terkadang ketika melewati suatu permasalahan, Imam Malik bertanya kepada Ibnu Al-Mubarak: ‘Bagaimana pendapat kalian tentang ini?’ atau ‘Apa yang ada dalam mazhab kalian mengenai ini?’

Aku melihat Ibnu Al-Mubarak menjawab pertanyaan tersebut.

Setelah itu, ketika Ibnu Al-Mubarak pergi, Imam Malik berkata kepada kami: ‘Itulah Ibnu Al-Mubarak, faqih dari Khurasan.’” *(Siyar A‘lam An-Nubala, Adz-Dzahabi, Juz 8, hlm. 421).* 

10) Ahmad bin Hanbal berkata:

“Tidak ada seorang pun pada zaman Ibnu Al-Mubarak yang lebih gigih dalam menuntut ilmu darinya.” *(Tarikh Dimasyq, Ibnu ‘Asakir, Juz 32, hlm. 407).* 

11) Syu‘bah bin Al-Hajjaj berkata:

“Tidak pernah datang kepada kami seorang pun seperti Ibnu Al-Mubarak.” *(Siyar A‘lam An-Nubala, Adz-Dzahabi, Juz 8, hlm. 397).* 

12) Abu Usamah berkata:

“Aku belum pernah melihat seseorang yang lebih gigih dalam menuntut ilmu daripada Ibnu Al-Mubarak. Di kalangan ahli hadits, dia bagaikan Amirul Mukminin di tengah-tengah manusia.” *(Tarikh Dimasyq, Ibnu ‘Asakir, Juz 32, hlm. 425).* 

13) Ali bin Al-Madini (guru Imam Al-Bukhari) berkata:

“Ilmu telah berakhir pada dua orang: Abdullah bin Al-Mubarak, kemudian setelahnya kepada Yahya bin Ma‘in.” *(Tarikh Baghdad, Al-Khatib Al-Baghdadi, Juz 11, hlm. 400).* 

14) Muhammad bin Sa‘d berkata:

“Abdullah bin Al-Mubarak telah mendengar banyak ilmu, dan ia adalah orang yang terpercaya, amanah, imam, hujjah, serta banyak meriwayatkan hadits.” *(At-Thabaqat Al-Kubra, Ibnu Sa‘d, Juz 7, hlm. 342).*

15) Muhammad bin Abdullah bin Qahzadz berkata:

Aku mendengar Abu al-Wazir berkata, “Aku datang kepada Sufyan bin ‘Uyainah, lalu mereka berkata kepadanya, ‘Ini adalah pemegang wasiat Abdullah.’ Maka ia pun berkata, ‘Rahimahullah Abdullah, tidak ada yang sepertinya di Khurasan.’” Selesai. [Baca : Tarikh Baghdad karya al-Khothib al-Baghdadi 11/400]. 

16) Al-Musayyib bin Wadhih berkata:

Aku mendengar Abu Ishaq al-Fazari berkata, “Ibnu al-Mubarak adalah imam bagi seluruh kaum Muslimin.” Selesai. [Tarikh Damaskus karya Ibnu Asakir 32/417]. 

17) Abdurrahman bin Mahdi berkata :

“Mataku tidak pernah melihat orang seperti empat orang ini: Aku tidak melihat seseorang yang lebih hafal hadits daripada Ats-Tsauri, tidak ada yang lebih zuhud daripada Syu‘bah, tidak ada yang lebih berakal daripada Malik bin Anas, dan tidak ada yang lebih tulus terhadap umat daripada Abdullah bin al-Mubarak.” Selesai. 

18) Sekelompok murid Ibnu al-Mubarak berkumpul, seperti al-Fadhl bin Musa, Mukhlid bin Husain, dan Muhammad bin an-Nadhr.

Mereka berkata, “Mari kita sebutkan keutamaan-keutamaan Ibnu al-Mubarak dalam berbagai kebaikan.” Maka mereka berkata, “Ia telah mengumpulkan ilmu, fiqh, adab, nahwu, bahasa, syair, kefasihan, kezuhudan, kewara’an, keadilan, qiyamul lail, ibadah, haji, jihad, keberanian, keahlian berkuda, kekuatan fisik, meninggalkan pembicaraan yang tidak bermanfaat, dan sedikit menyelisihi sahabat-sahabatnya.” Selesai.  [Baca : Tarikh Baghdad karya al-Khothib al-Baghdadi 11/388].

19) Adz-Dzahabi berkata :

“Ia adalah imam, Syaikhul Islam, ulama di masanya, dan pemimpin orang-orang yang bertakwa di zamannya.” Selesai.

[Siyar A‘lam an-Nubala’ (/ 8/ 378 - 421). Lihat pula : "Tarikh Ibni Ma‘in" 2: 328, "At-Tarikh al-Kabir" 3: 1: 212, "Ats-Tsiqat" 7: 7, "Tarikh Baghdad" 10: 152, "At-Tahdzib" 5: 382, "Asy-Syadzarat" 1: 295].

===***===

CAHAYA HIKMAH DAN KATA-KATA BIJAK DARI PERKATAAN ABDULLAH BIN AL-MUBARAK

(1) Abdullah bin Al-Mubarak berkata:

"أَوَّلُ مَنْفَعَةِ الْحَدِيثِ أَنْ يُفِيدَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا".

"Manfaat pertama dari hadits adalah bahwa sebagian mereka dapat memberi manfaat kepada sebagian yang lain." (Hilyatul Auliya, Abu Nu’aim, jilid 8, hlm. 166). 

(2) Abdullah bin Al-Mubarak berkata kepada seorang laki-laki:

إِنِ ابْتُلِيتَ بِالْقَضَاءِ، فَعَلَيْكَ بِالْأَثَرِ

"Jika engkau diuji dengan tugas kehakiman, maka berpeganglah pada atsar (jejak para ulama terdahulu)." (Hilyatul Auliya, Abu Nu’aim, jilid 8, hlm. 166). 

(3) Abdullah bin Muhammad bin Ubaid berkata:

سُئِلَ عَبْدُاللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ: مَا يَنْبَغِي لِلْعَالِمِ أَنْ يَتَكَرَّمَ عَنْهُ؟ قَالَ: يَنْبَغِي أَنْ يَتَكَرَّمَ عَمَّا حَرَّمَ اللَّهُ تَعَالَى عَلَيْهِ، وَيَرْفَعَ نَفْسَهُ عَنِ الدُّنْيَا، فَلَا تَكُونَ مِنْهُ عَلَى بَالٍ

"Abdullah bin Al-Mubarak ditanya: 'Apa yang seharusnya dijauhi oleh seorang alim?' Ia menjawab: 'Hendaknya ia menjauhi apa yang telah diharamkan oleh Allah Ta’ala atasnya, dan mengangkat dirinya dari dunia sehingga dunia tidak menjadi prioritas baginya'." (Hilyatul Auliya, Abu Nu’aim, jilid 8, hlm. 166). 

(4) Abdullah bin Al-Mubarak berkata:

"حُبُّ الدُّنْيَا فِي الْقَلْبِ، وَالذُّنُوبُ احْتَوَشَتْهُ، فَمَتَى يَصِلُ الْخَيْرُ إِلَيْهِ؟!"

"Cinta dunia ada di dalam hati, dan dosa-dosa mengelilinginya. Maka bagaimana mungkin kebaikan dapat sampai kepadanya?" (Hilyatul Auliya, Abu Nu’aim, jilid 8, hlm. 166). 

(5) Abdullah bin Al-Mubarak berkata:

"أُحِبُّ الصَّالِحِينَ وَلَسْتُ مِنْهُمْ، وَأُبْغِضُ الطَّالِحِينَ وَأَنَا شَرٌّ مِنْهُمْ".

"Aku mencintai orang-orang saleh, namun aku bukan bagian dari mereka. Aku membenci orang-orang jahat, namun aku lebih buruk dari mereka." (Hilyatul Auliya, Abu Nu’aim, jilid 8, hlm. 170). 

(6) Abdullah bin Al-Mubarak berkata:

"لَوْ أَنَّ رَجُلَيْنِ اصْطَحَبَا فِي الطَّرِيقِ، فَأَرَادَ أَحَدُهُمَا أَنْ يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ فَتَرَكَهُمَا لِأَجْلِ صَاحِبِهِ، كَانَ ذَلِكَ رِيَاءً، وَإِنْ صَلَّاهُمَا مِنْ أَجْلِ صَاحِبِهِ فَهُوَ شِرْكٌ".

"Seandainya dua orang bersahabat dalam perjalanan, lalu salah satunya ingin mengerjakan dua rakaat salat tetapi ia meninggalkannya demi sahabatnya, maka itu adalah riya. Dan jika ia mengerjakannya karena sahabatnya, maka itu adalah syirik." (Hilyatul Auliya, Abu Nu’aim, jilid 8, hlm. 171). 

(7) Habib Al-Jallab berkata:

"سَأَلْتُ ابْنَ الْمُبَارَكِ: مَا خَيْرُ مَا أُعْطِيَ الْإِنْسَانُ؟ قَالَ: غَرِيْزَةُ عَقْلٍ، قُلْتُ: فَإِنْ لَمْ يَكُنْ؟ قَالَ: حُسْنُ أَدَبٍ، قُلْتُ: فَإِنْ لَمْ يَكُنْ؟ قَالَ: أَخٌ شَفِيقٌ يَسْتَشِيْرُهُ، قُلْتُ: فَإِنْ لَمْ يَكُنْ؟ قَالَ: صَمْتٌ طَوِيْلٌ، قُلْتُ: فَإِنْ لَمْ يَكُنْ؟ قَالَ: مَوْتٌ عَاجِلٌ".

"Aku bertanya kepada Ibnul Mubarak: 'Apa anugerah terbaik yang diberikan kepada manusia?' Ia menjawab: 'Akal yang sehat.' Aku bertanya: 'Jika tidak memilikinya?' Ia menjawab: 'Akhlak yang baik.' Aku bertanya: 'Jika tidak memilikinya?' Ia menjawab: 'Saudara yang penyayang yang dapat diajak bermusyawarah.' Aku bertanya: 'Jika tidak memilikinya?' Ia menjawab: 'Diam yang panjang.' Aku bertanya: 'Jika tidak memilikinya?' Ia menjawab: 'Kematian yang segera'." (Tarikh Dimasyq, Ibn Asakir, jilid 32, hlm. 459). 

(8) Abdullah bin Al-Mubarak berkata:

"عَجِبْتُ لِمَنْ لَمْ يَطْلُبِ الْعِلْمَ، كَيْفَ تَدْعُوهُ نَفْسُهُ إِلَى مَكْرُمَةٍ؟!".

"Aku heran kepada orang yang tidak mencari ilmu, bagaimana jiwanya bisa mendorongnya untuk melakukan kebajikan?" (Siyar A’lam An-Nubala, Adz-Dzahabi, jilid 8, hlm. 398). 

(9) Abdullah bin Al-Mubarak berkata:

"مَنْ بَخِلَ بِالْعِلْمِ، ابْتُلِيَ بِثَلَاثٍ: إِمَّا مَوْتٌ يُذْهِبُ عِلْمَهُ، وَإِمَّا يُنْسَى، وَإِمَّا يَلْزَمُ السُّلْطَانَ، فَيَذْهَبُ عِلْمُهُ".

"Barang siapa yang kikir dalam ilmu, ia akan diuji dengan tiga hal: ia bisa saja mati sehingga ilmunya hilang, atau ia melupakannya, atau ia dekat dengan penguasa sehingga ilmunya sirna." (Tarikh Dimasyq, Ibn Asakir, jilid 32, hlm. 442). 

(10) Abdullah bin Al-Mubarak berkata:

"رُبَّ عَمَلٍ صَغِيرٍ تُكثِّرُهُ النِّيَّةُ، وَرُبَّ عَمَلٍ كَثِيرٍ تُصَغِّرُهُ النِّيَّةُ".

"Betapa banyak amal kecil yang menjadi besar karena niat, dan betapa banyak amal besar yang menjadi kecil karena niat." (Siyar A’lam An-Nubala, Adz-Dzahabi, jilid 8, hlm. 400). 

(11) Abu Wahb Al-Marwazi berkata:

سَأَلْتُ ابْنَ الْمُبَارَكِ: مَا الْكِبْرُ؟ قَالَ: أَنْ تَزْدَرِيَ النَّاسَ.  فَسَأَلْتُهُ عَنِ الْعُجْبِ؟ قَالَ: أَنْ تَرَى أَنَّ عِنْدَكَ شَيْئًا لَيْسَ عِنْدَ غَيْرِكَ، لَا أَعْلَمُ فِي الْمُصَلِّينَ شَيْئًا شَرًّا مِنَ الْعُجْبِ؛

"Aku bertanya kepada Ibnul Mubarak: 'Apa itu kesombongan?' Ia menjawab: 'Merendahkan manusia.' Aku bertanya kepadanya tentang ujub (bangga diri), ia menjawab: 'Engkau melihat bahwa dirimu memiliki sesuatu yang tidak dimiliki orang lain. Aku tidak mengetahui sesuatu yang lebih buruk bagi orang-orang yang salat selain ujub'." (Siyar A’lam An-Nubala, Adz-Dzahabi, jilid 8, hlm. 407). 

(12) Abdullah bin Al-Mubarak berkata:

مَنِ اسْتَخَفَّ بِالْعُلَمَاءِ، ذَهَبَتْ آخِرَتُهُ، وَمَنِ اسْتَخَفَّ بِالْأُمَرَاءِ، ذَهَبَتْ دُنْيَاهُ، وَمَنِ اسْتَخَفَّ بِالْإِخْوَانِ، ذَهَبَتْ مُرُوءَتُهُ

"Barang siapa yang meremehkan ulama, hilanglah akhiratnya. Barang siapa yang meremehkan penguasa, hilanglah dunianya. Dan barang siapa yang meremehkan saudara-saudaranya, hilanglah kehormatannya." (Tarikh Dimasyq, Ibn Asakir, jilid 32, hlm. 444). 

(13) Abdullah bin Al-Mubarak berkata:

احْذَرْ أَنْ تَجْلِسَ مَعَ صَاحِبِ بِدْعَةٍ

"Berhati-hatilah dari duduk bersama ahli bid’ah." (Siyar A’lam An-Nubala, Adz-Dzahabi, jilid 8, hlm. 411).

**Wafatnya Abdullah bin Al-Mubarak** 

Abdullah bin Al-Mubarak rahimahullah wafat pada tanggal 10 Ramadan tahun 181 H, dalam perjalanan pulang dari jihad di jalan Allah. Ia dimakamkan di Hīt (sebuah desa di tepi Sungai Eufrat). Saat wafat, usianya 63 tahun. 

(Sumber: *At-Thabaqat Al-Kubra* karya Ibn Sa'd, jilid 7, hlm. 342; *Tarikh Baghdad* karya Al-Khatib Al-Baghdadi, jilid 11, hlm. 400).

Abdulwahab bin Abdulhakam berkata:

لَمَّا مَاتَ ابْنُ المُبَارَكِ، بَلَغَنِي أَنَّ هَارُونَ أَمِيرَ المُؤْمِنِينَ قَالَ: مَاتَ سَيِّدُ العُلَمَاءِ.

Ketika Ibnul Mubarak wafat, aku mendengar bahwa Harun (ar-Rasyid), Amirul Mukminin, berkata: "Telah wafat pemimpin para ulama." (Tarikh Baghdad, Al-Khatib Al-Baghdadi, Jilid 11, Halaman 400).

===***===

PELAJARAN PENTING DARI KEHIDUPAN IBNU AL-MUBARAK

Syeikh Mas’ud Shobry dalam Tulisan-nya “الفَقِيهُ المِلْيُونِيرُ عَبْدُ اللهِ بْنُ المُبَارَكِ” berkata :

“Di antara pelajaran penting dalam kehidupan Ibnu al-Mubarak terdapat beberapa hal, yang paling utama adalah: 

1. “Menggabungkan antara ilmu dan bisnis perdagangan, sehingga seorang alim tidak mesti hidup dalam kemiskinan. Sebaliknya, ia dapat menjalankan bisnis perdagangan agar dapat mandiri secara finansial dan tidak bergantung pada bantuan orang lain.”. 

2. Ibnu al-Mubarak – rahimahullah – menjadi teladan dalam keteladanan. Ia adalah contoh seorang alim yang tidak hanya berbagi dalam ilmu, tetapi juga menggabungkan antara berbagi ilmu yang dimiliki dan berbagi harta pribadi untuk berbagai macam bentuk kebaikan”. 

3. Ibnu al-Mubarak senantiasa melakukan berbagai bentuk kebaikan, tetapi ia memiliki pandangan yang bijaksana dalam mengeluarkan harta. Ia membelanjakan hartanya untuk para ulama dan penuntut ilmu karena mereka memiliki pengaruh besar dalam kehidupan masyarakat. Kemudian, ia juga membantu para ahli ibadah dan orang-orang zuhud yang sepenuhnya mengabdikan diri untuk beribadah kepada Allah. Setelah itu, ia menginfakkan hartanya kepada fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan. 

4. Ia – rahimahullah – juga selalu menjalin hubungan baik dengan sahabat dan teman-temannya. Ia bahkan membantu mereka yang sebenarnya mampu, terutama dalam perjalanan dagangnya, perjalanan ilmiahnya, atau dalam perjalanan haji. 

5. Ia – rahimahullah – selalu memperhatikan kondisi orang-orang yang membutuhkan, sehingga ia memberikan bantuan kepada setiap orang sesuai dengan keadaannya. 

6. Ia – rahimahullah – dengan kejujurannya adalah seorang fakih dalam sedekah, sebagaimana ia juga seorang fakih dalam hukum-hukum agama. 

Semoga Allah merahmati Ibnu al-Mubarak, karena ia telah menjadi fakih dalam memberi, sebagaimana ia juga fakih dalam ilmu agama.

Referensi : **lihat: Al-Bidayah Wan-Nihayah Karay Ibnu Katsir (13/611-612) dan Tarikh Dimasyq Karya Ibnu Asakir (32/438)**”.

===***===

KITAB-KITAB KARYA TULIS IBNU AL-MUBARAK :

**1. Kitab Al-Jihad – Ibnu al-Mubarak** 

Judul kitab: *Al-Jihad* karya Ibnu al-Mubarak 

Penulis: Abu Abdurrahman Abdullah bin al-Mubarak bin Wadhih al-Hanzhali, at-Turki, kemudian al-Marwazi (w. 181 H) 

Peneliti, penyunting, dan pemberi komentar: Dr. Nazih Hammad 

Penerbit: Ad-Dar at-Tunisiyyah – Tunisia 

Tahun terbit: 1972 M 

Jumlah halaman: 185 

[Keterangan: Penomoran kitab sesuai dengan cetakan] 

**2. Kitab Az-Zuhd wa ar-Raqa’iq – Ibnu al-Mubarak – Tahqiq al-A‘zami** 

Judul kitab: *Az-Zuhd wa ar-Raqa’iq* karya Ibnu al-Mubarak, dengan riwayat dari al-Husain al-Marwazi (dilengkapi dengan tambahan riwayat dari Nu‘aim bin Hammad) 

Penulis: Abdullah bin al-Mubarak al-Marwazi (w. 181 H) 

Peneliti dan penyunting: Habiburrahman al-A‘zami 

Diterbitkan oleh: Muhammad ‘Afif az-Zu‘bi, dengan izin tertulis dari penyuntingnya Habiburrahman al-A‘zami, serta perwakilan Majelis Ihya’ al-Ma‘arif di Malikawan, Nasik (India) 

Jumlah halaman: 715 

Catatan: Penyunting menyatakan, “Saya telah mencantumkan tambahan riwayat Nu‘aim di tempatnya masing-masing, baik yang hanya diriwayatkan oleh Nu‘aim dari Ibnu al-Mubarak maupun yang ia riwayatkan dari guru lainnya. Adapun bab-bab yang hanya diriwayatkan oleh Nu‘aim atau hadis-hadis yang tidak saya cantumkan dalam catatan karena suatu alasan, maka saya tambahkan di akhir versi Marwazi dalam cetakan ini.” 

[Keterangan: Penomoran kitab sesuai dengan cetakan] 

**3. Kitab Musnad Ibnu al-Mubarak** 

Judul kitab: *Musnad al-Imam Abdullah bin al-Mubarak* 

Penulis: Abu Abdurrahman Abdullah bin al-Mubarak bin Wadhih al-Hanzhali, at-Turki, kemudian al-Marwazi (w. 181 H) 

Peneliti: Shubhi al-Badri as-Samarra’i (w. 1434 H) 

Penerbit: Maktabah al-Ma‘arif – Riyadh 

Edisi: Pertama, 1407 H 

Jumlah halaman: 166 

[Keterangan: Penomoran kitab sesuai dengan cetakan]

  

Posting Komentar

0 Komentar