DALAM TAKDIR (PENETAPAN KADAR) PENCIPTAAN ALAM SEMESTA TERDAPAT SUMBER ILMU PENGETAHUAN
Di Tulis Abu Haitsam Fakhry
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
----
---
DAFTAR ISI :
- PENDAHULUAN :
- MAKNA QODHO DAN QODAR BESERTA CAKUPANNYA:
- CAKUPAN MAKNA TAKDIR [QODHO DAN QODAR] :
- PERTAMA : PENETAPAN KADAR KETENTUAN (TAKDIR) PADA SELURUH MAKHLUK :
- KEDUA : ALLAH CIPTAKAN BUMI DALAM 2 MASA, DAN MENTAKDIRKAN SUMBER MAKANAN-NYA DALAM 4 MASA :
- KETIGA : TAQDIR (PENETAPAN KADAR) PADA BENDA-BENDA LANGIT DAN ORBITNYA.
- KEEMPAT : TAKDIR PERGERAKAN DAN PEREDARAN ALAM SEMESTA:
- KELIMA : QADAR PEMECAHAN ALAM SEMESTA (PADA AWALNYA ALAM SEMESTA SUATU KESATUAN).
- KEENAM : TAKDIR ORBIT DAN GARIS EDAR BENDA-BENDA LANGIT:
- KETUJUH : QADAR GRAVITASI ADALAH PILAR PENYANGGA YANG TIDAK KELIHATAN :
- KEDELAPAN : QADAR UNSUR BESI DAN MAGNET PADA ALAM SEMESTA
- KESEMBILAN : TAKDIR SUMBER MAKANAN DAN MINUMAN BAGI PARA PENGHUNI BUMI.
- PENETAPAN KADAR AIR DI BUMI :
- PENGARUH SEBAB AKIBAT DAN KAITAN-NYA DENGAN TAKDIR:
- PERNYATAAN UMAR BIN KHATHTHAB TENTANG SEBAB AKIBAT DALAM TAKDIR :
- PENGAKUAN NABI ﷺ
TENTANG ILMU SEBAB AKIBAT PENYERBUKAN & LAIN-NYA:
- TAKDIR YANG DISEBABKAN OLEH SALAH KEPUTUSAN
NABI ﷺ TERKAIT DENGAN TAWANAN PERANG BADAR.
- TAKDIR ADALAH SUMBER ILMU PENGETAHUN BAGI MAKHLUK YANG BER-AKAL
- BAGAIMANA PANDANGAN ISLAM TERHADAP AKAL MANUSIA?
- APA HUBUNGAN AKAL DENGAN SYARIAT?
- PERINTAH MEMPELAJARI ILMU PENGETAHUAN SELAIN AGAMA SECARA UMUM :
- YANG MEMBEDAKAN ANTARA MANUSIA DENGAN MAKHLUK LAINNYA TERMASUK MALAIKAT ADALAH ILMU PENGETAHUAN
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
===***===
PENDAHULUAN :
Allah SWT berfirman :
﴿إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ
بِقَدَرٍ﴾
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu sesuai dengan takdir
(kadar ukuran dan takaran tertentu)“. (Al-Qamar : 49).
Dari Ubadah bin ash-Shomit radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda :
إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللهُ
الْقَلَمَ، قَالَ لَهُ: اُكْتُبْ! قَالَ: رَبِّ وَمَاذَا أَكْتُبُ؟ قَالَ:
اُكْتُبْ مَقَادِيْرَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى تَقُوْمَ السَّاعَةُ
“Yang pertama kali diciptakan Allah adalah pena (al-qalam). Kemudian
Dia berfirman kepadanya, ‘Tulislah….’ Ia bertanya, ‘Rabb, apa yang harus aku
tulis?’ Dia berfirman, ‘Tulislah ketetapan-ketetapan tentang segala sesuatu (apa
yang ada dan yang bakal ada) sampai hari kiamat.”
[Diriwayatkan oleh Abu Dawud (4700) dengan lafaz ini, At-Tirmidzi
(3319), dan Ahmad (22705) dengan lafaz yang serupa. Di nyatakan shohih oleh
al-Albani dalam Shahih Abu Daud].
Di dalam takdir atau penetapan kadar penciptaan makhluk terkandung ilmu pengetahuan yang sangat luas dan sangat dahsyat. Seluruh makhluk ciptaan Allah SWT, termasuk alam semesta beserta isinya berjalan diatas kadar penciptaan dan hukum alam (Sunnatullah) serta aturan sebab akibat (Kausalitas) yang telah Allah tetapkan (takdirkan).
Dan makna takdir inilah yang diperintahkan oleh Allah SWT dalam banyak ayat-Nya agar kita manusia sebagai makhluk yang diberi otak dan akal untuk meneliti alam semesta beserta isinya dan mempelajarinya, dengan tujuan agar kita manusia semakin mengagungkan Allah SWT serta mengambil manfaat dan saling memberi manfaat antar sesama dari-nya, sebagaimana yang dinyatakan Allah SWT dalam firman-Nya :
﴿إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِّأُولِي الْأَلْبَابِ . الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ
جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ
هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ﴾
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang
berakal.
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan
sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka". [QS. Al
Imran: 190- 191]
Dan Allah Azza wa Jalla berfirman :
﴿وَفِي
الْأَرْضِ آيَاتٌ لِّلْمُوقِنِينَ . وَفِي أَنفُسِكُمْ ۚ أَفَلَا تُبْصِرُونَ ﴾
*"Dan di bumi itu terdapat ayat-ayat (tanda-tanda kebesaran Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan (juga) pada diri kalian sendiri (tubuh manusia). Maka apakah kalian tidak memperhatikan?"* (Adz-Dzariyat: 20-21).
Dan dalam hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah ﷺ bersabda:
" أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ
أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ".
“Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah : YANG PALING
BERMANFAAT BAGI MANUSIA LAINNYA”.
[HR. Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jamul-Kabiir, 12/453 no. 13646. Hadits ini shahih dengan adanya shahid-shahidnya. Namun oleh Al-Albaaniy dalam as-Silsilah Ash-Shahiihah 2/574-576 no. 906 hanya dihasankan].
Akan tetapi terkait dengan hakikat takdir dan Ilmu Allah SWT tentang takdir serta bagaimana cara Allah SWT menetapkan takdir, maka itu adalah perkara ghaib yang hanya Allah yang tahu dan itu bukanlah ranah manusia. Namun wajib bagi kita manusia untuk meng-imani-nya dengan penuh keyakinan.
Dalam Shoheh Muslim No. (8) dari Ibnu Umar radhiallahu'anhuma :
Telah sampai berita kepada Ibnu Umar bahwa ada sebagian orang mengingkari tentang Qodar (Takdir), maka beliau berkata
:
«فَإِذَا لَقِيتَ
أُولَئِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنِّي بَرِيءٌ مِنْهُمْ، وَأَنَّهُمْ بُرَآءُ مِنِّي»،
وَالَّذِي يَحْلِفُ بِهِ عَبْدُ اللهِ بْنُ عُمَرَ «لَوْ أَنَّ لِأَحَدِهِمْ مِثْلَ
أُحُدٍ ذَهَبًا، فَأَنْفَقَهُ مَا قَبِلَ اللهُ مِنْهُ حَتَّى يُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ»
" Kalau engkau bertemu dengan mereka, tolong diberitahukan bahwa saya berlepas diri dari mereka dan mereka berlepas diri dari saya. Dan yang bersumpah adalah Abdullah bin Umar. Kalau sekiranya salah satu diantara mereka mempunyai emas sebesar gunung Uhud kemudian diinfakkan, tidak akan diterima infaknya sebelum mereka beriman terhadap Qodar (takdir)".
Abu Al-Muzhaffar As-Sam’ani dalam *Al-Intishar Li Ashhabil Hadits* hal. 19 berkata:
أَتَى
رَجُلٌ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَقَالَ: أَخْبِرْنِي عَنُ
الْقَدَرِ،؟ قَالَ: «طَرِيقٌ مُظْلِمٌ، فَلَا تَسْلُكْهُ» قَالَ: أَخْبِرْنِي عَنُ
الْقَدَرِ؟ قَالَ: بَحْرٌ عَمِيقٌ فَلَا تَلِجْهُ " قَالَ: أَخْبِرْنِي عَنُ الْقَدَرِ؟
قَالَ: «سِرُّ اللَّهِ فَلَا تُكَلَّفْهُ»
"Seorang laki-laki
datang kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu dan bertanya: 'Beritahukan
kepadaku tentang Qodar?'
Beliau menjawab: 'Jalan yang gelap
gulita, maka janganlah engkau menempuhnya.'
Orang itu bertanya lagi: 'Beritahukan
kepadaku tentang Qodar?' Beliau menjawab: 'Lautan yang dalam, maka jangan
engkau menyelaminya.'
Orang itu bertanya lagi: 'Beritahukan
kepadaku tentang Qodar?' Beliau menjawab: 'Rahasia Allah, maka jangan engkau
bebani dirimu dengannya.'"
[Diriwayatkan pula oleh al-Ajury
dalam asy-Syari’ah 2/844 no. 422, Ibnu Baththah dalam al-Ibanah al-Kubra 4/140
no. 1583 dan al-Laalaka’i dalam Syarah Ushul al-I’tiqod 4/695 no. 1123]
Ath-Thahawi berkata dalam *Syarah
Aqidah Ath-Thahawiyah* 1/320:
((وَأَصْلُ
الْقَدَرِ سِرُّ اللَّهِ تَعَالَى فِي خَلْقِهِ، لَمْ يَطَّلِعْ عَلَى ذَلِكَ مَلَكٌ
مُقَرَّبٌ، وَلَا نَبِيٌّ مُرْسَلٌ، وَالتَّعَمُّقُ وَالنَّظَرُ فِي ذَلِكَ ذَرِيعَةُ
الْخِذْلَانِ، وَسُلَّمُ الْحِرْمَانِ، وَدَرَجَةُ الطُّغْيَانِ، فَالْحَذَرَ كُلَّ
الْحَذَرِ مِنْ ذَلِكَ نَظَرًا وَفِكْرًا وَوَسْوَسَةً، فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى طَوَى
عِلْمَ الْقَدَرِ عَنْ أَنَامِهِ، وَنَهَاهُمْ عَنْ مَرَامِهِ، كَمَا قَالَ تَعَالَى
فِي كِتَابِهِ: ﴿لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ﴾ [الأنبياء: 23]
. فَمَنْ سَأَلَ: لِمَ فَعَلَ؟ فَقَدْ رَدَّ حُكْمَ الْكِتَابِ، وَمَنْ رَدَّ حُكْمَ
الْكِتَابِ، كَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ))
"Dasar dari Qodar adalah rahasia
Allah Ta’ala dalam ciptaan-Nya, yang tidak Dia tampakkan kepada malaikat yang
dekat maupun nabi yang diutus.
Pendalaman dan penelitian tentang
hakikat hal itu adalah sebab kehancuran, jalan kepada kerugian, dan derajat kesombongan.
Maka, berhati-hatilah sebaik-baiknya dari memikirkan, merenungkan, atau
mendiskusikannya. Karena Allah Ta’ala telah menutup ilmu tentang hakikat Qodar
dari makhluk-Nya dan melarang mereka mencarinya, sebagaimana firman Allah
Ta’ala dalam kitab-Nya:
*'Dia tidak ditanya tentang apa yang Dia lakukan, dan merekalah yang
akan ditanya.'*
Maka barang siapa yang bertanya,
'Mengapa Dia melakukannya?' sungguh dia telah menolak hukum Al-Qur'an. Dan
barang siapa yang menolak hukum al-Quran, maka dia termasuk orang-orang
kafir".
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa dia berkata :
خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ
نَتَنَازَعُ فِي الْقَدَرِ فَغَضِبَ حَتَّى احْمَرَّ وَجْهُهُ حَتَّى كَأَنَّمَا فُقِئَ
فِي وَجْنَتَيْهِ الرُّمَّانُ فَقَالَ أَبِهَذَا أُمِرْتُمْ أَمْ بِهَذَا أُرْسِلْتُ
إِلَيْكُمْ إِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حِينَ تَنَازَعُوا فِي هَذَا الْأَمْرِ
عَزَمْتُ عَلَيْكُمْ أَلَّا تَتَنَازَعُوا فِيهِ
“Rasulullah ﷺ
keluar menemui kami sementara kami sedang berselisih dalam masalah qodar (taqdir),
maka beliau marah hingga wajahnya menjadi merah hingga seakan akan pipinya
seperti buah delima yang dibelah, lalu beliau bertanya :
‘Apakah kalian diperintahkan seperti ini atau apakah aku diutus kepada
kalian untuk masalah ini? Sesungguhnya binasanya orang-orang sebelum kalian
adalah lantaran perselisihan mereka dalam perkara ini. Karena itu, aku tekankan
pada kalian untuk tidak berselisih dalam masalah Qodar ini.'”
[Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (2133) dengan lafaz ini, Al-Bazzar
(10063), dan Abu Ya'la (6045). Di nilai hasan oleh al-Albani dalam Shahih
Tirmidzi dan dalam Takhrij Kiatab as-Sunnah no. 406].
Dan dalam Shohih Muslim (8) dari Ibnu Umar radhiallahu'anhuma, telah
sampai berita kepada beliau bahwa sebagian orang-orang mengingkari tentang
adanya Qodar, kemudian beliau berkata :
«فَإِذَا لَقِيتَ أُولَئِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنِّي بَرِيءٌ مِنْهُمْ،
وَأَنَّهُمْ بُرَآءُ مِنِّي»، وَالَّذِي يَحْلِفُ بِهِ عَبْدُ اللهِ بْنُ عُمَرَ
«لَوْ أَنَّ لِأَحَدِهِمْ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا، فَأَنْفَقَهُ مَا قَبِلَ اللهُ مِنْهُ
حَتَّى يُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ»
"Kalau engkau bertemu dengan mereka, tolong diberitahukan bahwa
saya berlepas diri dari mereka dan mereka berlepas diri dari saya. Dan yang
bersumpah adalah Abdullah bin Umar. Kalau sekiranya salah satu diantara mereka
mempunyai emas sebesar gunung Uhud kemudian diinfakkan, tidak akan diterima
infaknya sebelum mereka beriman terhadap Qodar".
===****===
MAKNA QODHO DAN QODAR BESERTA CAKUPANNYA:
Dari sisi bahasa Makna Qodho’ dan Qodar
Dari sisi bahasa Qodho’ adalah :
هُوَ إِحْكَامُ الشَّيْءِ وَإِتْمَامُ الأَمْرِ
“Mengukuhkan sesuatu dan menyempurnakan urusan”.
Sementara Qodar adalah semakna dengan Takdir, yaitu : penetapan sesuatu sesuai
dengan kadar tertentu.
Adapun definisi makna Qodho’ dan Qodar secara terminologi adalah :
القَدَرُ هُوَ تَقْدِيرُ اللَّهِ تَعَالَى الأَشْيَاءَ فِي القِدَمِ، وَهُوَ عِلْمُهُ سُبْحَانَهُ فَيَعْلَمُ أَنَّ تِلْكَ الأَشْيَاءَ سَتَقَعُ فِي أَوْقَاتٍ
مَعْلُومَةٍ عِنْدَهُ وَعَلَى صِفَاتٍ مَخْصُوصَةٍ، وَكِتَابَتُهُ سُبْحَانَهُ لِذَلِكَ،
وَمَشِيئَتُهُ لَهُ، وَوُقُوعُهَا عَلَى حَسَبِ مَا قَدَّرَهَا، وَخَلْقُهُ لَهَا.
Qodar adalah penentuan dan penetapan kadar oleh Allah ta’ala terhadap
segala sesuatu sejak terdahulu.
Dan Qodar adalah Ilmu Allah SWT, maka Dia mengetahui bahwa segala
sesuatu tersebut akan terjadi pada waktu tertentu dengan sifat dan karakter tertentu.
Dan Qodar adalah penulisan Allah untuk itu semua, sesuai dengan kehendak-Nya
dan terjadinya berdasarkan apa yang telah Dia takdirkan (Dia tentukan kadarnya),
serta penciptaan-Nya pada makhluk-Nya.
Apakah ada perbedaan antara Qodho’ dan Qodar?
Sebagian ulama' ada yang membedakaan diantara dua istilah tersebut.
Sementara sebagian ulama lainnya menyatakan tidak ada perbedaan antara Qodho' dan Qodar dari sisi artinya. Satu kata menunjukkan arti kata yang lainnya. Karena tidak ada dalil dari Kitab (Al-Qur'an) maupun Hadits yang membedakan diantara keduanya.
Dan telah ada kesepakatan diantara mereka yang tidak membedakan makna keduanya bahwa boleh menggunakan kata qodho untuk kata qodar. Dan begitu pula sebaliknya.
Dengan catatan bahwa kata Qodar yang lebih
banyak disebut dan digunakan dalam Al-Qur'an dan Sunnah adalah yang menunjukkan
keharusan beriman terhadapnya sebagai salah satu dari rukun Iman.
Namun demikian kata Qodar lebih
banyak pula digunakan untuk hal-hal yang berkenaan dengan penentuan takdir penciptaan
semua makhluk, berbeda dengan kata Qodho maka ia lebih banyak digunakan untuk makna-makna
sbb :
Makna ke 1 : Perintah dan penetapan hukum-hukum syar’i, contohnya sbb :
﴿وَقَضَىٰ
رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا
يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ
وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا﴾
Dan Tuhanmu telah meng- qodho
(memerintahkan) supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan
"ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia. [Al Isra: 23]
Dan dalam hadits Ummul Mukminin Ummu
Salamah, disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ
bersabda :
إنَّما أنا بَشَرٌ وإنَّكُمْ تَخْتَصِمُونَ إلَيَّ، ولَعَلَّ بَعْضَكُمْ أنْ
يَكونَ ألْحَنَ بحُجَّتِهِ مِن بَعْضٍ، فأقْضِي علَى نَحْوِ ما أسْمَعُ، فمَن قَضَيْتُ
له مِن حَقِّ أخِيهِ شيئًا، فلا يَأْخُذْهُ فإنَّما أقْطَعُ له قِطْعَةً مِنَ النَّارِ.
“Sesungguhnya aku hanyalah seorang
manusia, dan kalian mengadukan perkara kepadaku. Bisa jadi, sebagian dari
kalian lebih pandai dalam mengemukakan argumennya dibandingkan sebagian yang
lain, sehingga aku meng-qodho (memutuskan hukum) berdasarkan apa yang aku
dengar. Maka, barang siapa yang aku putuskan hukum baginya sesuatu dari hak
saudaranya, janganlah ia mengambilnya, karena jika demikian maka sesungguhnya
sama saja aku memberikan kepadanya sepotong dari api neraka”. [HR. Bukhori no.
7169 dan Muslim no. 1713].
Makna ke 2 : Pemutusan dan hukuman. Makna ini sebagaimana yang terdapat di ayat berikut
ini:
وَاللَّهُ يَقْضِي بِالْحَقِّ
وَالَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ لَا يَقْضُونَ بِشَيْءٍ إِنَّ اللَّهَ هُوَ
السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Dan Allah memutuskan dengan
kebenaran. Sedangkan mereka yang disembah selainNya tidak mampu memutuskan
dengan sesuatu apa pun. Sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Mendengar lagi
Maha Melihat.” (Al-Mu’min, 40:20)
Makna ke 3 : Pemberitaan. Ini bisa kita temukan dalam ayat:
وَقَضَيْنَا إِلَيْهِ
ذَلِكَ الْأَمْرَ أَنَّ دَابِرَ هَؤُلَاءِ مَقْطُوعٌ مُصْبِحِينَ
“Dan telah Kami wahyukan
kepadanya (Luth) perkara itu, yaitu bahwa mereka akan ditumpas habis di waktu
subuh.” (Al-Hijr, 15: 66)
Syaikh Muhammad bin Shalih
Al-Utsaimin berkata tentang qadha dan qadar:
“Para ulama’ berbeda pendapat tentang
perbedaan antara kedua istilah tersebut. Sebagian mengatakan bahwa Qadar adalah
kententaun Allah sejak zaman azali (zaman yang tak ada awalnya), sedangkan
Qadha’ adalah ketetapan Allah terhadap sesuatu pada waktu terjadi.”
Lalu beliau kemudian
menegaskan:
“Pendapat yang dianggap rajih (unggul/kuat)
adalah bahwa kedua istilah tersebut bila dikumpulkan (Qadar-Qadha’), maka
mempunyai makna berbeda, tapi bila dipisahkan antara satu dengan yang lain maka
mempunyai makna yang sama.” (Lihat: kitab Al-Qadha’ wal Qadar).
===****===
CAKUPAN MAKNA TAKDIR [QODHO DAN QODAR] :
Qodho dan Qodar yang Allah tetapkan
mencakup seluruh makhluknya, termasuk alam semesta alias jagat raya secara
keseluruhan baik yang ada di luar angkasa, maupun dalam bumi dan di permukaan
bumi.
Berikut ini hanya sebagai contoh diantara
cakupan makna takdir :
****
PERTAMA : PENETAPAN KADAR KETENTUAN (TAKDIR) PADA SELURUH MAKHLUK :
Dalam Al-Qur’an disebutkan tentang Qodar sebagaimana dalam firman-Nya:
﴿إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ﴾
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu sesuai dengan takdir (kadar
ukuran dan takaran tertentu)“. (Al-Qamar : 49).
Dan firman lainnya :
﴿وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ قَدَرًا مَقْدُورًا﴾.
“Dan adalah takdir Allah (ketetapan-Nya)
itu suatu ketetapan yang terukur kadarnya “. (Al-Ahzab : 38).
****
KEDUA : ALLAH CIPTAKAN BUMI DALAM 2 MASA, DAN MENTAKDIRKAN SUMBER MAKANAN-NYA DALAM 4 MASA :
Allah SWT menetapkan kadar dan ukuran
penciptaan alam semesta 50.000 tahun sebelumnya, sebagaimana dalam hadits Abdullah bin ‘Amr radhyallahu ‘anhuma,
disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ
bersabda:
كَتَبَ
اللهُ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ
بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
“Allah mencatat kadar-kadar seluruh
makhluk-Nya 50.000 tahun sebelum Dia menciptakan alam semesta (langit dan
bumi)”. [HR. Muslim, Kitab al-Qadar, no. 2653].
Lalu Allah SWT menciptakan alam
semesta (langit dan bumi) sesuai kadarnya dalam waktu dua hari (2 masa atau 2
Fase) . Dalam hal ini Allah SWT berfirman :
﴿فَقَضَاهُنَّ
سَبْعَ سَمَاوَاتٍ فِي يَوْمَيْنِ وَأَوْحَىٰ فِي كُلِّ سَمَاءٍ أَمْرَهَا ۚ وَزَيَّنَّا
السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَحِفْظًا ۚ ذَٰلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ
الْعَلِيمِ﴾
Maka Dia menjadikannya tujuh langit
dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi
langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya
dengan sebaik-baiknya. Demikianlah takdir (ketentuan kadar) Yang Maha
Perkasa lagi Maha Mengetahui. [Fussilat: 12]
Dan dalam ayat 9 di surat yang sama,
Allah SWT berfirman :
﴿قُلْ
أَئِنَّكُمْ لَتَكْفُرُونَ بِالَّذِي خَلَقَ الْأَرْضَ فِي يَوْمَيْنِ وَتَجْعَلُونَ
لَهُ أَندَادًا ۚ ذَٰلِكَ رَبُّ الْعَالَمِينَ .
Katakanlah: "Sesungguhnya
patutkah kamu kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan
sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta
alam". [Fussilat: 9]
Kemudian Allah mentaqdirkan
(menetapkan kadar) sumber makanan, minuman dan sumber energi bagi para
penghuninya selama empat hari (4 masa atau 4 fase). Sebagaimana dalam
firman-Nya:
وَجَعَلَ
فِيهَا رَوَاسِيَ مِن فَوْقِهَا وَبَارَكَ فِيهَا وَقَدَّرَ فِيهَا أَقْوَاتَهَا فِي
أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ سَوَاءً لِّلسَّائِلِينَ﴾
“Dan dia menciptakan di bumi itu
gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia mentakdirkan
(menentukan kadar) padanya (sumber-sumber) makanan ( untuk para
penghuni)nya dalam empat hari (empat masa). (Penjelasan itu sebagai jawaban)
bagi orang-orang yang bertanya”. [Fussilat: 10].
Totalnya jadi enam hari (6 masa)
sebagaimana dalam firman Allah SWT :
﴿إِنَّ
رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ
ثُمَّ اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا
وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ ۗ أَلَا لَهُ الْخَلْقُ
وَالْأَمْرُ ۗ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ﴾
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah
yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di
atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat,
dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing)
tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak
Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam”. [QS. Araf: 54]
Dan juga dalam surat as-Sajdah Allah
SWT berfirman :
﴿اللَّهُ
الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ
ثُمَّ اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ ۖ مَا لَكُم مِّن دُونِهِ مِن وَلِيٍّ وَلَا شَفِيعٍ
ۚ أَفَلَا تَتَذَكَّرُونَ﴾
Allah lah yang menciptakan langit dan
bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia
bersemayam di atas 'Arsy. Tidak ada bagi kamu selain dari pada-Nya seorang
penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at. Maka apakah kamu tidak
memperhatikan? [Sajdah: 4]
Al-Qur'an memiliki keistimewaan
dibandingkan kitab-kitab suci lainnya karena membagi periode enam hari
penciptaan langit dan bumi menjadi dua fase, yaitu fase penciptaan awal bumi
dan juga langit, yang memakan waktu dua hari dari enam hari tersebut, dan fase
penetapan kadar makanan di bumi ini, yang memakan waktu empat hari sisanya,
sebagaimana firman-Nya:
﴿قُلْ
أَئِنَّكُمْ لَتَكْفُرُونَ بِٱلَّذِي خَلَقَ ٱلْأَرْضَ فِي يَوْمَيْنِ وَتَجْعَلُونَ
لَهُۥٓ أَندَادًاۚ ذَٰلِكَ رَبُّ ٱلْعَٰلَمِينَ.
وَجَعَلَ
فِيهَا رَوَٰسِىَ مِن فَوْقِهَا وَبَٰرَكَ فِيهَا وَقَدَّرَ فِيهَآ أَقْوَٰتَهَا فِىٓ
أَرْبَعَةِ أَيَّامٍۭ سَوَآءًۭ لِّلسَّآئِلِينَ.
ثُمَّ
ٱسْتَوَىٰٓ إِلَى ٱلسَّمَآءِ وَهِىَ دُخَانٌۭ فَقَالَ لَهَا وَلِلْأَرْضِ ٱئْتِيَا
طَوْعًا أَوْ كَرْهًۭا قَالَتَآ أَتَيْنَا طَآئِعِينَ.
فَقَضَىٰهُنَّ
سَبْعَ سَمَٰوَٰتٍۭ فِى يَوْمَيْنِ وَأَوْحَىٰ فِى كُلِّ سَمَآءٍ أَمْرَهَاۚ وَزَيَّنَّا
ٱلسَّمَآءَ ٱلدُّنْيَا بِمَصَٰبِيحَ وَحِفْظًۭاۚ ذَٰلِكَ تَقْدِيرُ ٱلْعَزِيزِ ٱلْعَلِيمِ﴾
*"Katakanlah, 'Apakah kamu
benar-benar ingkar kepada Tuhan yang menciptakan bumi dalam dua hari dan kamu
adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? Itulah Tuhan semesta alam.'
Dan Dia menjadikan di bumi itu
gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan menentukan di
dalamnya kadar makanan selama empat hari, cukup untuk mereka yang
memerlukannya.
Kemudian Dia menuju langit, dan
langit itu masih berupa asap. Lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi,
'Datanglah kamu berdua menurut perintah-Ku, dengan suka hati atau terpaksa.'
Keduanya menjawab, 'Kami datang dengan suka hati.'
Maka Dia menjadikannya tujuh langit
dalam dua hari. Dia mewahyukan pada setiap langit urusannya.
Dan Kami hiasi langit dunia dengan
pelita-pelita dan penjagaan. Itulah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha
Mengetahui."* (Fushshilat: 9–12).
Yang dimaksud Dukhon dalam ayat
diatas adalah asap air yang naik membumbung saat bumi diciptakan. Sebagaimana
yang dikatakan Ibnu Katsir dalam Tafsirnya.
Satu hari saat itu sama dengan 1000
tahun. Allah SWT berfirman :
وَإِنَّ
يَوْمًا عِندَ رَبِّكَ كَأَلْفِ سَنَةٍ مِّمَّا تَعُدُّونَ
Sesungguhnya sehari disisi Tuhanmu
adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.
[QS. al-Hajj-ayat-47]
Dan Allah SWT berfirman :
﴿يُدَبِّرُ
الْأَمْرَ مِنَ السَّمَاءِ إِلَى الْأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ
مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةٍ مِّمَّا تَعُدُّونَ﴾
Dia mengatur urusan dari langit ke
bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya
adalah seribu tahun menurut perhitunganmu [QS. Sajdah: 5]
Kadar kecepatan para malaikat saat
naik menghadap Rabb-nya :
﴿تَعْرُجُ
الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ
سَنَةٍ﴾
Malaikat-malaikat dan Jibril naik
(menghadap) kepada Allah dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun. [QS. Maarij:
4]
Kadar waktu, hari dan tahun di dunia
sangat pendek :
﴿قَالَ
كَمْ لَبِثْتُمْ فِي الْأَرْضِ عَدَدَ سِنِينَ﴾
Allah bertanya: "Berapa tahunkah
lamanya kamu tinggal di bumi?" [Muminun: 112]
Kisah Uzair yang Allah wafatkan 100
tahun, lalu dihidupkan kembali :
﴿أَوْ
كَالَّذِي مَرَّ عَلَىٰ قَرْيَةٍ وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَىٰ عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّىٰ
يُحْيِي هَٰذِهِ اللَّهُ بَعْدَ مَوْتِهَا ۖ فَأَمَاتَهُ اللَّهُ مِائَةَ عَامٍ ثُمَّ
بَعَثَهُ ۖ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ ۖ قَالَ لَبِثْتُ يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ ۖ قَالَ
بَل لَّبِثْتَ مِائَةَ عَامٍ فَانظُرْ إِلَىٰ طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ
ۖ وَانظُرْ إِلَىٰ حِمَارِكَ وَلِنَجْعَلَكَ آيَةً لِّلنَّاسِ ۖ وَانظُرْ إِلَى الْعِظَامِ
كَيْفَ نُنشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْمًا ۚ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ قَالَ أَعْلَمُ
أَنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ﴾
Atau apakah (kamu tidak
memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh
menutupi atapnya. Dia berkata: "Bagaimana Allah menghidupkan kembali
negeri ini setelah hancur?" Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun,
kemudian menghidupkannya kembali.
Allah bertanya: "Berapakah
lamanya kamu tinggal di sini?" Ia menjawab: "Saya tinggal di sini
sehari atau setengah hari".
Allah berfirman: "Sebenarnya
kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan
minumanmu yang belum lagi beubah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah
menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi
manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami
menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging".
Maka tatkala telah nyata kepadanya
(bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) diapun berkata: "Saya yakin
bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu". [Baqarah: 259]
Dan Allah SWT mewafatkan ashabul
Kahfi 309 tahun :
﴿وَلَبِثُوا
فِي كَهْفِهِمْ ثَلَاثَ مِائَةٍ سِنِينَ وَازْدَادُوا تِسْعًا﴾
Dan mereka tinggal dalam gua mereka
tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi). [Kahf: 25]
Kemudian Allah SWT membangunkan
mereka, sebagaimana dalam firman-Nya :
﴿وَكَذَٰلِكَ
بَعَثْنَاهُمْ لِيَتَسَاءَلُوا بَيْنَهُمْ ۚ قَالَ قَائِلٌ مِّنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ
ۖ قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ ۚ قَالُوا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا
لَبِثْتُمْ﴾
Dan demikianlah Kami bangunkan mereka
agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang
di antara mereka: Sudah berapa lamakah kalian berada (disini?)". Mereka
menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". Berkata
(yang lain lagi): "Tuhan kalian lebih mengetahui berapa lamanya kalian
berada (di sini). [QS. Kahf: 19]
****
KETIGA : TAQDIR (PENETAPAN KADAR) PADA BENDA-BENDA LANGIT DAN ORBITNYA.
Allah SWT berfirman :
﴿وَالْقَمَرَ
قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّىٰ عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقَدِيمِ﴾
“Dan telah Kami takdirkan (tetapkan kadar
dan ukuran) bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke
manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua”. [Yasin:
39]
Dan firman lainnya :
﴿هُوَ
الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ
لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ ۚ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَٰلِكَ إِلَّا
بِالْحَقِّ ۚ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ﴾
“Dialah yang menjadikan matahari
bersinar dan bulan bercahaya dan Dia mentaqdirkan baginya manzilah-manzilah
(tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan
tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu
melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada
orang-orang yang mengetahui”. [Yunus: 5]
Dan firman lainnya :
﴿وَاللَّهُ
يُقَدِّرُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ ۚ عَلِمَ أَن لَّن تُحْصُوهُ فَتَابَ عَلَيْكُمْ
ۖ فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ ۚ عَلِمَ أَن سَيَكُونُ مِنكُم مَّرْضَىٰ
ۙ وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِن فَضْلِ اللَّهِ ۙ وَآخَرُونَ
يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۖ فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ ۚ وَأَقِيمُوا
الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَقْرِضُوا اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا ۚ وَمَا تُقَدِّمُوا
لِأَنفُسِكُم مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِندَ اللَّهِ هُوَ خَيْرًا وَأَعْظَمَ أَجْرًا
ۚ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ﴾
Dan Allah mentaqdirkan (menetapkan kadar
ukuran) malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kalian sekali-kali tidak dapat
menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepada
kalian, karena itu bacalah apa yang mudah (bagi kalian) dari Al Quran.
Dia mengetahui bahwa akan ada di
antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi
mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di
jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagi kalian) dari Al Quran dan
dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah
pinjaman yang baik.
Dan kebaikan apa saja yang kalian
perbuat untuk diri kalian niscaya kalian memperoleh (balasan)nya di sisi Allah
sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya.
Dan mohonlah ampunan kepada Allah;
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [QS. Muzammil: 20]
****
KEEMPAT : TAKDIR PERGERAKAN DAN PEREDARAN ALAM SEMESTA :
Termasuk Qodho dan Qodar Allah adalah
Takdir peredaran tata surya, seperti gugusan galaksi, black hole, monster hole,
matahari, bintang, planet dan lainnya.
Yakni : Keseimbangan peredaran
benda-benda langit di alam semesta.adalah salah satu takdir (ketetapan) Allah
Allah SWT berfirman :
﴿ذَٰلِكَ تَقْدِيرُ
الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ﴾
“Demikianlah takdir (ketetapan qadar) dari Yang
Mahaperkasa, Maha Mengetahui”. (QS. Yasiin : 38-40)
Lengkapnya :
﴿وَالشَّمْسُ
تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ۚ ذَٰلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ ()
وَالْقَمَرَ قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّىٰ عَادَ كَالْعُرْجُونِ
الْقَدِيمِ () لَا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا
اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ ۚ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ﴾
Dan
matahari beredar pada tempat peredarannya. Demikianlah takdir (ketetapan qadar) dari Yang
Mahaperkasa, Maha Mengetahui.
Dan bulan
telah Kami takdirkan (kadar penetapan) manzilah-manzilahnya, hingga akhirnya ia
kembali seperti tandan yang tua.
Tidaklah
mungkin bagi matahari menyusul bulan, dan malam pun tidak dapat mendahului
siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya (orbitnya)” (QS.
Yasiin : 38-40)
Dengan peredaran dan perputaran Bumi,
Bulan dan Matahari, Allah taqdirkan pula pergantian siang dan malam. Allah SWT berfirman :
﴿
فَالِقُ الإِصْبَاحِ وَجَعَلَ اللَّيْلَ سَكَناً وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ
حُسْبَاناً ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ ﴾
"Dia menyingsingkan pagi
dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan
dengan penuh perhitungan. Demikianlah
takdir (ketetapan qadar) dari Yang Mahaperkasa, Maha Mengetahui”. [ QS. Al-An'aam : 96 ]
Dan Allah SWT berfirman :
﴿فَقَضَاهُنَّ
سَبْعَ سَمَاوَاتٍ فِي يَوْمَيْنِ وَأَوْحَىٰ فِي كُلِّ سَمَاءٍ أَمْرَهَا ۚ وَزَيَّنَّا
السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَحِفْظًا ۚ ذَٰلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ
الْعَلِيمِ﴾
Maka Dia menjadikannya tujuh langit
dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi
langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya
dengan sebaik-baiknya. Demikianlah takdir (ketentuan kadar) Yang Maha
Perkasa lagi Maha Mengetahui. [Fussilat: 12]
[1] Takdir dan ketentuan peredaran
matahari, bintang, planet dan lainnya.
Dan Allah SWT telah menciptakan pula
jalur dan garis edar bagi masing-masing benda langit, planet, bintang matahari,
bulan dan lainya, sebagaimana dalam firman-Nya :
وَالسَّمَاۤءِ ذَاتِ الْبُرُوْجِۙ
"Demi
langit yang mempunyai gugusan bintang (Galaksi)". [QS. al-Buruuj : 1]
Dan Allah
SWT berfirman :
﴿وَالسَّمَاءِ ذَاتِ الْحُبُكِ﴾
“Dan
demi langit yang memiliki jalan-jalan (garis-garis edar)”. [QS. Adz-Dzaariyat
: 7]
Yang
dimaksud jalan-jalan dalam ayat ini adalah orbit bintang-bintang dan
planet-planet)
Untuk menjaga jalur-jalur dan
menstabilkan peredaran tersebut Allah SWT tidak menciptakan pilar-pilar
penyangga yang terlihat oleh mata, melainkan dengan mentakdirkan sistem gravitasi
antar benda-benda langit . Sebagaimana dalam firman-Nya.
﴿اللَّهُ الَّذِي رَفَعَ السَّمَاوَاتِ
بِغَيْرِ عَمَدٍ تَرَوْنَهَا ۖ ثُمَّ اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ ۖ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ
وَالْقَمَرَ ۖ كُلٌّ يَجْرِي لِأَجَلٍ مُسَمًّى ۚ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ
لَعَلَّكُمْ بِلِقَاءِ رَبِّكُمْ تُوقِنُونَ﴾
Allah-lah Yang meninggikan langit
tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas
'Arasy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu
yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda
(kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan(mu) dengan Tuhanmu. [QS.
Ar-Ra’d : 02]
Adapun ayat yang menyebutkan system
gravitasi adalah firman-Nya :
﴿ وَالسَّمَاءِ ذَاتِ الرَّجْعِ ﴾
"Demi langit yang
memiliki daya mengembalikan" [QS. Ath-Thoriq : 11]
Dan Allah
SWT berfirman :
﴿وَجَعَلْنَا السَّمَاءَ سَقْفاً مَحْفُوظاً
وَهُمْ عَنْ آيَاتِهَا مُعْرِضُونَ ﴾
"
Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka
berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya”. [QS.
al-Anbiyaa : 32]
Dan Allah
SWT berfirman :
﴿
أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا
رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا ﴾
" Dan apakah orang-orang
yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu
adalah suatu yang padu, kemudian Kami memisahkan antara keduanya ". (QS.
Al-Anbiyaa : 30).
Dan Allah
SWT berfirman :
﴿
فَالِقُ الإِصْبَاحِ وَجَعَلَ اللَّيْلَ سَكَناً وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ
حُسْبَاناً ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ ﴾
" Dia menyingsingkan
pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan
bulan dengan perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa lagi
Maha Mengetahui". [ QS. Al-An'aam : 96 ]
Prof. DR.
Karim as-Sayyid Ghonim dalam "تَوَازُنُ الْأَجْرَامِ السَّمَاوِيَّةِ
مِنْ نَوَامِيسِ اللَّهِ الْكَوْنِيَّةِ" ketika menjelaskan ayat ini , mengutip perkataan al-Imam
al-Fakhrurrozi dalam tafsrinya مَفَاتِيحُ الْغَيْبِ yang menyatakan :
" إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدَّرَ حَرَكَةَ الشَّمْسِ مَخْصُوصَةً بِمِقْدَارٍ
مِنَ السُّرْعَةِ وَالْبُطْءِ بِحَيْثُ تَتِمُّ الدَّوْرَةُ فِي سَنَةٍ، وَقَدَّرَ
حَرَكَةَ الْقَمَرِ بِحَيْثُ يَتِمُّ الدَّوْرَةُ فِي شَهْرٍ".
"Bahwa
Allah Ta'aala telah mentaqdirkan (menentukan) perhitungan peredaran matahari secara khusus
dengan ukuran cepat dan lambatnya agar siklusnya selesai dalam satu tahun, dan
Dia telah menentukan perhitungan peredaran bulan untuk menyelesaikan siklusnya
dalam satu bulan".
Untuk keseimbangan gravitasi alam
semesta ini diperlukan media dan bahan, maka Allah SWT menurunkan berbagai
jenis besi termasuk besi magnet, lalu Dia menyebarkannya ke benda-benda langit disesuaikan
kadar dan takdir masing-masing agar dengan itu semua terjadi keseimbangan gravitasi
dan peredaran Alam Semesta.
Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an surat
Besi ( الْحَدِيد
) :
﴿وَأَنْزَلْنَا
الْحَدِيدَ فِيهِ بَأْسٌ شَدِيدٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ مَنْ
يَنْصُرُهُ وَرُسُلَهُ بِالْغَيْبِ ۚ إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ
“Kami telah menurunkan besi yang padanya
terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka
mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong
(agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya
Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa”. (QS. Al-Hadiid : 25 ).
Dalam hadits Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma
, Rosulullah ﷺ bersabda :
إِنَّ
اللَّهَ أَنْزَلَ أَرْبَعَ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ إِلَى الْأَرْضِ، فَأَنْزَلَ
الْحَدِيدَ وَالنَّارَ وَالْمَاءَ وَالْمِلْحَ
“Sesungguhnya Allah telah menurunkan 4 keberkahan dari langit ke bumi:
besi, api, air, dan garam.”
Hadits ini banyak bertebaran di kitab-kitab
tafsir, antara lain; “معالم التنزيل”
8/41 karya al-Baghowi (w. 516 H) , “غرائب القرآن ورغائب الفرقان”
7/128 karya an-Naisaabuuri ( w. 728 H )
dan “البحر المحيط”
10/230 karya Muhammad ibn Yusuf ibn Hayyan Atheer al-Din al-Andalusi, (w. 745 H
).
Ibnu al-Qoyyim dalam “زاد المعاد”
4/362 berkata : “وَالْمَوْقُوفُ أَشْبَهُ”
yakni : lebih tepatnya hadits mauquf”.
DR. Zaghloul Al-Najjaar dalam
artikelnya “مِنْ آيَاتِ الْإِعْجَازِ الْعِلْمِيِّ:
الْأَرْضُ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ“
hal. 123-127 meyebutkan :
فِي
أَوَاخِرِ الْقَرْنِ الْعِشْرِينَ ثَبَتَ لِعُلَمَاءِ الْفَلَكِ وَالْفِيزْيَاءِ الْفَلَكِيَّةِ
أَنَّ الْحَدِيدَ لَا يَتَكَوَّنُ فِي الْجُزْءِ الْمُدْرَكِ مِنَ الْكَوْنِ إِلَّا
فِي مَرَاحِلَ مُحَدَّدَةٍ مِنْ حَيَاةِ النُّجُومِ الْعِمْلَاقَةِ ـ كَمَا ذَكَرْنَا
آنِفًا ـ الَّتِي تُسَمَّى بِالْعَمَالِيقِ الْعِظَامِ، وَالَّتِي بَعْدَ أَنْ يَتَحَوَّلَ
لُبُّهَا بِالْكُلِّيَّةِ إِلَى حَدِيدٍ تَنْفَجِرُ عَلَى هَيْئَةِ الْمُسْتَعِرَاتِ
الْعِظَامِ، وَبِانْفِجَارِهَا تَتَنَاثَرُ مُكَوِّنَاتُهَا بِمَا فِيهَا الْحَدِيدُ
مِنْ صَفْحَةِ السَّمَاءِ، فَيَدْخُلُ هَذَا الْحَدِيدُ ـ بِتَقْدِيرٍ مِنَ اللَّهِ
تَعَالَى ـ فِي مَجَالِ جَاذِبِيَّةِ أَجْرَامٍ سَمَاوِيَّةٍ تَحْتَاجُ إِلَيْهِ، مِثْلَ
أَرْضِنَا الْبِدَائِيَّةِ الَّتِي وَصَلَهَا الْحَدِيدُ الْكَوْنِيُّ وَهِيَ كَوْمَةٌ
مِنَ الرَّمَادِ، فَانْدَفَعَ إِلَى قَلْبِ تِلْكَ الْكَوْمَةِ بِحُكْمِ كَثَافَتِهِ
الْعَالِيَةِ وَسُرْعَتِهِ الْكَوْنِيَّةِ الْمُنْدَفِعِ بِهَا، فَانْصَهَرَ بِحَرَارَةِ
الِاسْتِقْرَارِ فِي قَلْبِ الْأَرْضِ الْبِدَائِيَّةِ وَصَهَرَهَا، وَمَايَزَهَا إِلَى
سَبْعِ أَرَضِينَ.
Pada akhir abad kedua puluh, terbukti
bagi para astronom dan astrofisikawan bahwa besi tidak terbentuk di bagian alam
semesta yang dirasakan kecuali dalam tahap-tahap tertentu kehidupan
bintang-bintang raksasa (النُّجُومُ الْعِمْلَاقَةُ)
- seperti yang kami sebutkan di atas - yang disebut raksasa-raksasa besar (العَمَالِيقُ
الْعِظَامُ), yang setelah benar-benar inti nya berubah menjadi besi,
meledak dalam bentuk supernova (المُسْتَعِرَاتُ الْعِظَامُ
/penyebar luasan secara besar-besaran) .
Dan dengan ledakannya itu, maka
komponen-komponennya, termasuk besi, berhamburan dari permukaan langit, sehingga
besi ini masuk - dengan kadar yang Allah tetapkan - di medan gravitasi benda
langit yang membutuhkannya, seperti pada permulaan pembentukan bumi kita, yang
kemudian sampai kepadanya besi kosmik, yang saat itu bumi merupakan tumpukan
abu, lalu terdorong olehnya menuju pada inti tumpukan itu ; karena kepadatannya
yang tinggi dan kecepatan kosmiknya , maka besi itu jadi meleleh karena panas
yang ditimbulkan saat besi itu menetap di inti permulaan penciptaan bumi dan
melelehkan pula tumpukan abu, lalu membedakan diri elemen-elemennya menjadi tujuh bumi .
[ Ref : “مِنْ آيَاتِ
الْإِعْجَازِ الْعِلْمِيِّ: الْأَرْضُ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ“
Oleh DR. Zaghloul Al-Najjaar, hal.121-122]
*****
KELIMA : QADAR PEMECAHAN ALAM SEMESTA.
(PADA AWALNYA ALAM SEMESTA SUATU KESATUAN)
Enam hari penciptaan yang disebutkan
dalam kitab suci mewakili rentang waktu yang diperlukan untuk penciptaan alam
semesta sejak ledakan besar (Big Bang) yang memenuhi ruang dengan asap hingga
Allah menghancurkan alam semesta ini dan mengembalikannya seperti semula,
sebagaimana firman-Nya:
﴿
أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا
رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا ﴾
" Dan apakah orang-orang
yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu
adalah suatu yang padu, kemudian Kami memisahkan antara keduanya ". (QS.
Al-Anbiyaa : 30).
Dan Allah SWT berfirman :
ثُمَّ
ٱسْتَوَىٰٓ إِلَى ٱلسَّمَآءِ وَهِىَ دُخَانٌۭ فَقَالَ لَهَا وَلِلْأَرْضِ ٱئْتِيَا
طَوْعًا أَوْ كَرْهًۭا قَالَتَآ أَتَيْنَا طَآئِعِينَ. فَقَضَىٰهُنَّ سَبْعَ سَمَٰوَٰتٍۭ
فِى يَوْمَيْنِ وَأَوْحَىٰ فِى كُلِّ سَمَآءٍ أَمْرَهَاۚ وَزَيَّنَّا ٱلسَّمَآءَ
ٱلدُّنْيَا بِمَصَٰبِيحَ وَحِفْظًۭاۚ ذَٰلِكَ تَقْدِيرُ ٱلْعَزِيزِ ٱلْعَلِيمِ"
“Kemudian Dia menuju langit, dan
langit itu masih berupa asap.
Lalu Dia berfirman kepadanya dan
kepada bumi, 'Datanglah kamu berdua menurut perintah-Ku, dengan suka hati atau
terpaksa.' Keduanya menjawab, 'Kami datang dengan suka hati.' Maka Dia
menjadikannya tujuh langit dalam dua hari.
Dia mewahyukan pada setiap langit
urusannya. Dan Kami hiasi langit dunia dengan pelita-pelita dan penjagaan.
Itulah takdir (ketentuan) Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui."*
(Fushshilat: 11–12).
Dari kepingan-kepingan ledakan besar tersebut
Allah SWT ciptakan pula gugusan-gugusan galaksi di alam raya, sebagaimana dalam
firman-Nya :
﴿وَالسَّمَاۤءِ ذَاتِ الْبُرُوْجِۙ﴾
"Demi
langit yang mempunyai gugusan bintang (Galaksi)". [QS. al-Buruuj : 1]
Ibnu
Qayyim berkata:
"وَمِنْ ذَلِكَ إِقْسَامُهُ -سُبْحَانَهُ-
بِـ﴿ السَّمَاءِ ذَاتِ الْبُرُوجِ (1) وَالْيَوْمِ الْمَوْعُودِ
(2) وَشَاهِدٍ وَمَشْهُودٍ (3) ﴾ [الْبُرُوج: 1 - 3].
وَقَدْ فُسِّرَتْ "الْبُرُوجُ": بِالْبُرُوجِ الَّتِي
تَنْزِلُهَا الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ وَالسَّيَّارَةُ. وَفُسِّرَتْ: بِالنُّجُومِ، أَوْ نَوْعٍ مِنْهَا. وَفُسِّرَتْ: بِالْقُصُورِ الْعِظَامِ.
وَكُلُّ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ قُدْرَتِهِ، وَشَوَاهِدِ وَحْدَانِيَّتِهِ،
وَأَدِلَّةِ رُبُوبِيَّتِهِ؛ فَإِنَّ السَّمَاءَ كُرَةٌ مُتَشَابِهَةُ الْأَجْزَاءِ،
وَالشَّكْلُ الْكُرِيُّ لَا يَتَمَيَّزُ مِنْهُ جَانِبٌ عَنْ جَانِبٍ بِطُولٍ، وَلَا
قِصَرٍ، وَلَا وَضْعٍ، بَلْ هُوَ مُتَسَاوِي الْجَوَانِبِ.
فَجَعْلُ هَذِهِ "الْبُرُوجِ"، فِي هَذِهِ الْكُرَةِ،
عَلَى اخْتِلَافِ صُوَرِهَا وَأَشْكَالِهَا وَمَقَادِيرِهَا: يَسْتَحِيلُ أَنْ تُوجَدَ
بِغَيْرِ فَاعِلٍ، وَيَسْتَحِيلُ أَنْ يَكُونَ فَاعِلُهَا غَيْرَ قَادِرٍ، وَلَا عَالِمٍ،
وَلَا مُرِيدٍ، وَلَا حَيٍّ، وَلَا حَكِيمٍ، وَلَا مُبَايِنٍ لِلْمَفْعُولِ.
وَهَذَا وَنَحْوُهُ مِمَّا هَدَمَ قَوَاعِدَ الطَّبَائِعِيَّةِ،
وَالْمَلَاحِدَةِ، وَالْفَلَاسِفَةِ الَّذِينَ لَا يُثْبِتُونَ لِلْعَالَمِ رَبًّا
مُبَايِنًا لَهُ، قَادِرًا فَاعِلًا بِالِاخْتِيَارِ، عَالِمًا بِتَفَاصِيلِهِ، حَكِيمًا
مُدَبِّرًا لَهُ.
فَبُرُوجُ السَّمَاءِ -وَهِيَ مَنَازِلُهَا، أَوْ مَنَازِلُ
السَّيَّارَةِ الَّتِي فِيهَا- مِنْ أَعْظَمِ آيَاتِهِ سُبْحَانَهُ، فَلِهَذَا أَقْسَمَ
بِهَا مَعَ السَّمَاءِ"، اِنْتَهَى.
"Dan
di antara itu adalah sumpah Allah ﷻ dengan firman-Nya:
'Demi
langit yang memiliki gugusan bintang, (1) dan hari yang dijanjikan, (2) dan
yang menyaksikan serta yang disaksikan. (3)' (Al-Buruj: 1-3).
Adapun
'gugusan bintang' telah ditafsirkan sebagai gugusan tempat beredar matahari,
bulan, dan planet-planet berada.
Dan
ditafsirkan pula sebagai bintang-bintang atau sebagian jenisnya.
Juga
ditafsirkan sebagai istana-istana besar.
Semua itu
merupakan tanda-tanda kekuasaan-Nya, bukti keesaan-Nya, dan dalil
rububiyah-Nya. Sebab, langit adalah bulatan yang bagian-bagiannya serupa, dan
bentuk bulat tidak memiliki perbedaan antara satu sisi dengan sisi lainnya,
baik dalam panjang, pendek, maupun posisinya. Semuanya seimbang.
Maka,
menjadikan 'gugusan bintang' ini dalam bulatan tersebut, dengan berbagai rupa,
bentuk, dan ukurannya, mustahil terjadi tanpa adanya Pelaku dan Pencipta.
Dan
mustahil pula pelakunya bukan yang Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha
Berkehendak, Maha Hidup, Maha Bijaksana, dan berbeda dengan makhluk yang
diciptakan-Nya.
Hal ini
dan yang semisalnya menghancurkan dasar-dasar kepercayaan kaum naturalis,
ateis, dan filsuf yang tidak menetapkan adanya Tuhan yang berbeda dari alam,
Maha Kuasa, Maha Bertindak dengan kehendak, Maha Mengetahui secara rinci, dan
Maha Bijaksana yang mentaqdirkan alam semesta.
Maka,
gugusan bintang di langit – yang merupakan tempat tinggalnya, atau tempat
planet-planet beredar – termasuk tanda kebesaran-Nya yang paling
agung. Oleh karena itu, Allah bersumpah dengannya bersama langit."
(Selesai
dari kitab *At-Tibyan fi Aiman Al-Qur'an* (halaman 140)).
Gambar : Galaksi Bima Sakti. Mengelilingi Black
Hole . Posisi matahari di tepi.
Di alam jagad raya ini, tidak hanya ada satu
galaksi saja yaitu galaksi Bimasakti, akan tetapi terdapat begitu banyak galaksi galaksi
yang lainnya lagi. Dan kesemuanya itu membentuk kluster galaksi.
Selanjutnya
sistem kluster galaksi yang terdiri atas milyaran benda-benda angkasa seperti
matahari, planet, bulan, meteor, asteroid, dan lain-lain juga berputar (thawaf)
mengelilingi pusat galaksi, yang oleh NASA disebut ”MONSTER BLACK HOLE” karena
ukurannya yang jauh lebih besar dibandingkan black hole dalam galaksi
bimasakti.
Dan Allah SWT berfirman :
"يَوْمَ
نَطْوِي ٱلسَّمَآءَ كَطَيِّ ٱلسِّجِلِّ لِلْكُتُبِ كَمَا بَدَأْنَآ أَوَّلَ خَلْقٍ
نُّعِيدُهُۥ وَعْدًا عَلَيْنَآ إِنَّا كُنَّا فَٰعِلِينَ"
*"Pada hari Kami melipat langit
seperti melipat lembaran buku. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan
pertama, begitulah Kami akan mengulanginya. Itu adalah janji yang pasti bagi
Kami; sungguh, Kamilah yang akan melaksanakannya."* (Al-Anbiya: 104).
****
KEENAM : TAKDIR ORBIT DAN GARIS EDAR BENDA-BENDA LANGIT:
Selain gugusan-gugusan galaksi, Allah SWT juga telah
mentaqdirkan garis edar atau orbit masing-masing benda langit, sebagimana dalam
firman-Nya :
﴿وَالسَّمَاءِ ذَاتِ الْحُبُكِ﴾
“Dan
demi langit yang memiliki jalan-jalan (garis-garis edar)”. [QS.
Adz-Dzaariyat : 7]
(Yang dimaksud jalan-jalan dalam ayat ini adalah
orbit bintang-bintang dan planet-planet)
Kata حُبُكٌ
dan حَبَائِكُ
adalah jamak dari kata tunggal حَبِيْكَةٌ
artinya : Jalan atau orbit bintang di langit .
Dalam hal ini Syeikh Abdud Daim Al-Kahiil berkata :
فِي اكْتِشَافٍ حَدِيثٍ تَبَيَّنَ
لِلْعُلَمَاءِ أَنَّ الْكَوْنَ عِبَارَةٌ عَنْ مَجْمُوعَةٍ مِنَ الْمَجَرَّاتِ وَالنُّجُومِ
وَالدُّخَانِ وَالثُّقُوبِ السُّودَاءِ وَالنُّجُومِ الطَّارِقَةِ وَالنُّجُومِ اللَّامِعَةِ
وَمُكَوِّنَاتٍ أُخْرَى... وَجَمِيعُ هَذِهِ الْمَخْلُوقَاتِ تَسِيرُ وَتَتَحَرَّكُ
وَتَجْرِي عَلَى مَسَارَاتٍ مُحَدَّدَةٍ تَشْبِهُ الطُّرُقَ السَّرِيعَةَ HIGHWAYS وَكُلُّ الْأَجْرَامِ الْكَوْنِيَّةِ
تَتَحَرَّكُ حَرَكَةً دَقِيقَةً جِدًّا عَبْرَ هَذِهِ الطُّرُقِ..
إِذًا الْحَقِيقَةُ الْعِلْمِيَّةُ
تُؤَكِّدُ أَنَّ السَّمَاءَ ذَاتُ طُرُقٍ! وَهَذَا مَا أَنْبَأَ عَنْهُ الْقُرْآنُ
فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: (وَالسَّمَاءِ ذَاتِ الْحُبُكِ) [الذَّارِيَاتِ: 7]. وَقَدْ
فَسَّرَ عُلَمَاؤُنَا قَدِيمًا هَذِهِ الْكَلِمَةَ عَلَى أَنَّهَا تَتَحَدَّثُ عَنْ
طُرُقٍ لَا نَرَاهَا وَلَكِنَّهَا مَوْجُودَةٌ!
فَهَذَا هُوَ الْقُرْطُبِيُّ وَالطَّبَرِيُّ
وَابْنُ كَثِيرٍ وَغَيْرُهُمْ مِنَ الْمُفَسِّرِينَ قَالُوا: (الْحُبُكُ) هِيَ الطَّرَائِقُ
وَهِيَ جَمْعٌ لِكَلِمَةٍ حَبِيكَةٍ. وَبِالْفِعْلِ نَحْنُ نَرَى الْيَوْمَ هَذِهِ
الطُّرُقَ الَّتِي لَمْ يَرَوْهَا مِنْ قَبْلُ، وَلَكِنَّهُمْ آمَنُوا بِهَا لِأَنَّ
الْقُرْآنَ أَنْبَأَهُمْ عَنْهَا.. فَسُبْحَانَ اللَّهِ!
Dalam penemuan baru-baru ini, menjadi jelas bagi para ilmuwan bahwa alam
semesta adalah kumpulan galaksi, bintang, asap, lubang hitam, bintang jatuh,
bintang terang, dan komponen lainnya...
Dan semua makhluk ini berjalan, bergerak, dan berlari di garis edar
khusus yang menyerupai jalur-jalur cepat dan kilat [highways] , dan semua benda kosmik [ruang angkasa]
bergerak dengan gerakan yang sangat tepat di sepanjang jalan ini.
Jadi fakta
ilmiah menegaskan bahwa langit memiliki jalan-jalan [orbit] ! Inilah yang
dikabarkan Al-Qur'an ketika Allah SWT berfirman :
﴿وَالسَّمَاءِ ذَاتِ الْحُبُكِ﴾
“Dan
demi langit yang mempunyai jalan-jalan (orbit-orbit)”. [QS. adz-Dzaariyat : 7]
Jalur-jalur
inilah yang disebut Al-Qur'an sebagai al-Hubuk , dan kalimat ini sebagai saksi
atas keajaiban Al-Qur'an.
اِتِّجَاهُ ٱلطُّرُقِ ٱلَّتِي تَسْلُكُهَا ٱلْمَجَرَّاتُ
Arah jalur-jalur yang dilalui oleh
galaksi-galaksi
هَذَا الرَّسْمُ يُمَثِّلُ التَّدَفُّقَ
السَّرِيعَ لِلْمَجَرَّاتِ وَاتِّجَاهَاتِهَا وَكَيْفَ أَنَّ النِّظَامَ هُوَ الَّذِي
يَحْكُمُ هَذَا الْكَوْنَ، لَا مَكَانَ لِلْفَوْضَى، لَا مَكَانَ لِلْعَبَثِ، وَلَا
مَكَانَ لِلْعَشْوَائِيَّةِ أَوْ الْمُصَادَفَةِ.. وَلِذَلِكَ فَإِنَّ الْآيَةَ الْكَرِيمَةَ
(وَالسَّمَاءِ ذَاتِ الْحُبُكِ) [الذَّارِيَاتِ: 7] تَعْبِرُ تَعْبِيرًا دَقِيقًا عَنْ
هَذِهِ الْحَقِيقَةِ الَّتِي تُعْتَبَرُ الْيَوْمَ حَقِيقَةً يَقِينِيَّةً. فَكَلِمَةُ
(الْحُبُكِ) تَعْنِي فِي هَذِهِ الْحَالَةِ: الطُّرُقَ.
Gambar ini
menggambarkan kecepatan beredarnya galaksi-galaksi dan arah-arahnya, dan
bagaimana keteraturan mengatur alam semesta ini. Tidak ada tempat untuk kekacau
baluan, tidak ada tempat untuk kesia-siaan, dan tidak ada tempat untuk
keacak-acakan atau kebetulan.
****
KETUJUH : QADAR GRAVITASI ADALAH PILAR PENYANGGA YANG TIDAK KELIHATAN :
Untuk menjaga keseimbangan jalur-jalur
dan menstabilkan peredaran tersebut maka Allah SWT mentaqdirkan system gravitasi
antar benda-benda langit tersebut sebagai pilar-pilar penyangga yang tidak terlihat
oleh mata. Sebagaimana dalam firman-Nya.
﴿اللَّهُ الَّذِي
رَفَعَ السَّمَاوَاتِ بِغَيْرِ عَمَدٍ تَرَوْنَهَا ۖ ثُمَّ اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ
ۖ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ ۖ كُلٌّ يَجْرِي لِأَجَلٍ مُسَمًّى ۚ يُدَبِّرُ
الْأَمْرَ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ بِلِقَاءِ رَبِّكُمْ تُوقِنُونَ ﴾
Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa
tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arasy,
dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang
ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda
(kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan(mu) dengan Tuhanmu. [QS.
Ar-Ra’d : 02]
Adapun ayat yang menyebutkan tentang system
gravitasi adalah firman-Nya :
﴿وَالسَّمَاءِ ذَاتِ الرَّجْعِ﴾
"Demi langit yang
memiliki daya mengembalikan" [QS. Ath-Thoriq : 11]
DR. Zaglul
an-Najjaar dalam tulisannya "مِنْ أَسْرارِ القُرآن" menguraikan :
وَاضِحُ الْأَمْرِ ــ وَاللَّهُ تَعَالَى أَعْلَمُ ــ أَنَّ
لَفْظَةَ الرَّجْعِ فِي هَذِهِ الْآيَةِ الْكَرِيمَةِ لَهَا مِنَ الدَّلَالَاتِ مَا
يَفُوقُ مُجَرَّدَ نُزُولِ الْمَطَرِ ــ عَلَى أَهَمِّيَّتِهِ الْقُصْوَى لِاسْتِمْرَارِيَّةِ
الْحَيَاةِ عَلَى الْأَرْضِ ــ مِمَّا جَعَلَ هَذِهِ الصِّفَةَ مِنْ صِفَاتِ السَّمَاءِ
مَحَلًّا لِقَسَمِ الْخَالِقِ (سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى) ــ وَهُوَ الْغَنِيُّ عَنِ
الْقَسَمِ ــ تَعْظِيمًا لِشَأْنِهَا وَتَفْخِيمًا.
فَمَا هُوَ الْمَقْصُودُ بِالرَّجْعِ فِي هَذِهِ الْآيَةِ
الْكَرِيمَةِ؟
يَبْدُو ــ وَاللَّهُ تَعَالَى أَعْلَمُ ــ أَنَّ مِنْ مَعَانِي
الرَّجْعِ هُنَا الِارْتِدَادُ أَيْ أَنَّ مِنَ الصِّفَاتِ الْبَارِزَةِ فِي سَمَائِنَا
أَنَّهَا ذَاتُ رَجْعٍ أَيْ ذَاتُ ارْتِدَادٍ، بِمَعْنَى أَنَّ كَثِيرًا مِمَّا يَرْتَفِعُ
إِلَيْهَا مِنَ الْأَرْضِ تَرُدُّهُ إِلَى الْأَرْضِ ثَانِيَةً، وَأَنَّ كَثِيرًا
مِمَّا يَهْبِطُ عَلَيْهَا مِنْ أَجْزَائِهَا الْعُلَا يَرْتَدُّ ثَانِيَةً مِنْهَا
إِلَى الْمَصْدَرِ الَّذِي هَبَطَ عَلَيْهَا مِنْهُ، فَالرَّجْعُ صِفَةٌ أَسَاسِيَّةٌ
مِنْ صِفَاتِ السَّمَاءِ، أَوْدَعَهَا فِيهَا خَالِقُ الْكَوْنِ وَمُبْدِعُهُ، فَلَوْلَاهَا
مَا اسْتَقَامَتْ عَلَى الْأَرْضِ حَيَاةٌ، وَمِنْ هُنَا كَانَ الْقَسَمُ الْقُرْآنِيُّ
بِهَا تَعْظِيمًا لِشَأْنِهَا، وَتَنْبِيهًا لَنَا لِحِكْمَةِ الْخَالِقِ(سُبْحَانَهُ
وَتَعَالَى) مِنْ إِيجَادِهَا وَتَحْقِيقِهَا...!!!
Yang
nampak jelas – wallaahu a'lam – bahwa kata “رَجْعِ
[daya tarik kembali]” dalam ayat yang mulia ini memiliki konotasi yang lebih
dari sekadar terjadinya hujan [ مَطَرٌ ] – meskipun hujan itu sangat penting bagi
kelangsungan kehidupan di bumi- .
Kata رَجْعِ ini
telah menjadikan karakter langit ini sebagai subjek dari sumpah Allah Sang
Pencipta . Dan sebenarnya Dia tidak memerlukan sumpah tersebut , namun sumpah
di sini bertujuan menunjukkan akan agungnya dan pentingnya masalah tersebut
.
Lalu apa
yang dimaksud dengan “رَجْعٌ” dalam ayat yang mulia ini?
Nampaknya
– wallahu a'lam – bahwa salah satu arti “رَجْعٌ” di sini adalah " الارْتِدَادُ " [ kembali, mundur, berbalik dan
mengembalikan ]
Artinya :
salah satu karakter yang menonjol pada langit kita adalah "ذَاتُ رَجْعِ"
, yakni : ذَاتُ ارْتِدَادِ [memiliki daya menarik kembali] , dengan
artian : bahwa kebanyakan yang naik ke langit dari bumi , itu dibawa kembali ke
bumi lagi.
Sebagaimana
kebanyakan dari apa yang turun pada langit dari bagian-bagiannya yang tinggi
[seperti planet-planet dan tata surya lainnya] maka kembali darinya ke sumber
dari mana ia diturunkan.
Daya
menarik kembali adalah sifat dan karakter utama dari karakter-karakter benda-benda langit,
yang telah ditakdirkan (ditetapkan kadarnya) oleh Allah
Sang Pencipta Alam Semesta kepadanya.
Jika bukan
karena itu, maka kehidupan tidak akan tegak di bumi, maka dari sini sumpah
Al-Qur'an untuk itu, bertujuan untuk memuliakan statusnya, dan menyadarkan kita
pada hikmah dan kebijaksanaan Sang Pencipta (Subhaanahu wa Ta'aala ) yang
terdapat dalam penciptaan dan realisasinya. ..!!!
Sumber :
"مِنْ
أَسْرارِ القُرآن"
oleh DR. Zaglul an-Najjaar . Diterbitkan di surat kabar Al-Ahram pada 27
Agustus 2001 dalam seri “ مِنَ الْآيَاتِ
الْكَوْنِيَّةِ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ / Dari Ayat-Ayat Kosmik dalam Al-Qur’an”.
****
KEDELAPAN : QADAR UNSUR BESI DAN MAGNET PADA ALAM SEMESTA
Untuk keseimbangan gravitasi alam
semesta ini diperlukan media dan bahan, maka Allah SWT menurunkan berbagai
jenis besi, termasuk besi yang bermagnet, lalu Dia menyebarkannya ke
benda-benda langit disesuaikan kadar dan takdir masing-masing agar dengan itu
semua terjadi keseimbangan gravitasi dan peredaran Alam Semesta.
Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an surat
Besi ( الْحَدِيد
) :
وَأَنْزَلْنَا
الْحَدِيدَ فِيهِ بَأْسٌ شَدِيدٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ مَنْ
يَنْصُرُهُ وَرُسُلَهُ بِالْغَيْبِ ۚ إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ
“Kami telah menurunkan besi yang padanya
terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka
mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong
(agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya
Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa”. (QS. Al-Hadiid : 25 ).
Dalam hadits Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu
‘anhuma , Rosulullah ﷺ bersabda :
إِنَّ
اللهَ أنزلَ أربَعَ بَرَكاتٍ مِنَ السماءِ
إلى الأرْضِ ، فأنزلَ الحديدَ والنارَ والماءَ والْمِلْحَ
“Sesungguhnya Allah telah menurunkan 4 keberkahan dari langit ke bumi:
besi, api, air, dan garam.”
Hadits ini banyak bertebaran di kitab-kitab
tafsir, antara lain; “معالم التنزيل”
8/41 karya al-Baghowi (w. 516 H) , “غرائب القرآن ورغائب الفرقان”
7/128 karya an-Naisaabuuri ( w. 728 H )
dan “البحر المحيط”
10/230 karya Muhammad ibn Yusuf ibn Hayyan Atheer al-Din al-Andalusi, (w. 745 H
).
Ibnu al-Qoyyim dalam “زاد المعاد”
4/362 berkata : “وَالْمَوْقُوفُ أَشْبَهُ”
yakni : lebih tepatnya hadits mauquf”.
DR. Zaghloul Al-Najjaar dalam
artikelnya “مِنْ آيَاتِ الْإِعْجَازِ الْعِلْمِيِّ:
الْأَرْضُ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ “ hal. 123-127 meyebutkan :
فِي
أَوَاخِرِ الْقَرْنِ الْعِشْرِينَ ثَبَتَ لِعُلَمَاءِ الْفَلَكِ وَالْفِيزْيَاءِ الْفَلَكِيَّةِ
أَنَّ الْحَدِيدَ لَا يَتَكَوَّنُ فِي الْجُزْءِ الْمُدْرَكِ مِنَ الْكَوْنِ إِلَّا
فِي مَرَاحِلَ مُحَدَّدَةٍ مِنْ حَيَاةِ النُّجُومُ الْعِمْلَاقَةُ ـ كَمَا ذَكَرْنَا
آنِفًا ـ الَّتِي تُسَمَّى بِالعَمَالِيقُ الْعِظَامُ، وَالَّتِي بَعْدَ أَنْ يَتَحَوَّلَ
لُبُّهَا بِالْكَامِلِ إِلَى حَدِيدٍ تَنْفَجِرُ عَلَى هَيْئَةِ المُسْتَعِرَاتُ
الْعِظَامُ، وَبِانْفِجَارِهَا تَتَنَاثَرُ مُكَوِّنَاتُهَا بِمَا فِيهَا الْحَدِيدُ
مِنْ صَفْحَةِ السَّمَاءِ، فَيَدْخُلُ هَذَا الْحَدِيدُ ـ بِتَقْدِيرٍ مِنَ اللَّهِ
تَعَالَى ـ فِي مَجَالِ جَاذِبِيَّةِ أَجْرَامٍ سَمَاوِيَّةٍ تَحْتَاجُ إِلَيْهِ، مِثْلَ
أَرْضِنَا الْبِدَائِيَّةِ الَّتِي وَصَلَهَا الْحَدِيدُ الْكَوْنِيُّ وَهِيَ كَوْمَةٌ
مِنَ الرَّمَادِ، فَانْدَفَعَ إِلَى قَلْبِ تِلْكَ الْكَوْمَةِ بِحُكْمِ كَثَافَتِهِ
الْعَالِيَةِ وَسُرْعَتِهِ الْكَوْنِيَّةِ الْمُنْدَفِعِ بِهَا، فَانْصَهَرَ بِحَرَارَةِ
الِاسْتِقْرَارِ فِي قَلْبِ الْأَرْضِ الْبِدَائِيَّةِ وَصَهَرَهَا، وَمَايَزَهَا إِلَى
سَبْعِ أَرَضِينَ.
Pada akhir abad kedua puluh, terbukti
bagi para astronom dan astrofisikawan bahwa besi tidak terbentuk di bagian alam
semesta yang dirasakan kecuali dalam tahap-tahap tertentu kehidupan
bintang-bintang raksasa (النُّجُومُ الْعِمْلَاقَةُ)
- seperti yang kami sebutkan di atas - yang disebut raksasa-raksasa besar (العَمَالِيقُ
الْعِظَامُ), yang setelah benar-benar inti nya berubah menjadi besi,
meledak dalam bentuk supernova (المُسْتَعِرَاتُ الْعِظَامُ
/penyebar luasan secara besar-besaran) .
Dan dengan ledakannya itu, maka komponen-komponennya,
termasuk besi, berhamburan dari permukaan langit, sehingga besi ini masuk -
dengan kadar yang Allah tetapkan - di medan gravitasi benda langit yang
membutuhkannya, seperti pada permulaan pembentukan bumi kita, yang kemudian
sampai kepadanya besi kosmik, yang saat itu bumi merupakan tumpukan abu, lalu
terdorong olehnya menuju pada inti tumpukan itu ; karena kepadatannya yang
tinggi dan kecepatan kosmiknya , maka besi itu jadi meleleh karena panas yang
ditimbulkan saat besi itu menetap di inti permulaan penciptaan bumi dan
melelehkan pula tumpukan abu, lalu membedakan diri elemen-elemennya menjadi tujuh bumi .
[ Ref : “مِنْ آيَاتِ الْإِعْجَازِ
الْعِلْمِيِّ: الْأَرْضُ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ “ Oleh DR. Zaghloul Al-Najjaar, hal.121-122]
Diantara fungsi Gravitasi adalah
sebagai atap pelindung masing-masing benda langit, terutama planet bumi. Allah SWT berfirman :
﴿ وَجَعَلْنَا السَّمَاءَ سَقْفاً مَحْفُوظاً
وَهُمْ عَنْ آيَاتِهَا مُعْرِضُونَ ﴾
"
Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka
berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya”.
[QS. al-Anbiyaa : 32]
====
AYAT TENTANG LAPISAN ATMOSFER
[Atap yang terpelihara sebagai pelindung bumi]
Allah SWT Berfirman :
﴿ وَجَعَلْنَا السَّمَاءَ سَقْفاً مَحْفُوظاً
وَهُمْ عَنْ آيَاتِهَا مُعْرِضُونَ ﴾
Dan Kami
menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka berpaling
dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya. [QS.
al-Anbiyaa : 32]
Syeikh
Abdullah Mushlih dalam kitab قَوَاعِدُ تَنَاوُلِ الْإِعْجَازِ الْعِلْمِيِّ
وَالطِّبِّيِّ فِي السُّنَّةِ وَضَوَابِطُهُ hal. 35-36 [ al-Maktabah asy-Syamilah] menjelaskan tentang ayat
ini :
وَمِنَ الْإِعْجَازِ أَيْضًا وَصْفُ الْغِلَافِ الْجَوِّيِّ
(بِالسَّقْفِ الْمَحْفُوظِ) الَّذِي تَحْفَظُهُ الْأَرْضُ بِالْجَاذِبِيَّةِ - وَلِلْجِبَالِ
فِي ذَلِكَ شَأْنٌ طِبْقًا لِبَعْضِ الْآرَاءِ - لِيَحْفَظَ هُوَ بِدَوْرِهِ أُكْسِجِينَ
الْحَيَاةِ؛ وَثَانِي أُكْسِيدِ الْكَرْبُونِ اللَّازِمِ لِعَمَلِيَّاتِ التَّمْثِيلِ
الْكُلُورُوفِيلِيِّ وَتَكْوِينِ الْغِذَاءِ بِالنَّبَاتِ؛ وَبُخَارَ الْمَاءِ لِدَوْرَةِ
الْمَطَرِ، وَلَوْلَا حِفْظُ الْغِلَافِ الْجَوِّيِّ بِالْجَاذِبِيَّةِ لَتَسَرَّبَ
كُلُّ الْهَوَاءِ إِلَى الْفَضَاءِ الْخَارِجِيِّ، وَلَمَا كَانَتْ حَيَاةٌ - كَمَا
هُوَ الْحَالُ فِي كَثِيرٍ مِنَ الْكَوَاكِبِ -:
﴿وَجَعَلْنَا السَّمَاءَ سَقْفًا مَحْفُوظًا وَهُمْ
عَنْ آيَاتِهَا مُعْرِضُونَ﴾ [الْأَنْبِيَاءِ: ٣٢].
وَالسَّمَاءُ تَبْدَأُ بِالْغِلَافِ الْجَوِّيِّ الَّذِي
يَحْمِي الْأَرْضَ مِنَ الشُّهُبِ وَالنَّيَازِكِ وَالْأَشِعَّةِ الْكَوْنِيَّةِ وَتَحْتَفِظُ
بِهِ الْأَرْضُ بِقُوَّةِ الْجَاذِبِيَّةِ (الْمُنْتَخَبُ).
الْغِلَافُ الْجَوِّيُّ كَذَلِكَ يُحَوِّلُ دُونَ تَسَرُّبِ
الْحَرَارَةِ مِنَ الْأَرْضِ إِلَى الْفَضَاءِ الْكَوْنِيِّ شَدِيدِ الْبُرُودَةِ حَوْلَهَا،
وَخِلَالَ الْغِلَافِ الْجَوِّيِّ.
وَخِلَالَ الْغِلَافِ الْجَوِّيِّ يَتَشَتَّتُ ضَوْءُ الشَّمْسِ
وَيَتَوَزَّعُ فَنَرَى الْأَرْضَ مُضِيئَةً وَيَعُمُّ ضِيَاؤُهَا رُبُوعَ الْأَرْضِ،
بَيْنَمَا الْفَضَاءُ الْخَارِجِيُّ مُظْلِمٌ تُرَى فِيهِ الشَّمْسُ كَمِصْبَاحٍ بَعِيدٍ
مُعَلَّقٍ فِي ظُلْمَةِ السَّمَاءِ. وَمِنْ آيَاتِ الْغِلَافِ الْجَوِّيِّ لِلْأَرْضِ
أَخِيرًا أَنَّهُ يَحْفَظُهَا مِنَ الشُّهُبِ الَّتِي تَخْتَرِقُ مِنْ خِلَالِهِ، وَمِنَ
الْأَشِعَّةِ الْكَوْنِيَّةِ الَّتِي تُهْلِكُ الزَّرْعَ وَالضَّرْعَ؛
وَصَدَقَ اللهُ تَعَالَى فِي قَوْلِهِ: ﴿وَجَعَلْنَا السَّمَاءَ
سَقْفًا مَحْفُوظًا﴾. وَهَذَا الْغِلَافُ الْجَوِّيُّ مُسْتَمِرٌّ مُتَّصِلٌ لَا انْفِرَاجَ
فِيهِ "إِلَّا مَا قَدْ يَطْرَأُ عَلَيْهِ بِسَبَبِ سُوءِ اسْتِخْدَامِ الْبِيئَةِ
كَثُقْبِ الْأُوزُونِ".
Di antara
mukjizat al-Quran juga gambaran tentang ATMOSFER (langit-langit atau atap yang
terpelihara dan terjaga ), yang dijaga oleh bumi dengan gravitasi - dan menurut
sebagian pendapat gunung-gunung berperan dalam hal ini - sehingga pada
gilirannya, menjaga oksigen dari kehidupan, dan karbon dioksida yang dibutuhkan
untuk metabolisme klorofil dan pembentukan makanan nabati; dan uap air untuk
siklus hujan.
Dan jika
bukan karena penjagaan atmosfer oleh gravitasi, maka semua udara akan lepas ke
luar angkasa , dan tidak akan ada kehidupan
- seperti yang terjadi di banyak planet -.
Allah SWT
berfirman :
﴿ وَجَعَلْنَا السَّمَاءَ سَقْفاً مَحْفُوظاً
وَهُمْ عَنْ آيَاتِهَا مُعْرِضُونَ ﴾
Dan Kami
menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka berpaling
dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya. [QS.
al-Anbiyaa : 32]
Dan langit
dimulai dengan atmosfer yang melindungi bumi dari meteor, meteorit, dan sinar
angkasa [kosmik], dan bumi menahannya dengan gaya gravitasi (al-Muntakhob).
Atmosfer
juga mencegah panas keluar dari Bumi ke ruang angkasa [kosmik] yang sangat
dingin di sekitarnya, dan melalui atmosfer.
Dan
melalui atmosfer, sinar matahari terpencar dan tersebar, maka kita melihat bumi
diterangi dan cahayanya menyebar ke seluruh bumi, sedangkan angkasa luar gelap
di mana Anda melihat matahari sebagai lampu jauh yang tergantung di kegelapan
langit.
Terakhir,
di antara tanda-tanda atmosfer bumi adalah melindunginya dari meteor yang
menembusnya, dan dari sinar luar angkasa [kosmik] yang merusak tanaman dan
ambing.
Dan maha
benar Allah dalam firman-Nya :
﴿ وَجَعَلْنَا السَّمَاءَ سَقْفاً مَحْفُوظاً
﴾
Dan Kami
menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara. [QS. al-Anbiyaa : 32]
Atmosfer
ini berkesinambungan dan menyambung , tidak ada renggang di dalamnya
"kecuali apa yang mungkin terjadi padanya akibat penyalahgunaan lingkungan
seperti lubang ozon".
[Lihat :
kitab الْبُرْهَانُ
الْعِلْمِيُّ لِلْإِسْلَامِ (Bukti
Ilmiah Islam) oleh DR. Nabil Abdus-Salam
Haroun, hal. 80.]
****
KESEMBILAN : TAKDIR SUMBER MAKANAN DAN MINUMAN BAGI PARA PENGHUNI BUMI
Allah SWT berfirman :
﴿وَجَعَلَ فِيهَا رَوَاسِيَ مِن فَوْقِهَا وَبَارَكَ فِيهَا وَقَدَّرَ
فِيهَا أَقْوَاتَهَا فِي أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ سَوَاءً لِّلسَّائِلِينَ﴾
“Dan dia menciptakan di bumi itu
gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia mentakdirkan
(menentukan kadar) padanya (sumber-sumber) makanan (untuk para
penghuni)nya dalam empat hari (empat masa). (Penjelasan itu sebagai jawaban)
bagi orang-orang yang bertanya”. [Fussilat: 10]
Al-Hafidz Ibnu Katsir dalam Tafsirnya
berkata :
“Allah menjadikan bumi penuh dengan
berkah, yakni dapat menerima kebaikan, benih-benih tanaman, dan dapat dibajak.
Allah menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dan tempat-tempat
yang layak untuk ditanami dan dijadikan lahan pertanian”.
Dan Allah SWT berfirman :
﴿وَالْأَرْضَ
مَدَدْنَاهَا وَأَلْقَيْنَا فِيهَا رَوَاسِيَ وَأَنْبَتْنَا فِيهَا مِنْ كُلِّ شَيْءٍ
مَوْزُونٍ﴾
_"Dan Kami hamparkan bumi, Kami
letakkan di atasnya gunung-gunung yang kokoh, dan Kami tumbuhkan di atasnya
segala sesuatu menurut ukuran yang seimbang." (Al-Hijr: 10)._
Dan firman-Nya:
﴿هُوَ
الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ
فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَوَاتٍ﴾
“Dialah Allah, yang menjadikan segala
yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu
dijadikan-Nya tujuh langit”. (Al-Baqarah: 29), hingga akhir ayat.
Dan Allah SWT berfirman :
﴿وَهُوَ
الَّذِي مَدَّ الْأَرْضَ وَجَعَلَ فِيهَا رَوَاسِيَ وَأَنْهَارًا ۖ وَمِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ
جَعَلَ فِيهَا زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ ۖ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ
لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ﴾
“Dan Dialah Tuhan yang membentangkan
bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan
padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan, Allah menutupkan malam kepada
siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran
Allah) bagi kaum yang memikirkan”. [QR. Ar-Ra’d : 03].
Dan Allah SWT berfirman :
﴿وَفِي
الْأَرْضِ قِطَعٌ مُتَجَاوِرَاتٌ وَجَنَّاتٌ مِنْ أَعْنَابٍ وَزَرْعٌ وَنَخِيلٌ صِنْوَانٌ
وَغَيْرُ صِنْوَانٍ يُسْقَىٰ بِمَاءٍ وَاحِدٍ وَنُفَضِّلُ بَعْضَهَا عَلَىٰ بَعْضٍ
فِي الْأُكُلِ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ﴾
“Dan di bumi ini terdapat
bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan
pohon korma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang
sama. Kami melebihkan sebahagian tanam-tanaman itu atas sebahagian yang lain
tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda
(kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir”. [QS. Ar-Ra’ad : 4].
Adapun mengenai firman Allah Swt.
yang menyebutkan:
﴿أَأَنْتُمْ
أَشَدُّ خَلْقًا أَمِ السَّمَاءُ بَنَاهَا رَفَعَ سَمْكَهَا فَسَوَّاهَا
وَأَغْطَشَ لَيْلَهَا وَأَخْرَجَ ضُحَاهَا وَالأرْضَ بَعْدَ ذَلِكَ دَحَاهَا
أَخْرَجَ مِنْهَا مَاءَهَا وَمَرْعَاهَا وَالْجِبَالَ أَرْسَاهَا مَتَاعًا لَكُمْ
وَلأنْعَامِكُمْ﴾
Apakah kamu yang lebih sulit
penciptaannya ataukah langit? Allah telah membangunnya. Dia meninggikan
bangunannya, lalu menyempurnakannya, dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita,
dan menjadikan siangnya terang benderang. Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya.
Ia memancarkan darinya mata airnya,
dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. Dan gunung-gunung
dipancangkan-Nya dengan kokoh, (semua itu) untuk kesenanganmu dan
untuk binatang-binatang ternakmu. (QS. An-Nazi'at: 27-33)
Disebutkan padanya bahwa penghamparan
bumi itu terjadi sesudah penciptaan langit. Penghamparan itu dijelaskan oleh
firman-Nya:
﴿أَخْرَجَ
مِنْهَا مَاءَهَا وَمَرْعَاهَا﴾
Ia memancarkan darinya mata airnya,
dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. (An-Nazi'at: 31)
====
PENETAPAN KADAR AIR DI BUMI :
Allah SWT berfirman dalam surat
al-Mukminun : 18 :
] وَأَنزَلْنَا مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءً
بِقَدَرٍ فَأَسْكَنَّٰهُ فِي ٱلأَرْضِ وَإِنَّا عَلَىٰ ذَهَابٍ بِهِ لَقَٰدِرُونَ [
“Dan Kami turunkan air dari langit
sesuai dengan Qadar yang dibutuhkan ; lalu Kami menempatkannya di bumi. Dan
sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa untuk membuat air itu pergi meninggalkan
nya ( menghilangkannya dari bumi )”.
(QS. Al-Mukminun : 18)
Ibnu Katsir berkata tentang tafsirnya :
أَيْ:
بِحَسْبِ الْحَاجَةِ، لَا كَثِيرًا فَيُفْسِدُ الْأَرْضَ وَالْعُمْرَانَ، وَلَا
قَلِيلًا فَلَا يَكْفِي الزُّرُوعَ وَالثِّمَارَ، بَلْ بِقَدْرِ الْحَاجَةِ إِلَيْهِ
مِنَ السَّقْيِ وَالشُّرْبِ وَالِانتِفَاعِ بِهِ
Yaitu: sesuai dengan kebutuhan; Tidak terlalu
banyak , sehingga merusak tanah dan bangunan, juga tidak terlalu sedikit,
sehingga tidak cukup untuk tanaman dan buah-buahan, tetapi sesuai dengan yang
dibutuhkan untuk menyiram, minum dan mengambil manfaat darinya. [ baca : Tafsir
Ibnu Katsir: 5/470]
Ini berarti bahwa air pada awalnya tidak ada
di bumi, tetapi Allah SWT menurunkan air dari langit dengan kadar yang tepat
dan menempatkannya di bumi.
Setelah Air menyerap dalam Tanah,
lalu Allah SWT alirkan dan pancarkan darinya, sebagaimana firman-Nya :
﴿أَخْرَجَ
مِنْهَا مَاءَهَا وَمَرْعَاهَا﴾
Ia memancarkan darinya mata airnya,
dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. (An-Nazi'at: 31)
Dan konteks serupa disebutkan pula dalam
surat al-Baqarah : 164:
﴿إِنَّ
فِي خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلأَرْضِ وَٱخْتِلاَفِ ٱللَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ
وَٱلْفُلْكِ ٱلَّتِي تَجْرِي فِي ٱلْبَحْرِ بِمَا يَنفَعُ ٱلنَّاسَ وَمَآ أَنزَلَ
ٱللَّهُ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مِن مَّآءٍ فَأَحْيَا بِهِ ٱلأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا
وَبَثَّ فِيهَا مِن كُلِّ دَآبَّةٍ وَتَصْرِيفِ ٱلرِّيَاحِ وَٱلسَّحَابِ
ٱلْمُسَخَّرِ بَيْنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلأَرْضِ لآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَعْقِلُونَ﴾
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit
dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut
membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit
berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan
Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang
dikendalikan antara langit dan bumi ; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan
dan kebesaran Allah) bagi kaum yang berakal “ . ( QS. al-Baqarah : 164).
Dengan ayat ini di mana
Allah Ta’ala menjelaskan kepada kita bahwa bumi dulunya mati , lalu Allah
menghidupkannya dengan air yang kadar nya seimbang. Allah SWT berfirman :
﴿اَوَلَمْ
يَرَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اَنَّ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا
فَفَتَقْنٰهُمَا ۗ وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاۤءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ ۗ اَفَلَا
يُؤْمِنُوْنَ﴾
Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui
bahwa langit dan bumi keduanya dahulunya menyatu, kemudian Kami belah
(pisahkan) antara keduanya; dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal
dari air; maka mengapa mereka tidak beriman? (QS. Al-Anbiya': 30)
Seperti yang Allah Ta’ala jelaskan pula
kepada kita dengan apa yang tidak dapat diragukan , yaitu
perbedaan antara firmannya :
﴿أَنزَلَ
ٱللَّهُ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مِن مَّآءٍ﴾
" Allah turunkan dari langit berupa air
"
Dan firman-Nya :
﴿ٱلسَّحَابِ
ٱلْمُسَخَّرِ بَيْنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلأَرْضِ [
" dan awan yang dikendalikan antara
langit dan bumi; "
Dimana awan itu bukan langit,
melainkan antara bumi dan langit .
===****===
PENGARUH SEBAB AKIBAT DAN KAITAN-NYA DENGAN TAKDIR:
Dalam al-Quran, Allah SWT mengisahkan tentang
Dzul-Qornain dan ilmu pengetahuan-nya tentang kadar hukum alam dan sebab akibat
:
﴿إِنَّا
مَكَّنَّا لَهُ فِي الْأَرْضِ وَآتَيْنَاهُ مِن كُلِّ شَيْءٍ سَبَبًا . فَأَتْبَعَ
سَبَبًا﴾
" Sesungguhnya Kami
telah memberi kekuasaan kepadanya (Dzul Qonaian) di (muka) bumi, dan Kami telah
memberikan kepadanya sebab (sarana untuk mencapai) segala sesuatu. Maka diapun
menempuh cara sarana sebab akibat ". [QS. Al-Kahfi : 84-85]
Maksudnya : Sesungguhnya Kami telah
menjadikan Dzû al-Qarnain berkuasa di muka bumi dan mengendalikannya dengan
aturannya. Dan Kami berikan kepadanya ilmu pengetahuan yang banyak tentang
teori sebab akibat yang dengannya bisa digunakan untuk mengendalikan segala
sesuatu. Dengan cara-cara itu dia memperluas kekuasannya di muka bumi. Dia pun
menjadikan jalan yang dapat mengantarkannya ke belahan bumi bagian barat.
Maka Iman Kepada Takdir, Sama Sekali Tidak Meniadakan Kewajiban Berikhtiar
Dengan Berjalan diatas Sebab Akibat. Contohnya : Jika anda lapar, maka
makanlah. Jika ingin punya anak, maka menikahlah dan gaulilah istrinya. Jika
anda tidak ingin terbakar, maka jangan lah masuk dalam kobaran api ....
****
PERNYATAAN UMAR BIN KHATHTHAB TENTANG SEBAB AKIBAT DALAM TAKDIR :
Pada saat terjadi wabah Tho’un Amwas
di Syam, dan saat itu pula Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu sedang dalam
perjalanan ke Syam, namun ketika beliau hendak memasuki Syam, beliau
mendapatkan informasi bahwa di lokasi tersebut tersebar wabah Tho’un, maka
beliau pun membatalkannya dan beliau menyarankan seluruh kaum muslimin agar segara
menjauh dari lokasi yang terkena wabah tersebut. Dan Umar pun berseru :
إِنِّي
مُصَبِّحٌ عَلَى ظَهْرٍ فَأَصْبِحُوا عَلَيْهِ.
“Sungguh aku akan mengendarai
tungganganku untuk pulang esok pagi. Hendaknya kalian mengikuti!”
Lalu Abu ‘Ubaidah bin al-Jarraah
radhiyallhu ‘anhu balik bertanya :
أَفِرَاراً
مِنْ قَدَرِ اللهِ؟
“Apakah untuk lari dari takdir
Allah?”
Maka Umar pun menjawab :
نَفِرُّ
مِنْ قَدَرِ اللهِ إِلَى قَدَرِ اللهِ، أَرَأَيْتَ لَوْ كَانَ لَكَ إِبِلٌ
هَبَطَتْ وَادِياً لَهُ عَدوتان، إِحْدَاهُمَا خَصْبَةٌ، وَالْأُخْرَى جَدْبَةٌ،
أَلَيْسَ إِنْ رَعَيْتَ الْخَصْبَةَ رَعَيْتَهَا بِقَدَرِ اللهِ، وَإِنْ رَعَيْتَ
الْجَدْبَةَ رَعَيْتَهَا بِقَدَرِ اللهِ؟
“Kalau saja bukan engkau yang
mengatakan itu, wahai Abu Ubaidah (tentu aku tidak akan heran –pen.). Ya, kita
lari dari satu takdir Allah menuju takdir Allah yang lain.
Apa pendapatmu seandainya engkau
mempunyai seekor unta yang turun di sebuah lembah yang memiliki dua lereng,
salah satunya subur (banyak rerumputan serta dedaunan) dan yang kedua tandus
kering (tidak rerumputan maupun dedaunan). Jika engkau menggembalakannya di
tempat yang subur, bukankah engkau menggembalakannya dengan takdir Allah?
Begitu pun sebaliknya. Kalau engkau menggembalakannya di tempat yang tandus,
bukankah engkau menggembalakannya juga dengan takdir Allah?” (Demikian pula,
apa yang kita putuskan tidak lepas dari takdir Allah, sebagaimana yang
dilakukan penggembala yang mengarahkan kambingnya dari tanah yang tandus menuju
tanah yang subur, tidak lepas dari takdir Allah –pen.)
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma
berkata : “Tiba-tiba datanglah Abdurrahman bin ‘Auf, yang sebelumnya tidak
hadir karena dia sedang menunaikan hajat-nya. Ia berkata, ‘Sungguh aku memiki
ilmu tentang masalah ini. Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
إِذَا
سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلَا تَقْدَمُوا عَلَيْهِ، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ
وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوا فِرَاراً مِنْهُ
‘Jika engkau mendengar wabah tha’un
di sebuah negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Dan seandainya wabah
tha’un terjadi di negeri yang engkau tinggali, janganlah engkau meninggalkan
negerimu karena lari dari tha’un’.”
Ibnu Abbas berkata, “(Begitu
mendengar hadits tersebut), Umar memuji Allah lalu meninggalkan majelis.”
[HR. Bukhori no. 5728 dan Muslim no.
2218]
****
PENGAKUAN NABI ﷺ
TENTANG ILMU SEBAB AKIBAT PENYERBUKAN & LAIN-NYA:
Mengawinkan serbuk jantan dan betina
pada tumbuhan disebut penyerbukan. Penyerbukan adalah proses memindahkan serbuk
sari dari kepala sari bunga jantan ke kepala putik bunga betina. Penyerbukan
merupakan proses reproduksi pada tumbuhan untuk menghasilkan buah atau tumbuhan
baru.
Dan dari Rafi' bin Khadij
radhiyallahu ‘anhu, dia berkata :
قَدِمَ
نَبِيُّ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ المَدِينَةَ وَهُمْ يَأْبُرُونَ النَّخْلَ،
يقولونَ: يُلَقِّحُونَ النَّخْلَ، فَقالَ: ما تَصْنَعُونَ؟ قالوا: كُنَّا نَصْنَعُهُ،
قالَ: لَعَلَّكُمْ لو لَمْ تَفْعَلُوا كانَ خَيْرًا، فَتَرَكُوهُ، فَنَفَضَتْ -أَوْ
فَنَقَصَتْ- قالَ: فَذَكَرُوا ذلكَ له، فَقالَ: إنَّما أَنَا بَشَرٌ، إذَا أَمَرْتُكُمْ
بشَيءٍ مِن دِينِكُمْ، فَخُذُوا به، وإذَا أَمَرْتُكُمْ بشَيءٍ مِن رَأْيِي، فإنَّما
أَنَا بَشَرٌ.
Ketika Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam datang ke Madinah, para penduduk Madinah sedang menyerbukkan bunga
kurma agar dapat berbuah yang hal itu biasa mereka sebut dengan 'mengawinkan'.
Maka beliaupun bertanya: apa yang
sedang kalian kerjakan? Mereka menjawab: Dari dulu kami selalu melakukan hal
ini.
Beliau berkata: 'Seandainya kalian
tidak melakukannya, niscaya hal itu lebih baik.' Maka merekapun
meninggalkannya, dan ternyata kurma-kurma itu malah rontok dan berguguran.
Ia berkata: lalu hal itu diadukan
kepada Nabi ﷺ dan beliaupun berkata:
'Sesungguhnya aku hanyalah manusia
biasa, oleh karenanya apabila aku memerintahkan sesuatu dari urusan dien
(agama) kalian, maka ambillah (laksanakanlah) dan jika aku memerintahkan
sesuatu kepada kalian berdasar pendapatku semata, maka ketahuilah bahwa sungguh
aku hanyalah manusia biasa”. [HR. Muslim no. 2326]
----
BEROBAT ADALAH SEBAB KESEMBUHAN :
Dari Usamah bin Syarik radhiyallahu
'anhu, ia berkata:
شَهِدْتُ
الْأَعْرَابَ يَسْأَلُونَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا
رَسُولَ اللَّهِ، هَلْ عَلَيْنَا جُنَاحٌ أَنْ لَا نَتَدَاوَى؟" قَالَ:
"تَدَاوَوْا عِبَادَ اللَّهِ، فَإِنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ لَمْ يَضَعْ دَاءً
إِلَّا وَضَعَ مَعَهُ شِفَاءً، إِلَّا الْهَرَمَ." قَالُوا: "يَا رَسُولَ
اللَّهِ، مَا خَيْرُ مَا أُعْطِيَ الْعَبْدُ؟" قَالَ: "خُلُقٌ حَسَنٌ."
"Aku pernah menghadiri pertemuan
di mana orang-orang Arab Badui bertanya kepada Nabi ﷺ:
'Wahai Rasulullah ﷺ,
apakah kami berdosa jika tidak berobat?' Beliau ﷺ
bersabda: 'Berobatlah, wahai hamba-hamba Allah, karena sesungguhnya Allah tidak
menurunkan suatu penyakit kecuali Dia juga menurunkan obatnya, kecuali penyakit
tua renta.'
Mereka bertanya lagi: 'Wahai
Rasulullah ﷺ,
apa anugerah terbaik yang diberikan kepada seorang hamba?' Beliau ﷺ
menjawab: 'Akhlak yang baik.'"
(HR. Abu Dawud [2015, 3855] secara
terpisah, At-Tirmidzi [2038], An-Nasa’i dalam *As-Sunan Al-Kubra* [7553], Ibnu
Majah [3436] dengan lafaz ini, dan Ahmad [18454] dengan sedikit perbedaan.
Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam *Shahih Ibnu Majah*).
====
TAKDIR YANG DISEBABKAN OLEH SALAH KEPUTUSAN NABI ﷺ
TERKAIT DENGAN TAWANAN PERANG BADAR.
Allah SWT pernah menegur Nabi ﷺ pasca perang Badr; karena beliau
mengabaikan sebab akibat dan dampak negatif bagi kaum musimin akibat
keputusannya yang salah dan kurang hati-hati. Yaitu keputusan memberi
kesempatan para tawanan perang gembong kaum musyrikin untuk menebus diri mereka
dengan harta agar mereka bisa bebas. Sehingga dengan kesempatan tersebut
menyebabkan mereka memiliki kesempatan untuk menyiapkan kekuatan kembali
sebagai upaya balas dendam untuk kaum muslimin.
Allah SWT berfirman :
﴿مَا
كَانَ لِنَبِيٍّ أَن يَكُونَ لَهُ أَسْرَىٰ حَتَّىٰ يُثْخِنَ فِي الْأَرْضِ ۚ تُرِيدُونَ
عَرَضَ الدُّنْيَا وَاللَّهُ يُرِيدُ الْآخِرَةَ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (67)
لَوْلا كِتَابٌ مِنَ اللَّهِ سَبَقَ لَمَسَّكُمْ فِيمَا أَخَذْتُمْ عَذَابٌ
عَظِيمٌ (68) فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلالا طَيِّبًا وَاتَّقُوا اللَّهَ
إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (69) ﴾
Tidak patut bagi seorang nabi
mempunyai tawanan perang sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi.
Kalian menghendaki harta benda duniawiah, sedangkan Allah
menghendaki (pahala) akhirat (untuk kalian). Dan Allah
Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.
Kalau sekiranya tidak ada ketetapan
yang terdahulu dari Allah, niscaya kalian ditimpa adzab siksaan yang besar
karena tebusan yang kalian ambil. Maka makanlah dari sebagian rampasan perang
yang telah kalian ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik, dan
bertakwalah kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
[QS. Al-Anfaal : 67-69]
Makna : firman-Nya: (Hingga ia
melumpuhkan musuhnya di muka bumi):
حَتَّى
يُبَالِغَ فِي قَتْلِ الْمُشْرِكِينَ فِيهَا، وَيَقْهَرَهُمْ غَلَبَةً وَقَسْرًا۔
Artinya hingga ia benar-benar
menumpas kaum musyrikin di bumi dan menaklukkan mereka dengan kemenangan serta
kekuatan. [ Tafsir at-Thobari 14/59].
FIQH AYAT DAN PENJELASAN :
Pasca perang Badar, mestinya para
tawanan perang dari kalangan para pemimpin dan dedengkot pasukan musyrikin
Quraisy itu dibunuh sebagaimana yang diusulkan oleh Umar bin Khthab
radhiyallahu ‘anhu, karena jika mereka dilepas dan dibebaskan, meskipun dengan
tebusan harta, maka itu sangat membahayakan bagi kaum muslimin, karena
dikhawatirkan mereka akan menyusun kekuatan kembali untuk menyerang kaum
muslimin sebagai bentuk balas denadam atasa kekalahan yang mereka alam saat
perang badar.
Namun sayang nya Nabi ﷺ
lebih memilih pendapat membebaskan mereka dengan tebusan harta. Dan akibat
salah ambil keputusan ini, maka pada tahun berikutnya terjadi perang Uhud,
Khandak dan lainnya . Di mana pada saat perang Uhud pasukan kaum muslimin
menderita kekalahan dan ada 70 sahabat yang gugur dalam perang Uhud syuhada.
Bahkan Nabi ﷺ
sendiri terluka dan pingsan pada perang Uhad,
Oleh sebab itu Allah SWT mengecam
keputusan yang diambil oleh Nabi ﷺ
terhadap tawanan Badar, sebagaimana dalam ayat yang telah disebutkan diatas .
Dalam kejadian tersebut terdapat
banyak pelajaran bagi umat Islam, diantaranya adalah : Agar umat Islam
senatiasa menggunakan logika dan perasaannya dengan cerdas dan bijak serta
memperhitungkan sebab akibat dan dampak yang akan ditimbulkan dari keputusan dan
sikapnya, meskipun dirinya seorang Nabi yang diutus oleh Allah SWT.
Kelebihan umat manusia dibanding makhluk lainnya termasuk para malaikat adalah akalnya. Oleh sebab itu dalam al-Qur’an terdapat banyak ayat yang memerintahkan manusia agar senantiasa menggunakan akal pikirannya. Maka menggunakan akal dan logika adalah wajib dan itu merupakan ungkapan rasa syukur atas nikmat akal.
SEBAB TURUN AYAT TEGURAN ALLAH:
Ibnu Jarir ath-Thabari dalam
Tafsirnya 14/62, no. 16294 berkata :
"16294-
حَدَّثَنَا ابْنُ بَشَّارٍ قَالَ، [حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ يُونُسَ الْيَمَامِيُّ]
قَالَ، حَدَّثَنَا عِكْرِمَةُ بْنُ عَمَّارٍ قَالَ، حَدَّثَنَا أَبُو زُمَيْلٍ قَالَ،
حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ قَالَ: لَمَّا أَسَرُوا الْأَسْرَى، يَعْنِي
يَوْمَ بَدْرٍ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيْنَ أَبُو
بَكْرٍ وَعُمَرُ وَعَلِيٌّ؟ قَالَ: مَا تَرَوْنَ فِي الْأَسْرَى؟ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، هُمْ بَنُو الْعَمِّ وَالْعَشِيرَةِ, وَأَرَى أَنْ تَأْخُذَ مِنْهُمْ
فِدْيَةً تَكُونُ لَنَا قُوَّةً عَلَى الْكُفَّارِ، وَعَسَى اللَّهُ أَنْ يَهْدِيَهُمْ
لِلْإِسْلَامِ! فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا تَرَى
يَا ابْنَ الْخَطَّابِ؟ فَقَالَ: لَا وَالَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ، مَا أَرَى
الَّذِي رَأَى أَبُو بَكْرٍ، يَا نَبِيَّ اللَّهِ، وَلَكِنْ أَرَى أَنْ تُمَكِّنَنَا
مِنْهُمْ، فَتُمَكِّنَ عَلِيًّا مِنْ عَقِيلٍ فَيَضْرِبَ عُنُقَهُ، وَتُمَكِّنَ حَمْزَةَ
مِنْ الْعَبَّاسِ فَيَضْرِبَ عُنُقَهُ, وَتُمَكِّنَنِي مِنْ فُلَانٍ - نَسِيبٍ لِعُمَرَ
- فَأَضْرِبَ عُنُقَهُ, فَإِنَّ هَؤُلَاءِ أَئِمَّةُ الْكُفْرِ وَصَنَادِيدُهَا. فَهَوِيَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا قَالَ أَبُو بَكْرٍ وَلَمْ
يَهْوَ مَا قُلْتُ.
قَالَ
عُمَرُ: فَلَمَّا كَانَ مِنَ الْغَدِ، جِئْتُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, فَإِذَا هُوَ وَأَبُو بَكْرٍ قَاعِدَانِ يَبْكِيَانِ, فَقُلْتُ:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَخْبِرْنِي مِنْ أَيِّ شَيْءٍ تَبْكِي أَنْتَ وَصَاحِبُكَ, فَإِنْ
وَجَدْتُ بُكَاءً بَكَيْتُ، وَإِنْ لَمْ أَجِدْ بُكَاءً تَبَاكَيْتُ! فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَبْكِي لِلَّذِي عَرَضَ لِأَصْحَابِي
مِنْ أَخْذِهِمُ الْفِدَاءَ, وَلَقَدْ عُرِضَ عَلَيَّ عَذَابُكُمْ أَدْنَى مِنْ هَذِهِ
الشَّجَرَةِ! لِشَجَرَةٍ قَرِيبَةٍ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: (مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَكُونَ لَهُ أَسْرَى
حَتَّى يُثْخِنَ فِي الْأَرْضِ)، إِلَى قَوْلِهِ: حَلَالًا طَيِّبًا ، وَأَحَلَّ اللَّهُ
الْغَنِيمَةَ لَهُمْ ".
16294- Ibnu Basyar berkata: ‘Umar bin
Yunus al-Yamami berkata, ‘Ikrimah bin ‘Ammar berkata, Abu Zumail berkata,
Abdullah bin Abbas berkata:
Ketika mereka menangkap para tawanan
perang pada hari Perang Badar, Rasulullah ﷺ
bersabda:
"Di mana Abu Bakar, Umar, dan
Ali?"
Lalu Beliau bertanya, "Apa
pendapat kalian tentang para tawanan itu?"
Abu Bakar menjawab, "Wahai Rasulullah,
mereka adalah keluarga dan kerabat kita. Menurutku, kita ambil tebusan dari
mereka agar menjadi kekuatan bagi kita melawan orang-orang kafir, dan semoga
Allah memberikan mereka petunjuk kepada agama Islam."
Rasulullah ﷺ
bertanya, "Apa pendapatmu, wahai Ibnul Khaththab?"
Umar menjawab, "Demi Allah yang
tidak ada Tuhan selain Dia, aku tidak sependapat dengan Abu Bakar, wahai Nabi
Allah. Menurutku, kita harus membunuh mereka. Berikan Aqil kepada Ali untuk
dipenggal lehernya, berikan Abbas kepada Hamzah untuk dipenggal lehernya, dan
berikan kepadaku seorang kerabat yang juga sepupu Umar untuk kupenggal
lehernya. Mereka adalah pemimpin kekafiran dan tokoh-tokohnya."
Rasulullah ﷺ
lebih condong kepada pendapat Abu Bakar dan tidak menyukai pendapatku.
Umar berkata, "Keesokan harinya,
aku datang kepada Rasulullah ﷺ.
Saat itu, beliau dan Abu Bakar sedang duduk sambil menangis. Aku berkata :
'Wahai Rasulullah, apa yang membuat
engkau dan sahabatmu menangis? Jika aku menemukan alasan untuk menangis, aku
akan menangis. Jika tidak, aku akan berusaha menangis.'
Rasulullah ﷺ
menjawab : 'Aku menangis karena apa yang dilakukan para sahabatku dalam mengambil
tebusan, dan aku melihat siksa kalian lebih dekat daripada pohon ini.'
Rasulullah ﷺ
menunjuk ke sebuah pohon yang dekat dengannya. Lalu Allah menurunkan
firman-Nya:
*"Tidak patut bagi seorang nabi
memiliki tawanan hingga ia berhasil melumpuhkan musuh di muka bumi..."*
hingga firman-Nya: *"halalan thayyiban,"* dan Allah menghalalkan
rampasan perang bagi mereka."
TAKHRIJ HADITS :
[[Di dalam sanadnya terdapat “Abu
Zumail”, dia adalah Samak bin Al-Walid Al-Hanafi, seorang yang terpercaya
(tsiqah).
Riwayat ini dalam bentuk panjang juga
diriwayatkan oleh Ahmad dalam *Musnad*-nya nomor 208 dan 221, melalui jalur Abu
Nuh Qarad dari ‘Ikrimah bin ‘Ammar.
Imam Muslim meriwayatkannya secara
panjang dalam *Shahih Muslim* 12/84-87, melalui jalur Hammad bin As-Sari dari
Ibnu Al-Mubarak dari ‘Ikrimah, kemudian melalui jalur Zuhair bin Harb dari Umar
bin Yunus Al-Hanafi (Al-Yamami) dari ‘Ikrimah.
Riwayat ini juga disebutkan oleh Abu
Ja’far dalam *Tarikh*-nya 2/294 secara panjang, melalui jalur Ahmad bin Mansur
dari ‘Ashim bin Ali dari ‘Ikrimah.
Riwayat ini disebutkan pula oleh
Al-Wahidi dalam *Asbab An-Nuzul* halaman 179.
Hadis ini adalah hadis yang sahih dan
tidak dikenal kecuali melalui jalur ‘Ikrimah bin ‘Ammar sebagaimana telah
disebutkan sebelumnya.
Ibnu Katsir juga mencantumkannya
dalam tafsirnya 45/18-19. (Takhrij Selesai)]].
Akibat kesalahan ambil keputusan
tersebut, maka tak lama kemudian pada tahun berikutnya terjadi perang Uhud . Dan
setelah itu terjadi pula perang-perang lainya .
Pada saat perang Uhud, kaum muslimin
menderita kekalahan, hingga terbunuhlah 70 sahabat sebagai syuhada. Dan banyak
yang terluka termasuk Rasulullah ﷺ bahkan beliau sempat mengeluh, maka
turunlah ayat berikut ini sebagai teguran atas keluhannya tersebut.
﴿لَيْسَ لَكَ مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ
فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ﴾
Kamu tidak memiliki wewenang apapun terhadap urusan mereka… (yakni : itu semua bukan
urusan mu), baik Allah menerima taubat mereka, ataupun mengazab mereka, yang
pasti sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim. [Al Imran: 128]
Dari Anas radhiyallahu anhu:
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ ﷺ كُسِرَتْ رَبَاعِيَتُهُ يَوْمَ أُحُدٍ وَشُجَّ فِي رَأْسِهِ
فَجَعَلَ يَسْلُتُ الدَّمَ عَنْهُ وَيَقُولُ كَيْفَ يُفْلِحُ قَوْمٌ شَجُّوا
نَبِيَّهُمْ وَكَسَرُوا رَبَاعِيَتَهُ وَهُوَ يَدْعُوهُمْ إِلَى اللَّهِ
فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ ﴿ لَيْسَ لَكَ مِنْ الْأَمْرِ شَيْءٌ ﴾
Bahwa gigi geraham Rasulullah ﷺ pecah
ketika perang Uhud, dan kepala beliau juga terluka hingga mengalirkan darah,
beliau lalu bersabda: "Bagaimana mungkin suatu kaum akan beruntung,
sedangkan mereka melukai nabinya dan mematahkan gigi gerahamnya." Oleh
karena itu beliau memohon kepada Allah untuk mengutuk mereka, lalu Allah Azza
wa jalla menurunkan ayat:
﴿ لَيْسَ
لَكَ مِنْ الْأَمْرِ شَيْءٌ ﴾
'(Kamu tidak memiliki wewenang apa-apa terhadap
urusan mereka…) ' (Qs. Ali Imran: 128).
[HR. Muslim no. 1791]
===****===
TAKDIR ADALAH SUMBER ILMU PENGETAHUN BAGI MAKHLUK YANG BER-AKAL
Sebagaimana yang telah disebutkan
diatas bahwa Takdir atau odar adalah kadar yang Allah SWT tetapkan pada setiap penciptaan
makhluk-Nya. Termasuk gravitasi yang ada dalam alam semesta, garis edar tata
surya, pergerakan awan, angin, lempeng bumi dan lain sebagainya.
Sementara Akal adalah alat yang ada pada
manusia yang berfungsi untuk memahami, meneliti, mengamati, mempelajari,
menemukan, membedakan, berpikir, mengingat, menilai, dan menganalisis.
Akal juga dapat diartikan sebagai
daya pikir yang terdapat dalam jiwa manusia.
Dari sejumlah ayat Al-Quran akal
dapat dipahami memiliki beberapa makna, antara lain daya untuk memahami
sesuatu, dorongan moral, dan daya untuk melakukan analisis terhadap suatu hal.
Dari situ dapat kita pahami bahwa dengan adanya akal, kita mampu untuk memahami
segala fenomena dan persitiwa yang ada di muka bumi dan alam semesta. Bahkan
terlebih lagi, akal dapat menjembatani kita utuk memahami dan menganalisis apa
yang sebenarnya terjadi dibaliknya.
Akal merupakan suatu karunia yang
sangat berharga yang memungkinkan manusia untuk berpikir dan berperilaku dalam
kehidupan sehari-hari. Dan sudah seharusnya anugerah yang luar biasa ini untuk
disyukuri dengan cara menggunakannya sesuai dengan tujuan dari penciptaan
manusia sebagai makhluk Allah yang berakal.
Allah menganugerahkan akal kepada
manusia untuk peran mulia yang diletakkan di pundak manusia. Peran tersebut utamanya
adalah sebagai Khalifatullah. Khalifafah merupakan peran mulia sekaligus berat
yang menempatkan manusia untuk memercikan nilai ilahiah ke muka bumi.
Akal merupakan keistimewaan dan
keunggulan bagi manusia diatas seluruh makhluk-Nya, termasuk para malaikat
al-muqorrobiin sekalipun . Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT :
﴿۞
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُم
مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا﴾
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan
anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka
rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang
sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. [Al Isra: 70]
Keunggulan Adam atas para malaikat
adalah ilmu pengetahuan, meski para malaikat itu makhluk senior dan sangat luar
biasa dalam beribadah. Dan hanya Adam
dan anak keturunannya yang dianugerahi akal oleh Allah SWT, sehingga dengannya
manusia memiliki kemampuan mempelajari ciptaan-Nya.
Allah SWT berfirman :
﴿وَعَلَّمَ
آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنبِئُونِي
بِأَسْمَاءِ هَٰؤُلَاءِ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ . قَالُوا
سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۖ إِنَّكَ أَنتَ الْعَلِيمُ
الْحَكِيمُ . قَالَ
يَا آدَمُ أَنبِئْهُم بِأَسْمَائِهِمْ ۖ فَلَمَّا أَنبَأَهُم بِأَسْمَائِهِمْ قَالَ
أَلَمْ أَقُل لَّكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَأَعْلَمُ
مَا تُبْدُونَ وَمَا كُنتُمْ تَكْتُمُونَ﴾
Dan Dia mengajarkan kepada Adam
nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para
Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika
kamu mamang benar orang-orang yang benar!" [Baqarah: 31]
Mereka menjawab: "Maha Suci
Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan
kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana". [Baqarah: 32]
Allah berfirman: "Hai Adam,
beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini". Maka setelah
diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman:
"Bukankah sudah Ku-katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui
rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu
sembunyikan?" [Baqarah: 33]
Allah Ta'ala mengarahkan kita untuk
menggunakan akal ini dengan mendorong untuk merenungkan, memikirkan, meneliti
dan mengamati ayat-ayat kauniyyah yang ada di langit dan bumi serta segala
isinya.
Allah Ta’ala berfirman,
﴿
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ
لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ ^ الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا
وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ ﴾
“ Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal .
(yaitu) orang-orang yang mengingat
Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan
kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka”. ( QS. Ali Imran : 190-191)
Allah Ta'ala berfirman:
﴿قُلِ
انظُرُوا مَاذَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ وَمَا تُغْنِي الْآيَاتُ وَالنُّذُرُ
عَن قَوْمٍ لَّا يُؤْمِنُونَ﴾
*“Katakanlah, ‘Perhatikanlah apa yang
ada di langit dan di bumi!’ Namun tanda-tanda kekuasaan Allah dan
peringatan-peringatan itu tidak bermanfaat bagi orang-orang yang tidak
beriman.”* (Yunus: 101).
Juga firman-Nya:
﴿أَفَلَمْ
يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ
بِهَا ۖ فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَٰكِن تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي
فِي الصُّدُورِ﴾
*“Maka apakah mereka tidak berjalan
di bumi sehingga hati (akal) mereka dapat memahami atau telinga mereka dapat
mendengar? Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati
yang ada di dalam dada.”* (Al-Hajj: 46).
Dan Allah SWT berfirman :
﴿إِنَّ
فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ
الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنزَلَ اللَّهُ مِنَ
السَّمَاءِ مِن مَّاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِن
كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ
وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَعْقِلُونَ﴾
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit
dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa
apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa
air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia
sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang
dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan
dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”. [QS. Al-Baqarah: 164]
Meskipun akal memiliki kedudukan yang
tinggi, ia tetap terbatas. Ada banyak makhluk yang hakikat dan sejatinya tidak
dapat diungkap oleh akal manusia.
Meskipun akal mampu memahami sebagian
fenomena lahiriah, ia tidak dapat mencapai kedalaman dan esensinya.
Hal ini diingatkan oleh Al-Qur'an
melalui firman Allah Ta'ala:
﴿يَعْلَمُونَ
ظَاهِرًا مِّنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا﴾
*“Mereka hanya mengetahui yang lahir
saja dari kehidupan dunia.”* (Ar-Rum: 7).
Misalnya, perkara-perkara gaib tidak
dapat diketahui melalui pemahaman akal semata, tetapi harus diketahui melalui
wahyu.
===***===
BAGAIMANA PANDANGAN ISLAM TERHADAP AKAL MANUSIA?
Akal adalah alat untuk memahami
syariat dan mengambil petunjuk darinya menuju jalan kebaikan dan kebahagiaan,
bukan untuk menilai syariat itu sendiri dalam hal kebenaran atau kesalahan
secara mendasar.
Akal menjadi landasan utama bagi
pengetahuan manusia. Hal ini membuatnya menjadi salah satu pokok dalam diskusi
dan perdebatan untuk menentukan konsep dan fungsinya. Para pemikir, baik dari
kalangan filsuf maupun ulama Muslim dan lainnya, telah berinteraksi dengan
berbagai pandangan dan definisi akal dari segi bentuk maupun substansinya.
Dalam pembahasan ini, kita akan
menjelaskan konsep akal, tingkatannya, dan hubungannya dengan syariat
berdasarkan perspektif Islam, tanpa membandingkannya dengan mazhab atau prinsip
lainnya.
Secara bahasa, akal adalah mashdar berasal
dari kata **‘aqala** yang berarti menahan. Dinamakan demikian karena akal
menahan pemiliknya dari terjerumus ke dalam kebinasaan dan dosa.
Ada pula yang mengatakan bahwa akal
adalah kemampuan membedakan dan ilmu pengetahuan.
Dengan demikian, secara bahasa, akal
hanyalah kemampuan untuk menahan diri dari kerusakan yang telah ditentukan
sesuai kadarnya atau takdirnya, bukanlah sesuatu yang berupa esensi, sifat,
atau makna yang berdiri sendiri sebagaimana pengertian istilah manusia.
LANTAS, APA ITU AKAL?
Akal disebutkan dalam Al-Qur'an
dengan berbagai istilah, seperti **an-nuha (النُّهَى)**,
**al-lubb (اللُّبُّ)**,
**al-qalb (الْقَلْبُ)**,
**al-hijr (الْحِجْرُ)**,
dan **al-fikr (الْفِكْرُ)**.
Semua istilah tersebut mengandung makna perenungan dan pemahaman.
Dalam sunnah Nabi ﷺ,
kata akal juga sering disebutkan, seperti dalam hadits riwayat An-Nasa’i dari
Sahlah binti Suhail radhiyallahu 'anha:
"إنّ
سَالِما يَدْخُلُ عَلَيْنَا وَقَدْ عَقَلَ مَا يَعْقِلُ الرّجَالُ، وعَلِمَ مَا
يَعْلَمُ الرّجَالُ.."
*"Sesungguhnya Salim masuk ke
tempat kami, dan ia sudah memiliki akal sebagaimana akalnya orang laki-laki dan
mengetahui apa yang diketahui oleh laki-laki."* (HR. An-Nasai No.
3270)
Juga dalam hadits Abu Dawud tentang
Abdullah bin Amr yang mengajarkan kepada anak-anaknya yang sudah berakal
tentang doa perlindungan dengan kalimat-kalimat Allah, sedangkan yang belum
berakal dituliskan dan digantungkan padanya (Hadits nomor 3395).
Lafadz haditsnya adalah sbb : dari
Amr bin Syu‘aib, dari bapaknya, dari kakeknya :
"أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُعَلِّمُهُمْ مِنَ الْفَزَعِ
كَلِمَاتٍ: أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ مِنْ غَضَبِهِ وَشَرِّ عِبَادِهِ،
وَمِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ، وَأَنْ يَحْضُرُونَ". وَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ
بْنُ عَمْرٍو يُعَلِّمُهُنَّ مَنْ عَقَلَ مِنْ بَنِيهِ، وَمَنْ لَمْ يَعْقِلْ كَتَبَهُ
فَعَلَّقَهُ عَلَيْهِ.
Bahwa Rasulullah ﷺ
mengajarkan mereka sejumlah kalimat ketika rasa takut mencekam :
‘Aku berlindung dengan kalimat Allah
yang sempurna dari murka-Nya, kejahatan para hamba-Nya, dan godaan setan. Aku
pun berlindung kepada-Nya dari kepungan setan itu.’
Dan dulu Abdullah bin Amr senantiasa
mengajarkan kepada anak-anaknya yang sudah berakal tentang kalimat-kalimat doa tersebut,
sedangkan yang belum berakal dituliskan dan digantungkan padanya
[Diriwayatkan oleh Abu Dawud (3893)
dengan lafaz ini, At-Tirmidzi (3528) dengan sedikit perbedaan, dan Ahmad (6696)
dalam bentuk yang lebih panjang. Di nyatakan Hasan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar
dalam Hidayatur Ruwah 3/25 dan al-Albani dalam Shahih Abu Daud]
Demikian pula dalam hadits Ibnu
Majah, Rasulullah ﷺ
bersabda:
لَا
عَقْلَ كَالتَّدْبِيرِ
*"Tidak ada akal seperti
perencanaan yang baik."* (Hadits nomor 4208. Dinyatakan lemah sekali oleh
al-Albaani dalam Dho’if al-Jami’ no. 2122)
Selain itu, banyak pula hadits lain
yang menunjukkan istilah akal dengan kata-kata seperti **al-fiqh**,
**al-qalb**, dan **al-bashar**. Semua istilah ini menegaskan bahwa akal, dalam
Al-Qur'an dan sunnah, adalah kekuatan untuk memahami, berpikir, memahami
syariat, dan mengambil keputusan yang benar.
Kita dapat membagi pemahaman (idrak /
الإِدْرَاكُ)
menjadi dua jenis: pemahaman inderawi (الحِسِّي)
dan pemahaman akal (العَقْلِيّ).
**Pemahaman inderawi (الحِسِّي)** :
Ia adalah yang diperoleh melalui
anggota tubuh yang tampak (lima indera). Pemahaman ini terbagi menjadi dua:
langsung tanpa perantara, dan tidak langsung dengan perantara seperti cermin
atau permukaan air. Ada juga yang diperoleh melalui pengalaman batin (indera
batin) seperti rasa lapar, kenyang, sedih, gembira, imajinasi, dan waham. Dalam
hal pemahaman inderawi, manusia berbagi kesamaan dengan hewan.
**Pemahaman akal (عَقْلِيّ)**.
Yaitu, adalah yang membedakan manusia
dari hewan. Akal memahami makna-makna universal (qodhoya kulliyyah) seperti
kebaikan, keburukan, kebenaran, dan kebatilan. Dalam hal ini, kemampuan indera
dibandingkan berdasarkan kontribusinya terhadap pengetahuan.
Tiga indera yang utama adalah
pendengaran, penglihatan, dan hati. Allah berfirman:
"وَاللَّهُ
أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ
لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ"
*"Allah mengeluarkan kamu dari
perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kamu bersyukur."* (QS. An-Nahl:
78).
Pendengaran dan penglihatan adalah
alat untuk memperoleh pengetahuan dari hal-hal yang bersifat fisik (materi).
Adapun hati (al-fuad) adalah tempat untuk merenungkan dan berpikir, yang
diperoleh melalui perantara pendengaran dan penglihatan. Hal ini sebagaimana
dijelaskan Allah dalam firman-Nya:
"لهم قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا
وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آَذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ
بِهَا"
*"Mereka memiliki hati, tetapi
tidak digunakan untuk memahami; mereka memiliki mata, tetapi tidak digunakan
untuk melihat; mereka memiliki telinga, tetapi tidak digunakan untuk
mendengar."* (QS. Al-A'raf: 179).
Ini adalah pembahasan mengenai
pemahaman dan kaitannya dengan alat-alat pengetahuan akal. Lalu, apa saja
tingkatan akal berdasarkan penjelasan di atas?
Akal memiliki empat tingkatan:
1. **Akal sebagai sifat yang melekat
pada diri manusia yang berakal**, sebagaimana firman Allah:
"لَعَلَّكُمْ
تَعْقِلُونَ"
*"Agar kamu menggunakan
akal."* (QS. Al-Baqarah: 73).
Dengan demikian, akal bukanlah
sesuatu (substansi) yang berdiri sendiri, seperti yang dikatakan oleh filsuf
Yunani seperti Aristoteles. Kata "agar kamu" menunjukkan harapan, dan
sesuatu yang diharapkan merupakan sifat yang dapat tiada.
2. **Akal sebagai naluri yang Allah
berikan kepada manusia** untuk memperoleh ilmu dan amal. Dengan naluri ini,
manusia dapat membedakan manfaat yang diinginkan dan bahaya yang harus
dihindari. Dalam pengertian ini, akal adalah kekuatan untuk memperoleh ilmu,
bukan ilmu itu sendiri.
3. **Ilmu yang dihasilkan dari
kekuatan tersebut**, yaitu kumpulan pengetahuan yang diperoleh melalui
pendengaran, penglihatan, dan hati, sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya.
4. **Amal dengan ilmu**, yang
merupakan tingkatan tertinggi dan termulia. Tingkatan ini paling banyak disebut
dalam hadits Nabi ﷺ
dan perkataan para imam Islam di masa-masa awal Islam dan setelahnya.
Dengan ini, akal memperoleh kedudukan
mulia dalam syariat. Akal menjadi dasar kewajiban (taklif), syarat sahnya
ibadah, serta prasyarat untuk memperoleh ilmu dan keridhaan Allah ﷻ.
====
APA HUBUNGAN AKAL DENGAN SYARIAT?
Ibnu Taimiyah merangkum hubungan
syariat dengan akal sebagai berikut:
وَلَكِنْ
مَا عُلِمَ بِصَرِيحِ الْعَقْلِ لَا يُتَصَوَّرُ أَنْ يُعَارِضَهُ الشَّرْعُ الْبَتَّةَ،
بَلِ الْمَنْقُولُ الصَّحِيحُ لَا يُعَارِضُهُ مَعْقُولٌ صَرِيحٌ قَطُّ.
"Akan tetapi, apa yang diketahui
dengan akal yang jelas tidak mungkin bertentangan dengan syariat sama sekali.
Bahkan, dalil yang shahih tidak akan pernah bertentangan dengan akal yang
jelas." (Dar' Ta'arudh 1/147).
Ini berarti hubungan antara syariat
dan akal adalah hubungan yang harmonis, bukan kontradiktif. Tidak diperbolehkan
mendahulukan akal atas syariat, karena sebagaimana yang dikatakan Ibnu alQoyyim
:
مُعَارَضَةُ
الْعَقْلِ لِمَا دَلَّ الْعَقْلُ عَلَى أَنَّهُ حَقٌّ دَلِيلٌ عَلَى تَنَاقُضِ دَلَالَتِهِ،
وَذَلِكَ يُوجِبُ فَسَادَهَا، وَأَمَّا السَّمْعُ فَلَا يُعْلَمُ دَلَالَتُهُ وَلَا
تَعَارُضُهَا فِي نَفْسِهَا وَإِنْ لَمْ يُعْلَمْ صِحَّتُهَا.
*"Kontradiksi akal terhadap
sesuatu yang akal sendiri menunjukkan kebenarannya adalah bukti adanya
pertentangan dalam dalil akal tersebut. Hal ini menunjukkan kerusakannya.
Adapun teks syariat, tidak dapat diketahui maknanya dan tidak mungkin ada
kontradiksi dalam dirinya meskipun kebenarannya tidak dipahami
sepenuhnya."* (ash-Showa’iq al-Mursalah 3/855).
Selain itu, Ibnu Taimiyah menyatakan:
(كَمَا
أنْ العَقْل) مِنَ الْأُمُورِ النِّسْبِيَّةِ الْإِضَافِيَّةِ، فَإِنَّ زَيْدًا قَدْ
يَعْلَمُ بِعَقْلِهِ مَا لَا يَعْلَمُهُ بَكْرٌ بِعَقْلِهِ، وَقَدْ يَعْلَمُ الْإِنْسَانُ
فِي حَالٍ بِعَقْلِهِ مَا يَجْهَلُهُ فِي وَقْتٍ آخَرَ.
*"Sebagaimana halnya Akal adalah
sesuatu yang bersifat relatif dan kontekstual. Misalnya, Zaid dengan akalnya
mungkin mengetahui sesuatu yang tidak diketahui oleh Bakr dengan akalnya.
Begitu pula, seseorang mungkin memahami sesuatu dengan akalnya pada satu waktu
tetapi tidak memahaminya di waktu lain."* (Dar' Ta'arudh 1/144).
Dengan demikian, akal adalah alat
untuk memahami syariat dan mencari petunjuk melalui syariat menuju jalan
kebaikan dan kebahagiaan. Akal tidak berfungsi untuk menilai syariat secara
fundamental dalam hal kebenaran atau kesalahan.
Secara rinci, perkara gaib adalah
sesuatu yang tidak dapat dijangkau oleh indera dan akal kita. Oleh karena itu,
wajib bagi kita untuk beriman kepada perkara gaib, karena mustahil akal mampu
mencapainya di dunia ini kecuali melalui tanda-tanda dan efeknya. Hal ini
disebabkan oleh ketiadaan syaratnya, yaitu indera, yang merupakan jalan pertama
untuk memahami sesuatu. Seluruh penganut agama sepakat dalam hal ini.
Kesimpulannya, akal adalah sifat
manusia yang dengannya seseorang dapat memperoleh ilmu untuk diamalkan dan
meraih kebahagiaan. Akal bukanlah tujuan itu sendiri dalam kajian, atau sesuatu
yang berdiri sendiri sebagaimana yang diklaim oleh para filsuf. Berdasarkan
prinsip ini, Ibnu Taimiyah mengkritik logika formal (Aristotelian) dan
membangun dasar-dasar awal bagi positivisme logis dalam bentuknya yang
sederhana.
====****====
PERINTAH MEMPELAJARI ILMU PENGETAHUAN SELAIN AGAMA SECARA UMUM :
Allah Ta’ala berfirman,
( اقْرَأْ
بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ اقْرَأْ وَرَبُّكَ
الْأَكْرَمُ الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ )
Artinya : Bacalah -wahai Rasul- apa yang
diwahyukan Allah kepadamu, dimulai dengan membaca nama Rabbmu yang telah
menciptakan seluruh makhluk. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan
perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (
QS. Al-‘Alaq : 1-5 ).
Tafsirnya :
Bacalah (wahai nabi), apa yang diturunkan
kepadamu, dengan mengawalinya dengan menyebut nama tuhanmu yang esa dalam
penciptaan. Yang menciptakan manusia dari segumpal daging kental yang merah.
Bacalah (wahai nabi) apa yang diturunkan kepadamu, sesungguhnya kebaikan
tuhanmu banyak, kemurahan NYA melimpah, Yang mengajari makhluk Nya menulis
dengan pena, Mengajari manusia apa yang belum diketahuinya, dan memindahkannya
dari kegelapan kebodohan menuju cahaya ilmu (Tafsir al-Muyassar)
Mengajari manusia apa-apa yang sebelumnya
tidak diketahuinya. (Tafsir al-Mukhtashar)
Dzat yang mengajarkan manusia menulis dengan
pena, dan itu adalah kenikmatan yang agung dari Allah SWT. Allah mengajarkan
manusia dengan pena yang belum pernah mereka ketahui sebelumnya. (Tafsir
al-Wajiz)
عَلَّمَ
الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
(Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya) Allah
mengajari manusia dengan pena sesuatu yang tidak dia ketahui sebelumnya.
(Zubdatut Tafsir)
YANG MEMBEDAKAN ANTARA MANUSIA DENGAN MAKHLUK LAINNYA TERMASUK MALAIKAT ADALAH ILMU PENGETAHUAN .
Pada umumnya semua ilmu pengetahuan itu membutuhkan nama-nama , baik
yang berkaitan dengan benda , teori , rumusan , racikan , keilmuan dan lainnya
.
Allah SWT berfirman :
وَعَلَّمَ
آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ
أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ .
قَالُوۡا
سُبۡحٰنَكَ لَا عِلۡمَ لَنَاۤ اِلَّا مَا عَلَّمۡتَنَا ؕ اِنَّكَ اَنۡتَ
الۡعَلِیۡمُ الۡحَکِیۡمُ .
قَالَ
یٰۤاٰدَمُ اَنۡۢبِئۡہُمۡ بِاَسۡمَآئِہِمۡ ۚ فَلَمَّاۤ اَنۡۢبَاَہُمۡ
بِاَسۡمَآئِہِمۡ ۙ قَالَ اَلَمۡ اَقُلۡ لَّکُمۡ اِنِّیۡۤ اَعۡلَمُ غَیۡبَ
السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ۙ وَ اَعۡلَمُ مَا تُبۡدُوۡنَ وَ مَا کُنۡتُمۡ
تَکۡتُمُوۡنَ
Artinya, “Dia mengajarkan Adam semua nama-nama (benda), kemudian
menampilkan semuanya di hadapan malaikat, lalu mengatakan, ‘Sebutkanlah
kepada-Ku nama-nama semua benda itu jika kalian memang benar orang-orang yang
benar,’” (QS. Al-Baqarah ayat 31).
Mereka menjawab :
“Mahasuci
Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada
kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha
Mengetahui, Mahabijaksana.” (QS. Al-Baqarah ayat 32)
Dia (Allah) berfirman : “Wahai Adam ! Beritahukanlah kepada mereka
nama-nama itu!”
Setelah dia ( Adam ) menyebutkan nama-namanya, Dia berfirman :
“Bukankah
telah Aku katakan kepada kalian, bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi,
dan Aku mengetahui apa yang kalian nyatakan dan apa yang kalian sembunyikan?” (QS.
Al-Baqarah ayat 33)
Ibnu Katsir dlam Tafsirnya ketika mentafsiri ayat-ayat diatas , berkata
:
“ Hal ini merupakan sebutan yang dikemukakan oleh Allah subhanahu wa
ta’ala, di dalamnya terkandung keutamaan Adam atas malaikat berkat apa yang
telah dikhususkan oleh Allah baginya berupa ilmu tentang nama-nama segala
sesuatu, sedangkan para malaikat tidak mengetahuinya” .
Dan Beliau Ibnu Katsir juga berkata :
“ Menurut pendapat yang sahih, Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama
segala sesuatu, yakni semua zat, sifat dan karakternya - seperti yang dikatakan
oleh Ibnu Abbas - hingga nama angin yang keluar dari dubur, yakni nama-nama
semua zat dan karakternya dalam bentuk mukabbar [diperbesar] dan musaggar [diperkecil]
“.
Karena itu, Imam Bukhari dalam tafsir
ayat ini pada Kitabut Tafsir, bagian dari kitab Sahih-nya, mengatakan:
....... dari Anas, dari Nabi ﷺ
yang telah bersabda :
Orang-orang mukmin berkumpul di hari
kiamat, lalu mereka mengatakan :
"Seandainya kita meminta syafaat
kepada Tuhan kita."
Maka mereka datang kepada Adam, lalu
berkata,
"Engkau adalah bapak umat
manusia, Allah telah menciptakan-Mu dengan tangan kekuasaan-Nya dan Dia telah
memerintahkan kepada para malaikat-Nya agar bersujud kepadamu serta Dia telah
mengajarkan kepadamu nama-nama segala sesuatu, maka mintalah syafaat buat kami
kepada Tuhanmu, agar Dia membebaskan kami dari tempat kami sekarang ini."
...... dst“.
Lalu Ibnu Katsir mengomentari nya :
“ Kaitan pengetengahan hadits ini dan
tujuan utamanya ialah menyimpulkan sabda Rasulullah ﷺ
yang mengatakan:
Lalu mereka mendatangi Adam dan berkata
:
"Engkau adalah bapak umat
manusia, Allah telah menjadikan kamu dengan tangan kekuasaan-Nya, dan Dia telah
memerintahkan para malaikat-Nya agar bersujud kepadamu, dan Dia telah
mengajarkan kepadamu nama-nama segala sesuatu."
Hadits ini menunjukkan bahwa Allah
subhanahu wa ta’ala telah mengajarkan kepada Adam nama-nama semua makhluk.
Karena itu, disebutkan di dalam firman-Nya
: “ Kemudian Allah mengemukakan
nama-nama itu kepada para malaikat”.
Makna yang dimaksud ialah semua
nama-nama tersebut, seperti yang dikatakan oleh Abdur Razzaq, dari Ma’mar, dari
Qatadah “.
Dan Ibnu Katsir berkata pula :
“ Makna hal tersebut ialah bahwa
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
"Sebutkanlah kepada-Ku nama
benda-benda yang telah Ku kemukakan kepada kalian, hai malaikat yang
mengatakan, ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang
akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah? .......
( Ternyata para malaikat tidak tahu
nama-nama benda yang di ketengahkan oleh Allah SWT . Maka Allah berkata kepada
para malaikat . Pen ) :
Apabila kalian tidak mengetahui
nama-nama mereka yang telah Ku ketengahkan kepada kalian dan kalian saksikan
sendiri, berarti terhadap semua hal yang belum ada dari hal-hal yang akan ada —
belum diwujudkan— maka kalian tentunya lebih tidak mengetahuinya lagi
nama-namanya ." ( SELESAI KUTIPAN DARI IBNU KATSIR )
ada sebagian para ulama yang
berpendapat :
“ bahwa ilmu yang di perintahkan
untuk dipelajari dalam Al-Quran mencakup segala macam ilmu pengetahuan yang
berguna bagi manusia dalam kehidupannya, baik untuk masa kini maupun untuk masa
yang akan datang “.
Pendapat ini menurut penulis tidak
diragukan lagi akan kebenarannya , mengingat Al-Quran adalah kitab Allah yang
telah terbukti kebenarannya yang tiada keraguan di dalamnya dan mengingat pula
bahwa ilmu pengetahuan datangnya dari Allah SWT.
Kemudian terdapat pandangan bahwa di
dalam Al-Quran terdapat isyarat-isyarat, petunjuk-petunjuk , dan dorongan dari
ayat-ayat Al-Quran yang memerintahkan seluruh umat manusia untuk mengembangkan
berbagai macam ilmu pengetahuan.
Dengan demikian, yang sebaiknya
dilakukan oleh umat Islam adalah bukan sekedar membaca ayat-ayat tentang teori
penciptaan alam semesta serta mengimaninya saja , akan tetapi juga dari segi
spiritnya serta terjun aktif mengamati , meneliti , mengkaji dan mempelajarinya
serta mengambil manfaat-manfaatnya untuk kebaikan umat manusia .
Dari Ibnu ‘Umar : Bahwasannya
Rasulullah ﷺ bersabda :
أَحَبُّ
النَّاسِ إِلَى اللَّهِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ، وَأَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى
اللَّهِ سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ، أَوْ تَكْشِفُ عَنْهُ كُرْبَةً، أَوْ
تَقْضِي عَنْهُ دِينًا، أَوْ تَطْرُدُ عَنْهُ جُوعًا
“Manusia yang paling dicintai oleh
Allah adalah : YANG PALING BERMANFAAT BAGI MANUSIA LAINNYA .
Sedangkan amal yang paling dicintai
oleh Allah adalah :
Kebahagiaan yang engkau berikan
kepada diri seorang muslim
Atau engkau menghilangkan
kesulitannya
Atau engkau melunasi hutangnya
Atau membebaskannya dari kelaparan.
[Al-Mu’jamul-Kabiir, 12/453 no.
13646, Al-Mu’jamul-Ausath 6/139-140 no. 6026, dan Al-Mu’jamush-Shaghiir
(Ar-Raudlud-Daaniy) 2/106 no. 861].
Hadits ini shahih dengan adanya
shahid-shahidnya. Tapi Dihasankan oleh Al-Albaaniy dalam Silsilah Ash-Shahiihah
2/574-576 no. 906.
Begitu juga dalam hadits Jabir
radhiyallahu ‘anhu : bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
خَيْرُ
النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang
paling bermanfaat bagi manusia.”
HR. Ibn Hibban dalam ((المجروحين))
(2/1), Al-Qudhoo'ii dalam " مسند الشهاب"
(1234) dan lafadz diatas adalah lafadz mereka. Dan Al-Tabarani dalam " المعجم الأوسط”
(5787) dengan lafazd panjang lebar
Hadits ini dihasankan oleh al-Albani
di dalam بداية السول
no. 44 dan Shahihul Jami’ (no. 3289).
Dengan mengetahui dalil-dalil akan
keutamaan mempelajari dan meneliti ilmu pengetahuan ini, maka setiap muslim
akan berusaha mengkaji Al-Quran dengan sungguh-sungguh dan akan menghasilkan
berbagai temuan ilmiah.
Namun demikian, temuan-temuan tersebut
sebaiknya tidak dimutlakkan keabsahannya, dan tidak dianggap sebagai
satu-satunya kebenaran, melainkan dianggap sebagai temuan yang bersifat
temporer, dan masih dapat diperbaharui dan dikembangkan dengan akal dan
kemampuan manusia dalam meneliti serta memanfaatkan segala pengetahuan yang
Allah berikan padanya .
Kata-kata yang SANGAT INDAH dan luar
biasa .
Syaikh ‘Abdurrahman bin Naashir
As-Sa’di rahimahullahu Ta’ala ( Gurunya Syeikh al-Utsaimiin ) menyebutkan dua
faidah quraniyyah atau dua faidah ilmu dari ayat-ayat al-Quran yang
kandungannya tentang ilmu pengetahuan :
Faidah pertama :
Dengan merenungkan ayat-ayat
tersebut, kita mengetahui kesempurnaan dan keagungan sifat Allah Ta’ala, juga
nikmat-nikmat Allah Ta’ala yang sedemikian banyak bagi manusia.
Faidah pertama ini telah banyak
disebutkan oleh para ulama rahimahumullah, dan masing-masing menyebutkan faidah
pertama ini sesuai dengan ilmu yang telah sampai kepada mereka dan yang telah
mereka pahami.
Faidah ke dua :
Kita memikirkan dan merenungkan ayat
tersebut, kemudian mengambil manfaat yang beragam dari makhluk Allah Ta’ala
yang telah Dia ciptakan. Allah Ta’ala menciptakan bumi, air, tumbuh-tumbuhan,
barang tambang, dan yang lainnya, untuk kita manfaatkan dengan menghasilkan
produk yang bermanfaat.
Oleh karena itu, seluruh ilmu duniawi
yang berkaitan dengan hal ini dengan beragam jenisnya (pertambangan,
perminyakan, pertanian, perikanan, peternakan, teknologi industri, dan
sebagainya), termasuk di dalamnya.
Syaikh ‘Abdurrahman bin Naashir
As-Sa’di rahimahullahu Ta’ala kemudian berkata,
“Hal ini menunjukkan bahwa
mempelajari teknologi dan penemuan terkini termasuk dalam perkara yang dituntut
oleh syariat, sebagaimana hal itu juga perkara yang dituntut sebagai sebuah
keharusan oleh akal. Dan hal itu termasuk dalam JIHAD di jalan Allah Ta’ala dan
termasuk dalam ILMU Al-Qur’an.
Sesungguhnya Al-Qur’an mengingatkan
para hamba bahwa Allah Ta’ala menciptakan besi dengan kekuatan yang hebat dan
bermanfaat bagi manusia; dan Allah Ta’ala sediakan untuk manusia apa saja yang
ada di bumi. Maka wajib atas manusia untuk berusaha agar meraih manfaat-manfaat
dari semua itu melalui cara yang paling mudah. Hal ini telah dikenal melalui
penelitian, dan juga termasuk dalam ayat Al-Qur’an.” (Al-Qawa’idul hisaan, hal.
105)
Sungguh kata-kata yang SANGAT INDAH
dan luar biasa dari beliau rahimahullahu Ta’ala, dimana penulis belum menjumpai
perkataan yang semisal ini di kitab-kitab lainnya disebabkan ilmu penulis yang
masih sangat sedikit.
Guru Besar Universitas Kairo, Syaikh
Thanthawi dlm kitab “اَلْجَوَاهِرُ فِي تَفْسِيرِ
الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ” menyebutkan :
“ Terdapat lebih dari 750 ayat
Kauniyah atau ayat tentang sains (alam semesta raya) di Alquran dan hanya ada
sekitar 150 ayat fikih. Namun para ulama justru menghasilkan ribuan kitab
tentang fikih, tetapi nyaris tidak memerhatikan serta menulis kitab tentang
alam raya dan isinya
Umat Islam dan para ulama banyak yang
memperdebatkan masalah fikih dan bersitegang karenanya. Mereka banyak yang
lalai akan fenomena alam seperti terbitnya matahari, gerhana bulan, serta
keanekaragaman hayati di bumi ini yang dijelaskan dalam ayat Kauniyah.
Selain disibukkan oleh urusan fikih
yang tiada menemui akhir, pengalaman serta wawasan mayoritas umat Muslim masih
esoretis dan mengganggap lemah akal. Padahal secara kenyataan, akal merupakan
anugerah Allah yang khusus diberikan kepada manusia. Sudah tentu kekuatan akal
lebih besar dari apa yang telah lama menjadi stigma dalam masyarakat.
Alquran sendiri tidak kurang 43 kali
menyebutkan kata akal di dalamnya secara bentuk verbal dan 10 ayat lainnya
menggunakan kalimat yang semakna dengan akal seperti afala tatafakkarun, apakah
kamu tidak berpikir. Suatu teguran untuk manusia agar mengoptimalkan penggunaan
akalnya.
Meski ayat hukum hanya berjumlah
seperlima dari ayat Kauniyah, tetapi telah menyedot banyak perhatian umat Islam
tak terkecuali para ulama. Sebaliknya ayat-ayat kauniyah meski berjumlah sangat
banyak tetapi masih terabaikan.
Sains sebagai wujud normatif dari
ayat Kauniyah seolah tidak terkait dan membuat orang Islam masuk surga atau
neraka sehingga tidak pernah dibahas dalam ranah pendidikan ataupun
pengajian-pengajian di masyarakat.
Padahal sejarah mencatat bahwa
Alquran telah membawa Islam ke masa kejayaan. Islam mencapai masa keemasannya
pada zaman daulah Bani Abbasiyah berkuasa. Banyak fan-fan ilmu yang berkembang
pada zaman itu, mulai dari ilmu Matematika, Fisika, Astronomi, Kedokteran, juga
fan ilmu lainnya.
( Baca : “اَلْجَوَاهِرُ
فِي تَفْسِيرِ الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ”
oleh profesor al-Hakiim Sheikh Tantawi Jawhari, 1/2, 3 Cetakan kedua - Mustafa
Al- Baabii Al-Halabi di Mesir, tahun 1350 H )
Syeikh “Thantawi Jauhari ”
menambahkan dalam sebuah makalahnya yang membenarkan arah pandandangannya
terhadap Al-Qur’an :
« إِنَّ قِرَاءَةَ التَّشْرِيحِ
وَالطَّبِيعَةِ وَالْكِيمِيَاءِ وَسَائِرِ الْعُلُومِ الْعَصْرِيَّةِ وَدِرَاسَةَ
الْحَيَوَانِ وَالنَّبَاتِ وَالْإِنسَانِ أَجَلُّ عِبَادَةٍ وَلَوْلَا قُصُورُ
عُلَمَاءِ الْقُرُونِ الْمَاضِيَةِ مَا ضَاعَ الْمُسْلِمُونَ وَمَا أَحَاطَتْ
بِهِمْ عَادِيَاتُ الدَّهْرِ، وَلَا أَصَابَتْهُمْ كَوَارِثُ الْحَدَثَانِ!»
Sesungguhnya mempelajari ilmu
anatomi, ilmu pengetahun alam, ilmu kimia, dan ilmu pengetahuan modern lainnya,
serta mempelajari tentang ilmu hewan, ilmu tumbuh-tumbuhan, dan ilmu tentang
manusia , itu adalah ibadah yang paling agung .
Jika bukan karena kurangnya perhatian
para ulama abad-abad yang lalu, maka kaum Muslimin sekarang tidak akan tersesat
jalan , dan mereka tidak akan terkepung oleh musuh-musuh yang terus menerus
sepanjang zaman mengelilinginya , dan bencana kemanusiaan dari dua jenis ini
tidak akan menimpa mereka”.
( Di kutip dari artikel : “تَفْسِيرٌ
لِلْقُرْآنِ بِالْخَرَائِطِ وَالصُّوَرِ”:
oleh Professor Rojaa’ An-Naqaash . Diterbitkan dalam majalah “Al-Mushowwar”,
tertanggal 3 November 1972 M ).
Profesor Rojaa' al-Naqqoosy
berkomentar, dengan mengatakan:
وَهَكَذَا
يَرَى الشَّيْخُ «طَنْطَاوِي جَوْهَرِي» أَنَّ الْإِسْلَامَ يَدْعُو إِلَى الْعِلْمِ
وَيُؤَكِّدُ الرُّوحَ الْعِلْمِيَّةَ، وَأَنَّ الْقُرُونَ الْمَاضِيَةَ قَدْ أَدَّتْ
إِلَى تَدَهْوُرِ الْمُسْلِمِينَ بِسَبَبِ قُصُورِ عُلَمَائِهِمْ وَمَا أَصَابَهُمْ
مِنْ تَأَخُّرٍ فِكْرِيٍّ كَبِيرٍ. وَيُقَدِّمُ لَنَا الشَّيْخُ «طَنْطَاوِي» تَفْسِيرَهُ
لِلْقُرْآنِ - عَلَى أَسَاسِ مَنْهَجٍ مُحَدَّدٍ، فَآيَاتُ الْقُرْآنِ تَدْفَعُنَا
إِلَى التَّفْكِيرِ وَالتَّأَمُّلِ، وَهُوَ فِي تَفْسِيرِهِ لِلْقُرْآنِ - وَيُفَكِّرُ
وَيَتَأَمَّلُ بِوَحْيٍ مِنْ هَذِهِ الْآيَاتِ، وَهُوَ لَا يَقُولُ أَبَدًا بِأَنَّ
النَّظَرِيَّاتِ الْعِلْمِيَّةَ جَاءَتْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ، وَلَكِنَّهُ يَقُولُ:
إِنَّ اكْتِشَافَ قَوَانِينِ الطَّبِيعَةِ وَأَسْرَارِ الْكَوْنِ أَمْرَانِ بَحَثَ
عَلَيْهِمَا الْقُرْآنُ، وَيَدْعُو إِلَيْهِمَا دَعْوَةً صَرِيحَةً قَوِيَّةً، وَهُوَ
يَقِفُ أَمَامَ آيَاتِ الْقُرْآنِ وَيَرْبِطُ بَيْنَهَا وَبَيْنَ عَجَائِبِ الْكَوْنِ
الَّتِي اكْتَشَفَهَا الْعِلْمُ الْحَدِيثُ دُونَ أَنْ يَقُولَ أَبَدًا: إِنَّ هَذِهِ
الِاكْتِشَافَاتِ بِنَصِّهَا فِي الْقُرْآنِ.
“Beginilah cara Syekh Tantawi Jawhari
melihat bahwa Islam menyerukan ilmu pengetahuan dan menegaskan semangat ilmiah.
Dan bahwa abad-abad yang lalu telah
menyebabkan kemerosotan umat Islam karena kekurangan para ulama mereka dan
keterbelakangan intelektual yang besar yang menimpa mereka.
Syekh "Thanthawi"
menyajikan kepada kita interpretasinya terhadap Al-Qur'an berdasarkan
pendekatan tertentu, maka ayat-ayat Al-Qur'an mendorong kita untuk berpikir dan
merenung, dan itu terdapat dalam kitab Tafsir Al-Qur'an nya .
Dan mendorong kita untuk mengamati
dan merenungkan wahyu dari ayat-ayat ini, dan beliau tidak pernah mengatakan
bahwa teori-teori ilmiah telah ada dalam Al-Qur'an, akan tetapi beliau hanya
berkata :
“ Sesungguhnya melakukan kegiatan
penemuan hukum alam dan rahasia alam semesta adalah dua hal yang dibahas oleh
Al-Qur'an, dan menyerukannya secara eksplisit / jelas gamblang , kuat dan tegas
“.
Dan beliau hanya menghubungkannya
dengan keajaiban-keajaiban alam semesta yang ditemukan oleh sains modern ,
namun tanpa mengatakan : “Penemuan-penemuan ini telah tertulis dalam Al-Qur'an
“. ( SELESAI )
Dan Profesor Al-Naqqash menambahkan
dalam artikelnya :
«إِنَّ
الْحَافِزَ الْأَسَاسِيَّ لِلشَّيْخِ «طَنْطَاوِي جَوْهَرِي» فِي هَذَا التَّفْسِيرِ
هُوَ إِزَالَةُ أَيِّ وَهْمٍ بِأَنَّ هُنَاكَ تَنَاقُضًا بَيْنَ الْعِلْمِ وَالْقُرْآنِ،
أَوْ أَنَّ الْقُرْآنَ يُمْكِنُ أَنْ يُبَرِّرَ لِلْمُسْلِمِينَ تَخَلُّفَهُمُ الْعِلْمِيَّ
أَوْ قُصُورَهُمْ عَنِ اللَّحَاقِ بِأَحْدَثِ النَّظَرِيَّاتِ الْعِلْمِيَّةِ وَالْمُسَاهَمَةِ
فِي الْكَشْفِ وَالِاخْتِرَاعِ وَالْعَمَلِ عَلَى الْإِضَافَةِ إِلَى مَا وَصَلَتْ
إِلَيْهِ الْبَشَرِيَّةُ فِي هَذَا الْمَجَالِ.
وَتَفْسِيرُ
الشَّيْخِ «طَنْطَاوِي» يَفِيضُ بِالْحَمَاسِ لِلْعِلْمِ الْحَدِيثِ، بَلْ يَجْعَلُ
طَلَبَ الْعُلُومِ الْعَصْرِيَّةِ وَاجِبًا دِينِيًّا أَسَاسًا فِي حَيَاةِ الْمُسْلِمِينَ...
وَيَرْفَعُ
هَذَا الِاهْتِمَامَ إِلَى دَرَجَةٍ يَقُولُ عَنْهَا: إِنَّ التَّأَمُّلَ فِي الْعُلُومِ
الْعَصْرِيَّةِ وَالِاهْتِمَامَ بِهَا هُوَ أَجَلُّ عِبَادَةٍ! ...
وَهَذِهِ
الرُّوحُ الدِّينِيَّةُ الْعِلْمِيَّةُ الْمُتَحَمِّسَةُ الْمُشْتَعِلَةُ إِنَّمَا
هِيَ وَلَا شَكَّ رُوحٌ أَصِيلَةٌ وَنَبِيلَةٌ وَعَالِيَةٌ؛ وَهِيَ مَا يَحْتَاجُ إِلَيْهِ
الْعَقْلُ الْعَرَبِيُّ أَشَدَّ الِاحْتِيَاجِ!! »
“Motif utama Syekh Thanthawi dalam
penafsirannya ini adalah : Untuk menghilangkan ilusi bahwa ada kontradiksi
antara sains dan Al-Qur’an.
Atau ada kemungkinan Al-Qur'an
membenarkan atas umat Islam akan adanya keterbelakangan ilmiah mereka atau
kegagalan mereka untuk mengejar perkembangan penemuan teori-teori ilmiah yang
terbaru, serta tidak adanya berkontribusi dari mereka pada penemuan , gagasan
dan pekerjaan untuk menambahi apa yang telah dicapai umat manusia dalam bidang
ini .
Dan tafsir Syekh “Thanthawi” ini
meluap-luap semangat dan antusiasnya terhadap ilmu pengetahuan modern, bahkan
menjadikan pencarian ilmu-ilmu modern sebagai kewajiban agama yang sangat
mendasar dalam kehidupan umat Islam.
Dia mengangkat tinggi perhatiannya
ini ke derajat di mana dia menyatakan : “ Bahwa pengamatan dan penelitian ilmu
pengetahuan modern serta memperhatikannya adalah ibadah yang paling utama !”.
Dan beliau menyatakan pula : “ bahwa
semangat religius, ilmiah, dan rasa antusias yang menyala-nyala ini tidak
diragukan lagi adalah semangat yang murni, mulia dan luhur. Dan Itu adalah yang
benar-benar dibutuhkan oleh otak Arab dengan amat sangat !!”. ( SELESAI )
( Di kutip dari artikel : “تَفْسِيرٌ
لِلْقُرْآنِ بِالْخَرَائِطِ وَالصُّوَرِ”:
oleh أستاذ
رجاء النقاش / Professor Rojaa’
Al-Naqaash . Diterbitkan dalam majalah “Al-Mushowwar”, tertanggal 3 November
1972 M ).
===
0 Komentar