Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

FATWA ULAMA TENTANG BACA AL-FATIHAH DALAM SATU NAFAS

FATWA ULAMA TENTANG BACA AL-FATIHAH DALAM SATU NAFAS

-----

Di Tulis oleh Abu Haitsam Fakhri

KAJIAN NADI AL-ISLAM

===

*****

 ﴿بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ﴾

===***===

HADITS TENTANG CARA NABI MEMBACA AL-QUR’AN, TERMASUK AL-FATIHAH:

HADITS PERTAMA : Dari Qatadah, ia berkata:

سُئِلَ أَنَسٌ ‌كَيْفَ ‌كَانَتْ ‌قِرَاءَةُ ‌النَّبِيِّ ‌صَلَّى ‌اللهُ ‌عَلَيْهِ ‌وَسَلَّمَ؟ فَقَالَ: «كَانَتْ مَدًّا»، ثُمَّ قَرَأَ: {بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ}، يَمُدُّ بِبِسْمِ اللَّهِ، وَيَمُدُّ بِالرَّحْمَنِ، وَيَمُدُّ بِالرَّحِيمِ

Anas radhiyallahu 'anhu pernah ditanya, *“Bagaimana bacaan (al-Qur’an) Rasulullah ?”*

Maka ia menjawab : *“Beliau membacanya dengan tartil.”* Kemudian ia membaca:  *"Bismillahirrahmanirrahim,"*  lalu ia memanjangkan bacaan *"Bismillah,"* memanjangkan *"Ar-Rahman,"* dan memanjangkan *"Ar-Rahim."* [HR. Bukhori no. 5046].

HADITS KEDUA : Dari Ummu Salamah radhiyallhu 'anha , ia berkata:

" ‌كَانَ ‌رَسُولُ ‌اللَّهِ ‌صَلَّى ‌اللَّهُ ‌عَلَيْهِ ‌وَسَلَّمَ ‌يُقَطِّعُ ‌قِرَاءَتَهُ يَقْرَأُ: {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ} [الفاتحة: 2]، ثُمَّ يَقِفُ، {الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} [الفاتحة: 1]، ثُمَّ يَقِفُ، وَكَانَ يَقْرَؤُهَا: (مَلِكِ يَوْمِ الدِّينِ) ".

"Rasulullah senantiasa membaca (al-Qur’an) dengan cara terputus-putus (yakni berhenti disetiap akhir ayat). Beliau membaca: *Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin*, lalu berhenti. *Ar-Rahmanir Rahim*, lalu berhenti. Dan beliau membaca *Maaliki yaumid din*." 

Hadis ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no. 2927, Abu Daud no. 4001, Imam Ahmad 6/302, Ibnu Al-Mundzir dalam *Al-Awsath* no. 1344, Al-Hakim dalam *Al-Mustadrak* no. 2909, serta Al-Baihaqi dalam *Syu‘ab Al-Iman* no. 2115 dan *Al-Khilafiyyat* no. 1519. 

DERAJAT SANAD: 

Abu Isa Tirmidzy berkata :

هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ وَبِهِ يَقْرَأُ أَبُو عُبَيْدٍ وَيَخْتَارُهُ. هَكَذَا رَوَى يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الأُمَوِيُّ، وَغَيْرُهُ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ، وَلَيْسَ إِسْنَادُهُ بِمُتَّصِلٍ لِأَنَّ اللَّيْثَ بْنَ سَعْدٍ، رَوَى هَذَا الحَدِيثَ عَنْ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ، عَنْ يَعْلَى بْنِ مَمْلَكٍ، عَنْ أُمِّ سَلمَةَ. وَحَدِيثُ اللَّيْثِ أَصَحُّ، وَلَيْسَ فِي حَدِيثِ اللَّيْثِ: وَكَانَ يَقْرَأُ (مَلِكِ يَوْمِ الدِّينِ)

Hadis ini tergolong gharib, dan dengan cara inilah Abu ‘Ubaid membaca serta memilihnya. Demikianlah yang diriwayatkan oleh Yahya bin Sa‘id Al-Umawi dan lainnya dari Ibnu Juraij, dari Ibnu Abi Mulaikah, dari Ummu Salamah. Namun, sanadnya tidak bersambung, karena Al-Laits bin Sa‘d meriwayatkan hadis ini dari Ibnu Abi Mulaikah, dari Ya‘la bin Mamlak, dari Ummu Salamah. Hadis yang diriwayatkan oleh Al-Laits lebih sahih, dan dalam hadis Al-Laits tidak terdapat lafaz: *Dan beliau membaca Maaliki yaumid din.* 

Namun Syihabuddin Al-Isybili Asy-Syafi‘i dalam *Mukhtashar Khilafiyyat Al-Baihaqi* (2/43) berkata:

" وَرُوِيَ بِإِسْنَاد صَحِيح رُوَاته ثِقَات عَن أم سَلمَة رَضِي الله عَنْهَا".

"Diriwayatkan dengan sanad sahih, para perawinya terpercaya, dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha."

Dan DR. Dziyab ‘Abdul Karim Pentahqiq kitab Mukhtashar al-Khilafiyat (2/43) berkata di hamisy kitab :

الْحَدِيثُ بِمَجْمُوعِ طُرُقِهِ صَحِيحٌ. وَابْنُ جُرَيْجٍ تُوبِعَ كَمَا سَيَأْتِي، فَأُمِنَ تَدْلِيسُهُ. وَالْحَدِيثُ صَحَّحَهُ الْحَاكِمُ وَوَافَقَهُ الذَّهَبِيُّ. وَقَالَ الدَّارَقُطْنِيُّ: إِسْنَادُهُ صَحِيحٌ، وَكُلُّهُمْ ثِقَاتٌ.

Hadis ini, jika dikumpulkan semua jalurnya, dinilai sahih. Ibnu Juraij telah diikuti dalam periwayatannya, sehingga terbebas dari tadlis. Hadis ini dinyatakan sahih oleh Al-Hakim dan disetujui oleh Adz-Dzahabi. Ad-Daraquthni berkata: "Sanadnya sahih, dan semua perawinya terpercaya." 

Hadis ini juga dinyatakan sahih oleh An-Nawawi dalam *Al-Majmu‘* (3/303).

Al-Albani dalam *Irwa’ Al-Ghalil* (2/61) berpendapat bahwa yang benar bertentangan dengan yang dikatakan oleh At-Tirmidzi. Menurutnya, yang benar dan lebih sahih adalah hadis Ibnu Juraij, karena ia memiliki mutaba‘ah (penguat). 

Imam Ahmad dalam *Al-Musnad* (6/288, no. 26470) berkata:

ثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ نَافِعِ بْنِ عُمَرَ، وَأَبُو عَامِرٍ، ثَنَا نَافِعٌ، عَنْ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ، عَنْ بَعْضِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -. قَالَ أَبُو عَامِرٍ: قَالَ نَافِعٌ: أَرَاهَا حَفْصَةَ، أَنَّهَا سُئِلَتْ عَنْ قِرَاءَةِ رَسُولِ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فَقَالَتْ: إِنَّكُمْ لَا تَسْتَطِيعُونَهَا. قَالَ: فَقِيلَ لَهَا: أَخْبِرِينَا بِهَا. قَالَ: فَقَرَأَتْ قِرَاءَةً تَرَسَّلَتْ فِيهَا. قَالَ أَبُو عَامِرٍ: قَالَ نَافِعٌ: فَحَكَى لَنَا ابْنُ أَبِي مُلَيْكَةَ: {بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} ثُمَّ قَطَعَ {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (2)} ثُمَّ قَطَعَ {الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (3)} ثُمَّ قَطَعَ {مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (4)}.

Telah menceritakan kepada kami Waki‘, dari Nafi‘ bin Umar, dan Abu ‘Amir. Nafi‘ berkata: Dari Ibnu Abi Mulaikah, dari salah satu istri Nabi . Abu ‘Amir berkata: Nafi‘ berkata, "Aku kira ia adalah Hafshah."

Istri Nabi itu ditanya tentang bacaan Rasulullah , lalu ia menjawab, "Kalian tidak akan mampu menirunya."

Lalu dikatakan kepadanya, "Beritahukanlah kepada kami." Maka ia membaca dengan tartil. 

Abu ‘Amir berkata: Nafi‘ berkata :

"Kemudian Ibnu Abi Mulaikah menceritakan kepada kami bahwa beliau membaca: *Bismillahir Rahmanir Rahim*, lalu berhenti. *Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin*, lalu berhenti. *Ar-Rahmanir Rahim*, lalu berhenti. *Maaliki yaumid din*, lalu berhenti." 

Al-Albani berkata:

هَذَا صَحِيحٌ، وَهُوَ مُتَابِعٌ قَوِيٌّ لِابْنِ جُرَيْجٍ فِي أَصْلِ الْحَدِيثِ، وَلَا يَضُرُّهُ أَنَّهُ لَمْ يُسَمِّ زَوْجَ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -، وَلَا أَنَّهُ سَمَّاهَا حَفْصَةَ؛ لِأَنَّهُ ظَنٌّ مِنْهُ، فَلَا يُعَارَضُ بِهِ مَنْ جَزَمَ بِأَنَّهَا أُمُّ سَلَمَةَ. وَاللَّهُ أَعْلَمُ.

"Hadis ini sahih, dan merupakan mutaba‘ah yang kuat bagi Ibnu Juraij dalam pokok hadis ini. Tidak berpengaruh bahwa istri Nabi dalam hadis ini tidak disebutkan namanya, atau bahwa ia disebut sebagai Hafshah, karena itu hanya dugaan. Maka, tidak dapat dijadikan dalil untuk menolak riwayat yang secara pasti menyebutkan bahwa ia adalah Ummu Salamah. Wallahu a‘lam." [*Irwa’ Al-Ghalil* (2/61)]

**Rincian perbedaan matan:** 

Hadis ini diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam *Syu‘ab Al-Iman* (2/435, no. 2319) dengan sanad yang serupa dengan sanad yang digunakan oleh Al-Mushannif, dari Abu ‘Abdillah Al-Hakim, dari Al-Husain Ath-Thusi, dari ‘Ali bin ‘Abdul ‘Aziz, dengan sanad tersebut. Dalam riwayat ini terdapat lafaz **{مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (4)}** dengan tambahan alif (*Maaliki*). 

Hadis ini juga diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam *Al-Mustadrak* (2/231) dari Al-Husain bin Al-Hasan bin Ayyub Ath-Thusi, dari ‘Ali bin ‘Abdul ‘Aziz, dengan sanad tersebut, dan dalam riwayatnya terdapat lafaz **{مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (4)}**. 

Al-Hakim berkata: "Hadis ini sahih berdasarkan syarat Al-Bukhari dan Muslim." 

Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ahmad dalam *Al-Musnad* (6/302), Abu Dawud dalam *Kitab Al-Huruf wa Al-Qira’at* (no. 4001), dan At-Tirmidzi dalam *Kitab Al-Qira’at*, bab tentang Surat Al-Fatihah (no. 2927), melalui jalur Yahya bin Sa‘id Al-Umawi. 

Dalam riwayat Ahmad, terdapat lafaz **{مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (4)}** dengan tambahan alif (*Maaliki*).

====****====

HUKUM MEMBACA AL-FATIHAH DALAM SATU NAFAS

****

FATWA IBNU QUDDAAMAH AL-HANBALI

Ibnu Qudamah dalam asy-Syarhul Kabiir 1/526 berkata :

وَالْمُسْتَحَبُّ أَنْ يَأْتِي بِهَا مُرَتَّبَةً مُعْرَبَةً يَقِفُ فِيهَا عِنْدَ كُلِّ آيَةٍ، وَيُمْكِنُ حُرُوفَ الْمَدِّ وَاللِّيْنِ مَا لَمْ يُخْرِجْهُ ذَلِكَ إِلَى التَّمْطِيطِ، لِقَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى: وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا. 

وَرُوِيَ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّهَا سُئِلَتْ عَنْ قِرَاءَةِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَقَالَتْ: كَانَ يَقْطَعُ قِرَاءَتَهُ آيَةً آيَةً: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ مِنَ الْمُسْنَدِ. 

وَعَنْ أَنَسٍ قَالَ: كَانَتْ قِرَاءَةُ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ مَدًّا مَدًّا، ثُمَّ قَرَأَ: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ يَمُدُّ بِاسْمِ، وَيَمُدُّ الرَّحْمَنَ، وَيَمُدُّ الرَّحِيمَ، أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ.

"Yang dianjurkan (mustahab) adalah membaca dengan tartil, teratur, dan berhenti pada setiap ayat, serta memperpanjang huruf mad dan lin selama tidak berlebihan hingga menjadi bertele-tele. Sebagaimana firman Allah: *Dan bacalah Al-Qur’an dengan tartil*." 

Diriwayatkan dari Ummu Salamah, ketika ditanya tentang bacaan Rasulullah , ia menjawab: "Beliau membaca ayat per ayat secara terputus-putus: *Bismillahir Rahmanir Rahim*, *Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin*, *Ar-Rahmanir Rahim*, *Maaliki yaumid din*." Hadis ini diriwayatkan dalam *Musnad Ahmad*. 

Dari Anas, ia berkata: "Bacaan Rasulullah panjang-panjang." Kemudian ia membaca *Bismillahir Rahmanir Rahim*, dengan memanjangkan *Bismillah*, memanjangkan *Ar-Rahman*, dan memanjangkan *Ar-Rahim*. Hadis ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari. [Selesai].

****

FATWA SYEIKH SHALEH AL-FAUZAN

[564-285] Apa hukum membaca Surah Al-Fatihah dalam satu napas atau dua napas?

Pertanyaan:  

فَضِيلَةُ الشَّيْخِ وَفَّقَكُمُ اللَّهُ، مَا يَفْعَلُهُ بَعْضُ الْأَئِمَّةِ مِنْ قِرَاءَةِ سُورَةِ الْفَاتِحَةِ بِنَفَسٍ وَاحِدٍ أَوْ بِنَفَسَيْنِ، هَلْ يُعَدُّ هَذَا مَشْرُوعًا؟ 

Fadhilatus Syaikh, semoga Allah memberikan taufik kepada Anda. Apa yang dilakukan sebagian imam yang membaca Surah Al-Fatihah dalam satu napas atau dua napas, apakah hal ini disyariatkan? 

Jawaban:  

هَذَا يَصِحُّ، لَكِنِ الْأُولَى أَنْ يَسْكُتَ عَلَى رُؤُوسِ الْآيَاتِ، كَمَا كَانَ النَّبِيُّ ﷺ يَسْكُتُ عَلَى رُؤُوسِ الْآيَاتِ، هَذَا هُوَ الْأَفْضَلُ.

Hal ini sah (boleh), tetapi yang lebih utama adalah berhenti di setiap akhir ayat, sebagaimana Nabi berhenti di setiap akhir ayat. Ini yang lebih utama. 

[Sumber: Fatawa Ad-Durus - Sifat Shalat - Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan – Masyruu’ Kibâr Al-'Ulamâ', No. 564-285]

****

FATWA PROF. DR. SHALAH ASH-SHAWI

Pertanyaan: 

إِذَا صَلَّيْنَا التَّرَاوِيحَ سَرِيعًا قَرَأَ الفَاتِحَةَ بِنَفَسٍ وَاحِدٍ فَكَيْفَ القَانُونُ؟ أَجِبْ رَجَاءً!

Jika kami melaksanakan shalat tarawih dengan cepat dan membaca Al-Fatihah dalam satu napas, bagaimana hukumnya? Tolong jawab! 

Jawaban: 

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، الحَمْدُ لِلَّهِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ، أَمَّا بَعْدُ: فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ خَالَفَ السُّنَّةَ، فَقَدْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقِفُ عَلَى رُؤُوسِ الآيِ، وَلَكِنْ لَا أَثَرَ لِهَذَا عَلَى صِحَّةِ صَلَاتِهِ، فَصَلَاتُهُ صَحِيحَةٌ، وَلَكِنْ يُذَكَّرُ بِالطُّمَأْنِينَةِ فَإِنَّهَا رُكْنٌ مِنْ أَرْكَانِ الصَّلَاةِ.

فَفِي صَحِيحِ البُخَارِيِّ ... : أنَّ رَسولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ دَخَلَ المَسْجِدَ فَدَخَلَ رَجُلٌ، فَصَلَّى، فَسَلَّمَ علَى النبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، فَرَدَّ وقالَ: ارْجِعْ فَصَلِّ، فإنَّكَ لَمْ تُصَلِّ، فَرَجَعَ يُصَلِّي كما صَلَّى، ثُمَّ جَاءَ، فَسَلَّمَ علَى النبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، فَقالَ: ارْجِعْ فَصَلِّ، فإنَّكَ لَمْ تُصَلِّ ثَلَاثًا، فَقالَ: والذي بَعَثَكَ بالحَقِّ ما أُحْسِنُ غَيْرَهُ، فَعَلِّمْنِي، فَقالَ: إذَا قُمْتَ إلى الصَّلَاةِ فَكَبِّرْ، ثُمَّ اقْرَأْ ما تَيَسَّرَ معكَ مِنَ القُرْآنِ، ثُمَّ ارْكَعْ حتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا، ثُمَّ ارْفَعْ حتَّى تَعْدِلَ قَائِمًا، ثُمَّ اسْجُدْ حتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا، ثُمَّ ارْفَعْ حتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا، وافْعَلْ ذلكَ في صَلَاتِكَ كُلِّهَا.) .

وفي الحديثِ: الأمرُ بالطُّمأنينةِ في الصَّلاةِ.وأن الصلاة لا تصح بدونها، والله تعالى أعلى وأعلم

Bismillahirrahmanirrahim. Segala puji bagi Allah, salawat dan salam atas Rasulullah , keluarganya, sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya. Amma ba’du: 

Barang siapa yang melakukan hal itu, maka ia telah menyelisihi sunnah. Sebab, Rasulullah berhenti di setiap akhir ayat. Namun, hal ini tidak berpengaruh terhadap keabsahan shalatnya (tidak berpengaruh terhadap sah dan tidaknya sholat), karena shalatnya tetap sah. Akan tetapi, ia perlu diingatkan tentang thuma’ninah, karena thuma’ninah adalah rukun dari rukun-rukun shalat. 

Dalam Shahih Al-Bukhari disebutkan bahwa Rasulullah masuk ke masjid, lalu seorang lelaki masuk dan mengerjakan shalat, kemudian memberi salam kepada Nabi .

Maka Nabi menjawab salamnya dan bersabda: "Kembalilah dan shalatlah, karena sesungguhnya engkau belum shalat."

Lelaki itu kembali shalat sebagaimana yang telah ia lakukan, lalu datang lagi dan memberi salam kepada Nabi .

Maka Nabi bersabda: "Kembalilah dan shalatlah, karena sesungguhnya engkau belum shalat." Hal itu terjadi tiga kali.

Kemudian lelaki tersebut berkata: "Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak bisa melakukan yang lebih baik dari ini, maka ajarilah aku."

Maka Nabi bersabda: "Jika engkau berdiri untuk shalat, bertakbirlah, lalu bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-Qur'an. Kemudian rukuklah hingga engkau tenang dalam rukuk, lalu bangkitlah hingga engkau berdiri tegak, kemudian sujudlah hingga engkau tenang dalam sujud, lalu bangkitlah hingga engkau tenang dalam posisi duduk. Lakukanlah hal itu dalam seluruh shalatmu." 

Hadis ini menunjukkan perintah untuk thuma’ninah dalam shalat dan bahwa shalat tidak sah tanpanya. Hanya Allah Ta’ala yang Maha Tinggi dan Maha Mengetahui”. [SELESAI]

****

FATWA PROF DR. KHALID AL-MUSHLIH AS-SULAMI

Pertanyaan :

هَلْ يَجُوزُ لِلْإِمَامِ أَنْ يَقْرَأَ سُورَةَ الْفَاتِحَةِ فِي نَفَسٍ وَاحِدٍ؟ 

Apakah diperbolehkan bagi imam membaca Surah Al-Fatihah dalam satu napas? 

Jawaban:

يَجُوزُ، وَلَكِنْ مُخَالِفٌ لِلسُّنَّةِ، فَالسُّنَّةُ أَنْ يَقِفَ عَلَى رُؤُوسِ الآيَاتِ.

Diperbolehkan, tetapi itu menyelisihi sunnah. Sunnahnya adalah berhenti di akhir setiap ayat. [SELESAI]

****

FATWA ISLAM WEB NO. (174193) :

الْحَمْدُ لِلَّهِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ، أَمَّا بَعْدُ: 

فَإِنَّ قِرَاءَةَ الْفَاتِحَةِ عَلَى الصِّفَةِ الْمَذْكُورَةِ جَائِزَةٌ، إِذَا لَمْ يُؤَدِّ ذَلِكَ إِلَى الْإِخْلَالِ بِمَخْرَجِ الْحَرْفِ أَوْ صِفَتِهِ أَوْ يُغَيِّرْ فِي الْمَعْنَى. 

أَمَّا الْحَدِيثُ الْمَذْكُورُ: فَلَمْ نَطَّلِعْ عَلَيْهِ بَعْدَ الْبَحْثِ عَنْهُ فِي كُتُبِ السُّنَّةِ، وَلَمْ نَقِفْ عَلَى مَا يُفِيدُ التَّرْغِيبَ فِي قِرَاءَةِ الْفَاتِحَةِ بِنَفَسٍ وَاحِدٍ، بَلْ إِنَّ ذَلِكَ مُخَالِفٌ لِلْأَفْضَلِ، وَهُوَ الْقِرَاءَةُ بِالْوَقْفِ عَلَى كُلِّ آيَةٍ.

Segala puji bagi Allah, salawat dan salam atas Rasulullah , keluarga, dan para sahabatnya. 

Membaca Al-Fatihah dengan cara yang disebutkan itu diperbolehkan, asalkan tidak menyebabkan kekeliruan dalam pengucapan huruf, sifatnya, atau mengubah maknanya. 

Adapun hadis yang disebutkan, kami tidak menemukannya setelah menelusurinya dalam kitab-kitab hadis, dan tidak ada dalil yang menganjurkan membaca Al-Fatihah dalam satu napas. Justru, hal itu bertentangan dengan yang lebih utama, yaitu membaca dengan berhenti pada setiap ayat, sebagaimana disebutkan dalam hadis yang sahih. [SELESAI]

----

Syeikh al-Albani berkata :

وَإِذَا كَانَ هُوَ يَقْرَأُ عَلَى مَذْهَبِ ابْنِ عَرَبِي هَذَا النَّكِرَةِ " أَنَّ مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الفَاتِحَةِ بِنَفَسٍ وَاحِدٍ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ أَجْرَ الأَنْبِيَاءِ وَالرُّسُلِ وَالمَلَائِكَةِ وَإِلَى آخِرِهِ "، فِي بَعْضِ الأَئِمَّةِ اليَوْمَ لَيْسَ تَطْبِيقًا لِهَذَا الحَدِيثِ رُبَّمَا مَا عِنْدَهُمْ خَبَرُهُ، لَكِنْ اِسْتِعْجَالًا فِي الأَمْرِ يَبْدَأُ يَقْرَأُ الفَاتِحَةَ بِنَفَسٍ وَاحِدٍ،

Dan jika ia membaca dengan mengikuti pendapat Ibnu Arabi yang tidak dikenal ini, yaitu: 

*"Barang siapa membaca Surah Al-Fatihah dalam satu napas, maka Allah akan mencatat baginya pahala para nabi, rasul, dan malaikat, serta seterusnya"*, 

Maka di antara imam-imam hari ini, mungkin bukan karena menerapkan hadis ini -karena mereka mungkin tidak mengetahuinya- tetapi lebih karena terburu-buru dalam perkara ini, sehingga mereka mulai membaca Al-Fatihah dalam satu napas. 

[Sumber: Ahlul Hadits wal Atsar / Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani / Muta-farriqat Rihlatun Nur-132]

===***===

ULAMA YANG MENGANGGAP BID’AH BACA AL-FATIHAH DALAM SATU NAFAS :

Dalam kitab "Bid'ah Al-Qurra'" oleh Muhammad Musa (13) dan "As-Sunan wal Mubtada'at" oleh Asy-Syaqiri (hal. 215) dinyatakan bahwa : Bid'ah membaca (Al-Fatihah) dalam satu napas.

===****===

HADITS TENTANG KEUTAMAAN BACA “AL-FATIHAH” DALAM SATU NAFAS :

Ibnu Al-Jauzi berkata dalam "Ahadits Musalsalat", halaman 7, nomor 6: 

6 - حَدَّثَنَا أَبُو الْقَاسِمِ بْنُ الطُّوسِيِّ، وَقَالَ: بِاللَّهِ الْعَظِيمِ لَقَدْ حَدَّثَنَا الْقَاضِي الإِمَامُ تَاجُ الإِسْلامِ، قَالَ: بِاللَّهِ الْعَظِيمِ، لَقَدْ حَدَّثَنَا شَيْخُنَا الطُّرَيْثِيثِيُّ، وَقَالَ: بِاللَّهِ الْعَظِيمِ، لَقَدْ حَدَّثَنَا الرَّئِيسُ أَبُو بَكْرٍ الْفَضْلُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْكَاتِبُ الْهَرَوِيُّ، فِي جَامِعِ الْمَنْصُورِ، فِي جُمَادَى الآخِرَةِ، سَنَةَ أَرْبَعٍ وَسِتِّينَ وَأَرْبَعِ مِائَةٍ، قَدِمَ عَلَيْنَا حَاجًّا، وَقَالَ: بِاللَّهِ الْعَظِيمِ، لَقَدْ حَدَّثَنَا الشَّيْخُ الإِمَامُ أَبُو بَكْرٍ مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيٍّ الشَّاشِيُّ الشَّافِعِيُّ، مِنْ لَفْظِهِ، بِكُوهَكَ مِنْ بِلادِ الْهِنْدِ ، وَقَالَ: بِاللَّهِ الْعَظِيمِ، لَقَدْ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ الْمَعْرُوفُ بِأَبِي نَصْرٍ السَّرْخَسِيِّ، وَقَالَ: بِاللَّهِ الْعَظِيمِ، لَقَدْ حَدَّثَنَا الشَّيْخُ الإِمَامُ أَبُو بَكْرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْفَضْلِ، وَقَالَ: بِاللَّهِ الْعَظِيمِ، لَقَدْ حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ يَحْيَى الْوَرَّاقُ الْفَقِيهُ، وَقَالَ: بِاللَّهِ الْعَظِيمِ، لَقَدْ حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ يُونُسَ الطَّوِيلُ الْفَقِيهُ، وَقَالَ: بِاللَّهِ الْعَظِيمِ، لَقَدْ حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ الْعَلَوِيُّ الزَّاهِدُ، وَقَالَ: بِاللَّهِ الْعَظِيمِ، لَقَدْ حَدَّثَنِي مُوسَى بْنُ عِيسَى، وَقَالَ: بِاللَّهِ الْعَظِيمِ، لَقَدْ حَدَّثَنِي أَبُو بَكْرٍ الرَّاحِبِيُّ، بِالْبَصْرَةِ، وَقَالَ: بِاللَّهِ الْعَظِيمِ، لَقَدْ حَدَّثَنِي عَمَّارُ بْنُ مُوسَى الْبَرْمَكِيُّ، فَقَالَ: بِاللَّهِ الْعَظِيمِ، لَقَدْ حَدَّثَنِي أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ، وَقَالَ: بِاللَّهِ الْعَظِيمِ، لَقَدْ حَدَّثَنِي عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ، وَقَالَ: بِاللَّهِ الْعَظِيمِ، لَقَدْ حَدَّثَنِي أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، وَقَالَ: بِاللَّهِ الْعَظِيمِ، لَقَدْ حَدَّثَنِي مُحَمَّدٌ الْمُصْطَفَى صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَقَالَ: بِاللَّهِ الْعَظِيمِ، لَقَدْ حَدَّثَنِي جِبْرِيلُ، وَقَالَ: بِاللَّهِ الْعَظِيمِ، لَقَدْ حَدَّثَنِي مِيكَائِيلُ عَلَيْهِ السَّلامُ، وَقَالَ: بِاللَّهِ الْعَظِيمِ، لَقَدْ حَدَّثَنِي إِسْرَافِيلُ عَلَيْهِ السَّلامُ، وَقَالَ: بِاللَّهِ، قَالَ اللَّهُ تَعَالَى لِي:

" يَا إِسْرَافِيلُ، بِعِزَّتِي وَجَلالِي، وَجُودِي وَكَرَمِي،‌‌ مَنْ قَرَأَ: (بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ) ‌مُتَّصِلَةً ‌بِفَاتِحَةِ ‌الْكِتَابِ ‌مَرَّةً ‌وَاحِدَةً، اشْهَدُوا عَلَيَّ أَنِّي قَدْ غَفَرْتُ لَهُ، وَقَبِلْتُ مِنْهُ الْحَسَنَاتِ، وَتَجَاوَزْتُ عَنِ السَّيِّئَاتِ، وَلا أَحْرِقُ لِسَانَهُ فِي النَّارِ، وَأُجِيرُهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَعَذَابِ النَّارِ، وَعَذَابِ الْقِيَامَةِ، وَالْفَزَعِ الأَكْبَرِ، وَيَلْقَانِي قَبْلَ الأَنْبِيَاءِ وَالأَوْلِيَاءِ ".

“ 6 - Telah menceritakan kepada kami Abu Al-Qasim bin Ath-Thusi, dan ia berkata: "Demi Allah Yang Maha Agung, sungguh telah menceritakan kepada kami Al-Qadhi Al-Imam Tajul Islam, ia berkata: 'Demi Allah Yang Maha Agung, sungguh telah menceritakan kepada kami guru kami Ath-Thuraithitsi, dan ia berkata: 'Demi Allah Yang Maha Agung, sungguh telah menceritakan kepada kami Ar-Rais Abu Bakr Al-Fadhl bin Muhammad Al-Katib Al-Harawi, di Masjid Al-Manshur, pada bulan Jumadil Akhir tahun 464 H, ketika ia datang kepada kami sebagai jamaah haji. Dan ia berkata: 'Demi Allah Yang Maha Agung, sungguh telah menceritakan kepada kami Asy-Syaikh Al-Imam Abu Bakr Muhammad bin Ali Asy-Syasyi Asy-Syafi'i, dari lisannya sendiri, di Kuwahak, salah satu daerah di India. Dan ia berkata: 'Demi Allah Yang Maha Agung, sungguh telah menceritakan kepada kami Abdullah yang dikenal dengan Abu Nashr As-Sarkhasi. Dan ia berkata: 'Demi Allah Yang Maha Agung, sungguh telah menceritakan kepada kami Asy-Syaikh Al-Imam Abu Bakr Muhammad bin Al-Fadhl. Dan ia berkata: 'Demi Allah Yang Maha Agung, sungguh telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Muhammad bin Ali bin Yahya Al-Warraq Al-Faqih. Dan ia berkata: 'Demi Allah Yang Maha Agung, sungguh telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Yunus Ath-Thawil Al-Faqih. Dan ia berkata: 'Demi Allah Yang Maha Agung, sungguh telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Al-Hasan Al-Alawi Az-Zahid. Dan ia berkata: 'Demi Allah Yang Maha Agung, sungguh telah menceritakan kepadaku Musa bin Isa. Dan ia berkata: 'Demi Allah Yang Maha Agung, sungguh telah menceritakan kepadaku Abu Bakr Ar-Rahibi di Bashrah. Dan ia berkata: 'Demi Allah Yang Maha Agung, sungguh telah menceritakan kepadaku Ammar bin Musa Al-Barmaqi. Dan ia berkata: 'Demi Allah Yang Maha Agung, sungguh telah menceritakan kepadaku Anas bin Malik. Dan ia berkata: 'Demi Allah Yang Maha Agung, sungguh telah menceritakan kepadaku Ali bin Abi Thalib. Dan ia berkata: 'Demi Allah Yang Maha Agung, sungguh telah menceritakan kepadaku Abu Bakr radhiyallahu 'anhu. Dan ia berkata: 'Demi Allah Yang Maha Agung, sungguh telah menceritakan kepadaku Muhammad Al-Musthafa . Dan ia berkata: 'Demi Allah Yang Maha Agung, sungguh telah menceritakan kepadaku Jibril. Dan ia berkata: 'Demi Allah Yang Maha Agung, sungguh telah menceritakan kepadaku Mikail 'alaihissalam. Dan ia berkata: 'Demi Allah Yang Maha Agung, sungguh telah menceritakan kepadaku Israfil 'alaihissalam. Dan ia berkata: 'Demi Allah, Allah Ta'ala berfirman kepadaku: 

"Wahai Israfil, demi kemuliaan dan keagungan-Ku, kedermawanan dan kemurahan-Ku, barang siapa membaca (Bismillah ar-Rahman ar-Rahim) bersambung dengan Al-Fatihah satu kali, maka saksikanlah bahwa Aku telah mengampuninya, menerima amal baiknya, menghapuskan kesalahannya, tidak akan membakar lisannya di neraka, melindunginya dari azab kubur, azab neraka, azab hari kiamat, serta ketakutan yang besar, dan ia akan bertemu dengan-Ku sebelum para nabi dan wali."

As-Suyuthi menyebutkannya dalam "Az-Ziyadat ‘ala Al-Maudhu‘at" (1/395, no. 466), dan Nuruddin Al-Kinani dalam "Tanzih Asy-Syari'ah Al-Marfu'ah" (2/144). 

Diriwayatkan juga oleh Al-Ayyubi dalam **Al-Manahil As-Silsilah** (hal. 188-189), serta Al-Fadani dalam **Al-'Ijalah** (hal. 17-18) melalui jalur Abu Bakr Muhammad bin Ali Asy-Syasyi Asy-Syafi'i. 

As-Sakhawi berkata:

هَذَا بَاطِلٌ مَتْنًا وَتَسَلْسُلًا، وَلَوْلَا قَصْدُ بَيَانِهِ مَا اسْتَبَحْتُ حِكَايَتَهُ، قَبَّحَ اللَّهُ وَاضِعَهُ

"Hadis ini batil dari segi matan dan sanadnya. Seandainya bukan karena ingin menjelaskan kebatilannya, aku tidak akan menceritakannya. Semoga Allah memburukkan orang yang membuatnya." (*Al-Manahil As-Silsilah*, hal. 189). 

Ibnu ‘Iraq menyebutkannya dalam Tanzih Asy-Syari'ah (2/114, no. 98) dan berkata:

إِنَّهُ لَكَذِبٌ بَيِّنٌ وَبُهْتَانٌ عَظِيمٌ

"Ini adalah kebohongan yang nyata dan kedustaan yang besar."

*****

HADITS TENTANG KEUTAMAAN BACA “AMIIN” SETELAH AL-FATIHAH :

Al-Imam asy-Syawkani dalam “Fathul Qodir” 1/31 berkata :

وَأَخْرَجَ الدَّيْلَمِيُّ عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ قَرَأَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، ثُمَّ قَرَأَ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ، ثُمَّ قَالَ آمِينْ، ‌لَمْ ‌يَبْقَ ‌مَلَكٌ ‌فِي ‌السَّمَاءِ ‌مُقَرَّبٌ ‌إِلَّا ‌اسْتَغْفَرَ ‌لَهُ»

Dan Ad-Dailami meriwayatkan dari Anas radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah bersabda: 

*"Barang siapa membaca 'Bismillahirrahmanirrahim', kemudian membaca Surah Al-Fatihah, lalu mengucapkan 'Aamiin', maka tidak ada satu malaikat pun yang dekat di langit kecuali akan memohonkan ampun untuknya."*

[Baca pula : At-Ta’min ‘Aqba al-Fatihah Fi ash-Sholat hal. 178 karya Abdullah bin Ibrahim az-Zahim].

  

Posting Komentar

0 Komentar