STUDY HADITS : TENTANG AMALAN ORANG
BERIMAN YANG MASIH HIDUP DIPERLIHATKAN KEPADA KERABAT-NYA YANG BERIMAN YANG
TELAH WAFAT
Di Tulis oleh Abu Haitsam Fakhri
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
DAFTAR ISI :
- PEMBAHASAN PERTAMA : Tentang : **pertanyaan arwah orang-orang beriman terhadap ruh seorang mukmin yang baru meninggal** tentang kabar keluarganya dan kerabatnya yang masih hidup, tanpa ada peristiwa diperlihatkannya amal.
- PEMBAHASAN KE DUA : Tentang: hadits-hadits yang menyebutkan diperlihatkannya amalan orang-orang beriman yang masih hidup kepada kerabat mereka dari kalangan orang-orang beriman yang telah meninggal sebelum mereka.
- PEMBAHASAN KETIGA: PERNYATAAN SEKELOMPOK ULAMA
****
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
PENDAHULUAN:
Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, ia
berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:
«إِنَّ أَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَى أَقَارِبِكُمْ
وَعَشَائِرِكُمْ مِنَ الْأَمْوَاتِ، فَإِنْ كَانَ خَيْرًا اسْتَبْشَرُوا بِهِ، وَإِنْ
كَانَ غَيْرَ ذَلِكَ، قَالُوا: اللَّهُمَّ لَا تُمِتْهُمْ، حَتَّى تَهْدِيَهُمْ كَمَا
هَدَيْتَنَا».
*"Sesungguhnya amalan kalian diperlihatkan kepada kerabat dan keluarga kalian yang telah meninggal. Jika itu adalah kebaikan, mereka bergembira dengannya. Namun, jika bukan demikian, mereka berkata: 'Ya Allah, janganlah Engkau matikan mereka sebelum Engkau memberi mereka hidayah sebagaimana Engkau telah memberi kami hidayah.'"*
===***===
PEMBAHASAN PERTAMA:
Tentang "pertanyaan arwah
orang-orang beriman terhadap ruh seorang mukmin yang baru meninggal" tentang
kabar keluarganya dan kerabatnya yang masih hidup, tanpa ada peristiwa
diperlihatkannya amal.
Hal ini telah ada ketetapan dalam
hadits berikut yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu.
HADITS PERTAMA :
Diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad dalam
*As-Sunnah* (1447), Ath-Thabari dalam *Tahdzib al-Atsar* (2/502), dan Al-Bazzar
dalam *Musnad*-nya (9760), dari jalur Yazid bin Kaisan, dari Abu Hazim, dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:
(إِنَّ الْمُؤْمِنَ حِينَ يَنْزِلُ بِهِ
الْمَوْتُ وَيُعَايِنُ مَا يُعَايِنُ وَدَّ أَنَّهَا قَدْ خَرَجَتْ ، وَاللَّهُ
يُحِبُّ لِقَاءَهُ ، وَإِنَّ الْمُؤْمِنَ يُصْعَدُ بِرُوحِهِ إِلَى السَّمَاءِ ،
فَتَأْتِيهِ أَرْوَاحُ الْمُؤْمِنِينَ فَيَسْتَخْبِرُونَهُ عَنْ مَعَارِفِهِمْ
مِنْ أَهْلِ الْأَرْضِ ، فَإِذَا قَالَ: تَرَكْتُ فُلَانًا فِي الدُّنْيَا ،
أَعْجَبَهُمْ ذَلِكَ ، فَإِذَا قَالَ: إِنَّ فُلَانًا قَدْ فَارَقَ الدُّنْيَا
قَالُوا: مَا جِيءَ بِرُوحِ ذَلِكَ إِلَيْنَا).
*"Sesungguhnya seorang mukmin ketika
ajal menjemputnya dan ia melihat apa yang dilihatnya, ia pun berharap segera
keluar dari dunia ini, dan Allah mencintai perjumpaan dengannya. Ketika ruh
seorang mukmin diangkat ke langit, ruh-ruh orang mukmin lainnya akan
mendatanginya dan menanyakan tentang orang-orang yang mereka kenal di dunia.
Jika ia berkata: ‘Aku meninggalkan si fulan di dunia,’ mereka merasa senang.
Tetapi jika ia berkata: ‘Si fulan telah meninggal dunia,’ mereka berkata:
‘Kenapa ruhnya belum datang kepada kami?’”*
Sanad hadits ini hasan karena adanya
periwayat Al-Walid bin Al-Qasim. Ahmad menganggapnya tsiqah, sementara Yahya
bin Ma’in mendhaifkannya.
Namun, Imam Ahmad juga berkata:
"كَتَبْنَا عَنْهُ أَحَادِيثَ حِسَانًا عَنْ
يَزِيدَ بْنِ كَيْسَانَ فَاكْتُبُوا عَنْهُ".
*"Kami menulis darinya hadits-hadits
yang baik dari Yazid bin Kaisan, maka tulislah darinya."* (Lihat *Tahdzib
at-Tahdzib*, 245). Syaikh Al-Albani menghasankan sanadnya dalam *Al-Ayat
al-Bayyinat* (hal. 91).
HADITS KEDUA :
Hadits yang diriwayatkan oleh:
- An-Nasa'i dalam *Sunan*-nya (1833),
- Ibnu Hibban dalam *Shahih*-nya (3014),
- Al-Bazzar dalam *Musnad*-nya (9540),
- Al-Hakim dalam *Al-Mustadrak* (1302),
- Al-Baihaqi dalam *Itsbat 'Adzab Al-Qabr*
(36), melalui jalur *Qatadah*, dari
*Qasamah bin Zuhair*, dari *Abu Hurairah*, bahwa Nabi ﷺ bersabda:
(
إِذَا حُضِرَ الْمُؤْمِنُ أَتَتْهُ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ بِحَرِيرَةٍ بَيْضَاءَ
، فَيَقُولُونَ: اخْرُجِي رَاضِيَةً مَرْضِيًّا عَنْكِ إِلَى رَوْحِ اللَّهِ
وَرَيْحَانٍ ، وَرَبٍّ غَيْرِ غَضْبَانَ ، فَتَخْرُجُ كَأَطْيَبِ رِيحِ الْمِسْكِ
، حَتَّى إنَّهُ لَيُنَاوِلُهُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا ، حَتَّى يَأْتُونَ بِهِ بَابَ
السَّمَاءِ ، فَيَقُولُونَ: مَا أَطْيَبَ هَذِهِ الرِّيحَ الَّتِي جَاءَتْكُمْ
مِنَ الْأَرْضِ ، فَيَأْتُونَ بِهِ أَرْوَاحَ الْمُؤْمِنِينَ فَلَهُمْ أَشَدُّ
فَرَحًا بِهِ مِنْ أَحَدِكُمْ بِغَائِبِهِ يَقْدَمُ عَلَيْهِ ، فَيَسْأَلُونَهُ:
مَاذَا فَعَلَ فُلَانٌ؟ مَاذَا فَعَلَ فُلَانٌ؟ فَيَقُولُونَ: دَعُوهُ فَإِنَّهُ
كَانَ فِي غَمِّ الدُّنْيَا ، فَإِذَا قَالَ: أَمَا أَتَاكُمْ؟ قَالُوا: ذُهِبَ
بِهِ إِلَى أُمِّهِ الْهَاوِيَةِ ، وَإِنَّ الْكَافِرَ إِذَا احْتُضِرَ أَتَتْهُ
مَلَائِكَةُ الْعَذَابِ بِمِسْحٍ فَيَقُولُونَ: اخْرُجِي سَاخِطَةً مَسْخُوطًا
عَلَيْكِ ، إِلَى عَذَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ ، فَتَخْرُجُ كَأَنْتَنِ رِيحِ
جِيفَةٍ ، حَتَّى يَأْتُونَ بِهِ بَابَ الْأَرْضِ ، فَيَقُولُونَ: مَا أَنْتَنَ
هَذِهِ الرِّيحَ ، حَتَّى يَأْتُونَ بِهِ أَرْوَاحَ الْكُفَّارِ).
"Ketika seorang mukmin menjelang
kematiannya, malaikat rahmat mendatanginya dengan membawa kain sutra putih,
lalu mereka berkata:
'Keluarlah dengan ridha dan dalam keadaan
diridhai, menuju rahmat dan wewangian Allah serta kepada Tuhan yang tidak
murka.'
Maka ruhnya keluar dengan aroma seharum
minyak kesturi, hingga mereka saling menyerahkannya satu sama lain hingga
sampai ke pintu langit.
Mereka berkata: 'Alangkah harumnya aroma yang
datang dari bumi ini.'
Kemudian ruh itu dibawa kepada arwah
orang-orang beriman. Mereka lebih bahagia menyambutnya dibandingkan salah
seorang dari kalian menyambut keluarganya yang datang setelah lama pergi.
Lalu mereka (ruh-ruh orang beriman) bertanya
kepadanya: 'Apa yang dilakukan si Fulan? Apa yang dilakukan si Fulan?'
Namun mereka (para malaikat yang membawa-nya)
berkata: 'Biarkan dia, karena dia baru saja mengalami kesulitan dunia.'
Jika ruh itu berkata: 'Bukankah dia telah
datang kepada kalian?' Mereka (rurh-ruh orang beriman) menjawab: 'Ia telah
dibawa ke tempat kembalinya , yaitu neraka *Al-Hawiyah*.'"
"Adapun jika orang kafir menjelang
kematiannya, malaikat azab mendatanginya dengan membawa kain kasar. Mereka (para
malaikat) berkata:
'Keluarlah dalam keadaan murka dan dimurkai
menuju azab Allah.'
Maka ruhnya keluar dengan bau sebusuk
bangkai, hingga mereka membawanya ke pintu bumi. Mereka (para malaikat) berkata:
'Alangkah busuknya bau ini,' hingga ruh itu dibawa kepada arwah orang-orang
kafir."
Hadits ini memiliki sanad yang
**shahih**.
Sanadnya dianggap kuat oleh Al-'Iraqi dalam
*Al-Mughni 'an Hamlil-Asfar* (7/228). Hadits ini juga dinyatakan **shahih**
oleh **Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah** dalam *Majmu' Al-Fatawa* (5/450) dan
**Syaikh Al-Albani** dalam *As-Silsilah Ash-Shahihah* (1309).
Dalam sunnah Nabi yang shahih disebutkan
bahwa ruh-ruh orang beriman saling mengunjungi di kubur dan bertanya kepada
orang yang baru meninggal setelah mereka dimakamkan tentang kabar keluarga
mereka di dunia.
FIQIH HADITS :
Hadits Abu Hurairah ini menunjukkan bahwa orang
yang baru meninggal akan memberi tahu arwah orang-orang beriman tentang keluarga,
kerabat dan sahabat mereka yang mukmin yang masih hidup.
Dan inilah cara yang dibenarkan bahwa orang
yang telah meninggal mengetahui kabar keluarga mereka yang masih hidup.
Ruh terbagi menjadi dua : [1]- Ruh yang disiksa. [2] Ruh
yang diberi kenikmatan.
Ruh yang disiksa sibuk dengan siksaan yang
mereka alami sehingga tidak bertanya kepada orang yang baru meninggal tentang
kabar keluarga mereka, juga tidak saling mengunjungi atau bertemu. Sedangkan
ruh yang diberi kenikmatan, yang bebas dan tidak tertahan, saling bertemu,
saling mengunjungi, dan saling mengenang apa yang pernah terjadi di dunia serta
apa yang terjadi pada keluarga mereka di dunia.
Ya, telah ditegaskan dalam dalil bahwa
ruh-ruh orang beriman dapat saling bertemu dan saling mengunjungi.
Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah
berkata:
وَأَمَّا قَوْلُهُ
" هَلْ تَجْتَمِعُ رُوحُهُ مَعَ أَرْوَاحِ أَهْلِهِ وَأَقَارِبِهِ ؟ " :
فَفِي الْحَدِيثِ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ وَغَيْرِهِ مِنَ السَّلَفِ وَرَوَاهُ
أَبُو حَاتِمٍ فِي الصَّحِيحِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
: " أَنَّ الْمَيِّتَ إِذَا عُرِجَ بِرُوحِهِ تَلَقَّتْهُ الْأَرْوَاحُ يَسْأَلُونَهُ
عَنِ الْأَحْيَاءِ فَيَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ : دَعُوهُ حَتَّى يَسْتَرِيحَ ، فَيَقُولُونَ
لَهُ : مَا فَعَلَ فُلَانٌ ؟ فَيَقُولُ : عَمِلَ عَمَلَ صَلَاحٍ ، فَيَقُولُونَ : مَا
فَعَلَ فُلَانٌ ؟ فَيَقُولُ : أَلَمْ يَقْدَمْ عَلَيْكُمْ ؟ فَيَقُولُونَ : لَا، فَيَقُولُونَ:
ذُهِبَ بِهِ إِلَى الْهَاوِيَةِ " .
وَلَمَّا كَانَتْ
أَعْمَالُ الْأَحْيَاءِ تُعْرَضُ عَلَى الْمَوْتَى : كَانَ أَبُو الدَّرْدَاءِ يَقُولُ
: " اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَعْمَلَ عَمَلًا أُخْزَى بِهِ عِنْدَ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ رَوَاحَةَ " ، فَهَذَا اجْتِمَاعُهُمْ عِنْدَ قُدُومِهِ يَسْأَلُونَهُ
فَيُجِيبُهُمْ .
وَأَمَّا اسْتِقْرَارُهُمْ
فَبِحَسَبِ مَنَازِلِهِمْ عِنْدَ اللَّهِ ، فَمَنْ كَانَ مِنَ الْمُقَرَّبِينَ : كَانَتْ
مَنْزِلَتُهُ أَعْلَى مِنْ مَنْزِلَةِ مَنْ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ الْيَمِينِ ، لَكِنَّ
الْأَعْلَى يَنْزِلُ إِلَى الْأَسْفَلِ وَالْأَسْفَلُ لَا يَصْعَدُ إِلَى الْأَعْلَى
، فَيَجْتَمِعُونَ إِذَا شَاءَ اللَّهُ كَمَا يَجْتَمِعُونَ فِي الدُّنْيَا ، مَعَ
تَفَاوُتِ مَنَازِلِهِمْ وَيَتَزَاوَرُونَ .
وَسَوَاءٌ كَانَتِ
الْمَدَافِنُ مُتَبَاعِدَةً فِي الدُّنْيَا أَوْ مُتَقَارِبَةً ، قَدْ تَجْتَمِعُ الْأَرْوَاحُ
مَعَ تَبَاعُدِ الْمَدَافِنِ ، وَقَدْ تَفْتَرِقُ مَعَ تَقَارُبِ الْمَدَافِنِ ، يُدْفَنُ
الْمُؤْمِنُ عِنْدَ الْكَافِرِ ، وَرُوحُ هَذَا فِي الْجَنَّةِ ، وَرُوحُ هَذَا فِي
النَّارِ ، وَالرَّجُلَانِ يَكُونَانِ جَالِسَيْنِ أَوْ نَائِمَيْنِ فِي مَوْضِعٍ وَاحِدٍ
وَقَلْبُ هَذَا يُنَعَّمُ ، وَقَلْبُ هَذَا يُعَذَّبُ ، وَلَيْسَ بَيْنَ الرُّوحَيْنِ
اتِّصَالٌ ، فَالْأَرْوَاحُ كَمَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
: " جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ ، فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ ، وَمَا تَنَاكَرَ
مِنْهَا اخْتَلَفَ " رَوَاهُ مُسْلِمٌ (2638).
Adapun pertanyaan "Apakah ruh seseorang
akan berkumpul dengan ruh keluarga dan kerabatnya?" Maka dalam sebuah
hadits dari Abu Ayyub Al-Anshari dan selainnya dari kalangan salaf, yang
diriwayatkan oleh Abu Hatim dalam kitab *Ash-Shahih* dari Nabi ﷺ, disebutkan:
*"Apabila ruh seorang yang meninggal
diangkat, maka ruh-ruh lainnya akan menyambutnya, lalu mereka menanyainya
tentang keadaan orang-orang yang masih hidup. Sebagian dari mereka berkata,
‘Biarkan dia beristirahat terlebih dahulu.’ Kemudian mereka bertanya, ‘Apa yang
dilakukan si Fulan?’ Ia menjawab, ‘Ia melakukan amal shalih.’ Mereka bertanya
lagi, ‘Apa yang dilakukan si Fulan?’ Ia menjawab, ‘Bukankah dia sudah datang
kepada kalian?’ Mereka berkata, ‘Belum.’ Maka mereka berkata, ‘Ia telah dibawa
ke tempat kehancuran (neraka Hawiyah).’”*
Karena amal perbuatan orang yang masih hidup
diperlihatkan kepada orang-orang yang telah meninggal, maka Abu Darda'
radhiyallahu 'anhu pernah berdoa:
*"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu
dari melakukan amal yang memalukan di hadapan Abdullah bin Rawahah."*
Hal ini menunjukkan bahwa ketika ruh
seseorang tiba, ruh-ruh lainnya menyambutnya dan menanyakan keadaannya.
Adapun tempat mereka menetap bergantung pada
kedudukan mereka di sisi Allah. Barang siapa termasuk golongan yang didekatkan
kepada Allah, maka kedudukannya lebih tinggi dibandingkan golongan kanan.
Namun, yang berada di tempat yang lebih tinggi dapat turun ke tempat yang lebih
rendah, sedangkan yang berada di tempat rendah tidak dapat naik ke tempat yang
lebih tinggi. Mereka bisa berkumpul jika Allah menghendaki, sebagaimana mereka
bisa berkumpul di dunia, meskipun kedudukan mereka berbeda-beda dan mereka
saling mengunjungi.
Baik kuburan mereka berjauhan di dunia maupun
berdekatan, ruh-ruh itu dapat berkumpul meskipun kuburan berjauhan, atau dapat
terpisah meskipun kuburan berdekatan. Seorang mukmin bisa dikuburkan di sebelah
kafir, namun ruh mukmin berada di surga, sedangkan ruh kafir berada di neraka.
Dua orang yang duduk atau tidur di tempat yang sama bisa saja salah satunya
mendapatkan nikmat, sedangkan yang lain mendapatkan azab, tanpa ada hubungan
antara ruh keduanya.
Sebagaimana sabda Nabi ﷺ: "Ruh-ruh itu
seperti tentara yang berseragam. Apa saja yang membuat mereka saling mengenal
di antara mereka, maka mereka akan saling bersatu, dan apa yang membuat mereka saling
tidak mengenal, maka mereka akan saling berselisih." (HR. Muslim, no. 2638). [Lihat : *Majmu’ Al-Fatawa*, 24/368].
===***===
PEMBAHASAN KE DUA :
Tentang : "hadits-hadits yang
menyebutkan diperlihatkannya amalan orang-orang beriman kepada kerabat mereka
dari kalangan orang-orang beriman yang telah meninggal sebelum mereka".
Yaitu dalam beberapa pembahasan
sebagai berikut :
*****
Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, ia
berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:
«إِنَّ أَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَى أَقَارِبِكُمْ
وَعَشَائِرِكُمْ مِنَ الْأَمْوَاتِ، فَإِنْ كَانَ خَيْرًا اسْتَبْشَرُوا بِهِ، وَإِنْ
كَانَ غَيْرَ ذَلِكَ، قَالُوا: اللَّهُمَّ لَا تُمِتْهُمْ، حَتَّى تَهْدِيَهُمْ كَمَا
هَدَيْتَنَا».
*"Sesungguhnya amalan kalian
diperlihatkan kepada kerabat dan keluarga kalian yang telah meninggal. Jika itu
adalah kebaikan, mereka bergembira dengannya. Namun, jika bukan demikian,
mereka berkata: 'Ya Allah, janganlah Engkau matikan mereka sebelum Engkau
memberi mereka hidayah sebagaimana Engkau telah memberi kami
hidayah.'"*
(Hadits ini dhaif jiddan / lemah sekali).
**Kesimpulan Singkat tentang Derajat Hadits diatas :**
Kesimpulan mengenai hadits ini adalah bahwa
ia diriwayatkan dengan sanad yang di dalamnya terdapat perawi yang tidak
dikenal. Setelah diteliti apakah ada syawahid (riwayat pendukung) yang
menguatkannya, ditemukan beberapa syawahid marfu', namun setiap jalur
periwayatannya mengandung perawi pendusta atau yang ditinggalkan. Oleh karena
itu, syawahid tersebut tidak dapat menguatkan hadits ini yang derajatnya
lemah.
Makna hadits ini juga ditemukan dalam dua
atsar dari Abu Ayyub dan Abu Darda' radhiyallahu 'anhuma, tetapi keduanya tidak
dapat dipastikan kebenarannya karena terdapat keterputusan dalam sanadnya.
Syeikh Muhammad Toha Sya’ban dalam Takhrij
hadits diatas berkata :
وَقَدْ صَحَّحَ
العَلَّامَةُ الأَلْبَانِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ هَذَا الحَدِيثَ بِكَثْرَةِ شَوَاهِدِهِ
المَرْفُوعَةِ وَالمَوْقُوفَةِ، وَلَمْ يُصِبْ فِي هَذَا رَحِمَهُ اللَّهُ.
“Syaikh Al-Albani rahimahullah telah
mensahihkan hadits ini berdasarkan banyaknya syawahid yang marfu' maupun
mauquf, namun dalam hal ini beliau rahimahullah keliru”.
===***===
**RINCIAN TAKHRIJ HADITS:**
Diriwayatkan oleh Ahmad dalam *Al-Musnad* (12683),
Abdullah bin Ahmad dalam *As-Sunnah* (1455) dan Abu Ya‘la dalam *Musnad*-nya
sebagaimana disebut dalam *Ghayat al-Maqshad fi Zawaid al-Musnad* (1267), dari
jalur ‘Abd al-Razzaq, ia berkata: Telah mengabarkan kepada kami Sufyan, dari
seseorang yang mendengar Anas bin Malik berkata: Nabi ﷺ bersabda:
(إِنَّ
أَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَى أَقَارِبِكُمْ وَعَشَائِرِكُمْ مِنَ الْأَمْوَاتِ ،
فَإِنْ كَانَ خَيْرًا اسْتَبْشَرُوا بِهِ ، وَإِنْ كَانَ غَيْرَ ذَلِكَ، قَالُوا:
اللهُمَّ لَا تُمِتْهُمْ حَتَّى تَهْدِيَهُمْ كَمَا هَدَيْتَنَا ).
*"Sesungguhnya amal perbuatan kalian
diperlihatkan kepada kerabat dan keluarga kalian yang telah meninggal. Jika
amal itu baik, mereka merasa senang, dan jika tidak baik, mereka berkata: 'Ya
Allah, janganlah Engkau matikan mereka sebelum Engkau memberi mereka petunjuk
sebagaimana Engkau telah memberi petunjuk kepada kami.'"*
Sanad hadits ini **lemah sekali**,
karena di dalamnya terdapat seorang perawi yang tidak disebutkan namanya. Oleh
karena itu, hadits ini dinilai lemah oleh Syaikh al-Albani dalam *Silsilah
al-Da‘ifah* (863).
Diduga kuat perawi yang tidak disebutkan ini
adalah **Aban bin Abi ‘Ayyâsy**, karena hadits ini juga diriwayatkan oleh
al-Hakim al-Tirmidzi dalam *Nawadir al-Ushul – versi musnad* (924) dari jalur Qubaishah,
dari Sufyan, dari Aban bin Abi ‘Ayyâsy, dari Anas bin Malik, dengan matan yang
serupa.
Maka hadits ini **palsu**, karena
**Aban bin Abi ‘Ayyâsy** adalah perawi yang ditinggalkan oleh para ahli hadits.
Para ulama, termasuk Syu‘bah dan lainnya, menuduhnya sebagai pendusta.
Al-Haitsami dalam *Majma' Az-Zawa'id* (3/73)
berkata:
«رَوَاهُ أَحْمَدُ، وَفِيهِ رَجُلٌ لَمْ يُسَمَّ».
*"Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad,
dan di dalamnya terdapat seorang perawi yang tidak disebutkan namanya."*
****
HADITS-HADITS SYAWAHID (PENGUAT):
Hadits ini memiliki syawahid (riwayat
pendukung) yang tidak bisa menguatkannya:
===
SYAHID PERTAMA: DARI JABIR BIN ABDULLAH RADHIYALLAHU 'ANHUMA.
Diriwayatkan oleh Abu Daud Ath-Thayalisi
dalam *Musnad*-nya (1903), ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Ash-Shalt
bin Dinar, dari Al-Hasan, dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu 'anhuma,
ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:
«إِنَّ أَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَى عَشَائِرِكُمْ
وَأَقْرِبَائِكُمْ فِي قُبُورِهِمْ، فَإِنْ كَانَ خَيْرًا اسْتَبْشَرُوا بِهِ، وَإِنْ
كَانَ غَيْرَ ذَلِكَ قَالُوا: اللَّهُمَّ أَلْهِمْهُمْ أَنْ يَعْمَلُوا بِطَاعَتِكَ».
*"Sesungguhnya amalan kalian
diperlihatkan kepada keluarga dan kerabat kalian di dalam kubur mereka. Jika
itu adalah kebaikan, mereka bergembira dengannya. Namun, jika bukan demikian,
mereka berkata: 'Ya Allah, ilhamkanlah kepada mereka agar mereka beramal dengan
ketaatan kepada-Mu.'"*
Sanad hadits ini **dha’if / lemah**
karena adanya inqitha’ (keterputusan) antara Al-Hasan dan Jabir bin Abdillah.
Al-Hasan tidak pernah mendengar langsung dari Jabir, sebagaimana disebutkan
oleh Ali bin Al-Madini dan Abu Zur’ah, yang dikutip oleh Ibnu Abi Hatim dalam
*Al-Marasil* (112, 113).
Ditambah lagi, Syeikh Muhammad Toha Sya’ban dalam
Takhrij hadits diatas berkata :
قُلْتُ: وَهَذَا
الشَّاهِدُ لَا يَثْبُتُ، وَلَا يُقَوِّي حَدِيثَ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ؛ لِأَنَّ
الصَّلْتَ بْنَ دِينَارٍ مَتْرُوكٌ.
Saya katakan : Syahid ini tidak bisa
dijadikan pegangan dan tidak menguatkan hadits Anas radhiyallahu 'anhu, karena
Ash-Shalt bin Dinar adalah perawi yang ditinggalkan (matruk).
Al-‘Uqaili meriwayatkan dalam *Adh-Dhu‘afa’*
(3/122) dari ‘Amr bin ‘Ali, ia berkata:
كَانَ يَحْيَى وَعَبْدُ
الرَّحْمٰنِ لَا يُحَدِّثَانِ عَنِ الصَّلْتِ بْنِ دِينَارٍ.
*"Yahya dan ‘Abdurrahman tidak
meriwayatkan hadits dari Ash-Shalt bin Dinar."*
Abdullah bin Ahmad berkata dalam *Al-‘Ilal*
(2380):
«سَأَلْتُ أَبِي عَنِ الصَّلْتِ بْنِ دِينَارٍ،
فَقَالَ: تَرَكَ النَّاسُ حَدِيثَهُ، مَتْرُوكٌ، وَنَهَانِي أَنْ أَكْتُبَ عَنِ الصَّلْتِ
بْنِ دِينَارٍ شَيْئًا».
*"Aku bertanya kepada ayahku tentang
Ash-Shalt bin Dinar, lalu ia berkata: 'Orang-orang telah meninggalkan haditsnya,
ia perawi yang ditinggalkan (matruk), dan ia melarangku menulis sesuatu pun
dari Ash-Shalt bin Dinar.’”*
Abdullah bin Ahmad juga berkata dalam riwayat
lain dalam *Al-‘Ilal* (3900):
«سَأَلْتُ يَحْيَى عَنِ الصَّلْتِ بْنِ دِينَارٍ
أَبِي شُعَيْبٍ، فَقَالَ: بَصْرِيٌّ لَيْسَ بِشَيْءٍ. سَأَلْتُ أَبِي، فَقَالَ: مَتْرُوكٌ».
*"Aku bertanya kepada Yahya tentang
Ash-Shalt bin Dinar Abu Syu‘aib, lalu ia berkata: 'Ia seorang dari Bashrah yang
tidak ada nilainya.' Aku bertanya kepada ayahku, lalu ia berkata:
'Matruk.'"*
Ibnu Ma‘in berkata dalam *Riwayat Ad-Duri*
(432):
«لَيْسَ بِشَيْءٍ».
*"Ia bukan apa-apa (tidak dapat
dipercaya).”*
An-Nasai dalam *Adh-Dhu‘afa’ wal-Matrukin*
(303) berkata:
«صَلْتُ بْنُ دِينَارٍ أَبُو شُعَيْبٍ، لَيْسَ
بِثِقَةٍ».
*"Ash-Shalt bin Dinar Abu Syu‘aib tidak
terpercaya."*
====
SYAHID KEDUA: DARI ABU HURAIRAH RADHIYALLAHU 'ANHU.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya dalam
*Al-Manamat* (2), ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Abu Sa‘id
Al-Madani, yaitu Abdullah bin Syabib, ia berkata: Telah menceritakan kepada
kami Abu Bakar bin Syaibah Al-Hizami, ia berkata: Telah menceritakan kepada
kami Falih bin Isma‘il, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
Ja‘far bin Abi Katsir, dari Zaid bin Aslam, dari Abu Shalih dan Al-Maqburi,
dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:
«لَا
تَفْضَحُوا مَوْتَاكُمْ بِسَيِّئَاتِ أَعْمَالِكُمْ، فَإِنَّهَا تُعْرَضُ عَلَى
أَوْلِيَائِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْقُبُورِ».
*"Janganlah kalian mempermalukan
orang-orang yang telah meninggal di antara kalian dengan keburukan amal
perbuatan kalian, karena sesungguhnya amal tersebut diperlihatkan kepada para
wali kalian dari penghuni kubur."*
Sanad hadits ini **dho’if / lemah**.
Sanadnya telah dinilai lemah oleh al-‘Iraqi
dalam *Al-Mughni ‘an Haml al-Asfar* yang dicetak bersama *Ihya ‘Ulum al-Din*
(7/227), serta oleh al-Sakhawi dalam *Al-Maqasid al-Hasanah* (1296).
As-Sakhawi dalam *Al-Maqasid Al-Hasanah fi
Al-Ahadits Al-Musytahirah ‘ala Al-Alsinah* (1296), ia berkata:
«حَدِيثُ لَا تَفْضَحُوا مَوْتَاكُمْ بِسَيِّئَاتِ
أَعْمَالِكُمْ، فَإِنَّهَا تُعْرَضُ عَلَى أَوْلِيَائِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْقُبُورِ.
ابْنُ أَبِي الدُّنْيَا وَالْمَحَامِلِيُّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَفَعَهُ بِسَنَدٍ
ضَعِيفٍ».
*"Hadits: Janganlah kalian mempermalukan
orang-orang yang telah meninggal dengan keburukan amal perbuatan kalian, karena
sesungguhnya amal tersebut diperlihatkan kepada para wali kalian dari penghuni
kubur. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya dan Al-Mahamili dari Abu Hurairah,
dengan sanad yang lemah."*
Hadits ini juga disebutkan oleh Al-‘Ajluni
dalam *Kasyf Al-Khafa’* (3036).
Syeikh Muhammad Toha Sya’ban berkata dalam Takhrij
Hadits diatas :
قُلْتُ: وَهَذَا
إِسْنَادٌ لَا يَثْبُتُ، وَلَا يُتَقَوَّى بِهِ؛ لِأَجْلِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ شَبِيبٍ،
فَإِنَّهُ وَضَّاعٌ.
Aku berkata: Sanad ini tidak dapat dipastikan
kebenarannya dan tidak bisa dijadikan penguat, karena Abdullah bin Syabib
adalah seorang pendusta.
Ibnu ‘Adiy berkata dalam *Al-Kamil*
(7/92):
«سَمِعْتُ عَبْدَ الحَمِيدِ البَصْرِيَّ الوَرَّاقَ
يَقُولُ: سَمِعْتُ فَضْلَكَ الرَّازِيَّ يَقُولُ: عَبْدُ اللَّهِ بْنُ شَبِيبٍ يَحِلُّ
ضَرْبُ عُنُقِهِ.
سَمِعْتُ عَبْدَانَ
يَقُولُ: قُلْتُ لِعَبْدِ الرَّحْمٰنِ بْنِ خَرَاشٍ: هَذِهِ الأَحَادِيثُ الَّتِي يُحَدِّثُ
بِهَا غُلَامُ الخَلِيلِ، مِنْ أَيْنَ لَهُ؟ قَالَ: سَرَقَهَا مِنْ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ شَبِيبٍ، وَسَرَقَهَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ شَبِيبٍ مِنَ النَّضْرِ بْنِ سَلَمَةَ
شَاذَانَ، وَوَضَعَهَا شَاذَانُ».
*"Aku mendengar Abdurrahman Al-Bashri
Al-Warraq berkata: Aku mendengar Fadhlak Ar-Razi berkata: ‘Abdullah bin Syabib
pantas untuk dihukum pancung.’
Aku mendengar ‘Abdan berkata: Aku berkata
kepada Abdurrahman bin Khirasy: ‘Hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Ghulam
Al-Khalil ini, dari mana ia mendapatkannya?’ Ia menjawab: ‘Ia mencurinya dari
Abdullah bin Syabib, dan Abdullah bin Syabib mencurinya dari An-Nadhr bin
Salamah Syadhan, sementara Syadhan yang memalsukan hadits-hadits tersebut.’” [Selesai]
Kemudian Ibnu ‘Adi menyebutkan beberapa hadits
dari Abdullah bin Syabib, lalu berkata:
«وَلِعَبْدِ اللَّهِ بْنِ شَبِيبٍ غَيْرُ مَا
ذَكَرْتُ مِنَ الأَحَادِيثِ الَّتِي أَنْكَرْتُ عَلَيْهِ كَثِيرٌ».
*"Dan Abdullah bin Syabib memiliki
banyak hadits lain selain yang telah aku sebutkan, yang diingkari
darinya."*
Ibnu Hibban menyebutnya dalam *Al-Majruhin*
(2/11), dan berkata:
«يُقَلِّبُ الأَخْبَارَ وَيَسْرِقُهَا، لَا يَجُوزُ
الِاحْتِجَاجُ بِهِ؛ لِكَثْرَةِ مَا خَالَفَ أَقْرَانَهُ فِي الرِّوَايَاتِ عَنِ الأَثْبَاتِ»اهـ.
*"Ia membolak-balikkan berita dan
mencurinya. Tidak boleh berhujah dengannya karena banyaknya penyimpangannya
dari para perawi tsiqah dalam meriwayatkan dari perawi yang kuat."*
RIWAYAT MAWQUF :
Diriwayatkan juga melalui jalur lain dari Abu
Hurairah, dalam bentuk mauquf kepadanya, namun tidak sahih juga.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir
Ath-Thabari dalam *Tahdzib Al-Atsar*, *Musnad Ibnu Umar* (732), ia
berkata:
*"Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Basyar, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin
Utsman, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami ‘Auf, dari Khallas bin ‘Amr,
dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
«إِنَّ أَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَى أَقْرِبَائِكُمْ
مِنْ مَوْتَاكُمْ، فَإِنْ رَأَوْا خَيْرًا فَرِحُوا بِهِ، وَإِنْ رَأَوْا شَرًّا كَرِهُوهُ،
وَإِنَّهُمْ يَسْتَخْبِرُونَ الْمَيِّتَ إِذَا أَتَاهُمْ، مَنْ مَاتَ بَعْدَهُمْ، حَتَّى
إِنَّ الرَّجُلَ يَسْأَلُ عَنْ امْرَأَتِهِ أَتَزَوَّجَتْ أَمْ لَا، وَحَتَّى إِنَّ
الرَّجُلَ يَسْأَلُ عَنِ الرَّجُلِ، فَإِذَا قِيلَ: قَدْ مَاتَ، قَالَ: هَيْهَاتَ،
ذَهَبَ ذَاكَ، فَإِنْ لَمْ يَحِسُّوهُ عِنْدَهُمْ، قَالُوا: إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا
إِلَيْهِ رَاجِعُونَ، ذَهَبَ بِهِ إِلَى أُمِّهِ الْهَاوِيَةِ، فَبِئْسَ الْمُرَبِّيَةُ».
'Sesungguhnya amal perbuatan kalian
diperlihatkan kepada kerabat kalian dari kalangan orang-orang yang telah meninggal.
Jika mereka melihat kebaikan, mereka merasa senang. Jika mereka melihat
keburukan, mereka membencinya. Mereka juga akan bertanya kepada orang yang baru
meninggal jika datang kepada mereka, tentang siapa saja yang telah meninggal
setelah mereka. Sampai-sampai seseorang bertanya tentang istrinya, apakah ia
telah menikah lagi atau belum. Bahkan seseorang bertanya tentang seseorang
lainnya, lalu jika dikatakan kepadanya bahwa orang itu telah meninggal, ia
berkata: *"Celaka! Dia telah pergi."* Namun, jika mereka tidak
menemukannya di sisi mereka, mereka berkata: *"Inna lillahi wa inna ilaihi
raji'un, dia telah dibawa ke tempat kemblinya, yaitu neraka al-Hawiyah (tempat
yang paling dalam di neraka). Maka sungguh buruk tempat
tinggalnya."'*”
Saya katakan : Dalam sanad hadits ini
terdapat Abdurrahman bin Utsman, yaitu Ibnu Umayyah Al-Bakrawi.
Al-Bukhari berkata dalam *At-Tarikh Al-Kabir*
(5/331):
«قَالَ أَحْمَدُ: طَرَحَ النَّاسُ حَدِيثَهُ».
*"Ahmad berkata: Orang-orang telah
meninggalkan haditsnya."*
Ali bin Al-Madini berkata, sebagaimana
disebutkan dalam *Al-Jarh wat-Ta'dil* (5/265):
«ذَهَبَ حَدِيثُهُ».
*"Haditsnya telah
ditinggalkan."*
Abu Hatim berkata:
«لَيْسَ بِقَوِيٍّ، يُكْتَبُ حَدِيثُهُ وَلَا
يُحْتَجُّ بِهِ».
*"Ia bukan perawi yang kuat. Haditsnya
ditulis, tetapi tidak bisa dijadikan hujjah."*
Ibnu Hibban dalam *Al-Majruhin* (2/27)
berkata:
«مُنْكَرُ
الْحَدِيثِ، مِمَّنْ يَرْوِي الْمَقْلُوبَاتِ عَنِ الْأَثْبَاتِ، وَيَأْتِي عَنِ الثِّقَاتِ
مَا لَا يُشْبِهُ أَحَادِيثَهُمْ، فَلَا يَجُوزُ الِاحْتِجَاجُ بِهِ».
*"Ia munkarul hadits, termasuk perawi
yang meriwayatkan hadits-hadits terbalik dari perawi yang tsiqah. Ia juga
meriwayatkan dari perawi terpercaya hadits-hadits yang tidak menyerupai riwayat
mereka. Maka tidak boleh berhujah dengannya."*
====
SYAHID KETIGA: DARI NU'MAN BIN BASYIR RADHIYALLAHU 'ANHU.
Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam *al-Kuna*
(47), Ibnu Abi Dunya dalam *al-Manamat* (1), ad-Dulabi dalam *al-Kuna wa
al-Asma'* (519), Abu Syaikh dalam *al-Amthal* (314), al-Hakim dalam
*al-Mustadrak* (7849), dan al-Baihaqi dalam *asy-Syu‘ab* (9761), dari Yahya bin
Shalih al-Wahadhi, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Abu Isma'il
as-Sakuni, ia berkata: Aku mendengar Malik bin Adda berkata: Aku mendengar Nu'man
bin Basyir sedang berada di atas mimbar berkata: Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
«أَلَا إِنَّهُ لَمْ يَبْقَ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا
مِثْلُ الذُّبَابِ تَمُورُ فِي جَوِّهَا، فَاللَّهَ اللَّهَ فِي إِخْوَانِكُمْ مِنْ
أَهْلِ الْقُبُورِ، فَإِنَّ أَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَيْهِمْ».
*"Ketahuilah, tidak ada yang tersisa
dari dunia ini kecuali seperti seekor lalat yang beterbangan di udara. Maka
bertakwalah kepada Allah dalam urusan saudara-saudara kalian yang telah
meninggal dunia, karena sesungguhnya amal perbuatan kalian diperlihatkan kepada
mereka."*
Sanad hadits ini **dhaif**.
Al-‘Iraqi dalam *Al-Mughni ‘an Hamli
al-Asfar* (dicetak bersama *Ihya’ ‘Ulum ad-Din*, 7/227) dan Syaikh Al-Albani
dalam *Silsilah ad-Dha’ifah* (443) juga menilai hadits ini dhaif.
Namun Al-Hakim berkata:
«هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحُ الْإِسْنَادِ، وَلَمْ
يُخْرِجَاهُ».
*"Hadits ini sanadnya sahih, tetapi
tidak diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim."*
Akan tetapi adz-Dzahabi mengomentarinya
dengan mengatakan :
«فِيهِ مَجْهُولَانِ».
*"Dalam sanadnya terdapat dua perawi
yang majhul (tidak diketahui keadaannya)."*
Saya katakan: *Komentar adz-Dzahabi ini
benar.*
Ibnu Abi Hatim berkata dalam *al-Jarh wa
at-Ta‘dil* (9/336):
«أَبُو إِسْمَاعِيلَ السَّكُونِيُّ، شَامِيٌّ،
قَالَ: سَمِعْتُ مَالِكَ بْنَ أَدَّى، قَالَ: سَمِعْتُ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ،
قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ ﷺ يَقُولُ: «لَمْ يَبْقَ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مِثْلُ
الذُّبَابِ تَمُورُ فِي جَوِّهَا، فَاللَّهَ اللَّهَ فِي إِخْوَانِكُمْ مِنْ أَهْلِ
الْقُبُورِ، فَإِنَّ أَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَيْهِمْ»؛ رَوَى عَنْهُ يَحْيَى بْنُ
صَالِحٍ الْوَحَاظِيُّ، سَمِعْتُ أَبِي يَقُولُ ذَلِكَ. سَأَلْتُ أَبِي عَنْهُ، فَقَالَ:
مَجْهُولٌ، وَمَالِكُ بْنُ أَدَّى مَجْهُولٌ» اهـ.
*"Abu Isma‘il as-Sakuni, seorang Syamiy, berkata: Aku mendengar Malik bin Adda berkata: Aku mendengar Nu‘man bin Basyir berkata: Aku mendengar Nabi ﷺ bersabda: ‘Tidak ada yang tersisa dari dunia ini kecuali seperti seekor lalat yang beterbangan di udara. Maka bertakwalah kepada Allah dalam urusan saudara-saudara kalian yang telah meninggal dunia, karena sesungguhnya amal perbuatan kalian diperlihatkan kepada mereka.’ Yahya bin Shalih al-Wahadhi meriwayatkan darinya. Aku mendengar ayahku berkata demikian. Aku bertanya kepada ayahku tentangnya, lalu ia berkata: *Majhul*, dan Malik bin Adda juga *majhul*."
===
SYAHID KEEMPAT: DARI ABU AYYUB RADHIYALLAHU 'ANHU
Diriwayatkan oleh ath-Thabarani dalam
*al-Mu'jam al-Kabir* (4/129) no. 3887, melalui jalur perawi:
Dari Maslamah bin Ali, dari Zaid bin Waqid,
dari Makhul, dari Abdurrahman bin Salam, dari Abu Rahm as-Sama'i, dari Abu
Ayyub al-Anshari radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
«إِنَّ نَفْسَ الْمُؤْمِنِ إِذَا قُبِضَتْ
تَلَقَّاهَا مِنْ أَهْلِ الرَّحْمَةِ مِنْ عَبَادِ اللهِ كَمَا تَلْقَوْنَ
الْبَشِيرَ فِي الدُّنْيَا، فَيَقُولُونَ: انْظُرُوا صَاحِبَكُمْ يَسْتَرِيحُ،
فَإِنَّهُ قَدْ كَانَ فِي كَرْبٍ شَدِيدٍ، ثُمَّ يَسْأَلُونَهُ مَاذَا فَعَلَ
فُلَانٌ؟ وَمَا فَعَلَتْ فُلَانَةُ؟ هَلْ تَزَوَّجَتْ؟ فَإِذَا سَأَلُوهُ عَنِ
الرَّجُلِ قَدْ مَاتَ قَبْلَهُ، فَيَقُولُ: أَيْهَاتَ قَدْ مَاتَ ذَاكَ قَبْلِي،
فَيَقُولُونَ: إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ، ذُهِبَتْ بِهِ إِلَى
أُمِّهِ الْهَاوِيَةِ فَبِئْسَتِ الْأُمُّ وَبِئْسَتِ الْمُرَبِّيَةُ»
_"Sesungguhnya ruh seorang mukmin ketika
dicabut akan disambut oleh para hamba Allah yang mendapatkan rahmat,
sebagaimana kalian menyambut pembawa kabar gembira di dunia. Mereka berkata:
'Lihatlah, sahabat kalian telah beristirahat, karena sebelumnya ia berada dalam
kesusahan yang berat.' Kemudian mereka bertanya kepadanya: 'Apa yang dilakukan
si fulan? Apa yang dilakukan si fulanah? Apakah dia telah menikah?' Jika mereka
bertanya tentang seseorang yang telah meninggal sebelum dia, lalu ia berkata:
'Oh, dia telah wafat sebelumku,' maka mereka berkata: 'Inna lillahi wa inna
ilayhi raji'un, dia telah dibawa ke ibunya (tempatnya) dalam neraka
*al-Hawiyah*, seburuk-buruk ibu dan seburuk-buruk pengasuh.'"_
Kemudian beliau bersabda:
«وَإِنَّ أَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَى
أَقَارِبِكُمْ وَعَشَائِرِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْآخِرَةِ، فَإِنْ كَانَ خَيْرًا
فَرِحُوا وَاسْتَبْشَرُوا، وَقَالُوا: اللهُمَّ هَذَا فَضْلُكَ وَرَحْمَتُكَ
فَأَتْمِمْ نِعْمَتَكَ عَلَيْهِ، وَأَمِتْهُ عَلَيْهَا وَيُعْرَضُ عَلَيْهِمْ
عَمَلُ الْمُسِيءِ، فَيَقُولُونَ: اللهُمَّ أَلْهِمْهُ عَمَلًا صَالِحًا تَرْضَى
بِهِ عَنْهُ وتُقَرِّبُهُ إِلَيْكَ».
_"Sesungguhnya amal perbuatan kalian
diperlihatkan kepada kerabat dan keluarga kalian yang sudah berada di akhirat.
Jika amalnya baik, mereka bergembira dan merasa bahagia, lalu mereka berkata: 'Ya
Allah, ini adalah keutamaan dan rahmat-Mu, maka sempurnakanlah nikmat-Mu
atasnya dan wafatkanlah dia dalam keadaan seperti itu.' Namun, apabila amalnya
buruk, mereka berkata: 'Ya Allah, ilhamkanlah kepadanya amal yang saleh yang
Engkau ridhai dan mendekatkannya kepada-Mu.'"_
Sanad hadits ini lemah.
Adapun perawi yang bernama Abdurrahman bin
Salamah, aku tidak menemukan biografinya.
Namun riwayat Abdurrahman bin Salamah telah diikuti riwayatnya [terdapat
mutaba’ah baginya]. Yaitu sbb :
Jalur lain :
Hadits ini diriwayatkan pula oleh
ath-Thabarani dalam *al-Mu'jam al-Kabir* (4/129) no. 3888, dalam *al-Mu'jam
al-Awsath* no. 148, serta dalam *Musnad asy-Syamiyyin* no. 1544 dan 3584,
melalui jalur perawi sbb : Dari Maslamah
bin Ali, dari Zaid bin Waqid dan Hisyam bin al-Ghaz, dari Makhul, dari
Abdurrahman bin Salamah, dengan sanad yang sama.
Di dalam sanadnya terdapat “Maslamah bin
Ali”.
Ath-Thabarani berkata:
«لَمْ يَرْوِ هَذَا الْحَدِيثَ عَنْ مَكْحُولٍ
إِلَّا زَيْدُ بْنُ وَاقِدٍ، وَهِشَامُ بْنُ الْغَازِ، تَفَرَّدَ بِهِ مَسْلَمَةُ بْنُ
عَلِيٍّ».
_"Hadits ini tidak diriwayatkan dari
Makhul kecuali oleh Zaid bin Waqid dan Hisyam bin al-Ghaz, dan yang
meriwayatkannya secara tunggal adalah Maslamah bin Ali."_
Berikut ini pernyataan para ulama ahli hadits
tentang “Maslamah bin Ali”.
Al-Bukhari dalam *at-Tarikh al-Kabir* (7/388)
berkata:
«مُنْكَرُ الحَدِيثِ».
"Dia adalah perawi mungkarul hadits
(lemah dan meriwayatkan hadits-hadits yang munkar)."
Dalam al-Kaamil di sebutkan tentang *Maslamah
bin ‘Ali*:
قال ابنُ مَعينٍ
: " لَيسَ بِشَيءٍ " ، وقالَ البُخاريُّ : " مُنكَرُ الحديثِ
" ، وقالَ النَّسائيُّ : " مَتروكُ الحديثِ"
Ibnu Ma’in berkata: *“Ia bukan apa-apa (tidak
bernilai dalam periwayatan).”*
Al-Bukhari berkata: *“Haditsnya munkar.”*
An-Nasai berkata: *“Haditsnya ditinggalkan.”*
(Selesai dari *Al-Kamil* karya Ibnu ‘Adiy, 8/12).
Dan Ibnu Abi Hatim berkata dalam *Al-Jarh wa
At-Ta'dil* (8/268):
«حَدَّثَنِي أَبِي، قَالَ: سَمِعْتُ دُحَيْمًا
يَقُولُ: مَسْلَمَةُ بْنُ عَلِيٍّ الخُشَنِيُّ: لَيْسَ بِشَيْءٍ.
قُرِئَ عَلَى العَبَّاسِ
بْنِ مُحَمَّدٍ الدُّورِيِّ، عَنْ يَحْيَى بْنِ مَعِينٍ، أَنَّهُ قَالَ: مَسْلَمَةُ
بْنُ عَلِيٍّ الخُشَنِيُّ، لَيْسَ بِشَيْءٍ.
سُئِلَ أَبِي عَنْ
مَسْلَمَةَ بْنِ عَلِيٍّ، فَقَالَ: ضَعِيفُ الحَدِيثِ، لَا يُشْتَغَلُ بِهِ، قُلْتُ:
هُوَ مَتْرُوكُ الحَدِيثِ؟ قَالَ: هُوَ فِي حَدِّ التَّرْكِ، مُنْكَرُ الحَدِيثِ.
سُئِلَ أَبُو زُرْعَةَ
عَنْ مَسْلَمَةَ بْنِ عَلِيٍّ، فَقَالَ: مُنْكَرُ الحَدِيثِ» اهـ.
*"Ayahku menceritakan kepadaku, ia
berkata: Aku mendengar Dahim berkata: Maslamah bin Ali Al-Khushani bukanlah
apa-apa."*
Dibacakan kepada Al-Abbas bin Muhammad
Ad-Duri, dari Yahya bin Ma'in, bahwa ia berkata: *"Maslamah bin Ali
Al-Khushani bukanlah apa-apa."*
Ayahku ditanya tentang Maslamah bin Ali, maka
ia berkata: *"Lemah dalam hadits, tidak perlu disibukkan dengannya."*
Aku bertanya: *"Apakah ia ditinggalkan haditsnya?"* Ia menjawab:
*"Ia berada dalam batasan orang yang ditinggalkan haditsnya, dan ia
munkarul hadits."*
Abu Zur’ah ditanya tentang Maslamah bin Ali,
maka ia berkata: *"Munkarul hadits."* [Selesai]
Jalur lain :
Hadits ini memiliki jalur lain yang sampai
kepada Abu Ayyub secara marfu’, tetapi juga tidak sahih.
Hadits tersebut diriwayatkan pula oleh Ibnu Hibban
dalam *al-Majruhin* (1/426), Ibnu ‘Adi dalam *al-Kamil* (5/315), dan Ibnu al-Jauzi
dalam *al-‘Ilal al-Mutanahiyah* 2/910 (1522), melalui jalur Salam bin Salim ath-Thawil,
dari Tsur bin Yazid, dari Khalid bin Ma’dan, dari Abu Rahm, dari Abu Ayyub
radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi ﷺ dengan lafaz ini.
Sanadnya sangat lemah.
Di dalamnya terdapat *Salam bin Salam
At-Thawil*, seorang perawi yang matruk dalam hadits.
Ibnu Hibban dalam *al-Majruhin* (1/426)
berkata:
«سَلَامُ بْنُ سَلِيمٍ الطَّوِيلُ، يَرْوِي عَنِ
الثِّقَاتِ الْمَوْضُوعَاتِ كَأَنَّهُ كَانَ الْمُتَعَمِّدَ لَهَا، وَهُوَ الَّذِي
رَوَى عَنْ ثَوْرِ بْنِ يَزِيدٍ...»
*"Salam bin Salim ath-Thawil
meriwayatkan dari perawi-perawi yang terpercaya hadits-hadits yang maudhu’,
seolah-olah ia memang sengaja membuatnya. Dialah yang meriwayatkan dari Tsur
bin Yazid..."* kemudian ia menyebutkan hadits ini.
Ibnu al-Jauzi setelah menyebutkan hadits ini
berkata:
«هَذَا حَدِيثٌ لَا يَصِحُّ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ
ﷺ، وَسَلَامٌ هُوَ الطَّوِيلُ، وَقَدْ أَجْمَعُوا عَلَى تَضْعِيفِهِ، وَقَالَ النَّسَائِيُّ
وَالدَّارَقُطْنِيُّ: مَتْرُوكٌ» اهـ.
*"Hadits ini tidak sahih dari Rasulullah
ﷺ, dan Salam adalah ath-Thawil, para ulama telah sepakat
melemahkannya. An-Nasa’i dan Ad-Daraquthni mengatakan bahwa ia matruk
(ditinggalkan haditsnya)"*—selesai.
Hadits ini di nilai Dho’if Jiddan (lemah
sekali) oleh Al-Albani dalam As-Silsilah Adh-Dha'ifah, No. 864.
Jalur lain :
Jalur Al-Hana’i . Adapun jalur Al-Hana’i, di
dalamnya terdapat beberapa perawi yang majhul (tidak dikenal), yaitu: *Abdul
Aziz bin Wahid bin Abdul Aziz bin Halim*, ayahnya, dan kakeknya.
Al-Khathib berkata dalam *Talkhish Al-Mutasyabih*
(2/726):
" عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ حَلِيمٍ
الْبَهْرَانِيُّ ، مِنْ أَهْلِ الشَّامِ. حَدَّثَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ
ثَابِتِ بْنِ ثَوْبَانَ بِنَسْخَةٍ ، يَرْوِيهَا ابْنُهُ وَحِيدٌ عَنْهُ ".
انتهى
*“Abdul Aziz bin Halim Al-Bahrani berasal
dari Syam. Ia meriwayatkan dari Abdurrahman bin Tsabit bin Tsawban dengan satu
naskah hadits yang diriwayatkan oleh putranya, Wahid, darinya.”*
(Selesai).
Adapun ayah dan kakeknya, tidak ada seorang
pun yang menerjemahkan biografi mereka.
Hadits ini dilemahkan oleh Al-Haitsami dalam
*Majma’ Az-Zawaid* (2/327) dan Al-Iraqi dalam *Al-Mughni ‘an Haml Al-Asfaar*
yang dicetak bersama *Ihya ‘Ulum Ad-Din* (7/228).
Syaikh Al-Albani dalam *As-Silsilah
Adh-Dha’ifah* (864) berkata: *“Hadits ini sangat lemah.”* (Selesai).
Hadits ini juga diriwayatkan secara mauquf
dari Abu Ayyub radhiyallahu ‘anhu.
Hadits mawquf ini diriwayatkan oleh Ibnul
Mubarak dalam *Az-Zuhd* (443), melalui jalurnya Ibnu Abi Dunya dalam
*Al-Manamat* (3), serta Ibnu 'Adi dalam *Al-Kamil* (5/316) melalui jalur
Muhammad bin 'Isa bin Sami'.
Keduanya meriwayatkan dari *Tsur bin Yazid*,
dari *Abi Rahm As-Sama'i*, dari *Abu Ayyub Al-Anshari*, yang berkata:
( إِذَا قُبِضَتْ نَفْسُ الْعَبْدِ
تَلَقَّاهُ أَهْلُ الرَّحْمَةِ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ كَمَا يَلْقَوْنَ الْبَشِيرَ
فِي الدُّنْيَا ، فَيُقْبِلُونَ عَلَيْهِ لِيَسْأَلُوهُ ، فَيَقُولُ بَعْضُهُمْ
لِبَعْضٍ: أَنْظِرُوا أَخَاكُمْ حَتَّى يَسْتَرِيحَ ، فَإِنَّهُ كَانَ فِي كَرْبٍ
، فَيُقْبِلُونَ عَلَيْهِ فَيَسْأَلُونَهُ مَا فَعَلَ فُلَانٌ؟ مَا فَعَلَتْ
فُلَانَةٌ؟ هَلْ تَزَوَّجَتْ؟ فَإِذَا سَأَلُوا عَنِ الرَّجُلِ قَدْ مَاتَ
قَبْلَهُ ، قَالَ لَهُمْ: إِنَّهُ قَدْ هَلَكَ ، فَيَقُولُونَ: إِنَّا لِلَّهِ
وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ ذُهِبَ بِهِ إِلَى أُمِّهِ الْهَاوِيَةِ ، فَبِئْسَتِ
الْأُمُّ ، وَبِئْسَتِ الْمُرَبِيَّةُ ،
قَالَ:
فَيُعْرَضُ عَلَيْهِمْ أَعْمَالُهُمْ ، فَإِذَا رَأَوْا حَسَنًا فَرِحُوا
وَاسْتَبْشَرُوا ، وَقَالُوا: هَذِهِ نِعْمَتُكَ عَلَى عَبْدِكَ فَأَتِمَّهَا،
وَإِنْ رَأَوْا سُوءًا قَالُوا: اللَّهُمَّ رَاجِعْ بِعَبْدِكِ )
"Jika ruh seorang hamba dicabut, ia akan
disambut oleh para penghuni rahmat dari hamba-hamba Allah sebagaimana kalian
menyambut seseorang yang membawa kabar gembira di dunia. Mereka mendatanginya
untuk bertanya kepadanya, lalu sebagian mereka berkata kepada yang lain:
'Tunggu dulu saudara kalian agar ia
beristirahat, karena ia baru saja mengalami kesulitan.' Kemudian mereka
mendatanginya dan bertanya kepadanya: 'Apa yang dilakukan si Fulan? Apa yang
dilakukan si Fulanah? Apakah ia sudah menikah?' Jika mereka bertanya tentang
seseorang yang telah meninggal sebelumnya, ia menjawab: 'Ia telah binasa.' Maka
mereka berkata: 'Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Ia telah dibawa ke tempat
kembalinya, yaitu nereka *Al-Hawiyah*. Alangkah buruknya ibu itu dan alangkah
buruknya yang mendidiknya.'"
Kemudian, *Abu Ayyub* berkata:
"Amal perbuatan mereka diperlihatkan
kepada penghuni rahmat tersebut. Jika mereka melihat kebaikan, mereka
bergembira dan berkata: 'Ini adalah nikmat-Mu kepada hamba-Mu, maka
sempurnakanlah nikmat itu baginya.' Namun, jika mereka melihat keburukan,
mereka berkata: 'Ya Allah, kembalikanlah hamba-Mu !.'"
Sanad ini terdiri dari perawi yang tepercaya,
namun tidak disebutkan bahwa Tsur bin Yazid mendengar langsung dari Abu Rahm.
Abu Rahm adalah seorang yang hidup pada masa sebelum Islam dan sempat mengalami
masa jahiliah. Ia hanya diriwayatkan oleh generasi terdahulu yang masih hidup
tidak lama setelah tahun 100 H, seperti Khalid bin Ma'dan dan Mak-hul
Asy-Syami. Sedangkan Tsur bin Yazid adalah perawi yang datang belakangan, ia
wafat pada tahun 150 H, dan ada yang mengatakan 155 H.
Syeikh Muhammad Toha Sya’ban berkata Takhrij
hadits diatas :
قُلتُ: وَلِذَلِكَ
فَإِنَّ تَصْحِيحَ العَلَّامَةِ الأَلْبَانِي لِهَذَا الإِسْنَادِ المَوْقُوفِ لِكَوْنِ
ثَوْرِ بْنِ يَزِيدَ ثِقَةً، فِيهِ نَظَرٌ؛ فَإِنَّهُ لَوْ تَأَمَّلَ رَحِمَهُ اللَّهُ
لَعَلِمَ أَنَّ فِي الإِسْنَادِ انْقِطَاعًا.
Saya katakan: Oleh karena itu, pensahihan
Syaikh Al-Albani terhadap sanad mauquf ini, hanya karena Tsur bin Yazid adalah
seorang yang tepercaya, perlu ditinjau kembali. Sebab, jika beliau meneliti
lebih dalam, niscaya beliau akan menyadari bahwa sanad ini memiliki keterputusan
(inqitha').
Sanadnya dinilai kuat oleh Al-'Iraqi dalam
*Al-Mughni 'an Hamlil-Asfar* (7/228) yang dicetak bersama *Ihya 'Ulumiddin*.
Hadits ini juga dinyatakan **shahih** oleh Syaikh Al-Albani dalam *As-Silsilah
Ash-Shahihah* (2758).
Namun yang benar adalah sebagaimana yang dikatakan
Syeikh Toha Sya’aban diatas, yaitu sanadnya terputus antara Tsur bin Yazid dan
Abu Rahm.
====
SYAHID KELIMA: DARI ABU DARDA' RADHIYALLAHU 'ANHU SECARA MAUQUF
Hadits ini diriwayatkan oleh Abdullah bin
Mubarak dalam *Az-Zuhd* (165), dan melalui jalurnya juga oleh Abu Dawud dalam
*Az-Zuhd* (220), serta Ibnu Abi Dunya dalam *Al-Manamat* (4). Ia berkata: Telah
mengabarkan kepada kami Shafwan bin Amr, ia berkata: Telah menceritakan
kepadaku Abdurrahman bin Jubair bin Nufair, bahwa Abu Darda’ dahulu
berkata:
«إِنَّ أَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَى مَوْتَاكُمْ،
فَيُسَرُّونَ وَيُسَاؤُونَ»،
*"Sesungguhnya amal-amal kalian
diperlihatkan kepada orang-orang yang telah meninggal dari kalangan kalian,
sehingga mereka merasa senang atau bersedih."*
Ia juga berkata:
«اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَعْمَلَ
عَمَلًا يُخْزَى بِهِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَوَاحَةَ».
*"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung
kepada-Mu dari melakukan suatu amal yang membuat Abdullah bin Rawahah merasa
hina."*
Dalam *Az-Zuhd* karya Ibnu Al-Mubarak,
disebutkan nama perawi sebagai Abdullah bin Jubair bin Nufair.
Dho’if :
Atsar ini memiliki sanad mauquf yang
perawinya terpercaya, tetapi terdapat keterputusan (inqitha') antara
Abdurrahman bin Jubair dan Abu Darda’.
Hal ini karena Abu Darda’ wafat pada tahun 32
H atau tidak lama setelahnya, sementara Abdurrahman bin Jubair wafat pada tahun
118 H. Maka, sulit untuk dikatakan bahwa ia sempat mendengar dari Abu Darda’,
bahkan untuk sekadar bertemu dengannya pun sulit. Tidak ada seorang pun dari
para imam yang menyebutkan bahwa Abdurrahman bin Jubair mendengar dari Abu
Darda’. Bahkan, para ulama menyebutkan bahwa ia tidak mendengar dari Tsauban,
maula Rasulullah ﷺ, sedangkan Tsauban
radhiyallahu ‘anhu wafat pada tahun 54 H, yaitu setelah wafatnya Abu Darda’
dengan selang waktu yang cukup lama.
==***===
PERHATIAN :
Perlu diperhatikan bahwa Al-‘Allamah
Al-Albani rahimahullah menguatkan hadits ini berdasarkan hadits Nabi ﷺ:
«إِنَّ نَفْسَ الْمُؤْمِنِ إِذَا قُبِضَتْ
تَلَقَّاهَا مِنْ أَهْلِ الرَّحْمَةِ مِنْ عَبَادِ اللهِ كَمَا تَلْقَوْنَ
الْبَشِيرَ فِي الدُّنْيَا، فَيَقُولُونَ: انْظُرُوا صَاحِبَكُمْ يَسْتَرِيحُ،
فَإِنَّهُ قَدْ كَانَ فِي كَرْبٍ شَدِيدٍ، ثُمَّ يَسْأَلُونَهُ مَاذَا فَعَلَ
فُلَانٌ؟ وَمَا فَعَلَتْ فُلَانَةُ؟ هَلْ تَزَوَّجَتْ؟ فَإِذَا سَأَلُوهُ عَنِ
الرَّجُلِ قَدْ مَاتَ قَبْلَهُ، فَيَقُولُ: أَيْهَاتَ قَدْ مَاتَ ذَاكَ قَبْلِي،
فَيَقُولُونَ: إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ، ذُهِبَتْ بِهِ إِلَى
أُمِّهِ الْهَاوِيَةِ فَبِئْسَتِ الْأُمُّ وَبِئْسَتِ الْمُرَبِّيَةُ».
*"Sesungguhnya ruh seorang mukmin,
ketika dicabut, akan disambut oleh para hamba Allah dari kalangan penghuni
rahmat sebagaimana kalian menyambut kabar gembira di dunia. Mereka berkata,
'Lihatlah teman kalian ini telah beristirahat karena sebelumnya ia berada dalam
kesusahan yang berat.' Kemudian mereka bertanya kepadanya, ‘Apa yang dilakukan
oleh si Fulan? Apa yang dilakukan oleh si Fulanah? Apakah ia telah menikah?’
Jika mereka bertanya tentang seseorang yang telah meninggal sebelum dirinya,
maka ia berkata, ‘Aduh, dia telah wafat sebelumku.’ Maka mereka berkata, ‘Inna
lillahi wa inna ilaihi raji’un. Dia telah dibawa ke ibunya, yaitu Neraka
Hawiyah. Seburuk-buruk ibu dan seburuk-buruk tempat asuhan.’"*
Syeikh Muhammad Toha Sya’ban berkata Takhrij
hadits diatas :
أَقُولُ: تَقْوِيَةُ
الْأَحَادِيثِ الْوَارِدَةِ فِي عَرْضِ أَعْمَالِ الْعِبَادِ عَلَى أَقَارِبِهِمْ مِنَ
الْمَوْتَى، بِمِثْلِ هَذَا اللَّفْظِ الْمَذْكُورِ آنِفًا، فِيهِ نَظَرٌ؛ لِأَمْرَيْنِ:
الْأَمْرُ الْأَوَّلُ:
أَنَّهَا لَا تَدُلُّ عَلَى الْمَعْنَى الْمَذْكُورِ مِنْ عَرْضِ أَعْمَالِ الْعِبَادِ
عَلَى الْمَوْتَى.
الْأَمْرُ الثَّانِي:
أَنَّهَا جَاءَتْ مِنْ طَرِيقَيْنِ وَاهِيَيْنِ:
الطَّرِيقُ الْأَوَّلُ
فِيهِ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ بْنِ عَيَّاشٍ؛ وَهُوَ ضَعِيفٌ، وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ
بْنُ سَلَامَةَ، وَلَيْسَتْ لَهُ تَرْجَمَةٌ.
الطَّرِيقُ الثَّانِي:
مِنْ مُرْسَلِ الْحَسَنِ، وَمَرَاسِيلُ الْحَسَنِ وَاهِيَةٌ.
Aku katakan: Menguatkan hadits-hadits tentang
diperlihatkannya amal manusia kepada kerabat mereka yang telah meninggal dunia
dengan lafaz tersebut di atas perlu ditinjau kembali, karena dua alasan
berikut:
1. Hadits ini tidak menunjukkan makna yang
disebutkan mengenai diperlihatkannya amal manusia kepada orang-orang yang telah
meninggal dunia.
2. Hadits ini diriwayatkan melalui dua jalur
yang lemah:
-
Jalur pertama : terdapat Muhammad bin Isma'il bin ‘Ayyasy, yang merupakan
perawi lemah, dan Abdurrahman bin Salamah, yang tidak ditemukan biografinya
dalam kitab-kitab perawi.
-
Jalur kedua : berasal
dari hadits mursal Hasan Al-Bashri, sedangkan mursal Hasan tergolong hadits
yang lemah.
===***===
PEMBAHASAN KETIGA: PERNYATAAN SEKELOMPOK ULAMA
Masalah ini telah dikatakan oleh sekelompok
ulama. Di antara mereka adalah sbb :
Ke 1. Imam Al-Qurthubi :
Dalam kitabnya *At-Tadzkirah* (hlm. 61), ia
berkata:
"بَابُ مَا جَاءَ فِي تَلَاقِي الْأَرْوَاحِ
فِي السَّمَاءِ، وَالسُّؤَالِ عَنْ أَهْلِ الْأَرْضِ، ... ".
*”Bab tentang pertemuan ruh-ruh di langit, pertanyaan mereka
tentang penduduk bumi, ...”*
Setelah itu, ia menyebutkan beberapa riwayat
mauquf. Kemudian ia berkata:
"هَذِهِ الْأَخْبَارُ، وَإِنْ كَانَتْ مَوْقُوفَةً؛
فَمِثْلُهَا لَا يُقَالُ مِنْ جِهَةِ الرَّأْيِ". انْتَهَى.
*”Riwayat-riwayat ini, meskipun maukuf,
tetapi hal seperti ini tidak bisa dikatakan hanya berdasarkan pendapat semata.”*
Ke 2. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah :
Dalam *Majmu’ Al-Fatawa* (24/303), ia
berkata:
" وَأَرْوَاحُ الْأَحْيَاءِ إذَا
قُبِضَتْ تَجْتَمِعُ بِأَرْوَاحِ الْمَوْتَى ، وَيَسْأَلُ الْمَوْتَى الْقَادِمَ
عَلَيْهِمْ عَنْ حَالِ الْأَحْيَاءِ فَيَقُولُونَ: مَا فَعَلَ فُلَانٌ؟
فَيَقُولُونَ: فُلَانٌ تَزَوَّجَ ، فُلَانٌ عَلَى حَالٍ حَسَنَةٍ. وَيَقُولُونَ:
مَا فَعَلَ فُلَانٌ؟ فَيَقُولُ: أَلَمْ يَأْتِكُمْ؟ فَيَقُولُونَ: لَا ؛ ذُهِبَ
بِهِ إلَى أُمِّهِ الْهَاوِيَةِ ". انتهى
*"Ruh-ruh orang yang masih hidup, ketika
dicabut, akan berkumpul dengan ruh-ruh orang yang telah meninggal. Orang-orang
yang telah meninggal akan bertanya kepada mereka yang baru datang tentang
keadaan orang-orang yang masih hidup. Mereka berkata: ‘Apa yang dilakukan si
fulan?’ Lalu dijawab: ‘Si fulan telah menikah’ atau ‘Si fulan dalam keadaan
baik.’ Mereka juga berkata: ‘Apa yang dilakukan si fulan?’ Lalu ia menjawab:
‘Bukankah dia telah datang kepada kalian?’ Mereka berkata: ‘Tidak, dia telah
dibawa ke *Ummu Al-Hawiyah* (neraka Jahannam).’”*
Ke 3. Ibnul Qayyim :
Dalam kitabnya *Ar-Ruh* (hlm. 17), ia
berkata:
الْمَسْأَلَةُ الثَّانِيَةُ
وَهِيَ أَنَّ أَرْوَاحَ الْمَوْتَى هَلْ تَتَلَاقَى وَتَتَزَاوَرُ وَتَتَذَاكَرُ أَمْ
لَا؟
*"Masalah kedua adalah apakah ruh-ruh
orang yang telah meninggal bisa saling bertemu, berkunjung, dan mengingat satu
sama lain atau tidak?
Beliau berkata :
وَهِيَ أَيْضًا
مَسْأَلَةٌ شَرِيفَةٌ كَبِيرَةُ الْقَدْرِ، وَجَوَابُهَا: أَنَّ الْأَرْوَاحَ قِسْمَانِ:
أَرْوَاحٌ مُعَذَّبَةٌ، وَأَرْوَاحٌ مُنَعَّمَةٌ.
فَالْمُعَذَّبَةُ
فِي شُغْلٍ بِمَا هِيَ فِيهِ مِنَ الْعَذَابِ عَنِ التَّزَاوُرِ وَالتَّلَاقِي، وَالْأَرْوَاحُ
الْمُنَعَّمَةُ الْمُرْسَلَةُ غَيْرُ الْمَحْبُوسَةِ تَتَلَاقَى وَتَتَزَاوَرُ وَتَتَذَاكَرُ
مَا كَانَ مِنْهَا فِي الدُّنْيَا وَمَا يَكُونُ مِنْ أَهْلِ الدُّنْيَا. انْتَهَى.
“Masalah ini juga merupakan masalah yang
mulia dan sangat penting. Jawabannya adalah bahwa ruh itu terbagi menjadi dua
jenis: ruh yang disiksa dan ruh yang diberi nikmat. Ruh yang disiksa sibuk
dengan azab yang mereka alami sehingga tidak sempat untuk saling bertemu dan
berkunjung. Sedangkan ruh yang diberi nikmat, yang tidak tertahan (bebas),
dapat saling bertemu, berkunjung, dan mengingat apa yang pernah mereka alami di
dunia serta apa yang terjadi dengan penduduk dunia."*
Ke 5. Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani :
Ketika beliau ditanya, sebagaimana dalam
*As'ilah min Khathth Asy-Syaikh Ibn Hajar Al-Asqalani wal-Jawab ‘Alaiha* (hlm.
86), yang dikumpulkan oleh Syaikhul Islam Al-Qasthalani, dan dicetak bersama
kitab *Al-Imta' bil-Arba'in Al-Mutabayinah As-Sama'* karya Ibnu Hajar, ia
berkata:
وَأَمَّا قَوْلُهُ:
إِذَا دُفِنَ الْمَيِّتُ، قَرِيبًا مِنْ قَبْرٍ آخَرَ، أَوْ بَعِيدًا؛ هَلْ يَعْرِفُهُ
وَيَسْأَلُهُ عَنْ أَحْوَالِ الدُّنْيَا؟ فَالْجَوَابُ: نَعَمْ، قَدْ وُرِدَ فِي ذَلِكَ
عِدَّةُ أَحَادِيثَ... ثُمَّ سَاقَ بَعْضَ هَذِهِ الْأَحَادِيثِ وَالْآثَارِ. انْتَهَى.
*"Adapun pertanyaan tentang apakah
seseorang yang dikuburkan di dekat atau jauh dari kuburan orang lain dapat
mengenalnya dan menanyakan keadaan dunia kepadanya? Jawabannya adalah: Ya. Ada
banyak hadits yang membahas hal ini..."*
Lalu ia menyebutkan beberapa hadits dan riwayat tentang hal tersebut.
0 Komentar