Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

STUDY HADITS : "AMALAN KALIAN DIPERLIHATKAN KEPADA KERABAT DAN KELUARGA KALIAN YANG TELAH MENINGGAL".

STUDY HADITS : TENTANG AMALAN ORANG BERIMAN YANG MASIH HIDUP DIPERLIHATKAN KEPADA KERABAT-NYA YANG BERIMAN YANG TELAH WAFAT

Di Tulis oleh Abu Haitsam Fakhri

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

 ===


===

DAFTAR ISI :

  • PEMBAHASAN PERTAMA Tentang : **pertanyaan arwah orang-orang beriman terhadap ruh seorang mukmin yang baru meninggal** tentang kabar keluarganya dan kerabatnya yang masih hidup, tanpa ada peristiwa diperlihatkannya amal.
  • PEMBAHASAN KE DUA : Tentang: hadits-hadits yang menyebutkan diperlihatkannya amalan orang-orang beriman yang masih hidup kepada kerabat mereka dari kalangan orang-orang beriman yang telah meninggal sebelum mereka. 
  • PEMBAHASAN KETIGA: PERNYATAAN SEKELOMPOK ULAMA

****

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

PENDAHULUAN:

Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah bersabda: 

«إِنَّ أَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَى أَقَارِبِكُمْ وَعَشَائِرِكُمْ مِنَ الْأَمْوَاتِ، فَإِنْ كَانَ خَيْرًا اسْتَبْشَرُوا بِهِ، وَإِنْ كَانَ غَيْرَ ذَلِكَ، قَالُوا: اللَّهُمَّ لَا تُمِتْهُمْ، حَتَّى تَهْدِيَهُمْ كَمَا هَدَيْتَنَا».

*"Sesungguhnya amalan kalian diperlihatkan kepada kerabat dan keluarga kalian yang telah meninggal. Jika itu adalah kebaikan, mereka bergembira dengannya. Namun, jika bukan demikian, mereka berkata: 'Ya Allah, janganlah Engkau matikan mereka sebelum Engkau memberi mereka hidayah sebagaimana Engkau telah memberi kami hidayah.'"*

===***===

PEMBAHASAN PERTAMA:

Tentang "pertanyaan arwah orang-orang beriman terhadap ruh seorang mukmin yang baru meninggal" tentang kabar keluarganya dan kerabatnya yang masih hidup, tanpa ada peristiwa diperlihatkannya amal.

Hal ini telah ada ketetapan dalam hadits berikut yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu.

HADITS PERTAMA :

Diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad dalam *As-Sunnah* (1447), Ath-Thabari dalam *Tahdzib al-Atsar* (2/502), dan Al-Bazzar dalam *Musnad*-nya (9760), dari jalur Yazid bin Kaisan, dari Abu Hazim, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah bersabda: 

(إِنَّ الْمُؤْمِنَ حِينَ يَنْزِلُ بِهِ الْمَوْتُ وَيُعَايِنُ مَا يُعَايِنُ وَدَّ أَنَّهَا قَدْ خَرَجَتْ ، وَاللَّهُ يُحِبُّ لِقَاءَهُ ، وَإِنَّ الْمُؤْمِنَ يُصْعَدُ بِرُوحِهِ إِلَى السَّمَاءِ ، فَتَأْتِيهِ أَرْوَاحُ الْمُؤْمِنِينَ فَيَسْتَخْبِرُونَهُ عَنْ مَعَارِفِهِمْ مِنْ أَهْلِ الْأَرْضِ ، فَإِذَا قَالَ: تَرَكْتُ فُلَانًا فِي الدُّنْيَا ، أَعْجَبَهُمْ ذَلِكَ ، فَإِذَا قَالَ: إِنَّ فُلَانًا قَدْ فَارَقَ الدُّنْيَا قَالُوا: مَا جِيءَ بِرُوحِ ذَلِكَ إِلَيْنَا).

*"Sesungguhnya seorang mukmin ketika ajal menjemputnya dan ia melihat apa yang dilihatnya, ia pun berharap segera keluar dari dunia ini, dan Allah mencintai perjumpaan dengannya. Ketika ruh seorang mukmin diangkat ke langit, ruh-ruh orang mukmin lainnya akan mendatanginya dan menanyakan tentang orang-orang yang mereka kenal di dunia. Jika ia berkata: ‘Aku meninggalkan si fulan di dunia,’ mereka merasa senang. Tetapi jika ia berkata: ‘Si fulan telah meninggal dunia,’ mereka berkata: ‘Kenapa ruhnya belum datang kepada kami?’”* 

Sanad hadits ini hasan karena adanya periwayat Al-Walid bin Al-Qasim. Ahmad menganggapnya tsiqah, sementara Yahya bin Ma’in mendhaifkannya.

Namun, Imam Ahmad juga berkata:

"كَتَبْنَا عَنْهُ أَحَادِيثَ حِسَانًا عَنْ يَزِيدَ بْنِ كَيْسَانَ فَاكْتُبُوا عَنْهُ".

*"Kami menulis darinya hadits-hadits yang baik dari Yazid bin Kaisan, maka tulislah darinya."* (Lihat *Tahdzib at-Tahdzib*, 245). Syaikh Al-Albani menghasankan sanadnya dalam *Al-Ayat al-Bayyinat* (hal. 91). 

HADITS KEDUA :

Hadits yang diriwayatkan oleh: 

- An-Nasa'i dalam *Sunan*-nya (1833), 

- Ibnu Hibban dalam *Shahih*-nya (3014), 

- Al-Bazzar dalam *Musnad*-nya (9540), 

- Al-Hakim dalam *Al-Mustadrak* (1302), 

- Al-Baihaqi dalam *Itsbat 'Adzab Al-Qabr* (36),  melalui jalur *Qatadah*, dari *Qasamah bin Zuhair*, dari *Abu Hurairah*, bahwa Nabi bersabda:

  ( إِذَا حُضِرَ الْمُؤْمِنُ أَتَتْهُ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ بِحَرِيرَةٍ بَيْضَاءَ ، فَيَقُولُونَ: اخْرُجِي رَاضِيَةً مَرْضِيًّا عَنْكِ إِلَى رَوْحِ اللَّهِ وَرَيْحَانٍ ، وَرَبٍّ غَيْرِ غَضْبَانَ ، فَتَخْرُجُ كَأَطْيَبِ رِيحِ الْمِسْكِ ، حَتَّى إنَّهُ لَيُنَاوِلُهُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا ، حَتَّى يَأْتُونَ بِهِ بَابَ السَّمَاءِ ، فَيَقُولُونَ: مَا أَطْيَبَ هَذِهِ الرِّيحَ الَّتِي جَاءَتْكُمْ مِنَ الْأَرْضِ ، فَيَأْتُونَ بِهِ أَرْوَاحَ الْمُؤْمِنِينَ فَلَهُمْ أَشَدُّ فَرَحًا بِهِ مِنْ أَحَدِكُمْ بِغَائِبِهِ يَقْدَمُ عَلَيْهِ ، فَيَسْأَلُونَهُ: مَاذَا فَعَلَ فُلَانٌ؟ مَاذَا فَعَلَ فُلَانٌ؟ فَيَقُولُونَ: دَعُوهُ فَإِنَّهُ كَانَ فِي غَمِّ الدُّنْيَا ، فَإِذَا قَالَ: أَمَا أَتَاكُمْ؟ قَالُوا: ذُهِبَ بِهِ إِلَى أُمِّهِ الْهَاوِيَةِ ، وَإِنَّ الْكَافِرَ إِذَا احْتُضِرَ أَتَتْهُ مَلَائِكَةُ الْعَذَابِ بِمِسْحٍ فَيَقُولُونَ: اخْرُجِي سَاخِطَةً مَسْخُوطًا عَلَيْكِ ، إِلَى عَذَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ ، فَتَخْرُجُ كَأَنْتَنِ رِيحِ جِيفَةٍ ، حَتَّى يَأْتُونَ بِهِ بَابَ الْأَرْضِ ، فَيَقُولُونَ: مَا أَنْتَنَ هَذِهِ الرِّيحَ ، حَتَّى يَأْتُونَ بِهِ أَرْوَاحَ الْكُفَّارِ).

"Ketika seorang mukmin menjelang kematiannya, malaikat rahmat mendatanginya dengan membawa kain sutra putih, lalu mereka berkata:

'Keluarlah dengan ridha dan dalam keadaan diridhai, menuju rahmat dan wewangian Allah serta kepada Tuhan yang tidak murka.'

Maka ruhnya keluar dengan aroma seharum minyak kesturi, hingga mereka saling menyerahkannya satu sama lain hingga sampai ke pintu langit.

Mereka berkata: 'Alangkah harumnya aroma yang datang dari bumi ini.'

Kemudian ruh itu dibawa kepada arwah orang-orang beriman. Mereka lebih bahagia menyambutnya dibandingkan salah seorang dari kalian menyambut keluarganya yang datang setelah lama pergi.

Lalu mereka (ruh-ruh orang beriman) bertanya kepadanya: 'Apa yang dilakukan si Fulan? Apa yang dilakukan si Fulan?'

Namun mereka (para malaikat yang membawa-nya) berkata: 'Biarkan dia, karena dia baru saja mengalami kesulitan dunia.'

Jika ruh itu berkata: 'Bukankah dia telah datang kepada kalian?' Mereka (rurh-ruh orang beriman) menjawab: 'Ia telah dibawa ke tempat kembalinya , yaitu neraka *Al-Hawiyah*.'"

"Adapun jika orang kafir menjelang kematiannya, malaikat azab mendatanginya dengan membawa kain kasar. Mereka (para malaikat) berkata:

'Keluarlah dalam keadaan murka dan dimurkai menuju azab Allah.'

Maka ruhnya keluar dengan bau sebusuk bangkai, hingga mereka membawanya ke pintu bumi. Mereka (para malaikat) berkata: 'Alangkah busuknya bau ini,' hingga ruh itu dibawa kepada arwah orang-orang kafir."

Hadits ini memiliki sanad yang **shahih**. 

Sanadnya dianggap kuat oleh Al-'Iraqi dalam *Al-Mughni 'an Hamlil-Asfar* (7/228). Hadits ini juga dinyatakan **shahih** oleh **Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah** dalam *Majmu' Al-Fatawa* (5/450) dan **Syaikh Al-Albani** dalam *As-Silsilah Ash-Shahihah* (1309).

Dalam sunnah Nabi yang shahih disebutkan bahwa ruh-ruh orang beriman saling mengunjungi di kubur dan bertanya kepada orang yang baru meninggal setelah mereka dimakamkan tentang kabar keluarga mereka di dunia.

FIQIH HADITS :

Hadits Abu Hurairah ini menunjukkan bahwa orang yang baru meninggal akan memberi tahu arwah orang-orang beriman tentang keluarga, kerabat dan sahabat mereka yang mukmin yang masih hidup.

Dan inilah cara yang dibenarkan bahwa orang yang telah meninggal mengetahui kabar keluarga mereka yang masih hidup. 

Ruh terbagi menjadi dua : [1]- Ruh yang disiksa. [2] Ruh yang diberi kenikmatan.

Ruh yang disiksa sibuk dengan siksaan yang mereka alami sehingga tidak bertanya kepada orang yang baru meninggal tentang kabar keluarga mereka, juga tidak saling mengunjungi atau bertemu. Sedangkan ruh yang diberi kenikmatan, yang bebas dan tidak tertahan, saling bertemu, saling mengunjungi, dan saling mengenang apa yang pernah terjadi di dunia serta apa yang terjadi pada keluarga mereka di dunia.

Ya, telah ditegaskan dalam dalil bahwa ruh-ruh orang beriman dapat saling bertemu dan saling mengunjungi.

Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: 

وَأَمَّا قَوْلُهُ " هَلْ تَجْتَمِعُ رُوحُهُ مَعَ أَرْوَاحِ أَهْلِهِ وَأَقَارِبِهِ ؟ " : فَفِي الْحَدِيثِ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ وَغَيْرِهِ مِنَ السَّلَفِ وَرَوَاهُ أَبُو حَاتِمٍ فِي الصَّحِيحِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " أَنَّ الْمَيِّتَ إِذَا عُرِجَ بِرُوحِهِ تَلَقَّتْهُ الْأَرْوَاحُ يَسْأَلُونَهُ عَنِ الْأَحْيَاءِ فَيَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ : دَعُوهُ حَتَّى يَسْتَرِيحَ ، فَيَقُولُونَ لَهُ : مَا فَعَلَ فُلَانٌ ؟ فَيَقُولُ : عَمِلَ عَمَلَ صَلَاحٍ ، فَيَقُولُونَ : مَا فَعَلَ فُلَانٌ ؟ فَيَقُولُ : أَلَمْ يَقْدَمْ عَلَيْكُمْ ؟ فَيَقُولُونَ : لَا، فَيَقُولُونَ: ذُهِبَ بِهِ إِلَى الْهَاوِيَةِ " . 

وَلَمَّا كَانَتْ أَعْمَالُ الْأَحْيَاءِ تُعْرَضُ عَلَى الْمَوْتَى : كَانَ أَبُو الدَّرْدَاءِ يَقُولُ : " اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَعْمَلَ عَمَلًا أُخْزَى بِهِ عِنْدَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ رَوَاحَةَ " ، فَهَذَا اجْتِمَاعُهُمْ عِنْدَ قُدُومِهِ يَسْأَلُونَهُ فَيُجِيبُهُمْ . 

وَأَمَّا اسْتِقْرَارُهُمْ فَبِحَسَبِ مَنَازِلِهِمْ عِنْدَ اللَّهِ ، فَمَنْ كَانَ مِنَ الْمُقَرَّبِينَ : كَانَتْ مَنْزِلَتُهُ أَعْلَى مِنْ مَنْزِلَةِ مَنْ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ الْيَمِينِ ، لَكِنَّ الْأَعْلَى يَنْزِلُ إِلَى الْأَسْفَلِ وَالْأَسْفَلُ لَا يَصْعَدُ إِلَى الْأَعْلَى ، فَيَجْتَمِعُونَ إِذَا شَاءَ اللَّهُ كَمَا يَجْتَمِعُونَ فِي الدُّنْيَا ، مَعَ تَفَاوُتِ مَنَازِلِهِمْ وَيَتَزَاوَرُونَ . 

وَسَوَاءٌ كَانَتِ الْمَدَافِنُ مُتَبَاعِدَةً فِي الدُّنْيَا أَوْ مُتَقَارِبَةً ، قَدْ تَجْتَمِعُ الْأَرْوَاحُ مَعَ تَبَاعُدِ الْمَدَافِنِ ، وَقَدْ تَفْتَرِقُ مَعَ تَقَارُبِ الْمَدَافِنِ ، يُدْفَنُ الْمُؤْمِنُ عِنْدَ الْكَافِرِ ، وَرُوحُ هَذَا فِي الْجَنَّةِ ، وَرُوحُ هَذَا فِي النَّارِ ، وَالرَّجُلَانِ يَكُونَانِ جَالِسَيْنِ أَوْ نَائِمَيْنِ فِي مَوْضِعٍ وَاحِدٍ وَقَلْبُ هَذَا يُنَعَّمُ ، وَقَلْبُ هَذَا يُعَذَّبُ ، وَلَيْسَ بَيْنَ الرُّوحَيْنِ اتِّصَالٌ ، فَالْأَرْوَاحُ كَمَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ ، فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ ، وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ " رَوَاهُ مُسْلِمٌ (2638).

Adapun pertanyaan "Apakah ruh seseorang akan berkumpul dengan ruh keluarga dan kerabatnya?" Maka dalam sebuah hadits dari Abu Ayyub Al-Anshari dan selainnya dari kalangan salaf, yang diriwayatkan oleh Abu Hatim dalam kitab *Ash-Shahih* dari Nabi , disebutkan: 

*"Apabila ruh seorang yang meninggal diangkat, maka ruh-ruh lainnya akan menyambutnya, lalu mereka menanyainya tentang keadaan orang-orang yang masih hidup. Sebagian dari mereka berkata, ‘Biarkan dia beristirahat terlebih dahulu.’ Kemudian mereka bertanya, ‘Apa yang dilakukan si Fulan?’ Ia menjawab, ‘Ia melakukan amal shalih.’ Mereka bertanya lagi, ‘Apa yang dilakukan si Fulan?’ Ia menjawab, ‘Bukankah dia sudah datang kepada kalian?’ Mereka berkata, ‘Belum.’ Maka mereka berkata, ‘Ia telah dibawa ke tempat kehancuran (neraka Hawiyah).’”* 

Karena amal perbuatan orang yang masih hidup diperlihatkan kepada orang-orang yang telah meninggal, maka Abu Darda' radhiyallahu 'anhu pernah berdoa: 

*"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari melakukan amal yang memalukan di hadapan Abdullah bin Rawahah."* 

Hal ini menunjukkan bahwa ketika ruh seseorang tiba, ruh-ruh lainnya menyambutnya dan menanyakan keadaannya. 

Adapun tempat mereka menetap bergantung pada kedudukan mereka di sisi Allah. Barang siapa termasuk golongan yang didekatkan kepada Allah, maka kedudukannya lebih tinggi dibandingkan golongan kanan. Namun, yang berada di tempat yang lebih tinggi dapat turun ke tempat yang lebih rendah, sedangkan yang berada di tempat rendah tidak dapat naik ke tempat yang lebih tinggi. Mereka bisa berkumpul jika Allah menghendaki, sebagaimana mereka bisa berkumpul di dunia, meskipun kedudukan mereka berbeda-beda dan mereka saling mengunjungi. 

Baik kuburan mereka berjauhan di dunia maupun berdekatan, ruh-ruh itu dapat berkumpul meskipun kuburan berjauhan, atau dapat terpisah meskipun kuburan berdekatan. Seorang mukmin bisa dikuburkan di sebelah kafir, namun ruh mukmin berada di surga, sedangkan ruh kafir berada di neraka. Dua orang yang duduk atau tidur di tempat yang sama bisa saja salah satunya mendapatkan nikmat, sedangkan yang lain mendapatkan azab, tanpa ada hubungan antara ruh keduanya. 

Sebagaimana sabda Nabi :  "Ruh-ruh itu seperti tentara yang berseragam. Apa saja yang membuat mereka saling mengenal di antara mereka, maka mereka akan saling bersatu, dan apa yang membuat mereka saling tidak mengenal, maka mereka akan saling berselisih."  (HR. Muslim, no. 2638).  [Lihat : *Majmu’ Al-Fatawa*, 24/368].

===***===

PEMBAHASAN KE DUA :

Tentang : "hadits-hadits yang menyebutkan diperlihatkannya amalan orang-orang beriman kepada kerabat mereka dari kalangan orang-orang beriman yang telah meninggal sebelum mereka".

Yaitu dalam beberapa pembahasan sebagai berikut :

*****

Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah bersabda: 

«إِنَّ أَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَى أَقَارِبِكُمْ وَعَشَائِرِكُمْ مِنَ الْأَمْوَاتِ، فَإِنْ كَانَ خَيْرًا اسْتَبْشَرُوا بِهِ، وَإِنْ كَانَ غَيْرَ ذَلِكَ، قَالُوا: اللَّهُمَّ لَا تُمِتْهُمْ، حَتَّى تَهْدِيَهُمْ كَمَا هَدَيْتَنَا».

*"Sesungguhnya amalan kalian diperlihatkan kepada kerabat dan keluarga kalian yang telah meninggal. Jika itu adalah kebaikan, mereka bergembira dengannya. Namun, jika bukan demikian, mereka berkata: 'Ya Allah, janganlah Engkau matikan mereka sebelum Engkau memberi mereka hidayah sebagaimana Engkau telah memberi kami hidayah.'"* 

(Hadits ini dhaif jiddan / lemah sekali). 

**Kesimpulan Singkat tentang Derajat Hadits diatas :** 

Kesimpulan mengenai hadits ini adalah bahwa ia diriwayatkan dengan sanad yang di dalamnya terdapat perawi yang tidak dikenal. Setelah diteliti apakah ada syawahid (riwayat pendukung) yang menguatkannya, ditemukan beberapa syawahid marfu', namun setiap jalur periwayatannya mengandung perawi pendusta atau yang ditinggalkan. Oleh karena itu, syawahid tersebut tidak dapat menguatkan hadits ini yang derajatnya lemah. 

Makna hadits ini juga ditemukan dalam dua atsar dari Abu Ayyub dan Abu Darda' radhiyallahu 'anhuma, tetapi keduanya tidak dapat dipastikan kebenarannya karena terdapat keterputusan dalam sanadnya. 

Syeikh Muhammad Toha Sya’ban dalam Takhrij hadits diatas berkata :

وَقَدْ صَحَّحَ العَلَّامَةُ الأَلْبَانِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ هَذَا الحَدِيثَ بِكَثْرَةِ شَوَاهِدِهِ المَرْفُوعَةِ وَالمَوْقُوفَةِ، وَلَمْ يُصِبْ فِي هَذَا رَحِمَهُ اللَّهُ.

“Syaikh Al-Albani rahimahullah telah mensahihkan hadits ini berdasarkan banyaknya syawahid yang marfu' maupun mauquf, namun dalam hal ini beliau rahimahullah keliru”.

===***===

**RINCIAN TAKHRIJ HADITS:**

Diriwayatkan oleh Ahmad dalam *Al-Musnad* (12683), Abdullah bin Ahmad dalam *As-Sunnah* (1455) dan Abu Ya‘la dalam *Musnad*-nya sebagaimana disebut dalam *Ghayat al-Maqshad fi Zawaid al-Musnad* (1267), dari jalur ‘Abd al-Razzaq, ia berkata: Telah mengabarkan kepada kami Sufyan, dari seseorang yang mendengar Anas bin Malik berkata: Nabi bersabda: 

(إِنَّ أَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَى أَقَارِبِكُمْ وَعَشَائِرِكُمْ مِنَ الْأَمْوَاتِ ، فَإِنْ كَانَ خَيْرًا اسْتَبْشَرُوا بِهِ ، وَإِنْ كَانَ غَيْرَ ذَلِكَ، قَالُوا: اللهُمَّ لَا تُمِتْهُمْ حَتَّى تَهْدِيَهُمْ كَمَا هَدَيْتَنَا ).

*"Sesungguhnya amal perbuatan kalian diperlihatkan kepada kerabat dan keluarga kalian yang telah meninggal. Jika amal itu baik, mereka merasa senang, dan jika tidak baik, mereka berkata: 'Ya Allah, janganlah Engkau matikan mereka sebelum Engkau memberi mereka petunjuk sebagaimana Engkau telah memberi petunjuk kepada kami.'"* 

Sanad hadits ini **lemah sekali**, karena di dalamnya terdapat seorang perawi yang tidak disebutkan namanya. Oleh karena itu, hadits ini dinilai lemah oleh Syaikh al-Albani dalam *Silsilah al-Da‘ifah* (863). 

Diduga kuat perawi yang tidak disebutkan ini adalah **Aban bin Abi ‘Ayyâsy**, karena hadits ini juga diriwayatkan oleh al-Hakim al-Tirmidzi dalam *Nawadir al-Ushul – versi musnad* (924) dari jalur Qubaishah, dari Sufyan, dari Aban bin Abi ‘Ayyâsy, dari Anas bin Malik, dengan matan yang serupa. 

Maka hadits ini **palsu**, karena **Aban bin Abi ‘Ayyâsy** adalah perawi yang ditinggalkan oleh para ahli hadits. Para ulama, termasuk Syu‘bah dan lainnya, menuduhnya sebagai pendusta. 

Al-Haitsami dalam *Majma' Az-Zawa'id* (3/73) berkata:

«رَوَاهُ أَحْمَدُ، وَفِيهِ رَجُلٌ لَمْ يُسَمَّ».

*"Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, dan di dalamnya terdapat seorang perawi yang tidak disebutkan namanya."*

****

HADITS-HADITS SYAWAHID (PENGUAT):

Hadits ini memiliki syawahid (riwayat pendukung) yang tidak bisa menguatkannya: 

===

SYAHID PERTAMA: DARI JABIR BIN ABDULLAH RADHIYALLAHU 'ANHUMA.

Diriwayatkan oleh Abu Daud Ath-Thayalisi dalam *Musnad*-nya (1903), ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Ash-Shalt bin Dinar, dari Al-Hasan, dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu 'anhuma, ia berkata: Rasulullah bersabda: 

«إِنَّ أَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَى عَشَائِرِكُمْ وَأَقْرِبَائِكُمْ فِي قُبُورِهِمْ، فَإِنْ كَانَ خَيْرًا اسْتَبْشَرُوا بِهِ، وَإِنْ كَانَ غَيْرَ ذَلِكَ قَالُوا: اللَّهُمَّ أَلْهِمْهُمْ أَنْ يَعْمَلُوا بِطَاعَتِكَ».

*"Sesungguhnya amalan kalian diperlihatkan kepada keluarga dan kerabat kalian di dalam kubur mereka. Jika itu adalah kebaikan, mereka bergembira dengannya. Namun, jika bukan demikian, mereka berkata: 'Ya Allah, ilhamkanlah kepada mereka agar mereka beramal dengan ketaatan kepada-Mu.'"*

Sanad hadits ini **dha’if / lemah** karena adanya inqitha’ (keterputusan) antara Al-Hasan dan Jabir bin Abdillah. Al-Hasan tidak pernah mendengar langsung dari Jabir, sebagaimana disebutkan oleh Ali bin Al-Madini dan Abu Zur’ah, yang dikutip oleh Ibnu Abi Hatim dalam *Al-Marasil* (112, 113). 

Ditambah lagi, Syeikh Muhammad Toha Sya’ban dalam Takhrij hadits diatas berkata :

قُلْتُ: وَهَذَا الشَّاهِدُ لَا يَثْبُتُ، وَلَا يُقَوِّي حَدِيثَ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ؛ لِأَنَّ الصَّلْتَ بْنَ دِينَارٍ مَتْرُوكٌ.

Saya katakan : Syahid ini tidak bisa dijadikan pegangan dan tidak menguatkan hadits Anas radhiyallahu 'anhu, karena Ash-Shalt bin Dinar adalah perawi yang ditinggalkan (matruk).

Al-‘Uqaili meriwayatkan dalam *Adh-Dhu‘afa’* (3/122) dari ‘Amr bin ‘Ali, ia berkata:

كَانَ يَحْيَى وَعَبْدُ الرَّحْمٰنِ لَا يُحَدِّثَانِ عَنِ الصَّلْتِ بْنِ دِينَارٍ.

*"Yahya dan ‘Abdurrahman tidak meriwayatkan hadits dari Ash-Shalt bin Dinar."* 

Abdullah bin Ahmad berkata dalam *Al-‘Ilal* (2380):

«سَأَلْتُ أَبِي عَنِ الصَّلْتِ بْنِ دِينَارٍ، فَقَالَ: تَرَكَ النَّاسُ حَدِيثَهُ، مَتْرُوكٌ، وَنَهَانِي أَنْ أَكْتُبَ عَنِ الصَّلْتِ بْنِ دِينَارٍ شَيْئًا».

*"Aku bertanya kepada ayahku tentang Ash-Shalt bin Dinar, lalu ia berkata: 'Orang-orang telah meninggalkan haditsnya, ia perawi yang ditinggalkan (matruk), dan ia melarangku menulis sesuatu pun dari Ash-Shalt bin Dinar.’”* 

Abdullah bin Ahmad juga berkata dalam riwayat lain dalam *Al-‘Ilal* (3900):

«سَأَلْتُ يَحْيَى عَنِ الصَّلْتِ بْنِ دِينَارٍ أَبِي شُعَيْبٍ، فَقَالَ: بَصْرِيٌّ لَيْسَ بِشَيْءٍ. سَأَلْتُ أَبِي، فَقَالَ: مَتْرُوكٌ».

*"Aku bertanya kepada Yahya tentang Ash-Shalt bin Dinar Abu Syu‘aib, lalu ia berkata: 'Ia seorang dari Bashrah yang tidak ada nilainya.' Aku bertanya kepada ayahku, lalu ia berkata: 'Matruk.'"* 

Ibnu Ma‘in berkata dalam *Riwayat Ad-Duri* (432):

«لَيْسَ بِشَيْءٍ».

*"Ia bukan apa-apa (tidak dapat dipercaya).”* 

An-Nasai dalam *Adh-Dhu‘afa’ wal-Matrukin* (303) berkata:

«صَلْتُ بْنُ دِينَارٍ أَبُو شُعَيْبٍ، لَيْسَ بِثِقَةٍ».

*"Ash-Shalt bin Dinar Abu Syu‘aib tidak terpercaya."*

====

SYAHID KEDUA: DARI ABU HURAIRAH RADHIYALLAHU 'ANHU.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya dalam *Al-Manamat* (2), ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Abu Sa‘id Al-Madani, yaitu Abdullah bin Syabib, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Syaibah Al-Hizami, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Falih bin Isma‘il, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja‘far bin Abi Katsir, dari Zaid bin Aslam, dari Abu Shalih dan Al-Maqburi, dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah bersabda:

 «لَا تَفْضَحُوا مَوْتَاكُمْ بِسَيِّئَاتِ أَعْمَالِكُمْ، فَإِنَّهَا تُعْرَضُ عَلَى أَوْلِيَائِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْقُبُورِ».

*"Janganlah kalian mempermalukan orang-orang yang telah meninggal di antara kalian dengan keburukan amal perbuatan kalian, karena sesungguhnya amal tersebut diperlihatkan kepada para wali kalian dari penghuni kubur."*

Sanad hadits ini **dho’if / lemah**. 

Sanadnya telah dinilai lemah oleh al-‘Iraqi dalam *Al-Mughni ‘an Haml al-Asfar* yang dicetak bersama *Ihya ‘Ulum al-Din* (7/227), serta oleh al-Sakhawi dalam *Al-Maqasid al-Hasanah* (1296). 

As-Sakhawi dalam *Al-Maqasid Al-Hasanah fi Al-Ahadits Al-Musytahirah ‘ala Al-Alsinah* (1296), ia berkata: 

«حَدِيثُ لَا تَفْضَحُوا مَوْتَاكُمْ بِسَيِّئَاتِ أَعْمَالِكُمْ، فَإِنَّهَا تُعْرَضُ عَلَى أَوْلِيَائِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْقُبُورِ. ابْنُ أَبِي الدُّنْيَا وَالْمَحَامِلِيُّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَفَعَهُ بِسَنَدٍ ضَعِيفٍ».

*"Hadits: Janganlah kalian mempermalukan orang-orang yang telah meninggal dengan keburukan amal perbuatan kalian, karena sesungguhnya amal tersebut diperlihatkan kepada para wali kalian dari penghuni kubur. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya dan Al-Mahamili dari Abu Hurairah, dengan sanad yang lemah."* 

Hadits ini juga disebutkan oleh Al-‘Ajluni dalam *Kasyf Al-Khafa’* (3036). 

Syeikh Muhammad Toha Sya’ban berkata dalam Takhrij Hadits diatas :

قُلْتُ: وَهَذَا إِسْنَادٌ لَا يَثْبُتُ، وَلَا يُتَقَوَّى بِهِ؛ لِأَجْلِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ شَبِيبٍ، فَإِنَّهُ وَضَّاعٌ.

Aku berkata: Sanad ini tidak dapat dipastikan kebenarannya dan tidak bisa dijadikan penguat, karena Abdullah bin Syabib adalah seorang pendusta.

Ibnu ‘Adiy berkata dalam *Al-Kamil* (7/92): 

«سَمِعْتُ عَبْدَ الحَمِيدِ البَصْرِيَّ الوَرَّاقَ يَقُولُ: سَمِعْتُ فَضْلَكَ الرَّازِيَّ يَقُولُ: عَبْدُ اللَّهِ بْنُ شَبِيبٍ يَحِلُّ ضَرْبُ عُنُقِهِ. 

سَمِعْتُ عَبْدَانَ يَقُولُ: قُلْتُ لِعَبْدِ الرَّحْمٰنِ بْنِ خَرَاشٍ: هَذِهِ الأَحَادِيثُ الَّتِي يُحَدِّثُ بِهَا غُلَامُ الخَلِيلِ، مِنْ أَيْنَ لَهُ؟ قَالَ: سَرَقَهَا مِنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ شَبِيبٍ، وَسَرَقَهَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ شَبِيبٍ مِنَ النَّضْرِ بْنِ سَلَمَةَ شَاذَانَ، وَوَضَعَهَا شَاذَانُ». 

*"Aku mendengar Abdurrahman Al-Bashri Al-Warraq berkata: Aku mendengar Fadhlak Ar-Razi berkata: ‘Abdullah bin Syabib pantas untuk dihukum pancung.’ 

Aku mendengar ‘Abdan berkata: Aku berkata kepada Abdurrahman bin Khirasy: ‘Hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Ghulam Al-Khalil ini, dari mana ia mendapatkannya?’ Ia menjawab: ‘Ia mencurinya dari Abdullah bin Syabib, dan Abdullah bin Syabib mencurinya dari An-Nadhr bin Salamah Syadhan, sementara Syadhan yang memalsukan hadits-hadits tersebut.’” [Selesai]

Kemudian Ibnu ‘Adi menyebutkan beberapa hadits dari Abdullah bin Syabib, lalu berkata: 

«وَلِعَبْدِ اللَّهِ بْنِ شَبِيبٍ غَيْرُ مَا ذَكَرْتُ مِنَ الأَحَادِيثِ الَّتِي أَنْكَرْتُ عَلَيْهِ كَثِيرٌ».

*"Dan Abdullah bin Syabib memiliki banyak hadits lain selain yang telah aku sebutkan, yang diingkari darinya."* 

Ibnu Hibban menyebutnya dalam *Al-Majruhin* (2/11), dan berkata: 

«يُقَلِّبُ الأَخْبَارَ وَيَسْرِقُهَا، لَا يَجُوزُ الِاحْتِجَاجُ بِهِ؛ لِكَثْرَةِ مَا خَالَفَ أَقْرَانَهُ فِي الرِّوَايَاتِ عَنِ الأَثْبَاتِ»اهـ.

*"Ia membolak-balikkan berita dan mencurinya. Tidak boleh berhujah dengannya karena banyaknya penyimpangannya dari para perawi tsiqah dalam meriwayatkan dari perawi yang kuat."* 

RIWAYAT MAWQUF :

Diriwayatkan juga melalui jalur lain dari Abu Hurairah, dalam bentuk mauquf kepadanya, namun tidak sahih juga.

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari dalam *Tahdzib Al-Atsar*, *Musnad Ibnu Umar* (732), ia berkata: 

*"Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Utsman, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami ‘Auf, dari Khallas bin ‘Amr, dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata:

«إِنَّ أَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَى أَقْرِبَائِكُمْ مِنْ مَوْتَاكُمْ، فَإِنْ رَأَوْا خَيْرًا فَرِحُوا بِهِ، وَإِنْ رَأَوْا شَرًّا كَرِهُوهُ، وَإِنَّهُمْ يَسْتَخْبِرُونَ الْمَيِّتَ إِذَا أَتَاهُمْ، مَنْ مَاتَ بَعْدَهُمْ، حَتَّى إِنَّ الرَّجُلَ يَسْأَلُ عَنْ امْرَأَتِهِ أَتَزَوَّجَتْ أَمْ لَا، وَحَتَّى إِنَّ الرَّجُلَ يَسْأَلُ عَنِ الرَّجُلِ، فَإِذَا قِيلَ: قَدْ مَاتَ، قَالَ: هَيْهَاتَ، ذَهَبَ ذَاكَ، فَإِنْ لَمْ يَحِسُّوهُ عِنْدَهُمْ، قَالُوا: إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ، ذَهَبَ بِهِ إِلَى أُمِّهِ الْهَاوِيَةِ، فَبِئْسَ الْمُرَبِّيَةُ».

'Sesungguhnya amal perbuatan kalian diperlihatkan kepada kerabat kalian dari kalangan orang-orang yang telah meninggal. Jika mereka melihat kebaikan, mereka merasa senang. Jika mereka melihat keburukan, mereka membencinya. Mereka juga akan bertanya kepada orang yang baru meninggal jika datang kepada mereka, tentang siapa saja yang telah meninggal setelah mereka. Sampai-sampai seseorang bertanya tentang istrinya, apakah ia telah menikah lagi atau belum. Bahkan seseorang bertanya tentang seseorang lainnya, lalu jika dikatakan kepadanya bahwa orang itu telah meninggal, ia berkata: *"Celaka! Dia telah pergi."* Namun, jika mereka tidak menemukannya di sisi mereka, mereka berkata: *"Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, dia telah dibawa ke tempat kemblinya, yaitu neraka al-Hawiyah (tempat yang paling dalam di neraka). Maka sungguh buruk tempat tinggalnya."'*” 

Saya katakan : Dalam sanad hadits ini terdapat Abdurrahman bin Utsman, yaitu Ibnu Umayyah Al-Bakrawi. 

Al-Bukhari berkata dalam *At-Tarikh Al-Kabir* (5/331):

«قَالَ أَحْمَدُ: طَرَحَ النَّاسُ حَدِيثَهُ».

*"Ahmad berkata: Orang-orang telah meninggalkan haditsnya."* 

Ali bin Al-Madini berkata, sebagaimana disebutkan dalam *Al-Jarh wat-Ta'dil* (5/265):

«ذَهَبَ حَدِيثُهُ».

*"Haditsnya telah ditinggalkan."* 

Abu Hatim berkata:

«لَيْسَ بِقَوِيٍّ، يُكْتَبُ حَدِيثُهُ وَلَا يُحْتَجُّ بِهِ».

*"Ia bukan perawi yang kuat. Haditsnya ditulis, tetapi tidak bisa dijadikan hujjah."* 

Ibnu Hibban dalam *Al-Majruhin* (2/27) berkata:

  «مُنْكَرُ الْحَدِيثِ، مِمَّنْ يَرْوِي الْمَقْلُوبَاتِ عَنِ الْأَثْبَاتِ، وَيَأْتِي عَنِ الثِّقَاتِ مَا لَا يُشْبِهُ أَحَادِيثَهُمْ، فَلَا يَجُوزُ الِاحْتِجَاجُ بِهِ».

*"Ia munkarul hadits, termasuk perawi yang meriwayatkan hadits-hadits terbalik dari perawi yang tsiqah. Ia juga meriwayatkan dari perawi terpercaya hadits-hadits yang tidak menyerupai riwayat mereka. Maka tidak boleh berhujah dengannya."*

====

SYAHID KETIGA: DARI NU'MAN BIN BASYIR RADHIYALLAHU 'ANHU.

Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam *al-Kuna* (47), Ibnu Abi Dunya dalam *al-Manamat* (1), ad-Dulabi dalam *al-Kuna wa al-Asma'* (519), Abu Syaikh dalam *al-Amthal* (314), al-Hakim dalam *al-Mustadrak* (7849), dan al-Baihaqi dalam *asy-Syu‘ab* (9761), dari Yahya bin Shalih al-Wahadhi, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Abu Isma'il as-Sakuni, ia berkata: Aku mendengar Malik bin Adda berkata: Aku mendengar Nu'man bin Basyir sedang berada di atas mimbar berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda: 

«أَلَا إِنَّهُ لَمْ يَبْقَ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مِثْلُ الذُّبَابِ تَمُورُ فِي جَوِّهَا، فَاللَّهَ اللَّهَ فِي إِخْوَانِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْقُبُورِ، فَإِنَّ أَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَيْهِمْ».

*"Ketahuilah, tidak ada yang tersisa dari dunia ini kecuali seperti seekor lalat yang beterbangan di udara. Maka bertakwalah kepada Allah dalam urusan saudara-saudara kalian yang telah meninggal dunia, karena sesungguhnya amal perbuatan kalian diperlihatkan kepada mereka."*

Sanad hadits ini **dhaif**. 

Al-‘Iraqi dalam *Al-Mughni ‘an Hamli al-Asfar* (dicetak bersama *Ihya’ ‘Ulum ad-Din*, 7/227) dan Syaikh Al-Albani dalam *Silsilah ad-Dha’ifah* (443) juga menilai hadits ini dhaif. 

Namun Al-Hakim berkata:

«هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحُ الْإِسْنَادِ، وَلَمْ يُخْرِجَاهُ». 

*"Hadits ini sanadnya sahih, tetapi tidak diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim."* 

Akan tetapi adz-Dzahabi mengomentarinya dengan mengatakan :

«فِيهِ مَجْهُولَانِ».

*"Dalam sanadnya terdapat dua perawi yang majhul (tidak diketahui keadaannya)."* 

Saya katakan: *Komentar adz-Dzahabi ini benar.* 

Ibnu Abi Hatim berkata dalam *al-Jarh wa at-Ta‘dil* (9/336): 

«أَبُو إِسْمَاعِيلَ السَّكُونِيُّ، شَامِيٌّ، قَالَ: سَمِعْتُ مَالِكَ بْنَ أَدَّى، قَالَ: سَمِعْتُ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ، قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ ﷺ يَقُولُ: «لَمْ يَبْقَ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مِثْلُ الذُّبَابِ تَمُورُ فِي جَوِّهَا، فَاللَّهَ اللَّهَ فِي إِخْوَانِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْقُبُورِ، فَإِنَّ أَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَيْهِمْ»؛ رَوَى عَنْهُ يَحْيَى بْنُ صَالِحٍ الْوَحَاظِيُّ، سَمِعْتُ أَبِي يَقُولُ ذَلِكَ. سَأَلْتُ أَبِي عَنْهُ، فَقَالَ: مَجْهُولٌ، وَمَالِكُ بْنُ أَدَّى مَجْهُولٌ» اهـ.

*"Abu Isma‘il as-Sakuni, seorang Syamiy, berkata: Aku mendengar Malik bin Adda berkata: Aku mendengar Nu‘man bin Basyir berkata: Aku mendengar Nabi bersabda: ‘Tidak ada yang tersisa dari dunia ini kecuali seperti seekor lalat yang beterbangan di udara. Maka bertakwalah kepada Allah dalam urusan saudara-saudara kalian yang telah meninggal dunia, karena sesungguhnya amal perbuatan kalian diperlihatkan kepada mereka.’ Yahya bin Shalih al-Wahadhi meriwayatkan darinya. Aku mendengar ayahku berkata demikian. Aku bertanya kepada ayahku tentangnya, lalu ia berkata: *Majhul*, dan Malik bin Adda juga *majhul*."

===

SYAHID KEEMPAT: DARI ABU AYYUB RADHIYALLAHU 'ANHU

Diriwayatkan oleh ath-Thabarani dalam *al-Mu'jam al-Kabir* (4/129) no. 3887, melalui jalur perawi: 

Dari Maslamah bin Ali, dari Zaid bin Waqid, dari Makhul, dari Abdurrahman bin Salam, dari Abu Rahm as-Sama'i, dari Abu Ayyub al-Anshari radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah bersabda: 

«إِنَّ نَفْسَ الْمُؤْمِنِ إِذَا قُبِضَتْ تَلَقَّاهَا مِنْ أَهْلِ الرَّحْمَةِ مِنْ عَبَادِ اللهِ كَمَا تَلْقَوْنَ الْبَشِيرَ فِي الدُّنْيَا، فَيَقُولُونَ: انْظُرُوا صَاحِبَكُمْ يَسْتَرِيحُ، فَإِنَّهُ قَدْ كَانَ فِي كَرْبٍ شَدِيدٍ، ثُمَّ يَسْأَلُونَهُ مَاذَا فَعَلَ فُلَانٌ؟ وَمَا فَعَلَتْ فُلَانَةُ؟ هَلْ تَزَوَّجَتْ؟ فَإِذَا سَأَلُوهُ عَنِ الرَّجُلِ قَدْ مَاتَ قَبْلَهُ، فَيَقُولُ: أَيْهَاتَ قَدْ مَاتَ ذَاكَ قَبْلِي، فَيَقُولُونَ: إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ، ذُهِبَتْ بِهِ إِلَى أُمِّهِ الْهَاوِيَةِ فَبِئْسَتِ الْأُمُّ وَبِئْسَتِ الْمُرَبِّيَةُ»

_"Sesungguhnya ruh seorang mukmin ketika dicabut akan disambut oleh para hamba Allah yang mendapatkan rahmat, sebagaimana kalian menyambut pembawa kabar gembira di dunia. Mereka berkata: 'Lihatlah, sahabat kalian telah beristirahat, karena sebelumnya ia berada dalam kesusahan yang berat.' Kemudian mereka bertanya kepadanya: 'Apa yang dilakukan si fulan? Apa yang dilakukan si fulanah? Apakah dia telah menikah?' Jika mereka bertanya tentang seseorang yang telah meninggal sebelum dia, lalu ia berkata: 'Oh, dia telah wafat sebelumku,' maka mereka berkata: 'Inna lillahi wa inna ilayhi raji'un, dia telah dibawa ke ibunya (tempatnya) dalam neraka *al-Hawiyah*, seburuk-buruk ibu dan seburuk-buruk pengasuh.'"_

Kemudian beliau bersabda: 

«وَإِنَّ أَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَى أَقَارِبِكُمْ وَعَشَائِرِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْآخِرَةِ، فَإِنْ كَانَ خَيْرًا فَرِحُوا وَاسْتَبْشَرُوا، وَقَالُوا: اللهُمَّ هَذَا فَضْلُكَ وَرَحْمَتُكَ فَأَتْمِمْ نِعْمَتَكَ عَلَيْهِ، وَأَمِتْهُ عَلَيْهَا وَيُعْرَضُ عَلَيْهِمْ عَمَلُ الْمُسِيءِ، فَيَقُولُونَ: اللهُمَّ أَلْهِمْهُ عَمَلًا صَالِحًا تَرْضَى بِهِ عَنْهُ وتُقَرِّبُهُ إِلَيْكَ».

_"Sesungguhnya amal perbuatan kalian diperlihatkan kepada kerabat dan keluarga kalian yang sudah berada di akhirat. Jika amalnya baik, mereka bergembira dan merasa bahagia, lalu mereka berkata: 'Ya Allah, ini adalah keutamaan dan rahmat-Mu, maka sempurnakanlah nikmat-Mu atasnya dan wafatkanlah dia dalam keadaan seperti itu.' Namun, apabila amalnya buruk, mereka berkata: 'Ya Allah, ilhamkanlah kepadanya amal yang saleh yang Engkau ridhai dan mendekatkannya kepada-Mu.'"_

Sanad hadits ini lemah.

Adapun perawi yang bernama Abdurrahman bin Salamah, aku tidak menemukan biografinya.  Namun riwayat Abdurrahman bin Salamah telah diikuti riwayatnya [terdapat mutaba’ah baginya]. Yaitu sbb :

Jalur lain :

Hadits ini diriwayatkan pula oleh ath-Thabarani dalam *al-Mu'jam al-Kabir* (4/129) no. 3888, dalam *al-Mu'jam al-Awsath* no. 148, serta dalam *Musnad asy-Syamiyyin* no. 1544 dan 3584, melalui jalur perawi sbb :  Dari Maslamah bin Ali, dari Zaid bin Waqid dan Hisyam bin al-Ghaz, dari Makhul, dari Abdurrahman bin Salamah, dengan sanad yang sama. 

Di dalam sanadnya terdapat “Maslamah bin Ali”.

Ath-Thabarani berkata:

«لَمْ يَرْوِ هَذَا الْحَدِيثَ عَنْ مَكْحُولٍ إِلَّا زَيْدُ بْنُ وَاقِدٍ، وَهِشَامُ بْنُ الْغَازِ، تَفَرَّدَ بِهِ مَسْلَمَةُ بْنُ عَلِيٍّ».

_"Hadits ini tidak diriwayatkan dari Makhul kecuali oleh Zaid bin Waqid dan Hisyam bin al-Ghaz, dan yang meriwayatkannya secara tunggal adalah Maslamah bin Ali."_

Berikut ini pernyataan para ulama ahli hadits tentang “Maslamah bin Ali”. 

Al-Bukhari dalam *at-Tarikh al-Kabir* (7/388) berkata:

«مُنْكَرُ الحَدِيثِ».

"Dia adalah perawi mungkarul hadits (lemah dan meriwayatkan hadits-hadits yang munkar)."

Dalam al-Kaamil di sebutkan tentang *Maslamah bin ‘Ali*:

قال ابنُ مَعينٍ : " لَيسَ بِشَيءٍ " ، وقالَ البُخاريُّ : " مُنكَرُ الحديثِ " ، وقالَ النَّسائيُّ : " مَتروكُ الحديثِ"

Ibnu Ma’in berkata: *“Ia bukan apa-apa (tidak bernilai dalam periwayatan).”*

Al-Bukhari berkata: *“Haditsnya munkar.”*

An-Nasai berkata: *“Haditsnya ditinggalkan.”* (Selesai dari *Al-Kamil* karya Ibnu ‘Adiy, 8/12). 

Dan Ibnu Abi Hatim berkata dalam *Al-Jarh wa At-Ta'dil* (8/268):

«حَدَّثَنِي أَبِي، قَالَ: سَمِعْتُ دُحَيْمًا يَقُولُ: مَسْلَمَةُ بْنُ عَلِيٍّ الخُشَنِيُّ: لَيْسَ بِشَيْءٍ. 

قُرِئَ عَلَى العَبَّاسِ بْنِ مُحَمَّدٍ الدُّورِيِّ، عَنْ يَحْيَى بْنِ مَعِينٍ، أَنَّهُ قَالَ: مَسْلَمَةُ بْنُ عَلِيٍّ الخُشَنِيُّ، لَيْسَ بِشَيْءٍ. 

سُئِلَ أَبِي عَنْ مَسْلَمَةَ بْنِ عَلِيٍّ، فَقَالَ: ضَعِيفُ الحَدِيثِ، لَا يُشْتَغَلُ بِهِ، قُلْتُ: هُوَ مَتْرُوكُ الحَدِيثِ؟ قَالَ: هُوَ فِي حَدِّ التَّرْكِ، مُنْكَرُ الحَدِيثِ. 

سُئِلَ أَبُو زُرْعَةَ عَنْ مَسْلَمَةَ بْنِ عَلِيٍّ، فَقَالَ: مُنْكَرُ الحَدِيثِ» اهـ. 

*"Ayahku menceritakan kepadaku, ia berkata: Aku mendengar Dahim berkata: Maslamah bin Ali Al-Khushani bukanlah apa-apa."* 

Dibacakan kepada Al-Abbas bin Muhammad Ad-Duri, dari Yahya bin Ma'in, bahwa ia berkata: *"Maslamah bin Ali Al-Khushani bukanlah apa-apa."* 

Ayahku ditanya tentang Maslamah bin Ali, maka ia berkata: *"Lemah dalam hadits, tidak perlu disibukkan dengannya."* Aku bertanya: *"Apakah ia ditinggalkan haditsnya?"* Ia menjawab: *"Ia berada dalam batasan orang yang ditinggalkan haditsnya, dan ia munkarul hadits."* 

Abu Zur’ah ditanya tentang Maslamah bin Ali, maka ia berkata: *"Munkarul hadits."* [Selesai] 

Jalur lain :

Hadits ini memiliki jalur lain yang sampai kepada Abu Ayyub secara marfu’, tetapi juga tidak sahih.

Hadits tersebut diriwayatkan pula oleh Ibnu Hibban dalam *al-Majruhin* (1/426), Ibnu ‘Adi dalam *al-Kamil* (5/315), dan Ibnu al-Jauzi dalam *al-‘Ilal al-Mutanahiyah* 2/910 (1522), melalui jalur Salam bin Salim ath-Thawil, dari Tsur bin Yazid, dari Khalid bin Ma’dan, dari Abu Rahm, dari Abu Ayyub radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi dengan lafaz ini. 

Sanadnya sangat lemah.

Di dalamnya terdapat *Salam bin Salam At-Thawil*, seorang perawi yang matruk dalam hadits.

Ibnu Hibban dalam *al-Majruhin* (1/426) berkata:

«سَلَامُ بْنُ سَلِيمٍ الطَّوِيلُ، يَرْوِي عَنِ الثِّقَاتِ الْمَوْضُوعَاتِ كَأَنَّهُ كَانَ الْمُتَعَمِّدَ لَهَا، وَهُوَ الَّذِي رَوَى عَنْ ثَوْرِ بْنِ يَزِيدٍ...»

*"Salam bin Salim ath-Thawil meriwayatkan dari perawi-perawi yang terpercaya hadits-hadits yang maudhu’, seolah-olah ia memang sengaja membuatnya. Dialah yang meriwayatkan dari Tsur bin Yazid..."* kemudian ia menyebutkan hadits ini. 

Ibnu al-Jauzi setelah menyebutkan hadits ini berkata:

«هَذَا حَدِيثٌ لَا يَصِحُّ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ، وَسَلَامٌ هُوَ الطَّوِيلُ، وَقَدْ أَجْمَعُوا عَلَى تَضْعِيفِهِ، وَقَالَ النَّسَائِيُّ وَالدَّارَقُطْنِيُّ: مَتْرُوكٌ» اهـ.

*"Hadits ini tidak sahih dari Rasulullah , dan Salam adalah ath-Thawil, para ulama telah sepakat melemahkannya. An-Nasa’i dan Ad-Daraquthni mengatakan bahwa ia matruk (ditinggalkan haditsnya)"*—selesai. 

Hadits ini di nilai Dho’if Jiddan (lemah sekali) oleh Al-Albani dalam As-Silsilah Adh-Dha'ifah, No. 864.

Jalur lain :

Jalur Al-Hana’i . Adapun jalur Al-Hana’i, di dalamnya terdapat beberapa perawi yang majhul (tidak dikenal), yaitu: *Abdul Aziz bin Wahid bin Abdul Aziz bin Halim*, ayahnya, dan kakeknya. 

Al-Khathib berkata dalam *Talkhish Al-Mutasyabih* (2/726):

" عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ حَلِيمٍ الْبَهْرَانِيُّ ، مِنْ أَهْلِ الشَّامِ. حَدَّثَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ ثَابِتِ بْنِ ثَوْبَانَ بِنَسْخَةٍ ، يَرْوِيهَا ابْنُهُ وَحِيدٌ عَنْهُ ". انتهى

*“Abdul Aziz bin Halim Al-Bahrani berasal dari Syam. Ia meriwayatkan dari Abdurrahman bin Tsabit bin Tsawban dengan satu naskah hadits yang diriwayatkan oleh putranya, Wahid, darinya.”* (Selesai). 

Adapun ayah dan kakeknya, tidak ada seorang pun yang menerjemahkan biografi mereka. 

Hadits ini dilemahkan oleh Al-Haitsami dalam *Majma’ Az-Zawaid* (2/327) dan Al-Iraqi dalam *Al-Mughni ‘an Haml Al-Asfaar* yang dicetak bersama *Ihya ‘Ulum Ad-Din* (7/228).

Syaikh Al-Albani dalam *As-Silsilah Adh-Dha’ifah* (864) berkata: *“Hadits ini sangat lemah.”* (Selesai).

Hadits ini juga diriwayatkan secara mauquf dari Abu Ayyub radhiyallahu ‘anhu.

Hadits mawquf ini diriwayatkan oleh Ibnul Mubarak dalam *Az-Zuhd* (443), melalui jalurnya Ibnu Abi Dunya dalam *Al-Manamat* (3), serta Ibnu 'Adi dalam *Al-Kamil* (5/316) melalui jalur Muhammad bin 'Isa bin Sami'.

Keduanya meriwayatkan dari *Tsur bin Yazid*, dari *Abi Rahm As-Sama'i*, dari *Abu Ayyub Al-Anshari*, yang berkata: 

( إِذَا قُبِضَتْ نَفْسُ الْعَبْدِ تَلَقَّاهُ أَهْلُ الرَّحْمَةِ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ كَمَا يَلْقَوْنَ الْبَشِيرَ فِي الدُّنْيَا ، فَيُقْبِلُونَ عَلَيْهِ لِيَسْأَلُوهُ ، فَيَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ: أَنْظِرُوا أَخَاكُمْ حَتَّى يَسْتَرِيحَ ، فَإِنَّهُ كَانَ فِي كَرْبٍ ، فَيُقْبِلُونَ عَلَيْهِ فَيَسْأَلُونَهُ مَا فَعَلَ فُلَانٌ؟ مَا فَعَلَتْ فُلَانَةٌ؟ هَلْ تَزَوَّجَتْ؟ فَإِذَا سَأَلُوا عَنِ الرَّجُلِ قَدْ مَاتَ قَبْلَهُ ، قَالَ لَهُمْ: إِنَّهُ قَدْ هَلَكَ ، فَيَقُولُونَ: إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ ذُهِبَ بِهِ إِلَى أُمِّهِ الْهَاوِيَةِ ، فَبِئْسَتِ الْأُمُّ ، وَبِئْسَتِ الْمُرَبِيَّةُ ،

قَالَ: فَيُعْرَضُ عَلَيْهِمْ أَعْمَالُهُمْ ، فَإِذَا رَأَوْا حَسَنًا فَرِحُوا وَاسْتَبْشَرُوا ، وَقَالُوا: هَذِهِ نِعْمَتُكَ عَلَى عَبْدِكَ فَأَتِمَّهَا، وَإِنْ رَأَوْا سُوءًا قَالُوا: اللَّهُمَّ رَاجِعْ بِعَبْدِكِ )

"Jika ruh seorang hamba dicabut, ia akan disambut oleh para penghuni rahmat dari hamba-hamba Allah sebagaimana kalian menyambut seseorang yang membawa kabar gembira di dunia. Mereka mendatanginya untuk bertanya kepadanya, lalu sebagian mereka berkata kepada yang lain:

'Tunggu dulu saudara kalian agar ia beristirahat, karena ia baru saja mengalami kesulitan.' Kemudian mereka mendatanginya dan bertanya kepadanya: 'Apa yang dilakukan si Fulan? Apa yang dilakukan si Fulanah? Apakah ia sudah menikah?' Jika mereka bertanya tentang seseorang yang telah meninggal sebelumnya, ia menjawab: 'Ia telah binasa.' Maka mereka berkata: 'Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Ia telah dibawa ke tempat kembalinya, yaitu nereka *Al-Hawiyah*. Alangkah buruknya ibu itu dan alangkah buruknya yang mendidiknya.'"

Kemudian, *Abu Ayyub* berkata: 

"Amal perbuatan mereka diperlihatkan kepada penghuni rahmat tersebut. Jika mereka melihat kebaikan, mereka bergembira dan berkata: 'Ini adalah nikmat-Mu kepada hamba-Mu, maka sempurnakanlah nikmat itu baginya.' Namun, jika mereka melihat keburukan, mereka berkata: 'Ya Allah, kembalikanlah hamba-Mu !.'" 

Sanad ini terdiri dari perawi yang tepercaya, namun tidak disebutkan bahwa Tsur bin Yazid mendengar langsung dari Abu Rahm. Abu Rahm adalah seorang yang hidup pada masa sebelum Islam dan sempat mengalami masa jahiliah. Ia hanya diriwayatkan oleh generasi terdahulu yang masih hidup tidak lama setelah tahun 100 H, seperti Khalid bin Ma'dan dan Mak-hul Asy-Syami. Sedangkan Tsur bin Yazid adalah perawi yang datang belakangan, ia wafat pada tahun 150 H, dan ada yang mengatakan 155 H. 

Syeikh Muhammad Toha Sya’ban berkata Takhrij hadits diatas :

قُلتُ: وَلِذَلِكَ فَإِنَّ تَصْحِيحَ العَلَّامَةِ الأَلْبَانِي لِهَذَا الإِسْنَادِ المَوْقُوفِ لِكَوْنِ ثَوْرِ بْنِ يَزِيدَ ثِقَةً، فِيهِ نَظَرٌ؛ فَإِنَّهُ لَوْ تَأَمَّلَ رَحِمَهُ اللَّهُ لَعَلِمَ أَنَّ فِي الإِسْنَادِ انْقِطَاعًا.

Saya katakan: Oleh karena itu, pensahihan Syaikh Al-Albani terhadap sanad mauquf ini, hanya karena Tsur bin Yazid adalah seorang yang tepercaya, perlu ditinjau kembali. Sebab, jika beliau meneliti lebih dalam, niscaya beliau akan menyadari bahwa sanad ini memiliki keterputusan (inqitha').

Sanadnya dinilai kuat oleh Al-'Iraqi dalam *Al-Mughni 'an Hamlil-Asfar* (7/228) yang dicetak bersama *Ihya 'Ulumiddin*. Hadits ini juga dinyatakan **shahih** oleh Syaikh Al-Albani dalam *As-Silsilah Ash-Shahihah* (2758).

Namun yang benar adalah sebagaimana yang dikatakan Syeikh Toha Sya’aban diatas, yaitu sanadnya terputus antara Tsur bin Yazid dan Abu Rahm.  

====

SYAHID KELIMA: DARI ABU DARDA' RADHIYALLAHU 'ANHU SECARA MAUQUF

Hadits ini diriwayatkan oleh Abdullah bin Mubarak dalam *Az-Zuhd* (165), dan melalui jalurnya juga oleh Abu Dawud dalam *Az-Zuhd* (220), serta Ibnu Abi Dunya dalam *Al-Manamat* (4). Ia berkata: Telah mengabarkan kepada kami Shafwan bin Amr, ia berkata: Telah menceritakan kepadaku Abdurrahman bin Jubair bin Nufair, bahwa Abu Darda’ dahulu berkata: 

«إِنَّ أَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَى مَوْتَاكُمْ، فَيُسَرُّونَ وَيُسَاؤُونَ»،

*"Sesungguhnya amal-amal kalian diperlihatkan kepada orang-orang yang telah meninggal dari kalangan kalian, sehingga mereka merasa senang atau bersedih."* 

Ia juga berkata:

«اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَعْمَلَ عَمَلًا يُخْزَى بِهِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَوَاحَةَ».

*"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari melakukan suatu amal yang membuat Abdullah bin Rawahah merasa hina."* 

Dalam *Az-Zuhd* karya Ibnu Al-Mubarak, disebutkan nama perawi sebagai Abdullah bin Jubair bin Nufair. 

Dho’if :

Atsar ini memiliki sanad mauquf yang perawinya terpercaya, tetapi terdapat keterputusan (inqitha') antara Abdurrahman bin Jubair dan Abu Darda’.

Hal ini karena Abu Darda’ wafat pada tahun 32 H atau tidak lama setelahnya, sementara Abdurrahman bin Jubair wafat pada tahun 118 H. Maka, sulit untuk dikatakan bahwa ia sempat mendengar dari Abu Darda’, bahkan untuk sekadar bertemu dengannya pun sulit. Tidak ada seorang pun dari para imam yang menyebutkan bahwa Abdurrahman bin Jubair mendengar dari Abu Darda’. Bahkan, para ulama menyebutkan bahwa ia tidak mendengar dari Tsauban, maula Rasulullah , sedangkan Tsauban radhiyallahu ‘anhu wafat pada tahun 54 H, yaitu setelah wafatnya Abu Darda’ dengan selang waktu yang cukup lama. 

==***===

PERHATIAN :

Perlu diperhatikan bahwa Al-‘Allamah Al-Albani rahimahullah menguatkan hadits ini berdasarkan hadits Nabi : 

«إِنَّ نَفْسَ الْمُؤْمِنِ إِذَا قُبِضَتْ تَلَقَّاهَا مِنْ أَهْلِ الرَّحْمَةِ مِنْ عَبَادِ اللهِ كَمَا تَلْقَوْنَ الْبَشِيرَ فِي الدُّنْيَا، فَيَقُولُونَ: انْظُرُوا صَاحِبَكُمْ يَسْتَرِيحُ، فَإِنَّهُ قَدْ كَانَ فِي كَرْبٍ شَدِيدٍ، ثُمَّ يَسْأَلُونَهُ مَاذَا فَعَلَ فُلَانٌ؟ وَمَا فَعَلَتْ فُلَانَةُ؟ هَلْ تَزَوَّجَتْ؟ فَإِذَا سَأَلُوهُ عَنِ الرَّجُلِ قَدْ مَاتَ قَبْلَهُ، فَيَقُولُ: أَيْهَاتَ قَدْ مَاتَ ذَاكَ قَبْلِي، فَيَقُولُونَ: إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ، ذُهِبَتْ بِهِ إِلَى أُمِّهِ الْهَاوِيَةِ فَبِئْسَتِ الْأُمُّ وَبِئْسَتِ الْمُرَبِّيَةُ».

*"Sesungguhnya ruh seorang mukmin, ketika dicabut, akan disambut oleh para hamba Allah dari kalangan penghuni rahmat sebagaimana kalian menyambut kabar gembira di dunia. Mereka berkata, 'Lihatlah teman kalian ini telah beristirahat karena sebelumnya ia berada dalam kesusahan yang berat.' Kemudian mereka bertanya kepadanya, ‘Apa yang dilakukan oleh si Fulan? Apa yang dilakukan oleh si Fulanah? Apakah ia telah menikah?’ Jika mereka bertanya tentang seseorang yang telah meninggal sebelum dirinya, maka ia berkata, ‘Aduh, dia telah wafat sebelumku.’ Maka mereka berkata, ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Dia telah dibawa ke ibunya, yaitu Neraka Hawiyah. Seburuk-buruk ibu dan seburuk-buruk tempat asuhan.’"* 

Syeikh Muhammad Toha Sya’ban berkata Takhrij hadits diatas :

أَقُولُ: تَقْوِيَةُ الْأَحَادِيثِ الْوَارِدَةِ فِي عَرْضِ أَعْمَالِ الْعِبَادِ عَلَى أَقَارِبِهِمْ مِنَ الْمَوْتَى، بِمِثْلِ هَذَا اللَّفْظِ الْمَذْكُورِ آنِفًا، فِيهِ نَظَرٌ؛ لِأَمْرَيْنِ: 

الْأَمْرُ الْأَوَّلُ: أَنَّهَا لَا تَدُلُّ عَلَى الْمَعْنَى الْمَذْكُورِ مِنْ عَرْضِ أَعْمَالِ الْعِبَادِ عَلَى الْمَوْتَى. 

الْأَمْرُ الثَّانِي: أَنَّهَا جَاءَتْ مِنْ طَرِيقَيْنِ وَاهِيَيْنِ: 

الطَّرِيقُ الْأَوَّلُ فِيهِ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ بْنِ عَيَّاشٍ؛ وَهُوَ ضَعِيفٌ، وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ سَلَامَةَ، وَلَيْسَتْ لَهُ تَرْجَمَةٌ. 

الطَّرِيقُ الثَّانِي: مِنْ مُرْسَلِ الْحَسَنِ، وَمَرَاسِيلُ الْحَسَنِ وَاهِيَةٌ.

Aku katakan: Menguatkan hadits-hadits tentang diperlihatkannya amal manusia kepada kerabat mereka yang telah meninggal dunia dengan lafaz tersebut di atas perlu ditinjau kembali, karena dua alasan berikut: 

1. Hadits ini tidak menunjukkan makna yang disebutkan mengenai diperlihatkannya amal manusia kepada orang-orang yang telah meninggal dunia. 

2. Hadits ini diriwayatkan melalui dua jalur yang lemah: 

   - Jalur pertama : terdapat Muhammad bin Isma'il bin ‘Ayyasy, yang merupakan perawi lemah, dan Abdurrahman bin Salamah, yang tidak ditemukan biografinya dalam kitab-kitab perawi. 

   - Jalur kedua : berasal dari hadits mursal Hasan Al-Bashri, sedangkan mursal Hasan tergolong hadits yang lemah.

===***===

PEMBAHASAN KETIGA: PERNYATAAN SEKELOMPOK ULAMA

Masalah ini telah dikatakan oleh sekelompok ulama. Di antara mereka adalah sbb : 

Ke 1. Imam Al-Qurthubi :

Dalam kitabnya *At-Tadzkirah* (hlm. 61), ia berkata: 

"بَابُ مَا جَاءَ فِي تَلَاقِي الْأَرْوَاحِ فِي السَّمَاءِ، وَالسُّؤَالِ عَنْ أَهْلِ الْأَرْضِ، ... ".

*”Bab tentang pertemuan ruh-ruh di langit, pertanyaan mereka tentang penduduk bumi, ...”* 

Setelah itu, ia menyebutkan beberapa riwayat mauquf. Kemudian ia berkata: 

"هَذِهِ الْأَخْبَارُ، وَإِنْ كَانَتْ مَوْقُوفَةً؛ فَمِثْلُهَا لَا يُقَالُ مِنْ جِهَةِ الرَّأْيِ". انْتَهَى.

*”Riwayat-riwayat ini, meskipun maukuf, tetapi hal seperti ini tidak bisa dikatakan hanya berdasarkan pendapat semata.”* 

Ke 2. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah :

Dalam *Majmu’ Al-Fatawa* (24/303), ia berkata: 

" وَأَرْوَاحُ الْأَحْيَاءِ إذَا قُبِضَتْ تَجْتَمِعُ بِأَرْوَاحِ الْمَوْتَى ، وَيَسْأَلُ الْمَوْتَى الْقَادِمَ عَلَيْهِمْ عَنْ حَالِ الْأَحْيَاءِ فَيَقُولُونَ: مَا فَعَلَ فُلَانٌ؟ فَيَقُولُونَ: فُلَانٌ تَزَوَّجَ ، فُلَانٌ عَلَى حَالٍ حَسَنَةٍ. وَيَقُولُونَ: مَا فَعَلَ فُلَانٌ؟ فَيَقُولُ: أَلَمْ يَأْتِكُمْ؟ فَيَقُولُونَ: لَا ؛ ذُهِبَ بِهِ إلَى أُمِّهِ الْهَاوِيَةِ ". انتهى

*"Ruh-ruh orang yang masih hidup, ketika dicabut, akan berkumpul dengan ruh-ruh orang yang telah meninggal. Orang-orang yang telah meninggal akan bertanya kepada mereka yang baru datang tentang keadaan orang-orang yang masih hidup. Mereka berkata: ‘Apa yang dilakukan si fulan?’ Lalu dijawab: ‘Si fulan telah menikah’ atau ‘Si fulan dalam keadaan baik.’ Mereka juga berkata: ‘Apa yang dilakukan si fulan?’ Lalu ia menjawab: ‘Bukankah dia telah datang kepada kalian?’ Mereka berkata: ‘Tidak, dia telah dibawa ke *Ummu Al-Hawiyah* (neraka Jahannam).’”*

Ke 3. Ibnul Qayyim :

Dalam kitabnya *Ar-Ruh* (hlm. 17), ia berkata: 

الْمَسْأَلَةُ الثَّانِيَةُ وَهِيَ أَنَّ أَرْوَاحَ الْمَوْتَى هَلْ تَتَلَاقَى وَتَتَزَاوَرُ وَتَتَذَاكَرُ أَمْ لَا؟ 

*"Masalah kedua adalah apakah ruh-ruh orang yang telah meninggal bisa saling bertemu, berkunjung, dan mengingat satu sama lain atau tidak?

Beliau berkata :

وَهِيَ أَيْضًا مَسْأَلَةٌ شَرِيفَةٌ كَبِيرَةُ الْقَدْرِ، وَجَوَابُهَا: أَنَّ الْأَرْوَاحَ قِسْمَانِ: أَرْوَاحٌ مُعَذَّبَةٌ، وَأَرْوَاحٌ مُنَعَّمَةٌ. 

فَالْمُعَذَّبَةُ فِي شُغْلٍ بِمَا هِيَ فِيهِ مِنَ الْعَذَابِ عَنِ التَّزَاوُرِ وَالتَّلَاقِي، وَالْأَرْوَاحُ الْمُنَعَّمَةُ الْمُرْسَلَةُ غَيْرُ الْمَحْبُوسَةِ تَتَلَاقَى وَتَتَزَاوَرُ وَتَتَذَاكَرُ مَا كَانَ مِنْهَا فِي الدُّنْيَا وَمَا يَكُونُ مِنْ أَهْلِ الدُّنْيَا. انْتَهَى.

“Masalah ini juga merupakan masalah yang mulia dan sangat penting. Jawabannya adalah bahwa ruh itu terbagi menjadi dua jenis: ruh yang disiksa dan ruh yang diberi nikmat. Ruh yang disiksa sibuk dengan azab yang mereka alami sehingga tidak sempat untuk saling bertemu dan berkunjung. Sedangkan ruh yang diberi nikmat, yang tidak tertahan (bebas), dapat saling bertemu, berkunjung, dan mengingat apa yang pernah mereka alami di dunia serta apa yang terjadi dengan penduduk dunia."* 

Ke 5. Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani : 

Ketika beliau ditanya, sebagaimana dalam *As'ilah min Khathth Asy-Syaikh Ibn Hajar Al-Asqalani wal-Jawab ‘Alaiha* (hlm. 86), yang dikumpulkan oleh Syaikhul Islam Al-Qasthalani, dan dicetak bersama kitab *Al-Imta' bil-Arba'in Al-Mutabayinah As-Sama'* karya Ibnu Hajar, ia berkata: 

وَأَمَّا قَوْلُهُ: إِذَا دُفِنَ الْمَيِّتُ، قَرِيبًا مِنْ قَبْرٍ آخَرَ، أَوْ بَعِيدًا؛ هَلْ يَعْرِفُهُ وَيَسْأَلُهُ عَنْ أَحْوَالِ الدُّنْيَا؟ فَالْجَوَابُ: نَعَمْ، قَدْ وُرِدَ فِي ذَلِكَ عِدَّةُ أَحَادِيثَ... ثُمَّ سَاقَ بَعْضَ هَذِهِ الْأَحَادِيثِ وَالْآثَارِ. انْتَهَى.

*"Adapun pertanyaan tentang apakah seseorang yang dikuburkan di dekat atau jauh dari kuburan orang lain dapat mengenalnya dan menanyakan keadaan dunia kepadanya? Jawabannya adalah: Ya. Ada banyak hadits yang membahas hal ini..."* 

Lalu ia menyebutkan beberapa hadits dan riwayat tentang hal tersebut. 

 

 

Posting Komentar

0 Komentar