Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

DALIL PENDAPAT : BACA BISMILLAH FATIHAH DENGAN JAHR (SUARA KERAS) DALAM SHOLAT ADALAH SUNAH.

 DALIL PENDAPAT : BACA BISMILLAH FATIHAH DENGAN JAHR (SUARA KERAS) DALAM SHOLAT JAHRIYAH ADALAH SUNAH.

Di Tulis Oleh Abu Haitsam Fakhri

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

===

===

DAFTAR ISI :

  • PENDAHULUAN
  • PANDANGAN IBNU TAIMIYAH, IBNU KATSIR DAN IBNU AL-QOYYIM TENTANG BACA BASMALAH DENGAN JAHR (SUARA KERAS) DAN SIRR (SUARA LIRIH)
  • PENDAPAT YANG MEN-SUNNAH-KAN BACA BASMALAH DENGAN JAHR (SUARA KERAS) DALAM SHALAT JAHRIYAH
  • DALIL-DALIL PENDAPAT : BACA BISMILLAH DENGAN JAHR (SUARA KERAS) DALAM SHOLAT
  • ATSAR PARA TABI’IN YANG MEMBACA BISMILLAH DENGAN JAHR (SUARA KERAS):
  • DALIL-DALIL YANG BERPENDAPAT : BACA BASMALAH DENGAN SIRR (SUARA LIRIH) DAN JAWABANNYA

*****

بِسْمِ ٱللّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

===****====

PENDAHULUAN

Mengeraskan bacaan *basmalah* di awal pembacaan Al-Fatihah dalam shalat adalah salah satu masalah yang diperselisihkan di antara para ulama. Mazhab Syafi’i dan sekelompok ulama lainnya memandang bahwa mengeraskannya (jahr) adalah sesuatu yang dianjurkan (mustahab). Sedangkan sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa memelankan suara dan melirihkan bacaan *basmalah* (sirr) adalah lebih utama (afdhol).

Masalah ini termasuk bagian dari tata cara pelaksanaan shalat yang tidak sampai pada derajat sunah muakkadah (sunah yang ditekankan); maka perselisihan dalam hal ini tergolong ringan dan perkaranya luas. Maka siapa yang mengeraskan bacaan *basmalah* maka itu baik, dan siapa yang memelankannya juga baik. Dan hendaknya setiap imam berusaha untuk tidak sengaja menyelisihi kebiasaan jamaah setempat dalam hal yang sudah mereka kenal dan terbiasa dari pilihan-pilihan fikih yang ada.

Tidak boleh menjadikan masalah-masalah khilafiyah seperti ini sebagai sumber fitnah, pertikaian, dan perpecahan di antara kaum Muslimin. Sebaliknya, kita hendaknya meneladani para salafus shalih dalam adab dalam perbedaan pendapat yang mereka tampilkan dalam perselisihan-perselisihan fikih mereka.

*****

PANDANGAN IBNU TAIMIYAH, IBNU KATSIR DAN IBNU AL-QOYYIM
TENTANG BACA BASMALAH DENGAN JAHR (SUARA KERAS) DAN SIRR (SUARA LIRIH)

Syekhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:

فَإِنَّ الجَهْرَ بِهَا وَالمُخَافَتَةَ سُنَّةٌ، فَلَوْ جَهَرَ بِهَا المُخَافِتُ صَحَّتْ صَلَاتُهُ بِلَا رَيْبٍ.

"Sesungguhnya men-jahar-kan dan merendahkan suara dalam membaca basmalah adalah sunnah. Jika seseorang yang seharusnya merendahkan suara malah men-jahar-kannya, maka shalatnya tetap sah tanpa diragukan." [Lihat: "Majmu' Al-Fatawa" (22/442).] 

Al-Hafidzh Ibnu Katsir berkata dalam "Tafsir"-nya (1/36):

أَجْمَعُوا عَلَى صِحَّةِ صَلَاةِ مَنْ جَهَرَ بِالبَسْمَلَةِ، وَمَنْ أَسَرَّ بِهَا، وَلِلَّهِ الحَمْدُ وَالمِنَّةُ. 

"Para ulama telah sepakat secara Ijma’ bahwa shalat seseorang tetap sah baik ia men-jahar-kan basmalah maupun merendahkan suaranya (sirr), segala puji dan karunia bagi Allah." 

Ibnu Taimiyah juga menyebutkan :

أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ الجَهْرُ بِهَا لِمَصْلَحَةٍ رَاجِحَةٍ، وَذُكِرَ عَنْ أَحْمَدَ أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ الجَهْرُ بِهَا فِي المَدِينَةِ؛ لِأَنَّهُمْ يُنْكِرُونَ عَلَى مَنْ لَمْ يَجْهَرْ بِهَا،

“Bahwa disunnahkan menjaharkan basmalah jika terdapat maslahat yang lebih kuat. Dan diriwayatkan dari Imam Ahmad bahwa dia berpendapat dianjurkan men-jahar-kan baca basmalah di Madinah, karena masyarakat di sana mengingkari orang yang tidak men-jahar-kannya”.

Kemudian Ibnu Taimiyah juga menegaskan :

أَنَّهُ يَجُوزُ الجَهْرُ بِهَا لِبَيَانِ أَنَّ قِرَاءَتَهَا سُنَّةٌ

“Bahwa boleh men-jahar-kannya untuk menunjukkan bahwa membacanya adalah sunnah”.

Kemudian Ia berkata:

"وَلِهَذَا نُقِلَ عَنْ أَكْثَرِ مَنْ رُوِيَ عَنْهُ الجَهْرُ بِهَا المُخَافَتَةُ...".

"Oleh karena itu, banyak riwayat dari ulama yang menyebutkan bahwa mereka yang menjaharkan basmalah juga pernah merendahkan suaranya dalam membacanya." [Lihat: "Majmu' Al-Fatawa" (22/407, 424).]

Ibnu Qayyim dalam *Zadul Ma'ad* (1/206) berkata:

"وَكَانَ - يَعْنِي النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَجْهَرُ بِـ ﴿بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ﴾ تَارَةً، وَيُخْفِيهَا أَكْثَرَ مِمَّا يَجْهَرُ بِهَا، وَلَا رَيْبَ أَنَّهُ لَمْ يَكُنْ يَجْهَرُ بِهَا دَائِمًا فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ أَبَدًا حَضَرًا وَسَفَرًا".

"Nabi terkadang menjaharkan basmalah, tetapi lebih sering merendahkan suaranya dibandingkan menjaharkannya. Tidak diragukan bahwa beliau tidak selalu menjaharkannya dalam setiap shalat lima waktu sepanjang hari, baik dalam keadaan mukim maupun safar."

===***===

PENDAPAT YANG MEN-SUNNAH-KAN BACA BASMALAH DENGAN JAHR (SUARA KERAS) DALAM SHALAT JAHRIYAH

Imam al-Maqdisi asy-Syafi’i menyusun sebuah kitab tentang basmalah, dan ia berkata di dalamnya:

(وَالجَهْرُ بِالبَسْمَلَةِ هُوَ الَّذِي قَرَّرَهُ الأَئِمَّةُ الحُفَّاظُ وَاخْتَارُوهُ وَصَنَّفُوا فِيهِ مِثْلَ مُحَمَّدِ بْنِ نَصْرٍ المَرْوَزِيِّ، وَأَبِي بَكْرِ بْنِ خُزَيْمَةَ، وَأَبِي حَاتِمِ بْنِ حِبَّانَ، وَأَبِي الحَسَنِ الدَّارَقُطْنِيِّ، وَأَبِي عَبْدِ اللَّهِ الحَاكِمِ، وَأَبِي بَكْرٍ البَيْهَقِيِّ، وَالخَطِيبِ، وَأَبِي عُمَرَ بْنِ عَبْدِ البَرِّ، وَغَيْرِهِمْ رَحِمَهُمُ اللَّهُ)

*"Jahr dalam membaca basmalah adalah pendapat yang telah ditegaskan dan dipilih oleh para imam huffazh, serta mereka menyusunnya dalam karya-karya mereka, seperti Muhammad bin Nashr al-Marwazi, Abu Bakr bin Khuzaimah, Abu Hatim Ibnu Hibban, Abu al-Hasan ad-Daraquthni, Abu Abdullah al-Hakim, Abu Bakr al-Baihaqi, al-Khatib al-Baghdady, Abu Umar bin Abdil Barr, dan selain mereka -rahimahumullah."* [Dikutip Imam Nawawi dalam al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab 3/342].

Para ulama ini menguatkan pendapat jahr dalam membaca basmalah. Mereka semua bermazhab Syafi’i kecuali Ibnu Abdil Barr yang bermazhab Maliki, namun demikian, ia juga menguatkan pendapat jahr dalam membaca basmalah!

Selain itu, terdapat pula kitab-kitab lain yang membahas tentang jahr dalam membaca basmalah.

****

Jahr (suara keras) dalam membaca basmalah adalah pendapat mayoritas ulama dari kalangan sahabat, tabi'in, dan para ahli fikih serta para qari yang datang setelah mereka. 

Adapun sahabat yang berpendapat demikian, sebagaimana diriwayatkan oleh al-Hafidz Abu Bakr al-Khathib, adalah :

Abu Bakr ash-Shiddiq, Umar, Utsman, Ali, Ammar bin Yasir, Ubay bin Ka'b, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Abu Qatadah, Abu Sa'id, Qais bin Malik, Abu Hurairah, Abdullah bin Abi Aufa, Syaddad bin Aus, Abdullah bin Ja'far, Husain bin Ali, Abdullah bin Ja'far, Mu'awiyah bin Abu Sufyan dan ahlul Madinah -radhiyallahu 'anhum-.

Para sahabat muhajirin dan anshar ahlul Madinah – radhiyallahu ‘anhum- yang hadir ketika Mu'awiyah  meng-imami shalat di Madinah dan dia tidak membaca basmalah dengan jahr, mereka semua protes dan mengingkarinya, lalu Mu’awiyah pun membaca-nya dengan jahr.

Al-Khathib al-Baghdadi berkata:

وَأَمَّا ٱلتَّابِعُونَ وَمَنْ بَعْدَهُمْ مِمَّنْ قَالَ بِٱلْجَهْرِ بِهَا فَهُمْ أَكْثَرُ مِنْ أَنْ يُذْكَرُوا وَأَوْسَعُ مِنْ أَنْ يُحْصَرُوا، وَمِنْهُمْ سَعِيدُ بْنُ ٱلْمُسَيَّبِ وَطَاوُسٌ وَعَطَاءٌ وَمُجَاهِدٌ وَأَبُو وَائِلٍ وَسَعِيدُ بْنُ جُبَيْرٍ وَٱبْنُ سِيرِينَ وَعِكْرِمَةُ وَعَلِيُّ بْنُ ٱلْحُسَيْنِ وَٱبْنُهُ مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيٍّ وَسَالِمُ بْنُ عَبْدِ ٱللَّهِ وَمُحَمَّدُ بْنُ ٱلْمُنْكَدِرِ وَأَبُو بَكْرِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِوِ بْنِ حَزْمٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ كَعْبٍ وَنَافِعٌ مَوْلَى ٱبْنِ عُمَرَ وَعُمَرُ بْنُ عَبْدِ ٱلْعَزِيزِ وَأَبُو ٱلشَّعْثَاءِ وَمَكْحُولٌ وَحَبِيبُ بْنُ أَبِي ثَابِتٍ وَٱلزُّهْرِيُّ وَأَبُو قِلَابَةَ وَعَلِيُّ بْنُ عَبْدِ ٱللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ وَٱبْنُهُ مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيٍّ وَٱلْأَزْرَقُ بْنُ قَيْسٍ وَعَبْدُ ٱللَّهِ بْنُ مُغَفَّلِ بْنِ مُقْرِنٍ فَهَؤُلَاءِ مِنَ ٱلتَّابِعِينَ۔

"Adapun tabi'in dan orang-orang setelah mereka yang berpendapat bahwa basmalah dibaca jahr, jumlah mereka terlalu banyak untuk disebutkan satu per satu dan lebih luas daripada yang dapat dihitung." Di antara mereka adalah Sa'id bin al-Musayyib, Thawus, 'Atha', Mujahid, Abu Wail, Sa'id bin Jubair, Ibnu Sirin, Ikrimah, Ali bin Husain, putranya Muhammad bin Ali, Salim bin Abdullah, Muhammad bin al-Munkadir, Abu Bakr bin Muhammad bin Amr bin Hazm, Muhammad bin Ka'b, Nafi' (maula Ibnu Umar), Umar bin Abdul Aziz, Abu Sya'tsa', Mak-hul, Habib bin Abi Tsabit, az-Zuhri, Abu Qilabah, Ali bin Abdullah bin Abbas, putranya Muhammad bin Ali, al-Azraq bin Qais, dan Abdullah bin Mughaffal bin Muqrin. Mereka ini berasal dari kalangan tabi'in”. 

[Dikutip dalam : al-Majmu’ karya Imam Nawawi 3/341, Neilul Awthor karya Asy-Syawkani 232, an-Nafhu asy-Syadiy Syarah Sunan Tirmidzy karya Ibnu Sayyidin Nas, Abul Fath ar-Rib’iy 4/320, al-Fathu ar-Rabbaani karya asy-Syaukani 6/2685 dan Badzlul Majhud Fii Hilli Sunan Abi Daud karya Syeikh Kholil as-Saharanfuury 4/159].

Al-Khathib meriwayatkan dari Ikrimah:

أَنَّهُ كَانَ لَا يُصَلِّي خَلْفَ مَنْ لَا يُجْهِرُ بِبِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ۔ وَقَالَ أَبُو جَعْفَرَ مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيٍّ: لَا يَنْبَغِي ٱلصَّلَاةُ خَلْفَ مَنْ لَا يُجْهِرُ۔

“Bahwa ia tidak shalat di belakang orang yang tidak membaca jahr basmalah. Abu Ja'far Muhammad bin Ali berkata: "Tidak sepantasnya shalat di belakang orang yang tidak membaca jahr."

Dan Al-Khathib berkata:

وَمِمَّنْ قَالَ بِهِ بَعْدَ ٱلتَّابِعِينَ: عَبْدُ ٱللَّهِ بْنُ عُمَرَ ٱلْعُمَرِيُّ وَٱلْحَسَنُ بْنُ زَيْدٍ وَعَبْدُ ٱللَّهِ بْنُ حَسَنٍ وَزَيْدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ حُسَيْنٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ عُمَرَ بْنِ عَلِيٍّ وَٱبْنُ أَبِي ذِئْبٍ وَٱللَّيْثُ بْنُ سَعْدٍ وَإِسْحَاقُ بْنُ رَاهَوَيْهِ، وَرَوَاهُ ٱلْبَيْهَقِيُّ عَنْ بَعْضِ هَؤُلَاءِ وَزَادَ فِي ٱلتَّابِعِينَ عَبْدَ ٱللَّهِ بْنَ صَفْوَانَ وَمُحَمَّدَ بْنَ ٱلْحَنَفِيَّةِ وَسُلَيْمَانَ ٱلتَّيْمِيَّ وَمِمَّنْ تَابَعَهُمْ ٱلْمُعْتَمِرُ بْنُ سُلَيْمَانَ، وَنَقَلَهُ ٱبْنُ عَبْدِ ٱلْبَرِّ عَنْ بَعْضِ هَؤُلَاءِ وَزَادَ فَقَالَ: هُوَ قَوْلُ جَمَاعَةٍ مِنْ أَصْحَابِ ٱبْنِ عَبَّاسٍ طَاوُسٍ وَعِكْرِمَةَ وَعَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، وَقَوْلُ ٱبْنِ جُرَيْجٍ وَمُسْلِمِ بْنِ خَالِدٍ وَسَائِرِ أَهْلِ مَكَّةَ وَهُوَ أَحَدُ قَوْلَيْ ٱبْنِ وَهْبٍ صَاحِبِ مَالِكٍ وَحَكَاهُ غَيْرُهُ عَنْ ٱبْنِ ٱلْمُبَارَكِ وَأَبِي ثَوْرٍ

"Di antara mereka yang berpendapat demikian setelah tabi'in adalah Abdullah bin Umar al-'Umari, Hasan bin Zaid, Abdullah bin Hasan, Zaid bin Ali bin Husain, Muhammad bin Umar bin Ali, Ibnu Abi Dzi'b, al-Laits bin Sa'd, dan Ishaq bin Rahuyah." Al-Baihaqi meriwayatkan dari sebagian mereka dan menambahkan dari kalangan tabi'in, yaitu Abdullah bin Shafwan, Muhammad bin al-Hanafiyyah, Sulaiman at-Taimi, dan mereka yang mengikuti pendapat tersebut seperti al-Mu'tamir bin Sulaiman. Ibnu Abdil Barr meriwayatkan dari sebagian mereka dan menambahkan bahwa ini adalah pendapat sekelompok sahabat Ibnu Abbas, yaitu Thawus, Ikrimah, dan Amr bin Dinar. Pendapat ini juga dianut oleh Ibnu Juraij, Muslim bin Khalid, serta seluruh penduduk Makkah. Ini juga merupakan salah satu dari dua pendapat Ibnu Wahb, sahabat Imam Malik, serta diriwayatkan dari Ibnu al-Mubarak dan Abu Tsaur.

[Dikutip dalam al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab karya an-Nawawi 3/341]

Dan dalam kitab *al-Bayan* karya Ibnu Abi Hasim, dari Abu al-Qasim bin al-Muslimi, ia berkata:

كُنَّا نَقْرَأُ *بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ* فِي أَوَّلِ فَاتِحَةِ ٱلْكِتَابِ، وَفِي أَوَّلِ سُورَةِ ٱلْبَقَرَةِ وَبَيْنَ ٱلسُّورَتَيْنِ فِي ٱلصَّلَاةِ، وَفِي ٱلْفَرْضِ، كَانَ هَذَا مَذْهَبَ ٱلْقُرَّاءِ بِٱلْمَدِينَةِ۔

"Kami membaca *Bismillahirrahmanirrahim* di awal Surah al-Fatihah, di awal Surah al-Baqarah, dan di antara dua surah dalam shalat. Dalam shalat fardhu, inilah mazhab para qari di Madinah."

[Diriwayatkan dengan sanadnya oleh Abu ‘Amr ad-Daani dalam  Jami’ al-Bayan Fii Qirooati Sab’ 1/395 no. 1025. Lihat Pula : al-Majmu karya an-Nawawi 3/342].

Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata :

ذَهَبَ الشَّافِعِيُّ، رَحِمَهُ اللَّهُ، إِلَى أَنَّهُ يَجْهَرُ بِهَا (البَسْمَلَة) مَعَ الْفَاتِحَةِ وَالسُّورَةِ، وَهُوَ مَذْهَبُ طَوَائِفٍ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ وَأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ سَلَفًا وَخَلَفًا ، فَجَهَرَ بِهَا مِنَ الصَّحَابَةِ أَبُو هُرَيْرَةَ، وَابْنُ عُمَرَ، وَابْنُ عَبَّاسٍ، وَمُعَاوِيَةُ، وَحَكَاهُ ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ، وَالْبَيْهَقِيُّ عَنْ عُمَرَ وَعَلِيٍّ.

وَنَقَلَهُ الْخَطِيبُ عَنِ الْخُلَفَاءِ الْأَرْبَعَةِ، وَهُمْ: أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَعُثْمَانُ وَعَلِيٌّ، وَهُوَ غَرِيبٌ.

وَمِنَ التَّابِعِينَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، وعِكْرِمة، وَأَبِي قِلابة، وَالزُّهْرِيِّ، وَعَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ، وَابْنِهِ مُحَمَّدٍ، وَسَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ، وَعَطَاءٍ، وَطَاوُسٍ، وَمُجَاهِدٍ، وَسَالِمٍ، وَمُحَمَّدِ بْنِ كَعْبٍ الْقُرَظِيِّ، وَأَبِي بَكْرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ، وَأَبِي وَائِلٍ، وَابْنِ سِيرِينَ، وَمُحَمَّدِ بْنِ المنْكَدِر، وَعَلِيِّ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ، وَابْنِهِ مُحَمَّدٍ، وَنَافِعٍ مَوْلَى ابْنِ عُمَرَ، وَزَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، وَعُمَرَ بْنِ عَبَدِ الْعَزِيزِ، وَالْأَزْرَقِ بْنِ قَيْسٍ، وَحَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ، وَأَبِي الشَّعْثَاءِ، وَمَكْحُولٍ، وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَعْقِل بْنِ مُقَرِّن.

زَادَ الْبَيْهَقِيُّ: وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ صفوان، ومحمد بن الْحَنَفِيَّةِ. زَادَ ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ: وَعَمْرُو بْنُ دِينَارٍ

Imam Syafi'i rahimahullah berpendapat bahwa basmalah dibaca dengan jahr (dikeraskan) bersama Al-Fatihah dan surah-surah lainnya.

Dan ini merupakan mazhab sejumlah sahabat, tabi'in, serta para imam kaum muslimin baik dari generasi terdahulu maupun belakangan. 

Di antara para sahabat yang mengeraskan bacaan basmalah adalah Abu Hurairah, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, dan Mu'awiyah. Ibnu Abdil Barr dan Al-Baihaqi juga meriwayatkan dari Umar dan Ali. 

Al-Khatib juga menukil dari keempat khalifah, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali, namun riwayat ini dianggap gharib (asing). 

Di antara para tabi'in yang mengeraskan bacaan basmalah adalah Sa'id bin Jubair, Ikrimah, Abu Qilabah, Az-Zuhri, Ali bin Husain, putranya Muhammad, Sa'id bin Al-Musayyib, Atha', Thawus, Mujahid, Salim, Muhammad bin Ka'b Al-Quradhi, Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm, Abu Wa'il, Ibnu Sirin, Muhammad bin Al-Munkadir, Ali bin Abdullah bin Abbas, putranya Muhammad, Nafi' maula Ibnu Umar, Zaid bin Aslam, Umar bin Abdul Aziz, Al-Azraq bin Qais, Habib bin Abi Tsabit, Abu Sya'tsa', Mak-hul, dan Abdullah bin Ma'qil bin Muqarrin. 

Al-Baihaqi menambahkan: Abdullah bin Shafwan dan Muhammad bin Al-Hanafiyyah. 

Ibnu Abdil Barr menambahkan: Amr bin Dinar. (SELESAI) [Lihat : Tafsir Ibnu Katsir 1/117]

Dan Al-Hakim berkata dalam Al-Mustadrak 1/359 nomor 855:

مَا حَدَّثَنِي أَبُو بَكْرٍ مَكِّيُّ بْنُ أَحْمَدَ الْبَرْدَعِيُّ، ثنا أَبُو الْفَضْلِ الْعَبَّاسُ بْنُ عِمْرَانَ الْقَاضِي، ثنا أَبُو جَابِرٍ سَيْفُ بْنُ عَمْرٍو، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي السَّرِيِّ، ثنا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي أُوَيْسٍ، ثنا مَالِكٌ، عَنْ حُمَيْدٍ، عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: صَلَّيْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَخَلْفَ أَبِي بَكْرٍ، وَخَلْفَ عُمَرَ، وَخَلْفَ عُثْمَانَ، وَخَلْفَ عَلِيٍّ، فَكُلُّهُمْ كَانُوا «يَجْهَرُونَ بِقِرَاءَةِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ» .

«إِنَّمَا ذَكَرْتُ هَذَا الْحَدِيثَ شَاهِدًا لِمَا تَقَدَّمَهُ،

فَفِي هَذِهِ الْأَخْبَارِ الَّتِي ذَكَرْنَاهَا مُعَارَضَةٌ لِحَدِيثِ قَتَادَةَ الَّذِي يَرْوِيهِ أَئِمَّتُنَا عَنْهُ، وَقَدْ بَقِيَ» .

فِي الْبَابِ عَنْ أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ عُثْمَانَ، وَعَلِيٍّ، وَطَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ، وَجَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، وَالْحَكَمِ بْنِ عُمَيْرٍ الثُّمَالِيِّ، وَالنُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ، وَسَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ، وَبُرَيْدَةَ الْأَسْلَمِيِّ، وَعَائِشَةَ بِنْتِ الصِّدِّيقِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ. «كُلُّهَا مُخَرَّجَةٌ عِنْدِي فِي الْبَابِ تَرَكْتُهَا إِيثَارًا لِلتَّخْفِيفِ، وَاخْتَصَرْتُ مِنْهَا مَا يَلِيقُ بِهَذَا الْبَابِ،

وَكَذَلِكَ قَدْ ذَكَرْتُ فِي الْبَابِ مَنْ جَهَرَ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ، وَأَتْبَاعِهِمْ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ»

Telah menceritakan kepadaku Abu Bakar Makki bin Ahmad Al-Barda'i, telah menceritakan kepada kami Abu Al-Fadl Al-Abbas bin Imran Al-Qadhi, telah menceritakan kepada kami Abu Jabir Saif bin Amr, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abi As-Sari, telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Abi Uwais, telah menceritakan kepada kami Malik, dari Humaid : dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

"Aku shalat di belakang Nabi , di belakang Abu Bakar, di belakang Umar, di belakang Utsman, dan di belakang Ali. Mereka semua mengeraskan bacaan 'Bismillahirrahmanirrahim'."

"Aku hanya menyebutkan hadits ini sebagai penguat bagi hadits sebelumnya.

Dalam riwayat-riwayat yang telah kami sebutkan terdapat pertentangan dengan hadits Qatadah yang diriwayatkan oleh para imam kami dari beliau. Selain itu, masih ada riwayat dalam bab ini dari Amirul Mukminin Utsman, Ali, Thalhah bin Ubaidillah, Jabir bin Abdullah, Abdullah bin Umar, Al-Hakam bin Umair Ats-Tsumali, Nu'man bin Basyir, Samurah bin Jundub, Buraidah Al-Aslami, dan Aisyah binti Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhum."

"Semua riwayat tersebut ada dalam kitabku dalam bab ini, namun aku tidak menyebutkannya secara lengkap demi meringkas. Aku hanya menyebutkan bagian yang sesuai dengan pembahasan ini. Demikian pula, dalam bab ini aku telah menyebutkan para sahabat, tabi'in, dan pengikut mereka yang mengeraskan bacaan 'Bismillahirrahmanirrahim'. Semoga Allah meridhai mereka."

Dalam Mukhtashar Khilafiyat al-Baihaqi karya Ibnu al-Mulaqqin 2/53 di sebutkan :

وَرُوِيَ عَنْ حَمَّادِ بْنِ سَلَمَةَ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ بْنِ جُدْعَانَ، أَنَّ الْعَبَادِلَةَ كَانُوا يَسْتَفْتِحُونَ الْقِرَاءَةَ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ يَجْهَرُونَ، عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ، وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ، وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو، وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ، وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ صَفْوَانَ.

Dan telah diriwayatkan dari Hammad bin Salamah, dari Ali bin Zaid bin Jud’an, bahwa para ‘Abadilah (para sahabat yang namanya Abdullah) dahulu senantiasa memulai bacaan (shalat) dengan *Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm* dengan mengeraskan suaranya [jahr].

Mereka adalah: Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Amr, Abdullah bin Zubair, dan Abdullah bin Shafwan. [SELESAI]

===***===

DALIL-DALIL PENDAPAT : BACA BISMILLAH DENGAN JAHR (SUARA KERAS) DALAM SHOLAT

****

DALIL KE SATU : IJMA’ PARA SAHABAT :

Dalam kitab *al-Khilafiyyat* karya al-Baihaqi (lihat Mukhtashar Khilafiyat al-Baihaqi karya Ibnu al-Mulaqqin 2/54), disebutkan dari Ja’far bin Muhammad bahwa ia berkata:

أَجْمَعَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَىٰ الْجَهْرِ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

*"Para sahabat Muhammad telah ber-ijma’ (bersuara bulat) terhadap jahr dalam membaca Bismillahirrahmanirrahim."*

[Lihat : al-Majmu’ karya an-Nawawi 3/342, Neilul Awthar oleh asy-Syawkani 2/232 dan Fathul Mun’im Syarah Shahih Muslim karya Prof. DR. Musa Syahih 2/503].

****

DALIL KE DUA : IJMA’ AHLI MADINAH :

Pendapat yang dipegang oleh Imam asy-Syafi’i tentang ijma' penduduk Madinah pada masa sahabat radhiyallahu 'anhum, yang bertentangan dengan klaim ijma' yang diajukan oleh kalangan Malikiyah.

Al-Imam Al-Baihaqi berkata :

وَاعْتَمَدَ الشَّافِعِيُّ فِي ذَلِكَ عَلَى إِجْمَاعِ أَهْلِ الْمَدِينَةِ

“Dan Imam Syafi'i dalam hal tersebut berpegang pada ijma' ahli Madinah”. [Lihat : Ma’rifat as-Sunan wal Aaatsar karya al-Baihaqi 2/373 no. 3086].

Dan Ibnu Katsir dalam Tafsirnya 1/117-118 meriwayatkan :

"وَرَوَى الشَّافِعِيُّ، رَحِمَهُ اللَّهُ، وَالْحَاكِمُ فِي مُسْتَدْرَكِهِ، عَنْ أَنَسٍ: أَنَّ مُعَاوِيَةَ صَلَّى بِالْمَدِينَةِ، فَتَرَكَ الْبَسْمَلَةَ، فَأَنْكَرَ عَلَيْهِ مَنْ حَضَرَهُ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ ذَلِكَ، فَلَمَّا صَلَّى الْمَرَّةَ الثَّانِيَةَ بَسْمَلَ ".

Diriwayatkan oleh Asy-Syafi’i rahimahullah dan Al-Hakim dalam *Al-Mustadrak*, dari Anas: bahwa Mu’awiyah pernah shalat di Madinah lalu tidak membaca basmalah, maka orang-orang Muhajirin yang hadir saat itu mengingkarinya. Kemudian ketika ia shalat untuk kedua kalinya, maka ia pun membaca basmalah. (Al-Mustadrak 1/233)

Al-Imam Asy-Syafi’i dalam al-Musnad 1/259-260 no. 605 meriwayatkan :

أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْمَجِيدِ ابْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ، قَالَ: أَخْبَرَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ خَيْثَمٍ، إِنَّ أَبَا بَكْرِ بْنَ حَفْصِ بْنِ عُمَرَ أَخْبَرَهُ أَنَّ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ قَالَ:

صَلَّى مُعَاوِيَةُ بِالْمَدِينَةِ صَلَاةً يُجْهَرُ فِيهَا بِالْقِرَاءَةِ، فَقَرَأَ (بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ) لِأُمِّ الْقُرْآنِ، وَلَمْ يَقْرَأْ بِهَا لِلسُّوَرِ الَّتِي بَعْدَهَا حَتَّى قَضَى تِلْكَ الْقِرَاءَةَ، وَلَمْ يُكَبِّرْ حِينَ يَهْوِيَ حَتَّى قَضَى تِلْكَ الصَّلَاةَ، فَلَمَّا سَلَّمَ نَادَاهُ مَنْ شَهِدَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ مِنْ كُلِّ مَكَانٍ: يَا مُعَاوِيَةُ، أَسَرَقْتَ الصَّلَاةَ أَمْ نَسِيتَ؟

فَلَمَّا صَلَّى بَعْدَ ذَلِكَ قَرَأَ (بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ) لِلَّتِي بَعْدَ أُمِّ الْقُرْآنِ، وَكَبَّرَ حِينَ يَهْوِيَ سَاجِدًا.

"Abdul Majid bin Abdul Aziz mengabarkan kepada kami dari Ibnu Juraij, ia berkata: Abdullah bin Utsman bin Khaitsam mengabarkan kepadaku : Bahwa Abu Bakar bin Hafsh bin Umar mengabarkan kepadanya bahwa Anas bin Malik berkata:

'Mu'awiyah pernah mengimami shalat di Madinah dengan mengeraskan bacaan, lalu ia membaca (Bismillahirrahmanirrahim) untuk Ummul Qur’an (Al-Fatihah), tetapi tidak membacanya untuk surah setelahnya hingga ia selesai membaca.

Ia juga tidak bertakbir ketika turun untuk sujud hingga menyelesaikan shalatnya.

Setelah salam, para sahabat Muhajirin yang hadir dari berbagai tempat berseru, "Wahai Mu'awiyah! Apakah engkau mencuri shalat ataukah engkau lupa?"

Setelah itu, ketika ia shalat kembali, ia membaca (Bismillahirrahmanirrahim) untuk surah setelah Ummul Qur’an (al-Fatihah) dan bertakbir ketika turun untuk sujud.'" [SELESAI]

TA’LIQ :

Imam Syafi'i berpegang kepada hadits Muawiyah ini untuk mengukuhkan bacaan basmalah dalam shalat dengan suara jahr (keras). Dan Al-Khatib berkata:

هُوَ أَجْوَدُ مَا يُعْتَمَدُ عَلَيْهِ فِي هَذَا الْبَابِ

"Ini adalah yang paling kuat untuk dijadikan pegangan dalam bab ini."

[Lihat : Nashbur Royah karya az-Zaila’i 1/353 dan Syarah Sunan Abu Daud karya al-‘Aini 3/423].

Asy-Syafi'i setelah meriwayatkan hadits ini, beliau berkomentar dengan mengatakan: 

"إِنَّ مُعَاوِيَةَ كَانَ سُلْطَانًا عَظِيمَ القُوَّةِ شَدِيدَ الشَّوْكَةِ، فَلَوْلَا أَنَّ الجَهْرَ بِالبَسْمَلَةِ كَانَ كَالأَمْرِ المُقَرَّرِ عِندَ كُلِّ الصَّحَابَةِ مِنَ المُهَاجِرِينَ وَالأَنْصَارِ، لَمَا قَدَرُوا عَلَى إِظْهَارِ الإِنْكَارِ عَلَيْهِ بِسَبَبِ تَرْكِ التَّسْمِيَةِ."

*"Sesungguhnya Mu'awiyah adalah seorang penguasa yang sangat kuat dan memiliki kekuasaan yang besar. Seandainya jahr dalam basmalah bukan merupakan sesuatu yang sudah mapan di kalangan seluruh sahabat dari kalangan Muhajirin dan Anshar, tentu mereka tidak akan mampu menunjukkan penolakan terhadapnya karena ia meninggalkan basmalah."* [Lihat: Tafsir Mafatihul Ghoib karya al-Fakhrur Rozy 1/180].

Sementara ar-Ruuyani dalam Bahrul Madzhab 2/29 berkata : “ Ini adalah Ijma’”.

TAKHRIJ HADITS MU’AWIYAH:

Hadits ini diriwayatkan oleh Asy-Syafi'i dalam kitab *Al-Umm*, bab bacaan setelah ta'awudz (1/108), oleh Abdurrazzaq dalam *Al-Mushannaf*, bab (bacaan) *Bismillahirrahmanirrahim* (2/92), al-Hakim dalam al-Mustadrak 1/503 dan al-Baihaqi dalam As-Sunan al-Kubra 2/71 no. 2408.

Ad-Daraquthni meriwayatkannya dengan sanadnya hingga Asy-Syafi'i dengan sanad yang disebutkan diatas, dan pada akhir hadits disebutkan:

فَلَمْ يُصَلِّ بَعْدَ ذَلِكَ إِلَّا قَرَأَ *بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ* لِأُمِّ القُرْآنِ وَلِلسُّورَةِ الَّتِي بَعْدَهَا، وَكَبَّرَ حِينَ يَهْوِي سَاجِدًا، رُوَاتُهُ كُلُّهُمْ ثِقَاتٌ اهــ.

"Maka setelah itu, beliau (Mu’awiyah) tidak shalat kecuali membaca *Bismillahir rahmanir rahim* untuk Ummul Kitab dan surat setelahnya, serta bertakbir ketika hendak sujud."

Lalu Ad-Daraquthni  berkata : “Seluruh perawinya terpercaya”. (Lihat *Sunan Ad-Daraquthni* 2/83 no. 1187). 

Dan As-Suyuthi mengaitkannya kepada riwayat Asy-Syafi'i dalam *Al-Umm*, Ad-Daraquthni, Al-Hakim (yang mensahihkannya), dan Al-Baihaqi. (Lihat *Ad-Durr Al-Mantsur* 1/21).

Riwayat ini juga disebutkan oleh Ya'qub bin Sufyan al-Imam dari al-Humaidi. Dan Ya'qub juga menjadikannya sebagai dalil dalam menetapkan jahr dalam basmalah. 

Al-Hakim meriwayatkannya dalam *Al-Mustadrak* 1/357 no. 851, lalu dia berkata :

هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ مُسْلِمٍ، فَقَدِ احْتَجَّ بِعَبْدِ الْمَجِيدِ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ، وَسَائِرُ رُوَاتِهِ مُتَّفَقٌ عَلَى عَدَالَتِهِمْ

" Ini adalah hadits yang sahih menurut syarat Muslim, karena telah dijadikan hujah oleh Abdul Majid bin Abdul Aziz, dan semua perawi lainnya disepakati akan keadilannya ". 

[Lihat pula: al-Khilafiyat karya al-Baihaqi 2/289, Khulashotul Ahkaam karya an-Nawawi no. 1153 dan Nashbur Royah karya az-Zaila’iy 1/353)

Al-Imam Al-Baihaqi berkata :

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ - رحمه الله - : وَتَابَعَهُ عَلَى ذَلِكَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ، وَرَوَاهُ ابْنُ خَيْثَمٍ بِإِسْنَادٍ آخَرَ. 

“Imam Ahmad rahimaullah berkata : "Riwayat ini juga dikuatkan oleh Abdurrazzaq dari Ibnu Juraij, dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Khaitsam dengan sanad lainnya." [al-Khilafiyat karya al-Baihaqi 2/289]. 

Ad-Daraquthni meriwayatkannya dalam *Sunan-nya (2/83 no. 1187)*, lalu dia berkata :

رِجَالُهُمْ كُلُّهُمْ ثِقَاتٌ.

"Seluruh perawinya tsiqah."  [Lihat : Khulashotul Ahhkam karya an-Nawawi no. 1153 dan Nashbur Royah karya az-Zaila’iy 1/353)]

Ad-Daraquthni juga berkata :

وَحَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ النَّيْسَابُورِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا الرَّبِيعُ، قَالَ: ثَنَا الشَّافِعِيُّ، فَذَكَرَهُ، إِلَّا أَنَّهُ قَالَ: فَلَمْ يَقْرَأْ (بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ) لِأُمِّ الْقُرْآنِ، وَلَمْ يَقْرَأْ لِلسُّورَةِ بَعْدَهَا، فَذَكَرَ الْحَدِيثَ

وَزَادَ: وَالْأَنْصَارِيُّ، ثُمَّ قَالَ: فَلَمْ يُصَلِّ بَعْدَ ذَلِكَ إِلَّا قَرَأَ (بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ) لِأُمِّ الْقُرْآنِ وَلِلسُّورَةِ. 

"Abu Bakar an-Naisaburi mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ar-Rabi’ mengabarkan kepada kami, ia berkata: Asy-Syafi’i berkata: Lalu ia menyebutkan Hadits tersebut, tetapi ia berkata, 'Mu'awiyah tidak membaca (Bismillahirrahmanirrahim) untuk Ummul Qur’an dan tidak pula untuk surah setelahnya (setelah al-Fatihah).'

Kemudian disebutkan kelanjutan Hadits, dan ia menambahkan :

“Bahwa setelah itu Mu'awiyah tidak lagi meninggalkan bacaan **(Bismillahirrahmanirrahim)** baik untuk Ummul Qur’an maupun surah setelahnya dalam shalatnya." [Sunan ad-Daruquthni 2/83 no. 1187]

Al-Imam Asy-Syafi’i meriwayatkannya dari jalur lain dan berkata :

فَنَادَاهُ الْمُهَاجِرُونَ وَالْأَنْصَارُ حِينَ سَلَّمَ: يَا مُعَاوِيَةُ، أَسَرَقْتَ صَلَاتَكَ؟ أَيْنَ (بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ)؟

"Ketika Mu'awiyah salam, maka kaum Muhajirin dan Anshar berseru, 'Wahai Mu'awiyah! Apakah engkau mencuri shalatmu? Di mana **(Bismillahirrahmanirrahim)?'"

[Lihat : Al-Mushonnaf dalam kitab Al-Ma'rifah (715). Dan Al-Syafi'i 1/108. Diriwayatkan pula oleh al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra 3/423 no. 2446].

Adapun Jawaban terhadap kritik mengenai sanad dan matan Hadits ini, maka hal ini telah dibahas panjang lebar dalam kitab-kitab yang besar. Adapun di sini, maka cukuplah bagi saya sebagai penulis artikel ini bahwa hadits ini sesuai dengan syarat Shahih Muslim.

****

DALIL KE TIGA : TUJUH QIRA'AT AL-QUR'AN (QIRO'AH SAB'AH):

Ketahuilah bahwa para imam qira’at yang tujuh, di antara mereka ada yang membaca basmalah dengan jahr tanpa ada perbedaan riwayat darinya, dan ada pula yang diriwayatkan dengan kedua cara (membaca jahr dan sirr/ lirih, pelan atau samar-samar).

Tidak ada di antara mereka yang secara mutlak meninggalkan basmalah tanpa perbedaan riwayat darinya.

Ibrahim Adham Al-Nidzami berkata :

فَقَدْ بَحَثْتُ عَنْ ذَٰلِكَ أَشَدَّ الْبَحْثِ فَوَجَدْتُهُ كَمَا ذَكَرْتُهُ، ثُمَّ كُلُّ مَنْ رُوِيَتْ عَنْهُ الْبَسْمَلَةُ ذُكِرَتْ بِاللَّفْظِ الْجَهْرِ بِهَا إِلَّا رِوَايَاتٍ شَاذَّةٍ جَاءَتْ عَنْ حَمْزَةَ رَحِمَهُ اللَّهُ بِالْأَسْرَارِ بِهَا وَهَذَا كُلُّهُ مِمَّا يَدُلُّ مِنْ حَيْثُ الْإِجْمَالِ عَلَىٰ تَرْجِيحِ إِثْبَاتِ الْبَسْمَلَةِ وَالْجَهْرِ بِهَا۔

Aku telah meneliti hal ini dengan sangat mendalam, dan aku menemukannya sebagaimana yang telah kusebutkan. Kemudian, setiap imam yang diriwayatkan membaca basmalah, disebutkan dengan lafaz jahr kecuali riwayat-riwayat syadz yang datang dari Hamzah rahimahullah, yang diriwayatkan dengan membacanya secara sirr. Semua ini secara umum menunjukkan kuatnya pendapat yang menetapkan bacaan basmalah dengan jahr (suara keras). 

[Sumber : Al-Qaul as-Sadid fi al-Jahr bil-Bismillah fi ash-Shalat oleh Ibrahim Adham Al-Nidzami].

*****

DALIL KE EMPAT : HADITS UMMU SALAMAH radhiyallahu ‘anha

===

HADITS KE 1 :

Al-Imam al-Hakim meriwayatakan :

Telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad Muhammad bin Muhammad bin Al-Husain Asy-Syaibani, telah menceritakan kepada kami Abu Al-‘Ala Muhammad bin Ahmad bin Ja‘far Al-Kufi di Mesir, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah, telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Ghiyats, dari Ibnu Juraij, dari Ibnu Abi Mulaikah :

Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " يَقْرَأُ: {بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} [الفاتحة: 1] {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ} [الفاتحة: 2] ‌يَقْطَعُهَا ‌حَرْفًا ‌حَرْفًا

Nabi biasa membaca: "Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm" (Al-Fatihah: 1), "Alhamdulillāhi Rabbil-'Ālamīn" (Al-Fatihah: 2), beliau membacanya dengan memutuskan huruf demi huruf.

[HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 1/356 no. 847.

Al-Hakim berkata :

«هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ، وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ »

"Ini adalah hadits yang shahih sesuai dengan syarat dua syaikh (Imam Bukhari dan Muslim), namun keduanya tidak meriwayatkannya."

Dan al-Imam Adz-Dzahabi menyetujuinya dalam at-Talkhish 1/356].

====

HADITS KE 2 :

Al-Imam Ad-Daruquthni berkata : Telah dibacakan kepada Abdullah bin Muhammad bin Abdul Aziz dan aku mendengarnya: Telah menceritakan kepada kalian Abu Khaitsamah. Dan dibacakan kepada Ali bin Hasan bin Qahtabah dan aku mendengarnya: Telah menceritakan kepada kalian Mahmud bin Khidasy.

Keduanya berkata: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa’id al-Umawi. Dan dibacakan kepada Abdullah bin Muhammad dan aku mendengarnya: Telah menceritakan kepada kalian Sa’id bin Yahya al-Umawi, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami ayahku, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, dari Abdullah bin Abi Mulaikah : Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha :

"كان رسولُ اللهِ ﷺ إذا قرأَ يُقطّعُ قراءتَهُ آيةً آيةً : بِسْمِ اللهِ الرَحْمَنِ الرَحِيمِ . الحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِينَ . الرَحْمَنِ الرَحِيمِ . مَالِكِ يَوْمِ الدِينِ ".

Rasulullah ketika membaca (Al-Qur'an), beliau memutus bacaannya ayat per ayat: "Bismillahirrahmanirrahim", "Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin", "Arrahmanirrahim", "Maaliki yaumiddin".

[HR. Ad-Daruquthni 1/651. Dan dia berkata :

إِسْنَادُهُ صَحِيحٌ وَكُلُّهُمْ ثِقَاتٌ

“Sanadnya sahih dan semua perawinya terpercaya”.

Khalid bin Ibrahim ash-Shoq’aji dalam Mudzakkirotul Qoul ar-Rajih 1/79 berkata :

رَوَاهُ أَحْمَدُ، وَالدَّارَقُطْنِيُّ، وَالْحَاكِمُ، وَابْنُ خُزَيْمَةَ، وَصَحَّحَهُ الدَّارَقُطْنِيُّ وَالْحَاكِمُ عَلَى شَرْطِيهِمَا، وَوَافَقَهُمَا الذَّهَبِيُّ۔

“Diriwayatkan oleh Ahmad, ad-Daraquthni, al-Hakim, dan Ibnu Khuzaimah. Hadits ini dinyatakan shahih oleh ad-Daraquthni dan al-Hakim menurut syarat keduanya, dan adz-Dzahabi menyetujuinya”.

====

HADITS KE 3 :

Al-Imam Ahmad berkata : Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id al-Umawi, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, dari Abdullah bin Abi Mulaikah, dari Ummu Salamah -radhiyallahu 'anha- :

أَنَّهَا سُئِلَتْ عَنْ قِرَاءَةِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ قَالَتْ: كَانَ يَقْطَعُ قِرَاءَتَهُ آيَةً آيَةً، بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ" آيَةٌ، "الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ" آيَتَانِ.

“Bahwa ia ditanya tentang cara Rasulullah membaca (Al-Qur'an). Ia berkata: 

"Beliau membaca dengan memutus (antara) ayat satu per satu. *Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm* satu ayat, *al-amdu lillāhi rabbil-‘ālamīn* dua ayat."

[HR. Ahmad 44/206 no. 26583, Abu Daud no. 4001, al-Hakim dalam Mustadrak 2/131 dan Burhanuddin Abu Ishaq al-Ja’bary dalam “Rusukh al-Ahbaar” hal. 253 no. 120].

Syu’aib al-Arna’uth dan para pentahqiq al-Musnad 44/206 berkata :

صَحِيحٌ لِغَيْرِهِ، وَهَذَا سَنَدٌ رِجَالُهُ ثِقَاتٌ، رِجَالُ الشَّيْخَيْنِ.

“Shahih li ghairihi, dan sanad ini para perawinya terpercaya, termasuk perawi-perawi yang dipakai oleh Al-Bukhari dan Muslim”.

Hadits ini diriwayatkan pula oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak, Ibnu Khuzaymah, dan al-Daraqutni, dan mereka mengatakan:

إِسْنَادُهُ كُلُّهُمْ ثِقَاتٌ وَهُوَ إِسْنَادٌ صَحِيحٌ.

"Semua perawi hadits ini adalah orang-orang terpercaya, dan ini adalah sanad yang sahih." 

Al-Hakim dalam al-Mustadrak 2/131berkata:

هُوَ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ البُخَارِيِّ وَمُسْلِمٍ. 

"Hadits ini sahih sesuai dengan syarat al-Bukhari dan Muslim." 

(Lihat : Musnad Imam Ahmad 6/302, Sunan Abu Dawud no. 1466, dan Mustadrak al-Hakim 2/131).

Dan Al-Jazari berkata dalam *An-Nasyr* 1/226:

وَهُوَ حَدِيثٌ حَسَنٌ، وَسَنَدُهُ صَحِيحٌ

“Ini adalah hadits hasan, dan sanadnya shahih”.

Kesimpulannya :

Dinyatakan shohih oleh Ibnu Khuzaimah, ad-Daruquthni, al-Hakim, adz-Dzahabi, al-Jazary, Syu’aib al-Arna’uth, para pentahqiq al-Musnad dan juga oleh Syeikh al-Albaani dalam al-Irwa no. 343.

Namun hadits ini dinilai dho’if oleh Syeikh Muqbil al-Wadi’i al-Yamani.

RINCIAN TAKHRIJ HADITS :

Diriwayatkan oleh Al-Qasim bin Sallam dalam Fadhail al-Qur'an halaman 74, Abu Dawud (4001), At-Tirmidzi dalam Sunan-nya (2927), dalam Asy-Syamail (309), Abu Ya'la (7022), Ibnu Al-Mundzir dalam Al-Awsath (1344), Ath-Thahawi dalam Syarh Musykil Al-Atsar (5406), Ath-Thabarani dalam Al-Kabir 23/(603), Ad-Daraquthni dalam As-Sunan 1/312-313, Al-Hakim 2/231-232, Abu Al-Fadhl Ar-Razi dalam Fadhail al-Qur'an (18) dan (19), Al-Baihaqi dalam As-Sunan 2/44, Al-Khatib dalam Tarikh-nya 9/367, dari jalur Yahya bin Sa'id Al-Umawi, darinya.

Ad-Daraquthni berkata:

إِسْنَادُهُ صَحِيحٌ، وَكُلُّهُمْ ثِقَاتٌ!

“Sanadnya sahih dan semua perawinya terpercaya”. 

Al-Hakim berkata:

هٰذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ

“Hadis ini sahih menurut syarat Asy-Syaikhain (Al-Bukhari dan Muslim)”. Dan Adz-Dzahabi menyetujuinya.

Imam Ahmad dalam *Musnad* 6/300, 302 meriwayatkan dari Ummu Salamah melalui dua jalur.

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam *as-Sunan* 2/154 no. 1466, namun tidak disebutkan “Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm” di dalamnya. Ia juga meriwayatkannya dalam *Kitāb al-urūf wa al-Qirāāt* 4/294 no. 4001, dan di sana juga tidak terdapat basmalah.

At-Tirmidzi meriwayatkannya dalam *Jāmiʿ*-nya, dalam bab "Apa yang datang tentang bagaimana bacaan Rasulullah ﷺ" 8/240 no. 3091, dan ia berkata: “Hadits hasan shahih gharib.”

Hadits ini juga diriwayatkan oleh an-Nasa’i dalam *as-Sunan al-ughrā*, bab "Memperindah bacaan Al-Qur’an dengan suara" 2/181, dan tidak terdapat basmalah di dalamnya.

Hadits ini juga terdapat dalam *al-Umm* karya asy-Syafi’i 1/93, dalam *Syar Maʿānī al-Ātsār* 1/199–200, dan dalam *Sunan ad-Dāruqunī* 1/307, 312–313, dan ia berkata: “Sanadnya, seluruh perawinya terpercaya.

Lihat juga *al-Majmūʿ* karya an-Nawawi 3/278279, *Nab ar-Rāyah* 1/351, dan *at-Talkhīṣ al-abīr* 1/232.

Namun hadits ini telah dikritisi oleh ath-Thaawi dalam *Syar Maʿānī al-Ātsār*, karena diriwayatkan oleh Ibnu Juraij dari Ibnu Abī Mulaikah dari Ummu Salamah – padahal ia tidak mendengar darinya. At-Tirmidzi meriwayatkannya dari dua jalur, dan jalur pertama adalah dari Ibnu Juraij ini. Ia berkata: “Gharib, seperti ini yang diriwayatkan oleh Yahya bin Saʿīd al-Umawī dan lainnya dari Ibnu Juraij dari Ibnu Abī Mulaikah dari Ummu Salamah, namun sanadnya tidak bersambung.”

Adapun jalur lainnya adalah dari al-Laits bin Saʿd dari Ibnu Abī Mulaikah dari Yaʿlā bin Mamlak dari Ummu Salamah, dan ia berkata: “Inilah yang lebih shahih.” Ia juga berkata: “Kami tidak mengetahuinya kecuali melalui hadits al-Laits.” Sebelumnya telah disebut bahwa ia berkata tentang hadits ini: “hasan shahih gharib.”

Adapun kritik ath-Thaawi terhadap hadits ini dalam *Syar Maʿānī al-Ātsār* adalah bahwa para perawi berbeda dalam lafaznya, sehingga hadits tersebut tidak bisa dijadikan hujjah. [Lihat: *Nab ar-Rāyah* 1/351].

Kritik ath-Thahawi al-Hanafi ini dibantah oleh al-Ḥāfi Ibnu ajar dalam *at-Talkhīṣ al-abīr* 1/232 dan ia berkata:

مَا أَعَلَّهُ بِهِ لَيْسَ بِعِلَّةٍ قَادِحَةٍ

“Apa yang dijadikan illat hadits oleh ath-Thaawi bukanlah cacat yang merusak.

Namun demikian hadits tersebut tetap dinilai shahih oleh at-Tirmidzi, meski sanadnya berdasarkan jalur yang dikritik oleh ath-Thaawi.

Dan juga diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 2/520-521 dan 10/524, Abu Ya'la (6920), Ibnu Abi Dawud dalam Al-Masahif halaman 94, Ath-Thahawi dalam Syarh Ma'ani Al-Atsar 1/199, dan dalam Syarh Musykil Al-Atsar (5405), Ath-Thabarani dalam Al-Kabir 23/(937), Ibnu 'Abdil Barr dalam Al-Istidzkar (4788) dari jalur Hafsh bin Ghiyats, Ibnu Khuzaimah (493), Ibnu Al-Mundzir (1345), Ad-Daraquthni 1/307, As-Sahmi dalam Tarikh Jurjan halaman 104–105, dan Al-Baihaqi dalam As-Sunan 2/44 dan dalam As-Sunan As-Sughra (385) dari jalur Umar bin Harun. Keduanya dari Ibnu Juraij, darinya.

Dalam riwayat Umar bin Harun terdapat tambahan dengan perbedaan pada sebagian lafaz. 

Dan Umar bin Harun adalah perawi yang dhaif.

====

HADITS KE 4 :

Diriwayatkan oleh Umar bin Harun al-Balkhi dari Ibnu Jurayj dari Ibnu Abi Mulaykah dari Ummu Salamah :

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَرَأَ فِي الصَّلَاةِ: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ فَعَدَّهَا آيَةً، الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ آيَتَيْنِ، الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ ثَلَاثَ آيَاتٍ، مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ أَرْبَعَ آيَاتٍ، وَقَالَ: هَكَذَا إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ وَجَمَعَ خَمْسَ أَصَابِعِهِ.

“Bahwa Rasulullah membaca dalam shalat: "Bismillahirrahmanirrahim," yang dihitung sebagai satu ayat, "Alhamdulillahi rabbil 'alamin" dua ayat, "Ar-Rahmanirrahim" tiga ayat, "Maliki yawmid-din" empat ayat. Lalu beliau berkata: "Begitu juga dengan 'Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in,' dan beliau mengumpulkan lima jari tangannya."

[Diriwayatkan pula oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahih nya 1/227 no. 493, al-Hakim dalam al-Mustadrak 1/503, al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra 3/411 no. 2420 dan Ibnu al-Mundzir dalam al-Awsath no. 1345 dari jalur Ibnu Jurayj.

Abu Muhammad berkata:

لَمَّا وَقَفَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ عَلَى هَذِهِ المُقَاطِيعِ، أَخْبَرَ عَنْهُ أَنَّهُ عِنْدَ كُلِّ مُقْطَعٍ آيَةٌ لِأَنَّهُ جَمَعَ عَلَيْهِ أَصَابِعَهُ، فَبَعْضُ الرُّوَاةِ حِينَ حَدَّثَ بِهَذَا الحَدِيثِ نَقَلَ ذَلِكَ زِيَادَةً فِي البَيَانِ.

"Ketika Rasulullah berhenti pada setiap bagian ini, beliau memberitahukan bahwa setiap bagian tersebut adalah ayat karena beliau mengumpulkan jarinya. Beberapa perawi yang meriwayatkan hadits ini menyebutkan hal ini sebagai tambahan penjelasan."

DERAJAT HADITS : DHO’IF

Dan dalam sanadnya terdapat: ‘Umar bin Harun, dan ia adalah perawi yang lemah. 

Adz-Dzahabi berkata dalam *Mīzān al-I‘tidāl* 1/496:

خَبَرٌ مُنْكَرٌ شَذَّ بِهِ عُمَرُ، وَقَدْ قَالَ ابْنُ مَعِينٍ وَغَيْرُهُ: كَذَّابٌ. وَقَالَ النَّسَائِيُّ وَغَيْرُهُ: مَتْرُوكٌ. وَأَيْضًا فَإِنْ كَانَ عَدَّهَا بِلِسَانِهِ فِي الصَّلَاةِ فَذَلِكَ مُنَافٍ لِلصَّلَاةِ، وَإِنْ كَانَ بِأَصَابِعِهِ فَلَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّهَا آيَةٌ، وَلَا بُدَّ مِنَ الْفَاتِحَةِ.

"Hadis ini munkar, ‘Umar menyelisihi (perawi lainnya) dalam riwayat ini." Dan Ibnu Ma‘in serta yang lainnya berkata: "Pendusta." An-Nasa’i dan yang lainnya berkata: "Tertinggalkan." 

Juga, jika dia menghitungnya dengan lisannya di dalam salat, maka itu bertentangan dengan (tuntunan) salat. Dan jika menghitungnya dengan jarinya, maka itu tidak menunjukkan bahwa (basmalah) adalah bagian dari ayat, padahal (yang wajib) adalah dari al-Fatihah. [SELESAI]

Namun haditsnya ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Khuzaymah dalam kitab “Sahih”-nya. Dan Umar bin Harun ini adalah sebagian dari para huffaadz yang meriwayatkan hadits.

Adapun tambahan yang terdapat dalam riwayatnya, yaitu ucapan :

قَرَأَ فِي الصَّلَاةِ

'Beliau membaca dalam shalat'

===***===

DALIL KE LIMA : HADITS ABU HURAIRAH RADHIYALLAHU ‘ANHU :

Al-Khatib Abu Bakr al-Hafidzh al-Baghdadi berkata:

الْجَهْرُ بِالتَّسْمِيَةِ مَذْهَبٌ لِأَبِي هُرَيْرَةَ، حُفِظَ عَنْهُ وَاشْتُهِرَ بِهِ، وَرَوَاهُ عَنْهُ غَيْرُ وَاحِدٍ مِنْ أَصْحَابِهِ.

*"Jahr dalam membaca basmalah adalah mazhab Abu Hurairah. Hal ini diriwayatkan darinya dan menjadi terkenal serta diriwayatkan oleh lebih dari satu orang di antara murid-muridnya."* [Dikutip dalam al-Majmu karya Imam Nawawi 3/344].

====

HADITS ABU HURAIRAH KE 1 :

Hadits Nu’aim bin Abdullah al-Mujmir, Ia berkata:

صَلَّيْتُ وَرَاءَ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فَقَرَأَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، ثُمَّ قَرَأَ بِأُمِّ الْكِتَابِ، حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ وَلَا الضَّالِّينَ، قَالَ: آمِينَ، وَقَالَ النَّاسُ: آمِينَ، وَيَقُولُ كُلَّمَا سَجَدَ: اللَّهُ أَكْبَرُ، وَإِذَا قَامَ مِنَ الْجُلُوسِ مِنَ الِاثْنَتَيْنِ، قَالَ: اللَّهُ أَكْبَرُ، ثُمَّ يَقُولُ إِذَا سَلَّمَ: وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنِّي لَأَشْبَهُكُمْ صَلَاةً بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ تَعَالَىٰ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

*"Aku shalat di belakang Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, lalu ia membaca ‘Bismillahirrahmanirrahim’, kemudian membaca Ummul Kitab (al-Fatihah), hingga ketika sampai pada ayat ‘waladh-dhoollin’, ia mengucapkan ‘Amin’, dan orang-orang pun mengucapkan ‘Amin’.

Ia juga mengucapkan ‘Allahu Akbar’ setiap kali sujud, dan ketika bangkit dari duduk setelah rakaat kedua, ia juga mengucapkan ‘Allahu Akbar’.

Kemudian setelah salam, ia berkata: ‘Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh shalatku ini adalah yang paling mirip dengan shalat Rasulullah di antara kalian.’”*

TAKHRIJ HADITS :

Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari secara mu'allaq setelah hadits nomor (782), dan dikeluarkan secara bersambung oleh Ahmad (10449), An-Nasai 2/134 (905), Ibnu Al-Jarud (184), Ibnu Khuzaimah 1/251, (499) dan (688), Ath-Thahawi (1/199), Ibnu Hibban (1797) dan (1801), Ad-Daraquthni (1/305-306 dan 306), Al-Hakim (1/232), serta Al-Baihaqi (2/46).

Dinyatakan sahih oleh Ad-Daraquthni, Al-Hakim, dan Al-Baihaqi. Dan dinyatakan Shahih pula oleh Syu’aib al-Arna’uth dan para pentahqiq Musnad Imam Ahmad 16/277no. 10449. 

Penilaian Para Ulama Hadits tentang Keshohihan Riwayat Ini: 

1]. Ibnu Khuzaimah dalam kitabnya tentang “al-Basmalah” berkata:

"فَأَمَّا الْجَهْرُ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فِي الصَّلَاةِ فَقَدْ صَحَّ وَثَبَتَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِإِسْنَادٍ ثَابِتٍ مُتَّصِلٍ، لَا شَكَّ وَلَا ارْتِيَابَ عِنْدَ أَهْلِ الْمَعْرِفَةِ بِالْأَخْبَارِ فِي صِحَّةِ سَنَدِهِ وَاتِّصَالِهِ".

*"Adapun jahr dalam membaca Bismillahirrahmanirrahim dalam shalat, maka hal itu telah shahih dan tetap dari Nabi dengan sanad yang sahih dan muttashil, tanpa ada keraguan dan tanpa kebimbangan bagi para ahli Hadits tentang keshahihannya."*

[Disebutkan oleh al-Khothib al-Baghdady dalam Dzikru Jahr bil Basmalah hal. 43 No. 44 dan An-Nawawi dalam *Al-Majmu'* (3/344-345) dengan mengutip dari kitab Abu Syamah Al-Maqdisi dalam permasalahan ini].

Kemudian ia menyebutkan Hadits ini dan berkata:

فَقَدْ بَانَ وَثَبَتَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَجْهَرُ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فِي الصَّلَاةِ.

*"Telah jelas dan valid bahwa Nabi menjahrkan bacaan Bismillahirrahmanirrahim dalam shalat."* [Lihat : al-Majmu’ oleh an-Nawawi 3/345]

2]- Hadits diatas ini juga diriwayatkan oleh Abu Hatim bin Hibban dalam *Shahih*-nya no. (1797). 

3]- Ad-Daraquthni meriwayatkannya dalam *Sunan*-nya (1/305-306 dan 306) dan berkata:

هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ، وَرُوَاتُهُ كُلُّهُمْ ثِقَاتٌ. 

*"Ini adalah Hadits shahih, dan seluruh perawinya adalah tsiqah (terpercaya).”* 

4]- Al-Hakim meriwayatkannya dalam *al-Mustadrak* (1/232) dan berkata:

هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَىٰ شَرْطِ الْبُخَارِيِّ وَمُسْلِمٍ. 

*"Hadits ini shahih sesuai syarat al-Bukhari dan Muslim."* 

5]- Al-Hafidzh al-Baihaqi dalam kitab *al-Khilafiyyat* 1/186 no. (261) menggunakan Hadits ini sebagai dalil, lalu berkata:

رُوَاةُ هَذَا الْحَدِيثِ كُلُّهُمْ ثِقَاتٌ مُجْمَعٌ عَلَىٰ عَدَالَتِهِمْ، مُحْتَجٌّ بِهِمْ فِي الصَّحِيحِ،

*"Seluruh perawi Hadits ini tsiqah, disepakati keadilannya, dan dijadikan hujjah dalam kitab-kitab shahih."*

Dalam *as-Sunan al-Kubra* (2/46), al-Baihaqi berkata:

وَهُوَ إِسْنَادٌ صَحِيحٌ وَلَهُ شَوَاهِدُ.

*"Hadits ini memiliki sanad yang shahih dan memiliki banyak syawahid (penguat)."* 

6]- Al-Hafidzh Abu Bakr al-Khatib dalam awal kitabnya yang ia susun tentang jahr dalam basmalah dalam shalat, meriwayatkannya dari banyak jalur yang kuat, lalu berkata:

هَذَا الْحَدِيثُ ثَابِتٌ صَحِيحٌ، لَا يَتَوَجَّهُ عَلَيْهِ تَعْلِيلٌ فِي اتِّصَالِهِ وَثِقَةِ رِجَالِهِ.

*"Hadits ini shahih, tsabit (kokoh), dan tidak ada kecacatan dalam sanadnya maupun dalam kepercayaan para perawinya."* [Dikutip oleh an-Nawawi dalam al-Majmu’ 3/345].

Maka dengan demikian, hadits ini telah dinyatakan shahih oleh para imam besar: an-Nasa’i, Ibnu Hibban, Ibnu Khuzaimah, ad-Daraquthni, al-Hakim, al-Baihaqi, al-Khatib al-Baghdadi, an-Nawawi, Ibnu Hajar al-Asqalani, dan selain mereka.

Ibrahim Ad-ham An-Nidzami berkata :

فَلَا تَغْتَرَّ بِمَا طَنْطَنَ بِهِ بَعْضُ الْمُعَاصِرِينَ حَوْلَ هَذَا الْحَدِيثِ بَعْدَ تَصْحِيحِ أُولَئِكَ الْأَعْلَامِ!

Maka janganlah terpedaya dengan suara-suara dengunan sebagian orang zaman ini yang meragukan Hadits ini setelah para ulama besar tersebut telah menetapkan keshahihannya!

[Sumber : Al-Qaul as-Sadid fi al-Jahr bil-Bismillah fi ash-Shalat oleh Ibrahim Adham Al-Nidzami].

Al-Imam Badruddin al-Aini dalam ‘Umdatul Qori Syarah Shahih al-Bukhori 6/52 menulis satu BAB:

بَابُ جَهْرِ الْمَأْمُومِ بِالتَّأْمِينِ

"Bab Jahr Al-Ma'mum dengan Amin":

Lalu dia berkata di bawah hadits no. 782 :

(وَأَمَّا طَرِيقُ نُعَيْمٍ فَرَوَاهَا النَّسَائِيُّ وَابْنُ خُزَيْمَةَ وَالسَّرَّاجُ وَابْنُ حِبَّانَ وَغَيْرُهُمْ مِنْ طَرِيقِ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِلَالٍ عَنْ نُعَيْمٍ الْمُجْمِرِ قَالَ:

"صَلَّيْت وَرَاءَ أَبِي هُرَيْرَةَ فَقَرَأَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، ثُمَّ قَرَأَ بِأُمِّ الْقُرْآنِ حَتَّى بَلَغَ وَلَا الضَّالِّينَ فَقَالَ آمِينَ وَقَالَ النَّاسُ آمِينَ، وَيَقُولُ كُلَّمَا سَجَدَ اللَّهُ أَكْبَرُ، وَإِذَا قَامَ مِنْ الْجُلُوسِ فِي الِاثْنَتَيْنِ قَالَ اللَّهُ أَكْبَرُ، وَيَقُولُ إِذَا سَلَّمَ : وَاَلَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنِّي لَأَشْبَهُكُمْ صَلَاةً بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " .

(Adapun riwayat Nu'aim, ia diriwayatkan oleh an-Nasa'i, Ibnu Khuzaymah, as-Sarraj, Ibnu Hibban, dan lainnya dari jalur Sa'id bin Abi Hilal dari Nu'aim al-Mujmir, yang berkata:

"Aku shalat di belakang Abu Hurairah, dan beliau membaca Bismillahirrahmanirrahim, kemudian beliau membaca Ummul Qur'an sampai sampai pada kalimat 'Wa la dhallin', beliau berkata 'Amin', dan orang-orang pun berkata 'Amin'.

Beliau mengatakan 'Allahu Akbar' setiap kali sujud, dan ketika beliau duduk antara dua sujud, beliau berkata 'Allahu Akbar'.

Ketika beliau memberi salam, beliau berkata: 'Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, aku sangat mirip dengan kalian dalam shalat seperti Rasulullah .'" [SELESAI]

An-Nasa'i memberi judul BAB pada riwayat ini :

" الْجَهْرُ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ "

"Baca Jahr dengan Bismillahirrahmanirrahim",

Maka ini manunjukkan bahwa hadits ini adalah yang paling sahih yang ada dalam masalah ini menurutnya .

KRITIKAN DAN JAWABAN :

Kritikan :

Terdapat kritikan terhadap dalil hadits diatas ini dengan kemungkinan bahwa Abu Hurairah maksudnya dengan ucapan 'Aku memberikan contoh shalat yang lebih mirip dengan shalat Nabi kepada kalian' adalah dalam sebagian besar bagian shalat, bukan dalam seluruh bagian shalatnya. Karena ada riwayat dari sejumlah orang selain Nu'aim dari Abu Hurairah yang tidak menyebutkan basmalah, sebagaimana yang akan saya sebutkan nanti.

Jawabannya adalah :

Bahwa Nu'aim adalah orang yang terpercaya, sehingga tambahan riwayatnya diterima (maqbul), dan hadits ini jelas menunjukkan bahwa hal itu berlaku untuk seluruh bagian shalat, sehingga dipahami secara umum hingga ada dalil lain yang membatasinya .

=====

HADITS ABU HURAIRAH KE 2 :

Imam al-Bukhari dalam al-Qiroat Kholfal Imam hal. 5 no. 16 meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa ia berkata:

" ‌فِي ‌كُلِّ ‌صَلَاةٍ ‌قِرَاءَةٌ، وَلَوْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ، فَمَا أَعْلَنَ لَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَحْنُ نُعْلِنُهُ وَمَا أَسَرَّ فَنَحْنُ نُسِرُّهُ

"Dalam setiap sholat ada bacaan (dari al-Qur’an), meskipun hanya dengan Al-Fatihah. Apa yang Nabi baca dengan jelas [jahr] kepada kami, maka kami pun membacanya dengan jelas [jahr], dan apa yang beliau baca secara pelan/ lirih [sirr], maka kami pun membacanya secara pelan [sirr]."

Dan Imam Muslim dalam Shahih-nya (396) meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa ia berkata:

«‌فِي ‌كُلِّ ‌صَلَاةٍ ‌قِرَاءَةٌ فَمَا أَسْمَعَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَسْمَعْنَاكُمْ، وَمَا أَخْفَى مِنَّا، أَخْفَيْنَاهُ مِنْكُمْ، وَمَنْ قَرَأَ بِأُمِّ الْكِتَابِ فَقَدْ أَجْزَأَتْ عَنْهُ، وَمَنْ زَادَ فَهُوَ أَفْضَلُ»

"Dalam setiap sholat ada bacaan (dari al-Qur’an). Apa yang Nabi perdengarkan [jahr-kan] bacaan-nya kepada kami, kami pun perdengarkan kepada kalian, dan apa yang beliau baca secara pelan/ lirih [sirr] dari kami, kami pun membacakannya secara pelan kepada kalian. Barang siapa membaca Ummul Kitab (Al-Fatihah), maka itu sudah mencukupinya, dan siapa yang menambahnya, maka itu lebih baik."

Dalam shahih Bukhory no. 772, disebutkan bahwa Abu Hurairah berkata :

«فِي كُلِّ صَلَاةٍ يُقْرَأُ، ‌فَمَا ‌أَسْمَعَنَا ‌رَسُولُ ‌اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْمَعْنَاكُمْ، وَمَا أَخْفَى عَنَّا أَخْفَيْنَا عَنْكُمْ، وَإِنْ لَمْ تَزِدْ عَلَى أُمِّ القُرْآنِ أَجْزَأَتْ وَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ»

"Pada setiap sholat ada yang dibaca, apa yang telah Rasulullah perdengaran suaranya kepada kami, kami perdengarkan pula kepada kalian, dan apa yang beliau sembunyikan/ lirihkan [sirr-kan] dari kami, kami sembunyikan [sirr-kan] pula dari kalian. Jika kamu tidak menambah selain Ummul Qur'an [al-Fatihah], maka itu sudah cukup, dan jika kamu menambahinya, maka itu lebih baik."

****

Dalil yang Dapat Disimpulkan dari Riwayat yang Disepakati Keshahihannya:

Haditst Abu Hurairah, dalam riwayat Bukhori dan Muslim terdapat beberapa lafadz :

KE 1. Abu Hurairah berkata:

فِي كُلِّ صَلَاةٍ قِرَاءَةٌ

*"Dalam setiap shalat ada qiro’ah (bacaan Al-Qur’an)."*

KE 2 : Dalam riwayat lain:

بِقِرَاءَةٍ

*"Dengan qiro’ah (bacaan)."*

KE 3 : Dalam riwayat lain:

لَا صَلَاةَ إِلَّا بِقِرَاءَةٍ

*"Tidak ada shalat tanpa qiro’ah (bacaan)."*

Lalu Abu Hurairah berkata:

فَمَا أَعْلَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْلَنَّاهُ لَكُمْ، وَمَا أَخْفَاهُ أَخْفَيْنَاهُ لَكُمْ.  

*"Apa yang Rasulullah baca secara terang-terangan (jahr), kami pun membacakannya kepada kalian secara terang-terangan. Dan apa yang beliau baca dengan pelan/ lirih (Sirr), kami pun membacanya dengan pelan/ lirih (sirr) kepada kalian."* [Shahih Muslim No. 396]

Dalam riwayat lain:

فَمَا أَسْمَعَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْمَعْنَاكُمْ، وَمَا أُخْفِيَ مِنَّا أَخْفَيْنَاهُ مِنْكُمْ.

*"Apa yang Rasulullah perdengarkan kepada kami, kami pun perdengarkan kepada kalian. Dan apa yang beliau rahasiakan dari kami, kami pun merahasiakannya dari kalian."* [Shahih Bukhori no. 772 dan Shahih Muslim no. 396]

Semua lafaz ini terdapat dalam kitab-kitab Hadits shahih, sebagian ada dalam *Shahihain* (al-Bukhari dan Muslim), sebagian dalam salah satunya.

Maknanya adalah : bahwa Rasulullah menjahrkan [mengeraskan suara] bacaan yang memang dijahrkan [dikeraskan suaranya] dan dilirihkan (sirr) bacaan yang memang dilirihkan. Kemudian telah ada ketetapan [kevalidan] bahwa Abu Hurairah men-jahr-kan [mengeraskan suara] baca bismillah dalam shalatnya, yang menunjukkan bahwa ia mendengar jahr tersebut dari Rasulullah . 

===

HADITS ABU HURAIRAH KE 3 :

Yaitu ; apa yang diriwayatkan oleh al-Daraqutni dalam *Sunan*nya 2/74 no. (1171) dari dua jalur:

Dari Mansur bin Abi Mazahim, dia berkata: "Kami diberitahu oleh Idris dari al-'Ala' bin Abdul Rahman bin Ya'qub dari ayahnya dari Abu Hurairah :

«أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَرَأَ وَهُوَ يَؤُمُّ النَّاسَ افْتَتَحَ الصَّلَاةَ بِـ {بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} [الفاتحة: 1]».

قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: «هِيَ آيَةٌ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ ، ‌اقْرَءُوا ‌إِنْ ‌شِئْتُمْ ‌فَاتِحَةَ ‌الْكِتَابِ ‌فَإِنَّهَا ‌الْآيَةُ ‌السَّابِعَةُ» 

'Bahwa Nabi apabila membaca di hadapan orang banyak, beliau membuka dengan Bismillahirrahmanirrahim.' Abu Hurairah berkata: 'Ini adalah ayat dari Kitab Allah, bacalah jika kalian mau Ummul Qur'an, karena itu adalah ayat ketujuh.'

Dalam riwayat lain (Sunan ad-Daruquthni 2/74) disebutkan :

"أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ كَانَ إِذَا أَمَّ النَّاسَ قَرَأَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ".

“Bahwa Rasulullah apabila memimpin shalat, beliau membaca Bismillahirrahmanirrahim." 

DERAJAT HADITS : SHAHIH.

Ad-Daraqutni berkata:

رِجَالُ إسْنَادِهِ كُلُّهُمْ ثِقَاتٌ

"Para perawi hadits ini semuanya terpercaya."  [Lihat : Al-Majmu karya an-Nawawi 3/559].

Al-Hafidz Ibnu al-Mulaqqin dalam al-Badrul Munir 1/559 berkata :

وَسَائِر رُواة هَذَا الحَدِيث من جَمِيع طرقه ثِقَات

“Dan seluruh perawi hadits ini dari semua jalurnya adalah tsiqah (terpercaya)”.

Al-Khatib berkata:

قَدْ رَوَى جَمَاعَةٌ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ كَانَ يَجْهَرُ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ وَيَأْمُرُ بِهِ، فَذَكَرَ هَذَا الْحَدِيثَ وَقَالَ: بَدَلَ "قَرَأَ": "جَهَرَ".

وَعَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ ابْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ ﷺ يَفْتَتِحُ الْقِرَاءَةَ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ.

وَعَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ ﷺ يَجْهَرُ بِقِرَاءَةِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ.

"Telah meriwayatkan sejumlah orang dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah membaca Bismillahirrahmanirrahim dengan keras dan memerintahkan hal tersebut, dan beliau menyebutkan hadits ini dengan kata 'dengan keras' menggantikan kata 'membaca'.

Dan dari az-Zuhri dari Ibnu al-Musayyib dari Abu Hurairah, ia berkata: 'Rasulullah membuka bacaannya dengan Bismillahirrahmanirrahim.'

Dan dari Abu Hazim dari Abu Hurairah, ia berkata: 'Rasulullah membaca Bismillahirrahmanirrahim dengan suara jahr (keras).’” [Lihat : al-Majmu’ 3/345]

Az-Zaila’i al-Hanafi mengutipnya dari al-Khatib dan Ibnu ‘Adi dalam *al-Kamil*, akan tetapi az-Zaila’i kemudian berkata :

وَلَوْ ثَبَتَ هَذَا عَنْ أَبِي أُوَيْسٍ فَهُوَ غَيْرُ مُحْتَجٍّ بِهِ، لِأَنَّ أَبَا أُوَيْسٍ لَا يُحْتَجُّ بِمَا انْفَرَدَ بِهِ فَكَيْفَ إِذَا انْفَرَدَ بِشَيْءٍ وَخَالَفَهُ فِيهِ مَنْ هُوَ أَوْثَقُ مِنْهُ، مَعَ أَنَّهُ مُتَكَلَّمٌ فِيهِ فَوَثَّقَهُ جُمَاعَةٌ وَوَضَّحَهُ آخَرُونَ... اهـ.

“Jika ini memang terbukti dari Abu Uways, maka hal itu tidak bisa dijadikan hujah, karena Abu Uways tidak bisa dijadikan hujah atas apa yang ia sendirian meriwayatkannya, apalagi jika ia sendiri yang meriwayatkannya dan ada yang lebih terpercaya darinya yang menyelisihinya.

Di samping itu, ia dipertanyakan kredibilitasnya, sebagian orang menilainya terpercaya, sementara yang lain melemahkannya…” (*Nashb ar-Rayah* 1/341).

====

HADITS ABU HURAIRAH KE 4 :

Al-Imam Al-Baihaqi dalam al-Khilafiyat (2/278 no. 1528) berkata :

Telah memberitakan kepada kami Abu Abdullah al-Hafidzh, telah memberitakan kepada kami Abu Muhammad Abdullah bin Ishaq bin Ibrahim bin al-Khurasani, telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Ishaq as-Sarraj, telah menceritakan kepada kami Uqbah bin Mukram ad-Dhabbi, telah menceritakan kepada kami Yunus bin Bukair, telah menceritakan kepada kami Mis’ar bin Kidam, dari Muhammad bin Qais, dari Abu Hurairah, ia berkata: 

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَجْهَرُ بِـ {بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ}، ثُمَّ تَرَكَهُ النَّاسُ.

“Rasulullah mengeraskan (jahr) bacaan {Bismillahirrahmanirrahim}, kemudian orang-orang meninggalkannya.” 

TAKHRIJ HADITS :

Hadits ini diriwayatkan oleh sbb :

1]- ad-Daraquthni Kitab ath-Thoharah, Bab: Kewajiban Membaca Bismillahirrahmanirrahim (1/307), (Hadits 19), dengan lafadz :

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " ‌كَانَ ‌إِذَا ‌قَرَأَ ‌وَهُوَ ‌يَؤُمُّ ‌النَّاسَ ‌افْتَتَحَ ‌الصَّلَاةَ بِـ {بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} [الفاتحة: 1] ".

قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: «هِيَ آيَةٌ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ ، اقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ فَإِنَّهَا الْآيَةُ السَّابِعَةُ».

وَقَالَ الْفَارِسِيُّ: إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَمَّ النَّاسَ قَرَأَ {بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} [الفاتحة: 1] ، لَمْ يَزِدْ عَلَى هَذَا

Rasulullah “ketika membaca dan menjadi imam untuk umat, beliau memulai sholat dengan {Bismillahirrahmanirrahim} [al-Fatihah: 1].”

Abu Hurairah berkata: “Ini adalah ayat dari kitab Allah, bacalah jika kalian mau, Fatihatul Kitab, karena itu adalah ayat yang ketujuh.”

Dan al-Farisi berkata: “Sesungguhnya Nabi ketika menjadi imam untuk umat, beliau membaca {Bismillahirrahmanirrahim} [al-Fatihah: 1], beliau tidak menambah selain itu.”

2]- al-Hakim 1/357 nomor 850.

3]- al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra, Kitab ath-Thoharah, Bab: Memulai bacaan dengan Bismillahirrahmanirrahim dan mengeraskannya ketika mengeraskan bacaan al-Fatihah 3/417 nomor 2432 .

Semuanya melalui jalur Ibrahim as-Sarraaj.

Dalam riwayat ad-Daraquthni terdapat lafaz “Ma’syar” sebagai ganti dari “Mis’ar”, dan ia berkata: “Yang benar adalah Abu Ma’syar.” Adz-Dzahabi dalam Siyar 1/498 berkata: “Abu Ma’syar lemah.” 

Diriwayatkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak (1/357 nomor 850) tanpa lafaz : “kemudian orang-orang meninggalkannya.” 

Al-Baihaqi sendiri dalam al-Khilafiyat (2/278 no. 1528) berkata:

تَفَرَّدَ بِهِ إِبْرَاهِيمُ بْنُ إِسْحَاقَ السَّرَّاجُ. وَرَوَاهُ غَيْرُهُ عَنْ عُقْبَةَ بْنِ مُكْرَمٍ، عَنْ يُونُسَ، عَنْ أَبِي مَعْشَرٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ قَيْسٍ. وَرِوَايَةُ أَبِي مَعْشَرٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ قَيْسٍ يَرْتَضِيهَا الْحُفَّاظُ.

“Hadits ini hanya diriwayatkan oleh Ibrahim bin Ishaq as-Sarraj. Selain dia, meriwayatkannya dari Uqbah bin Mukram, dari Yunus, dari Abu Ma’syar, dari Muhammad bin Qais. Riwayat Abu Ma’syar dari Muhammad bin Qais dianggap dapat diterima oleh para huffazh.” 

SANAD HADITS :

Hadits ini dalam sanadnya menurut al-Hakim dan yang sepakat dengannya terdapat Muhammad bin Qais al-Madani, seorang hakim pada masa Umar bin Abdul Aziz. 

Muhammad bin Qais meriwayatkan dari Abu Hurairah, dan ada yang mengatakan bahwa riwayatnya adalah mursal.

Ibnu Sa’d berkata: “Ia banyak meriwayatkan hadits dan seorang yang alim.” Sementara itu, Ya’qub bin Sufyan dan Abu Dawud mengatakan bahwa ia terpercaya, dan Ibnu Hibban menyebutnya dalam *ats-Tsiqaat* (kitab kumpulan para perawi yang terpercaya). 

Adz-Dzahabi dalam at-Talkhis 1/357 berkata:

مُحَمَّدٌ ضَعِيفٌ يَعْنِي مُحَمَّدَ بْنَ قَيْسٍ

“Muhammad itu lemah,” yang dimaksud adalah Muhammad bin Qais.

Namun Adz-Dzahabi dalam *al-Kashif* (3/91) berkata:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ. وَقِيلَ لَمْ يَلْقَهُ. ثِقَةٌ

“Ia meriwayatkan dari Abu Hurairah, dan ada yang mengatakan bahwa ia tidak bertemu dengannya. Ia terpercaya (tsiqot).”. 

Ibnu al-Mulaqqin dalam Mukhtashar al-Khilafiyat 1/185 no. 46 berkata :

اِسْتَشْهَدَ بِهِ الْحَاكِمُ. وَفِيهِ مُحَمَّدُ بْنُ قَيْسٍ. قُلْتُ: ضَعِيفٌ

Al-Hakim menjadikannya sebagai hujah. Di dalamnya terdapat Muhammad bin Qais. Saya katakan: “Lemah.”

Abu Hatim berkata:

رَوَى عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ مُرْسَلٌ

“Ia meriwayatkan dari Abu Hurairah secara mursal.” (*al-Majruhin* 4/63). 

Ibnu Hajar dalam *at-Taqrib* mengatakan:

ثِقَةٌ، وَحَدِيثُهُ عَنْ الصَّحَابَةِ مُرْسَلٌ

“Ia terpercaya, dan haditsnya dari para sahabat adalah mursal.” (2/302). 

Al-Khazraji dalam *al-Khulasa* berkata:

أَرْسَلَ عَنْ الصَّحَابَةِ، وَثَقَّهُ أَبُو دَاوُودَ

“Ia mursal dari para sahabat, dan Abu Dawud menilainya terpercaya.” (hal. 357). 

Penilaian terhadap Muhammad bin Qais: 

Dari apa yang telah disebutkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa Muhammad bin Qais adalah seorang yang terpercaya, bukan seperti yang dikatakan oleh ad-Dzahabi. Oleh sebab itu Imam Muslim dalam Shahih-nya meriwayatkan hadits darinya . Sebagaimana dikatakan Ibnu Abdil Hadi dalam Tanqih at-Tahqiq 2/198 no. 732 berkata :

وَمُحَمَّدُ بْنُ قَيْسٍ: رَوَى لَهُ مُسْلِمٌ فِي "صَحِيحِهِ"، وَقَالَ ابْنُ مَعِينٍ: لَيْسَ بِشَيْءٍ

Dan Muhammad bin Qais, Imam Muslim meriwayatkan hadits darinya dalam “Shahih”-nya, dan Ibnu Ma’in berkata: “Ia bukan apa-apa.”

[Lihat : *”Rijal Shahih Muslim” oleh Ibnu Manjuwih: (2/203 – nomor: 1503)*].

Akan tetapi al-Hafidz Ibnu Rajab al-Hanbali dalam Fathul Bari 6/410 berkata :

وَظَنَّ بَعْضُهُمْ أَنَّهُ إِسْنَادٌ صَحِيحٌ، وَلَيْسَ كَذَٰلِكَ؛ فَإِنَّ السَّرَّاجَ وَهِمَ فِي قَوْلِهِ فِي إِسْنَادِهِ: ((حَدَّثَنَا مِسْعَرٌ))، إِنَّمَا هُوَ ((أَبُو مَعْشَرٍ))، كَذَا قَالَ الدَّارَقُطْنِيُّ وَالْخَطِيبُ، وَقَبْلَهُمَا أَبُو بَكْرٍ الْإِسْمَاعِيلِيُّ فِي ((مُسْنَدِ مِسْعَرٍ))، وَحَكَّاهُ عَنْ أَبِي بَكْرٍ ابْنِ عُمَيْرٍ الْحَافِظِ. 

وَقَالَ الْبَيْهَقِيُّ: الصَّوَابُ أَبُو مَعْشَرٍ

Sebagian orang mengira bahwa sanad ini sahih, padahal tidak demikian. Sesungguhnya as-Sarraaj keliru dalam perkataannya dalam sanad ini: *”haddatsana Mis’ar”*, yang sebenarnya adalah *”Abu Ma’syar”*. Demikian yang dikatakan oleh ad-Daraquthni dan al-Khatib, serta sebelumnya oleh Abu Bakar al-Isma’ili dalam *Musnad Mis’ar*, yang ia nukil dari Abu Bakar bin ‘Amir al-Hafidzh. 

Al-Baihaqi berkata: “Yang benar adalah Abu Ma’syar.”

______

PERAWI DARI ABU HURAIRAH DALAM HADITS INI :

Di antara perawi yang meriwayatkan dari Abu Hurairah, terdapat dua orang yang bernama Muhammad bin Qais: 

Pertama, Muhammad bin Qais bin Makhramah al-Muththalibi, yang dinisbatkan ke Hijaz. Riwayatnya dari Abu Hurairah terdapat dalam kitab Muslim. 

Kedua, Muhammad bin Qais al-Madani, seorang penceramah pada masa Umar bin Abdul Aziz. Ia memiliki riwayat dalam kitab Muslim, tetapi bukan dari Abu Hurairah. 

Dalam cetakan *Sunan al-Baihaqi* (2/47), disebutkan bahwa perawi yang dimaksud adalah Muhammad bin Qais bin Makhramah. Namun, hal ini masih perlu ditinjau kembali. Sebab, para penulis kitab tarajum sebelum al-Baihaqi—yang telah kami telaah—sepakat bahwa guru Abu Ma’syar adalah Muhammad bin Qais al-Madani, penceramah pada masa Umar bin Abdul Aziz.

(Lihat: *al-‘Ilal* oleh Ahmad—diriwayatkan oleh Abdullah—2/505, nomor: 3328; *at-Tarikh* oleh Ibnu Ma’in—diriwayatkan oleh ad-Duri—3/196, nomor: 901; *at-Tarikh al-Kabir* oleh al-Bukhari, 1/213, nomor: 666; dan *al-Jarh wa at-Ta’dil* oleh Ibnu Abi Hatim, 8/63, nomor: 282).

Tidak ada seorang pun sebelum al-Baihaqi yang menyebutnya sebagai Ibnu Makhramah. 

Ibnu al-Jauzi dalam *ad-Dhu’afa’* berkata:

(مُحَمَّدُ بْنُ قَيْسٍ، يُرْوَى عَنْهُ أَبُو مَعْشَرٍ، قَالَ يَحْيَى: لَيْسَ بِشَيْءٍ، لَا يُرْوَى عَنْهُ الْحَدِيثُ) ا. هـ

“Muhammad bin Qais, yang diriwayatkan oleh Abu Ma’syar, dikatakan oleh Yahya: *Laisa bisyai’ (tidak berarti apa-apa), tidak boleh meriwayatkan hadits darinya*.” 

Tampaknya, yang dimaksud Muhammad bin Qais dalam pernyataan Ibnu Ma’in ini adalah Muhammad bin Qais al-Asadi al-Kufi, sebagaimana disebutkan dalam *al-Kamil* oleh Ibnu ‘Adi (6/250, nomor: 1728) melalui riwayat Mu’awiyah dari Yahya. 

Adz-Dzahabi tampaknya mengikuti Ibnu al-Jauzi dan mengutip pernyataan ini dalam biografi Muhammad bin Qais al-Madani dalam *al-Mizan* (4/16, nomor: 8091). Ibnu Abdil Hadi juga mengikutinya dalam hal ini. Wallahu a’lam. 

Kesimpulannya : Muhammad bin Qais yang disebut dalam sanad ini adalah al-Madani, penceramah pada masa Umar bin Abdul Aziz. Sedangkan pernyataan Ibnu Ma’in tentang kelemahannya, sebagaimana dikutip oleh Ibnu ‘Adi, sebenarnya merujuk kepada Muhammad bin Qais al-Asadi. Wallaahu a’lam.

====

HADITS ABU HURAIRAH KE 5 :

Ibnu al-A’rabi dalam Mu’jam nya (1/240 no. 441) meriwayatkan dari jalur lain:

نا مُحَمَّدُ بْنُ دَاوُدَ الشَّعِيرِيُّ بَعْدَ أَذَى صَاحِبِنَا قَالَ: قُرِئَ عَلَى مَنْصُورِ بْنِ أَبِي مُزَاحِمٍ، حَدَّثَكُمْ أَبُو أُوَيْسٍ، عَنِ الْعَلَاءِ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‌كَانَ ‌يَجْهَرُ ‌بِبِسْمِ ‌اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ؟ قَالَ: «نَعَمْ»

Muhammad bin Dawud Asy-Sya’iri setelah gangguan dari sahabat kami telah meriwayatkan kepada kami, (ia berkata): Telah dibacakan kepada Manshur bin Abi Muzahim, (disebutkan bahwa) Abu Uwais telah meriwayatkan kepada kalian, dari Al-‘Ala’, dari ayahnya, dari Abu Hurairah :

“Bahwa Rasulullah biasa mengeraskan (jahr) bacaan Bismillahirrahmanirrahim?” Ia menjawab, “Ya.”

=====

HADITS ABU HURAIRAH KE 6 :

Ad-Daruquthny dalam Sunan-nya 2/75 no. 1172 meriwayatkan :

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ أَبِي الثَّلْجٍ ، ثنا عُمَرُ بْنُ شَبَّةَ ، ثنا أَبُو أَحْمَدَ الزُّبَيْرِيُّ ، ثنا خَالِدُ بْنُ إِلْيَاسَ ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " عَلَّمَنِي جَبْرَائِيلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ الصَّلَاةَ فَقَامَ فَكَبَّرَ لَنَا ثُمَّ قَرَأَ {بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} [الفاتحة: 1] ، فِيمَا يُجْهَرُ بِهِ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ "

Telah mengabarkan kepada kami Abu Bakar Muhammad bin Ahmad bin Abi al-Thalj, dia berkata, telah mengabarkan kepada kami Umar bin Shabbah, dia berkata, telah mengabarkan kepada kami Abu Ahmad al-Zubairi, dia berkata, telah mengabarkan kepada kami Khalid bin Ilyas, dari Sa’id bin Abi Sa’id al-Maqburi, dari Abu Hurairah, dia berkata:

Rasulullah bersabda:

“Jibril ‘alayhissalam telah mengajarkan kepadaku cara sholat. Dia berdiri dan mengucapkan takbir untuk kami, kemudian membaca {Bismillahirrahmanirrahim} [al-Fatihah: 1], di dalam hal yang dikeraskan bacaannya pada setiap rakaat.”

====

HADITS ABU HURAIRAH KE 7 :

Ad-Daruquthny dalam Sunan-nya 2/75 no. 1173 meriwayatkan :

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ الْفَارِسِيُّ ، ثنا أَبُو زُرْعَةَ الدِّمَشْقِيُّ ، ثنا أَبُو نُعَيْمٍ ، ثنا خَالِدُ بْنُ إِلْيَاسَ ، عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " أَمَّنِي جَبْرَائِيلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ فَقَرَأَ {بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} [الفاتحة: 1]"

Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Isma’il al-Farisi, dia berkata, telah mengabarkan kepada kami Abu Zur’ah al-Dimashqi, dia berkata, telah mengabarkan kepada kami Abu Nu’aim, dia berkata, telah mengabarkan kepada kami Khalid bin Ilyas, dari Sa’id al-Maqburi, dari Abu Hurairah, dia berkata:

Rasulullah bersabda: “Jibril ‘alayhissalam telah menjadi imam untukku, dan dia membaca {Bismillahirrahmanirrahim} [al-Fatihah: 1].”

====

HADITS ABU HURAIRAH KE 8 :

Burhanuddin Abu Ishaq al-Ja’bary dalam Rusukh al-Ahbar hal. 253 no. 119 berkata :

أَبْنَا أَحْمَدُ وَالدَّارَقُطْنِيُّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ـ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ـ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ سَبْعُ آيَاتٍ، بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ آيَةٌ مِنْهَا.

Telah memberitakan kepada kami Ahmad dan ad-Daruquthni dari Abu Hurairah *radhiyallahu 'anhu*, ia berkata: Rasulullah bersabda: 

*"Alhamdulillāhi Rabbil ‘ālamīn* adalah tujuh ayat. “Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm” adalah salah satu dari ayat-ayat tersebut."

TAKHRIJ :

Saya tidak menemukannya dengan lafaz ini dalam *Musnad Ahmad*.

Hadis ini diriwayatkan oleh ad-Daraquthni dalam *as-Sunan* (1/306 no. 17) dari hadis yang panjang melalui jalur Abu Uwais, dari al-‘Ala bin Abdirrahman, dari Abu Hurairah.

Tentang Abu Uwais terdapat pembicaraan (kritik). Dalam *at-Taqrib* hlm. 178, ia adalah: Abdullah bin Abdullah bin Uwais bin Malik bin Abi ‘Amir al-Ashbahi, Abu Uwais al-Madani, kerabat dekat dan menantu Malik, **shaduq (jujur) namun sering keliru**, dari generasi ketujuh, wafat tahun 167 H, dan ia adalah salah satu perawi dalam kitab Muslim.

Lihat *Mizan al-I’tidal* (1/223) dan *Nashb ar-Rayah* (1/341) tentang pembahasan Abu Uwais dan hadis ini.

Disebutkan juga jalur lain dari Abu Hurairah dalam *Nashb ar-Rayah* (1/343) dalam riwayat ad-Daraquthni melalui jalur Abdul Hamid bin Ja’far, dari Nuh bin Abi Hilal, dari Sa’id al-Maqburi, dari Abu Hurairah, dengan lafaz serupa.

DR. Hasan al-Ahdal dalam Hamisy Rusukh al-Ahbaar hal. 253 berkata :

وَإِسْنَادُ رِجَالِهِ ثِقَاتٌ، وَفِي بَعْضِهِمْ كَلَامٌ مَرْدُودٌ.

Sanadnya terdiri dari perawi-perawi yang terpercaya, meskipun sebagian dari mereka ada yang dikritik, namun kritiknya tertolak.

Lihat juga *at-Talkhis al-Khabir* (1/233), di mana al-Hafidzh Ibnu Hajar dan al-Hafidzh az-Zaila’i menyatakan :

صَحَّحَ غَيْرُ وَاحِدٍ مِنَ الْأَئِمَّةِ وَقْفَهُ عَلَى رَفْعِهِ. لِأَنَّهُ قَوْلُهُ، وَالْبَسْمَلَةُ آيَةٌ مِنْهَا مِنْ قَوْلِ أَبِي هُرَيْرَةَ، وَقِيلَ: إِنَّهُ فِي حُكْمِ الْمَرْفُوعِ.

“Bahwa sejumlah imam menshahihkan riwayat mauquf-nya daripada marfu'-nya. Karena ucapan “dan basmalah adalah salah satu ayat darinya” merupakan ucapan Abu Hurairah, dan dikatakan bahwa ia dihukumi sebagai hadis marfu’. Lihat pula hal yang serupa dalam *Musnad asy-Syafi’i* hlm. 36.

=====

HADITS ABU HURAIRAH KE 9 :

Dalam kitab “Mukhtashar Khilafiyat al-Baihaqi karya Ibnu al-Mulaqqin 2/53 di sebutkan :

وَرُوِيَ عَن سعيد بن أبي سعيد قَالَ: " كَانَ أَبُو هُرَيْرَة يؤمنا إِذا غَابَ مَرْوَان فيفتتح الْقِرَاءَة بِبسْم الله الرَّحْمَن الرَّحِيم وَإِذا فرغ من أم الْقُرْآن قَالَ: بِسم الله الرَّحْمَن الرَّحِيم " وَقد روينَا عَن أبي هُرَيْرَة مثل هَذَا بِإِسْنَاد صَحِيح

Dan telah diriwayatkan dari Sa’id bin Abi Sa’id, ia berkata: 

"Abu Hurairah mengimami kami ketika Marwan tidak hadir, lalu ia membuka bacaan (shalat) dengan *Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm*, dan ketika selesai membaca Ummul-Qur’an (Surat Al-Fatihah), ia membaca: *Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm*."

Dan sungguh kami telah meriwayatkan dari Abu Hurairah hal yang semisal ini dengan sanad yang sahih”. [SELESAI]

===***===

DALIL KE ENAM : HADITS AISYAH RADHIYALLAHU ‘ANHA :

====

HADITS AISYAH KE 1 :

Ibnu Adiy dalam al-Kamil 2/480 meriwayatkan :

حَدَّثَنَا رباح بن طيبان الأسود بمصر، حَدَّثَنا مُحَمد بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَبُو أمية، حَدَّثَنا يَحْيى بْنُ صَالِحٍ الْوُحَاظِيُّ، حَدَّثَنا يَحْيى بْنُ حَمْزَةَ، حَدَّثَنا الحكم بْن عَبد اللَّهِ الأيلي، عَنِ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمد عَنْ عَائِشَةَ أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‌كَانَ ‌يَجْهَرُ ‌بِبِسْمِ ‌اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Rabah bin Thayban Al-Aswad di Mesir telah meriwayatkan kepada kami, Muhammad bin Ibrahim Abu Umayyah telah meriwayatkan kepada kami, Yahya bin Shalih Al-Wuhadhi telah meriwayatkan kepada kami, Yahya bin Hamzah telah meriwayatkan kepada kami, Al-Hakam bin Abdullah Al-Ayli telah meriwayatkan kepada kami, dari Al-Qasim bin Muhammad, dari Aisyah :

“Bahwa Rasulullah biasa mengeraskan (jahr) bacaan Bismillahirrahmanirrahim”.

====

HADITS AISYAH KE 2 :

Ad-Daruquthni dalam Sunan-nya 2/82 no. 1186 meriwayatkannya dari jalur lain :

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ مُوسَى بْنِ أَبِي حَامِدٍ ، وَإِسْمَاعِيلُ بْنُ مُحَمَّدٍ الصَّفَّارُ ، قَالَا: نا أَبُو بَكْرِ بْنُ صَالِحٍ الْأَنْمَاطِيُّ كَيْلَجَةُ، وَحَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي الرِّجَالِ ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدُوسَ الْحَرَّانِيُّ ، قَالَا: نا يَحْيَى بْنُ صَالِحٍ الْوُحَاظِيُّ ، ثنا يَحْيَى بْنُ حَمْزَةَ، عَنِ الْحَكَمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَعْدٍ ، عَنِ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ ، ‌عَنْ ‌عَائِشَةَ ، ‌أَنَّ ‌رَسُولَ ‌اللَّهِ ‌صَلَّى ‌اللهُ ‌عَلَيْهِ ‌وَسَلَّمَ " ‌كَانَ ‌يَجْهَرُ بِـ {بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} [الفاتحة: 1] "

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Musa bin Abi Hamid, dan Isma'il bin Muhammad as-Saffar, keduanya berkata: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Shalih al-Anmathi Kailajah. Dan telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad bin Abi ar-Rijal, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abduws al-Harrani, keduanya berkata: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Shalih al-Wuhazi, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Hamzah, dari al-Hakam bin Abdullah bin Sa'd, dari al-Qasim bin Muhammad, dari Aisyah :

“Bahwa Rasulullah biasa mengeraskan bacaan "Bismillahirrahmanirrahim."

Diriwayatkan pula dengan sanad yang sama oleh al-Mustagfari dalam Fadho’il al-Qur’an 1/442 no. 569 dan juga la-Baihaqi dalam al-Khilafiyat 2/283 no. 1537.

Disebutkan pula oleh al-Khathib dalam Dzikrul Jahr Bil Basmalah hal. 17 no. 16. Lalu al-Khathib berkata :

رَوَاهُ مُحَمَّدُ بْنُ صَالِحٍ الأَنْمَاطِيُّ كَيْلَحَةُ الْحَافِظُ، وَمُحَمَّدُ بْنُ عَبْدُوسٍ الْحَرَّانِيُّ، عَنِ الْوُحَاظِيِّ. هَذَا ضَعِيفُ الْحُكْمِ، وَاهٍ بِمَرَّةٍ

 Diriwayatkan oleh Muhammad bin Shalih al-Anmathi Kailajah al-Hafidzh, dan Muhammad bin Abduws al-Harrani, dari al-Wuhazi.  “Hadits ini lemah dalam hukumnya, dan sangat dhaif”.

Namun di halaman 60 nomor 68 al-Khathib berkata :

ثَبَتَ عَنْ يَحْيَى الْوُحَاظِيِّ، ثنا يَحْيَى بْنُ حَمْزَةَ، عَنِ الْحَكَمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَعْدٍ، عَنِ الْقَاسِمِ، عَنْ عَائِشَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «كَانَ يَجْهَرُ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ»

Telah ada ketetapan : dari Yahya al-Wuhazi, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Hamzah, dari al-Hakam bin Abdullah bin Sa'd, dari al-Qasim, dari Aisyah : “Bahwa Rasulullah biasa mengeraskan bacaan "Bismillah ar-Rahman ar-Rahim".

===***===

DALIL KE TUJUH : HADITA IBNU ABBAS RADHIYALLAHU ‘ANHUMA

====

HADITS IBNU ABBAS KE 1 :

Diriwayatkan dari Ibnu Jurayj dari ‘Atho dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu :

"أَنَّ رَسُولَ اللهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - لَمْ يَزَلْ يَجْهَرُ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ حَتَّى قُبِضَ صَلَوَاتُ اللهِ عَلَيْهِ"

"Bahwa Rasulullah senantiasa mengeraskan bacaan 'Bismillahirrahmanirrahim' hingga beliau wafat."

[Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam “al-Khilafiyat” [Lihat : Mukhtshar Khilafiyat al-Baihaqi oleh Ibnu al-Mulaqqin 2/46]

Burhanuddin Abu Ishaq al-Ja’bary setelah menyebut kan hadits Ibnu Abbas ini, dia berkata :

وَيُرْوَى : "يَمُدُّ بِهَا صَوْتَهُ". أَيْ فِي الْفَاتِحَةِ وَالسُّورَةِ الَّتِي يَقْرَأُ بَعْدَهَا فِي الصَّلَاةِ، وَرِوَايَةُ مُسْلِمٍ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ، تَدُلُّ عَلَى الْجَهْرِ بِهَا. وَهُوَ مَذْهَبُ عُمَرَ فِي رِوَايَةٍ، وَعَلِيٍّ، وَابْنِ عَبَّاسٍ، وَابْنِ عُمَرَ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ – وَعَطَاءٍ، وَطَاوُوسٍ، وَابْنِ جُبَيْرٍ، وَمُعَاوِيَةَ، وَالشَّافِعِيِّ، وَأَحْمَدَ فِي رِوَايَةٍ.

Dalam riwayat lain terdapat tambahn  : “Bahwa beliau memanjangkan suara dengannya”, yaitu dalam Al-Fatihah dan surah yang dibaca setelahnya dalam shalat.

Riwayat Muslim dari Ummu Salamah menunjukkan bahwa beliau membacanya dengan suara jahr (keras).

Ini adalah madzhab Umar dalam satu riwayat, juga madzhab Ali, Ibnu Abbas, Ibnu Umar radhiyallahu 'anhum, Atha’, Thawus, Ibnu Jubair, Mu’awiyah, Asy-Syafi’i, dan Ahmad dalam satu riwayat. [Lihat : Rusukh al-Ahbaar hal. 257 no. 125].

TAKHRIJ HADITS :

Hadits ini diriwayatkan oleh Ad-Daraquthni dalam *As-Sunan* 1/304 nomor 9 dengan lafaz ini, tanpa lafadz *"yamuddu biha shawtahu"*.

Dan hadits ini juga diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam *As-Sunan Al-Kubra* 2/44-45 melalui jalur yang sama. 

Dalam sanadnya terdapat Umar bin Hafsh Al-Makki Al-Qurasyi dari Ibnu Juraij, dari Atha’, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma. 

Adz-Dzahabi berkata dalam *Mizan Al-I'tidal* 3/190 dalam biografi Umar bin Hafsh setelah menyebutkan hadits yang melalui jalurnya:

لَا يُدْرَى مَنْ ذَا، وَالْخَبَرُ مُنْكَرٌ، وَلَا رَوَاهُ عَنْ اِبْنِ جُرَيْجٍ بِهَذَا الْإِسْنَادِ إِلَّا هُوَ وَسَعِيدُ بْنُ خُثَيْمٍ، وَسَعِيدٌ وَثَّقَهُ ابْنُ مَعِينٍ وَغَمَزَهُ غَيْرُهُ.

*"Tidak diketahui siapa dia, dan hadits ini mungkar. Tidak ada yang meriwayatkannya dari Ibnu Juraij dengan sanad ini kecuali dia dan Sa'id bin Khuthaym. Sa'id dinyatakan tsiqah oleh Ibnu Ma'in, tetapi dicela oleh yang lain."* 

Lihat juga: *Al-Mughni ‘ala Ad-Daraquthni* 1/304, di mana dikutip perkataan Ibnu Al-Jauzi dalam *At-Tahqiq* tentang Umar bin Hafsh:

أَجْمَعُوا عَلَى تَرْكِ حَدِيثِهِ.

*"Para ulama sepakat secara ijma’ untuk meninggalkan haditsnya."*

Namun Al-Hafidz Ibnu al-Mulaqqin dalam al-Badrul Munir 3/568 berkata :

ذَكَرَهُ ابْنُ حِبَّانَ فِي «ثِقَاتِهِ»، عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ عَطَاءٍ، عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ: «أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - لَمْ يَزَلْ يَجْهَرُ فِي السُّورَتَيْنِ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ حَتَّى قُبِضَ».

وَنَقَلَ النَّوَوِيُّ فِي «شَرْحِ الْمُهَذَّبِ»، وَقَبْلَهُ أَبُو أُسَامَةَ الْمَقْدِسِيُّ فِي مُصَنَّفِهِ فِي الْجَهْرِ بِالبَسْمَلَةِ، عَنِ الدَّارَقُطْنِيِّ أَنَّهُ قَالَ فِي طَرِيقِ مُعْتَمِرٍ وَأَحْمَدَ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ يَحْيَى بْنِ حَمْزَةَ:  «هَذَا إِسْنَادٌ صَحِيحٌ، لَيْسَ فِي رُوَاتِهِ مَجْرُوحٌ». 

وَفِي الْبَابِ أَحَادِيثُ صَحِيحَةٌ صَرِيحَةٌ لَيْسَ لِأَحَدٍ فِيهَا مَطْعَنٌ.

Ibnu Hibban menyebutkan dalam *Tsiqat*-nya, dari Ibnu Juraij, dari Atho', dari Ibnu Abbas:

"Sesungguhnya Nabi senantiasa mengeraskan bacaan *Bismillahirrahmanirrahim* dalam dua surah hingga beliau wafat." 

An-Nawawi dalam *Syarh al-Muhadzdzab*—dan sebelumnya Abu Usamah al-Maqdisi dalam karyanya tentang jahr (mengeraskan bacaan basmalah)—meriwayatkan dari Ad-Daraquthni bahwa ia berkata mengenai jalur Mu'tamir dan Ahmad bin Muhammad bin Yahya bin Hamzah:

"Ini adalah sanad yang sahih, tidak ada perawi yang cacat di dalamnya."

Dalam bab ini terdapat hadits-hadits sahih yang jelas serta tidak ada cacat dan celaan terhadapnya. [SELESAI]

Dan Abu Muhammad Al-Maqdisi berkata:

فَحَصَلَ لَنَا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ عِدَّةُ أَحَادِيثَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ صَحَّحَهَا الْأَئِمَّةُ لَمْ يَذْكُرْ ابْنُ الْجَوْزِيِّ فِي التَّحْقِيقِ شَيْئًا مِّنْهَا، بَلْ ذَكَرَ حَدِيثًا رَوَاهُ عُمَرُ بْنُ حَفْصٍ الْمَكِّيُّ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ عَنْ عَطَاءِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَزَلْ يَجْهَرُ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ فِي السُّورَتَيْنِ حَتَّى قَبَضَ. قَالَ ابْنُ الْجَوْزِيِّ: وَعُمَرُ بْنُ حَفْصٍ أَجْمَعُوا عَلَى تَرْكِهِ، وَلَيْسَ هَذَا بِإِنْصَافٍ وَلَا تَحْقِيقٍ فَإِنَّهُ يُوْهِمُ أَنَّهُ لَيْسَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ فِي الْجَهْرِ سِوَى هَذَا الْحَدِيثِ الضَّعِيفِ.

"Maka dengan karunia Allah, kami mendapatkan beberapa Hadits dari Ibnu Abbas yang telah disahihkan oleh para imam.

Namun, Ibnu Al-Jauzi dalam kitabnya *At-Tahqiq* tidak menyebutkan satu pun dari Hadits-Hadits ini. Sebaliknya, ia hanya menyebutkan sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Hafsh Al-Makki dari Ibnu Juraij dari 'Atha dari Ibnu Abbas bahwa Nabi senantiasa membaca Basmalah dengan jahr dalam dua surat hingga beliau wafat."_ 

Ibnu Al-Jauzi berkata: "Umar bin Hafsh telah disepakati untuk ditinggalkan riwayatnya."_ 

Namun, ini bukanlah sikap yang adil dan bukan penelitian yang mendalam, karena kesan yang ditimbulkan seakan-akan tidak ada Hadits lain dari Ibnu Abbas tentang jahr dalam membaca Basmalah selain Hadits dha'if ini”.[SELESAI]

====

HADITS IBNU ABBAS KE 2 :

Ad-Daraquthni dalam *Sunan*-nya dan Al-Hakim dalam *Al-Mustadrak* dengan sanad mereka dari Sa'id bin Jubair dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, ia berkata:

كَانَ النَّبِيُّ ﷺ يَجْهَرُ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ 

"Nabi membaca Basmalah dengan jahr (suara keras)."

[Hadits ini diriwayatkan pula oleh Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir no. 10651 dan ar-Romahurmuzy dalam al-Muhaddits al-Fashil hal. 326]

Al-Hakim berkata:

هَذَا إِسْنَادٌ صَحِيحٌ وَلَيْسَ لَهُ عِلَّةٌ

"Sanad Hadits ini shahih dan tidak memiliki cacat."

Dan Al-Baihaqi dalam al-Khilafiyat (Lihat : Mukhtashar al-Khlafiyat karya Ibnu al-Mulaqqin 2/46) berkata:

وَرُوِيَ عَن ابْن عَبَّاس رَضِي الله عَنْهُمَا قَالَ: " كَانَ رَسُول الله - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ - يجْهر بِبسْم الله الرَّحْمَن الرَّحِيم "،

قَالَ الْحَاكِم أَبُو عبد الله عَن إِسْنَاد هَذَا الحَدِيث هَذَا إِسْنَاد صَحِيح وَلَيْسَ لَهُ عِلّة

Dan telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, ia berkata: "Rasulullah mengeraskan bacaan 'Bismillahirrahmanirrahim'."

Al-Hakim Abu Abdullah berkata tentang sanad hadits ini: "Sanadnya sahih dan tidak memiliki cacat."

Al-Imam an-Nawawi dalam al-Majmu’ 3/346-347 berkata :

"أَمَّا حَدِيثُ ابْنِ عَبَّاسٍ فَرَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيّ فِي سُنَنِهِ وَالْحَاكِمُ فِي الْمُسْتَدْرَكِ بِإِسْنَادِهِمَا عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ " كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْهَرُ بِبَسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ". قَالَ الْحَاكِمُ هَذَا إسْنَادٌ صَحِيحٌ وَلَيْسَ لَهُ عِلَّةٌ".

Adapun hadits Ibnu Abbas, diriwayatkan oleh Ad-Daraquthni dalam *Sunan*-nya dan Al-Hakim dalam *Al-Mustadrak* dengan sanad mereka berdua dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, ia berkata: 

*"Rasulullah mengeraskan bacaan 'Bismillahirrahmanirrahim'."* 

Al-Hakim berkata: *"Ini adalah sanad yang sahih dan tidak memiliki illat (cacat)."*[SELESAI]

Dan Adz-Dzahabi dalam *Mukhtashar al-Jahr bil-Bismillah* berkata: "Hasan."

Namun Syeikh Sami Muhammad as-Salam dalam hamisy tahqiq Ibnu Katsir 1/117, dia berkata:  

وَفِي إِسْنَادِهِ عَبْدُ اللهِ بْنُ عَمْرِو بْنِ حَسَّانٍ، كَذَّبَهُ الدَّارَقُطْنِيُّ، وَقَالَ عَلِيُّ بْنُ الْمَدِينِيِّ: يَضَعُ الْحَدِيثَ؛ لِذَلِكَ تَعَقَّبَ الذَّهَبِيُّ الْحَاكِمَ عَلَى تَصْحِيحِهِ فَقَالَ: "ابْنُ كَيْسَانَ كَذَّبَهُ غَيْرُ وَاحِدٍ، وَمِثْلُ هَذَا لَا يَخْفَى عَلَى الْمُصَنِّفِ" - أَيْ: الْحَاكِمُ.

Dalam sanadnya terdapat “Abdullah bin ‘Amr bin Hassan”, yang dikatakan pendusta oleh Ad-Daraquthni, dan Ali bin Al-Madini berkata: “Ia membuat-buat hadis.” Oleh karena itu, Adz-Dzahabi mengoreksi penilaian Al-Hakim terhadap keabsahan hadis tersebut dengan berkata: “Ibnu Kaysan didustakan oleh lebih dari satu orang, dan hal seperti ini tidak semestinya luput dari perhatian penulis (yakni Al-Hakim).”

====

HADITS IBNU ABBAS KE 3 :

Ath-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabiir (11/185 no. 11442) meriwayatkan :

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ الْحَضْرَمِيُّ، ثنا إِسْحَاقُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْعَرْزَمِيُّ، ثنا سَعِيدُ بْنُ خُثَيْمٍ، عَنِ الْأَوْقَصِ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ عَطَاءٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «‌كَانَ ‌يَجْهَرُ ‌بِبِسْمِ ‌اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ»

 Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah Al-Hadhrami, telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Muhammad Al-Arzami, telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Khuthaym, dari Al-Auqash, dari Ibnu Juraij, dari Atha', dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma:

“Bahwa Nabi biasa mengeraskan bacaan Bismillahirrahmanirrahim”.

Dan diriwayatkan pula oleh al-Mustaghfiri dalam Fadhoilul Qur’an 1/445 no. 579, al-Khathib al-Baghdady dalam Dzikrul Jahr bil Basmalah hal. 14 no. 13.

HADITS IBNU ABBAS KE 4 :

Abu Isa at-Tirmidzi dalam Sunan-nya 2/14 no. 245 meriwayatkan : Ahmad bin 'Abdah telah menceritakan kepada kami, ia berkata: Al-Mu'tamir bin Sulaiman telah menceritakan kepada kami, ia berkata: Isma'il bin Hammad telah menceritakan kepadaku, dari Abu Khalid :

Dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu ‘anhuma , ia berkata: 

" كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْتَتِحُ صَلَاتَهُ بِ {بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} [الفاتحة: 1] "

"Rasulullah membuka shalatnya dengan **{Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm}[al-Fatihah :1]**."

Lalu Abu Isa at-Tirmidzi berkata :

وَلَيْسَ إِسْنَادُهُ بِذَاكَ.

وَقَدْ قَالَ بِهَذَا عِدَّةٌ مِنْ أَهْلِ العِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مِنْهُمْ أَبُو هُرَيْرَةَ، وَابْنُ عُمَرَ، وَابْنُ عَبَّاسٍ، وَابْنُ الزُّبَيْرِ، وَمَنْ بَعْدَهُمْ مِنَ التَّابِعِينَ، رَأَوْا الجَهْرَ بِ {بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} [الفاتحة: 1]، وَبِهِ يَقُولُ الشَّافِعِيُّ. وَإِسْمَاعِيلُ بْنُ حَمَّادٍ هُوَ ابْنُ أَبِي سُلَيْمَانَ، وَأَبُو خَالِدٍ، هُوَ أَبُو خَالِدٍ الوَالِبِيُّ وَاسْمُهُ هُرْمُزُ وَهُوَ كُوفِيٌّ

“Namun Sanad hadis ini tidak begitu kuat.

Dan telah berpendapat demikian sejumlah ulama dari kalangan sahabat Nabi , di antaranya: Abu Hurairah, Ibnu 'Umar, Ibnu 'Abbas, Ibnu Zubair, dan orang-orang setelah mereka dari kalangan tabi'in. Mereka memandang bahwa **{Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm}** dibaca dengan suara jahr (keras). Dan inilah pendapat yang dipegang oleh Asy-Syafi'i. [SELESAI].

Adapun perawi yang bernama Isma'il bin Hammad, maka dia adalah putra Abu Sulaiman, sedangkan Abu Khalid adalah Abu Khalid Al-Walibi, namanya adalah Hurmuz, dan ia seorang perawi dari Kufah.

Dan hadits ini dinilai dho’if (lemah) oleh Syeikh al-Albani.

Al-Imam Badruddin al-‘Ainy berkata :

وَقَالَ التِّرْمِذِيُّ: لَيْسَ إِسْنَادُهُ بِذَاكَ، فَكَأَنَّهُ قَالَ هَكَذَا لِأَجْلِ أَبِي خَالِدٍ الْوَالِبِيِّ الْكُوفِيِّ، وَهُوَ مِنْ رُوَاتِهِ. 

وَقَالَ أَبُو حَاتِمٍ: صَالِحُ الْحَدِيثِ، وَذَكَرَهُ ابْنُ حِبَّانَ فِي "الثِّقَاتِ"، وَاسْمُ أَبِي خَالِدٍ هِرْمُزُ وَيُقَالُ هِرْمٌ. 

وَمِنْهَا مَا رَوَاهُ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – قَالَ: «كَانَ رَسُولُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – يَقْرَأُ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فِي صَلَاتِهِ».  وَأَخْرَجَهُ الدَّارَقُطْنِيُّ فَقَالَ: "إِسْنَادُهُ عَلَوِيٌّ لَا بَأْسَ بِهِ". 

وَمِنْهَا مَا رَوَتْهُ أُمُّ سَلَمَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهَا – «أَنَّ النَّبِيَّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – قَرَأَ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فِي الْفَاتِحَةِ فِي الصَّلَاةِ».  وَأَخْرَجَهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ فِي "صَحِيحِهِ" وَالْحَاكِمُ فِي "مُسْتَدْرَكِهِ".

Dan At-Tirmidzi berkata: *"Sanadnya tidak begitu kuat,"* seakan-akan ia mengatakan demikian karena ada Abu Khalid Al-Walibi Al-Kufi, yang termasuk dalam perawi hadis tersebut.

Abu Hatim berkata: *"Ia (Abu Khalid) adalah perawi yang hadisnya layak diterima."* Dan Ibnu Hibban menyebutnya dalam kitab *"Ats-Tsiqat (kumpulan para perawi yang dipercaya)"*. Nama Abu Khalid adalah Hurmuz, dan ada yang mengatakan *Hurm*.

Di antara hadis lain adalah yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu, ia berkata: *"Rasulullah membaca 'Bismillahirrahmanirrahim' dalam shalatnya."* Hadis ini diriwayatkan oleh Ad-Daraquthni dan ia berkata: *"Sanadnya dari jalur Ali, tidak mengapa dengannya (lumayan bagus)."*

Juga di antaranya adalah hadis yang diriwayatkan oleh **Ummu Salamah radhiyallahu 'anha**, bahwa *"Nabi membaca 'Bismillahirrahmanirrahim' dalam Surah Al-Fatihah dalam shalat."*

Hadis ini dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam *Shahih-nya* dan Al-Hakim dalam *Al-Mustadrak*. [Lihat : al-Binayah Syarah al-Bidayah 2/191].

Al-Imam an-Nawawi dalam al-Majmu’ 3/346-347 berkata :

وَأَخْرَجَ الدَّارَقُطْنِيّ حَدِيثَيْنِ كِلَاهُمَا عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ وَقَالَ فِي كُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا هَذَا إسْنَادٌ صَحِيحٌ لَيْسَ فِي رُوَاتِهِ مَجْرُوحٌ (أَحَدُهُمَا) أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " جَهَرَ بِبَسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ " (وَالثَّانِي) " كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْتَتِحُ الصَّلَاةَ بِبَسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ " وَهَذَا الثَّانِي رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَقَالَ لَيْسَ إسْنَادُهُ بِذَاكَ

Ad-Daraquthni meriwayatkan dua hadits dari Ibnu Abbas dan berkata tentang masing-masingnya: 

*"Ini adalah sanad yang sahih, tidak ada perawi yang cacat di dalamnya."* 

Hadits pertama:

أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ جَهَرَ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ.

*"Rasulullah mengeraskan bacaan 'Bismillahirrahmanirrahim'."* 

Hadits kedua:

كَانَ النَّبِيُّ ﷺ يَفْتَتِحُ الصَّلَاةَ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ.

*"Rasulullah membuka shalat dengan bacaan 'Bismillahirrahmanirrahim'."* 

Hadits kedua ini juga diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, namun ia berkata: *"Sanadnya tidak sekuat yang itu."* [SELESAI]

Badruddin al-‘Aini dalam ‘Umdatul Qori 5/288 berkata :

قَالَ الْبَزَّار إِسْمَاعِيل لَيْسَ بِالْقَوِيّ فِي الحَدِيث وَقَالَ التِّرْمِذِيّ لَيْسَ إِسْنَاده بِذَاكَ وَقَالَ أَبُو دَاوُد حَدِيث ضَعِيف وَرَوَاهُ الْعقيلِيّ فِي كِتَابه وَأعله بِإِسْمَاعِيل هَذَا وَقَالَ حَدِيثه غير مَحْفُوظ وَأَبُو خَالِد مَجْهُول

Al-Bazzar berkata: "Isma'il tidak kuat dalam hadits." 

At-Tirmidzi berkata: "Sanadnya tidaklah sekuat itu." 

Abu Dawud berkata: "Hadits ini lemah." 

Dan hadits ini diriwayatkan oleh Al-‘Uqaili dalam kitabnya, dan ia melemahkannya karena adanya Isma'il ini. Ia berkata: "Haditsnya tidak terjaga (tidak shahih)." 

Adapun Abu Khalid adalah perawi yang majhul (tidak dikenal). [SELESAI]

=====

HADITS IBNU ABBAS KE 5 :

Ath-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabiir 10/277 no. 10651 berkata :

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ يَحْيَى بْنِ حَمْزَةَ الدِّمَشْقِيُّ، حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ أَبِيهِ قَالَ:

صَلَّى بِنَا الْمَهْدِيُّ فَجَهَرَ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، فَقُلْتُ لَهُ فِي ذَلِكَ، فَقَالَ: حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ :

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‌كَانَ ‌يَجْهَرُ ‌بِبِسْمِ ‌اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad bin Yahya bin Hamzah Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari ayahnya, ia berkata: 

Al-Mahdi pernah meng-imami kami dalam sholat dan mengeraskan bacaan Bismillahirrahmanirrahim. Aku pun menanyakan hal itu kepadanya, lalu ia berkata:  Ayahku menceritakan kepadaku, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Ibnu Abbas :

“Bahwa Rasulullah biasa mengeraskan bacaan Bismillahirrahmanirrahim."

Diriwayatkan pula oleh Ibnu al-Muqri dalam al-Mu’jam hal. 57 no. 84 dan adz-Dzahabi dalam Tarikh al-Islam 10/435.

Adz-Dzahabi dalam Tarikh al-Islam 10/435-136 berkata :

هذا إسناد متّصل، لكن مَا عَلِمْتُ أَحَدًا احْتَجَّ بِالْمَهْدِيِّ وَلا بِأَبِيهِ فِي الأَحْكَامِ. تَفَرَّدَ مُحَمَّدُ بْنُ الْوَلِيدِ، مَوْلَى بَنِي هَاشِمٍ. وَقَالَ ابْنُ عَدِيٍّ: كَانَ يَضَعُ الْحَدِيثَ-

Ini adalah sanad yang bersambung, tetapi aku tidak mengetahui ada seorang pun yang menjadikan Al-Mahdi atau ayahnya sebagai hujjah dalam perkara hukum. Hanya Muhammad bin Al-Walid, maula (budak yang dimerdekakan) Bani Hasyim secara sendirian meriwayatkan hadits ini. Dan Ibnu 'Adiy berkata: "Ia biasa membuat-buat hadits PALSU."

=====

HADITS IBNU ABBAS KE 6 :

Abu al-‘Abbas al-Mustghfiri an-Nasafi dalam kitab “Fadhoilul Qur’an” 1/445 no. 578 meriwayatkan :

Telah mengabarkan kepadaku Ahmad bin Ya'qub, ia berkata: telah menceritakan kepadaku Ali bin Ishaq Abu Hasan al-Maushili di Jurjan, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad bin Hamzah di Damaskus di Bait Lahiya, ia berkata: telah menceritakan kepadaku ayahku dari ayahnya, yaitu Hamzah, ia berkata:

صَلَّيْتُ خَلْفَ الْمَهْدِيِّ أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ فَجَهَرَ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، فَقُلْتُ لَهُ: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، رَأْيًا رَأَيْتَهُ أَوْ شَيْئًا سَمِعْتَهُ؟ قَالَ: حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ صَلَّى خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَهَرَ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ.

Aku pernah shalat di belakang al-Mahdi, Amirul Mukminin, lalu ia mengeraskan bacaan *Bismillāhir-Ramānir-Raḥīm*, maka aku berkata kepadanya:

"Wahai Amirul Mukminin, apakah ini pendapat yang engkau lihat sendiri atau sesuatu yang engkau dengar?"

Ia menjawab: "Ayahku telah menceritakan kepadaku dari ayahnya dari Ibnu Abbas bahwa ia pernah shalat di belakang Nabi , lalu beliau mengeraskan bacaan *Bismillāhir-Ramānir-Raḥīm*."

DERAJAT HADITS :

Isnadnya lemah dan terputus antara Muhammad bin Ali dan kakek buyutnya, Abbas. Dalam sanad tersebut terdapat perawi yang tidak aku temukan, dan Abu Shakhr As-Sa'di tertuduh. Syaikh dari mushannif dikatakan oleh Al-Hakim sebagai pendusta. Dan Allah lebih mengetahui.

Takhrij: 

Diriwayatkan oleh Ad-Daraquthni dalam *As-Sunan* 1/303 melalui jalur Ahmad bin Muhammad bin Yahya dengan lafaz yang serupa. 

Disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam *At-Talkhish Al-Habir* 1/235 dan beliau tidak memberikan komentar.

====

HADITS IBNU ABBAS KE 7 :

Ibnu Abdil Barr dalam *Al-Inshaf* berkata:

وَرَوَى إِسْحَاقُ بْنُ رَاهُوَيْهْ، عَنْ الْمُعْتَمِرِ بْنِ سُلَيْمَانَ قَالَ: سَمِعْتُ إِسْمَاعِيلَ بْنَ حَمَّادٍ يَذْكُرُ عَنْ أَبِي خَالِدٍ، عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ كَانَ يَجْهَرُ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ.

وَذَكَرَ السَّاجِيُّ عَنْ يَحْيَى بْنِ حَبِيبٍ بْنِ عَرَبِيٍّ، عَنْ مُعْتَمِرِ بْنِ سُلَيْمَانَ بِإِسْنَادِهِ مِثْلَهُ إِلَّا أَنَّهُ قَالَ: إِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ ﷺ كَانَ يَفْتَتِحُ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ.

قَالَ أَبُو عُمَرٍ: الصَّحِيحُ فِي هَذَا الْحَدِيثِ أَيْضًا وَاللَّهُ أَعْلَمُ أَنَّهُ رُوِيَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ فِعْلُهُ لَا مَرْفُوعًا إِلَى النَّبِيِّ ﷺ.

"Ishaq bin Rahuyah meriwayatkan dari Al-Mu'tamir bin Sulaiman, ia berkata: Aku mendengar Isma'il bin Hamad menyebutkan dari Abu Khalid dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma : “Bahwa Rasulullah membaca Basmalah dengan jahr."_ 

As-Saji juga meriwayatkan dari Yahya bin Habib bin Arabi dari Al-Mu'tamir bin Sulaiman dengan sanad yang sama, tetapi dengan lafaz: "Sesungguhnya Nabi memulai dengan Basmalah." 

Abu Umar (Ibnu Abdil Barr) berkata: :

"Hadits ini yang shahih, wallahu a'lam, adalah yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas sebagai perbuatannya sendiri (mauquf) dan tidak sampai kepada Nabi ." [Selesai]

Maka, di sini Ibnu Abdil Barr telah menshahihkan Hadits ini dalam statusnya yang mauquf pada Ibnu Abbas. 

====

HADITS IBNU ABBAS KE 8 :

Abu Muhammad ar-Romahurmuzy dalam al-Muhaddits al-Fashil hal. 326 berkata :

حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ الْمُثَنَّى، ثَنَا أَبِي، ثَنَا الْمُعْتَمِرُ قَالَ: قُلْتُ لِعَاصِمٍ: إِنَّ لَيْثًا، حَدَّثَنِي أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ ‌كَانَ ‌يَجْهَرُ ‌بِبِسْمِ ‌اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، وَكَانَ لَيْثٌ يُسِرُّهَا " فَقَالَ: بِئْسَ مَا صَنَعَ، يُحَدِّثُ أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ كَانَ يَجْهَرُ وَيَعْمَدُ هُوَ فَيُسِرُّ

Al-Hasan bin Al-Mutsanna telah meriwayatkan kepada kami, ayahku telah meriwayatkan kepada kami, Al-Mu’tamir telah meriwayatkan kepada kami. Ia berkata: Aku berkata kepada ‘Ashim, **"Sesungguhnya Laits telah meriwayatkan kepadaku :

“Bahwa Ibnu Abbas biasa mengeraskan (jahr) bacaan Bismillahirrahmanirrahim, sedangkan Laits sendiri melirihkannya."

Maka ‘Ashim berkata : "Sungguh buruk perbuatannya! Dia meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas mengeraskan bacaan, tetapi dia sendiri malah melirihkannya."

=====

HADITS IBNU ABBAS KE 9 :

Zakaria bin Ghulam al-Bakistani dalam “Maa Shahha Min Atsaari ash-Shohabah 1/211-212 berkata .

عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ وَابْنَ عُمَرَ كَانَا يَفْتَتِحَانِ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. 

صَحِيحٌ: أَخْرَجَهُ عَبْدُ الرَّزَّاقِ (٢/ ٩٢) عَنْ مَعْمَرٍ، عَنْ أَيُّوْبَ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ بِهِ.

“Dari 'Amr bin Dinar bahwa Ibnu Abbas dan Ibnu Umar memulai bacaan dengan *Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm*. 

Shahih: Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq (2/92) dari Ma'mar, dari Ayyub, dari 'Amr bin Dinar dengan sanad tersebut”.

===***===

DALIL KE DELAPAN : HADITS ANAS bin MALIK RADHIYALLAHU ‘ANHU :

=====

HADITS ANAS KE 1 :

Ad-Daraquthni meriwayatkan dalam *Sunan*-nya dan *Musnad*-nya dari Al-Mu'tamir bin Sulaiman, dari ayahnya, dari Anas, bahwa ia berkata: 

"كَانَ النَّبِيُّ ﷺ يَجْهَرُ بِالقِرَاءَةِ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ." 

"Dahulu Nabi membaca **Bismillahirrahmanirrahim** dengan suara keras dalam bacaan (shalat)."

Ad-Daraquthni berkata:

إِسْنَادُهُ صَالِحٌ

"Sanadnya baik dapat diterima."

Diriwayatkan pula oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak (1/358 no. 853.) dan al-Baihaqi dalam al-Khilafiyat 2/279 no. 1529.

Al-Hakim berkata:

رُوَاةُ هَذَا الحَدِيثِ عَنْ آخِرِهِمْ ثِقَاتٌ.

"Seluruh perawi dalam hadits ini terpercaya."

Disetujui oleh al-Imam adz-Dzahabi dalam at-Talkhish 1/358 no. 853.

=====

HADITS ANAS KE 2 :

Ad-Daruquthni berkata dalam Sunan-nya 2/78 no. 1179 berkata :

Aku membaca dalam naskah asli kitab Abu Bakar Ahmad bin Amru bin Jabir ar-Ramli yang ditulis dengan tangannya sendiri: Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Khurrazadah, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-Mutawakkil bin Abi Sari, ia berkata.

صَلَّيْتُ خَلْفَ المُعْتَمِرِ بْنِ سُلَيْمَانَ مَا لَا أُحْصِي صَلَاةَ المَغْرِبِ وَالصُّبْحِ، فَكَانَ يَجْهَرُ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ قَبْلَ فَاتِحَةِ الكِتَابِ وَبَعْدَهَا، وَسَمِعْتُ المُعْتَمِرَ يَقُولُ: مَا آلُو أَنْ أَقْتَدِيَ بِصَلَاةِ أَبِي، وَقَالَ أَبِي: مَا آلُو أَنْ أَقْتَدِيَ بِصَلَاةِ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، وَقَالَ أَنَسٌ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: مَا آلُو أَنْ أَقْتَدِيَ بِصَلَاةِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ.

"Aku pernah shalat di belakang Al-Mu'tamir bin Sulaiman dalam shalat Maghrib dan Subuh berkali-kali hingga tak terhitung jumlahnya, dan ia selalu membaca (Bismillahir rahmanir rahim) dengan suara keras sebelum Al-Fatihah dan setelahnya.

Aku mendengar Al-Mu'tamir berkata, ‘Aku tidak ingin menyalahi shalat ayahku.’ Dan ayahku berkata, ‘Aku tidak ingin menyalahi shalat Anas bin Malik.’ Dan Anas radhiyallahu 'anhu berkata, ‘Aku tidak ingin menyalahi shalat Rasulullah .’”

Ad-Daraquthni berkata:

إِسْنَادُهُ كُلُّهُمْ ثِقَاتٌ

"Sanadnya semua terpercaya". 

Di riwayatkan pula oleh Al-Hakim dalam *Al-Mustadrak* 1/358 no. 854 dan al-Baihaqi dalam al-Khilafiyaat 2/279 no. 1530 .

Al-Hakim berkata:

رُوَاةُ هَذَا الحَدِيثِ عَنْ آخِرِهِمْ ثِقَاتٌ.

"Seluruh perawi dalam hadits ini terpercaya."

Dan disetujui oleh adz-Dzahabi dalam at-Takhish 2/279.

Dan dalam *Shahihain* disebutkan dari Hammad bin Zaid, dari Tsabit, dari Anas: 

"إِنِّي لَا آلُو أَنْ أُصَلِّيَ بِكُمْ كَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يُصَلِّي بِنَا."

"Sesungguhnya aku tidak akan menyelisihi dalam shalatku sebagaimana yang aku lihat dari Rasulullah ketika beliau shalat bersama kami." [HR. Bukhori no. 821 dan Muslim no. 472]

Ibnu Daqiq al-‘Ied berkata dalam Ihkamul Ahkaam 1/270 :

وَإِذَا ثَبَتَ شَيْءٌ مِنْ ذَلِكَ فَطَرِيقُ أَصْحَابِ الْجَهْرِ: أَنَّهُمْ يُقَدِّمُونَ الْإِثْبَاتَ عَلَى النَّفْيِ وَيَحْمِلُونَ حَدِيثَ أَنَسٍ عَلَى عَدَمِ السَّمَاعِ

“Dan apabila sesuatu dari hal itu telah terbukti keshahihannya, maka metode para ulama yang berpendapat jahr (mengeraskan bacaan) adalah mereka mendahulukan riwayat yang menetapkan jahr dari pada yang meniadakan, dan mereka memahami hadits Anas sebagai tidak mendengar (bukan sebagai penafian adanya jahr)”.

====

HADITS ANAS KE 3 :

Dan Al-Hakim juga meriwayatkan dalam al-Mustadrak 1/358 no. 853 dari Syarik bin Abdullah, dari Anas, bahwa ia berkata: 

"سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَجْهَرُ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ".

"Aku mendengar Rasulullah membaca **Bismillahirrahmanirrahim** dengan suara keras."

Al-Hakim berkata pula:

رُوَاةُ هَذَا الحَدِيثِ عَنْ آخِرِهِمْ ثِقَاتٌ.

"Seluruh perawi dalam hadits ini terpercaya." Dan disetujui oleh adz-Dzahabi. [al-Mustadrak 1/358 no. 853]

=====

HADITS ANAS KE 4 :

Dalam *Shahih Al-Bukhari*, disebutkan dalam Hadits dari Amr bin 'Ashim dari Hammam dan Jarir dari Qatadah, ia berkata: 

سُئِلَ أَنَسٌ كَيْفَ كَانَتْ قِرَاءَةُ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ قَالَ: كَانَتْ مَدًّا ثُمَّ قَرَأَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ يُمِدُّ بِسْمِ اللَّهِ وَيُمِدُّ الرَّحْمَٰنِ وَيُمِدُّ الرَّحِيمِ.

"Anas pernah ditanya, 'Bagaimana cara membaca Rasulullah ?' Anas menjawab: 'Beliau membaca dengan tartil.' Kemudian ia membaca: 'Bismillahirrahmanirrahim', beliau memanjangkan lafaz 'Bismillah', kemudian memanjangkan lafaz 'Ar-Rahman', lalu memanjangkan lafaz 'Ar-Rahim.'"

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahih-nya, Kitab Fadhailul Qur'an, Bab Memanjangkan Bacaan, cetakan Al-Fath 9/90–91, hadits no. 5045–5046 dengan lafaz tersebut.

Lihat juga Fathul Bari 9/91 mengenai pembahasan istidlal (pengambilan dalil) dengan hadits ini atas disyariatkannya membaca (basmalah) dengan suara keras dalam shalat.**

Al-Hafidzh Abu Bakr Muhammad bin Musa Al-Hazimi berkata:

هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ لَا نَعْرِفُ لَهُ عِلَّةً.

"Hadits ini shahih, dan kami tidak mengetahui adanya cacat di dalamnya." 

Dan dia juga berkata:

وَفِيهِ دَلَاحَةٌ عَلَى الْجَهْرِ مُطْلَقًا يَتَنَاوَلُ الصَّلَاةَ وَغَيْرَهَا لِأَنَّ قِرَاءَةَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ لَوْ اَخْتَلَفَتْ فِي الْجَهْرِ بَيْنَ حَالَتَيْ الصَّلَاةِ وَغَيْرِهَا لَبَيَّنَهَا أَنَسٌ وَلَمَّا أَطْلَقَ جَوَابَهُ، وَحَيْثُ أَجَابَ بِالْبَسْمَلَةِ دَلَّ عَلَى أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ يَجْهَرُ بِهَا فِي قِرَاءَتِهِ وَلَوْ لَمْ يَكُنْ لَذَٰلِكَ لَأَجَابَ أَنَسٌ بِالْحَمْدِ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ أَوْ غَيْرِهَا.

"Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah membaca Basmalah dengan jahr secara mutlak, baik dalam shalat maupun di luar shalat. Sebab, jika bacaan Rasulullah dalam jahr berbeda antara shalat dan di luar shalat, tentu Anas akan menjelaskannya dan tidak akan memberikan jawaban secara mutlak. Karena Anas menjawab dengan menyebut Basmalah, maka ini menunjukkan bahwa Nabi membaca Basmalah dengan jahr dalam bacaannya. Jika tidak demikian, maka Anas akan menjawab dengan menyebut 'Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin' atau lainnya."

[Dikutip dari Majmu’ al-Imam an-Nawawi 3/347 dan an-Nafhu asy-Saydziy karya Ibnu Sayyidin Naas, Abul Fath, ar-Rib’iy 4/335].

====

HADITS ANAS KE 5 :

Dalam Shahih Muslim dari Anas radhiyallahu 'anhu, ia berkata:

بَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ بَيْنَ أَظْهُرِنَا إِذْ أُغْفِيَ إِغْفَاءً ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ مُتَبَسِّمًا، فَقُلْنَا: مَا أَضْحَكَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: أُنْزِلَتْ عَلَيَّ آنِفًا سُورَةٌ، فَقَرَأَ: {بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ، إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ} إِلَى آخِرِهَا.

Suatu hari, Rasulullah berada di tengah-tengah kami, lalu beliau tertidur sejenak, kemudian mengangkat kepalanya sambil tersenyum. Kami pun bertanya, "Apa yang membuatmu tertawa, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "Baru saja diturunkan kepadaku sebuah surah." Lalu beliau membaca: "Bismillahirrahmanirrahim, Inna a’thoynaaka al-kautsar" hingga akhir surah”.

FIQIH HADITS : 

Ini adalah pernyataan yang jelas tentang jahr (mengeraskan bacaan basmalah) di luar shalat, maka demikian pula dalam shalat, sebagaimana ayat-ayat lainnya. Muslim meriwayatkan Hadits ini dalam kitab Shahih-nya setelah Hadits yang digunakan sebagai dalil untuk menafikan jahr, seolah-olah sebagai alasan untuknya, karena kedua Hadits tersebut berasal dari riwayat Anas. 

Jika ada bantahan :

"Beliau hanya mengeraskan bacaan basmalah dalam Hadits ini karena beliau sedang membacakan wahyu yang baru diturunkan saat itu, sehingga harus menyampaikannya secara keseluruhan sebagaimana surah lainnya?" 

Jawabannya :

"Justru ini menjadi dalil bagi kami, karena basmalah termasuk bagian dari surah, sehingga hukumnya sama dengan ayat lainnya dalam hal jahr, kecuali ada dalil yang menyelisihinya." 

Al-Hakim berkata:

فَفِي هَذِهِ الأَخْبَارِ مُعَارَضَةٌ لِحَدِيثِ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ السَّابِقِ فِي تَرْكِ قِرَاءَةِ البَسْمَلَةِ، وَهُوَ كَمَا قَالَ، لِأَنَّهُ إِذَا صَحَّ عَنْهُ مَا ذَكَرْنَاهُ فِعْلًا وَرِوَايَةً، فَكَيْفَ يُظَنُّ بِهِ أَنَّهُ يَرْوِي مَا يُفْهَمُ خِلَافَهُ؟ فَهُوَ لَمْ يَقْتَدِ فِي جَهْرِهِ بِهَا إِلَّا بِرَسُولِ اللَّهِ ﷺ.

"Dalam hadits-hadits ini membantah hadits Qatadah dari Anas yang menyatakan “bahwa Nabi tidak membaca basmalah”.

Hal ini sebagaimana yang dikatakannya, karena apabila telah shahih dari Anas baik secara perbuatan maupun riwayat bahwa beliau membaca basmalah dengan keras, bagaimana mungkin ia meriwayatkan sesuatu yang bertentangan dengan itu?

Anas tidaklah menjadikan bacaan kerasnya sebagai suatu ketetapan kecuali karena mengikuti Rasulullah ." [Dikutip dari Majmu’ Imam Nawawi 3/351].

Abu Muhammad Al-Maqdisi berkata:

قَدْ حَصَلَ لَنَا وَالحَمْدُ لِلَّهِ عِدَّةُ أَحَادِيثَ جِيَادٍ فِي الجَهْرِ، وَتَعَرَّضَ ابْنُ الجَوْزِيِّ لِتَضْعِيفِ بَعْضِ رُوَاتِهِ عَنْ أَنَسٍ لَمْ نَذْكُرْهَا نَحْنُ، وَتَعَرَّضَ مِمَّا ذَكَرْنَاهُ لِرِوَايَةِ شَرِيكٍ وَطَعَنَ فِيهِ. 

(وَجَوَابُ) مَا قَالَ: إِنَّ شَرِيكًا مِنْ رِجَالِ *الصَّحِيحَيْنِ*، وَيَكْفِينَا أَنْ نَحْتَجَّ بِمَنْ احْتَجَّ بِهِ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمُ، وَفِيمَا ذَكَرْنَاهُ مِنَ الأَحَادِيثِ الصَّحِيحَةِ المَشْهُودِ لَهَا بِالصِّحَّةِ مَا يَرُدُّ قَوْلَ ابْنِ الجَوْزِيِّ: إِنَّهُ لَمْ يَصِحَّ عَنْ أَنَسٍ شَيْءٌ فِي الجَهْرِ.

"Segala puji bagi Allah, kami telah mengumpulkan sejumlah hadits yang kuat mengenai jahr dalam basmalah. Ibnul Jauzi memang berusaha melemahkan sebagian perawi yang meriwayatkan dari Anas, tetapi kami tidak menyebutkannya di sini. Ia juga mengkritik riwayat dari Syarik dan mencela perawinya.

(Jawaban atas kritikan tersebut) adalah : bahwa Syarik adalah salah satu perawi yang terdapat dalam *Shahihain*, dan cukup bagi kami untuk berhujjah dengan perawi yang telah dijadikan hujjah oleh Al-Bukhari dan Muslim. Hadits-hadits shahih yang kami sebutkan di sini dan telah disaksikan kesahihannya sudah cukup untuk membantah perkataan Ibnul Jauzi yang mengatakan bahwa tidak ada riwayat shahih dari Anas tentang jahr dalam basmalah." [Lihat : Majmu’ Imam Nawawi 3/351].

===***===

DALIL KE SEMBILAN : HADITS ALI BIN ABU THALIB radhiyallahu ‘anhu :

=====

HADITS ALI BIN ABU THALIB KE 1 :

Hadits Ali radhiyallahu 'anhu yang pertama kali disebutkan oleh Ad-Daraquthni dalam *Sunan*-nya (1/302), ia berkata:** 

كَانَ النَّبِيُّ ﷺ يَقْرَأُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ فِي صَلَاتِهِ. 

"Dahulu Nabi membaca **Bismillahirrahmanirrahim** dalam shalatnya."

Ad-Daraquthni berkata:

هَذَا إِسْنَادٌ عَلَوِيٌّ لَا بَأْسَ بِهِ.

"Sanadnya tinggi (*‘alawiy*) dan tidak bermasalah." 

[Lihat : Dzikrul Jahr Bil Basmalah karya al-Khothib hal. 54 no. 60, Majmu’ an-Nawawi 3/351, Tanqihut Tahqiq karya Ibnu Abdul Hadi 2/162 no. 690 dan Neilul Awthar karya Syawkani 2/234].

Ibnu Sayyidin Naas dalam an-Naf-husy Syadziy 4/314 berkata :

إِسْنَادُهُ كُلُّهُمْ ثِقَاتٌ

“Sanadnya, para perawinya tsiqoot (terpercaya)”.

Ibnul Jauzi berhujjah dengan hadits ini terhadap mazhab Maliki yang tidak membaca basmalah dalam shalat, dan ia tidak berhujjah dengan hadits lain dalam masalah ini. 

Kemudian Ad-Daraquthni menyebutkan berbagai riwayat dari para sahabat selain Ali tentang masalah ini.

Imam al-Fakhr al-Razi dalam tafsirnya menyebutkan bahwa sahabat yang mulia Ali bin Abi Thalib –radhiyallahu ‘anhu– mengeraskan bacaan basmalah. 

====

HADITS ALI BIN ABU THALIB KE 2 :

Al-Imam ad-Daruquthni 2/389 no. 1734 meriwayatkan :

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ ثَابِتٍ الْبَزَّازُ ، ثنا الْقَاسِمُ بْنُ الْحَسَنِ الزُّبَيْدِيُّ ، ثنا أُسَيدُ بْنُ زَيْدٍ ، ثنا عَمْرُو بْنُ شِمْرٍ ، ‌عَنْ ‌جَابِرٍ ، ‌عَنْ ‌أَبِي ‌الطُّفَيْلِ ، ‌عَنْ ‌عَلِيٍّ ، ‌وَعَمَّارٍ ، ‌أَنَّ ‌النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ" كَانَ يَجْهَرُ فِي الْمَكْتُوبَاتِ بِـ {بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} [الفاتحة: 1] ، وَكَانَ يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ ، وَكَانَ يُكَبِّرُ يَوْمَ عَرَفَةَ صَلَاةَ الْغَدَاةِ ، وَيَقْطَعُهَا صَلَاةَ الْعَصْرِ آخِرَ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ"

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Ahmad bin Tsabit Al-Bazzar, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Al-Qasim bin Al-Hasan Az-Zubaidi, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Usaid bin Zaid, ia berkata: telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin Syimr, dari Jabir, dari Abu Ath-Thufail : Dari Ali dan ‘Ammar radhiyallahu ‘anhuma :

“Bahwa Nabi dahulu menjahrkan (mengeraskan bacaan) dalam shalat-shalat fardhu dengan *Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm*, dan beliau berqunut dalam shalat Subuh, dan beliau bertakbir pada hari Arafah sejak shalat Subuh, dan menghentikannya pada shalat Ashar di akhir hari-hari Tasyriq.”

Dan Ibnu al-Arabi meriwayatkan pula dalam Mu’jamnya 1/265 no. 489 dengan sanad dan lafadz sbb :

نا مُحَمَّدُ بْنُ عُثْمَانَ، نا يَحْيَى بْنُ الْحَسَنِ، نا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْحَكَمِ، نا مُحَمَّدُ بْنُ حَسَّانَ الْعَبْدِيُّ، عَنْ جَابِرٍ، عَنْ أَبِي الطُّفَيْلِ، عَنْ عَلِيٍّ، وَعَمَّارٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «‌كَانَ ‌يَجْهَرُ ‌بِبِسْمِ ‌اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ»

Muhammad bin Utsman telah meriwayatkan kepada kami, Yahya bin Al-Hasan telah meriwayatkan kepada kami, Ibrahim bin Al-Hakam telah meriwayatkan kepada kami, Muhammad bin Hassan Al-Abdi telah meriwayatkan kepada kami, dari Jabir, dari Abu At-Tufail, dari Ali bin Abu Thalib dan Ammar :

“Bahwa Nabi biasa mengeraskan (jahr) bacaan Bismillahirrahmanirrahim”.

TAKHRIJ HADITS :

Diriwayatkan oleh Ad-Daraquthni (2/49) dan Al-Baihaqi (3/315) dari hadits ‘Amru bin Syimr, dari Jabir, dari Abu Ath-Thufail, dari Ali dan ‘Ammar.

Dan diriwayatkan oleh Al-Hakim (1/439 no. 1111) dari hadits Sa'id bin ‘Utsman Al-Kharraz, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Sa'd Al-Muadzin, telah menceritakan kepada kami Fithr bin Khalifah, dari Abu Ath-Thufail, dari Ali dan ‘Ammar.

Dan oleh al-Baihaqi dalam al-Ma’rifah 3/107 no. 7003, Fadhoilul Awqoot hal. 422 no. 226 dan al-Khilafiyaat 4/124 no. 2941.

Dan al-Imam asy-Syafi’i dalam al-Musnad [Syarah Musnad asy-Syafi’i 1/329].

DERAJAT HADITS :

Badruddin al-‘Ainy dalam al-Binayah Syarah al-Hidayah 2/198 berkata :

وَرَوَى الحَاكِمُ فِي "مُسْتَدْرَكِهِ" مِنْ حَدِيثِ عَلِيٍّ وَعَمَّارٍ أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - «كَانَ يَجْهَرُ فِي الْمَكْتُوبَاتِ بِـ{بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ}». وَقَالَ: صَحِيحُ الْإِسْنَادِ.

Dan al-Hakim meriwayatkan dalam *al-Mustadrak*-nya dari hadits Ali dan Ammar :

“Bahwa Nabi "biasa mengeraskan bacaan *Bismillahirrahmanirrahim* dalam sholat wajib." Dan dia berkata: "Sanadnya sahih."”.

[Lihat pula : Ahkamul Qur’an karya al-Jash-shash 1/18]

Al-Hakim (1/439 no. 1111) berkata:

هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحُ الْإِسْنَادِ، لَا أَعْلَمُ فِي رُوَاتِهِ مَنْسُوبًا إِلَى الْجَرْحِ.

“Ini adalah hadits dengan sanad yang sahih, aku tidak mengetahui ada perawi dalam sanadnya yang dinisbatkan kepada cacat (jarh)”. [SELESAI]

Ibnu al-Mulaqqin mengutipnya dalam al-Badrul Munir 5/93 dan az-Zaila’iy dalam Nashbur Rooyah 1/326, mereka berdua diam tidak memberikan tanggapan apapun.

Berbeda dengan Adz-Dzahabi dalam at-Talkhish (1/439 no. 1111), maka dia membantah-nya dengan mengatakan:

قُلتُ: بَلْ هُوَ خَبَرٌ وَاهٍ كَأَنَّهُ مَوْضُوعٌ لِأَنَّ عَبْدَ الرَّحْمٰنِ صَاحِبُ مَنَاكِيرَ، وَسَعِيدٌ إِنْ كَانَ الْكِرِيزِيَّ فَهُوَ ضَعِيفٌ، وَإِلَّا فَهُوَ مَجْهُولٌ...

“Aku berkata: Bahkan ini adalah khabar yang lemah, seakan-akan maudhu‘ (palsu), karena Abdurrahman adalah perawi munkar, dan Sa'id—jika dia adalah Al-Kurayzi—maka dia dhaif, jika bukan, maka dia majhul (tidak dikenal)...” [SELESAI]

Dan Ibnu Abdil Hadi dalam Tanqiihut Tahqiiq 2/197 no. 730 berkata :

"وَهُوَ خَبَرٌ مُنْكَرٌ، لِأَنَّ عَبْدَ الرَّحْمٰنِ صَاحِبُ مَنَاكِيرَ، وَقَدْ ضَعَّفَهُ يَحْيَى بْنُ مَعِينٍ. وَأَمَّا سَعِيدٌ: فَقَالَ بَعْضُهُمْ: إِنْ كَانَ الْكِرِيزِيَّ فَهُوَ ضَعِيفٌ، وَإِلَّا فَهُوَ مَجْهُولٌ".

Ini adalah khabar yang munkar, karena Abdurrahman adalah perawi yang meriwayatkan hadits-hadits munkar, dan telah didhaifkan oleh Yahya bin Ma'in (lihat: *Al-Jarh wat-Ta'dil* karya Ibnu Abi Hatim: 5/238 - no. 1123).

Adapun Sa'id: sebagian ulama berkata, jika dia adalah Al-Kurayzi maka dia dhaif, dan jika bukan maka dia majhul (tidak dikenal)".  [SELESAI]

Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam at-Talkhish al-Habiir 1/575 berkata :

وَفِيهِ عَمْرُو بْنُ شِمْرٍ وَهُوَ مَتْرُوكٌ وَجَابِرٌ اتَّهَمُوهُ بِالْكَذِبِ أَيْضًا

وَلَهُ طَرِيقٌ أُخْرَى عَنْ عَلِيٍّ أَخَرَجَهَا الْحَاكِمُ فِي الْمُسْتَدْرَكِ لَكِنْ فِيهَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ سَعْدِ الْمُؤَذِّنُ وَقَدْ ضَعَّفَهُ ابْنُ مَعِينٍ

قَالَ الْبَيْهَقِيُّ: إسْنَادُهُ ضَعِيفٌ إلَّا أَنَّهُ أَمْثَلُ مِنْ طَرِيقِ جَابِرٍ الْجُعْفِيِّ وَرَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيُّ مِنْ وَجْهَيْنِ عَنْ عَلِيٍّ مِنْ طَرِيقِ أَهْلِ الْبَيْتِ وَهُوَ بَيْنَ ضَعِيفٍ وَمَجْهُولٍ

“Dalam sanadnya terdapat ‘Amru bin Syimr, dan dia adalah perawi yang matruk (ditinggalkan), dan Jabir juga dituduh berdusta.

Hadits ini memiliki jalur lain dari Ali yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam *Al-Mustadrak*, tetapi di dalamnya terdapat Abdurrahman bin Sa’d Al-Muadzdzin, dan dia telah didhaifkan oleh Ibnu Ma'in.

Al-Baihaqi berkata: Sanadnya lemah, namun lebih baik daripada jalur Jabir Al-Ju’fi. Dan Ad-Daraquthni meriwayatkannya dari dua jalur dari Ali melalui jalur Ahlul Bait, namun perawinya antara lemah dan majhul (tidak dikenal)”. [SELESAI].

Dan al-Hafidz Ibnu Hajar dalam ad-Diroyah 1/131 di bawah hadits no. 151 berkata :

وَإِسْنَادُهُ ضَعِيفٌ، وَأَخْرَجَهُ هُوَ وَالدَّارَقُطْنِيُّ عَنْ ابْنِ عُمَرَ مِثْلَهُ، وَفِي إِسْنَادِهِ مَقَالٌ، وَالصَّوَابُ عَنْ ابْنِ عُمَرَ مَوْقُوفٌ.

“Sanadnya lemah, dan ia (Al-Baihaqi) serta Ad-Daraquthni meriwayatkan dari Ibnu Umar dengan lafaz yang serupa, namun dalam sanadnya terdapat kelemahan. Yang benar, riwayat dari Ibnu Umar adalah mauquf (berhenti pada sahabat).”.

Namun demikian telah datang juga riwayat dari Ali dan Ibnu Abbas secara mauquf (berhenti sampai sahabat) – radhiyallahu ‘anhuma –: 

Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi (3/314) dari hadits Za’idah, dari ‘Ashim, dari Syaqiq, ia berkata:

كانَ عَلِيٌّ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – يُكَبِّرُ بَعْدَ صَلَاةِ الْفَجْرِ غَدَاةَ عَرَفَةَ، ثُمَّ لَا يَقْطَعُ حَتَّى يُصَلِّيَ الْإِمَامُ مِنْ آخِرِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ، ثُمَّ يُكَبِّرُ بَعْدَ الْعَصْرِ.

Ali – radhiyallahu ‘anhu – bertakbir setelah shalat Subuh pada pagi hari Arafah, kemudian tidak menghentikannya sampai imam melaksanakan shalat pada akhir hari-hari Tasyriq, lalu bertakbir setelah Ashar. Seluruh perawinya terpercaya, kecuali ‘Ashim bin Bahdalah; ia adalah perawi yang jujur namun memiliki waham (kesalahan), sebagaimana disebutkan dalam *At-Taqrib*, maka haditsnya dapat dijadikan sebagai penguat selama tidak bertentangan.

Al-Baihaqi juga meriwayatkan (3/314) dari hadits Al-Hakam bin Furukh, dari ‘Ikrimah, dari Ibnu Abbas dengan makna yang serupa. Sanadnya sahih, seluruh perawinya terpercaya.

=====

HADITS ALI BIN ABU THALIB KE 3 :

Al-Qodury dalam at-Tajriid 2/499 no. 2132 berkata :

قَالُوا: رُوِيَ عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ أَنَّ النَّبِيَّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – كَانَ يَجْهَرُ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ فِي السُّورَتَيْنِ مَعًا.

Mereka berkata: Telah diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib bahwa Nabi dahulu mengeraskan bacaan *Bismillahirrahmanirrahim* pada kedua surat (Al-Fatihah dan surat setelahnya).

=====

HADITS ALI BIN ABU THALIB KE 4 :

Ad-Daraquthni Sunan ad-Daruquthni 2/87 no. 1194 meriwayatkan :

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-Qasim bin Zakariya, telah menceritakan kepada kami ‘Abdul A‘la bin Washil, telah menceritakan kepada kami Khallad bin Khalid Al-Muqri’, telah menceritakan kepada kami Asbath bin Nashr, dari As-Suddi, dari ‘Abd Khayr, ia berkata:

سُئِلَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ السَّبْعِ ٱلْمَثَانِيِّ فَقَالَ: ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ. فَقِيلَ: إِنَّمَا هِيَ سِتُّ آيَٰتٍ. فَقَالَ: بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ آيَةٌ. 

Ali radhiyallahu 'anhu pernah ditanya tentang *As-Sab‘ul Matsani* (tujuh ayat yang diulang-ulang), maka beliau menjawab: *Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin*.

Lalu dikatakan kepadanya: “Sesungguhnya itu hanya enam ayat.”

Maka beliau menjawab: *Bismillahirrahmanirrahim* adalah satu ayat.

Di riwayatkan pula oleh al-Baihaqi dalam al-Kubra 3/413 no. 2424.

Dan juga diriwayatkan oleh Sufyan dalam tafsirnya hal. 161, dan melalui jalurnya, Ibnu Jarir dalam tafsirnya 14/113, 114, dan At-Tahawi dalam Syarh al-Mushkil setelah (1210), serta al-Mushannif dalam al-Syua'b (2353) - dan Ibnu al-Dhurais dalam Fadhail al-Quran (154) melalui jalur as-Suddi dengan lafaz:

السَّبْعُ الْمَثَانِي فَاتِحَةُ الْكِتَابِ.

"Tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang adalah pembukaan kitab."]

Ad-Daraquthni berkata:

إِسْنَادُهُ كُلُّهُمْ ثِقَاتٌ وَإِذَا صَحَّ أَنْ عَلِيًّا يَعْتَقِدُهَا مِنَ الفَاتِحَةِ فَلَهَا حُكْمُ بَاقِيهَا فِي الجَهْرِ.

"Sanadnya seluruhnya terpercaya. Jika telah shahih bahwa Ali meyakini basmalah sebagai bagian dari Al-Fatihah, maka ia memiliki hukum yang sama dengan bagian lainnya dalam hal jahr." [Dikutip dari Majmu’ an-Nawawi 3/351].

====

HADITS ALI BIN ABU THOLIB KE 5 :

Dalam Mu’jam Ibnu al-A’raabi 1/329 no. 628 , diriwayatkan dengan sanadnya :

Muhammad telah menceritakan kepada kami, Yazid telah menceritakan kepada kami, Abu Sa'd Al-A'war telah menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdul Rahman bin Abi Laila telah menceritakan kepadaku :

أَنَّ عَلِيًّا، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ‌كَانَ ‌يَجْهَرُ ‌بِبِسْمِ ‌اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

“Bahwa Ali radhiyallahu 'anhu **biasa mengeraskan (jahr) bacaan Bismillahirrahmanirrahim.**

===***===

DALIL KE SEPULUH : HADITS SAMURAH RADHIYALLAHU ‘ANHU

Diriwayatkan oleh al-Daraqutni dalam Sunan-nya (2/80) dan al-Bayhaqi dari Hamid dari al-Hasan dari Samurah radhiyallahu 'anhu, ia berkata:

كَانَتْ لِرَسُولِ اللَّهِ ﷺ سَكْتَتَانِ، سَكْتَةً إِذَا قَرَأَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ وَسَكْتَةً إِذَا فَرَغَ مِنَ الْقِرَاءَةِ وَأَنْكَرَ ذَٰلِكَ عُمَرَانُ بْنُ حُصَيْنٍ، فَكَتَبُوا إِلَىٰ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ وَكَتَبَ أَنْ صَدَقَ سَمُرَةُ. 

"Rasulullah memiliki dua jeda, satu jeda ketika membaca 'Bismillah ar-Rahman ar-Rahim' dan satu jeda lagi setelah selesai membaca."

Dan hal ini dibantah oleh Imran bin Husain, lalu mereka menulis kepada Ubay bin Ka'b, dan Ubay membenarkan ucapan Samurah”.

[Dikutip dari Mukhtashor Khilafiyaat al-Baihaqi karya Ibnu al-Mulaqqin 2/47 dan Majmu’ Imam Nawawi 1/351].

Ad-Daraqutni berkata :

رُوَاةُ هَذَا الْحَدِيثِ كُلُّهُمْ ثِقَاتٌ، وَكَانَ عَلِيُّ بْنُ الْمَدِينِيِّ - رحمه الله - ‌يُثْبِتُ ‌سَمَاعَ ‌الْحَسَنِ ‌مِنْ ‌سَمُرَةَ

“Para perawi hadits ini semuanya terpercaya, dan Ali bin al-Madini – rahimahullah – menetapkan bahwa al-Hasan pernah mendengar (hadits) dari Samurah”.

[Dikutip dari al-Khilafiyat karya al-Baihaqi 2/284 dan Mukhtashor Khilafiyaat al-Baihaqi 2/47. Lihat pula : *At-Tārīkh al-Awsath* karya Al-Bukhari (3/89) dan *‘Illal Ibnu al-Madini*, halaman 60.]

Al-Khatib berkata :

فَقَوْلُهُ سَكْتَةً إِذَا قَرَأَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ يَعْنِي إِذَا أَرَادَ أَنْ يَقْرَأَ ؛ لِأَنَّ السَّكْتَةَ إِنَّمَا هِيَ قَبْلَ قِرَاءَةِ الْبَسْمَلَةِ لَا بَعْدَهَا.

"Ucapan 'sakta' ketika beliau membaca 'Bismillah ar-Rahman ar-Rahim' berarti jeda tersebut terjadi sebelum membaca basmalah, karena sakta itu dilakukan sebelum membaca basmalah, bukan setelahnya." [Lihat : Majmu’ Imam Nawawi 3/351].

===****===

DALIL KE SEBELAS : HADITS ABDULLAH BIN UMAR radhiyallahu ‘anhuma:

=====

HADITS IBNU UMAR KE 1 :

Ibnu Abdil-Barr dalam *al-Inshaf* hal. 267 no. 42 berkata:

أَخْبَرَنَا قَاسِمُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي عَوْنٍ النَّسَائِيُّ، قَدِمَ عَلَيْنَا بَغْدَادَ حَاجًّا سَنَةَ سَبْعٍ وَثَمَانِينَ وَمِائَتَيْنِ، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حَجَرٍ، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو الرَّقِّيُّ، عَنْ عَبْدِ الْكَرِيمِ الْجَزَرِيِّ، عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، عَنْ النَّبِيِّ ﷺ :

«إِنَّهُ كَانَ إِذَا قَامَ فِي الصَّلَاةِ فَأَرَادَ أَنْ يَقْرَأَ قَالَ: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ».

"Telah mengabarkan kepada kami Qasim bin Muhammad, telah menceritakan kepada kami Khalid bin Sa’d, telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ahmad bin Abdillah bin Abi Aun al-Nasai, yang datang ke Baghdad pada tahun 87 Hijriyah, telah mengabarkan kepada kami Ali bin Hajar, telah mengabarkan kepada kami Ubaidullah bin Amr al-Raqi, dari Abd al-Karim al-Jazari, dari Abu Zubair, dari Abdullah bin Umar, dari Nabi :

Bahwa beliau apabila berdiri untuk shalat dan ingin membaca, beliau berkata: 'Bismillah ar-Rahman ar-Rahim.'"

Namun hadits ini diriwayatkan secara mawquf kepada Ibnu Umar, oleh al-Mustaghfiri dalam Fadho’ilul Qur’an 1/442 no. 571 .

Oleh sebab itu Abu Umar berkata:

قَدْ رَفَعَهُ غَيْرُهُ أَيْضًا عَنْ ابْنِ عُمَرَ، وَلَا يَثْبُتُ فِيهِ إِلَّا أَنَّهُ مَوْقُوفٌ عَلَىٰ ابْنِ عُمَرَ مِنْ فِعْلِهِ، وَاللَّهُ أَعْلَمُ. كَذَٰلِكَ رَوَاهُ سَالِمٌ وَنَافِعٌ وَيَزِيدُ الْفَقِيرُ عَنْ ابْنِ عُمَرَ.

"Hadits ini juga diriwayatkan oleh yang lain dari Ibnu Umar, namun tidak dapat dipastikan apakah hadits ini marfu’ (terangkat sampai Rasulullah ), dan yang benar adalah bahwa ini adalah perbuatan yang dilakukan oleh Ibnu Umar." Wallahu a'lam.

Begitu juga diriwayatkan oleh Salim, Nafi’, dan Yazid al-Faqir dari Ibnu Umar”.

Ibnu Abd al-Barr menganggapnya sahih apabila dianggap sebagai ucapan yang mawquf pada Ibnu Umar.

Dalam hukum Fiqh mengatakan bahwa ini sahih jika dipandang sebagai amalan dari Ibnu Umar.

Al-Dzahabi juga menganggap ini sahih yang mursal dari Ibnu Umar dalam *Mukhtashar al-Jahr bil-Bismillah*, dan berkata tentang riwayat Nafi' dari Ibnu Umar:

هَذَا صَحِيحٌ عَنْ ابْنِ عُمَرَ.

"Ini sahih dari Ibnu Umar." [Dzikrul Jahr bil Basmalah Mukhtashoron hal. 19 no. 18)

====

HADITS IBNU UMAR KE 2 :

Ibnu Sayyid An-Nas berkata :

Dari Ibnu Umar melalui beberapa jalur, salah satunya adalah yang diriwayatkan oleh Asy-Syaikh Abu Al-Hasan, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami ‘Umar bin Al-Hasan bin ‘Ali Asy-Syaibani, telah menceritakan kepada kami Ja’far bin Muhammad bin Marwan, telah menceritakan kepada kami Abu Ath-Thahir Ahmad bin ‘Isa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Fudayk dari Ibnu Abi Dzi’b dari Nafi’ dari Ibnu Umar radhiyallau ‘anhuma, ia berkata:

«صَلَّيْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ؛ فَكَانُوا يَجْهَرُونَ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ».

“Aku shalat di belakang Nabi , Abu Bakar, dan Umar, dan mereka mengeraskan bacaan **Bismillahirrahmanirrahim**.”

‘Umar bin Al-Hasan Asy-Syaibani dikenal dengan sebutan Al-Asyhnani Al-Qadhi. Sebagian ulama menilainya tsiqah (terpercaya), namun sebagian lain memberikan kritik terhadapnya. 

Ja’far bin Muhammad bin Marwan – aku tidak mengetahui siapa dia. 

Abu Ath-Thahir Ahmad bin ‘Isa disebutkan oleh Ibnu Abi Hatim dan dinisbatkan kepada Muhammad bin ‘Umar bin Abi Thalib Al-‘Alawi. Ia meriwayatkan dari Ibnu Abi Fudayk dan anaknya, dan darinya meriwayatkan Abu Yunus Al-Madani. 

Adapun perawi lainnya dalam sanad ini adalah perawi yang dikenal.

(Sumber: *An-Nafu Asy-Syadhī*, 4/312, karya Ibnu Sayyid An-Nas)

Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam ad-Diraayah 1/134 berkata :

وَفِيه أَبُو طَاهِر أَحْمد بن عِيسَى وَهُوَ كَذَّاب

“Dan di dalam sanadnya terdapat Abu Thahir Ahmad bin ‘Isa, dan dia adalah seorang pendusta”.

Ibnu al-Mulaqqin dalam al-Badr al-Munir 3/563 berkata :

عُمَرُ بْنُ الْحَسَنِ شَيْخُ الدَّارَقُطْنِيِّ وَثَّقَهُ بَعْضُهُمْ، وَتَكَلَّمَ فِيهِ آخَرُونَ، 

وَجَعْفَرُ بْنُ مُحَمَّدٍ بْنِ مَرْوَانَ قَالَ الدَّارَقُطْنِيُّ: لَا يُحْتَجُّ بِحَدِيثِهِ. 

وَأَبُو الطَّاهِرِ بْنُ عِيسَى قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: هُوَ ابْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عُمَرَ بْنِ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ الْعَلَوِيُّ، رَوَى عَنْ ابْنِ أَبِي فُدَيْكٍ، وَرَوَى عَنْهُ أَبُو يُونُسَ الْمَدَنِيُّ، قَالَ الدَّارَقُطْنِيُّ: كَذَّابٌ.

‘Umar bin Al-Hasan, guru Ad-Daraquthni, dinyatakan tsiqah (terpercaya) oleh sebagian ulama, namun dikritik oleh yang lain. Sedangkan Ja‘far bin Muhammad bin Marwan, Ad-Daraquthni berkata: “Tidak dapat dijadikan hujjah haditsnya.” 

Abu Ath-Thahir bin ‘Isa — Ibnu Abi Hatim berkata: Dia adalah putra Muhammad bin ‘Umar bin ‘Ali bin Abi Thalib Al-‘Alawi. Ia meriwayatkan dari Ibnu Abi Fudayk, dan darinya meriwayatkan Abu Yunus Al-Madani. Ad-Daraquthni berkata: “Pendusta.”

Dan Ibnu Sayyid An-Nas berkata : Diriwayatkan pula dari Ibnu Umar dari Nabi :

أَنَّهُ كَانَ إِذَا قَامَ فِي الصَّلَاةِ فَأَرَادَ أَنْ يَقْرَأَ قَالَ: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ.

“Bahwa apabila beliau berdiri dalam shalat dan hendak membaca (Al-Fatihah), beliau mengucapkan: **Bismillahirrahmanirrahim**.

Hal ini disebutkan oleh Abu ‘Umar dari jalur ‘Ali bin Hujr, telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidullah bin ‘Amr Ar-Raqqi, dari ‘Abdul Karim Al-Jazari, dari Abu Az-Zubair, dari ‘Abdullah bin ‘Umar, lalu ia menyebutkan riwayat itu.

Kemudian ia berkata: “Dan juga diriwayatkan oleh selainnya dari Ibnu Umar, tetapi tidak ada yang tsabit (kuat) dalam hal ini kecuali yang mauquf (berhenti pada Ibnu Umar) dari perbuatannya.” Demikian juga diriwayatkan oleh Salim, Nafi’, Yazid Al-Faqir, dan disebutkan pula melalui jalur selain mereka.

(Sumber: *An-Nafu Asy-Syadhī*, 4/312, karya Ibnu Sayyid An-Nas)

Badruddin al-Aini dalam al-Binayah 2/198 berkata :

وَرَوَى الدَّارَقُطْنِيُّ أَيْضًا عَنْ نَافِعٍ، عَنْ ابْنِ عُمَرَ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا – قَالَ: «صَلَّيْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا – فَكَانُوا يَجْهَرُونَ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ».

Dan diriwayatkan juga oleh Ad-Daraquthni dari Nafi' dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, ia berkata: 

"Aku shalat di belakang Nabi , Abu Bakar, dan Umar radhiyallahu 'anhuma, maka mereka semuanya menjahrkan (mengeraskan suara) ketika membaca **Bismillāhir-ramānir-raḥīm**."

====

HADITS IBNU UMAR KE 3 :

Badruddin al-Aini dalam al-Binayah 2/198 berkata :

وَأَخْرَجَهُ الخَطِيبُ مِنْ طَرِيقٍ آخَرَ مِنْ حَدِيثِ مُسْلِمِ بْنِ حَسَّانَ، قَالَ: «صَلَّيْتُ خَلْفَ ابْنِ عُمَرَ فَجَهَرَ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فِي السُّورَتَيْنِ»،

فَقِيلَ لَهُ، فَقَالَ: «صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - حَتَّى قُبِضَ، وَخَلْفَ أَبِي بَكْرٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - حَتَّى قُبِضَ، وَخَلْفَ عُمَرَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - حَتَّى قُبِضَ، فَكَانُوا يَجْهَرُونَ بِهَا فِي السُّورَتَيْنِ، فَلَا أَدَعُ الْجَهْرَ بِهَا حَتَّى أَمُوتَ».

Diriwayatkan pula oleh Al-Khatib melalui jalur lain dari hadits Muslim bin Hassan, ia berkata: 

"Aku shalat di belakang Ibnu Umar, lalu ia menjahrkan bismillāhir-ramānir-raḥīm pada dua surah (al-Fatihah dan surah setelahnya)." 

Lalu ditanyakan kepadanya (mengapa demikian)?, maka ia berkata: 

"Aku telah shalat di belakang Rasulullah hingga beliau wafat, di belakang Abu Bakar radhiyallahu 'anhu hingga ia wafat, dan di belakang Umar radhiyallahu 'anhu hingga ia wafat.

Mereka semua menjahrkan bacaan itu pada dua surah [al-Fatihah dan surah sesudahnya]. Maka aku tidak akan meninggalkan jahr padanya hingga aku mati."

Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam ad-Diraayah 1/134 berkata :

وَفِي إِسْنَاده عبَادَة بن زِيَاد وَهُوَ ضَعِيف

“Dan di dalam sanadnya terdapat ‘Ubādah bin Ziyād, dan dia adalah perawi yang lemah”.

DERAJAT HADITS IBNU UMAR :

Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam at-Talkhish al-Habiir 1/575 no. 350 barkata :

أَمَّا حَدِيثُ ابْنِ عُمَرَ فَرَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيُّ مِنْ طَرِيقِ ابْنِ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْهُ بِهِ وَفِيهِ أَبُو الطَّاهِرِ أَحْمَدُ بْنُ عِيسَى الْعَلَوِيِّ وَقَدْ كَذَّبَهُ أَبُو حَاتِمٍ وَغَيْرُهُ وَمَنْ دُونَهُ أَيْضًا ضَعِيفٌ وَمَجْهُولٌ وَرَوَاهُ الْخَطِيبُ فِي الْجَهْرِ مِنْ وَجْهٍ آخِرَ عَنْ ابْنِ عُمَرَ وَفِيهِ عباءة بْنُ زِيَادٍ الْأَسَدِيُّ وَهُوَ ضَعِيفٌ وَفِيهِ مُسْلِمُ بْنُ حِبَّانَ وَهُوَ مَجْهُولٌ قَالَ إنَّهُ صَلَّى ابْنُ عُمَرَ فَجَهَرَ بِهَا فِي السُّورَتَيْنِ وَذَكَرَ أَنَّهُ صَلَّى خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ فَكَانُوا يَجْهَرُونَ بِهَا فِي السُّورَتَيْنِ وَالصَّوَابُ أَنَّ ذَلِكَ عَنْ ابْنِ عُمَرَ غَيْرُ مَرْفُوعٍ

Adapun hadits Ibnu Umar, diriwayatkan oleh Ad-Daraquthni melalui jalur Ibnu Abi Dzi’b dari Nafi’ darinya (Ibnu Umar), dan di dalam sanadnya terdapat Abu Ath-Thahir Ahmad bin ‘Isa Al-‘Alawi, yang telah dianggap pendusta oleh Abu Hatim dan selainnya. Perawi-perawi di bawahnya juga ada yang lemah dan majhul (tidak dikenal).

Diriwayatkan pula oleh Al-Khatib dalam (bab) jahr melalui jalur lain dari Ibnu Umar, dan di dalam sanadnya terdapat ‘Ubādah bin Ziyad Al-Asadi, dan dia adalah perawi yang lemah. Juga terdapat Muslim bin Hibban, dan dia adalah majhul.

Disebutkan bahwa Ibnu Umar pernah shalat lalu menjahrkan bacaan itu pada dua surat, dan disebutkan bahwa ia shalat di belakang Nabi , Abu Bakar, dan Umar, dan mereka semua menjahrkan bacaan itu dalam dua surat.

Namun yang benar adalah bahwa hal tersebut berasal dari Ibnu Umar secara mauquf (tidak marfu’, bukan perkataan Nabi ). [SELESAI]

PENGUAT :

Ibnu al-Mulaqqin dalam al-Badr al-Munir 3/563 berkata :

وَرَوَاهُ الْحَاكِمُ فِي (مُسْتَدْرَكِهِ) مُسْتَشْهِدًا بِهِ عَنْ أَبِي بَكْرٍ (الْبَرْدَعِيِّ)، نَا أَبُو الْفَضْلِ الْعَبَّاسُ بْنُ عِمْرَانَ الْقَاضِي، نَا أَبُو جَابِرٍ سَيْفُ بْنِ عَمْرٍو، نَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي السَّرِيِّ، أَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي أُوَيْسٍ، نَا مَالِكٌ، عَنْ حُمَيْدٍ، عَنْ أَنَسٍ، قَالَ:

صَلَّيْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - وَخَلْفَ أَبِي بَكْرٍ وَخَلْفَ عُمَرَ وَخَلْفَ عُثْمَانَ وَخَلْفَ عَلِيٍّ فَكَانُوا كُلُّهُمْ يَجْهَرُونَ بِقِرَاءَةِ: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ.

Dan hadis ini diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam *Al-Mustadrak*-nya sebagai bentuk penguat, dari Abu Bakar Al-Bardāī, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Abu Al-Fadl Al-‘Abbās bin ‘Imrān Al-Qādī, telah menceritakan kepada kami Abu Jābir Saif bin ‘Amr, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abī As-Sarī, telah menceritakan kepada kami Ismāīl bin Abī Uwais, telah menceritakan kepada kami Mālik, dari umayd, dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

"Aku pernah shalat di belakang Nabi , di belakang Abu Bakar, di belakang Umar, di belakang Utsman, dan di belakang Ali, maka mereka semuanya mengeraskan bacaan **Bismillāhir-ramānir-raḥīm**." [SELESAI]

Al-Hakim berkata: “Aku meriwayatkannya sebagai penguat (syahid).” [Lihat : al-Binayah karya Badruddinal-Ainy 1/199]

===****====

DALIL KE DUA BELAS : HADITS NU’MAN BIN BASYIR radhiyallahu ‘anhu

Diriwayatkan oleh Ad-Daraquthni dalam *Sunan*-nya (1/309 No.27) dari Ya'qub bin Yusuf bin Ziyad Adh-Dhabbi, ia berkata: Ahmad bin Hammad Al-Hamdani telah menceritakan kepada kami, dari Fithr bin Khalifah, dari Abu Dhuha, dari Nu'man bin Basyir, ia berkata: Rasulullah bersabda:

"أمّني جبرئيل ‌عِنْدَ ‌الْكَعْبَةِ ‌فَجَهَرَ ‌بِبِسْمِ ‌اللَّهِ ‌الرَّحْمَنِ ‌الرَّحِيمِ"

*"Jibril mengimami aku di dekat Ka'bah, lalu ia menjahrkan (mengeraskan suara) dengan **Bismillāhir-Ramānir-Raḥīm**."*

Ad-Daruquthni berkata :

لَا يَثْبُتُ، أَحْمَدُ بْنُ حَمَّادٍ ضَعِيفٌ.

"Tidak valid (tidak dapat dijadikan pegangan), Ahmad bin Hammad adalah perawi yang lemah."

[Baca : Man Takallama Fiihi ad-Daruquthni oleh Ibnu Zuraiq 1/22 no. 5]

Az-Zaila’i dalam Nashbur Royah 1/349 berkata :

هَذَا حَدِيثٌ مُنْكَرٌ، بَلْ مَوْضُوعٌ، وَيَعْقُوبُ بْنُ يُوسُفَ الضَّبِّيُّ لَيْسَ بِمَشْهُورٍ، وَقَدْ فَتَّشْت عَلَيْهِ فِي عِدَّةِ كُتُبٍ مِنْ الْجَرْحِ وَالتَّعْدِيلِ، فَلَمْ أَرَ لَهُ ذِكْرًا أَصْلًا

“Ini adalah hadits mungkar, bahkan maudhu’ (palsu), dan Ya’qub bin Yusuf adl-Dlabbi tidak terkenal. Aku telah mencarinya di beberapa kitab al-jarh wat-ta'dil, namun aku tidak menemukan penyebutannya sama sekali”.

Zainuddin al-Iraqi berkata dalam Takhrij al-Ihya 1/392 :

أَنَّ هَذَا حَدِيثٌ مُنْكَرٌ بَلْ مَوْضُوعٌ، وَيَعْقُوبُ بْنُ يُوسُفَ الضَّبِّيُّ لَيْسَ لَهُ ذِكْرٌ فِي الْكُتُبِ الْمَشْهُورَةِ الْمُصَنَّفَةِ فِي الرِّجَالِ، وَيُحْتَمَلُ أَنْ يَكُونَ هَذَا الْحَدِيثُ مِنْ وَضْعِهِ، وَأَحْمَدُ بْنُ حَمَّادٍ ضَعَّفَهُ الدَّارَقُطْنِيُّ.

“Sesungguhnya ini adalah hadits mungkar, bahkan maudhu’, dan Ya’qub bin Yusuf adl-Dlabbi tidak disebutkan dalam kitab-kitab terkenal yang disusun tentang para perawi. Ada kemungkinan hadits ini merupakan buatannya, dan Ahmad bin Hammad dinyatakan lemah oleh ad-Daraquthni”.

****

DALIL KE TIGA BELAS : HADITS AL-HAKAM BIN UMAIR radhiyallahu ‘anhu

Diriwayatkan oleh ad-Daraquthni dalam *Sunan*-nya (1/310 no. 31): telah menceritakan kepada kami Abu al-Qasim al-Hasan bin Muhammad bin Bisyr al-Kufi, telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Musa bin Ishaq al-Himār, telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Habib, telah menceritakan kepada kami Musa bin Abi Habib ath-Tha’ifi, dari al-Hakam bin ‘Umair – dan ia disebut sebagai seorang sahabat pasukan Badar – ia berkata:

  "صَلَّيْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ - عَلَيْهِ السَّلَامُ - فَجَهَرَ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ فِي صَلَاةِ اللَّيْلِ وَصَلَاةِ الْغَدَاةِ وَصَلَاةِ الْجُمُعَةِ".

"Aku shalat di belakang Nabi , lalu beliau mengeraskan bacaan *Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm* dalam shalat malam, shalat Subuh, dan shalat Jumat."

Badruddin al-‘Aini berkata dalam *Nukhab al-Afkar* 3/560-561: 

“Jawaban terhadap hadits ini: bahwa ini termasuk hadits-hadits yang ganjil dan mungkar, bahkan ini adalah hadits batil dari berbagai sisi, yaitu: 

Sesungguhnya al-Hakam bukanlah seorang pasukan perang Badar, dan tidak ada seorang pun dari para sahabat perang Badar yang bernama al-Hakam bin ‘Umair. Bahkan, tidak diketahui bahwa ia memiliki status sebagai sahabat, karena Musa bin Abi Habib – perawi darinya – tidak pernah bertemu dengan seorang sahabat pun. Bahkan, ia adalah perawi majhul dan tidak bisa dijadikan hujjah dalam haditsnya.

Ibnu Abi Hatim berkata dalam kitab *al-Jarh wat-Ta’dil*: 

‘Al-Hakam bin ‘Umair meriwayatkan dari Nabi hadits-hadits mungkar, yang tidak diketahui adanya pendengaran atau pertemuan langsung, dan yang meriwayatkan darinya adalah keponakannya, Musa bin Abi Habib, yang haditsnya lemah. Aku mendengar ayahku menyebutkan hal itu’.

Ath-Thabarani menyebutkan dalam *al-Mu’jam al-Kabir* (3/217) tentang al-Hakam bin ‘Umair dan menisbatkannya sebagai ats-Tsamali, lalu meriwayatkan sekitar belasan hadits mungkar darinya, dan semuanya berasal dari riwayat Musa bin Abi Habib darinya.

Ibnu ‘Adiy juga meriwayatkan untuknya dalam *al-Kāmil fi al-Dhu’afā* (5/250) sekitar dua puluh hadits, namun tidak menyebutkan hadits ini di antaranya.

Adapun perawi dari Musa adalah Ibrahim bin Ishaq ash-Shini al-Kufi, yang oleh ad-Daraquthni disebut sebagai *perawi yang ditinggalkan haditsnya* (*matrūk al-hadīts*). 

Dan ada kemungkinan bahwa hadits ini adalah hasil buatannya sendiri. [SELESAI]

***

DALIL KE TIGA BELAS : HADITS BURAIDAH radhiyallahu ‘anhu :

Dalam *Sunan al-Daraqutni* :

أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ لِبُرَيْدَةَ: بِأَيِّ شَيْءٍ تَسْتَفْتِحُ الْقُرْآنَ إِذَا افْتَتَحْتَ الصَّلَاةَ؟ قَالَ: قُلْتُ: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ.

Nabi berkata kepada Buraidah: "Dengan apa kamu memulai membaca Al-Qur'an ketika kamu memulai shalat?" Buraidah menjawab: "Saya berkata: 'Bismillah ar-Rahman ar-Rahim.'"

[Lihat : Majmu’ Imam Nawawi 3/340, Tafsir al-Alusy 1/42, an-Nafhu asy-Syadzi karya Ibnu Sayyidin Naas 4/334].

****

DALIL KE EMPAT BELAS : AL-HAKAM BIN UMAIR

Al-Khathib dalam Dzikrul Jahr Bil Basmalah hal. 60 no. 68 meriwayatkan :

وَبِهِ نا الدَّارَقُطْنِيُّ، ثنا الْحَسَنُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ بِشْرٍ الْكُوفِيُّ.

ح وَنا ابْنُ شَاهِينَ، عَنْ زَيْدِ بْنِ مُحَمَّدٍ الْعَامِرِيِّ، قَالا: ثنا أَحْمَدُ بْنُ مُوسَى الْحَمَّارُ، ثنا إِبْرَاهِيمُ يَعْنِي ابْنَ إِسْحَاقَ الصِّينِيَّ، ثنا مُوسَى بْنُ أَبِي حَبِيبٍ الطَّائِفِيُّ، عَنِ الْحَكَمِ بْنِ عُمَيْرٍ، وَكَانَ بَدْرِيًّا، قَالَ ‌‌«صَلَّيْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَجَهَرَ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فِي صَلاةِ اللَّيْلِ وَالْغَدَاةِ وَالْجُمُعَةِ» .

قُلْتُ: وَهَذَا بَاطِلٌ وَمَا فِي الْبَدْرِيِّينَ أَحَدٌ اسْمُهُ الْحَكَمُ، وَمُوسَى مَجْهُولٌ، وَإِبْرَاهِيمُ مَتْرُوكٌ، وَمَا كَانَ لِيُدْرِكَ رَجُلا مِنْ كِبَارِ التَّابِعِينَ، فَلَعَلَّ الآفَةَ فِي الْجَمَّارِ الْحَمَّارُ

Dengan sanad ini, telah meriwayatkan ad-Daraquthni, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami al-Hasan bin Muhammad bin Bisyir al-Kufi. 

Dan telah meriwayatkan kepada kami Ibnu Syahîn, dari Zaid bin Muhammad al-Amiri, keduanya berkata: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Musa al-Hammar, telah menceritakan kepada kami Ibrahim, yaitu Ibnu Ishaq as-Shini, telah menceritakan kepada kami Musa bin Abi Habib ath-Thaifi, dari al-Hakam bin Umair, dan ia termasuk sahabat yang mengikuti Perang Badar, ia berkata: 

"Aku pernah shalat di belakang Nabi , lalu beliau mengeraskan bacaan 'Bismillah ar-Rahman ar-Rahim' dalam shalat malam, shalat subuh, dan shalat Jumat."

Aku (perawi) berkata: **Hadits ini batil.** Tidak ada seorang pun dari sahabat Perang Badar yang bernama al-Hakam. Musa adalah perawi yang majhul (tidak dikenal), Ibrahim adalah perawi matruk (ditinggalkan), dan ia tidak mungkin meriwayatkan dari seseorang yang termasuk tabi'in senior. Kemungkinan kelemahan hadits ini berasal dari al-Jammar al-Hammar.

***

DALIL KE LIMA BELAS : ATSAR ABDULLAH BIN ZUBAIR radhiyallahu ‘anhu

Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushonnaf 1/352 no. 4156 meriwayatkan : Telah menceritakan kepada kami Sahl bin Yusuf dan Mu'adz bin Mu'adz, dari Humaid, dari Bakr bin Abdullah :

أَنَّ ابْنَ الزُّبَيْرِ كَانَ يَجْهَرُ بِ {بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} [الفاتحة: 1] وَيَقُولُ: «‌مَا ‌يَمْنَعُهُمْ ‌مِنْهَا ‌إِلَا ‌الْكِبْرُ»

(Bahwa Ibnu Zubair memulai bacaan dengan *Bismillahir -Rahmanir -Rahim*, dan berkata: "Tidak ada yang menghalangi mereka kecuali kesombongan").

[Diriwayatkan pula oleh al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra 3/421 no. 2442, Ibnu al-Mundzir dalam al-Awsath 3/126, al-Mustaghfiri dalam Fadho’ilul Qur’an 1/453 no. 590, Al-Khatib al-Baghdadi dalam *Al-Jahr bil-Bismillah* hal. 25 no. 24

Ibnu al-Mundzir dalam al-Awsath 3/126 berkata:

وَرُوِّينَا عَنِ ابْنِ الزُّبَيْرِ أَنَّهُ ‌كَانَ: ‌يَجْهَرُ ‌بِبِسْمِ ‌اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ وَيَقُولُ: مَا يَمْنَعُهُمْ مِنْهَا إِلَّا الْكِبَرُ. وَرُوِّينَا عَنْ عَطَاءٍ، وَطَاوُسٍ وَمُجَاهِدٍ، وَسَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ أَنَّهُمْ كَانُوا يَجْهَرُونَ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Dan telah diriwayatkan dari Ibnu Zubair bahwa ia biasa mengeraskan (membaca) "Bismillahirrahmanirrahim" dan berkata: "Tidak ada yang menghalangi mereka darinya kecuali kesombongan".

Al-Khothib dalam Dzikrul Jahr Bil Basmalah hal. 25 no. 24 dan Al-Dzahabi dalam *Mukhtashar al-Jahr bil-Bismillah* hal. 25 no. 24 berkata:

وَهَذَا ثَابِتٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُبَيْرِ

"Ini valid (terbuktu sahih) dari Abdullah bin Zubair."

Hadits ini dinyatakan shahih oleh Zakaria bin Ghulam al-Bakistani dalam “Maa Shahha Min Atsari ash-Shohabah 1/211.

Sebelumnya, al-Hafidz Ibnu Hajar dalam *Tahdziib at-Tahzib* (8/39) menyebutkan:

وَكَانَ عَمْرُو أَوَّلَ مَنْ أَسَرَّ الْبَسْمَلَةَ فِي الصَّلاةِ مُخَالِفَةً لِابْنِ الزُبَيْرِ لِأَنَّهُ كَانَ يَجْهَرُ بِهَا. رَوَى ذَٰلِكَ الشَّافِعِيُّ وَغَيْرُهُ بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ

(Amr adalah orang pertama yang merendahkan suara bacaan basmalah dalam shalat, berbeda dengan Ibnu Zubair yang mengeraskan bacaan tersebut. Ini diriwayatkan oleh al-Syafi'i dan lainnya dengan sanad yang sahih).

Lihat pula : al-Bahrul Muhith ats-Tsajjaaj karya Muhammad al-Itsyubi 6/138.

Al-Khatib meriwayatkan dengan sanad yang sahih dari Ibnu al-Zubair mengenai jahar (mengucapkan dengan keras) basmalah.

Zakariya al-Anshary asy-Syafi’i berkata:

وَيَجْهَرُ بِهَا حَيْثُ يَجْهَرُ بِالْفَاتِحَةِ لِلِاتِّبَاعِ رَوَاهُ أَحَدٌ وَعِشْرُونَ صَحَابِيًّا بِطُرُقٍ ثَابِتَةٍ

"Dan ia mengeraskannya di tempat-tempat di mana ia mengeraskan bacaan al-Fatihah sebagai bentuk mengikuti sunnah. Ini diriwayatkan oleh dua puluh satu sahabat dengan berbagai jalur yang sahih." [Baca : al-Ghuror al-Bahiyyah 1/308. Dan lihat pula : Nihayatul Muhtaj karya ar-Ramly 1/478].

***

DALIL KE ENAM BELAS : ATSAR UMAR BIN AL-KHATHTHAB radhiyallahu ‘anhu

Ibnu al-Mundzir dalam al-Awsath 3/127 no. 1358 meriwayatkan :

حَدَّثنا مُوسَى بْنُ هَارُونَ، قَالَ: ثنا أَبُو بَكْرٍ، قَالَ: ثنا خَالِدُ بْنُ مَخْلَدٍ، عَنْ عُمَرَ بْنِ ذَرٍّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّ عُمَرَ: «‌كَانَ ‌يَجْهَرُ ‌بِبِسْمِ ‌اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ»

Diriwayatkan oleh Musa bin Harun, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Khalid bin Makhlad, dari Umar bin Dzar, dari ayahnya, dari Sa'id bin Abdurrahman bin Abza, dari ayahnya :

“Bahwa Umar **biasa mengeraskan (membaca) "Bismillahirrahmanirrahim"**.

Ath-Thahawi dalam Syarah Ma’aani al-Atsar 1/200 no. 1187

كَمَا حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرَةَ ، قَالَ: ثنا أَبُو أَحْمَدَ قَالَ: ثنا عُمَرُ بْنُ ذَرٍّ ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: "صَلَّيْتُ خَلْفَ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فَجَهَرَ بِ {بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} [الفاتحة: 1] وَكَانَ أَبِي ‌يَجْهَرُ ‌بِبِسْمِ ‌اللهِ ‌الرَّحْمَنِ ‌الرَّحِيمِ"

Sebagaimana Abu Bakrah telah menceritakan kepada kami, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Umar bin Dzar, dari ayahnya, dari Sa'id bin Abdurrahman bin Abza, dari ayahnya, ia berkata:

"Aku shalat di belakang Umar radhiyallahu 'anhu, lalu ia mengeraskan bacaan 'Bismillahir rahmanir rahim'. Ayahku juga biasa mengeraskan bacaan 'Bismillahirrahmanirrahim'."

Dan Ibnu al-Mundzir dalam al-Awsath 3/126 meriwayatkan :

وَقَدْ رُوِّينَا عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ أَنَّهُ ‌كَانَ ‌يَجْهَرُ ‌بِبِسْمِ ‌اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، وَرُوِّينَا عَنِ ابْنِ عُمَرَ، وَابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُمَا كَانَا يَسْتَفْتِحَانِ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ،

Dan telah diriwayatkan dari Umar bin Khattab bahwa ia biasa mengeraskan (membaca) "Bismillahirrahmanirrahim".

Juga telah diriwayatkan dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas bahwa keduanya memulai (bacaan) dengan "Bismillahirrahmanirrahim".

Zakaria bin Ghulam al-Bakistani dalam “Maa Shahha Min Atsaari ash-Shohabah 1/211 berkata:

"عَنْ سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّ عُمَرَ جَهَرَ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ.

صَحِيحٌ: أَخْرَجَهُ ابْنُ أَبِي شَيْبَةَ (١/٤١٢): حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ مُحَدَّجٍ، عَنْ عُمَرَ بْنِ ذَرٍّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْمُنْذِرِ بِهِ. وَمِنْ طَرِيقِ ابْنِ أَبِي شَيْبَةَ أَخْرَجَهُ ابْنُ الْمُنْذِرِ (٣/١٢٧)".

Dari Sa’id bin Abdurrahman bin Abza, dari ayahnya, bahwa Umar mengeraskan bacaan *Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm*.

(Hadits ini) sahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah (1/412): telah menceritakan kepada kami Khalid bin Mihdaj, dari ‘Umar bin Dzar, dari ayahnya, dari Sa’id bin Abdurrahman bin al-Mundzir dengan sanad tersebut.

Dan melalui jalur Ibnu Abi Syaibah, hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu al-Mundzir (3/127).

===***===

ATSAR PARA TABI’IN YANG MEMBACA BISMILLAH DENGAN JAHR (SUARA KERAS):

*****

Al-Hafidz Al-Dzahabi dalam *Siyar A'lam al-Nubala* menyebutkan :

أَنَّ التَّابِعِيَّ الجَلِيلَ فَقِيهَ الْمَدِينَةِ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيْبِ كَانَ يَجْهَرُ فِي الْبَسْمَلَةِ

“Bahwa tabi'in yang mulia, fuqaha’ Madinah, Sa'id bin al-Musayyib, juga mengeraskan bacaan basmalah”.

Ibnu Hibbaan dalam at-Tsiqoot 9/209 meriwayatkan :

روى عَنهُ الْمُعْتَمِر بْن سُلَيْمَان وَعبد الرَّزَّاق بن همام حَدَّثنا بن قُتَيْبَة ثَنَا بن أَبِي السَّرِيِّ ثَنَا مُعْتَمِرُ بْنُ سُلَيْمَان ثَنَا النُّعْمَان بن أبي شيبَة عَن بن طَاوس أَنه ‌كَانَ ‌يجْهر ‌بِبسْم ‌الله الرَّحْمَن الرَّحِيم قبل الْفَاتِحَة وَقبل السُّورَة

Diriwayatkan darinya (An-Nu’man bin Abi Syaibah) oleh Al-Mu'tamir bin Sulaiman dan Abdurrazzaq bin Hammam. Telah menceritakan kepada kami Ibnu Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi As-Sarri, telah menceritakan kepada kami Al-Mu'tamir bin Sulaiman, telah menceritakan kepada kami An-Nu'man bin Abi Syaibah, dari Ibnu Thawus :

“Bahwa ia biasa mengeraskan bacaan Bismillahirrahmanirrahim sebelum Al-Fatihah dan sebelum surah lainnya”.

Ath-Thabarani dalam Musnad asy-Syamiyin 3/284 meriwayatkan :

"وَعَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ أَنَّهُ ‌كَانَ ‌يَجْهَرُ ‌بِبِسْمِ ‌اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ "

“Dan dari Sa'id bin Jubair (wafat 95 H) : bahwa ia biasa mengeraskan bacaan Bismillahirrahmanirrahim”.

[Diriwayatkan pula oleh al-Mustaghfiri dalam “Fadhoilul Quran” 1/456 no. 597].

===

Dalam "Mukhtashar Khilafiyat al-Baihaqi" karya Ibnu al-Mulaqqin 2/53 di sebutkan beberapa atsar sbb:

1] Telah diriwayatkan dari ‘Atha’ al-Khurasani, dari Ya’la bin Syaddad bin Aus, dari ayahnya Syadad bin Aus -radhiyallahu ‘anhu- (wafat 64 H) :

" أَنه كَانَ يجْهر بِبسْم الله الرَّحْمَن الرَّحِيم "

“Bahwa ia mengeraskan bacaan *Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm*”. 

2] Dan telah diriwayatkan dari Ali bin Musa ar-Ridha, dari ayahnya, dari Ja’far bin Muhammad, bahwa ia berkata: 

" اجْتمع آل مُحَمَّد - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ -‌‌ على الْجَهْر بِبسْم الله الرَّحْمَن الرَّحِيم وعَلى أَن يقضوا مَا فاتهم من صَلَاة اللَّيْل وَالنَّهَار وعَلى أَن يَقُولُوا فِي أبي بكر وَعمر أحسن القَوْل "

“Keluarga Muhammad telah sepakat atas pengerasan bacaan *Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm*, dan atas kewajiban mengganti shalat malam dan siang yang terlewat, serta atas perkataan yang terbaik mereka tentang Abu Bakar dan Umar.”

3] Dan dari Ali bin Musa ar-Ridha, ia ditanya tentang pengerasan bacaan basmalah, maka ia berkata: 

أَحَق مَا جهر بِهِ الْآيَة الَّتِي ذكرهَا الله (تَعَالَى) : ﴿وَإِذَا ذَكَرْتَ رَبَّكَ فِي الْقُرْآنِ وَحْدَهُ وَلَّوْا عَلَىٰ أَدْبَارِهِمْ نُفُورًا﴾.

“Yang paling berhak untuk dikeraskan adalah ayat yang disebut oleh Allah Ta’ala: 

*“Dan apabila engkau menyebut Tuhanmu dalam Al-Qur’an dengan sendirian, mereka berpaling ke belakang karena benci.”* [QS. Al-Isra : 46]

4] Dan telah diriwayatkan dari Ibnu al-Mubarak, dari Sufyan ats-Tsauri (wafat 161 H), ia membaca: 

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فِي فَوَاتِحِ السُّوَرِ مِنَ السُّورَةِ.

*Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm* dalam pembuka surah termasuk bagian dari surah.

5] Dan telah diriwayatkan dari Ma’mar, ia berkata:

سَأَلت الزُّهْرِيّ عَن قِرَاءَة بِسم الله الرَّحْمَن الرَّحِيم فَقَالَ: اقْرَأ بهَا إِنَّهَا آيَة من كتاب الله تَركهَا النَّاس

Aku bertanya kepada az-Zuhri (wafat 123 H) tentang membaca *Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm*, maka ia berkata:  “Bacalah, karena ia adalah ayat dari Kitab Allah yang telah ditinggalkan oleh manusia.”

6] Dan telah diriwayatkan dari al-Mu’tamir bin Sulaiman, ia berkata:

سَمِعْتُ لَيْثًا يَذْكُرُ أَنَّ عَطَاءً وَطَاوُسًا وَمُجَاهِدًا كَانُوا يَجْهَرُونَ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ.

Aku mendengar Laits menyebut bahwa ‘Atha’, Thawus, dan Mujahid dahulu mengeraskan bacaan *Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm*.

7] Dan telah diriwayatkan dari ‘Amr bin Murrah, ia berkata: 

صَلَّيْتُ وَرَاءَ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ فَاسْتَفْتَحَ الْقِرَاءَةَ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، وَكُلَّمَا فَرَغَ مِنْ قَوْلِهِ وَلَا الضَّالِّينَ قَالَ: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ.

“Aku shalat di belakang Sa’id bin Jubair, maka ia membuka bacaan (dalam shalat) dengan *Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm*, dan setiap kali selesai dari ucapannya *“wa lā adh-dhāllīn”*, ia mengucapkan *Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm*.”

8] Dan telah diriwayatkan dari Ibnu Juraij, ia berkata, yang dimaksud adalah ‘Atha’ bin Abi Rabah (wafat 114 H):

"لَا أَدَعُ أَبَدًا بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فِي الْمَكْتُوبَةِ وَالتَّطَوُّعِ إِلَّا نَاسِيًا لِأُمِّ الْقُرْآنِ وَلِلسُّورَةِ الَّتِي قَرَأَ بَعْدَهَا".

“Aku tidak pernah meninggalkan *Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm* baik dalam shalat wajib maupun shalat sunnah, kecuali karena lupa, baik pada Ummul-Qur’an maupun pada surah yang dibaca setelahnya.”

===***===

DALIL-DALIL YANG BERPENDAPAT :
BACA BASMALAH DENGAN SIRR (SUARA LIRIH) DAN JAWABANNYA

****

DALIL PENDAPAT SIRR KE 1.

Mereka berkata:

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَبِي بْنِ كَعْبٍ : كَيْفَ تَقْرَأُ أُمَّ الْقُرْآنِ ؟ فَقَالَ : الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Rasulullah berkata kepada Ubay bin Ka'b: "Bagaimana kamu membaca Ummul Qur'an?" Maka ia menjawab: "Alhamdulillahi rabbil 'alamin." [Baca : Ahkamul Qur’an karya Abu al-Fadhel al-Qusyairy al-Maliki 1/70 dan Majmu’ an-Nawawi 3/340]

Jawabannya:

Ini tidak shahih, karena teks yang terdapat dalam kitab at-Tirmidzi adalah :

كَيْفَ تَقْرَأُ فِي الصَّلاَةِ فَقَرَأَ أُمَّ الْقُرْآنِ

"Bagaimana kamu membaca dalam shalat?" Maka ia membaca Ummul Qur'an.

Dan ini tidak ada dalilnya. [Baca : Majmu’ an-Nawawi 3/340]

Dalam Sunan ad-Darimi, ada riwayat yang bertentangan dengan apa yang mereka sebutkan, yaitu :

أَنْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِبُرَيْدَةَ: بِأَيِّ شَيْءٍ تَسْتَفْتِحُ الْقُرْآنَ إِذَا افْتَتَحْتَ الصَّلاَةَ؟ قَالَ: قُلتُ: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ.

bahwa Rasulullah berkata kepada Buraidah: "Dengan apa kamu memulai membaca Al-Qur'an ketika kamu memulai shalat?" Ia menjawab: "Aku membaca, Bismillahirrahmanirrahim." 

Dan dari Ali dan Jabir radhiyallahu 'anhuma, tentang Rasulullah yang maknanya adalah demikian, wallahu a’lam.

[Baca : Majmu’ an-Nawawi 3/340 dan Ruuh al-Amaani karya al-Alusi 1/41-42]

====

DALIL PENDAPAT SIRR KE 2.

Mereka yang berpendapat untuk men-sirr-kan (melirihkan) bacaan basmalah mengutip hadits Anas radhiyallahu 'anhu:

 (( أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا كَانُوا يَفْتَتِحُونَ الصَّلاَةَ بِالْحَمْدِ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ )) 

"Bahwa Nabi , Abu Bakar, dan Umar radhiyallahu 'anhuma memulai shalat dengan Alhamdulillahi rabbil 'alamin." [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam "Juz' Al-Qira'ah" (120), dan Muslim (399) (52).]

Dan dari Anas:

(( صَلَّيْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ فَكَانُوا يَفْتَتِحُونَ بِالْحَمْدِ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا يَذْكُرُونَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ فِي أَوَّلِ قِرَاءَةٍ وَلَا فِي آخِرِهَا ))

"Aku shalat di belakang Nabi , Abu Bakar, Umar, dan Utsman, dan mereka memulai dengan Alhamdulillahi rabbil 'alamin, tidak menyebutkan Bismillahirrahmanirrahim pada awal bacaan maupun di akhirnya." (Riwayat Muslim no. 399)

Dalam riwayat lain:

فَلَمْ أَسْمَعْ أَحَدًا مِّنْهُمْ يَجْهَرُ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ.

"Maka aku tidak mendengar seorang pun dari mereka yang mengeraskan bacaan Bismillahirrahmanirrahim."

[Diriwayatkan oleh An-Nasa’i (907), dan Ath-Thahawi dalam "Syarh Ma'ani Al-Atsar" (1198). Dinyatakan Shahih oleh al-‘Aini dalam Nukhob al-Fikri 3/59]

****

JAWABAN-NYA :

A]- Yang dimaksud dengan kata “al-Hamdulillah” dalam hadist pertama adalah mereka memulai Surah Al-Fatihah, bukan surah lainnya.

Penafsiran ini lebih tepat untuk menyatukan berbagai riwayat, dan karena ungkapan serupa juga datang dari Ibnu Umar dan Abu Hurairah radhiyallahu 'anhuma, yang keduanya dikenal mengeraskan bacaan basmalah.

Ini menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah nama surahnya, seperti ketika mereka mengatakan "Al-Fatihah," dan telah dipastikan bahwa awal dari Surah Al-Fatihah adalah basmalah, sehingga harus memulai dengan itu.

Adapun Riwayat yang terdapat kata tambahan dalam Muslim :

((لَا يَذْكُرُونَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ فِي أَوَّلِ قِرَاءَةٍ وَلَا فِي آخِرِهَا ))

"tidak menyebutkan Bismillahirrahmanirrahim pada awal bacaan maupun di akhirnya."

Maka Imam Nawawi berkata :

" فَقَالَ أَصْحَابُنَا هِيَ ‌رِوَايَةٌ ‌لِلَّفْظِ ‌الْأَوَّلِ ‌بِالْمَعْنَى ‌الَّذِي ‌فَهِمَهُ ‌الرَّاوِي عَبَّرَ عَنْهُ عَلَى قَدْرِ فَهْمِهِ فَأَخْطَأَ وَلَوْ بَلَّغَ الْحَدِيثَ بِلَفْظِهِ الْأَوَّلِ لَأَصَابَ فَإِنَّ اللَّفْظَ الْأَوَّلَ هُوَ الَّذِي اتَّفَقَ عَلَيْهِ الْحُفَّاظُ وَلَمْ يُخْرِجِ الْبُخَارِيُّ وَالتِّرْمِذِيُّ وَأَبُو دَاوُدَ غَيْرَهُ، وَالْمُرَادُ بِهِ اسْمُ السُّورَةِ كَمَا سَبَقَ".

Para ulama kami (Para Ulama Madzhab Syafi’i) berkata : ‘Ini adalah periwayatan lafaz pertama dengan makna yang dipahami oleh perawi, lalu ia mengungkapkannya sesuai kadar pemahamannya sehingga terjadi kesalahan. Seandainya ia menyampaikan Hadits (apa adanya) sesuai dengan lafaz pertamanya, maka ia akan benar, karena lafaz pertama itulah yang disepakati oleh para huffazh, dan itu tidak ada yang meriwayatkan-nya selain Al-Bukhari, At-Tirmidzi, dan Abu Dawud. Maksudnya adalah nama surat (al-Fatihah) sebagaimana telah disebutkan. [Majmu’ al-Imam an-Nawawi 3/352].

====

B]. Imam Nawawi berkata :

وَثَبَتَ فِي سُنَنِ الدَّارَقُطْنِيِّ عَنْ أَنَسٍ قَالَ: "كُنَّا نُصَلِّي خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ فَكَانُوا يَفْتَتِحُونَ بِأُمِّ الْقُرْآنِ فِيمَا يُجْهَرُ بِهِ"، قَالَ الدَّارَقُطْنِيُّ: هَذَا صَحِيحٌ وَهُوَ دَلِيلٌ صَرِيحٌ لِتَأْوِيلِنَا، فَقَدْ ثَبَتَ الْجَهْرُ بِالْبَسْمَلَةِ عَنْ أَنَسٍ وَغَيْرِهِ كَمَا سَبَقَ، فَلَابُدَّ مِنْ تَأْوِيلِ مَا ظَهَرَ خِلَافَ ذَلِكَ.

Telah ada ketetapan dalam Sunan Ad-Daraquthni dari Anas yang berkata : "Kami pernah shalat di belakang Nabi , Abu Bakar, Umar, dan Utsman radhiyallahu 'anhum, mereka membuka bacaan dengan Ummul Qur'an dalam shalat jahr."

Ad-Daraquthni berkata : "Ini sahih dan merupakan dalil yang jelas bagi penafsiran kami, karena telah ada ketetapan bahwa Anas dan yang lainnya membaca basmalah dengan jahr sebagaimana telah disebutkan. Maka, harus ada penafsiran terhadap riwayat yang tampaknya bertentangan dengan hal itu." [Majmu’ al-Imam an-Nawawi 3/352]

Namun ada riwayat lain yang menunjukkan Anas radhiyallahu ‘anhu tidak ingat sama sekali tentang masalah ini.

Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Haitsami dalam Ghoyatul Maqshod 1/248 no. 764 berkata :

Ghassan bin Mudhar meriwayatkan kepada kami, Sa’id—yakni Ibnu Yazid Abu Maslamah—meriwayatkan kepada kami, ia berkata:

سَأَلْتُ أَنَسًا: أَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ: {بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} [الفاتحة: 1] أَوْ {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ} [الفاتحة: 2] ؟ فَقَالَ: " إِنَّكَ لَتَسْأَلُنِي عَنْ شَيْءٍ مَا أَحْفَظُهُ - أَوْ مَا سَأَلَنِي أَحَدٌ قَبْلَكَ

Aku bertanya kepada Anas, “Apakah Nabi membaca: *Bismillāh ar-Ramān ar-Raḥīm* atau *Al-amdu lillāhi rabbil ‘ālamīn*?” Maka ia menjawab, “Sungguh engkau menanyakan kepadaku sesuatu yang tidak aku hafal—atau belum pernah ada seorang pun yang menanyakannya kepadaku sebelum engkau.”

Diriwayatkan juga oleh Ad-Daraquthni 1/316, dan dari jalurnya oleh Al-Hazimi dalam *Al-I’tibar*, hlm. 81–82, dari jalur Ghassan bin Mudhar dengan sanad ini.

Ibnu ‘Ammar (wafat 844 H) berkata dalam Mifathus Sa’iidah hal. 145 :

كَذَا رَوَاهُ أَحْمَدُ فِي «مُسْنَدِهِ»، وَابْنُ خُزَيْمَةَ فِي «صَحِيحِهِ»، وَالدَّارَقُطْنِيُّ قَائِلًا: هَذَا إِسْنَادٌ صَحِيحٌ. قَالَ الْبَيْهَقِيُّ فِي «الْمَعْرِفَةِ»: وَفِي هَذَا دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ مَقْصُودَ أَنَسٍ مَا ذَكَرَهُ الشَّافِعِيُّ.

Demikian pula diriwayatkan oleh Ahmad dalam *Musnad*-nya, Ibnu Khuzaimah dalam *Shahih*-nya, dan Ad-Daraquthni dengan mengatakan: “Ini adalah sanad yang shahih.”

Al-Baihaqi berkata dalam *Ma’rifah*: “Dan dalam riwayat ini terdapat dalil bahwa maksud Anas adalah sebagaimana yang disebutkan oleh Asy-Syafi’i.” [SELESAI]

Sanadnya shahih. Ghassan bin Mudhar termasuk perawi An-Nasa’i, dan ia tsiqah. Sa’id bin Yazid termasuk perawi Asy-Syaikhani.

====

C] Imam Nawawi berkata dalam al-Majmu’ 3/352 dan halaman sesudahnya :

قَالَ الشَّيْخُ أَبُو مُحَمَّدٍ الْمَقْدِسِيُّ: ثُمَّ لِلنَّاسِ فِي تَأْوِيلِهِ وَالْكَلَامِ عَلَيْهِ خَمْسُ طُرُقٍ:

Syekh Abu Muhammad Al-Maqdisi berkata : "Dalam menafsirkan Hadits ini, terdapat lima pendekatan:

----

PENDEKATAN KE 1 :

(إِحْدَاهَا) وَهِيَ الَّتِي اخْتَارَهَا ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ: أَنَّهُ لَا يَجُوزُ الِاحْتِجَاجُ بِهِ لِتَلَوُّنِهِ وَاضْطِرَابِهِ وَاخْتِلَافِ أَلْفَاظِهِ مَعَ تَغَايُرِ مَعَانِيهَا، فَلَا حُجَّةَ فِي شَيْءٍ مِنْهَا عِنْدِي، لِأَنَّهُ قَالَ مَرَّةً: كَانُوا يَفْتَتِحُونَ (بِالْحَمْدِ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ)، وَمَرَّةً: كَانُوا لَا يَجْهَرُونَ (بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ)، وَمَرَّةً: كَانُوا لَا يَقْرَؤُونَهَا، وَمَرَّةً: لَمْ أَسْمَعْهُمْ يَقْرَؤُونَهَا، وَمَرَّةً: قَالَ وَقَدْ سُئِلَ عَنْ ذَلِكَ: كَبِرْتُ وَنَسِيتُ. فَحَاصِلُ هَذِهِ الطَّرِيقَةِ إِنَّمَا نَحْكُمُ بِتَعَارُضِ الرِّوَايَاتِ، وَلَا نَجْعَلُ بَعْضَهَا أَوْلَى مِنْ بَعْضٍ، فَيَسْقُطُ الْجَمِيعُ. 

وَنَظِيرُ مَا فَعَلُوا فِي رَدِّ حَدِيثِ أَنَسٍ هَذَا مَا نَقَلَهُ الْخَطَّابِيُّ فِي مَعَالِمِ السُّنَنِ عَنْ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ: أَنَّهُ رَدَّ حَدِيثَ رَافِعِ بْنِ خَدِيجٍ فِي الْمُزَارَعَةِ لِاضْطِرَابِهِ وَتَلَوُّنِهِ، وَقَالَ: هُوَ حَدِيثٌ كَثِيرُ الْأَلْوَانِ.

(Salah satunya) yang dipilih oleh Ibnu Abdil Barr, adalah :

Bahwa Hadits ini tidak bisa dijadikan hujah karena beragamnya riwayat (mudh-thorib), adanya perbedaan lafaz yang disertai perbedaan makna, sehingga tidak ada hujah dalam salah satu di antaranya menurutku”. 

Sebabnya, perawi kadang mengatakan : "Mereka membuka dengan membaca *Alhamdulillahi Rabbil 'Alamin*".

Kadang mengatakan : "Mereka tidak menjaharkan Bismillahirrahmanirrahim".

Kadang mengatakan : "Mereka tidak membacanya".

Kadang mengatakan : "Aku tidak mendengar mereka membacanya".

Dan kadang mengatakan ketika ditanya tentang hal itu : "Aku sudah tua dan lupa." 

Kesimpulan dari pendekatan ini adalah : bahwa riwayat-riwayat tersebut saling bertentangan, sehingga tidak bisa menjadikan sebagian lebih kuat dari yang lain, dan akibatnya semua riwayat tersebut menjadi gugur. 

Hal yang serupa dengan cara mereka dalam menolak Hadits Anas ini adalah : apa yang diriwayatkan oleh Al-Khaththabi dalam Ma'alim As-Sunan dari Ahmad bin Hanbal, bahwa ia menolak Hadits Rafi' bin Khadij tentang muzara'ah (hadits tentang kerjasama pertanian) ; karena adanya kontradiksi dalam periwayatannya, lalu ia berkata :

"Hadits ini memiliki banyak versi yang berbeda-beda."

[Baca : al-Majmu’ Syarah al-Muhadzab 3/352].

----

PENDEKATAN KEDUA :

(الطَّرِيقَةُ الثَّانِيَةُ) أَنْ نُرَجِّحَ بَعْضَ أَلْفَاظِ هَذِهِ الرِّوَايَاتِ الْمُخْتَلِفَةِ عَلَى بَاقِيهَا وَنَرُدَّ مَا خَالَفَهَا إلَيْهَا فَلَا نَجِدُ الرُّجْحَانَ إلَّا لِلرِّوَايَةِ الَّتِي عَلَى لَفْظِ حَدِيثِ عَائِشَةَ " أَنَّهُمْ كانوا يفتتحون بالحمد لله " أَيْ بِالسُّورَةِ وَهَذِهِ طَرِيقَةُ الْإِمَامِ الشَّافِعِيِّ وَمَنْ تَبِعَهُ لِأَنَّ أَكْثَرَ الرُّوَاةِ عَلَى هَذَا اللَّفْظِ وَلِقَوْلِهِ فِي رِوَايَةِ الدَّارَقُطْنِيّ " بأم القرآن " فكأن أنسا أخرج هذ الْكَلَامَ مُسْتَدِلًّا بِهِ عَلَى مَنْ يُجَوِّزُ قِرَاءَةَ غير الفاتحة أو يبدأ بغيرها ثم اقترقت الرُّوَاةُ عَنْهُ (فَمِنْهُمْ) مَنْ أَدَّاهُ بِلَفْظِهِ فَأَصَابَ (وَمِنْهُمْ) مَنْ فَهِمَ مِنْهُ حَذْفَ الْبَسْمَلَةِ فَعَبَّرَ عنه بقوله " كانوا لا يقرؤن " أو فلم أسمعهم يقرؤن الْبَسْمَلَةَ (وَمِنْهُمْ) مَنْ فَهِمَ الْإِسْرَارَ فَعَبَّرَ عَنْهُ (فَإِنْ قِيلَ) إذَا اخْتَلَفَتْ أَلْفَاظُ رِوَايَاتِ حَدِيثٍ قَضَى الْمُبَيَّنُ مِنْهَا عَلَى الْمُجْمَلِ فَإِنْ سُلِّمَ أَنَّ رِوَايَةَ يَفْتَتِحُونَ مُحْتَمَلَةٌ فَرِوَايَةُ لَا يَجْهَرُونَ تُعَيِّنُ الْمُرَادَ (قُلْنَا) وَرِوَايَةُ " بِأُمِّ الْقُرْآنِ " تُعَيِّنُ الْمَعْنَى الْآخَرَ فَاسْتَوَيَا وَسَلِمَ لَنَا مَا سَبَقَ مِنْ الْأَحَادِيثِ الْمُصَرِّحَةِ بِالْجَهْرِ عَنْ أَنَسٍ وَغَيْرِهِ وَتِلْكَ لَا تَحْتَمِلُ تَأْوِيلًا وَهَذِهِ أَمْكَنَ تَأْوِيلُهَا بِمَا ذَكَرْنَاهُ فَأُوِّلَتْ وَجُمِعَ بَيْنَ الرِّوَايَاتِ وَأَلْفَاظِهَا

(Pendekatan kedua) adalah : dengan menguatkan sebagian lafaz dari riwayat-riwayat yang berbeda ini dibandingkan dengan yang lainnya, serta mengembalikan riwayat yang menyelisihi kepada yang lebih kuat. Maka, kita tidak menemukan yang lebih kuat kecuali riwayat yang sesuai dengan lafaz Hadits Aisyah, yaitu bahwa mereka memulai dengan "Alhamdulillah," yakni dengan surat Al-Fatihah. 

Inilah pendekatan Imam Asy-Syafi'i dan para pengikutnya, karena mayoritas perawi meriwayatkan dengan lafaz ini, serta berdasarkan perkataannya dalam riwayat Ad-Daraquthni: "Dengan Ummul Qur'an." 

Seakan-akan Anas menyampaikan perkataan ini sebagai dalil terhadap orang yang membolehkan membaca selain Al-Fatihah atau memulai bacaan dengan selainnya. Kemudian para perawi berbeda dalam meriwayatkannya: 

Sebagian mereka menyampaikannya sesuai lafaz aslinya, sehingga benar.

Sebagian lainnya memahami bahwa yang dimaksud adalah penghapusan basmalah, sehingga ia mengungkapkannya dengan perkataan, "Mereka tidak membacanya," atau "Aku tidak mendengar mereka membaca basmalah."

Sebagian lainnya memahami bahwa maksudnya adalah membaca dengan sirr (tidak jahr), sehingga ia mengungkapkannya demikian. 

Jika dikatakan bahwa ketika lafaz-lafaz riwayat suatu Hadits berbeda, maka yang bersifat tafsir lebih diutamakan dibandingkan yang mujmal (umum), dan jika diterima bahwa riwayat "mereka memulai" masih memungkinkan beberapa makna, maka riwayat "mereka tidak menjaharkan" menentukan maksudnya. 

Kami menjawab bahwa riwayat "dengan Ummul Qur'an" juga menentukan makna yang lain, sehingga keduanya menjadi setara. Maka, tetaplah bagi kami Hadits-Hadits sebelumnya yang secara tegas menetapkan jahr dari Anas dan selainnya, yang tidak dapat dita'wil, sedangkan riwayat ini masih memungkinkan dita'wil sebagaimana telah kami jelaskan. Oleh karena itu, riwayat ini dita'wil dan dikompromikan dengan riwayat serta lafaz lainnya.

----

PENDEKATAN KE 3 :

(الطَّرِيقَةُ الثَّالِثَةُ) أَنْ يُقَالَ لَيْسَ فِي هَذِهِ الرِّوَايَاتِ مَا يُنَافِي أَحَادِيثَ الْجَهْرِ الصَّحِيحَةَ السَّابِقَةَ أَمَّا الرِّوَايَةُ الْمُتَّفَقُ عَلَيْهَا فَظَاهِرَةٌ وَأَمَّا قَوْلُهُ لَا يَجْهَرُونَ فَالْمُرَادُ بِهِ نَفْيُ الْجَهْرِ الشَّدِيدِ الَّذِي نَهَى اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ بِقَوْلِهِ تَعَالَى (وَلا تَجْهَرْ بِصَلاتِكَ وَلا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بين ذلك سبيلا) فَنَفَى أَنَسٌ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ الْجَهْرَ الشَّدِيدَ دُونَ أَصْلِ الْجَهْرِ بِدَلِيلِ أَنَّهُ هُوَ رَوَى الْجَهْرَ فِي حَدِيثٍ آخَرَ وَأَمَّا رِوَايَةُ مَنْ رَوَى يُسِرُّونَ فَلَمْ يُرِدْ حَقِيقَةَ الْإِسْرَارِ وَهَذِهِ طَرِيقَةُ الْإِمَامِ أَبِي بَكْرِ بْنِ خُزَيْمَةَ وَإِنَّمَا أَرَادَ بِقَوْلِهِ يُسِرُّونَ التَّوَسُّطَ الْمَأْمُورَ بِهِ الَّذِي هُوَ بِالنِّسْبَةِ إلَى الْجَهْر الْمَنْهِيِّ عَنْهُ كَالْإِسْرَارِ وَاخْتَارَ هَذَا اللَّفْظَ مُبَالَغَةً فِي نَفْيِ الْجَهْرِ الشَّدِيدِ الْمَنْهِيِّ عَنْهُ وَهَذَا مَعْنَى مَا رُوِيَ عن ابن عباس انه قال الجهر (بسم اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ) قِرَاءَةُ الْأَعْرَابِ أَرَادَ الْجَهْرُ الشَّدِيدُ قِرَاءَةُ الْأَعْرَابِ لِجَفَائِهِمْ وَشِدَّتِهِمْ لِأَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ مِمَّنْ رَأَى الْجَهْرَ بالبسملة كما سبق.

(Pendekatan ketiga) adalah : dengan mengatakan bahwa tidak ada dalam riwayat-riwayat ini sesuatu yang bertentangan dengan Hadits-Hadits shahih sebelumnya tentang jahr. 

Adapun riwayat yang telah disepakati, maka maknanya sudah jelas. Sedangkan lafadz hadits "mereka tidak menjaharkan," maksudnya adalah meniadakan jahr yang sangat keras, yang dilarang oleh Allah Ta'ala dalam firman-Nya: 

"Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam sholatmu dan jangan pula merendahkannya, dan carilah jalan tengah di antara keduanya." 

Maka, Anas radhiyallahu 'anhu meniadakan jahr yang sangat keras, bukan meniadakan jahr secara mutlak. Dalilnya adalah bahwa ia sendiri meriwayatkan tentang jahr dalam Hadits yang lain. 

Adapun riwayat yang menyebutkan "mereka membaca dengan sirr," maka yang dimaksud bukanlah israr (membaca dalam hati) secara hakiki. Pendekatan ini dipegang oleh Imam Abu Bakar bin Khuzaymah.

Yang dimaksud dengan perkataan "mereka membaca dengan sirr" adalah membaca dengan suara pertengahan yang diperintahkan, yang dalam perbandingan dengan jahr yang dilarang seolah-olah seperti sirr. 

Penggunaan lafaz ini dipilih sebagai bentuk penegasan dalam meniadakan jahr yang terlalu keras, yang dilarang. 

Makna inilah yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ia berkata: "Jahr dengan 'Bismillahirrahmanirrahim' adalah bacaan orang-orang Arab badui."

Maksudnya adalah jahr yang terlalu keras seperti bacaan orang-orang Arab badui yang kasar dan keras. Karena Ibnu Abbas termasuk orang yang berpendapat bahwa basmalah dibaca jahr, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya.

------

PENDEKATAN KE 4 :

(الطريقة الرابعة) رجحها امام ابْنُ خُزَيْمَةَ وَهِيَ رَدُّ جَمِيعِ الرِّوَايَاتِ إلَى مَعْنَى أَنَّهُمْ كَانُوا يُسِرُّونَ بِالْبَسْمَلَةِ دُونَ تَرْكِهَا وَقَدْ ثَبَتَ الْجَهْرُ بِهَا بِالْأَحَادِيثِ السَّابِقَةِ عَنْ أَنَسٍ وَكَأَنَّ أَنَسًا بَالَغَ فِي الرَّدِّ عَلَى من انكر الاسرار بِهَا فَقَالَ " أَنَا صَلَّيْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَخُلَفَائِهِ فَرَأَيْتُهُمْ يُسِرُّونَ بِهَا " أَيْ وَقَعَ ذَلِكَ مِنْهُمْ مَرَّةً أَوْ مَرَّاتٍ لِبَيَانِ الْجَوَازِ وَلَمْ يُرِدْ الدَّوَامَ بِدَلِيلِ مَا ثَبَتَ عَنْهُ مِنْ الْجَهْرِ رِوَايَةً وَفِعْلًا كَمَا سَبَقَ فَتَكُون أَحَادِيثُ أَنَسٍ قَدْ دَلَّتْ عَلَى جَوَازِ الْأَمْرَيْنِ وَوُقُوعِهِمَا مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ تعالي عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُمَا الْجَهْرُ وَالْإِسْرَارُ وَلِهَذَا اخْتَلَفَتْ أَفْعَالُ الصَّدْرِ الْأَوَّلِ فِي ذَلِكَ وَهُوَ كَالِاخْتِلَافِ فِي الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ قَالَ أَبُو حَاتِمِ بْنُ حِبَّانَ هَذَا عِنْدِي مِنْ الِاخْتِلَافِ الْمُبَاحِ وَالْجَهْرُ أَحَبُّ إلَيَّ فَعَلَى هَذَا قَوْلُ مَنْ رَوَى " لَمْ يَقْرَأْ " أَيْ لَمْ يَجْهَرْ وَلَمْ أَسْمَعْهُمْ يقرؤن أَيْ يَجْهَرُونَ

(Pendekatan keempat) -yang diunggulkan oleh Imam Ibnu Khuzaymah – adalah: mengembalikan semua riwayat kepada makna bahwa mereka membaca basmalah dengan sirr (pelan), bukan meninggalkannya. 

Telah ada ketetapan dalil tentang jahr dalam Hadits-Hadits sebelumnya dari Anas. Seolah-olah Anas memberikan penekanan dalam menolak orang yang mengingkari sirr dalam basmalah, sehingga ia berkata: 

"Aku shalat di belakang Nabi dan para khalifahnya, lalu aku melihat mereka membaca dengan sirr."

Maksudnya, hal itu terjadi sesekali atau beberapa kali sebagai bentuk penjelasan kebolehan, bukan sebagai sesuatu yang dilakukan terus-menerus. Dalilnya adalah bahwa dari Anas sendiri telah ada ketetapan riwayat tentang jahr, baik berupa perkataan maupun perbuatan, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. 

Dengan demikian, Hadits-Hadits Anas menunjukkan kebolehan kedua cara (jahr dan sirr) dan bahwa keduanya pernah dilakukan oleh Nabi . Oleh sebab itu, perbuatan generasi awal umat Islam pun berbeda dalam hal ini, sebagaimana terjadi perbedaan dalam azan dan iqamah. 

Abu Hatim bin Hibban berkata: 

"Menurutku, ini termasuk perbedaan yang dibolehkan, namun jahr lebih aku sukai." 

Dengan pendekatan ini, maka perkataan orang yang meriwayatkan "tidak membaca" maksudnya adalah "tidak menjaharkan". Dan lafadz hadits "aku tidak mendengar mereka membaca"  maksudnya adalah "aku tidak mendengar mereka menjaharkan".

-----

PENDEKATAN KE 5 :

(الطَّرِيقَةُ الْخَامِسَةُ) : أَنْ يُقَالَ نَطَقَ أَنَسٌ بِكُلِّ هَذِهِ الْأَلْفَاظِ الْمَرْوِيَّةِ فِي مَجَالِسَ مُتَعَدِّدَةٍ بِحَسْبِ الْحَاجَةِ إلَيْهَا فِي الِاسْتِدْلَالِ وَالْبَيَانِ. 

(فَإِنْ قِيلَ) هَلَّا حَمَلْتُمْ حَدِيثَ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى أَنَّ آخِرَ الْأَمْرَيْنِ مِنْ النَّبِيِّ ﷺ تَرْكُ الْجَهْرِ، بِدَلِيلِ أَنَّهُ حَكَى ذَلِكَ عَنْ الْخُلَفَاءِ بَعْدَهُ؟ 

(قُلْنَا) مَنَعَ ذَلِكَ أَنَّ الْجَهْرَ مَرْوِيٌّ عَنْ أَنَسٍ مِنْ فِعْلِهِ، كَمَا سَبَقَ مِنْ حَدِيثِ الْمُعْتَمِرِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَنَسٍ، فَلَا يَخْتَارُ أَنَسٌ لِنَفْسِهِ إلَّا مَا كَانَ آخِرَ الْأَمْرَيْنِ. 

قَالَ أَبُو مُحَمَّدٍ: وَإِنْ رُمْنَا تَرْجِيحَ الْجَهْرِ فِيمَا نَقَلَ أَنَسٌ، قُلْنَا: هَذِهِ الرِّوَايَةُ الَّتِي انْفَرَدَ بِهَا مُسْلِمٌ، الْمُصَرِّحَةُ بِحَذْفِ الْبَسْمَلَةِ أَوْ بِعَدَمِ الْجَهْرِ بِهَا، قَدْ عُلِّلَتْ وَعُورِضَتْ بِأَحَادِيثِ الْجَهْرِ الثَّابِتَةِ عَنْ أَنَسٍ، وَالتَّعْلِيلُ يُخْرِجُهَا مِنْ الصِّحَّةِ إِلَى الضَّعْفِ، لِأَنَّ مِنْ شَرْطِ الصَّحِيحِ أَنْ لَا يَكُونَ شَاذًّا وَلَا مُعَلَّلًا، وَإِنْ اتَّصَلَ سَنَدُهُ بِنَقْلِ عَدْلٍ ضَابِطٍ عَنْ مِثْلِهِ. 

فَالتَّعْلِيلُ بِضَعْفِهِ لِكَوْنِهِ اطَّلَعَ فِيهِ عَلَى عِلَّةٍ خَفِيَّةٍ قَادِحَةٍ فِي صِحَّتِهِ، كَاشِفَةٍ عَنْ وَهْمٍ لِبَعْضِ رُوَاتِهِ، وَلَا يَنْفَعُ حِينَئِذٍ إخْرَاجُهُ فِي الصَّحِيحِ، لِأَنَّهُ فِي نَفْسِ الْأَمْرِ ضَعِيفٌ وَقَدْ خَفِيَ ضَعْفُهُ. 

وَقَدْ تَخْفَى الْعِلَّةُ عَلَى أَكْثَرِ الْحُفَّاظِ وَيَعْرِفُهَا الْفَرْدُ مِنْهُمْ، فَكَيْفَ وَالْأَمْرُ هُنَا بِالْعَكْسِ! وَلِهَذَا امْتَنَعَ الْبُخَارِيُّ وَغَيْرُهُ مِنْ إخْرَاجِهِ، وَقَدْ عُلِّلَ حَدِيثُ أَنَسٍ هَذَا بِثَمَانِيَةِ أَوْجُهٍ، ذَكَرَهَا أَبُو مُحَمَّدٍ مُفَصَّلَةً. 

وَقَالَ: الثَّامِنُ فِيهَا أَنَّ أَبَا سَلَمَةَ سَعِيدَ بْنَ زَيْدٍ قَالَ: سَأَلْتُ أَنَسًا: "أَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَسْتَفْتِحُ بِـ(الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ) أَوْ بِـ(بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ)؟ 

فَقَالَ: إِنَّكَ لَتَسْأَلُنِي عَنْ شَيْءٍ مَا أَحْفَظُهُ، وَمَا سَأَلَنِي عَنْهُ أَحَدٌ قَبْلَكَ." 

رَوَاهُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ فِي مُسْنَدِهِ، وَابْنُ خُزَيْمَةَ فِي كِتَابِهِ، وَالدَّارَقُطْنِيُّ فِي سُنَنِهِ، وَقَالَ: إِسْنَادُهُ صَحِيحٌ. 

وَهَذَا دَلِيلٌ عَلَى تَوَقُّفِ أَنَسٍ وَعَدَمِ جَزْمِهِ بِوَاحِدٍ مِنْ الْأَمْرَيْنِ، وَرُوِيَ عَنْهُ الْجَزْمُ بِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا، فَاضْطَرَبَتْ أَحَادِيثُهُ، وَكُلُّهَا صَحِيحَةٌ، فَتَعَارَضَتْ فَسَقَطَتْ، وَإِنْ تَرَجَّحَ بَعْضُهَا، فَالتَّرْجِيحُ لِلْجَهْرِ لِكَثْرَةِ أَحَادِيثِهِ، وَلِأَنَّهُ إِثْبَاتٌ فَهُوَ مُقَدَّمٌ عَلَى النَّفْيِ، وَلَعَلَّ النِّسْيَانَ عَرَضَ لَهُ بَعْدَ ذَلِكَ. 

قَالَ ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ: مَنْ حُفِظَ عَنْهُ حُجَّةٌ عَلَى مَنْ سَأَلَهُ فِي حَالِ نِسْيَانِهِ، وَاللَّهُ أَعْلَمُ.

(Pendekatan Ke Lima) : Dikatakan bahwa Anas mengucapkan semua kata-kata ini yang diriwayatkan dalam beberapa majelis, sesuai dengan kebutuhan untuk membuktikan dan menjelaskan.

(Seandainya dikatakan) Mengapa tidak diterima Hadits Anas radhiyallahu 'anhu yang mengatakan bahwa hal terakhir yang dilakukan Nabi adalah meninggalkan jahr (baca bismillah dengan suara keras), dengan dalil bahwa hal itu diterangkan oleh para khalifah setelahnya?

(Kami menjawab) : Hal itu tidak diterima karena baca bismillah dengan Jahr diriwayatkan dari Anas melalui perbuatannya, seperti yang sudah diriwayatkan oleh al-Mu'tamir dari ayahnya dari Anas. Maka, Anas tidak akan memilih bagi dirinya kecuali apa yang terjadi pada akhir dari dua perkara tersebut.

Abu Muhammad berkata: Dan jika kita berkeinginan mentarjih hadits baca bismillah dengan suara jahr dalam hadits-hadits riwayat Anas, maka kita katakan: (Bahwa riwayat tanpa basmalah) ini adalah riwayat yang hanya diriwayatkan oleh Muslim, yang menyatakan bahwa basmalah dihapus atau tidak dilafalkan dengan suara jahr, maka itu telah dianggap cacat dan telah dibantah dengan Hadits-Hadits jahr (suara keras) yang shahih dari Anas.

Penjelasan tersebut menjadikannya lemah, karena dalam syarat Hadits yang shahih, tidak boleh terdapat keanehan dan penjelasan yang menyebabkan keraguan.

Penjelasan tersebut meruntuhkan keshahihannya karena mengungkapkan kelemahan tersembunyi yang merusak kebenarannya, yang menunjukkan adanya kekeliruan pada beberapa perawi. Dan dalam hal ini, walaupun keluar dalam kitab yang shahih, tetap dianggap lemah karena sebenarnya sudah tersembunyi kelemahannya.

Hal ini bisa tersembunyi bagi banyak ahli hadits, tetapi dapat diketahui oleh sebagian kecil di antara mereka, bagaimana dengan masalah yang berlawanan di sini! Itulah sebabnya al-Bukhari dan yang lainnya tidak menyertakan riwayat ini, dan Hadits Anas ini sudah dijelaskan dengan delapan alasan yang disampaikan oleh Abu Muhammad secara terperinci.

Dan beliau berkata: "Yang kedelapan adalah bahwa Abu Salamah, Sa'id bin Zaid, berkata: 'Saya bertanya kepada Anas: 'Apakah Rasulullah memulai dengan (Alhamdulillah Rabbil 'Alamin) atau (Bismillahir Rahmanir Rahim)?'

Anas menjawab: 'Engkau bertanya kepadaku tentang sesuatu yang tidak saya ingat, dan tidak ada orang yang bertanya tentang ini sebelumnya.'

Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya, Ibnu Khuzaymah dalam kitabnya, dan al-Daraqutni dalam Sunan-nya, dan beliau mengatakan bahwa sanadnya shahih.

Ini adalah bukti bahwa Anas radhiyallahu 'anhu ragu dan tidak memastikan salah satu dari dua hal tersebut, dan ada yang meriwayatkan bahwa ia pasti dengan keduanya. Maka terjadi perbedaan dalam Hadits-Haditsnya, namun semuanya shahih, sehingga saling bertentangan dan tidak ada yang lebih unggul, meskipun sebagian dari mereka lebih kuat. Penilaian suara keras lebih unggul karena banyaknya Hadits yang mendukungnya, dan karena itu lebih dapat diterima ketimbang penyangkalan, dan mungkin kelupaan terjadi pada dirinya setelah itu."

Ibn Abd al-Barr berkata: "Barang siapa yang diingatkan oleh hujah (argumen) darinya, maka itu adalah hujah terhadap orang yang bertanya tentang kelupaannya, dan Allah lebih mengetahui." [Baca : al-Majmu’ Syarah al-Mauhdzdzab karya Imam Nawawi 3/352- 355].

====

D]. Kami mentarjih atau lebih mengutamakan beberapa lafaz dari riwayat-riwayat ini dibandingkan dengan yang lain dan menolak yang bertentangan dengan yang lebih kuat. Tidak ada keutamaan kecuali pada riwayat yang menyebutkan bahwa mereka memulai dengan "Alhamdulillahi rabbil 'alamin," yaitu dengan surah tersebut. 

Ini adalah pendapat Imam Syafi'i dan mereka yang mengikutinya, karena kebanyakan perawi menggunakan lafaz ini, dan dalam riwayat ad-Darimi disebutkan "Ummul Qur'an." Sehingga Anas mengeluarkan perkataan ini untuk mendukung mereka yang membolehkan membaca selain Al-Fatihah atau memulai dengan selainnya.

Kemudian para perawi berbeda pendapat. Beberapa dari mereka menyampaikannya dengan lafaz yang tepat, sementara sebagian lainnya memahami bahwa basmalah dihilangkan dan menyampaikannya dengan ungkapan "mereka tidak membacanya" atau "aku tidak mendengar mereka membacanya."

Sebagian lagi memahami bahwa ini adalah bacaan yang di-sirr-kan dan menyampaikannya demikian.

Jika dikatakan bahwa jika terdapat perbedaan lafaz dalam suatu hadits, maka lafaz yang lebih jelas harus mengesampingkan yang kurang jelas. Maka kami jawab : bahwa riwayat "dengan Ummul Qur'an" memperjelas makna yang lainnya. Dengan demikian, riwayat-riwayat ini dapat disatukan dan dipahami dengan baik.

====

E]. Dikatakan bahwa tidak ada dalam riwayat-riwayat ini yang bertentangan dengan Hadits-Hadits shahih sebelumnya tentang jahr (mengeraskan suara) dalam membaca basmalah.

Adapun riwayat yang disepakati, maka sudah jelas.

Sedangkan ungkapan yang menyatakan "mereka tidak mengeraskan suara" maksudnya adalah menafikan jahr yang terlalu keras dan berlebihan, sebagaimana larangan Allah Ta’ala dalam firman-Nya: 

﴿ وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا﴾

*"Dan janganlah engkau mengeraskan suaramu dalam shalat, dan jangan pula merendahkannya, tetapi carilah jalan tengah di antara keduanya."* (QS. Al-Isra: 110) 

Maka, Anas radhiyallahu ‘anhu menafikan jahr yang sangat keras, bukan asal jahr itu sendiri. Buktinya, dia sendiri meriwayatkan Hadits yang menyatakan jahr dalam riwayat lainnya. 

Adapun riwayat yang menyebutkan *"mereka men-sirri-kan"* (يُسِرُّونَ), tidak dimaksudkan sebagai benar-benar membaca secara pelan.

Ini adalah metode yang digunakan oleh Imam Abu Bakar bin Khuzaymah, yakni bahwa maksudnya adalah pertengahan yang diperintahkan, yang dalam perbandingan dengan jahr yang dilarang, maka bisa dianggap seperti sirr (membaca pelan). Ia memilih lafaz ini untuk menegaskan penafian terhadap jahr yang sangat keras yang dilarang. 

Inilah makna dari riwayat yang menyebutkan bahwa Ibnu Abbas berkata:

الْجَهْرُ (بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ) قِرَاءَةُ الْأَعْرَابِ

*"Membaca (Bismillah ar-Rahman ar-Rahim) dengan jahr adalah bacaan orang-orang Arab Badui."* [HR. Ahmad].

Dan Al-Hasan pernah ditanya tentang mengeraskan basmalah dalam shalat, lalu ia berkata:

"إِنَّمَا يَفْعَلُ ذٰلِكَ الْأَعْرَابُ"

"Itu hanya dilakukan oleh orang-orang Arab badui." [Baca : Syarh al-'Umdah karya Ibnu Taimiyah 2/701].

Yang dimaksud adalah jahr yang sangat keras, sebagaimana bacaan orang-orang Arab Badui yang cenderung kasar dan keras. Sebab, Ibnu Abbas sendiri adalah salah satu sahabat yang berpendapat bahwa basmalah dibaca dengan jahr, sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya. 

====

F]. Semua riwayat ini bermuara pada pemahaman bahwa para sahabat membacanya dengan perlahan (*sirr*), bukan berarti mereka meninggalkan dengan suara keras (jahr). Sebab, jahr dalam membaca basmalah telah ditetapkan dalam Hadits-Hadits shahih dari Anas.

Seolah-olah Anas ingin memberikan jawaban yang lebih kuat terhadap mereka yang mengingkari jahr atau sirr dalam membaca basmalah. Ia berkata :

أنا صَلَّيْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ ﷺ وَخُلَفَائِهِ فَرَأَيْتُهُمْ يَسِرُّونَ بِهَا

*"Aku shalat di belakang Rasulullah dan para khalifah setelahnya, lalu aku melihat mereka membaca dengan sirr."*

Maksudnya, hal itu pernah terjadi sekali atau beberapa kali untuk menunjukkan kebolehannya, bukan berarti dilakukan secara terus-menerus. 

Bukti lainnya adalah bahwa Anas sendiri meriwayatkan jahr dalam Hadits lain, baik dalam periwayatan maupun dalam amalannya. Maka, Hadits-Hadits Anas menunjukkan kebolehan kedua cara tersebut dan bahwa keduanya telah dilakukan oleh Rasulullah , yaitu jahr dan sirr. Inilah sebabnya mengapa terjadi perbedaan praktik di kalangan generasi awal dalam masalah ini, sebagaimana perbedaan dalam adzan dan iqamah. 

Abu Hatim bin Hibban berkata:

هَذَا عِنْدِي مِنَ الِاخْتِلَافِ الْمُبَاحِ، وَالْجَهْرُ أَحَبُّ إِلَيَّ

*"Menurutku, ini adalah perbedaan yang diperbolehkan, namun jahr lebih aku sukai."* 

Maka, bagi mereka yang meriwayatkan *" لَمْ يَقْرَأْ / tidak membaca"*, maksudnya adalah *" لَمْ يَجْهَرْ / tidak menjaharkan"*, bukan berarti tidak membaca sama sekali. Demikian juga bagi mereka yang mengatakan *" وَلَمْ أَسْمَعْهُمْ يَقْرَأُون / aku tidak mendengar mereka membaca"*, maksudnya adalah *" يَجْهَرُونَ /aku tidak mendengar mereka menjaharkan."* 

[Baca : Majmu’ al-Imam an-Nawawi 3/354 dan an-Nafhu asy-Syadziy karya Ibnu Sayyidin Naas 4/332]

====

G]. Dikatakan bahwa Anas mengucapkan semua lafaz-lafaz ini dalam berbagai majelis yang berbeda, sesuai dengan kebutuhan dalam memberikan dalil dan penjelasan.

Jika ada yang bertanya :

*"Mengapa Hadits Anas tidak dianggap sebagai dalil bahwa keputusan terakhir Rasulullah adalah meninggalkan jahr?"* – dengan dalil bahwa ia meriwayatkan hal tersebut dari para khalifah setelah Rasulullah – .

Maka jawabannya adalah : 

Hal ini tertolak dengan kenyataan bahwa jahr juga diriwayatkan dari Anas, baik dari perkataan maupun perbuatannya, sebagaimana dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Mu'tamir dari ayahnya dari Anas. Tidak mungkin Anas memilih untuk dirinya sendiri kecuali apa yang menjadi keputusan terakhir Rasulullah . 

Abu Muhammad al-Maqdisiy berkata: 

وَإِنْ رُمْنَا تَرْجِيحَ الْجَهْرِ فِيمَا نُقِلَ أَنَسٌ، قُلْنَا: هَذِهِ الرِّوَايَةُ الَّتِي انْفَرَدَ بِهَا مُسْلِمٌ الْمُصَرِّحَةُ بِحَذْفِ الْبَسْمَلَةِ أَوْ بِعَدَمِ الْجَهْرِ بِهَا قَدْ عُلِّلَتْ وَعُورِضَتْ بِأَحَادِيثِ الْجَهْرِ الثَّابِتَةِ عَنْ أَنَسٍ، وَالتَّعْلِيلُ يُخْرِجُهَا مِنَ الصِّحَّةِ إِلَى الضَّعْفِ، لِأَنَّ مِنْ شَرْطِ الصَّحِيحِ أَنْ لَا يَكُونَ شَاذًّا وَلَا مُعَلَّلًا، وَإِنِ اتَّصَلَ سَنَدُهُ بِنَقْلِ عَدْلٍ ضَابِطٍ عَنْ مِثْلِهِ، فَالتَّعْلِيلُ يُضْعِفُهُ لِكَوْنِهِ اُطُّلِعَ فِيهِ عَلَى عِلَّةٍ خَفِيَّةٍ قَادِحَةٍ فِي صِحَّتِهِ كَاشِفَةٍ عَنْ وَهْمٍ لِبَعْضِ رُوَاتِهِ، وَلَا يَنْفَعُ حِينَئِذٍ إِخْرَاجُهُ فِي الصَّحِيحِ لِأَنَّهُ فِي نَفْسِ الْأَمْرِ ضَعِيفٌ وَقَدْ خَفِيَ ضَعْفُهُ وَقَدْ تَخْفَى الْعِلَّةُ عَلَى أَكْثَرِ الْحُفَّاظِ وَيَعْرِفُهَا الْفَرْدُ مِنْهُمْ فَكَيْفَ وَالْأَمْرُ هُنَا بِالْعَكْسِ، وَلِهَذَا امْتَنَعَ الْبُخَارِيُّ وَغَيْرُهُ مِنْ إِخْرَاجِهِ.

*"Jika kita ingin menguatkan pendapat jahr sebagaimana yang diriwayatkan oleh Anas, maka kita katakan: Riwayat (tanpa basmalah) yang hanya diriwayatkan oleh Muslim, yang secara eksplisit menyatakan penghapusan basmalah atau tidak menjaharkannya, telah dianggap cacat dan dibantah dengan Hadits-Hadits shahih tentang jahr dari Anas. Kecacatan ini menjadikan riwayat tersebut lemah, karena salah satu syarat Hadits shahih adalah tidak boleh memiliki kejanggalan (*syadz*) atau kecacatan (*‘illah*), meskipun sanadnya tersambung dengan perawi yang adil dan kuat hafalannya.* 

Maka, adanya ‘illah (cacat tersembunyi) yang ditemukan dalam riwayat ini menjadikannya lemah, karena adanya kesalahan dalam periwayatan. Dan meskipun Hadits tersebut terdapat dalam kitab Shahih, tidak serta-merta menjadikannya kuat, karena pada hakikatnya Hadits ini lemah, hanya saja kelemahannya tersembunyi. 

Kadang-kadang ‘illah tidak diketahui oleh sebagian besar huffazh (penghafal Hadits), tetapi bisa diketahui oleh individu tertentu di antara mereka. Bagaimana mungkin dalam kasus ini justru sebaliknya? Oleh karena itu, Al-Bukhari dan lainnya tidak mencantumkan Hadits ini dalam kitab mereka”. [Selesai]

[Baca : Majmu’ al-Imam an-Nawawi 3/354]

Hadits Anas ini telah dianggap cacat dengan delapan aspek kelemahan, yang telah dijelaskan secara rinci oleh Abu Muhammad al-Maqdisy.

Dia berkata :

والثَّامِنُ فِيهَا أَنَّ أَبَا سَلَمَةَ سَعِيدَ بْنَ زَيْدٍ قَالَ: سَأَلْتُ أَنَسًا أَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَسْتَفْتِحُ بِالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ أَوْ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ فَقَالَ: إِنَّكَ لَتَسْأَلُنِي عَنْ شَيْءٍ مَا أَحْفَظُهُ وَمَا سَأَلَنِي عَنْهُ أَحَدٌ قَبْلَكَ، رَوَاهُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ فِي مُسْنَدِهِ، وَابْنُ خُزَيْمَةَ فِي كِتَابِهِ، وَالدَّارَقُطْنِيُّ فِي سُنَنِهِ، وَقَالَ: إِسْنَادُهُ صَحِيحٌ، وَهَذَا دَلِيلٌ عَلَى تَوَقُّفِ أَنَسٍ وَعَدَمِ جَزْمِهِ بِوَاحِدٍ مِنَ الْأَمْرَيْنِ، وَرُوِيَ عَنْهُ الْجَزْمُ بِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا فَاضْطَرَبَتْ أَحَادِيثُهُ، وَكُلُّهَا صَحِيحَةٌ فَتَعَارَضَتْ فَسَقَطَتْ، وَإِنْ تُرُجِّحَ بَعْضُهَا فَالتَّرْجِيحُ الْجَهْرُ لِكَثْرَةِ أَحَادِيثِهِ، وَلِأَنَّهُ إِثْبَاتٌ فَهُوَ مُقَدَّمٌ عَلَى النَّفْيِ وَلَعَلَّ النِّسْيَانَ عَرَضَ لَهُ بَعْدَ ذٰلِكَ، قَالَ ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ: مَنْ حَفِظَ عَنْهُ حُجَّةٌ عَلَى مَنْ سَأَلَهُ فِي حَالِ نِسْيَانِهِ وَاللَّهُ أَعْلَمُ.

Yang ke delapan adalah riwayat dari Abu Salamah Sa’id bin Zaid, yang berkata:

*"Aku bertanya kepada Anas: 'Apakah Rasulullah memulai shalat dengan (Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin) atau dengan (Bismillah ar-Rahman ar-Rahim)?' Maka Anas menjawab: 'Engkau bertanya kepadaku tentang sesuatu yang aku tidak mengingatnya, dan tidak ada seorang pun sebelum engkau yang bertanya kepadaku tentang hal ini.'”* 

Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dalam *Musnad*-nya, Ibnu Khuzaymah dalam kitabnya, serta Ad-Daraquthni dalam *Sunan*-nya, dan ia berkata: *"Sanadnya shahih."* 

Hal ini menunjukkan bahwa Anas sendiri ragu dan tidak memastikan salah satu dari kedua cara tersebut. Bahkan, ada riwayat yang menunjukkan bahwa ia memastikan keduanya. Akibatnya, Hadits-Haditsnya menjadi kontradiktif. Meskipun semuanya shahih, karena bertentangan satu sama lain, maka tidak dapat dijadikan hujjah yang pasti. 

Namun, jika harus dilakukan tarjih (pemilihan yang lebih kuat), maka jahr lebih diunggulkan karena jumlah Haditsnya lebih banyak dan karena jahr adalah bentuk penetapan (*itsbat*), yang lebih didahulukan dibandingkan penafian (*nafyi*). Bisa jadi, Anas mengalami kelupaan setelah itu. 

Ibn Abdil Barr berkata:  *"Siapa yang meriwayatkan sesuatu dengan hafalan yang kuat, maka riwayatnya menjadi hujjah atas orang yang menanyakan sesuatu kepadanya dalam keadaan lupa.

Dan hanya Allah lebih mengetahui kebenaran yang sebenarnya."*

[Lihat : Majmu’ al-Imam an-Nawawi 3/354]

=====

H]. Ibnu Hajar dalam kitab Fath al-Bari 2/228, menulis satu bab :

بَابُ مَا يَقُولُ بَعْدَ التَّكْبِير

"Bab Apa yang Dikatakan Setelah Takbir":

Lalu dia berkata :

وَإِذَا اِنْتَهَى الْبَحْثُ إِلَى أَنَّ مُحَصَّلَ حَدِيثِ أَنَسٍ نَفْيُ الْجَهْرِ بِالْبَسْمَلَةِ عَلَى مَا ظَهَرَ مِنْ طَرِيقِ الْجَمْعِ بَيْنَ مُخْتَلَفِ الرِّوَايَاتِ عَنْهُ، فَمَتَى وُجِدَتْ رِوَايَةٌ فِيهَا إِثْبَاتُ الْجَهْرِ قُدِّمَتْ عَلَى نَفْيِهِ، لِمُجَرَّدِ تَقْدِيمِ رِوَايَةِ الْمُثْبِتِ عَلَى النَّافِي؛ لِأَنَّ أَنَسًا يَبْعُدُ جِدًّا أَنْ يَصْحَبَ النَّبِيَّ ﷺ مُدَّةَ عَشْرِ سِنِينَ، ثُمَّ يَصْحَبَ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ خَمْسًا وَعِشْرِينَ سَنَةً، فَلَمْ يَسْمَعْ مِنْهُمْ الْجَهْرَ بِهَا فِي صَلَاةٍ وَاحِدَةٍ، بَلْ لِكَوْنِ أَنَسٍ اِعْتَرَفَ بِأَنَّهُ لَا يَحْفَظُ هَذَا الْحُكْمَ كَأَنَّهُ لِبُعْدِ عَهْدِهِ بِهِ، ثُمَّ تَذَكَّرَ مِنْهُ الْجَزْمَ بِالِافْتِتَاحِ بِالْحَمْدُ جَهْرًا وَلَمْ يَسْتَحْضِرْ الْجَهْرَ بِالْبَسْمَلَةِ، فَيَتَعَيَّنُ الْأَخْذُ بِحَدِيثِ مَنْ أَثْبَتَ الْجَهْرَ. 

*"Jika penelitian sampai pada kesimpulan bahwa hasil dari Hadits Anas adalah meniadakan jahr (mengeraskan suara) dalam membaca basmalah, sebagaimana yang tampak dari cara mengompromikan berbagai riwayat yang berbeda darinya, maka apabila terdapat riwayat yang menetapkan jahr, maka riwayat tersebut lebih diutamakan dibandingkan riwayat yang meniadakannya. Ini semata-mata karena prinsip mendahulukan riwayat yang menetapkan sesuatu dibandingkan yang meniadakannya. Sebab, sangat tidak masuk akal jika Anas telah menemani Nabi selama sepuluh tahun, kemudian menemani Abu Bakar, Umar, dan Utsman selama dua puluh lima tahun, tetapi sama sekali tidak pernah mendengar mereka mengeraskan basmalah dalam satu shalat pun. Justru, Anas sendiri mengakui bahwa ia tidak mengingat hukum ini, seakan-akan karena sudah lama berlalu baginya, lalu kemudian ia ingat dengan yakin bahwa Nabi membuka bacaan shalat dengan Alhamdulillah secara jahr, namun ia tidak mengingat jahr dalam basmalah. Maka dari itu, wajib mengambil Hadits orang yang menetapkan jahr."*

[Baca pula : Dzakhirotul ‘Uqbaa karya Muhammad al-Its-yuby 11/451].

=====

I]. As-Suyuthi berkata dalam kitab Tadrib ar-Rawi (1/254):

(وَتَبَيَّنَ بِمَا ذَكَرْنَاهُ أَنَّ لِحَدِيثِ مُسْلِمٍ السَّابِقِ تِسْعَ عِلَلٍ: الْمُخَالَفَةُ مِنَ الْحُفَّاظِ وَالْأَكْثَرِينَ، وَالِانْقِطَاعُ، وَتَدْلِيسُ التَّسْوِيَةِ مِنَ الْوَلِيدِ، وَالْكِتَابَةُ، وَجَهَالَةُ الْكَاتِبِ، وَالِاضْطِرَابُ فِي لَفْظِهِ، وَالْإِدْرَاجُ، وَثُبُوتُ مَا يُخَالِفُهُ عَنْ صَحَابِيِّهِ، وَمُخَالَفَتُهُ لِمَا رَوَاهُ عَدَدُ التَّوَاتُرِ).

*"Dari apa yang telah kami sebutkan, tampak bahwa Hadits Muslim yang telah dikemukakan sebelumnya memiliki sembilan illat (cacat), yaitu: (1) bertentangan dengan para huffazh (ahli Hadits) dan mayoritas ulama, (2) sanadnya terputus, (3) adanya tadlis taswiyah dari al-Walid, (4) perawian melalui tulisan, (5) ketidaktahuan terhadap penulisnya, (6) adanya inkonsistensi dalam lafaznya, (7) adanya sisipan tambahan (idraj), (8) terdapat riwayat sahih dari sahabat yang bertentangan dengannya, dan (9) bertentangan dengan riwayat yang mencapai derajat mutawatir."* 

Hadits ini telah dikritisi oleh banyak ulama ahli Hadits, seperti Al-Iraqi dalam Alfiyyah-nya, serta As-Sakhawi dalam Fath al-Mughits.

DALIL KE TIGA : PENDAPAT MELIRIHKAN (SIRR) BACA BISMILLAH :

Dari Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَفْتِحُ الصَّلَاةَ بِالتَّكْبِيرِ وَالقِرَاءَةِ بِالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِينَ

*"Rasulullah memulai sholat dengan takbir dan membaca (surah) dengan Alhamdulillah Rabbil ‘Alamin."* (Diriwayatkan oleh Muslim no. 498). 

Jawabannya:

Yang dimaksud dengan “al-hamdulillah” di sini adalah bahwa mereka memulai bacaan dengan surah Al-Fatihah, bukan bermaksud membaca al-hamdulillah tanpa bismilah .

Penafsiran ini harus diterima sebagai bentuk kompromi antara berbagai riwayat yang berbeda, karena bacaan basmalah juga diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu 'anha sebagai suatu amalan dan sebagai riwayat dari Nabi .

Selain itu, redaksi semacam ini juga diriwayatkan dari Ibnu Umar dan Abu Hurairah radhiyallahu 'anhum, sedangkan keduanya termasuk di antara sahabat yang secara sahih meriwayatkan jahr (mengeraskan suara) dalam basmalah. Hal ini menunjukkan bahwa maksud mereka adalah menyebut nama surah, seperti ungkapan "dengan Al-Fatihah". Telah diketahui bahwa awal surah Al-Fatihah adalah basmalah, sehingga wajib memulai bacaan dengannya. 

****

DALIL KE EMPAT : PENDAPAT YANG MELIRIHKAN (SIRR) BISMILLAH :

Diriwayatkan dari Abdullah bin Mughaffal :

سَمِعَنِي أَبِي وَأَنَا أَقْرَأُ {بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ} الفَاتِحَةَ: 1، فَقَالَ: أَي بُنَيَّ إِيَّاكَ وَالحَدَثَ، فَإِنِّي صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَعَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ فَلَمْ أَسْمَعْ رَجُلًا مِنْهُمْ يَقُولُهَا، فَإِذَا قَرَأْتَ فَقُلْ: الحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِينَ

Ayahku mendengar aku membaca *"Bismillahirrahmanirrahim"* (Al-Fatihah: 1), lalu ia berkata: "Wahai anakku, jauhilah perkara baru (dalam agama), karena sesungguhnya aku telah shalat bersama Rasulullah , bersama Abu Bakar, Umar, dan Utsman, tetapi aku tidak pernah mendengar seorang pun dari mereka mengucapkannya. Maka jika engkau membaca, ucapkanlah: *'Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin'*."

(Diriwayatkan oleh Ahmad 4/85, An-Nasa’i 2/135, dan At-Tirmidzi (244), dan Ibnu Majah no. 815). At-Tirmidzi berkata: "Hadits ini hasan." 

Jawabannya: 

A]. Para ulama mazhab kami dan para ahli hadits mengatakan bahwa hadits ini **lemah**, karena Abdullah bin Mughaffal adalah **seorang perawi yang tidak diketahui (majhul).** 

Ibnu Khuzaimah berkata:

هَذَا الحَدِيثُ غَيْرُ صَحِيحٍ مِنْ جِهَةِ النَّقْلِ لِأَنَّ ابْنَ عَبْدِ اللَّهِ مَجْهُولٌ

*"Hadits ini tidak sahih dari segi sanad karena Abdullah bin Mughaffal adalah orang yang tidak dikenal."* 

Ibnu Abdil Barr berkata:

ابْنُ عَبْدِ اللَّهِ مَجْهُولٌ لَا يَقُومُ بِهِ حُجَّةٌ 

*"Abdullah bin Mughaffal adalah orang yang tidak dikenal, sehingga tidak dapat dijadikan dalil."*  

Al-Khatib Abu Bakar dan yang lainnya berkata:

هَذَا الحَدِيثُ ضَعِيفٌ لِأَنَّ ابْنَ عَبْدِ اللَّهِ مَجْهُولٌ

*"Hadits ini lemah karena Abdullah bin Mughaffal tidak dikenal [majhul]."* 

Pendapat para ahli hadits ini tidak bisa dibantah dengan pernyataan At-Tirmidzi “bahwa hadits ini hasan", karena sanadnya bergantung pada seorang perawi yang tidak dikenal.

[Lihat : Majmu’ an-Nawawi 3/355] 

===

B] Abu Al-Fath Ar-Razi dalam kitabnya tentang “al-Basmalah” mengatakan :

إِنَّ ذَٰلِكَ فِي صَلَاةٍ سِرِّيَّةٍ لَا جَهْرِيَّةٍ لِأَنَّ بَعْضَ النَّاسِ قَدْ يَرْفَعُ قِرَاءَتَهُ بِالْبَسْمَلَةِ وَغَيْرِهَا رَفْعًا يَسْمَعُهُ مِمَّنْ عِندَهُ فَنَهَاهُ أَبُوهُ عَنْ ذَٰلِكَ وَقَالَ: هَذَا مُحْدَثٌ، وَالْقِيَاسُ أَنْ الْبَسْمَلَةَ لَهَا حُكْمٌ غَيْرُهَا مِنَ الْقُرْآنِ فِي الْجَهْرِ وَالإِسْرَارِ

“Sesungguhnya hadits ini berkaitan dengan sholat sirriyyah (yang bacaannya tidak dikeraskan), bukan jahr. Sebab, sebagian orang kadang mengeraskan bacaan basmalah dan lainnya hingga terdengar oleh orang di sekitarnya, lalu ayahnya melarang hal tersebut dan mengatakan bahwa itu adalah perbuatan baru (muhdats). Padahal, secara qiyas, hukum basmalah dalam jahr dan sirr sama seperti ayat-ayat Al-Qur’an lainnya”. 

[Lihat : Majmu’ an-Nawawi 3/355]

====

C] Al-Khatib Abu Bakar berkata:

ابْنُ عَبْدِ اللَّهِ مَجْهُولٌ وَلَوْ صَحَّ حَدِيثُهُ لَمْ يُؤَثِّرْ فِي الحَدِيثِ الصَّحِيحِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ فِي الجَهْرِ، لِأَنَّ عَبْدَ اللَّهِ ابْنَ مُغَفَّلٍ مِنْ أَحْدَاثِ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبُو هُرَيْرَةَ مِنْ شُيُوخِهِمْ.

وَقَدْ صَحَّ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ لِأَصْحَابِهِ: لِيَلِنِي مِنْكُمْ أُوَلُوا الْأَحْلَامِ وَالنُّهَى، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، فَكَانَ أَبُو هُرَيْرَةَ يُقَرِّبُ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَبْدُ اللَّهِ ابْنُ مُغَفَّلٍ يَبْعُدُ لِحَدَاثَةِ سِنِّهِ، وَمَعْلُومٌ أَنْ الْقَارِئَ يَرْفَعُ صَوْتَهُ وَيَجْهَرُ بِقِرَاءَتِهِ فِي أَثْنَائِهَا أَكْثَرَ مِنْ أُوَلِهَا فَلَمْ يَحْفَظْ عَبْدُ اللَّهِ الجَهْرَ بِالْبَسْمَلَةِ لِأَنَّهُ بَعِيدٌ، وَهِيَ أَوَّلُ الْقِرَاءَةِ، وَحَفِظَهَا أَبُو هُرَيْرَةَ لِقُرْبِهِ وَإِصْغَائِهِ وَجُودَةِ حِفْظِهِ وَشِدَّةِ اعْتِنَائِهِ.

*"Abdullah bin Mughaffal adalah orang yang tidak dikenal (majhul). Jika seandaninya haditsnya itu sahih, maka ia tetap tidak dapat mengalahkan hadits sahih dari Abu Hurairah tentang jahr dalam basmalah, karena Abdullah bin Mughaffal adalah sahabat yang masih muda (dari kalangan junior), sedangkan Abu Hurairah adalah sahabat senior."* 

Telah sahih bahwa Nabi bersabda kepada para sahabatnya: *"Hendaknya yang berdiri dekat denganku adalah orang-orang yang matang akal dan bijaksana di antara kalian, lalu orang-orang setelah mereka."*

Maka, Abu Hurairah berada dekat dengan Nabi , sementara Abdullah bin Mughaffal lebih jauh karena usianya yang masih muda.

Diketahui bahwa orang yang membaca Al-Qur’an dalam sholat akan mengeraskan suaranya lebih banyak di pertengahan bacaan daripada di awalnya. Karena Abdullah bin Mughaffal berada jauh dari Nabi , ia tidak mendengar jahr dalam basmalah, karena basmalah adalah bagian awal dari bacaan. Sedangkan Abu Hurairah, karena lebih dekat dan lebih memperhatikan, mendengar jahr dalam basmalah dengan jelas serta meriwayatkannya dengan lebih kuat. (SELESAI). [Lihat : Majmu’ an-Nawawi 3/355]

*****

DALIL KE LIMA : PENDAPAT YANG MELIRIHKAN (SIRR) BISMILLAH :

Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu, ia berkata:

مَا جَهَرَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِي صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ وَلَا أَبُو بَكْرٍ وَلَا عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا .

"Rasulullah tidak pernah mengeraskan bacaan 'Bismillah al-Rahman al-Rahim' dalam shalat fardhu, begitu pula Abu Bakar dan Umar radhiyallahu 'anhuma." [Lihat : Ahkamul Qur’an karya al-Jash-shosh 1/17]

Jawabannya:

A]- Hadits ini lemah karena diriwayatkan oleh Muhammad bin Jabir al-Yamami dari Hamad dari Ibrahim dari Ibnu Mas'ud. Muhammad bin Jabir lemah menurut kesepakatan para hafizh, dan haditsnya sering tidak konsisten, terutama dalam riwayatnya dari Hamad bin Abi Sulaiman.

Selain itu, ada kelemahan lainnya, yaitu bahwa Ibrahim an-Nakha'i tidak pernah bertemu dengan Ibnu Mas'ud menurut kesepakatan, sehingga riwayat ini terputus dan lemah.

Jika kelemahan ini terbukti pada kedua aspek tersebut, maka tidak dapat dijadikan hujah.

B]- Hadits-hadits sahih sebelumnya yang jelas menyatakan jahar (keras) lebih didahulukan karena kebenarannya dan jumlahnya yang banyak, serta karena ini adalah penetapan, sedangkan ini adalah penyangkalan, dan penetapan lebih didahulukan. [Baca: Majmu’ an-Nawawi 3/343]

Az-Zaila’i al-Hanafi dalam Nashbu ar-Royah 1/335 berkata :

وَهَذَا حَدِيثٌ لَا تَقُومُ بِهِ حُجَّةٌ، لَكِنَّهُ شَاهِدٌ لِغَيْرِهِ مِنْ الْأَحَادِيثِ، فَإِنَّ مُحَمَّدَ بْنَ جَابِرٍ تَكَلَّمَ فِيهِ غَيْرُ وَاحِدٍ مِنْ الْأَئِمَّةِ، وَإِبْرَاهِيمُ لَمْ يَلْقَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ، فَهُوَ ضَعِيفٌ وَمُنْقَطِعٌ

“Dan ini adalah hadits yang tidak dapat dijadikan hujjah, tetapi ia merupakan penguat bagi hadits-hadits lainnya. Karena Muhammad bin Jabir telah dibicarakan oleh lebih dari satu imam, dan Ibrahim tidak pernah bertemu dengan Abdullah bin Mas’ud, maka hadits ini lemah dan terputus”.

****

DALIL KE ENAM : PENDAPAT YANG MELIRIHKAN (SIRR) BISMILLAH :

Mereka berkata: "Karena baca bismillah dengan suara jahr itu sudah mansukh (dihapus)."

Said bin Jubair berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَجْهَرُ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ بِمَكَّةَ وَكَانَ أَهْلُ مَكَّةَ يَدْعُونَ مُسَيْلِمَةَ الرَّحْمَٰنِ فَقَالُوا إِنَّ مُحَمَّدًا يَدْعُو إِلَىٰ إِلَٰهِ الْيَمَامَةِ فَأَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَأَخْفَاهَا فَمَا جَهَرَ بِهَا حَتَّىٰ مَاتَ.

"Rasulullah dulu mengeraskan bacaan 'Bismillah al-Rahman al-Rahim' di Mekah, namun orang-orang Mekah menyebut Musailamah al-Rahman dan mereka mengatakan bahwa Muhammad menyeru kepada tuhan al-Yamamah, maka Rasulullah memerintahkan agar (baca bismillah) di- sirri- kan dan tidak mengeraskannya lagi sampai beliau wafat."

[Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad mursal dalam kitab Al-Marasil. Lihat Nashbur Royah karya az-Zaila’iy 1/353].

Jawabannya:

Tidak ada hujah dalam hal ini meskipun telah diriwayatkan secara nyambung (muttashil) dari Ibnu Abbas.

Memang benar bahwa Allah menurunkan ayat :

﴿قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَٰنَ ۖ أَيًّا مَّا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ ۚ وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا﴾

Artinya : Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al-asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu". [QS. Al Isra: 110]

Namun makna firman-Nya (wa la tajhar bi sholatik) adalah "dan janganlah engkau mengeraskan bacaan shalatmu, sehingga orang-orang musyrik mendengarnya dan mengejek,"

Dan makna firman-Nya (wa la tukhaafit) adalah "dan janganlah pula engkau merendahkan suara bacaan-nya, sehingga tidak terdengar oleh para sahabatmu"

Dan makna firman-Nya (wa ibtigha' baynalika sabila) artinya "dan carilah jalan tengah antara keduanya."

Dalam riwayat lain disebutkan :

فَخَفَضَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ.

"Maka Nabi merendahkan bacaan 'Bismillah al-Rahman al-Rahim'."

A]- Al-Bayhaqi mengatakan :

يَعْنِي - وَاللَّهُ أَعْلَمُ - فَخَفَضَ بِهَا دُونَ الجَهْرِ الشَّدِيدِ الَّذِي يَبلُغُ إِسْمَاعَ الْمُشْرِكِينَ وَكَانَ يَجْهَرُ بِهَا جَهْرًا يَسْمَعُ أَصْحَابَهُ. 

“Yang dimaksud—Wallahu A'lam—adalah merendahkannya tanpa mengeraskannya secara berlebihan yang dapat terdengar oleh orang-orang musyrik, namun beliau mengeraskan bacaan tersebut sehingga terdengar oleh para sahabatnya”.

[Lihat : Majmu’ an-Nawawi 3/356].

B]- Abu Muhammad al-Maqdisy mengatakan :

وَهَذَا هُوَ الْحَقُّ لِأَنَّ اللَّهَ تَعَالَىٰ كَمَا نَهَاهُ عَنْ الجَهْرِ بِهَا نَهَاهُ عَنْ المُخَافَتَةِ فَلَمْ يَبْقَ إِلَّا التَّوَسُّطُ بَيْنَهُمَا وَلَيْسَ هَذَا الحُكْمُ مُخْتَصًّا بِالْبَسْمَلَةِ بَلْ كَانَ القِرَاءَةُ فِيهِ سَوَاءً.

“Dan ini adalah yang benar, karena Allah Ta'ala sebagaimana melarang Nabi untuk mengeraskan bacaan, juga melarangnya untuk merendahkannya. Maka tidak ada pilihan selain jalan tengah antara keduanya. Dan aturan ini tidak hanya berlaku untuk bacaan basmalah, tetapi juga untuk bacaan lainnya”.

[Lihat : Majmu’ an-Nawawi 3/356].

****

DALIL KE TUJUH : PENDAPAT YANG MELIRIHKAN (SIRRI) BISMILLAH :

Mereka berkata:

وَسُئِلَ الدَّارَقُطْنِيُّ بِمِصْرَ حِينَ صَنَّفَ كِتَابَ الجَهرِ فَقَالَ: لَمْ يَصِحَّ فِي الجَهرِ بِهَا حَدِيثٌ.

“Dan ad-Daraquthni pernah ditanya di Mesir ketika ia menyusun kitab al-Jahr (tentang baca basmalah dengan suara keras) maka ia berkata: Tidak ada hadits yang sahih tentang jahr (membaca bismillah dengan suara keras)”. [Lihat : An-Nafhu asy-Syadziy karya Ibnu Sayyidin Naas 4/318 dan Fathul Mun’im Syarah Shahih Muslim karya Prof. DR. Musa Syahin 2/504]

Jawabannya: 

A]- Apa yang mereka sampaikan dari ad-Daraquthni tidak benar, karena ad-Daraquthni menganggap sah banyak hadits tentang jahr dalam kitab Sunannya, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Dan kitab Sunan disusun oleh ad-Daraquthni setelah kitab al-Jahr, yang dapat dibuktikan dengan fakta bahwa ia merujuk ke kitab al-Jahr dan mengutip darinya dalam kitab Sunannya. 

B]- Jika memang kisah tersebut benar, maka bisa jadi ia baru mengetahui hal tersebut belakangan setelah sebelumnya tidak mengetahuinya. 

C]- Bisa juga ia bermaksud bahwa tidak ada hadits yang menyebutkan hal itu dalam dua kitab sahih (Bukhari dan Muslim), meskipun hadits tersebut sahih di luar keduanya. Namun, ini tidak terlalu kuat, karena sudah jelas adanya penafsiran tentang jahr dari dua kitab sahih melalui hadits Anas dan Abu Hurairah.

[Lihat : Majmu’ an-Nawawi 3/356].

****

DALIL KE DELAPAN : PENDAPAT YANG MELIRIHKAN (SIRRI) BISMILLAH :

Mereka berkata:

وَقَالَ ‌بَعْضُ ‌التَّابِعِينَ ‌الْجَهْرُ ‌بِهَا ‌بِدْعَةٌ

“Dan sebagian para tabi'in mengatakan: Membaca dengan suara keras (jahar) dengan bismillah adalah bid'ah”.  [Lihat : Majmu’ an-Nawawi 3/343]

Az-Zaila’iy dalam Nashbur Royah 1/358 berkata :

وَذَكَرَ الْأَثْرَمُ عَنْ إبْرَاهِيمَ النَّخَعِيّ أَنَّهُ قَالَ: ‌مَا ‌أَدْرَكْت ‌أَحَدًا ‌يَجْهَرُ ‌بِبِسْمِ ‌اللَّهِ ‌الرَّحْمَنِ ‌الرَّحِيمِ. وَالْجَهْرُ بِهَا بِدْعَةٌ، وَذَكَرَ الطَّحَاوِيُّ عَنْ عُرْوَةَ، قَالَ: أَدْرَكْت الْأَئِمَّةَ وَمَا يَسْتَفْتِحُونَ الْقِرَاءَةَ إلَّا بِالْحَمْدِ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

 Al-Atsram menyebutkan dari Ibrahim An-Nakha’i bahwa ia berkata: “Aku tidak menjumpai seorang pun yang mengeraskan bacaan Bismillāh ar-Ramān ar-Raḥīm. Mengeraskannya adalah bid’ah.” Ath-Thahawi menyebutkan dari Urwah, ia berkata: “Aku menjumpai para imam, dan mereka tidak memulai bacaan kecuali dengan ‘Al-amdu lillāhi rabbil ‘ālamīn’.”

[Lihat Pula : Syarah Mukhtashar ath-Thahawi karya al-Jash-shash 1/588]

Jawabannya:

Tidak ada bukti yang kuat dalam hal ini, karena ia hanya menceritakan apa yang diyakininya dan mazhabnya, sebagaimana Abu Hanifah mengatakan bahwa aqiqah adalah bid'ah, dan shalat istisqa' adalah bid'ah, padahal keduanya adalah sunnah menurut mayoritas ulama karena adanya hadits sahih yang mendukungnya.

Satu pendapat dari seseorang tidak bisa menjadi hujjah (dalil) bagi seorang mujtahid yang lain, apalagi menjadi hujjah bagi mayoritas ulama yang bertentangan dengan hadits-hadits sahih sebelumnya.

[Lihat : Majmu’ an-Nawawi 3/343]

DALIL KE SEMBILAN : PENDAPAT YANG MELIRIHKAN (SIRRI) BISMILLAH :

Mereka berkata:

وَقِيَاسًا عَلَى التَّعَوُّذِ

Dan berdasarkan Qiyas (analogi) pada ta'awwudz (pengucapan "A'udzu billahi min ash-shaytan ir-rajim").

Jawabnya:

Bahwa basmalah adalah bagian dari Al-Fatihah dan tertulis di mushaf, berbeda dengan ta'awwudz.

[Lihat : Majmu’ an-Nawawi 3/343]

****

DALIL KE SEPULUH : PENDAPAT YANG MELIRIHKAN (SIRRI) BISMILLAH :

Mereka berkata:

وَلِأَنَّهُ لَوْ كَانَ الْجَهْرُ ثَابِتًا لَنُقِلَ نَقْلًا مُتَوَاتِرًا أَوْ مُسْتَفِيضًا كَوُرُودِهِ فِي سَائِرِ الْقِرَاءَةِ

"Dan karena jika pengerasan bacaan basmalah itu memang tsabit (ditetapkan), tentu akan diriwayatkan secara mutawatir atau masyhur, sebagaimana datangnya riwayat mengenai (pengerasan bacaan) dalam seluruh bacaan Al-Qur'an lainnya."

Jawabnya:

Itu tidaklah wajib, karena mutawatir bukanlah syarat untuk setiap hukum.

[Lihat : Majmu’ an-Nawawi 3/343]

****

DALIL KE SEBELAS : PENDAPAT YANG MELIRIHKAN (SIRRI) BISMILLAH :

Hadits :

قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي

"Aku membagi shalat antara Aku dan hamba-Ku."

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah bersabda :

قالَ اللَّهُ تَعالَى: قَسَمْتُ الصَّلاةَ بَيْنِي وبيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ، ولِعَبْدِي ما سَأَلَ، فإذا قالَ العَبْدُ: {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العالَمِينَ}، قالَ اللَّهُ تَعالَى: حَمِدَنِي عَبْدِي، وإذا قالَ: {الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ}، قالَ اللَّهُ تَعالَى: أثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي، وإذا قالَ: {مالِكِ يَومِ الدِّينِ}، قالَ: مَجَّدَنِي عَبْدِي، وقالَ مَرَّةً فَوَّضَ إلَيَّ عَبْدِي، فإذا قالَ: {إيَّاكَ نَعْبُدُ وإيَّاكَ نَسْتَعِينُ} قالَ: هذا بَيْنِي وبيْنَ عَبْدِي، ولِعَبْدِي ما سَأَلَ، فإذا قالَ: {اهْدِنا الصِّراطَ المُسْتَقِيمَ صِراطَ الَّذينَ أنْعَمْتَ عليهم غيرِ المَغْضُوبِ عليهم ولا الضَّالِّينَ} قالَ: هذا لِعَبْدِي ولِعَبْدِي ما سَأَلَ.

Allah Ta'ala berfirman: "Aku membagi sholat antara Aku dan hamba-Ku menjadi dua bagian, dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta. Maka apabila hamba itu mengucapkan: *'Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam,'* Allah Ta'ala berfirman: *'Hamba-Ku telah memuji-Ku.'* 

Apabila ia mengucapkan: *'Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang,'* Allah Ta'ala berfirman: *'Hamba-Ku telah menyanjung-Ku.'* 

Apabila ia mengucapkan: *'Pemilik hari pembalasan,'* Allah berfirman: *'Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku,'* dan dalam riwayat lain: *'Hamba-Ku telah menyerahkan urusannya kepada-Ku.'* 

Apabila ia mengucapkan: *'Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan,'* Allah berfirman: *'Ini antara Aku dan hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta.'* 

Apabila ia mengucapkan: *'Tunjukilah kami jalan yang lurus, jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat,'* Allah berfirman: *'Ini untuk hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta.'" [HR. Muslim no. 395]

Jawaban-nya:

Sheikh Abu Muhammad Al-Maqdisi berkata setelah menyebutkan hadits-hadits sebelumnya dari Abu Hurairah:

فَلَا عُذْرَ لِمَنْ يَتْرُكُ صَرِيحَ هَذِهِ الْأَحَادِيثِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَيَعْتَمِدُ رِوَايَةَ حَدِيثِ *قَسَمْتُ الصَّلَاةَ* وَيَحْمِلُهُ عَلَى تَرْكِ التَّسْمِيَةِ مُطْلَقًا، أَوْ عَلَى الْأَسْرَارِ، وَلَيْسَ فِي ذَلِكَ تَصْرِيحٌ بِشَيْءٍ مِنْهُمَا، وَالْجَمِيعُ رِوَايَةُ صَحَابِيٍّ وَاحِدٍ، فَالتَّوْفِيقُ بَيْنَ رِوَايَاتِهِ أَوْلَى مِنَ اعْتِقَادِ اخْتِلَافِهَا، مَعَ أَنَّ هَذَا الْحَدِيثَ الَّذِي رَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيُّ بِإِسْنَادِهِ حَدِيثُ *قَسَمْتُ الصَّلَاةَ* بِعَيْنِهِ، فَوَجَبَ حَمْلُ الْحَدِيثَيْنِ عَلَى مَا صَرَّحَ بِهِ فِي أَحَدِهِمَا.

"Maka tidak ada alasan bagi orang yang meninggalkan hadits-hadits yang jelas dari Abu Hurairah dan mengandalkan riwayat hadits 'Aku membagi shalat' dan menganggapnya sebagai pembatalan tasmiyah (menyebutkan basmalah) secara mutlak atau menganggapnya sebagai rahasia (dalam shalat). Padahal, tidak ada penegasan tentang salah satu dari keduanya, dan semua itu adalah riwayat dari satu sahabat. Oleh karena itu, mendamaikan antara riwayat-riwayatnya lebih utama daripada menganggap adanya perbedaan. Padahal, hadits yang diriwayatkan oleh Ad-Darqutni dengan sanadnya adalah hadits 'Aku membagi shalat' itu sendiri, maka harus dipahami kedua hadits tersebut sebagaimana yang dijelaskan dalam salah satunya."

[Lihat : al-Majmu’ Syarah al-Muhadz-dzab karya al-Imam an-Nawawi 3/343]

 

Posting Komentar

0 Komentar