DALIL PENDAPAT : BACA BISMILLAH FATIHAH DENGAN JAHR (SUARA KERAS) DALAM SHOLAT JAHRIYAH ADALAH SUNAH.
Di
Tulis Oleh Abu Haitsam Fakhri
KAJIAN
NIDA AL-ISLAM
===
===
DAFTAR ISI :
- PENDAHULUAN
- PANDANGAN IBNU TAIMIYAH, IBNU KATSIR DAN IBNU AL-QOYYIM TENTANG BACA BASMALAH DENGAN JAHR (SUARA KERAS) DAN SIRR (SUARA LIRIH)
- PENDAPAT YANG MEN-SUNNAH-KAN BACA BASMALAH DENGAN JAHR (SUARA KERAS) DALAM SHALAT JAHRIYAH
- DALIL-DALIL PENDAPAT : BACA BISMILLAH DENGAN JAHR (SUARA KERAS) DALAM SHOLAT
- ATSAR PARA TABI’IN YANG MEMBACA BISMILLAH DENGAN JAHR (SUARA KERAS):
- DALIL-DALIL YANG BERPENDAPAT : BACA BASMALAH DENGAN SIRR (SUARA LIRIH) DAN JAWABANNYA
*****
بِسْمِ ٱللّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
===****====
PENDAHULUAN
Mengeraskan
bacaan *basmalah* di awal pembacaan Al-Fatihah dalam shalat adalah salah satu
masalah yang diperselisihkan di antara para ulama. Mazhab Syafi’i dan
sekelompok ulama lainnya memandang bahwa mengeraskannya (jahr) adalah sesuatu yang
dianjurkan (mustahab). Sedangkan sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa memelankan suara dan melirihkan bacaan *basmalah* (sirr) adalah lebih utama (afdhol).
Masalah
ini termasuk bagian dari tata cara pelaksanaan shalat yang tidak sampai pada
derajat sunah muakkadah (sunah yang ditekankan); maka perselisihan dalam hal
ini tergolong ringan dan perkaranya luas. Maka siapa yang mengeraskan bacaan
*basmalah* maka itu baik, dan siapa yang memelankannya juga baik. Dan hendaknya
setiap imam berusaha untuk tidak sengaja menyelisihi kebiasaan jamaah setempat dalam hal
yang sudah mereka kenal dan terbiasa dari pilihan-pilihan fikih yang ada.
Tidak
boleh menjadikan masalah-masalah khilafiyah seperti ini sebagai sumber fitnah,
pertikaian, dan perpecahan di antara kaum Muslimin. Sebaliknya, kita hendaknya
meneladani para salafus shalih dalam adab dalam perbedaan pendapat yang mereka
tampilkan dalam perselisihan-perselisihan fikih mereka.
*****
PANDANGAN
IBNU TAIMIYAH, IBNU KATSIR DAN IBNU AL-QOYYIM
TENTANG
BACA BASMALAH DENGAN JAHR (SUARA KERAS) DAN SIRR (SUARA LIRIH)
Syekhul
Islam Ibnu Taimiyah berkata:
فَإِنَّ الجَهْرَ بِهَا وَالمُخَافَتَةَ سُنَّةٌ، فَلَوْ جَهَرَ
بِهَا المُخَافِتُ صَحَّتْ صَلَاتُهُ بِلَا رَيْبٍ.
"Sesungguhnya
men-jahar-kan dan merendahkan suara dalam membaca basmalah adalah sunnah. Jika
seseorang yang seharusnya merendahkan suara malah men-jahar-kannya, maka
shalatnya tetap sah tanpa diragukan." [Lihat: "Majmu' Al-Fatawa"
(22/442).]
Al-Hafidzh
Ibnu Katsir berkata dalam "Tafsir"-nya (1/36):
أَجْمَعُوا عَلَى صِحَّةِ صَلَاةِ مَنْ جَهَرَ بِالبَسْمَلَةِ،
وَمَنْ أَسَرَّ بِهَا، وَلِلَّهِ الحَمْدُ وَالمِنَّةُ.
"Para
ulama telah sepakat secara Ijma’ bahwa shalat seseorang tetap sah baik ia
men-jahar-kan basmalah maupun merendahkan suaranya (sirr), segala puji dan karunia bagi
Allah."
Ibnu
Taimiyah juga menyebutkan :
أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ الجَهْرُ بِهَا لِمَصْلَحَةٍ رَاجِحَةٍ،
وَذُكِرَ عَنْ أَحْمَدَ أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ الجَهْرُ بِهَا فِي المَدِينَةِ؛ لِأَنَّهُمْ
يُنْكِرُونَ عَلَى مَنْ لَمْ يَجْهَرْ بِهَا،
“Bahwa
disunnahkan menjaharkan basmalah jika terdapat maslahat yang lebih kuat. Dan diriwayatkan dari Imam Ahmad bahwa dia berpendapat dianjurkan men-jahar-kan baca basmalah
di Madinah, karena masyarakat di sana mengingkari orang yang tidak
men-jahar-kannya”.
Kemudian
Ibnu Taimiyah juga menegaskan :
أَنَّهُ يَجُوزُ الجَهْرُ بِهَا لِبَيَانِ أَنَّ قِرَاءَتَهَا
سُنَّةٌ
“Bahwa
boleh men-jahar-kannya untuk menunjukkan bahwa membacanya adalah sunnah”.
Kemudian
Ia berkata:
"وَلِهَذَا
نُقِلَ عَنْ أَكْثَرِ مَنْ رُوِيَ عَنْهُ الجَهْرُ بِهَا المُخَافَتَةُ...".
"Oleh
karena itu, banyak riwayat dari ulama yang menyebutkan bahwa mereka yang
menjaharkan basmalah juga pernah merendahkan suaranya dalam membacanya." [Lihat:
"Majmu' Al-Fatawa" (22/407, 424).]
Ibnu
Qayyim dalam *Zadul Ma'ad* (1/206) berkata:
"وَكَانَ
- يَعْنِي النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَجْهَرُ بِـ ﴿بِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ﴾ تَارَةً، وَيُخْفِيهَا أَكْثَرَ مِمَّا يَجْهَرُ بِهَا، وَلَا
رَيْبَ أَنَّهُ لَمْ يَكُنْ يَجْهَرُ بِهَا دَائِمًا فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَمْسَ
مَرَّاتٍ أَبَدًا حَضَرًا وَسَفَرًا".
"Nabi
ﷺ terkadang menjaharkan basmalah, tetapi lebih sering merendahkan
suaranya dibandingkan menjaharkannya. Tidak diragukan bahwa beliau tidak selalu
menjaharkannya dalam setiap shalat lima waktu sepanjang hari, baik dalam
keadaan mukim maupun safar."
===***===
PENDAPAT YANG MEN-SUNNAH-KAN BACA BASMALAH DENGAN JAHR (SUARA KERAS) DALAM SHALAT JAHRIYAH
Imam
al-Maqdisi asy-Syafi’i menyusun sebuah kitab tentang basmalah, dan ia berkata
di dalamnya:
(وَالجَهْرُ
بِالبَسْمَلَةِ هُوَ الَّذِي قَرَّرَهُ الأَئِمَّةُ الحُفَّاظُ وَاخْتَارُوهُ وَصَنَّفُوا
فِيهِ مِثْلَ مُحَمَّدِ بْنِ نَصْرٍ المَرْوَزِيِّ، وَأَبِي بَكْرِ بْنِ خُزَيْمَةَ،
وَأَبِي حَاتِمِ بْنِ حِبَّانَ، وَأَبِي الحَسَنِ الدَّارَقُطْنِيِّ، وَأَبِي عَبْدِ
اللَّهِ الحَاكِمِ، وَأَبِي بَكْرٍ البَيْهَقِيِّ، وَالخَطِيبِ، وَأَبِي عُمَرَ بْنِ
عَبْدِ البَرِّ، وَغَيْرِهِمْ رَحِمَهُمُ اللَّهُ)
*"Jahr
dalam membaca basmalah adalah pendapat yang telah ditegaskan dan dipilih oleh
para imam huffazh, serta mereka menyusunnya dalam karya-karya mereka, seperti
Muhammad bin Nashr al-Marwazi, Abu Bakr bin Khuzaimah, Abu Hatim Ibnu Hibban,
Abu al-Hasan ad-Daraquthni, Abu Abdullah al-Hakim, Abu Bakr al-Baihaqi,
al-Khatib al-Baghdady, Abu Umar bin Abdil Barr, dan selain mereka -rahimahumullah."* [Dikutip
Imam Nawawi dalam al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab 3/342].
Para
ulama ini menguatkan pendapat jahr dalam membaca basmalah. Mereka semua
bermazhab Syafi’i kecuali Ibnu Abdil Barr yang bermazhab Maliki, namun
demikian, ia juga menguatkan pendapat jahr dalam membaca basmalah!
Selain
itu, terdapat pula kitab-kitab lain yang membahas tentang jahr dalam membaca
basmalah.
****
Jahr
(suara keras) dalam membaca basmalah adalah pendapat mayoritas ulama dari
kalangan sahabat, tabi'in, dan para ahli fikih serta para qari yang datang setelah mereka.
Adapun
sahabat yang berpendapat demikian, sebagaimana diriwayatkan oleh al-Hafidz Abu
Bakr al-Khathib, adalah :
Abu Bakr ash-Shiddiq, Umar, Utsman, Ali, Ammar bin Yasir, Ubay bin Ka'b, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Abu Qatadah, Abu Sa'id, Qais bin Malik, Abu Hurairah, Abdullah bin Abi Aufa, Syaddad bin Aus, Abdullah bin Ja'far, Husain bin Ali, Abdullah bin Ja'far, Mu'awiyah bin Abu Sufyan dan ahlul Madinah -radhiyallahu 'anhum-.
Para sahabat muhajirin dan anshar ahlul Madinah – radhiyallahu ‘anhum- yang hadir ketika Mu'awiyah meng-imami shalat di Madinah dan dia tidak membaca basmalah dengan jahr, mereka semua protes dan mengingkarinya, lalu Mu’awiyah pun membaca-nya dengan jahr.
Al-Khathib al-Baghdadi berkata:
وَأَمَّا ٱلتَّابِعُونَ وَمَنْ بَعْدَهُمْ مِمَّنْ قَالَ بِٱلْجَهْرِ
بِهَا فَهُمْ أَكْثَرُ مِنْ أَنْ يُذْكَرُوا وَأَوْسَعُ مِنْ أَنْ يُحْصَرُوا، وَمِنْهُمْ
سَعِيدُ بْنُ ٱلْمُسَيَّبِ وَطَاوُسٌ وَعَطَاءٌ وَمُجَاهِدٌ وَأَبُو وَائِلٍ وَسَعِيدُ
بْنُ جُبَيْرٍ وَٱبْنُ سِيرِينَ وَعِكْرِمَةُ وَعَلِيُّ بْنُ ٱلْحُسَيْنِ وَٱبْنُهُ
مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيٍّ وَسَالِمُ بْنُ عَبْدِ ٱللَّهِ وَمُحَمَّدُ بْنُ ٱلْمُنْكَدِرِ
وَأَبُو بَكْرِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِوِ بْنِ حَزْمٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ كَعْبٍ
وَنَافِعٌ مَوْلَى ٱبْنِ عُمَرَ وَعُمَرُ بْنُ عَبْدِ ٱلْعَزِيزِ وَأَبُو ٱلشَّعْثَاءِ
وَمَكْحُولٌ وَحَبِيبُ بْنُ أَبِي ثَابِتٍ وَٱلزُّهْرِيُّ وَأَبُو قِلَابَةَ وَعَلِيُّ
بْنُ عَبْدِ ٱللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ وَٱبْنُهُ مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيٍّ وَٱلْأَزْرَقُ
بْنُ قَيْسٍ وَعَبْدُ ٱللَّهِ بْنُ مُغَفَّلِ بْنِ مُقْرِنٍ فَهَؤُلَاءِ مِنَ ٱلتَّابِعِينَ۔
"Adapun
tabi'in dan orang-orang setelah mereka yang berpendapat bahwa basmalah dibaca
jahr, jumlah mereka terlalu banyak untuk disebutkan satu per satu dan lebih
luas daripada yang dapat dihitung." Di antara mereka adalah Sa'id bin
al-Musayyib, Thawus, 'Atha', Mujahid, Abu Wail, Sa'id bin Jubair, Ibnu Sirin,
Ikrimah, Ali bin Husain, putranya Muhammad bin Ali, Salim bin Abdullah,
Muhammad bin al-Munkadir, Abu Bakr bin Muhammad bin Amr bin Hazm, Muhammad bin
Ka'b, Nafi' (maula Ibnu Umar), Umar bin Abdul Aziz, Abu Sya'tsa', Mak-hul,
Habib bin Abi Tsabit, az-Zuhri, Abu Qilabah, Ali bin Abdullah bin Abbas,
putranya Muhammad bin Ali, al-Azraq bin Qais, dan Abdullah bin Mughaffal bin
Muqrin. Mereka ini berasal dari kalangan tabi'in”.
[Dikutip
dalam : al-Majmu’ karya Imam Nawawi 3/341, Neilul Awthor karya Asy-Syawkani
232, an-Nafhu asy-Syadiy Syarah Sunan Tirmidzy karya Ibnu Sayyidin Nas, Abul
Fath ar-Rib’iy 4/320, al-Fathu ar-Rabbaani karya asy-Syaukani 6/2685 dan
Badzlul Majhud Fii Hilli Sunan Abi Daud karya Syeikh Kholil as-Saharanfuury
4/159].
Al-Khathib
meriwayatkan dari Ikrimah:
أَنَّهُ كَانَ لَا يُصَلِّي خَلْفَ مَنْ لَا يُجْهِرُ بِبِسْمِ
ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ۔ وَقَالَ أَبُو جَعْفَرَ مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيٍّ:
لَا يَنْبَغِي ٱلصَّلَاةُ خَلْفَ مَنْ لَا يُجْهِرُ۔
“Bahwa
ia tidak shalat di belakang orang yang tidak membaca jahr basmalah. Abu Ja'far
Muhammad bin Ali berkata: "Tidak sepantasnya shalat di belakang orang yang
tidak membaca jahr."
Dan
Al-Khathib berkata:
وَمِمَّنْ قَالَ بِهِ بَعْدَ ٱلتَّابِعِينَ: عَبْدُ ٱللَّهِ
بْنُ عُمَرَ ٱلْعُمَرِيُّ وَٱلْحَسَنُ بْنُ زَيْدٍ وَعَبْدُ ٱللَّهِ بْنُ حَسَنٍ وَزَيْدُ
بْنُ عَلِيِّ بْنِ حُسَيْنٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ عُمَرَ بْنِ عَلِيٍّ وَٱبْنُ أَبِي ذِئْبٍ
وَٱللَّيْثُ بْنُ سَعْدٍ وَإِسْحَاقُ بْنُ رَاهَوَيْهِ، وَرَوَاهُ ٱلْبَيْهَقِيُّ عَنْ
بَعْضِ هَؤُلَاءِ وَزَادَ فِي ٱلتَّابِعِينَ عَبْدَ ٱللَّهِ بْنَ صَفْوَانَ وَمُحَمَّدَ
بْنَ ٱلْحَنَفِيَّةِ وَسُلَيْمَانَ ٱلتَّيْمِيَّ وَمِمَّنْ تَابَعَهُمْ ٱلْمُعْتَمِرُ
بْنُ سُلَيْمَانَ، وَنَقَلَهُ ٱبْنُ عَبْدِ ٱلْبَرِّ عَنْ بَعْضِ هَؤُلَاءِ وَزَادَ
فَقَالَ: هُوَ قَوْلُ جَمَاعَةٍ مِنْ أَصْحَابِ ٱبْنِ عَبَّاسٍ طَاوُسٍ وَعِكْرِمَةَ
وَعَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، وَقَوْلُ ٱبْنِ جُرَيْجٍ وَمُسْلِمِ بْنِ خَالِدٍ وَسَائِرِ
أَهْلِ مَكَّةَ وَهُوَ أَحَدُ قَوْلَيْ ٱبْنِ وَهْبٍ صَاحِبِ مَالِكٍ وَحَكَاهُ غَيْرُهُ
عَنْ ٱبْنِ ٱلْمُبَارَكِ وَأَبِي ثَوْرٍ
"Di
antara mereka yang berpendapat demikian setelah tabi'in adalah Abdullah bin
Umar al-'Umari, Hasan bin Zaid, Abdullah bin Hasan, Zaid bin Ali bin Husain,
Muhammad bin Umar bin Ali, Ibnu Abi Dzi'b, al-Laits bin Sa'd, dan Ishaq bin
Rahuyah." Al-Baihaqi meriwayatkan dari sebagian mereka dan menambahkan
dari kalangan tabi'in, yaitu Abdullah bin Shafwan, Muhammad bin al-Hanafiyyah,
Sulaiman at-Taimi, dan mereka yang mengikuti pendapat tersebut seperti al-Mu'tamir
bin Sulaiman. Ibnu Abdil Barr meriwayatkan dari sebagian mereka dan menambahkan
bahwa ini adalah pendapat sekelompok sahabat Ibnu Abbas, yaitu Thawus, Ikrimah,
dan Amr bin Dinar. Pendapat ini juga dianut oleh Ibnu Juraij, Muslim bin
Khalid, serta seluruh penduduk Makkah. Ini juga merupakan salah satu dari dua
pendapat Ibnu Wahb, sahabat Imam Malik, serta diriwayatkan dari Ibnu al-Mubarak
dan Abu Tsaur.
[Dikutip
dalam al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab karya an-Nawawi 3/341]
Dan
dalam kitab *al-Bayan* karya Ibnu Abi Hasim, dari Abu al-Qasim bin al-Muslimi,
ia berkata:
كُنَّا نَقْرَأُ *بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ* فِي
أَوَّلِ فَاتِحَةِ ٱلْكِتَابِ، وَفِي أَوَّلِ سُورَةِ ٱلْبَقَرَةِ وَبَيْنَ ٱلسُّورَتَيْنِ
فِي ٱلصَّلَاةِ، وَفِي ٱلْفَرْضِ، كَانَ هَذَا مَذْهَبَ ٱلْقُرَّاءِ بِٱلْمَدِينَةِ۔
"Kami
membaca *Bismillahirrahmanirrahim* di awal Surah al-Fatihah, di awal Surah
al-Baqarah, dan di antara dua surah dalam shalat. Dalam shalat fardhu, inilah
mazhab para qari di Madinah."
[Diriwayatkan
dengan sanadnya oleh Abu ‘Amr ad-Daani dalam
Jami’ al-Bayan Fii Qirooati Sab’ 1/395 no. 1025. Lihat Pula : al-Majmu
karya an-Nawawi 3/342].
Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata :
ذَهَبَ الشَّافِعِيُّ، رَحِمَهُ اللَّهُ،
إِلَى أَنَّهُ يَجْهَرُ بِهَا (البَسْمَلَة) مَعَ الْفَاتِحَةِ وَالسُّورَةِ، وَهُوَ
مَذْهَبُ طَوَائِفٍ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ وَأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ
سَلَفًا وَخَلَفًا ، فَجَهَرَ بِهَا مِنَ الصَّحَابَةِ أَبُو هُرَيْرَةَ، وَابْنُ عُمَرَ،
وَابْنُ عَبَّاسٍ، وَمُعَاوِيَةُ، وَحَكَاهُ ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ، وَالْبَيْهَقِيُّ
عَنْ عُمَرَ وَعَلِيٍّ.
وَنَقَلَهُ الْخَطِيبُ عَنِ الْخُلَفَاءِ
الْأَرْبَعَةِ، وَهُمْ: أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَعُثْمَانُ وَعَلِيٌّ، وَهُوَ غَرِيبٌ.
وَمِنَ التَّابِعِينَ عَنْ سَعِيدِ
بْنِ جُبَيْرٍ، وعِكْرِمة، وَأَبِي قِلابة، وَالزُّهْرِيِّ، وَعَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ،
وَابْنِهِ مُحَمَّدٍ، وَسَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ، وَعَطَاءٍ، وَطَاوُسٍ، وَمُجَاهِدٍ،
وَسَالِمٍ، وَمُحَمَّدِ بْنِ كَعْبٍ الْقُرَظِيِّ، وَأَبِي بَكْرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ
عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ، وَأَبِي وَائِلٍ، وَابْنِ سِيرِينَ، وَمُحَمَّدِ بْنِ المنْكَدِر،
وَعَلِيِّ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ، وَابْنِهِ مُحَمَّدٍ، وَنَافِعٍ مَوْلَى
ابْنِ عُمَرَ، وَزَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، وَعُمَرَ بْنِ عَبَدِ الْعَزِيزِ، وَالْأَزْرَقِ
بْنِ قَيْسٍ، وَحَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ، وَأَبِي الشَّعْثَاءِ، وَمَكْحُولٍ، وَعَبْدِ
اللَّهِ بْنِ مَعْقِل بْنِ مُقَرِّن.
زَادَ الْبَيْهَقِيُّ: وَعَبْدُ اللَّهِ
بْنُ صفوان، ومحمد بن الْحَنَفِيَّةِ. زَادَ ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ: وَعَمْرُو بْنُ
دِينَارٍ
“Imam Syafi'i rahimahullah berpendapat bahwa basmalah
dibaca dengan jahr (dikeraskan) bersama Al-Fatihah dan surah-surah
lainnya.
Dan ini merupakan mazhab sejumlah sahabat, tabi'in,
serta para imam kaum muslimin baik dari generasi terdahulu maupun
belakangan.
Di antara para sahabat yang mengeraskan bacaan
basmalah adalah Abu Hurairah, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, dan Mu'awiyah. Ibnu Abdil
Barr dan Al-Baihaqi juga meriwayatkan dari Umar dan Ali.
Al-Khatib juga menukil dari keempat khalifah, yaitu
Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali, namun riwayat ini dianggap gharib (asing).
Di antara para tabi'in yang mengeraskan bacaan
basmalah adalah Sa'id bin Jubair, Ikrimah, Abu Qilabah, Az-Zuhri, Ali bin
Husain, putranya Muhammad, Sa'id bin Al-Musayyib, Atha', Thawus, Mujahid, Salim,
Muhammad bin Ka'b Al-Quradhi, Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm, Abu
Wa'il, Ibnu Sirin, Muhammad bin Al-Munkadir, Ali bin Abdullah bin Abbas,
putranya Muhammad, Nafi' maula Ibnu Umar, Zaid bin Aslam, Umar bin Abdul Aziz,
Al-Azraq bin Qais, Habib bin Abi Tsabit, Abu Sya'tsa', Mak-hul, dan Abdullah
bin Ma'qil bin Muqarrin.
Al-Baihaqi menambahkan: Abdullah bin Shafwan dan
Muhammad bin Al-Hanafiyyah.
Ibnu Abdil Barr menambahkan: Amr bin Dinar.
(SELESAI) [Lihat : Tafsir Ibnu Katsir 1/117]
Dan Al-Hakim berkata dalam Al-Mustadrak 1/359
nomor 855:
مَا حَدَّثَنِي أَبُو بَكْرٍ مَكِّيُّ
بْنُ أَحْمَدَ الْبَرْدَعِيُّ، ثنا أَبُو الْفَضْلِ الْعَبَّاسُ بْنُ عِمْرَانَ الْقَاضِي،
ثنا أَبُو جَابِرٍ سَيْفُ بْنُ عَمْرٍو، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي السَّرِيِّ، ثنا
إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي أُوَيْسٍ، ثنا مَالِكٌ، عَنْ حُمَيْدٍ، عَنْ أَنَسٍ، قَالَ:
صَلَّيْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَخَلْفَ أَبِي بَكْرٍ،
وَخَلْفَ عُمَرَ، وَخَلْفَ عُثْمَانَ، وَخَلْفَ عَلِيٍّ، فَكُلُّهُمْ كَانُوا «يَجْهَرُونَ
بِقِرَاءَةِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ» .
«إِنَّمَا ذَكَرْتُ هَذَا الْحَدِيثَ شَاهِدًا
لِمَا تَقَدَّمَهُ،
فَفِي هَذِهِ الْأَخْبَارِ الَّتِي
ذَكَرْنَاهَا مُعَارَضَةٌ لِحَدِيثِ قَتَادَةَ الَّذِي يَرْوِيهِ أَئِمَّتُنَا عَنْهُ،
وَقَدْ بَقِيَ» .
فِي الْبَابِ عَنْ أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ
عُثْمَانَ، وَعَلِيٍّ، وَطَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ، وَجَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ،
وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، وَالْحَكَمِ بْنِ عُمَيْرٍ الثُّمَالِيِّ، وَالنُّعْمَانِ
بْنِ بَشِيرٍ، وَسَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ، وَبُرَيْدَةَ الْأَسْلَمِيِّ، وَعَائِشَةَ
بِنْتِ الصِّدِّيقِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ. «كُلُّهَا مُخَرَّجَةٌ عِنْدِي فِي الْبَابِ
تَرَكْتُهَا إِيثَارًا لِلتَّخْفِيفِ، وَاخْتَصَرْتُ مِنْهَا مَا يَلِيقُ بِهَذَا الْبَابِ،
وَكَذَلِكَ قَدْ ذَكَرْتُ فِي الْبَابِ
مَنْ جَهَرَ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ،
وَأَتْبَاعِهِمْ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ»
Telah
menceritakan kepadaku Abu Bakar Makki bin Ahmad Al-Barda'i, telah menceritakan
kepada kami Abu Al-Fadl Al-Abbas bin Imran Al-Qadhi, telah menceritakan kepada
kami Abu Jabir Saif bin Amr, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abi
As-Sari, telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Abi Uwais, telah
menceritakan kepada kami Malik, dari Humaid : dari Anas radhiyallahu ‘anhu,
ia berkata:
"Aku
shalat di belakang Nabi ﷺ, di belakang Abu Bakar, di belakang Umar,
di belakang Utsman, dan di belakang Ali. Mereka semua mengeraskan bacaan 'Bismillahirrahmanirrahim'."
"Aku
hanya menyebutkan hadits ini sebagai penguat bagi hadits sebelumnya.
Dalam
riwayat-riwayat yang telah kami sebutkan terdapat pertentangan dengan hadits
Qatadah yang diriwayatkan oleh para imam kami dari beliau. Selain itu, masih
ada riwayat dalam bab ini dari Amirul Mukminin Utsman, Ali, Thalhah bin
Ubaidillah, Jabir bin Abdullah, Abdullah bin Umar, Al-Hakam bin Umair
Ats-Tsumali, Nu'man bin Basyir, Samurah bin Jundub, Buraidah Al-Aslami, dan
Aisyah binti Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhum."
"Semua riwayat tersebut ada dalam kitabku
dalam bab ini, namun aku tidak menyebutkannya secara lengkap demi meringkas.
Aku hanya menyebutkan bagian yang sesuai dengan pembahasan ini. Demikian pula,
dalam bab ini aku telah menyebutkan para sahabat, tabi'in, dan pengikut mereka
yang mengeraskan bacaan 'Bismillahirrahmanirrahim'. Semoga Allah meridhai
mereka."
Dalam Mukhtashar Khilafiyat
al-Baihaqi karya Ibnu al-Mulaqqin 2/53 di sebutkan :
وَرُوِيَ عَنْ حَمَّادِ بْنِ سَلَمَةَ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ
بْنِ جُدْعَانَ، أَنَّ الْعَبَادِلَةَ كَانُوا يَسْتَفْتِحُونَ الْقِرَاءَةَ بِبِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ يَجْهَرُونَ، عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ، وَعَبْدُ
اللَّهِ بْنُ عُمَرَ، وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو، وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ،
وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ صَفْوَانَ.
Dan telah diriwayatkan dari Hammad bin Salamah,
dari Ali bin Zaid bin Jud’an, bahwa para ‘Abadilah (para sahabat yang namanya
Abdullah) dahulu senantiasa memulai bacaan (shalat) dengan *Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm*
dengan mengeraskan suaranya [jahr].
Mereka adalah: Abdullah bin Abbas, Abdullah bin
Umar, Abdullah bin Amr, Abdullah bin Zubair, dan Abdullah bin Shafwan.
[SELESAI]
===***===
DALIL-DALIL PENDAPAT : BACA BISMILLAH DENGAN JAHR (SUARA KERAS) DALAM SHOLAT
****
DALIL KE SATU : IJMA’ PARA SAHABAT :
Dalam
kitab *al-Khilafiyyat* karya al-Baihaqi (lihat Mukhtashar Khilafiyat al-Baihaqi
karya Ibnu al-Mulaqqin 2/54), disebutkan dari Ja’far bin Muhammad bahwa ia
berkata:
أَجْمَعَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَلَىٰ الْجَهْرِ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
*"Para
sahabat Muhammad ﷺ telah ber-ijma’ (bersuara bulat) terhadap
jahr dalam membaca Bismillahirrahmanirrahim."*
[Lihat
: al-Majmu’ karya an-Nawawi 3/342, Neilul Awthar oleh asy-Syawkani 2/232 dan
Fathul Mun’im Syarah Shahih Muslim karya Prof. DR. Musa Syahih 2/503].
****
DALIL KE DUA : IJMA’ AHLI MADINAH :
Pendapat
yang dipegang oleh Imam asy-Syafi’i tentang ijma' penduduk Madinah pada masa
sahabat radhiyallahu 'anhum, yang bertentangan dengan klaim ijma' yang diajukan
oleh kalangan Malikiyah.
Al-Imam
Al-Baihaqi berkata :
وَاعْتَمَدَ الشَّافِعِيُّ فِي ذَلِكَ عَلَى إِجْمَاعِ أَهْلِ
الْمَدِينَةِ
“Dan
Imam Syafi'i dalam hal tersebut berpegang pada ijma' ahli Madinah”. [Lihat :
Ma’rifat as-Sunan wal Aaatsar karya al-Baihaqi 2/373 no. 3086].
Dan
Ibnu Katsir dalam Tafsirnya 1/117-118 meriwayatkan :
"وَرَوَى
الشَّافِعِيُّ، رَحِمَهُ اللَّهُ، وَالْحَاكِمُ فِي مُسْتَدْرَكِهِ، عَنْ أَنَسٍ: أَنَّ
مُعَاوِيَةَ صَلَّى بِالْمَدِينَةِ، فَتَرَكَ الْبَسْمَلَةَ، فَأَنْكَرَ عَلَيْهِ مَنْ
حَضَرَهُ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ ذَلِكَ، فَلَمَّا صَلَّى الْمَرَّةَ الثَّانِيَةَ بَسْمَلَ
".
Diriwayatkan
oleh Asy-Syafi’i rahimahullah dan Al-Hakim dalam *Al-Mustadrak*, dari Anas:
bahwa Mu’awiyah pernah shalat di Madinah lalu tidak membaca basmalah, maka
orang-orang Muhajirin yang hadir saat itu mengingkarinya. Kemudian ketika ia
shalat untuk kedua kalinya, maka ia pun membaca basmalah. (Al-Mustadrak 1/233)
Al-Imam
Asy-Syafi’i dalam al-Musnad 1/259-260 no. 605 meriwayatkan :
أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْمَجِيدِ ابْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ عَنْ
ابْنِ جُرَيْجٍ، قَالَ: أَخْبَرَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ خَيْثَمٍ،
إِنَّ أَبَا بَكْرِ بْنَ حَفْصِ بْنِ عُمَرَ أَخْبَرَهُ أَنَّ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ
قَالَ:
صَلَّى مُعَاوِيَةُ بِالْمَدِينَةِ صَلَاةً يُجْهَرُ فِيهَا
بِالْقِرَاءَةِ، فَقَرَأَ (بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ) لِأُمِّ الْقُرْآنِ،
وَلَمْ يَقْرَأْ بِهَا لِلسُّوَرِ الَّتِي بَعْدَهَا حَتَّى قَضَى تِلْكَ الْقِرَاءَةَ،
وَلَمْ يُكَبِّرْ حِينَ يَهْوِيَ حَتَّى قَضَى تِلْكَ الصَّلَاةَ، فَلَمَّا سَلَّمَ
نَادَاهُ مَنْ شَهِدَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ مِنْ كُلِّ مَكَانٍ: يَا مُعَاوِيَةُ، أَسَرَقْتَ
الصَّلَاةَ أَمْ نَسِيتَ؟
فَلَمَّا صَلَّى بَعْدَ ذَلِكَ قَرَأَ (بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ
الرَّحِيمِ) لِلَّتِي بَعْدَ أُمِّ الْقُرْآنِ، وَكَبَّرَ حِينَ يَهْوِيَ سَاجِدًا.
"Abdul
Majid bin Abdul Aziz mengabarkan kepada kami dari Ibnu Juraij, ia berkata:
Abdullah bin Utsman bin Khaitsam mengabarkan kepadaku : Bahwa Abu Bakar bin
Hafsh bin Umar mengabarkan kepadanya bahwa Anas bin Malik berkata:
'Mu'awiyah
pernah mengimami shalat di Madinah dengan mengeraskan bacaan, lalu ia membaca
(Bismillahirrahmanirrahim) untuk Ummul Qur’an (Al-Fatihah), tetapi tidak
membacanya untuk surah setelahnya hingga ia selesai membaca.
Ia
juga tidak bertakbir ketika turun untuk sujud hingga menyelesaikan shalatnya.
Setelah
salam, para sahabat Muhajirin yang hadir dari berbagai tempat berseru,
"Wahai Mu'awiyah! Apakah engkau mencuri shalat ataukah engkau lupa?"
Setelah
itu, ketika ia shalat kembali, ia membaca (Bismillahirrahmanirrahim) untuk surah
setelah Ummul Qur’an (al-Fatihah) dan bertakbir ketika turun untuk
sujud.'" [SELESAI]
TA’LIQ
:
Imam
Syafi'i berpegang kepada hadits Muawiyah ini untuk mengukuhkan bacaan basmalah
dalam shalat dengan suara jahr (keras). Dan Al-Khatib berkata:
هُوَ أَجْوَدُ مَا يُعْتَمَدُ عَلَيْهِ فِي هَذَا الْبَابِ
"Ini
adalah yang paling kuat untuk dijadikan pegangan dalam bab ini."
[Lihat
: Nashbur Royah karya az-Zaila’i 1/353 dan Syarah Sunan Abu Daud karya al-‘Aini
3/423].
Asy-Syafi'i
setelah meriwayatkan hadits ini, beliau berkomentar dengan mengatakan:
"إِنَّ
مُعَاوِيَةَ كَانَ سُلْطَانًا عَظِيمَ القُوَّةِ شَدِيدَ الشَّوْكَةِ، فَلَوْلَا أَنَّ
الجَهْرَ بِالبَسْمَلَةِ كَانَ كَالأَمْرِ المُقَرَّرِ عِندَ كُلِّ الصَّحَابَةِ مِنَ
المُهَاجِرِينَ وَالأَنْصَارِ، لَمَا قَدَرُوا عَلَى إِظْهَارِ الإِنْكَارِ عَلَيْهِ
بِسَبَبِ تَرْكِ التَّسْمِيَةِ."
*"Sesungguhnya
Mu'awiyah adalah seorang penguasa yang sangat kuat dan memiliki kekuasaan yang
besar. Seandainya jahr dalam basmalah bukan merupakan sesuatu yang sudah mapan
di kalangan seluruh sahabat dari kalangan Muhajirin dan Anshar, tentu mereka
tidak akan mampu menunjukkan penolakan terhadapnya karena ia meninggalkan
basmalah."* [Lihat: Tafsir Mafatihul Ghoib karya al-Fakhrur Rozy 1/180].
Sementara
ar-Ruuyani dalam Bahrul Madzhab 2/29 berkata : “ Ini adalah Ijma’”.
TAKHRIJ
HADITS MU’AWIYAH:
Hadits
ini diriwayatkan oleh Asy-Syafi'i dalam kitab *Al-Umm*, bab bacaan setelah
ta'awudz (1/108), oleh Abdurrazzaq dalam *Al-Mushannaf*, bab (bacaan)
*Bismillahirrahmanirrahim* (2/92), al-Hakim dalam al-Mustadrak 1/503 dan
al-Baihaqi dalam As-Sunan al-Kubra 2/71 no. 2408.
Ad-Daraquthni
meriwayatkannya dengan sanadnya hingga Asy-Syafi'i dengan sanad yang disebutkan
diatas, dan pada akhir hadits disebutkan:
فَلَمْ يُصَلِّ بَعْدَ ذَلِكَ إِلَّا قَرَأَ *بِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ* لِأُمِّ القُرْآنِ وَلِلسُّورَةِ الَّتِي بَعْدَهَا، وَكَبَّرَ
حِينَ يَهْوِي سَاجِدًا، رُوَاتُهُ كُلُّهُمْ ثِقَاتٌ اهــ.
"Maka
setelah itu, beliau (Mu’awiyah) tidak shalat kecuali membaca *Bismillahir rahmanir
rahim* untuk Ummul Kitab dan surat setelahnya, serta bertakbir ketika hendak
sujud."
Lalu
Ad-Daraquthni berkata : “Seluruh
perawinya terpercaya”. (Lihat *Sunan Ad-Daraquthni* 2/83 no. 1187).
Dan
As-Suyuthi mengaitkannya kepada riwayat Asy-Syafi'i dalam *Al-Umm*,
Ad-Daraquthni, Al-Hakim (yang mensahihkannya), dan Al-Baihaqi. (Lihat *Ad-Durr
Al-Mantsur* 1/21).
Riwayat
ini juga disebutkan oleh Ya'qub bin Sufyan al-Imam dari al-Humaidi. Dan Ya'qub
juga menjadikannya sebagai dalil dalam menetapkan jahr dalam basmalah.
Al-Hakim
meriwayatkannya dalam *Al-Mustadrak* 1/357 no. 851, lalu dia berkata :
هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ مُسْلِمٍ، فَقَدِ احْتَجَّ
بِعَبْدِ الْمَجِيدِ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ، وَسَائِرُ رُوَاتِهِ مُتَّفَقٌ عَلَى
عَدَالَتِهِمْ
" Ini
adalah hadits yang sahih menurut syarat Muslim, karena telah dijadikan hujah
oleh Abdul Majid bin Abdul Aziz, dan semua perawi lainnya disepakati akan
keadilannya ".
[Lihat
pula: al-Khilafiyat karya al-Baihaqi 2/289, Khulashotul Ahkaam karya an-Nawawi
no. 1153 dan Nashbur Royah karya az-Zaila’iy 1/353)
Al-Imam
Al-Baihaqi berkata :
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ - رحمه الله - : وَتَابَعَهُ عَلَى ذَلِكَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ
عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ، وَرَوَاهُ ابْنُ خَيْثَمٍ بِإِسْنَادٍ آخَرَ.
“Imam
Ahmad rahimaullah berkata : "Riwayat ini juga dikuatkan oleh Abdurrazzaq
dari Ibnu Juraij, dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Khaitsam dengan sanad
lainnya." [al-Khilafiyat karya al-Baihaqi 2/289].
Ad-Daraquthni
meriwayatkannya dalam *Sunan-nya (2/83 no. 1187)*, lalu dia berkata :
رِجَالُهُمْ كُلُّهُمْ ثِقَاتٌ.
"Seluruh
perawinya tsiqah." [Lihat :
Khulashotul Ahhkam karya an-Nawawi no. 1153 dan Nashbur Royah karya az-Zaila’iy
1/353)]
Ad-Daraquthni
juga berkata :
وَحَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ النَّيْسَابُورِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا
الرَّبِيعُ، قَالَ: ثَنَا الشَّافِعِيُّ، فَذَكَرَهُ، إِلَّا أَنَّهُ قَالَ: فَلَمْ
يَقْرَأْ (بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ) لِأُمِّ الْقُرْآنِ، وَلَمْ يَقْرَأْ
لِلسُّورَةِ بَعْدَهَا، فَذَكَرَ الْحَدِيثَ
وَزَادَ: وَالْأَنْصَارِيُّ، ثُمَّ قَالَ: فَلَمْ يُصَلِّ بَعْدَ
ذَلِكَ إِلَّا قَرَأَ (بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ) لِأُمِّ الْقُرْآنِ
وَلِلسُّورَةِ.
"Abu
Bakar an-Naisaburi mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ar-Rabi’ mengabarkan
kepada kami, ia berkata: Asy-Syafi’i berkata: Lalu ia menyebutkan Hadits
tersebut, tetapi ia berkata, 'Mu'awiyah tidak membaca
(Bismillahirrahmanirrahim) untuk Ummul Qur’an dan tidak pula untuk surah
setelahnya (setelah al-Fatihah).'
Kemudian
disebutkan kelanjutan Hadits, dan ia menambahkan :
“Bahwa
setelah itu Mu'awiyah tidak lagi meninggalkan bacaan
**(Bismillahirrahmanirrahim)** baik untuk Ummul Qur’an maupun surah setelahnya
dalam shalatnya." [Sunan ad-Daruquthni 2/83 no. 1187]
Al-Imam
Asy-Syafi’i meriwayatkannya dari jalur lain dan berkata :
فَنَادَاهُ الْمُهَاجِرُونَ وَالْأَنْصَارُ حِينَ سَلَّمَ: يَا
مُعَاوِيَةُ، أَسَرَقْتَ صَلَاتَكَ؟ أَيْنَ (بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ)؟
"Ketika
Mu'awiyah salam, maka kaum Muhajirin dan Anshar berseru, 'Wahai Mu'awiyah!
Apakah engkau mencuri shalatmu? Di mana **(Bismillahirrahmanirrahim)?'"
[Lihat
: Al-Mushonnaf dalam kitab Al-Ma'rifah (715). Dan Al-Syafi'i 1/108. Diriwayatkan
pula oleh al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra 3/423 no. 2446].
Adapun
Jawaban terhadap kritik mengenai sanad dan matan Hadits ini, maka hal ini telah
dibahas panjang lebar dalam kitab-kitab yang besar. Adapun di sini, maka cukuplah
bagi saya sebagai penulis artikel ini bahwa hadits ini sesuai dengan syarat Shahih Muslim.
****
DALIL KE TIGA : TUJUH QIRA'AT AL-QUR'AN (QIRO'AH SAB'AH):
Ketahuilah
bahwa para imam qira’at yang tujuh, di antara mereka ada yang membaca basmalah
dengan jahr tanpa ada perbedaan riwayat darinya, dan ada pula yang diriwayatkan
dengan kedua cara (membaca jahr dan sirr/ lirih, pelan atau samar-samar).
Tidak
ada di antara mereka yang secara mutlak meninggalkan basmalah tanpa perbedaan
riwayat darinya.
Ibrahim
Adham Al-Nidzami berkata :
فَقَدْ بَحَثْتُ عَنْ ذَٰلِكَ أَشَدَّ الْبَحْثِ فَوَجَدْتُهُ
كَمَا ذَكَرْتُهُ، ثُمَّ كُلُّ مَنْ رُوِيَتْ عَنْهُ الْبَسْمَلَةُ ذُكِرَتْ بِاللَّفْظِ
الْجَهْرِ بِهَا إِلَّا رِوَايَاتٍ شَاذَّةٍ جَاءَتْ عَنْ حَمْزَةَ رَحِمَهُ اللَّهُ
بِالْأَسْرَارِ بِهَا وَهَذَا كُلُّهُ مِمَّا يَدُلُّ مِنْ حَيْثُ الْإِجْمَالِ عَلَىٰ
تَرْجِيحِ إِثْبَاتِ الْبَسْمَلَةِ وَالْجَهْرِ بِهَا۔
Aku
telah meneliti hal ini dengan sangat mendalam, dan aku menemukannya sebagaimana
yang telah kusebutkan. Kemudian, setiap imam yang diriwayatkan membaca
basmalah, disebutkan dengan lafaz jahr kecuali riwayat-riwayat syadz yang
datang dari Hamzah rahimahullah, yang diriwayatkan dengan membacanya secara
sirr. Semua ini secara umum menunjukkan kuatnya pendapat yang menetapkan bacaan
basmalah dengan jahr (suara keras).
[Sumber
: Al-Qaul as-Sadid fi al-Jahr bil-Bismillah fi ash-Shalat oleh Ibrahim Adham
Al-Nidzami].
*****
DALIL KE EMPAT : HADITS UMMU SALAMAH radhiyallahu ‘anha
===
HADITS
KE 1 :
Al-Imam
al-Hakim meriwayatakan :
Telah
menceritakan kepada kami Abu Ahmad Muhammad bin Muhammad bin Al-Husain
Asy-Syaibani, telah menceritakan kepada kami Abu Al-‘Ala Muhammad bin Ahmad bin
Ja‘far Al-Kufi di Mesir, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi
Syaibah, telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Ghiyats, dari Ibnu Juraij,
dari Ibnu Abi Mulaikah :
Dari
Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " يَقْرَأُ:
{بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} [الفاتحة: 1] {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ}
[الفاتحة: 2] يَقْطَعُهَا حَرْفًا حَرْفًا
Nabi
ﷺ biasa membaca: "Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm"
(Al-Fatihah: 1), "Alhamdulillāhi Rabbil-'Ālamīn"
(Al-Fatihah: 2), beliau membacanya dengan memutuskan huruf demi huruf.
[HR.
Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 1/356 no. 847.
Al-Hakim
berkata :
«هَذَا
حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ، وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ »
"Ini
adalah hadits yang shahih sesuai dengan syarat dua syaikh (Imam Bukhari dan
Muslim), namun keduanya tidak meriwayatkannya."
Dan
al-Imam Adz-Dzahabi menyetujuinya dalam at-Talkhish 1/356].
====
HADITS
KE 2 :
Al-Imam
Ad-Daruquthni berkata : Telah dibacakan kepada Abdullah bin Muhammad bin Abdul
Aziz dan aku mendengarnya: Telah menceritakan kepada kalian Abu Khaitsamah. Dan
dibacakan kepada Ali bin Hasan bin Qahtabah dan aku mendengarnya: Telah
menceritakan kepada kalian Mahmud bin Khidasy.
Keduanya
berkata: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa’id al-Umawi. Dan dibacakan
kepada Abdullah bin Muhammad dan aku mendengarnya: Telah menceritakan kepada
kalian Sa’id bin Yahya al-Umawi, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami
ayahku, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, dari Abdullah
bin Abi Mulaikah : Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha :
"كان
رسولُ اللهِ ﷺ إذا قرأَ يُقطّعُ قراءتَهُ آيةً آيةً : بِسْمِ اللهِ الرَحْمَنِ الرَحِيمِ
. الحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِينَ . الرَحْمَنِ الرَحِيمِ . مَالِكِ يَوْمِ الدِينِ
".
Rasulullah ﷺ ketika membaca (Al-Qur'an), beliau memutus
bacaannya ayat per ayat: "Bismillahirrahmanirrahim",
"Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin", "Arrahmanirrahim",
"Maaliki yaumiddin".
[HR.
Ad-Daruquthni 1/651. Dan dia berkata :
إِسْنَادُهُ صَحِيحٌ وَكُلُّهُمْ ثِقَاتٌ
“Sanadnya
sahih dan semua perawinya terpercaya”.
Khalid bin Ibrahim
ash-Shoq’aji dalam Mudzakkirotul Qoul ar-Rajih 1/79 berkata :
رَوَاهُ أَحْمَدُ، وَالدَّارَقُطْنِيُّ، وَالْحَاكِمُ، وَابْنُ
خُزَيْمَةَ، وَصَحَّحَهُ الدَّارَقُطْنِيُّ وَالْحَاكِمُ عَلَى شَرْطِيهِمَا، وَوَافَقَهُمَا
الذَّهَبِيُّ۔
“Diriwayatkan oleh Ahmad, ad-Daraquthni, al-Hakim, dan Ibnu Khuzaimah. Hadits ini dinyatakan shahih oleh ad-Daraquthni dan al-Hakim menurut syarat keduanya, dan adz-Dzahabi menyetujuinya”.
====
HADITS
KE 3 :
Al-Imam
Ahmad berkata : Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id al-Umawi, ia
berkata: telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, dari Abdullah bin Abi
Mulaikah, dari Ummu Salamah -radhiyallahu 'anha- :
أَنَّهَا سُئِلَتْ عَنْ قِرَاءَةِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ
قَالَتْ: كَانَ يَقْطَعُ قِرَاءَتَهُ آيَةً آيَةً، بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ"
آيَةٌ، "الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ" آيَتَانِ.
“Bahwa
ia ditanya tentang cara Rasulullah ﷺ membaca
(Al-Qur'an). Ia berkata:
"Beliau
membaca dengan memutus (antara) ayat satu per satu. *Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm*
satu ayat, *al-ḥamdu lillāhi
rabbil-‘ālamīn*
dua ayat."
[HR.
Ahmad 44/206 no. 26583, Abu Daud no. 4001, al-Hakim dalam Mustadrak 2/131 dan
Burhanuddin Abu Ishaq al-Ja’bary dalam “Rusukh al-Ahbaar” hal. 253 no. 120].
Syu’aib
al-Arna’uth dan para pentahqiq al-Musnad 44/206 berkata :
صَحِيحٌ لِغَيْرِهِ، وَهَذَا سَنَدٌ رِجَالُهُ ثِقَاتٌ، رِجَالُ
الشَّيْخَيْنِ.
“Shahih
li ghairihi, dan sanad ini para perawinya terpercaya, termasuk perawi-perawi
yang dipakai oleh Al-Bukhari dan Muslim”.
Hadits
ini diriwayatkan pula oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak, Ibnu Khuzaymah, dan
al-Daraqutni, dan mereka mengatakan:
إِسْنَادُهُ كُلُّهُمْ ثِقَاتٌ وَهُوَ إِسْنَادٌ صَحِيحٌ.
"Semua
perawi hadits ini adalah orang-orang terpercaya, dan ini adalah sanad yang
sahih."
Al-Hakim
dalam al-Mustadrak 2/131berkata:
هُوَ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ البُخَارِيِّ وَمُسْلِمٍ.
"Hadits
ini sahih sesuai dengan syarat al-Bukhari dan Muslim."
(Lihat
: Musnad Imam Ahmad 6/302, Sunan Abu Dawud no. 1466, dan Mustadrak al-Hakim 2/131).
Dan
Al-Jazari berkata dalam *An-Nasyr* 1/226:
وَهُوَ حَدِيثٌ حَسَنٌ، وَسَنَدُهُ صَحِيحٌ
“Ini
adalah hadits hasan, dan sanadnya shahih”.
Kesimpulannya
:
Dinyatakan
shohih oleh Ibnu Khuzaimah, ad-Daruquthni, al-Hakim, adz-Dzahabi, al-Jazary, Syu’aib
al-Arna’uth, para pentahqiq al-Musnad dan juga oleh Syeikh al-Albaani dalam
al-Irwa no. 343.
Namun
hadits ini dinilai dho’if oleh Syeikh Muqbil al-Wadi’i al-Yamani.
RINCIAN
TAKHRIJ HADITS :
Diriwayatkan
oleh Al-Qasim bin Sallam dalam Fadhail al-Qur'an halaman 74, Abu Dawud (4001),
At-Tirmidzi dalam Sunan-nya (2927), dalam Asy-Syamail (309), Abu Ya'la (7022),
Ibnu Al-Mundzir dalam Al-Awsath (1344), Ath-Thahawi dalam Syarh Musykil
Al-Atsar (5406), Ath-Thabarani dalam Al-Kabir 23/(603), Ad-Daraquthni dalam
As-Sunan 1/312-313, Al-Hakim 2/231-232, Abu Al-Fadhl Ar-Razi dalam Fadhail
al-Qur'an (18) dan (19), Al-Baihaqi dalam As-Sunan 2/44, Al-Khatib dalam
Tarikh-nya 9/367, dari jalur Yahya bin Sa'id Al-Umawi, darinya.
Ad-Daraquthni
berkata:
إِسْنَادُهُ صَحِيحٌ، وَكُلُّهُمْ ثِقَاتٌ!
“Sanadnya
sahih dan semua perawinya terpercaya”.
Al-Hakim
berkata:
هٰذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ
“Hadis
ini sahih menurut syarat Asy-Syaikhain (Al-Bukhari dan Muslim)”. Dan
Adz-Dzahabi menyetujuinya.
Imam
Ahmad dalam *Musnad* 6/300, 302 meriwayatkan dari Ummu Salamah melalui dua
jalur.
Hadits
ini juga diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam *as-Sunan* 2/154 no. 1466, namun
tidak disebutkan “Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm”
di dalamnya. Ia juga meriwayatkannya dalam *Kitāb
al-Ḥurūf
wa al-Qirā’āt*
4/294 no. 4001, dan di sana juga tidak terdapat basmalah.
At-Tirmidzi
meriwayatkannya dalam *Jāmiʿ*-nya,
dalam bab "Apa yang datang tentang bagaimana bacaan Rasulullah ﷺ"
8/240 no. 3091, dan ia berkata: “Hadits hasan
shahih gharib.”
Hadits
ini juga diriwayatkan oleh an-Nasa’i dalam *as-Sunan al-Ṣughrā*,
bab "Memperindah bacaan Al-Qur’an dengan suara" 2/181, dan tidak
terdapat basmalah di dalamnya.
Hadits
ini juga terdapat dalam *al-Umm* karya asy-Syafi’i 1/93, dalam *Syarḥ
Maʿānī
al-Ātsār*
1/199–200, dan dalam *Sunan ad-Dāruquṭnī*
1/307, 312–313, dan ia berkata: “Sanadnya, seluruh perawinya terpercaya.”
Lihat
juga *al-Majmūʿ*
karya an-Nawawi 3/278–279,
*Naṣb
ar-Rāyah*
1/351, dan *at-Talkhīṣ al-Ḥabīr*
1/232.
Namun
hadits ini telah dikritisi oleh ath-Thaḥawi dalam *Syarḥ
Maʿānī
al-Ātsār*,
karena diriwayatkan oleh Ibnu Juraij dari Ibnu Abī
Mulaikah dari Ummu Salamah – padahal ia tidak mendengar darinya. At-Tirmidzi
meriwayatkannya dari dua jalur, dan jalur pertama adalah dari Ibnu Juraij ini.
Ia berkata: “Gharib, seperti ini yang diriwayatkan oleh Yahya bin Saʿīd
al-Umawī
dan lainnya dari Ibnu Juraij dari Ibnu Abī Mulaikah dari Ummu Salamah,
namun sanadnya tidak bersambung.”
Adapun
jalur lainnya adalah dari al-Laits bin Saʿd
dari Ibnu Abī Mulaikah dari Yaʿlā
bin Mamlak dari Ummu Salamah, dan ia berkata: “Inilah yang lebih shahih.” Ia
juga berkata: “Kami tidak mengetahuinya kecuali melalui hadits al-Laits.”
Sebelumnya telah disebut bahwa ia berkata tentang hadits ini: “hasan shahih
gharib.”
Adapun
kritik ath-Thaḥawi terhadap hadits ini dalam *Syarḥ Maʿānī
al-Ātsār*
adalah bahwa para perawi berbeda dalam lafaznya, sehingga hadits tersebut tidak
bisa dijadikan hujjah. [Lihat: *Naṣb ar-Rāyah*
1/351].
Kritik
ath-Thahawi al-Hanafi ini dibantah oleh al-Ḥāfiẓ
Ibnu Ḥajar
dalam *at-Talkhīṣ al-Ḥabīr*
1/232 dan ia berkata:
مَا أَعَلَّهُ بِهِ لَيْسَ بِعِلَّةٍ قَادِحَةٍ
“Apa
yang dijadikan illat hadits oleh ath-Thaḥawi bukanlah cacat yang
merusak.”
Namun
demikian hadits tersebut tetap dinilai shahih oleh at-Tirmidzi, meski sanadnya berdasarkan
jalur yang dikritik oleh ath-Thaḥawi.
Dan
juga diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 2/520-521 dan 10/524, Abu Ya'la (6920),
Ibnu Abi Dawud dalam Al-Masahif halaman 94, Ath-Thahawi dalam Syarh Ma'ani
Al-Atsar 1/199, dan dalam Syarh Musykil Al-Atsar (5405), Ath-Thabarani dalam
Al-Kabir 23/(937), Ibnu 'Abdil Barr dalam Al-Istidzkar (4788) dari jalur Hafsh
bin Ghiyats, Ibnu Khuzaimah (493), Ibnu Al-Mundzir (1345), Ad-Daraquthni 1/307,
As-Sahmi dalam Tarikh Jurjan halaman 104–105, dan Al-Baihaqi dalam As-Sunan
2/44 dan dalam As-Sunan As-Sughra (385) dari jalur Umar bin Harun. Keduanya
dari Ibnu Juraij, darinya.
Dalam
riwayat Umar bin Harun terdapat tambahan dengan perbedaan pada sebagian
lafaz.
Dan
Umar bin Harun adalah perawi yang dhaif.
====
HADITS
KE 4 :
Diriwayatkan
oleh Umar bin Harun al-Balkhi dari Ibnu Jurayj dari Ibnu Abi Mulaykah dari Ummu
Salamah :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَرَأَ فِي الصَّلَاةِ: بِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ فَعَدَّهَا آيَةً، الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ آيَتَيْنِ،
الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ ثَلَاثَ آيَاتٍ، مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ أَرْبَعَ آيَاتٍ،
وَقَالَ: هَكَذَا إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ وَجَمَعَ خَمْسَ أَصَابِعِهِ.
“Bahwa
Rasulullah ﷺ membaca dalam shalat: "Bismillahirrahmanirrahim,"
yang dihitung sebagai satu ayat, "Alhamdulillahi rabbil 'alamin" dua
ayat, "Ar-Rahmanirrahim" tiga ayat, "Maliki yawmid-din"
empat ayat. Lalu beliau berkata: "Begitu juga dengan 'Iyyaka na'budu wa iyyaka
nasta'in,' dan beliau mengumpulkan lima jari tangannya."
[Diriwayatkan
pula oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahih nya 1/227 no. 493, al-Hakim dalam
al-Mustadrak 1/503, al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra 3/411 no. 2420 dan Ibnu
al-Mundzir dalam al-Awsath no. 1345 dari jalur Ibnu Jurayj.
Abu
Muhammad berkata:
لَمَّا وَقَفَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ عَلَى هَذِهِ المُقَاطِيعِ،
أَخْبَرَ عَنْهُ أَنَّهُ عِنْدَ كُلِّ مُقْطَعٍ آيَةٌ لِأَنَّهُ جَمَعَ عَلَيْهِ أَصَابِعَهُ،
فَبَعْضُ الرُّوَاةِ حِينَ حَدَّثَ بِهَذَا الحَدِيثِ نَقَلَ ذَلِكَ زِيَادَةً فِي
البَيَانِ.
"Ketika
Rasulullah ﷺ berhenti pada setiap bagian ini, beliau memberitahukan bahwa
setiap bagian tersebut adalah ayat karena beliau mengumpulkan jarinya. Beberapa
perawi yang meriwayatkan hadits ini menyebutkan hal ini sebagai tambahan
penjelasan."
DERAJAT
HADITS : DHO’IF
Dan
dalam sanadnya terdapat: ‘Umar bin Harun, dan ia adalah perawi yang lemah.
Adz-Dzahabi
berkata dalam *Mīzān
al-I‘tidāl*
1/496:
خَبَرٌ مُنْكَرٌ شَذَّ بِهِ عُمَرُ، وَقَدْ قَالَ ابْنُ مَعِينٍ
وَغَيْرُهُ: كَذَّابٌ. وَقَالَ النَّسَائِيُّ وَغَيْرُهُ: مَتْرُوكٌ. وَأَيْضًا فَإِنْ
كَانَ عَدَّهَا بِلِسَانِهِ فِي الصَّلَاةِ فَذَلِكَ مُنَافٍ لِلصَّلَاةِ، وَإِنْ كَانَ
بِأَصَابِعِهِ فَلَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّهَا آيَةٌ، وَلَا بُدَّ مِنَ الْفَاتِحَةِ.
"Hadis
ini munkar, ‘Umar menyelisihi (perawi lainnya) dalam riwayat ini." Dan
Ibnu Ma‘in serta yang lainnya berkata: "Pendusta." An-Nasa’i dan yang
lainnya berkata: "Tertinggalkan."
Juga,
jika dia menghitungnya dengan lisannya di dalam salat, maka itu bertentangan
dengan (tuntunan) salat. Dan jika menghitungnya dengan jarinya, maka itu tidak
menunjukkan bahwa (basmalah) adalah bagian dari ayat, padahal (yang wajib)
adalah dari al-Fatihah. [SELESAI]
Namun
haditsnya ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Khuzaymah dalam kitab “Sahih”-nya.
Dan Umar bin Harun ini adalah sebagian dari para huffaadz yang meriwayatkan
hadits.
Adapun
tambahan yang terdapat dalam riwayatnya, yaitu ucapan :
قَرَأَ فِي الصَّلَاةِ
'Beliau
ﷺ membaca dalam shalat'
===***===
DALIL KE LIMA : HADITS ABU HURAIRAH RADHIYALLAHU ‘ANHU :
Al-Khatib
Abu Bakr al-Hafidzh al-Baghdadi berkata:
الْجَهْرُ بِالتَّسْمِيَةِ مَذْهَبٌ لِأَبِي هُرَيْرَةَ، حُفِظَ
عَنْهُ وَاشْتُهِرَ بِهِ، وَرَوَاهُ عَنْهُ غَيْرُ وَاحِدٍ مِنْ أَصْحَابِهِ.
*"Jahr
dalam membaca basmalah adalah mazhab Abu Hurairah. Hal ini diriwayatkan darinya
dan menjadi terkenal serta diriwayatkan oleh lebih dari satu orang di antara
murid-muridnya."* [Dikutip dalam al-Majmu karya Imam Nawawi 3/344].
====
HADITS
ABU HURAIRAH KE 1 :
Hadits
Nu’aim bin Abdullah al-Mujmir, Ia berkata:
صَلَّيْتُ وَرَاءَ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ،
فَقَرَأَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، ثُمَّ قَرَأَ بِأُمِّ الْكِتَابِ،
حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ وَلَا الضَّالِّينَ، قَالَ: آمِينَ، وَقَالَ النَّاسُ: آمِينَ،
وَيَقُولُ كُلَّمَا سَجَدَ: اللَّهُ أَكْبَرُ، وَإِذَا قَامَ مِنَ الْجُلُوسِ مِنَ
الِاثْنَتَيْنِ، قَالَ: اللَّهُ أَكْبَرُ، ثُمَّ يَقُولُ إِذَا سَلَّمَ: وَالَّذِي
نَفْسِي بِيَدِهِ إِنِّي لَأَشْبَهُكُمْ صَلَاةً بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
تَعَالَىٰ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
*"Aku
shalat di belakang Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, lalu ia membaca
‘Bismillahirrahmanirrahim’, kemudian membaca Ummul Kitab (al-Fatihah),
hingga ketika sampai pada ayat ‘waladh-dhoollin’, ia mengucapkan ‘Amin’, dan
orang-orang pun mengucapkan ‘Amin’.
Ia
juga mengucapkan ‘Allahu Akbar’ setiap kali sujud, dan ketika bangkit dari
duduk setelah rakaat kedua, ia juga mengucapkan ‘Allahu Akbar’.
Kemudian
setelah salam, ia berkata: ‘Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh
shalatku ini adalah yang paling mirip dengan shalat Rasulullah ﷺ di antara kalian.’”*
TAKHRIJ HADITS :
Hadits
ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari secara mu'allaq setelah hadits nomor (782),
dan dikeluarkan secara bersambung oleh Ahmad (10449), An-Nasai 2/134 (905),
Ibnu Al-Jarud (184), Ibnu Khuzaimah 1/251, (499) dan (688), Ath-Thahawi
(1/199), Ibnu Hibban (1797) dan (1801), Ad-Daraquthni (1/305-306 dan 306),
Al-Hakim (1/232), serta Al-Baihaqi (2/46).
Dinyatakan
sahih oleh Ad-Daraquthni, Al-Hakim, dan Al-Baihaqi. Dan dinyatakan Shahih pula
oleh Syu’aib al-Arna’uth dan para pentahqiq Musnad Imam Ahmad 16/277no.
10449.
Penilaian
Para Ulama Hadits tentang Keshohihan Riwayat Ini:
1].
Ibnu Khuzaimah dalam kitabnya tentang “al-Basmalah” berkata:
"فَأَمَّا
الْجَهْرُ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فِي الصَّلَاةِ فَقَدْ صَحَّ وَثَبَتَ
عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِإِسْنَادٍ ثَابِتٍ مُتَّصِلٍ،
لَا شَكَّ وَلَا ارْتِيَابَ عِنْدَ أَهْلِ الْمَعْرِفَةِ بِالْأَخْبَارِ فِي صِحَّةِ
سَنَدِهِ وَاتِّصَالِهِ".
*"Adapun jahr
dalam membaca Bismillahirrahmanirrahim dalam shalat, maka hal itu telah shahih
dan tetap dari Nabi ﷺ dengan sanad yang sahih dan muttashil,
tanpa ada keraguan dan tanpa kebimbangan bagi para ahli Hadits tentang
keshahihannya."*
[Disebutkan
oleh al-Khothib al-Baghdady dalam Dzikru Jahr bil Basmalah hal. 43 No. 44 dan An-Nawawi
dalam *Al-Majmu'* (3/344-345) dengan mengutip dari kitab Abu Syamah Al-Maqdisi
dalam permasalahan ini].
Kemudian
ia menyebutkan Hadits ini dan berkata:
فَقَدْ بَانَ وَثَبَتَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ يَجْهَرُ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فِي الصَّلَاةِ.
*"Telah
jelas dan valid bahwa Nabi ﷺ menjahrkan bacaan Bismillahirrahmanirrahim
dalam shalat."* [Lihat : al-Majmu’ oleh an-Nawawi 3/345]
2]-
Hadits diatas ini juga diriwayatkan oleh Abu Hatim bin Hibban dalam
*Shahih*-nya no. (1797).
3]-
Ad-Daraquthni meriwayatkannya dalam *Sunan*-nya (1/305-306 dan 306) dan berkata:
هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ، وَرُوَاتُهُ كُلُّهُمْ ثِقَاتٌ.
*"Ini
adalah Hadits shahih, dan seluruh perawinya adalah tsiqah (terpercaya).”*
4]-
Al-Hakim meriwayatkannya dalam *al-Mustadrak* (1/232) dan berkata:
هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَىٰ شَرْطِ الْبُخَارِيِّ وَمُسْلِمٍ.
*"Hadits
ini shahih sesuai syarat al-Bukhari dan Muslim."*
5]-
Al-Hafidzh al-Baihaqi dalam kitab *al-Khilafiyyat* 1/186 no. (261) menggunakan Hadits
ini sebagai dalil, lalu berkata:
رُوَاةُ هَذَا الْحَدِيثِ كُلُّهُمْ ثِقَاتٌ مُجْمَعٌ عَلَىٰ
عَدَالَتِهِمْ، مُحْتَجٌّ بِهِمْ فِي الصَّحِيحِ،
*"Seluruh
perawi Hadits ini tsiqah, disepakati keadilannya, dan dijadikan hujjah dalam
kitab-kitab shahih."*
Dalam
*as-Sunan al-Kubra* (2/46), al-Baihaqi berkata:
وَهُوَ إِسْنَادٌ صَحِيحٌ وَلَهُ شَوَاهِدُ.
*"Hadits
ini memiliki sanad yang shahih dan memiliki banyak syawahid
(penguat)."*
6]-
Al-Hafidzh Abu Bakr al-Khatib dalam awal kitabnya yang ia susun tentang jahr
dalam basmalah dalam shalat, meriwayatkannya dari banyak jalur yang kuat, lalu
berkata:
هَذَا الْحَدِيثُ ثَابِتٌ صَحِيحٌ، لَا يَتَوَجَّهُ عَلَيْهِ
تَعْلِيلٌ فِي اتِّصَالِهِ وَثِقَةِ رِجَالِهِ.
*"Hadits
ini shahih, tsabit (kokoh), dan tidak ada kecacatan dalam sanadnya maupun dalam
kepercayaan para perawinya."* [Dikutip oleh an-Nawawi dalam al-Majmu’ 3/345].
Maka
dengan demikian, hadits ini telah dinyatakan shahih oleh para imam besar:
an-Nasa’i, Ibnu Hibban, Ibnu Khuzaimah, ad-Daraquthni, al-Hakim, al-Baihaqi,
al-Khatib al-Baghdadi, an-Nawawi, Ibnu Hajar al-Asqalani, dan selain mereka.
Ibrahim
Ad-ham An-Nidzami berkata :
فَلَا تَغْتَرَّ بِمَا طَنْطَنَ بِهِ بَعْضُ الْمُعَاصِرِينَ
حَوْلَ هَذَا الْحَدِيثِ بَعْدَ تَصْحِيحِ أُولَئِكَ الْأَعْلَامِ!
Maka
janganlah terpedaya dengan suara-suara dengunan sebagian orang zaman ini yang
meragukan Hadits ini setelah para ulama besar tersebut telah menetapkan
keshahihannya!
[Sumber
: Al-Qaul as-Sadid fi al-Jahr bil-Bismillah fi ash-Shalat oleh Ibrahim Adham
Al-Nidzami].
Al-Imam
Badruddin al-Aini dalam ‘Umdatul Qori Syarah Shahih
al-Bukhori 6/52 menulis satu BAB:
بَابُ جَهْرِ الْمَأْمُومِ بِالتَّأْمِينِ
"Bab Jahr Al-Ma'mum dengan Amin":
Lalu
dia berkata di bawah hadits no. 782 :
(وَأَمَّا
طَرِيقُ نُعَيْمٍ فَرَوَاهَا النَّسَائِيُّ وَابْنُ خُزَيْمَةَ وَالسَّرَّاجُ وَابْنُ
حِبَّانَ وَغَيْرُهُمْ مِنْ طَرِيقِ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِلَالٍ عَنْ نُعَيْمٍ الْمُجْمِرِ
قَالَ:
"صَلَّيْت وَرَاءَ أَبِي هُرَيْرَةَ فَقَرَأَ بِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، ثُمَّ قَرَأَ بِأُمِّ الْقُرْآنِ حَتَّى بَلَغَ وَلَا الضَّالِّينَ
فَقَالَ آمِينَ وَقَالَ النَّاسُ آمِينَ، وَيَقُولُ كُلَّمَا سَجَدَ اللَّهُ أَكْبَرُ،
وَإِذَا قَامَ مِنْ الْجُلُوسِ فِي الِاثْنَتَيْنِ قَالَ اللَّهُ أَكْبَرُ، وَيَقُولُ
إِذَا سَلَّمَ : وَاَلَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنِّي لَأَشْبَهُكُمْ صَلَاةً بِرَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " .
(Adapun
riwayat Nu'aim, ia diriwayatkan oleh an-Nasa'i, Ibnu Khuzaymah, as-Sarraj, Ibnu
Hibban, dan lainnya dari jalur Sa'id bin Abi Hilal dari Nu'aim al-Mujmir, yang
berkata:
"Aku
shalat di belakang Abu Hurairah, dan beliau membaca Bismillahirrahmanirrahim,
kemudian beliau membaca Ummul Qur'an sampai sampai pada kalimat 'Wa la
dhallin', beliau berkata 'Amin', dan orang-orang pun berkata 'Amin'.
Beliau
mengatakan 'Allahu Akbar' setiap kali sujud, dan ketika beliau duduk antara dua
sujud, beliau berkata 'Allahu Akbar'.
Ketika
beliau memberi salam, beliau berkata: 'Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya,
aku sangat mirip dengan kalian dalam shalat seperti Rasulullah ﷺ.'" [SELESAI]
An-Nasa'i
memberi judul BAB pada riwayat ini :
"
الْجَهْرُ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ "
"Baca Jahr
dengan Bismillahirrahmanirrahim",
Maka
ini manunjukkan bahwa hadits ini adalah yang paling sahih yang ada dalam
masalah ini menurutnya .
KRITIKAN
DAN JAWABAN :
Kritikan :
Terdapat
kritikan terhadap dalil hadits diatas ini dengan kemungkinan bahwa Abu Hurairah
maksudnya dengan ucapan 'Aku memberikan contoh shalat yang lebih mirip
dengan shalat Nabi ﷺ kepada kalian'
adalah dalam sebagian besar bagian shalat, bukan dalam seluruh bagian
shalatnya. Karena ada riwayat dari sejumlah orang selain Nu'aim dari Abu
Hurairah yang tidak menyebutkan basmalah, sebagaimana yang akan saya sebutkan
nanti.
Jawabannya
adalah :
Bahwa
Nu'aim adalah orang yang terpercaya, sehingga tambahan riwayatnya diterima
(maqbul), dan hadits ini jelas menunjukkan bahwa hal itu berlaku untuk seluruh
bagian shalat, sehingga dipahami secara umum hingga ada dalil lain yang
membatasinya .
=====
HADITS
ABU HURAIRAH KE 2 :
Imam
al-Bukhari dalam al-Qiroat Kholfal Imam hal. 5 no. 16 meriwayatkan dari Abu
Hurairah, bahwa ia berkata:
"
فِي كُلِّ صَلَاةٍ قِرَاءَةٌ، وَلَوْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ، فَمَا أَعْلَنَ لَنَا
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَحْنُ نُعْلِنُهُ وَمَا أَسَرَّ فَنَحْنُ
نُسِرُّهُ
"Dalam
setiap sholat ada bacaan (dari al-Qur’an), meskipun hanya dengan Al-Fatihah.
Apa yang Nabi ﷺ baca dengan jelas [jahr] kepada kami, maka
kami pun membacanya dengan jelas [jahr], dan apa yang beliau baca secara pelan/
lirih [sirr], maka kami pun membacanya secara pelan [sirr]."
Dan
Imam Muslim dalam Shahih-nya (396) meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa ia
berkata:
«فِي
كُلِّ صَلَاةٍ قِرَاءَةٌ فَمَا أَسْمَعَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
أَسْمَعْنَاكُمْ، وَمَا أَخْفَى مِنَّا، أَخْفَيْنَاهُ مِنْكُمْ، وَمَنْ قَرَأَ بِأُمِّ
الْكِتَابِ فَقَدْ أَجْزَأَتْ عَنْهُ، وَمَنْ زَادَ فَهُوَ أَفْضَلُ»
"Dalam
setiap sholat ada bacaan (dari al-Qur’an). Apa yang Nabi ﷺ perdengarkan [jahr-kan] bacaan-nya kepada kami, kami pun
perdengarkan kepada kalian, dan apa yang beliau baca secara pelan/ lirih [sirr]
dari kami, kami pun membacakannya secara pelan kepada kalian. Barang siapa
membaca Ummul Kitab (Al-Fatihah), maka itu sudah mencukupinya, dan siapa yang
menambahnya, maka itu lebih baik."
Dalam
shahih Bukhory no. 772, disebutkan bahwa Abu Hurairah berkata :
«فِي
كُلِّ صَلَاةٍ يُقْرَأُ، فَمَا أَسْمَعَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَسْمَعْنَاكُمْ، وَمَا أَخْفَى عَنَّا أَخْفَيْنَا عَنْكُمْ، وَإِنْ لَمْ
تَزِدْ عَلَى أُمِّ القُرْآنِ أَجْزَأَتْ وَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ»
"Pada
setiap sholat ada yang dibaca, apa yang telah Rasulullah ﷺ perdengaran suaranya kepada kami,
kami perdengarkan pula kepada kalian, dan apa yang beliau sembunyikan/ lirihkan
[sirr-kan] dari kami, kami sembunyikan [sirr-kan] pula dari kalian. Jika kamu
tidak menambah selain Ummul Qur'an [al-Fatihah], maka itu sudah cukup, dan jika
kamu menambahinya, maka itu lebih baik."
****
Dalil
yang Dapat Disimpulkan dari Riwayat yang Disepakati Keshahihannya:
Haditst
Abu Hurairah, dalam riwayat Bukhori dan Muslim terdapat beberapa lafadz :
KE
1. Abu Hurairah berkata:
فِي كُلِّ صَلَاةٍ قِرَاءَةٌ
*"Dalam
setiap shalat ada qiro’ah (bacaan Al-Qur’an)."*
KE
2 : Dalam riwayat lain:
بِقِرَاءَةٍ
*"Dengan
qiro’ah (bacaan)."*
KE
3 : Dalam riwayat lain:
لَا صَلَاةَ إِلَّا بِقِرَاءَةٍ
*"Tidak
ada shalat tanpa qiro’ah (bacaan)."*
Lalu
Abu Hurairah berkata:
فَمَا أَعْلَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَعْلَنَّاهُ لَكُمْ، وَمَا أَخْفَاهُ أَخْفَيْنَاهُ لَكُمْ.
*"Apa
yang Rasulullah ﷺ baca secara terang-terangan (jahr), kami
pun membacakannya kepada kalian secara terang-terangan. Dan apa yang beliau
baca dengan pelan/ lirih (Sirr), kami pun membacanya dengan pelan/ lirih (sirr)
kepada kalian."* [Shahih Muslim No. 396]
Dalam
riwayat lain:
فَمَا أَسْمَعَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَسْمَعْنَاكُمْ، وَمَا أُخْفِيَ مِنَّا أَخْفَيْنَاهُ مِنْكُمْ.
*"Apa
yang Rasulullah ﷺ perdengarkan kepada kami, kami pun
perdengarkan kepada kalian. Dan apa yang beliau rahasiakan dari kami, kami pun
merahasiakannya dari kalian."* [Shahih Bukhori no. 772 dan Shahih Muslim
no. 396]
Semua
lafaz ini terdapat dalam kitab-kitab Hadits shahih, sebagian ada dalam
*Shahihain* (al-Bukhari dan Muslim), sebagian dalam salah satunya.
Maknanya
adalah : bahwa Rasulullah ﷺ menjahrkan
[mengeraskan suara] bacaan yang memang dijahrkan [dikeraskan suaranya] dan dilirihkan
(sirr) bacaan yang memang dilirihkan. Kemudian telah ada ketetapan [kevalidan]
bahwa Abu Hurairah men-jahr-kan [mengeraskan suara] baca bismillah dalam
shalatnya, yang menunjukkan bahwa ia mendengar jahr tersebut dari Rasulullah ﷺ.
===
HADITS
ABU HURAIRAH KE 3 :
Yaitu
; apa yang diriwayatkan oleh al-Daraqutni dalam *Sunan*nya 2/74 no. (1171) dari
dua jalur:
Dari
Mansur bin Abi Mazahim, dia berkata: "Kami diberitahu oleh Idris dari
al-'Ala' bin Abdul Rahman bin Ya'qub dari ayahnya dari Abu Hurairah :
«أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَرَأَ وَهُوَ يَؤُمُّ النَّاسَ
افْتَتَحَ الصَّلَاةَ بِـ {بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} [الفاتحة: 1]».
قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: «هِيَ آيَةٌ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ ،
اقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ فَإِنَّهَا الْآيَةُ السَّابِعَةُ»
'Bahwa
Nabi ﷺ apabila membaca di hadapan orang banyak, beliau membuka dengan
Bismillahirrahmanirrahim.' Abu Hurairah berkata: 'Ini adalah ayat dari Kitab
Allah, bacalah jika kalian mau Ummul Qur'an, karena itu adalah ayat ketujuh.'
Dalam
riwayat lain (Sunan ad-Daruquthni 2/74) disebutkan :
"أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ كَانَ إِذَا أَمَّ
النَّاسَ قَرَأَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ".
“Bahwa
Rasulullah ﷺ apabila memimpin shalat, beliau membaca
Bismillahirrahmanirrahim."
DERAJAT
HADITS : SHAHIH.
Ad-Daraqutni
berkata:
رِجَالُ إسْنَادِهِ كُلُّهُمْ ثِقَاتٌ
"Para
perawi hadits ini semuanya terpercaya."
[Lihat : Al-Majmu karya an-Nawawi 3/559].
Al-Hafidz
Ibnu al-Mulaqqin dalam al-Badrul Munir 1/559 berkata :
وَسَائِر رُواة هَذَا الحَدِيث من جَمِيع طرقه ثِقَات
“Dan
seluruh perawi hadits ini dari semua jalurnya adalah tsiqah (terpercaya)”.
Al-Khatib
berkata:
قَدْ رَوَى جَمَاعَةٌ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ
ﷺ كَانَ يَجْهَرُ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ وَيَأْمُرُ بِهِ، فَذَكَرَ
هَذَا الْحَدِيثَ وَقَالَ: بَدَلَ "قَرَأَ": "جَهَرَ".
وَعَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ ابْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ ﷺ يَفْتَتِحُ الْقِرَاءَةَ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ.
وَعَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ
ﷺ يَجْهَرُ بِقِرَاءَةِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ.
"Telah
meriwayatkan sejumlah orang dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah ﷺ membaca Bismillahirrahmanirrahim dengan keras dan memerintahkan
hal tersebut, dan beliau menyebutkan hadits ini dengan kata 'dengan keras'
menggantikan kata 'membaca'.
Dan
dari az-Zuhri dari Ibnu al-Musayyib dari Abu Hurairah, ia berkata: 'Rasulullah ﷺ membuka bacaannya dengan Bismillahirrahmanirrahim.'
Dan
dari Abu Hazim dari Abu Hurairah, ia berkata: 'Rasulullah ﷺ membaca Bismillahirrahmanirrahim dengan suara jahr (keras).’” [Lihat
: al-Majmu’ 3/345]
Az-Zaila’i
al-Hanafi mengutipnya dari al-Khatib dan Ibnu ‘Adi dalam *al-Kamil*, akan
tetapi az-Zaila’i kemudian berkata :
وَلَوْ ثَبَتَ هَذَا عَنْ أَبِي أُوَيْسٍ فَهُوَ غَيْرُ مُحْتَجٍّ
بِهِ، لِأَنَّ أَبَا أُوَيْسٍ لَا يُحْتَجُّ بِمَا انْفَرَدَ بِهِ فَكَيْفَ إِذَا انْفَرَدَ
بِشَيْءٍ وَخَالَفَهُ فِيهِ مَنْ هُوَ أَوْثَقُ مِنْهُ، مَعَ أَنَّهُ مُتَكَلَّمٌ فِيهِ
فَوَثَّقَهُ جُمَاعَةٌ وَوَضَّحَهُ آخَرُونَ... اهـ.
“Jika ini memang
terbukti dari Abu Uways, maka hal itu tidak bisa dijadikan hujah, karena Abu
Uways tidak bisa dijadikan hujah atas apa yang ia sendirian meriwayatkannya,
apalagi jika ia sendiri yang meriwayatkannya dan ada yang lebih terpercaya
darinya yang menyelisihinya.
Di
samping itu, ia dipertanyakan kredibilitasnya, sebagian orang menilainya terpercaya,
sementara yang lain melemahkannya…” (*Nashb ar-Rayah* 1/341).
====
HADITS
ABU HURAIRAH KE 4 :
Al-Imam
Al-Baihaqi dalam al-Khilafiyat (2/278 no. 1528) berkata :
Telah
memberitakan kepada kami Abu Abdullah al-Hafidzh, telah memberitakan kepada
kami Abu Muhammad Abdullah bin Ishaq bin Ibrahim bin al-Khurasani, telah
menceritakan kepada kami Ibrahim bin Ishaq as-Sarraj, telah menceritakan kepada
kami Uqbah bin Mukram ad-Dhabbi, telah menceritakan kepada kami Yunus bin
Bukair, telah menceritakan kepada kami Mis’ar bin Kidam, dari Muhammad bin
Qais, dari Abu Hurairah, ia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَجْهَرُ بِـ
{بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ}، ثُمَّ تَرَكَهُ النَّاسُ.
“Rasulullah
ﷺ mengeraskan (jahr) bacaan {Bismillahirrahmanirrahim}, kemudian
orang-orang meninggalkannya.”
TAKHRIJ
HADITS :
Hadits
ini diriwayatkan oleh sbb :
1]-
ad-Daraquthni Kitab ath-Thoharah, Bab: Kewajiban Membaca
Bismillahirrahmanirrahim (1/307), (Hadits 19), dengan lafadz :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " كَانَ
إِذَا قَرَأَ وَهُوَ يَؤُمُّ النَّاسَ افْتَتَحَ الصَّلَاةَ بِـ {بِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} [الفاتحة: 1] ".
قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: «هِيَ آيَةٌ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ ،
اقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ فَإِنَّهَا الْآيَةُ السَّابِعَةُ».
وَقَالَ الْفَارِسِيُّ: إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَمَّ النَّاسَ قَرَأَ {بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ}
[الفاتحة: 1] ، لَمْ يَزِدْ عَلَى هَذَا
Rasulullah
ﷺ “ketika membaca dan menjadi imam
untuk umat, beliau memulai sholat dengan {Bismillahirrahmanirrahim}
[al-Fatihah: 1].”
Abu
Hurairah berkata: “Ini adalah ayat dari kitab Allah, bacalah jika kalian mau,
Fatihatul Kitab, karena itu adalah ayat yang ketujuh.”
Dan
al-Farisi berkata: “Sesungguhnya Nabi ﷺ ketika menjadi
imam untuk umat, beliau membaca {Bismillahirrahmanirrahim} [al-Fatihah: 1],
beliau tidak menambah selain itu.”
2]-
al-Hakim 1/357 nomor 850.
3]-
al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra, Kitab ath-Thoharah, Bab: Memulai bacaan
dengan Bismillahirrahmanirrahim dan mengeraskannya ketika mengeraskan bacaan
al-Fatihah 3/417 nomor 2432 .
Semuanya
melalui jalur Ibrahim as-Sarraaj.
Dalam
riwayat ad-Daraquthni terdapat lafaz “Ma’syar” sebagai ganti dari “Mis’ar”, dan
ia berkata: “Yang benar adalah Abu Ma’syar.” Adz-Dzahabi dalam Siyar 1/498
berkata: “Abu Ma’syar lemah.”
Diriwayatkan
oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak (1/357 nomor 850) tanpa lafaz : “kemudian
orang-orang meninggalkannya.”
Al-Baihaqi
sendiri dalam al-Khilafiyat (2/278 no. 1528) berkata:
تَفَرَّدَ بِهِ إِبْرَاهِيمُ بْنُ إِسْحَاقَ السَّرَّاجُ. وَرَوَاهُ
غَيْرُهُ عَنْ عُقْبَةَ بْنِ مُكْرَمٍ، عَنْ يُونُسَ، عَنْ أَبِي مَعْشَرٍ، عَنْ مُحَمَّدِ
بْنِ قَيْسٍ. وَرِوَايَةُ أَبِي مَعْشَرٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ قَيْسٍ يَرْتَضِيهَا
الْحُفَّاظُ.
“Hadits
ini hanya diriwayatkan oleh Ibrahim bin Ishaq as-Sarraj. Selain dia,
meriwayatkannya dari Uqbah bin Mukram, dari Yunus, dari Abu Ma’syar, dari
Muhammad bin Qais. Riwayat Abu Ma’syar dari Muhammad bin Qais dianggap dapat
diterima oleh para huffazh.”
SANAD
HADITS :
Hadits
ini dalam sanadnya menurut al-Hakim dan yang sepakat dengannya terdapat
Muhammad bin Qais al-Madani, seorang hakim pada masa Umar bin Abdul Aziz.
Muhammad
bin Qais meriwayatkan dari Abu Hurairah, dan ada yang mengatakan bahwa
riwayatnya adalah mursal.
Ibnu
Sa’d berkata: “Ia banyak meriwayatkan hadits dan seorang yang alim.” Sementara
itu, Ya’qub bin Sufyan dan Abu Dawud mengatakan bahwa ia terpercaya, dan Ibnu
Hibban menyebutnya dalam *ats-Tsiqaat* (kitab kumpulan para perawi yang terpercaya).
Adz-Dzahabi
dalam at-Talkhis 1/357 berkata:
مُحَمَّدٌ ضَعِيفٌ يَعْنِي مُحَمَّدَ بْنَ قَيْسٍ
“Muhammad
itu lemah,” yang dimaksud adalah Muhammad bin Qais.
Namun
Adz-Dzahabi dalam *al-Kashif* (3/91) berkata:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ. وَقِيلَ لَمْ يَلْقَهُ. ثِقَةٌ
“Ia
meriwayatkan dari Abu Hurairah, dan ada yang mengatakan bahwa ia tidak bertemu
dengannya. Ia terpercaya (tsiqot).”.
Ibnu
al-Mulaqqin dalam Mukhtashar al-Khilafiyat 1/185 no. 46 berkata :
اِسْتَشْهَدَ بِهِ الْحَاكِمُ. وَفِيهِ مُحَمَّدُ بْنُ قَيْسٍ.
قُلْتُ: ضَعِيفٌ
Al-Hakim
menjadikannya sebagai hujah. Di dalamnya terdapat Muhammad bin Qais. Saya
katakan: “Lemah.”
Abu
Hatim berkata:
رَوَى عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ مُرْسَلٌ
“Ia
meriwayatkan dari Abu Hurairah secara mursal.” (*al-Majruhin* 4/63).
Ibnu
Hajar dalam *at-Taqrib* mengatakan:
ثِقَةٌ، وَحَدِيثُهُ عَنْ الصَّحَابَةِ مُرْسَلٌ
“Ia
terpercaya, dan haditsnya dari para sahabat adalah mursal.” (2/302).
Al-Khazraji
dalam *al-Khulasa* berkata:
أَرْسَلَ عَنْ الصَّحَابَةِ، وَثَقَّهُ أَبُو دَاوُودَ
“Ia
mursal dari para sahabat, dan Abu Dawud menilainya terpercaya.” (hal.
357).
Penilaian
terhadap Muhammad bin Qais:
Dari
apa yang telah disebutkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa Muhammad bin Qais
adalah seorang yang terpercaya, bukan seperti yang dikatakan oleh ad-Dzahabi.
Oleh sebab itu Imam Muslim dalam Shahih-nya meriwayatkan hadits darinya . Sebagaimana
dikatakan Ibnu Abdil Hadi dalam Tanqih at-Tahqiq 2/198 no. 732 berkata :
وَمُحَمَّدُ بْنُ قَيْسٍ: رَوَى لَهُ مُسْلِمٌ فِي "صَحِيحِهِ"،
وَقَالَ ابْنُ مَعِينٍ: لَيْسَ بِشَيْءٍ
Dan
Muhammad bin Qais, Imam Muslim meriwayatkan hadits darinya dalam “Shahih”-nya,
dan Ibnu Ma’in berkata: “Ia bukan apa-apa.”
[Lihat
: *”Rijal Shahih Muslim” oleh Ibnu Manjuwih: (2/203 – nomor: 1503)*].
Akan
tetapi al-Hafidz Ibnu Rajab al-Hanbali dalam Fathul Bari 6/410 berkata :
وَظَنَّ بَعْضُهُمْ أَنَّهُ إِسْنَادٌ صَحِيحٌ، وَلَيْسَ كَذَٰلِكَ؛
فَإِنَّ السَّرَّاجَ وَهِمَ فِي قَوْلِهِ فِي إِسْنَادِهِ: ((حَدَّثَنَا مِسْعَرٌ))،
إِنَّمَا هُوَ ((أَبُو مَعْشَرٍ))، كَذَا قَالَ الدَّارَقُطْنِيُّ وَالْخَطِيبُ، وَقَبْلَهُمَا
أَبُو بَكْرٍ الْإِسْمَاعِيلِيُّ فِي ((مُسْنَدِ مِسْعَرٍ))، وَحَكَّاهُ عَنْ أَبِي
بَكْرٍ ابْنِ عُمَيْرٍ الْحَافِظِ.
وَقَالَ الْبَيْهَقِيُّ: الصَّوَابُ أَبُو مَعْشَرٍ
Sebagian
orang mengira bahwa sanad ini sahih, padahal tidak demikian. Sesungguhnya
as-Sarraaj keliru dalam perkataannya dalam sanad ini: *”haddatsana Mis’ar”*,
yang sebenarnya adalah *”Abu Ma’syar”*. Demikian yang dikatakan oleh
ad-Daraquthni dan al-Khatib, serta sebelumnya oleh Abu Bakar al-Isma’ili dalam
*Musnad Mis’ar*, yang ia nukil dari Abu Bakar bin ‘Amir al-Hafidzh.
Al-Baihaqi
berkata: “Yang benar adalah Abu Ma’syar.”
______
PERAWI DARI ABU HURAIRAH
DALAM HADITS INI :
Di
antara perawi yang meriwayatkan dari Abu Hurairah, terdapat dua orang yang
bernama Muhammad bin Qais:
Pertama,
Muhammad bin Qais bin Makhramah al-Muththalibi, yang dinisbatkan ke Hijaz.
Riwayatnya dari Abu Hurairah terdapat dalam kitab Muslim.
Kedua,
Muhammad bin Qais al-Madani, seorang penceramah pada masa Umar bin Abdul Aziz.
Ia memiliki riwayat dalam kitab Muslim, tetapi bukan dari Abu Hurairah.
Dalam
cetakan *Sunan al-Baihaqi* (2/47), disebutkan bahwa perawi yang dimaksud adalah
Muhammad bin Qais bin Makhramah. Namun, hal ini masih perlu ditinjau kembali.
Sebab, para penulis kitab tarajum sebelum al-Baihaqi—yang telah kami
telaah—sepakat bahwa guru Abu Ma’syar adalah Muhammad bin Qais al-Madani,
penceramah pada masa Umar bin Abdul Aziz.
(Lihat:
*al-‘Ilal* oleh Ahmad—diriwayatkan oleh Abdullah—2/505, nomor: 3328;
*at-Tarikh* oleh Ibnu Ma’in—diriwayatkan oleh ad-Duri—3/196, nomor: 901;
*at-Tarikh al-Kabir* oleh al-Bukhari, 1/213, nomor: 666; dan *al-Jarh wa at-Ta’dil*
oleh Ibnu Abi Hatim, 8/63, nomor: 282).
Tidak
ada seorang pun sebelum al-Baihaqi yang menyebutnya sebagai Ibnu
Makhramah.
Ibnu
al-Jauzi dalam *ad-Dhu’afa’* berkata:
(مُحَمَّدُ
بْنُ قَيْسٍ، يُرْوَى عَنْهُ أَبُو مَعْشَرٍ، قَالَ يَحْيَى: لَيْسَ بِشَيْءٍ، لَا
يُرْوَى عَنْهُ الْحَدِيثُ) ا. هـ
“Muhammad
bin Qais, yang diriwayatkan oleh Abu Ma’syar, dikatakan oleh Yahya: *Laisa
bisyai’ (tidak berarti apa-apa), tidak boleh meriwayatkan hadits darinya*.”
Tampaknya,
yang dimaksud Muhammad bin Qais dalam pernyataan Ibnu Ma’in ini adalah Muhammad
bin Qais al-Asadi al-Kufi, sebagaimana disebutkan dalam *al-Kamil* oleh Ibnu
‘Adi (6/250, nomor: 1728) melalui riwayat Mu’awiyah dari Yahya.
Adz-Dzahabi
tampaknya mengikuti Ibnu al-Jauzi dan mengutip pernyataan ini dalam biografi
Muhammad bin Qais al-Madani dalam *al-Mizan* (4/16, nomor: 8091). Ibnu Abdil
Hadi juga mengikutinya dalam hal ini. Wallahu a’lam.
Kesimpulannya
: Muhammad bin Qais yang disebut dalam sanad ini adalah
al-Madani, penceramah pada masa Umar bin Abdul Aziz. Sedangkan pernyataan Ibnu
Ma’in tentang kelemahannya, sebagaimana dikutip oleh Ibnu ‘Adi, sebenarnya
merujuk kepada Muhammad bin Qais al-Asadi. Wallaahu a’lam.
====
HADITS
ABU HURAIRAH KE 5 :
Ibnu
al-A’rabi dalam Mu’jam nya (1/240 no. 441) meriwayatkan dari jalur lain:
نا مُحَمَّدُ بْنُ دَاوُدَ الشَّعِيرِيُّ بَعْدَ أَذَى صَاحِبِنَا
قَالَ: قُرِئَ عَلَى مَنْصُورِ بْنِ أَبِي مُزَاحِمٍ، حَدَّثَكُمْ أَبُو أُوَيْسٍ،
عَنِ الْعَلَاءِ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَجْهَرُ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ؟
قَالَ: «نَعَمْ»
Muhammad
bin Dawud Asy-Sya’iri setelah gangguan dari sahabat kami telah meriwayatkan
kepada kami, (ia berkata): Telah dibacakan kepada Manshur bin Abi Muzahim,
(disebutkan bahwa) Abu Uwais telah meriwayatkan kepada kalian, dari Al-‘Ala’,
dari ayahnya, dari Abu Hurairah :
“Bahwa
Rasulullah ﷺ biasa mengeraskan (jahr) bacaan Bismillahirrahmanirrahim?” Ia
menjawab, “Ya.”
=====
HADITS
ABU HURAIRAH KE 6 :
Ad-Daruquthny
dalam Sunan-nya 2/75 no. 1172 meriwayatkan :
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ أَبِي
الثَّلْجٍ ، ثنا عُمَرُ بْنُ شَبَّةَ ، ثنا أَبُو أَحْمَدَ الزُّبَيْرِيُّ ، ثنا خَالِدُ
بْنُ إِلْيَاسَ ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " عَلَّمَنِي
جَبْرَائِيلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ الصَّلَاةَ فَقَامَ فَكَبَّرَ لَنَا ثُمَّ قَرَأَ
{بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} [الفاتحة: 1] ، فِيمَا يُجْهَرُ بِهِ فِي
كُلِّ رَكْعَةٍ "
Telah
mengabarkan kepada kami Abu Bakar Muhammad bin Ahmad bin Abi al-Thalj, dia
berkata, telah mengabarkan kepada kami Umar bin Shabbah, dia berkata, telah
mengabarkan kepada kami Abu Ahmad al-Zubairi, dia berkata, telah mengabarkan
kepada kami Khalid bin Ilyas, dari Sa’id bin Abi Sa’id al-Maqburi, dari Abu
Hurairah, dia berkata:
Rasulullah
ﷺ bersabda:
“Jibril
‘alayhissalam telah mengajarkan kepadaku cara sholat. Dia berdiri dan mengucapkan
takbir untuk kami, kemudian membaca {Bismillahirrahmanirrahim} [al-Fatihah: 1],
di dalam hal yang dikeraskan bacaannya pada setiap rakaat.”
====
HADITS
ABU HURAIRAH KE 7 :
Ad-Daruquthny
dalam Sunan-nya 2/75 no. 1173 meriwayatkan :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ الْفَارِسِيُّ ، ثنا
أَبُو زُرْعَةَ الدِّمَشْقِيُّ ، ثنا أَبُو نُعَيْمٍ ، ثنا خَالِدُ بْنُ إِلْيَاسَ
، عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " أَمَّنِي جَبْرَائِيلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ
فَقَرَأَ {بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} [الفاتحة: 1]"
Telah
mengabarkan kepada kami Muhammad bin Isma’il al-Farisi, dia berkata, telah
mengabarkan kepada kami Abu Zur’ah al-Dimashqi, dia berkata, telah mengabarkan
kepada kami Abu Nu’aim, dia berkata, telah mengabarkan kepada kami Khalid bin
Ilyas, dari Sa’id al-Maqburi, dari Abu Hurairah, dia berkata:
Rasulullah
ﷺ bersabda: “Jibril ‘alayhissalam telah menjadi imam untukku, dan
dia membaca {Bismillahirrahmanirrahim} [al-Fatihah: 1].”
====
HADITS
ABU HURAIRAH KE 8 :
Burhanuddin Abu Ishaq
al-Ja’bary dalam Rusukh al-Ahbar hal. 253 no. 119 berkata :
أَبْنَا أَحْمَدُ وَالدَّارَقُطْنِيُّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
ـ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ـ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
سَبْعُ آيَاتٍ، بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ آيَةٌ مِنْهَا.
Telah
memberitakan kepada kami Ahmad dan ad-Daruquthni dari Abu Hurairah
*radhiyallahu 'anhu*, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:
*"Alhamdulillāhi
Rabbil ‘ālamīn*
adalah tujuh ayat. “Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm”
adalah salah satu dari ayat-ayat tersebut."
TAKHRIJ
:
Saya
tidak menemukannya dengan lafaz ini dalam *Musnad Ahmad*.
Hadis
ini diriwayatkan oleh ad-Daraquthni dalam *as-Sunan* (1/306 no. 17) dari hadis
yang panjang melalui jalur Abu Uwais, dari al-‘Ala bin Abdirrahman, dari Abu
Hurairah.
Tentang
Abu Uwais terdapat pembicaraan (kritik). Dalam *at-Taqrib* hlm. 178, ia adalah:
Abdullah bin Abdullah bin Uwais bin Malik bin Abi ‘Amir al-Ashbahi, Abu Uwais
al-Madani, kerabat dekat dan menantu Malik, **shaduq (jujur) namun sering
keliru**, dari generasi ketujuh, wafat tahun 167 H, dan ia adalah salah satu
perawi dalam kitab Muslim.
Lihat
*Mizan al-I’tidal* (1/223) dan *Nashb ar-Rayah* (1/341) tentang pembahasan Abu
Uwais dan hadis ini.
Disebutkan
juga jalur lain dari Abu Hurairah dalam *Nashb ar-Rayah* (1/343) dalam riwayat
ad-Daraquthni melalui jalur Abdul Hamid bin Ja’far, dari Nuh bin Abi Hilal,
dari Sa’id al-Maqburi, dari Abu Hurairah, dengan lafaz serupa.
DR.
Hasan al-Ahdal dalam Hamisy Rusukh al-Ahbaar hal. 253 berkata :
وَإِسْنَادُ رِجَالِهِ ثِقَاتٌ، وَفِي بَعْضِهِمْ كَلَامٌ مَرْدُودٌ.
Sanadnya
terdiri dari perawi-perawi yang terpercaya, meskipun sebagian dari mereka ada yang
dikritik, namun kritiknya tertolak.
Lihat
juga *at-Talkhis al-Khabir* (1/233), di mana al-Hafidzh Ibnu Hajar dan al-Hafidzh
az-Zaila’i menyatakan :
صَحَّحَ غَيْرُ وَاحِدٍ مِنَ الْأَئِمَّةِ وَقْفَهُ عَلَى رَفْعِهِ.
لِأَنَّهُ قَوْلُهُ، وَالْبَسْمَلَةُ آيَةٌ مِنْهَا مِنْ قَوْلِ أَبِي هُرَيْرَةَ،
وَقِيلَ: إِنَّهُ فِي حُكْمِ الْمَرْفُوعِ.
“Bahwa
sejumlah imam menshahihkan riwayat mauquf-nya daripada marfu'-nya. Karena
ucapan “dan basmalah adalah salah satu ayat darinya” merupakan ucapan Abu
Hurairah, dan dikatakan bahwa ia dihukumi sebagai hadis marfu’. Lihat pula hal
yang serupa dalam *Musnad asy-Syafi’i* hlm. 36.
=====
HADITS
ABU HURAIRAH KE 9 :
Dalam kitab “Mukhtashar
Khilafiyat al-Baihaqi karya Ibnu al-Mulaqqin 2/53 di sebutkan :
وَرُوِيَ عَن سعيد بن أبي سعيد قَالَ: " كَانَ أَبُو هُرَيْرَة
يؤمنا إِذا غَابَ مَرْوَان فيفتتح الْقِرَاءَة بِبسْم الله الرَّحْمَن الرَّحِيم وَإِذا
فرغ من أم الْقُرْآن قَالَ: بِسم الله الرَّحْمَن الرَّحِيم " وَقد روينَا عَن
أبي هُرَيْرَة مثل هَذَا بِإِسْنَاد صَحِيح
Dan
telah diriwayatkan dari Sa’id bin Abi Sa’id, ia berkata:
"Abu
Hurairah mengimami kami ketika Marwan tidak hadir, lalu ia membuka bacaan
(shalat) dengan *Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm*,
dan ketika selesai membaca Ummul-Qur’an (Surat Al-Fatihah), ia membaca:
*Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm*."
Dan
sungguh kami telah meriwayatkan dari Abu Hurairah hal yang semisal ini dengan
sanad yang sahih”. [SELESAI]
===***===
DALIL KE ENAM : HADITS AISYAH RADHIYALLAHU ‘ANHA :
====
HADITS AISYAH KE 1 :
Ibnu
Adiy dalam al-Kamil 2/480 meriwayatkan :
حَدَّثَنَا رباح بن طيبان الأسود بمصر، حَدَّثَنا مُحَمد بْنُ
إِبْرَاهِيمَ أَبُو أمية، حَدَّثَنا يَحْيى بْنُ صَالِحٍ الْوُحَاظِيُّ، حَدَّثَنا
يَحْيى بْنُ حَمْزَةَ، حَدَّثَنا الحكم بْن عَبد اللَّهِ الأيلي، عَنِ الْقَاسِمِ بْنِ
مُحَمد عَنْ عَائِشَةَ أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ
يَجْهَرُ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Rabah
bin Thayban Al-Aswad di Mesir telah meriwayatkan kepada kami, Muhammad bin
Ibrahim Abu Umayyah telah meriwayatkan kepada kami, Yahya bin Shalih Al-Wuhadhi
telah meriwayatkan kepada kami, Yahya bin Hamzah telah meriwayatkan kepada
kami, Al-Hakam bin Abdullah Al-Ayli telah meriwayatkan kepada kami, dari
Al-Qasim bin Muhammad, dari Aisyah :
“Bahwa
Rasulullah ﷺ biasa mengeraskan (jahr) bacaan Bismillahirrahmanirrahim”.
====
HADITS AISYAH KE 2 :
Ad-Daruquthni
dalam Sunan-nya 2/82 no. 1186 meriwayatkannya dari jalur lain :
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ مُوسَى
بْنِ أَبِي حَامِدٍ ، وَإِسْمَاعِيلُ بْنُ مُحَمَّدٍ الصَّفَّارُ ، قَالَا: نا أَبُو
بَكْرِ بْنُ صَالِحٍ الْأَنْمَاطِيُّ كَيْلَجَةُ، وَحَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ
بْنِ أَبِي الرِّجَالِ ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدُوسَ الْحَرَّانِيُّ ، قَالَا: نا
يَحْيَى بْنُ صَالِحٍ الْوُحَاظِيُّ ، ثنا يَحْيَى بْنُ حَمْزَةَ، عَنِ الْحَكَمِ بْنِ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَعْدٍ ، عَنِ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ ، عَنْ عَائِشَةَ ،
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " كَانَ يَجْهَرُ
بِـ {بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} [الفاتحة: 1] "
Telah
menceritakan kepada kami Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Musa bin Abi Hamid,
dan Isma'il bin Muhammad as-Saffar, keduanya berkata: Telah menceritakan kepada
kami Abu Bakar bin Shalih al-Anmathi Kailajah. Dan telah menceritakan kepada
kami Ahmad bin Muhammad bin Abi ar-Rijal, telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Abduws al-Harrani, keduanya berkata: Telah menceritakan kepada
kami Yahya bin Shalih al-Wuhazi, telah menceritakan kepada kami Yahya bin
Hamzah, dari al-Hakam bin Abdullah bin Sa'd, dari al-Qasim bin Muhammad, dari
Aisyah :
“Bahwa
Rasulullah ﷺ biasa mengeraskan bacaan "Bismillahirrahmanirrahim."
Diriwayatkan
pula dengan sanad yang sama oleh al-Mustagfari dalam Fadho’il al-Qur’an 1/442
no. 569 dan juga la-Baihaqi dalam al-Khilafiyat 2/283 no. 1537.
Disebutkan
pula oleh al-Khathib dalam Dzikrul Jahr Bil Basmalah hal. 17 no. 16. Lalu
al-Khathib berkata :
رَوَاهُ مُحَمَّدُ بْنُ صَالِحٍ الأَنْمَاطِيُّ كَيْلَحَةُ الْحَافِظُ،
وَمُحَمَّدُ بْنُ عَبْدُوسٍ الْحَرَّانِيُّ، عَنِ الْوُحَاظِيِّ. هَذَا ضَعِيفُ الْحُكْمِ،
وَاهٍ بِمَرَّةٍ
Diriwayatkan oleh Muhammad bin Shalih
al-Anmathi Kailajah al-Hafidzh, dan Muhammad bin Abduws al-Harrani, dari
al-Wuhazi. “Hadits ini lemah dalam
hukumnya, dan sangat dhaif”.
Namun
di halaman 60 nomor 68 al-Khathib berkata :
ثَبَتَ عَنْ يَحْيَى الْوُحَاظِيِّ، ثنا يَحْيَى بْنُ حَمْزَةَ،
عَنِ الْحَكَمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَعْدٍ، عَنِ الْقَاسِمِ، عَنْ عَائِشَةَ،
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «كَانَ يَجْهَرُ بِبِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ»
Telah
ada ketetapan : dari Yahya al-Wuhazi, ia berkata: Telah menceritakan kepada
kami Yahya bin Hamzah, dari al-Hakam bin Abdullah bin Sa'd, dari al-Qasim, dari
Aisyah : “Bahwa Rasulullah ﷺ biasa mengeraskan bacaan "Bismillah
ar-Rahman ar-Rahim".
===***===
DALIL KE TUJUH : HADITA IBNU ABBAS RADHIYALLAHU ‘ANHUMA
====
HADITS
IBNU ABBAS KE 1 :
Diriwayatkan
dari Ibnu Jurayj dari ‘Atho dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu :
"أَنَّ
رَسُولَ اللهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - لَمْ يَزَلْ يَجْهَرُ بِبِسْمِ
اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ حَتَّى قُبِضَ صَلَوَاتُ اللهِ عَلَيْهِ"
"Bahwa
Rasulullah ﷺ senantiasa mengeraskan bacaan 'Bismillahirrahmanirrahim' hingga
beliau wafat."
[Diriwayatkan
oleh Al-Baihaqi dalam “al-Khilafiyat” [Lihat : Mukhtshar Khilafiyat al-Baihaqi
oleh Ibnu al-Mulaqqin 2/46]
Burhanuddin
Abu Ishaq al-Ja’bary setelah menyebut kan hadits Ibnu Abbas ini, dia berkata :
وَيُرْوَى : "يَمُدُّ بِهَا صَوْتَهُ". أَيْ فِي الْفَاتِحَةِ وَالسُّورَةِ
الَّتِي يَقْرَأُ بَعْدَهَا فِي الصَّلَاةِ، وَرِوَايَةُ مُسْلِمٍ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ،
تَدُلُّ عَلَى الْجَهْرِ بِهَا. وَهُوَ مَذْهَبُ عُمَرَ فِي رِوَايَةٍ، وَعَلِيٍّ،
وَابْنِ عَبَّاسٍ، وَابْنِ عُمَرَ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ – وَعَطَاءٍ، وَطَاوُوسٍ،
وَابْنِ جُبَيْرٍ، وَمُعَاوِيَةَ، وَالشَّافِعِيِّ، وَأَحْمَدَ فِي رِوَايَةٍ.
Dalam
riwayat lain terdapat tambahn : “Bahwa beliau
memanjangkan suara dengannya”, yaitu dalam Al-Fatihah dan surah yang dibaca
setelahnya dalam shalat.
Riwayat
Muslim dari Ummu Salamah menunjukkan bahwa beliau membacanya dengan suara jahr
(keras).
Ini
adalah madzhab Umar dalam satu riwayat, juga madzhab Ali, Ibnu Abbas, Ibnu Umar
radhiyallahu 'anhum, Atha’, Thawus, Ibnu Jubair, Mu’awiyah, Asy-Syafi’i, dan
Ahmad dalam satu riwayat. [Lihat : Rusukh al-Ahbaar hal. 257 no. 125].
TAKHRIJ
HADITS :
Hadits
ini diriwayatkan oleh Ad-Daraquthni dalam *As-Sunan* 1/304 nomor 9 dengan lafaz
ini, tanpa lafadz *"yamuddu biha shawtahu"*.
Dan
hadits ini juga diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam *As-Sunan Al-Kubra* 2/44-45
melalui jalur yang sama.
Dalam
sanadnya terdapat Umar bin Hafsh Al-Makki Al-Qurasyi dari Ibnu Juraij, dari
Atha’, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
Adz-Dzahabi
berkata dalam *Mizan Al-I'tidal* 3/190 dalam biografi Umar bin Hafsh setelah
menyebutkan hadits yang melalui jalurnya:
لَا يُدْرَى مَنْ ذَا، وَالْخَبَرُ مُنْكَرٌ، وَلَا رَوَاهُ
عَنْ اِبْنِ جُرَيْجٍ بِهَذَا الْإِسْنَادِ إِلَّا هُوَ وَسَعِيدُ بْنُ خُثَيْمٍ، وَسَعِيدٌ
وَثَّقَهُ ابْنُ مَعِينٍ وَغَمَزَهُ غَيْرُهُ.
*"Tidak
diketahui siapa dia, dan hadits ini mungkar. Tidak ada yang meriwayatkannya
dari Ibnu Juraij dengan sanad ini kecuali dia dan Sa'id bin Khuthaym. Sa'id
dinyatakan tsiqah oleh Ibnu Ma'in, tetapi dicela oleh yang lain."*
Lihat
juga: *Al-Mughni ‘ala Ad-Daraquthni* 1/304, di mana dikutip perkataan Ibnu
Al-Jauzi dalam *At-Tahqiq* tentang Umar bin Hafsh:
أَجْمَعُوا عَلَى تَرْكِ حَدِيثِهِ.
*"Para
ulama sepakat secara ijma’ untuk meninggalkan haditsnya."*
Namun
Al-Hafidz Ibnu al-Mulaqqin dalam al-Badrul Munir 3/568 berkata :
ذَكَرَهُ ابْنُ حِبَّانَ فِي «ثِقَاتِهِ»، عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ،
عَنْ عَطَاءٍ، عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ: «أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
- لَمْ يَزَلْ يَجْهَرُ فِي السُّورَتَيْنِ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
حَتَّى قُبِضَ».
وَنَقَلَ النَّوَوِيُّ فِي «شَرْحِ الْمُهَذَّبِ»، وَقَبْلَهُ
أَبُو أُسَامَةَ الْمَقْدِسِيُّ فِي مُصَنَّفِهِ فِي الْجَهْرِ بِالبَسْمَلَةِ، عَنِ
الدَّارَقُطْنِيِّ أَنَّهُ قَالَ فِي طَرِيقِ مُعْتَمِرٍ وَأَحْمَدَ بْنِ مُحَمَّدِ
بْنِ يَحْيَى بْنِ حَمْزَةَ: «هَذَا إِسْنَادٌ
صَحِيحٌ، لَيْسَ فِي رُوَاتِهِ مَجْرُوحٌ».
وَفِي الْبَابِ أَحَادِيثُ صَحِيحَةٌ صَرِيحَةٌ لَيْسَ لِأَحَدٍ
فِيهَا مَطْعَنٌ.
Ibnu
Hibban menyebutkan dalam *Tsiqat*-nya, dari Ibnu Juraij, dari Atho', dari Ibnu
Abbas:
"Sesungguhnya
Nabi ﷺ senantiasa mengeraskan bacaan
*Bismillahirrahmanirrahim* dalam dua surah hingga beliau wafat."
An-Nawawi
dalam *Syarh al-Muhadzdzab*—dan sebelumnya Abu Usamah al-Maqdisi dalam karyanya
tentang jahr (mengeraskan bacaan basmalah)—meriwayatkan dari Ad-Daraquthni
bahwa ia berkata mengenai jalur Mu'tamir dan Ahmad bin Muhammad bin Yahya bin
Hamzah:
"Ini
adalah sanad yang sahih, tidak ada perawi yang cacat di dalamnya."
Dalam
bab ini terdapat hadits-hadits sahih yang jelas serta tidak ada cacat dan celaan
terhadapnya. [SELESAI]
Dan
Abu Muhammad Al-Maqdisi berkata:
فَحَصَلَ لَنَا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ عِدَّةُ أَحَادِيثَ عَنْ
ابْنِ عَبَّاسٍ صَحَّحَهَا الْأَئِمَّةُ لَمْ يَذْكُرْ ابْنُ الْجَوْزِيِّ فِي التَّحْقِيقِ
شَيْئًا مِّنْهَا، بَلْ ذَكَرَ حَدِيثًا رَوَاهُ عُمَرُ بْنُ حَفْصٍ الْمَكِّيُّ عَنْ
ابْنِ جُرَيْجٍ عَنْ عَطَاءِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَزَلْ يَجْهَرُ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
فِي السُّورَتَيْنِ حَتَّى قَبَضَ. قَالَ ابْنُ الْجَوْزِيِّ: وَعُمَرُ بْنُ حَفْصٍ
أَجْمَعُوا عَلَى تَرْكِهِ، وَلَيْسَ هَذَا بِإِنْصَافٍ وَلَا تَحْقِيقٍ فَإِنَّهُ
يُوْهِمُ أَنَّهُ لَيْسَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ فِي الْجَهْرِ سِوَى هَذَا الْحَدِيثِ
الضَّعِيفِ.
"Maka
dengan karunia Allah, kami mendapatkan beberapa Hadits dari Ibnu Abbas yang
telah disahihkan oleh para imam.
Namun,
Ibnu Al-Jauzi dalam kitabnya *At-Tahqiq* tidak menyebutkan satu pun dari Hadits-Hadits
ini. Sebaliknya, ia hanya menyebutkan sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Umar
bin Hafsh Al-Makki dari Ibnu Juraij dari 'Atha dari Ibnu Abbas bahwa Nabi ﷺ senantiasa membaca Basmalah dengan jahr dalam dua surat hingga
beliau wafat."_
Ibnu
Al-Jauzi berkata: "Umar bin Hafsh telah disepakati untuk ditinggalkan
riwayatnya."_
Namun,
ini bukanlah sikap yang adil dan bukan penelitian yang mendalam, karena kesan
yang ditimbulkan seakan-akan tidak ada Hadits lain dari Ibnu Abbas tentang jahr
dalam membaca Basmalah selain Hadits dha'if ini”.[SELESAI]
====
HADITS
IBNU ABBAS KE 2 :
Ad-Daraquthni
dalam *Sunan*-nya dan Al-Hakim dalam *Al-Mustadrak* dengan sanad mereka dari
Sa'id bin Jubair dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, ia berkata:
كَانَ النَّبِيُّ ﷺ يَجْهَرُ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
"Nabi
ﷺ membaca Basmalah dengan jahr (suara keras)."
[Hadits
ini diriwayatkan pula oleh Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir no. 10651 dan
ar-Romahurmuzy dalam al-Muhaddits al-Fashil hal. 326]
Al-Hakim
berkata:
هَذَا إِسْنَادٌ صَحِيحٌ وَلَيْسَ لَهُ عِلَّةٌ
"Sanad
Hadits ini shahih dan tidak memiliki cacat."
Dan
Al-Baihaqi dalam al-Khilafiyat (Lihat : Mukhtashar al-Khlafiyat karya Ibnu
al-Mulaqqin 2/46) berkata:
وَرُوِيَ عَن ابْن عَبَّاس رَضِي الله عَنْهُمَا قَالَ:
" كَانَ رَسُول الله - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ - يجْهر بِبسْم الله
الرَّحْمَن الرَّحِيم "،
قَالَ الْحَاكِم أَبُو عبد الله عَن إِسْنَاد هَذَا الحَدِيث
هَذَا إِسْنَاد صَحِيح وَلَيْسَ لَهُ عِلّة
Dan
telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, ia berkata: "Rasulullah
ﷺ mengeraskan bacaan 'Bismillahirrahmanirrahim'."
Al-Hakim
Abu Abdullah berkata tentang sanad hadits ini: "Sanadnya sahih dan tidak
memiliki cacat."
Al-Imam
an-Nawawi dalam al-Majmu’ 3/346-347
berkata :
"أَمَّا
حَدِيثُ ابْنِ عَبَّاسٍ فَرَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيّ فِي سُنَنِهِ وَالْحَاكِمُ فِي
الْمُسْتَدْرَكِ بِإِسْنَادِهِمَا عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا قَالَ " كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْهَرُ
بِبَسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ". قَالَ الْحَاكِمُ هَذَا إسْنَادٌ صَحِيحٌ
وَلَيْسَ لَهُ عِلَّةٌ".
Adapun
hadits Ibnu Abbas, diriwayatkan oleh Ad-Daraquthni dalam *Sunan*-nya dan
Al-Hakim dalam *Al-Mustadrak* dengan sanad mereka berdua dari Sa'id bin Jubair,
dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, ia berkata:
*"Rasulullah
ﷺ mengeraskan bacaan 'Bismillahirrahmanirrahim'."*
Al-Hakim
berkata: *"Ini adalah sanad yang sahih dan tidak memiliki illat (cacat)."*[SELESAI]
Dan
Adz-Dzahabi dalam *Mukhtashar al-Jahr bil-Bismillah* berkata:
"Hasan."
Namun
Syeikh Sami Muhammad as-Salam dalam hamisy tahqiq Ibnu Katsir 1/117, dia
berkata:
وَفِي إِسْنَادِهِ عَبْدُ اللهِ بْنُ عَمْرِو بْنِ حَسَّانٍ،
كَذَّبَهُ الدَّارَقُطْنِيُّ، وَقَالَ عَلِيُّ بْنُ الْمَدِينِيِّ: يَضَعُ الْحَدِيثَ؛
لِذَلِكَ تَعَقَّبَ الذَّهَبِيُّ الْحَاكِمَ عَلَى تَصْحِيحِهِ فَقَالَ: "ابْنُ
كَيْسَانَ كَذَّبَهُ غَيْرُ وَاحِدٍ، وَمِثْلُ هَذَا لَا يَخْفَى عَلَى الْمُصَنِّفِ"
- أَيْ: الْحَاكِمُ.
Dalam
sanadnya terdapat “Abdullah bin ‘Amr bin Hassan”, yang dikatakan pendusta oleh
Ad-Daraquthni, dan Ali bin Al-Madini berkata: “Ia membuat-buat hadis.” Oleh
karena itu, Adz-Dzahabi mengoreksi penilaian Al-Hakim terhadap keabsahan hadis
tersebut dengan berkata: “Ibnu Kaysan didustakan oleh lebih dari satu orang, dan
hal seperti ini tidak semestinya luput dari perhatian penulis (yakni
Al-Hakim).”
====
HADITS
IBNU ABBAS KE 3 :
Ath-Thabarani
dalam al-Mu’jam al-Kabiir (11/185 no. 11442) meriwayatkan :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ الْحَضْرَمِيُّ، ثنا
إِسْحَاقُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْعَرْزَمِيُّ، ثنا سَعِيدُ بْنُ خُثَيْمٍ، عَنِ الْأَوْقَصِ،
عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ عَطَاءٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «كَانَ يَجْهَرُ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ»
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
Abdullah Al-Hadhrami, telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Muhammad
Al-Arzami, telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Khuthaym, dari Al-Auqash,
dari Ibnu Juraij, dari Atha', dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma:
“Bahwa
Nabi ﷺ biasa mengeraskan bacaan Bismillahirrahmanirrahim”.
Dan
diriwayatkan pula oleh al-Mustaghfiri dalam Fadhoilul Qur’an 1/445 no. 579,
al-Khathib al-Baghdady dalam Dzikrul Jahr bil Basmalah hal. 14 no. 13.
HADITS
IBNU ABBAS KE 4 :
Abu
Isa at-Tirmidzi dalam Sunan-nya 2/14 no. 245 meriwayatkan : Ahmad bin 'Abdah
telah menceritakan kepada kami, ia berkata: Al-Mu'tamir bin Sulaiman telah
menceritakan kepada kami, ia berkata: Isma'il bin Hammad telah
menceritakan kepadaku, dari Abu Khalid :
Dari
Ibnu 'Abbas radhiyallahu ‘anhuma , ia berkata:
"
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْتَتِحُ صَلَاتَهُ بِ {بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} [الفاتحة: 1] "
"Rasulullah
ﷺ membuka shalatnya dengan **{Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm}[al-Fatihah
:1]**."
Lalu
Abu Isa at-Tirmidzi berkata :
وَلَيْسَ إِسْنَادُهُ بِذَاكَ.
وَقَدْ قَالَ بِهَذَا عِدَّةٌ مِنْ أَهْلِ العِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مِنْهُمْ أَبُو هُرَيْرَةَ، وَابْنُ
عُمَرَ، وَابْنُ عَبَّاسٍ، وَابْنُ الزُّبَيْرِ، وَمَنْ بَعْدَهُمْ مِنَ التَّابِعِينَ،
رَأَوْا الجَهْرَ بِ {بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} [الفاتحة: 1]، وَبِهِ
يَقُولُ الشَّافِعِيُّ. وَإِسْمَاعِيلُ بْنُ حَمَّادٍ هُوَ ابْنُ أَبِي سُلَيْمَانَ،
وَأَبُو خَالِدٍ، هُوَ أَبُو خَالِدٍ الوَالِبِيُّ وَاسْمُهُ هُرْمُزُ وَهُوَ كُوفِيٌّ
“Namun
Sanad hadis ini tidak begitu kuat.
Dan
telah berpendapat demikian sejumlah ulama dari kalangan sahabat Nabi ﷺ, di antaranya: Abu Hurairah, Ibnu 'Umar, Ibnu 'Abbas, Ibnu
Zubair, dan orang-orang setelah mereka dari kalangan tabi'in. Mereka memandang
bahwa **{Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm}**
dibaca dengan suara jahr (keras). Dan inilah pendapat yang dipegang oleh
Asy-Syafi'i. [SELESAI].
Adapun
perawi yang bernama Isma'il bin Hammad, maka dia adalah putra Abu Sulaiman,
sedangkan Abu Khalid adalah Abu Khalid Al-Walibi, namanya adalah Hurmuz, dan ia
seorang perawi dari Kufah.
Dan
hadits ini dinilai dho’if (lemah) oleh Syeikh al-Albani.
Al-Imam
Badruddin al-‘Ainy berkata :
وَقَالَ التِّرْمِذِيُّ: لَيْسَ إِسْنَادُهُ بِذَاكَ، فَكَأَنَّهُ
قَالَ هَكَذَا لِأَجْلِ أَبِي خَالِدٍ الْوَالِبِيِّ الْكُوفِيِّ، وَهُوَ مِنْ رُوَاتِهِ.
وَقَالَ أَبُو حَاتِمٍ: صَالِحُ الْحَدِيثِ، وَذَكَرَهُ ابْنُ
حِبَّانَ فِي "الثِّقَاتِ"، وَاسْمُ أَبِي خَالِدٍ هِرْمُزُ وَيُقَالُ هِرْمٌ.
وَمِنْهَا مَا رَوَاهُ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ – رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ – قَالَ: «كَانَ رَسُولُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – يَقْرَأُ
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فِي صَلَاتِهِ». وَأَخْرَجَهُ الدَّارَقُطْنِيُّ فَقَالَ:
"إِسْنَادُهُ عَلَوِيٌّ لَا بَأْسَ بِهِ".
وَمِنْهَا مَا رَوَتْهُ أُمُّ سَلَمَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهَا
– «أَنَّ النَّبِيَّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – قَرَأَ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ فِي الْفَاتِحَةِ فِي الصَّلَاةِ».
وَأَخْرَجَهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ فِي "صَحِيحِهِ" وَالْحَاكِمُ فِي
"مُسْتَدْرَكِهِ".
Dan
At-Tirmidzi berkata: *"Sanadnya tidak begitu kuat,"* seakan-akan ia
mengatakan demikian karena ada Abu Khalid Al-Walibi Al-Kufi, yang termasuk
dalam perawi hadis tersebut.
Abu
Hatim berkata: *"Ia (Abu Khalid) adalah perawi yang hadisnya layak
diterima."* Dan Ibnu Hibban menyebutnya dalam kitab *"Ats-Tsiqat
(kumpulan para perawi yang dipercaya)"*. Nama Abu Khalid adalah Hurmuz,
dan ada yang mengatakan *Hurm*.
Di
antara hadis lain adalah yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu
'anhu, ia berkata: *"Rasulullah ﷺ membaca
'Bismillahirrahmanirrahim' dalam shalatnya."* Hadis ini diriwayatkan oleh
Ad-Daraquthni dan ia berkata: *"Sanadnya dari jalur Ali, tidak mengapa
dengannya (lumayan bagus)."*
Juga
di antaranya adalah hadis yang diriwayatkan oleh **Ummu Salamah radhiyallahu
'anha**, bahwa *"Nabi ﷺ membaca 'Bismillahirrahmanirrahim' dalam
Surah Al-Fatihah dalam shalat."*
Hadis
ini dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam *Shahih-nya* dan Al-Hakim dalam
*Al-Mustadrak*. [Lihat : al-Binayah Syarah al-Bidayah 2/191].
Al-Imam
an-Nawawi dalam al-Majmu’ 3/346-347
berkata :
وَأَخْرَجَ الدَّارَقُطْنِيّ حَدِيثَيْنِ
كِلَاهُمَا عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ وَقَالَ فِي كُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا هَذَا إسْنَادٌ
صَحِيحٌ لَيْسَ فِي رُوَاتِهِ مَجْرُوحٌ (أَحَدُهُمَا) أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " جَهَرَ بِبَسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ "
(وَالثَّانِي) " كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْتَتِحُ
الصَّلَاةَ بِبَسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ " وَهَذَا الثَّانِي رَوَاهُ
التِّرْمِذِيُّ وَقَالَ لَيْسَ إسْنَادُهُ بِذَاكَ
Ad-Daraquthni
meriwayatkan dua hadits dari Ibnu Abbas dan berkata tentang
masing-masingnya:
*"Ini
adalah sanad yang sahih, tidak ada perawi yang cacat di dalamnya."*
Hadits
pertama:
أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ جَهَرَ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ.
*"Rasulullah
ﷺ mengeraskan bacaan 'Bismillahirrahmanirrahim'."*
Hadits
kedua:
كَانَ النَّبِيُّ ﷺ يَفْتَتِحُ الصَّلَاةَ بِبِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ.
*"Rasulullah
ﷺ membuka shalat dengan bacaan
'Bismillahirrahmanirrahim'."*
Hadits
kedua ini juga diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, namun ia berkata: *"Sanadnya
tidak sekuat yang itu."* [SELESAI]
Badruddin
al-‘Aini dalam ‘Umdatul Qori 5/288 berkata :
قَالَ الْبَزَّار إِسْمَاعِيل لَيْسَ بِالْقَوِيّ فِي الحَدِيث
وَقَالَ التِّرْمِذِيّ لَيْسَ إِسْنَاده بِذَاكَ وَقَالَ أَبُو دَاوُد حَدِيث ضَعِيف
وَرَوَاهُ الْعقيلِيّ فِي كِتَابه وَأعله بِإِسْمَاعِيل هَذَا وَقَالَ حَدِيثه غير
مَحْفُوظ وَأَبُو خَالِد مَجْهُول
Al-Bazzar
berkata: "Isma'il tidak kuat dalam hadits."
At-Tirmidzi
berkata: "Sanadnya tidaklah sekuat itu."
Abu
Dawud berkata: "Hadits ini lemah."
Dan
hadits ini diriwayatkan oleh Al-‘Uqaili dalam kitabnya, dan ia melemahkannya
karena adanya Isma'il ini. Ia berkata: "Haditsnya tidak terjaga (tidak
shahih)."
Adapun
Abu Khalid adalah perawi yang majhul (tidak dikenal). [SELESAI]
=====
HADITS
IBNU ABBAS KE 5 :
Ath-Thabarani
dalam al-Mu’jam al-Kabiir 10/277 no. 10651 berkata :
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ يَحْيَى بْنِ حَمْزَةَ
الدِّمَشْقِيُّ، حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ أَبِيهِ قَالَ:
صَلَّى بِنَا الْمَهْدِيُّ فَجَهَرَ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ، فَقُلْتُ لَهُ فِي ذَلِكَ، فَقَالَ: حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ
جَدِّهِ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ :
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ
يَجْهَرُ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Telah
menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad bin Yahya bin Hamzah Ad-Dimasyqi,
telah menceritakan kepadaku ayahku, dari ayahnya, ia berkata:
Al-Mahdi
pernah meng-imami kami dalam sholat dan mengeraskan bacaan
Bismillahirrahmanirrahim. Aku pun menanyakan hal itu kepadanya, lalu ia
berkata: Ayahku menceritakan kepadaku,
dari ayahnya, dari kakeknya, dari Ibnu Abbas :
“Bahwa
Rasulullah ﷺ biasa mengeraskan bacaan Bismillahirrahmanirrahim."
Diriwayatkan
pula oleh Ibnu al-Muqri dalam al-Mu’jam hal. 57 no. 84 dan adz-Dzahabi dalam
Tarikh al-Islam 10/435.
Adz-Dzahabi
dalam Tarikh al-Islam 10/435-136 berkata :
هذا إسناد متّصل، لكن مَا عَلِمْتُ أَحَدًا احْتَجَّ بِالْمَهْدِيِّ
وَلا بِأَبِيهِ فِي الأَحْكَامِ. تَفَرَّدَ مُحَمَّدُ بْنُ الْوَلِيدِ، مَوْلَى بَنِي
هَاشِمٍ. وَقَالَ ابْنُ عَدِيٍّ: كَانَ يَضَعُ الْحَدِيثَ-
Ini
adalah sanad yang bersambung, tetapi aku tidak mengetahui ada seorang pun yang
menjadikan Al-Mahdi atau ayahnya sebagai hujjah dalam perkara hukum. Hanya
Muhammad bin Al-Walid, maula (budak yang dimerdekakan) Bani Hasyim secara
sendirian meriwayatkan hadits ini. Dan Ibnu 'Adiy berkata: "Ia biasa
membuat-buat hadits PALSU."
=====
HADITS
IBNU ABBAS KE 6 :
Abu
al-‘Abbas al-Mustghfiri an-Nasafi dalam kitab “Fadhoilul Qur’an” 1/445 no. 578
meriwayatkan :
Telah
mengabarkan kepadaku Ahmad bin Ya'qub, ia berkata: telah menceritakan kepadaku
Ali bin Ishaq Abu Hasan al-Maushili di Jurjan, ia berkata: telah menceritakan
kepada kami Ahmad bin Muhammad bin Hamzah di Damaskus di Bait Lahiya, ia
berkata: telah menceritakan kepadaku ayahku dari ayahnya, yaitu Hamzah, ia
berkata:
صَلَّيْتُ خَلْفَ الْمَهْدِيِّ أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ فَجَهَرَ
بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، فَقُلْتُ لَهُ: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ،
رَأْيًا رَأَيْتَهُ أَوْ شَيْئًا سَمِعْتَهُ؟ قَالَ: حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ أَبِيهِ
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ صَلَّى خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَجَهَرَ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ.
Aku
pernah shalat di belakang al-Mahdi, Amirul Mukminin, lalu ia mengeraskan bacaan
*Bismillāhir-Raḥmānir-Raḥīm*,
maka aku berkata kepadanya:
"Wahai
Amirul Mukminin, apakah ini pendapat yang engkau lihat sendiri atau sesuatu
yang engkau dengar?"
Ia
menjawab: "Ayahku telah menceritakan kepadaku dari ayahnya dari Ibnu Abbas
bahwa ia pernah shalat di belakang Nabi ﷺ, lalu beliau
mengeraskan bacaan *Bismillāhir-Raḥmānir-Raḥīm*."
DERAJAT
HADITS :
Isnadnya
lemah dan terputus antara Muhammad bin Ali dan kakek buyutnya, Abbas. Dalam
sanad tersebut terdapat perawi yang tidak aku temukan, dan Abu Shakhr As-Sa'di
tertuduh. Syaikh dari mushannif dikatakan oleh Al-Hakim sebagai pendusta. Dan
Allah lebih mengetahui.
Takhrij:
Diriwayatkan
oleh Ad-Daraquthni dalam *As-Sunan* 1/303 melalui jalur Ahmad bin Muhammad bin
Yahya dengan lafaz yang serupa.
Disebutkan
oleh Ibnu Hajar dalam *At-Talkhish Al-Habir* 1/235 dan beliau tidak memberikan
komentar.
====
HADITS
IBNU ABBAS KE 7 :
Ibnu
Abdil Barr dalam *Al-Inshaf* berkata:
وَرَوَى إِسْحَاقُ بْنُ رَاهُوَيْهْ، عَنْ الْمُعْتَمِرِ بْنِ
سُلَيْمَانَ قَالَ: سَمِعْتُ إِسْمَاعِيلَ بْنَ حَمَّادٍ يَذْكُرُ عَنْ أَبِي خَالِدٍ،
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ كَانَ يَجْهَرُ
بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ.
وَذَكَرَ السَّاجِيُّ عَنْ يَحْيَى بْنِ حَبِيبٍ بْنِ عَرَبِيٍّ،
عَنْ مُعْتَمِرِ بْنِ سُلَيْمَانَ بِإِسْنَادِهِ مِثْلَهُ إِلَّا أَنَّهُ قَالَ: إِنَّ
نَبِيَّ اللَّهِ ﷺ كَانَ يَفْتَتِحُ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ.
قَالَ أَبُو عُمَرٍ: الصَّحِيحُ فِي هَذَا الْحَدِيثِ أَيْضًا
وَاللَّهُ أَعْلَمُ أَنَّهُ رُوِيَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ فِعْلُهُ لَا مَرْفُوعًا إِلَى
النَّبِيِّ ﷺ.
"Ishaq
bin Rahuyah meriwayatkan dari Al-Mu'tamir bin Sulaiman, ia berkata: Aku
mendengar Isma'il bin Hamad menyebutkan dari Abu Khalid dari Ibnu Abbas
radhiyallahu 'anhuma : “Bahwa Rasulullah ﷺ membaca Basmalah dengan jahr."_
As-Saji
juga meriwayatkan dari Yahya bin Habib bin Arabi dari Al-Mu'tamir bin Sulaiman
dengan sanad yang sama, tetapi dengan lafaz: "Sesungguhnya Nabi ﷺ memulai dengan Basmalah."
Abu
Umar (Ibnu Abdil Barr) berkata: :
"Hadits
ini yang shahih, wallahu a'lam, adalah yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas
sebagai perbuatannya sendiri (mauquf) dan tidak sampai kepada Nabi ﷺ." [Selesai]
Maka,
di sini Ibnu Abdil Barr telah menshahihkan Hadits ini dalam statusnya yang
mauquf pada Ibnu Abbas.
====
HADITS
IBNU ABBAS KE 8 :
Abu
Muhammad ar-Romahurmuzy dalam al-Muhaddits al-Fashil hal. 326 berkata :
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ الْمُثَنَّى، ثَنَا أَبِي، ثَنَا
الْمُعْتَمِرُ قَالَ: قُلْتُ لِعَاصِمٍ: إِنَّ لَيْثًا، حَدَّثَنِي أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ
كَانَ يَجْهَرُ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، وَكَانَ لَيْثٌ يُسِرُّهَا
" فَقَالَ: بِئْسَ مَا صَنَعَ، يُحَدِّثُ أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ كَانَ يَجْهَرُ
وَيَعْمَدُ هُوَ فَيُسِرُّ
Al-Hasan
bin Al-Mutsanna telah meriwayatkan kepada kami, ayahku telah meriwayatkan
kepada kami, Al-Mu’tamir telah meriwayatkan kepada kami. Ia berkata: Aku
berkata kepada ‘Ashim, **"Sesungguhnya Laits telah meriwayatkan kepadaku :
“Bahwa
Ibnu Abbas biasa mengeraskan (jahr) bacaan Bismillahirrahmanirrahim, sedangkan
Laits sendiri melirihkannya."
Maka
‘Ashim berkata : "Sungguh buruk perbuatannya! Dia meriwayatkan bahwa Ibnu
Abbas mengeraskan bacaan, tetapi dia sendiri malah melirihkannya."
=====
HADITS
IBNU ABBAS KE 9 :
Zakaria
bin Ghulam al-Bakistani dalam “Maa Shahha Min Atsaari ash-Shohabah 1/211-212
berkata .
عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ وَابْنَ عُمَرَ
كَانَا يَفْتَتِحَانِ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ.
صَحِيحٌ: أَخْرَجَهُ عَبْدُ الرَّزَّاقِ (٢/ ٩٢) عَنْ مَعْمَرٍ،
عَنْ أَيُّوْبَ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ بِهِ.
“Dari 'Amr bin
Dinar bahwa Ibnu Abbas dan Ibnu Umar memulai bacaan dengan *Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm*.
Shahih:
Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq (2/92) dari Ma'mar, dari
Ayyub, dari 'Amr bin Dinar dengan sanad tersebut”.
===***===
DALIL KE DELAPAN : HADITS ANAS bin MALIK RADHIYALLAHU ‘ANHU :
=====
HADITS
ANAS KE 1 :
Ad-Daraquthni
meriwayatkan dalam *Sunan*-nya dan *Musnad*-nya dari Al-Mu'tamir bin Sulaiman,
dari ayahnya, dari Anas, bahwa ia berkata:
"كَانَ
النَّبِيُّ ﷺ يَجْهَرُ بِالقِرَاءَةِ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ."
"Dahulu
Nabi ﷺ membaca **Bismillahirrahmanirrahim** dengan suara keras dalam
bacaan (shalat)."
Ad-Daraquthni
berkata:
إِسْنَادُهُ صَالِحٌ
"Sanadnya
baik dapat diterima."
Diriwayatkan
pula oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak (1/358 no. 853.) dan al-Baihaqi dalam
al-Khilafiyat 2/279 no. 1529.
Al-Hakim
berkata:
رُوَاةُ هَذَا الحَدِيثِ عَنْ آخِرِهِمْ ثِقَاتٌ.
"Seluruh
perawi dalam hadits ini terpercaya."
Disetujui
oleh al-Imam adz-Dzahabi dalam at-Talkhish 1/358 no. 853.
=====
HADITS
ANAS KE 2 :
Ad-Daruquthni
berkata dalam Sunan-nya 2/78 no. 1179 berkata :
Aku
membaca dalam naskah asli kitab Abu Bakar Ahmad bin Amru bin Jabir ar-Ramli
yang ditulis dengan tangannya sendiri: Telah menceritakan kepada kami Utsman
bin Khurrazadah, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-Mutawakkil bin
Abi Sari, ia berkata.
صَلَّيْتُ خَلْفَ المُعْتَمِرِ بْنِ سُلَيْمَانَ مَا لَا أُحْصِي
صَلَاةَ المَغْرِبِ وَالصُّبْحِ، فَكَانَ يَجْهَرُ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
قَبْلَ فَاتِحَةِ الكِتَابِ وَبَعْدَهَا، وَسَمِعْتُ المُعْتَمِرَ يَقُولُ: مَا آلُو
أَنْ أَقْتَدِيَ بِصَلَاةِ أَبِي، وَقَالَ أَبِي: مَا آلُو أَنْ أَقْتَدِيَ بِصَلَاةِ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، وَقَالَ أَنَسٌ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: مَا آلُو أَنْ أَقْتَدِيَ
بِصَلَاةِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ.
"Aku
pernah shalat di belakang Al-Mu'tamir bin Sulaiman dalam shalat Maghrib dan
Subuh berkali-kali hingga tak terhitung jumlahnya, dan ia selalu membaca (Bismillahir
rahmanir rahim) dengan suara keras sebelum Al-Fatihah dan setelahnya.
Aku
mendengar Al-Mu'tamir berkata, ‘Aku tidak ingin menyalahi shalat ayahku.’ Dan
ayahku berkata, ‘Aku tidak ingin menyalahi shalat Anas bin Malik.’ Dan Anas
radhiyallahu 'anhu berkata, ‘Aku tidak ingin menyalahi shalat Rasulullah ﷺ.’”
Ad-Daraquthni
berkata:
إِسْنَادُهُ كُلُّهُمْ ثِقَاتٌ
"Sanadnya
semua terpercaya".
Di
riwayatkan pula oleh Al-Hakim dalam *Al-Mustadrak* 1/358 no. 854 dan al-Baihaqi
dalam al-Khilafiyaat 2/279 no. 1530 .
Al-Hakim
berkata:
رُوَاةُ هَذَا الحَدِيثِ عَنْ آخِرِهِمْ ثِقَاتٌ.
"Seluruh
perawi dalam hadits ini terpercaya."
Dan
disetujui oleh adz-Dzahabi dalam at-Takhish 2/279.
Dan
dalam *Shahihain* disebutkan dari Hammad bin Zaid, dari Tsabit, dari Anas:
"إِنِّي
لَا آلُو أَنْ أُصَلِّيَ بِكُمْ كَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يُصَلِّي بِنَا."
"Sesungguhnya
aku tidak akan menyelisihi dalam shalatku sebagaimana yang aku lihat dari
Rasulullah ﷺ ketika beliau shalat bersama kami." [HR. Bukhori no. 821
dan Muslim no. 472]
Ibnu
Daqiq al-‘Ied berkata dalam Ihkamul Ahkaam 1/270 :
وَإِذَا ثَبَتَ شَيْءٌ مِنْ ذَلِكَ فَطَرِيقُ أَصْحَابِ الْجَهْرِ:
أَنَّهُمْ يُقَدِّمُونَ الْإِثْبَاتَ عَلَى النَّفْيِ وَيَحْمِلُونَ حَدِيثَ أَنَسٍ
عَلَى عَدَمِ السَّمَاعِ
“Dan
apabila sesuatu dari hal itu telah terbukti keshahihannya, maka metode para
ulama yang berpendapat jahr (mengeraskan bacaan) adalah mereka mendahulukan
riwayat yang menetapkan jahr dari pada yang meniadakan, dan mereka memahami
hadits Anas sebagai tidak mendengar (bukan sebagai penafian adanya jahr)”.
====
HADITS
ANAS KE 3 :
Dan
Al-Hakim juga meriwayatkan dalam al-Mustadrak 1/358 no. 853 dari Syarik bin
Abdullah, dari Anas, bahwa ia berkata:
"سَمِعْتُ
رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَجْهَرُ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ".
"Aku
mendengar Rasulullah ﷺ membaca **Bismillahirrahmanirrahim**
dengan suara keras."
Al-Hakim
berkata pula:
رُوَاةُ هَذَا الحَدِيثِ عَنْ آخِرِهِمْ ثِقَاتٌ.
"Seluruh
perawi dalam hadits ini terpercaya." Dan disetujui oleh adz-Dzahabi.
[al-Mustadrak 1/358 no. 853]
=====
HADITS
ANAS KE 4 :
Dalam
*Shahih Al-Bukhari*, disebutkan dalam Hadits dari Amr bin 'Ashim dari Hammam
dan Jarir dari Qatadah, ia berkata:
سُئِلَ أَنَسٌ كَيْفَ كَانَتْ قِرَاءَةُ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ قَالَ:
كَانَتْ مَدًّا ثُمَّ قَرَأَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ يُمِدُّ بِسْمِ
اللَّهِ وَيُمِدُّ الرَّحْمَٰنِ وَيُمِدُّ الرَّحِيمِ.
"Anas
pernah ditanya, 'Bagaimana cara membaca Rasulullah ﷺ?' Anas menjawab:
'Beliau membaca dengan tartil.' Kemudian ia membaca:
'Bismillahirrahmanirrahim', beliau memanjangkan lafaz 'Bismillah', kemudian
memanjangkan lafaz 'Ar-Rahman', lalu memanjangkan lafaz 'Ar-Rahim.'"
Diriwayatkan
oleh Imam Bukhari dalam Shahih-nya, Kitab Fadhailul Qur'an, Bab Memanjangkan
Bacaan, cetakan Al-Fath 9/90–91, hadits no. 5045–5046 dengan lafaz tersebut.
Lihat
juga Fathul Bari 9/91 mengenai pembahasan istidlal (pengambilan dalil) dengan
hadits ini atas disyariatkannya membaca (basmalah) dengan suara keras dalam
shalat.**
Al-Hafidzh
Abu Bakr Muhammad bin Musa Al-Hazimi berkata:
هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ لَا نَعْرِفُ لَهُ عِلَّةً.
"Hadits
ini shahih, dan kami tidak mengetahui adanya cacat di dalamnya."
Dan
dia juga berkata:
وَفِيهِ دَلَاحَةٌ عَلَى الْجَهْرِ مُطْلَقًا يَتَنَاوَلُ الصَّلَاةَ
وَغَيْرَهَا لِأَنَّ قِرَاءَةَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ لَوْ اَخْتَلَفَتْ فِي الْجَهْرِ
بَيْنَ حَالَتَيْ الصَّلَاةِ وَغَيْرِهَا لَبَيَّنَهَا أَنَسٌ وَلَمَّا أَطْلَقَ جَوَابَهُ،
وَحَيْثُ أَجَابَ بِالْبَسْمَلَةِ دَلَّ عَلَى أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ يَجْهَرُ بِهَا فِي
قِرَاءَتِهِ وَلَوْ لَمْ يَكُنْ لَذَٰلِكَ لَأَجَابَ أَنَسٌ بِالْحَمْدِ لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ أَوْ غَيْرِهَا.
"Hadits
ini menunjukkan bahwa Rasulullah ﷺ membaca Basmalah
dengan jahr secara mutlak, baik dalam shalat maupun di luar shalat. Sebab, jika
bacaan Rasulullah ﷺ dalam jahr berbeda antara shalat dan di
luar shalat, tentu Anas akan menjelaskannya dan tidak akan memberikan jawaban
secara mutlak. Karena Anas menjawab dengan menyebut Basmalah, maka ini
menunjukkan bahwa Nabi ﷺ membaca Basmalah dengan jahr dalam
bacaannya. Jika tidak demikian, maka Anas akan menjawab dengan menyebut
'Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin' atau lainnya."
[Dikutip
dari Majmu’ al-Imam an-Nawawi 3/347 dan an-Nafhu asy-Saydziy karya Ibnu
Sayyidin Naas, Abul Fath, ar-Rib’iy 4/335].
====
HADITS
ANAS KE 5 :
Dalam
Shahih Muslim dari Anas radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
بَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
ذَاتَ يَوْمٍ بَيْنَ أَظْهُرِنَا إِذْ أُغْفِيَ إِغْفَاءً ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ مُتَبَسِّمًا،
فَقُلْنَا: مَا أَضْحَكَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: أُنْزِلَتْ عَلَيَّ آنِفًا
سُورَةٌ، فَقَرَأَ: {بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ، إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ
الْكَوْثَرَ} إِلَى آخِرِهَا.
Suatu
hari, Rasulullah ﷺ berada di tengah-tengah kami, lalu beliau
tertidur sejenak, kemudian mengangkat kepalanya sambil tersenyum. Kami pun
bertanya, "Apa yang membuatmu tertawa, wahai Rasulullah?" Beliau
bersabda, "Baru saja diturunkan kepadaku sebuah surah." Lalu beliau
membaca: "Bismillahirrahmanirrahim, Inna a’thoynaaka al-kautsar"
hingga akhir surah”.
FIQIH
HADITS :
Ini
adalah pernyataan yang jelas tentang jahr (mengeraskan bacaan basmalah) di luar
shalat, maka demikian pula dalam shalat, sebagaimana ayat-ayat lainnya. Muslim
meriwayatkan Hadits ini dalam kitab Shahih-nya setelah Hadits yang digunakan
sebagai dalil untuk menafikan jahr, seolah-olah sebagai alasan untuknya, karena
kedua Hadits tersebut berasal dari riwayat Anas.
Jika
ada bantahan :
"Beliau
hanya mengeraskan bacaan basmalah dalam Hadits ini karena beliau sedang
membacakan wahyu yang baru diturunkan saat itu, sehingga harus menyampaikannya
secara keseluruhan sebagaimana surah lainnya?"
Jawabannya
:
"Justru
ini menjadi dalil bagi kami, karena basmalah termasuk bagian dari surah,
sehingga hukumnya sama dengan ayat lainnya dalam hal jahr, kecuali ada dalil
yang menyelisihinya."
Al-Hakim berkata:
فَفِي هَذِهِ الأَخْبَارِ مُعَارَضَةٌ لِحَدِيثِ قَتَادَةَ عَنْ
أَنَسٍ السَّابِقِ فِي تَرْكِ قِرَاءَةِ البَسْمَلَةِ، وَهُوَ كَمَا قَالَ، لِأَنَّهُ
إِذَا صَحَّ عَنْهُ مَا ذَكَرْنَاهُ فِعْلًا وَرِوَايَةً، فَكَيْفَ يُظَنُّ بِهِ أَنَّهُ
يَرْوِي مَا يُفْهَمُ خِلَافَهُ؟ فَهُوَ لَمْ يَقْتَدِ فِي جَهْرِهِ بِهَا إِلَّا بِرَسُولِ
اللَّهِ ﷺ.
"Dalam
hadits-hadits ini membantah hadits Qatadah dari Anas yang menyatakan “bahwa
Nabi ﷺ tidak membaca basmalah”.
Hal
ini sebagaimana yang dikatakannya, karena apabila telah shahih dari Anas baik
secara perbuatan maupun riwayat bahwa beliau ﷺ membaca basmalah
dengan keras, bagaimana mungkin ia meriwayatkan sesuatu yang bertentangan
dengan itu?
Anas
tidaklah menjadikan bacaan kerasnya sebagai suatu ketetapan kecuali karena
mengikuti Rasulullah ﷺ." [Dikutip dari Majmu’ Imam Nawawi
3/351].
Abu
Muhammad Al-Maqdisi berkata:
قَدْ حَصَلَ لَنَا وَالحَمْدُ لِلَّهِ عِدَّةُ أَحَادِيثَ جِيَادٍ
فِي الجَهْرِ، وَتَعَرَّضَ ابْنُ الجَوْزِيِّ لِتَضْعِيفِ بَعْضِ رُوَاتِهِ عَنْ أَنَسٍ
لَمْ نَذْكُرْهَا نَحْنُ، وَتَعَرَّضَ مِمَّا ذَكَرْنَاهُ لِرِوَايَةِ شَرِيكٍ وَطَعَنَ
فِيهِ.
(وَجَوَابُ)
مَا قَالَ: إِنَّ شَرِيكًا مِنْ رِجَالِ *الصَّحِيحَيْنِ*، وَيَكْفِينَا أَنْ نَحْتَجَّ
بِمَنْ احْتَجَّ بِهِ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمُ، وَفِيمَا ذَكَرْنَاهُ مِنَ الأَحَادِيثِ
الصَّحِيحَةِ المَشْهُودِ لَهَا بِالصِّحَّةِ مَا يَرُدُّ قَوْلَ ابْنِ الجَوْزِيِّ:
إِنَّهُ لَمْ يَصِحَّ عَنْ أَنَسٍ شَيْءٌ فِي الجَهْرِ.
"Segala
puji bagi Allah, kami telah mengumpulkan sejumlah hadits yang kuat mengenai
jahr dalam basmalah. Ibnul Jauzi memang berusaha melemahkan sebagian perawi
yang meriwayatkan dari Anas, tetapi kami tidak menyebutkannya di sini. Ia juga
mengkritik riwayat dari Syarik dan mencela perawinya.
(Jawaban
atas kritikan tersebut) adalah : bahwa Syarik adalah salah satu perawi yang
terdapat dalam *Shahihain*, dan cukup bagi kami untuk berhujjah dengan perawi
yang telah dijadikan hujjah oleh Al-Bukhari dan Muslim. Hadits-hadits shahih
yang kami sebutkan di sini dan telah disaksikan kesahihannya sudah cukup untuk
membantah perkataan Ibnul Jauzi yang mengatakan bahwa tidak ada riwayat shahih
dari Anas tentang jahr dalam basmalah." [Lihat : Majmu’ Imam Nawawi
3/351].
===***===
DALIL KE SEMBILAN : HADITS ALI BIN ABU THALIB radhiyallahu ‘anhu :
=====
HADITS
ALI BIN ABU THALIB KE 1 :
Hadits
Ali radhiyallahu 'anhu yang pertama kali disebutkan oleh Ad-Daraquthni dalam
*Sunan*-nya (1/302), ia berkata:**
كَانَ النَّبِيُّ ﷺ يَقْرَأُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
فِي صَلَاتِهِ.
"Dahulu
Nabi ﷺ membaca **Bismillahirrahmanirrahim** dalam shalatnya."
Ad-Daraquthni
berkata:
هَذَا إِسْنَادٌ عَلَوِيٌّ لَا بَأْسَ بِهِ.
"Sanadnya
tinggi (*‘alawiy*) dan tidak bermasalah."
[Lihat
: Dzikrul Jahr Bil Basmalah karya al-Khothib hal. 54 no. 60, Majmu’ an-Nawawi
3/351, Tanqihut Tahqiq karya Ibnu Abdul Hadi 2/162 no. 690 dan Neilul Awthar
karya Syawkani 2/234].
Ibnu
Sayyidin Naas dalam an-Naf-husy Syadziy 4/314 berkata :
إِسْنَادُهُ كُلُّهُمْ ثِقَاتٌ
“Sanadnya,
para perawinya tsiqoot (terpercaya)”.
Ibnul
Jauzi berhujjah dengan hadits ini terhadap mazhab Maliki yang tidak membaca
basmalah dalam shalat, dan ia tidak berhujjah dengan hadits lain dalam masalah
ini.
Kemudian
Ad-Daraquthni menyebutkan berbagai riwayat dari para sahabat selain Ali tentang
masalah ini.
Imam
al-Fakhr al-Razi dalam tafsirnya menyebutkan bahwa sahabat yang mulia Ali bin
Abi Thalib –radhiyallahu ‘anhu– mengeraskan bacaan basmalah.
====
HADITS
ALI BIN ABU THALIB KE 2 :
Al-Imam
ad-Daruquthni 2/389 no. 1734 meriwayatkan :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ ثَابِتٍ الْبَزَّازُ
، ثنا الْقَاسِمُ بْنُ الْحَسَنِ الزُّبَيْدِيُّ ، ثنا أُسَيدُ بْنُ زَيْدٍ ، ثنا عَمْرُو
بْنُ شِمْرٍ ، عَنْ جَابِرٍ ، عَنْ أَبِي الطُّفَيْلِ ، عَنْ عَلِيٍّ ، وَعَمَّارٍ
، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ" كَانَ يَجْهَرُ فِي الْمَكْتُوبَاتِ
بِـ {بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} [الفاتحة: 1] ، وَكَانَ يَقْنُتُ فِي
الْفَجْرِ ، وَكَانَ يُكَبِّرُ يَوْمَ عَرَفَةَ صَلَاةَ الْغَدَاةِ ، وَيَقْطَعُهَا
صَلَاةَ الْعَصْرِ آخِرَ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ"
Telah
menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Ahmad bin Tsabit Al-Bazzar, ia berkata:
telah menceritakan kepada kami Al-Qasim bin Al-Hasan Az-Zubaidi, ia berkata:
telah menceritakan kepada kami Usaid bin Zaid, ia berkata: telah menceritakan
kepada kami ‘Amru bin Syimr, dari Jabir, dari Abu Ath-Thufail : Dari Ali dan
‘Ammar radhiyallahu ‘anhuma :
“Bahwa
Nabi ﷺ dahulu menjahrkan (mengeraskan bacaan) dalam shalat-shalat
fardhu dengan *Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm*,
dan beliau berqunut dalam shalat Subuh, dan beliau bertakbir pada hari Arafah
sejak shalat Subuh, dan menghentikannya pada shalat Ashar di akhir hari-hari
Tasyriq.”
Dan
Ibnu al-Arabi meriwayatkan pula dalam Mu’jamnya 1/265 no. 489 dengan sanad dan
lafadz sbb :
نا مُحَمَّدُ بْنُ عُثْمَانَ، نا يَحْيَى بْنُ الْحَسَنِ، نا
إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْحَكَمِ، نا مُحَمَّدُ بْنُ حَسَّانَ الْعَبْدِيُّ، عَنْ جَابِرٍ،
عَنْ أَبِي الطُّفَيْلِ، عَنْ عَلِيٍّ، وَعَمَّارٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «كَانَ يَجْهَرُ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ»
Muhammad
bin Utsman telah meriwayatkan kepada kami, Yahya bin Al-Hasan telah
meriwayatkan kepada kami, Ibrahim bin Al-Hakam telah meriwayatkan kepada kami,
Muhammad bin Hassan Al-Abdi telah meriwayatkan kepada kami, dari Jabir, dari
Abu At-Tufail, dari Ali bin Abu Thalib dan Ammar :
“Bahwa
Nabi ﷺ biasa mengeraskan (jahr) bacaan Bismillahirrahmanirrahim”.
TAKHRIJ
HADITS :
Diriwayatkan
oleh Ad-Daraquthni (2/49) dan Al-Baihaqi (3/315) dari hadits ‘Amru bin Syimr,
dari Jabir, dari Abu Ath-Thufail, dari Ali dan ‘Ammar.
Dan
diriwayatkan oleh Al-Hakim (1/439 no. 1111) dari hadits Sa'id bin ‘Utsman
Al-Kharraz, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Sa'd
Al-Muadzin, telah menceritakan kepada kami Fithr bin Khalifah, dari Abu
Ath-Thufail, dari Ali dan ‘Ammar.
Dan
oleh al-Baihaqi dalam al-Ma’rifah 3/107 no. 7003, Fadhoilul Awqoot hal. 422 no.
226 dan al-Khilafiyaat 4/124 no. 2941.
Dan
al-Imam asy-Syafi’i dalam al-Musnad [Syarah Musnad asy-Syafi’i 1/329].
DERAJAT
HADITS :
Badruddin
al-‘Ainy dalam al-Binayah Syarah al-Hidayah 2/198 berkata :
وَرَوَى الحَاكِمُ فِي "مُسْتَدْرَكِهِ" مِنْ حَدِيثِ
عَلِيٍّ وَعَمَّارٍ أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - «كَانَ
يَجْهَرُ فِي الْمَكْتُوبَاتِ بِـ{بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ}». وَقَالَ:
صَحِيحُ الْإِسْنَادِ.
Dan
al-Hakim meriwayatkan dalam *al-Mustadrak*-nya dari hadits Ali dan Ammar :
“Bahwa
Nabi ﷺ "biasa mengeraskan bacaan *Bismillahirrahmanirrahim* dalam
sholat wajib." Dan dia berkata: "Sanadnya sahih."”.
[Lihat
pula : Ahkamul Qur’an karya al-Jash-shash 1/18]
Al-Hakim
(1/439 no. 1111) berkata:
هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحُ الْإِسْنَادِ، لَا أَعْلَمُ فِي رُوَاتِهِ
مَنْسُوبًا إِلَى الْجَرْحِ.
“Ini
adalah hadits dengan sanad yang sahih, aku tidak mengetahui ada perawi dalam
sanadnya yang dinisbatkan kepada cacat (jarh)”. [SELESAI]
Ibnu
al-Mulaqqin mengutipnya dalam al-Badrul Munir 5/93 dan az-Zaila’iy dalam
Nashbur Rooyah 1/326, mereka berdua diam tidak memberikan tanggapan apapun.
Berbeda
dengan Adz-Dzahabi dalam at-Talkhish (1/439 no. 1111), maka dia membantah-nya
dengan mengatakan:
قُلتُ: بَلْ هُوَ خَبَرٌ وَاهٍ كَأَنَّهُ مَوْضُوعٌ لِأَنَّ
عَبْدَ الرَّحْمٰنِ صَاحِبُ مَنَاكِيرَ، وَسَعِيدٌ إِنْ كَانَ الْكِرِيزِيَّ فَهُوَ
ضَعِيفٌ، وَإِلَّا فَهُوَ مَجْهُولٌ...
“Aku
berkata: Bahkan ini adalah khabar yang lemah, seakan-akan maudhu‘ (palsu),
karena Abdurrahman adalah perawi munkar, dan Sa'id—jika dia adalah
Al-Kurayzi—maka dia dhaif, jika bukan, maka dia majhul (tidak dikenal)...”
[SELESAI]
Dan
Ibnu Abdil Hadi dalam Tanqiihut Tahqiiq 2/197 no. 730 berkata :
"وَهُوَ
خَبَرٌ مُنْكَرٌ، لِأَنَّ عَبْدَ الرَّحْمٰنِ صَاحِبُ مَنَاكِيرَ، وَقَدْ ضَعَّفَهُ
يَحْيَى بْنُ مَعِينٍ. وَأَمَّا سَعِيدٌ: فَقَالَ بَعْضُهُمْ: إِنْ كَانَ الْكِرِيزِيَّ
فَهُوَ ضَعِيفٌ، وَإِلَّا فَهُوَ مَجْهُولٌ".
Ini
adalah khabar yang munkar, karena Abdurrahman adalah perawi yang meriwayatkan
hadits-hadits munkar, dan telah didhaifkan oleh Yahya bin Ma'in (lihat:
*Al-Jarh wat-Ta'dil* karya Ibnu Abi Hatim: 5/238 - no. 1123).
Adapun
Sa'id: sebagian ulama berkata, jika dia adalah Al-Kurayzi maka dia dhaif, dan
jika bukan maka dia majhul (tidak dikenal)". [SELESAI]
Al-Hafidz
Ibnu Hajar dalam at-Talkhish al-Habiir 1/575 berkata :
وَفِيهِ عَمْرُو بْنُ شِمْرٍ وَهُوَ مَتْرُوكٌ وَجَابِرٌ اتَّهَمُوهُ بِالْكَذِبِ
أَيْضًا
وَلَهُ طَرِيقٌ أُخْرَى عَنْ عَلِيٍّ
أَخَرَجَهَا الْحَاكِمُ فِي الْمُسْتَدْرَكِ لَكِنْ فِيهَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ
سَعْدِ الْمُؤَذِّنُ وَقَدْ ضَعَّفَهُ ابْنُ مَعِينٍ
قَالَ الْبَيْهَقِيُّ: إسْنَادُهُ ضَعِيفٌ
إلَّا أَنَّهُ أَمْثَلُ مِنْ طَرِيقِ جَابِرٍ الْجُعْفِيِّ وَرَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيُّ
مِنْ وَجْهَيْنِ عَنْ عَلِيٍّ مِنْ طَرِيقِ أَهْلِ الْبَيْتِ
وَهُوَ بَيْنَ ضَعِيفٍ وَمَجْهُولٍ
“Dalam sanadnya
terdapat ‘Amru bin Syimr, dan dia adalah perawi yang matruk (ditinggalkan), dan
Jabir juga dituduh berdusta.
Hadits
ini memiliki jalur lain dari Ali yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam
*Al-Mustadrak*, tetapi di dalamnya terdapat Abdurrahman bin Sa’d Al-Muadzdzin,
dan dia telah didhaifkan oleh Ibnu Ma'in.
Al-Baihaqi
berkata: Sanadnya lemah, namun lebih baik daripada jalur Jabir Al-Ju’fi. Dan
Ad-Daraquthni meriwayatkannya dari dua jalur dari Ali melalui jalur Ahlul Bait,
namun perawinya antara lemah dan majhul (tidak dikenal)”. [SELESAI].
Dan
al-Hafidz Ibnu Hajar dalam ad-Diroyah 1/131 di bawah hadits no. 151 berkata :
وَإِسْنَادُهُ ضَعِيفٌ، وَأَخْرَجَهُ هُوَ وَالدَّارَقُطْنِيُّ
عَنْ ابْنِ عُمَرَ مِثْلَهُ، وَفِي إِسْنَادِهِ مَقَالٌ، وَالصَّوَابُ عَنْ ابْنِ عُمَرَ
مَوْقُوفٌ.
“Sanadnya
lemah, dan ia (Al-Baihaqi) serta Ad-Daraquthni meriwayatkan dari Ibnu Umar
dengan lafaz yang serupa, namun dalam sanadnya terdapat kelemahan. Yang benar,
riwayat dari Ibnu Umar adalah mauquf (berhenti pada sahabat).”.
Namun
demikian telah datang juga riwayat dari Ali dan Ibnu Abbas secara mauquf
(berhenti sampai sahabat) – radhiyallahu ‘anhuma –:
Diriwayatkan
oleh Al-Baihaqi (3/314) dari hadits Za’idah, dari ‘Ashim, dari Syaqiq, ia
berkata:
كانَ عَلِيٌّ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – يُكَبِّرُ بَعْدَ صَلَاةِ
الْفَجْرِ غَدَاةَ عَرَفَةَ، ثُمَّ لَا يَقْطَعُ حَتَّى يُصَلِّيَ الْإِمَامُ مِنْ
آخِرِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ، ثُمَّ يُكَبِّرُ بَعْدَ الْعَصْرِ.
Ali
– radhiyallahu ‘anhu – bertakbir setelah shalat Subuh pada pagi hari Arafah,
kemudian tidak menghentikannya sampai imam melaksanakan shalat pada akhir
hari-hari Tasyriq, lalu bertakbir setelah Ashar. Seluruh perawinya terpercaya,
kecuali ‘Ashim bin Bahdalah; ia adalah perawi yang jujur namun memiliki waham
(kesalahan), sebagaimana disebutkan dalam *At-Taqrib*, maka haditsnya dapat
dijadikan sebagai penguat selama tidak bertentangan.
Al-Baihaqi
juga meriwayatkan (3/314) dari hadits Al-Hakam bin Furukh, dari ‘Ikrimah, dari
Ibnu Abbas dengan makna yang serupa. Sanadnya sahih, seluruh perawinya
terpercaya.
=====
HADITS
ALI BIN ABU THALIB KE 3 :
Al-Qodury
dalam at-Tajriid 2/499 no. 2132 berkata :
قَالُوا: رُوِيَ عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ أَنَّ النَّبِيَّ
– صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – كَانَ يَجْهَرُ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ
الرَّحِيمِ فِي السُّورَتَيْنِ مَعًا.
Mereka
berkata: Telah diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib bahwa Nabi ﷺ dahulu
mengeraskan
bacaan
*Bismillahirrahmanirrahim* pada kedua surat (Al-Fatihah dan surat setelahnya).
=====
HADITS
ALI BIN ABU THALIB KE 4 :
Ad-Daraquthni
Sunan ad-Daruquthni 2/87 no. 1194 meriwayatkan :
Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-Qasim bin Zakariya, telah menceritakan
kepada kami ‘Abdul A‘la bin Washil, telah menceritakan kepada kami Khallad bin
Khalid Al-Muqri’, telah menceritakan kepada kami Asbath bin Nashr, dari
As-Suddi, dari ‘Abd Khayr, ia berkata:
سُئِلَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ السَّبْعِ ٱلْمَثَانِيِّ
فَقَالَ: ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ. فَقِيلَ: إِنَّمَا هِيَ سِتُّ آيَٰتٍ.
فَقَالَ: بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ آيَةٌ.
Ali
radhiyallahu 'anhu pernah ditanya tentang *As-Sab‘ul Matsani* (tujuh ayat yang
diulang-ulang), maka beliau menjawab: *Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin*.
Lalu
dikatakan kepadanya: “Sesungguhnya itu hanya enam ayat.”
Maka
beliau menjawab: *Bismillahirrahmanirrahim* adalah satu ayat.
Di
riwayatkan pula oleh al-Baihaqi dalam al-Kubra 3/413 no. 2424.
Dan
juga diriwayatkan oleh Sufyan dalam tafsirnya hal. 161, dan melalui jalurnya,
Ibnu Jarir dalam tafsirnya 14/113, 114, dan At-Tahawi dalam Syarh al-Mushkil
setelah (1210), serta al-Mushannif dalam al-Syua'b (2353) - dan Ibnu al-Dhurais
dalam Fadhail al-Quran (154) melalui jalur as-Suddi dengan lafaz:
السَّبْعُ الْمَثَانِي فَاتِحَةُ الْكِتَابِ.
"Tujuh
ayat yang dibaca berulang-ulang adalah pembukaan kitab."]
Ad-Daraquthni
berkata:
إِسْنَادُهُ كُلُّهُمْ ثِقَاتٌ وَإِذَا صَحَّ أَنْ عَلِيًّا
يَعْتَقِدُهَا مِنَ الفَاتِحَةِ فَلَهَا حُكْمُ بَاقِيهَا فِي الجَهْرِ.
"Sanadnya
seluruhnya terpercaya. Jika telah shahih bahwa Ali meyakini basmalah sebagai
bagian dari Al-Fatihah, maka ia memiliki hukum yang sama dengan bagian lainnya
dalam hal jahr." [Dikutip dari Majmu’ an-Nawawi 3/351].
====
HADITS
ALI BIN ABU THOLIB KE 5 :
Dalam
Mu’jam Ibnu al-A’raabi 1/329 no. 628 , diriwayatkan dengan sanadnya :
Muhammad
telah menceritakan kepada kami, Yazid telah menceritakan kepada kami, Abu Sa'd
Al-A'war telah menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdul Rahman bin Abi Laila
telah menceritakan kepadaku :
أَنَّ عَلِيًّا، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ يَجْهَرُ بِبِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
“Bahwa
Ali radhiyallahu 'anhu **biasa mengeraskan (jahr) bacaan
Bismillahirrahmanirrahim.**
===***===
DALIL KE SEPULUH : HADITS SAMURAH RADHIYALLAHU ‘ANHU
Diriwayatkan
oleh al-Daraqutni dalam Sunan-nya (2/80) dan al-Bayhaqi dari Hamid dari
al-Hasan dari Samurah radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
كَانَتْ لِرَسُولِ اللَّهِ ﷺ سَكْتَتَانِ، سَكْتَةً إِذَا قَرَأَ
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ وَسَكْتَةً إِذَا فَرَغَ مِنَ الْقِرَاءَةِ
وَأَنْكَرَ ذَٰلِكَ عُمَرَانُ بْنُ حُصَيْنٍ، فَكَتَبُوا إِلَىٰ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ
وَكَتَبَ أَنْ صَدَقَ سَمُرَةُ.
"Rasulullah
ﷺ memiliki dua jeda, satu jeda ketika membaca 'Bismillah
ar-Rahman ar-Rahim' dan satu jeda lagi setelah selesai membaca."
Dan
hal ini dibantah oleh Imran bin Husain, lalu mereka menulis kepada Ubay bin
Ka'b, dan Ubay membenarkan ucapan Samurah”.
[Dikutip
dari Mukhtashor Khilafiyaat al-Baihaqi karya Ibnu al-Mulaqqin 2/47 dan Majmu’
Imam Nawawi 1/351].
Ad-Daraqutni
berkata :
رُوَاةُ هَذَا الْحَدِيثِ كُلُّهُمْ ثِقَاتٌ، وَكَانَ عَلِيُّ
بْنُ الْمَدِينِيِّ - رحمه الله - يُثْبِتُ سَمَاعَ الْحَسَنِ مِنْ سَمُرَةَ
“Para
perawi hadits ini semuanya terpercaya, dan Ali bin al-Madini – rahimahullah –
menetapkan bahwa al-Hasan pernah mendengar (hadits) dari Samurah”.
[Dikutip
dari al-Khilafiyat karya al-Baihaqi 2/284 dan Mukhtashor Khilafiyaat al-Baihaqi
2/47. Lihat pula : *At-Tārīkh
al-Awsath* karya Al-Bukhari (3/89) dan *‘Illal Ibnu al-Madini*, halaman 60.]
Al-Khatib berkata :
فَقَوْلُهُ سَكْتَةً إِذَا قَرَأَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ
الرَّحِيمِ يَعْنِي إِذَا أَرَادَ أَنْ يَقْرَأَ ؛ لِأَنَّ السَّكْتَةَ إِنَّمَا هِيَ
قَبْلَ قِرَاءَةِ الْبَسْمَلَةِ لَا بَعْدَهَا.
"Ucapan
'sakta' ketika beliau membaca 'Bismillah ar-Rahman ar-Rahim' berarti jeda
tersebut terjadi sebelum membaca basmalah, karena sakta itu dilakukan sebelum
membaca basmalah, bukan setelahnya." [Lihat : Majmu’ Imam Nawawi 3/351].
===****===
DALIL KE SEBELAS : HADITS ABDULLAH BIN UMAR radhiyallahu ‘anhuma:
=====
HADITS
IBNU UMAR KE 1 :
Ibnu
Abdil-Barr dalam *al-Inshaf* hal. 267 no. 42 berkata:
أَخْبَرَنَا قَاسِمُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ
سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ
بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي عَوْنٍ النَّسَائِيُّ، قَدِمَ عَلَيْنَا بَغْدَادَ
حَاجًّا سَنَةَ سَبْعٍ وَثَمَانِينَ وَمِائَتَيْنِ، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حَجَرٍ،
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو الرَّقِّيُّ، عَنْ عَبْدِ الْكَرِيمِ الْجَزَرِيِّ،
عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، عَنْ النَّبِيِّ ﷺ :
«إِنَّهُ
كَانَ إِذَا قَامَ فِي الصَّلَاةِ فَأَرَادَ أَنْ يَقْرَأَ قَالَ: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ
الرَّحِيمِ».
"Telah
mengabarkan kepada kami Qasim bin Muhammad, telah menceritakan kepada kami
Khalid bin Sa’d, telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ibrahim, telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Ahmad bin Abdillah bin Abi Aun al-Nasai,
yang datang ke Baghdad pada tahun 87 Hijriyah, telah mengabarkan kepada kami
Ali bin Hajar, telah mengabarkan kepada kami Ubaidullah bin Amr al-Raqi, dari
Abd al-Karim al-Jazari, dari Abu Zubair, dari Abdullah bin Umar, dari Nabi ﷺ:
“Bahwa
beliau ﷺ apabila berdiri untuk shalat dan ingin
membaca, beliau berkata: 'Bismillah ar-Rahman ar-Rahim.'"
Namun
hadits ini diriwayatkan secara mawquf kepada Ibnu Umar, oleh al-Mustaghfiri
dalam Fadho’ilul Qur’an 1/442 no. 571 .
Oleh
sebab itu Abu Umar berkata:
قَدْ رَفَعَهُ غَيْرُهُ أَيْضًا عَنْ ابْنِ عُمَرَ، وَلَا يَثْبُتُ
فِيهِ إِلَّا أَنَّهُ مَوْقُوفٌ عَلَىٰ ابْنِ عُمَرَ مِنْ فِعْلِهِ، وَاللَّهُ أَعْلَمُ.
كَذَٰلِكَ رَوَاهُ سَالِمٌ وَنَافِعٌ وَيَزِيدُ الْفَقِيرُ عَنْ ابْنِ عُمَرَ.
"Hadits
ini juga diriwayatkan oleh yang lain dari Ibnu Umar, namun tidak dapat
dipastikan apakah hadits ini marfu’ (terangkat sampai Rasulullah ﷺ), dan yang benar adalah bahwa ini adalah perbuatan yang
dilakukan oleh Ibnu Umar." Wallahu a'lam.
Begitu
juga diriwayatkan oleh Salim, Nafi’, dan Yazid al-Faqir dari Ibnu Umar”.
Ibnu
Abd al-Barr menganggapnya sahih apabila dianggap sebagai ucapan yang mawquf
pada Ibnu Umar.
Dalam
hukum Fiqh mengatakan bahwa ini sahih jika dipandang sebagai amalan dari Ibnu Umar.
Al-Dzahabi
juga menganggap ini sahih yang mursal dari Ibnu Umar dalam *Mukhtashar al-Jahr
bil-Bismillah*, dan berkata tentang riwayat Nafi' dari Ibnu Umar:
هَذَا صَحِيحٌ عَنْ ابْنِ عُمَرَ.
"Ini sahih dari Ibnu Umar." [Dzikrul Jahr bil Basmalah Mukhtashoron hal. 19 no. 18)
====
HADITS
IBNU UMAR KE 2 :
Ibnu Sayyid An-Nas
berkata :
Dari Ibnu Umar melalui beberapa jalur, salah satunya
adalah yang diriwayatkan oleh Asy-Syaikh Abu Al-Hasan, ia berkata: Telah
menceritakan kepada kami ‘Umar bin Al-Hasan bin ‘Ali Asy-Syaibani, telah
menceritakan kepada kami Ja’far bin Muhammad bin Marwan, telah menceritakan
kepada kami Abu Ath-Thahir Ahmad bin ‘Isa, telah menceritakan kepada kami Ibnu
Abi Fudayk dari Ibnu Abi Dzi’b dari Nafi’ dari Ibnu Umar
radhiyallau ‘anhuma, ia
berkata:
«صَلَّيْتُ
خَلْفَ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ؛
فَكَانُوا يَجْهَرُونَ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ».
“Aku shalat di belakang Nabi ﷺ, Abu Bakar, dan Umar, dan mereka mengeraskan
bacaan **Bismillahirrahmanirrahim**.”
‘Umar bin Al-Hasan Asy-Syaibani dikenal dengan sebutan
Al-Asyhnani Al-Qadhi. Sebagian ulama menilainya tsiqah (terpercaya), namun
sebagian lain memberikan kritik terhadapnya.
Ja’far bin Muhammad bin Marwan – aku tidak mengetahui
siapa dia.
Abu Ath-Thahir Ahmad bin ‘Isa disebutkan oleh Ibnu Abi
Hatim dan dinisbatkan kepada Muhammad bin ‘Umar bin Abi Thalib Al-‘Alawi. Ia
meriwayatkan dari Ibnu Abi Fudayk dan anaknya, dan darinya meriwayatkan Abu
Yunus Al-Madani.
Adapun perawi lainnya dalam sanad ini adalah perawi
yang dikenal.
(Sumber: *An-Nafḥu Asy-Syadhī*, 4/312, karya Ibnu Sayyid An-Nas)
Al-Hafidz
Ibnu Hajar dalam ad-Diraayah 1/134 berkata :
وَفِيه أَبُو طَاهِر أَحْمد بن عِيسَى وَهُوَ كَذَّاب
“Dan
di dalam sanadnya terdapat Abu Thahir Ahmad bin ‘Isa, dan dia adalah seorang
pendusta”.
Ibnu
al-Mulaqqin dalam al-Badr al-Munir 3/563 berkata :
عُمَرُ بْنُ الْحَسَنِ شَيْخُ الدَّارَقُطْنِيِّ وَثَّقَهُ بَعْضُهُمْ،
وَتَكَلَّمَ فِيهِ آخَرُونَ،
وَجَعْفَرُ بْنُ مُحَمَّدٍ بْنِ مَرْوَانَ قَالَ الدَّارَقُطْنِيُّ:
لَا يُحْتَجُّ بِحَدِيثِهِ.
وَأَبُو الطَّاهِرِ بْنُ عِيسَى قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ:
هُوَ ابْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عُمَرَ بْنِ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ الْعَلَوِيُّ، رَوَى
عَنْ ابْنِ أَبِي فُدَيْكٍ، وَرَوَى عَنْهُ أَبُو يُونُسَ الْمَدَنِيُّ، قَالَ الدَّارَقُطْنِيُّ:
كَذَّابٌ.
‘Umar
bin Al-Hasan, guru Ad-Daraquthni, dinyatakan tsiqah (terpercaya) oleh sebagian
ulama, namun dikritik oleh yang lain. Sedangkan Ja‘far bin Muhammad bin Marwan,
Ad-Daraquthni berkata: “Tidak dapat dijadikan hujjah haditsnya.”
Abu
Ath-Thahir bin ‘Isa — Ibnu Abi Hatim berkata: Dia adalah putra Muhammad bin
‘Umar bin ‘Ali bin Abi Thalib Al-‘Alawi. Ia meriwayatkan dari Ibnu Abi Fudayk,
dan darinya meriwayatkan Abu Yunus Al-Madani. Ad-Daraquthni berkata: “Pendusta.”
Dan
Ibnu Sayyid An-Nas
berkata : Diriwayatkan
pula dari Ibnu Umar dari Nabi ﷺ
:
أَنَّهُ كَانَ إِذَا قَامَ فِي الصَّلَاةِ فَأَرَادَ أَنْ يَقْرَأَ
قَالَ: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ.
“Bahwa apabila beliau ﷺ berdiri dalam shalat dan hendak membaca
(Al-Fatihah), beliau mengucapkan: **Bismillahirrahmanirrahim**.
Hal ini disebutkan oleh Abu ‘Umar dari jalur ‘Ali bin
Hujr, telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidullah bin ‘Amr Ar-Raqqi, dari ‘Abdul
Karim Al-Jazari, dari Abu Az-Zubair, dari ‘Abdullah bin ‘Umar, lalu ia
menyebutkan riwayat itu.
Kemudian ia berkata: “Dan juga diriwayatkan oleh
selainnya dari Ibnu Umar, tetapi tidak ada yang tsabit (kuat) dalam hal ini
kecuali yang mauquf (berhenti pada Ibnu Umar) dari perbuatannya.” Demikian juga
diriwayatkan oleh Salim, Nafi’, Yazid Al-Faqir, dan disebutkan pula melalui
jalur selain mereka.
(Sumber: *An-Nafḥu Asy-Syadhī*, 4/312, karya Ibnu Sayyid An-Nas)
Badruddin
al-Aini dalam al-Binayah 2/198 berkata :
وَرَوَى الدَّارَقُطْنِيُّ أَيْضًا عَنْ نَافِعٍ، عَنْ ابْنِ
عُمَرَ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا – قَالَ: «صَلَّيْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ – صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
– فَكَانُوا يَجْهَرُونَ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ».
Dan
diriwayatkan juga oleh Ad-Daraquthni dari Nafi' dari Ibnu Umar radhiyallahu
'anhuma, ia berkata:
"Aku
shalat di belakang Nabi ﷺ, Abu Bakar, dan Umar radhiyallahu 'anhuma,
maka mereka semuanya menjahrkan (mengeraskan suara) ketika membaca **Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm**."
====
HADITS
IBNU UMAR KE 3 :
Badruddin
al-Aini dalam al-Binayah 2/198 berkata :
وَأَخْرَجَهُ الخَطِيبُ مِنْ طَرِيقٍ آخَرَ مِنْ حَدِيثِ مُسْلِمِ
بْنِ حَسَّانَ، قَالَ: «صَلَّيْتُ خَلْفَ ابْنِ عُمَرَ فَجَهَرَ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ فِي السُّورَتَيْنِ»،
فَقِيلَ لَهُ، فَقَالَ: «صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ
- صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - حَتَّى قُبِضَ، وَخَلْفَ أَبِي بَكْرٍ - رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ - حَتَّى قُبِضَ، وَخَلْفَ عُمَرَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - حَتَّى
قُبِضَ، فَكَانُوا يَجْهَرُونَ بِهَا فِي السُّورَتَيْنِ، فَلَا أَدَعُ الْجَهْرَ بِهَا
حَتَّى أَمُوتَ».
Diriwayatkan
pula oleh Al-Khatib melalui jalur lain dari hadits Muslim bin Hassan, ia
berkata:
"Aku
shalat di belakang Ibnu Umar, lalu ia menjahrkan bismillāhir-raḥmānir-raḥīm
pada dua surah (al-Fatihah dan surah setelahnya)."
Lalu
ditanyakan kepadanya (mengapa demikian)?, maka ia berkata:
"Aku
telah shalat di belakang Rasulullah ﷺ hingga beliau
wafat, di belakang Abu Bakar radhiyallahu 'anhu hingga ia wafat, dan di
belakang Umar radhiyallahu 'anhu hingga ia wafat.
Mereka
semua menjahrkan bacaan itu pada dua surah [al-Fatihah dan surah sesudahnya].
Maka aku tidak akan meninggalkan jahr padanya hingga aku mati."
Al-Hafidz
Ibnu Hajar dalam ad-Diraayah 1/134 berkata :
وَفِي إِسْنَاده عبَادَة بن زِيَاد وَهُوَ ضَعِيف
“Dan
di dalam sanadnya terdapat ‘Ubādah bin Ziyād,
dan dia adalah perawi yang lemah”.
DERAJAT
HADITS IBNU UMAR :
Al-Hafidz
Ibnu Hajar dalam at-Talkhish al-Habiir 1/575 no. 350 barkata :
أَمَّا حَدِيثُ ابْنِ عُمَرَ فَرَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيُّ مِنْ
طَرِيقِ ابْنِ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْهُ بِهِ وَفِيهِ أَبُو الطَّاهِرِ أَحْمَدُ
بْنُ عِيسَى الْعَلَوِيِّ وَقَدْ كَذَّبَهُ أَبُو حَاتِمٍ وَغَيْرُهُ وَمَنْ دُونَهُ
أَيْضًا ضَعِيفٌ وَمَجْهُولٌ وَرَوَاهُ الْخَطِيبُ فِي الْجَهْرِ مِنْ وَجْهٍ آخِرَ
عَنْ ابْنِ عُمَرَ وَفِيهِ عباءة بْنُ زِيَادٍ الْأَسَدِيُّ وَهُوَ ضَعِيفٌ وَفِيهِ
مُسْلِمُ بْنُ حِبَّانَ وَهُوَ مَجْهُولٌ قَالَ إنَّهُ صَلَّى ابْنُ عُمَرَ فَجَهَرَ
بِهَا فِي السُّورَتَيْنِ وَذَكَرَ أَنَّهُ صَلَّى خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ فَكَانُوا يَجْهَرُونَ بِهَا فِي السُّورَتَيْنِ
وَالصَّوَابُ أَنَّ ذَلِكَ عَنْ ابْنِ عُمَرَ غَيْرُ مَرْفُوعٍ
Adapun
hadits Ibnu Umar, diriwayatkan oleh Ad-Daraquthni melalui jalur Ibnu Abi Dzi’b
dari Nafi’ darinya (Ibnu Umar), dan di dalam sanadnya terdapat Abu Ath-Thahir
Ahmad bin ‘Isa Al-‘Alawi, yang telah dianggap pendusta oleh Abu Hatim dan
selainnya. Perawi-perawi di bawahnya juga ada yang lemah dan majhul (tidak
dikenal).
Diriwayatkan
pula oleh Al-Khatib dalam (bab) jahr melalui jalur lain dari Ibnu Umar, dan di
dalam sanadnya terdapat ‘Ubādah bin Ziyad Al-Asadi, dan
dia adalah perawi yang lemah. Juga terdapat Muslim bin Hibban, dan dia adalah
majhul.
Disebutkan
bahwa Ibnu Umar pernah shalat lalu menjahrkan bacaan itu pada dua surat, dan
disebutkan bahwa ia shalat di belakang Nabi ﷺ, Abu Bakar, dan
Umar, dan mereka semua menjahrkan bacaan itu dalam dua surat.
Namun
yang benar adalah bahwa hal tersebut berasal dari Ibnu Umar secara mauquf
(tidak marfu’, bukan perkataan Nabi ﷺ). [SELESAI]
PENGUAT
:
Ibnu
al-Mulaqqin dalam al-Badr al-Munir 3/563 berkata :
وَرَوَاهُ الْحَاكِمُ فِي (مُسْتَدْرَكِهِ)
مُسْتَشْهِدًا بِهِ عَنْ أَبِي بَكْرٍ (الْبَرْدَعِيِّ)، نَا أَبُو الْفَضْلِ الْعَبَّاسُ
بْنُ عِمْرَانَ الْقَاضِي، نَا أَبُو جَابِرٍ سَيْفُ بْنِ عَمْرٍو، نَا مُحَمَّدُ بْنُ
أَبِي السَّرِيِّ، أَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي أُوَيْسٍ، نَا مَالِكٌ، عَنْ حُمَيْدٍ،
عَنْ أَنَسٍ، قَالَ:
صَلَّيْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ - صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - وَخَلْفَ أَبِي بَكْرٍ وَخَلْفَ عُمَرَ وَخَلْفَ عُثْمَانَ
وَخَلْفَ عَلِيٍّ فَكَانُوا كُلُّهُمْ يَجْهَرُونَ بِقِرَاءَةِ: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ.
Dan hadis ini diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam
*Al-Mustadrak*-nya sebagai bentuk penguat, dari Abu Bakar Al-Bardā‘ī, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Abu
Al-Fadl Al-‘Abbās bin ‘Imrān Al-Qādī, telah menceritakan kepada kami Abu Jābir
Saif bin ‘Amr, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abī
As-Sarī,
telah menceritakan kepada kami Ismā‘īl bin
Abī
Uwais, telah menceritakan kepada kami Mālik, dari Ḥumayd, dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
"Aku pernah shalat di belakang Nabi ﷺ, di
belakang Abu Bakar, di belakang Umar, di belakang Utsman, dan di belakang Ali,
maka mereka semuanya mengeraskan bacaan **Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm**." [SELESAI]
Al-Hakim
berkata: “Aku meriwayatkannya sebagai penguat (syahid).” [Lihat : al-Binayah
karya Badruddinal-Ainy 1/199]
===****====
DALIL KE DUA BELAS : HADITS NU’MAN BIN BASYIR radhiyallahu ‘anhu
Diriwayatkan
oleh Ad-Daraquthni dalam *Sunan*-nya (1/309 No.27) dari Ya'qub bin Yusuf bin
Ziyad Adh-Dhabbi, ia berkata: Ahmad bin Hammad Al-Hamdani telah menceritakan
kepada kami, dari Fithr bin Khalifah, dari Abu Dhuha, dari Nu'man bin Basyir,
ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:
"أمّني
جبرئيل عِنْدَ الْكَعْبَةِ فَجَهَرَ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ"
*"Jibril
mengimami aku di dekat Ka'bah, lalu ia menjahrkan (mengeraskan suara) dengan
**Bismillāhir-Raḥmānir-Raḥīm**."*
Ad-Daruquthni
berkata :
لَا يَثْبُتُ، أَحْمَدُ بْنُ حَمَّادٍ ضَعِيفٌ.
"Tidak
valid (tidak dapat dijadikan pegangan), Ahmad bin Hammad adalah perawi yang
lemah."
[Baca
: Man Takallama Fiihi ad-Daruquthni oleh Ibnu Zuraiq 1/22 no. 5]
Az-Zaila’i
dalam Nashbur Royah 1/349 berkata :
هَذَا حَدِيثٌ مُنْكَرٌ، بَلْ مَوْضُوعٌ، وَيَعْقُوبُ بْنُ يُوسُفَ
الضَّبِّيُّ لَيْسَ بِمَشْهُورٍ، وَقَدْ فَتَّشْت عَلَيْهِ فِي عِدَّةِ كُتُبٍ مِنْ
الْجَرْحِ وَالتَّعْدِيلِ، فَلَمْ أَرَ لَهُ ذِكْرًا أَصْلًا
“Ini
adalah hadits mungkar, bahkan maudhu’ (palsu), dan Ya’qub bin Yusuf adl-Dlabbi
tidak terkenal. Aku telah mencarinya di beberapa kitab al-jarh wat-ta'dil,
namun aku tidak menemukan penyebutannya sama sekali”.
Zainuddin
al-Iraqi berkata dalam Takhrij al-Ihya 1/392 :
أَنَّ هَذَا حَدِيثٌ مُنْكَرٌ بَلْ مَوْضُوعٌ، وَيَعْقُوبُ بْنُ
يُوسُفَ الضَّبِّيُّ لَيْسَ لَهُ ذِكْرٌ فِي الْكُتُبِ الْمَشْهُورَةِ الْمُصَنَّفَةِ
فِي الرِّجَالِ، وَيُحْتَمَلُ أَنْ يَكُونَ هَذَا الْحَدِيثُ مِنْ وَضْعِهِ، وَأَحْمَدُ
بْنُ حَمَّادٍ ضَعَّفَهُ الدَّارَقُطْنِيُّ.
“Sesungguhnya
ini adalah hadits mungkar, bahkan maudhu’, dan Ya’qub bin Yusuf adl-Dlabbi
tidak disebutkan dalam kitab-kitab terkenal yang disusun tentang para perawi.
Ada kemungkinan hadits ini merupakan buatannya, dan Ahmad bin Hammad dinyatakan
lemah oleh ad-Daraquthni”.
****
DALIL KE TIGA BELAS : HADITS AL-HAKAM BIN UMAIR radhiyallahu ‘anhu
Diriwayatkan
oleh ad-Daraquthni dalam *Sunan*-nya (1/310 no. 31): telah menceritakan kepada
kami Abu al-Qasim al-Hasan bin Muhammad bin Bisyr al-Kufi, telah menceritakan
kepada kami Ahmad bin Musa bin Ishaq al-Himār,
telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Habib, telah menceritakan kepada
kami Musa bin Abi Habib ath-Tha’ifi, dari al-Hakam bin ‘Umair – dan ia disebut
sebagai seorang sahabat pasukan Badar – ia berkata:
"صَلَّيْتُ
خَلْفَ النَّبِيِّ - عَلَيْهِ السَّلَامُ - فَجَهَرَ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ
الرَّحِيمِ فِي صَلَاةِ اللَّيْلِ وَصَلَاةِ الْغَدَاةِ وَصَلَاةِ الْجُمُعَةِ".
"Aku
shalat di belakang Nabi ﷺ, lalu beliau mengeraskan bacaan *Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm*
dalam shalat malam, shalat Subuh, dan shalat Jumat."
Badruddin
al-‘Aini berkata dalam *Nukhab al-Afkar* 3/560-561:
“Jawaban
terhadap hadits ini: bahwa ini termasuk hadits-hadits yang ganjil dan mungkar,
bahkan ini adalah hadits batil dari berbagai sisi, yaitu:
Sesungguhnya
al-Hakam bukanlah seorang pasukan perang Badar, dan tidak ada seorang pun dari
para sahabat perang Badar yang bernama al-Hakam bin ‘Umair. Bahkan, tidak
diketahui bahwa ia memiliki status sebagai sahabat, karena Musa bin Abi Habib –
perawi darinya – tidak pernah bertemu dengan seorang sahabat pun. Bahkan, ia
adalah perawi majhul dan tidak bisa dijadikan hujjah dalam haditsnya.
Ibnu
Abi Hatim berkata dalam kitab *al-Jarh wat-Ta’dil*:
‘Al-Hakam
bin ‘Umair meriwayatkan dari Nabi ﷺ hadits-hadits
mungkar, yang tidak diketahui adanya pendengaran atau pertemuan langsung, dan
yang meriwayatkan darinya adalah keponakannya, Musa bin Abi Habib, yang
haditsnya lemah. Aku mendengar ayahku menyebutkan hal itu’.
Ath-Thabarani
menyebutkan dalam *al-Mu’jam al-Kabir* (3/217) tentang al-Hakam bin ‘Umair dan
menisbatkannya sebagai ats-Tsamali, lalu meriwayatkan sekitar belasan hadits
mungkar darinya, dan semuanya berasal dari riwayat Musa bin Abi Habib darinya.
Ibnu
‘Adiy juga meriwayatkan untuknya dalam *al-Kāmil
fi al-Dhu’afā’*
(5/250) sekitar dua puluh hadits, namun tidak menyebutkan hadits ini di
antaranya.
Adapun
perawi dari Musa adalah Ibrahim bin Ishaq ash-Shini al-Kufi, yang oleh
ad-Daraquthni disebut sebagai *perawi yang ditinggalkan haditsnya* (*matrūk
al-hadīts*).
Dan
ada kemungkinan bahwa hadits ini adalah hasil buatannya sendiri. [SELESAI]
***
DALIL
KE TIGA BELAS : HADITS BURAIDAH radhiyallahu ‘anhu :
Dalam
*Sunan al-Daraqutni* :
أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ لِبُرَيْدَةَ: بِأَيِّ شَيْءٍ تَسْتَفْتِحُ
الْقُرْآنَ إِذَا افْتَتَحْتَ الصَّلَاةَ؟ قَالَ: قُلْتُ: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ
الرَّحِيمِ.
Nabi
ﷺ berkata kepada Buraidah: "Dengan apa kamu memulai membaca
Al-Qur'an ketika kamu memulai shalat?" Buraidah menjawab: "Saya
berkata: 'Bismillah ar-Rahman ar-Rahim.'"
[Lihat
: Majmu’ Imam Nawawi 3/340, Tafsir al-Alusy 1/42, an-Nafhu asy-Syadzi karya
Ibnu Sayyidin Naas 4/334].
****
DALIL KE EMPAT BELAS : AL-HAKAM BIN UMAIR
Al-Khathib
dalam Dzikrul Jahr Bil Basmalah hal. 60 no. 68 meriwayatkan :
وَبِهِ نا الدَّارَقُطْنِيُّ، ثنا الْحَسَنُ بْنُ مُحَمَّدِ
بْنِ بِشْرٍ الْكُوفِيُّ.
ح وَنا ابْنُ شَاهِينَ، عَنْ زَيْدِ بْنِ مُحَمَّدٍ الْعَامِرِيِّ،
قَالا: ثنا أَحْمَدُ بْنُ مُوسَى الْحَمَّارُ، ثنا إِبْرَاهِيمُ يَعْنِي ابْنَ إِسْحَاقَ
الصِّينِيَّ، ثنا مُوسَى بْنُ أَبِي حَبِيبٍ الطَّائِفِيُّ، عَنِ الْحَكَمِ بْنِ عُمَيْرٍ،
وَكَانَ بَدْرِيًّا، قَالَ «صَلَّيْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، فَجَهَرَ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فِي صَلاةِ اللَّيْلِ
وَالْغَدَاةِ وَالْجُمُعَةِ» .
قُلْتُ: وَهَذَا بَاطِلٌ وَمَا فِي الْبَدْرِيِّينَ أَحَدٌ اسْمُهُ
الْحَكَمُ، وَمُوسَى مَجْهُولٌ، وَإِبْرَاهِيمُ مَتْرُوكٌ، وَمَا كَانَ لِيُدْرِكَ
رَجُلا مِنْ كِبَارِ التَّابِعِينَ، فَلَعَلَّ الآفَةَ فِي الْجَمَّارِ الْحَمَّارُ
Dengan
sanad ini, telah meriwayatkan ad-Daraquthni, ia berkata: Telah menceritakan
kepada kami al-Hasan bin Muhammad bin Bisyir al-Kufi.
Dan
telah meriwayatkan kepada kami Ibnu Syahîn, dari Zaid bin Muhammad al-Amiri,
keduanya berkata: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Musa al-Hammar,
telah menceritakan kepada kami Ibrahim, yaitu Ibnu Ishaq as-Shini, telah
menceritakan kepada kami Musa bin Abi Habib ath-Thaifi, dari al-Hakam bin
Umair, dan ia termasuk sahabat yang mengikuti Perang Badar, ia berkata:
"Aku
pernah shalat di belakang Nabi ﷺ, lalu beliau
mengeraskan bacaan 'Bismillah ar-Rahman ar-Rahim' dalam shalat malam, shalat
subuh, dan shalat Jumat."
Aku
(perawi) berkata: **Hadits ini batil.** Tidak ada seorang pun dari sahabat
Perang Badar yang bernama al-Hakam. Musa adalah perawi yang majhul (tidak
dikenal), Ibrahim adalah perawi matruk (ditinggalkan), dan ia tidak mungkin
meriwayatkan dari seseorang yang termasuk tabi'in senior. Kemungkinan kelemahan
hadits ini berasal dari al-Jammar al-Hammar.
***
DALIL KE LIMA BELAS : ATSAR ABDULLAH BIN ZUBAIR radhiyallahu ‘anhu
Ibnu
Abi Syaibah dalam al-Mushonnaf 1/352 no. 4156 meriwayatkan : Telah menceritakan
kepada kami Sahl bin Yusuf dan Mu'adz bin Mu'adz, dari Humaid, dari Bakr bin
Abdullah :
أَنَّ ابْنَ الزُّبَيْرِ كَانَ يَجْهَرُ بِ {بِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} [الفاتحة: 1] وَيَقُولُ: «مَا يَمْنَعُهُمْ مِنْهَا إِلَا
الْكِبْرُ»
(Bahwa
Ibnu Zubair memulai bacaan dengan *Bismillahir -Rahmanir -Rahim*, dan berkata:
"Tidak ada yang menghalangi mereka kecuali kesombongan").
[Diriwayatkan
pula oleh al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra 3/421 no. 2442, Ibnu al-Mundzir
dalam al-Awsath 3/126, al-Mustaghfiri dalam Fadho’ilul Qur’an 1/453 no. 590, Al-Khatib
al-Baghdadi dalam *Al-Jahr bil-Bismillah* hal. 25 no. 24
Ibnu
al-Mundzir dalam al-Awsath 3/126 berkata:
وَرُوِّينَا عَنِ ابْنِ الزُّبَيْرِ أَنَّهُ كَانَ: يَجْهَرُ
بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ وَيَقُولُ: مَا يَمْنَعُهُمْ مِنْهَا إِلَّا
الْكِبَرُ. وَرُوِّينَا عَنْ عَطَاءٍ، وَطَاوُسٍ وَمُجَاهِدٍ، وَسَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ
أَنَّهُمْ كَانُوا يَجْهَرُونَ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dan
telah diriwayatkan dari Ibnu Zubair bahwa ia biasa mengeraskan (membaca)
"Bismillahirrahmanirrahim" dan berkata: "Tidak ada yang
menghalangi mereka darinya kecuali kesombongan".
Al-Khothib
dalam Dzikrul Jahr Bil Basmalah hal. 25 no. 24 dan Al-Dzahabi dalam *Mukhtashar
al-Jahr bil-Bismillah* hal. 25 no. 24 berkata:
وَهَذَا ثَابِتٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُبَيْرِ
"Ini
valid (terbuktu sahih) dari Abdullah bin Zubair."
Hadits
ini dinyatakan shahih oleh Zakaria bin Ghulam al-Bakistani dalam “Maa Shahha
Min Atsari ash-Shohabah 1/211.
Sebelumnya,
al-Hafidz Ibnu Hajar dalam *Tahdziib at-Tahzib* (8/39) menyebutkan:
وَكَانَ عَمْرُو أَوَّلَ مَنْ أَسَرَّ الْبَسْمَلَةَ فِي الصَّلاةِ
مُخَالِفَةً لِابْنِ الزُبَيْرِ لِأَنَّهُ كَانَ يَجْهَرُ بِهَا. رَوَى ذَٰلِكَ الشَّافِعِيُّ
وَغَيْرُهُ بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ
(Amr
adalah orang pertama yang merendahkan suara bacaan basmalah dalam shalat,
berbeda dengan Ibnu Zubair yang mengeraskan bacaan tersebut. Ini diriwayatkan
oleh al-Syafi'i dan lainnya dengan sanad yang sahih).
Lihat
pula : al-Bahrul Muhith ats-Tsajjaaj karya Muhammad al-Itsyubi 6/138.
Al-Khatib
meriwayatkan dengan sanad yang sahih dari Ibnu al-Zubair mengenai jahar
(mengucapkan dengan keras) basmalah.
Zakariya al-Anshary asy-Syafi’i berkata:
وَيَجْهَرُ بِهَا حَيْثُ يَجْهَرُ بِالْفَاتِحَةِ لِلِاتِّبَاعِ
رَوَاهُ أَحَدٌ وَعِشْرُونَ صَحَابِيًّا بِطُرُقٍ ثَابِتَةٍ
"Dan
ia mengeraskannya di tempat-tempat di mana ia mengeraskan bacaan al-Fatihah
sebagai bentuk mengikuti sunnah. Ini diriwayatkan oleh dua puluh satu sahabat
dengan berbagai jalur yang sahih." [Baca : al-Ghuror al-Bahiyyah 1/308.
Dan lihat pula : Nihayatul Muhtaj karya ar-Ramly 1/478].
***
DALIL KE ENAM BELAS : ATSAR UMAR BIN AL-KHATHTHAB radhiyallahu ‘anhu
Ibnu
al-Mundzir dalam al-Awsath 3/127 no. 1358 meriwayatkan :
حَدَّثنا مُوسَى بْنُ هَارُونَ، قَالَ: ثنا أَبُو بَكْرٍ، قَالَ:
ثنا خَالِدُ بْنُ مَخْلَدٍ، عَنْ عُمَرَ بْنِ ذَرٍّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّ عُمَرَ: «كَانَ يَجْهَرُ بِبِسْمِ
اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ»
Diriwayatkan
oleh Musa bin Harun, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar, ia
berkata: Telah menceritakan kepada kami Khalid bin Makhlad, dari Umar bin Dzar,
dari ayahnya, dari Sa'id bin Abdurrahman bin Abza, dari ayahnya :
“Bahwa
Umar **biasa mengeraskan (membaca) "Bismillahirrahmanirrahim"**.
Ath-Thahawi
dalam Syarah Ma’aani al-Atsar 1/200 no. 1187
كَمَا حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرَةَ ، قَالَ: ثنا أَبُو أَحْمَدَ
قَالَ: ثنا عُمَرُ بْنُ ذَرٍّ ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ
بْنِ أَبْزَى ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: "صَلَّيْتُ خَلْفَ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
فَجَهَرَ بِ {بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} [الفاتحة: 1] وَكَانَ أَبِي يَجْهَرُ
بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ"
Sebagaimana
Abu Bakrah telah menceritakan kepada kami, ia berkata: Telah menceritakan
kepada kami Abu Ahmad, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Umar bin
Dzar, dari ayahnya, dari Sa'id bin Abdurrahman bin Abza, dari ayahnya, ia
berkata:
"Aku
shalat di belakang Umar radhiyallahu 'anhu, lalu ia mengeraskan bacaan
'Bismillahir rahmanir rahim'. Ayahku juga biasa mengeraskan bacaan
'Bismillahirrahmanirrahim'."
Dan
Ibnu al-Mundzir dalam al-Awsath 3/126 meriwayatkan :
وَقَدْ رُوِّينَا عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ أَنَّهُ كَانَ
يَجْهَرُ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، وَرُوِّينَا عَنِ ابْنِ عُمَرَ،
وَابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُمَا كَانَا يَسْتَفْتِحَانِ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ،
Dan
telah diriwayatkan dari Umar bin Khattab bahwa ia biasa mengeraskan (membaca)
"Bismillahirrahmanirrahim".
Juga
telah diriwayatkan dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas bahwa keduanya memulai
(bacaan) dengan "Bismillahirrahmanirrahim".
Zakaria
bin Ghulam al-Bakistani dalam “Maa Shahha Min Atsaari ash-Shohabah 1/211
berkata:
"عَنْ
سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّ عُمَرَ جَهَرَ
بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ.
صَحِيحٌ: أَخْرَجَهُ ابْنُ أَبِي شَيْبَةَ (١/٤١٢): حَدَّثَنَا
خَالِدُ بْنُ مُحَدَّجٍ، عَنْ عُمَرَ بْنِ ذَرٍّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْمُنْذِرِ بِهِ. وَمِنْ طَرِيقِ ابْنِ أَبِي شَيْبَةَ أَخْرَجَهُ
ابْنُ الْمُنْذِرِ (٣/١٢٧)".
Dari
Sa’id bin Abdurrahman bin Abza, dari ayahnya, bahwa Umar mengeraskan bacaan
*Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm*.
(Hadits
ini) sahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah
(1/412): telah menceritakan kepada kami Khalid bin Mihdaj, dari ‘Umar bin Dzar,
dari ayahnya, dari Sa’id bin Abdurrahman bin al-Mundzir dengan sanad tersebut.
Dan
melalui jalur Ibnu Abi Syaibah, hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu
al-Mundzir (3/127).
===***===
ATSAR PARA TABI’IN YANG MEMBACA BISMILLAH DENGAN JAHR (SUARA KERAS):
*****
Al-Hafidz Al-Dzahabi dalam *Siyar A'lam al-Nubala* menyebutkan :
أَنَّ التَّابِعِيَّ الجَلِيلَ فَقِيهَ الْمَدِينَةِ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيْبِ كَانَ يَجْهَرُ فِي الْبَسْمَلَةِ
“Bahwa tabi'in yang mulia, fuqaha’ Madinah, Sa'id bin al-Musayyib, juga mengeraskan bacaan basmalah”.
Ibnu
Hibbaan dalam at-Tsiqoot 9/209 meriwayatkan :
روى عَنهُ الْمُعْتَمِر بْن سُلَيْمَان وَعبد الرَّزَّاق بن
همام حَدَّثنا بن قُتَيْبَة ثَنَا بن أَبِي السَّرِيِّ ثَنَا مُعْتَمِرُ بْنُ سُلَيْمَان
ثَنَا النُّعْمَان بن أبي شيبَة عَن بن طَاوس أَنه كَانَ يجْهر بِبسْم الله الرَّحْمَن
الرَّحِيم قبل الْفَاتِحَة وَقبل السُّورَة
Diriwayatkan
darinya (An-Nu’man bin Abi Syaibah) oleh Al-Mu'tamir bin Sulaiman dan
Abdurrazzaq bin Hammam. Telah menceritakan kepada kami Ibnu Qutaibah, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Abi As-Sarri, telah menceritakan kepada kami
Al-Mu'tamir bin Sulaiman, telah menceritakan kepada kami An-Nu'man bin Abi
Syaibah, dari Ibnu Thawus :
“Bahwa
ia biasa mengeraskan bacaan Bismillahirrahmanirrahim sebelum Al-Fatihah dan
sebelum surah lainnya”.
Ath-Thabarani
dalam Musnad asy-Syamiyin 3/284 meriwayatkan :
"وَعَنْ
سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ أَنَّهُ كَانَ يَجْهَرُ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
"
“Dan
dari Sa'id bin Jubair (wafat 95 H) : bahwa ia biasa mengeraskan bacaan
Bismillahirrahmanirrahim”.
[Diriwayatkan
pula oleh al-Mustaghfiri dalam “Fadhoilul Quran” 1/456 no. 597].
===
Dalam "Mukhtashar Khilafiyat
al-Baihaqi" karya Ibnu al-Mulaqqin 2/53 di sebutkan beberapa atsar sbb:
1]
Telah diriwayatkan dari ‘Atha’ al-Khurasani, dari Ya’la bin Syaddad bin Aus,
dari ayahnya Syadad bin Aus -radhiyallahu ‘anhu- (wafat 64 H) :
"
أَنه كَانَ يجْهر بِبسْم الله الرَّحْمَن الرَّحِيم "
“Bahwa
ia mengeraskan bacaan *Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm*”.
2]
Dan telah diriwayatkan dari Ali bin Musa ar-Ridha, dari ayahnya, dari Ja’far
bin Muhammad, bahwa ia berkata:
"
اجْتمع آل مُحَمَّد - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ - على الْجَهْر بِبسْم
الله الرَّحْمَن الرَّحِيم وعَلى أَن يقضوا مَا فاتهم من صَلَاة اللَّيْل وَالنَّهَار
وعَلى أَن يَقُولُوا فِي أبي بكر وَعمر أحسن القَوْل "
“Keluarga
Muhammad ﷺ telah sepakat atas pengerasan bacaan *Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm*,
dan atas kewajiban mengganti shalat malam dan siang yang terlewat, serta atas perkataan
yang terbaik mereka tentang Abu Bakar dan Umar.”
3]
Dan dari Ali bin Musa ar-Ridha, ia ditanya tentang pengerasan bacaan basmalah,
maka ia berkata:
أَحَق مَا جهر بِهِ الْآيَة الَّتِي ذكرهَا الله (تَعَالَى)
: ﴿وَإِذَا ذَكَرْتَ رَبَّكَ فِي الْقُرْآنِ وَحْدَهُ وَلَّوْا
عَلَىٰ أَدْبَارِهِمْ نُفُورًا﴾.
“Yang paling
berhak untuk dikeraskan adalah ayat yang disebut oleh Allah Ta’ala:
*“Dan apabila
engkau menyebut Tuhanmu dalam Al-Qur’an dengan sendirian, mereka berpaling ke
belakang karena benci.”* [QS. Al-Isra : 46]
4]
Dan telah diriwayatkan dari Ibnu al-Mubarak, dari Sufyan ats-Tsauri (wafat 161
H), ia membaca:
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فِي فَوَاتِحِ السُّوَرِ
مِنَ السُّورَةِ.
*Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm*
dalam pembuka surah termasuk bagian dari surah.
5]
Dan telah diriwayatkan dari Ma’mar, ia berkata:
سَأَلت الزُّهْرِيّ عَن قِرَاءَة بِسم الله الرَّحْمَن الرَّحِيم
فَقَالَ: اقْرَأ بهَا إِنَّهَا آيَة من كتاب الله تَركهَا النَّاس
Aku
bertanya kepada az-Zuhri (wafat 123 H) tentang membaca *Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm*,
maka ia berkata: “Bacalah, karena ia
adalah ayat dari Kitab Allah yang telah ditinggalkan oleh manusia.”
6]
Dan telah diriwayatkan dari al-Mu’tamir bin Sulaiman, ia berkata:
سَمِعْتُ لَيْثًا يَذْكُرُ أَنَّ عَطَاءً وَطَاوُسًا وَمُجَاهِدًا
كَانُوا يَجْهَرُونَ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ.
Aku
mendengar Laits menyebut bahwa ‘Atha’, Thawus, dan Mujahid dahulu mengeraskan
bacaan *Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm*.
7]
Dan telah diriwayatkan dari ‘Amr bin Murrah, ia berkata:
صَلَّيْتُ وَرَاءَ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ فَاسْتَفْتَحَ الْقِرَاءَةَ
بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، وَكُلَّمَا فَرَغَ مِنْ قَوْلِهِ وَلَا الضَّالِّينَ
قَالَ: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ.
“Aku
shalat di belakang Sa’id bin Jubair, maka ia membuka bacaan (dalam shalat)
dengan *Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm*,
dan setiap kali selesai dari ucapannya *“wa lā
adh-dhāllīn”*,
ia mengucapkan *Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm*.”
8]
Dan telah diriwayatkan dari Ibnu Juraij, ia berkata, yang dimaksud adalah
‘Atha’ bin Abi Rabah (wafat 114 H):
"لَا
أَدَعُ أَبَدًا بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فِي الْمَكْتُوبَةِ وَالتَّطَوُّعِ
إِلَّا نَاسِيًا لِأُمِّ الْقُرْآنِ وَلِلسُّورَةِ الَّتِي قَرَأَ بَعْدَهَا".
“Aku
tidak pernah meninggalkan *Bismillāhir-Rahmānir-Rahīm*
baik dalam shalat wajib maupun shalat sunnah, kecuali karena lupa, baik pada
Ummul-Qur’an maupun pada surah yang dibaca setelahnya.”
===***===
DALIL-DALIL
YANG BERPENDAPAT :
BACA
BASMALAH DENGAN SIRR (SUARA LIRIH) DAN JAWABANNYA
****
DALIL PENDAPAT SIRR KE 1.
Mereka
berkata:
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَبِي
بْنِ كَعْبٍ : كَيْفَ تَقْرَأُ أُمَّ الْقُرْآنِ ؟ فَقَالَ : الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ
Rasulullah
ﷺ berkata kepada Ubay bin Ka'b: "Bagaimana kamu membaca
Ummul Qur'an?" Maka ia menjawab: "Alhamdulillahi rabbil
'alamin." [Baca : Ahkamul Qur’an karya Abu al-Fadhel al-Qusyairy al-Maliki
1/70 dan Majmu’ an-Nawawi 3/340]
Jawabannya:
Ini
tidak shahih, karena teks yang terdapat dalam kitab at-Tirmidzi adalah :
كَيْفَ تَقْرَأُ فِي الصَّلاَةِ فَقَرَأَ أُمَّ الْقُرْآنِ
"Bagaimana
kamu membaca dalam shalat?" Maka ia membaca Ummul Qur'an.
Dan
ini tidak ada dalilnya. [Baca : Majmu’ an-Nawawi 3/340]
Dalam
Sunan ad-Darimi, ada riwayat yang bertentangan dengan apa yang mereka sebutkan,
yaitu :
أَنْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِبُرَيْدَةَ:
بِأَيِّ شَيْءٍ تَسْتَفْتِحُ الْقُرْآنَ إِذَا افْتَتَحْتَ الصَّلاَةَ؟ قَالَ: قُلتُ:
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ.
bahwa
Rasulullah ﷺ berkata kepada Buraidah: "Dengan apa kamu memulai membaca
Al-Qur'an ketika kamu memulai shalat?" Ia menjawab: "Aku membaca,
Bismillahirrahmanirrahim."
Dan
dari Ali dan Jabir radhiyallahu 'anhuma, tentang Rasulullah ﷺ yang maknanya adalah demikian, wallahu a’lam.
[Baca
: Majmu’ an-Nawawi 3/340 dan Ruuh al-Amaani karya al-Alusi 1/41-42]
====
DALIL PENDAPAT SIRR KE 2.
Mereka
yang berpendapat untuk men-sirr-kan (melirihkan) bacaan basmalah mengutip
hadits Anas radhiyallahu 'anhu:
(( أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا كَانُوا يَفْتَتِحُونَ الصَّلاَةَ
بِالْحَمْدِ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ))
"Bahwa
Nabi ﷺ, Abu Bakar, dan Umar radhiyallahu 'anhuma memulai shalat dengan
Alhamdulillahi rabbil 'alamin." [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam
"Juz' Al-Qira'ah" (120), dan Muslim (399) (52).]
Dan
dari Anas:
((
صَلَّيْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ
وَعُثْمَانَ فَكَانُوا يَفْتَتِحُونَ بِالْحَمْدِ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا
يَذْكُرُونَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ فِي أَوَّلِ قِرَاءَةٍ وَلَا فِي
آخِرِهَا ))
"Aku
shalat di belakang Nabi ﷺ, Abu Bakar, Umar, dan Utsman, dan mereka
memulai dengan Alhamdulillahi rabbil 'alamin, tidak menyebutkan
Bismillahirrahmanirrahim pada awal bacaan maupun di akhirnya." (Riwayat
Muslim no. 399)
Dalam
riwayat lain:
فَلَمْ أَسْمَعْ أَحَدًا مِّنْهُمْ يَجْهَرُ بِبِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ.
"Maka
aku tidak mendengar seorang pun dari mereka yang mengeraskan bacaan
Bismillahirrahmanirrahim."
[Diriwayatkan
oleh An-Nasa’i (907), dan Ath-Thahawi dalam "Syarh Ma'ani Al-Atsar"
(1198). Dinyatakan Shahih oleh al-‘Aini dalam Nukhob al-Fikri 3/59]
****
JAWABAN-NYA
:
A]-
Yang dimaksud dengan kata “al-Hamdulillah” dalam hadist pertama adalah mereka
memulai Surah Al-Fatihah, bukan surah lainnya.
Penafsiran
ini lebih tepat untuk menyatukan berbagai riwayat, dan karena ungkapan serupa
juga datang dari Ibnu Umar dan Abu Hurairah radhiyallahu 'anhuma, yang keduanya
dikenal mengeraskan bacaan basmalah.
Ini
menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah nama surahnya, seperti ketika mereka
mengatakan "Al-Fatihah," dan telah dipastikan bahwa awal dari Surah
Al-Fatihah adalah basmalah, sehingga harus memulai dengan itu.
Adapun
Riwayat yang terdapat kata tambahan dalam Muslim :
((لَا
يَذْكُرُونَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ فِي أَوَّلِ قِرَاءَةٍ وَلَا فِي
آخِرِهَا ))
"tidak
menyebutkan Bismillahirrahmanirrahim pada awal bacaan maupun di akhirnya."
Maka
Imam Nawawi berkata :
"
فَقَالَ أَصْحَابُنَا هِيَ رِوَايَةٌ لِلَّفْظِ الْأَوَّلِ بِالْمَعْنَى الَّذِي
فَهِمَهُ الرَّاوِي عَبَّرَ عَنْهُ عَلَى قَدْرِ فَهْمِهِ فَأَخْطَأَ وَلَوْ بَلَّغَ
الْحَدِيثَ بِلَفْظِهِ الْأَوَّلِ لَأَصَابَ فَإِنَّ اللَّفْظَ الْأَوَّلَ هُوَ الَّذِي
اتَّفَقَ عَلَيْهِ الْحُفَّاظُ وَلَمْ يُخْرِجِ الْبُخَارِيُّ وَالتِّرْمِذِيُّ وَأَبُو
دَاوُدَ غَيْرَهُ، وَالْمُرَادُ بِهِ اسْمُ السُّورَةِ كَمَا سَبَقَ".
Para
ulama kami (Para Ulama Madzhab Syafi’i) berkata : ‘Ini adalah periwayatan lafaz
pertama dengan makna yang dipahami oleh perawi, lalu ia mengungkapkannya sesuai
kadar pemahamannya sehingga terjadi kesalahan. Seandainya ia menyampaikan Hadits
(apa adanya) sesuai dengan lafaz pertamanya, maka ia akan benar, karena lafaz
pertama itulah yang disepakati oleh para huffazh, dan itu tidak ada yang
meriwayatkan-nya selain Al-Bukhari, At-Tirmidzi, dan Abu Dawud. Maksudnya
adalah nama surat (al-Fatihah) sebagaimana telah disebutkan. [Majmu’ al-Imam
an-Nawawi 3/352].
====
B].
Imam Nawawi berkata :
وَثَبَتَ فِي سُنَنِ الدَّارَقُطْنِيِّ عَنْ أَنَسٍ قَالَ:
"كُنَّا نُصَلِّي خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي
بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ فَكَانُوا يَفْتَتِحُونَ بِأُمِّ
الْقُرْآنِ فِيمَا يُجْهَرُ بِهِ"، قَالَ الدَّارَقُطْنِيُّ: هَذَا صَحِيحٌ وَهُوَ
دَلِيلٌ صَرِيحٌ لِتَأْوِيلِنَا، فَقَدْ ثَبَتَ الْجَهْرُ بِالْبَسْمَلَةِ عَنْ أَنَسٍ
وَغَيْرِهِ كَمَا سَبَقَ، فَلَابُدَّ مِنْ تَأْوِيلِ مَا ظَهَرَ خِلَافَ ذَلِكَ.
Telah
ada ketetapan dalam Sunan Ad-Daraquthni dari Anas yang berkata : "Kami
pernah shalat di belakang Nabi ﷺ, Abu Bakar, Umar,
dan Utsman radhiyallahu 'anhum, mereka membuka bacaan dengan Ummul Qur'an dalam
shalat jahr."
Ad-Daraquthni
berkata : "Ini sahih dan merupakan dalil yang jelas bagi penafsiran kami,
karena telah ada ketetapan bahwa Anas dan yang lainnya membaca basmalah dengan
jahr sebagaimana telah disebutkan. Maka, harus ada penafsiran terhadap riwayat
yang tampaknya bertentangan dengan hal itu." [Majmu’ al-Imam an-Nawawi
3/352]
Namun
ada riwayat lain yang menunjukkan Anas radhiyallahu ‘anhu tidak ingat sama
sekali tentang masalah ini.
Al-Hafidz
Ibnu Hajar al-Haitsami dalam Ghoyatul Maqshod 1/248 no. 764 berkata :
Ghassan
bin Mudhar meriwayatkan kepada kami, Sa’id—yakni Ibnu Yazid Abu
Maslamah—meriwayatkan kepada kami, ia berkata:
سَأَلْتُ أَنَسًا: أَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقْرَأُ: {بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} [الفاتحة: 1] أَوْ {الْحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ} [الفاتحة: 2] ؟ فَقَالَ: " إِنَّكَ لَتَسْأَلُنِي
عَنْ شَيْءٍ مَا أَحْفَظُهُ - أَوْ مَا سَأَلَنِي أَحَدٌ قَبْلَكَ
Aku
bertanya kepada Anas, “Apakah Nabi ﷺ membaca: *Bismillāh
ar-Raḥmān
ar-Raḥīm*
atau *Al-ḥamdu lillāhi rabbil ‘ālamīn*?”
Maka ia menjawab, “Sungguh engkau menanyakan kepadaku sesuatu yang tidak aku
hafal—atau belum pernah ada seorang pun yang menanyakannya kepadaku sebelum
engkau.”
Diriwayatkan
juga oleh Ad-Daraquthni 1/316, dan dari jalurnya oleh Al-Hazimi dalam
*Al-I’tibar*, hlm. 81–82, dari jalur Ghassan bin Mudhar dengan sanad ini.
Ibnu
‘Ammar (wafat 844 H) berkata dalam Mifathus Sa’iidah hal. 145 :
كَذَا رَوَاهُ أَحْمَدُ فِي «مُسْنَدِهِ»، وَابْنُ خُزَيْمَةَ
فِي «صَحِيحِهِ»، وَالدَّارَقُطْنِيُّ قَائِلًا: هَذَا إِسْنَادٌ صَحِيحٌ. قَالَ الْبَيْهَقِيُّ
فِي «الْمَعْرِفَةِ»: وَفِي هَذَا دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ مَقْصُودَ أَنَسٍ مَا ذَكَرَهُ
الشَّافِعِيُّ.
Demikian
pula diriwayatkan oleh Ahmad dalam *Musnad*-nya, Ibnu Khuzaimah dalam
*Shahih*-nya, dan Ad-Daraquthni dengan mengatakan: “Ini adalah sanad yang
shahih.”
Al-Baihaqi
berkata dalam *Ma’rifah*: “Dan dalam riwayat ini terdapat dalil bahwa maksud
Anas adalah sebagaimana yang disebutkan oleh Asy-Syafi’i.” [SELESAI]
Sanadnya
shahih. Ghassan bin Mudhar termasuk perawi An-Nasa’i, dan ia tsiqah. Sa’id bin
Yazid termasuk perawi Asy-Syaikhani.
====
C]
Imam Nawawi berkata dalam al-Majmu’ 3/352 dan halaman sesudahnya :
قَالَ الشَّيْخُ أَبُو مُحَمَّدٍ الْمَقْدِسِيُّ: ثُمَّ لِلنَّاسِ
فِي تَأْوِيلِهِ وَالْكَلَامِ عَلَيْهِ خَمْسُ طُرُقٍ:
Syekh
Abu Muhammad Al-Maqdisi berkata : "Dalam menafsirkan Hadits ini, terdapat
lima pendekatan:
----
PENDEKATAN
KE 1 :
(إِحْدَاهَا)
وَهِيَ الَّتِي اخْتَارَهَا ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ: أَنَّهُ لَا يَجُوزُ الِاحْتِجَاجُ
بِهِ لِتَلَوُّنِهِ وَاضْطِرَابِهِ وَاخْتِلَافِ أَلْفَاظِهِ مَعَ تَغَايُرِ مَعَانِيهَا،
فَلَا حُجَّةَ فِي شَيْءٍ مِنْهَا عِنْدِي، لِأَنَّهُ قَالَ مَرَّةً: كَانُوا يَفْتَتِحُونَ
(بِالْحَمْدِ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ)، وَمَرَّةً: كَانُوا لَا يَجْهَرُونَ (بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ)، وَمَرَّةً: كَانُوا لَا يَقْرَؤُونَهَا، وَمَرَّةً:
لَمْ أَسْمَعْهُمْ يَقْرَؤُونَهَا، وَمَرَّةً: قَالَ وَقَدْ سُئِلَ عَنْ ذَلِكَ: كَبِرْتُ
وَنَسِيتُ. فَحَاصِلُ هَذِهِ الطَّرِيقَةِ إِنَّمَا نَحْكُمُ بِتَعَارُضِ الرِّوَايَاتِ،
وَلَا نَجْعَلُ بَعْضَهَا أَوْلَى مِنْ بَعْضٍ، فَيَسْقُطُ الْجَمِيعُ.
وَنَظِيرُ مَا فَعَلُوا فِي رَدِّ حَدِيثِ أَنَسٍ هَذَا مَا
نَقَلَهُ الْخَطَّابِيُّ فِي مَعَالِمِ السُّنَنِ عَنْ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ: أَنَّهُ
رَدَّ حَدِيثَ رَافِعِ بْنِ خَدِيجٍ فِي الْمُزَارَعَةِ لِاضْطِرَابِهِ وَتَلَوُّنِهِ،
وَقَالَ: هُوَ حَدِيثٌ كَثِيرُ الْأَلْوَانِ.
(Salah
satunya) yang dipilih oleh Ibnu Abdil Barr, adalah :
Bahwa
Hadits ini tidak bisa dijadikan hujah karena beragamnya riwayat (mudh-thorib),
adanya perbedaan lafaz yang disertai perbedaan makna, sehingga tidak ada hujah
dalam salah satu di antaranya menurutku”.
Sebabnya,
perawi kadang mengatakan : "Mereka membuka dengan membaca *Alhamdulillahi
Rabbil 'Alamin*".
Kadang
mengatakan : "Mereka tidak menjaharkan Bismillahirrahmanirrahim".
Kadang
mengatakan : "Mereka tidak membacanya".
Kadang
mengatakan : "Aku tidak mendengar mereka membacanya".
Dan
kadang mengatakan ketika ditanya tentang hal itu : "Aku sudah tua dan
lupa."
Kesimpulan
dari pendekatan ini adalah : bahwa
riwayat-riwayat tersebut saling bertentangan, sehingga tidak bisa menjadikan
sebagian lebih kuat dari yang lain, dan akibatnya semua riwayat tersebut
menjadi gugur.
Hal
yang serupa dengan cara mereka dalam menolak Hadits Anas ini adalah : apa yang diriwayatkan
oleh Al-Khaththabi dalam Ma'alim As-Sunan dari Ahmad bin Hanbal, bahwa ia
menolak Hadits Rafi' bin Khadij tentang muzara'ah (hadits tentang kerjasama
pertanian) ; karena adanya kontradiksi dalam periwayatannya, lalu ia berkata :
"Hadits
ini memiliki banyak versi yang berbeda-beda."
[Baca
: al-Majmu’ Syarah al-Muhadzab 3/352].
----
PENDEKATAN
KEDUA :
(الطَّرِيقَةُ الثَّانِيَةُ) أَنْ نُرَجِّحَ بَعْضَ أَلْفَاظِ
هَذِهِ الرِّوَايَاتِ الْمُخْتَلِفَةِ عَلَى بَاقِيهَا وَنَرُدَّ مَا خَالَفَهَا إلَيْهَا
فَلَا نَجِدُ الرُّجْحَانَ إلَّا لِلرِّوَايَةِ الَّتِي عَلَى لَفْظِ حَدِيثِ عَائِشَةَ
" أَنَّهُمْ كانوا يفتتحون بالحمد لله " أَيْ بِالسُّورَةِ وَهَذِهِ طَرِيقَةُ
الْإِمَامِ الشَّافِعِيِّ وَمَنْ تَبِعَهُ لِأَنَّ أَكْثَرَ الرُّوَاةِ عَلَى هَذَا
اللَّفْظِ وَلِقَوْلِهِ فِي رِوَايَةِ الدَّارَقُطْنِيّ " بأم القرآن " فكأن
أنسا أخرج هذ الْكَلَامَ مُسْتَدِلًّا بِهِ عَلَى مَنْ يُجَوِّزُ قِرَاءَةَ غير الفاتحة
أو يبدأ بغيرها ثم اقترقت الرُّوَاةُ عَنْهُ (فَمِنْهُمْ) مَنْ أَدَّاهُ بِلَفْظِهِ
فَأَصَابَ (وَمِنْهُمْ) مَنْ فَهِمَ مِنْهُ حَذْفَ الْبَسْمَلَةِ فَعَبَّرَ عنه بقوله
" كانوا لا يقرؤن " أو فلم أسمعهم يقرؤن الْبَسْمَلَةَ (وَمِنْهُمْ) مَنْ
فَهِمَ الْإِسْرَارَ فَعَبَّرَ عَنْهُ (فَإِنْ قِيلَ) إذَا اخْتَلَفَتْ أَلْفَاظُ رِوَايَاتِ
حَدِيثٍ قَضَى الْمُبَيَّنُ مِنْهَا عَلَى الْمُجْمَلِ فَإِنْ سُلِّمَ أَنَّ رِوَايَةَ
يَفْتَتِحُونَ مُحْتَمَلَةٌ فَرِوَايَةُ لَا يَجْهَرُونَ تُعَيِّنُ الْمُرَادَ (قُلْنَا)
وَرِوَايَةُ " بِأُمِّ الْقُرْآنِ " تُعَيِّنُ الْمَعْنَى الْآخَرَ فَاسْتَوَيَا
وَسَلِمَ لَنَا مَا سَبَقَ مِنْ الْأَحَادِيثِ الْمُصَرِّحَةِ بِالْجَهْرِ عَنْ أَنَسٍ
وَغَيْرِهِ وَتِلْكَ لَا تَحْتَمِلُ تَأْوِيلًا وَهَذِهِ أَمْكَنَ تَأْوِيلُهَا بِمَا
ذَكَرْنَاهُ فَأُوِّلَتْ وَجُمِعَ بَيْنَ الرِّوَايَاتِ وَأَلْفَاظِهَا
(Pendekatan kedua) adalah : dengan menguatkan sebagian lafaz dari riwayat-riwayat
yang berbeda ini dibandingkan dengan yang lainnya, serta mengembalikan riwayat
yang menyelisihi kepada yang lebih kuat. Maka, kita tidak menemukan yang lebih
kuat kecuali riwayat yang sesuai dengan lafaz Hadits Aisyah, yaitu bahwa mereka
memulai dengan "Alhamdulillah," yakni dengan surat Al-Fatihah.
Inilah pendekatan Imam Asy-Syafi'i dan para
pengikutnya, karena mayoritas perawi meriwayatkan dengan lafaz ini, serta
berdasarkan perkataannya dalam riwayat Ad-Daraquthni: "Dengan Ummul
Qur'an."
Seakan-akan Anas menyampaikan perkataan ini sebagai
dalil terhadap orang yang membolehkan membaca selain Al-Fatihah atau memulai
bacaan dengan selainnya. Kemudian para perawi berbeda dalam meriwayatkannya:
Sebagian mereka menyampaikannya sesuai lafaz aslinya,
sehingga benar.
Sebagian lainnya memahami bahwa yang dimaksud adalah
penghapusan basmalah, sehingga ia mengungkapkannya dengan perkataan,
"Mereka tidak membacanya," atau "Aku tidak mendengar mereka
membaca basmalah."
Sebagian lainnya memahami bahwa maksudnya adalah
membaca dengan sirr (tidak jahr), sehingga ia mengungkapkannya demikian.
Jika dikatakan bahwa ketika lafaz-lafaz riwayat suatu Hadits
berbeda, maka yang bersifat tafsir lebih diutamakan dibandingkan yang mujmal
(umum), dan jika diterima bahwa riwayat "mereka memulai" masih
memungkinkan beberapa makna, maka riwayat "mereka tidak menjaharkan"
menentukan maksudnya.
Kami menjawab bahwa riwayat "dengan Ummul
Qur'an" juga menentukan makna yang lain, sehingga keduanya menjadi setara.
Maka, tetaplah bagi kami Hadits-Hadits sebelumnya yang secara tegas menetapkan
jahr dari Anas dan selainnya, yang tidak dapat dita'wil, sedangkan riwayat ini
masih memungkinkan dita'wil sebagaimana telah kami jelaskan. Oleh karena itu,
riwayat ini dita'wil dan dikompromikan dengan riwayat serta lafaz lainnya.
----
PENDEKATAN
KE 3 :
(الطَّرِيقَةُ
الثَّالِثَةُ) أَنْ يُقَالَ لَيْسَ فِي هَذِهِ الرِّوَايَاتِ مَا يُنَافِي أَحَادِيثَ
الْجَهْرِ الصَّحِيحَةَ السَّابِقَةَ أَمَّا الرِّوَايَةُ الْمُتَّفَقُ عَلَيْهَا فَظَاهِرَةٌ
وَأَمَّا قَوْلُهُ لَا يَجْهَرُونَ فَالْمُرَادُ بِهِ نَفْيُ الْجَهْرِ الشَّدِيدِ
الَّذِي نَهَى اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ بِقَوْلِهِ تَعَالَى (وَلا تَجْهَرْ بِصَلاتِكَ
وَلا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بين ذلك سبيلا) فَنَفَى أَنَسٌ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
الْجَهْرَ الشَّدِيدَ دُونَ أَصْلِ الْجَهْرِ بِدَلِيلِ أَنَّهُ هُوَ رَوَى الْجَهْرَ
فِي حَدِيثٍ آخَرَ وَأَمَّا رِوَايَةُ مَنْ رَوَى يُسِرُّونَ فَلَمْ يُرِدْ حَقِيقَةَ
الْإِسْرَارِ وَهَذِهِ طَرِيقَةُ الْإِمَامِ أَبِي بَكْرِ بْنِ خُزَيْمَةَ وَإِنَّمَا
أَرَادَ بِقَوْلِهِ يُسِرُّونَ التَّوَسُّطَ الْمَأْمُورَ بِهِ الَّذِي هُوَ بِالنِّسْبَةِ
إلَى الْجَهْر الْمَنْهِيِّ عَنْهُ كَالْإِسْرَارِ وَاخْتَارَ هَذَا اللَّفْظَ مُبَالَغَةً
فِي نَفْيِ الْجَهْرِ الشَّدِيدِ الْمَنْهِيِّ عَنْهُ وَهَذَا مَعْنَى مَا رُوِيَ عن
ابن عباس انه قال الجهر (بسم اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ) قِرَاءَةُ الْأَعْرَابِ
أَرَادَ الْجَهْرُ الشَّدِيدُ قِرَاءَةُ الْأَعْرَابِ لِجَفَائِهِمْ وَشِدَّتِهِمْ
لِأَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ مِمَّنْ رَأَى الْجَهْرَ بالبسملة كما
سبق.
(Pendekatan
ketiga) adalah : dengan mengatakan bahwa tidak ada dalam
riwayat-riwayat ini sesuatu yang bertentangan dengan Hadits-Hadits shahih
sebelumnya tentang jahr.
Adapun
riwayat yang telah disepakati, maka maknanya sudah jelas. Sedangkan lafadz
hadits "mereka tidak menjaharkan," maksudnya adalah
meniadakan jahr yang sangat keras, yang dilarang oleh Allah Ta'ala dalam
firman-Nya:
"Dan
janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam sholatmu dan jangan pula
merendahkannya, dan carilah jalan tengah di antara keduanya."
Maka,
Anas radhiyallahu 'anhu meniadakan jahr yang sangat keras, bukan meniadakan
jahr secara mutlak. Dalilnya adalah bahwa ia sendiri meriwayatkan tentang jahr
dalam Hadits yang lain.
Adapun
riwayat yang menyebutkan "mereka membaca dengan sirr,"
maka yang dimaksud bukanlah israr (membaca dalam hati) secara hakiki.
Pendekatan ini dipegang oleh Imam Abu Bakar bin Khuzaymah.
Yang
dimaksud dengan perkataan "mereka membaca dengan sirr"
adalah membaca dengan suara pertengahan yang diperintahkan, yang dalam
perbandingan dengan jahr yang dilarang seolah-olah seperti sirr.
Penggunaan
lafaz ini dipilih sebagai bentuk penegasan dalam meniadakan jahr yang terlalu
keras, yang dilarang.
Makna
inilah yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ia berkata: "Jahr
dengan 'Bismillahirrahmanirrahim' adalah bacaan orang-orang Arab badui."
Maksudnya
adalah jahr yang terlalu keras seperti bacaan orang-orang Arab badui yang kasar
dan keras. Karena Ibnu Abbas termasuk orang yang berpendapat bahwa basmalah
dibaca jahr, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya.
------
PENDEKATAN
KE 4 :
(الطريقة
الرابعة) رجحها امام ابْنُ خُزَيْمَةَ وَهِيَ رَدُّ جَمِيعِ الرِّوَايَاتِ إلَى مَعْنَى
أَنَّهُمْ كَانُوا يُسِرُّونَ بِالْبَسْمَلَةِ دُونَ تَرْكِهَا وَقَدْ ثَبَتَ الْجَهْرُ
بِهَا بِالْأَحَادِيثِ السَّابِقَةِ عَنْ أَنَسٍ وَكَأَنَّ أَنَسًا بَالَغَ فِي الرَّدِّ
عَلَى من انكر الاسرار بِهَا فَقَالَ " أَنَا صَلَّيْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَخُلَفَائِهِ فَرَأَيْتُهُمْ يُسِرُّونَ بِهَا "
أَيْ وَقَعَ ذَلِكَ مِنْهُمْ مَرَّةً أَوْ مَرَّاتٍ لِبَيَانِ الْجَوَازِ وَلَمْ يُرِدْ
الدَّوَامَ بِدَلِيلِ مَا ثَبَتَ عَنْهُ مِنْ الْجَهْرِ رِوَايَةً وَفِعْلًا كَمَا
سَبَقَ فَتَكُون أَحَادِيثُ أَنَسٍ قَدْ دَلَّتْ عَلَى جَوَازِ الْأَمْرَيْنِ وَوُقُوعِهِمَا
مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ تعالي عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُمَا الْجَهْرُ وَالْإِسْرَارُ
وَلِهَذَا اخْتَلَفَتْ أَفْعَالُ الصَّدْرِ الْأَوَّلِ فِي ذَلِكَ وَهُوَ كَالِاخْتِلَافِ
فِي الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ قَالَ أَبُو حَاتِمِ بْنُ حِبَّانَ هَذَا عِنْدِي مِنْ
الِاخْتِلَافِ الْمُبَاحِ وَالْجَهْرُ أَحَبُّ إلَيَّ فَعَلَى هَذَا قَوْلُ مَنْ رَوَى
" لَمْ يَقْرَأْ " أَيْ لَمْ يَجْهَرْ وَلَمْ أَسْمَعْهُمْ يقرؤن أَيْ يَجْهَرُونَ
(Pendekatan
keempat) -yang diunggulkan oleh Imam Ibnu Khuzaymah – adalah:
mengembalikan semua riwayat kepada makna bahwa mereka membaca basmalah dengan
sirr (pelan), bukan meninggalkannya.
Telah
ada ketetapan dalil tentang jahr dalam Hadits-Hadits sebelumnya dari Anas.
Seolah-olah Anas memberikan penekanan dalam menolak orang yang mengingkari sirr
dalam basmalah, sehingga ia berkata:
"Aku
shalat di belakang Nabi ﷺ dan para
khalifahnya, lalu aku melihat mereka membaca dengan sirr."
Maksudnya,
hal itu terjadi sesekali atau beberapa kali sebagai bentuk penjelasan
kebolehan, bukan sebagai sesuatu yang dilakukan terus-menerus. Dalilnya adalah
bahwa dari Anas sendiri telah ada ketetapan riwayat tentang jahr, baik berupa
perkataan maupun perbuatan, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya.
Dengan
demikian, Hadits-Hadits Anas menunjukkan kebolehan kedua cara (jahr dan sirr)
dan bahwa keduanya pernah dilakukan oleh Nabi ﷺ. Oleh sebab itu,
perbuatan generasi awal umat Islam pun berbeda dalam hal ini, sebagaimana
terjadi perbedaan dalam azan dan iqamah.
Abu
Hatim bin Hibban berkata:
"Menurutku,
ini termasuk perbedaan yang dibolehkan, namun jahr lebih aku sukai."
Dengan
pendekatan ini, maka perkataan orang yang meriwayatkan "tidak
membaca" maksudnya adalah "tidak menjaharkan".
Dan lafadz hadits "aku tidak mendengar mereka membaca" maksudnya adalah "aku tidak
mendengar mereka menjaharkan".
-----
PENDEKATAN
KE 5 :
(الطَّرِيقَةُ
الْخَامِسَةُ) : أَنْ يُقَالَ نَطَقَ أَنَسٌ بِكُلِّ هَذِهِ الْأَلْفَاظِ الْمَرْوِيَّةِ
فِي مَجَالِسَ مُتَعَدِّدَةٍ بِحَسْبِ الْحَاجَةِ إلَيْهَا فِي الِاسْتِدْلَالِ وَالْبَيَانِ.
(فَإِنْ
قِيلَ) هَلَّا حَمَلْتُمْ حَدِيثَ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى أَنَّ آخِرَ
الْأَمْرَيْنِ مِنْ النَّبِيِّ ﷺ تَرْكُ الْجَهْرِ، بِدَلِيلِ أَنَّهُ حَكَى ذَلِكَ
عَنْ الْخُلَفَاءِ بَعْدَهُ؟
(قُلْنَا)
مَنَعَ ذَلِكَ أَنَّ الْجَهْرَ مَرْوِيٌّ عَنْ أَنَسٍ مِنْ فِعْلِهِ، كَمَا سَبَقَ
مِنْ حَدِيثِ الْمُعْتَمِرِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَنَسٍ، فَلَا يَخْتَارُ أَنَسٌ لِنَفْسِهِ
إلَّا مَا كَانَ آخِرَ الْأَمْرَيْنِ.
قَالَ أَبُو مُحَمَّدٍ: وَإِنْ رُمْنَا تَرْجِيحَ الْجَهْرِ
فِيمَا نَقَلَ أَنَسٌ، قُلْنَا: هَذِهِ الرِّوَايَةُ الَّتِي انْفَرَدَ بِهَا مُسْلِمٌ،
الْمُصَرِّحَةُ بِحَذْفِ الْبَسْمَلَةِ أَوْ بِعَدَمِ الْجَهْرِ بِهَا، قَدْ عُلِّلَتْ
وَعُورِضَتْ بِأَحَادِيثِ الْجَهْرِ الثَّابِتَةِ عَنْ أَنَسٍ، وَالتَّعْلِيلُ يُخْرِجُهَا
مِنْ الصِّحَّةِ إِلَى الضَّعْفِ، لِأَنَّ مِنْ شَرْطِ الصَّحِيحِ أَنْ لَا يَكُونَ
شَاذًّا وَلَا مُعَلَّلًا، وَإِنْ اتَّصَلَ سَنَدُهُ بِنَقْلِ عَدْلٍ ضَابِطٍ عَنْ
مِثْلِهِ.
فَالتَّعْلِيلُ بِضَعْفِهِ لِكَوْنِهِ اطَّلَعَ فِيهِ عَلَى
عِلَّةٍ خَفِيَّةٍ قَادِحَةٍ فِي صِحَّتِهِ، كَاشِفَةٍ عَنْ وَهْمٍ لِبَعْضِ رُوَاتِهِ،
وَلَا يَنْفَعُ حِينَئِذٍ إخْرَاجُهُ فِي الصَّحِيحِ، لِأَنَّهُ فِي نَفْسِ الْأَمْرِ
ضَعِيفٌ وَقَدْ خَفِيَ ضَعْفُهُ.
وَقَدْ تَخْفَى الْعِلَّةُ عَلَى أَكْثَرِ الْحُفَّاظِ وَيَعْرِفُهَا
الْفَرْدُ مِنْهُمْ، فَكَيْفَ وَالْأَمْرُ هُنَا بِالْعَكْسِ! وَلِهَذَا امْتَنَعَ
الْبُخَارِيُّ وَغَيْرُهُ مِنْ إخْرَاجِهِ، وَقَدْ عُلِّلَ حَدِيثُ أَنَسٍ هَذَا بِثَمَانِيَةِ
أَوْجُهٍ، ذَكَرَهَا أَبُو مُحَمَّدٍ مُفَصَّلَةً.
وَقَالَ: الثَّامِنُ فِيهَا أَنَّ أَبَا سَلَمَةَ سَعِيدَ بْنَ
زَيْدٍ قَالَ: سَأَلْتُ أَنَسًا: "أَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَسْتَفْتِحُ بِـ(الْحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ) أَوْ بِـ(بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ)؟
فَقَالَ: إِنَّكَ لَتَسْأَلُنِي عَنْ شَيْءٍ مَا أَحْفَظُهُ،
وَمَا سَأَلَنِي عَنْهُ أَحَدٌ قَبْلَكَ."
رَوَاهُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ فِي مُسْنَدِهِ، وَابْنُ خُزَيْمَةَ
فِي كِتَابِهِ، وَالدَّارَقُطْنِيُّ فِي سُنَنِهِ، وَقَالَ: إِسْنَادُهُ صَحِيحٌ.
وَهَذَا دَلِيلٌ عَلَى تَوَقُّفِ أَنَسٍ وَعَدَمِ جَزْمِهِ بِوَاحِدٍ
مِنْ الْأَمْرَيْنِ، وَرُوِيَ عَنْهُ الْجَزْمُ بِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا، فَاضْطَرَبَتْ
أَحَادِيثُهُ، وَكُلُّهَا صَحِيحَةٌ، فَتَعَارَضَتْ فَسَقَطَتْ، وَإِنْ تَرَجَّحَ بَعْضُهَا،
فَالتَّرْجِيحُ لِلْجَهْرِ لِكَثْرَةِ أَحَادِيثِهِ، وَلِأَنَّهُ إِثْبَاتٌ فَهُوَ
مُقَدَّمٌ عَلَى النَّفْيِ، وَلَعَلَّ النِّسْيَانَ عَرَضَ لَهُ بَعْدَ ذَلِكَ.
قَالَ ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ: مَنْ حُفِظَ عَنْهُ حُجَّةٌ عَلَى
مَنْ سَأَلَهُ فِي حَالِ نِسْيَانِهِ، وَاللَّهُ أَعْلَمُ.
(Pendekatan Ke
Lima) : Dikatakan bahwa Anas mengucapkan semua kata-kata ini yang
diriwayatkan dalam beberapa majelis, sesuai dengan kebutuhan untuk membuktikan
dan menjelaskan.
(Seandainya
dikatakan) Mengapa tidak diterima Hadits Anas radhiyallahu 'anhu yang
mengatakan bahwa hal terakhir yang dilakukan Nabi ﷺ adalah
meninggalkan jahr (baca bismillah dengan suara keras), dengan dalil bahwa hal
itu diterangkan oleh para khalifah setelahnya?
(Kami
menjawab) : Hal itu tidak diterima karena baca bismillah dengan Jahr
diriwayatkan dari Anas melalui perbuatannya, seperti yang sudah diriwayatkan
oleh al-Mu'tamir dari ayahnya dari Anas. Maka, Anas tidak akan memilih bagi
dirinya kecuali apa yang terjadi pada akhir dari dua perkara tersebut.
Abu
Muhammad berkata: Dan jika kita berkeinginan mentarjih hadits baca bismillah
dengan suara jahr dalam hadits-hadits riwayat Anas, maka kita katakan: (Bahwa riwayat
tanpa basmalah) ini adalah riwayat yang hanya diriwayatkan oleh Muslim, yang
menyatakan bahwa basmalah dihapus atau tidak dilafalkan dengan suara jahr, maka
itu telah dianggap cacat dan telah dibantah dengan Hadits-Hadits jahr (suara
keras) yang shahih dari Anas.
Penjelasan
tersebut menjadikannya lemah, karena dalam syarat Hadits yang shahih, tidak
boleh terdapat keanehan dan penjelasan yang menyebabkan keraguan.
Penjelasan
tersebut meruntuhkan keshahihannya karena mengungkapkan kelemahan tersembunyi
yang merusak kebenarannya, yang menunjukkan adanya kekeliruan pada beberapa
perawi. Dan dalam hal ini, walaupun keluar dalam kitab yang shahih, tetap
dianggap lemah karena sebenarnya sudah tersembunyi kelemahannya.
Hal
ini bisa tersembunyi bagi banyak ahli hadits, tetapi dapat diketahui oleh
sebagian kecil di antara mereka, bagaimana dengan masalah yang berlawanan di
sini! Itulah sebabnya al-Bukhari dan yang lainnya tidak menyertakan riwayat
ini, dan Hadits Anas ini sudah dijelaskan dengan delapan alasan yang
disampaikan oleh Abu Muhammad secara terperinci.
Dan
beliau berkata: "Yang kedelapan adalah bahwa Abu Salamah, Sa'id bin Zaid,
berkata: 'Saya bertanya kepada Anas: 'Apakah Rasulullah ﷺ memulai dengan (Alhamdulillah Rabbil 'Alamin) atau (Bismillahir
Rahmanir Rahim)?'
Anas
menjawab: 'Engkau bertanya kepadaku tentang sesuatu yang tidak saya ingat, dan
tidak ada orang yang bertanya tentang ini sebelumnya.'
Hadits
ini diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya, Ibnu Khuzaymah dalam
kitabnya, dan al-Daraqutni dalam Sunan-nya, dan beliau mengatakan bahwa
sanadnya shahih.
Ini
adalah bukti bahwa Anas radhiyallahu 'anhu ragu dan tidak memastikan salah satu
dari dua hal tersebut, dan ada yang meriwayatkan bahwa ia pasti dengan
keduanya. Maka terjadi perbedaan dalam Hadits-Haditsnya, namun semuanya shahih,
sehingga saling bertentangan dan tidak ada yang lebih unggul, meskipun sebagian
dari mereka lebih kuat. Penilaian suara keras lebih unggul karena banyaknya Hadits
yang mendukungnya, dan karena itu lebih dapat diterima ketimbang penyangkalan,
dan mungkin kelupaan terjadi pada dirinya setelah itu."
Ibn
Abd al-Barr berkata: "Barang siapa yang diingatkan oleh hujah (argumen)
darinya, maka itu adalah hujah terhadap orang yang bertanya tentang
kelupaannya, dan Allah lebih mengetahui." [Baca : al-Majmu’ Syarah
al-Mauhdzdzab karya Imam Nawawi 3/352- 355].
====
D].
Kami mentarjih atau lebih mengutamakan beberapa lafaz dari riwayat-riwayat ini
dibandingkan dengan yang lain dan menolak yang bertentangan dengan yang lebih
kuat. Tidak ada keutamaan kecuali pada riwayat yang menyebutkan bahwa mereka
memulai dengan "Alhamdulillahi rabbil 'alamin," yaitu dengan surah
tersebut.
Ini
adalah pendapat Imam Syafi'i dan mereka yang mengikutinya, karena kebanyakan
perawi menggunakan lafaz ini, dan dalam riwayat ad-Darimi disebutkan
"Ummul Qur'an." Sehingga Anas mengeluarkan perkataan ini untuk
mendukung mereka yang membolehkan membaca selain Al-Fatihah atau memulai dengan
selainnya.
Kemudian
para perawi berbeda pendapat. Beberapa dari mereka menyampaikannya dengan lafaz
yang tepat, sementara sebagian lainnya memahami bahwa basmalah dihilangkan dan
menyampaikannya dengan ungkapan "mereka tidak membacanya" atau
"aku tidak mendengar mereka membacanya."
Sebagian
lagi memahami bahwa ini adalah bacaan yang di-sirr-kan dan menyampaikannya
demikian.
Jika
dikatakan bahwa jika terdapat perbedaan lafaz dalam suatu hadits, maka lafaz
yang lebih jelas harus mengesampingkan yang kurang jelas. Maka kami jawab :
bahwa riwayat "dengan Ummul Qur'an" memperjelas makna yang lainnya.
Dengan demikian, riwayat-riwayat ini dapat disatukan dan dipahami dengan baik.
====
E].
Dikatakan bahwa tidak ada dalam riwayat-riwayat ini yang bertentangan dengan Hadits-Hadits
shahih sebelumnya tentang jahr (mengeraskan suara) dalam membaca basmalah.
Adapun
riwayat yang disepakati, maka sudah jelas.
Sedangkan
ungkapan yang menyatakan "mereka tidak mengeraskan suara"
maksudnya adalah menafikan jahr yang terlalu keras dan berlebihan, sebagaimana
larangan Allah Ta’ala dalam firman-Nya:
﴿
وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا﴾
*"Dan
janganlah engkau mengeraskan suaramu dalam shalat, dan jangan pula
merendahkannya, tetapi carilah jalan tengah di antara keduanya."* (QS.
Al-Isra: 110)
Maka,
Anas radhiyallahu ‘anhu menafikan jahr yang sangat keras, bukan asal jahr itu
sendiri. Buktinya, dia sendiri meriwayatkan Hadits yang menyatakan jahr dalam
riwayat lainnya.
Adapun
riwayat yang menyebutkan *"mereka men-sirri-kan"* (يُسِرُّونَ), tidak dimaksudkan sebagai benar-benar membaca secara pelan.
Ini
adalah metode yang digunakan oleh Imam Abu Bakar bin Khuzaymah, yakni bahwa
maksudnya adalah pertengahan yang diperintahkan, yang dalam perbandingan dengan
jahr yang dilarang, maka bisa dianggap seperti sirr (membaca pelan). Ia memilih
lafaz ini untuk menegaskan penafian terhadap jahr yang sangat keras yang dilarang.
Inilah
makna dari riwayat yang menyebutkan bahwa Ibnu Abbas berkata:
الْجَهْرُ (بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ) قِرَاءَةُ
الْأَعْرَابِ
*"Membaca
(Bismillah ar-Rahman ar-Rahim) dengan jahr adalah bacaan orang-orang Arab
Badui."* [HR. Ahmad].
Dan
Al-Hasan pernah ditanya tentang mengeraskan basmalah dalam shalat, lalu ia
berkata:
"إِنَّمَا
يَفْعَلُ ذٰلِكَ الْأَعْرَابُ"
"Itu
hanya dilakukan oleh orang-orang Arab badui." [Baca : Syarh al-'Umdah
karya Ibnu Taimiyah 2/701].
Yang
dimaksud adalah jahr yang sangat keras, sebagaimana bacaan orang-orang Arab
Badui yang cenderung kasar dan keras. Sebab, Ibnu Abbas sendiri adalah salah
satu sahabat yang berpendapat bahwa basmalah dibaca dengan jahr, sebagaimana
yang telah disebutkan sebelumnya.
====
F].
Semua riwayat ini bermuara pada pemahaman bahwa para sahabat membacanya dengan
perlahan (*sirr*), bukan berarti mereka meninggalkan dengan suara keras (jahr).
Sebab, jahr dalam membaca basmalah telah ditetapkan dalam Hadits-Hadits shahih
dari Anas.
Seolah-olah
Anas ingin memberikan jawaban yang lebih kuat terhadap mereka yang mengingkari
jahr atau sirr dalam membaca basmalah. Ia berkata :
أنا صَلَّيْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ ﷺ وَخُلَفَائِهِ فَرَأَيْتُهُمْ
يَسِرُّونَ بِهَا
*"Aku
shalat di belakang Rasulullah ﷺ dan para khalifah setelahnya, lalu aku
melihat mereka membaca dengan sirr."*
Maksudnya,
hal itu pernah terjadi sekali atau beberapa kali untuk menunjukkan
kebolehannya, bukan berarti dilakukan secara terus-menerus.
Bukti
lainnya adalah bahwa Anas sendiri meriwayatkan jahr dalam Hadits lain, baik
dalam periwayatan maupun dalam amalannya. Maka, Hadits-Hadits Anas menunjukkan
kebolehan kedua cara tersebut dan bahwa keduanya telah dilakukan oleh
Rasulullah ﷺ, yaitu jahr dan sirr. Inilah sebabnya mengapa terjadi perbedaan
praktik di kalangan generasi awal dalam masalah ini, sebagaimana perbedaan
dalam adzan dan iqamah.
Abu
Hatim bin Hibban berkata:
هَذَا عِنْدِي مِنَ الِاخْتِلَافِ الْمُبَاحِ، وَالْجَهْرُ أَحَبُّ
إِلَيَّ
*"Menurutku,
ini adalah perbedaan yang diperbolehkan, namun jahr lebih aku
sukai."*
Maka,
bagi mereka yang meriwayatkan *" لَمْ يَقْرَأْ / tidak
membaca"*, maksudnya adalah *" لَمْ يَجْهَرْ /
tidak menjaharkan"*, bukan berarti tidak membaca sama sekali. Demikian
juga bagi mereka yang mengatakan *" وَلَمْ أَسْمَعْهُمْ يَقْرَأُون / aku tidak mendengar mereka
membaca"*, maksudnya adalah *" يَجْهَرُونَ /aku
tidak mendengar mereka menjaharkan."*
[Baca
: Majmu’ al-Imam an-Nawawi 3/354 dan an-Nafhu asy-Syadziy karya Ibnu Sayyidin
Naas 4/332]
====
G].
Dikatakan bahwa Anas mengucapkan semua lafaz-lafaz ini dalam berbagai majelis
yang berbeda, sesuai dengan kebutuhan dalam memberikan dalil dan penjelasan.
Jika
ada yang bertanya :
*"Mengapa
Hadits Anas tidak dianggap sebagai dalil bahwa keputusan terakhir Rasulullah ﷺ adalah meninggalkan jahr?"* – dengan dalil bahwa ia
meriwayatkan hal tersebut dari para khalifah setelah Rasulullah ﷺ – .
Maka
jawabannya adalah :
Hal
ini tertolak dengan kenyataan bahwa jahr juga diriwayatkan dari Anas, baik dari
perkataan maupun perbuatannya, sebagaimana dalam Hadits yang diriwayatkan oleh
Al-Mu'tamir dari ayahnya dari Anas. Tidak mungkin Anas memilih untuk dirinya
sendiri kecuali apa yang menjadi keputusan terakhir Rasulullah ﷺ.
Abu
Muhammad al-Maqdisiy berkata:
وَإِنْ رُمْنَا تَرْجِيحَ الْجَهْرِ فِيمَا نُقِلَ أَنَسٌ، قُلْنَا:
هَذِهِ الرِّوَايَةُ الَّتِي انْفَرَدَ بِهَا مُسْلِمٌ الْمُصَرِّحَةُ بِحَذْفِ الْبَسْمَلَةِ
أَوْ بِعَدَمِ الْجَهْرِ بِهَا قَدْ عُلِّلَتْ وَعُورِضَتْ بِأَحَادِيثِ الْجَهْرِ
الثَّابِتَةِ عَنْ أَنَسٍ، وَالتَّعْلِيلُ يُخْرِجُهَا مِنَ الصِّحَّةِ إِلَى الضَّعْفِ،
لِأَنَّ مِنْ شَرْطِ الصَّحِيحِ أَنْ لَا يَكُونَ شَاذًّا وَلَا مُعَلَّلًا، وَإِنِ
اتَّصَلَ سَنَدُهُ بِنَقْلِ عَدْلٍ ضَابِطٍ عَنْ مِثْلِهِ، فَالتَّعْلِيلُ يُضْعِفُهُ
لِكَوْنِهِ اُطُّلِعَ فِيهِ عَلَى عِلَّةٍ خَفِيَّةٍ قَادِحَةٍ فِي صِحَّتِهِ كَاشِفَةٍ
عَنْ وَهْمٍ لِبَعْضِ رُوَاتِهِ، وَلَا يَنْفَعُ حِينَئِذٍ إِخْرَاجُهُ فِي الصَّحِيحِ
لِأَنَّهُ فِي نَفْسِ الْأَمْرِ ضَعِيفٌ وَقَدْ خَفِيَ ضَعْفُهُ وَقَدْ تَخْفَى الْعِلَّةُ
عَلَى أَكْثَرِ الْحُفَّاظِ وَيَعْرِفُهَا الْفَرْدُ مِنْهُمْ فَكَيْفَ وَالْأَمْرُ
هُنَا بِالْعَكْسِ، وَلِهَذَا امْتَنَعَ الْبُخَارِيُّ وَغَيْرُهُ مِنْ إِخْرَاجِهِ.
*"Jika
kita ingin menguatkan pendapat jahr sebagaimana yang diriwayatkan oleh Anas,
maka kita katakan: Riwayat (tanpa basmalah) yang hanya diriwayatkan oleh
Muslim, yang secara eksplisit menyatakan penghapusan basmalah atau tidak menjaharkannya,
telah dianggap cacat dan dibantah dengan Hadits-Hadits shahih tentang jahr dari
Anas. Kecacatan ini menjadikan riwayat tersebut lemah, karena salah satu syarat
Hadits shahih adalah tidak boleh memiliki kejanggalan (*syadz*) atau kecacatan
(*‘illah*), meskipun sanadnya tersambung dengan perawi yang adil dan kuat
hafalannya.*
Maka,
adanya ‘illah (cacat tersembunyi) yang ditemukan dalam riwayat ini
menjadikannya lemah, karena adanya kesalahan dalam periwayatan. Dan meskipun Hadits
tersebut terdapat dalam kitab Shahih, tidak serta-merta menjadikannya kuat,
karena pada hakikatnya Hadits ini lemah, hanya saja kelemahannya
tersembunyi.
Kadang-kadang
‘illah tidak diketahui oleh sebagian besar huffazh (penghafal Hadits), tetapi
bisa diketahui oleh individu tertentu di antara mereka. Bagaimana mungkin dalam
kasus ini justru sebaliknya? Oleh karena itu, Al-Bukhari dan lainnya tidak
mencantumkan Hadits ini dalam kitab mereka”. [Selesai]
[Baca
: Majmu’ al-Imam an-Nawawi 3/354]
Hadits
Anas ini telah dianggap cacat dengan delapan aspek kelemahan, yang telah
dijelaskan secara rinci oleh Abu Muhammad al-Maqdisy.
Dia
berkata :
والثَّامِنُ فِيهَا أَنَّ أَبَا سَلَمَةَ سَعِيدَ بْنَ زَيْدٍ
قَالَ: سَأَلْتُ أَنَسًا أَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَسْتَفْتِحُ بِالْحَمْدُ لِلَّهِ
رَبِّ الْعَالَمِينَ أَوْ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ فَقَالَ: إِنَّكَ
لَتَسْأَلُنِي عَنْ شَيْءٍ مَا أَحْفَظُهُ وَمَا سَأَلَنِي عَنْهُ أَحَدٌ قَبْلَكَ،
رَوَاهُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ فِي مُسْنَدِهِ، وَابْنُ خُزَيْمَةَ فِي كِتَابِهِ،
وَالدَّارَقُطْنِيُّ فِي سُنَنِهِ، وَقَالَ: إِسْنَادُهُ صَحِيحٌ، وَهَذَا دَلِيلٌ
عَلَى تَوَقُّفِ أَنَسٍ وَعَدَمِ جَزْمِهِ بِوَاحِدٍ مِنَ الْأَمْرَيْنِ، وَرُوِيَ
عَنْهُ الْجَزْمُ بِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا فَاضْطَرَبَتْ أَحَادِيثُهُ، وَكُلُّهَا
صَحِيحَةٌ فَتَعَارَضَتْ فَسَقَطَتْ، وَإِنْ تُرُجِّحَ بَعْضُهَا فَالتَّرْجِيحُ الْجَهْرُ
لِكَثْرَةِ أَحَادِيثِهِ، وَلِأَنَّهُ إِثْبَاتٌ فَهُوَ مُقَدَّمٌ عَلَى النَّفْيِ
وَلَعَلَّ النِّسْيَانَ عَرَضَ لَهُ بَعْدَ ذٰلِكَ، قَالَ ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ: مَنْ
حَفِظَ عَنْهُ حُجَّةٌ عَلَى مَنْ سَأَلَهُ فِي حَالِ نِسْيَانِهِ وَاللَّهُ أَعْلَمُ.
Yang
ke delapan adalah riwayat dari Abu Salamah Sa’id bin Zaid, yang berkata:
*"Aku
bertanya kepada Anas: 'Apakah Rasulullah ﷺ memulai shalat
dengan (Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin) atau dengan (Bismillah ar-Rahman
ar-Rahim)?' Maka Anas menjawab: 'Engkau bertanya kepadaku tentang sesuatu yang
aku tidak mengingatnya, dan tidak ada seorang pun sebelum engkau yang bertanya
kepadaku tentang hal ini.'”*
Hadits
ini diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dalam *Musnad*-nya, Ibnu Khuzaymah dalam
kitabnya, serta Ad-Daraquthni dalam *Sunan*-nya, dan ia berkata:
*"Sanadnya shahih."*
Hal
ini menunjukkan bahwa Anas sendiri ragu dan tidak memastikan salah satu dari
kedua cara tersebut. Bahkan, ada riwayat yang menunjukkan bahwa ia memastikan
keduanya. Akibatnya, Hadits-Haditsnya menjadi kontradiktif. Meskipun semuanya
shahih, karena bertentangan satu sama lain, maka tidak dapat dijadikan hujjah
yang pasti.
Namun,
jika harus dilakukan tarjih (pemilihan yang lebih kuat), maka jahr lebih
diunggulkan karena jumlah Haditsnya lebih banyak dan karena jahr adalah bentuk
penetapan (*itsbat*), yang lebih didahulukan dibandingkan penafian (*nafyi*).
Bisa jadi, Anas mengalami kelupaan setelah itu.
Ibn
Abdil Barr berkata: *"Siapa yang
meriwayatkan sesuatu dengan hafalan yang kuat, maka riwayatnya menjadi hujjah
atas orang yang menanyakan sesuatu kepadanya dalam keadaan lupa.
Dan
hanya Allah lebih mengetahui kebenaran yang sebenarnya."*
[Lihat
: Majmu’ al-Imam an-Nawawi 3/354]
=====
H].
Ibnu Hajar dalam kitab Fath al-Bari 2/228, menulis satu bab :
بَابُ مَا يَقُولُ بَعْدَ التَّكْبِير
"Bab
Apa yang Dikatakan Setelah Takbir":
Lalu
dia berkata :
وَإِذَا اِنْتَهَى الْبَحْثُ إِلَى أَنَّ مُحَصَّلَ حَدِيثِ
أَنَسٍ نَفْيُ الْجَهْرِ بِالْبَسْمَلَةِ عَلَى مَا ظَهَرَ مِنْ طَرِيقِ الْجَمْعِ
بَيْنَ مُخْتَلَفِ الرِّوَايَاتِ عَنْهُ، فَمَتَى وُجِدَتْ رِوَايَةٌ فِيهَا إِثْبَاتُ
الْجَهْرِ قُدِّمَتْ عَلَى نَفْيِهِ، لِمُجَرَّدِ تَقْدِيمِ رِوَايَةِ الْمُثْبِتِ
عَلَى النَّافِي؛ لِأَنَّ أَنَسًا يَبْعُدُ جِدًّا أَنْ يَصْحَبَ النَّبِيَّ ﷺ مُدَّةَ
عَشْرِ سِنِينَ، ثُمَّ يَصْحَبَ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ خَمْسًا وَعِشْرِينَ
سَنَةً، فَلَمْ يَسْمَعْ مِنْهُمْ الْجَهْرَ بِهَا فِي صَلَاةٍ وَاحِدَةٍ، بَلْ لِكَوْنِ
أَنَسٍ اِعْتَرَفَ بِأَنَّهُ لَا يَحْفَظُ هَذَا الْحُكْمَ كَأَنَّهُ لِبُعْدِ عَهْدِهِ
بِهِ، ثُمَّ تَذَكَّرَ مِنْهُ الْجَزْمَ بِالِافْتِتَاحِ بِالْحَمْدُ جَهْرًا وَلَمْ
يَسْتَحْضِرْ الْجَهْرَ بِالْبَسْمَلَةِ، فَيَتَعَيَّنُ الْأَخْذُ بِحَدِيثِ مَنْ أَثْبَتَ
الْجَهْرَ.
*"Jika
penelitian sampai pada kesimpulan bahwa hasil dari Hadits Anas adalah
meniadakan jahr (mengeraskan suara) dalam membaca basmalah, sebagaimana yang
tampak dari cara mengompromikan berbagai riwayat yang berbeda darinya, maka
apabila terdapat riwayat yang menetapkan jahr, maka riwayat tersebut lebih
diutamakan dibandingkan riwayat yang meniadakannya. Ini semata-mata karena
prinsip mendahulukan riwayat yang menetapkan sesuatu dibandingkan yang
meniadakannya. Sebab, sangat tidak masuk akal jika Anas telah menemani Nabi ﷺ selama sepuluh tahun, kemudian menemani Abu Bakar, Umar, dan
Utsman selama dua puluh lima tahun, tetapi sama sekali tidak pernah mendengar
mereka mengeraskan basmalah dalam satu shalat pun. Justru, Anas sendiri
mengakui bahwa ia tidak mengingat hukum ini, seakan-akan karena sudah lama
berlalu baginya, lalu kemudian ia ingat dengan yakin bahwa Nabi ﷺ membuka bacaan shalat dengan Alhamdulillah secara jahr, namun
ia tidak mengingat jahr dalam basmalah. Maka dari itu, wajib mengambil Hadits
orang yang menetapkan jahr."*
[Baca
pula : Dzakhirotul ‘Uqbaa karya Muhammad al-Its-yuby 11/451].
=====
I].
As-Suyuthi berkata dalam kitab Tadrib ar-Rawi (1/254):
(وَتَبَيَّنَ
بِمَا ذَكَرْنَاهُ أَنَّ لِحَدِيثِ مُسْلِمٍ السَّابِقِ تِسْعَ عِلَلٍ: الْمُخَالَفَةُ
مِنَ الْحُفَّاظِ وَالْأَكْثَرِينَ، وَالِانْقِطَاعُ، وَتَدْلِيسُ التَّسْوِيَةِ مِنَ
الْوَلِيدِ، وَالْكِتَابَةُ، وَجَهَالَةُ الْكَاتِبِ، وَالِاضْطِرَابُ فِي لَفْظِهِ،
وَالْإِدْرَاجُ، وَثُبُوتُ مَا يُخَالِفُهُ عَنْ صَحَابِيِّهِ، وَمُخَالَفَتُهُ لِمَا
رَوَاهُ عَدَدُ التَّوَاتُرِ).
*"Dari
apa yang telah kami sebutkan, tampak bahwa Hadits Muslim yang telah dikemukakan
sebelumnya memiliki sembilan illat (cacat), yaitu: (1) bertentangan dengan para
huffazh (ahli Hadits) dan mayoritas ulama, (2) sanadnya terputus, (3) adanya
tadlis taswiyah dari al-Walid, (4) perawian melalui tulisan, (5) ketidaktahuan
terhadap penulisnya, (6) adanya inkonsistensi dalam lafaznya, (7) adanya
sisipan tambahan (idraj), (8) terdapat riwayat sahih dari sahabat yang
bertentangan dengannya, dan (9) bertentangan dengan riwayat yang mencapai
derajat mutawatir."*
Hadits
ini telah dikritisi oleh banyak ulama ahli Hadits, seperti Al-Iraqi dalam
Alfiyyah-nya, serta As-Sakhawi dalam Fath al-Mughits.
DALIL
KE TIGA : PENDAPAT MELIRIHKAN (SIRR) BACA BISMILLAH :
Dari
Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَفْتِحُ
الصَّلَاةَ بِالتَّكْبِيرِ وَالقِرَاءَةِ بِالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِينَ
*"Rasulullah
ﷺ memulai sholat dengan takbir dan membaca (surah) dengan
Alhamdulillah Rabbil ‘Alamin."* (Diriwayatkan oleh Muslim no. 498).
Jawabannya:
Yang
dimaksud dengan “al-hamdulillah” di sini adalah bahwa mereka memulai bacaan
dengan surah Al-Fatihah, bukan bermaksud membaca al-hamdulillah tanpa bismilah .
Penafsiran
ini harus diterima sebagai bentuk kompromi antara berbagai riwayat yang
berbeda, karena bacaan basmalah juga diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu
'anha sebagai suatu amalan dan sebagai riwayat dari Nabi ﷺ.
Selain
itu, redaksi semacam ini juga diriwayatkan dari Ibnu Umar dan Abu Hurairah
radhiyallahu 'anhum, sedangkan keduanya termasuk di antara sahabat yang secara
sahih meriwayatkan jahr (mengeraskan suara) dalam basmalah. Hal ini menunjukkan
bahwa maksud mereka adalah menyebut nama surah, seperti ungkapan "dengan
Al-Fatihah". Telah diketahui bahwa awal surah Al-Fatihah adalah basmalah,
sehingga wajib memulai bacaan dengannya.
****
DALIL KE EMPAT : PENDAPAT YANG MELIRIHKAN (SIRR) BISMILLAH :
Diriwayatkan
dari Abdullah bin Mughaffal :
سَمِعَنِي أَبِي وَأَنَا أَقْرَأُ {بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ
الرَّحِيمِ} الفَاتِحَةَ: 1، فَقَالَ: أَي بُنَيَّ إِيَّاكَ وَالحَدَثَ، فَإِنِّي صَلَّيْتُ
مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَعَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ
وَعُثْمَانَ فَلَمْ أَسْمَعْ رَجُلًا مِنْهُمْ يَقُولُهَا، فَإِذَا قَرَأْتَ فَقُلْ:
الحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِينَ
Ayahku
mendengar aku membaca *"Bismillahirrahmanirrahim"* (Al-Fatihah: 1),
lalu ia berkata: "Wahai anakku, jauhilah perkara baru (dalam agama),
karena sesungguhnya aku telah shalat bersama Rasulullah ﷺ, bersama Abu Bakar, Umar, dan Utsman, tetapi aku tidak pernah
mendengar seorang pun dari mereka mengucapkannya. Maka jika engkau membaca,
ucapkanlah: *'Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin'*."
(Diriwayatkan
oleh Ahmad 4/85, An-Nasa’i 2/135, dan At-Tirmidzi (244), dan Ibnu Majah no. 815).
At-Tirmidzi berkata: "Hadits ini hasan."
Jawabannya:
A].
Para ulama mazhab kami dan para ahli hadits mengatakan bahwa hadits ini
**lemah**, karena Abdullah bin Mughaffal adalah **seorang perawi yang tidak
diketahui (majhul).**
Ibnu
Khuzaimah berkata:
هَذَا الحَدِيثُ غَيْرُ صَحِيحٍ مِنْ جِهَةِ النَّقْلِ لِأَنَّ
ابْنَ عَبْدِ اللَّهِ مَجْهُولٌ
*"Hadits
ini tidak sahih dari segi sanad karena Abdullah bin Mughaffal adalah orang yang
tidak dikenal."*
Ibnu
Abdil Barr berkata:
ابْنُ عَبْدِ اللَّهِ مَجْهُولٌ لَا يَقُومُ بِهِ حُجَّةٌ
*"Abdullah
bin Mughaffal adalah orang yang tidak dikenal, sehingga tidak dapat dijadikan
dalil."*
Al-Khatib
Abu Bakar dan yang lainnya berkata:
هَذَا الحَدِيثُ ضَعِيفٌ لِأَنَّ ابْنَ عَبْدِ اللَّهِ مَجْهُولٌ
*"Hadits
ini lemah karena Abdullah bin Mughaffal tidak dikenal [majhul]."*
Pendapat
para ahli hadits ini tidak bisa dibantah dengan pernyataan At-Tirmidzi “bahwa
hadits ini hasan", karena sanadnya bergantung pada seorang perawi yang
tidak dikenal.
[Lihat
: Majmu’ an-Nawawi 3/355]
===
B]
Abu Al-Fath Ar-Razi dalam kitabnya tentang “al-Basmalah” mengatakan :
إِنَّ ذَٰلِكَ فِي صَلَاةٍ سِرِّيَّةٍ لَا جَهْرِيَّةٍ لِأَنَّ
بَعْضَ النَّاسِ قَدْ يَرْفَعُ قِرَاءَتَهُ بِالْبَسْمَلَةِ وَغَيْرِهَا رَفْعًا يَسْمَعُهُ
مِمَّنْ عِندَهُ فَنَهَاهُ أَبُوهُ عَنْ ذَٰلِكَ وَقَالَ: هَذَا مُحْدَثٌ، وَالْقِيَاسُ
أَنْ الْبَسْمَلَةَ لَهَا حُكْمٌ غَيْرُهَا مِنَ الْقُرْآنِ فِي الْجَهْرِ وَالإِسْرَارِ
“Sesungguhnya
hadits ini berkaitan dengan sholat sirriyyah (yang bacaannya tidak dikeraskan),
bukan jahr. Sebab, sebagian orang kadang mengeraskan bacaan basmalah dan
lainnya hingga terdengar oleh orang di sekitarnya, lalu ayahnya melarang hal
tersebut dan mengatakan bahwa itu adalah perbuatan baru (muhdats). Padahal,
secara qiyas, hukum basmalah dalam jahr dan sirr sama seperti ayat-ayat
Al-Qur’an lainnya”.
[Lihat
: Majmu’ an-Nawawi 3/355]
====
C]
Al-Khatib Abu Bakar berkata:
ابْنُ عَبْدِ اللَّهِ مَجْهُولٌ وَلَوْ صَحَّ حَدِيثُهُ لَمْ
يُؤَثِّرْ فِي الحَدِيثِ الصَّحِيحِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ فِي الجَهْرِ، لِأَنَّ عَبْدَ
اللَّهِ ابْنَ مُغَفَّلٍ مِنْ أَحْدَاثِ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبُو هُرَيْرَةَ مِنْ شُيُوخِهِمْ.
وَقَدْ صَحَّ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
كَانَ يَقُولُ لِأَصْحَابِهِ: لِيَلِنِي مِنْكُمْ أُوَلُوا الْأَحْلَامِ وَالنُّهَى،
ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، فَكَانَ أَبُو هُرَيْرَةَ يُقَرِّبُ مِنَ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَبْدُ اللَّهِ ابْنُ مُغَفَّلٍ يَبْعُدُ لِحَدَاثَةِ
سِنِّهِ، وَمَعْلُومٌ أَنْ الْقَارِئَ يَرْفَعُ صَوْتَهُ وَيَجْهَرُ بِقِرَاءَتِهِ
فِي أَثْنَائِهَا أَكْثَرَ مِنْ أُوَلِهَا فَلَمْ يَحْفَظْ عَبْدُ اللَّهِ الجَهْرَ
بِالْبَسْمَلَةِ لِأَنَّهُ بَعِيدٌ، وَهِيَ أَوَّلُ الْقِرَاءَةِ، وَحَفِظَهَا أَبُو
هُرَيْرَةَ لِقُرْبِهِ وَإِصْغَائِهِ وَجُودَةِ حِفْظِهِ وَشِدَّةِ اعْتِنَائِهِ.
*"Abdullah
bin Mughaffal adalah orang yang tidak dikenal (majhul). Jika seandaninya haditsnya
itu sahih, maka ia tetap tidak dapat mengalahkan hadits sahih dari Abu Hurairah
tentang jahr dalam basmalah, karena Abdullah bin Mughaffal adalah sahabat yang
masih muda (dari kalangan junior), sedangkan Abu Hurairah adalah sahabat
senior."*
Telah
sahih bahwa Nabi ﷺ bersabda kepada para sahabatnya:
*"Hendaknya yang berdiri dekat denganku adalah orang-orang yang matang akal
dan bijaksana di antara kalian, lalu orang-orang setelah mereka."*
Maka,
Abu Hurairah berada dekat dengan Nabi ﷺ, sementara
Abdullah bin Mughaffal lebih jauh karena usianya yang masih muda.
Diketahui
bahwa orang yang membaca Al-Qur’an dalam sholat akan mengeraskan suaranya lebih
banyak di pertengahan bacaan daripada di awalnya. Karena Abdullah bin Mughaffal
berada jauh dari Nabi ﷺ, ia tidak mendengar jahr dalam basmalah,
karena basmalah adalah bagian awal dari bacaan. Sedangkan Abu Hurairah, karena
lebih dekat dan lebih memperhatikan, mendengar jahr dalam basmalah dengan jelas
serta meriwayatkannya dengan lebih kuat. (SELESAI). [Lihat : Majmu’ an-Nawawi
3/355]
*****
DALIL KE LIMA : PENDAPAT YANG MELIRIHKAN (SIRR) BISMILLAH :
Dari
Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
مَا جَهَرَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِي صَلَاةٍ
مَكْتُوبَةٍ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ وَلَا أَبُو بَكْرٍ وَلَا عُمَرُ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا .
"Rasulullah
ﷺ tidak pernah mengeraskan bacaan 'Bismillah al-Rahman al-Rahim'
dalam shalat fardhu, begitu pula Abu Bakar dan Umar radhiyallahu 'anhuma."
[Lihat : Ahkamul Qur’an karya al-Jash-shosh 1/17]
Jawabannya:
A]-
Hadits ini lemah karena diriwayatkan oleh Muhammad bin Jabir al-Yamami dari
Hamad dari Ibrahim dari Ibnu Mas'ud. Muhammad bin Jabir lemah menurut
kesepakatan para hafizh, dan haditsnya sering tidak konsisten, terutama dalam
riwayatnya dari Hamad bin Abi Sulaiman.
Selain
itu, ada kelemahan lainnya, yaitu bahwa Ibrahim an-Nakha'i tidak pernah bertemu
dengan Ibnu Mas'ud menurut kesepakatan, sehingga riwayat ini terputus dan
lemah.
Jika
kelemahan ini terbukti pada kedua aspek tersebut, maka tidak dapat dijadikan
hujah.
B]-
Hadits-hadits sahih sebelumnya yang jelas menyatakan jahar (keras) lebih
didahulukan karena kebenarannya dan jumlahnya yang banyak, serta karena ini
adalah penetapan, sedangkan ini adalah penyangkalan, dan penetapan lebih
didahulukan. [Baca: Majmu’ an-Nawawi 3/343]
Az-Zaila’i
al-Hanafi dalam Nashbu ar-Royah 1/335 berkata :
وَهَذَا حَدِيثٌ لَا تَقُومُ بِهِ حُجَّةٌ، لَكِنَّهُ شَاهِدٌ
لِغَيْرِهِ مِنْ الْأَحَادِيثِ، فَإِنَّ مُحَمَّدَ بْنَ جَابِرٍ تَكَلَّمَ فِيهِ غَيْرُ
وَاحِدٍ مِنْ الْأَئِمَّةِ، وَإِبْرَاهِيمُ لَمْ يَلْقَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ،
فَهُوَ ضَعِيفٌ وَمُنْقَطِعٌ
“Dan
ini adalah hadits yang tidak dapat dijadikan hujjah, tetapi ia merupakan
penguat bagi hadits-hadits lainnya. Karena Muhammad bin Jabir telah dibicarakan
oleh lebih dari satu imam, dan Ibrahim tidak pernah bertemu dengan Abdullah bin
Mas’ud, maka hadits ini lemah dan terputus”.
****
DALIL KE ENAM : PENDAPAT YANG MELIRIHKAN (SIRR) BISMILLAH :
Mereka
berkata: "Karena baca bismillah dengan suara jahr itu sudah mansukh
(dihapus)."
Said
bin Jubair berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَجْهَرُ بِبِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ بِمَكَّةَ وَكَانَ أَهْلُ مَكَّةَ يَدْعُونَ مُسَيْلِمَةَ
الرَّحْمَٰنِ فَقَالُوا إِنَّ مُحَمَّدًا يَدْعُو إِلَىٰ إِلَٰهِ الْيَمَامَةِ فَأَمَرَ
رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَأَخْفَاهَا فَمَا جَهَرَ بِهَا حَتَّىٰ مَاتَ.
"Rasulullah
ﷺ dulu mengeraskan bacaan 'Bismillah al-Rahman al-Rahim' di
Mekah, namun orang-orang Mekah menyebut Musailamah al-Rahman dan mereka
mengatakan bahwa Muhammad menyeru kepada tuhan al-Yamamah, maka Rasulullah ﷺ memerintahkan agar (baca bismillah) di- sirri- kan dan tidak
mengeraskannya lagi sampai beliau wafat."
[Diriwayatkan
oleh Abu Dawud dengan sanad mursal dalam kitab Al-Marasil. Lihat Nashbur Royah
karya az-Zaila’iy 1/353].
Jawabannya:
Tidak
ada hujah dalam hal ini meskipun telah diriwayatkan secara nyambung (muttashil)
dari Ibnu Abbas.
Memang
benar bahwa Allah menurunkan ayat :
﴿قُلِ
ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَٰنَ ۖ أَيًّا مَّا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ
الْحُسْنَىٰ ۚ وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ
ذَٰلِكَ سَبِيلًا﴾
Artinya
: Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana
saja kamu seru, Dia mempunyai al-asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan
janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula
merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu". [QS. Al
Isra: 110]
Namun
makna firman-Nya (wa la tajhar bi sholatik) adalah "dan janganlah
engkau mengeraskan bacaan shalatmu, sehingga orang-orang musyrik mendengarnya
dan mengejek,"
Dan
makna firman-Nya (wa la tukhaafit) adalah "dan janganlah pula
engkau merendahkan suara bacaan-nya, sehingga tidak terdengar oleh para
sahabatmu"
Dan
makna firman-Nya (wa ibtigha' baynalika sabila) artinya "dan
carilah jalan tengah antara keduanya."
Dalam
riwayat lain disebutkan :
فَخَفَضَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِبِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ.
"Maka
Nabi ﷺ merendahkan bacaan 'Bismillah al-Rahman al-Rahim'."
A]-
Al-Bayhaqi mengatakan :
يَعْنِي - وَاللَّهُ أَعْلَمُ - فَخَفَضَ بِهَا دُونَ الجَهْرِ
الشَّدِيدِ الَّذِي يَبلُغُ إِسْمَاعَ الْمُشْرِكِينَ وَكَانَ يَجْهَرُ بِهَا جَهْرًا
يَسْمَعُ أَصْحَابَهُ.
“Yang
dimaksud—Wallahu A'lam—adalah merendahkannya tanpa mengeraskannya secara
berlebihan yang dapat terdengar oleh orang-orang musyrik, namun beliau ﷺ mengeraskan bacaan tersebut sehingga terdengar oleh para
sahabatnya”.
[Lihat
: Majmu’ an-Nawawi 3/356].
B]-
Abu Muhammad al-Maqdisy mengatakan :
وَهَذَا هُوَ الْحَقُّ لِأَنَّ اللَّهَ تَعَالَىٰ كَمَا نَهَاهُ
عَنْ الجَهْرِ بِهَا نَهَاهُ عَنْ المُخَافَتَةِ فَلَمْ يَبْقَ إِلَّا التَّوَسُّطُ
بَيْنَهُمَا وَلَيْسَ هَذَا الحُكْمُ مُخْتَصًّا بِالْبَسْمَلَةِ بَلْ كَانَ القِرَاءَةُ
فِيهِ سَوَاءً.
“Dan
ini adalah yang benar, karena Allah Ta'ala sebagaimana melarang Nabi ﷺ untuk mengeraskan bacaan, juga melarangnya untuk
merendahkannya. Maka tidak ada pilihan selain jalan tengah antara keduanya. Dan
aturan ini tidak hanya berlaku untuk bacaan basmalah, tetapi juga untuk bacaan
lainnya”.
[Lihat
: Majmu’ an-Nawawi 3/356].
****
DALIL KE TUJUH : PENDAPAT YANG MELIRIHKAN (SIRRI) BISMILLAH :
Mereka
berkata:
وَسُئِلَ الدَّارَقُطْنِيُّ بِمِصْرَ حِينَ صَنَّفَ كِتَابَ
الجَهرِ فَقَالَ: لَمْ يَصِحَّ فِي الجَهرِ بِهَا حَدِيثٌ.
“Dan
ad-Daraquthni pernah ditanya di Mesir ketika ia menyusun kitab al-Jahr (tentang
baca basmalah dengan suara keras) maka ia berkata: Tidak ada hadits yang sahih
tentang jahr (membaca bismillah dengan suara keras)”. [Lihat : An-Nafhu
asy-Syadziy karya Ibnu Sayyidin Naas 4/318 dan Fathul Mun’im Syarah Shahih
Muslim karya Prof. DR. Musa Syahin 2/504]
Jawabannya:
A]-
Apa yang mereka sampaikan dari ad-Daraquthni tidak benar, karena ad-Daraquthni
menganggap sah banyak hadits tentang jahr dalam kitab Sunannya, seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya. Dan kitab Sunan disusun oleh ad-Daraquthni setelah
kitab al-Jahr, yang dapat dibuktikan dengan fakta bahwa ia merujuk ke kitab
al-Jahr dan mengutip darinya dalam kitab Sunannya.
B]-
Jika memang kisah tersebut benar, maka bisa jadi ia baru mengetahui hal
tersebut belakangan setelah sebelumnya tidak mengetahuinya.
C]-
Bisa juga ia bermaksud bahwa tidak ada hadits yang menyebutkan hal itu dalam
dua kitab sahih (Bukhari dan Muslim), meskipun hadits tersebut sahih di luar
keduanya. Namun, ini tidak terlalu kuat, karena sudah jelas adanya penafsiran
tentang jahr dari dua kitab sahih melalui hadits Anas dan Abu Hurairah.
[Lihat
: Majmu’ an-Nawawi 3/356].
****
DALIL KE DELAPAN : PENDAPAT YANG MELIRIHKAN (SIRRI) BISMILLAH :
Mereka
berkata:
وَقَالَ بَعْضُ التَّابِعِينَ الْجَهْرُ بِهَا بِدْعَةٌ
“Dan
sebagian para tabi'in mengatakan: Membaca dengan suara keras (jahar) dengan bismillah
adalah bid'ah”. [Lihat : Majmu’
an-Nawawi 3/343]
Az-Zaila’iy
dalam Nashbur Royah 1/358 berkata :
وَذَكَرَ الْأَثْرَمُ عَنْ إبْرَاهِيمَ النَّخَعِيّ أَنَّهُ
قَالَ: مَا أَدْرَكْت أَحَدًا يَجْهَرُ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ.
وَالْجَهْرُ بِهَا بِدْعَةٌ، وَذَكَرَ الطَّحَاوِيُّ عَنْ عُرْوَةَ، قَالَ: أَدْرَكْت
الْأَئِمَّةَ وَمَا يَسْتَفْتِحُونَ الْقِرَاءَةَ إلَّا بِالْحَمْدِ لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ
Al-Atsram menyebutkan dari Ibrahim An-Nakha’i
bahwa ia berkata: “Aku tidak menjumpai seorang pun yang mengeraskan bacaan
Bismillāh
ar-Raḥmān
ar-Raḥīm.
Mengeraskannya adalah bid’ah.” Ath-Thahawi menyebutkan dari Urwah, ia berkata:
“Aku menjumpai para imam, dan mereka tidak memulai bacaan kecuali dengan ‘Al-ḥamdu
lillāhi
rabbil ‘ālamīn’.”
[Lihat
Pula : Syarah Mukhtashar ath-Thahawi karya al-Jash-shash 1/588]
Jawabannya:
Tidak
ada bukti yang kuat dalam hal ini, karena ia hanya menceritakan apa yang
diyakininya dan mazhabnya, sebagaimana Abu Hanifah mengatakan bahwa aqiqah
adalah bid'ah, dan shalat istisqa' adalah bid'ah, padahal keduanya adalah
sunnah menurut mayoritas ulama karena adanya hadits sahih yang mendukungnya.
Satu
pendapat dari seseorang tidak bisa menjadi hujjah (dalil) bagi seorang mujtahid
yang lain, apalagi menjadi hujjah bagi mayoritas ulama yang bertentangan dengan
hadits-hadits sahih sebelumnya.
[Lihat
: Majmu’ an-Nawawi 3/343]
DALIL
KE SEMBILAN : PENDAPAT YANG MELIRIHKAN (SIRRI) BISMILLAH :
Mereka
berkata:
وَقِيَاسًا عَلَى التَّعَوُّذِ
Dan
berdasarkan Qiyas (analogi) pada ta'awwudz (pengucapan "A'udzu billahi min
ash-shaytan ir-rajim").
Jawabnya:
Bahwa
basmalah adalah bagian dari Al-Fatihah dan tertulis di mushaf, berbeda dengan
ta'awwudz.
[Lihat
: Majmu’ an-Nawawi 3/343]
****
DALIL KE SEPULUH : PENDAPAT YANG MELIRIHKAN (SIRRI) BISMILLAH :
Mereka
berkata:
وَلِأَنَّهُ لَوْ كَانَ الْجَهْرُ ثَابِتًا لَنُقِلَ نَقْلًا
مُتَوَاتِرًا أَوْ مُسْتَفِيضًا كَوُرُودِهِ فِي سَائِرِ الْقِرَاءَةِ
"Dan
karena jika pengerasan bacaan basmalah itu memang tsabit (ditetapkan), tentu
akan diriwayatkan secara mutawatir atau masyhur, sebagaimana datangnya riwayat
mengenai (pengerasan bacaan) dalam seluruh bacaan Al-Qur'an lainnya."
Jawabnya:
Itu
tidaklah wajib, karena mutawatir bukanlah syarat untuk setiap hukum.
[Lihat
: Majmu’ an-Nawawi 3/343]
****
DALIL KE SEBELAS : PENDAPAT YANG MELIRIHKAN (SIRRI) BISMILLAH :
Hadits
:
قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي
"Aku
membagi shalat antara Aku dan hamba-Ku."
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah bersabda :
قالَ اللَّهُ تَعالَى: قَسَمْتُ الصَّلاةَ بَيْنِي وبيْنَ عَبْدِي
نِصْفَيْنِ، ولِعَبْدِي ما سَأَلَ، فإذا قالَ العَبْدُ: {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العالَمِينَ}،
قالَ اللَّهُ تَعالَى: حَمِدَنِي عَبْدِي، وإذا قالَ: {الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ}، قالَ
اللَّهُ تَعالَى: أثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي، وإذا قالَ: {مالِكِ يَومِ الدِّينِ}، قالَ:
مَجَّدَنِي عَبْدِي، وقالَ مَرَّةً فَوَّضَ إلَيَّ عَبْدِي، فإذا قالَ: {إيَّاكَ نَعْبُدُ
وإيَّاكَ نَسْتَعِينُ} قالَ: هذا بَيْنِي وبيْنَ عَبْدِي، ولِعَبْدِي ما سَأَلَ، فإذا
قالَ: {اهْدِنا الصِّراطَ المُسْتَقِيمَ صِراطَ الَّذينَ أنْعَمْتَ عليهم غيرِ المَغْضُوبِ
عليهم ولا الضَّالِّينَ} قالَ: هذا لِعَبْدِي ولِعَبْدِي ما سَأَلَ.
Allah
Ta'ala berfirman: "Aku membagi sholat antara Aku dan hamba-Ku menjadi dua
bagian, dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta. Maka apabila hamba itu
mengucapkan: *'Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam,'* Allah Ta'ala
berfirman: *'Hamba-Ku telah memuji-Ku.'*
Apabila
ia mengucapkan: *'Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang,'* Allah Ta'ala berfirman:
*'Hamba-Ku telah menyanjung-Ku.'*
Apabila
ia mengucapkan: *'Pemilik hari pembalasan,'* Allah berfirman: *'Hamba-Ku telah
mengagungkan-Ku,'* dan dalam riwayat lain: *'Hamba-Ku telah menyerahkan
urusannya kepada-Ku.'*
Apabila
ia mengucapkan: *'Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami
meminta pertolongan,'* Allah berfirman: *'Ini antara Aku dan hamba-Ku, dan bagi
hamba-Ku apa yang ia minta.'*
Apabila
ia mengucapkan: *'Tunjukilah kami jalan yang lurus, jalan orang-orang yang
Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan
bukan pula jalan orang-orang yang sesat,'* Allah berfirman: *'Ini untuk
hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta.'" [HR. Muslim no. 395]
Jawaban-nya:
Sheikh
Abu Muhammad Al-Maqdisi berkata setelah menyebutkan hadits-hadits sebelumnya
dari Abu Hurairah:
فَلَا عُذْرَ لِمَنْ يَتْرُكُ صَرِيحَ هَذِهِ الْأَحَادِيثِ
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَيَعْتَمِدُ رِوَايَةَ حَدِيثِ *قَسَمْتُ الصَّلَاةَ* وَيَحْمِلُهُ
عَلَى تَرْكِ التَّسْمِيَةِ مُطْلَقًا، أَوْ عَلَى الْأَسْرَارِ، وَلَيْسَ فِي ذَلِكَ
تَصْرِيحٌ بِشَيْءٍ مِنْهُمَا، وَالْجَمِيعُ رِوَايَةُ صَحَابِيٍّ وَاحِدٍ، فَالتَّوْفِيقُ
بَيْنَ رِوَايَاتِهِ أَوْلَى مِنَ اعْتِقَادِ اخْتِلَافِهَا، مَعَ أَنَّ هَذَا الْحَدِيثَ
الَّذِي رَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيُّ بِإِسْنَادِهِ حَدِيثُ *قَسَمْتُ الصَّلَاةَ* بِعَيْنِهِ،
فَوَجَبَ حَمْلُ الْحَدِيثَيْنِ عَلَى مَا صَرَّحَ بِهِ فِي أَحَدِهِمَا.
"Maka
tidak ada alasan bagi orang yang meninggalkan hadits-hadits yang jelas dari Abu
Hurairah dan mengandalkan riwayat hadits 'Aku membagi shalat' dan menganggapnya
sebagai pembatalan tasmiyah (menyebutkan basmalah) secara mutlak atau
menganggapnya sebagai rahasia (dalam shalat). Padahal, tidak ada penegasan
tentang salah satu dari keduanya, dan semua itu adalah riwayat dari satu
sahabat. Oleh karena itu, mendamaikan antara riwayat-riwayatnya lebih utama
daripada menganggap adanya perbedaan. Padahal, hadits yang diriwayatkan oleh
Ad-Darqutni dengan sanadnya adalah hadits 'Aku membagi shalat' itu sendiri,
maka harus dipahami kedua hadits tersebut sebagaimana yang dijelaskan dalam
salah satunya."
[Lihat : al-Majmu’
Syarah al-Muhadz-dzab karya al-Imam an-Nawawi 3/343]
0 Komentar