DISUNAHKAN BACA "A’UDZUBILLAH MINASYAITHONIR ROJIM" DAN MELUDAH TIPIS KE ARAH KIRI 3 X SAAT ADA RASA WASWAS DALAM SHALAT
---
Di Tulis Oleh Abu Haitsam Fakhry
KAJIAN NIDA ISLAM
====
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Disunnahkan bagi orang yang shalat, apabila merasakan adanya
waswas dan bisikan Syeithan dalam shalatnya, untuk memohon perlindungan kepada
Allah darinya, dan menolehkan kepalanya saja ke kiri, lalu meludah tipis dan ringan
ke sebelah kirinya sebanyak tiga kali.
Ini berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan Imam Muslim no. (2203) dari Utsman bin Abi
Al-Ash radhiyallahu 'anhu :
أَنَّهُ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ الشَّيْطَانَ قَدْ حَالَ بَيْنِي وَبَيْنَ صَلَاتِي وَقِرَاءَتِي،
يُلْبِسُهَا عَلَيَّ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
(ذَاكَ شَيْطَانٌ يُقَالُ لَهُ خَنْزَبٌ، فَإِذَا أَحْسَسْتَهُ فَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ
مِنْهُ، وَاتْفُلْ عَلَى يَسَارِكَ ثَلَاثًا). قَالَ: فَفَعَلْتُ ذَلِكَ، فَأَذْهَبَهُ
اللَّهُ عَنِّي.
“Bahwa ia datang kepada Nabi ﷺ lalu berkata: “Wahai
Rasulullah, sesungguhnya Syeithan telah menghalangi antara diriku dan shalatku
serta bacaanku, ia mengacaukannya atas diriku.”
Maka Rasulullah ﷺ bersabda : “Itu adalah Syeithan
yang disebut dengan Khonzab. Jika engkau merasakannya, maka mohonlah
perlindungan kepada Allah darinya dan ludah ringan-lah ke kirimu sebanyak tiga
kali.”
Ia berkata : “Lalu aku melakukan itu, maka Allah pun
menghilangkannya dariku.” [HR. Muslim no. 2203]
Yang dimaksud dengan (ٱلتَّفْلُ) dalam hadits adalah meniup disertai sedikit air liur.
Disebutkan dalam *Lisanul ‘Arab* (11/77) pada kata entri:
“تفل”:
ٱلتَّفْلُ: لَا يَكُونُ إِلَّا وَمَعَهُ شَيْءٌ مِنَ ٱلرِّيقِ، فَإِذَا
كَانَ نَفْخًا بِلا رِيقٍ فَهُوَ ٱلنَّفْثُ. إِنْتَهَى.
“Tufl tidaklah terjadi kecuali disertai sedikit air liur.
Jika hanya tiupan tanpa air liur maka disebut nafts.” (Selesai).
Jadi makna *tafl* bukanlah meludah keras seperti biasa,
melainkan tiupan disertai sedikit air liur.
Jika seseorang shalat berjamaah, maka pada umumnya ia
tidak bisa meludah ringan ke sebelah kirinya karena dapat mengganggu orang di
kirinya, kecuali jika ia adalah orang terakhir di sebelah kiri shaf.
Syaikh Bin Baz rahimahullah berkata :
ٱلِٱلْتِفَاتُ فِي ٱلصَّلَاةِ لِلتَّعَوُّذِ بِٱللَّهِ مِنَ ٱلشَّيْطَانِ
ٱلرَّجِيمِ عِندَ ٱلْوَسْوَسَةِ لَا حَرَجَ فِيهِ بَلْ هُوَ مُسْتَحَبٌّ عِندَ شِدَّةِ
ٱلْحَاجَةِ إِلَيْهِ بِٱلرَّأْسِ فَقَطْ؛ لِأَنَّ ٱلنَّبِيَّ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَمَرَ بِهِ عُثْمَانَ بْنَ أَبِي ٱلْعَاصِ ٱلثَّقَفِيَّ رَضِيَ ٱللَّهُ
عَنْهُ لَمَّا ٱشْتَكَى إِلَيْهِ مَا يَجِدُهُ مِنْ وَسَاوِسِ ٱلشَّيْطَانِ، فَأَمَرَهُ
أَنْ يَتْفُلَ عَنْ يَسَارِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ وَيَتَعَوَّذَ بِٱللَّهِ مِنَ ٱلشَّيْطَانِ،
فَفَعَلَ ذَٰلِكَ فَشَفَاهُ ٱللَّهُ مِنْ ذَٰلِكَ. إِنْتَهَى.
“Menoleh dalam shalat untuk memohon perlindungan kepada
Allah dari Syeithan yang terkutuk ketika mengalami waswas tidak mengapa, bahkan
itu disunnahkan ketika sangat diperlukan, dan hanya dengan kepala saja; karena
Nabi ﷺ memerintahkan hal itu kepada Utsman bin Abi Al-Ash ats-Tsaqafi
radhiyallahu 'anhu ketika ia mengeluhkan kepadanya tentang waswas yang ia alami
dari Syeithan. Maka beliau memerintahkannya untuk meludah ringan ke kirinya
sebanyak tiga kali dan memohon perlindungan kepada Allah dari Syeithan, lalu ia
pun melakukannya dan Allah menyembuhkannya dari hal itu.” (Selesai). [*Majmu’
Fatawa Ibnu Baz* (11/130)]
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata :
"ٱلْعَبْدُ إِذَا
تَعَوَّذَ بِٱللَّهِ مِنَ ٱلشَّيْطَانِ ٱلرَّجِيمِ، وَتَفَلَ عَنْ يَسَارِهِ، لَمْ
يَضُرَّهُ ذَٰلِكَ، وَلَا يَقْطَعُ صَلَاتَهُ، بَلْ هَٰذَا مِنْ تَمَامِهَا وَكَمَالِهَا."
إِنْتَهَى.
“Seorang hamba jika memohon perlindungan kepada Allah dari
Syeithan yang terkutuk, dan meludah ringan ke kirinya, maka hal itu tidak
membahayakannya dan tidak membatalkan shalatnya, bahkan itu termasuk
kesempurnaan dan kelengkapan shalat.” (Selesai). [ *Zadul Ma’ad* (3/602)]
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata :
قَدْ يَقُولُ قَائِلٌ: إِذَا كَانَ ٱلْإِنسَانُ مَعَ ٱلْجَمَاعَةِ
فَكَيْفَ يَتْفُلُ عَنْ يَسَارِهِ؟ فَٱلْجَوَابُ: إِنْ كَانَ آخِرَ وَاحِدٍ عَلَى ٱلْيَسَارِ
أَمْكَنَهُ أَنْ يَتْفُلَ عَنْ يَسَارِهِ فِي غَيْرِ مَسْجِدٍ، وَإِلَّا فَلْيَتْفُلْ
عَنْ يَسَارِهِ فِي ثَوْبِهِ، فِي غُتْرَتِهِ، فِي مِندِيلٍ، فَإِنْ لَمْ يَتَيَسَّرْ
هَذَا كَفَىٰ أَنْ يَلْتَفِتَ عَنْ يَسَارِهِ وَيَقُولَ: أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ ٱلشَّيْطَانِ
ٱلرَّجِيمِ. إِنْتَهَى.
“Ada yang berkata: Jika seseorang shalat berjamaah,
bagaimana ia meludah ke sebelah kirinya?
Jawabannya: Jika ia adalah orang terakhir di sebelah kiri, maka
memungkinkan baginya meludah ke kirinya, bukan di masjid. Jika tidak
memungkinkan, maka hendaknya ia meludah ringan ke kainnya, ke syal atau sapu
tangannya. Jika ini pun tidak memungkinkan, maka cukup baginya menoleh ke kiri
dan mengucapkan: *A’udzu billahi minasy-syaithanir-rajim*.” (Selesai).
*Fatawa Nur ‘ala ad-Darb* (155/12)
Beliau juga berkata :
"إِذَا كَانَ ٱلْإِنسَانُ فِي جَمَاعَةٍ فَمَاذَا يَصْنَعُ؟ كَيْفَ
يَتْفُلُ عَنْ يَسَارِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ؟ نَقُولُ: يَكْفِي أَنْ تَسْتَعِيذَ بِاللَّهِ
مِنَ ٱلشَّيْطَانِ ٱلرَّجِيمِ بِدُونِ تَفْلٍ لِكَيْ لَا تُؤْذِيَ مَنْ حَوْلَكَ."
إِنْتَهَى.
“Jika seseorang sedang shalat berjamaah, apa yang harus dilakukan? Bagaimana ia meludah ke kirinya tiga kali? Kami katakan: Cukup ia memohon perlindungan kepada Allah dari Syeithan yang terkutuk tanpa meludah, agar tidak mengganggu orang di sekitarnya.” (Selesai). *Fatawa Nur ‘ala ad-Darb* (185/45)
Yang nampak dari hadits menunjukkan bahwa hal itu disyariatkan, setiap kali merasakan gangguan (waswas) Syeithan maka hendaknya berlindung (kepada Allah).
Dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah juga berkata:
وَالَّذِي يَظْهَرُ لِي: أَنَّ قِرَاءَةَ الصَّلَاةِ وَاحِدَةٌ،
فَتَكُونُ الِاسْتِعَاذَةُ فِي أَوَّلِ رَكْعَةٍ، إِلَّا إِذَا حَدَثَ مَا يُوجِبُ
الِاسْتِعَاذَةَ، كَمَا لَوِ انْفَتَحَ عَلَيْهِ بَابُ الْوَسَاوِسِ، فَإِنَّ الرَّسُولَ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ الإِنْسَانَ إِذَا انْفَتَحَ عَلَيْهِ بَابُ
الْوَسَاوِسِ أَنْ يَتْفِلَ عَنْ يَسَارِهِ ثَلَاثًا، وَيَسْتَعِيذَ بِاللَّهِ مِنَ
الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ. انتهى.
*Yang tampak bagiku adalah bahwa bacaan dalam shalat itu
satu kesatuan, maka isti’adzah (bacaan “a‘ūdzu billāhi minasy-syayṭānir-rajīm”) dilakukan pada
rakaat pertama saja, kecuali jika terjadi sesuatu yang mengharuskan untuk
isti’adzah, seperti jika pintu waswas terbuka baginya, maka Rasulullah ﷺ memerintahkan orang yang dibukakan pintu waswas agar meludah
ringan ke arah kirinya sebanyak tiga kali dan berlindung kepada Allah dari Syeithan
yang terkutuk.* (selesai). [Mamju’ Fatawa wa Raosail Ibnu ‘Utsaimin
13/110]
Yang di maksud dari isti’adzah adalah maknanya beserta
ucapannya.
Imam al-Ghazali berkata dalam *ihyā’ ‘ulūm ad-dīn* 1/167:
وَإِذَا قُلْتَ: أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
فَاعْلَمْ أَنَّهُ عَدُوُّكَ، وَمُتَرَصِّدٌ لِصَرْفِ قَلْبِكَ عَنِ اللَّهِ عَزَّ
وَجَلَّ، حَسَدًا لَكَ عَلَى مُنَاجَاتِكَ مَعَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَسُجُودِكَ
لَهُ، مَعَ أَنَّهُ لُعِنَ بِسَبَبِ سَجْدَةٍ وَاحِدَةٍ تَرَكَهَا، وَلَمْ يُوَفَّقْ
لَهَا، وَأَنَّ اسْتِعَاذَتَكَ بِاللَّهِ سُبْحَانَهُ مِنْهُ بِتَرْكِ مَا يُحِبُّهُ،
وَتَبْدِيلِهِ بِمَا يُحِبُّ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ، لَا بِمُجَرَّدِ قَوْلِكَ، فَإِنَّ
مَنْ قَصَدَهُ سَبْعٌ أَوْ عَدُوٌّ لِيَفْتَرِسَهُ، أَوْ يَقْتُلَهُ، فَقَالَ: أَعُوذُ
مِنْكَ بِذَلِكَ الْحِصْنِ الْحَصِينِ، وَهُوَ ثَابِتٌ عَلَى مَكَانِهِ، فَإِنَّ ذَلِكَ
لَا يُنْفِعُهُ، بَلْ لَا يَعِيذُهُ إِلَّا تَبْدِيلُ الْمَكَانِ، فَكَذَلِكَ مَنْ
يَتَّبِعُ الشَّهَوَاتِ الَّتِي هِيَ مَحَابُّ الشَّيْطَانِ، وَمَكَارِهُ الرَّحْمَنِ،
فَلَا يُغْنِيهِ مُجَرَّدُ الْقَوْلِ، فَلْيَقْتَرِنْ قَوْلُهُ بِالْعَزْمِ عَلَى التَّعَوُّذِ
بِحِصْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ عَنْ شَرِّ الشَّيْطَانِ ... وَالْمُتَحَصِّنُ بِهِ
لَا مَعْبُودَ لَهُ سِوَى اللَّهِ سُبْحَانَهُ، فَأَمَّا مَنْ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ
فَهُوَ فِي مَيْدَانِ الشَّيْطَانِ، لَا فِي حِصْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ. انتهى.
*Jika engkau mengucapkan: “a‘ūdzu billāhi minasy-syayṭānir-rajīm”, maka ketahuilah
bahwa Syeithan itu adalah musuhmu yang mengintaimu untuk memalingkan hatimu
dari Allah ‘azza wa jalla, karena dengki kepadamu yang sedang bermunajat kepada
Allah ‘azza wa jalla dan bersujud kepada-Nya, padahal dia (Syeithan) dilaknat
karena meninggalkan satu kali sujud, dan dia tidak diberi taufik untuk
bersujud.
Maka perlindunganmu kepada Allah subḥānahu dari Syeithan itu harus disertai dengan meninggalkan
apa yang dicintai Syeithan, dan menggantinya dengan apa yang dicintai oleh
Allah ‘azza wa jalla, bukan sekadar ucapanmu saja.
Karena jika seseorang diburu oleh singa atau musuh yang
ingin menerkamnya atau membunuhnya, lalu dia berkata: “Aku berlindung di
benteng itu yang kokoh”, padahal dia tetap berdiri di tempatnya, maka hal itu
tidak akan berguna baginya.
Tidak akan melindunginya kecuali jika dia benar-benar
pindah ke tempat benteng tersebut.
Demikian pula orang yang mengikuti syahwat – yang
merupakan kesenangan bagi Syeithan dan kebencian bagi Allah Yang Maha Pengasih
– maka ucapan saja tidak akan berguna baginya.
Hendaknya ucapannya disertai tekad untuk berlindung ke
benteng perlindungan Allah ‘azza wa jalla dari kejahatan Syeithan...
Dan orang yang berlindung dengan sungguh-sungguh kepada
Allah, maka tidak ada sembahan baginya selain Allah subḥānahu. adapun orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
tuhannya, maka ia berada di lapangan permainan Syeithan, bukan di dalam benteng
perlindungan Allah ‘azza wa jalla.* (selesai).
Maka jika seseorang mengucapkan isti’adzah dengan cara
yang benar, niscaya akan dihilangkan darinya – insya Allah – sebagaimana
dihilangkan dari ‘Utsman bin Abi al-‘Ash radhiyallahu ‘anhu.
=====
PERTANYAAN :
Apakah beristiadzah (memohon perlindungan) dan meludah (النَّفْثُ) tiga kali karena seringnya waswas dalam shalat dilakukan
dengan cara saya beristiadzah lalu meludah, kemudian beristiadzah lagi lalu
meludah, kemudian beristiadzah lagi lalu meludah?
Atau cukup dengan beristiadzah tiga kali lalu meludah dari sebelah kiri tiga kali?
Dan apakah cukup hanya dengan beristiadzah sekali saja ketika waswas sangat banyak?
JAWABAN :
Syaikh Bin Baz rahimahullah berkata:
أَمَّا الْوَسْوَاسُ فَالْوَاجِبُ التَّعَوُّذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ
إِذَا عَرَضَ لَكَ اُنْفُثْ عَنْ يَسَارِكَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، وَقُلْ: أَعُوذُ بِاللَّهِ
مِنَ الشَّيْطَانِ، تَزُولُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ، جَاهِدْ نَفْسَكَ، وَلَا تُطَاوِعِ
الشَّيْطَانَ بِالْوَسْوَاسِ، بَلِ احْذَرْهَا وَارْفُضْهَا، وَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ
مِنَ الشَّيْطَانِ عِنْدَ وُجُودِهَا، اتْفُلْ عَنْ يَسَارِكَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، وَقُلْ
أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، تَزُولُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ.
انْتَهَى،
Adapun waswas, maka wajib beristiadzah kepada Allah dari Syeithan jika waswas itu datang kepada Anda. Ludahlah dari sebelah kiri tiga kali, dan katakan: “A’udzu billahi minasy syaithanir rajim.” (Aku berlindung kepada Allah dari Syeithan yang terkutuk). Insya Allah waswas itu akan hilang. Berjuanglah melawan diri sendiri, jangan menurutkan Syeithan dengan waswas, tapi waspadalah dan tolaklah waswas itu. Beristiadzahlah kepada Allah dari Syeithan saat waswas itu muncul. Ludahlah dari sebelah kiri tiga kali, dan katakan “A’udzu billahi minasy syaithanir rajim” tiga kali, insya Allah waswas itu akan hilang. (Selesai). [Sumber: Fatawa Nurun ‘Ala ad-Darb 8/12]
Perkataan Syaikh rahimahullah ini menunjukkan bahwa
beristiadzah dilakukan tiga kali, namun kami tidak menemukan penjelasan yang
rinci tentang bagaimana cara beristiadzah dan meludah itu.
Tampaknya perkara ini luas, dan boleh saja beristiadzah
tiga kali lalu meludah tiga kali, atau beristiadzah lalu meludah lalu
beristiadzah lalu meludah tiga kali tanpa ada keberatan.
Adapun hanya beristiadzah sekali saja, mungkin bisa
dipahami dari perkataan beberapa ulama penjelas, tetapi kami tidak menemukan
pernyataan yang tegas tentang hal itu.
Ali al-Mulaa Al-Qari berkata dalam kitab Al-Marqaah 1/146 no. 77:
«قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ الشَّيْطَانَ قَدْ حَالَ
بَيْنِي، وَبَيْنَ صَلَاتِي، وَبَيْنَ قِرَاءَتِي» ) أَيْ: يَمْنَعُنِي مِنَ الدُّخُولِ
فِي الصَّلَاةِ، أَوْ مِنَ الشُّرُوعِ فِي الْقِرَاءَةِ بِدَلِيلِ تَثْلِيثِ التَّفْلِ،
وَإِنْ كَانَ فِي الصَّلَاةِ، وَلْيَتْفُلْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ غَيْرَ مُتَوَالِيَاتٍ.
انْتَهَى.
“Dia berkata: Aku katakan, wahai Rasulullah, sesungguhnya Syeithan
telah menghalangiku antara aku dengan shalatku dan bacaan (alqur’an)ku,” yaitu
menghalangiku untuk masuk dalam shalat atau memulai bacaan, sebagai dalil
disyariatkannya meludah tiga kali walaupun saat shalat, dan hendaklah ia
meludah tiga kali secara terpisah. (Selesai).
0 تعليقات