Di susun oleh Abu Haitsam Fakhry
KAJIAN
NIDA AL-ISLAM
DAFTAR ISI :
- TAKHRIJ HADITS : “Jika kalian melihat manusia menimbun emas dan perak, maka timbunlah
oleh kalian doa ini : ......”.
- FIQIH HADITS SYADDAD DAN KAITANNYA DENGAN AYAT LARANGAN MENIMBUN HARTA
- AYAT LARANGAN MENIMBUN HARTA, EMAS DAN PERAK DI HAPUS HUKUM-NYA DAN DIGANTI DENGAN AYAT KEWAJIBAN ZAKAT
- NABI AYYUB (AS) MESKI SUDAH KAYA, NAMUN TIDAK PERNAH PUAS DENGAN RIZKI HALAL DAN BERKAH.
- MADZHAB ABU DZAR : HARAM MENYIMPAN HARTA MELIBIHI KEBUTUHAN POKOK:
- ADAKAH KEMIRIPAN PENDAPAT SYEIKH AL-ALBAANI DENGAN MADZHAB ABU DZAR ?
- ANJURAN MENYIMPAN SEBAGIAN HARTA UNTUK KELUARGA DAN MASA DEPAN ANAK KETURUNAN:
- BUDAYA MENABUNG PERLU DIHIDUPKAN KEMBALI :
- DALIL PENTING-NYA MENABUNG
- CONTOH PARA SAHABAT YANG BANYAK MENYIMPAN HARTA, EMAS, PERAK DAN LAIN-NYA
*****
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ
====***====
PENDAHULUAN :
Ada sebagian para da'i kontemporer yang berdalil dengan hadits ini bahwa berbisnis dan mengumpulkan harta halal itu perbuatan yang sangat tercela. Dan itu termasuk perbuatan menimbun harta yang kelak di akhirat diancam dengan adzab yang pedih, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT :
(وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ)
(Dan orang-orang yang menimbun emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa mereka akan menerima siksa yang pedih) [At-Tawbah: 34].
Ayat dan hadits menunjukkan adanya celaan dan larangan menimbun harta, termasuk di dalam nya menimbun emas dan perak.
BENARKAH ? Mari kita kaji terlebih dahulu !!!
====****====
TAKHRIJ
HADITS :
“Jika kalian melihat manusia
menimbun emas dan perak, maka timbunlah oleh kalian doa ini : ......”.
Dari Syaddad bin
Aus radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah ﷺ
bersabda:
«إِذَا كَنَزَ النَّاسُ
الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ، فَاكْنِزُوا هَؤُلَاءِ الْكَلِمَاتِ: اللهُمَّ إِنِّي
أَسْأَلُكَ الثَّبَاتَ فِي الْأَمْرِ، وَالْعَزِيمَةَ عَلَى الرُّشْدِ،
وَأَسْأَلُكَ شُكْرَ نِعْمَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ حُسْنَ عِبَادَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ
قَلْبًا سَلِيمًا، وَأَسْأَلُكَ لِسَانًا صَادِقًا، وَأَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا
تَعْلَمُ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا تَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا
تَعْلَمُ، إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ
"Jika manusia
menimbun emas dan perak, maka timbunlah oleh kalian kalimat-kalimat doa ini: Ya
Allah, aku memohon kepada-Mu keteguhan dalam urusan, dan tekad untuk
mendapatkan petunjuk, dan aku memohon kepada-Mu syukur atas nikmat-Mu, dan aku
memohon kepada-Mu bagusnya ibadah kepada-Mu, dan aku memohon kepada-Mu hati
yang selamat, dan aku memohon kepada-Mu lisan yang jujur, dan aku memohon
kepada-Mu kebaikan dari apa yang Engkau ketahui, dan aku berlindung kepada-Mu dari
keburukan apa yang Engkau ketahui, dan aku memohon ampunan-Mu atas apa yang
Engkau ketahui. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui yang ghaib."
SEKILAS SINGKAT TENTANG SANAD
HADITS :
Sebagian para ulama hadits mengatakan
:
وَوَقَعَ فِيهِ اخْتِلَافٌ وَصْلًا وَانْقِطَاعًا،
وَرَفْعًا وَوَقْفًا، وَمِدَارُ طَرِيقِهِ الثَّابِتَةِ عَلَى حَسَّانَ بْنِ عَطِيَّةَ
عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَهٰذَا
مُنْقَطِعٌ، فَحَسَّانُ لَمْ يُدْرِكْ شَدَّادَ بْنَ أَوْسٍ.
“Dan dalam riwayat
ini terjadi perbedaan pendapat tentang sanad hadits ini antara yang bersambung (mawshul)
dan yang terputus (munqothi’), antara yang marfu‘ (disandarkan kepada Nabi ﷺ) dan
yang mauquf (berhenti pada sahabat).
Jalur sanad yang akurat
adalah bermuara pada jalur Hassan bin ‘Athiyyah dari Syaddad bin Aus dari Nabi ﷺ. Dan
ini sanadnya terputus, karena Hassan tidak pernah bertemu dengan Syaddad bin
Aus”.
*****
BERIKUT INI JALUR-JALUR RIWAYAT HADITS NYA :
====
PERTAMA : JALUR
HASSAAN BIN ATHIYYAH :
KE 1 :
Diriwayatkan oleh
Ibnu Abi Syaibah dalam kitabnya *Al-Mushannaf*, 10/271 no. 9407.
Ia berkata: Telah
menceritakan kepada kami Isa bin Yunus, dari Al-Auza’i, dari Hassaan bin ‘Athiyyah,
dari Syaddad bin Aus bahwa ia berkata:
احْفَظُوا عَنِّي مَا أَقُولُ، سَمِعْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَقُولُ:
«إِذَا كَنَزَ النَّاسُ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ
فَاكْنِزُوا هَذِهِ الْكَلِمَاتِ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الثَّبَاتَ فِي الْأَمْرِ،
وَالْعَزِيمَةَ عَلَى الرُّشْدِ، وَأَسْأَلُكَ شُكْرَ نِعْمَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ حُسْنَ
عِبَادَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ قَلْبًا سَلِيمًا، وَلِسَانًا صَادِقًا، وَأَسْأَلُكَ مِنْ
خَيْرِ مَا تَعْلَمُ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا تَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا
تَعْلَمُ، إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ»
“Hafalkan dariku
apa yang aku katakan: Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
*Jika manusia
menimbun emas dan perak, maka timbunlah oleh kalian kata-kata doa ini: Ya Allah,
aku memohon kepada-Mu keteguhan dalam urusan, dan tekad untuk mendapat
petunjuk, dan aku memohon kepada-Mu syukur atas nikmat-Mu, dan aku memohon
kepada-Mu bagusnya ibadah kepada-Mu, dan aku memohon kepada-Mu hati yang
selamat dan lisan yang jujur, dan aku memohon kepada-Mu kebaikan dari apa yang
Engkau ketahui, dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukan apa yang Engkau ketahui,
dan aku memohon ampunan-Mu atas apa yang Engkau ketahui. Sesungguhnya Engkau
Maha Mengetahui yang ghaib.*”
KE 2 :
Diriwayatkan oleh
Ahmad dalam *Musnad*-nya dalam (Hadis Syaddad bin Aus radhiyallahu ‘anhu) 28/338
no. 17114. Ia berkata:
Telah menceritakan
kepada kami Abdullah, ia berkata: Telah menceritakan kepadaku ayahku, ia
berkata: Telah menceritakan kepada kami Rauh, ia berkata: Telah menceritakan
kepada kami Al-Auza’i, dari Hassaan bin ‘Athiyyah, ia berkata:
كَانَ شَدَّادُ بْنُ أَوْسٍ، فِي
سَفَرٍ، فَنَزَلَ مَنْزِلًا، فَقَالَ لِغُلَامِهِ: ائْتِنَا بِالسُّفْرَةِ نَعْبَثْ
بِهَا، فَأَنْكَرْتُ عَلَيْهِ، فَقَالَ: مَا تَكَلَّمْتُ بِكَلِمَةٍ مُنْذُ أَسْلَمْتُ
إِلَّا وَأَنَا أَخْطِمُهَا وَأَزُمُّهَا غَيْرَ كَلِمَتِي هَذِهِ، فَلَا تَحْفَظُوهَا
عَلَيَّ، وَاحْفَظُوا مِنِّي مَا أَقُولُ لَكُمْ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " إِذَا كَنَزَ النَّاسُ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ،
فَاكْنِزُوا هَؤُلَاءِ الْكَلِمَاتِ: اللهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الثَّبَاتَ فِي الْأَمْرِ،
وَالْعَزِيمَةَ عَلَى الرُّشْدِ، وَأَسْأَلُكَ شُكْرَ نِعْمَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ حُسْنَ
عِبَادَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ قَلْبًا سَلِيمًا، وَأَسْأَلُكَ لِسَانًا صَادِقًا، وَأَسْأَلُكَ
مِنْ خَيْرِ مَا تَعْلَمُ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا تَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ
لِمَا تَعْلَمُ، إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ ".
Syaddad bin Aus
sedang dalam perjalanan lalu singgah di suatu tempat, kemudian ia berkata
kepada pelayannya: “Bawakan As-Sufrah (bekal makanan), kita bersenang-senang
dengannya.”
Lalu aku pun
mengingkarinya, maka ia berkata:
“Aku tidak pernah
mengucapkan satu kalimat pun sejak aku masuk Islam kecuali aku kendalikan dan
aku jaga, kecuali kata-kataku ini maka jangan kalian hafalkan tentang diriku,
tetapi hafalkan dariku apa yang aku katakan kepada kalian: Aku mendengar
Rasulullah ﷺ
bersabda:
*Jika manusia
menimbun emas dan perak, maka timbunlah oleh kalian kata-kata ini: Ya Allah,
aku memohon kepada-Mu keteguhan dalam urusan, dan tekad untuk mendapat
petunjuk, dan aku memohon kepada-Mu syukur atas nikmat-Mu, dan aku memohon
kepada-Mu bagusnya ibadah kepada-Mu, dan aku memohon kepada-Mu hati yang
selamat, dan aku memohon kepada-Mu lisan yang jujur, dan aku memohon kepada-Mu
kebaikan dari apa yang Engkau ketahui, dan aku berlindung kepada-Mu dari
keburukan apa yang Engkau ketahui, dan aku memohon ampunan-Mu atas apa yang
Engkau ketahui. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui yang ghaib.*”
MAKNA AS-SUFROH :
Ibnu al-Atsiir
berkata dalam kitab "An-Nihayah" 2/373 pada pembahasan kata “سفر” (Safar):
السُّفْرَةُ طعامٌ يتَّخذه المُسَافر،
وأكثُر مَا يُحمل فِي جِلْدٍ مُسْتدِير، فنُقِل اسمُ الطَّعام إِلَى الجِلْدِ
وَسُمِّيَ بِهِ كَمَا سُمِّيت المَزَادة رَاوِيَةً، وَغَيْرُ ذَلِكَ مِنَ الْأَسْمَاءِ
المَنقُولة. فالسُّفرة فِي طَعام السَّفَر كاللُّهنة للطَّعام الَّذِي يُؤْكَلُ بُكْرة
“As-Sufrah” adalah
makanan yang disiapkan oleh seorang musafir, dan kebanyakan dibawa dalam wadah
kulit bundar. Kemudian nama makanan itu berpindah makna menjadi nama untuk
wadah kulit tersebut dan dinamakan dengan nama itu, sebagaimana kata "mazaadah" dinamakan "rowiyah", dan demikian pula nama-nama lain yang maknanya berpindah.
Maka "as-sufrah" dalam konteks makanan perjalanan sama seperti "al-lahnah"
untuk makanan yang dimakan pada pagi hari.
KE 3 :
Hadis ini terdapat
dalam *Al-Ihsan Bi Tartiibi Shahih Ibnu Hibban* 2/143 no. 931 atau dalam
Mawaarid adz-Dzom’aan hal. 600 no. 2418. Ia berkata:
Telah mengabarkan
kepada kami Muhammad bin Al-Ma‘afa Al-‘Abid di Shida, dan dia tidak minum air
di dunia selama delapan belas tahun, setiap malam ia membuat sedikit cairan
lalu meminumnya. Ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Hashim bin ‘Ammar,
ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Suwaid bin Abdul Aziz, ia berkata:
Telah menceritakan kepada kami Al-Auza‘i, dari Hassaan bin ‘Athiyyah,
dari Abu Ubaidillah Muslim bin Muslim, ia berkata:
خَرَجْتُ مَعَ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ
فَنَزَلْنَا مَنْزِلَ الصُّفْرِ فَقَالَ: ائْتُونِي بِالسُّفْرَةِ نَعْبَثْ بِهَا
فَكَانُوا يَحْفَظُونَهَا مِنْهُ فَقَالَ يَا بَنِي أَخِي لَا تَحْفَظُوهَا عَنِّي
وَلَكِنِ احْفَظُوا مِنِّي مَا سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُول: "إِذا اكتنز النَّاس الدَّنَانِير وَالدَّرَاهِم فاكتنز هَؤُلاءِ
الْكَلِمَاتَ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الثَّبَاتَ فِي الأَمْرِ وَالْعَزِيمَةَ
عَلَى الرُّشْدِ وَأَسْأَلُكَ شُكْرَ نِعْمَتِكَ وَحُسْنَ عِبَادَتِكَ وَأَسْأَلُكَ
مِنْ خَيْرِ مَا تَعْلَمُ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا تَعْلَمُ وَأَسْتَغْفِرُكَ
لما تعلم إِنَّك أَنْت علام الغيوب"
Aku pernah keluar
bersama Syaddad bin Aus, lalu kami singgah di suatu tempat di Shafar. Ia
berkata: "Bawakan untukku As-Sufrah (bekal makanan) agar aku bersenang-senang
dengannya".
Dan mereka biasa
menghafalkan-nya darinya. Lalu ia berkata: "Wahai anak saudaraku,
janganlah kalian menghafalkan tentang diriku, tetapi hafalkanlah dariku apa
yang aku dengar dari Rasulullah ﷺ:
*Jika manusia
menimbun dinar dan dirham, maka timbunlah oleh kalian kata-kata ini: Ya Allah,
aku memohon kepada-Mu keteguhan dalam urusan, dan tekad untuk mendapatkan
petunjuk, dan aku memohon kepada-Mu syukur atas nikmat-Mu, dan bagusnya
kebiasaan beribadah kepada-Mu, dan aku memohon kepada-Mu kebaikan dari apa yang
Engkau ketahui, dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukan apa yang Engkau
ketahui, dan aku memohon ampunan-Mu atas apa yang Engkau ketahui. Sesungguhnya
Engkau Maha Mengetahui yang ghaib.*”
KE 4 :
Abu Nu’aim
al-Ashbahani dalam Hilyatul Awliyaa 1/265 meriwayatkan :
Telah menceritakan
kepada kami Muhammad bin Ma’mar, telah menceritakan kepada kami Abu Syu’aib
Al-Harrani, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Abdullah, telah
menceritakan kepada kami Al-Auza’i, ia berkata: Telah menceritakan
kepadaku Hassan bin ‘Athiyyah, ia berkata:
نَزَلَ شَدَّادُ بْنُ أَوْسٍ مَنْزِلًا
فَقَالَ: ائْتُونَنَا بِالسُّفْرَةِ نَعْبَثْ بِهَا، قِيلَ: يَا أَبَا يَعْلَى، مَا
هَذِهِ؟ فَأُنْكِرَتْ عَلَيْهِ، قَالَ: مَا تَكَلَّمْتُ بِكَلِمَةٍ مُنْذُ أَسْلَمْتُ
إِلَّا وَأَنَا أَخْطِمُهَا ثُمَّ أَزِمُّهَا غَيْرَ هَذِهِ، فَلَا تَحْفَظُوهَا عَلَيَّ
وَاحْفَظُوا عَنِّي مَا أَقُولُ لَكُمْ، فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " إِذَا كَنَزَ النَّاسُ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ
فَاكْنِزُوا هَؤُلَاءِ الْكَلِمَاتِ: اللهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الثَّبَاتَ فِي الْأَمْرِ،
وَالْعَزِيمَةَ عَلَى الرُّشْدِ "، فَذَكَرَ مِثْلَهُ وَزَادَ: «وَأَسْتَغْفِرُكَ
لِمَا تَعْلَمُ، إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ».
Syaddad bin Aus
singgah di suatu tempat, lalu berkata: “Bawalah bekal itu ke sini, kita
main-main dengannya.”
Dikatakan: “Wahai
Abu Ya’la, apa maksudnya ini?” Maka hal itu diingkari kepadanya.
Ia berkata: “Aku
tidak pernah berbicara sepatah kata pun sejak aku masuk Islam kecuali aku
menahan dan mengendalikan kata-kataku, kecuali kata ini. Maka jangan kalian
catat itu dariku, tetapi ingatlah apa yang akan aku katakan kepada kalian,
karena aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
‘Apabila manusia
menimbun emas dan perak, maka timbunlah kata-kata ini: Ya Allah, aku memohon
kepada-Mu keteguhan dalam urusan, dan tekad untuk selalu berada pada petunjuk,
kemudian ia menyebutkan yang semisalnya dan menambahkan: ‘Dan aku memohon ampun
kepada-Mu atas apa yang Engkau ketahui, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui
perkara-perkara gaib’.
Abu Nu’aim
al-Ashbahani berkata:
هَكَذَا رَوَاهُ يَحْيَى وَعَامَّةُ أَصْحَابِ
الْأَوْزَاعِيِّ عَنْهُ مُرْسَلًا
“Demikianlah Yahya
dan kebanyakan sahabat Al-Auza’i meriwayatkan hadits tersebut darinya secara
mursal”. [Hilyatul Awliyaa 1/265].
STUDY SANAD HADITS JALUR HASSAN BIN ATHIYYAH:
Dalam sanadnya
terdapat Hassan bin ‘Atiyyah, dia dituduh memiliki paham Qadariyah, dan dia
termasuk ahli ibadah, tetapi tidak ada saksi yang menyebutkan bahwa dia
meriwayatkan dari Syaddad bin Aus. (*Tahdzib At-Tahdzib*: 2/251, dan
*Al-Mizan*: 1/479).
Zaid An-Nusyairi
berkata dalam *Takhrij Ahadits Al-Jawab Al-Kafi* karya Ibnu Qayyim 1/374:
"وَرَوَاهُ سُوَيْدُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ
عَنِ الْأَوْزَاعِيِّ عَنْ حَسَّانَ بْنِ عَطِيَّةَ عَنْ أَبِي عُبَيْدِ اللَّهِ مُسْلِمِ
بْنِ مِشْكَمٍ عَنْ شَدَّادٍ فَذَكَرَهُ. أَخْرَجَهُ ابْنُ حِبَّانَ فِي صَحِيحِهِ
(٩٣٥) وَأَبُو نُعَيْمٍ فِي الْحِلْيَةِ (١/ ٢٦٦). قُلْتُ: وَسُوَيْدٌ ضَعِيفٌ، وَرِوَايَةُ
الْجَمَاعَةِ أَرْجَحُ لَكِنَّهُ مُنْقَطِعٌ، حَسَّانُ بْنُ عَطِيَّةَ لَمْ يَسْمَعْ
مِنْ شَدَّادٍ. وَلِلْحَدِيثِ الْمَرْفُوعِ طَرِيقٌ آخَرُ. اُنْظُرْ تَحْقِيقَ الْمُسْنَدِ
(٢٨/ ٣٥٦)".
“Dan
hadis ini diriwayatkan oleh Suwaid bin Abdul Aziz dari Al-Auza‘i dari Hassan
bin ‘Atiyyah dari Abu Ubaidillah Muslim bin Musykam dari Syaddad, lalu ia
menyebutkannya. Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam *Shahih*-nya (935) dan Abu
Nu‘aim dalam *Al-Hilyah* (1/266).
Saya berkata: Suwaid
itu lemah, dan riwayat jamaah lebih kuat tetapi terputus; Hassan bin
‘Atiyyah tidak mendengar dari Syaddad. Hadis marfu‘ ini memiliki jalur
lain. Lihat *Tahqiq Al-Musnad* (28/356)”.
Dr. Ali Husain
Al-Bawwab dalam *Tahqiq Jami‘ Al-Masanid* karya Ibnu Al-Jauzi 3/337 berkata:
وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ، لَكِنَّهُ مُنْقَطِعٌ:
فَحَسَّانُ لَمْ يَرْوِ عَنْ شَدَّادٍ. وَقَدْ رَوَاهُ الْمِزِّيُّ فِي التَّهْذِيبِ
١/ ١٠٢ مِنْ طَرِيقِ الْأَوْزَاعِيِّ عَنْ حَسَّانَ وَرَوَاهُ كَذَلِكَ الطَّبَرَانِيُّ
٧/ ٢٨٧ (٧١٥٧) وَأَدْخَلَا مُسْلِمَ بْنَ مِشْكَمٍ بَيْنَ حَسَّانَ وَشَدَّادٍ. وَصَحَّحَ
الْحَاكِمُ الْحَدِيثَ ١/ ٥٠٨ عَلَى شَرْطِ مُسْلِمٍ، مِنْ طَرِيقِ عِكْرِمَةَ عَنْ
شَدَّادٍ، وَوَافَقَهُ الذَّهَبِيُّ.
“Perawinya
terpercaya, tetapi sanadnya terputus: Hassan tidak mungkin meriwayatkan dari
Syaddad.
Hadis ini juga
diriwayatkan oleh Al-Mizzi dalam *At-Tahdzib* 1/102 melalui jalur Al-Auza‘i
dari Hassan, juga diriwayatkan oleh Ath-Thabarani 7/287 (7157) dan keduanya
memasukkan seorang perawi yang bernama Muslim bin Misykam di antara Hassan dan
Syaddad.
Tapi Al-Hakim
mensahihkan hadis ini 1/508 sesuai syarat Muslim, melalui jalur Ikrimah dari
Syaddad, dan Az-Zahabi setuju dengannya.” [Selesai]
Syaikh Syu‘aib
Al-Arna’uth dalam *Tahqiq Al-Musnad* 28/338 no. 17114 berkata:
وَهٰذَا إِسْنَادٌ ضَعِيفٌ لِانْقِطَاعِهِ،
حَسَّانُ بْنُ عَطِيَّةَ لَمْ يُدْرِكْ شَدَّادَ بْنَ أَوْسٍ. وَرِجَالُ الْإِسْنَادِ
ثِقَاتٌ رِجَالُ الشَّيْخَيْنِ.
“Sanad ini lemah
karena sanadnya terputus, Hassan bin ‘Atiyyah tidak hidup sezaman dengan
Syaddad bin Aus. Para perawi sanadnya terpercaya dan termasuk perawi
Bukhari-Muslim.”
Dan Syaikh Syu‘aib
Al-Arna’uth berkata pula [28/338 no. 17114]:
وَسُوَيْدُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ ضَعِيفٌ،
وَقَدْ أَدْخَلَ مُسْلِمَ بْنَ مِشْكَمٍ بَيْنَ حَسَّانَ بْنِ عَطِيَّةَ وَبَيْنَ شَدَّادٍ.
“Dan Suwaid bin
Abdul Aziz adalah perawi yang lemah, dan dia telah memasukkan perawi yang
bernama Muslim bin Misykam di antara Hassan bin ‘Athiyyah dan Syaddad”.
Dan bagi Hassan bin
‘Athiyyah terdapat mutaba’ah (diikuti periwayatannya) melalui jalur-jalur lain,
namun tidak lepas dari pembicaraan (kritik). Dan Al-Hafizh Ibnu Hajar
menghasankan hadis ini berdasarkan jalur-jalur tersebut.
Abu Nu’aim
al-Ashbahani berkata:
رَوَاهُ يَحْيَى وَعَامَّةُ أَصْحَابِ
الْأَوْزَاعِيِّ عَنْهُ مُرْسَلًا
“Yahya dan
kebanyakan para sahabat Al-Auza’i meriwayatkan hadits tersebut darinya secara
mursal”. [Hilyatul Awliyaa 1/265].
====
KEDUA :
JALUR SYADDAD BIN AMMAR
Dan diriwayatkan
oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, Kitab (Doa) 1/508, ia berkata: Telah
menceritakan kepada kami Abu Al-Abbas Muhammad bin Ya'qub, telah menceritakan
kepada kami Abu Al-Hasan Muhammad bin Sinan Al-Qazzaz: telah menceritakan
kepada kami Umar bin Yunus bin Al-Qasim Al-Yamami, telah menceritakan kepada
kami Ikrimah bin Ammar, ia berkata: Aku mendengar Syaddad Abu Ammar bercerita
dari Syaddad bin Aus radhiyallahu 'anhu — ia seorang Badri (pasukan perang
Badar) — ia berkata:
بَيْنَمَا هُمْ فِي سَفَرٍ إِذْ نَزَلَ
الْقَوْمُ يَتَصَبَّحُونَ، فَقَالَ شَدَّادٌ: أَدْنُوا هَذِهِ السُّفْرَةَ نَعْبَثُ،
ثُمَّ قَالَ: أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ مَا تَكَلَّمْتُ بِكَلِمَةٍ مُنْذُ أَسْلَمْتُ إِلَّا
وَأَنَا أَزُمُّهَا، وَأَخْطِمُهَا قَبْلَ كَلِمَتِي هَذِهِ لَيْسَ كَذَلِكَ، قَالَ
مُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " وَلَكِنْ قَالَ: يَا شَدَّادُ،
إِذَا رَأَيْتَ النَّاسَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ، فَاكْنِزْ هَؤُلَاءِ
الْكَلِمَاتِ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ التَّثْبِيتَ فِي الْأُمُورِ، وَعَزِيمَةَ
الرُّشْدِ، وَأَسْأَلُكَ شُكْرَ نِعْمَتِكَ، وَحُسْنَ عِبَادَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ قَلْبًا
سَلِيمًا، وَلِسَانًا صَادِقًا، وَخُلُقًا مُسْتَقِيمًا، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا تَعْلَمُ،
وَأَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا تَعْلَمُ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا تَعْلَمُ، إِنَّكَ
أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ
Ketika mereka
sedang dalam perjalanan, tiba-tiba orang-orang berhenti untuk sarapan pagi,
maka Syaddad berkata: "Dekatkanlah ash-Shufroh (bekal) ini agar aku dapat
makan darinya."
Lalu ia berkata:
"Aku memohon ampun kepada Allah, belum pernah aku mengucapkan satu kata
pun sejak aku masuk Islam kecuali aku menahan dan mengendalikan lidahku sebelum
kata-kataku ini. Bukan demikian yang dikatakan Muhammad ﷺ, tetapi
beliau bersabda:
'Wahai Syaddad,
jika engkau melihat orang-orang menimbun emas dan perak, maka simpanlah
kata-kata ini: Ya Allah, aku memohon kepada-Mu keteguhan dalam urusan, tekad
untuk berada di jalan petunjuk, aku memohon kepada-Mu rasa syukur atas
nikmat-Mu, dan baiknya kebiasaan kepada-Mu, aku memohon kepada-Mu hati yang
bersih dan lisan yang jujur, akhlak yang lurus, aku memohon ampun kepada-Mu
atas apa yang Engkau ketahui, aku memohon kepada-Mu kebaikan dari apa yang
Engkau ketahui, dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukan yang Engkau
ketahui, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara-perkara gaib'."
Dan Al-Hakim
berkata:
«هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ مُسْلِمٍ،
وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ»
"Ini adalah
hadis sahih menurut syarat Muslim dan keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak
meriwayatkannya." Dan Adz-Dzahabi menyepakatinya.
Namun Syu’aib
al-Arna’uth dan para pentahqiq al-Musnad berkata dalam Tahqiq al-Musnad 28/338
:
قُلْنَا: مُحَمَّدُ بْنُ سِنَانٍ الْقَزَّازُ
ضَعِيفٌ، وَلَيْسَ مِنْ رِجَالِ مُسْلِمٍ.
“Kami berkata:
Muhammad bin Sinan Al-Qazzaz lemah, dan ia bukan termasuk perawi Muslim”.
====
KETIGA
: JALUR ABU AL-ASY’ATS ASH-SHAN’ANI
Dan diriwayatkan
oleh Ath-Thabarani dalam Al-Mu'jam Al-Kabir (dalam hadis-hadis Abu Al-Asy'ats
Ash-Shan'ani dari Syaddad) 7/335 no. 7135, ia berkata: Telah menceritakan
kepada kami Ja'far bin Muhammad Al-Firyabi, dan Sulaiman bin Ayyub bin Hazlam
Ad-Dimasyqi, keduanya berkata: Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin
Abdurrahman, telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Ayyasy, telah
menceritakan kepadaku Muhammad bin Yazid Ar-Rahbi, dari Abu Al-Asy'ats
Ash-Shan'ani, dari Syaddad bin Aus, ia berkata: Rasulullah ﷺ
bersabda kepadaku:
" يَا شَدَّادُ بْنَ أَوْسٍ، إِذَا
رَأَيْتَ النَّاسَ قَدِ اكْتَنَزُوا الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ، فَاكْنِزْ هَؤُلَاءِ
الْكَلِمَاتِ: اللهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الثَّبَاتَ فِي الْأَمْرِ ، وَالْعَزِيمَةَ
عَلَى الرُّشْدِ، وَأَسْأَلُكَ مُوجِبَاتِ رَحْمَتِكَ ، وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ،
وَأَسْأَلُكَ شُكْرَ نِعْمَتِكَ ، وَحُسْنَ عِبَادَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ قَلْبًا سَلِيمًا
، وَلِسَانًا صَادِقًا، وَأَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا تَعْلَمُ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ
شَرِّ مَا تَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا تَعْلَمُ، إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ".
"Wahai
Syaddad bin Aus, jika engkau melihat orang-orang menimbun emas dan perak, maka
simpanlah kata-kata ini: Ya Allah, aku memohon kepada-Mu keteguhan dalam
urusan, dan tekad untuk selalu berada di jalan petunjuk. Aku memohon kepada-Mu
hal-hal yang mewajibkan rahmat-Mu, dan tekad untuk mendapatkan ampunan-Mu. Aku
memohon kepada-Mu rasa syukur atas nikmat-Mu, dan baiknya ibadah kepada-Mu. Aku
memohon kepada-Mu hati yang bersih, dan lisan yang jujur. Aku memohon kepada-Mu
dari kebaikan yang Engkau ketahui, dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukan
yang Engkau ketahui, dan aku memohon ampun kepada-Mu atas apa yang Engkau
ketahui. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara-perkara gaib."
STATUS HADITS :
Syu’aib al-Arna’uth
dan para pentahqiq al-Musnad berkata dalam Tahqiq al-Musnad 28/338:
وَهٰذَا إِسْنَادٌ حَسَنٌ. مُحَمَّدُ
بْنُ يَزِيدَ الرَّحْبِيُّ الدِّمَشْقِيُّ، رَوَى عَنْهُ جَمْعٌ، وَذَكَرَهُ ابْنُ
حِبَّانَ فِي "الثِّقَاتِ"، وَبَاقِي رِجَالِهِ ثِقَاتٌ، وَرِوَايَةُ إِسْمَاعِيلَ
بْنِ عَيَّاشٍ هِيَ عَنْ أَهْلِ بَلَدِهِ.
“Dan ini sanad yang
hasan. Muhammad bin Yazid Ar-Rahbi Ad-Dimasyqi, beberapa orang meriwayatkan
darinya, dan Ibnu Hibban menyebutnya dalam "Ats-Tsiqat", sedangkan
para perawi lainnya terpercaya, dan riwayat Isma'il bin Ayyasy ini adalah dari
penduduk negerinya sendiri”.
Adh-Dhiya
al-A’dzomi dalam al-Jami’ al-Kamil 9/702 berkata :
وَإِسْنَادُهُ حَسَنٌ مِنْ أَجْلِ إِسْمَاعِيلَ
بْنِ عَيَّاشٍ فَإِنَّهُ صَدُوقٌ فِي رِوَايَتِهِ عَنْ أَهْلِ الشَّامِ، وَهَذِهِ مِنْهَا
فَإِنَّ مُحَمَّدَ بْنَ يَزِيدَ الرَّحْبِيَّ شَامِيٌّ دِمَشْقِيٌّ، وَهُوَ أَيْضًا
حَسَنُ الْحَدِيثِ فَقَدْ رَوَى عَنْهُ جَمَاعَةٌ وَذَكَرَهُ ابْنُ حِبَّانَ فِي الثِّقَاتِ
(٩/ ٣٥)، وَذَكَرَهُ أَبُو زُرْعَةَ الدِّمَشْقِيُّ فِي "تَسْمِيَةِ نَفَرٍ ذَوِي
إِسْنَادٍ وَعِلْمٍ" انْظُرْ: تَارِيخُ دِمَشْقَ (٥٦/ ٢٧٤ - ٢٧٦)
“Dan sanadnya hasan
karena Isma'il bin Ayyasy, karena ia seorang yang shoduq (jujur) dalam
periwayatannya dari penduduk Syam, dan ini termasuk di antaranya karena
Muhammad bin Yazid Ar-Rahbi adalah seorang Syami dari Damaskus, dan dia juga
hasan haditsnya, karena beberapa orang meriwayatkan darinya dan Ibnu Hibban
menyebutnya dalam Ats-Tsiqat (9/35), dan Abu Zur'ah Ad-Dimasyqi juga menyebutnya
dalam "Tasmiyat Nafarin Dzawi Isnad wa 'Ilm". Lihat: Tarikh Dimasyq
(56/274-276)”.
Syeikh al-Albani
dalam as-Silsilah ash-Shahihah 7/695 no. 3228 berkata :
قُلتُ: وَهٰذَا إِسْنَادٌ جَيِّدٌ، رِجَالُهُ
ثِقَاتٌ، وَفِي بَعْضِهِمْ خِلَافٌ لَا يَضُرُّ
“Aku berkata: Ini
sanad yang baik, para perawinya terpercaya, dan pada sebagian dari mereka ada
perbedaan pendapat yang tidak membahayakan”.
Namun hadits ini
dinilai dho’if sanadnya oleh Syeikh Mushthafa al-Adawi
===
KEEMPAT
: JALUR SULAIMAN BIN MUSA
Dan diriwayatkan
oleh Abu Nu'aim dalam Hilyat Al-Awliya, dalam (Hadis-Hadis Syaddad bin Aus) 1/265,
ia berkata:
Telah menceritakan
kepada kami Abu Amr bin Hamdan, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin
Muhammad bin Syarawaih, telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Rahuyah, telah
menceritakan kepada kami Abdu Al-Wahhab Ats-Tsaqafi, telah menceritakan kepada
kami Burd bin Sinan, dari Sulaiman bin Musa:
"أَنَّ شَدَّادَ بْنَ أَوْسٍ، قَالَ يَوْمًا:
" هَاتُوا السُّفْرَةَ نَعْبَثْ بِهَا، قَالَ: فَأَخَذُوهَا عَلَيْهِ، قَالَ:
انْظُرُوا إِلَى أَبِي يَعْلَى مَا جَاءَ مِنْهُ، فَقَالَ: " أَيْ بَنِي أَخِي،
إِنِّي مَا تَكَلَّمْتُ بِكَلِمَةٍ مُنْذُ بَايَعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِلَّا مَزْمُومَةً مَخْطُومَةً قَبْلَ هَذِهِ، فَتَعَالَوْا حَتَّى أُحَدِّثَكُمْ،
وَدَعُوا هَذِهِ وَخُذُوا خَيْرًا مِنْهَا: اللهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ التَّثَبُّتَ
فِي الْأَمْرِ، وَنَسْأَلُكَ عَزِيمَةَ الرُّشْدِ، وَنَسْأَلُكَ شُكْرَ نِعْمَتِكَ
وَحُسْنَ عِبَادَتِكَ، وَنَسْأَلُكَ قَلْبًا سَلِيمًا وَلِسَانًا صَادِقًا، وَنَسْأَلُكَ
خَيْرَ مَا تَعْلَمُ ، وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا تَعْلَمُ، فَخُذُوا هَذِهِ وَدَعُوا
هَذِهِ".
Bahwa Syaddad bin
Aus pada suatu hari berkata: “Bawalah bekal itu ke sini, kita main-main
dengannya.” Maka orang-orang mencatatnya atasnya.
Ia berkata:
“Lihatlah kepada Abu Ya’la apa yang ia bawa dariku.”
Lalu ia berkata:
“Wahai anak-anak saudaraku, sesungguhnya aku tidak pernah berbicara sepatah
kata pun sejak berbaiat kepada Rasulullah ﷺ kecuali dengan ditahan dan dikendalikan sebelum kata-kataku
ini. Maka kemarilah, akan aku ceritakan kepada kalian dan tinggalkan ini serta
ambillah yang lebih baik darinya:
‘Ya
Allah, kami memohon kepada-Mu keteguhan dalam urusan, kami memohon kepada-Mu
tekad untuk selalu berada pada petunjuk, kami memohon kepada-Mu rasa syukur
atas nikmat-Mu, dan baiknya ibadah kepada-Mu, kami memohon kepada-Mu hati yang
bersih, lisan yang jujur, kami memohon kepada-Mu kebaikan dari apa yang Engkau
ketahui, dan kami berlindung kepada-Mu dari keburukan yang Engkau ketahui.’
Maka ambillah ini
dan tinggalkan itu.”
Lalu Abu Nu'aim
berkata :
" كَذَا رَوَاهُ سُلَيْمَانُ بْنُ مُوسَى
مَوْقُوفًا".
Demikianlah
Sulaiman bin Musa meriwayatkannya secara mauquf (dari perkataan Syaddad, bukan
dari perkataan Nabi ﷺ).
====
KELIMA
: JALUR MUHAMMAD ASY-SYA’ITSIY
Abu Nu'aim berkata dalam
al-Hilyah 1/267:
حَدَّثَنَا أَبِي، ثَنَا إِبْرَاهِيمُ
بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الْحَسَنِ، ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبيِ مَعْشَرٍ، ثَنَا أَبِي،
ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ الشَّعِيثِيُّ، قَالَ:
Telah menceritakan
kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Muhammad bin
Al-Hasan, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abi Ma’syar, telah
menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
Abdullah Asy-Sya’itsi, ia berkata:
" شَيَّعَ شَدَّادٌ غَزَاةً فَدَعَوْهُ إِلَى
سُفْرَتِهِمْ، فَقَالَ: لَوْ كُنْتُ أَكَلْتُ طَعَامًا مُنْذُ بَايَعْتُ رَسُولَ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى أَعْلَمَ مِنْ أَيْنَ هَؤُلَاءِ لَأَكَلْتُ،
وَلَكِنْ عِنْدِي هَدِيَّةٌ، سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ: " إِذَا رَأَيْتَ النَّاسَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ فَقُلِ:
اللهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الثَّبَاتَ فِي الْأَمْرِ، وَعَزِيمَةَ الرُّشْدِ، وَأَسْأَلُكَ
شُكْرَ نِعْمَتِكَ وَحُسْنَ عِبَادَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ قَلْبًا تَقِيًّا، وَلِسَانًا
صَادِقًا نَقِيًّا "
“Syaddad melepas
keberangkatan pasukan perang, lalu mereka mengundangnya untuk makan bersama
bekal mereka. Maka ia berkata: *Seandainya sejak aku berbaiat kepada Rasulullah
ﷺ aku
makan makanan sampai aku tahu dari mana makanan ini berasal, niscaya aku akan
makan. Tetapi aku mempunyai hadiah (doa), aku mendengar Rasulullah ﷺ
bersabda: ‘Jika engkau melihat manusia menimbun emas dan perak maka ucapkanlah:
Ya Allah, aku memohon kepada-Mu keteguhan dalam urusan, tekad untuk selalu
berada pada petunjuk, aku memohon kepada-Mu rasa syukur atas nikmat-Mu dan
baiknya ibadah kepada-Mu, aku memohon kepada-Mu hati yang bertakwa, dan lisan
yang jujur lagi bersih.’*”
Lalu Abu Nu'aim
berkata [al-Hilyah 1/267]:
كَذَا رَوَاهُ الشَّعِيثِيُّ وَخَالَفَ
الْجَمَاعَةَ فِي قِصَّةِ السُّفْرَةِ
“Demikianlah
Asy-Sya’itsi meriwayatkannya, namun ia berbeda dengan jamaah (perawi lain)
dalam kisah bekal makanan ini”.
====
KEENAM
: JALUR SEORANG PRIA DARI BANI HANDZOLI
Imam Ahmad dalam
al-Musnad no. 17133 berkata :
Telah menceritakan
kepada kami Yazid bin Harun, telah menceritakan kepada kami Abu Mas’ud
Al-Jurairi, dari Abu Al-‘Ala bin Asy-Syikhkhir, dari Al-Handzoli, dari Syaddad
bin Aus radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
وَكَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يُعَلِّمُنَا كَلِمَاتٍ نَدْعُو بِهِنَّ فِي صَلَاتِنَا، أَوْ قَالَ
فِي دُبُرِ صَلَاتِنَا: " اللهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الثَّبَاتَ فِي الْأَمْرِ،
وَأَسْأَلُكَ عَزِيمَةَ الرُّشْدِ، وَأَسْأَلُكَ شُكْرَ نِعْمَتِكَ، وَحُسْنَ عِبَادَتِكَ،
وَأَسْأَلُكَ قَلْبًا سَلِيمًا، وَلِسَانًا صَادِقًا، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا تَعْلَمُ،
وَأَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا تَعْلَمُ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا تَعْلَمُ
"
Dan Rasulullah ﷺ
mengajarkan kepada kami beberapa kata yang kami berdoa dengannya dalam shalat
kami, atau beliau bersabda: di akhir shalat kami: “Ya Allah, aku memohon
kepada-Mu keteguhan dalam urusan, aku memohon kepada-Mu tekad untuk selalu
berada di jalan petunjuk, aku memohon kepada-Mu rasa syukur atas nikmat-Mu, dan
baiknya ibadah kepada-Mu, aku memohon kepada-Mu hati yang bersih, lisan yang
jujur, aku memohon ampun kepada-Mu atas apa yang Engkau ketahui, aku memohon
kepada-Mu kebaikan dari apa yang Engkau ketahui, dan aku berlindung kepada-Mu
dari keburukan yang Engkau ketahui.”
(HR. Ahmad dalam
Musnad, 28/356, no. 17133.
Syu’aib al-Arna’uth
dan para peneliti Musnad Ahmad 28/356:
إِسْنَادُهُ ضَعِيفٌ لِإِبْهَامِ الرَّاوِي
عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ
“Sanadnya lemah
karena perawi dari Syaddad bin Aus tidak disebutkan namanya (majhul).”.
====
KETUJUH
: JALUR ABU AL-‘ALAA
Al-Imam an-Nasa’i
dalam as-Sunan al-Kubra 2/81 no. 1228 berkata :
Telah memberitakan
kepada kami Abu Dawud, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Sulaiman —
maksudnya Ibnu Harb — telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah, dari
Sa’id Al-Jurairi, dari Abu Al-‘Alaa, dari Syaddad bin Aus :
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ فِي صَلَاتِهِ: «اللهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكُ التَّثَبُّتَ
فِي الْأَمْرِ، وَالْعَزِيمَةَ عَلَى الرُّشْدِ، وَأَسْأَلُكَ شَكَرَ نِعْمَتِكَ، وَحَسَنَ
عِبَادَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ قَلْبًا سَلِيمًا، وَلِسَانًا صَادِقًا، وَأَسْأَلُكَ مِنْ
خَيْرِ مَا تَعْلَمُ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا تَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لَمَا
تَعْلَمُ»
“Bahwa Rasulullah ﷺ biasa
berdoa dalam sholatnya: “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu keteguhan dalam
urusan, tekad untuk selalu berada di jalan petunjuk, aku memohon kepada-Mu rasa
syukur atas nikmat-Mu, dan baiknya ibadah kepada-Mu, aku memohon kepada-Mu hati
yang bersih, lisan yang jujur, aku memohon kepada-Mu kebaikan dari apa yang
Engkau ketahui, dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukan yang Engkau
ketahui, dan aku memohon ampun kepada-Mu atas apa yang Engkau ketahui.”
(HR. An-Nasa’i
dalam as-Sunan no. 1304 dan dalam as-Sunan al-Kubro no. 1228, Ibnu Hibban dalam
Shahihnya (Mawarid), no. 2416 dan al-Ihsaan no. 1974).
Syu’aib al-Arna’uth
dalam takhrij al-Ihsan 5/310 no. 1974 berkata :
رِجَالُهُ ثِقَاتٌ إِلَّا أَنَّهُ مُنْقَطِعٌ،
سَقَطَ مِنْ إِسْنَادِهِ رَجُلٌ مِنْ بَنِي حَنْظَلَةَ بَيْنَ أَبِي الْعَلَاءِ وَبَيْنَ
شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ كَمَا يَتَبَيَّنُ مِنَ التَّخْرِيجِ. سَعِيدُ الْجَرِيرِيُّ:
هُوَ سَعِيدُ بْنُ إِيَاسٍ الْجَرِيرِيُّ، وَرِوَايَةُ حَمَّادِ بْنِ سَلَمَةَ عَنْهُ
قَبْلَ الِاخْتِلَاطِ، وَأَبُو الْعَلَاءِ: هُوَ يَزِيدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ الشِّخِّيرِ.
“Para perawinya
terpercaya, hanya saja sanadnya terputus; seorang perawi hilang (terjatuh) dari
Bani Hanzhalah antara Abu Al-‘Ala dan Syaddad bin Aus sebagaimana nampak dalam
takhrij.
Sa’id Al-Jariri
adalah Sa’id bin Iyas Al-Jariri, dan riwayat Hammad bin Salamah darinya adalah
sebelum ia bercampur aduk hafalannya. Adapun Abu Al-‘Ala adalah Yazid bin
Abdullah bin Asy-Syikhkhir”.
Namun hadits ini
dinyatakan shahih oleh Al-Albani karena ada jalur lainnya, dalam Silsilah
Al-Ahadits As-Shahihah, no. 3228, serta dalam Shahih Mawarid Adz-Dzam’an, no.
2047-2416).
===****===
FIQIH HADITS SYADDAD DAN KAITANNYA DENGAN AYAT LARANGAN MENIMBUN HARTA
Dalam hadist
Syaddad bin Aus sebagaimana yang disebutkan diatas terdapat sabda Nabi ﷺ:
«إِذَا كَنَزَ النَّاسُ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ
فَاكْنِزُوا هَذِهِ الْكَلِمَاتِ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الثَّبَاتَ فِي الْأَمْرِ
.... ».
*Jika manusia
menimbun emas dan perak, maka timbunlah oleh kalian kalimat-kalimat doa ini:
Ya Allah, aku
memohon kepada-Mu keteguhan dalam urusan .... dst”.
Dan dalam al-Qur’an
Allah Ta'ala berfirman:
( وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ
وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ
أَلِيمٍ )
(Dan orang-orang
yang menimbun emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka
beritahukanlah kepada mereka bahwa mereka akan menerima siksa yang pedih)
[At-Tawbah: 34].
Ayat dan hadits
menunjukkan adanya celaan dan larangan menimbun harta, termasuk di dalam nya
menimbun emas dan perak.
====
AYAT LARANGAN MENIMBUN HARTA, EMAS DAN PERAK DI HAPUS HUKUM-NYA DAN DIGANTI DENGAN AYAT KEWAJIBAN ZAKAT.
Hukum larangan
menimbun harta kekayaan, termasuk emas dan perak telah dihapus hukumnya (مَنْسُوْخ
حُكْمًا) dan diganti dengan ayat kewajiban membayar
zakat harta.
Allah Ta'ala
berfirman tentang ancaman atas para penimbun harta:
( وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ
وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ )
(Dan orang-orang
yang menimbun emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka
beritahukanlah kepada mereka bahwa mereka akan menerima siksa yang pedih) [At-Tawbah:
34].
Ayat diatas
dimansukh hukumnya dengan ayat-ayat yang mewajibkan baya zakat .
Ayat-ayat Al-Qur’an
yang berbicara tentang zakat sebagai penghapus hukum larangan menimbun harta sangat
banyak, tetapi di antaranya yang paling menonjol adalah firman Allah Ta’ala:
﴿خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ
وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ ۗ وَاللَّهُ
سَمِيعٌ عَلِيمٌ﴾
"Ambillah dari
harta mereka zakat yang dengannya kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan
doakanlah mereka. Sesungguhnya doa kamu adalah ketenteraman bagi mereka. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" (At-Taubah: 103).
Ayat ini
memerintahkan Nabi ﷺ untuk mengambil sedekah (zakat) dari harta kaum muslimin guna
membersihkan dan mensucikan mereka. Selain itu, ada pula ayat-ayat lain yang
memerintahkan menegakkan shalat dan menunaikan zakat secara bersamaan, seperti:
﴿وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا
مَعَ الرَّاكِعِينَ﴾
"Dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang
rukuk" (Al-Baqarah: 43).
Selain itu, ada
ayat dalam Surah At-Taubah yang menetapkan pos-pos penggunaan zakat,
sebagaimana firman Allah Ta’ala:
﴿إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ
وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ
وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ
حَكِيمٌ﴾
"Sesungguhnya
zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk
orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai ketetapan dari Allah. Dan Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana" (At-Taubah: 60).
Ayat ini
menjelaskan bahwa zakat diperuntukkan bagi delapan golongan yang berhak
menerimanya: fakir, miskin, amil zakat, muallaf, memerdekakan budak, orang
berutang, di jalan Allah, dan ibnu sabil.
Secara umum, kata
"zakat" berulang dalam Al-Qur’an sekitar 32 kali, dan sering kali
disebutkan bersama dengan shalat, yang menunjukkan betapa pentingnya zakat
dalam agama Islam. Dan ayat-ayat zakat ini penghapus hukum larangang menimbun
harta,
Imam Bukhari
meriwayatkan dari Khalid bin Aslam bahwa ia berkata:
خَرَجْنَا مَعَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا فَقَالَ أَعْرَابِيٌّ : أَخْبِرْنِي عَنْ قَوْلِ
اللَّهِ : ( وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا
فِي سَبِيلِ اللَّهِ ) قَالَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا : مَنْ
كَنَزَهَا فَلَمْ يُؤَدِّ زَكَاتَهَا فَوَيْلٌ لَهُ ، إِنَّمَا كَانَ هَذَا قَبْلَ
أَنْ تُنْزَلَ الزَّكَاةُ، فَلَمَّا أُنْزِلَتْ جَعَلَهَا اللَّهُ طُهْرًا لِلْأَمْوَالِ
"Kami pergi
bersama Abdullah bin Umar radhiallahu 'anhuma. Lalu datanglah seorang Arab
Badui dan bertanya tentang firman Allah:
'Dan orang-orang
yang menimbun emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah.'
Ibnu Umar
radhiallahu 'anhuma menjawab: 'Barangsiapa menimbunnya dan tidak membayar
zakatnya, maka celakalah dia. Ini adalah sebelum zakat diturunkan. Namun
setelah zakat diturunkan, Allah menjadikannya sebagai penyucian bagi harta.'
[HR. Bukhori no. 1404]
Dalam lafadz
riwayat Ibnu Majah :
خرجتُ معَ عبدِ اللَّهِ بنِ عمرَ فلَحقَهُ
أعرابيٌّ فقالَ لَه قولُ اللَّهِ عزَّ وجلَّ وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ
وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ قالَ لَه ابنُ عمرَ من كنَزَها فلم يؤدِّ
زَكاتَها فويلٌ لَه إنَّما كانَ هذا قبلَ أن تَنزِلَ الزَّكاةُ فلمَّا أُنْزِلَت جعلَها
اللَّهُ طَهورًا للأموالِ ثمَّ التَفتَ فقالَ ما أُبالي لَو كانَ لي أُحُدٌ ذَهَبًا
أعلَمُ عددَهُ وأزَكِّيهِ وأعمَلُ فيهِ بطاعةِ اللَّهِ عزَّ وجلَّ
Aku pergi bersama
Abdullah bin Umar, kemudian seorang Badui menyusulnya. Dia mengatakan kepadanya
firman Allah, "Dan orang-orang yang menimbun emas dan perak dan tidak
menafkahkannya pada jalan Allah."
Ibnu Umar berkata
kepadanya, "Siapa yang menimbunnya dan tidak membayar zakatnya, maka
celakalah dia! Sesungguhnya ini hanya berlaku sebelum ayat zakat diturunkan.
Ketika ayat zakat diturunkan, maka Allah menjadikannya sebagai pensucian bagi
harta."
Kemudian beliau
menoleh dan berkata, "Aku tidak peduli jika seandainya aku memiliki emas
sebesar gunung Uhud dan aku tahu jumlahnya, maka aku akan menunaikan zakatnya
dan menggunakannya untuk ketaatan kepada Allah."
[HR. Ibnu Majah no.
1458. Di shahihkan oleh al-Albaani dalam Shahih Ibnu Majah].
Dan Abu Daud meriwayatkan
dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:
" لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ { وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ
وَالْفِضَّةَ } قَالَ كَبُرَ ذَلِكَ عَلَى
الْمُسْلِمِينَ فَقَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَا أُفَرِّجُ عَنْكُمْ
فَانْطَلَقَ فَقَالَ يَا نَبِيَّ اللَّهِ إِنَّهُ كَبُرَ عَلَى أَصْحَابِكَ هَذِهِ
الْآيَةُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ
اللَّهَ لَمْ يَفْرِضْ الزَّكَاةَ إِلَّا لِيُطَيِّبَ مَا بَقِيَ مِنْ
أَمْوَالِكُمْ وَإِنَّمَا فَرَضَ الْمَوَارِيثَ لِتَكُونَ لِمَنْ بَعْدَكُمْ
فَكَبَّرَ عُمَرُ".
Tatkala turun ayat:
"Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak….." Maka hal tersebut
terasa berat atas umat Islam.
Kemudian Umar
radliallahu 'anhu berkata; “aku akan melapangkan hal itu dari kalian”.
Kemudian ia pergi
dan berkata; “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ayat ini telah terasa berat atas
orang-orang muslim”.
Kemudian Rasulullah
ﷺ
berkata: "Sesungguhnya Allah tidak mewajibkan zakat kecuali untuk
mensucikan apa yang tersisa dari harta kalian, dan mewajibkan warisan untuk
orang-orang yang kalian tinggalkan."
Maka Umar pun
bertakbir”.
[HR. Ahmad dalam
Faho’il ash-Shohaabah no. 560, Abu Daud no. 1664, al-Hakim no. 1/567 no. 1487,
Abu Ya’la no. 2499 dan al-Baihaqi 4/83.
Al-Hakim berkata :
"هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ
الشَّيْخَيْنِ، وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ "
"Ini adalah
hadits yang sahih sesuai syarat dua syaikhoin (yaitu Al-Bukhari dan Muslim),
namun keduanya tidak meriwayatkannya." Dan disetujui oleh adz-Dzahabi
dalam Talkhish 1/567 atas keshahihanya .
Dihasankan oleh
Abdul Qodir al-Arna’uth dalam Takhrij Jami’ al-Ushuul 2/163 . Namun sanad
hadits ini di dhaifkan oleh Syu’aib al-Arna’uth dalam Takhrij Abu Daud 3/97 dan
al-Albaani dalam Shahih Abu Daud no. 1663].
Al-Baihaqi dalam
Syu’ab al-Iman 2/449 no. 1197 meriwayatkan dengan sanad-nya dari Khalid bin
Aslam radhiyallahu ‘anhu, dia berkata :
خَرَجْنَا مَعَ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ
فَقَالَ أَعْرَابِيٌّ: يَقُولُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: {وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ
وَالْفِضَّةَ} [التوبة: 34]، قَالَ ابْنُ عُمَرَ: " مَنْ كَنَزَهُمَا فَلَمْ يُؤَدِّ
زَكَاتَهُمَا فَوَيْلٌ لَهُ إِنَّمَا كَانَ هَذَا قَبْلَ أَنْ تَنْزَلَ الزَّكَاةُ
فَلَمَّا نَزَلَتْ جَعَلَهَا اللهُ طُهْرًا لِلْأَمْوَالِ "، ثُمَّ الْتَفَتَ
إِلَيَّ فَقَالَ: " مَا أُبَالِي لَوْ كَانَ لِي مِثْلُ أُحُدٍ ذَهَبًا أَعْلَمُ
عَدَدَهُ وَأُزَكِّيهِ وَأَعْمَلُ فِيهِ بِطَاعَةِ اللهِ "
“Kami keluar
bersama Abdullah bin Umar, lalu seorang Arab Badui berkata: *“Allah ‘Azza wa
Jalla berfirman: {Dan orang-orang yang menimbun emas dan perak} [At-Taubah:
34].”* Ibnu Umar berkata: *“Barangsiapa menimbunnya berdua (emas dan perak)
lalu tidak menunaikan zakatnya maka celakalah dia. Ayat ini hanyalah sebelum
turunnya kewajiban zakat. Ketika zakat telah diturunkan, maka Allah
menjadikannya sebagai penyuci harta.”*
Kemudian ia
berpaling kepadaku dan berkata: *“Aku tidak peduli seandainya aku memiliki emas
sebesar Gunung Uhud, aku mengetahui hitungannya, aku menunaikan zakatnya, dan
aku menggunakannya dalam ketaatan kepada Allah.”
Lalu al-Baihaqi
berkata :
أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ فِي الصَّحِيحِ
Diriwayatkan oleh
Al-Bukhari dalam *Ash-Shahih*. [Lihat : [Ikhtishor Shahih Bukhori oleh
al-Qurthubi 2/9 no. 705]
Al-Imam
asy-Syawkani dalam kitab "Fathul-Qadir" 2/408 berkata :
"وَأَخْرَجَ ابْنُ الْمُنْذِرِ عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ فِي قَوْلِهِ وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ
قَالَ: هَؤُلَاءِ الَّذِينَ لَا يُؤَدُّونَ الزَّكَاةَ مِنْ أَمْوَالِهِمْ،
وَكُلُّ مَالٍ لَا تُؤَدَّى زَكَاتُهُ، كَانَ عَلَى ظَهْرِ الْأَرْضِ، أَوْ فِي
بَطْنِهَا فَهُوَ كَنْزٌ، وَكُلُّ مَالٍ أُدِّيَتْ زَكَاتُهُ فَلَيْسَ بِكَنْزٍ،
كَانَ عَلَى ظَهْرِ الْأَرْضِ، أَوْ فِي بَطْنِهَا. وَأَخْرَجَهُ عَنْهُ ابْنُ أَبِي
شَيْبَةَ وَابْنُ الْمُنْذِرِ وَأَبُو الشَّيْخِ مِنْ وَجْهٍ آخَرَ:
وَأَخْرَجَ مَالِكٌ وَابْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَابْنُ الْمُنْذِرِ وَابْنُ أَبِي
حَاتِمٍ وَأَبُو الشَّيْخِ عَنِ ابْنِ عُمَرَ نَحْوَهُ. وَأَخْرَجَ ابْنُ
مَرْدَوَيْهِ عَنْهُ نَحْوَهُ مَرْفُوعًا. وَأَخْرَجَ ابْنُ عَدِيٍّ وَالْخَطِيبُ
عَنْ جَابِرٍ نَحْوَهُ مَرْفُوعًا أَيْضًا ....".
“Ibnu
al-Mundzir meriwayatkan dari Ibnu Abbas mengenai firman Allah: {Dan orang-orang
yang menimbun emas dan perak}, Ibnu Abbas berkata: "Mereka adalah
orang-orang yang tidak membayar zakat dari harta mereka. Setiap harta yang
zakatnya tidak dibayar, baik berada di permukaan bumi atau di dalam perut bumi,
itu disebut kanz (timbunan harta). Dan setiap harta yang zakatnya telah
dibayar, maka itu bukan lagi kanz, baik berada di permukaan bumi atau di dalam
perut bumi."
Hal ini juga
diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, Ibnu al-Mundzir, dan Abu Syaikh dari sudut
pandang yang sama.
Malik, Ibnu Abi
Syaibah, Ibnu al-Mundzir, Ibnu Abi Hatim, dan Abu Syaikh meriwayatkan dari Ibnu
Umar dengan lafazh yang serupa.
Ibnu Mardawaih juga
meriwayatkannya dari Ibnu Umar dengan lafazh yang serupa, dalam bentuk hadits
marfu'.
Ibnu Adi dan
al-Khatib meriwayatkannya dari Jabir dengan lafazh yang serupa, juga dalam
bentuk hadits marfu'..... “. Selesai.
Dan Abu Dawud
meriwayatkan dari Ummu Salamah radhiallahu 'anha bahwa Nabi ﷺ
bersabda:
( مَا بَلَغَ أَنْ تُؤَدَّى زَكَاتُهُ
فَزُكِّيَ فَلَيْسَ
بِكَنْزٍ )
"Jika sudah
sampai waktunya untuk membayar zakatnya dan dia membayarnya, maka dia bukanlah
termasuk golongan yang menimbun harta [Kanz]."
[Hadits ini
dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahih Abu Dawud no. 1564].
Imam Malik
meriwayatkan dalam al-Muwaththa' no. 595 dari Abdullah bin Dinar bahwa dia
berkata:
سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ
وَهُوَ يُسْأَلُ عَنْ الْكَنْزِ مَا هُوَ ؟ فَقَالَ : هُوَ الْمَالُ الَّذِي لَا
تُؤَدَّى مِنْهُ الزَّكَاةُ .
"Saya
mendengar Abdullah bin Umar sedang ditanya tentang harta kekayaan apa itu? Dia
menjawab: 'Itu adalah harta yang tidak diwajibkan zakatnya.'"
Dan Al-Imam Malik
dalam Muwaththa riwayat Ibnu Wahb hal. 74 no. 201 berkata :
أَخْبَرَكَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ،
قَالَ: «كُلُّ مَالٍ يُؤَدَّى زَكَاتُهُ فَلَيْسَ بِكَنْزٍ، وَإِنْ كَانَتْ تَحْتَ
سَبْعِ أَرَضِينَ، وَكُلُّ مَالٍ لَا يُؤَدَّى زَكَاتُهُ فَهُو كَنْزٌ، وَإِنْ كَانَ
ظَاهِرًا فَوْقَ الْأَرْضِ»
Abdullah bin Umar memberitahumu, ia berkata:
“Setiap harta yang ditunaikan zakatnya maka itu bukanlah kanz (harta yang
ditimbun), meskipun berada di bawah tujuh lapis bumi. Dan setiap harta yang
tidak ditunaikan zakatnya maka itulah kanz (harta yang ditimbun), meskipun
tampak di atas permukaan bumi.”
Al-Mundziri dalam
at-Targhib 1/520 berkata :
رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ فِي الْأَوْسَطِ
مَرْفُوعًا، وَرَوَاهُ غَيْرُهُ.
“Diriwayatkan oleh
Ath-Thabarani dalam *Al-Awsath* secara marfu‘ (disandarkan kepada Rasulullah ﷺ), dan
juga diriwayatkan oleh selainnya”.
Namun Al-Baihaqi
berkata:
لَيْسَ بِمَحْفُوظٍ وَالْمَشْهُورُ وَقْفُهُ.
*“Hadis ini seacar
marfu’ tidak terpelihara (tidak shahih) dan yang masyhur adalah mauquf
(berhenti pada sahabat).”*
Muhammad al-Adziim
al-Abaadi dalam "Aun al-Ma'bud" 5/56 berkata :
وَحَاصِلُ الْجَوَابِ أَنَّ الْمُرَادَ
بِالْكَنْزِ مَنْعُ الزَّكَاةِ لَا الْجَمْعُ مُطْلَقًا
“Intinya, yang dimaksud
dengan "kunuz" di sini adalah menahan zakat, bukan mengumpulkan harta
secara mutlak”.
Ibnu Katsir
rahimahullah berkata dalam tafsir nya :
"Adapun harta
kekayaan, Malik telah mengatakan dari Abdullah bin Dinar dari Ibnu Umar:
هُوَ الْمَالُ الَّذِي لَا تُؤَدَّى
مِنْهُ الزَّكَاةُ
Itu adalah harta
yang tidak membayar zakatnya.
Dan diriwayatkan
oleh Ats-Tsawri dan yang lainnya dari Ubaidillah dari Nafi' dari Ibnu Umar, dia
berkata:
مَا أُدِّي زكاتُه فَلَيْسَ بِكَنْزٍ
وَإِنْ كَانَ تَحْتَ سَبْعِ أَرَضِينَ، وَمَا كَانَ ظَاهِرًا لَا تُؤَدَّى
زَكَاتُهُ فَهُوَ كَنْزٌ
Barangsiapa yang
membayar zakatnya, maka itu bukanlah kekayaan, meskipun itu berada di bawah
tujuh lapis bumi. Dan barangsiapa yang secara nyata tidak membayar zakatnya,
maka itu adalah kekayaan.
Hal ini juga
diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Jabir, dan Abu Hurairah dengan dua bentuk
riwayat, dengan sanad mawquf dan juga marfu’, dan juga Umar bin Khattab dengan
mengatakan yang serupa:
"أَيُّمَا مَالٍ أَدَّيْتَ زَكَاتَهُ
فَلَيْسَ بِكَنْزٍ وَإِنْ كَانَ مَدْفُونًا فِي الْأَرْضِ، وَأَيُّمَا مَالٍ لَمْ
تُؤَدِّ زَكَاتَهُ فَهُوَ كَنْزٌ يُكْوَى بِهِ صَاحِبُهُ وَإِنْ كَانَ عَلَى
وَجْهِ الْأَرْضِ"
Apapun harta yang
telah dibayarkan zakatnya, maka itu bukanlah kekayaan, meskipun itu terkubur
dalam tanah. Dan apapun harta yang tidak membayar zakatnya, maka itu adalah
kekayaan yang akan menyiksa pemiliknya, meskipun itu berada di atas permukaan
bumi."
Imam Bukhari
meriwayatkan dari hadits Az-Zuhri, dari Khalid bin Aslam, dia berkata:
خَرَجْنَا مَعَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
عُمَرَ، فَقَالَ: هَذَا قَبْلَ أَنْ تَنْزِلَ الزَّكَاةُ، فَلَمَّا نَزَلَتْ
جَعَلَهَا اللَّهُ طُهرًا لِلْأَمْوَالِ
"Kami pergi
bersama Abdullah bin Umar, lalu dia berkata: Ini adalah sebelum turunnya zakat,
dan ketika zakat diturunkan, Allah menjadikannya sebagai penyucian bagi
harta." [Ikhtishor Shahih Bukhori oleh al-Qurthubi 2/9 no. 705].
Demikian pula Umar
bin Abdul Aziz dan 'Irak bin Malik mengatakan:
نَسَخَهَا قَوْلُهُ تَعَالَى: { خُذْ
مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا } [التَّوْبَةِ:
103]
Allah memansukhnya
[menghapusnya] dengan firman-Nya: { Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan
zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka } [At-Tawbah:
103].
Sa’id bin Muhammad
bin Ziyad juga mengatakan, dari Abu Umamah, bahwa dia berkata:
حِلْيَةُ السُّيُوفِ مِنَ الْكَنْزِ
مَا أُحَدِّثُكُمْ إِلَّا مَا سَمِعْتُ
"Perhiasan
pada pedang termasuk dalam harta kekayaan, aku hanya bercerita kepada kalian
apa yang aku dengar." [Baca : Tafsir Ibnu Katsir 4/139].
Muhammad Syarful Haq al-‘Adzim al-Abaadi dalam ‘Aunul Ma’bud
4/299 berkata :
Diriwayatkan oleh
Al-Hakim dalam "Al-Mustadrak" dari Muhammad bin Al-Muhajir dari
Tsabit dengannya, dan ia berkata: “Hadis ini shahih menurut syarat Al-Bukhari
dan keduanya (Al-Bukhari dan Muslim) tidak meriwayatkannya”. Dan lafazhnya:
" إِذَا
أَدَّيْتَ زَكَاتَهُ فَلَيْسَ بِكَنْزٍ".
‘Apabila engkau
menunaikan zakatnya maka itu bukanlah kanz (harta yang ditimbun).’
Demikian pula
diriwayatkan oleh Ad-Daraquthni kemudian Al-Baihaqi dalam kitab Sunan mereka.
Al-Baihaqi
berkata: “Yang meriwayatkannya sendirian adalah Tsabit bin ‘Ajlan.”
Disebutkan dalam
At-Tanqih: “Dan ini tidak berbahaya, karena Tsabit bin ‘Ajlan juga diriwayatkan
oleh Al-Bukhari dan dinyatakan tsiqah oleh Ibnu Ma’in dan An-Nasa’i. Adapun
perkataan Abdul Haq bahwa dia tidak bisa dijadikan hujjah, itu pendapat yang
tidak diikuti oleh selainnya.”
Ibnu Daqiq Al-‘Id
berkata:
“Dan perkataan
Al-‘Uqaili tentang Tsabit bin ‘Ajlan ‘tidak diikuti dalam hadisnya’ adalah
sikap berlebihan darinya.” Malik meriwayatkan dalam Al-Muwaththa’ dari Abdullah
bin Dinar bahwa ia berkata:
سَمِعْتُ
عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ وَهُوَ يُسْأَلُ عَنِ الْكَنْزِ مَا هُوَ فَقَالَ هُوَ
الْمَالُ الَّذِي لَا تُؤَدَّى مِنْهُ الزَّكَاةُ
“Aku mendengar
Abdullah bin Umar ketika ditanya tentang kanz (harta yang ditimbun), apa itu?
Maka ia berkata: ‘Ia adalah harta yang tidak ditunaikan zakatnya.’” (Selesai)
Maka maksudnya:
“Harta yang ditunaikan zakatnya maka itu bukanlah kanz.” Dan penafsiran ini dipegang
oleh jumhur ulama dan para fuqaha di berbagai negeri”.
Al-Baihaqi
meriwayatkan dari Ibnu Umar secara marfu‘:
كُلُّ مَا
أَدَّيْتَ زَكَاتَهُ وَإِنْ كَانَتْ تَحْتَ سَبْعِ أَرْضِينَ فَلَيْسَ
بِكَنْزٍ وَكُلُّ مالا تُؤَدَّى زَكَاتَهُ فَهُوَ كَنْزٌ وَإِنْ كَانَ ظَاهِرًا
عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ
“Segala sesuatu
yang ditunaikan zakatnya, meskipun berada di bawah tujuh lapis bumi, maka itu
bukanlah kanz. Dan setiap harta yang tidak ditunaikan zakatnya maka itulah
kanz, meskipun tampak di permukaan bumi.”
Al-Baihaqi
berkata: “Hadis dengan sanad marfu’ ini tidak terpelihara (tidak shahih) dan
yang masyhur adalah mauquf.”
Ibnu Abdil Barr
berkata: “Hadis Abu Hurairah secara marfu‘ mendukungnya:
إِذَا
أَدَّيْتَ زَكَاةَ مَالِكَ فَقَدْ قَضَيْتَ مَا عَلَيْكَ
‘Apabila engkau
menunaikan zakat hartamu maka engkau telah menunaikan kewajibanmu.’
Diriwayatkan oleh
At-Tirmidzi dan ia berkata: ‘Hasan gharib,’ dan Al-Hakim menshahihkannya.”
Ibnu Abdil Barr
juga berkata: “Dalam sanad hadis Ummu Salamah terdapat pembicaraan.”
Az-Zain Al-‘Iraqi
berkata: “Sanadnya baik.”
Ibnu Abi Syaibah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas:
مَا أُدِّيَ
زَكَاتُهُ فَلَيْسَ بِكَنْزٍ
‘Apa yang
ditunaikan zakatnya maka itu bukanlah kanz.’
Dan Al-Hakim
meriwayatkan dari Jabir secara marfu‘:
إِذَا
أَدَّيْتَ زَكَاةَ مَالِكَ فَقَدْ أَذْهَبْتَ عَنْكَ شَرَّهُ
‘Apabila engkau
menunaikan zakat hartamu maka engkau telah menghilangkan keburukannya darimu.’
Abdur Razzaq
meriwayatkannya secara mauquf dan pendapat ini dikuatkan oleh Abu Zur‘ah,
Al-Baihaqi, dan yang lainnya. [Selesai Kutipan dari ‘Aunul Ma’bud 4/299]
Dengan ini,
jelaslah bahwa penumpukkan hara kekayaan yang tercela adalah yang tidak
membayar zakatnya, sedangkan jika jumlahnya tidak mencapai nishob atau telah
mencapai nisab namun zakatnya telah dibayarkan, maka itu bukanlah penimbunan
harta kekayaan tercela.
Dengan demikian,
Islam tidak mengharamkan penumpukan harta kekayaan secara mutlak, tetapi
melarang ketidakmemberian zakat.
===***===
NABI AYYUB (AS) MESKI SUDAH KAYA, NAMUN TIDAK PERNAH PUAS DENGAN RIZKI HALAL DAN BERKAH.
Dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda:
بَيْنَمَا أَيُّوبُ يَغْتَسِلُ
عُرْيَانًا خَرَّ عَلَيْهِ رِجْلُ جَرَادٍ مِنْ ذَهَبٍ فَجَعَلَ يَحْثِي فِي
ثَوْبِهِ فَنَادَى رَبُّهُ يَا أَيُّوبُ أَلَمْ أَكُنْ أَغْنَيْتُكَ عَمَّا تَرَى
قَالَ بَلَى يَا رَبِّ وَلَكِنْ لَا غِنَى بِي عَنْ بَرَكَتِكَ
"Ketika Ayyub
sedang mandi dalam keadaan telanjang, tiba-tiba segerombolan belalang dari emas
jatuh di atasnya. Lalu, Ayyub mengumpulkannya ke dalam pakaiannya.
Kemudian, Tuhannya
memanggilnya : 'Wahai Ayyub, bukankah Aku telah memberimu kekayaan sehingga
kamu tidak memerlukan apa yang kamu lihat ini ?'
Ayyub
menjawab, 'Benar wahai Rabbku, namun saya tidak pernah merasa cukup dari
barakah-Mu'." [HR. Bukhori no. 7493]
Dalam salah satu
riwayat Bukhori no. 279:
جَرَادٍ مِنْ ذَهَبٍ
“Belalang-belalang
dari emas”.
Syeikh Alwi Abdul
Qodir as-Saqqaaf berkata :
وَفِي ذَلِكَ شُكْرٌ عَلَى
النِّعْمَةِ، وَتَعْظِيمٌ لِشَأْنِهَا، وَفِي الْإِعْرَاضِ عَنْهَا كُفْرٌ بِهَا.
وَفِي الْحَدِيثِ: مَشْرُوعِيَّةُ الْحِرْصِ عَلَى الْمَالِ الْحَلَالِ. وَفِيهِ:
بَيَانُ فَضْلِ الْغِنَى لِمَنْ شَكَرَ؛ لِأَنَّهُ سَمَّاهُ بَرَكَةً.
"Di dalam hal
itu terdapat rasa syukur atas nikmat, dan pengagungan terhadap kedudukannya.
Sementara berpaling darinya merupakan bentuk kekufuran terhadap nikmat
tersebut. Dalam hadits ini juga terdapat ajaran tentang pentingnya mencari
harta yang halal. Selain itu, hadits ini menjelaskan keutamaan kekayaan bagi
orang yang bersyukur, karena kekayaan tersebut disebut sebagai berkah."
Al-Hafidz Ibnu
Hajar ketika menjelaskan hadits di atas, dia berkata :
وَفِي رِوَايَةِ بَشِيرِ بْنِ
نَهِيكٍ فَقَالَ وَمَنْ يَشْبَعُ مِنْ رَحْمَتِكَ أَوْ قَالَ مِنْ فَضْلِكَ وَفِي
الْحَدِيثِ جَوَازُ الْحِرْصِ عَلَى الِاسْتِكْثَارِ مِنَ الْحَلَالِ فِي حَقِّ
مَنْ وَثِقَ مِنْ نَفْسِهِ بِالشُّكْرِ عَلَيْهِ وَفِيهِ تَسْمِيَةُ الْمَالِ
الَّذِي يَكُونُ مِنْ هَذِهِ الْجِهَةِ بَرَكَةً وَفِيهِ فَضْلُ الْغَنِيِّ
الشَّاكِرِ .
وَاسْتَنْبَطَ مِنْهُ الْخَطَّابِيُّ
جَوَازَ أَخْذِ النُّثَارِ فِي الاملاك وَتعقبه بن التِّينِ فَقَالَ هُوَ شَيْءٌ
خَصَّ اللَّهُ بِهِ نَبِيَّهُ أَيُّوبَ وَهُوَ بِخِلَافِ النُّثَارِ فَإِنَّهُ
مِنْ فِعْلِ الْآدَمِيِّ فَيُكْرَهُ لِمَا فِيهِ مِنَ السَّرَفِ وَرُدَّ عَلَيْهِ
بِأَنَّهُ أُذِنَ فِيهِ مِنْ قِبَلِ الشَّارِعِ إِنْ ثَبَتَ الْخَبَرُ وَيُسْتَأْنَسُ
فِيهِ بِهَذِهِ الْقِصَّةِ وَاللَّهُ أَعْلَمُ
"Dan
dalam riwayat Basyir bin Nahik disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ berkata:
'Siapa yang bisa merasa puas dengan rahmat-Mu' atau beliau berkata, 'dengan
karunia-Mu.'
Dalam hadits ini
terdapat kebolehan untuk bersemangat dalam memperbanyak harta yang halal bagi
orang yang yakin dirinya mampu bersyukur atasnya. Selain itu, bahwa harta yang
diperoleh dari cara tersebut, disebut sebagai berkah.
Hadits ini juga
menunjukkan keutamaan orang kaya yang bersyukur.
Al-Khattabi
mengambil kesimpulan dari hadits ini tentang kebolehan mengambil harta yang
disebarkan (ditawurkan atau di sawerkan) dalam acara pernikahan.
Namun Ibnu at-Tiin
mengkritiknya dengan mengatakan bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang dikhususkan
oleh Allah untuk Nabi-Nya, Ayyub, dan itu berbeda dengan harta yang disebarkan
oleh manusia, karena hal tersebut makruh disebabkan adanya unsur pemborosan.
Akan tetap kritikan
Ibnu at-Tin ini ditanggapi dengan argumen bahwa hal itu telah diizinkan oleh
syariat jika haditsnya sahih, dan kisah ini bisa dijadikan petunjuk. Wallahu
a'lam." [Fathul Bari 6/421].
===***===
MADZHAB ABU DZAR : HARAM MENYIMPAN HARTA MELIBIHI KEBUTUHAN POKOK:
Sahabat Abu Dzar –
radhiyallhu ‘anhu – adalah satu-satunya sahabat yang berpendapat bahwa
mensedekahkan semua harta yang melebihi kebutuhan pokok seorang Muslim, adalah
wajib.
Beliau berfatwa
tentang hal tersebut, dengan fatwa yang keras, beliau mendorong orang-orang
untuk melakukannya, dan beliau ber-argumentasi dengan firman Allah Ta'ala:
وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ
وَالْفِضَّةَ وَلا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ
أَلِيمٍ
"Dan
orang-orang yang menimbun emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan
Allah, maka beritakanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksaan
yang pedih." (QS. At-Taubah: 34).
Dari Al Ahnaf
bin Qais ia berkata:
"قَدِمْتُ الْمَدِينَةَ فَبَيْنَا أَنَا
فِي حَلْقَةٍ فِيهَا مَلَأٌ مِنْ قُرَيْشٍ إِذْ جَاءَ رَجُلٌ أَخْشَنُ الثِّيَابِ
أَخْشَنُ الْجَسَدِ أَخْشَنُ الْوَجْهِ فَقَامَ عَلَيْهِمْ فَقَالَ بَشِّرْ
الْكَانِزِينَ بِرَضْفٍ يُحْمَى عَلَيْهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَيُوضَعُ عَلَى
حَلَمَةِ ثَدْيِ أَحَدِهِمْ حَتَّى يَخْرُجَ مِنْ نُغْضِ كَتِفَيْهِ وَيُوضَعُ
عَلَى نُغْضِ كَتِفَيْهِ حَتَّى يَخْرُجَ مِنْ حَلَمَةِ ثَدْيَيْهِ يَتَزَلْزَلُ
قَالَ فَوَضَعَ الْقَوْمُ رُءُوسَهُمْ فَمَا رَأَيْتُ أَحَدًا مِنْهُمْ رَجَعَ
إِلَيْهِ شَيْئًا قَالَ فَأَدْبَرَ وَاتَّبَعْتُهُ حَتَّى جَلَسَ إِلَى سَارِيَةٍ
فَقُلْتُ مَا رَأَيْتُ هَؤُلَاءِ إِلَّا كَرِهُوا مَا قُلْتَ لَهُمْ قَالَ إِنَّ
هَؤُلَاءِ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا إِنَّ خَلِيلِي أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعَانِي فَأَجَبْتُهُ فَقَالَ أَتَرَى أُحُدًا
فَنَظَرْتُ مَا عَلَيَّ مِنْ الشَّمْسِ وَأَنَا أَظُنُّ أَنَّهُ يَبْعَثُنِي فِي
حَاجَةٍ لَهُ فَقُلْتُ أَرَاهُ فَقَالَ مَا يَسُرُّنِي أَنَّ لِي مِثْلَهُ ذَهَبًا
أُنْفِقُهُ كُلَّهُ إِلَّا ثَلَاثَةَ دَنَانِيرَ ثُمَّ هَؤُلَاءِ يَجْمَعُونَ
الدُّنْيَا لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا قَالَ قُلْتُ مَا لَكَ وَلِإِخْوَتِكَ مِنْ
قُرَيْشٍ لَا تَعْتَرِيهِمْ وَتُصِيبُ مِنْهُمْ قَالَ لَا وَرَبِّكَ لَا
أَسْأَلُهُمْ عَنْ دُنْيَا وَلَا أَسْتَفْتِيهِمْ عَنْ دِينٍ حَتَّى أَلْحَقَ
بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ".
Ketika aku berada
di Madinah dan berada dalam sekelompok orang Quraisy, tiba-tiba
datanglah seorang laki-laki yang berpakaian dari bahan yang kasar, kulit
serta wajahnya juga kasar.
Kemudian laki-laki
itu berdiri seraya berkata: "Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang
menumpuk harta, bahwa mereka akan disiksa dengan batu yang dipanaskan di dalam
neraka jahannam. Lalu diletakkan di atas dada salah seorang dari mereka hingga
batu itu keluar dari pundak mereka. Kemudian batu itu diletakkan di
tengah-tengah kedua pundaknya hingga keluar dari dadanya dengan mendidih."
(Mendengar hal itu)
orang-orang pun menundukkan kepala. Dan aku tidak melihat seorang pun dari
mereka kembali memandangnya. Kemudian laki-laki itu berbalik, lalu kuikuti
sampai ia duduk di rombongannya.
Maka kukatakan
padanya : "Tidaklah aku melihat mereka, melainkan benci terhadap apa yang
telah Anda katakan."
Ia berkata:
"Sesungguhnya orang-orang itu tidak memahami sedikitpun. Sesungguhnya
kekasihku Abu Al Qasim ﷺ pernah memanggilku, lalu aku pun menjawab panggilannya.
Kemudian beliau ﷺ bertanya: 'Apakah kamu melihat bukit gunung Uhud? '
Lalu aku melihat
matahari yang menyinariku, dan aku menyangka bahwa beliau akan mengutusku untuk
suatu keperluan, lalu aku jawab, "Ya, aku lihat."
Maka beliau
bersabda: 'Tidaklah membahagiakanku jika aku memiliki emas sebesar bukit itu,
bahkan aku akan menginfakkannya seluruhnya, kecuali tiga Dinar.'
Namun mereka itu
mengumpulkan harta benda dunia dan mereka tidak berakal sedikitpun."
Aku bertanya,
"Kenapa Anda dan saudara perempuan Anda dari Quraisy tidak mendatangi dan
meminta kepada mereka?"
Ia menjawab,
"Tidak, dan demi Rabb-mu, aku tidak akan meminta dunia pada mereka dan
tidak pula akan meminta fatwa pada mereka hingga aku berjumpa dengan Allah dan
Rasul-Nya." [HR. Muslim no. 1656].
Pendapat Abu Dzar
ini berbeda dengan pendapat seluruh para sahabat selain dirinya, mereka
berpendapat bahwa yang dimaksud dengan harta kunuz [harta yang ditimbun] itu
adalah harta yang tidak dikeluarkan zakatnya.
Dan tidak diragukan
lagi bahwa kebenaran ada pada pihak seluruh para sahabat selain Abu Dzar dalam
apa yang mereka pegang.
Imam Nawawi dalam
Syarah Shahih Muslim ketika membahas ucapan Abu Dzar diatas, dia berkata :
أَمَّا قَوْلُهُ بَشِّرَ الْكَانِزِينَ
فَظَاهِرُهُ أَنَّهُ أَرَادَ الِاحْتِجَاجَ لِمَذْهَبِهِ فِي أَنَّ الْكَنْزَ
كُلُّ مَا فَضَلَ عَنْ حَاجَةِ الْإِنْسَانِ هَذَا هُوَ الْمَعْرُوفُ مِنْ مذهب
أبي ذر وورى عَنْهُ غَيْرُهُ وَالصَّحِيحُ الَّذِي عَلَيْهِ الْجُمْهُورُ أَنَّ
الْكَنْزَ هُوَ الْمَالُ الَّذِي لَمْ تُؤَدَّ زَكَاتُهُ فَأَمَّا إِذَا أُدِّيَتْ
زَكَاتُهُ فَلَيْسَ بِكَنْزٍ سَوَاءٌ كَثُرَ أَمْ قَلَّ
"Adapun
perkataannya 'بَشِّرَ الْكَانِزِينَ', maka tampaknya dia ingin berhujjah untuk madzhabnya bahwa
harta yang ditimbun (kanz) adalah segala sesuatu yang melebihi kebutuhan pokok
manusia. Ini adalah pandangan yang masyhur dari madzhab Abu Dzar dan juga
diriwayatkan dari beliau oleh yang lain.
Namun pendapat yang
shahih dan benar adalah pendapat mayoritas para sahabat, yaitu bahwa yang dimaksud dengan kanz [harta yang
ditimbun] adalah harta yang belum dikeluarkan zakatnya. Jadi jika zakatnya
telah dikeluarkan, maka tidak lagi disebut kanz, tidak peduli apakah jumlahnya
banyak atau sedikit." [ Syarah Shahih Muslim 7/77].
Perbedaan
pendapat antara Abu Dzar dangan para sahabat ini
dijelaskan dalam al-Mawsuu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah 2/348 :
وَإِنْ كَانَتِ الأْمْوَال
الْمُدَّخَرَةُ أَكْثَرَ مِنَ النِّصَابِ، وَصَاحِبُهَا يُؤَدِّي زَكَاتَهَا،
وَهِيَ فَائِضَةٌ عَنْ حَاجَاتِهِ الأْصْلِيَّةِ، فَقَدْ وَقَعَ الْخِلاَفُ فِي
حُكْمِ ادِّخَارِهَا: فَذَهَبَ جُمْهُورُ الْعُلَمَاءِ مِنَ الصَّحَابَةِ
وَغَيْرِهِمْ إِلَى جَوَازِهِ، وَمِنْهُمْ عُمَرُ وَابْنُهُ، وَابْنُ عَبَّاسٍ
وَجَابِرٌ. وَيُسْتَدَل لِمَا ذَهَبُوا إِلَيْهِ بِآيَاتِ الْمَوَارِيثِ؛ لأِنَّ
اللَّهَ جَعَل فِي تَرِكَةِ الْمُتَوَفّى أَنْصِبَاءَ لِوَرَثَتِهِ، وَهَذَا لاَ
يَكُونُ إِلاَّ إِذَا تَرَكَ الْمُتَوَفُّونَ أَمْوَالاً مُدَّخَرَةً، كَمَا
يُسْتَدَل لَهُمْ بِحَدِيثِ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ الْمَشْهُورِ: إِنَّكَ
إِنْ تَدَعْ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ، خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَدَعَهُمْ عَالَةً
يَتَكَفَّفُونَ النَّاسَ فِي أَيْدِيهِمْ. وَهَذَا نَصٌّ فِي أَنَّ ادِّخَارَ
شَيْءٍ لِلْوَرَثَةِ، بَعْدَ أَدَاءِ الْحُقُوقِ الْمَالِيَّةِ الْوَاجِبَةِ مِنْ
زَكَاةٍ وَغَيْرِهَا، خَيْرٌ مِنْ عَدَمِ التَّرْكِ.
وَذَهَبَ أَبُو ذَرٍّ الْغِفَارِيُّ
-رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ- إِلَى أَنَّ ادِّخَارَ الْمَال الزَّائِدِ عَنْ حَاجَةِ
صَاحِبِهِ -مِنْ نَفَقَتِهِ وَنَفَقَةِ عِيَالِهِ- هُوَ ادِّخَارٌ حَرَامٌ، وَإِنْ
كَانَ يُؤَدِّي زَكَاتَهُ. وَكَانَ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ- يُفْتِي بِذَلِكَ،
وَيَحُثُّ النَّاسَ عَلَيْهِ، فَنَهَاهُ مُعَاوِيَةُ بْنُ أَبِي سُفْيَانَ -رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمَا- وَكَانَ أَمِيرًا عَلَى الشَّامِ- عَنْ ذَلِكَ؛ لأِنَّهُ خَافَ
أَنْ يَضُرَّهُ النَّاسُ فِي هَذَا، فَلَمْ يَتْرُكْ دَعْوَةَ النَّاسِ إِلَى
ذَلِكَ، فَشَكَاهُ إِلَى أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ،
فَاسْتَقْدَمَهُ عُثْمَانُ إِلَى الْمَدِينَةِ الْمُنَوَّرَةِ، وَأَنْزَلَهُ
الرَّبَذَةَ، فَبَقِيَ فِيهَا إِلَى أَنْ تَوَفَّاهُ اللَّهُ تَعَالَى. اهـ.
وَقَالَ الْقُرْطُبِيُّ فِي
تَفْسِيرِ قَوْلِهِ تَعَالَى: { وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ
وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ} .
[التوبة:34]
قال: أَسْنَدَ
الطَّبَرِيُّ إِلَى أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ، قَالَ: مَاتَ رَجُلٌ مِنْ
أَهْلِ الصُّفَّةِ، فَوُجِدَ فِي بُرْدَتِهِ دِينَارٌ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (كَيَّةٌ). ثُمَّ مَاتَ آخَرُ، فَوُجِدَ لَهُ
دِينَارَانِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
(كَيَّتَانِ). وَهَذَا إِمَّا لِأَنَّهُمَا كَانَا يَعِيشَانِ مِنَ الصَّدَقَةِ
وَعِنْدَهُمَا التِّبْرُ، وَإِمَّا لِأَنَّ هَذَا كَانَ فِي صَدْرِ الْإِسْلَامِ،
ثُمَّ قَرَّرَ الشَّرْعُ ضَبْطَ الْمَالِ وَأَدَاءَ حَقِّهِ. وَلَوْ كَانَ ضَبْطُ
الْمَالِ مَمْنُوعًا، لَكَانَ حَقُّهُ أَنْ يُخْرَجَ كُلُّهُ، وَلَيْسَ فِي
الْأُمَّةِ مَنْ يُلْزَمُ هَذَا. وَحَسْبُكَ حَالُ الصَّحَابَةِ وَأَمْوَالُهُمْ
رِضْوَانُ اللَّهِ عَلَيْهِمْ.
وَأَمَّا مَا ذُكِرَ عَنْ أَبِي
ذَرٍّ، فَهُوَ مَذْهَبٌ لَهُ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ. وَقَدْ رَوَى مُوسَى بْنُ
عُبَيْدَةَ عَنْ عِمْرَانَ بْنِ أَبِي أَنَسٍ عَنْ مَالِكِ بْنِ أَوْسِ بْنِ
الْحَدَثَانِ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ جَمَعَ دينارا أو درهما أَوْ تِبْرًا أَوْ فِضَّةً، وَلَا
يَعُدُّهُ لِغَرِيمٍ وَلَا يُنْفِقُهُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، فَهُوَ كَنْزٌ يُكْوَى
بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
قُلْتُ: هَذَا الَّذِي يَلِيقُ
بِأَبِي ذَرٍّ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ- أَنْ يَقُولَ بِهِ، وَأَنَّ مَا فَضَلَ
عَنِ الْحَاجَةِ فَلَيْسَ بِكَنْزٍ إِذَا كَانَ مُعَدًّا لِسَبِيلِ اللَّهِ.
وَقَالَ أَبُو أُمَامَةَ: مَنْ خَلَّفَ بِيضًا أَوْ صُفْرًا كُوِيَ بِهَا،
مَغْفُورًا لَهُ أَوْ غَيْرَ مَغْفُورٍ لَهُ، أَلَا إِنَّ حِلْيَةَ السَّيْفِ مِنْ
ذَلِكَ. وَرَوَى ثَوْبَانُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: مَا مِنْ رَجُلٍ يَمُوتُ وَعِنْدَهُ أَحْمَرُ أَوْ أَبْيَضُ،
إِلَّا جَعَلَ اللَّهُ لَهُ بِكُلِّ قِيرَاطٍ صَفِيحَةً يُكْوَى بِهَا مِنْ
فَرْقِهِ، إِلَى قَدَمِهِ، مَغْفُورًا لَهُ بَعْدَ ذَلِكَ أَوْ مُعَذَّبًا.
قُلْتُ: وَهَذَا مَحْمُولٌ عَلَى مَا
لَمْ تُؤَدَّ زَكَاتُهُ، بِدَلِيلِ مَا ذَكَرْنَا فِي الْآيَةِ قَبْلَ هَذَا.
فَيَكُونُ التَّقْدِيرُ: وَعِنْدَهُ أَحْمَرُ أَوْ أَبْيَضُ لَمْ يُؤَدِّ
زَكَاتَهُ. وَكَذَلِكَ مَا رُوِيَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ-:
مَنْ تَرَكَ عَشَرَةَ آلَافٍ، جُعِلَتْ صَفَائِحَ يُعَذَّبُ بِهَا صَاحِبُهَا
يَوْمَ الْقِيَامَةِ. أَيْ إِنْ لَمْ يُؤَدِّ زَكَاتَهَا، لِئَلَّا تَتَنَاقَضَ
الْأَحَادِيثُ. اهـ.
“Jika harta yang
disimpan melebihi nisab, dan pemiliknya membayar zakatnya, dan harta tersebut
merupakan kelebihan dari kebutuhan pokoknya, maka terjadi perbedaan pendapat
mengenai hukum menyimpannya :
Mayoritas ulama
dari kalangan sahabat dan yang lainnya berpendapat bahwa hal tersebut
diperbolehkan. Di antara mereka adalah Umar, putranya, Ibnu Abbas, dan Jabir.
Mereka menggunakan
dalil untuk pendapat mereka dari ayat-ayat tentang warisan, karena Allah telah
menetapkan wasiat bagi warisnya dalam harta peninggalan orang yang meninggal,
dan hal ini hanya terjadi jika orang yang meninggal meninggalkan harta
simpanan, seperti yang dinyatakan dalam hadits yang mashur dari Sa'd bin Abi
Waqqas:
"Jika kamu
meninggalkan warisan kepada keluargamu yang kaya, itu lebih baik daripada
meninggalkan mereka miskin meminta-minta kepada manusia." [HR. Bukhori]
Ini adalah dalil
bahwa menyimpan sesuatu untuk waris, setelah membayar kewajiban finansial yang
wajib seperti zakat dan yang lainnya, lebih baik daripada tidak meninggalkan
apapun.
Berbeda dengan Abu
Dzar al-Ghifari (ra), maka dia berpendapat bahwa menyimpan kelebihan harta dari
kebutuhan pemiliknya - baik itu untuk kebutuhan pribadi maupun keluarganya -
adalah haram, meskipun zakatnya telah dibayar. [ Baca :Thabaqot Ibnu Sa’ad
4/226]
Beliau (ra) memberi
fatwa tentang hal ini dan mendorong orang-orang untuk melakukannya.
Namun Mu'awiyah
bin Abi Sufyan - semoga Allah meridhainya - yang saat itu menjadi gubernur
di Syam, mencegahnya. Karena beliau khawatir bahwa tindakan Abu Dzar ini akan
membahayakan perekonomian orang banyak, akan tetapi Abu dzar tetap bersikeras
tidak mau meninggalkan seruan kepada orang untuk melakukan hal tersebut. Maka
Mu'awiyah kemudian mengadukan hal ini kepada Khalifah Utsman bin Affan,
yang kemudian memanggil Abu Dzar ke Madinah, dan menempatkannya di wialayah
Rabadzah. Maka beliau tinggal di sana sampai wafat. [Thobaqot Ibnu Saad
2/348]Selesai.
Al-Qurtubi dalam
tafsirnya tentang firman Allah Ta'ala: {Dan orang-orang yang menimbun emas dan
perak dan tidak menafkahkan itu pada jalan Allah, maka beritakanlah kepada
mereka azab yang pedih} (QS. At-Taubah: 34).
Al-Qurtubi
menyatakan dalam penafsiran ayat Allah Ta'ala: "Dan orang-orang yang
menimbun emas dan perak dan tidak menafkahkan itu pada jalan Allah, maka
beritakanlah kepada mereka azab yang pedih." (Surah At-Taubah: 34).
Ath-Thabari
meriwayatkan dari Abu Umamah al-Bahili, beliau berkata:
"Ada seorang
lelaki dari Ahli Shuffah [pendatang yang menginap dikamar di samping mesjid
nabawi] meninggal dunia, lalu ditemukan di kantongnya sejumlah dinar.
Rasulullah ﷺ
bersabda: 'Celakalah.' Kemudian, seorang lainnya meninggal dan ditemukan dua
dinar di kantongnya. Rasulullah ﷺ bersabda: 'Celakalah keduanya.' [HR. Ahmad 2/788. Sanadnya
lemah].
Hal ini bisa jadi
karena keduanya hidup dari sedekah dan masih ada sisa, atau karena situasi
tersebut terjadi pada awal Islam, kemudian syariat mengatur pengaturan harta
dan pembayaran hak-haknya.
Jika pengaturan
harta tidak diizinkan, maka haknya adalah untuk menyerahkan semua harta
tersebut, namun tidak ada yang menuntut hal tersebut di umat ini.
Kondisi para
sahabat beserta harta kekayaan mereka sudah cukup sebagai dalil bagi anda.
Adapun yang
disebutkan dari Abu Dzar, maka itu adalah madzhabnya, semoga Allah meridhainya.
Musa bin Ubaidah
meriwayatkan dari Imran ibn Abi Anas, dari Malik ibn Aws ibn al-Hadathan, dari
Abu Dzar dari Rasulullah ﷺ yang bersabda: 'Barangsiapa mengumpulkan dinar atau dirham atau
emas sekeranjang atau perak, dan tidak disiapkan untuk menghadapi musuh atau
tidak menginfakkannya pada jalan Allah, maka itu adalah kanz [harta timbunan]
yang pemiliknya akan diseterika dengan besi panas pada hari kiamat.'"
[Tafsir Ibnu Katsir 3/393]
Aku katakan : Hal
ini berlaku bagi apa yang belum dikeluarkan zakatnya, berdasarkan dalil yang
telah kita sebutkan dalam ayat sebelumnya. Maka penaksirannya adalah: Jika
seseorang memiliki harta merah atau putih yang zakatnya belum dibayar, demikian
pula seperti yang diriwayatkan dari Abu Hurairah -semoga Allah meridhainya-:
"Barangsiapa meninggalkan sepuluh ribu, maka akan dibuatkan
lempengan-lempengan dari besi yang akan disiksa dengannya pemiliknya di hari
kiamat." Maksudnya, jika zakatnya tidak dibayarkan, agar antar
hadits-hadits tersebut tidak terjadi pertentangan”.
===***===
ADAKAH KEMIRIPAN PENDAPAT SYEIKH AL-ALBAANI DENGAN MADZHAB ABU DZAR ?
Syeikh Al-Albani
dalam kitabunya "Duruus Li Al-Syeikh Al-Albani" (6/11) berkata:
لَيْسَ مِنَ الْوَاجِبِ أَنْ يُخْرِجَ
الْمُسْلِمُ مَالَهُ كُلَّهُ وَأَلَّا يَبِيتَ وَعِنْدَهُ أَيُّ مَالٍ، لَكِنْ هَذَا
مِنْ فَضَائِلِ الْأَعْمَالِ، وَمِنْ مَكَارِمِ الْأَخْلَاقِ؛ أَنَّ الْمُسْلِمَ إِذَا
أَغْنَاهُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ أَنْ يُنْفِقَهُ، وَمَعَ ذَلِكَ فَهُنَا شَيْءٌ آخَرُ
يَجِبُ أَنْ يُذْكَرَ، لَا يَعْنِي أَنْ يَدَعَ عِيَالَهُ وَأَهْلَهُ وَأَطْفَالَهُ
فُقَرَاءَ، جَاءَهُ هَذَا الْمَالُ فَأَنْفَقَهُ بِكُلِّيَّتِهِ، وَلَمْ يَعْبَثْ بِهِ
وَإِنَّمَا عَلَى الْمُسْلِمِينَ، وَلَكِنْ أَحَقُّ الْمُسْلِمِينَ بِشَيْءٍ مِنْ هَذَا
الْمَالِ هُمَ الْأَقْرَبُونَ، وَلِذَلِكَ فَلَا يَتَنَاقَضُ هَذَا مَعَ حَدِيثٍ مَضَى
مَعَنَا فِي كِتَابِ الزَّكَاةِ، أَنَّ الرَّسُولَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ السَّلَامُ
كَانَ يُدَخِّرُ لِأَهْلِهِ قُوتَ سَنَةٍ، فَهَذَا جَمَعَ بَيْنَ الْحُقُوقِ، فَهُوَ
مِنْ نَاحِيَةٍ لَا يُنْسَى حَقُوقُ أَهْلِهِ، وَمِنْ نَاحِيَةٍ لَا يُدَخِّرُ الْمَالَ
الَّذِي زَادَ عِنْدَهُ عَلَى حَقُوقِ أَهْلِهِ وَيُنْفِقُهُ عَلَى الْمُسْلِمِينَ.
أَبِي بَكْرِ الصِّدِّيقِ - رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ -: أَنَّ أَبَا بَكْرٍ سَمِعَ -بِمُنَاسَبَةِ مَا- حَضًّا عَلَى الْإِنْفَاقِ
فِي سَبِيلِ اللَّهِ، فَجَاءَ بِكُلِّ مَالِهِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ لَهُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: (مَاذَا تَرَكْتَ
لِأَهْلِكَ؟ قَالَ: تَرَكْتُ لَهُمْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ) فَجَاءَ عُمَرُ وَقَدَّمَ
نِصْفَ مَالِهِ، فَلَمَّا عَلِمَ مَا فَعَلَ صَاحِبُهُ، قَالَ: [مَا سَابَقْتُهُ إِلَّا
سَبَقَنِي] وَلَمْ يَسَابِقْهُ، فَ أَبُو بَكْرٍ خَرَجَ عَنْ كُلِّ مَالِهِ، وَعُمَرُ
خَرَجَ عَنْ نِصْفِ مَالِهِ، وَالنَّاسُ دَرَجَاتٍ، وَمَنْ النَّادِرِ جِدًّا أَنْ
مُسْلِمًا عَاقِلًا يَخْرُجُ عَنْ جَمِيعِ مَالِهِ، وَلِذَلِكَ أَنَا أَكَادُ أَعْتَبِرُ
خُرُوجَ أَبِي بَكْرٍ عَنْ كُلِّ مَالِهِ هَذِهِ مَزِيَّةً كَمَزِيَّةِ الرَّسُولِ
عَلَيْهِ السَّلَامِ هُنَا، حَيْثُ يَقُولُ: إِنَّهُ لَا يَسُرُّهُ أَنْ تَمْضِيَ عَلَيْهِ
ثَلَاثَ لَيَالٍ وَعِنْدَهُ مِثْلُ جَبَلِ أُحُدٍ ذَهَبًا أَنْ يَبْقَى عَنْدَهُ.
"Tidak wajib
bagi seorang Muslim untuk mengeluarkan seluruh hartanya dan jangan membiarkan
dirinya tidur di malam dalam kondisi tidak
memiliki harta . Namun, ini merupakan keutamaan amal perbuatan dan termasuk
dalam akhlak terpuji bahwa jika Allah memberikan kekayaan kepada seorang
Muslim, maka dia menginfakkannya.
Meskipun demikian,
ada hal lain yang perlu ditekankan di sini, yaitu tidak berarti ia membiarkan
keluarga, kerabat, dan anak-anaknya dalam keadaan faqir miskin, yaitu
mendapatkan harta ini, lalu dia menghabiskannya sepenuhnya. Maka Jangan lah
seseorang menyia-nyiakan dengan cara seperti itu, melainkan berbagai dengan sesama
kaum Muslimin.
Namun, kaum
muslimin yang paling berhak atas sebagian dari harta tersebut adalah kerabat
terdekat. Oleh karena itu, ini tidak bertentangan dengan hadis yang telah kita
sebutkan dalam kitab zakat, “ bahwa Rasulullah
ﷺ
biasanya menyimpan sebagian dari harta untuk keluarganya setiap tahun”.
Ini menggabungkan
antara hak-hak, dimana dia tidak melupakan hak-hak keluarganya, dan pada saat
yang sama, dia tidak menyimpan harta yang lebih dari kebutuhan keluarganya dan
menginfakkannya untuk kaum Muslimin.
Abu Bakar
al-Shiddiq - semoga Allah meridhainya - mendengar -dalam konteks tertentu-
anjuran untuk menginfakkan harta di jalan Allah, sehingga dia membawa seluruh
hartanya kepada Rasulullah ﷺ.
Rasulullah bertanya
kepadanya, "Apa yang kamu tinggalkan untuk keluargamu?" . Abu Bakar
menjawab, "Aku meninggalkan mereka Allah dan Rasul-Nya."
Kemudian Umar
datang dan menyumbangkan separuh hartanya. Ketika mengetahui apa yang telah
dilakukan oleh temannya, dia berkata, "Dia tidak memimpin saya kecuali dia
telah melampaui saya."
Abu Bakar
memberikan semua hartanya, sedangkan Umar menyumbangkan setengahnya.
Orang-orang memiliki tingkat yang berbeda-beda. Sangat jarang bagi seorang
Muslim yang bijak untuk mengeluarkan seluruh hartanya.
Oleh karena itu, hampir
dapat dikatakan bahwa keputusan Abu Bakar untuk mengeluarkan semua hartanya
adalah suatu keunggulan seperti keunggulan Rasulullah ﷺ dalam hal ini, ketika beliau berkata: "Tidaklah ia senang
ketika tiga malam telah berlalu dan dia masih memiliki emas sebanyak gunung
Uhud, kecuali jika dia meninggalkannya untuk orang lain." [Selesai]
Syeikh Al-Albani
berdalil dinataranya dengan dua hadits berikut ini :
Pertama : Dari Zaid bin Wahb bahwa Abu Dzar -radhiyallahu anhu- berkata;
كُنْتُ أَمْشِي مَعَ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَرَّةِ الْمَدِينَةِ فَاسْتَقْبَلَنَا
أُحُدٌ فَقَالَ يَا أَبَا ذَرٍّ قُلْتُ لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَا
يَسُرُّنِي أَنَّ عِنْدِي مِثْلَ أُحُدٍ هَذَا ذَهَبًا تَمْضِي عَلَيَّ ثَالِثَةٌ
وَعِنْدِي مِنْهُ دِينَارٌ إِلَّا شَيْئًا أَرْصُدُهُ لِدَيْنٍ إِلَّا أَنْ
أَقُولَ بِهِ فِي عِبَادِ اللَّهِ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا عَنْ يَمِينِهِ
وَعَنْ شِمَالِهِ وَمِنْ خَلْفِهِ ثُمَّ مَشَى فَقَالَ إِنَّ الْأَكْثَرِينَ هُمْ
الْأَقَلُّونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَّا مَنْ قَالَ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا
عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ وَمِنْ خَلْفِهِ وَقَلِيلٌ مَا هُمْ ثُمَّ قَالَ
لِي مَكَانَكَ لَا تَبْرَحْ حَتَّى آتِيَكَ ثُمَّ انْطَلَقَ فِي سَوَادِ اللَّيْلِ
حَتَّى تَوَارَى فَسَمِعْتُ صَوْتًا قَدْ ارْتَفَعَ فَتَخَوَّفْتُ أَنْ يَكُونَ
قَدْ عَرَضَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَرَدْتُ أَنْ
آتِيَهُ فَذَكَرْتُ قَوْلَهُ لِي لَا تَبْرَحْ حَتَّى آتِيَكَ فَلَمْ أَبْرَحْ
حَتَّى أَتَانِي قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَقَدْ سَمِعْتُ صَوْتًا تَخَوَّفْتُ
فَذَكَرْتُ لَهُ فَقَالَ وَهَلْ سَمِعْتَهُ قُلْتُ نَعَمْ قَالَ ذَاكَ جِبْرِيلُ
أَتَانِي فَقَالَ مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِكَ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا
دَخَلَ الْجَنَّةَ قُلْتُ وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ قَالَ وَإِنْ زَنَى وَإِنْ
سَرَقَ
"Aku pernah jalan-jalan bersama Nabi ﷺ di
Harrah Madinah (tempat yang banyak bebatuan hitamnya), lalu kami menghadap ke
arah gunung Uhud, beliau pun bersabda:
"Wahai Abu
Dzar!." Jawabku; 'Baik, ya Rasulullah ﷺ.' Beliau melanjutkan; 'Aku tidak suka bila emas sebesar
gunung Uhud ini menjadi milikku dan bermalam di rumahku hingga tiga malam,
kemudian aku mempunyai satu dinar darinya, kecuali satu dinar tersebut akan
gunakan untuk membayar hutangku. Atau akan memberikannya kepada hamba-hamba
Allah begini, begini dan begini.'
-Beliau lantas mendemontrasikan
(dengan genggaman tangannya) ke kanan, kiri dan ke belakangnya, lalu beliau
berjalan dan bersabda:
'Wahai Abu Dzar,
sungguh orang-orang yang berbanyak-banyak (mengumpulkan harta) akan menjadi
sedikit (melarat) pada hari kiamat, kecuali orang yang berkata seperti ini,
seperti ini dan seperti ini!"
Sambil
mempraktekkan ke kanan, kiri dan belakangnya- kecuali hanya sedikit dari mereka
yang seperti itu.'
Lalu beliau
bersabda kepadaku: 'Wahai Abu Dzar, kamu tunggu di sini hingga aku datang.'
Setelah itu beliau
pergi digelapnya malam hingga hilang dari pandanganku, lalu aku mendengar
gemuruh suara, dan aku khawatir jangan-jangan terjadi sesuatu terhadap Nabi ﷺ,
serentak aku hendak menuju sumber suara tersebut, namun aku segera teringat
sabda Rasulullah ﷺ: 'Tunggulah kamu di sini.' Maka aku pun segera diam di tempat
hingga beliau datang, lalu aku berkata;
'Wahai Rasulullah,
tadi aku mendengar suara gemuruh, dan aku sangat takut, lalu aku segera
teringat pesan anda, maka aku tetap diam di tempat.'
Maka Nabi ﷺ bersabda: 'Apakah kamu mendengarnya? '
Jawabku; 'Ya.'
Beliau bersabda: 'Itu adalah Jibril, ia datang kepadaku dan berkata; 'Siapa
saja yang mati dari ummatmu dan tidak menpersekutukan Allah dengan sesuatu pun,
maka ia akan masuk ke surga'."
Aku lalu bertanya;
'Walaupun ia berzina dan mencuri? ' Beliau menjawab: 'Walaupun ia berzina dan
mencuri.' [Bukhari no. 5963]
Dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah ﷺ, sabdanya:
لَوْ كانَ لي مِثْلُ أُحُدٍ ذَهَبًا ما
يَسُرُّنِي أنْ لا يَمُرَّ عَلَيَّ ثَلاثٌ، وعِندِي منه شيءٌ إلَّا شيءٌ أُرْصِدُهُ
لِدَيْنٍ.
“Andaikata saya
memiliki emas sebanyak gunung Uhud, niscaya saya tidak senang jika berlalu
sampai lebih dari tiga hari, sementara disisiku masih ada emas itu sekalipun
sedikit, kecuali kalau yang sedikit tadi saya sediakan untuk memenuhi hutang
-yang menjadi tanggunganku. (HR. Al-Bukhari (2389) dan Muslim (991).)
===***===
ANJURAN MENYIMPAN SEBAGIAN HARTA UNTUK KELUARGA DAN MASA DEPAN ANAK KETURUNAN:
Islam melarang
pemborosan dan mendorong untuk berhemat. Konsekuensi tragis jika hidup boros
dan tidak hemat adalah menyebarnya budaya hutang alias pinjaman tanpa adanya
kebutuhan di kalangan kaum muslimin.
Sejumlah ulama
syariah Islam dan profesor ekonomi Islam memperingatkan akan bahayanya budaya
utang yang terus berkembang di negara-negara Islam, dan mendorong para pemuda
untuk mendapatkan pinjaman dari bank tanpa adanya kebutuhan yang sesungguhnya,
yang menyebabkan mereka terbebani dengan utang yang terus bertambah dengan
bunganya .
Dan realitanya
banyak dari mereka yang tidak mampu membayarnya, yang mengakibatkan mereka
harus berhadapan dengan hukuman yang mengubah kehidupan mereka dan kehidupan
keluarga mereka menjadi kesengsaraan dan duka yang terus berkelanjutan.
Profesor Sosiologi
di Universitas Al-Azhar, Dr. Muhammad Nabil al-Samaluti, mengatakan:
انتشار ثَقَافَةِ الاِسْتِدَانَةِ بَيْنَ
نِسَبٍ كَثِيْرَةٍ مِنْ شَبَابِنَا وَتَعَرُّضِ نَفْسِهِ لِمُشَاكِلَ يَرْجِعُ إِلَى
نَمْطِ الاِسْتِهْلَاكِ السَّفَهِيِّ الشَّائِعِ فِي بِلَادِنَا العَرَبِيَّةِ، وَعَدَمِ
تَرْبِيَةِ أَوْلَادِنَا عَلَى الاِعْتِدَالِ فِي الاِنْفَاقِ كَمَا حَثَّنَا دِيْنُنَا
وَكَمَا تَحْتُمُ عَلَيْنَا مُشَاكِلُ الحَيَاةِ وَمَا فِيهَا مِنْ ضُغُوطِ اقْتِصَادِيَّةِ.
Menyebarnya budaya
semangat utang di antara sebagian besar pemuda kita dan menghadapkan dirinya
pada masalah adalah karena pola konsumerisme bodoh yang umum di negara-negara
Arab kita, dan kurangnya pendidikan anak-anak kita tentang hemat dalam
pengeluaran sebagaimana yang diarahkan oleh agama kita dan sebagaimana yang
diharuskan oleh problematika kehidupan dan himpitan ekonomi yang ada.
BUDAYA MENABUNG PERLU DIHIDUPKAN KEMBALI :
Mereka sejumlah
ulama syariah menjelaskan bahwa sekarang-sekarang ini BUDAYA MENABUNG TELAH
ABSEN dari kehidupan banyak anak-anak muda kita, meskipun sangat jelas
pentingnya, akan tetapi itu belum mendapatkan bagian yang layak dari penyebaran
dan kesadaran di masyarakat.
Islam menganjurkan
menabung harta demi untuk masa depan anak keturunan serta anjuran menyiapkan
sembako untuk kebutuhan pokok sehari-hari bagi keluarga , minimal untuk
kebutuhan dalam setahun.
Prof. DR. Washil
menyatakan :
الَادْخَارُ فِي نَظَرِ الشَّرِيعَةِ
الإِسْلَامِيَّةِ مَطْلَبٌ شَرْعِيٌّ، حَيْثُ يَقُومُ مَنْهَجُ الإِسْلَامِ عَلَى قَاعِدَةٍ:
(لا إِسْرَافُ وَلا تَقْتِيرُ) بَلْ تَرْشِيدٌ وَاعْتِدَالٌ فِي الإِنْفَاقِ، وَهَذَا
الْمَنْهَجُ الإِنْفَاقِيُّ يُحَقِّقُ هَدَفَيْنِ مُتَرَابِطَيْنِ وَمُتَلَازِمَيْنِ،
هُمَا: تَرْشِيدُ الاِسْتِهْلاَكِ وَزِيَادَةُ الاَدْخَارِ فِي الْوَقْتِ نَفْسِهِ،
فَالإِنْسَانُ وَفْقَ هَذَا الْمَنْهَجِ لَنْ يَنْفَقَ إِلاَّ عَلَى مَا هُوَ فِي حَاجَةٍ
إِلَيْهِ وَسَيُؤْدِي ذَلِكَ إِلَى تَوْفِيرِ جُزْءٍ مِنْ مَالِهِ وَاَدْخَارِهِ لِوَقْتِ
الْحَاجَةِ مَعَ اِسْتِثْمَارِهِ لِيَعُودَ عَلَيْهِ وَعَلَى الْمُجْتَمَعِ بِالْفَائِدَةِ،
حَيْثُ حَثَّ الإِسْلامُ عَلَى إِدَارَةِ الأَمْوَالِ وَاِسْتِثْمَارِهَا، وَهُوَ بِذَلِكَ
يَحْثُ عَلَى الاَدْخَارِ لِصَالِحِ الْفَرْدِ وَالأُسْرَةِ وَالْمُجْتَمَعِ.
Menabung dalam
pandangan syariat Islam adalah tuntutan syariat, di mana pendekatan Islam
didasarkan pada prinsip: "
لا إِسْرَافُ وَلا تَقْتِيرُ / tidak boros dan tidak
pelit", melainkan mengarahkan dan menjaga keseimbangan dalam pengeluaran.
Pendekatan
pengeluaran ini mencapai dua tujuan yang saling terkait: mengarahkan konsumsi
[pengeluaran untuk kebutuhan] dan meningkatkan tabungan pada saat yang sama.
Dengan pendekatan
ini, seseorang hanya akan mengeluarkan uang hanya untuk kebutuhan yang
diperlukan, yang akan menyebabkan penghematan sebagian dari uangnya dan
menabungnya untuk masa depan sambil menginvestasikannya untuk mendapatkan
manfaat.
Islam mendorong
manajemen dan investasi uang, sehingga mendorong tabungan untuk kepentingan
individu, keluarga, dan masyarakat.
===****===
DALIL PENTING-NYA MENABUNG
Berikut ini
argumentasi yang menguatkan penting nya menabung :
Pertama :
takutlah meninggalkan anak keturunan dalam keadaan lemah dan tidak sejahtera.
Allah SWT berfirman tentang
manfaat bagi waris :
{وَإِذا حَضَرَ الْقِسْمَةَ أُولُوا الْقُرْبى
وَالْيَتامى وَالْمَساكِينُ فَارْزُقُوهُمْ مِنْهُ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلاً
مَعْرُوفاً. وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً
ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا
سَدِيدًا}
" Dan apabila pada waktu
pembagian warisan itu hadir kerabat, anak yatim, dan orang miskin, maka berilah
mereka dari [sebagian] harta itu (sekadamya) dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang baik.
Dan
hendaklah takut orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak
keturunan yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.
Oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang tepat
[benar]” (Q.S An-Nisa: 8- 9)
Ibnu Katsir dalam Tafsirnya 2/222
mengatakan:
قَالَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَلْحَةَ، عَنِ ابْنِ عباس:
هَذَا فِي الرَّجُلِ يَحْضُره الْمَوْتُ، فَيَسْمَعُهُ الرَّجُلُ يُوصِي
بِوَصِيَّةٍ تَضر بِوَرَثَتِهِ، فَأَمَرَ اللَّهُ تَعَالَى الَّذِي يَسْمَعُهُ
أَنْ يَتَّقِيَ اللَّهَ، وَيُوَفِّقَهُ وَيُسَدِّدَهُ لِلصَّوَابِ، وَلْيُنْظَرْ
لِوَرَثَتِهِ كَمَا كَانَ يُحِبُّ أَنْ يُصْنَعَ بِوَرَثَتِهِ إِذَا خَشِيَ
عَلَيْهِمُ الضَّيْعَةَ.
وَهَكَذَا قَالَ مُجَاهِدٌ وَغَيْرُ وَاحِدٍ
“Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan
dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini berkenaan dengan seorang lelaki yang sedang
menjelang ajalnya, lalu kedengaran oleh seorang lelaki bahwa dia mengucapkan
suatu wasiat yang menimbulkan mudarat terhadap ahli warisnya.
Maka Allah Swt. memerintahkan
kepada orang yang mendengar wasiat tersebut hendaknya ia bertakwa kepada Allah,
membimbing si sakit serta meluruskannya ke jalan yang benar. Hendaknya si sakit
memandang kepada keadaan para ahli warisnya.
Sebagaimana diwajibkan baginya
berbuat sesuatu untuk ahli warisnya, bila dikhawatirkan mereka akan hidup
terlunta-lunta.
Hal yang sama dikatakan oleh
Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang”. [Selesai]
Abdul Lathif Al-Khatib dalam
Audhah At-Tafaasir menyebutkan:
نُزِلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ فِي الْأَوْصِيَاءِ
وَالْمَعْنَى: تَذَكَّرْ أَيُّهَا الْوَصِيُّ ذُرِّيَّتَكَ الضَّعَافَ مِنْ
بَعْدِكَ؛ وَكَيْفَ يَكُونُ حَالُهُمْ بَعْدَ مَوْتِكَ؛ وَعَامِلِ الْيَتَامَى
الَّذِينَ وُكِّلَ إِلَيْكَ أَمْرُهُمْ وَتَرَبَّوْا فِي حُجْرِكَ؛ بِمِثْلِ مَا
تُرِيدُ أَنْ يُعَامَلَ أَبْنَاءُكَ بَعْدَ فَقْدِكَ.
“Ayat ini diturunkan kepada para
pelaksana [pengemban] wasiat , dan artinya: Wahai pelaksana wasiat , ingatlah
akan anak keturunanmu yang lemah. Dan bagaimana kelak keadaan mereka setelah
kematianmu ?
Dan perlakukanlah pula para anak
yatim yang dititipkan kepadamu. Didiklah mereka dalam asuhanmu. Samakan seperti
halnya kamu berkeinginan dalam memperlakukan anak-anak mu setelah
kehilanganmu."
Menurut sebagian para ahli
tafsir: kata " ذُرِّيَّةً ضِعٰفًا " pada ayat diatas mencakup makna yang luas. Kata “lemah”
pada ayat di atas bisa dimaknai lemah dalam sisi aqidah, agama , ekonomi,
sosial , keilmuan dan lainnya.
Maka dengan demikian dalam ayat
di atas, Allah memerintahkan para orang tua untuk mempersiapkan generasi
setelah mereka. Jangan sampai generasi–generasi di bawah mereka menjadi
generasi yang lemah.
Lemah di sini seperti yang di
sebutkan diatas , maknanya sangat luas, karena memang yang dikehendaki Al-Quran
dalam ayat tersebut adalah makna yang mutlak dan umum. Baik berkaitan dengan
kelemahan aqidah, syariat, psikis, sosial, maupun ekonomi, dan lain sebagainya.
Kelemahan sebuah generasi, tak
lepas dari tanggung jawab generasi sebelumnya untuk mengentaskan penerusnya
dari jurang kegelapan dan kegagalan. Karena hidup sejatinya adalah kematian,
maka salah satu usaha untuk mempersiapkan kematian tersebut adalah dengan
mempersiapkan pengganti yang tangguh.
Dalil
Kedua : hadits anjuran mempersiapkan masa depan ekonomi anak keturunan :
Dari Sa'ad bin Abi
Waqqas radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata;
جَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُنِي وَأَنَا بِمَكَّةَ وَهُوَ يَكْرَهُ أَنْ يَمُوتَ
بِالْأَرْضِ الَّتِي هَاجَرَ مِنْهَا قَالَ يَرْحَمُ اللَّهُ ابْنَ عَفْرَاءَ
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أُوصِي بِمَالِي كُلِّهِ قَالَ لَا قُلْتُ فَالشَّطْرُ
قَالَ لَا قُلْتُ الثُّلُثُ قَالَ فَالثُّلُثُ وَالثُّلُثُ كَثِيرٌ إِنَّكَ أَنْ
تَدَعَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَدَعَهُمْ عَالَةً
يَتَكَفَّفُونَ النَّاسَ فِي أَيْدِيهِمْ وَإِنَّكَ مَهْمَا أَنْفَقْتَ مِنْ
نَفَقَةٍ فَإِنَّهَا صَدَقَةٌ حَتَّى اللُّقْمَةُ الَّتِي تَرْفَعُهَا إِلَى فِي
امْرَأَتِكَ وَعَسَى اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَكَ فَيَنْتَفِعَ بِكَ نَاسٌ وَيُضَرَّ
بِكَ آخَرُونَ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ يَوْمَئِذٍ إِلَّا ابْنَةٌ
Nabi ﷺ datang menjengukku (saat aku sakit) ketika aku berada di
Makkah". Dia tidak suka bila meninggal dunia di negeri dimana dia sudah
berhijrah darinya.
Beliau bersabda; "Semoga
Allah merahmati Ibnu 'Afra'".
Aku katakan: "Wahai
Rasulullah, aku mau berwasiat untuk menyerahkan seluruh hartaku".
Beliau bersabda:
"Jangan".
Aku katakan:
"Setengahnya"
Beliau bersabda:
"Jangan".
Aku katakan lagi:
"Sepertiganya".
Beliau bersabda: "Ya,
sepertiganya dan sepertiga itu sudah banyak.
Sesungguhnya
jika kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan KAYA itu lebih baik daripada
kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin lalu MENGEMIS kepada manusia
dengan menengadahkan tangan mereka.
Sesungguhnya
apa saja yang kamu keluarkan berupa nafkah sesungguhnya itu termasuk shadaqah
sekalipun satu suapan yang kamu masukkan ke dalam mulut istrimu.
Dan
semoga Allah mengangkatmu dimana Allah memberi manfaat kepada manusia melalui
dirimu atau memberikan madharat orang-orang yang lainnya".
Saat itu dia (Sa'ad) tidak
memiliki ahli waris kecuali seorang anak perempuan. (HR. Bukhori No. 2537)
Coba perhatikan sabda Beliau ﷺ: " Sesungguhnya jika
kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan KAYA itu lebih baik daripada kamu
meninggalkan mereka dalam keadaan miskin lalu MENGEMIS kepada manusia dengan
menengadahkan tangan mereka."
Dan dari Ibnu Abbas
-radhiyallaahu ‘anhu- dia berkata :
لَوْ أَنَّ
النَّاسَ غَضُّوا مِنْ الثُّلُثِ إِلَى الرُّبُعِ فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الثُّلُثُ وَالثُّلُثُ كَثِيرٌ
"Alangkah
baiknya jika orang-orang mengurangi sepertiga dari harta yang diwasiatkan
menjadi seperempat, karena Rasulullah ﷺ bersabda: "Sepertiga itu kebanyakan." Dan dalam
hadits Waki' disebutkan, "Cukup besar." Atau, "Cukup
banyak." [HR. Muslim no. 1629]
Ibnu Katsir dalam tafsirnya
berkata :
قَالَ الْفُقَهَاءُ: إِنْ كَانَ وَرَثَةُ الْمَيِّتِ
أَغْنِيَاءَ استُحب لِلْمَيِّتِ أَنْ يَسْتَوفي الثُّلُثَ فِي وَصِيَّتِهِ وَإِنْ
كَانُوا فَقُرَاءَ استُحب أَنْ يَنْقُص الثُّلُثَ
Para fuqaha' berkata: "Jika
para ahli waris mayit adalah orang-orang kaya, disunnahkan bagi mayit untuk
menyisihkan sepertiga harta dalam wasiatnya. Namun, jika mereka miskin,
disunnahkan untuk menyisihkan kurang dari sepertiganya." [Tafsir Ibnu
katsir 2/222].
Dalil
Ketiga : anjuran tidak menginfaqkan seluruh hartanya, meski sebagai bentuk
keseriusan bertobat kepada Allah atas dosa-nya .
Berikut ini contoh
dalilnya : Dan dari Abdullah bin Ka'ab bin Malik :
"سَمِعْتُ كَعْبَ بنَ مَالِكٍ، في حَديثِهِ:
{وَعَلَى الثَّلَاثَةِ الَّذِينَ خُلِّفُوا} [التوبة: 118] فَقالَ في آخِرِ
حَديثِهِ:
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ
مِنْ تَوْبَتِي أَنْ أَنْخَلِعَ مِنْ مَالِي صَدَقَةً إِلَى اللَّهِ وَإِلَى
رَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَمْسِكْ عَلَيْكَ بَعْضَ
مَالِكَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ قُلْتُ فَإِنِّي أُمْسِكُ سَهْمِي الَّذِي
بِخَيْبَرَ".
"Saya
mendengar Ka'ab bin Malik radliallahu 'anhu, dalam haditsnya: { dan terhadap
tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, [karena tidak ikut
serta dalam perang Tabuk. Pen]} [At-Tawbah: 118]. Lalu ia berkata dalam akhir
haditsnya:
Aku berkata:
"Wahai Rasulullah, sesungguhnya untuk melaksanakan taubatu aku berkehendak
mengeluarkan seluruh hartaku sebagai shadaqah di jalan Allah dan Rosul-Nya ﷺ".
Maka Beliau ﷺ
berkata: "Simpanlah sebagian hartamu karena itu lebih baik bagimu".
Aku berkata lagi:
"Sesungguhnya aku menyimpan harta bagianku yang ada di tanah perkebunan
Khaibar". [HR. Bukhori no. 6690]
Ka'b ibnu Malik
adalah salah seorang dari 3 sahabat yang di hajer selama 50 hari oleh seluruh
kaum muslimin termasuk oleh Rasulullah ﷺ atas perintah Allah ; karena mereka tidak ikut serta dalam
perang Tabuk melawan pasukan Romawi .
Tiga orang sahabat yang di hajer itu adalah :
1. Ka'b ibnu Malik (كَعْبُ بْنُ مَالِكٍ)
2. 'Mararah ibnu Rabi' Al-Amiri (مُرَارَةُ بْنُ رَبِيعٍ الْعَامِرِيُّ)
3. Hilal ibnu Umayyah Al-Waaqifii (هِلَالُ بْنُ أُمَيَّةَ الْوَاقِفِيُّ)
Mereka dihajer
berhari-hari hingga turun ayat 118-119 Surat At-Taubah , yang mana Allah SWT berfirman
:
وَعَلَى الثَّلاثَةِ الَّذِينَ
خُلِّفُوا حَتَّى إِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ الأرْضُ بِمَا رَحُبَتْ وَضَاقَتْ
عَلَيْهِمْ أَنْفُسُهُمْ وَظَنُّوا أَنْ لَا مَلْجَأَ مِنَ اللَّهِ إِلا إِلَيْهِ
ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
(118) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ
الصَّادِقِينَ (119)
Artinya : “ dan
terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan tobat) mereka,
hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan
jiwa mereka pun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah
mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan
kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima tobat mereka agar mereka tetap dalam
tobatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kalian
bersama orang-orang yang benar “.
Ka'b ibnu Malik , sebagai bentuk rasa syukur atas penerimaan taubatnya, maka beliau
hendak menginfaqkan seluruh hartanya di jalan Allah, namun oleh Rasulullah ﷺ menolaknnya, kecuali dia mau
menyisakan sebagain dari hartanya untuk menutupi hajat hidupnya.
===****===
CONTOH PARA SAHABAT YANG BANYAK MENYIMPAN HARTA, EMAS, PERAK DAN LAIN-NYA
Berikut ini penulis akan
sebutkan secara ringkas sebagian para sahabat yang sukses dalam bisnisnya dan
mereka meyimpan harta, emas (dinar), perak (dirham) dan lainnya. Dan sebagai
contoh yang riil penulis akan menyebutkan sebagian aset dan harta kekakayaan
yang mereka tinggalkan serta jasa infaq dan manfaatnya bagi dakwah Islam dan
jihad fii sabiilillah.
****
PERTAMA : ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ (RA)
SEKILAS TENTANG BISNIS ABU
BAKAR ASH-SHIDDIQ (RA) DAN JASANYA :
Bisnis dan
perniagaan Abu Bakar ash-Shiddiq kadang-kadang dia harus menempuh perjalanan
yang sangat jauh, dan kadang-kadang tidak . Dan dalam perdagangannya dia sering
melakukan perjalanan ke Syam , perbatasan benua Asia dan Eropa , baik sebelum
Islam datang maupun sesudahnya .
Dan ketika Abu
Bakar diangkat menjadi khalfah , dia tetap bersemangat ingin berdagang untuk menghidupi
keluarganya, namun kaum Muslimin mencegahnya, dan mereka berkata:
" هَذَا يُشْغِلُكَ عَنْ مَصَالِحِ الْمُسْلِمِينَ".
Ini akan
mengalihkan perhatian mu dari memperhatikan kepentingan-kepentingan kaum
Muslimin. [ Baca : مِنْهَاجُ
السُّنَّةِ (2/288) Cet. طِبَاعَةُ الْأَمِيرِيَّةِ , Bulaaq – Mesir ]
Lalu mereka
menetapkan dua dirham perhari sebagai tunjangan untuk Abu Bakar .
Syeikhul Ibnu Taimiyah
berkata :
" أَنَّ أَبَا بَكْرٍ كَانَ لَهُ مَالٌ يَكْتَسِبُهُ
فَأَنْفَقَهُ كُلَّهُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَتَوَلَّى الْخِلَافَةَ فَذَهَبَ إِلَى
السُّوقِ يَبِيعُ وَيَتَكَسَّبُ فَلَقِيَهُ عُمَرُ وَعَلِيٌّ يَدَهُ أَبْرَادٌ فَقَالَ
لَهُ أَيْنَ تَذْهَبُ فَقَالَ أَظُنَّتَ إِنِّي تَارِكٌ طَلَبَ الْمَعِيشَةِ لِعِيَالِي
فَأَخْبِرْ بِذَلِكَ أَبَا عُبَيْدَةَ وَالْمُهَاجِرِينَ فَفَرَضُوا لَهُ شَيْئًا فَاسْتَحَلَّفَ
عُمَرُ وَأَبَا عُبَيْدَةَ فَحَلَفَا لَهُ أَنَّهُ يُبَاحُ لَهُ أَخْذُ دِرْهَمَيْنِ
كُلَّ يَوْمٍ ثُمَّ تَرَكَ مَالَهُ فِي بَيْتِ الْمَالِ ثُمَّ لَمَّا حَضَرَتْهُ الْوَفَاةُ
أَمَرَ عَائِشَةُ أَنْ تُرَدَّ إِلَى بَيْتِ الْمَالِ مَا كَانَ قَدْ دَخَلَ فِي مَالِهِ
مِنْ مَالِ الْمُسْلِمِينَ".
Bahwa Abu Bakar
memiliki harta yang diperoleh dengan bisnis nya, maka ia membelanjakan semuanya
di jalan Allah .
Dan ketika diangkat
menjadi khalifah, maka besoknya dia pergi ke pasar untuk jualan dan mencari
nafkah, maka Umar menemuinya dan di tangannya ada guci tempat air.
Dia berkata kepadanya,
“Mau ke mana?”
Dia berkata :
“Apakah kamu mengira bahwa saya akan meninggalkan kerja mencari nafkah untuk
keluarga saya ?.”
Maka Umar memberi
tahu Abu Ubaidah dan para sahabat Muhajirin, sehingga mereka sepakat menentukan
sesuatu untuknya.
Maka Abu Bakar
meminta Umar dan Abu Ubaidah agar bersumpah, lalu mereka berdua bersumpah
untuknya bahwa halal baginya untuk mengambil dua dirham setiap hari.
Namun Abu Bakar
meninggalkan uangnya di Baitul Maal . Kemudian ketika Abu Bakar mendekati
ajalnya , dia memerintahkan Aisyah untuk mengembalikan ke Baitul Maal apa saja
yang telah dimasukkan ke dalam hartanya dari harta kaum Muslim.
[Baca : مِنْهَاجُ السُّنَّةِ (2/266) Cet. طِبَاعَةُ
الْأَمِيرِيَّةِ ,
Bulaaq – Mesir ]
HARTA ABU BAKAR (RA)
YANG DI INFAQ KAN DI JALAN ALLAH :
Ketika Abu Bakar
ra. membebaskan BILAL (ra) dari perbudakan, maka dia membelinya dari Umaiyah
bin Khalaf seharga 9 Uqiyah emas, dan ada yang mengatakan : 7 , dan juga ada
yang mengatakan : 5 . Dia membebaskannya karena Allah Azza wa Jalla .
[ baca : تراجم عبر التاريخ dalam biografi Bilal dan baca pula الإعلام karya az-Zarokli ].
Al-Haafidz Ibnu
Hajar dalam Fathul Baari [ 7/124 syarah hadits no. 3544] berkata :
روى أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ
بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ عَنْ قَيْسِ بْنِ أَبِي حَازِمٍ قَالَ: "اشْتَرَى أَبُو بَكْرٍ
بِلَالًا بِخَمْسِ أَوَاقٍ، وَهُوَ مَدْفُونٌ بِالْحِجَارَةِ".
Abu Bakar bin Abi
Shaybah meriwayatkan dengan Sanad Shahih dari Qais bin Abi Haazim yang
mengatakan :
"Abu Bakar
membeli Bilal harga lima uqiyah [ Emas ] , dan dia saat itu dikubur dengan
bebatuan ."
Berapa jika di
rupiahkan ???
Singkatnya : Nilai
1 Uqiyah dalam معجم لغة
الفقهاء disebutkan : setara dengan 29,34 gram emas
murni 24 karat .
Jika harga 1 gram
emas murni sekarang Rp. 900.000 , berarti dana yang dikeluarkan Abu Bakar ra.
Untuk memerdekakan Bilal adalah : 9 uqiyah x 29,34 gram emas x Rp. 900.000 =
Rp. 237.654.000 ).
Dan dari Usamah bin
Zaid bin Aslam meriwayatkan dari ayahnya :
كَانَ أَبُو بَكْرٍ مَعْرُوفًا بِالتِّجَارَةِ،
وَلَقَدْ بُعِثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِنْدَهُ أَرْبَعُونَ
أَلْفًا، فَكَانَ يَعْتَقُ مِنْهَا وَيَعُولُ الْمُسْلِمِينَ، حَتَّى قَدِمَ الْمَدِينَةَ
بِخَمْسَةِ آلافٍ، وَكَانَ يَفْعَلُ فِيهَا كَذَلِكَ.
Abu Bakar dikenal
dengan bisnis perdagangannya. Dan ketika Nabi ﷺ diutus , saat itu Abu Bakar memiliki empat
puluh ribu
[ Yakni : 40 ribu
dirham . Pada zaman Nabi ﷺ 12 dirham = 1 dinar . Dan 1 Dinar = 4,25
gram emas murni . Berarti 40.000 : 12 = 3.334 x 4,25 x Rp. 900.000 = Rp.
12.752.550.000 . Pen ].
Lalu dia gunakan
untuk memerdekakan para budak yang masuk Isalm, dan dia gunakan pula untuk kaum
Muslimin, sehingga ketika dia datang ke Medina uangnya tersisa 5 ribu, dan dia
pun melakukan hal yang sama di Madinah sana.
Hisyam bin Urwah
meriwayatkan dari ayahnya, dia berkata:
أَسْلَمَ أَبُو بَكْرٍ وَلَهُ أَرْبَعُونَ
أَلْفًا، فَأَنْفَقَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَأَعْتَقَ سَبْعَةً كُلَّهُمْ يُعَذِّبُ
فِي اللَّهِ: أَعْتَقَ بِلَالًا، وَعَامِرَ بْنَ فُهَيْرَةَ، وَزَنِيرَةَ، وَالنَّهْدِيَّةَ،
وَابْنَتَهَا، وَجَارِيَةَ بَنِي الْمُؤْمِنِ، وَأُمَّ عُبَيْسٍ.
Abu Bakar ketika
memeluk Islam saat itu dia memiliki empat puluh ribu , lalu dia menghabiskannya
di jalan Allah, dan dia membebaskan tujuh budak, yang semuanya disiksa fi
sabilillah oleh majikannya : dia membebaskan Bilal, 'Aamir bin Fuhairah ,
Zaniarah, Al-Nahdiah beserta putrinya, Budak perempuan Bani Al-Mu'ammal, dan
Ummu 'Ubays.
Dari Abu Hurairah
ia berkata; Rasulullah ﷺ bersabda:
"مَا نَفَعَنِي مَالٌ قَطُّ مَا
نَفَعَنِي مَالُ أَبِي بَكْرٍ " . فَبَكَى أَبُو بَكْرٍ وَقَالَ : " هَلْ
أَنَا وَمَالِي إِلَّا لَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ".
"
Tidak ada harta yang dapat memberiku manfa'at sebagaimana harta Abu Bakar,
"
Maka menangislah
Abu Bakar, dan berkata; "Wahai Rasulullah, bukankah aku dan juga hartaku
adalah milikmu ??."
[ HR. Ibnu Majah
no. 91 . Dan Di shahihkan oleh al-Albaani ].
Dari Zaid bin Aslam
dari ayahnya, ia berkata: aku mendengar Umar bin Al Khathab radliallahu 'anhu
berkata;
أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا أَنْ نَتَصَدَّقَ فَوَافَقَ ذَلِكَ مَالًا
عِنْدِي فَقُلْتُ الْيَوْمَ أَسْبِقُ أَبَا بَكْرٍ إِنْ سَبَقْتُهُ يَوْمًا
فَجِئْتُ بِنِصْفِ مَالِي فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَا أَبْقَيْتَ لِأَهْلِكَ قُلْتُ مِثْلَهُ قَالَ وَأَتَى أَبُو بَكْرٍ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بِكُلِّ مَا عِنْدَهُ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَبْقَيْتَ لِأَهْلِكَ قَالَ أَبْقَيْتُ لَهُمْ
اللَّهَ وَرَسُولَهُ قُلْتُ لَا أُسَابِقُكَ إِلَى شَيْءٍ أَبَدًا
Rasulullah ﷺ
memerintahkan Kami agar bersedekah, dan hal tersebut bertepatan dengan
keberadaan harta yang saya miliki.
Lalu saya
mengatakan; apabila aku dapat mendahului Abu Bakr pada suatu hari maka hari ini
aku akan mendahuluinya. Kemudian saya datang dengan membawa setengah hartaku,
Lalu Rasulullah ﷺ
bersabda: "Apakah yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?"
Saya katakan;
" harta yang sama seperti itu ".
Ia berkata;
kemudian Abu Bakar datang dengan membawa seluruh yang ia miliki.
Lalu Rasulullah ﷺ
bertanya :
"Wahai Abu
Bakr, apakah yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?"
Ia berkata; saya
tinggalkan untuk mereka Allah dan RasulullahNya.
Maka saya katakan;
saya tidak akan dapat mendahuluimu dalam sesuatupun selamanya. [ HR. Abu Daud
no. 1429 . Dan di Shahihkan oleh Al-Albaani ].
[ Note :
Pada masa Nabi ﷺ 12 Dirham setara dengan 1 dinar . Dan Satu
dinar pada masa itu setara dengan 4,25 gram emas murni. Harga pergram -/+ Rp.
900.000 .]
*****
KEDUA : UMAR BIN AL-KHOTHOB (RA) :
Syaakir an-Naabulsi
dalam المال والهلال [ الموانع والدوافع الاقتصادية لظهور
الإسلام ] berkata :
عُمَرُ بْنُ الْخَطَابِ: لَيْسَتْ هُنَاكَ
أَرْقَامٌ ثَابِتَةٌ لِثَرْوَتِهِ، وَلَكِنَّ مُجَمَّعَةٌ مِنَ الْحَقَائِقِ التَّارِيخِيَّةِ
تَشِيرُ إِلَى مَدَى الثَّرْوَةِ الشَّخْصِيَّةِ فِي يَدِ الْخَلِيفَةِ عُمَرَ.
وَمِنْ هَذِهِ الْحَقَائِقِ: أَنَّهُ
دَفَعَ مَهْرَ زَوْجَتِهِ أُمُّ كُلْثُومٍ بِنْتَ عَلِيٍّ بِنِ أَبِي طَالِ عَشَرَةِ
آلافِ دِينَارٍ ذَهَبِيٍّ، كَمَا يَقُولُ الْمُؤَرِّخُ الْيَعْقُوبِيُّ فِي تَارِيخِهِ.
وَمِنَ الْمُؤَرِّخِينَ - كَابِنُ قَدَّامَةَ
- مَنْ يَقُولُ: بِأَنَّ عُمَرَ قَدْ دَفَعَ أَرْبَعِينَ أَلْفَ دِينَارٍ فِي هَذَا
الْمَهْرِ.
كَذَلِكَ: فَإِنَّ عُمَرَ قَدْ تَزَوَّجَ
تِسْعَ نِسَاءٍ، بَعْضُهُنَّ مِنْ فُروعٍ عَالِيَةٍ مِنْ قُرَيْشٍ، مَثَلَ فَكْهِيَّةَ
مِنْ آلِ الْمُغِيرَةِ.
كَمَا أَوَصَى عُمَرُ لِأُمَّهَاتِ أَوْلَادِهِ
بِأَرْبَعَةِ آلافِ دِينَارٍ لِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُنَّ ".
Umar Ibnu
Al-Khattab . Tidak ada angka yang pasti tentang kekayaannya, tetapi serangkaian
fakta sejarah menunjukkan tingkat kekayaan pribadi di tangan Khalifah Umar RA .
Di antara fakta-fakta
ini: bahwa ia membayar mahar istrinya Umm Kultsum binti Ali bin Abi Talib
sepuluh ribu dinar emas , seperti yang dikatakan sejarawan Al-Ya'qubi dalam
kitab Taarikhnya 2/150 .
[ NOTE : 1000 Dinar
= Rp. 3.825.000.000 . Ini jika harga pergram emas murni 24 karat 900
ribu rupiah . Karena 1 Dinar emas = 4,25 gram ] .
Di antara para
sejarawan - seperti Ibn Qudamah -
mengatakan bahwa Umar membayar empat puluh ribu dinar dalam mas kawin
ini.
Juga: Umar menikahi
sembilan wanita, beberapa di antaranya berasal dari keturunan bangsawan
petinggi Quraisy, seperti Fakhiah dari keluarga Al-Mughirah.
Umar RA juga
menulis wasiat untuk para ummul walad [ para budak wanita yang beliau gauli
lalu melahirkan anak untuk beliau ] , 4000 dinar (15 milyar 300 juta rupiah)
untuk masing-masing dari mereka".
HARTA WARISAN UMAR
BIN AL-KHOTHOB (RA) :
Dalam Kitab جَامِعُ بَيَانِ الْعِلْمِ وَفَضْلِهِ karya Ibnu Abdil Barr, disebutkan :
"Bahwa Umar
ra. telah mewasiatkan 1/3 hartanya yang nilainya melebihi 40.000 Dinar".
Berarti total harta
yang ditinggalkannya melebihi nilai 120.000 Dinar.
[ NOTE : Jika
dirupiahkan ; maka hitungannya adalah sbb : 120.000 dinar x 4.25 gram x Rp.
900.000 maka total warisan Umar RA adalah Rp. 459.000.000.000 ].
*****
KETIGA : UTSMAN BIN AFFAAN (RA)
HARTA UTSMAN BIN
AFFAAN (RA) DAN SEBAGIAN JASANYA:
Al-Muhaddits Ibnu
Abdil Barr dalam kitabnya الاستيعاب في
معرفة الأصحاب (3/1040) berkata :
وَجَّهَزَ عُثْمَانُ جَيْشَ الْعُسْرَةِ،
وَذَلِكَ فِي غَزْوَةِ تَبُوكَ، بِتِسْعِمِائَةٍ وَخَمْسِينَ بَعِيرًا، وَأَتَمَّ الْأَلْفَ
بِخَمْسِينَ فَرَسًا.
وَذَكَرَ أَسَدُ بْنُ مُوسَى، قَالَ:
حَدَّثَنِي أَبُو هِلَالٍ الرَّاسِبِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا قَتَادَةُ، قَالَ: حَمَلَ
عُثْمَانُ فِي جَيْشِ الْعُسْرَةِ عَلَى أَلْفِ بَعِيرٍ وَسَبْعِينَ فَرَسًا.
Utsman menyumbang
untuk pasukan tentara Al-'Usrah, dalam perang Tabuk, dengan sembilan ratus lima
puluh unta (950 unta) , dan menggenapkannya menjadi seribu dengan lima puluh
kuda ( 50 Kuda Perang ) .
Dan Asad bin Musa
menyebutkan, dia berkata: Abu Hilal al-Raasibi telah memberi tahu saya, dia
berkata: Qatadah telah memberi tahu kami , dia berkata :
" Utsman
mengangkut pasukan al-Usrah dengan seribu unta (1000 unta) dan tujuh puluh kuda
(70 kuda ) ".
Dalam riwayat lain
:
" Serta dana
sebesar 1.000 Dinar Emas". [ Lihat : فتح
الباري 5/478 dan عمدة القارئ 14/72 ]
[ Note : 1
Dinar = 4,25 gram emas 24 karat . Harga pergram -/+ Rp. 900.000 . Total : Rp.
3.825.000.000]
Dari
'Abdur-Rahman bin Samurah:
جَاءَ عُثْمَانُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَلْفِ دِينَارٍ - قَالَ الْحَسَنُ بْنُ وَاقِعٍ
وَكَانَ فِي مَوْضِعٍ آخَرَ مِنْ كِتَابِي فِي كُمِّهِ حِينَ جَهَّزَ جَيْشَ
الْعُسْرَةِ فَنَثَرَهَا فِي حِجْرِهِ . قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ فَرَأَيْتُ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَلِّبُهَا فِي حِجْرِهِ
وَيَقُولُ " مَا ضَرَّ عُثْمَانَ مَا عَمِلَ بَعْدَ الْيَوْمِ "
. مَرَّتَيْنِ .
Bahwa 'Utsman pergi
menemui Nabi (ﷺ) dengan membawa seribu Dinar" –
Al-Hasan bin Waqi
(salah satu perawi) berkata: "Dan di tempat lain dalam kitab saya:
'Dalam lengan
bajunya ketika mempersiapkan 'Pasukan al-'Usrah'.
Maka Nabi ﷺ menebarkankannya di kamar beliau. Lalu aku melihat Nabi ﷺ
menciumnya di kamar beliau seraya berkata : “ Tidak akan memudhorotkan Utsman
apa yang dia lakukan setelah hari ini”.
[HR. At-Tirmidzi, Ahmad dan
selainnya dan dihasankan oleh syaikh Al-Albani –rohimahullah-
dalam “Al-Misykah” : 3/1713 no : 6073 ].
Abu Iisa Turmudzi
berkata :
هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ مِنْ
هَذَا الْوَجْهِ
Ini adalah hadits
HASAN GHARIIB dari jalur ini.
PENINGGALAN UTSMAN (RA) SAAT TERBUNUH :
Al-Mas'udi
mengatakan :
أَمَّا عُثْمَانُ نَفْسُهُ فَكَانَ لَهُ
يَوْمَ قَتْلِهِ عِنْدَ خَازِنِهِ مِائَةٌ وَخَمْسُونَ أَلْفَ دِينَارٍ، وَمِلْيُونُ
دِرْهَمٍ، وَخَلَفَ خَيْلاً كَثِيرًا وَإِبْلًا.
"Adapun Utsman
sendiri , pada saat terbunuhnya, dia memiliki harta sebesar 150 ribu dinar [Rp.
537.750.000.000] dan sejuta dirham [Rp. 318.750.000.000] . Ia juga meninggalkan
banyak kuda dan unta. [ Baca : "Muruuj adz-Dzahab" oleh Al-Mas'udi,
2/341-343].
Para Ahli sejarah
dan Ibnu Abdil Barr penulis "al-Isti'ab" di antara mereka berkata:
لَمَّا مَاتَ خَلَفَ ثَلَاثَ زَوْجَاتٍ
أُصِيْبَتْ كُلُّ وَاحِدَةٍ مِنْهُنَّ ثَلَاثَةً وَثَمَانِيْنَ أَلْفَ دِيْنَارٍ.
"
Ketika dia meninggal, dia meninggalkan tiga istri. Setiap istri menerima
warisan sebesar tiga puluh delapan ribu dinar". [ Baca : "Tarikh
al-Islam al-Siyaasi" oleh Hasan Ibrahim Hasan 1/358].
[ Note :
Pada masa Nabi ﷺ 12 Dirham setara dengan 1 dinar . Dan Satu
dinar pada masa itu setara dengan 4,25 gram emas murni. Harga pergram -/+ Rp.
900.000 .]
****
KEEMPAT : ALI BIN ABI THALIB (RA)
HARTA KEKAYAAN ALI
BIN ABI THALIB (RA) :
Syaakir an-Naabulsi
dalam الْمَالُ وَالْهِلَالُ [الْمَوَانِعُ وَالدَّوَافِعُ
الِاقْتِصَادِيَّةُ لِظُهُورِ الْإِسْلَامِ]
berkata :
عليّ بن أبي طالب: لَيْسَتْ هُنَاكَ أَرْقَامٌ
ثَابِتَةٌ لِثَرْوَتِهِ (رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ) وَلَكِنَّ مُجَمَّعَةً مِنَ الْحَقَائِقِ
التَّارِيْخِيَّةِ تَشِيْرُ إِلَى مَدَى الثَّرْوَةِ الشَّخْصِيَّةِ التِّي كَانَتْ
فِي يَدِ الْخَلِيْفَةِ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ.
وَمِنْ هَذِهِ الْحَقَائِقِ أَنَّهُ مَاتَ
وَمَعَهُ أَرْبَعُ زَوْجَاتٍ (وَكَانَ غَيْرُ مُنْكَاحٍ) وَتِسْعَ عَشَرَةَ أُمًّا
وَلَدٍ. وَتَرَكَ أَرْبَعَةً وَعِشْرِيْنَ وَلَدًا وَتَرَكَ لَهُمْ مِنَ الْعَقَارِ
وَالضِّيَاعِ مَا كَانُوا بِهِ أَغْنِيَاءَ قَوْمِهِمْ، كَمَا قَالَ ابْنُ تَيْمِيَّةَ
فِي مِنْهَاجُ السُّنَّةِ النَّبَوِيَّةِ.
وَمِنْ هَذَا الْعَقَارِ قَرْيَةُ
"يَنْبَعٍ" الْقَرِيبَةُ مِنَ الْمَدِيْنَةِ عَلَى الْبَحْرِ الْأَحْمَرِ،
وَالَّتِي اقْتَطَعَهَا لِعَلِيٍّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَابِ".
Tentang Ali bin Abi
Thalib (ra) : Tidak ada angka yang pasti mengenai kekayaannya, tetapi
serangkaian fakta sejarah menunjukkan sejauh mana kekayaan pribadi yang ada di
tangan Khalifah Ali radhiyallahu 'anhu.
Di antara
fakta-fakta ini adalah bahwa dia meninggal saat punya empat istri dan sembilan belas Ummul walad [ budak wanita
yang digauli lalu melahirkan anak untuknya. Pen] . Dan dia meninggalkan dua
puluh empat anak dan meninggalkan untuk mereka real estate / tanah dan
perkebunan yang menjadikan mereka sebagi orang-orang terkaya di antara kaumnya
. Seperti yang dikatakan Ibnu Taimiyah dalam Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyyah .
Dan diantara tanah
ini adalah desa "Yanbu" [ sekarang menjadi kabupaten. Pen.] dekat
kota Madinah di tepi Laut Merah, yang diberikan untuk Ali oleh Umar Ibn
Al-Khattab
Dalam Minhaaj
as-Sunnah (7/481-482), Ibnu Taimiyah berkata :
وَرَوَى الْأَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ حَدَّثَنَا
شَرِيكُ النَّخْعِيِّ عَنْ عَاصِمِ بْنِ كُلَيْبٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ كَعْبِ الْقَرَظِيِّ
قَالَ قَالَ عَلِيٌّ لَقَدْ رَأَيْتُنِي عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ أُرَبِّطُ
الْحَجَرَ عَلَى بَطْنِي مِنْ شِدَّةِ الْجُوعِ وَأَنَّ صَدَقَةَ مَالِي لِتَبْلُغَ
الْيَوْمَ أَرْبَعِينَ أَلْفًا.
رَوَاهُ أَحْمَدُ عَنْ حَجَّاجٍ عَنْ
شَرِيكٍ وَرَوَاهُ إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعِيدٍ الْجَوْهَرِيُّ وَفِيهِ لِتَبْلُغَ أَرْبَعَةَ
آلافِ دِينَارٍ.
Al-Aswad bin 'Aamir
meriwayatkan bahwa Syarik Al-Nakho'i mengatakan kepada kami dari 'Aashim bin
Kulaib dari Muhammad bin Ka'b Al-Quradzi yang mengatakan :
Ali berkata :
" Aku melihat diriku pada masa Rasulullah ﷺ mengikatkan batu ke perut ku karena
kelaparan yang parah. Namun hari ini sedekah [zakat] harta ku telah mencapai
40.000 [ Jika itu Dinar maka zakatnya saja senilai 153 milyar rupiah ]" .
Diriwayatkan oleh
Ahmad [ dalam al-Musnad 1/59 ] dari Hajjaaj dari Shariik .
Dan diriwayatkan
oleh Ibrahim bin Sa'iid Al-Jawhari dan lafadz di dalamnya :
لِتَبْلُغَ
أَرْبَعَةَ آلافِ دِينَارٍ
"Sungguh telah
mencapai 4.000 Dinar [ Berarti 15.300.000.000 Pen. ]"".
[ Baca : Minhaaj
as-Sunnah 7/481-482 ]
Dan Ibnu Taimiyah berkata
pula :
وَأَمَّا عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
فَتَوَسَّعَ فِي هَذَا الْمَالِ مِنْ حَلِّهِ وَمَاتَ عَنْ أَرْبَعِ زَوْجَاتٍ وَتِسْعَ
عَشَرَ أُمَّ وَلَدَ سَوَى الْخُدَّمِ وَالْعَبِيدِ وَتُوفِيَ عَنْ أَرْبَعَةٍ وَعِشْرِينَ
وَلَدًا مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَتَرَكَ لَهُمْ مِنَ الْعَقَارِ وَالضَّيَاعِ مَا كَانُوا
بِهِ مِنْ أَغْنِيَاءِ قَوْمِهِمْ وَمِيَاسِيرِهِمْ.
هَذَا أَمْرٌ مَشْهُورٌ لَا يُقَدِّرُ
عَلَى إِنْكَارِهِ مَنْ لَهُ أَقَلُّ عِلْمٍ بِالْأَخْبَارِ وَالْآثَارِ وَمِنْ جَمْلَةِ
عَقَارِهِ يَنْبَعُ الَّتِي تَصَدَّقَ بِهَا كَانَتْ تَغْلُ أَلْفَ وَسِقٍ تَمْرٍ زَرَعَهَا.
Adapun Ali
radhiyallahu 'anhu, maka dia mengembangkan hartanya ini dengan cara yang halal.
Dan dia meninggal saat punya empat istri dan sembilan belas Ummu walad, selain
para pembantu dan para budak. [ Ummu walad : adalah budak wanita yang
digauli lalu melahirkan anak untuknya Pen.]
Dia meninggalkan
dua puluh empat anak, laki-laki dan perempuan, dan meninggalkan untuk mereka
real estate dan kebun yang membuat mereka menjadi orang-orang terkaya ditengah
kaumnya serta kemudahan-kemudahan dalam hidupnya .
Ini adalah masalah
yang masyhur dan terkenal yang tidak dapat disangkal meskipun oleh orang yang
paling sedikit memiliki pengetahuan tentang hadits dan atsar .
Dan salah satu dari
sekian jumlah properti miliknya adalah Desa Yanbu [ sekarang menjadi kabupaten
pen.] , yang zakat penghasilan kebun kurmanya adalah seribu wisq kurma yang dia
tanam [1 wisq = 130,6 kilogram . Bararti tolal zakatnya : 130.600 Kg].
[ Baca : Minhaaj
as-Sunnah 7/483 ]
*****
KELIMA : ABDURRAHMAN BIN 'AUF (RA)
KEBERHASILAN BISNIS
ABDURRAHMAN BIN 'AUF (RA) DAN INFAQNYA :
Abdurrahman bin
'Auf beliau adalah salah satu dari sepuluh sahabat yang Nabi ﷺ bersaksi bahwa mereka adalah ahli surga, dan ketika beliau ﷺ wafat , beliau dalam keadaan ridho terhadap mereka.
Beliau adalah
seorang pebisnis ulung dan sangat sukses , baik ketika dia masij di Makkah dan
Islam belum datang maupun sesudahnya dan setelah Hijrah ke Madinah .
[ Baca : kitab الْعِقْدُ الثَّمِينُ فِي تَارِيخِ
الْبَلَدِ الْأَمِينِ 5/50 no. 1772 ]
HARTA KEKAYAAN
ABDURRAHMAN BIN 'AUF DAN INFAQNYA
Pada saat menjelang
Perang Tabuk, Abdurrahman bin Auf menyumbangkan dana sebesar 200 Uqiyah Emas
atau setara dengan Rp. Rp. 5.281.000.000.
[NOTE : Untuk
diketahui bahwa 1 uqiyah emas senilai 29,34 gram emas [ Uqiyah Mesir], atau
setara dengan 6,9 dinar emas. 1 dinar emas setara dengan 4.25 gram emas 24
karat].
Jika harga 1 gram
emas sekarang Rp. 900.000 , maka 1 dinar emas sekarang adalah sebesar Rp.
3.825.000 .
Berarti dana yang
dikelurkan Ibnu 'Auf (RA) untuk Perang Tabuk adalah : 200 uqiyah x 29,34 x Rp.
900.000 = Rp. 5.281.200.000 ].
Menjelang wafatnya,
beliau mewasiatkan 50.000 dinar untuk infaq fi Sabilillah, atau setara dengan
nilai Rp. 191 Milyar 250 juta .
Dari Ayyub
(As-Sakhtiyani) dari Muhammad (bin Sirin), memberitakan ketika Abdurrahman bin
Auf ra. wafat, beliau meninggalkan 4 istri. Seorang istri mendapatkan dari 1/8
warisan sebesar 30.000 dinar emas [ Rp. 114.750.000.000] .
Hal ini berarti
keseluruhan istri-nya memperoleh 120.000 dinar emas, yang merupakan 1/8 dari
seluruh warisan.
Dengan demikian
total warisan yang ditinggalkan oleh Abdurrahman bin Auf ra, adalah sebesar
960.000 dinar emas, atau jika di-nilai dengan nilai sekarang setara dengan Rp.
3.672.000.000.000,- [3,672 trilyun] .
Dalam kitab الْعِقْدُ الثَّمِينُ فِي تَارِيخِ
الْبَلَدِ الْأَمِينِ (5/50)
no. 1772 karya Muhammad al-Faasi [wafat tahun 832 H] di sebutkan :
وَكَانَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ كَثِيرَ أَفْعَالِ
الْخَيْرِ، فَقَدْ نَقَلَ الزُّهْرِيُّ، أَنَّهُ تَصَدَّقَ فِي عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشَطْرِ مَالِهِ: أَرْبَعَةَ آلافٍ، ثُمَّ أَرْبَعِينَ
أَلْفًا، ثُمَّ أَرْبَعِينَ أَلْفَ دِينَارٍ، ثُمَّ بِخَمْسِمِائَةِ فَرَسٍ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ، ثُمَّ بِخَمْسِمِائَةِ رَاحِلَةٍ.
وَأَوْصَى عِنْدَ مَوْتِهِ بِخَمْسِينَ
أَلْفَ دِينَارٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، عَلَى مَا قَالَ عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ.
وَأَوْصَى أَيْضًا بِأَلْفِ فَرَسٍ فِي
سَبِيلِ اللَّهِ، وَأَوْصَى لِمَنْ بَقِيَ مِمَّنْ شَهِدَ بَدْرًا بِأَرْبَعِمِائَةِ
دِينَارٍ لِكُلِّ وَاحِدٍ، وَكَانُوا مِائَةً، وَأَخَذُوهَا وَأَخَذَهَا مَعَهُمْ عُثْمَانُ.
وَأَوْصَى لِأُمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِينَ،
بِحَدِيقَةٍ بُيِّعَتْ بِأَرْبَعِمِائَةِ أَلْفٍ. وَأَعْتَقَ فِي يَوْمٍ وَاحِدٍ أَحَدًا
وَثَلَاثِينَ عَبْدًا.
وَخَلَفَ مَالًا عَظِيمًا مِنْ ذَهَبٍ،
قُطِعَ بِالْفَوْسِ، حَتَّى مَجَلَّتْ أَيْدِي الرِّجَالِ، وَتَرَكَ أَلْفَ بَعِيرٍ
وَثَلَاثَمِائَةِ أَلْفِ شَاةٍ وَمِائَةِ فَرَسٍ.
وَصُلِحَتْ امْرَأَتُهُ الَّتِي طَلَّقَهَا
فِي مَرَضِهِ عَنْ رُبُعِ الثَّمَنِ بِثَمَانِينَ أَلْفًا.
وَكَانَ تَاجِرًا مَجْدُودًا. وَكَانَ
يَزْرَعُ بِالْجُرْفِ عَلَى عِشْرِينَ نَاضِحًا.
وَتُوُفِّيَ سَنَةَ إِحْدَى وَثَلَاثِينَ،
وَقِيلَ سَنَةَ اثْنَتَيْنِ، وَهُوَ ابْنُ خَمْسٍ وَسَبْعِينَ، وَقِيلَ ابْنُ ثَلَاثٍ
وَسَبْعِينَ، وَقِيلَ ابْنُ ثَمَانٍ وَسَبْعِينَ. وَصَلَّى عَلَيْهِ عُثْمَانُ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمَا بِوَصِيَّةٍ مِنْهُ. وَدُفِنَ بِالْبَقِيعِ.
Abd al-Rahman
memiliki banyak amalan yang baik, seperti yang dinukil oleh al-Zuhri bahwa dia
bersedekah pada masa Nabi ﷺ setengah dari hartanya : 4000 dinar [15,3
Milyar rupiah] , lalu 40.000 dinar [153 Milyar ] , lalu 40.000 dinar [153
Milyar ], lalu 500 kuda fi sabilillah , lalu 500 unta .
Pada saat menjelang
wafatnya, dia mewasiatkan 50.000 dinar [191 milyar 250 juta rupiah ] fi
sbiilillah, berdasarkan apa yang dikatakan oleh Urwah bin Az-Zubair.
Dia juga mewasiatkan
seribu kuda untuk jihad fi sabilillah .
Dan dia mewasiatkan
untuk para sahabat pasukan Badar yang masih tersisa , masing-masing 400 dinar
[1 milyar 530 juta ] . Dan saat itu jumlah mereka 100 orang . Dan mereka
mengambilnya dan Utsman juga mengambilnya bersama mereka.
Dia mewasiatkan
untuk para Ummul mukminin [ para istri Nabi ﷺ] , sebuah kebun yang dijual seharga empat ratus ribu . [Jika
itu dinar maka = Rp. 1.530.000.000.000 namun jika itu dirham maka = Rp.
127.500.000.000].
Dan dia memerdekakan
tiga puluh satu budak dalam satu hari.
Dia meninggalkan
sejumlah besar emas, yang dipotong-potong dengan kampak , sampai tangan
orang-orang yang memotongnya itu melepuh .
Dan dia
meninggalkan seribu unta, tiga ratus ribu kambing, dan seratus kuda.
Istrinya, yang
diceraikannya selama dia [ Abdurrahman ] sakit, didamaikan dengan delapan puluh
ribu dinar dari seperempat harga .
Dia adalah seorang
pedagang yang sungguh-sungguh .
Dia bercocok tanam
di daerah Juruf , yang terdapat dua puluh NADLIH. [ الناضح : adalah unta, sapi , atau keledai yang digunkan untuk mengairi
perkebunan atau pertanian . Pen]
Dia meninggal pada
tahun 31 H , dan ada yang mengatakan pada tahun 32 H , dan dia berusia 75
tahun, dan ada yang mengatakan bahwa dia berusia 73 tahun, dan ada yang
mengatakan bahwa dia berusia 78 tahun.
Dan Utsman, semoga
Allah meridhoinya, menshalati jenazahnya karena ada wasiat darinya. Ia
dimakamkan di Baqi. [ KUTIPAN SELESAI ]
****
KEENAM : AZ-ZUBAIR BIN AL-AWAAM (RA)
KESUKSESAN BISNIS AZ-ZUBAIR BIN
AL-AWAAM (RA) DAN INFAQNYA :
Az-Zubair bin
Al-‘Awwam (wafat 36 H/656 M) adalah putra bibi Nabi Muhammad ﷺ , yaitu Shofiiyah binti Abdul Muththolib radhiyallahu ‘anha.
Az-Zubair adalah
salah satu sahabat Nabi dan termasuk as-Saabiquun al-Awwaluun , yaitu
salah seorang dari 10 orang yang pertama masuk Islam.
Az-Zubair bin
Al-'Awwam juga termasuk salah satu dari 10 sahabat yang di jamin masuk surga.
BISNIS AZ-ZUBAIR :
Adapun Al-Zubayr bin Al-Awwam
radhiyallahu 'anhu- kekayaannya dari nilai properti yang dia wariskan ,
mencapai " 50 juta 200 ribu dinar atau dirham " seperti yang
disebutkan dalam shahih Bukhori .
Az-Zubair , dia adalah sahabat
yang waktu nya banyak di habiskan untuk berjihad fii sabiillillah . Sebagaimana
dalam Shahih Bukhori di sebutkan bahwa dia berkata :
وَمَا وَلِيَ إِمَارَةً قَطُّ وَلاَ
جِبَايَةَ خَرَاجٍ وَلاَ شَيْئًا، إِلاَّ أَنْ يَكُونَ فِي غَزْوَةٍ مَعَ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ مَعَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ
وَعُثْمَانَ ـ رضى الله عنهم ـ
"Sedangkan
aku tidak memiliki jabatan sedikitpun dan juga tidak punya pungutan hasil bumi
(upeti) atau sesuatu dari jabatan lainnya , melainkan aku selalu sibuk
berperang bersama Nabi Shallallahu'alaihiwasallam, Abu Bakr, 'Umar dan 'Utsman
radliallahu 'anhum ". [ HR. Bukhori
no. 3129]
Namun demikian di tengah-tengah
kesibukannya dengan jihad dan keterbatasan waktunya untuk berbisnis , az-Zubair
masih bisa menyempatkan dirinya untuk berbisnis.
HARTA WARISAN AZ-ZUBAIR :
'Urwah bin
Az-Zubair berkata :
فَكَانَ لِلزُّبَيْرِ أَرْبَعُ
نِسْوَةٍ، وَرَفَعَ الثُّلُثَ، فَأَصَابَ كُلَّ امْرَأَةٍ أَلْفُ أَلْفٍ
وَمِائَتَا أَلْفٍ، فَجَمِيعُ مَالِهِ خَمْسُونَ أَلْفَ أَلْفٍ وَمِائَتَا أَلْفٍ
Az-Zubair
meninggalkan empat orang istri, maka 'Abdullah [bin az-Zubair] menyisihkan
sepertiga harta bapaknya sebagai wasiat bapaknya [untuk 4 istrinya] sehingga
setiap istri Az-Zubair mendapatkan satu juta dua Ratus ribu [1 juta 200 ribu]
Sedangkan harta
keseluruhan milik Az-Zubair berjumlah lima puluh juta dua Ratus ribu [ 50 juta
200 ribu ] ". [ HR. Bukhori no. 3129 ]
Sementara Ibnu
Asaakir meriwayatkan :
Abu al-Qasim Ali
bin Ibrahim memberi tahu kami, Abu al-Hasan Rasya' bin Nadziif memberi tahu
kami, al-Hasan bin Ismail memberi tahu kami, Ahmad bin Marwan memberi tahu kami
, Abdullah bin Muslim bin Qutaybah memberi tahu kami, Muhammad bin 'Ubaid
memberi tahu kami, Abu Usamah memberi tahu kami, dari Hisyam bin Urwah, dari
ayahnya :
أَنَّ الزُّبَيْرَ بْنَ الْعَوَّامِ تَرَكَ
مِنَ الْعَرُوضِ خَمْسِينَ أَلْفَ أَلْفِ درْهَمٍ، وَمِنْ أَلْفَيْنِ خَمْسِينَ أَلْفَ
أَلْفِ درْهَمٍ.
Al-Zubair bin
Al-Awwam meninggalkan lahan-lahan tanah senilai 50 juta dirham, dan uang cash
50 juta 2 ribu dirham. [ Tarikh Damaskus 18/428 ]
Berarti menurut
riwayat Ibnu Asaakir ini , harta warisan Az-Zubair adalah : 100 juta 2 ribu
dirham .
Jika di rupiahkan :
100.002.000 : 12 x 4,25
x Rp. 900.000 = Rp. 31.875.637.500.000,-
.
Adapun dalam
riwayat Bukhori tidak dijelaskan jenis mata uangnya , apakah Dinar atau Dirham
?.
Jika yang di maksud
[ 50 juta 200 ribu ] adalah Dinar , maka total harta warisan Az-Zubair bun
al-Awaam adalah sbb :
50.200.000 x 4,25
gram emas murni x Rp. 900.000 = 192,015 Trilyun .
jika yang di maksud
adalah Dirham , maka totalnya sbb :
50.200.000 : 12 x
4,25 x Rp. 900.000 = = 16.001.250.000.000 rupiah .
INFAQ AZ-ZUBAIR BIN AL-'AWWAAM
Al-Zubair bin Al-Awwam
radhiyallahu 'anhu, dulu beliau bekerja sebagai pembisnis ulung dan merupakan
salah seorang sahabat yang terkaya.
Dia pun banyak
menghabiskan hartanya fi sabiilillah dan untuk membantu perjuangan agama Islam
dan membantu perjuangan Rasulullah ﷺ .
Dan Az-Zubair
senantiasa berusaha menyembunyikan amal kebajikannya . Dia memiliki sebuah
pepatah tentang hal itu, yaitu perkataannya :
مَنِ استطاعَ منكم أنْ يكونَ لَهُ
خَبيءٌ مِنْ عمَلٍ صالِحٍ فلْيَفْعَلْ
"
Barang siapa di antara kalian yang mampu menyembunyikan amal sholehnya , maka
lakukanlah".
Diriwayatkan oleh
Ibnu Abi Shaybah dalam ((Al-Musannaf)) (35768), Hannaad dalam ((Al-Zuhd))
(2/444), dan Al-Khothib dalam ((Tariikh Baghdad))) (8/ 179).
Di shahihkan oleh
syeikh al-Albaani dlm as-Silsilah as-Shahihah no. 2313 dan Shahih al-Jaami' no.
6018 .
Namun demikian ,
masih ada amal kebajikannya yang tercatat dalam biografinya , Diantaranya :
Apa yang
diriwayatkan dari Juwairiyah , dia berkata :
بَاعَ الزُّبَيْرُ بْنُ الْعَوَّامِ دَارًا
لَهُ بِسِتِّمِائَةِ أَلْفٍ، قَالَ فَقِيلَ لَهُ يَا زُّبَيْرُ يَا أَبَا عَبْدِ اللَّهِ
إِنَّكَ غَبَنْتَ، قَالَ: كَلَّا وَاللَّهُ لَتَعْلَمَنَّ أَنِّي لَمْ أَغْبَنْ هِيَ
فِي سَبِيلِ اللَّهِ.
Al-Zubair bin
Al-Awwam menjual rumah miliknya, seharga 600 ribu [ dinar atau dirham wallahu
a'lam Pen ] .
Lalu ada yang
protes : " Wahai Zubair, Wahai Abu Abdullah, kamu telah melambungkan harga
".
Maka dia
menjawabnya : " Tidak , demi Allah, aku tidak melambungkannya , karena
rumah yang saya jual itu adalah untuk diinfaq kan fi sabiilillah.
[ Lihat : صَفْوَةُ الصَّفْوَةِ karya Ibnu al-Jauzy hal. 104 ]
Dari Nahiik [ نهيك ] :
كَانَ لِلزُّبَيْرِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَلْفُ مَمْلُوكٍ جَمِيعُهُمْ يُؤَدُّونَ الضَّرِيبَةَ، وَلَا يَدْخُلُ إِلَى بَيْتِ
مَالِهِ مِن تِلْكَ الدَّرَاهِمِ أَيٌّ شَيْءٍ، بَلْ كَانَ يَتَصَدَّقُ بِجَمِيعِهَا.
وَفِي رِوَايَةٍ أُخْرَى: أَنَّهُ كَانَ
يَقْسِمُ مَالَهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ، ثُمَّ يَقُومُ إِلَى مَنْزِلِهِ لَيْسَ مَعَهُ
مِنْهُ شَيْءٌ.
Al-Zubayr
radhiyallahu 'anhu memiliki seribu budak, semuanya membayar upeti , dan tidak
ada satu dirham pun yang masuk ke rumahnya sebagai hartanya, tetapi dia selalu
mensedekahkan semuanya .
Dan dalam riwayat
lain: dia biasa membagikan hartanya setiap malam, dan kemudian dia pulang ke
rumahnya tanpa membawa apa-apa.
[ Lihat : صَفْوَةُ الصَّفْوَةِ karya Ibnu al-Jauzy hal. 104 ]
*****
KETUJUH : THALHAH BIN UBAIDILLAH (RA)
Nama beliau adalah
Thalhah bin ‘Ubaidillah, At-Taimi Al-Qurasyi, Abu Muhammad, putra paman Abu
Bakar Ash-Shiddiq.
KEUTAMAAN –
KEUTAMAAN THALHAH BIN UBAIDILLAH (RA):
Pertama :
Ia termasuk
generasi pendahulu yang masuk Islam, juga termasuk dari orang yang mendapatkan
hidayah lewat Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Kedua :
Thalhah yang
melindungi Rasulullah dalam perang Uhud, ia menangkis anak panah yang melesak
ke arah Nabi ﷺ hingga jari beliau terluka dan terputus .
Ketiga :
Thalhah dijamin
masuk surga dan ia meskipun masih hidup disebut oleh Rosullah ﷺ sebagai syahid yang berjalan di muka bumi .
Dari Jabir bin
‘Abdillah (ra) , ia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda :
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى
شَهِيدٍ يَمْشِى عَلَى وَجْهِ الأَرْضِ فَلْيَنْظُرْ إِلَى طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ
اللَّهِ
“Siapa
yang ingin melihat seorang syahid yang berjalan di atas muka bumi, lihatlah
pada Thalhah bin ‘Ubaidillah.”
(HR. Tirmidzi, no.
3739 dan Ibnu Majah, no. 125. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini
sahih).
Di riwayatkan pula
dari hadits Aisyah رضي الله عنها oleh Ibnu Sa'ad dalam ath-Thabaqaat al-Kubraa 3/218 dan Abu
Nu'aim dalam al-Hilyah 1/88 .
Dari Qais dia
berkata :
رَأَيْتُ يَدَ طَلْحَةَ شَلَّاءَ
وَقَى بِهَا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ أُحُدٍ
"Aku
pernah melihat tangan Thalhah lumpuh karena untuk melindungi Nabi ﷺ pada
perang Uhud." [ HR. Bukhori no. 4063 dan Ibnu Majah no. 128 ]
Dari 'Ali bin abi
Thalib رضي الله عنه berkata
:
سَمِعَتْ أُذُنِي، مِنْ فِي رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقُولُ " طَلْحَةُ
وَالزُّبَيْرُ جَارَاىَ فِي الْجَنَّةِ "
"Telingaku
mendengar dari mulut Rasulullah (ﷺ), ketika beliau bersabda : 'Thalhah dan Az-Zubair adalah
tetanggaku di surga."
[ HR. An-Nasaa'i
no. 4106 , at-Turmudzi no. 3741 dan al-Haakim no. 3/364 ]
Abu Isa Turmudzi
berkata : " Ini hadits Hasan Shahih Ghoriib ".
KESUKSESAN BISNIS
THALHAH BIN UBAIDILLAH رضي الله عنه :
Tholhah bin
Ubaidillah adalah seorang sahabat yang kaya raya . Di samping dia sibuk
beribadah dan berjihad fi sabiilillah , namun dia juga aktif berbisnis .
Dan dia tidak
menyukai para pengangguran , yang hidupnya banyak dihabiskan untuk duduk-duduk
di rumah .
Sebagaimana yang di
riwayatkan oleh Muhammad bin Sa'ad dalam الطَّبَقَاتُ
الكُبْرَى [3/166 cet. دار
الكتب العلمية] dengan sanadnya :
Telah memberi tahu
kami Yazid bin Harun , dia berkata : Telah memberi tahu kami Ismail dari Qais ,
dia berkata:
Thalhah bin
Ubaidillah berkata :
إِنَّ أَقَلَّ الْعَيْبِ عَلَى
الْمَرْءِ أَنْ يَجْلِسَ فِي دَارِهِ.
Aib [ perbuatan
tercela ] yang paling terendah bagi seseorang adalah dia hanya duduk-duduk di
rumahnya .
MACAM-MACAM BISNIS
THALHAH :
Bisnis Thalhah bergerak di bidang sbb :
§ Lahan Hijau Pertanian gandum , perkebunan kurma dan lainnya di pinggir-pinggir kota dan tepi lembah-lembah .
§ Pertanahan atau real estate di pusat-pusat kota
§ Perdagangan
§ Thalhah bin Ubaidillah adalah orang pertama yang bercocok tanam gandum di kanal.
PENGHASILAN THALHAH
(RA) :
Penghasilan
Harian :
Penghasilan Thalhah
dari Irak setiap hari adalah 1000 waafin dirham dan dua Daaniq [± Rp.
454.600.000 ]
Note : Makna وَافٍ دِرْهَم ( waafi dirham ) :
Waafi adalah salah satu
nama jenis dirham . Berat timbangan Al-Waafi adalah berat timbangan dinar [dan
dengan demikian] adalah berat timbangan dirham Persia, yang dikenal sebagai
Baghliah. Berat Timbangan satu Dinar emas adalah 8 Daniq . Dan satu dinar emas
Syar'i sama dengan 4,250 gram
[ Lihat : Asad
al-ghoobah karya Ibnu al-Atsiir 1/471 cet. Dar al-Fikr . Dan lihat artikel : الدِّرْهَمُ الْإِسْلَامِيُّ
الْمَضْرُوبُ عَلَى الطِّرَازِ السَّاسَانِيِّ]
Penghasilan
musiman Thalhah :
Penghasilan
musimannya di Irak adalah 400 ribu [ dirham = 127 milyar 500 juta rupiah].
Dan penghsilannya
di as-Sarraah sekitar 10 ribu dinar [ 38 Milyar 250 juta rupiah ].
Dan dari
lahan-lahan tanah tepi lembah dan pinggiran kota juga ada penghasilan baginya .
Harta warisan
yang di tinggalkan ketika dia wafat :
Ketika dia
meninggal dunia , dia meninggalkan harta :
A. 2 juta 200 ribu
dirham [ 701 milyar 250 juta rupiah
] .
B. 200 ribu dinar
emas [ 765 milyar rupiah ]
C. Emas batangan
murni sebanyak 300 muatan [ yang diangkut 300 hewan ] .
D. Nilai Aset dan
real estatenya 30 juta dirham [ Rp. 9.562.500.000.000 ]
[ Lihat : سِيَرُ أَعْلَامِ النُّبَلَاءِ karya Adz-Dzahabi dalam biografi Thalhah 1/40-41 ]
Muhammad bin Sa'ad
dlam الطَّبَقَاتُ الكُبْرَى [ 3/166 ] meriwayatkan :
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُمَرَ
قَالَ: حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ بْنُ يَحْيَى عَنْ مُوسَى بْنِ طَلْحَةَ أَنَّ
مُعَاوِيَةَ سَأَلَهُ : كَمْ تَرَكَ أَبُو مُحَمَّدٍ - يَرْحَمُهُ اللَّهُ - مِنَ
الْعَيْنِ؟ قَالَ: تَرَكَ أَلْفَيْ أَلْفِ دِرْهَمٍ وَمِائَتَيْ أَلْفِ دِرْهَمٍ
وَمِائَتَيْ أَلْفِ دِينَارٍ. وَكَانَ مَالُهُ قَدِ اغْتِيلَ. كَانَ يُغِلُّ كُلَّ
سَنَةٍ مِنَ الْعِرَاقِ مِائَةَ أَلْفٍ سِوَى غلاته من السراة وغيرهما.
وَلَقَدْ كَانَ يُدْخِلُ قُوتَ
أَهْلِهِ بِالْمَدِينَةِ سَنَتَهُمْ مِنْ مَزْرَعَةٍ بِقَنَاةٍ كَانَ يَزْرَعُ
عَلَى عِشْرِينَ نَاضِحًا. وَأَوَّلُ مَنْ زَرَعَ الْقَمْحَ بِقَنَاةٍ هُوَ.
فَقَالَ مُعَاوِيَةُ: عَاشَ حَمِيدًا سَخِيًا شَرِيفًا وَقُتِلَ فَقِيدًا.
رَحِمَهُ اللَّهُ.
Muhammad bin Umar
memberi tahu kami, dia berkata: Ishaq bin Yahya memberi tahu saya dari Musa
putra Thalhah :
"Bahwa
Muawiyah bertanya kepadanya: Berapa banyak Abu Muhammad [ yakni Thalhah ]
meninggalkan harta dari Al-'Ain [ mata air ] ?
Dia berkata: Dia
meninggalkan 2 juta 200 ribu dirham [ 701 milyar 250 juta rupiah ] dan 200 ribu dinar emas [ 765 milyar rupiah ]
.
Dan hartanya
senatiasa memberikan hasil . Dia biasa menerima 100 ribu penghasilan dari Irak
setiap tahun, selain hasil panennya dari daerah As-Saraat [ lahan tanah di
tengah kota] dan lainnya.
Dan dia biasa
membawa sembako untuk keluarganya di Madinah untuk selama setahun, dari lahan
pertanian miliknya di tepi kanal .
Dan dia telah
bercocok tanam dengan menggunakan 20 NADLIH. [ الناضح : adalah unta, sapi , atau keledai yang digunakan untuk
mengairi perkebunan atau pertanian . Pen ]
Dia adalah orang
pertama yang bercocok tanam gandum di kanal.
Muawiyah berkata :
Dia hidup sebagai seorang pria yang terpuji, murah hati dan terhormat, dan
ketika dia terbunuh , orang-orang merasa kehilangan , semoga Allah merahmatinya
".
[ Lihat juga : سِيَرُ أَعْلَامِ النُّبَلَاءِ 1/34-35 oleh Adz-Dzahabi
]
DIANTARA
KEDERMAWANAN THALHAH DAN SEBAGIAN INFAQ NYA :
Thalhah bin
Ubaidillah رضي الله عنه sangat
terkenal dengan kedermawanannya, dia banyak berinfak dan bersedekah .
Al-Madaaini
berkata:
إِنَّمَا سُمِّيَ طَلْحَةُ بْنُ عُبَيْدِ
اللَّهِ الْخُزَاعِيُّ: طَلْحَةَ الطَّلَحَاتِ؛ لِأَنَّهُ اشْتَرَى مِائَةَ غُلَامٍ
وَأَعْتَقَهُمْ وَزَوَّجَهُمْ، فَكُلُّ مَوْلُودٍ لَهُ سَمَّاهُ: طَلْحَةَ.
Dia disebut Thalhah
bin Ubaidullah Al-Khuza'i : Thalhata Ath-Thalahaat ; Karena dia membeli seratus
anak laki-laki budak , lalu memerdekakan mereka, dan menikahkan mereka, maka
masing-masing anak dari mereka di kasih nama Thalhah .
[ Baca : عُيُونُ الْأَخْبَارِ karya ad-Dainuuri 1/466 ]
Thalhah pernah
menjual tanahnya seharga 700 ribu [ yakni 700 ribu dirham = 21,84 milyar rupiah ] maka dia semalaman
dipenuhi rasa cemas dan sedih karena ketakutan dengan uang tsb , maka pada pagi
harinya dia sedekahkan semua uang itu.
Dan dia tidak
membiarkan seorang pun dari Bani Tamim kecuali telah dia beri kecukupan untuk
kebutuhan nafkahnya . Dan dia juga melunasi hutang-hutang mereka .
Dia biasa mengirim
ke Aisyah رضي الله عنها 10.000 setiap tahun pada saat penghasilan nya tiba . Dan dia membayarkan
hutang atas nama seorang pria dari Bani Taym sebanyak 30 ribu .
Adz-Dzahabi dlm سِيَرُ أَعْلَامِ النُّبَلَاءِ (1/34) berkata :
قَالَ الزُّبَيْرُ بنُ بَكَّارٍ:
حَدَّثَنِي عُثْمَانُ بنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّ طَلْحَةَ بنَ عُبَيْدِ اللهِ
قَضَى، عَنْ عُبَيْدِ اللهِ بنِ مَعْمَرٍ وَعَبْدِ اللهِ بنِ عَامِرِ بنِ كُرَيْزٍ
ثَمَانِيْنَ أَلْفَ دِرْهَمٍ.
Al-Zubayr bin
Bakkar berkata: Usman bin Abdul Rahman memberitahuku :
Bahwa Talhah bin
Ubaidillah membayari hutang Ubaidullah bin Muammar dan Abdullah bin 'Aamir bin
Kuraiz sebanyak 80 ribu dirham [ Rp. 25.500.000.000].
****
KEDELAPAN
: SA'AD BIN ABI WAQQAASH
(RA)
Sa'ad bin Abi
Waqqash (ra) juga dikenal sebagai Sa'ad bin Malik, adalah salah satu dari
sahabat Nabi Muhammad ﷺ .
Ia berasal dari
suku Bani Zuhrah dari Suku Quraisy dan paman Nabi Muhammad dari garis pihak
Ibu.
Sa'ad dikatakan
menjadi orang ketujuh yang memeluk Islam, yang ia lakukan di usia tujuh
belas tahun. Dia adalah orang pertama yang menembakkan anak panah fii
Sabilillah .
Dan dia termasuk
salah satu dari 10 sahabat yang dijamin masuk syurga .
Sa'ad terutama
dikenal karena kepemimpinannya dalam pertempuran al-Qodisiyyah dan
kunjungannya ke Tiongkok pada tahun 651 M.
DR. Yusuf bin Ahmad al-Qoosim
dalam artikelnya yang berjudul :
قَائِمَةُ أَثْرِيَاءِ الصَّحَابَةِ الصَّاعِدَةِ
مِنْ سُوقِ الْمَدِينَةِ لَا مِنْ «وُولْ سْتْرِيتْ»
Daftar para sahabat
konglomerat yang muncul dari pasar
Madinah, bukan dari "Wall Street"
Menyebutkan :
وَأَمَّا سَعْدُ بْنُ أَبِي وَقَّاصٍ ــ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
ــ فَتُقَدَّرُ ثَرْوَتُهُ بِـ «مِائَتَيْ أَلْفٍ وَخَمْسِينَ أَلْفَ دِرْهَمٍ»
Adapun Saad bin Abi Waqqas رضي الله عنه , kekayaannya diperkirakan "dua ratus
lima puluh ribu dirham."
[ Note : 12 dirham = 1 dinar . Dan
1 dinar = 4,25 gram emas murni. Harga 1 gram emas murni sekiatar Rp. 900.000 .
Maka jika dirupiahkan adalah : 250.000 : 12 x 4,25 x Rp. 900.000 = Rp.
79.687.500.000].
Dan salah satu yang menunjukkan
akan kekayaannya adalah sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Shahih Bukhori
dan Muslim bahwa Saad bin Abi Waqqas (RA) berkata :
جَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُنِي وَأَنَا بِمَكَّةَ وَهُوَ يَكْرَهُ أَنْ يَمُوتَ
بِالْأَرْضِ الَّتِي هَاجَرَ مِنْهَا قَالَ يَرْحَمُ اللَّهُ ابْنَ عَفْرَاءَ
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أُوصِي بِمَالِي كُلِّهِ قَالَ لَا قُلْتُ فَالشَّطْرُ
قَالَ لَا قُلْتُ الثُّلُثُ قَالَ فَالثُّلُثُ وَالثُّلُثُ كَثِيرٌ إِنَّكَ أَنْ
تَدَعَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَدَعَهُمْ عَالَةً
يَتَكَفَّفُونَ النَّاسَ فِي أَيْدِيهِمْ وَإِنَّكَ مَهْمَا أَنْفَقْتَ مِنْ
نَفَقَةٍ فَإِنَّهَا صَدَقَةٌ حَتَّى اللُّقْمَةُ الَّتِي تَرْفَعُهَا إِلَى فِي
امْرَأَتِكَ وَعَسَى اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَكَ فَيَنْتَفِعَ بِكَ نَاسٌ وَيُضَرَّ
بِكَ آخَرُونَ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ يَوْمَئِذٍ إِلَّا ابْنَةٌ
Nabi ﷺ datang menjengukku (saat aku sakit) ketika aku berada di Makkah".
Dia tidak suka bila meninggal dunia di negeri dimana dia sudah berhijrah
darinya.
Beliau bersabda;
"Semoga Allah merahmati Ibnu 'Afra'".
Aku katakan:
"Wahai Rasulullah, aku mau berwasiat untuk menyerahkan seluruh
hartaku".
Beliau bersabda:
"Jangan".
Aku katakan:
"Setengahnya"
Beliau bersabda:
"Jangan".
Aku katakan lagi:
"Sepertiganya".
Beliau bersabda:
"Ya, sepertiganya dan sepertiga itu sudah banyak.
Sesungguhnya jika
kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan KAYA itu lebih baik daripada kamu
meninggalkan mereka dalam keadaan miskin lalu MENGEMIS kepada manusia dengan
menengadahkan tangan mereka.
Sesungguhnya apa
saja yang kamu keluarkan berupa nafkah sesungguhnya itu termasuk shadaqah
sekalipun satu suapan yang kamu masukkan ke dalam mulut istrimu.
Dan semoga Allah
mengangkatmu dimana Allah memberi manfaat kepada manusia melalui dirimu atau dan
mengangkatmu dari hal yang menimbulkan madharat atas orang-orang yang
lainnya".
Saat itu dia
(Sa'ad) tidak memiliki ahli waris kecuali seorang anak perempuan. ( HR. Bukhori
No. 2537)
****
KESEMBILAN : HAKIM BIN HIZAM BIN KHUWAILD AL-QUREISYI :
Dia lahir di dalam Ka'bah, dan
itu karena ibunya masuk Ka'bah dengan para wanita dari Quraisy saat dia hamil.
Maka ketika dia berada di dalam Ka'bah , tiba-tiba terjadi kontraksi kelahiran , dan dia melahirkan Hakim .
Hakim bin Hizam ini termasuk
pengusaha Elaf Quraisy yang sukses semenjak masa Jahiliyah . Dan sejak masa itu
pula dia adalah sosok yang sangat dermawan . Harta nya banyak dihabiskan untuk
didermakan , diantaranya untuk memerdekakan para budak.
Dia termasuk dari para sahabat
yang masuk Islam saat penaklukan kota Makkah, dan dia adalah salah satu
bangsawan Quraisy dan para pemimpinnya di sebelum Islam datang dan sesudah nya
. Dan dia adalah salah satu dari mereka yang hatinya dilunakkan / muallaf ,
yaitu Rasulullah ﷺ memberinya 100 unta pada perang Hunayn, kemudian keislamannya
semakin bagus .
Dia hidup 120 tahun, 60 tahun
dalam kejahiliyahan, dan 60 tahun dalam Islam. Dan dia meninggal pada tahun 54
H pada masa Muawiyah, dan ada yang mengatakan : tahun 58 H.
Dan dia ikut serta Badar dengan
pasukan orang-orang kafir dan selamat dalam kekalahan perang .
Maka setelah masuk Islam dia
bersumpah dan bersungguh-sungguh dalam menunaikan sumpahnya . Dia mengatakan :
وَالَّذِي نَجَّانِي يَوْمَ بَدْرٍ
" Demi Dzat yang telah
menyelamatkanku pada pada perang Badar ".
Maka dia tidak melakukan
sesuatu kebaikan di masa Jahiliyah kecuali dia akan melakukan hal yang sama
setelah masuk Islam.
Dan dia adalah pemilik Dar
an-Nadwah di Makkah [ sejenis gedung
parlemen ] , lalu dia menjualnya kepada Muawiyah seharga 100.000 dirham [ ± 32
milyar rupiah ] .
Ibnu al-Zubair berkata
kepadanya :
بِعْتَ مَكْرَمَة قُرَيْش ؟؟؟
Kau telah menjual simbol
kehormatan Quraisy ???
Hakim berkata:
ذَهَبَتِ الْمَكَارِمُ إِلَّا التَّقْوَى
"Kehormatan-kehormatan
itu telah pergi kecuali ketakwaan".
Dan uang tsb disedekahkan
semuanya .
Lalu dia datang kepada
Rosulullah ﷺ dan
bertanya :
يَا رَسُولَ
اللَّهِ أَرَأَيْتَ أَشْيَاءَ كُنْتُ أَصْنَعُهَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ كُنْتُ أَتَحَنَّثُ
بِهَا يَعْنِي أَتَبَرَّرُ بِهَا
'Wahai Rasulullah, bagaimana
pendapat Anda tentang sesuatu perbuatan yang aku pernah mengerjakannya di zaman
jahiliyah, aku pernah bertahannuts (mengasingkan diri) untuk mencari
kebaikan".
Maka Rasulullah ﷺ bersabda :
أَسْلَمْتَ عَلَى مَا سَلَفَ لَكَ مِنْ خَيْرٍ
"Kalau
kamu masuk Islam, kamu akan mendapat dari kebaikan yang kamu lakukan
dahulu". [HR. Bukhori no. 2353].
Dan Hakim bin Hizam melakukan
ibadah haji dalam Islam, dan bersamanya ada 100 unta yang telah dia olesi
dengan tinta sebagai tanda untuk hadyu [ berkurban di Makkah ] .
Dan dia wuquf di Arafat bersama
100 pemuda , di leher mereka terdapat lingkaran [kerah] terbuat dari perak yang
terukir di dalamnya :
عُتَقَاءُ اللَّه عَنْ حَكِيْم بْن حِزَام
Artinya : budak-budak yang di
merdekakan karena Allah dari Hakim bin Hizam
Dan dia mensedekahkan 1000
kambing.
Dan dia adalah orang yang
sangat dermawan ".
[ Diterjemahkan penulis dari تراجم عبر التاريخ
biografi حكيم بن حزام بن خويلد القرشي ]
****
KESEPULUH : URWAH BIN ABI AL-JA'D AL-BAARIQI (RA)
PEMBISNIS
LIMBAH
Dari Urwah bin Abul
Ja'ad Al Bariiqi (ra) ia berkata;
" دَفَعَ إلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دِينَارًا لِأَشْتَرِيَ لَهُ شَاةً فَاشْتَرَيْتُ لَهُ
شَاتَيْنِ فَبِعْتُ إحْدَاهُمَا بِدِينَارٍ وَجِئْتُ بِالشَّاةِ وَالدِّينَارِ إلَى
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ لَهُ مَا كَانَ مِنْ أَمْرِهِ
فَقَالَ بَارَكَ اللَّهُ لَكَ فِي صَفْقَةِ يَمِينِكَ فَكَانَ يَخْرُجُ بَعْدَ ذَلِكَ
إلَى كُنَاسَةِ الْكُوفَةِ فَيَرْبَحُ الرِّبْحَ الْعَظِيمَ فَكَانَ مِنْ أَكْثَرِ
أَهْلِ الْكُوفَةِ مَالًا ".
"
Rasulullah ﷺ
memberikan kepadaku satu dinar untuk membeli seekor kambing untuknya, maka aku
pun dengan satu dinar itu membelikan dua ekor kambing . Lalu aku menjual salah
satu dari keduanya seharga satu dinar . Dan aku menemui Nabi ﷺ dengan
membawa satu ekor kambing dan satu dinar".
Lalu ia
menceritakan kepada beliau tentang apa yang ia perbuat, maka beliau ﷺ pun
bersabda: "Semoga Allah memberkahi transaksi jual belimu".
Setelah itu ia
pergi merantau ke Kufah singgah di suatu tempat pembuangan limbah, lalu ia
mendapatkan laba yang sangat banyak sehingga ia menjadi salah seorang dari
penduduk kufah yang PALING KAYA RAYA".
[HR. Abu Daud no.
3384 , Tirmidzi no. 1258 dan Ibnu Majah no. 2513 . Di shahihkan oleh an-Nawawi
dalam al-Majmu' 9/262 dan oleh al-Albaani dalam al-Irwa 5/129 .
MAKNA : al-Kunaasah
[ الكُنَاسَة ] .
Yaquut al-Hamawi [w. 623 H] dalam Mu'jam al-Buldan 4/181 berkata :
" الكُنَاسَةُ:
بِالضَّمِّ، وَالْكَنْسُ: كَسْحُ مَا عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ مِنَ الْقُمَامَةِ، وَالْكُنَاسَةُ
مَلْقَى ذَلِكَ: وَهِيَ مَحَلَّةٌ بِالْكُوفَةِ ".
Al-Kunasah berasal dari kata
"al-kans" yang berarti menyapu atau menghilangkan limbah [sampah]
yang ada di permukaan bumi. Al-Kunaasah adalah tempat pembuangan limbah dan
sampah . Dan itu adalah tempat di Kufah ".
LAFADZ RIWAYAT LAIN :
Dari jalur lain yang ma'ruf tentang Urwah,
melalui jalur Said bin Zaid, dari Az-Zubair bin Al-Khurayt, dari Abu Lubaid,
dari Urwah bin Abi Al-Ja'd al-Baariqi (ra) dia berkata:
"عُرِضَ
لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَلْبٌ، فَأَعْطَانِي دِينَارًا، وَقَالَ:
أَيُّ عُرَوَةِ اِئْتِ الْجَلْبَ، فَاشْتَرِ لَنَا شَاةً
! [كَأَنَّهَا أُضْحِيَّةٌ]، فَأَتَيْتُ الْجَلْبَ، فَسَاوَمْتُ صَاحِبَهُ فَاشْتَرَيْتُ مِنْهُ شَاتَيْنِ
بِدِينَارٍ فَجِئْتُ أُسَوِّقُهُمَا، أَوْ قَالَ: أُقَدِّهُمَا، فَلَقِيَنِي رَجُلٌ،
فَسَاوَمَنِي فَأَبَيْعُهُ شَاةً بِدِينَارٍ، فَجِئْتُ بِالدِّينَارِ، وَجِئْتُ بِالشَّاةِ،
فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا دِينَارُكُمْ، وَهَذِهِ شَاتُّكُمْ، قَالَ: وَصَنَعْتَ
كَيْفَ؟ قَالَ: فَحَدَّثْتُهُ الْحَدِيثَ فَقَالَ: اللَّهُمَّ بَارَكَ لَهُ فِي صَفْقَةِ
يَمِينِهِ، فَلَقَدْ رَأَيْتُنِي أَقِفُّ بِكُنَاسَةِ الْكُوفَةِ، فَأَرْبَحُ أَرْبَعِينَ
أَلْفًا قَبْلَ أَنْ أَصِلَ إِلَى أَهْلِي، وَكَانَ يَشْتَرِي الْجَوَارِي وَيَبِيعُ"
"Ada JALAB [pedagang hewan dari luar (import)] yang
menawarkan kepada Nabi (ﷺ, lalu beliau memberikan satu
dinar kepadaku, dan beliau berkata :
'Wahai Urwah, pergilah ke al-Jalab itu dan
belilkanlah untuk kami seekor kambing'. [sepertinya untuk
keperluan hewan kurban"]
Maka aku pergi mencari al-jalab tersebut,
kemudian aku bernegosiasi dengan pemiliknya dan membeli dua ekor kambing dengan
satu dinar. Setelah itu, aku kembali untuk menjualnya", atau dikatakan:
" aku membawa dua kambing itu .
Kemudian aku bertemu dengan seseorang yang
menawar harga kambing yang ada padaku , lalu dia membeli dari ku kambing
tersebut dengan harga satu dinar.
Maka Aku datang dengan satu dinar tersebut dan
membawa satu ekor kambing tersebut, lalu aku berkata: 'Wahai Rasulullah, ini
dinar antum dan ini kambing antum'.
Beliau bertanya: 'Bagaimana cara kamu
melakukannya?'
Aku menceritakan kejadian tersebut kepadanya,
maka beliau bersabda : 'Ya Allah, berkahilah transaksi tangan kanannya.'
Sesungguhnya aku melihat diriku merantau ke
Kufah dan singgah cari rizki di tempat pembuangan limbah dan aku sukses meraup
keuntungan empat puluh ribu sebelum aku sampai kepada keluargaku . Dan aku pun
membeli budak-budak wanita dan menjualnya."
[HR. Ahmad (19367) , Tirmidzi (1/237), Ibnu
Majah (2402), Ad-Daraqutni (2825), dan Al-Baihaqi (6/112) ]
Al-Mundziri dan An-Nawawi mengatakan:
"Sanadnya hasan shahih." [ Lihat Irwa al-Gholil 5/120].
Di hasankan oleh Syeikh Muqbil al-Waadi'i dalam
Shahih Dalaail an-Nubuwwah (273) dan Syu'aib al-Arn'auth dalam Takhrij
al-Musnad 32/110]
MAKNA al-Jalab [الجَلَب] :
مَا يُؤْتَى بِهِ مِن بَلَدٍ إِلَى بَلَدٍ
مِنْ عُرُوضِ التِّجَارَةِ
Artinya: "Barang-barang dagangan yang
dibawa dari satu negeri ke negeri lain [komoditi import]".
LAFADZ RIWAYAT BUKHORI :
Dari Syabib bin Gharfadah
berkata, aku mendengar orang-orang dari qabilahku yang bercerita dari 'Urwah
al-Baariqi (ra) :
أنَّ النَّبيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أعْطَاهُ دِينَارًا يَشْتَرِي له به شَاةً، فَاشْتَرَى له به
شَاتَيْنِ، فَبَاعَ إحْدَاهُما بدِينَارٍ، وجَاءَهُ بدِينَارٍ وشَاةٍ، فَدَعَا له
بالبَرَكَةِ في بَيْعِهِ، وكانَ لَوِ اشْتَرَى التُّرَابَ لَرَبِحَ فِيهِ.
"
Bahwa Nabi ﷺ
memberinya satu dinar untuk dibelikan seekor kambing, dengan uang itu ia beli
dua ekor kambing, kemudian salah satunya dijual seharga satu dinar, lalu dia
menemui beliau dengan membawa seekor kambing dan uang satu dinar. Maka beliau
mendoa'akan dia keberkahan dalam jual belinya itu". Sungguh dia apabila
BERDAGANG DEBU sekalipun, pasti mendapatkan untung".
Dia Syabib berkata
:
وَقَدْ رَأَيْتُ فِي دَارِهِ
سَبْعِينَ فَرَسًا
"Sungguh
aku telah melihat di rumahnya ada tujuh puluh ekor kuda" [HR. Bukhori no.
3642].
0 Komentar