KESEPAKATAN DI YAMAN PADA 22 SHOFAR 1430 H (21 JAN 2009 M)
===
PERHATIAN :
Dalam Artikel ini, saya Abu Haitsam Fakhri
sama sekali tidak berpihak kepada salah satu kelompok yang berselisih di sini.
Maka Silahkan bagi para pembaca untuk menilai
dan mengambil pelajaran serta teladan dari kisah ini!.
Dulu
Kaum Muslimin Sunni dan para ulama nya di Yaman berkeinginan menyatukan seluruh
kaum muslimin yang sunni . Diantara Tujuannya agar mereka bersatu padu dalam
menghadapi musuh bersama yang datang dari kalangan Syiah al-Hautsi yang didukumg oleh
Iran dan sekutunya.
Mereka
ingin membangun kekuatan bersama, persuadaraan dan persatuan. Dan mereka menginginkan jika
ada perbedaan pendapat , agar di musyawarahkan bersama dengan bijak. Dan mereka
ingin menghentikan manhaj Tahdzir, Hajer dan Jarh wa Ta'diil terhadap sesama
ulama yang berbeda pendapat.
Tepatnya
pada tanggal 22 Shofar 1430 H / 21 Januari 2008 M (kurang lebih) diadakan
pertemuan beberapa ulama untuk membahas fitnah yang tengah bergejolak, yaitu fitnah
Manhaj Hajer dan Tahdzir.
Dan
isi akta kesepakatan tersebut secara garis besarnya adalah sebagai berikut:
1-
Meredam atau diam terhadap fitnah ulama yang ada di Yaman, sesuai dengan
nasihat Kibarul Ulama.
2-
Tidak diperkenankan bagi ikhwan Salafiyyin menyebarkan berita-berita yang
memicu perpecahan, meski dengan alasan tahdzir dan nahyi munkar.
3-
Semua ustadz menahan pembicaraan terhadap para ulama tanpa ada kesepakatan
4-
Para Ikhwan Salafiyyin agra tidak melecehkan para ustadz yang menyelisihinya
dalam masalah ijtihadiyah furu’iyyah.
5-
Semua informasi yang terkait dengan fitnah Yaman dikembalikan kepada para ustadz dan para ulama.
6-
Dilarang bagi seluruh ikhwan untuk bersikap sendiri-sendiri dalam masalah
fitnah, dengan melangkahi kesepakatan para ulama dan para ustadz.
Lalu
mereka menyiapkan draft akta perjanjian dan kesepakatan untuk ditanda tangani
bersama oleh masing-masing pihak .
Draft
tersebut ditawarkan pula kepada kelompok Slafiyyiin murid Syekh Muqbil
al-Waadi'i yang di kenal :
" Markaz
Dakwah Salafiyyah Darul Hadits Dammaj Yaman".
Namun akta perjanjian dan kesepakatan di
tolak oleh mereka. Dengan alasan singkatnya sebagai berikut :
Pertama : manhaj hajer dan tahdzir itu bagian dari Nahyi Munkar . Dan itu hukumnya wajib untuk diamalkan .
Kedua : jika
menemukan dalil yang shahih dari al-Quran dan As-Sunnah ; maka harus segera
diamalkan . Tidak ada dalil yang menyuruh bermusyawarah dulu.
Ketiga : Dalam masalah khilafiyah ijtihadiyah dalam furu' agama, maka pendapat Markaz Darul Hadits adalah pendapat yang pasti benar dan tidak mungkin salah (ma'shum); karena selalu merujuk kepada al-Qur'an dan hadits yang shahih. Sementara pendapat yang menyelisihinya, bisa dipastikan sesat; karena mengikuti hawa nafsu dan menyelisihi al-Qur'an dan as-Sunnah. Maka ia wajib di tahdzir dan di hajer, demi untuk menghindari kerjasama dalam perbuatan dosa dan permusuhan.
===
BERIKUT
INI TEXT ARTIKEL PENOLAKAN DARI DARUL HADITS DAMMAJ BESERTA ARGUMENTASINYA :
==***===
“MENDOBRAK KESEPAKATAN YANG BERTUJUAN MEMBUNGKAM KEBENARAN”
Disusun
oleh:
Abu Fairuz Abdurrohman bin Sukaya Al Qudsi Al Indonesi ‘afallohu ‘anhu
Di Markaz Dakwah Salafiyyah Darul Hadits Dammaj Yaman -harosahalloh-
===
بسم الله الرحمن الرحيم
Muqoddimah
إن
الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا من
يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك
له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله.
]يا
أيها الذين آمنوا اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون[
]يا
أيها الناس اتقوا ربكم الذي خلقكم من نفس واحدة وخلق منها زوجها وبث منهما رجالا
كثيرا ونساء واتقوا الله الذي تساءلون به والأرحام إن الله كان عليكم رقيبا[
] يا
أيها الذين آمنوا اتقوا الله وقولوا قولا سديدا يصلح لكم أعمالكم ويغفر لكم ذنوبكم
ومن يطع الله ورسوله فقد فاز فوزا عظيما . [
أما
بعد: فإن خير الحديث كلام الله وخير الهدي هدي محمد صلى الله عليه وعلى آله وسلم
وشر الأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار .
Telah
sampai kepada kami berita dari seorang ikhwah Salafiyyin bahwasanya di tempat
dia pada tanggal 22 Shofar 1430 H (kurang lebih) sudah ada pertemuan beberapa
ustadz untuk membahas fitnah yang tengah bergejolak. Dan hasil kesepakatan
tersebut secara garis besarnya adalah sebagai berikut:
1-
Meredam atau diam terhadap fitnah ulama yang ada di Yaman, sesuai dengan
nasihat Kibarul Ulama.
2-
Tidak diperkenankan bagi ikhwan Salafiyyin menyebarkan berita-berita yang
memicu perpecahan
3-
Semua ustadz menahan pembicaraan terhadap para ulama tanpa ada kesepakatan
4-
Ikhwan Salafiyyin tidak boleh melecehkan para ustadz.
5-
Semua informasi yang terkait dengan fitnah Yaman dikembalikan kepada para
ustadz.
6-
Dilarang bagi seluruh ikhwan untuk bersikap sendiri-sendiri dalam masalah
fitnah mendahului kesepakatan para ustadz.
Dan
jika benar bahwasanya isi kesepakatan tersebut adalah demikian, maka ana ingin
menyampaikan tulisan yang disegerakan sebagai bentuk koreksian atau pelurusan
terhadap perkara-perkara yang membutuhkan hal tersebut. Dan mengingat
bahwasanya catatan ini bersifat segera, maka ana tidak menuliskan banyak
dalil-dalil di dalam permasalahan yang hendak ana utarakan. Lagipula bagi
orang-orang yang telah memahami manhaj Salaf, maka perkara yang hendak ana
sampaikan itu sangatlah jelas, dan dalil-dalilnya telah dimaklumi bersama
dengan seidzin Alloh.
===
Bab Satu: Tanggapan terhadap Isi Kesepakatan diatas :
PertamaTerhadap
isi kesepakatan pertama: “Meredam atau diam terhadap fitnah ulama yang
ada di Yaman, sesuai dengan nasihat Kibarul Ulama.”
Ana
katakan :
Pertama
: Kebenaran itu diketahui berdasarkan Al Qur’an, As Sunnah dan thoriqotus
Salaf.
Barangsiapa
ucapannya dan perbuatannya mencocoki ketiga pondasi Ahlussunnah tersebut, maka
harus dibenarkan, diterima, dihormati dan didukung. Sama saja apakah hal itu
berasal dari Kibarul Ulama, ataukah shighorul Ulama (kalau benar istilah ini),
ataukah dari anak kecil kaum Muslimin.
Alloh
ta’ala berfirman:
وَحَاجَّهُ
قَوْمُهُ قَالَ أَتُحَاجُّونِّي فِي اللَّهِ وَقَدْ هَدَانِ [الأنعام/80]
“Maka
kaumnya membantahnya. Ibrohim berkata: Apakah kalian membantah diriku tentang
Alloh padahal Alloh telah memberiku petunjuk?” (Al An’am 80)
Ayat
ini berisi tentang pengingkaran Ibrohim ‘alaihis salam terhadap sikap kaumnya
yang membantah dirinya padahal beliau telah sesuai dengan al haq.
Alloh
ta’ala berfirman:
إِنَّمَا
كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ
بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
[النور/51]
“Hanyalah
perkataan kaum mukminin jika diseru kepada Alloh dan Rosul-Nya agar dia
menghukumi di antara mereka adalah perkataan mereka,”Kami dengar dan kami
taat.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS An Nur 51)
Alloh
ta’ala berfirman:
فَإِنْ
آَمَنُوا بِمِثْلِ مَا آَمَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا
فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ [البقرة/137]
“Maka
jika mereka mau beriman sebagaimana imannya kalian (para shohabat) pastilah
mereka mendapat petunjuk. Tapi jika mereka berpaling maka sesungguhnya mereka
itu hanyalah di dalam perpecahan.” (QS Al Baqoroh 137)
Kedua:
Dengan penuh hormat ana katakan bahwasanya Ucapan Kibarul Ulama bukanlah wahyu
dari langit yang suci dari kesalahan.
Semuanya
harus siap ditimbang dengan tiga landasan Ahlussunnah di atas.
Rosululloh
-shalallohu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
ليس
أحد إلا يؤخذ من قوله ويترك، إلا النبي صلى الله عليه وسلم.
“Tidaklah
seorangpun melainkan diambil dan ditinggalkan perkataannya kecuali Nabi
-shalallohu ‘alaihi wa sallam-.” (HSR Ath Thabrani di “Mu’jamil Kabir” (11773)
dari Ibnu ‘Abbas rodhiyallohu ‘anhuma/dishohihkan Fadhilatusy Syaikh Yahya Al
Hajury -hafizhahulloh-)
Dan
shohih juga dari perkataan Mujahid -rahimahulloh- (Lihat “Hilyatul Auliya”
(2/31)).
Sa’id
bin Jubair -rahimahulloh- berkata:
عن
ابن عباس ، قال : « تمتع رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال عروة : نهى أبو بكر ،
وعمر عن المتعة ، فقال ابن عباس : ما يقول عرية ؟ قال : يقول : نهى أبو بكر ، وعمر
عن المتعة ، فقال : أراهم سيهلكون ، أقول : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم
ويقولون : قال أبو بكر ، وعمر »
Dari
Ibnu ‘Abbas rodhiyallohu ‘anhuma yang berkata: “Rosululloh -shalallohu ‘alaihi
wa sallam- bertamattu’ (dalam haji)”. Maka ‘Urwah berkata,”Abu Bakr dan Umar
melarang dari tamattu’.” Maka Ibnu ‘Abbas berkata,”Apa yang dikatakan si ‘Urwah
kecil?” Dijawab,”Dia berkata: “Abu Bakr dan Umar melarang dari tamattu’.” Maka
Ibnu ‘Abbas berkata,”Aku menyangka mereka akan binasa, kukatakan “Rosululloh
-shalallohu ‘alaihi wa sallam- bersabda” dan mereka berkata,”Abu Bakr dan Umar
berkata”.” (“Jami’ Bayanil ‘Ilmi” 4/hal. 42/ atsar itu dishohihkan Fadhilatusy
Syaikh Yahya -hafizhahulloh-)
Ketiga:
Barangsiapa telah datang padanya al haq –yang diketahui dengan
hujjah-hujjahnya, bukan dengan taqlid- wajib baginya untuk menerimanya, sebagai
bentuk ketawadhu’an kepada Alloh ta’ala. Dan harom baginya untuk menyombongkan
diri meskipun sekecil dzarroh.
Abu
Salamah -rahimahulloh- berkata:
الْتَقَى
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِى عَلَى
الْمَرْوَةِ فَتَحَدَّثَا ثُمَّ مَضَى عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو وَبَقِىَ
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ يَبْكِى فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ مَا يُبْكِيكَ يَا أَبَا
عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ هَذَا – يَعْنِى عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو – زَعَمَ
أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَنْ كَانَ فِى قَلْبِهِ
مِثْقَالُ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ مِنْ كِبْرٍ أَكَبَّهُ اللَّهُ عَلَى وَجْهِهِ
فِى النَّارِ ».
“Abdulloh
bin Umar berjumpa dengan Abdulloh bin Amr ibnul ‘Ash -rodhiyallohu ‘anhum- di
atas bukit Marwah. Lalu mereka saling menyampaikan hadits. Kemudian Abdulloh
bin Amr berlalu, dan tinggallah Abdulloh bin Umar di situ menangis. Maka
seseorang bertanya kepadanya,”Apa yang membikin Anda menangis, wahai Abu
Abdirrohman?” Beliau menjawab,”Orang ini tadi – Abdulloh bin Amr- menyatakan
bahwa Rosululloh -shalallohu ‘alaihi wa sallam- bersabda: “Barangsiapa di
hatinya ada kesombongan seberat timbangan biji sawi, Alloh akan menelungkupkan
dirinya di dalam neraka di atas wajahnya.” (HR Ahmad/7211/ dishohihkan Imam Al
Wadi’iy -rahimahulloh- di “Al Jami’ush Shohih”)
Keempat:
Barangsiapa telah mengetahui kebenaran, wajib baginya untuk berusaha
menolongnya sekuat tenaganya, sesuai dengan hajat dien saat itu.
Alloh
ta’ala berfirman:
وَلَا
تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آَثِمٌ قَلْبُهُ وَاللَّهُ
بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ [البقرة/283]
“Dan
janganlah kalian menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa menyembunyikan
persaksian maka sesungguhnya orang itu hatinya telah berdosa. Dan Alloh itu
Alim (Mahatahu) terhadap apa yang kalian lakukan.” (QS Al Baqoroh 283)
Alloh
ta’ala berfirman:
يَا
بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ
وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ [لقمان/17]
“(Luqman
berkata pada anaknya): “Wahai anakku sayang tegakkanlah sholat, perintahkanlah
kepada yang ma’ruf, dan laranglah dari yang mungkar, dan bersabarlah terhadap
apa yang menimpamu.” (QS Luqman 17)
Kalau
kalian memang sayang pada anak-anak kalian dan pada umat ini, inilah yang
mestinya kalian perintahkan, dan bukan perintah untuk menyembunyikan kebenaran
karena takut resiko.
Anas
bin Malik rodhiyallohu ‘anhu berkata:
قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ
مَظْلُومًا » . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا نَنْصُرُهُ مَظْلُومًا ،
فَكَيْفَ نَنْصُرُهُ ظَالِمًا قَالَ « تَأْخُذُ فَوْقَ يَدَيْهِ«.
Rosululloh
-shalallohu ‘alaihi wa sallam- bersabda: “Tolonglah saudaramu baik dia itu
zholim atau dizholimi.” Mereka berkata: “Wahai Rosululloh, orang ini akan kami
tolong jika dia terzholimi. Maka bagaimana kami menolongnya jika dia yang
zholim?” Beliau bersabda: “Engkau pegang tangannya (cegah dia dari berbuat
zholim).” (HSR Al Bukhory (2444))
Sudah
jelas berdasarkan dalil-dalil dan hujjah serta bayyinat (bukan satu bayyinah)
bahwasanya Fadhilatusy Syaikh Yahya -hafizhahulloh- dan markiz induk di Dammaj
dizholimi oleh makar Abdurrohman-Abdulloh Al ‘Adniyyan dengan para pengikutnya
-hadahumulloh-, bekerja sama dengan para pengikut Abul Hasan Al Mishry dan
pengikut Sholih Al Bakry. Juga telah jelas Dakwah Salafiyyah yang murni
dizholimi oleh mereka dengan muhdatsat dan perusakan prinsip. Juga kasus-kasus
perampasan masjid-masjid yang berlangsung sejak fitnah Jam’iyyat sampai
sekarang. Di manakah kalian letakkan perintah Alloh ta’ala dan Rosul-Nya -shalallohu
‘alaihi wa sallam- di atas?
Kelima:
Barangsiapa belum mengetahui kebenaran, wajib baginya untuk mencarinya sekuat
tenaga sesuai dengan tahapannya, dan bukan bersikap masa bodoh.
Rosululloh -shalallohu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
إنما
العلم بالتعلم و الحلم بالتحلم و من يتحر الخير يعطه و من يتوق الشر
يوقه .
“Hanyalah ilmu itu dengan belajar, dan “al hilm” (kesabaran dari
kemarahan) itu diperoleh dengan “tahallum” (berusaha untuk tidak cepat membalas
kejelekan dengan kejelekan). Dan barangsiapa berusaha mencari kebaikan dia akan
memperolehnya. Dan barangsiapa berusaha melindungi diri dari kejelekan, dia
akan dilindungi darinya.” (HR Al Khothib Al Baghdady -rahimahulloh- di “Tarikh
Baghdad” 9/127 dan dihasankan Imam Al Albany -rahimahulloh- di “Ash Shohihah”
1/hal. 605, dan ada sanad-sanad pendukungnya)
Jadi
memang harus dengan usaha mencari, nanti Alloh ta’ala akan menolongnya untuk
meraihnya.
Alloh
ta’ala berfirman:
فَاسْأَلُوا
أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ [النحل/43]
“Maka bertanyalah kepada ulama jika kalian tidak mengetahui.”
(QS An Nahl 43)
Dan
alhamdulillah kami telah mendapatkan penjelasan dari para ulama di markiz
Dammaj seperti Fadhilatusy Syaikh Yahya Al Hajury, Syaikh Jamil Ash Shilwy,
Syaikh Muhammad bin Hizam, Syaikh Abu Amr Al Hajury, Syaikh Abu Bilal Al
Hadhromy, Syaikh Abdul Hamid Al Hajury, Syaikh Muhammad Al ‘Amudy dan lainnya
-hafizhahumulloh-, dan juga Syaikhunal Walid Muhammad bin Mani’ di markiz
Shon’a, Syaikh Ahmad bin ‘Utsman di markiz ‘Adn, Syaikh Hasan bin Qosim Ar
Roimy (murid Imam Al Albany -rahimahulloh-) di markiz Ta’iz, dan Syaikh Abu
‘Ammar Yasir Ad Duba’iy di markiz Mukalla.
Semuanya
-hafizhahumulloh- menjelaskan dengan hujjah-hujjah mereka bahwasanya kesalahan
Abdurrohman-Abdulloh Al ‘Adniyyan dengan para pengikutnya -hadahumulloh- adalah
sebagai berikut (secara ringkas):
Pertama:
Memuji ahlul bida’ dan hizbiyyin, atau mengangkat citra mereka (no. 1)
Kedua:
menolong ahlul bida’, merasa sakit dengan serangan ahlussunnah terhadap mereka,
dan membela mereka (no. 2)
Ketiga:
Banyak diam terhadap kebatilan hizbiyyin, dan lemah dalam mengingkari
kemungkaran mereka (no. 3)
Keempat:
Cercaan yang batil terhadap ulama sunnah yang istiqomah (no. 4)
Bercabang
darinya perkara berikut ini:
1-
Merusak citra ahlul haq bahwasanya mereka itu memiliki pemikiran khowarij dan
pengkafiran. (no. 5)
2-
Merusak citra ahlussunnah bahwasanya mereka itu penyebab perpecahan. (no. 6)
3- Berusaha untuk melekatkan citra “fitnah” kepada
ahlussunnah yang memberikan nasihat. (no. 7)
4-
Menuduh ahlussunnah yang cemburu untuk agama Alloh, dan yang menampakkan
kebenaran, menuduh mereka sebagai orang yang tergesa-gesa dan terburu-buru.
(no. 8)
Kelima:
Mendustakan sebagian saksi, mencela mereka, dan mencela orang-orang yang
menasihatinya dan menjelaskan kesalahannya. (no. 9)
Keenam:
Meremehkan dan mengejek Ahlul haq. (no. 10)
Ketujuh:
Membikin-bikin berita bohong, dan berdusta atas nama orang yang jujur yang
mengkritiknya dan menasihatinya. (no. 11)
Kedelapan:
Mengangkat slogan-slogan, di antaranya adalah:
1- Slogan: “Kalian harus lemah lembut, kalian punya sifat
berlebihan dan keras!” (no. 12)
2-
Slogan: “Kalian suka mempopulerkan kesalahan!” (no. 13)
3- Berlindung di balik slogan: “mengambil manfaat dan menolak
bahaya.” Untuk membungkam orang yang hendak menasihati. (no. 14)
4-
Mengangkat slogan “Harus baik sangka” untuk meruntuhkan kritikan. (no. 15)
5- Mengangkat slogan “Harus tatsabbut (cari kepastian) dan
tabayyun (cari penjelasan)” dalam rangka menangkis kritikan. (no. 16)
6-
Mengangkat slogan “Kami dizholimi, kami butuh keadilan!” untuk memperburuk
citra pemberi nasihat, dan menarik perasaan orang. (no. 17)
Kesembilan:
memalingkan perhatian orang-orang dari inti perselisihan. (no. 18)
Kesepuluh:
Memanfaat kejadian-kejadian yang ada untuk melancarkan hasrat dan tujuan mereka
yang busuk. (no. 19)
Kesebelas:
Upaya menghindar dari Ahlul haq, menghalangi orang dari mereka, dan melarikan
orang dari kebenaran dan Ahlul haq. (no. 20)
Kedua
belas: Tidak mau membantu para pembela manhajus Salaf dalam memerangi para
hizbiyyin. (no. 21)
Ketiga
belas: Berdalilkan dengan diamnya sebagian ulama (no. 22)
Keempat belas: Bertamengkan dengan fatwa atau perbuatan sebagian
ulama dalam menyelisihi kebenaran. (no. 23)
Kelima
belas: mereka berlebihan dalam meninggikan ulama atau pimpinan mereka hingga
mengangkat mereka ke tingkatan “tak bisa dikritik” (no. 24)
Keenam
belas: Membentuk landasan dan pokok-pokok yang menyelisihi manhaj Salaf untuk
menolong kebatilan. (no. 25)
Ketujuh
belas: Sedikitnya kesediaan untuk menerima nasihat yang benar. (no. 26)
Kedelapan
belas: Teman dekat yang jelek, duduk-duduk dengan hizbiyyun, dan berloyalitas
dengan mereka. (no. 27)
Kesembilan
belas: Sikapnya sering bertolak belakang, dan banyak berdusta. (no. 28)
Dan bercabang dari itu, atau mirip dengannya:
1-
Membikin makar dan tipu daya (no. 29)
2- Penipuan dan pengkhianatan (no. 30)
3- Meniru Ikhwanul Muslimin dan cabang-cabang mereka dalam
menempuh metode lambat (no. 31)
4-
Upaya berlepas diri secara politis dari kesalahan anak buahnya untuk
menghindari tanggung jawab. (no. 32)
5-
Politik topeng, alih warna, bersembunyi, dan muka ganda. (no. 33)
6- Berpura-pura lemah lembut dan akhlak mulia (no. 34)
7-
Pemutarbalikan fakta (no. 35)
8- Khianat dalam menukil berita sehingga merubah makna (no. 36)
Kedua
puluh: Pengkaburan, dan penyamaran antara kebenaran dan kebatilan. (no. 37)
Kedua
puluh satu: Sibuk memperbanyak barisan (no. 38)
Kedua
puluh dua: Menjaring massa, membuat mereka terlena dengan angan-angan,
pemberian dan sebagainya (no. 39)
Kedua
puluh tiga: Tidak rela dengan penyebaran kebenaran yang menyelisihi hawa
nafsunya (no. 40)
Kedua
puluh empat: kerakusan untuk mengumpulkan harta atas nama dakwah (no. 41)
Dan
bercabang darinya:
1- Meniru Ikhwanul Muslimin dengan cara meminta- minta harta
setelah menyampaikan ceramah (no. 42)
2-
Membuka jalan untuk mendirikan jam’iyyah dan semisalnya atas nama dakwah (no.
43)
3-
Memakai kotak dan semisalnya dalam mengumpulkan harta (no. 44)
Kedua
puluh lima: Banyak melakukan pesiar dan jalan-jalan untuk memperkuat pondasi
hizbnya. (no. 45)
Kedua
puluh enam: Lemahnya perhatian kepada menuntut ilmu (no. 46)
Kedua
puluh tujuh: Mendekatkan diri dan menjilat, serta menyusup ke tengah-tengah
ulama dan para Salafiyyin (no. 47)
Kedua
puluh delapan: Pura-pura tobat, bergaya rujuk dari kesalahan, atau yang semisal
dengannya (no. 48)
Kedua
puluh Sembilan: Menebarkan api fitnah dan merobek persatuan Salafiyyin (no. 49)
Bercabang
dari itu:
1- Mengadu domba, dan memperluas area perselisihan (no. 50)
2- Berupaya menimpakan kejelekan terhadap Ahlussunnah melalui
tangan penguasa (no. 51)
3-
Penebaran api fitnah di masjid (no. 52)
Ketiga
puluh: Bersatu dan berkumpul sesuai dengan hasrat dan tujuan pribadi dan
keduniaan. Dan terkadang meninggalkan teman-temannya jika kebutuhan telah
tercapai atau khawatir menjadi sasaran teriakan. (no. 53)
Ketiga
puluh satu: Fanatisme golongan, dan sempitnya al wala (loyalitas) dan al baro’
(pemisaham diri) (no. 54)
Ketiga
puluh dua: Menempuh prinsip “Tujuan itu bisa menghalalkan segala cara.” (no.
55)
Ketiga
puluh tiga: Memancangkan permusuhan terhadap para kritikus yang bermaksud
menasihati dan dan orang yang kokoh di atas kebenaran (no. 56)
Bercabang dari itu:
1-
Penyempitan dan upaya mengganggu salafiyyin (no. 57)
2- Menginginkan kecelakaan terhadap Ahlussunnah (no. 58)
3- Merampas masjid-masjid, atau posisi imam, atau posisi khothib
dari tangan ahlussunnah (no. 59)
4-
Penakut-nakutan dan teror psikologis (no. 60)
Ketigapuluh
empat: Penggunaan lafadh-lafadh yang umum dan ungkapan yang global (no. 61)
Ketigapuluh
lima: pertemuan-pertemuan rahasia untuk melangsungkan rencana yang mencurigakan
(no. 62)
Ketigapuluh
enam: penyia-nyiaan para pemuda yang tertipu oleh mereka, dalam bentuk
memalingkan mereka dari kebaikan. (no. 63)
Ketigapuluh
tujuh: kelembekan manhaj dan upaya untuk melunturkan kekokohan sikap (no. 64)
Ketigapuluh
delapan: sedikitnya sikap waro’ (menjauhi perkara yang membahayakan akhiratnya)
(no. 65)
Ketiga
puluh sembilan: ridho dengan keikutsertaan para penulis yang tak dikenal dalam
upaya menghantam dakwah Ahlussunnah (no. 66)
Keempat
puluh: menyelisihi metode Salaf, baik secara ucapan ataupun secara keadaan (no.
67)
Keempat
puluh satu: Bersembunyi di balik iklan pendirian markiz untuk melangsungkan
kehizbiyyahan mereka (no. 68)
Keempat
puluh dua: Kedengkian yang jelas yang mana mereka berupaya untuk meruntuhkan
pusat dakwah Salafiyyah di Yaman, dan agar orang-orang berpindah dari situ
untuk menuju ke markiz mereka yang belum jadi itu (no. 69)
Keempat
puluh tiga: Tidak adil dalam menerapkan kaidah mereka sendiri, dan berbuat
jahat dalam perselisihan. (no. 70)
Mayoritas
dari perkara tadi kami saksikan dengan mata kepala kami, dan kami rasakan keganasannya
di sini. Juga ini semua sudah dijelaskan dengan dalil dan hujjahnya di dalam
malzamah-malzamah yang sekarang telah mencapai seratus judul, yang sebagiannya
disembunyikan oleh Luqman Ba Abduh dan anak buahnya. Dan yang belum sampai ke
tanah air dicegah untuk masuk lewat sistem tahdziran.
Keenam:
Adapun orng yang telah mengetahui duduk perkara fitnah ini tapi justru memusuhi
Salafiyyin Dammaj, atau melemahkan perjuangan mereka, maka
kita katakan sebagaimana firman Alloh ta’ala:
﴿وَلَا يَنْفَعُكُمْ نُصْحِي إِنْ أَرَدْتُ أَنْ أَنْصَحَ لَكُمْ
إِنْ كَانَ اللَّهُ يُرِيدُ أَنْ يُغْوِيَكُمْ﴾ [هود:34]
“Dan tidak bermanfaat buat kalian nasihatku jika aku ingin
menasihati kalian jika Alloh menghendaki untuk menyesatkan kalian.” (QS Hud 34)
Ana
khawatir dia akan terkena sebagian dari firman Alloh ta’ala:
وَمَنْ
يُرِدِ اللَّهُ فِتْنَتَهُ فَلَنْ تَمْلِكَ لَهُ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا أُولَئِكَ
الَّذِينَ لَمْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يُطَهِّرَ قُلُوبَهُمْ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا
خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي الْآَخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ [المائدة/41]
“Dan barangsiapa dikehendaki Alloh akan tertimpa fitnah, maka
engkau tak akan bisa menolong mereka dari Alloh sedikitpun. Mereka itulah
orang-orang yang tidak dikehendaki Alloh untuk hati-hati mereka disucikan.
Mereka di dunia akan mendapatkan kehinaan, dan mereka di akhirat akan
mendapatkan siksaan yang besar.” (QS Al Ma’idah 41)
Ketujuh:
Manusia pada saat datangnya al haq terbagi menjadi beberapa jenis. Ada tipe
kelompok yang pada saat datangnya al haq mereka bersepakat untuk menerimanya.
Dan
inilah yang ideal, sebagaimana perintah Alloh ta’ala:
وَاعْتَصِمُوا
بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا [آل عمران/103]
“Dan berpegangteguhlah kalian dengan tali
Alloh dan janganlah kalian bercerai-berai.” (QS Ali ‘Imron 103)
Ada
juga tipe kelompok yang pada saat datang al haq kepada mereka mereka terpecah
menjadi dua: pengikut al haq dan penolak al haq. Maka yang menerima al haq itu
terpuji karena mengikutinya meskipun tinggal sendirian. Dan dialah yang
berhak menyandang gelar “Al Jama’ah”. Adapun orang yang menolak al haq maka
dia tercela karena menolak al haq dan karena dialah yang menjadi biang
perpecahan. Dan dia itu yang berhak dicerca dan berdosa. Alloh ta’ala
berfirman:
وَلَا
تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ
الْبَيِّنَاتُ وَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيم
“Dan
janganlah kalian menjadi seperti orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih
setelah datang kepada mereka bayyinat (bukti-bukti kebenaran), dan mereka
itulah yang berhak mendapatkan siksaan yang besar.” (QS Ali Imron 105).
Rosululloh
-shalallohu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
« مَثَلِى
وَمَثَلُ مَا بَعَثَنِى اللَّهُ كَمَثَلِ رَجُلٍ أَتَى قَوْمًا فَقَالَ رَأَيْتُ
الْجَيْشَ بِعَيْنَىَّ ، وَإِنِّى أَنَا النَّذِيرُ الْعُرْيَانُ فَالنَّجَا
النَّجَاءَ . فَأَطَاعَتْهُ طَائِفَةٌ فَأَدْلَجُوا عَلَى مَهْلِهِمْ فَنَجَوْا ، وَكَذَّبَتْهُ
طَائِفَةٌ فَصَبَّحَهُمُ الْجَيْشُ فَاجْتَاحَهُمْ »
“Permisalanku
dengan permisalan apa yang dengannya Alloh mengutus diriku adalah permisalan
seseorang yang mendatangi suatu kaum seraya berkata,”Aku melihat pasukan dengan
mata kepalaku. Dan sungguh aku ini adalah pemberi peringatan yang jujur, maka
carilah keselamatan, carilah keselamatan. Maka sekelompok dari mereka
menaatinya seraya berangkat di awal malam tanpa penundaan sehingga mereka
selamat. Tapi sekelompok lagi mendustakannya, sehingga mereka dihantam oleh
pasukan tentara tadi di waktu pagi dan dimusnahkan” (HSR Al Bukhary (6482) dari
Abu Musa Al Asy’ary rodhiyallohu ‘anhu)
Perhatikanlah
–waffaniyalloh wa iyyakum-: saat al haq datang mereka terpecah jadi dua. Yang
ikut al haq selamat dan yang menolaknya celaka.
Apakah
yang mengikuti al haq patut dicerca karena tidak mau terus bersatu bersampai
kelompok kedua agar celaka bersama-sama?
Ataukah
beritanya tadi yang disalahkan karena membikin perpecahan?
Ataukah
mereka dibiarkan saja hidup tenang bersatu tanpa menyadari adanya bahaya besar
yang mendekat?
Bukankah
Abdurrohman-Abdulloh dan Ba Muhriz telah tiba di tanah air kita dan membikin
syubuhat, minimal dengan penampilan akhlaq yang memukau? Bukankah anak buah
mereka telah bertebaran di tanah air sambil menebar racun?
Kedelapan:
Barangsiapa justru mengajak sepakat untuk menolak al haq, maka kesepakatan itu
batil dan harus dibatalkan, karena hal itu merupakan dosa dan merupakan bentuk
permusuhan terhadap al haq. Alloh ta’ala berfirman:
وَلَا
تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ
شَدِيدُ الْعِقَابِ [المائدة/2]
“Dan
janganlah kalian saling menolong di atas dosa dan permusuhan. Dan bertaqwalah
kalian pada Alloh, sesungguhnya Alloh itu sangat keras siksaan-Nya.” (QS Al
Ma’idah 2)
Dan
kesepakatan semacam itu merupakan makar yang batil untuk memudarkan cahaya al
haq, menzholimi ahlul haq, dan merusak jerih payah mereka dalam membongkar
kebatilan. Alloh ta’ala berfirman:
وَكَذَلِكَ
جَعَلْنَا فِي كُلِّ قَرْيَةٍ أَكَابِرَ مُجْرِمِيهَا لِيَمْكُرُوا فِيهَا وَمَا
يَمْكُرُونَ إِلَّا بِأَنْفُسِهِمْ وَمَا يَشْعُرُونَ [الأنعام/123]
“Dan
demikianlah Kami jadikan pada setiap kampung para pembesarnya yang jahat agar
mereka membikin makar di situ. Padahal tidaklah mereka membikin makar kecuali
terhadap diri mereka sendiri tapi mereka tidak menyadarinya.” (QS Al An’am 123)
Kesembilan:
Fitnah hizbiyyah ini sangat jelas bagi orang yang dipahamkan oleh Alloh ta’ala.
Adapun
orang-orang yang masih tidak paham setelah datangnya penjelasan dan
hujjah-hujjahnya, dia itulah yang tercela, atau mendapatkan udzur atas
kekurangannya. Tapi sama sekali tidak pantas baginya untuk membujuk orang lain
agar bersikap tidak paham seperti dirinya. Yang mengetahui masalah adalah
hujjah terhadap orang yang tidak mengetahui, bukan sebaliknya.
Jangan
mengikuti gaya orang-orang kafir:
وَقَالَ
الَّذِينَ كَفَرُوا لِلَّذِينَ آَمَنُوا اتَّبِعُوا سَبِيلَنَا وَلْنَحْمِلْ
خَطَايَاكُمْ [العنكبوت / 12 ]
“Dan orang-orang yang kafir berkata kepada orang-orang yang
beriman: Ikutilah jalan kami dan nanti biarlah kami yang akan memikul kesalahan
kalian.” (QS Al ‘Ankabut 12)
Alloh
ta’ala berfirman:
قَالَ
الْمَلَأُ الَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا مِنْ قَوْمِهِ لَنُخْرِجَنَّكَ يَا شُعَيْبُ
وَالَّذِينَ آَمَنُوا مَعَكَ مِنْ قَرْيَتِنَا أَوْ لَتَعُودُنَّ فِي مِلَّتِنَا
قَالَ أَوَلَوْ كُنَّا كَارِهِينَ (88) قَدِ افْتَرَيْنَا عَلَى اللَّهِ كَذِبًا
إِنْ عُدْنَا فِي مِلَّتِكُمْ بَعْدَ إِذْ نَجَّانَا اللَّهُ مِنْهَا [الأعراف/88، 89]
“Dan orang-orang yang menyombongkan diri dari kaumnya
berkata,”Pasti kami akan mengeluarkan dirimu wahai Syu’aib dan orang orang yang
beriman bersamamu dari kampung kami, atau kalian kembali ke dalam jalan agama
kami.” Syu’aib berkata,”Apakah kami akan mengikuti kalian walaupun kami
membencinya? Berarti kami telah membikin kedustaan atas nama Alloh jika kami
sampai kembali ke jalan agama kalian setelah Alloh menyelamatkan kami darinya.”
(Al A’rof 88-89)
Justru orang yang tidak tahu itu harus mengikuti orang yang telah
tahu, dengan dalil-dalilnya –bukan dengan taqlid-. Alloh ta’ala berfirman:
اتَّبِعُوا مَنْ لَا يَسْأَلُكُمْ أَجْرًا وَهُمْ
مُهْتَدُونَ [يس/21]
“(Pria itu berkata kepada mereka): Ikutilah orang-orang yang
tidak meminta pada kalian upah, dan mereka itu telah mendapatkan petunjuk.” (QS
Yasin 21)
Alloh ta’ala berfirman :
يَا أَبَتِ إِنِّي قَدْ جَاءَنِي مِنَ الْعِلْمِ
مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا [مريم/43]
“(Ibrohim berkata:) Wahai ayahku sayang, sesungguhnya telah datang
kepada saya ilmu yang belum mendatangimu, maka ikutilah saya niscaya saya akan
membimbingmu kepada jalan yang lurus.” (QS Maryam 43)
Kesepuluh:
Dengan tanpa mengurangi rasa hormat, kami katakan: Kibarul Ulama –apalagi para
ustadz- bukanlah orang-orang yang menguasai seluruh ilmu. Dan bukanlah mustahil
Alloh ta’ala pada saat-saat tertentu menetapkan suatu kasus yang tidak segera
dipahami oleh kibarul Ulama –dan para ustadz-, tapi dipahami oleh beberapa
ulama yang lain dan para tholabatul ilmi. Ini merupakan salah satu hikmah Alloh
ta’ala agar tiada makhluq yang menyombongkan diri di kolong jagat. Karena hanya
Alloh sajalah yang sempurna ilmunya. Alloh ta’ala:
وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا
قَلِيلًا [الإسراء/85]
“Dan tidaklah kalian diberi ilmu kecuali sedikit saja.” (QS Al
Isro’ 85)
Dan
banyak contoh ketidaktahuan beberapa kibarush Shohabah rodhiyallohu ‘anhum terhadap
sebagian ilmu yang diketahui oleh Shahabat yang lain. Di antaranya adalah
ketudaktahuan Umar rodhiyallohu ‘anhu hadits (الاستئذان
ثلاث) “Meminta idzin masuk rumah itu tiga kali.” Maka Umar menuntut
Abu Musa rodhiyallohu ‘anhuma untuk mendatangkan saksi penguat. Di dalam hadits
itu:
فَقَالَ
أُبَىُّ بْنُ كَعْبٍ فَوَاللَّهِ لاَ يَقُومُ مَعَكَ إِلاَّ أَحْدَثُنَا سِنًّا
قُمْ يَا أَبَا سَعِيدٍ. فَقُمْتُ حَتَّى أَتَيْتُ عُمَرَ فَقُلْتُ قَدْ سَمِعْتُ
رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ هَذَا.
“Maka
Ubay bin Ka’b berkata (pada Abu Musa rodhiyallohu ‘anhuma): “Maka demi Alloh
tiada yang berdiri bersamamu kecuali yang paling muda umurnya di antara kami
(kaum Anshor yang di situ). Maka bangkitlah engkau wahai Abu Sa’id. Maka akupun
bangkit lalu mendatangi Umar, lalu kukatakan padanya,”Aku telah mendengar
Rosululloh -shalallohu ‘alaihi wa sallam- bersabda demikian.” (HSR Al Bukhory
(6245) dan Muslim (14/hal. 287) dan ini lafazh Muslim).
Imam
Ibnu Rojab -rahimahulloh- berkata:
أن
علماء الدين كلُّهم مجمعون على قصد إظهار الحق الذي بعث الله به رسوله صلى الله
عليه وسلم ولأنْ يكون الدين كله لله وأن تكون كلمته هي العليا ، وكلُّهم معترفون
بأن الإحاطة بالعلم كله من غير شذوذ شيء منه ليس هو مرتبة أحد منهم ولا ادعاه أحد
من المتقدمين ولا من المتأخرين
“Bahwasanya ulama agama ini semuanya bersepakat untuk
menginginkan pemunculan kebenaran yang dengannyalah Alloh mengutus Rosul-Nya
-shalallohu ‘alaihi wa sallam-, dan agar agama itu seluruhnya untuk Alloh, dan
agar kalimat Alloh itulah yang tertinggi. Dan mereka semua mengakui bahwasanya
penguasaan ilmu secara total tanpa ada yang lepas dari sedikitpun bukanlah
martabat bagi seorangpun dari mereka, dan tiada seorangpun dari mutaqoddimin
maupun muta’akhkhirin yang mengaku-aku mencapai derajat itu.” (“Al Farqu Bainan
Nashihah wat Ta’yir” 1/hal. 3)
Syaikh
Robi’ Al Madkholy – hafidzahulloh – berkata:
“Janganlah
seorang alim ataupun tholibul ilmi kecuali dengan sesuatu yang diketahuinya.
Seorang alim bukanlah orang yang mengetahui segala sesuatu. Terkadang dia tidak
mengetahui sebagian perkara. Dan dahulu para imam melatih murid-murid mereka
untuk berkata,”Aku tidak tahu”.
Dan
Al Qo’naby atau Ibnu Wahb pernah berkata,”Jika aku ingin memenuhi
catatan-catatanku dengan perkataan Malik: “Aku tidak tahu” pastilah bisa aku
lakukan.” (“As’ilah Abi Rowahah Al Manhajiyyah” hal. 32)
Kesebelas:
Upaya untuk menolak al haq yang dibawa oleh sebagian ulama –yang dilengkapi
dengan dalil-dalil- dengan alasan,”Kita menunggu kibarul ulama” atau “Kibarul
Ulama belum berbicara” merupakan syi’ar Ikhwanul Muslimin, Quthbiyyin dan
Sururiyyin untuk menolak al haq. Dan ini merupakan bukti bahwa pelakunya ahlut
taqlid, bukan ahlul ‘ilmi wal hujjah.
Imam
Ibnul Qoyyim -rahimahulloh- berkata:
“Abu
Umar (Imam Ibnu Abdil Barr -rahimahulloh-) dan para ulama yang lain berkata:
“Manusia telah bersepakat bahwasanya muqollid itu tidak teranggap sebagai
ulama, dan bahwasanya ilmu itu adalah mengetahui al haq dengan dalilnya.” Dan
ini sebagaimana perkataan Abu Umar –rahimahullohu ta’ala-: “Karena sesungguhnya
manusia tidak berselisih bahwasanya ilmu itu adalah pengetahuan yang diperoleh
dari dalil. Adapun tanpa dalil, maka hal itu hanyalah taqlid.” Dua ijma’ ini
mengandung pengeluaran seorang yang fanatik dengan hawa nafsu dan orang yang bertaqlid
buta dari rombongan ulama, dan mengandung jatuhnya dua tipe ini -karena
orang-orang di atas mereka telah menyempurnakan bagian warisan- dari kalangan
pewaris para nabi,” dst (“I’lamul Muwaqqi’in” 1/hal. 6)
Keduabelas:
Lafazh “Fitnah Ulama” merupakan istilah yang global dan mengandung pengkaburan
hakikat.
Dan
tidak pantas ahlussunnah memakai istilah-istilah yang global pada saat umat
membutuhkan penjelasan yang terang.
Imam
Ibnul Qoyyim -rahimahulloh- berkata:
فعليك
بالتفصيل والتمييز فالإ طلاق والاجمال دون بيان قد أفسدا هذا الوجود وخبطا الـ ـأذهان والآراء كل زمان
“Wajib
bagimu untuk berbicara dengan perincian dan pembedaan, karena lafazh yang
mutlaq dan global tanpa penjelasan telah merusak para makhluq yang ada, dan
menjadikan benak dan pendapat itu gagal di setiap tempat.” (“An Nuniyyah”
1/hal. 38)
Syaikh Robi’ Al Madkholy -rahimahulloh- berkata:
والإجمال والإطلاق هو سلاح أهل الأهواء ومنهجهم
والبيان والتفصيل والتصريح هو سبيل أهل السنة والحق.
“Penggunaan
lafazh global dan mutlak merupakan senjata dan manhaj ahlul ahwa’. Adapun
lafazh yang jelas, rinci dan terang merupakan jalan Ahlussunnah wal haq.”
(“Majmu’ur Rudud”/hal. 136-137)
Ketigabelas:
Istilah yang benar dan terang dalam kasus ini adalah: “Hizbiyyah
Abdurrohman-Abdulloh bin Mar’i” sebagaimana yang telah lewat
penggambarannya.
Keempatbelas:
Kenapa sebagian orang mengekor pada hizbiyyin dengan teriakan “Kita menunggu
kibarul ulama!”? Apakah Fadhilatusy Syaikh Yahya -hafizhahulloh- dan para ulama
yang bersamanya shigorul ulama?
Tolonglah
sampaikan pada kami siapakah ulama yang mentanshish bahwasanya Fadhilatusy
Syaikh Yahya -hafizhahulloh- dan para ulama yang bersamanya shigorul ulama?
Dan
apakah fatwa shighorul ulama –jika istilah ini benar- yang diperkuat dengan
hujjah dan dalil tidak teranggap? Siapakah ulama yang bilang demikian?
Alangkah
banyaknya orang yang mengagung-agungkan Imam Al Wadi’i -rahimahulloh- dengan
tujuan untuk dibenturkan dengan Fadhilatusy Syaikh Yahya -hafizhahulloh-.
Marilah
kita dengarkan seruan Imam Al Wadi’i -rahimahulloh-:
اسمعوا
اسمعوا فتوى أكبر واحد عندي تخالف الدليل لا قيمة لها وفتوى أصغر منكم و معه دليل
على العين والرأس حتى لا تخوفني بفتوى فلان ولا فلان بل أنا خصم فلان ما كان الذي
يخرج فتاوى زائغة فأنا خصمه
“Dengarkanlah, dengarkanlah! Fatwa orang yang paling besar di
sisiku tapi menyelisihi dalil tak ada harganya. Dan fatwa orang yang paling
kecil dari kalian dan ada dalil bersamanya maka dia itu terhormat dan ditaati,
sampai kalian tidak menakuti-takuti aku dengan fatwa fulan ataupun fulan. Bahkan
aku adalah lawan debat si fulan. Selama yang keluar adalah fatwa-fatwa yang
menyimpang, maka aku adalah lawan debatnya.” (“Ghorotul Asyrithoh”/Imam Al
Wadi’i /hal. 46)
====
Bab Dua: Tanggapan terhadap Isi Kesepakatan Kedua
Terhadap
isi kesepakatan kedua: “Tidak diperkenankan bagi ikhwan Salafiyyin menyebarkan
berita-berita yang memicu perpecahan” Ana katakan:
Pertama:
Istilah “Berita-berita yang memicu perpecahan” merupakan lafazh global yang
menyelisihi jalan Ahlussunnah sebagaimana penjelasan sebelumnya.
Kedua:
Wajib dalam kasus-kasus seperti ini untuk merinci:
Jika
berita tadi merupakan al haq yang andaikata tidak disampaikan bisa menyebabkan
umat tertipu dari para du’at yang menyimpang –bahkan du’at yang baik tapi ketergelincirannya
bisa membahayakan umat-, maka berita tadi wajib untuk disampaikan. Inilah
manhaj Salaf yang kalian mengaku ada di atasnya. Sama saja apakah seluruh orang
nantinya bersatu dai atas al haq tadi ataukah bersatu untuk menentangnya,
ataukah terjadi pemisahan antara ahlul haq dengan ahlul batil. Dan memang tidak
pantas ahlul haq bersatu dengan ahlul batil yang bandel.
Sa’id
bin Jubar rodhiyallohu ‘anhu berkata:
أَنَّ قَرِيبًا لِعَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُغَفَّلٍ
خَذَفَ – قَالَ – فَنَهَاهُ وَقَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
نَهَى عَنِ الْخَذْفِ وَقَالَ « إِنَّهَا لاَ تَصِيدُ صَيْدًا وَلاَ تَنْكَأُ
عَدُوًّا وَلَكِنَّهَا تَكْسِرُ السِّنَّ وَتَفْقَأُ الْعَيْنَ ». قَالَ فَعَادَ.
فَقَالَ أُحَدِّثُكَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنْهُ
ثُمَّ تَخْذِفُ لاَ أُكَلِّمُكَ أَبَدًا.
“Bahwasanya
seorang kerabat dari Abdulloh bin Mughoffal -rodhiyallohu ‘anhu- bermain
ketapel. Maka beliau melarangnya dan berkata :
”Sesungguhnya
Rosululloh -shalallohu ‘alaihi wa sallam- melarang bermain ketapel, dan
bersabda: Sesungguhnya dia itu tidak bisa memburu buruan dan tak bisa untuk
membunuh musuh.”.” Tapi ternyata dia mengulanginya lagi. Maka beliau
berkata,”Kusampaikan hadits buatmu bahwasanya Rosululloh -shalallohu ‘alaihi wa
sallam- melarangnya, ternyata engkau kemudian main ketapel lagi. Aku tak akan
berbicara denganmu selamanya.” (HSR Al Bukhory (5479) dan Muslim (13/hal. 108))
Syu’bah
dan Ibnu Ma’in -rahimahumalloh- tetap memperingatkan umat dari bahaya rowi-rowi
yang lemah dan pembohong, meskipun terkadang beberapa imam yang lain tidak
setuju. Hammad bin Zaid -rahimahulloh- berkata:
“kami
berbicara kepada Syu’bah agar menahan diri dari mentahdzir Aban bin Abi ‘Ayyasy
karena pertimbangan usia dan keluarganya. Maka beliau menjamin untuk
melakukannya. Kemudian kami berkumpul di jenazah, maka beliau berseru dari
jauh,”Wahai Abu Ismail, aku telah ruju’ dari jaminan tadi. Tidak halal untuk
berdiam darinya karena urusan ini adalah masalah agama.” (“Mizanul
I’tidal”/1/hal. 11)
Abu
Bakr bin Kholad -rahimahulloh- berkata: “Aku masuk menjenguk Yahya bin
Ma’in di waktu sakitnya, lalu beliau berkata padaku,”Wahai Abu Bakr bagaimana
kau tinggalkan penduduk Bashroh berbicara –tentang diriku-?” Kukatakan
padanya,”Mereka menyebutkan kebaikan. Hanya saja mereka mengkhawatirkan keadaan
Anda karena kritikan Anda kepada orang-orang.” Beliau berkata,”Hapalkan ucapan
ini dariku: Sungguh jika ada yang menjadi lawan debatku adalah seseorang karena
kehormatan manusia, lebih aku sukai daripada yang menjadi musuhku adalah Nabi shallallaahu
'alaihi wa sallam.
Beliau
akan berkata :”Sampai kepadamu suatu hadits yang menurut dugaanmu adalah tidak
shahih tapi engkau tidak mengingkarinya.” (“Al Kamil” /Ibnu Adi dan “Al Jami’
Li Akhlaqir Rowi”/Khothib Al Baghdadi. Atsar ini tsabit)
Apakah
dengan manhaj semantap ini mereka peduli dituduh sebagai perusak persatuan?
Ketiga:
Adapun jika berita itu memang al haq tapi jika ditampakkan bisa menyebabkan
kerusakan yang rojih, dan jika disembunyikan tidak merugikan umat, maka tidak
mengapa –atau lebih baik- disembunyikan.
Abu
Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu berkata:
حَفِظْتُ
مِنْ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – وِعَاءَيْنِ ، فَأَمَّا أَحَدُهُمَا
فَبَثَثْتُهُ ، وَأَمَّا الآخَرُ فَلَوْ بَثَثْتُهُ قُطِعَ هَذَا الْبُلْعُومُ .
“Aku menghapal dari Rosululloh -shalallohu ‘alaihi wa sallam-
dua kantong. Adapun salah satunya telah kusabarkan, adapun yang lain andaikata
kusebarkan pastilah akau dipotong kerongkongan ini.” (HSR Al Bukhory (120))
Ibnu
Hajar -rahimahulloh- berkata: “Para ulama menerangkan bahwasanya satu kantong
yang tidak disebarkan adalah hadits-hadits yang berisi nama-nama pemerintah
yang jahat, keadaan mereka dan zaman mereka.” dst (“Fathul Bary” 1/191)
Dan
tidak pantas seorangpun untuk menghukumi bayanat Fadhilatusy Syaikh Yahya dan
para masyayikh Dammaj serta para penolong sunnah di situ -hafizhahumulloh-,
juga bayanat Syaikh Hasan bin Qosim Ar Roimy (di Ta’z) – hafidzahulloh -, dan
bayan Syaikh Muhammad bin Mani’ (di Shon’a) – hafidzahulloh – sebagai tipe yang
kedua tersebut. Telah nyata bahwa hizbiyyah Ibnai Mar’i dan komplotan mereka
merambah bumi Nusantara, dan juga kebatilan Yayasan dan Luqman Ba Abduh
menyebar di Bumi Pertiwi, dan umat sangat membutuhkan penjelasan akan masalah
ini agar tidak tertipu.
Keempat:
Jika berita itu batil, harus dibantah dan diperangi.
Contohnya
adalah berita-berita bohong dan jahat dari pihak Mar’iyyiin dan penulis-penulis
gelap yang pengecut seperti Baromikah, Abdulloh bin Robi’ dan lain-lain.
Alloh
ta’ala berfirman:
إِنَّ
الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آَمَنُوا لَهُمْ
عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا
تَعْلَمُونَ [النور/19]
“Sesungguhnya
orang-orang yang senang dengan tersebarnya kekejian di kalangan orang-orang
yang beriman, mereka itu akan mendapatkan siksaan yang pedih di dunia dan
akhirat. Dan Alloh mengetahui sementara kalian tidak mengetahui.” (QS An Nur
19)
Kami
beriman bahwasanya Alloh tahu siapa orang-orang yang pengecut dan jahat tadi,
dan kami beriman bahwasanya mereka terancam dengan siksaan yang pedih di dunia
dan akhirat.
Kelima:
Sungguh kami mendapati ketidakadilan di lapangan. Banyak orang teriak-teriak
“Jangan sebarkan berita-berita yang bisa membawa fitnah dan perpecahan!” dengan
tujuan untuk menghalangi teriakan Ahlussunnah dari Dammaj dan lainnya dalam
memperingatkan umat dari hizbiyyin yang baru itu. Tapi di saat yang sama
orang-orang tadi secara diam-diam atau terang-terangan menyebarkan berita batil
dari pihak Mar’iyyiin dan penulis-penulis gelap yang pengecut di atas.
Maka hendaknya mereka segera bertobat dari perbuatan tersebut,
atau akan memikul dosa ketidakadilan, dan dosa menyebarkan kebatilan, serta
dosa orang-orang yang disesatkan sampai hari kiamat.
Dan
hendaknya mereka bersiap-siap untuk menempati posisi yang ideal untuk tipe
tersebut. Rosululloh -shalallohu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
ومن
قال في مؤمن ما ليس فيه أسكنه الله ردغة الخبال حتى يخرج مما قال
“Dan
barangsiapa menyebutkan pada seorang mukmin perkara yang tidak ada padanya maka
Alloh akan menempatkannya di dalam keringat penduduk neraka sampai dia keluar
dari apa yang dikatakannya.” (HSR Abu Dawud dari Ibnu Umar /dishohihkan oleh
Imam Al Wadi’i -rahimahulloh-)
Keenam:
Harom hukumnya melarang dan menghalangi penyebaran berita-berita dari
Ahlussunnah Dammaj dan lainnya yang, karena isinya adalah kebenaran yang
dibutuhkan oleh umat, dan telah diperiksa –atau bahkan dikerjakan langsung-
oleh para ulama -hafizhahumulloh-.
Dan
usaha untuk melarang dan menghalangi penyebaran berita-berita tadi merupakan
salah satu bentuk penyembunyian ilmu dan kebenaran, dan salah satu bentuk usaha
pemadaman cahaya Alloh di bumi. Alloh ta’ala berfirman:
إِنَّ
الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِنْ بَعْدِ
مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ
وَيَلْعَنُهُمُ اللَّاعِنُونَ [البقرة/159]
“Sesungguhnya
orang-orang yang menyembunyikan penjelasan-penjelasan dan petunjuk yang Kami
turunkan, setelah hal itu tadi Kami terangkan kepada manusia di dalam Al Kitab,
maka mereka itulah orang-orang yang dilaknat Alloh dan dilaknat orang-orang
yang melaknat.” (QS Al Baqoroh 159)
Dan
itu merupakan bentuk penyerupaan dengan orang-orang kafir yang tidak ingin
kebenaran tersebar. Alloh ta’ala berfirman:
وَإِذَا
تُتْلَى عَلَيْهِمْ آَيَاتُنَا بَيِّنَاتٍ تَعْرِفُ فِي وُجُوهِ الَّذِينَ
كَفَرُوا الْمُنْكَرَ يَكَادُونَ يَسْطُونَ بِالَّذِينَ يَتْلُونَ عَلَيْهِمْ
آَيَاتِنَا [الحج/72]
“Dan
apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang menerangkan hampir-hampir
mereka menggerakkan tangan dan lidah mereka untuk menyerang orang-orang yang
membacakan kepada mereka ayat-ayat Kami.” al ayat (QS Al Hajj 72)
Juga
merupakan bentuk penghalangan dari jalan Alloh ‘azza wajalla, sedikit ataupun
banyak. Alloh ta’ala berfirman:
وَتَذُوقُوا
السُّوءَ بِمَا صَدَدْتُمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَلَكُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ [النحل/94]
“Dan
kalian akan merasakan kejelekan dikarenakan kalian menghalangi dari jalan
Alloh, dan bagi kalianlah siksaan yang besar.” (QS An Nahl 94)
Gaya
menghalangi risalah Ahlussunnah yang membongkar kebatilan ahlul ahwa itu sudah
lama terjadi. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rahimahulloh- berkomentar tentang
tentara setan:
وكانوا
قد سعوا فى أن لا يظهر من جهة حزب الله ورسوله خطاب ولا كتاب وجزعوا من ظهور
“الاخنائية” فاستعملهم الله تعالى حتى أظهروا أضعاف ذلك وأعظم والزمهم بتفتيشة
ومطالعته ومقصودهم اظهار عيوبه إلخ
“Dan
mereka berupaya agar tidak muncul dari pihak hizbulloh (golongan Alloh) dan Rosul-Nya
perkataan, ataupun kitab. Dan mereka mengeluh dan resah dengan munculnya kitab
“Al Akhna’iyyah” . Maka Alloh ta’ala justru mempekerjakan mereka hingga mereka
menampakkan perkara yang berlipat-lipat dan lebih besar dari yang demikian
tadi, dan mengharuskan mereka untuk memeriksa dan meneliti kitab tadi, dan
tujuan mereka adalah untuk menampakkan kekurang dari kitab tadi” dst (“Majmu’ul
Fatawa” 28/hal. 58)
Lihat
juga kitab “Riyadhul Jannah” cet. 5/hal. 8/karya Imam Al Wadi’i -rahimahulloh-,
juga “Al Qoulul Baligh”/hal. 10 dan 27/karya Syaikh Hamud At Tuwaijiri
-rahimahulloh-, dan “Roddul Jawab”/hal. 62-63/karya Syaikh Ahmad An Najmy
-rahimahulloh-, dan “Ar Roddusy Syar’I”/hal. 254/karya beliau juga
-rahimahulloh-.
Ketujuh:
Penjelasan-penjelasan yang dikirimkan dari Dammaj kepada kalian adalah haq
berdasarkan dalil-dalil dan hujjahnya.
Fadhilatusy
Syaikh Yahya -hafizhahulloh- telah menantang siapapun yang tidak setuju untuk
menulis bantahan secara terperinci dan membatalkan satu-persatu hujjah-hujjah Salafiyyin
dammaj. Juga menantang mubahalah bagi yang tidak setuju. Ternyata sampai
sekarang dua tantangan itu tiada yang sanggup menjawab. Al Ustadz Abu Hazim
-hafizhahulloh- juga menantang mubahalah kepada para antek Ibnu Mar’i dan yang
lainnya. ternyata tiada yang berani. Tapi mengapa setelah itu orang-orang itu
masih tidak malu berbicara ini dan itu?
Kedelapan:
Penyebutan kabar-kabar dan penjelasan yang haq tadi dengan istilah “Berita yang
membikin perpecahan” merupakan thoriqoh hizbiyyin yang terkenal.
Tujuannya
jelas sekali: Untuk membungkam Ahlul Haq.
Maka
hendaknya kita menghindarinya karena batilnya jalan itu, dan karena celaan Nabi
-shalallohu ‘alaihi wa sallam-:
من
تشبه بقوم فهو منهم
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia adalah termasuk
dari mereka.” (HSR Ahmad/ dari Ibnu Umar rodhiyallohu ‘anhu)
Kesembilan:
Wajib bagi seluruh manusia –terutama muslimin yang mengibarkan panji-panji
“Salafiyyah”- untuk kokoh di atas jalan As Salafush Sholih, membelanya dan
memerangi musuh-musuhnya meskipun seluruh penduduk bumi bersepakat untuk
menyelisihi jalan tersebut dan melarangnya. Ini jika yang bersepakat adalah
seluruh penduduk bumi selain ahlul haq. Apalagi jika yang bersepakat cuma enam
atau tujuh orang pengajar.
Alloh
ta’ala berfirman:
وَإِنْ
تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ
يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ [الأنعام/116]
“Dan
jika engkau menaati kebanyakan orang di bumi pastilah mereka akan menyesatkanmu
dari jalan Alloh. Tidaklah mereka itu mengikuti kecuali dugaan semata. Dan
tidaklah mereka itu kecuali berbohong belaka.” (QS Al An’am 116)
Alloh
ta’ala berfirman:
فَاحْكُمْ
بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ
مِنَ الْحَقِّ [المائدة/48]
“Maka tegakkanlah hukum di antara mereka dengan apa yang telah
Alloh turunkan, dan janganlah engkau ikuti hawa nafsu mereka tentang kebenaran
yang telah datang padamu.” QS Al Ma’idah 48)
Alloh
‘azza wajalla berfirman
فَلِذَلِكَ
فَادْعُ وَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُم [الشورى/15]
“Maka dari itu tetaplah berdakwah dan teguhlah sebagaimana
engkau diperintahkan, dan janganlah engkau ikuti hawa nafsu mereka.” (QS Asy
Syuro 15)
Ibnul
Qoyyim -rahimahulloh- berkata
“Karena
sesungguhnya al haq itu jika telah berkibar dan jelas turun maka dia itu tidak
butuh saksi pendukung untuk dirinya. Dan hati itu bisa melihat al haq
sebagaimana mata melihat matahari. Maka jika seseorang telah melihat matahari,
dia untuk pengetahuannya tadi dan keyakinannya bahwasanya matahari telah terbit
tidak butuh lagi pada orang yang bersaksi untuk mendukung dan mencocokinya.
Dan
alangkah bagusnya apa yang diucapkan oleh Abu Muhammad Abdurrohman bin Isma’il
yang terkenal sebagai “Abu Syamah” di dalam kitab “Al Hawadits wal Bida'”:
“Di
mana saja datang perintah untuk berpegang pada Al Jama’ah, maka yang
dimaksudkan dengannya adalah berpegang pada al haq dan mengikutinya, sekalipun
orang yang berpegang teguh dengannya itu sedikit, dan yang menyelisihinya itu
banyak, karena al haq itu adalah sesuatu yang di atasnya itulah Al Jamaah yang
pertama dari zaman Rosululloh -shalallohu ‘alaihi wa sallam- dan para
shohabatnya. Dan tidak perlu melihat pada banyaknya ahlul bida’ sepeninggal
mereka.” (“Ighotsatul Lahfan” 1/hal. 69-70)
===
Bab
Tiga: Tanggapan terhadap Isi Kesepakatan Ketiga Terhadap isi kesepakatan ketiga: “Semua ustadz menahan pembicaraan
terhadap para ulama tanpa ada kesepakatan”
Ana
katakan:
Pertama:
Abdurohman dan Abdulloh Al ‘Adniyyan dan Salim Ba Muhriz kebatilannya telah
jelas, dan ciri hizbiyyah mereka telah sedemikian banyak. Tidak pantas hal itu
didiamkan dengan alasan “Menahan pembicaraan terhadap para ulama “.
Kedua:
Kesalahan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al Wushoby -hadahulloh- juga telah
terkuak jelas berdasarkan penjelasan beberapa ulama dan mustafidin.
Telah
ana sebutkan di risalah “Inbi’atsut Tanabbuh” hal tersebut yang intinya adalah:
–
upayanya untuk melunturkan manhaj al-walâ’ (loyalitas) wal barô’ (pemutusan
hubungan), sehingga dia bersikap lumer dan lunak terhadap beberapa tokoh
Hasaniyyûn.
–
Dan telah tersingkapkan kesombongan dirinya terhadap nasihat para Salafiyyûn
yang lebih muda. Bukannya menanggapi hujjah dengan hujjah tapi justru dengan
semacam ucapan “Diam kamu” atau “Ini bukan urusanmu” atau “Permasalahan ini
bukan di pundakmu” atau “kamu cuma pelajar” atau “Kamu anak-anak” sebagaimana
yang dialami oleh Fadhilatusy Syaikh Yahya, Syaikhuna Muhammad Al ‘Amudy,
Syaikhuna Al Faqih Muhammad bin Hizam, Al Mustafid An Nabil Kamal Al ‘Adny, dan
Al Mustafid Asy Syuja’ Abdul Hakim Ar Roimy -hafizhahumulloh-.
–
Dia itu mencerca Imâm Al- Wâdi’î -rohimahullôh- sebagaimana persaksian dari
‘Abdul Hâdî Al-Mathorî secara tertulis:
“Dulu
kami pernah mengunjungi Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhâb Al-Wushôbî sekitar
tahun 1414 H. setelah kami makan siang bersama Syaikh Muhammad Al-Wushôbî, aku,
Husain Al-Mathorî, Hasan Al-Wushôbî dan ‘Alî Adz- Dzârî …
Syaikh
Muhammad berkata tentang Syaikh kami Muqbil -dan beliau saat itu masih
hidup-,”Kitâb-kitâb Syaikh Muqbil itu bersifat harokiyah (pergerakan) maka
sengaja aku katakan: “Bagaimana? “Ash-Shohihul Musnad” “Asy-Syafa’ah” “Ijabatus
Sa’il” ? Syaikh Al-Wushobi berkata: “maksudku “Al-Makhroj”, “As-Suyuful
Baatiroh” dan “Fadho’ih Mudzabdzabin” dan menyebutkan lainnya, kitab-kitab
tersebut tidak mengmbil manfa’at darinya penuntut ‘ilmu dan pecinta kebaikan,
dan kalau Syaikh Muqbil berjalan sebagaimana Syaikh Ibnu Baz akan menghasilkan
kebaikan dan mencakup manfa’at maka akan kamu dapati semua akan mengambil
manfa’at darinya, yang akan mengambil manfa’at darinya Ikwani, Awwam, Sururi,
hingga Sunni dan selainnya.”
–
Dia mencerca dua Imâm Ahlussunnah pada zaman ini: Asy-Syaikh Shôlih Fauzân dan
Syaikh Robî’ Al-Madkholî -hafidhohumallôh-.
Dia
berkata : ”Sesungguhnya Asy-Syaikh Shôlih Fauzân dan Asy-Syaikh Robî’ itu
jawâsis (intel/mata-mata).” sebagaimana dipersaksikan oleh akhûnâ Muhammad Al-
Kutsairî dan yang lainnya.
–
Dan juga menuduh Asy-Syaikh Abu ‘Abdissalâm Hasan bin Qôshim Ar-Rôimî -pemilik
markiz da’wah di Ta’iz, dan murid Imâm Al-Albanî rohimahullôh- bahwasanya
beliau itu jasus (intel).
–
Dan menyelenggarakan muhâdhoroh bersama Jalâl bin Nâshir yang telah dihukumi
sebagai mubtadi’ oleh Imâm Al-Wâdi’î rohimahullôh- dan memberinya kesempatan
untuk menyampaikan ceramah di depan para Salafiyyûn.
–
Bahkan Syaikh Muhammad Al- Wushôbî telah memperluas daerah pergaulan sampai
pada para ahli jam’iyyât seperti ‘Abdullôh Al-Marfadî yang telah dihukumi
sebagai hizbî oleh Imâm Al-Wâdi’î rohimahullôh-.
–
Dan Jamîl Asy-Syujâ’ -tokoh Hasanî- juga berceramah di markiz Syaikh Muhammad
Al- Wushôbî.
–
Juga dia berkata, ”Sesungguhnya perselisihan di antara kita dengan Ahmad bin
Manshûr Al-‘Udainî itu tidaklah besar.
–
Juga dia sering memberikan ceramah di masjid besar Ikhwanul Muslimin di
Hudaidah, sebagaimana persaksian beberapa thullab dari Hudaidah. Padahal
perbuatan tadi menyelisihi manhaj Salaf yang mengharuskan “hajr“ (boikot)
terhadap ahlul bida’, tidak berbicara dengan mereka, tidak berjumpa dengan
mereka, dan tidak pergi ke tempat mereka, setelah jelas pembangkangan mereka
terhadap nasihat, dan telah nyata makar mereka terhadap al haq dan ahlul haq.
Nasihat Al Wadi’i -rohimahulloh- buat Ikhwanul Muslimin di Yaman telah
berlangsung selama sekitar dua puluh tujuh tahun. Kejahatan sudah sangat
terkenal. Upaya penjatuhan dan pemboikotan terhadap Imam Al Wadi’i
-rohimahulloh- dan para muridnya sudah masyhur. Pembunuhan terhadap salah
seorang murid Imam Al Wadi’i -rohimahulloh- di tangan mereka juga masih
tercatat dalam beberapa kitab. Bagaimana masjid besar mereka didatangi secara
rutin dengan alasan dakwah barangkali bisa tobat? Imam Al Wadi’i -rohimahulloh-
sendiri berkata tentang datang untuk mengisi ceramah di tempat IM, Tablighy
dll:
“Maka
untuk apa pergi dan saling menolong dengan orang-orang yang memandang
Ahlussunnah sebagai musuh terbesar? Maka jika engkau pergi (ke tempat mereka)
maka hal itu adalah agar mereka bisa menjaring para pemuda sepeninggalmu.
Engkau menyampaikan ceramah, lalu sepeninggalmu mereka mengambili para pemuda.
Kitab-kitab telah ditulis dan menerangkan kerusakan manhaj kelompok ini dan
kelompok itu.” (“Ghorotul Asyrithoh” 2/hal. 11)
–
Menyindir Al ‘Allamah Asy Syaikh Ahmad bin Yahya An Najmy -rahimahulloh- dan
Asy Syaikh Al ‘Allamah Zaid Al Madkholy -hafizhahulloh- sebagai ‘ummalah
(pegawai/pekerja) (Baca risalah: “Al Hizbiyyatul Jadidah Walidatus Sururiyyah
..” hal. 12-13/Syaikhunal Mujahid Muhammad Al ‘Amudy -hafizhahulloh-)
–
Menuduh dengan Asy Syaikh Al ‘Allamah Al Muhaddits Yahya Al Hajury
-hafizhahulloh- dusta bahwasanya beliau adalah pendusta dan kedustaannya
mencapai ufuk.
–
Juga telah nyata sekarang fatwa Syaikh Muhammad Al- Wushôbî -hadahulloh-
tentang bolehnya berdakwah dengan televisi jika bersih dari kemaksiatan.
Bagaimana bersih dari kemaksiatan sementara di televisi ada sekian banyak
gambar makhluq bernyawa, padahal kita diperintahkan untuk tidak meninggalkan
satu gambarpun kecuali harus dihapus? Dan gambar tadi menyebabkan tidak
masuknya malaikat rohmat ke dalam rumah. Dan membiarkan adanya gambar-gambar
tadi di rumah tanpa ada upaya menghapusnya merupakan pertanda ridho terhadap
dosa besar. Dan hukumnya sama dengan pelakunya langsung.
–
Upaya yang nyata untuk tahrisy (adu domba) antara para penjaga Dammaj dengan
Fadhilatusy Syaikh Yahya -hafizhahulloh-. Dan tahrisy tadi telah dibantah oleh
para penduduk Dammaj melalui wakil mereka dua pengawal markiz Akhunal Fadhil
Anwar dan Faris Ad Dammajy -hafizhahumulloh- melalui risalah yang menarik dan
tajam, yang dibacakan di depan umum dan disebarkan lewat kaset dan tulisan yang
berjudul “Tanbihul Ghofilin”.
–
Ta’shilat (pembentukan pondasi) yang menyelisihi Salaf, seperti Perkataannya di
sebuah kaset:”Ilmu Jarh wat Ta’dil adalah pintu masuk setan.”
–
Perkataannya di ijtima’ Masyayikh di Dammaj:”Kalau kalian lihat Ad Duwaisy
mengadakan muhadhoroh di tempatku maka jangan heran.” atau yang semakna. Ini
yang dinukilkan kepada kami oleh Fadhilatusy Syaikh Yahya -hafizhahulloh- dan
dengan persaksian tertulis dari Syaikhunal Fadhil Faqih Az Zahid Jamil Ash
Shilwy -hafizhahulloh-.
–
Perkataannya:”Merubah kemungkaran tidak boleh dilakukan oleh setiap orang, tapi
yang memiliki jenggot putih.”
–
Mengalihkan umat untuk meminta fatwa-fatwa kepada Yahya Al ‘Amrony yang
bermanhaj tamyi’, tawaqquf dalam masalah Al Qur’an itu Kalamulloh bukan
makhluq, dan goncang dalam masalah bisa dilihatnya Alloh pada hari kiamat. Dan
dia adalah dari syi’ah zaidiyyah.
Beberapa
perkara di atas belum ana sebutkan di risalah “Inbi’atsut Tanabbuh”.Apakah
seperti ini pantas didiamkan dengan alasan “Menahan diri dari membicarakan
ulama”? Di manakah kecemburuan peserta kesepakatan tadi setelah datangnya
bayan, dan bahwasanya al haq itu lebih tinggi daripada makhluq apapun ?
Ketiga
: Adapun Syaikh ‘Ubaid Al Jabiry -hadahulloh-, juga telah terang kasusnya.
sesungguhnya baku tolong antara Ubaid Al Jabiry dengan komplotan hizb baru itu
sudah terkenal.
Dan
usaha dia untuk mengobarkan api fitnah itu nyata. Juga makar dia terhadap
dakwah Salafiyyah di Yaman –pada umumnya- dan terhadap Syaikhuna Yahya
hafizhohulloh –pada khususnya- itu telah terdeteksi. Juga kedholimannya dalam
berdebat itu telah terungkap. Dia juga berusaha untuk mengangkat kembali citra
Sholih Al Bakry –sang hizby yang ghuluw-, padahal para Salafiyyun telah selesai
dengan fitnah dia, setelah fitnah Abul Hasan. Juga fatwanya tentang tidak
tercemarnya agama orang yang bekerja di tempat ikhtilath. Juga seruan dia
terhadap Salafiyyin untuk mengikuti pemilu. Juga tahdzir dia terhadap
Fadhilatusy Syaikh Yahya -hafizhahulloh- setelah dikalahkan oleh Syaikh Yahya
-hafizhahulloh- dalam perdebatan dalam perkara Jami’ah Islamiyyah madinah yang
berupa tukar-menukar risalah sebanyak tiga kali, dan di situ Syaikh Yahya
mendapatkan pujian dari Syaikh Muhammad Romzan dan Syaikh Hasan bin Qosim
-hafizhahumalloh- atas taufiq Alloh buat beliau secara ilmiah dan adab. Dan
juga tahdzirnya terhadap markiz Dammaj yang menyebabkan Syaikh Robi’ -hafizhahulloh-
berkata: “Jika benar bahwasanya Syaikh Ubaid berbuat itu maka itu merupakan
ketergelinciran seorang alim yang harus beliau tobati.” Dan juga beberapa
perkara yang lain.
Keempat:
Para tokoh tadi (Abdurohman dan Abdulloh Al ‘Adniyyan dan Salim Ba Muhriz,
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, serta Syaikh Ubaid Al Jabiry) –hadaniyalloh
wa iyyahum- telah mendapatkan nasihat berulang kali secara halus beradab dan
ilmiah, tapi mereka tidak menerima nasihat.
Dan juga telah ditegakkan perdebatan ilmiah terhadap mereka. Telah
dikeluarkan sekitar seratus risalah ilmiah dari beberapa masyayikh dan lebih
dari sepuluh mustafidin tentang Al ‘Adniyyan dan anak buah mereka. Adapun
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al Wushoby telah dibantah oleh Fadhilatusy
Syaikh Yahya, Syaikhunal Mujahid Muhammad Al ‘Amudy, Al Mustafid An Nabil Kamal
Al ‘Adny, Al Mustafid Abus Samh Al Hasyidy dan yang lainnya -hafizhahumulloh-.
Adapun Syaikh ‘Ubaid Al Jabiry –hadahulloh- telah dibantah oleh Fadhilatusy
Syaikh Yahya, Fadhilatusy Syaikh Hasan bin Qosim Ar Roimy, Syaikhunal Mujahid
Muhammad Al ‘Amudy, Al Mustafid Abus Samh Al Hasyidy, Al Mustafid An Nabil Abu
Hatim Al Jaza’iry dan yang lainnya -hafizhahumulloh-.
Kelima:
Siapapun orang yang berbuat kebatilan wajib untuk dibantah. Jika kebatilannya
rahasia, dibantah dengan rahasia. Jika terang-terangan, dibantah dengan
terang-terangan. Jika dikhawatirkan penyimpangannya membahayakan umat maka umat
wajib diperingatkan tentang bahaya orang tersebut. Sama saja dia itu orang
besar ataukah masih kecil.
Rosululloh -shalallohu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
« مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا
فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ
يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ ».
“Barangsiapa yang melihat suatu kemungkaran, maka hendaklah dia
merobahnya dengan tangannya, maka jika ia tidak mampu maka dengan lisannya ,
maka jika ia tidak mampu maka dengan hatinya , dan itulah selemah-lemah iman.”
[HSR. Muslim/186 dari Abi Sa’id Al Khudry rodhiyallohu ‘anhu].
Hadits ini terang sekali menyebutkan keumuman kemungkaran yang
harus dirubah, baik pada orang besar ataupun anak kecil dst.
Dari Tamim Ad Dary rodhiyallohu ‘anhu yang berkata:
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ «
الدِّينُ النَّصِيحَةُ » قُلْنَا لِمَنْ قَالَ « لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ
وَلِرَسُولِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ ».
“Bahwasanya Nabi -shalallohu ‘alaihi wa sallam- bersabda: “Agama
ini adalah nasihat.” Maka kami bertanya,”Buat siapa?” Beliau bersabda: “Untuk
Alloh, untuk kitab-Nya, untuk Rosul-Nya, untuk pemimpin muslimin dan orang
awamnya.” (HSR Muslim (1/hal. 241))
Hadits ini lebih jelas lagi menjelaskan bahwa yang harus
dinasihati itu dari orang besar sampai orang kecilnya. Maka dari manakah
ketentuan tidak bolehnya membicarakan kesalahan ulama (dengan hujjah dan
bimbingan ulama yang lain) sampai ada kesepakatan para ustadz?
Asy Syaikh Robi’ -hafizhahulloh- berkata:
“Maka kritikan itu terus ada dan wajib untuk terus berlanjut bagi
orang kecil dan besar, dalam masalah yang besar ataupun yang remeh. Penjelasan
terhadap kesalahan, penjelasan terhadap bid’ah-bid’ah. Kritikan terhadap
kesalahan, dan kritikan terhadap bid’ah-bid’ah, sambil menampakkan penghormatan
pada Ahlussunnah dan penetapan bahwasanya mujtahid itu jika benar akan mendapatkan
dua pahala, dan jika salah dia akan mendapatkan satu pahala. Inilah perkara
dengannya yang kita beribadah pada Alloh. Dan tidak demikian buat ahlul bida’.
Kita tidak mengatakan bahwasanya ahlul bida’ itu mujtahidun, karena mereka itu
mengikuti hawa nafsu, berdasarkan persaksian dari Alloh dan persaksian dari
Rosul-Nya ‘alaihish sholatu was salam.” (“As’ilah Abi Rowahah Al Manhajiyyah”
hal. 20)
Keenam:
Penyembunyian al haq yang harus disebarkan merupakan “ghosy” (penipuan)
terhadap umat.
Rosululloh -shalallohu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
من غشنا فليس منا
“Dan barangsiapa menipu kami maka bukanlah dia termasuk dari
golongan kami.” (HSR Muslim 102)
Imam Al Barbahary -rahimahulloh- berkata:
ولا يحل أن تكتم النصيحة للمسلمين – برهم
وفاجرهم – في أمر الدين، فمن كتم فقد غش المسلمين ومن غش المسلمين فقد غش الدين،
ومن غش الدين فقد خان الله ورسوله والمؤمنين.
“Dan tidak halal nasihat itu disembunyikan dari kaum Muslimin
–yang baik ataupun yang jahat- di dalam urusan agama. Maka barangsiapa
menyembunyikannya maka dia telah menipu kaum Muslimin. Dan barangsiapa menipu
kaum Muslimin, maka sungguh dia telah menipu agama ini. Dan barangsiapa menipu
agama ini, maka sungguh dia telah mengkhianati Alloh dan Rosul-Nya dan kaum
Mukminin.” (“Syarhus Sunnah” hal. 29-30)
Ketujuh:
Para tholabatul ilmi yang membicarakan penyimpangan para ulama tadi, mereka
berbicara berdasarkan fatwa dan bimbingan para ulama juga, dengan dalil dan
hujjah. Dan tidak pantas dikatakan telah bersikap lancang, sembarangan dan
ngawur ataupun zholim.
Al Hafidh Ibnul Qoyyim -rahimahulloh- berkata:
من سبَ بالبُرهان ليس بظالمٍ والظلمُ سبُ العبدِ
بالبهتان
“Barangsiapa mencela dengan disertai bukti maka dia itu bukanlah
termasuk orang yang dzolim. Dan kedzoliman itu adalah celaan seseorang dengan
kedustaan.” (“An Nuniyyah”)
Syaikh Al Harrosh -rahimahulloh- berkata: “Sesungguhnya
barangsiapa yang mencela lawan bicaranya dengan dalil maka dia itu bukanlah
termasuk orang yang zholim. Dan bukan termasuk orang yang meletakkan sesuatu
bukan pada tempatnya. Akan tetapi kezholiman itu adalah celaan seseorang dengan
kepalsuan dan kebohongan.” (“Syarh Nuuniyyah Ibnul Qoyyim” 2/ hal. 340)
Kedelapan:
Mengkritik kesalahan dengan niat yang baik dan cara yang benar merupakan suatu
bentuk nasihat dan amar makruf nahi mungkar, yang hal itu merupakan pilar-pilar
agama yang hanif ini. Dan itu bukanlah merupakan bentuk tho’n (cercaan).
Waspadailah pengkaburan.
Imam Ibnu Rojab -rahimahulloh- berkata:
“Dan karena itulah kita dapati kitab-kitab mereka yang disusun
dalam berbagai jenis ilmu syari’ah baik itu tafsir, syuruh (penjelasan) hadits,
fiqh dan perselisihan ulama serta yang lainnya penuh dengan perdebatan dan
bantahan terhadap pendapat orang-orang yang ucapannya dilemahkan baik dari
kalangan imam-imam salaf maupun kholaf, dari shohabat, tabi’in dan yang setelah
mereka. Dan yang demikian itu tidak ditinggalkan oleh seorangpun dari ulama,
dan tiada seorangpun dari mereka menuduh hal itu sebagai tho’n (cercaan),
ataupun celaan, ataupun penghinaan terhadap orang yang ucapannya dibantah. (“Al
Farqu Bainan Nashihah wat Ta’yir” 1/hal.2-3)
Syaikh Robi’ -hafizhahulloh- berkata:
“Pintu kritikan terhadap Al Albany dan yang lain itu terbuka.
–Demi Alloh- Dan beliau ataupun yang lainnya dari kalangan pembawa sunnah tidak
marah. Kritikan yang beradab yang menghormati ulama, yang tiada tujuannya
selain menerangkan al haq. Dan ini telah dimulai pada masa Shahabat dan tidak
berakhir. Asy Syafi’i telah mengkritik Malik, dan mengkritik para pengikut Abu
Hanifah, dan mengkritik Ahmad. -semoga Alloh memberkahi kalian-. Maka naqd
(kritikan) itu wahai ikhwan, tidak boleh menutup pintu ini karena sama saja
sama saja dengan kita berpendapat untuk menutup pintu ijtihad, -semoga Alloh
memberkahi kalian- dan kita tidak memberikan pensucian pada pendapat seorangpun
sama sekali, siapapun dia. Maka kesalahan itu harus dibantah, dari siapapun
juga, salafy ataupun yang bukan salafy. Namun bersikap kepada ahlul haq
wassunnah yang kita ketahui keikhlasan mereka, kesungguhan mereka dan nasihat
(kesetiaan) mereka untuk Alloh, kitab-Nya, Rosul-Nya, untuk pemimpin kaum
muslimin dan keumuman mereka, sikap pada mereka itu tidaklah sama dengan sikap
kepada ahlul bida’ wadh dholal. –sampai dengan ucapan beliau (menukil ucapan
Ibnu Rojab -rohimahulloh-):- Sa’id ibnul Musayyib telah dikritik, Ibnu ‘Abbas
juga telah dikritik, Thowus juga telah dikritik, para pengikut Ibnu ‘Abbas
telah dikritik, mereka dan mereka telah dikritik dan seterusnya. Dan tiada
seorang pun yang bilang,”Ini adalah tho’n (cercaan)” Tiada yang bilang seperti
itu kecuali ahlul hawa. Kita jika mengkritik Al Albany, tidaklah kita menyusuri
jalan Ahlul Ahwa dan berkata,”Jangan, jangan kalian mengkritik Al Albany!”.
Baiklah, kesalahan Al Albany itu telah tersebar dengan nama agama.
Demikian pula kesalahan Ibnu Baaz, kesalahan Ibnu Taimiyyah, dan kesalahan
siapapun.
Kesalahan apapun, wajib untuk diterangkan kepada manusia
bahwasanya ini adalah kesalahan. Setinggi apapun orang yang darinya terjadi
kesalahan tersebut, karena kita, sebagaimana telah kita katakan berulang kali
bahwasanya kesalahannya itu dinisbatkan kepada agama Alloh. Tapi sebagaimana
telah kita katakan harus dibedakan antara Ahlussunnah dan ahlul bida’.
Sebagaimana perkataan Ibnu Hajar dan yang lainnya,”Mubtadi’ itu harus
dihinakan, tak ada kemuliaan.” (hal. 16-17)
Kesembilan:
manakah dalil yang mengharuskan menunggu kesepakatan umat sedunia tentang
bolehnya membicarakan kesalahan sebagian ulama yang telah dikritik dengan
hujjah oleh ulama lain? Apalagi jika sekedar kesepakatan para ustadz, atau lima
atau enam ustadz saja.
Imam Muqbil Al Wadi’i -rahimahulloh- pernah ditanya:
“sebagian orang menolak ucapan kritikus dari kalangan ulama sunnah
terhadap sebagian ahlul bida’ dengan alasan bahwasanya orang yang dikritik ini
belum dikomentari oleh ulama yang yang lain. Dia berkata,”Di manakah fulan dan
fulan, kenapa mereka tidak berbicara? Seandainya kritikan tadi benar niscaya
mereka akan mengikutinya.” Maka apakah disyaratkan dalam komentar dan kritikan
terhadap seseorang itu haruslah mayoritas dari ulama –atau semuanya- telah
mengkritiknya juga? Terutama jika sang kritikus ini telah mengetahui
berdasarkan bukti tentang ucapan si mubtadi’ ini, dari sela-sela
muhadhoroh-muhadhoroh dan tulisan-tulisannya.”
Beliau -rahimahulloh- menjawab,”Ya ya. Permasalahannya -wahai
ikhwan- orang-orang itu tidak membaca mushtholah. Atau mereka itu membacanya
dan membikin pengkaburan! Kami katakan pada kalian dengan sesuatu yang lebih
besar daripada ini: Anggaplah bahwasanya Ahmad bin Hanbal berkata,”Tsiqoh”
sementara Yahya bin Ma’in berkata,”Kadzdzab (pendusta)”. Maka apakah
membahayakan dia ucapan Yahya padahal telah diselisihi oleh Ahmad bin Hanbal?
Tentu. Ucapan Yahya adalah kritikan yang terperinci. Beliau mengetahui apa yang
tidak diketahui oleh Ahmad bin Hanbal. Terus apa? Bayangkan jika Yahya bin
Ma’in mengkritiknya sendirian. Maka berdasarkan ini jika seorang alim dari
ulama zaman ini bangkit dan memaparkan bukti-bukti tentang kesesatan Muhammad
Al Ghozali atau Yusuf Al Qordhowi atau manhajul Ikhwanil Muslimin, kita terima
dan wajib untuk menerimanya. Alloh ta’ala berfirman:
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ
جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ
فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ﴾
“Wahai orang-orang yang beriman jika datang kepada kalian orang
fasik membawa berita maka carilah kejelasannya agar jangan sampai kalian
menimpakan suatu kejelekan kepada suatu kaum dengan ketidaktahuan sehingga
jadilah kalian menyesal atas apa yang kalian lakukan.” Ya. Jika datang kepada
kita orang yang adil kita terima sebagaimana pemahaman dari ayat ini. Jika
datang kepada kita orang yang adil kita terima. Di manakah kalian dari ayat
ini? Yang ayat ini menunjukkan bahwasanya jika datang kepada kita orang yang
adil dengan suatu berita kita terima? Dan jika datang kepada kita orang yang
fasik kita cari dulu penjelasannya. Lalu apa wahai ikhwan? Yang penting,
orang-orang itu adalah tukang bikin pengkaburan. Mereka menyelisihi ulama kita
terdahulu dan yang belakangan. Alhamdulillah, aku memuji Alloh سبحانه وتعالى bahwasanya masyarakat tidak mempercayaimu
wahai orang linglung mereka tidak mempercayai ucapanmu.” (“Al Ajwibatun
Nadiyyah”/Imam Al Wadi’i -rahimahulloh-)
Imamul Jarh wat Ta’dil Syaikh Robi’ bin Hadi Al Madkholi
-hafidhahulloh-:
“Para ulama yang mulia untuk wajib mengetahui bahwasanya para
ahlul ahwa wat tahazzub itu memiliki metode-metode yang menakutkan untuk
mengumpulkan para pemuda, menguasai akal-akal mereka dan untuk menggugurkan
jihadnya para pembela manhaj Salaf dan ahlinya di lapangan. Di antara
uslub-uslub makar tersebut adalah memanfaatkan diamnya sebagian ulama terhadap
si fulan dan fulan, walaupun dia itu termasuk orang yang paling sesat. Maka
walaupun para kritikus memajukan hujjah yang paling kuat terhadap kebid’ahannya
dan kesesatannya, cukuplah bagi orang-orang yang sengaja berbuat salah itu
untuk menghancurkan kerja keras para penasihat dan pejuang itu dengan
bertanya-tanya dihadapan orang-orang yang bodoh: “kenapa ulama fulan dan fulan
diam dari si fulan dan fulan? Kalau memang si fulan itu di atas kesesatan
tentulah mereka tak akan tinggal diam dari kesesatannya.” Demikianlah mereka
membikin pengkaburan terhadap orang-orang yang bodoh. Bahkan kebanyakan para
pendidik dan keumuman orang tidak tahu kaidah-kaidah syar’iyyah dan
pokok-pokoknya yang di antaranya adalah: bahwasanya amar ma’ruf nahi mungkar
itu termasuk fardhu kifayah. Jika sebagian orang telah menegakkannya, gugurlah
kewajiban itu dari yang lainnya.”
(“Al Haddul Fashil Bainal Haqq wal Bathil”/Syaikh Robi’
-hafidhahulloh-/hal. 144)
Syaikhuna Yahya -hafizhohulloh- saat ditanya oleh para tamu dari
‘Adn tentang syubhat yang beredar bahwasanya jarh seorang ulama terhadap ulama
lain tak bisa diterima sampai tercapainya kesepakatan para ulama, maka beliau
menjawab:
“Ini merupakan perkara baru yang dibikin-bikin oleh orang-orang
masa kini. Kebenaran itu wajib diterima manakala telah nampak. Alloh ta’ala
berfirman:
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ
تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ [الحديد/16]
“Apakah belum tiba saatnya bagi orang-orang yang beriman untuk
hati-hati mereka itu tunduk kepada peringatan Alloh dan kepada kebenaran yang
telah turun?” (QS Al Hadid 16) (selesai dengan peringkasan)
Kesepuluh:
Perlu ditegaskan lagi agar meresap ke dalam darah daging para pembawa bendera
Salafiyyah: “Argumentasi yang terang berdasarkan Al Qur’an, As Sunnah dan
thoriqotus Salaf itu wajib diterima tanpa menunggu kesepakatan orang sedunia,
karena dia itu merupakan taufiq dari Alloh, bagian dari al haq yang datang dari
Alloh ta’ala untuk menolong agama-Nya dan para hamba-Nya yang setia, dan
dengannya tegak langit dan bumi”
Alloh ta’ala berfirman:
وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ شَاءَ
فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا
أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ
يَشْوِي الْوُجُوهَ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا [الكهف/29]
“Dan katakanlah: kebenaran itu dari Robb kalian. Maka barangsiapa
menginginkan silakan dia beriman, dan barangsiapa menghendaki silakan dia
kufur. Sesungguhnya kami telah menyediakan bagi orang-orang yang zholim itu api
yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka minta minum, mereka akan
diminumi dengan air seperti timah cair yang menghanguskan wajah. Itulah
sejelek-jelek minuman, dan itulah seburuk-buruk tempat peristirahatan.” (QS Al
Kahfi 29)
Alloh ta’ala menukil dari Nabiyyulloh Syu’aib ‘alaihis salam:
وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ عَلَيْهِ
تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيب [هود/88]
“Dan tidaklah taufiqku itu kecuali dengan pertolongan Alloh.
Kepada-Nya sajalah aku bertawakkal, dan kepada-Nya sajalah aku kembali.” (QS
Hud 88)
Dan Alloh ta’ala berfirman tentang perdebatan Kholil-Nya Ibrohim
-shalallohu ‘alaihi wa sallam-:
وَتِلْكَ حُجَّتُنَا آَتَيْنَاهَا إِبْرَاهِيمَ
عَلَى قَوْمِهِ [الأنعام/83]
“Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan pada Ibrohim terhadap
kaumnya.” (QS Al An’am 83)
Abdulloh bin Mas’ud rodhiyallohu ‘anhu berfatwa tentang wanita
yang ditinggal mati suaminya sebelum berkumpul, dan belum dipastikan maharnya:
فَإِنِّى أَقُولُ فِيهَا إِنَّ لَهَا صَدَاقًا
كَصَدَاقِ نِسَائِهَا لاَ وَكْسَ وَلاَ شَطَطَ وَإِنَّ لَهَا الْمِيرَاثَ
وَعَلَيْهَا الْعِدَّةُ فَإِنْ يَكُ صَوَابًا فَمِنَ اللَّهِ وَإِنْ يَكُنْ خَطَأً
فَمِنِّى وَمِنَ الشَّيْطَانِ وَاللَّهُ وَرَسُولُهُ بَرِيئَانِ.
“Maka sesungguhnya aku berfatwa tentang wanita tadi bahwasanya dia
berhak mendapatkan mahar sebagaimana mahar keumuman para wanita, tidak kurang
dan tidak zholim. Dan bahwasanya dia berhak mendapatkan warisan, dan dia wajib
ber’iddah. Kalau fatwa ini benar, maka hal itu adalah dari Alloh, tapi kalau
salah maka hal itu adalah dariku dan dari setan. Dan Alloh dan Rosul-Nya
berlepas diri dari itu.” (HSR Abu Dawud (2118) dan dishohihkan Imam Al Wadi’y
-rahimahulloh)
Kesebelas:
Bukanlah ana hendak menghina ulama. Tapi kenyataan menunjukkan bahwa para ulama
yang dikritik tadi tiada satupun dari mereka yang berhasil membantah dan
meruntuhkan hujjah-hujjah ahlul ilmi yang mengkritik mereka, karena sedemikian
terangnya kesalahan mereka tadi dan sedemikian kuatnya hujjah para pengkritik.
Barangsiapa mengikuti perdebatan kedua belah pihak di kaset-kaset dan risalah
akan mengetahui kebenaran yang ana ucapkan ini insya Alloh. Telah sangat jelas
kesalahan besar dan prinsipil yang mereka lakukan. Maka untuk apa Luqman dan
para du’at yang mengikutinya sibuk-sibuk untuk meniupkan asap pengkaburan demi
membela orang-orang yang menyimpang dan kalah hujjah tadi?
Jangan sampai kita mengikuti jejak umat-umat sesat yang telah musnah
dikarenakan makar mereka dalam membatalkan kebenaran. Alloh ta’ala berfirman:
كَذَّبَتْ قَبْلَهُمْ قَوْمُ نُوحٍ
وَالْأَحْزَابُ مِنْ بَعْدِهِمْ وَهَمَّتْ كُلُّ أُمَّةٍ بِرَسُولِهِمْ
لِيَأْخُذُوهُ وَجَادَلُوا بِالْبَاطِلِ لِيُدْحِضُوا بِهِ الْحَقَّ فَأَخَذْتُهُمْ
فَكَيْفَ كَانَ عِقَاب [غافر/5]
“Sebelum mereka kaum Nuh telah mendustakan, demikian pula
kelompok-kelompok setelah mereka. Dan setiap umat berhasrat untuk membikin
makar demi menawan atau membunuh Rosul mereka, dan mereka membantah dengan
batil agar dengannya mereka bisa melenyapkan kebenaran. Maka Aku siksa mereka,
maka bagaimanakah hukuman-Ku itu?” (QS Ghofir 5)
Dan di antara hukuman yang terbesar adalah terpalingkannya hati
dari al haq sehingga pandanganpun terbalik.
Keduabelas:
Bahkan para ulama yang belum sependapat dengan Fadhilatusy Syaikh Yahya Al
Hajury dan yang bersama beliau -hafizhahumulloh- sampai sekarang tiada satupun
yang membantah dan meruntuhkan hujjah-hujjah beliau, padahal beliau telah
menantang seluruh pihak untuk mengalahkan hujjah beliau. Manakala
sudah demikian ternyata mereka tadi tidak mendukung beliau, maka beliau
menantang siapa saja yang tidak sependapat untuk bermubahalah. Ternyata tiada
satu pihakpun yang memberanikan diri melayani tantangan beliau. Dan yang beliau
lakukan ini merupakan thoriqoh Rosululloh -shalallohu ‘alaihi wa sallam- dan
para shohabat dan tabi’in dan seterusnya.
Ketigabelas:
Secara qoidah perkataan ulama yang global saja –seperti “Dia masih salafy”,
atau “Jangan ikut fitnah”, atau “Sampai sekarang belum jelas bagiku hizbiyyah
orang itu”- tidak bisa mengalahkan hujjah ulama pengkritik yang terperinci dan
jelas. Apalagi sekedar diamnya ulama yang diam, lebih tidak bisa lagi untuk
diangkat sebagai hujjah untuk membatalkan hujjah mufassar para ulama yang
mengkritik.
Fadhilatusy Syaikh Ahmad An Najmy -rahimahulloh- berkata:
أن سكوت الساكت لا يكون حجة على المؤدي يوجب
عليه السكوت. بل على ذلك الساكت أن ينظر هل تؤدى الواجب بإنكار من أنكر أم لا؟ فإن
لم يحصل الأداء وجب عليه أن يؤدي. (“الرد الشرعي” 230)
“Bahwasanya diamnya orang yang diam bukanlah hujjah untuk
membantah orang yang menunaikan kewajiban nahi mungkar tadi sehingga harus ikut
untuk diam. Bahkan wajib bagi orang yang diam tadi untuk memperhatikan: “Apakah
kewajiban mengingkari kemungkaran tadi telah tertunaikan dengan pengingkaran
yang telah diupayakan oleh orang yang mengingkari tadi ataukah belum? Kalau
ternyata penunaian kewajiban tadi belum tercapai, maka wajib bagi orang yang
diam tadi untuk turut menunaikannya.” (“Ar Roddusy Syar’i” hal. 230)
Jika ada yang bilang,”Ucapan di atas berlaku bagi orang yang diam
dan telah tahu kemungkaran tadi.” Jawabannya adalah: Inti yang ana inginkan
adalah fatwa beliau,”Diamnya orang yang diam bukanlah hujjah untuk membantah
orang yang berbicara ..”
Adapun orang yang diam karena tidak tahu, lebih pantas lagi untuk
diamnya itu bukan sebagai hujjah. Justru orang tahu adalah hujjah bagi orang
yang tidak tahu. Dan tidak pantas orang yang belum sanggup melihat kebatilan
tadi memaksa orang yang telah melihat untuk sama-sama tidak melihat. Ucapan
kasarnya adalah: Orang yang masih buta harus menerima perkataan orang yang
tsiqoh dan bisa melihat, bukan menyuruhnya untuk sama-sama buta, atau mengikuti
langkah orang yang buta.
====
Bab Empat: Tanggapan terhadap Isi Kesepakatan Keempat
Terhadap
isi kesepakatan keempat: “Ikhwan Salafiyyin tidak boleh melecehkan para
ustadz.” Ana katakan:
Pertama:
Memang benar bahwasanya Ikhwan Salafiyyin tidak boleh melecehkan para ustadz.
Harus menghormati hak dan kedudukannya. Tapi demikian pula sebaliknya: Para
ustadzpun tidak boleh melecehkan para Salafiyyin meskipun anak-anak. Seorang
mukmin tidak boleh melecehkan mukmin yang lain. Ini baru ucapan yang adil dan
inshof. Dalilnya jelas.
Kedua: Orang yang berbuat kebatilan dan telah dinasihati dengan benar tapi membangkang, maka orang ini runtuh martabatnya, sama saja dia itu orang awam, ustadz atau bahkan ulama. Alloh ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ كَسَبُوا السَّيِّئَاتِ جَزَاءُ
سَيِّئَةٍ بِمِثْلِهَا وَتَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ [يونس/27]
“Dan orang-orang yang berbuat kejahatan, balasan dari kejahatan adalah yang semisalnya, dan mereka akan terliputi kehinaan.” (QS Yunus 27)
Rosululloh -shalallohu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
وَجُعِلَ الذِّلَّةُ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِى
“Dan dijadikan kehinaan dan kerendahan terhadap orang yang
menyelisihi perintahku. “(HR Ahmad (5232) dari Ibnu ‘Umar rodhiyallohu ‘anhu
dan dihasankan oleh Fadhilatusy Syaikh Yahya -hafizhahulloh-)
Salim
bin Abdillah -rahimahulloh- berkata:
أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « لاَ تَمْنَعُوا
نِسَاءَكُمُ الْمَسَاجِدَ إِذَا اسْتَأْذَنَّكُمْ إِلَيْهَا ». قَالَ فَقَالَ
بِلاَلُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ وَاللَّهِ لَنَمْنَعُهُنَّ. قَالَ فَأَقْبَلَ
عَلَيْهِ عَبْدُ اللَّهِ فَسَبَّهُ سَبًّا سَيِّئًا مَا سَمِعْتُهُ سَبَّهُ
مِثْلَهُ قَطُّ وَقَالَ أُخْبِرُكَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
وَتَقُولُ وَاللَّهِ لَنَمْنَعُهُنَّ.
“Bahwasanya Abdulloh bin Umar rodhiyallohu ‘anhuma berkata: Aku mendengar Rosululloh -shalallohu ‘alaihi wa sallam- bersabda: “Janganlah kalian melarang para wanita kalian mendatangi masjid-masjid jika mereka minta idzin pada kalian untuk itu.” Maka Bilal bin Abdillah berkata,”Demi Alloh sungguh kami akan melarang mereka.” Maka Abdulloh menghadap ke arahnya lalu mencaci-makinya dengan cercaan yang jelek, belum pernah aku mendengar beliau mencercanya seperti itu sama sekali. Dan beliau berkata,”Kukabarkan pada dari Rosululloh -shalallohu ‘alaihi wa sallam- dan kamu berkata Demi Alloh sungguh kami akan melarang mereka.”!” (HSR Muslim (989))
Imam Asy Syafi’y -rahimahulloh- berkata:
ما كابرني أحد على الحق ودافع، إلا سقط من عيني، ولا قبله إلا هبته، واعتقدت مودته.
“Tidaklah seseorang itu menyombongkan diri terhadap al haq di hadapanku dan menolaknya, kecuali martabatnya akan jatuh dari mataku, Dan tidaklah dia menerima kebenaran itu kecuali aku akan merasa segan padanya dan menjadi cinta padanya.” (“Siyar A’lamin Nubala” 10/hal. 33)
Kita merasa khawatir terhadap orang-orang yang sengaja menyimpang dari kebenaran setelah jelas baginya kebenaran itu akan menyebabkan dirinya menjadi pengikut hawa nafsu. Baik dia itu menyimpang berdasarkan taqlid pada seseorang ataupun murni dari dirinya sendiri.
Alloh ta’ala berfirman:
فَإِنْ لَمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءَهُمْ [القصص/50]
“Maka jika mereka tidak memenuhi seruanmu maka ketahuilah bahwasanya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka.” (QS Al Qoshshoh 50)
Alloh ta’ala berfirman:
إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الْأَنْفُسُ وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَى [النجم/23]
“Tidaklah mereka itu mengikuti kecuali dugaan belaka dan apa yang diinginkan oleh hawa nafsu, padahal telah datang pada mereka petunjuk dari Robb mereka.” (QS An Najm 23)
Imam Al Wadi’iy -rahimahulloh- berkata tentang kejadian adzan pertama di hari Jum’at:
بل عثمان اجتهد، ومن بعد عثمان إذا ظهرت له الأدلة وقلد عثمان على هذا فهو يعد مبتدعا، لأن التقليد نفسه بدعة
“Akan tetapi Utsman itu berijtihad. Dan barangsiapa yang datang setelah Utsman, apabila telah jelas baginya dalil-dalil tapi dia memilih untuk bertaqlid pada Utsman tentang hal ini, maka dia termasuk mubtadi’ , karena taqlid itu itu sendiri bid’ah.” (“Ghorotul Asyrithoh” 2/99)
Dan ahlul hawa berhak untuk dihinakan, sama saja dia itu aslinya ahli ilmu, ustadz ataupun yang lainnya.
Imam Ash Shobuny -rahimahulloh- berkata:
“Bersamaan dengan itu mereka bersepakat untuk menghinakan, merendahkan, dan menjauhkan dan menjauh dari ahlul bida’ dst (“Aqidatus Salaf” hal. 123)
Dalil-dalil dan atsar tentang penghinaan terhadap pengekor hawa cukup banyak dan terkenal. Dan telah ana cantumkan beberapa contohnya di risalah “Turun Sejenak”.
Inilah manhaj Salaf wahai Salafiyyun.
=====
Bab Lima: Tanggapan terhadap Isi Kesepakatan Kelima
Terhadap isi kesepakatan kelima: “Semua informasi yang terkait dengan fitnah Yaman dikembalikan kepada para ustadz.”
Ana katakan:
Pertama:
Semua berita itu harus ditimbang berdasarkan Al Qur’an, As Sunnah, dan
thoriqotus Salaf.
Kedua:
Jika datang berita yang telah memenuhi syarat di atas maka berita itu berhak
untuk disebar. Dan jika telah memenuhi syarat di atas, apa dalil untuk menunggu
para ustadz.
Ketiga:
Berita-berita yang datang dari pihak Fadhilatusy Syaikh Yahya dan para
masyayikh dan para mujahidin yang bersamanya -hafizhahumulloh- disebarkan ke
dunia berdasarkan bimbingan dari Fadhilatusy Syaikh Yahya dan para masyayikh
tersebut. Maka hal ini cukup tanpa harus menunggu para ustadz.
Keempat:
Telah sampai pada kami beberapa rekaman dialog Luqman dengan beberapa du’at.
Juga muhadhoroh dari beberapa du’at. Tampak nyata sekali kebencian mereka pada
Fadhilatusy Syaikh Yahya -hafizhahulloh-, dan cercaan mereka terhadap beliau
serta makar mereka terhadap beliau, markiz induk Dammaj, para tholabatul ilmi
yang menyertai beliau -hafizhahumulloh-, serta terhadap dakwah Salafiyyah yang
murni. Lagipula, isi dan konsekuensi dari kesepakatan para ustadz –yang
karenanyalah risalah ini ditulis- merupakan usaha yang nyata untuk membungkam
mulut-mulut ahlul haq. Maka tidak pantas untuk mengembalikan berita-berita dari
pihak Dammaj kepada du’at macam tadi.
Kelima:
Fitnah ini bukan sekedar fitnah Yaman. Bahkan fitnah ini adalah hizbiyyah Ibnai
Mar’i dan komplotannya dari Yaman yang didukung oleh Luqman dan anak buahnya.
Dan telah nyata hubungan erat antar mereka sampai-sampai pucuk pimpinan hizby
baru tadi datang langsung ke Bumi Pertiwi.
Bab
Enam: Tanggapan terhadap Isi Kesepakatan Keenam
Terhadap
isi kesepakatan keenam: “Dilarang bagi seluruh ikhwan untuk bersikap
sendiri-sendiri dalam masalah fitnah mendahului kesepakatan para ustadz.”
Ana
katakan:
Pertama:
Para Salafiyyin yang telah memahami duduk perkara fitnah hizbiyyah ini dan
berusaha menolong ahlul haq untuk memerangi ahlul batil, mereka itu tidak bersikap
sendiri-sendiri. Mereka bersama para ulama di markiz Dammaj seperti Fadhilatusy
Syaikh Yahya Al Hajury, Syaikh Jamil Ash Shilwy, Syaikh Muhammad bin Hizam,
Syaikh Abu Amr Al Hajury, Syaikh Abu Bilal Al Hadhromy, Syaikh Abdul Hamid Al
Hajury, Syaikh Muhammad Al ‘Amudy dan lainnya -hafizhahumulloh-, dan juga
Syaikhunal Walid Muhammad bin Mani’ di markiz Shon’a, Syaikh Ahmad bin ‘Utsman
di markiz ‘Adn, Syaikh Hasan bin Qosim Ar Roimy (murid Imam Al Albany
-rahimahulloh-) di markiz Ta’iz, dan Syaikh Abu ‘Ammar Ad Duba’iy di markiz
Mukalla. Juga bersama belasan mustafidun mujahidun salafiyyun Dammaj yang insya
Alloh mereka lebih pintar, lebih kokoh dan lebih kuat hapalannya daripada para
ustadz di Indonesia yang bersama Luqman. Bukannya ana hendak merendahkan para
ustadz tadi, hanya saja ana sudah sering mendapati kesombongan orang-orang yang
telah pulang ke tanah air dan memegang dakwah.
Kedua:
Para Salafiyyin yang telah memahami duduk perkara fitnah hizbiyyah ini dan
berusaha menolong ahlul haq untuk memerangi ahlul batil, mereka itu tidak
bersikap sendiri-sendiri. Mereka itu berjalan berdasarkan Al Qur’an, As Sunnah
dan thoriqotus Salaf -rahimahumulloh-, bukan taqlid pada Fadhilatusy Syaikh
Yahya -hafizhahulloh- sebagaimana tuduhan seorang peserta kesepakatan.
Ketiga: Semua orang yang telah memahami duduk perkara
fitnah hizbiyyah dengan bimbingan ulama, mereka berhak dan wajib untuk menolong
ahlul haq untuk memerangi ahlul batil, sekuat kemampuan mereka. Sama saja, hal
itu mendahului para ustadz ataukah tidak. Biarkan para Salafiyyin yang telah
mendapat taufiq tadi untuk bergegas menuju derajat yang tinggi. Alloh ta’ala
berkata:
﴿كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ
بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ﴾
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dikeluarkan
untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan
beriman kepada Alloh.” (QS Ali Imron 110)
Keempat: Orang yang berusaha mencari kebenaran dengan jujur
dan serius sambil memohon pertolongan Alloh ta’ala, lalu berusaha memahami
dalil-dalil dan hujjah, Alloh akan menolongnya dan tidak menyia-nyiakan
usahanya. Adapun orang yang bersikap masa bodoh dia akan tetap bodoh,
sebagaimana orang bersikap buta dan tuli, maka hukumannyapun juga sesuai dengan
perbuatannya. Inilah sunnatulloh yang berlaku di alam ini, dan dalil-dalilnya
bertebaran di dalam Al Qur’an. Maka hendaknya orang tipe kedua ini jangan marah
jika dirinya jadi merosot dan mengalami kemunduran, pada saat orang lain maju
melesat dengan taufiq dari Alloh ta’ala. Jangan sampai orang-orang tipe kedua
tadi berteriak: “Jangan dahului kami, kami adalah ustadz kalian!”
Kelima: Jangan sampai kita meremehkan al haq yang dibawa
oleh orang yang derajatnya di bawah kita –secara lahiriyyah-, karena Alloh
tidak membatasi kedatangan al haq dengan umur ataupun martabat. Siapapun
mengetahui al haq –meskipun kecil orangnya-, syariat mendorongnya untuk jangan
merasa rendah diri dan diam. Sebagaimana syariat juga melarang orang
menyombongkan diri dari kebenaran yang dibawa oleh orang yang lebih rendah.
Rosululloh -shalallohu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
لا يمنعن أحدكم هيبة الناس أن يقول في
حق إذا رآه، أو شهده, أو سمعه
“Jangan sekali-kali kewibawaan manusia itu
menghalangi salah seorang dari kalian untuk mengucapkan kebenaran jika
melihatnya, atau menyaksikannya, atau mendengarnya.” (HSR Ahmad dari Abu Sa’id
rodhiyallohu ‘anhu, dishohihkan Imam Al Albany -rahimahulloh- (“Ash
Shohihah/168) dan Imam Al Wadi’i -rahimahulloh- (Al Jami’ush Shohih/5/hal. 131))
Ibnu ‘Abbas rodhiyallohu ‘anhuma berkata:
كُنْتُ أُقْرِئُ رِجَالاً مِنَ
الْمُهَاجِرِينَ مِنْهُمْ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ ،
“Dulu aku membacakan Al Qur’an kepada para tokoh
dari Muhajirin, di antara mereka adalah Abdurrohman bin ‘Auf” (HSR Al Bukhory
(6830))
Ibnul Jauzy -rahimahulloh- berkata:
ففيه تنبيه على أخذ العلم من أهله وإن
صغرت أسنانهم أو قلت أقدارهم وقد كان حكيم ابن حزام يقرأ على معاذ بن جبل فقيل له
تقرأ على هذا الغلام الخزرجي فقال إنما أهلكنا التكبر
“Maka di dalam atsar tadi ada peringatan untuk mau
mengambil ilmu dari ahlinya meskipun umur mereka masih muda, atau derajat
mereka rebih rendah. Dulu Hakim bin Hizam -rodhiyallohu ‘anhu- belajar Al
Qur’an pada Mu’adz bin Jabal -rodhiyallohu ‘anhu-. Maka dikatakan pada
beliau,”Anda belajar Al Qur’an pada bocah Khozrojy itu?” Maka beliau
berkata,”Hanyalah yang membinasakan kita itu kesombongan.” (“Kasyful Musykil”
1/hal. 41)
Ibnul Madiny -rahimahulloh- berkata:
إنَّ الْعِلْمَ لَيْسَ بِالسِّنِّ .
“Sesungguhnya ilmu itu bukan berdasarkan umur.”
(“Al Adabusy Syar’iyyah”/Imam Ibnu Muflih -rahimahulloh-/2/192)
Ibnu ‘Uyainah -rahimahulloh- berkata:
الْغُلَامُ أُسْتَاذٌ إذَا كَانَ
ثِقَةً .
“Anak kecil adalah ustadz jika dia tsiqoh” (“Al
Adabusy Syar’iyyah”/Imam Ibnu Muflih -rahimahulloh-/2/192)
Waki’ ibnul Jarroh -rahimahulloh- berkata:
لَا يَكُونُ الرَّجُلُ عَالِمًا
حَتَّى يَسْمَعَ مِمَّنْ هُوَ أَسَنُّ مِنْهُ وَمَنْ هُوَ مِثْلُهُ وَمَنْ هُوَ
دُونَهُ فِي السِّنِّ .
“Tidaklah seseorang itu menjadi seorang alim sampai
dia mau mendengar hadits dari orang yang lebih tua darinya, dan yang seumur
dengannya, dan yang lebih muda darinya.” (“Al Adabusy Syar’iyyah”/Imam Ibnu
Muflih -rahimahulloh-/2/192)
Imam Ahmad bin Hanbal -rahimahulloh- berkata:
احمد بن حنبل لم يكن في زمن ابن
المبارك اطلب للعلم منه رحل إلى اليمن والى مصر والى الشام والبصرة والكوفة وكان
من رواة العلم وأهل ذلك كتب عن الصغار والكبار
“Tiada seorangpun pada zaman Ibnul Mubarok yang
lebih bersemangat menuntut ilmu daripada beliau. Beliau pergi ke Yaman, ke
Mesir, ke Syam, ke Bashroh dan Kufah. Dan beliau termasuk perawi ilmu dan ahli
ilmu, menulis ilmu dari orang kecil maupun orang besar ..” (“Tarikh Dimasyq”
32/hal. 407)
Imam Ibnul Qoyyim -rahimahulloh- berkata:
“Rosululloh -shalallohu ‘alaihi wa sallam-
bersabda:
الكبر بطر الحق وغمص الناس
“kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan
meremehkan manusia.” Dan Alloh ta’ala berfirman:
إن الله لا يغفر أن يشرك به (النساء :
8)
“Sesungguhnya Alloh tidak mengampuni kesyirikan
terhadap diri-Nya” (QS An Nisa 8)
sebagai peringatan bahwasanya Dia tidak mengampuni
kesombongan yang hal itu lebih besar daripada kesyirikan. Dan sebagaimana
bahwasanya orang yang bertawadhu’ kepada Alloh, Alloh akan mengangkatnya,
demikian pula barangsiapa menyombongkan diri dari ketundukan kepada al haq,
Alloh akan menghinakannya, merendahkannya, mengecilkannya, meremehkannya. Dan
barangsiapa menyombongkan diri dari ketundukan kepada al haq walaupun mendatanginya
melalui anak kecil atau orang yang dibencinya atau memusuhinya, maka sebenarnya
kesombongannya itu hanyalah kepada Alloh, karena sesungguhnya Alloh itulah Al
Haq, firman-Nya adalah haq, agama-Nya adalah haq, dan Al Haq adalah sifat-Nya,
dari-Nya dan milik-Nya. Maka jika sang hamba menolak al haq dan menyombongkan
diri dari menerimanya, maka dia itu hanyalah membantah Alloh dan menyombongkan
diri kepada Alloh. Wallohu a’lam.” (“Madarijus Salikin” 2/333)
Imam Ibnu Rojab -rahimahulloh- berkata:
فلهذا كان أئمة السلف المجمع على
علمهم وفضلهم يقبلون الحق ممن أورده عليهم وإن كان صغيراً ويوصون أصحابهم وأتباعهم
بقبول الحق إذا ظهر في غير قولهم .
“Maka karena inilah dulunya para imam Salaf yang
telah disepakati keilmuan dan keutamaan mereka, mereka mau menerima al haq dari
orang yang mendatangkannya kepada mereka sekalipun anak kecil, dan mereka
berwasiat kepada para sahabat dan pengikut mereka untuk menerima al haq jika
telah nampak (meskipun) dari selain perkataan mereka.” (“Al Farqu Bainan
Nashihah wat Ta’yir” 1/hal. 3)
Imam Ibnu Baaz -rahimahulloh- berkata:
“Kemudian seorang penuntut ilmu setelah itu
hendaknya memiliki keinginan yang sangat kuat untuk tidak menyembunyikan
sedikitpun dari perkara yang dia ketahui. Hendaknya memiliki keinginan yang
kuat untuk menerangkan al haq dan membantah musuh agama Islam, tidak
bermudah-mudahan ataupun menyingkir ke pinggir-pinggir. Maka hendaknya dia itu
senantiasa menyeruak muncul di medan sesuai dengan kemampuannya. Jika ada musuh
Islam yang membikin syubuhat dan cercaan, hendaknya dia tampil untuk membantah
mereka secara tertulis, atau lisan dan lain-lain. Jangan bermudah-mudahan dan
berkata,”Urusan ini untuk orang lain”, bahkan hendaknya dia berkata,”ini memang
urusku, Akulah bagiannya” Walaupun di sana ada para pemimpin yang lain, dan
pelajar ini khawatir masalah tersebut akan lepas dari penanganan, maka
hendaknya dia terus nampil dan tidak menepi ke pinggir. Tapi justru hendaknya
dia tampil pada saat yang tepat untuk menolong al haq dan membantah musuh agama
Islam.” dst (“Syaroful Ulama wa Adabu Ahlih min badi’i Muhadhorotisy Syaikhil
‘Allamah Abdil ‘Aziz Bin Baaz”/Abdussalam Umar Ali/hal. 125)
Imam Ibnu Baaz -rahimahulloh- juga berkata:
“Maka setiap kita memiliki kewajiban. Setiap muslim
di negeri Alloh, di timur dan barat, di seluruh penjuru dunia. Setiap muslim,
setiap penuntut ilmu, setiap ulama, dia punya kewajiban di dalam dakwah ke
jalan Alloh yang dia telah dimuliakan Alloh dengannya, dan menolak (membantah)
syubhat-syubhat, dan membela Islam dari kebatilan, dan membantah
lawan-lawannya, dengan cara-cara dan metode yang dipandangnya bermanfaat, yang
menyampaikan kebenaran dan membikin manusia berminat untuk menerima kebenaran,
dan dipandangnya bisa untuk menghentikan kebatilan.
Dan termasuk dari musibah yang terbesar adalah:
Seseorang berkata,” Bukanlah aku yang bertanggung jawab dengan itu.” Ini salah.
Ini merupakan kemungkaran yang besar. Ini bukan perkataan orang yang berakal.
Kecuali jika pada posisi yang telah dicukupi oleh orang yang lain, suatu kemungkaran
yang telah dihilangkan oleh orang yang lain, suatu kebatilan yang telah
diperingatkan oleh orang yang lain.” –sampai pada ucapan beliau:- Maka setiap
orang harus menunaikan kewajibannya sampai kebenaran itu tertolong, dan sampai
kebatilan itu tertumpas, dan sampai tegaknya hujjah terhadap lawan-lawan
Islam.” (selesai) (“Al Ghozwul Fikry” karya beliau -rahimahulloh- hal. 17)
Imam Al Wadi’i -rahimahulloh- ditanya: “Apakah
berbicara tentang hizbiyyun atau tahdzir dari mereka termasuk harom? Dan apakah
perkara ini khusus untuk ulama dan bukan hak para penuntut ilmu meskipun telah
jelas kebenaran bagi para penuntut ilmu tentang orang tersebut?”
Beliau -rahimahulloh- menjawab:
“Sudah semestinya untuk dia bertanya kepada ahlul
ilmi tentang perkara tersebut. Akan tetapi orang yang membikin umat lari dari
As Sunnah, dari Ahlussunnah dan majelis ulama, maka umat harus ditahdzir dari
orang yang seperti itu. (adapun permasalahan) Jarh dan ta’dil harus orang
tersebut mengetahui sebab-sebabnya dan harus bertaqwa kepada Alloh subhana wa
ta’ala tentang apa yang diucapkannya, karena sesungguhnya (hukum) asal
kehormatan seorang muslim adalah terhormat. Sebagaimana sabda Nabi -shalallohu
‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- :
((فإنّ دماءكم وأموالكم وأعراضكم عليكم حرام، كحرمة يومكم هذا، في
شهركم هذا، في بلدكم هذا)).
“Sesungguhnya darah kalian, harta kalian dan
kehormatan kalian adalah harom, sebagaimana haromnya hari kalian ini, bulan
kalian ini dan negri kalian ini”.
Akan tetapi mubtadi’ah (ahlul bid’ah) tidak mengapa
seorang thalibul ilmi memperingatkan orang darinya, sebatas pengetahuannya,
secara adil.
Alloh ta’ala berfirman:
}وإذا قلتم
فاعدلوا{
“Dan jika kalian berbicara maka berlaku adillah.”
Juga berfirman:
}ولا يجرمنّكم
شنآن قوم على ألاّ تعدلوا اعدلوا هو أقرب للتّقوى{
“Dan jangan sampai kebencian (kalian) terhadap
suatu kaum menjerumuskan kalian untuk berbuat tidak adil. Adillah kalian karena
dia itu lebih dekat kepada ketaqwaan.”
Juga berfirman:
}إنّ الله يأمر
بالعدل والإحسان{
“Sesungguhnya Alloh memerintahkan untuk berbuat
adil dan kebaikan.”
Dan Nabi -shalallohu ‘alaihi wa ‘ala alihi
wasallam- memerintahkan Abu Dzarr untuk mengucapkan yang benar walaupun itu
pahit.” Bahkan Alloh -‘azza wajalla- berkata di dalam kitab-Nya yang mulia:
}ياأيّها الّذين
آمنوا كونوا قوّامين بالقسط شهداء لله ولو على أنفسكم أو الوالدين والأقربين إن
يكن غنيًّا أو فقيرًا فالله أولى بهما فلا تتّبعوا الهوى أن تعدلوا وإن تلووا أو
تعرضوا فإنّ الله كان بما تعملون خبيرًا{
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kalian
sebagai orang yang menegakkan keadilan, sebagai saksi untuk Alloh walaupun
terhadap diri kalian sendiri atau terhadap orang tua dan sanak kerabat. Kalau
dia itu orang kaya ataupun miskin, maka Alloh itu lebih utama daripada mereka
berdua. Maka janganlah kalian mengikuti hawa nafsu sehingga tidak berbuat adil.
Dan jika kalian membolak-balikkan kata (untuk berbohong) atau berpaling maka
sesungguhnya Alloh maha mengetahui apa yang kalian kerjakan.”
Maka harus ada keadilan ketika berbicara tentang
hizbiyyin. Dan bukanlah aku maksudkan bahwasanya engkau melihat seorang
mubtadi’ lalu kemudian engkau menyebutkan kebaikan dan kejelekan yang ada
padanya (manhaj muwazanah) . Sesungguhnya mubtadi’ itu tidak pantas untuk kau
sebutkan kebaikan dan kejelekannya.” [“Tuhfatul Mujib” hal. 187-188]
Juga Fadhilatus Syaikh Imam Robi’ bin Hadi Al
madkholi – hafidzahulloh – ditanya: “Kebanyakan orang menyangka bahwasanya
membantah ahlul bida’ dan ahwa’ akan mematikan proses belajar yang sedang
ditempuh oleh penuntut ilmu dalam perjalanannya kepada Alloh. Apakah pemahaman
ini benar?”
Beliau -hafidzahulloh- menjawab: “Ini adalah
pemahaman yang bathil. Dan ini termasuk metode ahlul bathil dan ahlul bida’
untuk membikin diam (membisukan) ahlus sunnah. Maka pengingkaran terhadap ahlul
bida’ termasuk pintu amar ma’ruf nahi munkar yang terbesar. Dan tidaklah umat
ini punya keistimewaan terhadap seluruh umat kecuali dengan keistimewaan ini.
(Alloh ta’ala berfirman):
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ
لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dikeluarkan
untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan
beriman kepada Alloh.” (QS Ali Imron 110)
Pengingkaran terhadap kemungkaran merupakan
penerapan dari ilmu yang telah dipelajari oleh pemuda muslim, yaitu pemahaman
dari agama Alloh -tabaroka wata’ala- dan penelaahannya terhadap kitabulloh dan
sunnah Rosul-Nya yang mulia -‘alaihish shalatu was salam-.
Maka apabila perkara amar ma’ruf nahi munkar ini
tidak diterapkan, khususnya terhadap ahlul bida’, maka dia bisa jadi masuk ke
dalam firman Alloh -tabaroka wata’ala-:
} لُعِنَ
الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى
ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ * كَانُوا لَا
يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ{
“Telah dilaknat orang-orang kafir dari Bani Israil
dengan lisan Dawud dan Isa putera Maryam . Yang demikian itu, disebabkan mereka
durhaka (bermaksiat) dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu
tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah
apa yang selalu mereka perbuat itu. ” [ Al Maidah 78-79]
Dan jika seseorang melihat kebid’ahan tersebar, ada
penyerunya, ada pembawanya, pembelanya, dan ada orang yang memerangi
ahlussunnah demi kebid’ahan itu, bagaimana dia diam saja?
Ucapan mereka,”Sesungguhnya membantah ahlul bida’
dan ahwa’ akan mematikan ilmu” ini adalah dusta!!. Justru ini bagian dari ilmu
dan penerapan ilmu.
Apapun yang terjadi, maka seorang penuntut ilmu itu
harus mengkhususkan waktu-waktu untuk memperoleh ilmu. Dan harus
bersungguh-sungguh untuk memperolehnya. Karena dia tidak akan bisa menghadapi
kemungkaran kecuali dengan ilmu. Bagaimanapun keadaannya dia harus memperoleh
ilmu dan sekaligus pada waktu yang sama dia juga harus menerapkannya. Alloh
-tabaroka wata’ala- memberkahi pelajar yang mengamalkan ilmunya ini.
Dan terkadang bisa dicabut keberkahan itu manakala
dia melihat kemungkaran di depan matanya tapi dia berkata,”tidak, tidak, aku
belum belajar.” Dia melihat kesesatan dan ahlul bathil mengangkat syiar
kebathilan dan mengajak orang kepadanya dan menyesatkan orang, dia justru berkata,”Tidak,
tidak. Aku tidak mau sibuk dengan perkara-perkara seperti ini, aku akan
menyibukkan diri dengan ilmu.” (maksudnya : dia sekarang sedang latihan untuk
berbasa-basi). Semoga Alloh memberkahi kalian.” [“Ajwibatu Fadhilatusy Syaikh
Robi'”/Abu Rowahah/ hal. 34-35]
Keenam: Yang mu’tabar (teranggap) di sini bukanlah
“Mendahului ustadz ataukah tidak”. Tapi yang teranggap adalah “Mendahului Alloh
dan Rosul-Nya ataukah tidak”.
Imam Ibnul Qoyyim -rahimahulloh- berkata:
“Larangan untuk mendahului Alloh dan Rosul-Nya. Dan
Alloh ta’ala berfirman:
يا أيها الذين آمنوا لا تقدموا بين
يدي الله ورسوله واتقوا الله إن الله سميع عليم
“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian
mendahului Alloh dan Rosul-Nya, dan bertaqwalah kalian pada Alloh sesungguhnya
itu Sami’ (Maha Mendengar) dan Bashir (Maha Melihat)”.
Yaitu: Janganlah kalian berkata sebelum Dia
berkata, janganlah kalian memerintah sebelum Dia memerintah, dan janganlah
kalian berfatwa sampai Dia berfatwa, dan janganlah kalian memutuskan suatu
perkara sampai Dia itulah yang menghukumi dan menjalankan.” –sampai dengan-
“Dan perkataan yang mengumpulkan makna dari ayat tadi adalah: Janganlah kalian
tergesa-gesa berbicara atau berbuat sebelum Rosululloh -shalallohu ‘alaihi wa
sallam- berbicara atau berbuat.
Alloh ta’ala berfirman:
يا أيها الذين آمنوا لا ترفعوا
أصواتكم فوق صوت النبي ولا تجهروا له بالقول كجهر بعضكم لبعض أن تحبط أعمالكم
وأنتم لا تشعرون
“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian
mengangkat suara kalian di atas suara Nabi. Dan janganlah kalian mengeraskan
suara kepadanya sebagaimana sebagian dari kalian mengeraskan suara kepada
sebagian yang lain, karena amal kalian akan terhapuskan dalam keadaan kalian
tidak menyadari.”
Jika mengangkat suara melebihi suara beliau saja
bisa menyebabkan amalan terhapus, maka bagaimana jika mendahulukan pendapat,
akal, perasaan, dan siasat serta pengetahuan mereka melebihi apa yang dibawa
Rosululloh, dan mengangkatnya di atas apa yang dibawa beliau? Bukankah hal itu
lebih pantas untuk menghapus amal-amal mereka?” (“I’lamul Muwaqqi’in” 1/hal.
51)
Marilah kita mengoreksi langkah: Apakah pembentukan
yayasan dalam dakwah itu mendahului Alloh dan Rosul-Nya ataukah tidak? Kalau
balap karung akhwat diterapkan berdasarkan fatwa Luqman Ba Abduh, itu
mendahului Alloh dan Rosul-Nya ataukah tidak? Kalau tarik tambang akhwat
diterapkan berdasarkan fatwa Luqman Ba Abduh, itu mendahului Alloh dan
Rosul-Nya ataukah tidak? Menjadikan hasil kesepakatan beberapa ustadz sebagai
alasan untuk membungkam dikumandangkannya al haq dari ulama Dammaj itu
mendahului Alloh dan Rosul-Nya ataukah tidak?
Ketujuh: Kesepakatan para ustadz bukanlah syarat
ditegakkannya kebenaran. Dan Rosululloh -shalallohu ‘alaihi wa sallam-
bersabda:
« مَا بَالُ أُنَاسٍ يَشْتَرِطُونَ شُرُوطًا لَيْسَ فِى كِتَابِ اللَّهِ
، مَنِ اشْتَرَطَ شَرْطًا لَيْسَ فِى كِتَابِ اللَّهِ فَهْوَ بَاطِلٌ ، وَإِنِ اشْتَرَطَ
مِائَةَ شَرْطٍ ، شَرْطُ اللَّهِ أَحَقُّ وَأَوْثَقُ »
“Mengapa ada sekelompok orang yang membikin
syarat-syarat yang tidak ada di dalam kitabulloh? Barangsiapa membikin suatu
syarat yang tidak ada di dalam Kitabulloh maka syarat itu batil sekalipun dia
membikin seratus syarat. Syarat Alloh itu lebih benar dan kuat.” (HSR Al
Bukhory (2155) dan Muslim (10/hal. 34) dari ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha)
====
Bab Ketujuh: Para Salafiyyin yang Mentahdzir Luqman juga Berjalan Berdasarkan Fatwa Para Ulama
Para Salafiyyin yang mentahdzir Luqman Ba Abduh
juga berjalan berdasarkan fatwa para Ulama Ahlussunnah.
Telah sampai pada Antum semua insya Alloh fatwa
dari:
_ Yang
dari Markiz Induk Dammaj -harosahalloh-:
– Fadhilatusy Syaikh Yahya Al Hajury -hafizhahulloh-
– Syaikh Jamil Ash Shilwy -hafizhahulloh-
– Syaikh Muhammad bin Hizam -hafizhahulloh-
– Syaikh Abu Amr Al Hajury -hafizhahulloh-
– Syaikh Abu Bilal Al Hadhromy -hafizhahulloh-
– Syaikh Abdul Hamid Al Hajury -hafizhahulloh-
– Syaikh Muhammad Al ‘Amudy -hafizhahulloh-
_ Yang
dari Markiz Shon’a -harosahalloh-:
– Syaikhunal Walid Muhammad bin Mani’
-hafizhahulloh-
_ Yang di
markiz Yafi’ -harosahalloh-:
– Syaikhunal Hafizh Abu Abdirrohman Abdulloh Al
Iryani -hafizhahulloh-
_ Yang
dari Kerajaan Su’udiyyah:
– Fadhilatusy Syaikh Al Imam Robi’ bin Hadi Al
Madkholy -hafizhahulloh-
– Syaikh Usamah ‘Athoya -hafizhahulloh-.
Wahai para asatidzah, apakah dengan jarh dan
tahdzir dari para ulama ini semua para Salafiyyin masih harus menunggu
kesepakatan para ustadz?
Kesimpulan ringkas dari ciri-ciri hizbiyyah yang
ada pada Luqman, sebagaimana ucapan para ulama dan terlihat dari sepak
terjangnya adalah sebagai berikut:
1- Tho’n (cercaan) terhadap sebagian ahlul hadits
yang kokoh dan rajin memerangi ahlul bida’
2- Mentahdzir umat dari markiz Dakwah Salafiyyah
Shofiyyah terbesar sedunia.
3- Wala’ dan baro’ yang sempit, yang mana dia
mentahdzir para tholabatul ilmi yang datang dari Dammaj, kecuali yang cocok
dengan pemikirannya.
4- Menghasung (mengompori) orang-orang untuk
memerangi ahlul hadits yang kokoh dan rajin memerangi ahlul bida’.
5- Mewarisi senjata-senjata batil dan usang dari
hizbiyyin yang terdahulu.
6- Merusak citra ahlul haq bahwasanya mereka itu
memiliki pemikiran khowarij dan pengkafiran.
7- Merusak citra ahlussunnah bahwasanya mereka itu
penyebab perpecahan.
8- Berusaha untuk melekatkan citra “fitnah” kepada
ahlussunnah yang memberikan nasihat.
9- Mendustakan sebagian saksi, mencela mereka, dan
mencela orang-orang yang menasihatinya dan menjelaskan kesalahannya.
10- Meremehkan dan mengejek Ahlul haq.
11- Membikin-bikin berita bohong,
12- Slogan: “Kalian harus lemah lembut, kalian
punya sifat berlebihan dan keras!”
13- Berdalilkan dengan diamnya sebagian ulama.
14- Bertamengkan dengan fatwa atau perbuatan
sebagian ulama dalam menyelisihi kebenaran.
15- Sedikitnya kesediaan untuk menerima nasihat
yang benar.
16- banyak berdusta.
17- Membikin makar dan tipu daya
18- Berpura-pura lemah lembut dan akhlak mulia
19- Pemutarbalikan fakta
20- Pengkaburan, dan penyamaran antara kebenaran
dan kebatilan.
21- Tidak rela dengan penyebaran kebenaran yang
menyelisihi hawa nafsunya
22- Menggunakan yayasan atas nama dakwah, yang di
dalamnya muhdatsat, tasyabbuhat, dan berbagai ma’siat.
23- Tasawwulat (mengemis) atas nama dakwah
24- bergaya rujuk dari kesalahan
25- Penggunaan lafadh-lafadh dan ungkapan yang
global
26- Ridho dengan keikutsertaan para penulis yang
tak dikenal dalam upaya menghantam dakwah Ahlussunnah (atau mungkin dia turut
serta dalam gerakan para penulis yang tak dikenal itu)
27- Menyelisihi sebagian metode Salaf, baik secara
ucapan ataupun secara keadaan
28- Memberikan pertolongan yang besar kepada
beberapa hizbiyyin, membela mereka dan memuji mereka.
29- Takhdzil (Tidak mau memberikan bantuan) buat
Ahlul haq yang tengah bekerja keras meng-counter serangan hizbiyyin baru.
30- Teror mental terhadap orang-orang yang
bersemangat untuk menegakkan Islam secara murni.
====
Bab Kedelapan:
Benarkah Para Masyayikh yang Belum
Sependapat dengan Fadhilatusy Syaikh Yahya -hafizhahulloh- Sama Sekali Tidak
Merasakan Adanya Makar dan Kesalahan Abdurrohman Al ‘Adni dan Pengikutnya?
Bahkan beberapa masyayikh yang belum sependapat
dengan Fadhilatusy Syaikh Yahya -hafizhahulloh- tentang hizbiyyah Abdurrohman
Al ‘Adni dan Pengikutnya pun telah berfirasat akan datangnya gelombang makar
terhadap Markiz induk Dammaj.
Asy Syaikh Muhammad Al Imam -hafizhohulloh-
berkata:
فتنة عبد الرحمن وراءها أيادي عاملة
من الخارج
“Fitnah Abdurrohman itu di belakangnya ada
tangan-tangan yang bekerja dari luar.”
Beliau juga berkata:
هناك من يريد إسقاط دماج والشيخ يحيى
“Ada orang yang ingin menjatuhkan Dammaj dan Asy
Syaikh Yahya.”
Beliau juga berkata:
عبد الرحمن مدفوع به ويعمل من وراءه
“Abdurrohman itu didorong. Dan yang bekerja adalah
orang di belakangnya.”
Asy Syaikh Abdul Aziz Al Buro’i -hafizhohulloh-
berkata:
هناك من يريد إسقاط الشيخ يحيى ودماج،
وما بعدها أسهل
“Ada orang yang ingin menjatuhkan Asy Syaikh Yahya
dan Dammaj. Dan yang setelahnya itu lebih mudah.”
Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al Wushobi
-waffaqohulloh- berkata di perpustakaan umum Ma’bar:
نحن نشعر أن هناك أناس في الخارج
يريدون أن يفتكوا بدعوتنا
“Kami merasa bahwasanya ada sekelompok orang dari
luar yang ingin merobek dakwah kita.”
(Bacalah berita ini tadi semua di risalah “Fitnah
Abdurrohman Al ‘Adani wal Ayadil ‘Amilah minal Khorij.”/Abu Zaid Mu’afa bin Ali
Al Mighlafi -hafizhohulloh-/5-6)
Asy Syaikh Muhammad Al Imam -hafizhohulloh- di
dalam ijtima’ masyayikh di Dammaj di awal fitnah berkata tentang gaya
Abdurrohman Al ‘Adni -hadahulloh- memulai pembentukan markiz:
هذه بكرية جديدة
“Ini merupakan gaya Sholih Al Bakry yang baru.”
(dinukilkan oleh Fadhilatusy Syaikh Yahya -hafizhahulloh-, dan juga disebutkan
di “Bayan wa Haqo’iq”/Al Mustafidul Fadhil Kamal Al ‘Adny -hafizhahulloh-)
Asy Syaikh Muhammad Al Imam -hafizhohulloh-
berkata:
الأخطاء حاصلة لا ينكر هذا
“Kesalahan-kesalahan itu memang terjadi, hal ini
tak bisa diingkari.”
Beliau juga berkata:
نحن ما نقول أن كلام الشيخ يحيى باطل
“Kami tidak mengatakan bahwasanya ucapan Asy Syaikh
Yahya itu batil.”
Beliau juga berkata:
لا نخطئ الشيخ يحيى جملة ولا تفصيلا
“Kami tidak menyalahkan Asy Syaikh Yahya secara
global ataupun terperinci.”
Ketiga : ucapan terakhir ini dinukilkan oleh Al
Mustafidul Fadhilul Mubarriz Abu Abdillah Muhammad Ba Jamal Al Hadhromy
-hafizhahulloh- pemegang dakwah di masjid Ibrohim (wilayah Sai’un/Hadhromaut)
di dalam risalah beliau “Ad Dala’ilul Qoth’iyyah ‘ala Inhirofi Ibnai Mar’i ..”
hal. 9. lalu beliau -hafizhahulloh- berkomentar tentang pengakuan beberapa
ulama tentang kebenaran ucapan Fadhilatusy Syaikh Yahya -hafizhahulloh- dan
kesalahan Al ‘Adny, tapi kemudian mereka lambat dalam meng-counter gerakan Al
‘Adny:
إذا فماذا؟! أمع هذا الكلام الصريح
كله لا نرى إنكارا ولا زجرا ولا ردعا معلنا! فإلى الله المشتكى. وإني لأعجب أننا
في كل فتنة يكرر تقرير الأصول السلفية مثل: الجرح المفسر مقدم على التعديل المبهم.
ومثل: الحق ما يعرف بالرجال، وإنما يعرفون بالحق. ومثل: من علم حجة على من لم
يعلم. ومثل: لا يشترط في الجرح الإجماع. وهكذا. وهذا يدل على تمكن الغفلة وسرعة
النسيان الذي بسببه كان حصول التخبط والاضطراب عند الكثير.
“Setelah tahu demikian lalu apa? Mengapa bersamaan
dengan ucapan yang jelas ini semua (pengakuan tentang kebenaran ucapan Fadhilatusy
Syaikh Yahya -hafizhahulloh- dan kesalahan Al ‘Adny) kami tidak melihat adanya
pengingkaran, ataupun penghardikan, ataupun pencegahan yang diumumkan? Kepada
Alloh sajalah kami mengeluh. Dan sungguh aku ini merasa heran bahwasanya kami
di setiap terjadinya fitnah, pokok-pokok Salafiyyah itu diulang-ulang, seperti:
“Jarh yang terperinci itu harus didahulukan daripada ta’dil yang mubham”, juga
seperti “Kebenaran itu tidak dilihat berdasarkan tokoh-tokohnya, tapi para
tokoh itulah yang harus dinilai berdasarkan kebenaran”, juga seperti “Orang
yang tahu adalah hujjah terhadap orang yang tidak tahu”, juga seperti “Tidak
dipersyaratkan di dalam jarh itu adanya kesepakatan.” Dan seterusnya. (Tapi
tidak diamalkan) Ini menunjukkan kuatnya cengkeraman kelalaian dan cepatnya
lupa yang menyebabkan berlangsungnya kegagalan dan kegoncangan dari kebanyakan
pihak.” (selesai)
====
Bab Kesembilan: Tambahan Catatan dan Nasihat
APA YANG ANA TULIS DI ATAS BUKANLAH UNTUK BERSIKAP
LANCANG KEPADA PARA ULAMA.
KAMI MEMAHAMI TINGGINYA KEDUDUKAN MEREKA
-HAFIZHAHUMULLOH. AKAN TETAPI SEKARANG INI BANYAK PIHAK YANG BERUPAYA UNTUK
MENGANGKAT ULAMA KE POSISI “TAK BISA DIKRITIK MESKIPUN NYATA KESALAHAN ATAU
PENYIMPANGANNYA”, JUGA KE POSISI “DIAMNYA ADALAH HUJJAH UNTUK MENOLAK JARH
MUFASSAR DARI ULAMA LAIN”, JUGA KE POSISI “TA’DIL MUBHAM MEREKA ADALAH HUJJAH
UNTUK MERUNTUHKAN JARH MUFASSAR DARI ULAMA LAIN”, JUGA KE POSISI
“KETIDAKSANGGUPAN MEREKA MEMBANTAH HUJJAH YANG MUFASSAR JUSTRU DIJADIKAN
SEBAGAI HUJJAH UNTUK MENGHUKUMI BAHWA HUJJAH ULAMA PENGKRITIK ITU LEMAH” JUGA
KE POSISI “KETERGELINCIRAN SEBAGIAN DARI MEREKA JUSTRU DIPOSISIKAN SEBAGAI
DALIL YANG HARUS DITAQLIDI”.
JUGA ANA MELIHAT BAHWASANYA FATWA-FATWA YANG TIDAK
TEPAT JUSTRU DISEBAR DENGAN ALASAN “INI FATWA KIBARUL ULAMA!” TAPI FATWA-FATWA
YANG MEMBONGKAR KEJAHATAN PARA PENYELEWENG JUSTRU DILARANG UNTUK DISEBARKAN
DENGAN ALASAN “INI MEMBIKIN PERPECAHAN!” “INI PENYEBAB FITNAH!” “KITA MENUNGGU
KIBARUL ULAMA” SUNGGUH INI SANGAT TIDAK ADIL DILIHAT DARI SISI SYARIAT. JUGA
BARANGKALI ORANG-ORANG IKHWANIYYIN, QUTHBIYYIN, DAN SURURIYYIN AKAN TERIAK:
“DULU KALIAN MENGKRITIK KAMI KARENA KAMI MENOLAK HUJJAH DENGAN ALASAN KAMI
“KITA MENUNGGU KIBARUL ULAMA”. TAPI KALIAN SENDIRI BERBUAT YANG SAMA DAN
MEMAKAI SENJATA AMPUH KAMI ITU!”
MAKA WAJIB BAGI DIRI KITA SEMUA UNTUK MENGOREKSI
DIRI: “APAKAH SEPERTI INI AJARAN AL QUR’AN, AS SUNNAH DAN THORIQOTUS SALAF?”
PARA USTADZ DAN KITA SEMUA HARUS SIAP DIKOREKSI
OLEH UMAT –YANG BESAR ATAUPUN YANG KECIL- YANG MEMAHAMI HUJJAH DAN AL HAQ. DAN
TIDAK PANTAS KITA MEMBUNGKAM MULUT PARA PENASIHAT DAN PENGKRITIK SAMBIL
BERLINDUNG DI BALIK JUBAH “AKU ADALAH USTADZ.”. KITA SEMUA HARUS MENANGGALKAN
JUBAH KESOMBONGAN DAN KECONGKAKAN.
ALLOH TA’ALA BERFIRMAN:
واخفظ جناحك لمن اتبعك من المؤمين
“DAN RUNDUKKANLAH JUBAH KESOMBONGANMU BUAT ORANG
YANG MENGIKUTIMU DARI KALANGAN KAUM MUKMININ.”
INI PERINTAH ALLOH BAGI SAYYIDUL MURSALIN.
BAGAIMANA DENGAN KITA? JIKA KESOMBONGAN SEKECIL DZARROH SAJA BISA AMAT
BERBAHAYA. ROSULULLOH SHALLALLAAHU 'ALAIHI WA SALLAM BERSABDA:
لا يدخل الجنة من في قلبه مثقال ذرة
من كبر
“TAK AKAN MASUK JANNAH ORANG YANG DI HATINYA ADA
SEMISAL DZARROH DARI KESOMBONGAN.” (HSR MUSLIM/147 DARI IBNU MAS’UD t)
APALAGI JIKA TELAH MENJADI SEBESAR JUBAH ATAU YANG
LEBIH DARI ITU?
DENGAN SEBAB SYIAR “AL QUR’AN, AS SUNNAH DAN
THORIQOTUS SALAF” LAH ULAMA SALAFIYYIN DIANGKAT KE DERAJAT ITU, DAN PARA USTADZ
SALAFIYYIN DINAIKKAN KE POSISI TERSEBUT. MAKA DENGAN SYIAR INI PULA MEREKA
HARUS SIAP UNTUK DIKOREKSI.
SYIAR INI BISA MENJADI HUJJAH UNTUK MENGANGKAT KITA
SEMUA, DAN SYIAR INI PULA BISA MENJADI SEBAB UNTUK MEREMUKKAN KITA SEMUA, MAKA
ALLOH! ALLOH!.
ANA TAHU BAHWASANYA BEBERAPA IKHWAH SALAFIYYIN
–BAIK YANG DARI YAMAN ATAUPUN YANG LAINNYA- TELAH MENJADI KORBAN PEMUKULAN DAN
INTIMIDASI PARA PENGIKUT ABDURROHMAN-ABDULLOH AL ‘ADNIYYAN -HADAHUMULLOH-. DAN
BANYAK SEKALI MAKAR KOMPLOTAN TADI YANG BERTUJUAN UNTUK MEMANCING EMOSI KITA.
SEKALIPUN DEMIKIAN ANA NASIHATKAN KEPADA PARA SALAFIYYIN UNTUK TIDAK BERMUDAH-MUDAHAN
DALAM MASALAH DARAH DAN KEHORMATAN SEORANG MUSLIM. JANGAN MEMULAI MEMUKUL
TERHADAP ORANG YANG MENYIMPANG, KECUALI PEMERINTAH YANG HENDAK MENGHUKUM RAKYAT
YANG MENYIMPANG, ATAU ORANG TUA YANG HENDAK MENDIDIK DAN MENGHUKUM ANAKNYA,
ATAU TUAN PADA BUDAKNYA, DST. KALAUPUN HARUS MEMBELA DIRI ATAU MEMBALAS, JANGAN
SAMPAI MELAMPAUI BATAS SYARI’AT. PERTANGGUNGJAWABAN DI AKHIRAT SANGATLAH BERAT.
ABU HUROIROH RODHIYALLOHU ‘ANHU BERKATA:
« أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ ». قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ
لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ. فَقَالَ « إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِى يَأْتِى
يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِى قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ
هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ
حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى
مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِى النَّارِ
».
“TAHUKAH KALIAN SIAPA ITU ORANG YANG BANGKRUT?”
MEREKA BERKATA,”ORANG YANG BANGKRUT DI KALANGAN KAMI ADALAH ORANG YANG TAK
PUNYA DIRHAM ATAUPUN HARTA BENDA.” MAKA BELIAU BERSABDA: “SESUNGGUHNYA ORANG
YANG BANGKRUT DARI UMATKU ADALAH ORANG YANG DATANG PADA HARI KIAMAT DENGAN
MEMBAWA AMALAN SHOLAT, PUASA, ZAKAT. DIA DATANG TAPI DALAM KEADAAN TELAH MENCACI
INI, MENUDUH ORANG ITU, MEMAKAN HARTA ORANG INI, MENUMPAHKAN DARAH ORANG ITU,
MEMUKUL ORANG INI. MAKA ORANG INI DIBERI KEBAIKANNYA, ORANG ITU DIBERI
KEBAIKANNYA. JIKA KEBAIKANNYA TELAH HABIS SEBELUM TANGGUNG JAWABNYA SELESAI,
DIAMBILLAH DARI KESALAHAN-KESALAHAN MEREKA LALU DILETAKKAN KEPADANYA, LALU DIA
DILEMPARKAN KE DALAM NERAKA.” (HSR MUSLIM (16/HAL. 462))
DAN MUSUH DAKWAH SANGATLAH BERSEMANGAT UNTUK
MERUSAK NAMA BAIK DAKWAH SALAFIYYAH, MAKA BERHATI-HATILAH. DAN BERSABARLAH.
ALLOH TA’ALA BERFIRMAN:
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ
أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ [الزمر/10]
“HANYA ORANG-ORANG YANG SABAR ITULAH YANG PAHALA
MEREKA AKAN DICUKUPI TANPA DIHITUNG/TANPA BATAS.” (QS AZ ZUMAR 10)
SEMOGA ALLOH MENGARUNIAI KITA KESABARAN UNTUK
TUNDUK PADA AL HAQ, KESABARAN DALAM MEMIKUL AL HAQ, DAN KESABARAN DALAM
MENANGGUNG RESIKO MENGIBARKAN AL HAQ.
KAMI TAHU BAHWASANYA PAK AHMAD BIN MUKIYI
SEKELUARGA -HAFIZHAHUMULLOH- MENDAPATKAN TEROR DARI IBN SOLO AGAR BERHENTI
MENOLONG KEBENARAN. DEMIKIAN PULA PAK ARIF BIN MUKIYI SEKELUARGA DAN YANG
LAINNYA -HAFIZHAHUMULLOH- PARA HIZBIYYIN MENTEROR MEREKA. ALLOH TA’ALA
BERFIRMAN:
وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا
بِاللَّهِ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَكُ فِي ضَيْقٍ مِمَّا يَمْكُرُونَ
“DAN BERSABARLAH, DAN TIDAKLAH KESABARANMU ITU
KECUALI DENGAN PERTOLONGAN ALLOH, DAN JANGANLAH ENGKAU SEDIH TERHADAP MEREKA,
DAN JANGANLAH ENGKAU MENJADI SEMPIT DIKARENAKAN MAKAR YANG MEREKA BIKIN.” (QS
AN NAHL 127)
AL HAQ AKAN TERUS BERJALAN, DAN RODANYA AKAN TERUS
MENGGELINDING KE DEPAN DAN MENGGILAS SIAPAPUN YANG MENGHALANGINYA. ALLOH TA’ALA
BERFIRMAN:
بَلْ نَقْذِفُ
بِالْحَقِّ عَلَى الْبَاطِلِ فَيَدْمَغُهُ فَإِذَا هُوَ زَاهِقٌ [الأنبياء/18]
“BAHKAN KAMI AKAN MELEMPARKAN AL HAQ TERHADAP
KEBATILAN SEHINGGA DIA MENYIRNAKAN KEBATILAN TADI, MAKA TIBA-TIBA KEBATILAN
TADIPUN LENYAP.” (QS AL ANBIYA 18)
ALLOH TA’ALA BERFIRMAN:
وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ
الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا [الإسراء/81]
“DAN KATAKANLAH: AL HAQ TELAH DATANG, DAN TELAH
SIRNALAH KEBATILAN. SESUNGGUHNYA KEBATILAN ITU AKAN SIRNA.”
MAKA DENGAN PENJELASAN INI SEMUA JELASLAH BAHAYA
DAN BATILNYA KESEPAKATAN TADI JIKA DITERAPKAN UNTUK MENGHALANGI PENYEBARAN AL
HAQ DAN DATANG DARI SALAFIYYIN DAMMAJ ATAUPUN YANG LAINNYA. MAKA TIDAK PANTAS
KESEPAKATAN MACAM TADI UNTUK DITAATI. DAN KEPADA PARA SALAFIYYIN DAN USTADZ
MEREKA YANG BERUSAHA UNTUK MEMBATALKANNYA DEMI TEGAKNYA KALIMAT ALLOH DI MUKA
BUMI, ANA UCAPKAN JAZAKUMULLOH KHOIRON. SEMOGA ALLOH MENOLONG ANTUM SEMUA.
WAHAI SALAFIYYUN, ALLOH TA’ALA BERFIRMAN:
إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ
الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّة
[التوبة/111]
“SESUNGGUHNYA ALLOH TELAH MEMBELI DARI MUKMININ
JIWA-JIWA DAN HARTA-HARTA MEREKA, DENGAN JANNAH YANG AKAN DIBERIKAN PADA
MEREKA.” (QS AT TAUBAH 111)
WAHAI SALAFIYYUN, ALLOH TA’ALA BERFIRMAN:
الَّذِينَ يُبَلِّغُونَ رِسَالَاتِ
اللَّهِ وَيَخْشَوْنَهُ وَلَا يَخْشَوْنَ أَحَدًا إِلَّا اللَّهَ وَكَفَى
بِاللَّهِ حَسِيبًا [الأحزاب/39]
“YAITU ORANG-ORANG YANG MENYAMPAIKAN
RISALAH-RISALAH ALLOH DAN TAKUT KEPADA-NYA, DAN TIDAK TAKUT KEPADA SEORANGPUN
SELAIN ALLOH. DAN CUKUPLAH ALLOH SEBAGAI PENOLONG.”
WAHAI SALAFIYYUN, ROSULULLOH -SHALALLOHU ‘ALAIHI WA
SALLAM- BERSABDA:
« لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِى ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لاَ
يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِىَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ ».
“SENANTIASA ADA SEKELOMPOK ORANG DARI UMATKU YANG
JAYA DI ATAS KEBENARAN, TIDAK MEMBAHAYAKAN MEREKA ORANG YANG TIDAK MAU MENOLONG
MEREKA SAMPAI DATANGNYA URUSAN ALLOH (ANGIN YANG MENCABUT RUH MUKMIN) DALAM
KEADAAN MEREKA SEPERTI ITU.” (HSR MUSLIM (4950) DARI TSAUBAN RODHIYALLOHU
‘ANHU)
ANA YAKIN BAHWASANYA RISALAH INI AKAN DIANGGAP
SEBAGAI BIANG FITNAH DAN PERPECAHAN, SEBAGAIMANA SYIAR DARI HIZBIYYIN. CUKUPLAH
HUJJAH YANG ANA PAPARKAN DI ATAS BUKTI APAKAH TUDUHAN TADI BENAR. DAN CUKUPLAH
ALLOH SEBAGAI SAKSI SIAPA YANG MEMBAWA PERBAIKAN DAN SIAPA YANG MEMBAWA
KERUSAKAN. ALLOH TA’ALA BERFIRMAN:
وَاللَّهُ يَعْلَمُ الْمُفْسِدَ مِنَ
الْمُصْلِحِ [البقرة/220]
“DAN ALLOH ITU TAHU SIAPAKAH ORANG YANG MERUSAK, DAN
SIAPAKAH ORANG YANG BERBUAT PERBAIKAN.” (QS AL BAQOROH 220)
Demikianlah apa yang bisa ana sampaikan di dalam
kesempatan yang sangat terbatas ini, semoga Alloh ta’ala menjadikan di dalamnya
faidah dan barokah, yang dengannya orang yang dikehendaki untuk mendapatkan
kebaikan bisa mengambil manfaat. Dan semoga Alloh ta’ala mengampuniku atas
sikap kurang ataupun yang melampaui batas yang pasti ada di dalam risalah ini.
Ana sampaikan “jazakumullohu khoiron” buat Akhuna
Abu Abdurrohman Irham Al Maidany, Abu Sholih Dzakwan Al Maidany, dan Abu Yusuf
Al Ambony, serta Abu Dujanah Amin Al Ambony – hafidzahumulloh – atas seluruh
fasilitas dan bantuan yang diberikan.
والحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Selesai ditulis:
pada tanggal 4 Robi’ul Awwal 1430 H
oleh:
Abu Fairuz Abdurrohman bin Sukaya Al Qudsi Al
Indonesi ‘afallohu ‘anhu
Di Markaz Induk Pusat Dakwah Salafiyyah yang Murni
Sedunia
Darul Hadits Dammaj Yaman -harosahalloh-
=====
Daftar Isi
Muqoddimah 2
Bab Satu: Tanggapan terhadap Isi Kesepakatan
Pertama 3
Bab Dua: Tanggapan terhadap Isi Kesepakatan Kedua
20
Bab Tiga: Tanggapan terhadap Isi Kesepakatan Ketiga
27
Bab Empat: Tanggapan terhadap Isi Kesepakatan
Keempat 43
Bab Lima: Tanggapan terhadap Isi Kesepakatan Kelima
45
Bab Enam: Tanggapan terhadap Isi Kesepakatan Keenam
47
Bab Ketujuh: Para Salafiyyin yang Mentahdzir Luqman
juga Berjalan Berdasarkan Fatwa Para Ulama 58
Bab Kedelapan: Benarkah Para Masyayikh yang Belum
Sependapat dengan Fadhilatusy Syaikh Yahya -hafizhahulloh- Sama Sekali Tidak
Merasakan Adanya Makar dan Kesalahan Abdurrohman Al ‘Adni dan Pengikutnya? 60
Bab Kesembilan: Tambahan Catatan dan Nasihat 63
Daftar Isi 68
0 Komentar