TIGA GELAR BURUK BAGI QORI YANG MAKAN MINUM HASIL DARI AL-QUR’AN :
YAITU ; “ORANG DURHAKA”, “PEMBOIKOT AL-QUR'AN” DAN “PARASIT HARTA MANUSIA”.
----
Di Tulis Oleh Abu Haitsam Fakhri
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
---
DAFATR ISI :
- MEMBACA AL-QUR’AN DAN MENGAJARKAN-NYA, SERTA MENYAMPAIKAN ILMU AGAMA ADALAH IBADAH DAN KEWAJIBAN.
- HADITS TENTANG BELAJAR MENGAJAR ILMU AGAMA ADALAH KEWAJIBAN
- TIGA GELAR BURUK BAGI SEORANG MUSLIM YANG MAKAN DAN MINUMNYA HASIL DARI AL-QUR’AN
- GELAR PERTAMA : FAJIR (ORANG DURHAKA DAN AHLI MAKSIAT)
- GELAR KEDUA : PEMBOIKOT AL-QURAN
- GELAR KE TIGA : PARASIT HARTA MANUSIA.
- “SYAIR IBNU AL-MUBARAK TENTANG CELAAN JUALAN AGAMA”
- HADITS LARANGAN MENERIMA UPAH JASA AL-QURAN DAN ILMU AGAMA:
- HADITS LARANGAN NIAT BELAJAR ILMU AGAMA UNTUK MATA PENCAHARIAN
- HADITS LARANGAN ILMU AGAMA DI JADIKAN ALAT UNTUK MENDAPATKAN HARTA PENGUASA.
- AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG DA’WAH PARA NABI DAN ROSUL DAN LARANGAN JUAL BELI AYAT-AYAT ALLAH SWT:
- SARAN DAN PERTIMBANGAN !
- BETAPA PENTING-NYA MEMBANGUN KEKUATAN EKONOMI DALAM ISLAM:
- PARA SAHABAT MANDIRI DALAM BEREKONOMI DAN BENCI PENGANGGURAN.
- PERNYATAAN IMAM AHMAD TENTANG PENGANGGURAN :
- BEKERJA MENCARI NAFKAH HALAL ADALAH BAGIAN DARI JIHAD FI SABILILLAH:
- JAMINAN SYURGA BAGI YANG MANDIRI EKONOMINYA, TIDAK MENYUSAHKAN TETANGGA DAN BERJALAN DIATAS SUNNAH
- MATI SYAHID GELAR BAGI PEJUANG RIZKI HALAL JIKA DIA MATI DI MEDAN USAHA:
- ANCAMAN NERAKA ATAS PRIA YANG TIDAK MAU BERUSAHA MENCARI RIZKI:
- SARAN DAN PERTIMBANGAN !
- SYUBHAT-SYUBHAT DARI KELOMPOK ANTI DUNIA :
- JAWABAN ATAS SYUBHAT-SYUBHAT MEREKA :
- NABI AYYUB ‘ALAIHIS SALAM TIDAK PERNAH PUAS DENGAN RIZKI HALAL DAN BERKAH.
- MENJAWAB KESALAH FAHAMAN SEBAGIAN PARA DAI TERHADAP HADITS-HADITS BERIKUT INI
*****
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
===***===
MEMBACA AL-QUR’AN DAN MENGAJARKAN-NYA, SERTA MENYAMPAIKAN ILMU AGAMA ADALAH IBADAH DAN KEWAJIBAN
KAIDAH
UMUM DALAM MASALAH TUJUAN IBADAH adalah :
الأَصْلُ
فِي أَعْمَالِ القُرْبِ كَتَعْلِيمِ العِلْمِ وَنَحْوِهِ أَنْ يَقُومَ بِهَا
الإِنسَانُ مُحْتَسِبًا مُخْلِصًا لِوَجْهِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، لَا يُرِيدُ
بِذَلِكَ عَرْضًا مِنَ الدُّنْيَا، وَهَذَا هُوَ الْأَفْضَلُ بِلَا شَكٍّ، وَهُوَ
الَّذِي كَانَ عَلَيْهِ الصَّحَابَةُ وَالتَّابِعُونَ.
"Pada asalnya hukum semua amalan yang
diperuntukan untuk mendekatkan diri kepada Allah, seperti mengajarkan ilmu
agama dan sejenisnya, adalah seseorang melakukannya harus betul-betul ikhlas
semata-mata karena Allah dan dengan tujuan agar mendapatkan pahala dari-Nya.
Tidak bertujuan untuk memperoleh dunia, dan Ini adalah yang paling afdlol tidak
diragukan lagi, dan itulah yang diamalkan oleh para Sahabat dan Taabi'in"
Ringkasnya: “Belajar
dan mengajar ilmu agama serta berdakwah itu masuk dalam katagori IBADAH”.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah
berkata:
وَالصَّحَابَةُ
وَالتَّابِعُونَ وَتَابِعُو التَّابِعِينَ وَغَيْرُهُمْ مِنَ الْعُلَمَاءِ الْمَشْهُورِينَ
عِنْدَ الْأُمَّةِ بِالْقُرْآنِ وَالْحَدِيثِ وَالْفِقْهِ إِنَّمَا كَانُوا يُعَلِّمُونَ
بِغَيْرِ أُجْرَةٍ، وَلَمْ يَكُنْ فِيهِمْ مَنْ يُعَلِّمُ بِأُجْرَةٍ أَصْلًا. ا.هـ.
Para Sahabat, Tabi’iin, Tabi’it
Tabi’iin , dan ulama lainnya yang masyhur akan keilmuannya di kalangan Umat
dalam bidang ilmu Al-Qur'an, Hadits dan Fikih, sesungguhnya mereka itu mengajar
tanpa upah , dan tidak ada seorang pun di antara mereka yang menerima upah
dalam berdakwah sama sekali . ( Baca : مُخْتَصَرُ ٱلْفَتَاوَى ٱلْمِصْرِيَّةِ
hal. 481 dan مَجْمُوعُ ٱلْفَتَاوَى
jilid 30 hal. 204 ).
Namun Mayoritas Para Fuqohaa telah sepakat akan
bolehnya menerima tunjangan dari Baitul Maal (Kas Negara) atas
pengajaran al-Qur’an dan ilmu-ilmu syar’i yang membawa manfaat dan yang
semisalnya .
Akan
tetapi ada sebagian para sahabat dan para tabi’in yang menolak menerima
tunjangan mengajar al-Quran dan ilmu agama dari pemerintah, bahkan mereka
membencinya. Diantara mereka adalah : sahabat Abdullah bin Syaqiiq al-Anshari (radhiyallahu
‘anhu), Sahabat ‘Amr bin Nu’man (radhiyallahu ‘anhu) dan ulama Tabi’i
Abdurrahman bin Ma’qil (rahimahullah)
Abdullah
bin Syaqiiq al-Anshori (radhiyallahu ‘anhu) berkata :
"يُكْرَهُ أرْشُ المُعَلِّمِ، فَإِنَّ أَصْحَابَ
رَسُولِ اللهِ ﷺ كَانُوا يَكْرَهُونَهُ وَيَرَوْنَهُ شَدِيدًا"
“
Upah mengajar itu di benci , maka sesungguhnya para sahabat Rosulullah ﷺ sangat
membencinya , dan sangat keras melarangnya “.
(Di
riwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushonnaf 6/223 no. 884. Lihat juga
al-Muhalla 7/20).
Dan
di riwayatkan pula dari sahabat lainnya seperti Ubadah dan lain-lainnya. Bahkan
Ibnu Hazem dlm kitabnya al-Muhalla 7/20 no. 1307 telah menyebutkan atsar yang
banyak dari para sahabat (radhiyallahu ‘anhu) .
Dan
dari Abi Iyyaas , dia berkata :
كُنْتُ
نَازِلاً عَلَى عَمْرِو بْنِ النُّعْمَانِ فَأَتَاهُ رَسُولُ مُصْعَبِ ابْنِ
الزُّبَيْرِ حِينَ حَضَرَهُ رَمَضَانُ بِأَلْفَيْ دِرْهَمٍ فَقَالَ : إِنَّ
الأَمِيرَ يُقْرِئُكَ السَّلامَ وَقَالَ إِنَّا لَمْ نَدَعْ قَارِئًا شَرِيفًا
إِلا وَقَدْ وَصَلَ إِلَيْهِ مِنَّا مَعْرُوفٌ فَاسْتَعِنْ بِهَذَيْنِ عَلَى
نَفَقَةِ شَهْرِكَ هَذَا .فَقَالَ : (أَقْرِئِ الأمِيرَ السَّلامَ
وَقُلْ لَهُ إِنَّا وَاللَّهِ مَا قَرَأْنَا الْقُرْآنَ نُرِيدُ بِهِ الدُّنْيَا
وَدِرْهَمَهَا)
Dulu
aku pernah singgah di rumah ‘Amr bin Nu’maan (radhiyallahu ‘anhu). Lalu
datanglah kepadanya utusan Mush’ab bin Zubair ketika Bulan Ramadhan tiba sambil
membawa uang 2000 dirham , maka dia berkata :
“
Sesungguhnya gubernur kirim salam pada anda , dan dia berkata : Sesungguhnya
kami tidak akan membiarkan seorang qoori’ [guru al-Qur’an] yang terhormat
kecuali aku mengirim untuknya bantuan kebaikan , maka dengan uang 2000 dirhan
ini semoga bisa membantu mu untuk nafkah satu bulan ini “.
Maka
beliau menjawab : Sampaikan salamku kepada Gubernur , dan tolong sampaikan pula
padanya : Demi Allah sesungguhnya kami membaca al-Qur’an bukan karena
dunia dan dirhamnya .
( HR,
Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnafnya 7/164 ).
Dan
Ubeid bin al-Hasan , berkata :
قَسَمَ
مُصْعَبُ بْنُ الزُّبَيْرِ مَالاً فِي قُرَّاءِ أَهْلِ الْكُوفَةِ حِينَ دَخَلَ
شَهْرُ رَمَضَانَ فَبَعَثَ إِلَى عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ مَعْقِلٍ بِأَلْفَيْ
دِرْهَمٍ فَقَالَ لَهُ اسْتَعِنْ بِهَا فِي شَهْرِكَ هَذَا ، فَرَدَّهَا عَبْدُ
الرَّحْمَنِ بْنُ مَعْقِلٍ وَقَالَ :{لَمْ نَقْرَأِ الْقُرْآنَ لِهَذَا}
Mush’ab
bin az-Zubeir bagi-bagi uang untuk para Qoori’ [guru al-Qur’an] Ahli Kuufah
ketika masuk bulan Romadhan , lalu dia mengirim untuk Abdurrahman bin Mi’qool
2000 dirham , dan berkata kepadanya : “ Semoga dengan 2000 dirham ini bisa
membantumu untuk satu bulan ini “. Maka Abdurrahman bin Mi’qool menolaknya dan
mengambalikannya , sambil berkata : “ Kami membaca al-Qur’an bukan untuk ini “.
(HR.
Ad-Daarimii dalam Sunan nya , di Muqoddimah , bab Shiyanatul ilmi 1/152 no. 574 )
===***===
HADITS TENTANG BELAJAR MENGAJAR ILMU AGAMA ADALAH KEWAJIBAN
HADITS
KE 1:
Rosulullah ﷺ bersabda:
طَلَبُ
الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.” (HR.
Ibnu Majah, no. 224. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini
dha’if jiddan, tapi Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if
Sunan Ibnu Majah no. 224))
Allah SWT menyatakannya dalam Al-Quran bahwa « طلب العلم » itu
bagian dari pada Jihad Fi Sabilillah, Allah berfirman:
{ وَمَا
كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُواْ كَآفّةً فَلَوْلاَ نَفَرَ مِن كُلّ فِرْقَةٍ
مّنْهُمْ طَآئِفَةٌ لّيَتَفَقّهُواْ فِي الدّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوْمَهُمْ إِذَا
رَجَعُوَاْ إِلَيْهِمْ لَعَلّهُمْ يَحْذَرُونَ } [سورة: التوبة - الأية: 122].
قوله تعالى: { ليتفقهوا } يعني بذلك الطائفة القائمة.
Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu
semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di
antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka
dapat menjaga dirinya. (QS. At-Taubah: 122)
Dan Allah swt berfirman:
وَلَا
تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ
كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
"Dan janganlah kamu melakukan sesuatu yang
kamu tidak mempunyai pengetahuan (ilmu) tentang hal itu. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggung
jawaban." (QS. Al-Israa: 36).
HADITS
KE 2:
Tentang kewajiban menyampaikan ilmu agama dan
keharaman menyembunyikannya.
Dari 'Abdullah bin 'Amru bahwa Nabi ﷺ
bersabda:
بَلِّغُوا
عَنِّي وَلَوْ آيَةً وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَا حَرَجَ وَمَنْ
كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
"Sampaikan dariku sekalipun satu ayat dan
ceritakanlah (apa yang kalian dengar) dari Bani Isra'il dan itu tidak apa
(tidak berdosa). Dan siapa yang berdusta atasku dengan sengaja maka
bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka".
HR. Bukhari (hadis nomor 3202), Abu Dawud, Hadis
Nomor 3177; al-Tirmidzi, Hadis Nomor 2593; dan Imam Ahmad, Hadis Nomor 6198.
HADITS
KE 3:
Dari Abu Hurairah: Bahwasannya Rasulullah ﷺ
bersabda:
مَثَلُ الَّذِي
يَتَعَلَّمُ الْعِلْمَ ثُمَّ لَا يُحَدِّثُ بِهِ كَمَثَلِ الَّذِي يَكْنِزُ الْكَنْزَ
فَلَا يُنْفِقُ مِنْهُ.
“Perumpamaan orang yang mempelajari ilmu kemudian
tidak menyampaikannya adalah seperti orang yang menyimpan harta namun tidak
menafkahkannya darinya (membayarkan zakatnya)” [Diriwayatkan oleh
Ath-Thabaraniy dalam Al-Ausath no. 689; shahih – lihat Ash-Shahiihah no. 3479].
HADITS
KE 4:
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr: Bahwasannya Rasulullah ﷺ pernah
bersabda:
مَنْ كَتَمَ
عِلْمًا أَلْجَمَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِلَجَامٍ مِنْ نَارٍ
“Barangsiapa yang menyembunyikan ilmu, niscaya
Allah akan mengikatnya dengan tali kekang dari api neraka di hari kiamat kelak”
[Diriwayatkan oleh Ibnu Hibbaan no. 96, Al-Haakim 1/102, dan Al-Khathiib dalam
Taariikh Baghdaad 5/38-39; hasan].
HADITS
KE 5:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
Telah bersabda Rasulullah ﷺ :
"مَنْ
سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ فَكَتَمَهُ أَلْجَمَهُ اللَّهُ بِلَجَامٍ مِنْ نَارٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ".
“Barangsiapa yang ditanya tentang satu ilmu lalu
menyembunyikannya, niscaya Allah akan mengikatnya dengan tali kekang dari api
neraka di hari kiamat kelak”
[Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 3658, At-Tirmidziy
no. 2649, Ath-Thayalisiy no. 2534, Ibnu Abi Syaibah 9/55, Ahmad 2/263 & 305
& 344 & 353 & 499 & 508, Ibnu Maajah no. 261, Ibnu Hibbaan no.
95, Al-Haakim 1/101, Al-Baghawiy no. 140, dan yang lainnya; shahih].
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah,
pernah di tanya tentang hukum mengambil upah mengajar ilmu agama, maka beliau
menjawab, di antaranya sbb:
فَأَجَابَ:
الْحَمْدُ لِلَّهِ. أَمَّا تَعْلِيمُ الْقُرْآنِ وَالْعِلْمِ بِغَيْرِ أُجْرَةٍ
فَهُوَ أَفْضَلُ الأَعْمَالِ وَأَحَبُّهَا إلَى اللَّهِ وَهَذَا مِمَّا يُعْلَمُ
بِالاضْطِرَارِ مِنْ دِينِ الإِسْلامِ لَيْسَ هَذَا مِمَّا يَخْفَى عَلَى أَحَدٍ
مِمَّنْ نَشَأَ بِدِيَارِ الإِسْلامِ.
وَالصَّحَابَةُ
وَالتَّابِعُونَ وَتَابِعُو التَّابِعِينَ وَغَيْرُهُمْ مِنْ الْعُلَمَاءِ
الْمَشْهُورِينَ عِنْدَ الأُمَّةِ بِالْقُرْآنِ وَالْحَدِيثِ وَالْفِقْهِ إنَّمَا
كَانُوا يُعَلِّمُونَ بِغَيْرِ أُجْرَةٍ. وَلَمْ يَكُنْ فِيهِمْ مَنْ يُعَلِّمُ
بِأُجْرَةِ أَصْلاً. فَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ
الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلا دِرْهَمًا وَإِنَّمَا وَرَّثُوا
الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظِّ وَافِرٍ. وَالأَنْبِيَاءُ رِضْوَانُ
اللَّهِ تَعَالَى عَلَيْهِمْ أَجْمَعِينَ إنَّمَا كَانُوا يُعَلِّمُونَ الْعِلْمَ
بِغَيْرِ أُجْرَةٍ".
Maka beliau menjawab:
“ Alhamdulillah, Adapun mengajar al-Qur’an dan Ilmu
agama tanpa upah, maka itu adalah amalan yang paling afdhol dan paling dicintai
oleh Allah. Dan ini adalah perkara yang sangat jelas dan dimaklumi secara
darurat dalam agama Islam, ini bukan perkara yang samar dan tersembunyi bagi
orang yang hidup dan tumbuh besar di negeri-negeri Islam (Yakni: semua orang
pasti tahu banget. pen.).
Para sahabat, para tabi’iin, para tabi’it tabi’iin
dan lainnya dari para ulama yang masyhur di kalangan para imam akan
keilmuannya, baik ilmu al-Quran, Hadits dan Fiqih, sesungguhnya mereka semuanya
tidak ada yang mengambil upah dalam mengajar. Dan sama sekali tidak ada satu
pun yang mengajar dengan upah. Karena sesungguhnya para ulama itu pewaris para
nabi.
Dan sesungguhnya para nabi itu tidak mewariskan
dinar, maupun dirham, akan tetapi mereka mewariskan Ilmu, maka barang siapa
yang mengambil ilmu tsb, maka dia telah mengambil keberuntungan yang melimpah.
Dan para nabi, merka ketika mengajarkan ilmu, tanpa
mengambil upah “. (Baca: “مجموع الفتاوى” 30/204)
===***===
TIGA GELAR BURUK :
BAGI SEORANG MUSLIM YANG MAKAN DAN MINUMNYA HASIL DARI
AL-QUR’AN
Tiga gelar Utama Bagi Seorang Muslim
Yang Sumber Mata pencahariannya dari Jasa Al-Qur’an : Gelar Pertama : Fajir
(Orang Durhaka Dan Ahli Maksiat). Kedua : Pemboikot Al-Qur’an. Ketiga: Parasit
& Benalu Yang Mengerogoti Harta Manusia.
GELAR PERTAMA : FAJIR (ORANG DURHAKA DAN AHLI MAKSIAT)
Arti kata "fajir"
(فَاجِرٌ) dalam bahasa Arab :
تَعْنِي
الشَّخْصَ الَّذِي يَرْتَكِبُ الْفُجُورَ، وَهُوَ الْخُرُوجُ عَنْ طَاعَةِ اللَّهِ
تَعَالَى وَاتِّبَاعُ الشَّهَوَاتِ وَالْمَعَاصِي. وَالْفُجُورُ يَشْمَلُ الزِّنَا،
وَالْفِسْقَ، وَالظُّلْمَ، وَكُلَّ مَا يُغْضِبُ اللَّهَ.
Berarti orang yang melakukan kefajiran (kedurhakaan), yaitu keluar dari
ketaatan kepada Allah Ta'ala dan mengikuti syahwat serta maksiat. Kefajiran
mencakup zina, kefasikan, kezaliman, dan segala sesuatu yang membuat Allah
murka.
Termasuk orang fajir (orang durhaka dan ahli maksiat) adalah orang yang
makan dan minumnya dari hasil al-Qur'an, sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu
Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, dia mengatakan bahwa ia pernah mendengar
Rasulullah ﷺ bersabda:
"يكون خَلْفٌ من بعد السِّتِّينَ سنةً أَضَاعُوا الصَّلَاةَ
وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا ثم يكون خَلْفٌ
يقرؤونَ القرآنَ لا يعْدو تراقيهم ويقرأ القرآنَ ثلاثٌ مؤمنٌ
ومنافقٌ وفاجرٌ ".
قال
بَشِيْر : قُلْتُ للوَلِيْد : مَا هَؤلَاء
الثَّلاثةُ؟ قَالَ : المُؤْمِن مُؤْمِنٌ بِه، والمُنافِقُ كَافِرٌ به،
والفَاجِرُ يَأكُلُ بِهِ
Kelak akan ada generasi pengganti sesudah enam puluh tahun, mereka
menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka
kelak akan menemui kesesatan.
Kemudian akan muncul pula pengganti lainnya yang pandai membaca
Al-Quran , tetapi tidak sampai meresap ke dalam hati mereka.
Saat itu yang membaca Al-Quran ada tiga macam orang, yaitu orang
Mukmin , orang munafik, dan orang fajir (durhaka dan ahli maksiat).
Basyir mengatakan bahwa ia bertanya kepada Al-Walid tentang pengertian
dari ketiga macam orang tersebut : "Siapa sajakah mereka itu?"
Maka Al-Walid menjawab : "Orang Mukmin adalah orang yang
beriman kepada Al-Quran , orang Munafiq adalah orang yang
ingkar terhadap Al-Quran , sedangkan orang yang DURHAKA adalah orang
yang mencari makan (nafkah) dengan Al-Quran." [HR. Ahmad no. 11340].
Derajat Hadits :
Ibnu Katsir dalam kitab ٱلْبِدَايَةُ
وَٱلنِّهَايَةُ
(6/233) berkata :
إِسْنَادُهُ
جَيِّدٌ قَوِيٌّ عَلَى شَرْطِ السُّنَنِ
"Sanad
nya bagus dan kuat sesuai syarat kitab-kitab as-Sunan".
Dan dengan sanad ini, Al-Hakim mensahihkannya sesuai syarat Al-Bukhari
dan Muslim, dan Adz-Dzahabi menyetujuinya (2/374, 4/547). Ibnu Hibban juga
(3/32, no. 755).
Dan Syeikh al-Albaani dalam ٱلسِّلْسِلَةُ ٱلصَّحِيحَةُ 1/520 berkata :
"رِجَالُهُ ثِقَاتٌ غَيْرُ الوَلِيدِ، فَحَدِيثُهُ يَحْتَمِلُ
التَّحْسِينِ وَهُوَ عَلَى كُلِّ حَالٍ شَاهِدٌ صَالِحٌ".
"Para
perawinya tsiqoot [ dipercaya] selain al-Wallid , maka haditsnya bisa dibawa ke
derajat Hasan , dan haditst tersebut bagaimana pun juga layak dan baik sebagai
syahid ".
Dalam riwayat lain : Dari Abu Sa’id al-Khudri , bahwa
Rasulullah ﷺ bersabda:
( تَعَلَّموا القرآنَ،
وَسَلُوا اللهَ بِهِ الجنَّةَ، قَبْلَ أنْ يَتعَلَّمَهُ قَوْمٌ، يَسْأَلُونَ به
الدُّنْيا، فَإِنَّ القُرآنَ يَتَعَلَّمُهُ ثَلاثَةٌ: رَجُلٌ يُباهِي بِهِ،
وَرَجُلٌ يَسْتَأْكِلُ بِهِ، وَرَجُلٌ يَقْرَأُهُ لله ) .
“Kalian
Belajarlah Al-Quran dan mintalah kepada Allah surga dengannya, sebelum muncul
satu kaum yang mempelajari Al-Quran untuk tujuan duniawi.
Sesungguhnya ada tiga kelompok yang mempelajari Al-Quran:
-
Seseorang yang mempelajarinya untuk berbangga diri.
- Seseorang yang mencari makan dengannya .
- dan seseorang yang membacanya karena Allah Subhanahu Wata’ala.”
(HR. Baihaqi dan Abu ‘Ubeid dalam kitab “فَضَائِلُ ٱلْقُرْآنِ” , Bab : ٱلْقَارِئُ يَسْتَأْكِلُ بِٱلْقُرْآنِ hal. 206. Hadits di sebutkan oleh Syeikh Al-Albaani
dalam “ٱلسِّلْسِلَةُ ٱلصَّحِيحَةُ “ (1/118-119 No. 258), dan
beliau berkata :
وَلِلْحَدِيثِ شَوَاهِدُ أُخْرَى
تُؤَيِّدُ صِحَّتَهُ عَنْ جَمَاعَةٍ مِنَ الصَّحَابَةِ.
“
Hadits ini memiliki syahid-syahid lain yang memperkuat keshahinnya dari jemaah
para sahabat “).
Dari Abdurrahman bin Syibl radhiyallahu ‘anhu, di berkata:
Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
" اقْرَءُوا الْقُرْآنَ، وَلَا
تَغْلُوا فِيهِ، وَلَا تَجْفُوا عَنْهُ، وَلَا تَأْكُلُوا بِهِ، وَلَا تَسْتَكْثِرُوا
بِهِ"
“Bacalah Al-Qur’an, dan janganlah kalian
berlebih-lebihan padanya, jangan pula kalian berpaling darinya, jangan kalian
mencari makan dengannya, dan jangan kalian memperbanyak (harta) dengannya.”
[HR. Imam Ahmad dalam Al-Musnad 24/288 nomor 15529, Abu ‘Ubaid dalam Fadhoil al-Qur’an
hal. 205, Abu Ya’la dalam al-Musnad 3/88 no. 1518, ath-Thabarani no. 2574 dan
al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra 2/27 no. 2270].
Syu’aib Al-Arna’uth berkata:
"حَديثٌ صَحيحٌ، وَهٰذَا إِسْنَادٌ
قَوِيٌّ، رِجَالُهُ ثِقَاتٌ رِجَالُ الشَّيْخَيْنِ، غَيْرَ أَبِي رَاشِدٍ الحُبْرَانِيِّ،
فَقَدْ رَوَى لَهُ البُخَارِيُّ فِي "الأدَبِ المُفْرَدِ"، وَأَبُو دَاوُدَ،
وَالتِّرْمِذِيُّ، وَابْنُ مَاجَهْ، وَرَوَى عَنْهُ جَمْعٌ، وَوَثَّقَهُ العِجْلِيُّ،
وَابْنُ حِبَّانَ، وَالحَافِظُ ابْنُ حَجَرٍ فِي "التَّقْرِيبِ". إِسْمَاعِيلُ
بْنُ إِبْرَاهِيمَ: هُوَ ابْنُ عُلَيَّةَ. وَقَوَّى إِسْنَادَهُ الحَافِظُ فِي الفَتْحِ
٩/١٠١".
Hadits ini sahih, dan sanadnya kuat, para
perawinya terpercaya, perawi-perawinya adalah perawi Bukhari dan Muslim selain
Abu Rasyid Al-Hubrani; Bukhari meriwayatkan darinya dalam *Al-Adab Al-Mufrad*,
begitu pula Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah. Banyak yang meriwayatkan
darinya, dia dinyatakan tsiqah oleh Al-‘Ijli, Ibnu Hibban, dan Al-Hafizh Ibnu
Hajar dalam *At-Taqrib*.
Ismail bin Ibrahim adalah Ibnu ‘Ulayyah.
Al-Hafizh Ibnu Hajar menganggap sanad hadits in kuat dalam kitab-nya *Fath
Al-Bari* 9/101”.
Dari Abu Sa’id al-Khudry radhiyallahu ‘anhu, ia
berkata:
إِنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم عَامَ تَبُوكَ خَطَبَ النَّاسَ وَهُوَ
مُسْنِدٌ ظَهْرَهُ إِلَى نَخْلَةٍ فَقَالَ: " أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِخَيْرِ النَّاسِ
وَشَرِّ النَّاسِ؛ إِنَّ مِنْ خَيْرِ النَّاسِ رَجُلًا عَمِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
عَلَى ظَهْرِ فَرَسِهِ أَوْ عَلَى ظَهْرِ بَعِيرِهِ أَوْ عَلَى قَدَمَيْهِ حَتَّى يَأْتِيَهُ
الْمَوْتُ، وَإِنَّ مِنْ شَرِّ النَّاسِ رَجُلًا فَاجِرًا جَرِيئًا يَقْرَأُ كِتَابَ
اللَّهِ، لَا يَرْعَوِي إِلَى شَيْءٍ مِنْهُ"
Sesungguhnya Rasulullah ﷺ pada
tahun Tabuk berkhutbah kepada orang-orang sedang beliau bersandar pada pohon
kurma, lalu beliau bersabda: “Maukah kalian aku beritahu siapa manusia terbaik
dan terburuk?
Sesungguhnya di antara manusia terbaik adalah
seseorang yang berjuang di jalan Allah di atas punggung kudanya atau di atas
punggung untanya atau dengan kedua kakinya hingga datang kepadanya kematian.
Dan sesungguhnya di antara manusia terburuk adalah seseorang yang fasik, berani
berbuat dosa, membaca Kitab Allah, tetapi tidak peduli sedikit pun dengan kandungannya (melainkan lebih peduli
pada dunia).”
[HR. Ahmad dalam Al-Musnad 14/421 nomor 11319]
Syu’aib Al-Arna’uth dalam tahqiq Al-Musnad
14/421 nomor 11319 berkata:
حَديثٌ حَسَنٌ، وَهٰذَا إِسْنَادٌ ضَعِيفٌ لِجَهَالَةِ أَبِي
الخَطَّابِ، وَهُوَ المِصْرِيُّ، جَهِلَهُ النَّسَائِيُّ وَالدَّارَقُطْنِيُّ وَالذَّهَبِيُّ
وَالحَافِظُ ابْنُ حَجَرٍ. وَبَقِيَّةُ رِجَالِهِ ثِقَاتٌ رِجَالُ الشَّيْخَيْنِ. هَاشِمُ
بْنُ القَاسِمِ: هُوَ أَبُو النَّضْرِ، وَلَيْثٌ: هُوَ ابْنُ سَعْدٍ، وَأَبُو الخَيْرِ:
هُوَ مَرْثَدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ اليَزَنِيُّ.
“Hadits hasan, namun sanad ini
lemah karena ketidakjelasan status Abu Al-Khaththab, dia
adalah orang Mesir, statusnya tidak diketahui oleh An-Nasa’i, Ad-Daraquthni,
Adz-Dzahabi, dan Al-Hafizh Ibnu Hajar. Para perawi lainnya terpercaya dan
perawi Bukhari dan Muslim. Hasyim bin Al-Qasim adalah Abu An-Nadr, Laits adalah
Ibnu Sa’d, dan Abu Al-Khair adalah Martsad bin Abdullah Al-Yazani”.
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Abi
Syaibah 5/340-341, Abdu bin Humaid (989), An-Nasa’i dalam *Al-Mujtaba* 6/11-12,
dan dalam *Al-Kubra* (4314), Al-Hakim 2/67-68, Al-Baihaqi dalam *As-Sunan*
9/160 dan dalam *Asy-Syu’ab* (4290), serta Al-Mizzi dalam *Tahdzib Al-Kamal*
(dalam biografi Abu Al-Khattab Al-Mishri), melalui jalur Laits bin Sa’d dengan
sanad ini.
Al-Hakim mensahihkannya dan Adz-Dzahabi
menyetujuinya, padahal Adz-Dzahabi menyebut dalam *Al-Mizan* bahwa Abu Al-Khaththab tidak
dikenal (Majhul).
Hadits Abu Hurairah terdapat dalam
*Al-Mustadrak* karya Al-Hakim 2/67, Al-Hakim mensahihkannya menurut syarat
Bukhari dan Muslim, dan Adz-Dzahabi menyetujuinya.
Kami katakan: Dalam sanadnya terdapat Fulaikh
bin Sulaiman, dia haditsnya hasan.
Ibnu al-Atsir berkata :
وَفِيهِ
«شَرُّ النَّاس رجُل يَقْرَأُ كِتابَ اللَّهِ لَا يَرْعَوِي إِلَى شَيْءٍ مِنْهُ» أَيْ
لَا ينكَفُّ وَلَا يَنْزَجِر، مِنْ رَعَا يَرْعُو إِذَا كَفَّ عَنِ الْأُمُورِ.
وَقَدِ ارْعَوَى عَنِ القَبِيح يَرْعَوِي ارْعِوَاءً
Dan di dalamnya terdapat perkataan: “Seburuk-buruk manusia adalah
seseorang yang membaca Kitab Allah tetapi tidak mengambil pelajaran darinya,”
maksudnya: tidak berhenti dan tidak menahan diri.
Karena, itu dari kata *ra‘ā yar‘ū* jika ia berhenti dari suatu
perkara. Dikatakan: *qad ir‘awā ‘ani al-qabīḥ yar‘awī ir‘iwā’an* (yakni ; ia telah berhenti dari segala keburukan,
berhenti sepenuhnya). [Baca : an-Nihayah 2/236]
Saya katakan : termasuk tidak menahan diri dari makan dan minum dari
hasil al-Quran .
GELAR KEDUA : PEMBOIKOT AL-QURAN
Seorang muslim yang mendalami ilmu
qiro’at, memperfasih makhraj huruf-hurufnya, memperindah bacaan-nya, namun
tujuannya untuk menjadikannya sebagai sumber mata pencaharian, serta makan dan
minum dari-nya, maka dia pada hakikatnya adalah PEMBOIKOT AL-QUR’AN.
Muhammad Syamsul Haq al-Adziim Aabadi
dalam kitabnya “عَوْنُ ٱلْمَعْبُودِ” (3/42)
berkata :
فَقَدْ أَخْبَرَ النَّبِيُّ ﷺ عَنْ مَجِيءِ أُقَوَّامٍ بَعْدَهُ
يُصَلِّحُونَ أَلْفَاظَ الْقُرْآنِ وَكَلِمَاتِهِ وَيَتَكَلَّفُونَ فِي مَرَاعَاةِ
مَخَارِجِهِ وَصِفَاتِهِ، كَمَا يُقَامُ الْقِدْحُ - وَهُوَ السَّهْمُ قَبْلَ أَنْ
يُعَمَّلَ لَهُ رِيشٌ وَلَا نَصْلٌ - وَالْمَعْنَى: أَنَّهُمْ يُبَالِغُونَ فِي عَمَلِ
الْقِرَاءَةِ كَمَالَ الْمُبَالَغَةِ؛ لِأَجْلِ الرِّيَاءِ وَالسُّمْعَةِ وَالْمُبَاهَاةِ
وَالشُّهْرَةِ. أَيُّهَا الْإِخْوَةُ الْكَرَامُ.. هَؤُلَاءِ تَعَجَّلُوا ثَوَابَ قِرَاءَتِهِمْ
فِي الدُّنْيَا وَلَمْ يَتَأَجَّلُوهُ بِطَلَبِ الْأَجْرِ فِي الْآخِرَةِ، إِنَّهُمْ
بِفَعْلِهِمْ يُؤْثِرُونَ الْعَاجِلَةَ عَلَى الْآجِلَةِ وَيَتَأَكَّلُونَ بِكِتَابِ
اللَّهِ تَعَالَى، وَهَذَا مِنْ أَعْظَمِ أَنْوَاعِ هِجْرِ الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ،
فَبِئْسَ مَا يَصْنَعُونَ.
Maka sungguh Nabi ﷺ telah mengkabarkan : bahwa sesudahnya akan munculnya kaum-kaum
yang memperbagus lafadz-lafadz dalam membaca al-Quran dan kalimat-kalimatnya,
bahkan berlebihan di dalam memperhatikan makhroj-makhroj dan sifat-sifat dari
huruf-huruf al-Quran, seperti halnya orang yang memperbagus atau meluruskan
batang panah sebelum di pasangkan bulu-bulu dan besi tajam diujungnya .
Maksudnya : Mereka sangat berlebihan [LEBAY] di dalam memperfasih, mempercantik
dan menyempurnakan bacaan al-Quran dengan tujuan agar mendapatkan sanjungan
dari manusia, popularitas, berbangga-banggaan dan ketenaran .
Wahai para ikhwan yang
mulia, mereka adalah orang-orang yang tergesa-gesa untuk mendapatkan upah
bacaan al-Qurannya di dunia, mereka tidak sabar menundanya untuk mendapatkan
pahala di akhirat .
Sesungguhnya perbuatan mereka itu
adalah sama dengan mengutamakan dunia dari pada akhirat, dan mereka makan dan
minumnya dengan Kitab Allah Ta’la . Dan ini adalah jenis perbuatan meng-hajer
(MEMBOIKOT) al-Quran yang paling dahsyat, maka ini adalah sebusuk-busuk apa
yang mereka lakukan . ( Baca : “عَوْنُ ٱلْمَعْبُودِ شَرْحُ سُنَنِ أَبِي دَاوُدَ”
3/42) .
Adapun
dalil yang menunjukkan bahwa hal-hal tersebut adalah sebagai bentuk pemboikotan
terhdapa al-Qur’an, maka Muhammad Syamsul Haq al-Adziim Aabadi menyebutkan hadits-hadits
sbb :
Dari
Sahal bin Sa’ad as-Saa’idi radhiyallahu ‘anhu, dia berkata :
خَرَجَ
عَلَيْنَا رَسُولُ ٱللَّهِ ﷺ يَوْمًا وَنَحْنُ نُقْرِئُ فَقَالَ: ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ،
كِتَابُ ٱللَّهِ وَاحِدٌ، وَفِيكُمْ ٱلْأَحْمَرُ وَفِيكُمْ ٱلْأَبْيَضُ وَفِيكُمْ ٱلْأَسْوَدُ،
اقْرَؤُوهُ قَبْلَ أَنْ يَقْرَأَهُۥ أَقْوَامٌ يُقِيمُونَهُۥ كَمَا يُقَوَّمُ ٱلسَّهْمُ
يَتَعَجَّلُ أَجْرَهُ وَلَا يَتَأَجَّلُهُ.
“ Pada suatu hari Rosulullah ﷺ keluar menemui kami, dan saat itu kami sedang membaca
al-Qur’an, maka beliau ﷺ bersabda : “Al-Hamdulillah, Kitab Allah
satu, sementara di dalam kalian ada yang berkulit merah, berkulit putih dan
berkulit hitam (Yakni ada etnis Arab dan Non Arab) , bacalah kalian al-Quran
sebelum adanya kaum-kaum membaca al-Qur’an, mereka
menetapkannya seperti anak panah yang diluruskan (yakni mereka memperbagus
bacaannya), namun dia mempercepat upahnya (di dunia) dan tidak
menundanya (untuk akhirat).
(HR. Abu Daud 1/220 No. 831 . Di
Shahihkan oleh Syeikh Al-Albaani dlm Shohih Abu Daud 1/157 No. 741, beliau
berkata : Hasan Shahih).
Penjelasan hadits ini :
قَوْلُهُ:
"يُقِيمُونَهُ كَمَا يُقَوَّمُ ٱلسَّهْمُ" أَي: يُحَسِّنُونَ ٱلنُّطْقَ بِهِ.
وَقَوْلُهُ: "يَتَعَجَّلُ أَجْرَهُ وَلَا يَتَأَجَّلُهُ" أَي: يَطْلُبُ بِذَٰلِكَ
أَجْرَ ٱلدُّنْيَا مِنْ مَالٍ وَجَاهٍ وَمَنْصِبٍ، وَلَا يَطْلُبُ بِهِ أَجْرَ ٱلْآخِرَةِ.
Sabda-nya “يُقِيمُونَهُ كَمَا
يُقَوَّمُ السَّهْمُ” maksudnya adalah : Mereka
memperbagus cara mengucapkannya.
Dan sabda-nya:
"يَتَعَجَّلُ أَجْرَهُ وَلا يَتَأَجَّلُهُ" maksudnya adalah : Mereka mencari dengan itu untuk
mendapatkan imbalan dunia berupa harta, kedudukan, dan jabatan, dan mereka
tidak mencari dengan itu pahala akhirat.
[Referensi: Jami' al-Usul, oleh Ibnu Atsir 2/450-451].
Riwayat lain : Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata :
دَخَلَ
النَّبي ﷺ المسجدَ، فإذا فيه قومٌ يَقرَؤُونَ القُرآنَ، قال: "اقْرَؤُوا القُرآنَ، وابْتَغُوا به اللهَ مِن قَبْلِ أن يَأتِيَ قَوْمٌ
يُقِيمونَه إِقَامَةَ القِدْحِ، يَتَعَجَّلُونَه ولا يَتَأَجَّلُونَه".
Nabi ﷺ
masuk masjid , dan ternyata di dalamya terdapat orang-orang yang sedang baca
al-Qur’an.
Beliau ﷺ
bersabda : “Bacalah kalian al-Qur’an, dan dengannya semata-mata karena mengharapkan
Allah, sebelum datangnya kaum yang menetapkannya seperti anak panah yang
diluruskan ( yakni mereka memperbagus bacaanya), namun dia mempercepat upahnya
(di dunia) dan tidak menundanya (untuk akhirat).
(HR. Imam Ahmad 3/357 dan Abu Daud
1/220 No. 831. Di Shahihkan oleh Syeikh Al-Albaani dlm Shohih Sunan Abu Daud
1/156 no. 740 .
GELAR KE TIGA : PARASIT HARTA MANUSIA.
Ahli ibadah, para da’i dan qori yang
tidak bekerja mencari rizki, mereka adalah parasit & benalu harta manusia.
Parasit adalah organisme yang hidup
pada atau di dalam organisme lain (inang) dan mendapatkan makanan atau nutrisi
dari inang tersebut, seringkali merugikan inang tersebut. Dalam bahasa
Indonesia, parasit juga dikenal sebagai benalu, pasilan, atau organisme yang
hidup dan mengisap makanan dari organisme lain yang ditempelinya. Secara
kiasan, parasit juga bisa merujuk pada orang yang hidupnya menjadi beban atau
membebani orang lain
Al-Imam As-Sarkhosi [w. 490 H]
berkata :
رُوِيَ
أنَّ عُمَرَ مَرَّ بِقَومٍ مِنَ القُرَّاءِ فَرَآهُمْ جُلُوسًا قَدْ نَكَسُوا
رُؤُوسَهُمْ، فَقَالَ: مَنْ هَؤُلاءِ؟ فَقِيلَ: هُمُ المُتَوَكِّلُونَ، فَقَالَ:
كَلاَّ، وَلَكِنَّهُمُ المُتَأكِّلُونَ، يَأكُلُونَ أموَالَ النَّاسِ. ألا
أُنَبِّئكُمْ مَنِ المُتَوَكِّلُونَ؟ فَقِيلَ: نَعَمْ. فَقَالَ: هُوَ الَّذِي
يُلقِي الحَبَّ فِي الأرْضِ، ثُمَّ يَتَوَكَّلُ عَلَى رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ.
وَفِي رِوَايَةٍ أُخْرَى عَنْهُ
قَالَ: يَا مَعْشَرَ الْقُرَّاءِ ارْفَعُوا رُءُوسَكُمْ وَاكْتَسِبُوا لِأَنْفُسِكُمْ
Diriwayatkan bahwa Umar –
radhiyallahu ‘anhu- melewati beberapa Qori (guru dan pembaca al-Quran) dan
melihat mereka duduk-duduk sambil menundukkan kepala, Lalu beliau bertanya:
Siapa mereka ini?
Dijawab : Mereka adalah orang-orang
yang ahli tawakkal .
Maka beliau berkata : Tidak, tetapi
mereka adalah parasit yang menggerogoti harta para manusia . Mau kah saya
memberi tahu kepada kalian tentang siapakah para ahli tawakkal itu ?
Dijawab : Ya. Beliau berkata : “
Dialah yang menaburkan benih di ladang, kemudian dia bertawakkal kepada
Rabbnya, Azza wa Jalla “.
Dalam riwayat lain beliau mengatakan
: “ Wahai para Qori , angkat kepala kalian dan cari lah mata pencaharian untuk
diri kalian “.
[ Baca : “المبسوط”
30/248 karya As-Sarkhosy dan Syarah al-Kasab hal. 41 karya As-Sarkhosi]
Dan diriwayatkan dari Umar bin
al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu bahwa dia berkata :
"
لَا يَقْعُدْ أَحَدُكُمْ عَنْ طَلَبِ الرِّزْقِ وَيَقُولُ: اللهُمَّ ارْزُقْنِي
فَقَدْ عَلِمْتُمْ أَنَّ السَّمَاءَ لَا تُمْطِرُ ذَهَبًا وَلَا فِضَّةً"
Janganlah seseorang diantara kalian
duduk (tidak mau bekerja) mencari rizki , lalu dia hanya berdoa : “Ya
Allah, berilah rizki untukku !". Sementara kalian sendiri telah mengetahui
bahwa langit tidak pernah menurunkan hujan berupa emas maupun perak”.
[Lihat : Ihya’ Ulumuddin 2/62 ,
al-Mustathraf hal. 307 dan Tafsir al-Manar 4/174 ]
Dan Umar radhiyallahu ‘anhu juga
berkata :
مَا
مِنْ مَوْضِعٍ يَأْتِينِي الْمَوْتُ فِيهِ أَحَبُّ عَلَيَّ مِنْ مَوْطِنٍ أَتَسَوَّقُ
فِيهِ لِأَهْلِي أَبِيعُ وَأَشْتَرِي
"Tidak ada tempat di
mana kematian datang kepadaku yang lebih aku cintai daripada tempat di mana aku
berbisnis untuk keluargaku , yaitu mati dalam keadaan sedang melakukan
transaksi jual beli."
[Lihat : Ihya’ Ulumuddin 2/62 ,
al-Mustathraf hal. 307 dan Tafsir al-Manar 4/174 ]
Thalhah bin Ubaidillah (radhiyallahu
‘anhu) berkata :
إِنَّ
أَقَلَّ الْعَيْبِ عَلَى الْمَرْءِ أَنْ يَجْلِسَ فِي دَارِهِ.
“Aib [ perbuatan tercela ]
yang paling hina bagi seseorang adalah dia hanya duduk-duduk di rumahnya”.
[Di riwayatkan oleh Muhammad bin
Sa'ad dalam Thabaqat al-Kubra 3/166 cet. Dar al-Kutub al-Ilmiyyah dengan
sanadnya : Telah memberi tahu kami Yazid bin Harun , dia berkata : Telah
memberi tahu kami Ismail dari Qais , dia berkata ...]
****
“SYAIR IBNU AL-MUBARAK TENTANG CELAAN JUALAN AGAMA”
Pengarang Kitab “az-Zuhud Wa ar-Roqoiq”
"الزُّهْدُ
وَالرَّقَائِقُ"
Nasihat Al-Imam Ibnu al-Mubarok
rahimahullah (wafat 181 H) kepada Ibnu ‘Ulayyah rahimahullah:
يَا جَاعِلَ الْعِلْمِ لَهُ بَازِيًا *
يَصْطَادُ أَمْوَالَ الْمَسَاكِينِ احْتَلَّتْ لِلدُّنْيَا
وَلَذَاتِهَا *
بِحِيْلَةٍ تَذْهَبُ بِالدِّيْنِ فَصِرْتَ مَجْنُوْنًا بِهَا
بَعْدَمَا *
كُنْتَ دَوَاءً لِلْمَجَانِيْنَ أَيْنَ رِوَايَاتُكَ فِيْمَا مَضَى *
عَنْ ابْنِ عَوُنَ وَابْنِ سِيْرِيْنَ وَدَرْسِكَ الْعِلْمِ
بِآثَارِهِ *
فِي تَرْكِ أَبْوَابِ السُّلاَطِيْنَ تَقُوْلُ: أُكْرِهْتُ، فَمَاذَا
كَذَا *
زَلَّ حِمَارُ الْعِلْمِ فِي الطِّيْنِ لَا تَبْعَ الدِّيْنَ
بِالدُّنْيَا كَمَا *
يَفْعَلُ ضَلَالُ الرُّهَابِيْنَ
“Wahai orang yang menjadikan ilmu sebagai barang dagangan untuk
menjaring harta orang-orang miskin,
diambil demi dunia dan kesenangannya.
Dengan tipu daya engkau menghilangkan agama,
lalu engkau menjadi orang yang gila setelah dulunya engkau
adalah obat bagi orang-orang gila.
Di manakah riwayat-riwayatmu yang lampau dari Ibnu ‘Aun dan
Ibnu Sirin.
Dan manakah ilmu yang kamu pelajari dengan atsar-atsarnya
yang berisi anjuran untuk meninggalkan pintu-pintu penguasa? Kamu berkata: “Aku
terpaksa.” Lalu apa?
Demikianlah keledai ilmu tergelincir di tanah liat yang
basah.
Janganlah kamu jual agama dengan dunia sebagaimana
perbuatan para rahib (pendeta kristen) yang sesat.” (“Siyar A’lamin Nubala”/9/110).
SIAPAKAH ABDULLAH BIN AL-MUBARAK ?
Abdullah bin al-Mubarak –
rahimahullah - (wafat 181 H). Ia adalah ulama
besar dari kalangan Tabi’in, ahli zuhud, ahli Ibadah, ahli jihad dan ahli
Ribaath fii sabilillah. Pengarang Kitab **az-Zuhud Wa
ar-Roqoiq**
Semua referensi sepakat bahwa ia
adalah seorang penuntut ilmu yang luar biasa langka. Ia melakukan perjalanan ke
seluruh negeri yang dikenal sebagai pusat kegiatan ilmiah pada masanya.
Abdurrahman bin Abi Hatim berkata
tentang Ibnu al-Mubarak :
«سَمِعْتُ
أَبِي يَقُولُ: كَانَ ابْنُ الْمُبَارَكِ رَبَعَ الدُّنْيَا بِالرِّحْلَةِ فِي طَلَبِ
الْحَدِيثِ، لَمْ يَدَعِ الْيَمَنَ وَلَا مِصْرَ وَلَا الشَّامَ وَلَا الْجَزِيرَةَ
وَالْبَصْرَةَ وَلَا الْكُوفَةَ»
*"Aku mendengar ayahku berkata:
Ibnu Mubarak telah menjelajahi seperempat dunia dalam perjalanannya mencari
hadits. Ia tidak melewatkan Yaman, Mesir, Syam, Jazirah, Bashrah, maupun
Kufah."* Kesaksian ini juga dikukuhkan oleh Ahmad bin Hanbal.
Ibnu Mubarak pernah berkata:
«خَصْلَتَانِ
مَنْ كَانَتَا فِيهِ نَجَا: الصِّدْقُ، وَحُبُّ أَصْحَابِ مُحَمَّدٍ»
*"Dua hal yang jika ada pada
seseorang, maka ia akan selamat: kejujuran dan kecintaan kepada para sahabat
Muhammad."*
Ia mencari ilmu di mana pun ia
menemukannya dan mengambilnya dari siapa pun yang memilikinya, tanpa ada
halangan yang menghentikannya. Ia menulis ilmu dari orang yang lebih tinggi
darinya, dari orang yang setara dengannya, bahkan dari orang yang lebih muda
darinya.
Muhammad bin Fudhail bin 'Iyadh
berkata:
رَأَيْتُ
عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الْمُبَارَكِ فِي الْمَنَامِ، فَقُلْتُ: أَيُّ الْأَعْمَالِ وَجَدْتَ
أَفْضَلَ؟ قَالَ: الْأَمْرُ الَّذِي كُنْتُ فِيهِ. قُلْتُ: الرِّبَاطُ وَالْجِهَادُ؟
قَالَ: نَعَمْ. قُلْتُ: فَأَيُّ شَيْءٍ صَنَعَ بِكَ رَبُّكَ؟ قَالَ: غَفَرَ لِي مَغْفِرَةً
مَا بَعْدَهَا مَغْفِرَةٌ وَكَلَّمَتْنِي امْرَأَةٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ أَوِ امْرَأَةٌ
مِنَ الْحُورِ الْعِينِ.
"Aku melihat Abdullah bin
Mubarak dalam mimpi, lalu aku bertanya, 'Amal apakah yang engkau dapati paling
utama?' Ia menjawab, 'Amal yang dulu aku lakukan.'
Aku bertanya, 'Apakah itu ribath
(berjaga di perbatasan) dan jihad?' Ia menjawab, 'Ya.'
Aku bertanya lagi, 'Apa yang telah
Tuhanmu lakukan kepadamu?' Ia menjawab, 'Dia telah mengampuniku dengan ampunan
yang tidak ada ampunan setelahnya, dan seorang wanita dari penghuni surga atau
seorang dari bidadari berbicara kepadaku.'"
----
Abdullah Bin Al-Mubarok Dikenal Pula Dengan Sebutan :
“SANG FAQIH AHLI ZUHUD YANG MILIUNER”
Dia seorang pedagang terkenal yang
pada masa hidupnya memiliki kekayaan sebesar 400 ribu dinar emas, yang setara
dengan 1.700.000 gram emas saat ini. Jika dikonversikan ke mata uang modern,
jumlah ini setara dengan 27.625.000 dinar Kuwait atau sekitar 82.875.000 dolar
Amerika. Itu adalah modal usahanya. Setiap tahun, ia memperoleh keuntungan
sebesar 100 ribu dinar emas, atau sekitar 425.000 gram emas, yang bernilai
hampir 7 juta dinar Kuwait, lebih dari 20 juta dolar Amerika.
Namun, seluruh keuntungan tahunan
yang mencapai lebih dari 20 juta dolar itu ia habiskan untuk para ulama,
penuntut ilmu, fakir miskin, serta para ahli ibadah dan zuhud. Bahkan,
terkadang ia menambahkannya dari modal pribadinya.
Meskipun sangat kaya, ia menyerupai
para sahabat Rasulullah ﷺ
dalam segala hal. Hingga Sufyan bin ‘Uyainah berkata tentangnya,
"كَانَ
مِثْلَ ٱلصَّحَابَةِ فِي كُلِّ شَيْءٍ، لَا يُفَضِّلُونَ عَلَيْهِ إِلَّا فِي أَنَّهُمْ
صَحِبُوا ٱلرَّسُولَ ﷺ".
*"Ia seperti para sahabat dalam
segala hal. Mereka hanya lebih unggul darinya karena mereka berkesempatan
menemani Rasulullah ﷺ."*
Bahkan, para sahabatnya berpendapat
bahwa Allah telah mengumpulkan dalam dirinya semua sifat kebaikan.
Ia sangat dermawan. Pernah, dalam
suatu perjalanan ke Mesir bersama para sahabatnya, ia menjamu mereka dengan
makanan dan hidangan manis terbaik, sementara dirinya sendiri tetap berpuasa
sepanjang tahun.
Referensi : “Lihat: Al-Bidayah
Wan-Nihayah Karya Ibnu Katsir (13/611-612) dan Tarikh Dimasyq Karya Ibnu Asakir
(32/438)”.
===***===
HADITS LARANGAN MENERIMA UPAH JASA AL-QURAN DAN ILMU AGAMA:
Pertama : Orang durhaka adalah orang
yang makan dan minumnya dari hasil al-Qur'an :
Sebagaimana yang telah disebutkan
diatas haditsnya dari Abu Sa’id Al-Khudri .
Dalil ke Dua : Hadits peringatan terhadap orang yang mendahulukan upah duniawi dalam
membaca al-Qur'an dari pada pahala akhirat:
Sebagaimana
telah disebutkan dalam hadits-hadits diatas dari Sahal bin Sa’ad as-Saa’idi
radhiyallahu ‘anhu. Dan juga hadits dari Jabir bin Abdullah
radhiyallahu ‘anhu.
Dalil ke ketiga :
Larangan Menerima Imbalan Jasa Dari Orang Yang Diajari al-Qur'an Olehnya:
Dari Ubay bin Ka’ab -radhiyallahu
‘anhu- , berkata :
"عَلَّمْتُ
رَجُلاً الْقُرْآنَ فَأَهْدَى إِلَيَّ قَوْسًا فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُولِ
اللَّهِ ﷺ فَقَالَ : (إِنْ أَخَذْتَهَا
أَخَذْتَ قَوْسًا مِنْ نَارٍ) فَرَدَدْتُهَا".
“ Aku mengajar al-Qur’an pada
seseorang , lalu dia menghadiahkan Busur panah pada ku . Maka aku
menceritakannya pada Rosulullah ﷺ,
maka beliau bersabda : “Jika kamu mengambilnya, maka kamu telah mengambil busur
dari api neraka“. Lalu Aku mengembalikannya .
( HR. Ibnu Majah No. 2149 dan di
Shahihkan oleh syeikh Al-Albaani dalam kitab “إِرْوَاءُ
ٱلْغَلِيلِ“ No. 1493 ).
Dari Abu ad-Dardaa’ -radhiyallahu
‘anhu- , Rosulullah ﷺ
bersabda :
((مَنْ
أَخَذَ عَلَى تَعْلِيمِ الْقُرْآنِ قَوْساً قَلَّدَهُ الله مَكَانَهَا قَوْساً
مِنْ نَارِ جَهَنَّمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ))
Barang siapa menerima [imbalan] Busur
Panah dari Mengajar al-Qur’an , maka Allah akan mengalungkan sebagai gantinya
kelak busur dari api neraka Jahannam pada hari Kiamat “.
( HR. Imam al-Baihaqi dlm “ٱلسُّنَنُ
ٱلْكُبْرَى” (6/126) dan lainnya . Di shahihkan oleh Syeikh Al-Albaani
dalam kitab “صَحِيحُ ٱلْجَامِعِ“
no. 5982 dan dalam kitab “ٱلسِّلْسِلَةُ ٱلصَّحِيحَةُ“
(1/113 no. 256)]
Dari Ubadah bin ash-Shoomit
radhiyallahu ‘anhu , berkata :
"
عَلَّمْتُ نَاسًا مِنْ أَهْلِ الصُّفَّةِ الْكِتَابَ وَالْقُرْآنَ فَأَهْدَى إِلَيَّ
رَجُلٌ مِنْهُمْ قَوْسًا فَقُلْتُ لَيْسَتْ بِمَالٍ وَأَرْمِي عَنْهَا فِي سَبِيلِ
اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لآتِيَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ فَلأَسْأَلَنَّهُ فَأَتَيْتُهُ
فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ رَجُلٌ أَهْدَى إِلَيَّ قَوْسًا مِمَّنْ كُنْتُ
أُعَلِّمُهُ الْكِتَابَ وَالْقُرْآنَ وَلَيْسَتْ بِمَالٍ وَأَرْمِي عَنْهَا فِي
سَبِيلِ اللَّهِ. قَالَ ﷺ: (إِنْ
كُنْتَ تُحِبُّ أَنْ تُطَوَّقَ طَوْقًا مِنْ نَارٍ فَاقْبَلْهَا)
Artinya: Aku telah mengajarkan Al
Qur’an pada seseorang dari Ahli ash-Shuffah kemudian dia menghadiahiku sebuah
busur (panah). Maka aku berkata :
“ Ini bukanlah harta , tetapi ini
bisa digunakan untuk berjihad fii sabilillah , namun demikian aku harus
menghadap dulu ke Rosulullah ﷺ
, aku mau menanyakannya , lalu aku mendatangi beliau ﷺ
, dan aku berkata pada nya :
“ Wahai Rosulullah , seseorang telah
menghadiahi ku Busur panah , orang tersebut salah seorang yang aku mengajarkan
al-Kitab dan al-Qur’an padanya, dan ini bukan HARTA , dan aku bisa memanfaatkannya untuk berjihad
di jalan Allah “.
Rosulullah ﷺ
menjawab : “ Jika kau suka busur itu kelak akan dikalung kan pada dirimu dari
api Neraka , maka silahkan ambil !!! “.
Lalu aku pun mengembalikannya.”
Dalam lafadz riwayat Ibnu Majah :
(
إِنْ سَرَّكَ أَنْ تُطَوَّقَ بِهَا طَوْقًا مِنْ نَارٍ فَاقْبَلْهَا )
"Jika engkau suka untuk
dihimpit api neraka, maka terimalah."
Dalam lafadz lain :
(جَمْرَةٌ بَيْنَ كَتِفَيْكَ تَقَلَّدْتَهَا
أَوْ تَعَلَّقْتَهَا)
“Itu Bara Api diantara dua
pundakmu, kamu telah melingkarkannya atau kamu mengalungkannya “.
[ HR. Imam Ahmad No. 21632 , Abu Daud
no. 2964 dan Ibnu Majah No. 2148 ].
Di Shahihkan oleh al-Haakim dan
Syeikh Al-Albaani dlm “ٱلسِّلْسِلَةُ
ٱلصَّحِيحَةُ” 1/115 , Shahih Abu Daud no.
3416 dan dalam Shahih Turmudzi “.
Dalil ke 4
: Hadits Larangan Minta Saweran, Uang Tips Atau Upah Atas Jasa Baca al-Qur'an:
Hadits Imran bin Hushain
-radhiyallahu ‘anhu- : bahwa Rasulullah ﷺ
bersabda :
«مَنْ
قَرَأَ الْقُرْآنَ فَلْيَسْأَلِ اللهَ بِهِ فَإِنَّهُ سَيَأْتِيْ أَقْوَامٌ
يَقْرَءُوْنَ القرآنَ وَيَسْأَلُوْنَ بِهِ النَّاسَ».
Artinya : " Barangsiapa membaca
Al Quran maka hendaknya ia memohon kepada Allah dengan Al Quran itu, karena
suatu saat akan datang sekelompok kaum yang membaca Al Quran lalu mereka
meminta (imbalan) kepada manusia dengan Al Quran itu".
( HR. Ahmad , Turmudzi , Ibnu Abi
Syaibah, Thabrani, Baihaqi dalam Syuabul Iman. Lihat: Al Jami' Al Kabir ).
Hadits ini di sahihkan oleh
Al-Albaani dalam kitab-kitabnya : Islahus Saajid hal. 106 , silsilah sahihan
1/461 , sahih Targhib no. 1433 , dan lainnya ).
Dan
masih dari Imran bin Hushain -radhiyallahu ‘anhu-, Rasulullah ﷺ bersabda :
" أَنَّهُ مَرَّ عَلَى قَارِئٍ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ
ثُمَّ يَسَأَلَ النَّاسَ بِهِ فَاسْتَرْجَعَ عِمرانُ ، ثُمَّ قَالَ : سَمِعْتُ
رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ: " مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فَلْيَسْأَلْ
اللَّهَ بِهِ فَإِنَّهُ سَيَجِيءُ أَقْوَامٌ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ وَيَسْأَلُونَ
بِهِ النَّاسَ ".
“Suatu
ketika ia melewati seorang qori sedang membaca Al-Qur'an , kemudian setelah
membacanya meminta (imbalan) kepada orang-orang , maka Imran ber istirja’
(Yakni berkata: Innaa Lillaahi wa Innaa Ilaihi Rooji’uun dan menyuruhnya untuk
mengembalikannya), dan berkata : Aku mendengar Rosulullah ﷺ bersabda :
" Barangsiapa membaca Al Quran maka hendaknya ia memohon kepada
Allah dengan Al Quran itu, karena suatu saat akan datang sekelompok kaum yang
membaca Al Quran lalu mereka meminta (upah) kepada manusia dengan (bacaan) Al
Quran itu ".
( HR. Turmudzi no. 2917 dan beliau berkata : " Hadits Hasan
". Dan Syeikh Al-Albaani dalam sahih Targhib 2/80 no. 1433 mengatakan :
" Sahih karena ada yang lainnya ". Dan dalam Sahih wa Dloif al-Jami'
no. 11413 serta Shahih wa Dloif Sunan Turmudzi 6/417 no. 2917 beliau mengatakan
: " Hasan " .
Syarah Hadits : Al-Mubaarokfuury dalam syarah Sunan Tirmidzi
berkata :
قَوْلُهُ
( يَقْرَأُ ) أَيْ: يَقْرَأُ الْقُرْآنَ.
وَقَوْلُهُ:
( ثُمَّ سَأَلَ ) أَيْ: طَلَبَ الْقَارِئُ مِنَ النَّاسِ شَيْئًا مِنَ الرِّزْقِ لِقِرَاءَتِهِ
الْقُرْآنَ.
وَقَوْلُهُ:
( فَاسْتَرْجَعَ ) أَيْ: قَالَ عِمْرَانُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: ﴿ إِنَّا لِلَّهِ
وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ ﴾ [البَقَرَةِ: 156]؛ لِابْتِلَاءِ الْقَارِئِ بِهَذِهِ
الْمُصِيبَةِ، وَهِيَ سُؤَالُ النَّاسِ بِالْقُرْآنِ، أَوْ لِابْتِلَاءِ عِمْرَانَ
- رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - بِمُشَاهَدَةِ هَذِهِ الْحَالَةِ الشَّنِيعَةِ، وَهِيَ مِنْ
أَعْظَمِ الْمُصِيبَاتِ.
Sabda-nya : (membaca), yaitu dia membaca Al-Qur’an.
Dan sabdanya: (Kemudian dia meminta ) artinya: Qoori itu meminta rizki
dari orang-orang karena dia telah membaca Al-Qur'an.
Dan sabdanya: (Maka dia meminta untuk mengembalikannya ) artinya: Imran
radhiyallahu ‘anhu berkata : “ Kami adalah milik Allah dan kepada-Nya kami akan
kembali” [Al-Baqarah: 156].
Dia berkata demikian karena perbuatan itu adalah bala [bencana] yang
menimpa Qoori.
Atau karena Imran – semoga Allah meridhoinya – merasa menderita ketika
menyaksikan situasi sangat keji ini, yang mana perbuatan tersebut merupakan
salah satu bencana dan musibah terdahsyat. [ Baca : تُحْفَةُ ٱلْأَحْوَذِي بِشَرْحِ
جَامِعِ ٱلتِّرْمِذِيِّ
(8/235)] .
Dalil ke lima : Larangan Terima Upah Dakwah, Ceramah Agama
Dan Mengajar Ilmu Agama:
Asy-Syeikh Muhammad al-Amiin Asy-Syinqithi dalam kitabnya “ أَضْوَاءُ ٱلْبَيَانِ “ ketika menafsiri surat Hud : 29 , berkata :
قَوْلُهُ
تَعَالَى: { وَيَا قَوْمِ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مَالًا إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَى
اللَّهِ } ذَكَرَ تَعَالَى فِي هَذِهِ الْآيَةِ الْكَرِيمَةِ عَنْ نَبِيِّهِ نُوحٍ
عَلَيْهِ وَعَلَى نَبِيِّنَا الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ أَنَّهُ أَخْبَرَ قَوْمَهُ أَنَّهُ
لَا يَسْأَلُهُمْ مَالًا فِي مُقَابَلَةِ مَا جَاءَهُمْ بِهِ مِنَ الْوَحْيِ وَالْهُدَى،
بَلْ يَبْذُلُ لَهُمْ ذَلِكَ الْخَيْرَ الْعَظِيمَ مُجَانًا مِنْ غَيْرِ أَخْذِ أَجْرَةٍ
فِي مُقَابَلَتِهِ، وَبَيَّنَ فِي آيَاتٍ كَثِيرَةٍ: أَنَّ ذَلِكَ هُوَ شَأْنُ الرُّسُلِ
عَلَيْهِمْ صَلَوَاتُ اللَّهِ وَسَلَامُهُ.
Firman Allah Ta’aalaa : Dan (Hud berkata): “Hai kaumku, aku tiada
meminta harta benda kepada kalian (sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah
dari Allah “.
Allah Yang Maha Kuasa menyebutkan dalam ayat mulia ini tentang Nabinya
Nuh 'alaihis salam , bahwa dia memberi tahu kaumnya bahwa dia tidak meminta
harta kepada mereka sebagai imbalan atas apa yang telah dia sampaikan kepada
mereka dari wahyu dan hidayah . Sebaliknya, kebaikan yang agung itu disampaikan
kepada mereka secara cuma-cuma tanpa memungut bayaran sebagai imbalannya. Dan
Allah menjelaskan dalam banyak ayat : bahwa Itu adalah berlaku pada semua
dakwah para Rasul 'alaihimus salaam .
Seperti yang Allah firmankan dalam Surat Saba tentang Nabi kita ﷺ :
{قُلْ مَا سَأَلْتُكُم مِّنْ أَجْرٍ فَهُوَ لَكُمْ إِنْ أَجْرِيَ
إِلَّا عَلَى اللَّهِ}
"
Katakanlah ( hai Muhammad) : "Aku tidak minta upah kepada kalian, maka itu
untuk kalian. Upahku hanyalah dari Allah” (QS. Saba : 47 ).
Kemudian Asy-Syeikh Muhammad al-Amiin Asy-Sying-qithi setelah
menyebutkan ayat-ayat di atas dia berkata :
وَيُؤْخَذُ
مِنْ هَذِهِ الْآيَاتِ الْكَرِيمَةِ: أَنَّ الْوَاجِبَ عَلَى أَتْبَاعِ الرُّسُلِ مِنَ
الْعُلَمَاءِ وَغَيْرِهِمْ أَنْ يَبْذُلُوا مَا عِنْدَهُمْ مِنَ الْعِلْمِ مُجَانًا
مِنْ غَيْرِ أَخْذِ عَوْضٍ عَلَى ذَلِكَ، وَأَنَّهُ لَا يَنْبَغِي أَخْذُ الْأَجْرَةِ
عَلَى تَعْلِيمِ كِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى وَلَا عَلَى تَعْلِيمِ الْعَقَائِدِ وَالْحَلَالِ
وَالْحَرَامِ". انتَهَى.
"
Diambil dari ayat-ayat luhur ini : Tugas para pengikut Rasul dari kalangan
ulama dan lain-lain adalah memberikan ilmunya secara cuma-cuma tanpa memungut
bayaran untuk itu, dan tidak lah layak mengambil upah atas pengajaran Kitab
Allah Azza wa Jalla , begitu juga atas mengajar ilmu tentang aqidah dan hukum
tentang halal dan haram “. (Selesai).
Dalil ke Enam : Larangan Adzan Shalat
Lima Waktu Bertujuan Karena Upah Semata :
Dari Utsman bin Abi Al-'Aas
Ats-Tsaqafi -raḍiyallāhu 'anhu-, ia berkata,
يَا
رَسْوْلَ اللَّهِ اجْعَلنِي إمامَ قَوْمِي ؟ فقالَ : أنتَ إمامُهُم واقتدِ
بأضعفِهِم واتَّخذ مؤذِّنًا لا يأخذُ علَى أذانِهِ أجرًا
"Wahai Rasulullah,
jadikanlah aku sebagai imam salat kaumku".
Beliau ﷺ
bersabda : "Kamulah yang menjadi imam mereka.
Perhatikanlah (saat salat) kondisi orang-orang yang paling lemah
diantara mereka, dan angkatlah seorang muadzin yang tidak mengambil upah atas
adzannya."
[HR.
Nasaa'i no. 671 . Di shahihkan al-Albaani dalam Shahih an-Nasaa'i no. 671].
===****===
HADITS LARANGAN NIAT BELAJAR ILMU AGAMA UNTUK MATA PENCAHARIAN
HADITS
KE 1:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ
bersabada:
(مَنْ
تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ لاَ
يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ
الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَعْنِي رِيحَهَا).
“ Barang siapa menuntut ilmu yang seharusnya untuk
mencari wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala ; tetapi dia tidak mempelajari ilmu itu
kecuali untuk mendapatkan harta benda dunia, maka dia tidak akan mendapatkan
bau surga pada hari kiamat kelak. (HR. Abu Daud no. 3664, Ibnu Majah no. 252
dan imam Ahmad no. 8457) Hadits ini di Shahihkan oleh imam an-Nawawi, syeikh
bin Baaz dan syeikh al-Albaani. Lihat: “رياض الصالحين” [No.
139 & 1620] dan “صحيح الترغيب” no.
105).
Kalau dalam hadits disebutkan masalah ilmu, maka
yang dimaksud adalah ilmu syar’i. Itulah maksud dari pujian dan sanjungan
ditujukan pada ilmu syar’i. Sebagaimana pujian ini ditujukan pada ahli ilmu
sebagai pewaris para nabi,
وَإِنَّ
الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ
“Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi.”
(HR. Abu Daud, no. 3641. Syaikh Al-Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Pewaris nabi tentu saja adalah pewaris ilmu diin
atau ilmu agama.
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah berkata,
“Ilmu itu dimaksudkan untuk banyak hal. Namun kalau
menurut ulama Islam, yang dimaksud dengan ilmu adalah ilmu syar’i. Itulah yang
dimaksudkan dalam kitab Allah dan sunnah Rasulullah r.
Ketika disebut ilmu, maka yang dimaksud adalah ilmu syar’i.” (Majmu’ Fatawa
Ibnu Baz, 2: 302)
HADITS
KE 2:
Dan Turmudzy meriwayatkanya dari Ibnu Umar Nabi ﷺ bersabda:
"مَن
تعلَّمَ عِلمًا لغَيرِ اللهِ، أو أرادَ به غَيرَ اللهِ، فلْيَتبوَّأْ مَقعَدَه من
النَّارِ
“ Barang siapa yang menuntut Ilmu karena selain
Allah, maka dia telah menyiapkan tempat duduk untuk dirinya dari api Neraka “.
(HR. At-Tumudzi no. 2655 dan an-Nasaa’i dlm “السنن الكبرى” no.
5910 dalam hadits yang panjang. Al-Mizzy berkata dlam kitabnya “تهذيب الكمال”: “ Di
dalam sanadnya terdapat Muhammad din ‘Abbaad al-Hannaa’i, telah berkata Abu
Hatim: dia itu shoduuq “. Al-Mubaarokfuuri dlam kitabnya “تحفة الأحوذي” 7/68:
Sanadnya terputus “. Hadits ini di dhoifkan oleh Syeikh al-Albaani dlm “ضعيف الترمذي” no.
2655, “السلسلة
الضعيفة” no. 5017, “ضعيف الترغيب” no. 85
dan “ضعيف
الجامع” no. 1768 dan 5530.
===***===
HADITS LARANGAN ILMU AGAMA DI JADIKAN ALAT UNTUK MENDAPATKAN HARTA PENGUASA.
HADITS
KE 1:
Dari Ibnu Abbaas radhiyallahu ‘anhudari Nabi ﷺ bersabda:
«إِنَّ
أُنَاسًا مِنْ أُمَّتِي سَيَتَفَقَّهُونَ فِي الدِّينِ وَيَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ
وَيَقُولُونَ: نَأْتِي الْأُمَرَاءَ فَنُصِيبُ مِنْ دُنْيَاهُمْ وَنَعْتَزِلُهُمْ
بِدِينِنَا وَلَا يَكُونُ ذَلِكَ كَمَا لَا يُجْتَنَى مِنْ الْقَتَادِ إِلَّا
الشَّوْكُ كَذَلِكَ لَا يُجْتَنَى مِنْ قُرْبِهِمْ إِلَّا قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ
الصَّبَّاحِ كَأَنَّهُ يَعْنِي الْخَطَايَا».
“Sesungguhnya ada manusia-manusia dari kalangan
umatku yang mereka mendalami ilmu agama dan membaca al-Quran, dan mereka
berkata, “Kami akan mendatangi para pemimpin dari pemerintah, hingga kami
mendapatkan sebagian dunia mereka, tapi kami membatasi diri kami dari mereka
dengan agama kami (yakni: tidak ikut-ikutan melakukan dosa-dosa kedzaliman).
Yang demikian itu tidak mungkin terjadi (yakni: dapat uangnya penguasa
sekaligus agamanya terselamatkan). Sebagaimana tidak ada orang yang memetik
dari pohon al-Qataad (pohon yang hanya dipenuhi duri), kecuali hanya
mendapatkan duri. Demikian pula, tidak ada seseorang yang memetik dari
kedekatan dengan penguasa, kecuali dosa-dosa”. [HR. Imam Ibnu Majah No. 255]
Hadits ini di dhoifkan oleh syeikh al-Albaani dlm “تخريج مشكاة المصابيح” No. 253
& 262, “صحيح وضعيف سنن ابن ماجة” (1/327),
“الضعيفة” (no.
1250) dan “التعليق الرغيب” (1/69).
Lihat “الدرر
السنية” hadits No. 103321.
HADITS
KE 2:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya
Nabi ﷺ
bersabda:
"
تعوَّذوا باللهِ من جُبِّ الحَزَنِ. قالوا: يا رسولَ اللهِ وما جُبُّ الحزَنِ ؟
قال: وادٍ في جهنَّمَ تتعوَّذُ منه جهنَّمُ كلَّ يومٍ أربعَمائةِ مرَّةٍ. قيل: يا
رسولَ اللهِ من يدخلُه ؟ قال: أُعِدَّ للقُرَّاءِ المُرائين بأعمالِهم ، وإنَّ من
أبغضِ القُرَّاءِ إلى اللهِ الَّذين يُزورُون الأمراءَ الجَوَرةَ "
“Berlindunglah kalian kepada Allah swt dari jubb
al-hazan. Para shahabat bertanya, “Ya Rasulallah, apa jubb al-hazan? Nabi ﷺ
menjawab, “Sebuah lembah di Jahannam, yang mana Jahannam berlindung dari jubb
al-hazan, 400 kali setiap hari”. Para shahabat bertanya, “Siapa yang
memasukinya? Nabi ﷺ menjawab: “ [Jub al-hazan] Disediakan bagi
para pembaca al-Quran yang riya`(ingin dipuji manusia) sesuai dengan amal
perbuatan mereka. Sesungguhnya, para pembaca al-Quran yang paling dibenci Allah
adalah mereka yang mengunjungi para penguasa yang lalim tidak adil”.
[HR. Al-Mundziri dlm “الترغيب والترهيب” 4/341,
at-Turmudzy No. 2383 dan Ibnu Majah No. 256. Di dhoifkan oleh Syeikh al-Albaani
dlm “ضعيف ابن
ماجه” no. 50. Dan al-Mundziri dalam “الترغيب والترهيب” 1/51berkata:
“لا يتطرق
إليه احتمال التحسين”].
HADITS
KE 3 :
Dari Ali bin Abi Tholib, bahwa Nabi ﷺ bersabda:
"
تعوَّذوا باللهِ من جُبِّ الحزَنِ أو وادي الحزَنِ ، قيل: يا رسولَ اللهِ وما
جُبُّ الحزَنِ أو وادي الحزَنِ ؟ قال: وادٍ في جهنَّمَ تتعوَّذُ منه جهنَّمُ كلَّ
يومٍ سبعين مرَّةً أعدَّه اللهُ للقُرَّاءِ المُرائين ".
“Berlindunglah kalian kepada Allah swt dari jubb
al-hazan. Para shahabat bertanya, “Ya Rasulallah, apa jubb al-hazan? Nabi ﷺ menjawab,
“Sebuah lembah di Jahannam, yang mana Jahannam berlindung dari jubb al-hazan,
70 kali setiap hari”. Allah swt telah menyiapkannya untuk para qori al-Qura’an
yang riya (ingin dipuji manusia) “.
(Lihat: “الترغيب والترهيب للمنذري” karya
al-Mundziri 4/341. Sanad nya Hasan. Lihat “الدرر السنية” hadits
no. 112)
===****===
AYAT-AYAT
AL-QUR’AN
TENTANG DA’WAH PARA NABI DAN ROSUL DAN LARANGAN JUAL BELI AYAT-AYAT
ALLAH SWT:
AYAT KE 1:
Firman Allah Ta’aalaa dalam surat Huud: 29:
وَيَا
قَوْمِ لا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مَالاً إِنْ أَجْرِيَ إِلاَّ عَلَى اللّهِ
“Hai kaumku, aku tiada meminta harta benda kepada
kamu (sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah. (QS. Huud: 29).
AYAT KE 2 :
Dan Allah firmankan dalam Surat Saba tentang Nabi
kita, ﷺ :
{قُلْ مَا
سَأَلْتُكُم مِّنْ أَجْرٍ فَهُوَ لَكُمْ إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَى اللَّهِ}
Katakanlah: "Upah apapun yang aku minta kepada
kalian, maka itu untuk kalian. Upahku hanyalah dari Allah” (QS. Saba: 47).
TAFSIR AL-MUYASSAR:
Yang dimaksud dengan perkataan ini ialah bahwa
Rasulullah r sekali-kali tidak meminta upah kepada mereka.
Tetapi yang diminta Rasulullah r sebagai upah ialah agar mereka beriman kepada
Allah. Dan iman itu adalah buat kebaikan mereka sendiri.
TAFSIRNYA: Katakanlah (wahai Rasul) kepada
orang-orang kafir: Aku tidak meminta atas kebaikan yang aku bawa kepada kalian
sebuah upah, sebaliknya ia untuk kalian saja. Upahku yang aku nanti-nantikan
telah ditanggung oleh Allah Yang Maha Mengetahui amalku dan amal kalian, tiada
sesuatu pun yang samar bagi-Nya. Dia membalas semua orang sesuai dengan apa
yang menjadi haqnya.
AYAT KE 3:
Dan Allah swt juga berfirman di akhir Surah Shaad.
قُلْ مَا
أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُتَكَلِّفِينَ (86) إِنْ
هُوَ إِلا ذِكْرٌ لِلْعَالَمِينَ (87) وَلَتَعْلَمُنَّ نَبَأَهُ بَعْدَ حِينٍ (88)
“Katakanlah (hai Muhammad), "Aku tidak meminta
upah kepadamu atas dakwahku; dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang
mengada-adakan. Al-Qur’an ini tidak lain hanyalah peringatan bagi semesta alam.
Dan sesungguhnya kamu akan mengetahui (kebenaran) berita Al-Qur’an setelah
beberapa waktu lagi.” [QS. Shaad : 86-88]
Ibnu Katsir dalam Tafsirnya berkata:
Allah Swt. berfirman, "Katakanlah, hai
Muhammad, kepada orang-orang musyrik itu, bahwa tidaklah kamu meminta imbalan
kepada mereka atas risalah yang kami sampaikan kepada mereka dan nasihat yang
kamu berikan kepada mereka suatu upah pun dari harta duniawi ini."
وَمَا
أَنَا مِنَ الْمُتَكَلِّفِينَ
“.... dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang
mengada-adakan”. (Shad:86)
Aku tidak mempunyai kehendak sedikit pun, tidak
pula kemauan untuk menambah-nambahi apa yang diamanatkan oleh Allah Swt.
kepadaku untuk manyampaikannya. Tetapi apa yang aku diperintahkan untuk
menyampai¬kannya, maka hal itu kusampaikan dengan utuh tanpa ada penambahan
atau pengurangan. Dan sesungguhnya kutunaikan tugasku ini hanyalah semata-mata
menginginkan rida Allah dan kebahagiaan di hari kemudian.
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Al-A'masy
dan Mansur, dari Abud Duha, dari Masruq yang mengatakan bahwa kami mendatangi
Abdullah ibnu Mas'ud r.a. Maka ia berkata,
"Hai manusia, barang siapa yang mengetahui
sesuatu, hendaklah ia mengutarakannya; dan barang siapa yang tidak mengetahui,
hendaklah ia mengatakan, 'Allah lebih mengetahui.' Karena sesungguhnya termasuk
ilmu bila seseorang tidak mengetahui sesuatu mengatakan, 'Allah lebih
Mengetahui." Sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman kepada nabi kalian:
قُلْ مَا
أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُتَكَلِّفِينَ
Katakanlah, "Aku tidak meminta upah kepadamu
atas dakwahku; dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan.” (QS.
Shad: 86)
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan asar
ini melalui Al-A'masy dengan sanad yang sama.
AYAT
KE 4:
Firman Allah dalam surat ath-Thuur dan al-Qalam:
{أَمْ
تَسْأَلُهُمْ أَجْرًا فَهُم مِّن مَّغْرَمٍ مُّثْقَلُونَ}
Ataukah kamu meminta upah kepada mereka sehingga
mereka dibebani dengan hutang? (QS. Ath-Thuur: 40 dan Surat al-Qalam: 46)
TAFSIR AL-MUYASSAR: Bahkan
apakah kamu, wahai Rasul, meminta kepada orang-orang musyrik upah atas
penyampaian risalah, sehingga mereka berada dalam kesulitan akibat terbebani
hutang yang kamu minta dari mereka?
AYAT KE 5:
Allah berfirman dalam Surat Al-An'am:
{قُل لاَّ
أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِنْ هُوَ إِلاَّ ذِكْرَى لِلْعَالَمِينَ}
{ Katakanlah: Aku tidak meminta upah kepadamu dalam
menyampaikan (Al-Quraan). Al-Quraan itu tidak lain hanyalah peringatan untuk
seluruh ummat. } (QS. Al-Ana’aam: 90).
TAFSIR AL-MUYASSAR: Katakan
kepada orang-orang musyrikin: Aku tidak mencari ganjaran dunia dari kalian
sebagai imbalan penyampaian Islam kepada kalian, karena ganjaranku di tanggung
oleh Allah. Islam hanyalah mengajak manusia ke jalan yang lurus dan peringatan
bagi kalian dan orang-orang yang semisal dengan kalian dari orang-orang yang
tetap memegang kebatilan, agar kalian mengingat apa yang bermanfaat bagi kalian
dengannya.
AYAT KE 6:
Dan Allah berfirman tentang Nabi Hud dalam Surat
Hud:
يَا
قَوْمِ لاَ أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِنْ أَجْرِيَ إِلاَّ عَلَى الَّذِي
فَطَرَنِي أَفَلاَ تَعْقِلُونَ
“Hai Kaumku, aku tidak meminta upah kepada kalian
bagi seruanku ini. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku,
maka tidak kah kamu memikirkannya ?” (QS 11:51).
Tafsir Ibnu Katsir:
Nuh As juga Memberitahukan kepada mereka bahwa dia (Huud as) tidak meminta dari
mereka upah atas nasihat dan penyampaian dari Allah ini, akan tetapi dia hanya
mengharapkan pahala dari Allah Ta’ala yang telah menciptakannya. Apakah kamu
tidak berfikir; orang yang mengajakmu kepada perbaikan dunia dan akhirat tanpa
mengharapkan upah,
AYAT KE 7:
Dan Allah berfirman dalam Surat Asy-Su’aroo tentang
Nabi Nuh, Hud, Saleh, Luth, dan Syu’aib عليهم السلام:
وَمَا
أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ ۖ إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَىٰ رَبِّ
الْعَالَمِينَ
Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepada kalian
atas ajakan-ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam.
(QS. Asy-Syu’aroo: 109, 127, 145, 164 dan 180).
Tafsir Jalalain:
(Dan aku sekali-kali tidak meminta kepada kalian
atas ajakan-ajakan itu) imbalan dari menyampaikannya (suatu upah pun, tidak
lain) (upahku) pahalaku (hanyalah dari Rabb semesta alam).
Dan Yang Mahakuasa berkata dalam utusan desa yang
disebutkan di Yassin: {Wahai manusia, ikuti para utusan * Ikuti mereka yang
tidak meminta hadiah kepadamu...},
AYAT KE 8:
Dan dalam Surat Yasin Allah swt berfirman:
وَجَاء
مِنْ أَقْصَى الْمَدِينَةِ رَجُلٌ يَسْعَى قَالَ يَا قَوْمِ اتَّبِعُوا
الْمُرْسَلِينَ اتَّبِعُوا مَن لاَّ يَسْأَلُكُمْ أَجْرًا وَهُم مُّهْتَدُونَ
Artinya, Dan datanglah dari ujung kota, seorang
laki-laki dengan bergegasgegas ia berkata,“Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan
itu. Ikutilah orang yang tiada minta upah/balasan kepad kalian ; dan mereka
adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Yasin, 20-21
Asy-Syeikh Muhammad al-Amiin Asy-Syinqithi dalam
kitabnya “ أضواء البيان “ ketika
menafsiri surat Hud: 29, berkata:
"قَوْلُهُ
تَعَالَى: {وَيَا قَوْمِ لا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مَالاً إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَى
اللَّهِ} ذَكَرَ تَعَالَى فِي هَذِهِ الْآيَةِ الْكَرِيمَةِ عَنْ نَبِيِّهِ نُوحٍ عَلَيْهِ
وَعَلَى نَبِيِّنَا الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ أَنَّهُ أَخْبَرَ قَوْمَهُ أَنَّهُ لَا
يَسْأَلُهُمْ مَالًا فِي مُقَابِلَةِ مَا جَاءَهُمْ بِهِ مِنَ الْوَحْيِ وَالْهُدَى،
بَلْ يُبْذِلُ لَهُمْ ذَلِكَ الْخَيْرَ الْعَظِيمَ مَجَّانًا مِنْ غَيْرِ أَخْذِ أُجْرَةٍ
فِي مُقَابِلِهِ، وَبَيَّنَ فِي آيَاتٍ كَثِيرَةٍ أَنَّ ذَلِكَ هُوَ شَأْنُ الرُّسُلِ
عَلَيْهِمْ صَلَوَاتُ اللَّهِ وَسَلَامُهُ".
Firman Allah Ta’aalaa: Dan (dia berkata): “Hai
kaumku, aku tiada meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah) bagi seruanku.
Upahku hanyalah dari Allah “.
Allah Yang Maha Kuasa menyebutkan dalam ayat mulia
ini tentang Nabinya Nuh u, bahwa dia memberi tahu kaumnya bahwa dia tidak
meminta harta kepada mereka sebagai imbalan atas apa yang telah dia sampaikan
kepada mereka dari wahyu dan hidayah. Sebaliknya, kebaikan yang agung itu
disampaikan kepada mereka secara cuma-cuma tanpa memungut bayaran sebagai
imbalannya. Dan Allah menjelaskan dalam banyak ayat: bahwa Itu adalah berlaku
pada semua dakwah para Rasul, عليهم السلام.
Seperti yang Allah firmankan dalam Surat Saba
tentang Nabi kita, ﷺ :
{قُلْ مَا
سَأَلْتُكُم مِّنْ أَجْرٍ فَهُوَ لَكُمْ إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَى اللَّهِ}
Katakanlah: "Upah apapun yang aku minta kepada
kalian, maka itu untuk kalian. Upahku hanyalah dari Allah” (QS. Saba: 47).
Kemudian Asy-Syeikh Muhammad al-Amiin Asy-Sying
qithi menyebutkan ayat-ayat seperti yang di atas, lalu berkata:
وَيُؤْخَذُ
مِنْ هَذِهِ الآيَاتِ الْكَرِيمَةِ: أَنَّ الْوَاجِبَ عَلَى أَتْبَاعِ الرُّسُلِ مِنَ
الْعُلَمَاءِ وَغَيْرِهِمْ أَنْ يُبْذِلُوا مَا عِنْدَهُمْ مِنَ الْعِلْمِ مَجَّانًا
مِنْ غَيْرِ أَخْذِ عِوَضٍ عَلَى ذَلِكَ، وَأَنَّهُ لَا يَنْبَغِي أَخْذُ الْأُجْرَةِ
عَلَى تَعْلِيمِ كِتَابِ اللهِ تَعَالَى وَلَا عَلَى تَعْلِيمِ الْعَقَائِدِ وَالْحَلَالِ
وَالْحَرَامِ". انتهى
Diambil dari ayat-ayat luhur ini:
Tugas para pengikut Rasul dari kalangan ulama dan
lain-lain adalah memberikan ilmunya secara cuma-cuma tanpa memungut bayaran
untuk itu, dan tidak lah layak mengambil upah atas pengajaran Kitab Allah سبحانه وتعالى, begitu
juga atas mengajar ilmu tentang aqidah dan hukum tentang halal dan haram “.
(Selesai perkataan Asy-Syinqiti).
AYAT KE 9:
Terdapat banyak dalil yang melarang menjual
ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Diantaranya, firman Allah,
وَلَا
تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ
Janganlah kalian menjual ayat-ayat-Ku dengan harga
yang sedikit, dan bertaqwalah hanya kepada-Ku. (QS. al-Baqarah: 41)
AYAT KE 10:
Allah juga berfirman, menceritakan karakter orang
yang baik,
لَا
يَشْتَرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ ثَمَنًا قَلِيلًا
Mereka tidak menjual ayat-ayat Allah dengan harga
yang sedikit. (QS. Ali Imran: 199)
AYAT KE 11:
Allah juga berfirman di ayat lain,
وَلَا
تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا
“Janganlah kalian menjual ayat-ayat-Ku dengan harga
yang sdikit”. (QS. al-Maidah: 44)
Dan ayat yang semakna dengan ini ada banyak dalam
al-Quran.
Yang dimaksud dengan “tsamanan qalilaa…” (harga
yang sedikit) atau harga yang murah adalah dunia seisinya.
Abdullah bin Mubarak mengatakan,
Dari Harun bin Yazid, bahwa Hasan al-Bashri pernah
ditanya tentang makna firman Allah, “tsamanan qalilaa…” (harga yang sedikit).
Lalu beliau mengatakan,
الثَّمَنُ
الْقَلِيلُ الدُّنْيَا بِحَذَافِيرِهَا
“At-Tsaman al-Qalil (harga murah) adalah dunia
berikut semua isinya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/243).
Sementara makna, ‘Jangan kalian menjual’ adalah
jangan menukar (I’tiyadh). Sehingga makna ayat, janganlah kalian menukar ayat
Allah untuk mendapatkan bagian dari kehidupan dunia.
Para ahli tafsir mengatakan, ayat ini berbicara
tentang pelanggaran yang dilakukan orang yahudi. Mereka menyembunyikan
kebenaran yang mereka ketahui agar pengikutnya tetap loyal dan tidak diasingkan
dari masyarakat mereka. Mereka mengetahui bahwa Muhammad ﷺ adalah
nabi terakhir, tapi mereka tidak mau menyampaikan ini agar tetap bisa
ditokohkan di tengah Yahudi. Dengan ini, mereka bisa mendapatkan penghasilan.
(Tafsir Ibnu Katsir, 1/244).
AYAT KE12:
Tentang kewajiban menyampaikan ilmu agama dan
keharaman menyembunyikannya.
Allah ta’ala berfirman:
إِنَّ
الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِنْ بَعْدِ
مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ
وَيَلْعَنُهُمُ اللاعِنُونَ * إِلا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَبَيَّنُوا
فَأُولَئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَأَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“Sesungguhnya orang-orang yang
menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang
jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab,
mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat
melaknati, kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan
menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itu Aku menerima taubatnya dan
Akulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” [QS. Al-Baqarah: 159-160].
Al-Qurthubiy rahimahullah berkata:
أَخْبَرَ
اللَّهُ تَعَالَى أَنَّ الَّذِي يَكْتُمُ مَا أَنْزَلَ مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى
مَلْعُونٌ. وَاخْتَلَفُوا مَنِ الْمُرَادِ بِذَلِكَ، فَقِيلَ: أَحْبَارُ الْيَهُودِ
وَرُهْبَانُ النَّصَارَى الَّذِينَ كَتَمُوا أَمْرَ مُحَمَّدٍ ﷺ، وَقَدْ كَتَمَ الْيَهُودُ
أَمْرَ الرَّجْمِ. وَقِيلَ: الْمُرَادُ كُلُّ مَنْ كَتَمَ الْحَقَّ، فَهِيَ عَامَّةٌ
فِي كُلِّ مَنْ كَتَمَ عِلْمًا مِنْ دِينِ اللَّهِ يَحْتَاجُ إِلَى بَثِّهِ .....
“Allah ta’ala telah mengkhabarkan orang yang
menyembunyikan keterangan-keterangan yang jelas dan petunjuk yang diturunkan
Allah termasuk orang yang terlaknat. Para ulama berselisih pendapat maksud
orang yang terlaknat tersebut.
Dikatakan: Mereka adalah para rahib Yahudi dan pendeta
Nashara yang menyembunyikan perkara Muhammad ﷺ.
Orang-orang Yahudi juga telah menyembunyikan ayat rajam.
Dikatakan juga bahwa yang dimaksud orang yang
terlaknat tersebut adalah orang yang menyembunyikan kebenaran. Dan hal itu
berlaku umum bagi setiap orang yang menyembunyikan ilmu agama Allah yang
seharusnya disebarluaskan…..
[Al-Jaami’ li-Ahkaamil-Qur’aan, 2/479-483 tahqiq:
Dr. ‘Abdullah bin ‘Abdil-Muhsin At-Turkiy; Muassasah Ar-Risalah, Cet. 1/1427 –
dengan peringkasan].
Asy-Syaikh Ahmad Syaakir rahimahullah berkata:
هَذَا وَعِيدٌ
شَدِيدٌ لِمَنْ كَتَمَ مَا جَاءَتْ بِهِ الرُّسُلُ مِنَ الدَّلَائِلِ الْبَيِّنَاتِ
عَلَى الْمَقَاصِدِ الصَّحِيحَةِ وَالْهُدَى النَّافِعِ لِلْقُلُوبِ، مِنْ بَعْدِ مَا
بَيَّنَهُ اللَّهُ تَعَالَى لِعِبَادِهِ فِي كُتُبِهِ التِّي أَنْزَلَهَا عَلَى رُسُلِهِ.
“Ini merupakan peringatan yang keras bagi orang
yang menyembunyikan apa saja yang diturunkan dengannya para Rasul, berupa
ajaran dan petunjuk yang bermanfaat bagi hati, setelah Allah ta’ala terangkan
kepada hamba-hamba-Nya sebagaimana tercantum dalam kitab-kitab yang diturunkan
kepada para rasul-Nya. [‘Umdatut-Tafsiir, 1/279-280].
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuberkata:
إِنَّ النَّاسَ
يَقُولُونَ أَكْثَرَ أَبُو هُرَيْرَةَ، وَلَوْلَا آيَتَانِ فِي كِتَابِ اللَّهِ مَا
حَدَّثَتْ حَدِيثًا، ثُمَّ يَتْلُو: {إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا
مِنَ الْبَيِّنَاتِ - إِلَى قَوْلِهِ - الرَّحِيمِ} .....
“Orang-orang berkata: ‘Abu Hurairah terlalu banyak
meriwayatkan hadits’. Jika saja bukan karena dua ayat dalam Kitabullah, niscaya
aku tidak akan meriwayatkan hadits”.
Kemudian ia (Abu Hurairah) membaca firman Allah:
‘Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa
yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan
petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu
dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati,
kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan
(kebenaran), maka terhadap mereka itu Aku menerima tobatnya dan Akulah Yang
Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang’ (QS. Al-Baqarah: 159-160)…..”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 118].
Al-Haafidh Ibnu Hajar rahimahullah saat
mengomentari hadits di atas berkata:
وَمَعْنَاهُ:
لَوْلَا أَنَّ اللَّهَ ذَمَّ الْكَاتِمِينَ لِلْعِلْمِ مَا حَدَثَ أَصْلًا، لَكِنَّ
لَمَّا كَانَ الْكَتْمَانَ حَرَامًا وَجَبَ الْإِظْهَارُ، فَلِهَذَا حَصَلَتِ الْكَثْرَةُ
لِكَثْرَةِ مَا عِنْدَهُ.
“Dan makna dari perkataan ‘jika saja bukan karena
dua ayat’ adalah: Jikalau bukan karena Allah mencela orang-orang yang
menyembunyikan ilmu, aku tidak akan meriwayatkan hadits sama sekali. Namun
karena menyembunyikan ilmu itu adalah diharamkan dan harus disampaikan, maka ia
pun banyak meriwayatkan karena banyak hadits yang ia miliki” [Fathul-Baariy,
1/214].
===***===
SARAN DAN PERTIMBANGAN !
Sebelum memutuskan suatu hukum
sebaiknya perhatikan sabda-sabda Nabi ﷺ
berikut ini :
*Pertama :* Rasulullah ﷺ
bersabda :
دَعْ
مَا يَرِيْبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيْبُكَ
”Tinggalkanlah sesuatu yang membuatmu ragu, dan kerjakanlah sesuatu yang
tidak membuatmu ragu.”
(HR. At Tirmidzi no. 2518, an-Nasa’i
no. 5711 dan Ahmad no. 1723. At Tirmidzi berkata: Bahwa hadits ini derajatnya
hasan shahih)
Dishahihkan sanadnya oleh al-Albaani
dalam al-Irwaa 1/44.
*Kedua* : Rasulullah ﷺ
bersabda:
(إِنَّ
الحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ
لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاس، فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدِ اسْتَبْرأَ
لِدِيْنِهِ وعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِيْ الحَرَامِ كَالرَّاعِي
يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَقَعَ فِيْهِ. أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ
حِمَىً. أَلا وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ، أَلاَ وإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً
إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ وإذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ
وَهيَ اْلقَلْبُ)
”Sesungguhnya perkara yang halal itu telah jelas dan perkara yang haram
itu telah jelas. Dan di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang (samar),
tidak diketahui oleh mayoritas manusia.
Barang siapa yang menjaga diri dari
perkara-perkara samar tersebut, maka dia telah menjaga kesucian agama dan
kehormatannya.
Barang siapa terjatuh ke dalam
perkara syubhat, maka dia telah terjatuh kepada perkara haram, seperti seorang penggembala yang menggembalakan
ternaknya di sekitar daerah larangan (hima), dikhawatirkan dia akan masuk ke
dalamnya.
Ketahuilah, bahwa setiap raja itu
mempunyai hima (tanah larangan), ketahuilah bahwa hima Allah subhanahu wa
ta’ala adalah segala yang Allah subhanahu wa ta’ala haramkan.
Ketahuilah bahwa dalam tubuh manusia
terdapat sepotong daging. Apabila daging tersebut baik maka baik pula seluruh
tubuhnya dan apabila daging tersebut rusak maka rusak pula seluruh tubuhnya.
Ketahuilah segumpal daging tersebut adalah kalbu (hati). [HR. Imam al Bukhari
no. 52, 2051 dan Muslim no. 1599]
*Ketiga* : Dalam sebuah
riwayat disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ
bersabda :
» لَا يدْخُلُ الْجنَّة لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ
سُحْتٍ وكلُّ لحَمْ نبَتَ مِنْ سُحْتٍ فالنَّارُ أوْلى بِه«.
Artinya : " Tidak akan masuk
surga daging yang tumbuh dari yang haram . Dan setiap daging yang tumbuh dari
yang haram , maka api neraka lebih berhak dengannya ".
(HR. Tabrany 19/135 , Darimi 2/318 ,
Ibnu Hibban ( no. 1569 dan 1570 ) , Hakim 4/127, Baihaqi di Sya'bul Iman
2/172/2 dan Imam Ahmad 3/321 dan 399 ) .
Di Shahihkan Al-Albaany dlm Shahih
Tirmidzi no. 614 . Dan beliau mengatakan di Silsilah Shahihah 6/108 : Sanadnya
Jayyid / bagus sesuai syarat Muslim .
Keempat : Dalam hadits Abu Hurairah
(radhiyallaahu ‘anhu) , Rosulullah ﷺ bersabda :
«يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ مَا
يُبَالِي الرَّجُلُ مِنْ أَيْنَ أَصَابَ الْمَالَ مِنْ حَلَالٍ أَوْ حَرَامٍ».
Artinya
: " Akan datang kepada manusia suatu zaman dimana seseorang sudah tidak
memperdulikan lagi dari mana dia mendapatkan harta , dari yang halal atau dari
yang haram". ( HR. Bukhori no. 2059 , 2083 dan Nasaai 7/234 ).
===***====
BETAPA PENTING-NYA MEMBANGUN KEMANDIRIAN EKONOMI DALAM ISLAM:
Kekuatan ekonomi umat Islam adalah
suatu hal yang harus dipersiapakan, baik oleh individu Muslim maupun umat Islam
secara keseluruhan. Karena ini adalah salah satu sarana dan sebab untuk
membangun kekuatan dan wibawa umat Islam dalam mnengakkan kalimat Allah:
وَجَعَلَ كَلِمَةَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ ٱلسُّفْلَىٰ ۗ وَكَلِمَةُ ٱللَّهِ
هِىَ ٱلْعُلْيَا ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Al-Quran menjadikan orang-orang kafir
itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana. (QS. Attaubah: 40).
Qoidah Fiqhiyyah mengatakan:
مَا لاَ يَتِمُّ الْوَاجِبُ إلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
“ Apa saja yang kewajiban itu tidak
bisa sempurna kecuali dengannya, maka ia menjadi wajib pula hukumnya “.
Sebagaimana kata Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah:
تَرْكُ الأَسْبَابِ قَدَحٌ فِي الشَّرِيعَةِ، وَالِاعْتِمَادُ عَلَى الأَسْبَابِ
شِرْكٌ
“Meninggalkan sebab-sebab adalah celaan
terhadap syari'at (sebab mencela hikmah Allah dlm menetapkan segala sesuatu),
dan bersandar kepada sebab adalah kesyirikan”.
(Baca “شرح باب توحيد الألوهية من فتاوى ابن تيمية”
no. 15 oleh Syeikh Naashir bin Abdul Karim al-‘Aql).
Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah rahimahullah
berkata:
مِنْ أَعْظَمِ الجِنَايَاتِ عَلَى الشَّرْعِ تَرْكُ الأَسْبَابِ بِزَعْمِ أَنَّ
ذَلِكَ يُنَافِي التَّوَكُّلَ (شِفَاءُ العَلِيلِ)
Termasuk pelanggaran syari'at yang
paling besar adalah meninggalkan sebab dengan sangkaan bahwa hal itu menafikkan
tawakkal.
(Di kutip dari Tuhfatul Murid Syarah
Qoulul Mufid oleh Syaikh Nu'man bin Abdul Karim Al-Watr hal 123-127)
Ulama
terkemuka Sayyid Abul-Hasan Ali Al-Nadawi, rahimahullah, mengatakan :
«النَّاحِيَةُ الْعِلْمِيَّةُ وَالصِّنَاعِيَّةُ
الَّتِي أَخَلَّ بِهَا الْعَالَمُ الْإِسْلَامِيُّ فِي الْمَاضِي، فَعُوقِبَ بِالْعُبُودِيَّةِ
الطَّوِيلَةِ وَالْحَيَاةِ الذَّلِيلَةِ، وَابْتُلِيَ الْعَالَمُ الْإِسْلَامِيُّ بِالسِّيَادَةِ
الْأُورُوبِيَّةِ الْجَائِرَةِ الَّتِي سَاقَتِ الْعَالَمَ إِلَى النَّارِ وَالدَّمَارِ
وَالتَّنَاحُرِ وَالِانْتِحَارِ؛ فَإِنْ فَرَّطَ الْعَالَمُ الْإِسْلَامِيُّ مَرَّةً
ثَانِيَةً فِي الِاسْتِعْدَادِ الْعِلْمِيِّ وَالصِّنَاعِيِّ وَالِاسْتِقْلَالِ فِي
شُؤُونِ حَيَاتِهِ كُتِبَ الشَّقَاءُ لِلْعَالَمِ وَطَالَتْ مِحْنَةُ الْإِنْسَانِيَّةِ».
“Aspek
ilmiah dan industri yang ditinggalkan oleh dunia Islam di masa lalu, telah
menyebabkan dunia Islam dihukum dengan perbudakan yang panjang dan kehidupan
yang hina .
Dunia
Islam dirundung oleh kedaulatan Eropa yang tidak adil yang mendorong dunia ke dalam
bara api, kehancuran, perselisihan dan tindakan bunuh diri .
Jika
dunia Islam untuk kedua kalinya tetap mengabaikan persiapan ilmiah dan industri
dan kemandirian dalam urusan hidupnya, maka kesengsaraan akan terus melanda
pada dunia dan penderitaan umat manusia akan semakin panjang “.
( Baca : “مَاذَا خَسِرَ الْعَالَمُ بِانْحِطَاطِ الْمُسْلِمِينَ” hal. 368 . cet. Dar Ibnu Katsir ) .
===***===
PARA SAHABAT MANDIRI DALAM BEREKONOMI DAN BENCI PENGANGGURAN.
Para sahabat Nabi ﷺ betul-betul mendiri dalam berekonomi
dan sangat menjunjung tinggi kehormatan dan harga diri . Mereka tidak mengemis
dan tidak jualan agama .
Dalam
hadits Abu Hurairah di sebutkan bahwa Rosulullah ﷺ bersabda :
لأَنْ يَحْتَطِبَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ
خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًا ، فَيُعْطِيَهُ أَوْ يَمْنَعَهُ
Lebih
baik seseorang bekerja dengan mengumpulkan seikat kayu bakar di punggungnya
daripada dia meminta-minta (mengemis) kepada orang lain, lalu orang itu
memberinya atau dia menolak untuk memberinya (HR al-Bukhari no. 2374 dan Muslim
no. 1042 ).
Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:
" كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عُمَّالَ أَنْفُسِهِمْ…
".
Para Sahabat Rasulullah ﷺ adalah para pekerja untuk
diri mereka sendiri…. (HR . Imam al-Bukhari No. 2071 ).
Para sahabat tidak menyukai dan membenci para pengangguran yang
hidupnya banyak dihabiskan untuk duduk-duduk di rumah , menjadi beban orang
lain.
Sebagaimana yang dikatakan seorang sahabat Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu
‘anhu berkata :
إِنَّ أَقَلَّ الْعَيْبِ عَلَى
الْمَرْءِ أَنْ يَجْلِسَ فِي دَارِهِ.
Aib [ perbuatan tercela ] yang paling terendah bagi seseorang adalah
dia hanya duduk-duduk di rumahnya .
[ Di riwayatkan oleh Muhammad bin Sa'ad dalam Thabaqat al-Kubra 3/166
cet. Dar al-Kutub al-Ilmiyyah dengan sanadnya : Telah memberi tahu kami Yazid
bin Harun , dia berkata : Telah memberi tahu kami Ismail dari Qais , dia
berkata ... ]
Diriwayatkan dari Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu bahwa dia
berkata :
" لَا يَقْعُدْ أَحَدُكُمْ عَنْ طَلَبِ
الرِّزْقِ وَيَقُولُ: اللهُمَّ ارْزُقْنِي فَقَدْ عَلِمْتُمْ أَنَّ السَّمَاءَ
لَا تُمْطِرُ ذَهَبًا وَلَا فِضَّةً"
Janganlah seseorang diantara kalian duduk (tidak mau bekerja) mencari
rizki , lalu dia hanya berdoa : “Ya Allah, berilah rizki untukku !".
Sementara kalian sendiri telah mengetahui bahwa langit tidak pernah menurunkan
hujan berupa emas maupun perak”.
[Lihat : Ihya’ Ulumuddin 2/62 , al-Mustathraf hal. 307 dan Tafsir
al-Manar 4/174 ]
Dan Umar radhiyallahu ‘anhu juga berkata :
مَا مِنْ مَوْضِعٍ يَأْتِينِي الْمَوْتُ
فِيهِ أَحَبُّ عَلَيَّ مِنْ مَوْطِنٍ أَتَسَوَّقُ فِيهِ لِأَهْلِي أَبِيعُ وَأَشْتَرِي
"Tidak ada tempat di mana kematian datang kepadaku yang
lebih aku cintai daripada tempat di mana aku berbisnis untuk keluargaku , yaitu
mati dalam keadaan sedang melakukan transaksi jual beli."
[Lihat : Ihya’ Ulumuddin 2/62 , al-Mustathraf hal. 307 dan Tafsir
al-Manar 4/174 ]
****
PERNYATAAN IMAM AHMAD TENTANG PENGANGGURAN :
Abu
Bakar ad-Dainuury al-Qoodhi al-Maaliki (w. 333 H) berkata dalam kitabnya
al-Mujaalasah wa Jawaahir al-Ilmi 3/123 no. 754 :
حَدَّثَنَا أَبُو
الْقَاسِمِ الْحُبُلِيُّ؛ قَالَ: سَأَلْتُ أَحْمَدَ بْنَ حَنْبَلٍ، فَقُلْتُ: مَا تَقُولُ
فِي رَجُلٍ جَلَسَ فِي بَيْتِهِ أَوْ فِي مَسْجِدِهِ وَقَالَ: لَا أَعْمَلُ
شَيْئًا حَتَّى يَأْتِيَنِي رِزْقِي؟ فَقَالَ أَحْمَدُ: هَذَا رَجُلٌ جَهِلَ الْعِلْمَ،
أَمَا سَمِعْتَ قَوْلَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «جَعَلَ اللهُ
رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي» (يَعْنِي: الْغَنَائِمَ) ، وَحَدِيثَهُ الْآخَرَ حِينَ
ذَكَرَ الطَّيْرَ، فَقَالَ: «تَغْدُوا خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا؟» ! فَذَكَرَ أَنَّهَا
تغدو فِي طَلَبِ الرِّزْقِ. وَقَالَ الله تبارك وتعالى: (وَءَاخَرُونَ يَضْرِبُونَ
فِي الأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِن فَضْلِ اللهِ) [المزمل: 20] . وَقَالَ: {لَيْسَ عَلَيْكُمْ
جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلا مِنْ ربكم} [البقرة: 198] . وَكَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ
اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَّجِرُونَ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَيَعْمَلُونَ
فِي نَخِيلِهِمْ، وَالْقُدْوَةُ بِهِمْ
"Diceritakan kepada kami oleh Abu Al-Qasim Al-Hubuliy, dia
berkata: Saya bertanya kepada Ahmad bin Hanbal, lalu saya berkata:
" Apa pendapatmu tentang seseorang yang duduk di rumahnya atau di
masjidnya, lalu dia berkata: Saya tidak akan melakukan apa pun sampai rezeki
saya datang kepada saya?" .
Ahmad bin Hanbal menjawab : " Orang ini tidak memiliki
pengetahuan. Bukankah kamu pernah mendengar perkataan Nabi ﷺ :
" جَعَلَ
اللهُ رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي ".
"Allah telah menjadikan rezeki saya di bawah panjangnya
tombak saya? [yakni Jihad]".
Dan perkataan beliau yang lain ketika dia menyebutkan burung, dia
berkata:
تَغْدُوا
خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا؟
'Ia berangkat di pagi hari dan pulang sore dengan perut
kenyang?'
Maka beliau menyebutkan bahwa burung-burung itu berangkat untuk mencari
rezeki. Dan Allah Ta'ala berfirman:
وَءَاخَرُونَ
يَضْرِبُونَ فِي الأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِن فَضْلِ اللهِ
'Dan dari mereka ada yang mencari sebagian karunia Allah di
bumi'. [QS. Al-Muzammil : 20]
Dan Allah juga berfirman:
لَيْسَ
عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلا مِنْ ربكم
'Tidak ada dosa bagimu jika kamu mencari karunia dari Tuhanmu'.
[QS. Al-Baqarah : 198] .
Dan sahabat-sahabat Rasulullah berdagang di darat dan laut, dan mereka
bekerja di kebun kurma mereka, dan mereka adalah contoh teladan bagi kita semua
". [ Lihat Pula : Talbis Iblis karya Ibnu al-Jauzi hal. 252 ].
===***===
BEKERJA MENCARI NAFKAH HALAL ADALAH BAGIAN DARI JIHAD FI SABILILLAH :
Allah SWT berfirman dalam surat al-Muzammil :
وَآخَرُونَ
يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ ۙ وَآخَرُونَ
يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
Artinya : “ dan ( para sahabat ) yang lain berjalan di bumi mencari
sebagian karunia Allah; dan yang lain berperang di jalan Allah “ [QS.
Al-Muzzammil: 20]
Imam Qurthubi berkata :
سوىَ اللَّهِ تَعَالَى في هَذِهِ الآيَةِ
بَيْنَ دَرَجَةِ المُجَاهِدِينَ وَالمُكْتَسِبِينَ الْمَالَ الْحَلَالَ لِلنَّفَقَةِ
عَلَى نَفْسِهِ وَعِيَالِهِ وَالْإِحْسَانِ وَالْإِفْضَالِ فَكَانَ دَلِيلًا عَلَى
أَنَّ كَسْبَ الْمَالِ بِمَنْزِلَةِ الْجِهَادِ، لِأَنَّهُ جَمَعَهُ مَعَ الْجِهَادِ
فِي سَبِيلِ اللَّهِ.
Allah SWT dalam ayat ini telah mensejajarkan antara derajat mujahidin
dan mereka yang berjuang mencari harta yang halal untuk menafkahi dirinya
sendiri , keluarganya dan untuk beramal kebajikan. Itu menunjukkan bahwa
mencari harta tersebut berkedudukan seperti jihad, karena Allah SWT
menggabungkannya dengan jihad fii Sabiilillah “. ( Baca : “الجامع لأحكام القرآن ” 21/349 . Tahqiq DR.
Abdullah at-Turki ).
Muhmmad bin Hasan asy-Syaibani Wafat tahun 189 H. Beliau adalah sahabat
Abu Hanifah. Beliau menyebutkan dalam "Kitab al-Kasab " hal. 33 :
وَقَدْ كَانَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقْدِمُ دَرَجَةَ الْكَسْبِ عَلَى دَرَجَةِ الْجِهَادِ فَيَقُولُ
لِأَنَّ أَمُوتَ بَيْنَ شُعْبَتَيْ رَحْلِيَّ أَضْرِبُ فِي الْأَرْضِ أَبْتَغِي مِنْ
فَضْلِ اللَّهِ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَقْتُلَ مُجَاهِدًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ
لِأَنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدْمَ الَّذِينَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ
مِنْ فَضْلِهِ عَلَى الْمُجَاهِدِينَ بِقَوْلِهِ تَعَالَى: "وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ
فِي الْأَرْضِ".
Umar bin Al-Khattab radhiyallahu 'anhu, dahulu lebih mendahulukan
derajat kasab (mencari nafkah) di atas derajat jihad, dan beliau berkata :
Sungguh aku mati di antara dua kaki hewan tungganganku saat berjalan di
muka bumi dalam rangka mencari sebagian karunia Allah ( rizki ) ; lebih aku
cintai daripada aku terbunuh sebagai seorang mujahid di jalan Allah ; karena
Allah SWT dalam firmannya lebih mendahulukan orang-orang berjalan di muka bumi
dalam rangka mencari sebagian karunia Allah dari pada para mujaahid ,
berdasarkan firman-Nya :
وَآخَرُونَ
يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ ۙ وَآخَرُونَ
يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
Artinya : “ dan ( para sahabat ) yang lain berjalan di bumi mencari
sebagian rizki / karunia Allah; dan yang lain berperang di jalan Allah “ [Surat
Al-Muzzammil: 20]
Abdullah bin Umar -radhiyallahu ‘anhu- menyebutkan : bahwa Nabi ﷺ bersabda :
طَلَبُ الحَلالِ جِهادٌ
Mencari rizki yang halal itu adalah Jihad .
( HR. Ahmad dan Ibnu ‘Adiy dlm “الكامل
في الضعفاء”
6/263 . Imam Ahmad berkata :
“ Hadits ini Mungkar “. Lihat “: تهذيب
التهذيب”
9/437
Dari Ka’ab bin ‘Ujroh :
مَرَّ رَجُلٌ عَلَى النَّبِيِّ ﷺ، فَرَأَى
أَصْحَابَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ مِنْ جَلْدِهِ وَنَشَاطِهِ مَا رَأَوْا، فَقَالُوا: يَا
رَسُولَ اللَّهِ لَوْ كَانَ هَذَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ:
«إِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى وَلَدِهِ صَغَارًا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَإِنْ
كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى أَبَوَيْنِ شَيْخَيْنِ كَبِيرَيْنِ فَهُوَ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ، وَإِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى نَفْسِهِ يَعُفُّهَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ، وَإِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى رِيَاءً وَمُفَاخَرَةً فَهُوَ فِي سَبِيلِ الشَّيْطَانِ»
Suatu hari ada seorang lelaki lewat di depan rasulullah ﷺ, dan para shahabat radhiyallahu `anhu melihat kondisi lelaki
tersebut dari kulit tubuhnya dan semangatnya (seperti lelaki pekerja yang
tangguh- pen), maka rasulullah ﷺ berkata:
“Jika dia keluar bekerja untuk
anaknya yang masih kecil, maka dia itu DI JALAN ALLAH [ Fii Sabiilillah].
Dan jika dia keluar bekerja untuk kedua orang tuanya, maka dia itu DI
JALAN ALLAH .
Dan jika dia keluar bekerja untuk dirinya sendiri dalam rangka `iffah
(menjaga kehormatan diri untuk tidak minta-minta - pen) maka dia itu DI JALAN
ALLAH .
Dan jika keluar dalam rangka riya` dan berbangga diri maka dia
terhitung di jalan syaithon.”
( HR. Ath-Thabrani (13/491) para perawinya tsiqoot / dipercaya ). Sanad
hadits ini dianggap shahih oleh al-Albani dalam Shahih al-Targhib no. 1959.
Dari Anas -radhiyallahu ‘anhu- bahwa Nabi ﷺ bersabda:
أَمَّا
إِنْ كَانَ يَسْعَى عَلَى وَالِدَيْهِ أَوْ أَحَدَهُمَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ،
وَإِنْ كَانَ يَسْعَى عَلَى نَفْسِهِ فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ.
Adapun jika dia bekerja cari rizki untuk kedua orang tuanya atau salah
satu dari keduanya , maka dia itu DI JALAN ALLAH (Fi Sabilillah) , dan jika dia
bekerja untuk dirinya sendiri maka dia itu DI JALAN ALLAH".
( HR. Baihaqi 7/787 No. 13112 & 15754 ) . Lihat pula : al-Jami'
ash-Shaghiir wal Jaami' al-Kabiir 2/165 No. 4603 .
Dari Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu- : bahwa Rasulullah ﷺ bersabda ( Dalam lafadz lain) :
بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ مَعَ
رَسُولِ اللَّهِ -ﷺ- إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا شَابٌّ مِنَ الثَّنِيَّةِ فَلَمَّا
رَأَيْنَاهُ بِأَبْصَارِنَا قُلْنَا : لَوْ أَنَّ هَذَا الشَّابَ جَعَلَ شَبَابَهُ
وَنَشَاطَهُ وَقُوَّتَهُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ فَسَمِعَ مَقَالَتَنَا رَسُولُ
اللَّهِ -ﷺ- قَالَ :« وَمَا سَبِيلُ اللَّهِ إِلاَّ مَنْ قُتِلَ؟ مَنْ سَعَى عَلَى
وَالِدَيْهِ فَفِى سَبِيلِ اللَّهِ وَمَنْ سَعَى عَلَى عِيَالِهِ فَفِى سَبِيلِ
اللَّهِ وَمَنْ سَعَى عَلَى نَفْسِهِ لِيُعِفَّهَا فَفِى سَبِيلِ اللَّهِ وَمَنْ
سَعَى عَلَى التَّكَاثُرِ فَهُوَ فِى سَبِيلِ الشَّيْطَانِ
Ketika kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah ﷺ, tiba-tiba muncul seorang pemuda dari arah jalan bukit . Ketika
dia nampak di hadapan kami , maka kami berkata: Duhai seandainya pemuda ini
memanfaatkan masa muda, semangat, dan kekuatannya di jalan Allah!
Rasulullah ﷺ mendengar perkataan kami.
Lalu Beliau bersabda:
“ Apakah di jalan Allah itu hanya untuk orang yang terbunuh saja?
Barangsiapa yang berusaha (mencari rizki) untuk kedua orangtuanya, maka
dia di jalan Allah.
Barangsiapa yang berusaha (mencari rizki) untuk keluarganya, maka dia
di jalan Allah.
Barangsiapa yang berusaha (mencari rizki) untuk dirinya ( dalam rangka
menjaga kehormatannya agar tidak meminta-minta. pen), maka dia di jalan Allah.
Barangsiapa yang berusaha ( mencari rizki ) untuk berbanyak-banyakan
harta (semata), mka dia berada di jalan syaithan
Dalam lafadz lain :
وَمَا سَبِيلُ اللَّهِ إِلَّا مَنْ قُتِلَ؟
مَنْ سَعَى عَلَى وَالِدَيْهِ فَفِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَمَنْ سَعَى عَلَى عِيَالِهِ
فَفِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَمَنْ سَعَى مُكَاثِرًا فَفِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ.
“ Apakah di jalan Allah itu hanya untuk yang terbunuh saja?
Siapa yang berusaha mencari nafkah untuk menghidupi orang tuanya maka
dia di jalan Allah, siapa yang berkerja untuk menghidupi keluarganya maka dia
di jalan Allah, tapi siapa yang bekerja untuk berbanyak-banykan harta semata
maka dia di jalan thaghut.”
(H.R al-Baihaqiy dalam as-Sunan al-Kubro, Ath-Thabrani “المعجم الأوسط” 5/119 dan Abu Nu’aim al-Ashfahaani “حلية
الأولياء وطبقات الأصفياء”
hal. 197 ) . Dinyatakan sanadnya jayyid oleh Syaikh al-Albaniy dalam Silsilah
al-Ahaadits as-Shahihah no 2232)
Dari Sa’d bin Abu Waqash bahwasanya dia mengabarkan, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً
تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا أُجِرْتَ عَلَيْهَا حَتَّى مَا تَجْعَلُ
فِي فَمِ امْرَأَتِكَ
" Sesungguhnya, tidaklah kamu menafkahkan suatu nafkah yang
dimaksudkan mengharap wajah Allah kecuali kamu akan diberi pahala termasuk
sesuatu yang kamu suapkan ke mulut istrimu". [HR. Bukhori no. 56].
Dan Dari 'Aisyah -radhiyallahu ‘anhu- bahwa Nabi ﷺ bersabda :
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ
وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى
الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
” Tidaklah sesuatu menimpa kepada seorang muslim dari kesusahan,
rasa sakit, rasa gelisah, rasa sedih, sesuatu yang menyakitkan, dan rasa
gundah, hingga duri yang mengenai dirinya kecuali Allah menjadikannya sebagai
penghapus atas kesalahan-kesalahannya”(HR . Bukhari no. 5642 dan Muslim
no. 2573 ).
Imam As-Sarkhasi juga
berkata :
وَفِي الْحَدِيثِ «أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - صَافَحَ سَعْدَ بْنَ مُعَاذٍ -
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -، فَإِذَا يَدَاهُ قَدْ اكْتَبَتَا فَسَأَلَهُ النَّبِيُّ
- صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ: أَضْرِبُ بِالْمَرِّ
وَالْمِسْحَاةِ لِأُنْفِقَ عَلَى عِيَالِي فَقَبَّلَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَدَهُ وَقَالَ كَفَّانِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ
تَعَالَى»
Dan dalam sebuah
hadits, bahwa Rasulullah ﷺ berjabat tangan dengan Saad bin Mu'adz -semoga Allah
meridainya- pada suatu hari, dan tangan mereka berdua terlihat terkelupas.
Rasulullah ﷺ
bertanya kepadanya tentang hal itu, lalu Saad bin Mu'adz menjawab:
"Saya memetik
kurma dan membersihkannya di kebunku untuk mencukupi kebutuhan keluarga
saya."
Rasulullah ﷺ
mencium tangan Saad bin Mu'adz dan bersabda: "Dua telapak tangan yang dicintai oleh oleh Allah Ta'ala." [Baca: Al-Mabsuuth 30/245].
==***==
JAMINAN SYURGA
BAGI
YANG MANDIRI EKONOMINYA, TIDAK MENYUSAHKAN TETANGGA DAN BERJALAN DIATAS SUNNAH
Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallhu ‘anhu, beliau berkata: Rasulallah ﷺ bersabda,
«مَنْ أَكَلَ طَيِّبًا،
وَعَمِلَ فِي سُنَّةٍ، وَأَمِنَ النَّاسُ بَوَائِقَهُ دَخَلَ الجَنَّةَ» فَقَالَ
رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ هَذَا اليَوْمَ فِي النَّاسِ لَكَثِيرٌ،
قَالَ: «وَسَيَكُونُ فِي قُرُونٍ بَعْدِي
“Barangsiapa memakan makanan yang baik, beramal sesuai sunnah, dan orang
lain aman dari keburukannya maka dia masuk Surga.”
Seorang sahabat berkata: Wahai Rasulallah!
Sesungguhnya ini
banyak pada ummatmu sekarang. Rasulallah ﷺ
bersabda, “Mereka akan ada sepeninggalku nanti.”
(HR. Turmudzy No. 2520, Thabrani dlm “المعجم الأوسط” (2/52), Baihaqi dlm “شعب الإيمان”
(7/501), al-Laalakaa’i (اللالكائي) (1/59), al-Haakim 4/117 dan
Ibnu Abi ad-Dunya 1/57).
At-Turmudzi berkata: “ حسن صحيح غريب”. al-Haakim berkata: “ صحيح الإسناد”. Hadits ini di masukkan pula oleh Syeikh al-Baani dlm “سلسلة الأحاديث الصحيحة”.
==***==
MATI SYAHID GELAR BAGI PEJUANG RIZKI HALAL JIKA DIA MATI DI MEDAN USAHA:
Muhmmad bin Hasan asy-Syaibani [ Wafat . 189 H. Beliau sahabat Abu
Hanifah ] menyebutkan dalam "Kitab al-Kasab " hal. 33 :
وَقَدْ كَانَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقْدِمُ دَرَجَةَ الْكَسْبِ عَلَى دَرَجَةِ الْجِهَادِ فَيَقُولُ
لِأَنَّ أَمُوتَ بَيْنَ شُعْبَتَيْ رَحْلِيَّ أَضْرِبُ فِي الْأَرْضِ أَبْتَغِي مِنْ
فَضْلِ اللَّهِ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَقْتُلَ مُجَاهِدًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ
لِأَنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدْمَ الَّذِينَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ
مِنْ فَضْلِهِ عَلَى الْمُجَاهِدِينَ بِقَوْلِهِ تَعَالَى: "وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ
فِي الْأَرْضِ".
Umar bin Al-Khattab radhiyallahu 'anhu, dahulu lebih mendahulukan
derajat kasab (mencari nafkah) di atas derajat jihad, dan beliau berkata :
Sungguh aku mati di antara dua kaki hewan tungganganku saat berjalan di
muka bumi dalam rangka mencari sebagian karunia Allah ( rizki ) ; lebih aku
cintai daripada aku terbunuh sebagai seorang mujahid di jalan Allah ; karena
Allah SWT dalam firmannya lebih mendahulukan orang-orang berjalan di muka bumi
dalam rangka mencari sebagian karunia Allah dari pada para mujaahid ,
berdasarkan firman-Nya :
وَآخَرُونَ
يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ ۙ وَآخَرُونَ
يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
Artinya : “ dan ( para sahabat ) yang lain berjalan di bumi mencari
sebagian rizki / karunia Allah; dan yang lain berperang di jalan Allah “ [Surat
Al-Muzzammil: 20]
Imam Qurthubi berkata :
سوىَ اللَّهِ تَعَالَى في هَذِهِ الآيَةِ
بَيْنَ دَرَجَةِ المُجَاهِدِينَ وَالمُكْتَسِبِينَ الْمَالَ الْحَلَالَ لِلنَّفَقَةِ
عَلَى نَفْسِهِ وَعِيَالِهِ وَالْإِحْسَانِ وَالْإِفْضَالِ فَكَانَ دَلِيلًا عَلَى
أَنَّ كَسْبَ الْمَالِ بِمَنْزِلَةِ الْجِهَادِ، لِأَنَّهُ جَمَعَهُ مَعَ الْجِهَادِ
فِي سَبِيلِ اللَّهِ.
Allah SWT dalam ayat ini telah mensejajarkan antara derajat mujahidin
dan mereka yang berjuang mencari harta yang halal untuk menafkahi dirinya
sendiri , keluarganya dan untuk beramal kebajikan. Itu menunjukkan bahwa
mencari harta tsb berkedudukan seperti jihad, karena Allah SWT menggabungkannya
dengan jihad fii Sabiilillah “. ( Baca : “الجامع
لأحكام القرآن ”
21/349 . Tahqiq DR. Abdullah at-Turki ).
Dari
Sa’id bin Zaid (ia meriwayatkan): Aku pernah mendegar Rasulullah ﷺ pernah
bersabda:
مَنْ قُتِلَ دُونَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ
دُونَ دِينِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُونَ دَمِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ
دُونَ أَهْلِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ
Barangsiapa
yang terbunuh karena melindungi hartanya maka dia syahid. Siapa yang terbunuh
karena melindungi agamanya maka dia syahid. Siapa yang terbunuh karena
melindungi darahnya maka dia syahid. Siapa yang terbunuh karena melindungi
keluarganya maka dia syahid
(HR.
An-Nasai no. 4105 dan al-Tirmidzi no. 1421. Di nilai Hasan Shahih oleh
At-Tirmidzi, dan dinilai Shahih oleh al-Albani dalam Shahih an-Nasa’i).
Dalam
hadits diatas, Nabi ﷺ mendahulukan penyebutan mati syahid karena melindungi harta
benda dari pada penyebutan mati syahud karena melindungi agama, nyawa dan
keluarga.
Dulu saya saat masih kuliah, sering mendengar ceramah para dai timur
tengah, terutama para da’i dari Saudi Arabia , diantaranya adalah Syeikh ‘Aidh
al-Qorni. Salah satu ungkapan yang sangat menarik dari ceramah-ceramahnya :
“Dulu Islam masuk ke Indonesia tanpa peperangan dan kekerasan. Kenapa ?
لِأَنَّهُمْ تُجَّارٌ ذُوُو أَخْلَاقٍ
نَبِيلَةٍ وَرَفِيعَةٍ، وَهُمْ أَهْلُ الإِنْفَاقِ وَالصَّدَقَةِ ، أَخْلَاقُهُمُ الْقُرْآنُ
. يَبِيعُونَ كَأَنَّهُمُ الْقُرْآنُ يَمْشِي فِي أَوْسَاطِ السُّوقِ.
Karena mereka adalah para pedagang yang berakhlak luhur dan mulia, ahli
infaq dan sedekah. Akhlak mereka adalah al-Quran. Mereka berjualan dipasar
seakan-akan al-Quran berjalan ditengah pasar.
==***==
ANCAMAN NERAKA ATAS PRIA YANG TIDAK MAU BERUSAHA MENCARI RIZKI:
Dari Iyadl bin Khammar al-Mujasyi'ii radhiyallahu ‘anhu : Bahwa pada
suatu hari Rasulullah ﷺ bersabda di dalam khutbah
beliau:
أَلَا إِنَّ رَبِّي أَمَرَنِي أَنْ
أُعَلِّمَكُمْ مَا جَهِلْتُمْ مِمَّا عَلَّمَنِي يَوْمِي هَذَا:........
قَالَ: وَأَهْلُ النَّارِ خَمْسَةٌ
الضَّعِيفُ الَّذِي لَا زَبْرَ لَهُ الَّذِينَ هُمْ فِيكُمْ تَبَعًا لَا
يَبْتَغُونَ أَهْلًا وَلَا مَالًا ، وَالْخَائِنُ الَّذِي لَا يَخْفَى لَهُ طَمَعٌ
وَإِنْ دَقَّ إِلَّا خَانَهُ ، وَرَجُلٌ لَا يُصْبِحُ وَلَا يُمْسِي إِلَّا وَهُوَ
يُخَادِعُكَ عَنْ أَهْلِكَ وَمَالِكَ، وَذَكَرَ الْبُخْلَ أَوْ الْكَذِبَ ،
وَالشِّنْظِيرُ الْفَحَّاشُ
"Ingatlah! Sesungguhnya Rabb-ku telah menyuruhku untuk mengajarkan
kalian semua tentang sesuatu yang tidak kalian ketahui, yang diajarkan Allah
kepadaku pada hari ini....................................
(Diantaranya. Pen) Allah berfirman:
" Dan penghuni neraka itu ada lima macam:
1). Seorang lelaki yang lemah yang tidak menggunakan akalnya [yang bisa
dipergunakan untuk menahan diri dari hal yang tidak pantas].
Mereka itu adalah orang yang hanya menjadi pengikut di antara kalian [
yakni: hidupnya hanya numpang dan menjadi beban kalian]. Mereka tidak
berkemauan untuk membangun kehidupan keluarga dan tidak pula membangun ekonomi.
2). Pengkhianat yang memperlihatkan sifat rakusnya, sekalipun dalam hal
yang samar.
3). Seorang lelaki yang pagi dan petang selalu memperdayamu (melakukan
tipu muslihat) dari keluargamu dan hartamu.
4) Lalu Allah menyebutkan sifat bakhil dan sifat dusta.
5). Dan Orang yang akhlaknya buruk." **(HR. Muslim No.
5109)**
==***==
SYUBHAT-SYUBHAT DARI KELOMPOK ANTI DUNIA :
Sebagian
dari kelompok al-Mutaqosysyifah [ yakni : sekelompok orang yang berfaham wajib
meninggalkan kesenangan duniawi agar bisa fokus ibadah]
, mereka ada yang bersikeras mengklaim bahwa ibadah itu bertentangan dengan
mencari nafkah , seperti bekerja di industri, di perdagangan, di pertanian, di
pemerintahan, di lembaga-lembaga dan bidang-bidang lainnya.
Syubhat-syubhat yang mereka lontarkan ,
diantaranya adalah sbb :
Syubhat pertama : Sebagian dari mereka mengatakan :
" إِنَّ الصَّحَابَةَ لَمْ يَفْتَحُوا
الْبُلْدَانَ، وَلَمْ يَصِلُّوا إِلَى الْمَنَزَّلَةِ الْعَالِيَةِ مِنَ الدِّينِ،
إِلَّا بَعْدَ أَنْ تَرَكُوا الدُّنْيَا وَتَفَرَّغُوا تَفَرُّغًا تَامًّا
لِلْعِبَادَةِ وَالْجِهَادِ".
" Sesungguhnya para Sahabat tidaklah menaklukkan
negeri-negeri dan tidaklah agama ini mencapai kedudukan yang tinggi, kecuali
setelah mereka meninggalkan dunia dan sepenuhnya mendedikasikan diri mereka
untuk ibadah dan jihad".
Syubhat Kedua : Mereka berkata :
" إنَّ مَا يَرْجِعُ إلَى الدَّنَاءَةِ مِنْ
الْمَكَاسِبِ فِي عُرْفِ النَّاسِ لَا يَسَعُ الْإِقْدَامُ عَلَيْهِ إلَّا عِنْدَ الضَّرُورَةِ
".
Bahwa
kasab [usaha mencari dunia] adalah tergolong dalam perbuatan hina menurut norma
masyarakat, maka tidak ada celah yang membolehkan untuk melakukannya kecuali
dalam keadaan darurat.
Syubhat ketiga : sebagian mereka mengatakan :
مَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ فَلَا بُدَّ أَنْ يَطْلُقَ
الدُّنْيَا طَلَاقًا بَاتًا حَتَّى يُصَلِّحَ قَلْبَهُ.
" Bahwa siapa pun yang menginginkan akhirat harus
sepenuhnya meninggalkan dunia ini agar hatinya menjadi shaleh dan baik ".
Benarkah semua itu ?
JAWABAN ATAS SYUBHAT-SYUBHAT MEREKA :
Jawaban
atas syubhat-syubhat mereka adalah sbb :
Ungkapan-ungkapan
tersebut mengandung kesewenang-wenangan , sangat disayangkan dan ini
bertentangan dengan maslahat perjuangan dan fitrah manusia yang telah
ditentukan oleh Allah. Dan hal ini sangat jauh dari perkataan yang bijak , akal
sehat, dan kenyataan.
Ini
juga bertentangan dengan realita kehidupan para Sahabat -radhiyallahu 'anhum –
dalam berekonomi , baik dalam perniagaan maupun perkebunan dan pertanian.
Untuk
menanggapi klaim tersebut, kita perlu menyoroti pandangan syariat tentang
pekerjaan dan mencari nafkah terlebih dahulu, dan bagaimana para Sahabat
menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Al-Imam As-Sarkhosi al-Hanafi berkata :
وَدَعُواهُمْ أَنَ الْكِبَارَ مِنَ الصَّحَابَةِ
رَضُوَانُ اللَّهِ عَلَيْهِمْ كَانُوا لَا يَكْتَسِبُونَ دَعْوَى بَاطِلٌ.
فَقَدْ رُوِيَ أَنَّ أَبَا بَكْرٍ الصِّدِّيقِ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ بَزَّازًا وَعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ يَعْمَلُ
الْأَدِمَ وَعُثْمَانُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ تَاجِرًا يَجْلِبُ إِلَيْهِ الطَّعَامَ
فيَبِيعُهُ وَعَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ يَكْتَسِبُ عَلَى مَا رُوِيَ أَنَّهُ
أَجَرَ نَفْسَهُ غَيْرَ مَرَّةٍ حَتَّى آجَرَ نَفْسَهُ مِنْ يَهُودِيٍّ فِي حَدِيثٍ
فِيهِ طُولٌ.
Dan dakwaan dan klaiman mereka bahwa para sahabat besar radhiyallahu
‘anhu tidak bekerja mencari nafkah adalah dakwaan palsu dan bathil .
Telah diriwayatkan bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu
bekerja sebagai saudagar pakaian dan kain , Umar radhiyallahu ‘anhu memproduksi
penyamakan kulit hewan, Utsman, radhiyallahu ‘anhu menjadi seorang pengimport
sembako dan menjualnya, dan Ali, radhiyallahu ‘anhu sering mendapatkan
penghasilan dengan cara bekerja dengan upah pada siapa saja , bahkan pada
seorang Yahudi sekalipun sebagaimana disebutkan dalam suatu Hadits yang
panjang.
[ Baca : “المبسوط” 30/248 dan Syarah al-Kasab
hal. 41]
Muhammad Rasyid Ridho berkata dalam tafsir al-Manaar (4/174):
هَذَا وَإِنَّ كُلَّ مَا وَرَدَ فِي الْكَسْبِ
حُجَّةٌ عَلَى كَوْنِ التَّوَكُّلِ لَا يُنَافِي الْعَمَلَ وَالسَّعْيَ لِلدُّنْيَا،
وَقَدْ تَقَدَّمَ ذِكْرُ بَعْضِ الْآيَاتِ فِي ذَلِكَ وَمِنْهَا قَوْلُهُ - تَعَالَى
-: هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا [11: 61] وَقَوْلُهُ:
وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيهَا مَعَايِشَ وَمَنْ لَسْتُمْ لَهُ بِرَازِقِينَ [15: 20] وَقَوْلُهُ:
وَجَعَلْنَا النَّهَارَ مَعَاشًا [78: 11] ....
كَانَ أَبُو بَكْرٍ وَعُثْمَانُ وَعَبْدُ
الرَّحْمَنِ وَطَلْحَةُ - رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ - تُجَّارًا حَتَّى إِنَّ أَبَا بَكْرٍ
لَمَّا اسْتُخْلِفَ أَصْبَحَ غَادِيًا إِلَى السُّوقِ وَعَلَى رَقَبَتِهِ أَثْوَابٌ
يَتَّجِرُ بِهَا فَلَقِيَهُ عُمَرُ وَأَبُو عُبَيْدَةَ فَقَالَا: أَيْنَ تُرِيدُ؟ قَالَ
السُّوقَ. قَالَا: تَصْنَعُ مَاذَا وَقَدْ وُلِّيتَ أَمْرَ الْمُسْلِمِينَ؟ قَالَ:
فَمِنْ أَيْنَ أُطْعِمُ عِيَالِي؟ فَهَلْ كَانَ غَيْرَ مُتَوَكِّلٍ؟ ثُمَّ إِنَّ الصَّحَابَةَ
فَرَضُوا لَهُ مَا يَكْفِيهِ لِيَسْتَغْنِيَ عَنِ الْكَسْبِ وَلَمْ يَقُولُوا لَهُ:
تَوَكَّلْ عَلَى اللهِ وَهُوَ يَرْزُقُكَ بِغَيْرِ عَمَلٍ
"Ini, dan sesungguhnya setiap [ ayat dan hadits ] yang
menyebutkan tentang mencari nafkah adalah argumen [dalil] bahwa bertawakkal
kepada Allah SWT tidak menghalangi seseorang untuk bekerja dan berusaha dalam
mencari harta dunia.
Telah disebutkan beberapa ayat dalam hal ini, di antaranya firman-Nya -
yang artinya –
'Dia menciptakan kamu dari bumi [tanah] dan menjadikan kamu pemilik dan
penguasa di atasnya' (Q.S. Hud: 61).
Dan firman-Nya :
"Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan
hidup, dan (Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan
pemberi rezeki kepada-Nya. (Q.S. Al-Hijr: 20).
Dan firman-Nya :
'Dan Kami menjadikan siang sebagai sarana mencari penghidupan' (Q.S.
An-Naba: 11)......."
Dulu Abu Bakar, Utsman, Abdul Rahman, dan Talhah - semoga Allah meridai
mereka - adalah pedagang. Bahkan, Abu Bakar ketika diangkat sebagai khalifah,
ia masih pergi ke pasar dengan memangul barang dagangan berupa pakaian di atas
pundaknya. Kemudian, Umar dan Abu Ubaidah bertemu dengannya dan berkata :
"Mau kemana kamu pergi?" Dia menjawab : "Ke pasar."
Mereka berkata : "Apa yang kamu lakukan? Padahal kamu telah ditunjuk
sebagai pemimpin kaum Muslimin!"
Dia berkata, "Dari mana saya akan memberi makan keluarga saya?
Bukankah aku bergantung sepenuhnya kepada Allah?"
Kemudian, para Sahabat memberikan kepadanya apa yang cukup untuk
memenuhi kebutuhannya sehingga ia tidak perlu lagi bekerja cari nafkah . Mereka
tidak berkata kepadanya : "Tawakallah kepada Allah dan Dia akan memberimu
rezeki tanpa harus bekerja."
Imam As-Sarkhasi [w.
490 H] berkata :
قَالَ بَعْضُ
الْمُتَقَشِّفَةِ مَا يَرْجِعُ إلَى الدَّنَاءَةِ مِنْ الْمَكَاسِبِ فِي عُرْفِ النَّاسِ
لَا يَسَعُ الْإِقْدَامُ عَلَيْهِ إلَّا عِنْدَ الضَّرُورَةِ لِقَوْلِهِ - عَلَيْهِ
السَّلَامُ - «لَيْسَ لِلْمُؤْمِنِ أَنْ يُذِلَّ نَفْسَهُ» وَقَالَ - عَلَيْهِ السَّلَامُ
- «إنَّ اللَّهَ تَعَالَى يُحِبُّ مَعَالِيَ الْأُمُورِ وَيُبْغِضُ سَفْسَافَهَا» وَالسَّفْسَافُ
مَا يُدْنِي الْمَرْءَ وَيَبْخَسُهُ
Sebagian para
Mutaqosyyyifah [ yakni : sekelompok orang yang berfaham harus meninggalkan
kesenangan duniawi] mengatakan :
Bahwa kasab [usaha
mencari dunia] adalah tergolong dalam perbuatan hina menurut norma masyarakat,
maka seharusnya tidak dilakukan kecuali dalam keadaan darurat. Sebagaimana yang
disampaikan oleh Nabi - shallallahu 'alaihi wa sallam - :
«لَيْسَ لِلْمُؤْمِنِ
أَنْ يُذِلَّ نَفْسَهُ»
'Seorang mukmin tidak boleh
merendahkan dirinya sendiri.' [Al-Albaani berkata : Hasan Ghariib Bighairihi .
Haidayatur Ruwaah no. 2437].
Dan beliau ﷺ juga
bersabda :
«إنَّ اللَّهَ
تَعَالَى يُحِبُّ مَعَالِيَ الْأُمُورِ وَيُبْغِضُ سَفْسَافَهَا»
'Sesungguhnya Allah Ta'ala
mencintai hal-hal yang mulia dan membenci hal-hal yang kotor.' [Di shahihkan
al-Albaani dalam Shahih al-Jami' no. 1890].
Dan yang dimaksud
dengan hal-hal kotor di sini adalah tindakan yang menurunkan martabat dan
mengurangi nilai seseorang.
Lalu Imam As-Sarkhasi
membantahnya dengan mengatakan :
الْمَذْهَبُ
عِنْدَ جُمْهُورِ الْفُقَهَاءِ - رَحِمَهُمُ اللَّهُ - أَنَّ الْمَكَاسِبَ كُلَّهَا
فِي الْإِبَاحَةِ سَوَاءٌ . .....
وَحُجَّتُنَا
فِي ذَلِكَ : قَوْلُهُ - عَلَيْهِ السَّلَامُ - «إنَّ مِنْ الذُّنُوبِ ذُنُوبًا لَا
يُكَفِّرُهَا الصَّوْمُ، وَلَا الصَّلَاةُ قِيلَ: فَمَا يُكَفِّرُهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ
قَالَ الْهُمُومُ فِي طَلَبِ الْمَعِيشَةِ» وَقَالَ - عَلَيْهِ السَّلَامُ - «طَلَبُ
الْحَلَالِ كَمُقَارَعَةِ الْأَبْطَالِ، وَمَنْ بَاتَ وَانِيًا مِنْ طَلَبِ الْحَلَالِ
مَاتَ مَغْفُورًا لَهُ» وَقَالَ - عَلَيْهِ السَّلَامُ - «أَفْضَلُ الْأَعْمَالِ الِاكْتِسَابُ
لِلْإِنْفَاقِ عَلَى الْعِيَالِ» مِنْ غَيْرِ تَفْصِيلٍ بَيْنَ أَنْوَاعِ الْكَسْبِ،
وَلَوْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ سِوَى التَّعَفُّفِ وَالِاسْتِغْنَاءِ عَنْ السُّؤَالِ لَكَانَ
مَنْدُوبًا إلَيْهِ، فَإِنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ
«السُّؤَالُ آخِرُ كَسْبِ الْعَبْدِ» أَيْ يَبْقَى فِي ذُلِّهِ إلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
«وَقَالَ - عَلَيْهِ السَّلَامُ - لِحَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
- أَوْ لِغَيْرِهِ : «مَكْسَبَةٌ فِيهَا نَقْصُ الْمَرْتَبَةِ خَيْرٌ لَك مِنْ أَنْ
تَسْأَلَ النَّاسَ أَعْطَوْك أَوْ مَنَعُوك» ثُمَّ الْمَذَمَّةُ فِي عُرْفِ النَّاسِ
لَيْسَتْ لِلْكَسْبِ بَلْ لِلْخِيَانَةِ وَخُلْفِ الْوَعْدِ وَالْيَمِينِ الْكَاذِبَةِ
وَمَعْنَى الْبُخْلِ".
"Pendapat mayoritas ahli
fikih - semoga Allah merahmati mereka - adalah bahwa semua kasab [penghasilan
usaha] dalam hal halal adalah sama.
Hujjah dan Argumen
kami dalam hal ini adalah :
Sabda beliau ﷺ :
«إنَّ مِنْ الذُّنُوبِ
ذُنُوبًا لَا يُكَفِّرُهَا الصَّوْمُ، وَلَا الصَّلَاةُ قِيلَ: فَمَا يُكَفِّرُهَا
يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الْهُمُومُ فِي طَلَبِ الْمَعِيشَةِ»
'Sesungguhnya di antara
dosa-dosa ada dosa yang tidak bisa dihapuskan dengan berpuasa atau shalat.'
Ketika ditanya : 'Apa yang bisa menghapus dosa tersebut, wahai Rasulullah?'
Beliau menjawab : 'Menghadapi kesuliatn-kesulitan dalam mencari nafkah.'
[HR. Ath-Thobroni di dalam Al-Mu’jam Al-Ausath 1/38 no.102, Abu Nu’aim
dalam Hilyatul Auliya’ 6/235, Al Haitsami dalam Majma’u Az-Zawa-id 4/75
no.6239, dan selainnya. DERAJAT HADITS: Hadits ini derajatnya PALSU (maudhu’)].
Dan beliau juga
bersabda :
«طَلَبُ الْحَلَالِ
كَمُقَارَعَةِ الْأَبْطَالِ، وَمَنْ بَاتَ وَانِيًا مِنْ طَلَبِ الْحَلَالِ مَاتَ مَغْفُورًا
لَهُ»
'Mencari nafkah yang halal
adalah seperti berperang di medan pertempuran. Dan siapa yang terus berusaha
mencari nafkah yang halal, maka dia akan meninggal dalam keadaan diampuni
dosa-dosanya .' [ Dho'if. Lihat Dho'if al-Jami' oleh al-Albaani no. 3621].
Dan beliau ﷺ
bersabda :
«أَفْضَلُ الْأَعْمَالِ
الِاكْتِسَابُ لِلْإِنْفَاقِ عَلَى الْعِيَالِ»
"Amal terbaik adalah
mencari nafkah untuk keluarga".
Tanpa perlu
membedakan jenis usaha cari penghasilan [selama itu halal] . Selama tidak ada
tujuan lain kecuali untuk menjaga kehormatan dan harga diri serta menghindari
perbuatan meminta-minta, maka itu sudah dianggap sunnah. Sebab Rasulullah ﷺ
pernah bersabda :
«السُّؤَالُ آخِرُ
كَسْبِ الْعَبْدِ»
"Meminta-minta adalah
akhir dari usaha penghasilan seorang hamba". yaitu dia akan tetap merasa
rendah diri hingga hari kiamat.
Beliau juga bersabda
kepada Hakim bin Hizam - semoga Allah meridainya - atau orang lain :
«مَكْسَبَةٌ فِيهَا
نَقْصُ الْمَرْتَبَةِ خَيْرٌ لَك مِنْ أَنْ تَسْأَلَ النَّاسَ أَعْطَوْك أَوْ مَنَعُوك»
'Penghasilan halal yang
didapatkan dengan pekerjaan yang membuat martabatmu turun adalah lebih baik
bagimu daripada meminta pada manusia , baik mereka memberimu atau mereka
menolak untuk memberimu '.
Kemudian, yang dicela
dalam norma masyarakat bukanlah masalah jenis kasab cari penghasilan, tetapi
untuk pengkhianatan, melanggar janji, sumpah palsu, dan perbuatan yang terdapat
makna pelit." [Referensi: Al-Mabsuuth 30/258].
Umar bin Khattab - semoga Allah meridainya - aktif berdagang sampai
kesibukannya di pasar membuatnya tidak dapat rutin menghadiri majelis ilmu di
hadapan Nabi ﷺ. Maka Imam Bukhari
meriwayatkan dengan sanadnya dari Ubaid bin 'Umair :
أَنَّ أَبَا مُوسَى الأَشْعَرِيَّ: اسْتَأْذَنَ
عَلَى عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فَلَمْ يُؤْذَنْ لَهُ، وَكَأَنَّهُ
كَانَ مَشْغُولًا، فَرَجَعَ أَبُو مُوسَى، فَفَرَغَ عُمَرُ، فَقَالَ: أَلَمْ أَسْمَعْ
صَوْتَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ قَيْسٍ ائْذَنُوا لَهُ، قِيلَ: قَدْ رَجَعَ، فَدَعَاهُ
فَقَالَ: «كُنَّا نُؤْمَرُ بِذَلِكَ»، فَقَالَ: تَأْتِينِي عَلَى ذَلِكَ بِالْبَيِّنَةِ،
فَانْطَلَقَ إِلَى مَجْلِسِ الأَنْصَارِ، فَسَأَلَهُمْ، فَقَالُوا: لَا يَشْهَدُ لَكَ
عَلَى هَذَا إِلَّا أَصْغَرُنَا أَبُو سَعِيدٍ الخُدْرِيُّ، فَذَهَبَ بِأَبِي سَعِيدٍ
الخُدْرِيِّ، فَقَالَ عُمَرُ: أَخَفِيَ هَذَا عَلَيَّ مِنْ أَمْرِ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلْهَانِي الصَّفْقُ بِالأَسْوَاقِ يَعْنِي الخُرُوجَ
إِلَى تِجَارَةٍ
“Bahwa Abu Musa Al Anshariy meminta izin kepada 'Umar bin Al Khaththob
radliallahu 'anhu namun tidak diizinkan karena nampaknya dia sedang sibuk. Lalu
Abu Musa kembali sedangkan 'Umar telah pula selesai dari pekerjaannya lalu dia
berkata: "Tidakkah tadi aku mendengar suara 'Abdullah bin Qais?, Berilah
izin kepadanya".
Umar diberitahu bahwa Abu Musa telah pulang. Maka 'Umar memanggilnya,
lalu Abu Musa berkata: "Kami diperintahkan hal yang demikian (kembali
pulang bila salam minta izin tiga kali tidak dijawab) ".
Maka dia berkata: "Berikanlah kepadaku bukti yang jelas tentang
masalah ini".
Maka Abu Musa pergi menemui majelis Kaum Anshar lalu dia bertanya
kepada mereka. Kaum Anshar berkata: "Tidak ada yang menjadi saksi
(mengetahui) perkara ini kecuali anak termuda diantara kami yaitu Abu Sa'id Al
Khudriy".
Maka Abu Musa berangkat bersama Abu Sa'id Al Khudriy menemui 'Umar,
maka 'Umar berkata: "Kenapa aku bisa tidak tahu urusan Rasulullah ﷺ. Sungguh aku telah dilalaikan oleh kesibukan transaksi jual
beli pasar". Maksudnya kegiatan berdagang.
[HR. Bukhori no. 2062].
Al-Hafiz Ibnu Hajar al-Asqalani berkata:
وَأَطْلَقَ عُمَرُ عَلَى الِاشْتِغَالِ
بِالتِّجَارَةِ لَهْوًا لِأَنَّهَا أَلْهَتْهُ عَنْ طُولِ مُلَازَمَتِهِ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى سَمِعَ غَيْرُهُ مِنْهُ مَا لَمْ يَسْمَعْهُ
وَلَمْ يَقْصِدْ عُمَرُ تَرْكَ أَصْلِ الْمُلَازَمَةِ وَهِيَ أَمْرٌ نِسْبِيٌّ وَكَانَ
احْتِيَاجُ عُمَرَ إِلَى الْخُرُوجِ لِلسُّوقِ مِنْ أَجْلِ الْكَسْبِ لِعِيَالِهِ وَالتَّعَفُّفِ
عَنِ النَّاسِ
"Umar menyebut kesibukan berdagang sebagai kelalaian karena itu
telah mengalihkannya dari rutinitasnya untuk terus-menerus bersama Nabi ﷺ sampai-sampai ia mendengar dari orang lain apa yang tidak
didengarnya sendiri. Umar tidak bermaksud untuk meninggalkan rutinitas itu
sepenuhnya, yang merupakan sesuatu yang relatif. Kebutuhan Umar untuk keluar ke
pasar adalah untuk mencari nafkah bagi keluarganya dan menjaga diri dari
meminta kepada orang lain." [Baca : Fath al-Bari 4/299].
*****
NABI AYYUB ‘ALAIHIS SALAM TIDAK PERNAH PUAS DENGAN RIZKI HALAL DAN BERKAH.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda:
بَيْنَمَا أَيُّوبُ يَغْتَسِلُ عُرْيَانًا
خَرَّ عَلَيْهِ رِجْلُ جَرَادٍ مِنْ ذَهَبٍ فَجَعَلَ يَحْثِي فِي ثَوْبِهِ فَنَادَى
رَبُّهُ يَا أَيُّوبُ أَلَمْ أَكُنْ أَغْنَيْتُكَ عَمَّا تَرَى قَالَ بَلَى يَا رَبِّ
وَلَكِنْ لَا غِنَى بِي عَنْ بَرَكَتِكَ
"Ketika Ayyub sedang mandi dalam keadaan telanjang, tiba-tiba
segerombolan belalang dari emas jatuh di atasnya. Lalu, Ayyub mengumpulkannya
ke dalam pakaiannya.
Kemudian, Tuhannya memanggilnya : 'Wahai Ayyub, bukankah Aku telah
memberimu kekayaan sehingga kamu tidak memerlukan apa yang kamu lihat ini ?'
Ayyub menjawab, 'Benar wahai
Rabbku, namun saya tidak pernah merasa cukup dari barakah-Mu'." [HR. Bukhori no. 7493]
Dalam salah satu riwayat Bukhori no.
279:
جَرَادٍ مِنْ ذَهَبٍ
“Belalang-belalang dari emas”.
Syeikh
Alwi Abdul Qodir as-Saqqaaf berkata :
وَفِي ذَلِكَ شُكْرٌ عَلَى النِّعْمَةِ، وَتَعْظِيمٌ
لِشَأْنِهَا، وَفِي الْإِعْرَاضِ عَنْهَا كُفْرٌ بِهَا. وَفِي الْحَدِيثِ: مَشْرُوعِيَّةُ
الْحِرْصِ عَلَى الْمَالِ الْحَلَالِ. وَفِيهِ: بَيَانُ فَضْلِ الْغِنَى لِمَنْ شَكَرَ؛
لِأَنَّهُ سَمَّاهُ بَرَكَةً.
"Di
dalam hal itu terdapat rasa syukur atas nikmat, dan pengagungan terhadap
kedudukannya. Sementara berpaling darinya merupakan bentuk kekufuran terhadap
nikmat tersebut. Dalam hadits ini juga terdapat ajaran tentang pentingnya
mencari harta yang halal. Selain itu, hadits ini menjelaskan keutamaan kekayaan
bagi orang yang bersyukur, karena kekayaan tersebut disebut sebagai
berkah."
Al-Hafidz
Ibnu Hajar ketika menjelaskan hadits di atas, dia berkata :
وَفِي رِوَايَةِ بَشِيرِ بْنِ نَهِيكٍ فَقَالَ وَمَنْ
يَشْبَعُ مِنْ رَحْمَتِكَ أَوْ قَالَ مِنْ فَضْلِكَ وَفِي الْحَدِيثِ جَوَازُ الْحِرْصِ
عَلَى الِاسْتِكْثَارِ مِنَ الْحَلَالِ فِي حَقِّ مَنْ وَثِقَ مِنْ نَفْسِهِ بِالشُّكْرِ
عَلَيْهِ وَفِيهِ تَسْمِيَةُ الْمَالِ الَّذِي يَكُونُ مِنْ هَذِهِ الْجِهَةِ بَرَكَةً
وَفِيهِ فَضْلُ الْغَنِيِّ الشَّاكِرِ .
وَاسْتَنْبَطَ مِنْهُ الْخَطَّابِيُّ جَوَازَ أَخْذِ
النُّثَارِ فِي الاملاك وَتعقبه بن التِّينِ فَقَالَ هُوَ شَيْءٌ خَصَّ اللَّهُ بِهِ
نَبِيَّهُ أَيُّوبَ وَهُوَ بِخِلَافِ النُّثَارِ فَإِنَّهُ مِنْ فِعْلِ الْآدَمِيِّ
فَيُكْرَهُ لِمَا فِيهِ مِنَ السَّرَفِ وَرُدَّ عَلَيْهِ بِأَنَّهُ أُذِنَ فِيهِ مِنْ
قِبَلِ الشَّارِعِ إِنْ ثَبَتَ الْخَبَرُ وَيُسْتَأْنَسُ فِيهِ بِهَذِهِ الْقِصَّةِ
وَاللَّهُ أَعْلَمُ
"Dan
dalam riwayat Basyir bin Nahik disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ
berkata: 'Siapa yang bisa merasa puas dengan rahmat-Mu' atau beliau berkata,
'dengan karunia-Mu.'
Dalam
hadits ini terdapat kebolehan untuk bersemangat dalam memperbanyak harta yang
halal bagi orang yang yakin dirinya mampu bersyukur atasnya. Selain itu, bahwa
harta yang diperoleh dari cara tersebut, disebut sebagai berkah.
Hadits
ini juga menunjukkan keutamaan orang kaya yang bersyukur.
Al-Khattabi
mengambil kesimpulan dari hadits ini tentang kebolehan mengambil harta yang
disebarkan (ditawurkan) dalam acara pernikahan.
Namun
Ibnu at-Tiin mengkritiknya dengan mengatakan bahwa hal tersebut adalah sesuatu
yang dikhususkan oleh Allah untuk Nabi-Nya, Ayyub, dan itu berbeda dengan harta
yang disebarkan oleh manusia, karena hal tersebut makruh disebabkan adanya
unsur pemborosan.
Akan
tetap kritikan Ibnu at-Tin ini ditanggapi dengan argumen bahwa hal itu telah
diizinkan oleh syariat jika haditsnya sahih, dan kisah ini bisa dijadikan
petunjuk. Wallahu a'lam." [Fathul Bari 6/421].
===***===
MENJAWAB KESALAH FAHAMAN SEBAGIAN PARA DAI TERHADAP HADITS-HADITS BERIKUT INI :
Ada beberapa Da'i Kondang bergelar doktor yang sering menggunakan
hadits di bawah ini sebagai celaan terhadap orang yang berjuang mencari rizki
yang halal . Dan melarang seseorang untuk berjuang dan memikirkan hari esok .
Dengan lantangnya dan penuh emosi mencela orang yang sibuk bekerja mencari
nafkah yang halal . Alasan Dai tersebut ; karena harus fokus pada akhirat, dan
karena semua rizki manusia sudah ditentukan . Video ceramahnya ini tersebar di
medsos.
Si Dai ini lupa kalo semua itu harus ada sebab dan usaha maximal,
termasuk dia sendiri terlahir ke dunia itu tidaklah sekonyong-konyong ceprot
lahir, melainkan ada proses dan perjuangan dari ayah ibunya, maka lewat
keduanya itulah Allah SWT ciptakan si Dai itu.
Masalahnya : jika seandainya kaum muslimin terpuruk dalam kemiskinan
karena mengamalkan apa yang diserukan
oleh si da’i tersebut yaitu untuk meninggalkan dunia usaha, apakah si dia itu
bersedia untuk menolong mereka dari keterpurukan ekonomi? Atau ketika para
pekaerja kaum muslimin terdzalimi oleh sebagian para cukong non muslim, maukah
si dai tersebut membantunya dan memberikan solusi untuk mereka? Jika tidak,
maka si Dai tersebut telah sukses menjerumuskan mereka.
Dan yang pasti para da’i tersbut makan minumnya dari amplop hasil
jualan agama. Bahkan sebagian mereka bisa membeli mobil Alphard dari hasil
jualan agamanya dan keshalihannya. Justru si Dai yang mengulang-ulang dalam
ceramahnya tentang hadits bangkai kambing lebih mulia dari harta dunia, dia
protes keras saat dijemput dengan mobil Avanza oleh panitia salah satu Kajian.
Benarkah apa yang dia katakan oleh para dai yang sok zuhud ini ? Mari
kita kaji hadits-hadits tersebut!
HADITS KE 1 :
Hadits Umar Bin Al Khaththob bahwa Nabi ﷺ bersabda:
لَوْ أَنَّكُمْ تَوَكَّلْتُمْ عَلَى
اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ، تَغْدُوا
خِمَاصاً وَتَرُوْحُ بِطَاناً
"Sungguh seandainya kalian bertawakkal kepada Alloh dengan
sebenar-benar tawakkal, niscaya kalian akan diberi rizqi sebagaimana rezekinya
burung-burung. Mereka berangkat pagi hari dalam keadaan lapar, dan pulang sore
hari dalam keadaan kenyang."
[ HR . Al-Tirmidzi (2344) dan
lafalnya adalah miliknya, Ibnu Majah (4164), dan Ahmad (205)] . Di Shahihkan
al-Albaani dalam Hidayatur Ruwaah no. 5229 .
Penulis Jawab :
Justru
sebaliknya , hadits ini menyuruh kita di samping bertawakkal kepada Allah ,
juga kita harus berusaha semaximal mungkin , seperti burung , ia tidak tinggal
diam di sarangnya , melainkan keluar . Terus kenapa mesti dari pagi sampai sore
, bukankah untuk kebutuhan seekor burung agar kenyang itu cukup beberapa saat
saja?
Jawabnya:
Ini adalah isyarat agar kita berusaha semaximal mungkin meski melibihi
kebutuhan dirinya ; karena kelebihannya bisa diinfaqkan dan digunakan untuk
keperluan yang lain .
Dan
kenapa burung itu hanya hingga sore saja , tidak sampai pagi ? Karena burung
juga harus istirahat dan lagi pula kalo sudah sore jadi gelap , maka sang
burung tidak bisa melihat sesuatu di kegelapan malam ; karena burung tiada ada
yang punya lampu senter .
Ada
penjelasan dari Imam Ahmad tentang hadits ini, sebagaimana yang diriwayatkan
Abu Bakar ad-Dainuury al-Qoodhi al-Maaliki (w. 333 H) dalam kitabnya
al-Mujaalasah wa Jawaahir al-Ilmi 3/123 no. 754 , dia berkata :
" حَدَّثَنَا
أَبُو الْقَاسِمِ الْحُبُلِيُّ؛ قَالَ: سَأَلْتُ أَحْمَدَ بْنَ حَنْبَلٍ، فَقُلْتُ:
مَا تَقُولُ فِي رَجُلٍ جَلَسَ فِي بَيْتِهِ أَوْ فِي مَسْجِدِهِ وَقَالَ: لَا
أَعْمَلُ شَيْئًا حَتَّى يَأْتِيَنِي رِزْقِي؟ فَقَالَ أَحْمَدُ: هَذَا رَجُلٌ
جَهِلَ الْعِلْمَ، أَمَا سَمِعْتَ قَوْلَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
«جَعَلَ اللهُ رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي» (يَعْنِي: الْغَنَائِمَ) ، وَحَدِيثَهُ
الْآخَرَ حِينَ ذَكَرَ الطَّيْرَ، فَقَالَ: «تَغْدُوا خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا؟»
! فَذَكَرَ أَنَّهَا تغدو فِي طَلَبِ الرِّزْقِ. وَقَالَ الله تبارك وتعالى: (وَءَاخَرُونَ
يَضْرِبُونَ فِي الأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِن فَضْلِ اللهِ) [المزمل: 20] . وَقَالَ:
{لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلا مِنْ ربكم} [البقرة: 198] . وَكَانَ
أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَّجِرُونَ فِي الْبَرِّ
وَالْبَحْرِ وَيَعْمَلُونَ فِي نَخِيلِهِمْ، وَالْقُدْوَةُ بِهِمْ ".
"Diceritakan kepada kami oleh Abu Al-Qasim Al-Hubuliy, dia
berkata: Saya bertanya kepada Ahmad bin Hanbal, lalu saya berkata:
" Apa pendapatmu tentang seseorang yang duduk di rumahnya atau di
masjidnya, lalu dia berkata: Saya tidak akan melakukan apa pun sampai rezeki
saya datang kepada saya?" .
Ahmad bin Hanbal menjawab : " Orang ini tidak memiliki ilmu
[bodoh]. Bukankah kamu pernah mendengar sabda Nabi ﷺ :
" جَعَلَ
اللهُ رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي ".
"Allah telah menjadikan rezekiku di bawah panjangnya
tombak-ku [yakni Jihad]?".
Dan sabda beliau yang lain ketika menyebutkan rizki BURUNG, beliau
berkata:
تَغْدُوا
خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا؟
'Ia [burung] berangkat di pagi hari dan pulang sore dengan perut
kenyang?'
Maka beliau ﷺ menyebutkan bahwa
burung-burung itu berangkat untuk berusaha mencari rezeki. Dan Allah Ta'ala
berfirman:
وَءَاخَرُونَ
يَضْرِبُونَ فِي الأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِن فَضْلِ اللهِ
'Dan dari mereka ada yang berusaha mencari karunia Allah di
bumi'. [QS. Al-Muzammil : 20]
Dan Allah juga berfirman:
لَيْسَ
عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلا مِنْ ربِّكُمْ
'Tidak ada dosa bagi kalian [dimusim haji] jika kalian mencari
karunia dari Tuhan kalian'. [QS. Al-Baqarah : 198] .
Dan sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ berdagang di darat dan laut,
dan mereka bekerja di kebun kurma mereka, dan mereka adalah contoh teladan bagi
kita semua ".
[ Lihat Pula : Talbis Iblis karya Ibnu al-Jauzi hal. 252 ].
Imam Al-Bukhari meriwayatkan dalam "Shahih" nya no. 1523 dari
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu , dia berkata :
كَانَ أَهْلُ الْيَمَنِ يَحْجُونَ، وَلَا
يَتَزَوَّدُونَ، وَيَقُولُونَ: نَحْنُ الْمُتَوَكِّلُونَ، فَإِذَا قَدِمُوا مَكَّةَ،
سَأَلُوا النَّاسَ. فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى : {وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ
التَّقْوَى}.
“ Orang-orang Yaman dulu pergi menunaikan ibadah haji, akan
tetapi mereka tidak membawa bekal, dan mereka berkata : Kami adalah orang-orang
yang bertawakkal , lalu ketika mereka tiba di Makkah , mereka minta-minta
kepada manusia “. Maka Allah SWT menurunkan wahyu :
{وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ
التَّقْوَى}
"Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah
takwa". (Al-Baqarah: 197)
HADITS KE 2:
Dari ’Ubaidillah bin Mihshan Al Anshary dari Nabi ﷺ, beliau bersabda,
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِى سِرْبِهِ
مُعَافًى فِى جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
“Barangsiapa di antara kalian mendapatkan rasa aman di rumahnya
(pada diri, keluarga dan masyarakatnya), diberikan kesehatan badan, dan
memiliki makanan pokok pada hari itu di rumahnya, maka seakan-akan dunia telah
terkumpul pada dirinya.”
(HR. Tirmidzi no. 2346, Ibnu Majah no. 4141. Abu ’Isa mengatakan bahwa
hadits ini hasan ghorib).
Ustadz Dai tersebut berdalil dengan hadits ini melarang kita untuk
memikirkan rizki hari Esok dan seterusnya.
[Note: Saya yakin ustadz Dai tersebut tidak punya cicilan motor. Salah
seorang dari mereka ada yang memiliki mobil Alphard hasil dari amplop
ceramahnya ]
**Saya jawab :**
Al-Munaawi dlm kitabnya “فيض
القدير” 6/88
berkata dalam menyikapi hadits tsb:
"
يَعْنِي: مَنْ جَمَعَ اللَّهُ لَهُ بَيْنَ
عَافِيَةِ بَدَنِهِ ، وَأَمْنِ قَلْبِهِ حَيْثُ تَوَجَّهَ ، وَكِفَافِ عَيْشِهِ بِقُوَّةِ
يَوْمِهِ ، وَسَلَامَةِ أَهْلِهِ ، فَقَدْ جَمَعَ اللَّهُ لَهُ جَمِيعَ النِّعَمِ الَّتِي
مِنْ مَلَكِ الدُّنْيَا لَمْ يَحْصُلْ عَلَى غَيْرِهَا ، فَيَنْبَغِي أَنْ لَا يَسْتَقْبِلَ
يَوْمَهُ ذَلِكَ إِلَّا بِشُكْرِهَا ، بِأَنْ يُصَرِّفَهَا فِي طَاعَةِ الْمُنْعِمِ
، لَا فِي مَعْصِيَّةٍ ، وَلَا يَفْتَرِ عَنْ ذِكْرِهِ.
قَالَ نَفْطُوَيْهِ:
إِذَا مَا كَسَاكَ الدَّهْرُ ثَوْبَ مُصِحَّةٍ
*** وَلَمْ يَخْلُ مِنْ قُوتٍ يُحَلَّى وَيَعْذُبُ
فَلَا تَغْبَطَنَّ الْمُتْرَفِينَ فَإِنَّهُ
*** عَلَى حَسْبِ مَا يُعْطِيهِمُ الدَّهْرُ يَسْلُبُ
Artinya: Barangsiapa orangnya yang Allah telah mengumpulkan untuknya:
kesehatan tubuhnya, keamanan hatinya kemanapun dia pergi, tercukupi pangannya
untuk kelangsungan hidupnya untuk hari itu, dan keselamatan keluarganya, maka
sungguh Allah telah mengumpulkan untuknya semua kenikmatan seolah-olah dia
memiliki dunia semuanya.
Jika demikian, maka dia seharusnya tidak mengunakan hari nya itu kecuali
dengan mensyukurinya dan memanfaatkannya untuk ketaatan kepada Allah Sang
Pemberi Nikmat, bukan untuk kemaksiatan, dan jangan bosan berdzikir dengan
mengingatnya.
Seorang penyair Nafthaweih berkata:
إِذَا مَا كَسَاكَ الدَّهْرُ ثَوْبَ مُصِحَّةٍ
*** وَلَمْ يَخْلُ مِنْ قُوتٍ يُحَلَّى وَيَعْذُبُ
فَلَا تَغْبَطَنَّ الْمُتْرَفِينَ فَإِنَّهُ
*** عَلَى حَسْبِ مَا يُعْطِيهِمُ الدَّهْرُ يَسْلُبُ
Jika ad-Dahr (masa/waktu) menyelemuti mu dengan baju sehat walafiat ***
dan tidak pernah kosong dari makanan, yang manis dan segar.
Maka janganlah kau merasa cemburu terhadap orang-orang yang hidupnya
serba mewah, karena sesungguhnya itu semua *** di atas apa yang Ad-Dahr berikan
kepada mereka, dan apa saja yang ad-Dahr berikan pasti kelak ia akan
mencabutnya kembali“.
(SELESAI) Baca: فيض القدير (6/88).
Dan Perkataan Syeikh Sholeh Fauzan al-Fauzan dalam memahami hadits tsb:
فَعَلَيْنَا أَنْ نَشْكُرَ اللَّهَ -
عَزَّ وَجَلَّ - بِأَنْ نَسْتَعْمِلَ هَذِهِ النِّعَمَ فِي طَاعَةِ اللَّهِ، وَلَا
نَبْطُرَ نِعْمَةَ اللَّهِ أَوْ نَتَكَبَّرَ أَوْ نَسْتَعْمِلَ هَذِهِ النِّعَمَ فِي
مَعْصِيَّةِ اللَّهِ، وَفِي الْإِسْرَافِ وَالتَّبْذِيرِ وَالْبُذْخِ وَغَيْرِ ذَلِكَ
Artinya: Kita harus bersyukur kepada Allah Azza Wajalla dengan cara
menggunakan semua nikmatnya ini dalam ketaatan kepada Allah, dan tidak menyalah
gunakan nikmat Allah atau tidak takabur atau tidak menggunakan nikmat-nikmat
ini dalam kemaksiatan kepada Allah. Dan tidak pula untuk pemborosan, tabdzir,
gaya hidup glamour, dan lain sebagainya.
HADITS KE 3 :
Hadits Jabir bin Abdullah -radhiyallahu ‘anhu- :
" أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِالسُّوقِ دَاخِلًا مِنْ بَعْضِ الْعَالِيَةِ
وَالنَّاسُ كَنَفَتَهُ فَمَرَّ بِجَدْيٍ أَسَكَّ مَيِّتٍ فَتَنَاوَلَهُ فَأَخَذَ
بِأُذُنِهِ ثُمَّ قَالَ أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنَّ هَذَا لَهُ بِدِرْهَمٍ فَقَالُوا
مَا نُحِبُّ أَنَّهُ لَنَا بِشَيْءٍ وَمَا نَصْنَعُ بِهِ قَالَ أَتُحِبُّونَ
أَنَّهُ لَكُمْ قَالُوا وَاللَّهِ لَوْ كَانَ حَيًّا كَانَ عَيْبًا فِيهِ
لِأَنَّهُ أَسَكُّ فَكَيْفَ وَهُوَ مَيِّتٌ فَقَالَ فَوَاللَّهِ لَلدُّنْيَا
أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ هَذَا ".
Bahwa Rasulullah ﷺ melintas masuk ke pasar
seusai pergi dari tempat-tempat tinggi sementara orang-orang berada disisi
beliau. Beliau melintasi bangkai anak kambing dengan telinga melekat, beliau
mengangkat telinganya lalu bersabda:
"Siapa diantara kalian yang mau membeli ini seharga satu
dirham?"
Mereka menjawab: Kami tidak mau memilikinya, untuk apa?
Beliau bersabda: "Apa kalian mau (bangkai) ini milik kalian?"
Mereka menjawab: Demi Allah, andai masih hidup pun ada cacatnya karena
telinganya menempel, lalu bagaimana halnya dalam keadaan sudah mati?
Beliau bersabda: "Demi Allah, dunia lebih hina bagi Allah melebihi
(bangkai) ini bagi kalian." [ HR. Muslim no. 5257 ].
**Dai
tersebut (mobilnya Alphard) berdalil dengan hadits diatas** : bahwa harta dunia
itu lebih hina dari pada BANGKAI KAMBING yang cacat dan bau busuk . Maka kaum
muslimin harus menjauhinya, membuangnya dan meninggalkannya .
**Jawabannya adalah sbb :**
Pertama : penulis kutip penjelasan dari ad-Duror
as-Saniyah tentang makna hadits ini :
وفي هذا إشارة إلى التَّحذيرِ مِن
أنْ يَستغرِقَ المسلِمُ في مَتاعِ الدُّنيا وشَهواتِها؛ فقد خلَق اللهُ الدُّنيا
ولَم يَجعَلْ لها وَزنًا، وكانتْ عنده هَيِّنةً.
Dalam hadits ini terdapat peringatan untuk menjaga diri agar seorang
Muslim tidak terjebak dan tenggelam dalam kesenangan duniawi dan syahwatnya.
Allah menciptakan dunia ini tanpa memberikan bobot atau berat timbangan yang
berarti, dan dunia ini di sisi-Nya adalah sesuatu yang mudah ".
Kedua
: hadits tersebut hanya sebatas perumpamaan dan nasihat agar kita tidak
tenggelam dalam kelezatan dunia yang membuat kita lalai dan lupa terhadap
tuntutan agama dan persiapan kehidupan akhirat .
Dan
pada realitanya ada perbedaan antara harta benda dan bangkai kambing yang cacat
dan busuk . Diantara perbedaannya adalah sbb :
1]-
Harta benda termasuk salah satu 5 darurat yang wajib di jaga .
2]-
Orang yang terbunuh dalam membela hartanya maka dia mati syahid.
Dari Sa’id bin Zaid (ia meriwayatkan): Aku pernah
mendegar Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
مَنْ قُتِلَ
دُونَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُونَ دِينِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ
دُونَ دَمِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُونَ أَهْلِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ
Barangsiapa yang terbunuh karena melindungi
hartanya maka dia syahid. Siapa yang terbunuh karena melindungi agamanya maka
dia syahid. Siapa yang terbunuh karena melindungi darahnya maka dia syahid.
Siapa yang terbunuh karena melindungi keluarganya maka dia syahid
(HR. An-Nasai no. 4105 dan al-Tirmidzi no. 1421.
Di nilai Hasan Shahih oleh At-Tirmidzi, dan dinilai Shahih oleh al-Albani dalam
Shahih an-Nasa’i).
3]-
Pencuri terkena hukum hadd potong tangan .
4]-
Bagi yang menginfak-kan hartanya di jalan Allah maka dia akan mendapatkan
pahala .
5]-
Allah SWT melarang kita tabdzir harta dan rizki , bahkan demi untuk menghindari
tabdzir rizki dan demi mensyukuri karunia Allah SWT , maka Nabi ﷺ
menganjurkan umatnya untuk menjilati jari-jari tangan seusai makan . Beliau ﷺ
bersabda:
إِذَا
أَكَلَ أَحَدُكُمْ طَعَامًا، فَلَا يَمْسَحْ يَدَهُ، حَتَّى يَلْعَقَهَا".
“Jika salah seorang dari
kalian makan makanan janganlah dia mengusapkan tangannya sampai dia menjilat
tangannya terlebih dahulu ". (Muttafaqun 'Alaihi).
Dan dari Anas -radhiyallahu ‘anhu- , dia menceritakan :
" أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَكَلَ طَعَامًا لَعِقَ أَصَابِعَهُ الثَّلَاثَ
قَالَ وَقَالَ إِذَا سَقَطَتْ لُقْمَةُ أَحَدِكُمْ فَلْيُمِطْ عَنْهَا الْأَذَى
وَلْيَأْكُلْهَا وَلَا يَدَعْهَا لِلشَّيْطَانِ وَأَمَرَنَا أَنْ نَسْلُتَ
الْقَصْعَةَ قَالَ فَإِنَّكُمْ لَا تَدْرُونَ فِي أَيِّ طَعَامِكُمْ الْبَرَكَةُ".
Bahwa Nabi ﷺ apabila selesai makan, dia
menjilati ke tiga jari tangannya. Anas berkata; Beliau bersabda:
'Apabila suapan makanan salah seorang diantara kalian jatuh, ambillah
kembali lalu buang bagian yang kotor dan makanlah bagian yang bersih. Jangan
dibiarkannya dimakan setan."
Dan beliau menyuruh kami untuk menjilati piring. Beliau bersabda:
'Karena kalian tidak tahu makanan mana yang membawa berkah." [HR. Muslim
no. 3795].
Itu
semua tidak berlaku pada bangkai kambing yang cacat dan membusuk.
HADITS KE 4 :
Hadits:
أَيُّهَا النَّاسُ، إِيَّاكُمْ وَحُبَّ الدُّنْيَا،
فَإِنَّهَا رَأْسُ كُلِّ خَطِيئَةٍ، وَبَابُ كُلِّ بَلِيَّةٍ، وَقِرَانُ كُلِّ فِتْنَةٍ،
وَدَاعِي كُلِّ رَزِيَّةٍ
“Wahai manusia, jauhilah kecintaan kepada dunia, karena ia
adalah pangkal segala kesalahan, pintu segala bencana, penyebab segala fitnah,
dan pengantar segala musibah”.
[Disebutkan
dari perkatan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu oleh asy-Syeikh
Ali an-Namaazy asy-Syahrowardy pakar hadits Syi’ah Iran dalam kitab-nya
“Maustadrok Safinatul Bihar 3/364].
Ibnu
Abi ad-Dunya dalam kitab az-Zuhud hal. 212 no. 497 dan kitab Dzamm ad-Dunya
hal. 170 no. 416 meriwayatkan dengan sanadnya:
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِدْرِيسَ، نا هُرَيْمُ بْنُ
عُثْمَانَ، عَنْ سَلَّامِ بْنِ مِسْكِينٍ، عَنْ مَالِكِ بْنِ دِينَارٍ، قَالَ: «حُبُّ
الدُّنْيَا رَأْسُ كُلِّ خَطِيئَةٍ، وَالنِّسَاءُ حِبَالَةُ الشَّيْطَانِ، وَالْخَمْرُ
دَاعِيَةُ كُلِّ شَرٍّ»
Muhammad bin Idris telah menceritakan
kepadaku, telah memberitakan kepada kami Huraim bin Utsman, dari Sallam bin
Miskin, dari Malik bin Dinar, ia berkata:
*"Cinta
dunia adalah pangkal segala kesalahan, wanita adalah jerat setan, dan khamar
adalah pangkal segala kejahatan."*
Dan
diriwayatkan pula dari jalur al-Hasan al-Bahsry secara mursal : bahwa
Rasulullah ﷺ
bersabda:
"حُبُّ الدُنْيا رَأسُ كُلِّ خَطِيئَةٍ"
"Cinta
dunia adalah pangkal segala kesalahan."
Hadits
ini lemah, karena merupakan hadits mursal dari Al-Hasan Al-Bashri (seorang
tabi'in). Sebagian ulama bahkan menilainya sebagai hadits palsu, di antaranya
Ibnu Taimiyah, yang kemudian diikuti oleh Al-Albani dalam kitab
*Al-Dha’ifah*.
Hadits
ini diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam *Syu‘abul Iman* (7:338, no. 10501).
Al-Hafizh Ibnu Hajar memuji hadits-hadits mursal dari Al-Hasan dalam *Fathul
Qadir* (3:368, no. 3662) dan *Kasyful Khafa’* (1:412-413).
Namun,
hadits ini dinilai lemah oleh As-Suyuthi, dan pendapatnya diikuti oleh
Al-Albani dalam *Dha‘iful Jami‘ Ash-Shaghir* (3:90, hadits no. 268).
Imam
Ahmad bin Hanbal dalam kitab *Az-Zuhd* menisbatkan perkataan ini kepada Isa
‘alayhis-salam.
Ibnu
Razin juga meriwayatkannya dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dalam
*Jami‘ul Ushul* (4:506, hadits no. 2602).
Shiddiq
Hasan Khan dalam *Husn al-Uswah* dan Al-Tibrizi dalam *Al-Mishkat* menyebutkan
bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Ruzain dari Hudzaifah.
Al-Ajluni
dalam *Kasyf al-Khafa’* 1/398 (Tahqiq Handaawi) menyebutkan :
حَدِيثُ حُبِّ الدُّنْيَا رَأْسُ كُلِّ خَطِيئَةٍ رَوَاهُ
الْبَيْهَقِيُّ فِي الشُّعَبِ بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ إِلَى الْحَسَنِ الْبَصْرِيِّ رَفَعَهُ
مُرْسَلًا، وَذَكَرَهُ الدَّيْلَمِيُّ فِي الْفِرْدَوْسِ وَتَبِعَهُ وَلَدُهُ بِلا
سَنَدٍ عَنْ عَلِيٍّ رَفَعَهُ، وَقَالَ ابْنُ الْغَرَسِ الْحَدِيثُ ضَعِيفٌ، وَرَوَاهُ
الْبَيْهَقِيُّ أَيْضًا فِي الزُّهْدِ، وَأَبُو نُعَيْمٍ مِنْ قَوْلِ عِيسَى ابْنِ
مَرْيَمَ.
وَلِأَحْمَدَ فِي الزُّهْدِ عَنْ سُفْيَانَ قَالَ: كَانَ
عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَقُولُ: حُبُّ الدُّنْيَا أَصْلُ كُلِّ خَطِيئَةٍ وَالْمَالُ
فِيهِ دَاءٌ كَثِيرٌ، قَالُوا: وَمَا دَاؤُهُ؟ قَالَ: لَا يَسْلَمُ صَاحِبُهُ مِنَ
الْفَخْرِ وَالْخُيَلَاءِ، قَالُوا: فَإِنْ سَلِمَ، قَالَ: شَغَلَهُ إِصْلَاحُهُ عَنْ
ذِكْرِ اللَّهِ تَعَالَى.
وَعِنْدَ ابْنِ أَبِي الدُّنْيَا فِي مَكَائِدِ الشَّيْطَانِ
لَهُ أَنَّهُ مِنْ قَوْلِ مَالِكِ بْنِ دِينَارٍ. وَجَزَمَ ابْنُ تَيْمِيَةَ بِأَنَّهُ
مِنْ قَوْلِ جُنْدُبٍ الْبَجَلِيِّ، قَالَ فِي الْمَقَاصِدِ: وَبِالْأَوَّلِ يُرَدُّ
عَلَيْهِ وَعَلَى غَيْرِهِ مِمَّنْ صَرَّحَ بِالْحُكْمِ عَلَيْهِ بِالْوَضْعِ أَيْ
كَالصَّغَانِيِّ لِقَوْلِ ابْنِ الْمَدِينِيِّ: مُرْسَلَاتُ الْحَسَنِ إِذَا رَوَاهَا
عَنْهُ الثِّقَاتُ صِحَاحٌ، مَا أَقَلَّ مَا يَسْقُطُ مِنْهَا.
وَقَالَ أَبُو زُرْعَةَ: كُلُّ شَيْءٍ يَقُولُ الْحَسَنُ
فِيهِ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- وَجَدْتُ لَهُ أَصْلًا
ثَابِتًا، مَا خَلَا أَرْبَعَةَ أَحَادِيثَ، وَلَيْتَهُ ذَكَرَهَا".
bahwa
hadits ini diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam *Syu‘ab al-Iman* dengan sanad
hasan sampai kepada Al-Hasan Al-Bashri yang meriwayatkannya secara mursal.
Ad-Dailami juga mencantumkannya dalam *Al-Firdaws*, dan anaknya mengikutinya
tanpa sanad dari Ali. Ibnu Al-Gharas menilai hadits ini sebagai hadits
lemah.
Hadits
ini juga diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam *Az-Zuhd* dan oleh Abu Nu‘aim dari
perkataan Isa bin Maryam. Ahmad dalam *Az-Zuhd* meriwayatkan dari Sufyan bahwa
Isa bin Maryam berkata: *"Cinta dunia adalah akar segala kesalahan, dan
harta mengandung banyak penyakit."* Lalu ditanyakan kepadanya: *"Apa
penyakitnya?"* Ia menjawab: *"Pemiliknya tidak akan selamat dari
kesombongan dan keangkuhan."* Lalu ditanyakan lagi: *"Jika ia selamat
dari itu?"* Ia menjawab: *"Kesibukannya dalam mengurus harta akan
melalaikannya dari mengingat Allah Ta’ala."*
Ibnu
Abi Dunya dalam *Makā’id Asy-Syaithan* menyebutkan bahwa perkataan ini
berasal dari Malik bin Dinar.
Ibnu
Taimiyah menegaskan bahwa ungkapan ini sebenarnya berasal dari Jundub
Al-Bajali.
Dalam
*Al-Maqāṣid*,
disebutkan bahwa pendapat pertama membantah anggapan bahwa hadits ini adalah
palsu, sebagaimana yang dinyatakan oleh Ash-Shaghani. Hal ini karena menurut
Ibnu Al-Madini, hadits-hadits mursal dari Al-Hasan Al-Bashri yang diriwayatkan
oleh perawi tepercaya tergolong sahih. Abu Zur‘ah berkata: "Setiap hadits
yang Al-Hasan (Al-Bashri) katakan di dalamnya: ‘Rasulullah ﷺ
bersabda,’ aku mendapati hadits itu memiliki asal yang kuat, kecuali empat
hadits." Andai saja ia menyebutkan hadits-hadits tersebut”.
Lalu al-Ajluni berkata :
وَقَالَ فِي الدُّرَرِ: قَدْ عُدَّ الْحَدِيثُ فِي الْمَوْضُوعَاتِ،
وَتَعَقَّبَهُ شَيْخُ الْإِسْلَامِ ابْنُ حَجَرٍ بِأَنَّهُ أَثْنَى عَلَى مُرَاسِيلِ
الْحَسَنِ، انْتَهَى.
لَكِنْ فِي اللَّآلِئ لِلْحَافِظِ الْمَذْكُورِ: مُرَاسِيلُ
الْحَسَنِ عِنْدَهُمْ تُشْبِهُ الرِّيحَ انْتَهَى.
وَقَالَ الدَّارَقُطْنِيُّ: فِي مُرَاسِيلِهِ ضَعْفٌ،
وَلِلدَّيْلَمِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَفَعَهُ: "أَعْظَمُ الْآفَاتِ تُصِيبُ
أُمَّتِي حُبَّهُمُ الدُّنْيَا، وَجَمْعُهُمُ الدَّنَانِيرَ وَالدَّرَاهِمَ، لَا خَيْرَ
فِي كَثِيرٍ مِمَّنْ جَمَعَهَا إِلَّا مَنْ سَلَّطَهُ اللَّهُ عَلَى هَلَكِهَا فِي
الْحَقِّ"
وَفِي تَارِيخِ ابْنِ عَسَاكِرَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ مَسْعُودٍ
الصَّدَفِيِّ التَّابِعِيِّ بِلَفْظِ: حُبُّ الدُّنْيَا رَأْسُ الْخَطَايَا
Dalam
Ad-Durar, disebutkan bahwa hadits ini termasuk dalam kategori hadits palsu.
Namun, pernyataan ini dikoreksi oleh Syaikhul Islam Ibnu Hajar yang memuji
hadits-hadits mursal dari Al-Hasan.
Namun,
dalam Al-La’ali karya Al-Hafizh yang disebutkan sebelumnya, dikatakan:
"Hadits-hadits mursal dari Al-Hasan di sisi mereka seperti angin
berlalu."
Ad-Daraquthni
berkata: "Hadits-hadits mursalnya lemah."
Ad-Dailami
meriwayatkan dari Abu Hurairah secara marfu‘: "Bencana terbesar yang
menimpa umatku adalah kecintaan mereka terhadap dunia serta kesibukan mereka
dalam mengumpulkan dinar dan dirham. Tidak ada kebaikan dalam banyak orang yang
mengumpulkannya, kecuali bagi mereka yang diberi kekuasaan oleh Allah untuk
menghabiskannya di jalan kebenaran."
Dalam
Tarikh Ibn Asakir, dari Sa‘id bin Mas‘ud As-Shadfi, seorang tabi‘in, disebutkan
dengan lafaz: "Cinta dunia adalah pangkal segala kesalahan."
[Selesai]
0 Komentar