‘ARASY ADALAH MAKHLUK CIPTAAN ALLAH (azza wa jallaa)
Ditulis oleh Abu Haitsam Fakhry
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
===
DAFTAR ISI :
- ‘ARASY ADALAH MAKHLUK CIPTAAN ALLAH SWT
- ‘ARASY ADALAH MAKHLUK ALLAH YANG PALING BESAR
- APAKAH ‘ARASY ITU MAKHLUK PERTAMA? ATAU PENA? ATAU AIR?
- PENDAPAT MAYORITAS : MAKHLUK PERTAMA ADALAH ‘ARASY:
- BANTAHAN TERHADAP PENDAPAT YANG MENAFIKAN SIFAT ALLAH MAHA TINGGI:
- DUA KAIDAH UTAMA TERKAIT SIFAT MAHA TINGGI ALLAH
- BOLEHKAH BERKEYAKINAN BAHWA ALLAH ITU DEKAT?
- MAKNA ALLAH TINGGI DI ATAS ‘ARASY BISA PULA BERARTI ALLAH DI LUAR ‘ARASY.
- BUMI ITU BULAT BERDASARKAN IJMA’ PARA ULAMA
- GUGUSAN GALAKSI, BULAT BAGAIKAN CINCIN BERTEBARAN DAN BARTHAWAF DI ALAM SEMESTA
****
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ
===****===
‘ARASY ADALAH MAKHLUK CIPTAAN ALLAH SWT
‘Arasy adalah makhluk, Allah ta'ala yang menciptakannya,
dan ia adalah makhluk pertama dan yang paling besar.
'Arasy adalah makhluk, yang sebelumnya tidak ada lalu menjadi ada. Allah SWT adalah Tuhan Pencipta ‘Arasy, sebagaimana dalam firman-Nya :
﴿اللَّهُ
لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ﴾
“Allah, tiada Tuhan Yang disembah kecuali Dia, Rabb (Tuhan Pencipta) 'Arsy yang besar". [QS. An-Naml: 26]
Mirip dengan firman-Nya dalam surat Qura’isy yang menunjukkan
bahwa Allah SWT adalah Rabb (Tuhan Pencipta) Ka’bah Baitullah :
﴿فَلْيَعْبُدُوا
رَبَّ هَٰذَا الْبَيْتِ﴾
“Maka hendaklah mereka menyembah Rabb (Tuhan Pencipta) rumah ini
(Ka'bah)”. [QS, Quraysh: 3]
Dan mirip pula dengan doa Nabi ﷺ yang mengisyaratkan bahwa Allah SWT adalah Tuhan Pencipta para
malaikat dan Ruh :
سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ رَبُّ الْمَلَائِكَةِ وَالرُّوحِ
"Maha Suci, Maha
Kudus, Rabb (Tuhan Pencipta) para malaikat dan ar-Ruh (Jibril)". [HR. Muslim no. 487]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
" الْعَرْشَ مَخْلُوقٌ ؛ فَإِنَّ الله يَقُولُ: ﴿وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ﴾ وَهُوَ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ: الْعَرْشُ وَغَيْرُهُ ، وَرَبُّ كُلِّ شَيْءٍ: الْعَرْشُ وَغَيْرُهُ " .
"'Arasy adalah makhluk; karena Allah berfirman: (Dan Dia adalah Rabb (Tuhan Pencipta) ‘Arasy yang besar), dan Dia adalah Pencipta segala sesuatu: 'Arasy dan selainnya, dan Rabb segala sesuatu: 'Arasy dan selainnya." [Selesai dari "Majmu’ al-Fatawa" (18/214)].
Dan Allah SWT berfirman :
﴿اللَّهُ
خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ ۖ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ﴾
“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara
segala sesuatu”. [Zumar: 62]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
"أَمَّا اتِّفَاقُ السَّلَفِ وَأَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ عَلَى أَنَّ اللَّهَ وَحْدَهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ فَهَذَا حَقٌّ.." انْتَهَى
"Adapun kesepakatan salaf dan Ahlus Sunnah wal Jama'ah bahwa Allah semata adalah Pencipta segala sesuatu, maka ini adalah hak dan kebenaran." [Selesai dari "Naqd Maratib al-Ijma'" (hal. 303)].
Ibnu Hazm rahimahullah mengutip kesepakatan para ulama, sebagaimana yang beliau
nukil dalam kitab "Maratib al-Ijma'":
"اتَّفَقُوا
أَنَّ اللَّهَ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ غَيْرِهِ،
وَأَنَّهُ تَعَالَى لَمْ يَزَلْ وَحْدَهُ، وَلَا شَيْءَ غَيْرُهُ مَعَهُ، ثُمَّ
خَلَقَ الْأَشْيَاءَ كُلَّهَا كَمَا شَاءَ، وَأَنَّ النَّفْسَ مَخْلُوقَةٌ،
وَالْعَرْشَ مَخْلُوقٌ، وَالْعَالَمَ كُلَّهُ مَخْلُوقٌ."
"Mereka sepakat bahwa Allah semata, tiada sekutu
bagi-Nya, adalah Pencipta segala sesuatu selain-Nya, dan bahwa Dia ta'ala senantiasa
sendirian, tidak ada sesuatu pun bersama-Nya, kemudian Dia menciptakan segala
sesuatu sebagaimana yang Dia kehendaki, dan bahwa jiwa adalah makhluk, 'Arasy
adalah makhluk, dan seluruh alam semesta adalah makhluk." ["Naqd
Maratib al-Ijma'" (hal. 302)]
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata:
"الْعَرْشُ
مَخْلُوقٌ عَظِيمٌ، لَا يَعْلَمُ قَدْرَهُ إِلَّا اللَّهُ."
"'Arasy adalah makhluk yang besar, tidak ada yang
mengetahui kadar kebesaran-nya selain Allah." [Selesai dari
"Majmu’ Fatawa wa Rasail al-‘Utsaimin" (7/287)].
Barang siapa yang mengklaim bahwa ada seseorang dari Ahlus
Sunnah mengatakan bahwa 'Arasy itu azali tidak diciptakan (bukan makhluk), dan
bahwa ia setua dengan keberadaan Allah subhanahu wa ta'ala, maka sungguh ia
telah membuat-buat kebohongan dan menyampaikan tuduhan palsu.
Ini adalah jalan kebanyakan dari ahli bid’ah yang
merendahkan Ahlus Sunnah serta menuduh mereka dengan kebatilan secara dusta dan
fitnah.
Maka katakan kepada mereka:
(
قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ )
(Katakanlah: "Tunjukkan bukti kalian jika kalian
memang benar")
Bawalah satu huruf saja dari perkataan Ahlus Sunnah yang
mengatakan bahwa 'Arasy itu setua dengan Allah, selalu bersama-Nya subhanahu wa
ta'ala!!
===***===
‘ARASY ADALAH MAKHLUK ALLAH YANG PALING BESAR
Sahabat yang mulia Abu Dzar Al-Ghafari radhiyallahu 'anhu meriwayatkan:
bahwa Rasulullah ﷺ bersabda :
"
مَا السَّمَاوَاتُ السَّبعُ فِي الْكُرْسِيِّ إِلَّا كَحَلْقَةٍ مُلْقَاةٍ
بِأَرْضِ فَلَاةٍ، وَفَضْلُ الْعَرْشِ عَلَى الْكُرْسِيِّ كَفَضْلِ تِلْكَ
الْفَلَاةِ عَلَى تِلْكَ الْحَلْقَةِ".
“Perumpamaan tujuh langit dibandingkan dengan Kursi seperti cincin yang dilemparkan di padang sahara yang luas.
Dan kelebihan (keunggulan) ‘Arsy atas
Kursi seperti kelebihan (keunggulan) padang sahara yang luas itu atas cincin
tersebut.”
[HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Kitaabul ‘Arsy no. 58 , Ibnu
Hibban n0. 361 , al-Baihaqi dalam al-Asmaa wa ash-Shifaat no. 861 dan Abu Naim
dalam ((Hilyat Al-Awliya’) (1/167) secara panjang lebar dari Sahabat Abu Dzarr
al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu .
Dishahihkan oleh Ibnu al-Qoyyim dan dihasankan
oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (I/223 no. 109)
dan التَّعْلِيقُ عَلَى الطَّحَاوِيَّةِ no. 36.
Dan yang sudah maklum adanya adalah :
أَنَّ الرَّقْمَ سَبْعَةَ عِنْدَ الْعَرَبِ يُفِيدُ الْكَثْرَةَ وَلَا يَتَحَدَّدُ
فَقَطْ بِالسَّبْعَةِ عَدَدًا.
Bahwa : "ANGKA TUJUH di kalangan orang Arab menunjukkan banyak melimpah dan tidak terbatas pada tujuh angka saja" .
[Lihat : مُقَارَنَةٌ بَيْنَ الْوَصْفِ النَّبَوِيِّ وَتَصَوُّرِ عُلَمَاءِ الْفَضَاءِ
لِلْكَوْنِ. oleh : Prof. DR. Mohammad Farsyoukh].
Dan dalam riwayat lain dari Abu Dzar al-Ghifari bahwa
Rosulullah ﷺ bersabda :
مَا الْكُرْسِيُّ فِي الْعَرْشِ إِلَّا كَحَلْقَةٍ مِنْ حَدِيدٍ أُلْقِيَتْ بَيْنَ
ظَهْرَيْ فَلَاةٍ مِنَ الْأَرْضِ.
Tidaklah al-Kursi dibandingkan dengan al-'Arasy itu
kecuali seperti cincin besi yang dilemparkan di antara dua hamparan padang
sahara di bumi.
[ HR. Ath-Thobari meriwayatkan dalam “Al-Tafsir” (5/399) melalui Yunus].
Ibnu Katsiir mengatakan dalam “al-Bidayah wa an-Nihayah ”
(1/14) :
"أَوَّلُ
الْحَدِيثِ مُرْسَلٌ وَعَنْ أَبِي ذَرٍّ مُنْقَطِعٌ". ا. هـ
“Awal dari hadits adalah mursal dan yang
dari Abu Dzar, dan itu sanadnya terputus”.
Dan di Dhaifkan oleh Syu'aib al-Arna'uuth dalam Syarah
Aqidah ath-Thahawiyah hal. 370]
Namun Muhammad bin Hajjaj meng-hasankan-nya, dia berkata :
قُلْتُ: وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ، وَهُوَ أَصَحُّ مَا فِي الْبَابِ، وَالْحَدِيثُ
بِمَجْمُوعِ الطُّرُقِ حَسَنٌ لِغَيْرِهِ، وَفِيهِ دَلِيلٌ الْفَرْقِ بَيْنَ الْكُرْسِيِّ
وَالْعَرْشِ، فَتَنَبَّهْ، وَاللَّهُ أَعْلَمُ.
" Saya berkata: Dan orang-orangnya
dapat dipercaya, dan itu adalah yang paling shahih dari apa yang ada di bab
ini.
Dan hadits ini dengan sejumlah jalur-jalurnya adalah HASAN
LIGHOIRIHI . Dan hadits ini berisi dalil perbedaan antara al-Kursi dan
al-'Arasy, maka perhatikan itu!, wallaahu a'lam ". [ Baca : Arsip Multaqoo
Ahlil Hadits 69/85 ]
Hadis-hadis diatas menggambarkan alam semesta dengan
berbagai gambaran, disesuaikan dengan batas pemahaman orang-orang pada zaman
itu dan kemampuan daya cerna akal mereka saat tersebut.
Dan Begitu pula penjelasan dari sebagian para sahabat dan
Tabi'in . Diantaranya :
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata:
إِنَّمَا سُمِّيَ الْعَرْشُ عَرْشًا لِارْتِفَاعِهِ.
Adapun Arasy diberi nama Arsy, itu karena ketinggian-nya
(paling tertinggi). [Lihat : Tafsir Ibu Abi Hatim 6/1919 no. 10176 dan Tafsir
Ibnu Katsir 4/307, tafsir surat Huud : 7-8]
Ibnu Abi Hatim dan Abu Asy-Syeikh meriwayatkan bahwa Ibnu
Abbas berkata:
مَا يُقَدِّرُ قَدْرَ الْعَرْش إِلَّا الَّذِي خَلَقَه وَإِن السَّمَوَات
فِي خَلْقِ الْعَرْش مثل قُبَّةٍ فِي صَحْرَاء
Tidak ada yang bisa mengukur Arasy kecuali Dia (Allah) yang
menciptakannya, dan bahwa langit dalam penciptaan Arasy itu seperti kubah di
padang pasir [Lihat : Tafsir ad-Duror al-Mantsur karya as-Sayuuthi 4/335 dan
Asroor al-Kaun karya as-Sayuuthi 1/1].
Dan Sa'iid bin Mansour dan Abu Asy-Syeikh meriwayatkan bahwa
Mujahid berkata:
مَا أَخَذَت السَّمواتُ والأرضُ مِنَ العَرْشِ إلا كَما تَأخُذُ الحَلقةُ مِن
أرضِ الفَلاَةِ
“Langit dan bumi tidak diambil dari Arsy kecuali seperti
sebuah cincin diambil dari tanah padang sahara.” [ Lihat : Asroor al-Kaun karya
as-Sayuti 1/1 ]
Dari Mujahid rahimahullah , dia berkata :
"
مَا السَّمَاوَاتُ السَّبعُ فِي الْكُرْسِيِّ إِلَّا كَحَلْقَةٍ مُلْقَاةٍ
بِأَرْضِ فَلَاةٍ، وَفَضْلُ الْعَرْشِ عَلَى الْكُرْسِيِّ كَفَضْلِ تِلْكَ
الْفَلَاةِ عَلَى تِلْكَ الْحَلْقَةِ".
“Perumpamaan langit yang
tujuh dibandingkan dengan Kursi seperti cincin yang
dilemparkan di padang sahara yang luas, dan keunggulan ‘Arsy atas
Kursi seperti keunggulan padang sahara yang luas itu atas cincin
tersebut.”
[Diriwayatkan secara mauquf pada Mujahid dengan sanad yang
di shahihkan oleh Ibnu Hajar dalam “Al-Fath” (13/411)].
*****
APAKAH ‘ARASY ITU MAKHLUK PERTAMA? ATAU PENA? ATAU AIR?
Terdapat perbedaan pendapat mengenai makhluk pertama yang
diciptakan oleh Allah dari alam ini.
Pendapat yang dianggap kuat dalam
masalah ini ada tiga:
PERTAMA : ‘ARSY :
Ini adalah pendapat
jumhur (mayoritas) ulama dan ditarjih oleh Ibnu Taimiyah dan Ibnu
al-Qayyim.
KEDUA : PENA (QOLAM) :
Ini adalah pendapat yang ditarjih oleh Ibnu Jarir
ath-Thabari dan Ibnu al-Jauzi.
KETIGA : AIR :
Pendapat ini dinukil dari Ibnu Mas’ud dan sekelompok ulama
salaf, dan dikuatkan oleh Badruddin al-‘Aini.
Adapun pendapat-pendapat yang tidak dianggap (yakni, sangat lemah)
sangat banyak, sebagian berasal dari riwayat Israiliyyat, dan sebagian besar
lainnya adalah pendapat-pendapat ahli bid’ah, seperti yang mengklaim bahwa akal
adalah makhluk pertama, dan seperti yang mengklaim bahwa Nabi kita Muhammad ﷺ adalah makhluk pertama, hingga akhirnya siapa pun yang
mengagungkan makhluk atau sesuatu, maka ia menjadikannya makhluk pertama!
===***===
DALIL MASING-MASING PENDAPAT :
****
DALIL PENDAPAT : ‘ARSY ADALAH MAKHLUK PERTAMA :
Di antara dalilnya adalah hadits-hadits tersebut:
KE 1. Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash berkata: Aku
mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
(كَتَبَ
اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ
بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ، قَالَ : وَعَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ)
“Allah telah menulis takdir seluruh makhluk lima puluh
ribu tahun sebelum menciptakan langit dan bumi.” Beliau berkata: “Dan ‘arsy-Nya
berada di atas air.”
Diriwayatkan oleh Muslim (2653).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
فَهٰذَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّهُ قَدَّرَ إِذْ كَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ،
فَكَانَ الْعَرْشُ مَوْجُودًا مَخْلُوقًا عِنْدَ التَّقْدِيرِ لَمْ يُوجَدْ
بَعْدَهُ.
“Ini menunjukkan bahwa Dia telah menetapkan takdir saat
‘arsy-Nya berada di atas air, maka ‘arsy telah ada dan diciptakan pada saat
penetapan takdir, bukan sesudahnya.” (Ash-Shafadiyyah 2/82)
KE 2. Dari ‘Imran bin Hushain, dari Rasulullah ﷺ, beliau bersabda:
(كَانَ
اللَّهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ غَيْرُهُ وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ وَكَتَبَ
فِي الذِّكْرِ كُلَّ شَيْءٍ وَخَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ)
“Allah ada dan tidak ada sesuatu pun selain-Nya, dan
‘arsy-Nya berada di atas air, dan Dia menulis dalam adz-dzikr (Lauh Mahfuzh)
segala sesuatu, dan Dia menciptakan langit dan bumi.” Diriwayatkan oleh
al-Bukhari (3019).
Lafadz riwayat lain :
(كَانَ
اللَّهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ قَبْلَهُ وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ ثُمَّ
خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ وَكَتَبَ فِي الذِّكْرِ كُلَّ شَيْءٍ)
“Allah ada dan tidak ada sesuatu pun sebelum-Nya, dan
‘arsy-Nya berada di atas air, lalu Dia menciptakan langit dan bumi, dan menulis
dalam adz-dzikr segala sesuatu.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari (6982).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
وَفِي رِوَايَةٍ (ثُمَّ كَتَبَ فِي الذِّكْرِ كُلَّ شَيْءٍ) فَهُوَ أَيْضًا
دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ الْكِتَابَةَ فِي الذِّكْرِ كَانَتْ وَالْعَرْشُ عَلَى
الْمَاءِ.
“Dalam riwayat (kemudian Dia menulis dalam adz-dzikr
segala sesuatu) juga merupakan dalil bahwa penulisan dalam adz-dzikr terjadi
saat ‘arsy berada di atas air.” (Ash-Shafadiyyah 2/82)
Ibnu al-Qayyim rahimahullah berkata dalam kitabnya
*an-Nuniyyah* hal. 65 dan ash-Showa’iq al-Mursalah hal. 53:
وَالنَّاسُ مُخْتَلِفُونَ فِي الْقَلَمِ الَّذِي *** كُتِبَ الْقَضَاءُ بِهِ
مِنَ الدَّيَّانِ
"Manusia berselisih tentang
pena yang *** dengannya takdir ditulis oleh Tuhan Pemilik hukum
هَلْ كَانَ قَبْلَ الْعَرْشِ أَوْ هُوَ بَعْدَهُ *** قَوْلَانِ عِنْدَ أَبِي
الْعَلَاءِ الْهَمَذَانِي
Apakah ia sebelum ‘arsy atau
sesudahnya *** Dua pendapat dari Abu al-‘Ala al-Hamadzani
وَالْحَقُّ أَنَّ الْعَرْشَ قَبْلُ لِأَنَّهُ *** عِنْدَ الْكِتَابَةِ كَانَ
ذَا أَرْكَانِ
Yang benar adalah ‘arsy terlebih dahulu karena *** saat
penulisan, ia telah memiliki tiang penyangga"
Jadi, pendapat yang kuat adalah bahwa pena diciptakan
setelah ‘arsy. Maka makna sabda Nabi ﷺ:
(فَأَوَّلَ
مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ قَالَ لَهُ: اكْتُبْ)
“Hal pertama yang diciptakan Allah adalah pena, lalu Dia
berfirman kepadanya: tulislah”
Maksudnya adalah: ketika Allah menciptakan pena, Dia
berfirman kepadanya. Maka kata “ما” di sini adalah *mashdariyyah* (penyusun
kalimat verbal), bukan *maushulah* (kata sambung untuk benda).
Penciptaan ‘arsy sebelum pena tidak serta-merta
menunjukkan bahwa ia diciptakan sebelum “air”. Yang paling dapat dikatakan
adalah bahwa keduanya diciptakan bersamaan. Adapun jika dikatakan bahwa ‘arsy
diciptakan setelah air, maka hal itu tidaklah tampak secara jelas.
****
DALIL PENDAPAT : PENA ADALAH MAKHLUK PERTAMA :
Mereka yang mengatakan bahwa pena adalah makhluk pertama
berdalil dengan riwayat dari ‘Ubadah bin ash-Shamit yang berkata: Aku mendengar
Rasulullah ﷺ bersabda:
(إِنَّ
أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ فَقَالَ لَهُ : اكْتُبْ ، قَالَ : رَبِّ
وَمَاذَا أَكْتُبُ ؟ قَالَ : اكْتُبْ مَقَادِيرَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى تَقُومَ
السَّاعَةُ)
“Sesungguhnya hal pertama yang diciptakan Allah adalah
pena. Maka Dia berfirman kepadanya: ‘Tulislah.’ Pena pun berkata: ‘Wahai
Rabb-ku, apa yang harus aku tulis?’ Dia berfirman: ‘Tulislah takdir segala
sesuatu hingga hari kiamat.’”
[Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (2155) dan Abu Dawud
(4700), dan disahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi].
BANTAHAN :
Tidak ada dalil dalam hadits tersebut bahwa pena adalah
makhluk pertama yang diciptakan, melainkan makna hadits itu adalah bahwa pada
saat Allah menciptakan pena, Dia memerintahkannya untuk menulis, maka pena pun
menulis takdir segala sesuatu.
Dan telah sahih dalam sunnah hadits-hadits yang
menjelaskan bahwa ketika Allah menciptakan pena dan memerintahkannya menulis
takdir segala sesuatu sampai hari kiamat, maka ‘arsy-Nya berada di atas air.
Hal ini menunjukkan bahwa penciptaan ‘arsy terjadi sebelum penciptaan pena,
sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits diatas.
****
DALIL PENDAPAT : AIR ADALAH MAKHLUK PERTAMA :
Dan di antara dalil orang-orang yang berpendapat bahwa air
adalah makhluk pertama:
KE 1. Dari Abu Razin, ia berkata:
قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيْنَ كَانَ رَبُّنَا قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ
خَلْقَهُ ؟ قَالَ : (كَانَ فِي عَمَاءٍ مَا تَحْتَهُ هَوَاءٌ وَمَا فَوْقَهُ
هَوَاءٌ ، وَخَلَقَ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ)
Aku berkata, "Wahai Rasulullah, di manakah Tuhan kita
sebelum Dia menciptakan makhluk-Nya?" Beliau bersabda: “Dia berada di
dalam ‘ama’ (kabut tebal), yang di bawah-Nya tidak ada udara dan yang di
atas-Nya tidak ada udara, lalu Dia menciptakan ‘Arsy-Nya di atas air.”
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (3109) dan Ibnu Majah (182).
Lafaznya dalam riwayat Ibnu Majah – dan Ahmad (26/108) –
adalah:
(
ثُمَّ خَلَقَ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ )
“Kemudian Dia menciptakan ‘Arsy-Nya di atas air.”
Hadits ini disahihkan oleh ath-Thabari, dihasankan oleh
at-Tirmidzi, adz-Dzahabi, dan Ibnu Taimiyah, namun dilemahkan oleh al-Albani
dalam *Dha’if at-Tirmidzi*.
At-Tirmidzi berkata: Ahmad bin Mani’ berkata: Yazid bin
Harun berkata:
الْعَمَاءُ: أَيْ: لَيْسَ مَعَهُ شَيْءٌ.
"Al-‘ama’" artinya: tidak ada sesuatu pun
bersamanya. (*Sunan at-Tirmidzi* 5/288).
Ada juga yang mengatakan :
مَعْنَى "عَمَاءٍ": السَّحَابُ الْأَبْيَضُ.
“Makna "‘ama’" adalah: awan putih”.
Ath-Thabari rahimahullah – yang berpendapat bahwa pena
adalah makhluk pertama secara mutlak dan bahwa ia diciptakan sebelum air dan
sebelum ‘arsy – berkata:
وَأَوْلَى الْقَوْلَيْنِ فِي ذَلِكَ عِنْدِي بِالصَّوَابِ: قَوْلُ مَنْ قَالَ
إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى خَلَقَ الْمَاءَ قَبْلَ الْعَرْشِ؛ لِصِحَّةِ
الْخَبَرِ الَّذِي ذَكَرْتُ قَبْلُ عَنْ أَبِي رَزِينٍ الْعُقَيْلِيِّ عَنْ
رَسُولِ اللَّهِ ﷺ أَنَّهُ قَالَ حِينَ سُئِلَ: أَيْنَ كَانَ رَبُّنَا عَزَّ
وَجَلَّ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ خَلْقَهُ؟ قَالَ: (كَانَ فِي عَمَاءٍ، مَا تَحْتَهُ
هَوَاءٌ، وَمَا فَوْقَهُ هَوَاءٌ، ثُمَّ خَلَقَ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ)،
فَأَخْبَرَ ﷺ أَنَّ اللَّهَ خَلَقَ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ، وَمُحَالٌ ـ إِذْ
كَانَ خَلَقَهُ عَلَى الْمَاءِ ـ أَنْ يَكُونَ خَلَقَهُ عَلَيْهِ، وَالَّذِي
خَلَقَهُ عَلَيْهِ غَيْرُ مَوْجُودٍ، إِمَّا قَبْلَهُ أَوْ مَعَهُ.
فَإِذَا كَانَ ذَلِكَ كَذَلِكَ: فَالْعَرْشُ لَا يَخْلُو مِنْ أَحَدِ
أَمْرَيْنِ: إِمَّا أَنْ يَكُونَ خُلِقَ بَعْدَ خَلْقِ اللَّهِ الْمَاءَ، وَإِمَّا
أَنْ يَكُونَ خُلِقَ هُوَ وَالْمَاءُ مَعًا، فَأَمَّا أَنْ يَكُونَ خَلْقُهُ
قَبْلَ خَلْقِ الْمَاءِ: فَذَلِكَ غَيْرُ جَائِزٍ صِحَّتُهُ عَلَى مَا رُوِيَ عَنْ
أَبِي رَزِينٍ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ.
Pendapat yang paling benar menurutku adalah pendapat yang
mengatakan bahwa Allah Tabaraka wa Ta’ala menciptakan air sebelum ‘arsy, karena
adanya hadits yang sahih yang telah aku sebutkan sebelumnya dari Abu Razin
al-‘Uqaili dari Rasulullah ﷺ bahwa ketika beliau ditanya, “Di mana Rabb kita sebelum Dia
menciptakan makhluk-Nya?”
Beliau ﷺ bersabda: “Dia berada dalam ‘ama’, yang di bawah-Nya tidak ada udara dan
yang di atas-Nya tidak ada udara, kemudian Dia menciptakan ‘arsy-Nya di atas
air.”
Maka Nabi ﷺ mengabarkan bahwa Allah menciptakan
‘arsy-Nya di atas air. Dan tidak masuk akal – jika memang Dia menciptakan ‘arsy
di atas air – bahwa Dia menciptakannya sedangkan air yang menjadi tempatnya
belum ada, baik sebelumnya maupun bersamaan dengannya.
Jika memang demikian, maka ‘arsy tidak lepas dari dua
kemungkinan: pertama, diciptakan setelah Allah menciptakan air; atau kedua,
diciptakan bersamaan dengan air. Adapun jika dikatakan bahwa penciptaan ‘arsy
lebih dahulu dari air, maka itu tidak mungkin kebenarannya berdasarkan riwayat
dari Abu Razin dari Nabi ﷺ. (Baca : *Tarikh ath-Thabari* 1/32)
Dan al-Hafizh Ibnu Hajar menegaskan bahwa hadits dari
‘Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu menunjukkan bahwa air lebih dahulu ada
daripada ‘arsy. Lihat: *Fath al-Bari* (6/289).
KE 2. Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu , ia berkata:
قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي إِذَا رَأَيْتُكَ طَابَتْ نَفْسِي
وَقَرَّتْ عَيْنِي فَأَنْبِئْنِي عَنْ كُلِّ شَيْءٍ فَقَالَ : (كُلُّ شَيْءٍ
خُلِقَ مِنْ مَاءٍ).
Aku berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya bila aku
melihatmu, jiwaku menjadi tenang dan mataku sejuk. Maka beritahukanlah kepadaku
tentang segala sesuatu.” Beliau bersabda: “Segala sesuatu diciptakan dari air.”
Diriwayatkan oleh Ahmad (13/314), dan al-Hafizh Ibnu Hajar
berkata dalam *Fath al-Bari* (5/29): “sanadnya sahih”. Dan juga disahihkan oleh
para pentahqiq *Musnad Ahmad*.
KE 3. Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ مِمَّ خُلِقَ الخَلْقُ ؟ قَالَ : (مِنَ الْمَاءِ)
Aku berkata, “Wahai Rasulullah, dari apa diciptakan
makhluk?” Beliau menjawab: “Dari air.” Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (2526).
Syaikh al-Albani berkata dalam *Shahih at-Tirmidzi*:
صحيح دون قوله ( مِمَّ خُلِقَ الخَلْقُ ) . انتهى
“Shahih tanpa lafaz “dari apa diciptakan makhluk”.
Saya katakan: dan hadits sebelumnya menjadi penguatnya.
Maka paling tidak, lafaz tersebut berstatus hasan.
Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah berkata:
وَقَوْلُهُ ﷺ لِأَبِي هُرَيْرَةَ لَمَّا سَأَلَهُ: "مِمَّ خُلِقَ
الخَلْقُ" فَقَالَ لَهُ: (مِنَ الْمَاءِ): يَدُلُّ عَلَى أَنَّ الْمَاءَ
أَصْلُ جَمِيعِ الْمَخْلُوقَاتِ، وَمَادَّتُهَا، وَجَمِيعُ الْمَخْلُوقَاتِ
خُلِقَتْ مِنْهُ.
وَقَالَ: وَقَدْ حَكَى ابْنُ جَرِيرٍ وَغَيْرُهُ عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ
وَطَائِفَةٍ مِنَ السَّلَفِ: أَنَّ أَوَّلَ الْمَخْلُوقَاتِ الْمَاءُ.
Sabda Nabi ﷺ kepada Abu Hurairah ketika ditanya, “Dari
apa diciptakan makhluk?” lalu beliau menjawab: “Dari air”, menunjukkan bahwa
air adalah asal semua makhluk dan materi penciptaannya, dan seluruh makhluk
diciptakan darinya.
Ia juga berkata: Ibnu Jarir dan selainnya telah
meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud dan sekelompok ulama salaf bahwa makhluk pertama
yang diciptakan adalah air. [Selesai] (*Latha’if al-Ma’arif*, hlm.
21–22).
KE 4. Riwayat Imam As-Suddi dalam kitab Tafsirnya dengan
beberapa sanad:
" أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى لَمْ يَخْلُقْ شَيْئًا مِمَّا خَلَقَ قَبْلَ
الْمَاءِ " .
“Bahwa Allah Ta'ala tidak menciptakan
sesuatu pun dari ciptaan-Nya sebelum menciptakan air”.
Imam Ibnu Khuzaimah berkata dalam Kitab at-Tauhid (jilid
1, halaman 569):
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ حَكِيمٍ الأَوْدِيُّ ، قَالَ :
حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ حَمَّادٍ ، يَعْنِي ابْنَ طَلْحَةَ الْقَنَّادَ ، قَالَ :
حَدَّثَنَا أَسْبَاطُ وَهُوَ ابْنُ نَصْرٍ الْهَمْدَانِيُّ عَنِ السُّدِّيِّ عَنْ
أَبِي مَالِكٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
وَعَنْ مُرَّةَ الْهَمْدَانِيِّ ، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ عَنْ نَاسٍ مِنْ أَصْحَابِ
النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم :
( هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى
إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَوَاتٍ )
قَالَ : إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى كَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ
وَلَمْ يَخْلُقْ شَيْئًا غَيْرَ مَا خَلَقَ قَبْلَ الْمَاءِ ... .
“Ahmad bin Utsman bin Hakim al-Audi menceritakan kepada
kami, ia berkata: Amru bin Hammad, yaitu Ibn Thalhah al-Qannad, menceritakan
kepada kami, ia berkata: Asbath bin Nashr al-Hamdani menceritakan kepada kami,
dari As-Suddi, dari Abu Malik, dari Abu Shalih, dari Ibnu Abbas radhiyallahu
'anhuma, dan dari Murrah al-Hamdani, dari Ibnu Mas'ud, dari sekelompok sahabat
Nabi ﷺ: "Dialah yang menciptakan untuk kalian apa yang ada di
bumi seluruhnya, kemudian Dia menuju ke langit dan menyempurnakannya menjadi
tujuh langit." Mereka berkata: Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta'ala,
Arsy-Nya berada di atas air dan Dia belum menciptakan sesuatu pun selain apa
yang telah Dia ciptakan sebelum air...”.
Riwayat ini juga disebutkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam
kitab Tafsirnya (jilid 1, halaman 74–75), dan oleh Ath-Thabari dalam kitab
Tafsirnya (jilid 1, halaman 435–436).
Sanad As-Suddi ini memang diperdebatkan, tetapi yang
tampak adalah bahwa sanadnya baik dan hasan. Adapun isi matannya mengandung
keanehan, dan ini termasuk di antaranya. Kemungkinan besar sebagian isinya
diambil dari kisah-kisah Bani Israil.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
كَمَا أَنَّ السُّدِّيَّ أَيْضًا يَذْكُرُ تَفْسِيرَهُ عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ،
وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ، وَغَيْرِهِمَا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ ﷺ، وَلَيْسَتْ
تِلْكَ أَلْفَاظُهُمْ بِعَيْنِهَا، بَلْ نَقْلُ هَؤُلَاءِ شَبِيهٌ بِنَقْلِ أَهْلِ
الْمَغَازِي وَالسِّيَرِ، وَهُوَ مِمَّا يُسْتَشْهَدُ بِهِ وَيُعْتَبَرُ بِهِ،
وَبِضَمِّ بَعْضِهِ إِلَى بَعْضٍ يَصِيرُ حُجَّةً، وَأَمَّا ثُبُوتُ شَيْءٍ
بِمُجَرَّدِ هَذَا النَّقْلِ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: فَهَذَا لَا يَكُونُ عِنْدَ
أَهْلِ الْمَعْرِفَةِ بِالْمَنْقُولَاتِ.
As-Suddi menyebutkan tafsirnya dari Ibnu Mas'ud, dari Ibnu
Abbas, dan dari sahabat-sahabat Nabi ﷺ lainnya, namun bukan dengan redaksi mereka
secara langsung, melainkan seperti riwayat ahli sejarah dan peperangan. Riwayat
semacam ini digunakan sebagai pendukung dan bahan pertimbangan. Jika
digabungkan satu dengan yang lain, maka bisa menjadi hujjah. Tetapi jika
menetapkan sesuatu hanya berdasarkan riwayat semacam ini dari Ibnu Abbas, maka
hal itu tidak diterima di kalangan ahli ilmu dalam bidang riwayat. (dalam kitab
Naqdhu at-Ta’sis/ نَقْضُ التَّأْسِيسِ, jilid 3, halaman 41).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata:
هٰذَا الْإِسْنَادُ يَذْكُرُ بِهِ "السُّدِّيُّ" أَشْيَاءَ
كَثِيرَةً فِيهَا غَرَابَةٌ، وَكَأَنَّ كَثِيرًا مِنْهَا مُتَلَقًّى مِنَ
الْإِسْرَائِيلِيَّاتِ.
Sanad ini digunakan oleh As-Suddi untuk menyebutkan banyak
hal yang di dalamnya terdapat keanehan, dan tampaknya banyak di antaranya
diambil dari kisah-kisah Israiliyat. (dalam kitab al-Bidayah wa an-Nihayah,
jilid 1, halaman 19).
Syaikh Ahmad Syakir rahimahullah memberikan komentar
panjang tentang sanad As-Suddi ini. Silakan lihat dalam tahqiq beliau terhadap
Tafsir Ath-Thabari (jilid 1, halaman 156).
Syaikh Abu Ishaq al-Huwaini juga memberikan komentar dalam
tahqiq-nya terhadap Tafsir Ibnu Katsir tentang sanad As-Suddi ini (jilid 1,
halaman 488–490), dan di akhir komentarnya beliau berkata:
"وَجُمْلَةُ
الْقَوْلِ: أَنَّ إِسْنَادَ تَفْسِيرِ السُّدِّيِّ جَيِّدٌ حَسَنٌ".
اِنْتَهَى.
“Kesimpulan: sanad tafsir As-Suddi adalah baik dan hasan.”
Selesai.
***===***
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
وَقَدْ جَاءَتِ الْآثَارُ الْمُتَعَدِّدَةُ عَنِ الصَّحَابَةِ
وَالتَّابِعِينَ وَغَيْرِهِمْ بِأَنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ لَمَّا كَانَ عَرْشُهُ
عَلَى الْمَاءِ: خَلَقَ السَّمَاءَ مِنْ بُخَارِ الْمَاءِ، وَأَيْبَسَ الْأَرْضَ،
وَهَكَذَا فِي أَوَّلِ التَّوْرَاةِ الْإِخْبَارُ بِأَنَّ الْمَاءَ كَانَ
مَوْجُودًا، وَأَنَّ الرِّيحَ كَانَتْ تَرِفُّ عَلَيْهِ، وَأَنَّ اللَّهَ خَلَقَ
مِنْ ذَلِكَ الْمَاءِ السَّمَاءَ وَالْأَرْضَ، فَهٰذِهِ الْأَخْبَارُ الثَّابِتَةُ
عَنْ نَبِيِّنَا ﷺ فِي الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ مُطَابِقَةٌ لِمَا عِنْدَ أَهْلِ
الْكِتَابِ مِنَ الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى مِمَّا فِي التَّوْرَاةِ، وَكُلُّ
ذَلِكَ يُصَدِّقُ بَعْضُهُ بَعْضًا، وَيُخْبِرُ أَنَّ اللَّهَ خَلَقَ هٰذَا
الْعَالَمَ - سَمَاوَاتِهِ وَأَرْضَهُ - فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ، ثُمَّ اسْتَوَى
عَلَى الْعَرْشِ، وَأَنَّهُ كَانَ قَبْلَ ذٰلِكَ مَخْلُوقَاتٌ، كَالْمَاءِ،
وَالْعَرْشِ، فَلَيْسَ فِي أَخْبَارِ اللَّهِ تَعَالَى أَنَّ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضَ أُبْدِعَتَا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ، وَلَا أَنَّهُ لَمْ يَكُنْ
قَبْلَهُمَا شَيْءٌ مِنَ الْمَخْلُوقَاتِ.
Telah datang berbagai atsar dari para sahabat, tabi'in,
dan selain mereka bahwa ketika Arsy Allah Subhanahu berada di atas air, Allah
menciptakan langit dari uap air dan mengeringkan bumi. Demikian pula disebutkan
dalam permulaan kitab Taurat bahwa air telah ada, dan angin berhembus di atasnya,
lalu Allah menciptakan dari air itu langit dan bumi. Maka berita-berita yang
shahih dari Nabi kita ﷺ dalam Al-Qur'an dan sunnah sesuai dengan apa yang ada pada Ahli
Kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani dalam Taurat. Semua berita itu saling
membenarkan dan mengabarkan bahwa Allah menciptakan alam ini—langit dan
bumi—dalam enam hari, lalu Dia bersemayam di atas Arsy. Dan bahwa sebelum
penciptaan langit dan bumi, sudah ada makhluk lain, seperti air dan Arsy. Maka
tidak terdapat dalam berita dari Allah Ta'ala bahwa langit dan bumi diciptakan
dari ketiadaan mutlak, atau bahwa tidak ada makhluk apa pun sebelum keduanya.
(Kitab Ash-Shafadiyyah, jilid 2, halaman 82–83; lihat juga
Majmu' Al-Fatawa, jilid 6, halaman 598; Tafsir Al-Qurthubi, jilid 1, halaman
255).
Allah swt berfirman :
(
وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَكَانَ
عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلا)
Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam
hari, dan Arsy-Nya berada di atas air, agar Dia menguji kalian siapa di antara
kalian yang paling baik amalnya. (Hud: 7)
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu berkata:
خَلَقَ الأَرْضَ فِي يَوْمَيْنِ ، ثُمَّ خَلَقَ السَّمَاءَ ، ثُمَّ اسْتَوَى
إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ فِي يَوْمَيْنِ آخَرَيْنِ ، ثُمَّ دَحَا الأَرْضَ
- وَدَحْوُهَا : أَنْ أَخْرَجَ مِنْهَا الْمَاءَ وَالْمَرْعَى - ، وَخَلَقَ
الْجِبَالَ ، وَالْجِمَالَ ، وَالآكَامَ ، وَمَا بَيْنَهُمَا : فِي يَوْمَيْنِ
آخَرَيْنِ ، فَذَلِكَ قَوْلُهُ ( دَحَاهَا ) وَقَوْلُهُ ( خَلَقَ الأَرْضَ فِي
يَوْمَيْنِ ) ، فَجُعِلَتْ الأَرْضُ وَمَا فِيهَا مِنْ شَيْءٍ فِي أَرْبَعَةِ
أَيَّامٍ ، وَخُلِقَتْ السَّمَوَاتُ فِي يَوْمَيْنِ .
Allah menciptakan bumi dalam dua hari, kemudian
menciptakan langit, lalu Dia menuju ke langit dan menyempurnakannya dalam dua
hari yang lain. Kemudian Dia membentangkan bumi—dan makna
"membentangkannya" adalah bahwa Dia mengeluarkan darinya air dan
padang rumput—dan Dia menciptakan gunung-gunung, hewan-hewan ternak,
bukit-bukit, dan apa yang ada di antara semuanya itu dalam dua hari yang lain.
Maka itulah makna firman-Nya: "Dia membentangkannya," dan firman-Nya:
"Dia menciptakan bumi dalam dua hari." Maka dijadikanlah bumi dan
segala isinya dalam empat hari, dan langit diciptakan dalam dua hari.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari secara mu'allaq, dan lihat
juga dalam kitab *Fathul Bari* (jilid 8, halaman 556).
Allah SWT berfirman :
﴿هُوَ
الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى
السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ ۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ﴾
Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi
untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh
langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. [QS. Al-Baqarah: 29]
****
PENDAPAT MAYORITAS : MAKHLUK PERTAMA ADALAH ‘ARASY:
Mayoritas ulama berpendapat bahwa 'Arasy adalah makhluk
pertama yang diciptakan. Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata:
"أَوَّلُ
مَا خَلَقَ اللَّهُ مِنَ الْأَشْيَاءِ الْمَعْلُومَةِ لَنَا هُوَ الْعَرْشُ،
وَاسْتَوَى عَلَيْهِ بَعْدَ خَلْقِ السَّمَاوَاتِ، كَمَا قَالَ تَعَالَى: (وَهُوَ
الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَكَانَ عَرْشُهُ
عَلَى الْمَاءِ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا)."
"Makhluk pertama yang diketahui oleh kita yang
diciptakan Allah adalah 'Arasy, dan Dia beristiwa di atasnya setelah
menciptakan langit, sebagaimana firman-Nya: (Dan Dialah yang menciptakan langit
dan bumi dalam enam hari, dan adalah 'Arasy-Nya di atas air, agar Dia menguji
kalian siapa di antara kalian yang paling baik amalnya)."
[Selesai dari *Majmu’ Fatawa wa Rasail al-‘Utsaimin*
(1/62)].
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (7418) dari ‘Imran bin
Hushain radhiyallahu ‘anhuma:
"
أَنَّ نَاسًا مِنْ أَهْلِ الْيَمَنِ سَأَلُوا النَّبِيَّ ﷺ عَنْ أَوَّلِ هَذَا الْأَمْرِ
مَا كَانَ ؟ فقَالَ : ( كَانَ اللَّهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ قَبْلَهُ، وَكَانَ
عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ ، ثُمَّ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ ، وَكَتَبَ فِي
الذِّكْرِ كُلَّ شَيْءٍ ) .
"Bahwa sekelompok orang dari Yaman bertanya kepada
Nabi ﷺ tentang awal perkara ini, bagaimana asalnya?" Maka beliau ﷺ bersabda:
“Allah ada, dan tidak ada sesuatu pun sebelum-Nya. Dan
'Arasy-Nya berada di atas air. Kemudian Dia menciptakan langit dan bumi, dan
menulis segala sesuatu dalam Adz-Dzikr (Lauh Mahfuz).”
Dan dalam riwayat lain no. (3191):
(
كَانَ اللَّهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ غَيْرُهُ )
“Allah ada, dan tidak ada sesuatu pun selain-Nya.”
Maka 'Arasy Ar-Rahman subhanahu adalah salah satu dari
makhluk-Nya, Dia menciptakannya sebelum menciptakan langit dan bumi serta
segala yang ada di dalamnya.
Hadits di atas menunjukkan bahwa pada awalnya tidak ada
apa pun selain Allah ta’ala—tidak ada 'Arasy maupun makhluk lainnya. Kemudian
Dia subhanahu menciptakan 'Arasy, lalu menciptakan makhluk-makhluk lainnya.
****
BANTAHAN TERHADAP KELOMPOK YANG MENAFIKAN SIFAT ALLAH MAHA TINGGI:
Kaum penolak dari kalangan Jahmiyah dan selain mereka yang
mengikuti jalan mereka dalam menolak sifat-sifat Allah yang Maha Tinggi,
menambahkan pada hadits ini suatu tambahan yang mungkar dan tidak memiliki
asal-usul. Mereka berkata:
(
كَانَ اللَّهُ وَلَا شَيْءَ مَعَهُ ، وَهُوَ الْآنَ عَلَى مَا عَلَيْهِ كَانَ )
*(“Allah ada dan tidak ada sesuatu pun bersama-Nya, dan
Dia sekarang seperti keadaan-Nya yang dahulu”)*
Maksud mereka adalah menolak apa yang telah Allah tetapkan
bagi diri-Nya berupa istiwa’ dan turun-Nya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
"
مِنْ أَعْظَمِ الْأُصُولِ الَّتِي يَعْتَمِدُهَا هَؤُلَاءِ الِاتِّحَادِيَّةُ
الْمَلَاحِدَةُ الْمُدَّعُونَ لِلتَّحْقِيقِ وَالْعِرْفَانِ: مَا يَأْثرُونَهُ
عَنْ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: (كَانَ اللَّهُ وَلَا شَيْءَ مَعَهُ ، وَهُوَ الْآنَ
عَلَى مَا عَلَيْهِ كَانَ) ، عِنْدَ الِاتِّحَادِيَّةِ الْمَلَاحِدَةِ .
وَهَذِهِ الزِّيَادَةُ وَهُوَ قَوْلُهُ: (وَهُوَ الْآنَ عَلَى مَا عَلَيْهِ
كَانَ) : كَذِبٌ مُفْتَرًى عَلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ ، اتَّفَقَ أَهْلُ الْعِلْمِ
بِالْحَدِيثِ عَلَى أَنَّهُ مَوْضُوعٌ مُخْتَلَقٌ ، وَلَيْسَ هُوَ فِي شَيْءٍ مِنْ
دَوَاوِينِ الْحَدِيثِ ، لَا كِبَارِهَا وَلَا صِغَارِهَا ، وَلَا رَوَاهُ أَحَدٌ
مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ بِإِسْنَادِ ، لَا صَحِيحٍ وَلَا ضَعِيفٍ ، وَلَا
بِإِسْنَادِ مَجْهُولٍ ، وَإِنَّمَا تَكَلَّمَ بِهَذِهِ الْكَلِمَةِ بَعْضُ
مُتَأَخِّرِي مُتَكَلِّمَةِ الْجَهْمِيَّة ، فَتَلَقَّاهَا مِنْهُمْ هَؤُلَاءِ
الَّذِينَ وَصَلُوا إلَى آخِرِ التَّجَهُّمِ - وَهُوَ التَّعْطِيلُ وَالْإِلْحَادُ
-.
وَهَذِهِ الزِّيَادَةُ الْإِلْحَادِيَّةُ وَهُوَ قَوْلُهُمْ: " وَهُوَ
الْآنَ عَلَى مَا عَلَيْهِ كَانَ " : قَصَدَ بِهَا الْمُتَكَلِّمَةُ
الْمُتَجَهِّمَةُ نَفْيَ الصِّفَاتِ الَّتِي وَصَفَ بِهَا نَفْسَهُ؛ مِنْ
اسْتِوَائِهِ عَلَى الْعَرْشِ وَنُزُولِهِ إلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا ، وَغَيْرِ
ذَلِكَ ، فَقَالُوا: كَانَ فِي الْأَزَلِ ، لَيْسَ مُسْتَوِيًا عَلَى الْعَرْشِ ،
وَهُوَ الْآنَ عَلَى مَا عَلَيْهِ كَانَ؛ فَلَا يَكُونُ عَلَى الْعَرْشِ لِمَا
يَقْتَضِي ذَلِكَ مِنْ التَّحَوُّلِ وَالتَّغَيُّرِ " انتهى
“Di antara prinsip paling besar yang dijadikan sandaran
oleh kaum ittihadiyah mulhidah—yakni para pengklaim makrifat dan hakikat—adalah
riwayat yang mereka nukil dari Nabi ﷺ, yang berbunyi: *(‘Allah ada dan tidak ada
sesuatu pun bersama-Nya, dan Dia sekarang seperti keadaan-Nya yang dahulu’)*.
Ini adalah ucapan ittihadiyah mulhidah.
Tambahan ini, yaitu perkataan: *(“dan Dia sekarang seperti
keadaan-Nya yang dahulu”)* adalah kedustaan yang diada-adakan atas nama
Rasulullah ﷺ.
Para ulama ahli hadits sepakat bahwa itu adalah hadits
palsu dan dibuat-buat. Ia tidak terdapat dalam kitab-kitab hadits, baik yang
besar maupun kecil. Tidak diriwayatkan oleh siapa pun dari kalangan ahli ilmu
dengan sanad—baik yang shahih, dha’if, maupun yang majhul. Perkataan ini
hanyalah diucapkan oleh sebagian mutakallimin dari kalangan Jahmiyah generasi
belakangan, lalu diterima oleh mereka yang berada di ujung pemikiran
Jahmiyah—yang merupakan bentuk penafian (ta’thil) dan ilhad.
Tambahan yang bersifat ilhadi ini, yaitu ucapan mereka:
*(‘dan Dia sekarang seperti keadaan-Nya yang dahulu’)*—dikehendaki oleh
mutakallimin Jahmiyah sebagai bentuk penafian terhadap sifat-sifat yang telah Allah
tetapkan untuk diri-Nya, seperti istiwa’-Nya di atas ‘Arsy, turun-Nya ke langit
dunia, dan selain itu. Maka mereka berkata: *‘Dahulu, pada zaman azali, Dia
tidak beristiwa di atas ‘Arsy, dan sekarang pun Dia seperti keadaan-Nya yang
dahulu’,* sehingga menurut mereka, Dia tidak beristiwa di atas ‘Arsy karena hal
itu berarti berubah dan berpindah.”
(Selesai ringkasan dari *Majmu’ al-Fatawa* 2/272–273)
Syaikhul Islam juga berkata rahimahullah:
"قَاعِدَةٌ
جَلِيلَةٌ بِمُقْتَضَى النَّقْلِ الصَّرِيحِ فِي إِثْبَاتِ عُلُوِّ اللَّهِ
تَعَالَى، الْوَاجِبِ لَهُ عَلَى جَمِيعِ خَلْقِهِ، فَوْقَ عَرْشِهِ، كَمَا ثَبَتَ
ذَلِكَ فِي الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَالْإِجْمَاعِ وَالْعَقْلِ الصَّرِيحِ
الصَّحِيحِ وَالْفِطْرَةِ الْإِنْسَانِيَّةِ الصَّحِيحَةِ الْبَاقِيَةِ عَلَى أَصْلِهَا.
وَهِيَ أَنْ يُقَالَ: كَانَ اللَّهُ وَلَا شَيْءَ مَعَهُ، ثُمَّ خَلَقَ
الْعَالَمَ، فَلَا يَخْلُو: إِمَّا أَنْ يَكُونَ خَلَقَهُ فِي نَفْسِهِ وَاتَّصَلَ
بِهِ، وَهَذَا مُحَالٌ، لِتَعَالِي اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ عَنْ مُمَاسَّةِ
الْأَقْذَارِ وَالنَّجَاسَاتِ وَالشَّيَاطِينِ وَالِاتِّصَالِ بِهَا.
وَإِمَّا أَنْ يَكُونَ خَلَقَهُ خَارِجًا عَنْهُ ثُمَّ دَخَلَ فِيهِ، وَهَذَا
مُحَالٌ أَيْضًا، لِتَعَالِي اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ عَنِ الْحُلُولِ فِي
الْمَخْلُوقَاتِ، وَهَاتَانِ الصُّورَتَانِ مِمَّا لَا نِزَاعَ فِيهِ بَيْنَ
الْمُسْلِمِينَ.
وَإِمَّا أَنْ يَكُونَ خَلَقَهُ خَارِجًا عَنْ نَفْسِهِ، وَلَمْ يَحِلَّ
فِيهِ، فَهَذَا هُوَ الْحَقُّ الَّذِي لَا يَجُوزُ غَيْرُهُ، وَلَا يَقْبَلُ
اللَّهُ مِنَّا مَا يُخَالِفُهُ، بَلْ حَرَّمَ عَلَيْنَا مَا يُنَاقِضُهُ.
وَهَذِهِ الْحُجَّةُ هِيَ مِنْ بَعْضِ حُجَجِ الْإِمَامِ أَحْمَدَ بْنِ
حَنْبَلٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، الَّتِي احْتَجَّ بِهَا عَلَى الْجَهْمِيَّةِ فِي
زَمَنِ الْمِحْنَةِ.
وَلِهَذَا قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ فِيمَا صَحَّ عَنْهُ
أَنَّهُ قِيلَ لَهُ: بِمَاذَا نَعْرِفُ رَبَّنَا؟ قَالَ: بِأَنَّهُ فَوْقَ
سَمَاوَاتِهِ، عَلَى عَرْشِهِ، بَائِنٌ مِنْ خَلْقِهِ.
وَعَلَى ذَلِكَ انْقَضَى إِجْمَاعُ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ
وَتَابِعِيهِمْ، وَجَمِيعِ الْأَئِمَّةِ الَّذِينَ لَهُمْ فِي الْأُمَّةِ لِسَانُ
صِدْقٍ، وَمَا خَالَفَهُمْ فِي ذَلِكَ مَنْ يُحْتَجُّ بِقَوْلِهِ.
وَمَنْ ادَّعَى أَنَّ الْعَقْلَ يُعَارِضُ السَّمْعَ وَيُخَالِفُهُ،
فَدَعْوَاهُ بَاطِلَةٌ، لِأَنَّ الْعَقْلَ الصَّرِيحَ لَا يَتَصَوَّرُ أَنْ
يُخَالِفَ النَّقْلَ الصَّحِيحَ.
وَإِنَّمَا الْمُخَالِفُونَ لِلْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَالْإِجْمَاعِ،
وَالْمُدَّعُونَ حُصُولَ الْقَوَاطِعِ الْعَقْلِيَّةِ، إِنَّمَا مَعَهُمْ شُبَهُ
الْمَعْقُولَاتِ لَا حَقَائِقُهَا، وَمَنْ أَرَادَ تَجْرِبَةَ ذَلِكَ
وَتَحْقِيقَهُ، فَعَلَيْهِ بِالْبَرَاهِينِ الْقَاهِرَةِ، وَالدَّلَائِلِ
الْقَاطِعَةِ الَّتِي هِيَ مُقَرَّرَةٌ مَسْطُورَةٌ فِي غَيْرِ هَذَا
الْمَوْضِعِ."
“Kaidah agung berdasarkan nash yang jelas dalam menetapkan
ketinggian Allah ta’ala—yang wajib diyakini seluruh makhluk-Nya—bahwa Dia
berada di atas ‘Arsy-Nya, sebagaimana telah tetap dalam Al-Qur'an, Sunnah,
ijma’, akal yang sehat, dan fitrah manusia yang lurus.
Yaitu dengan dikatakan: Allah ada dan tidak ada sesuatu
pun bersama-Nya. Kemudian Dia menciptakan alam. Maka, tidak terlepas dari tiga
kemungkinan:
1. Dia menciptakannya dalam diri-Nya dan bersatu
dengannya—ini mustahil, karena Allah Maha Suci dari bersentuhan dengan najis,
kotoran, dan setan serta dari bersatu dengannya.
2. Dia menciptakannya di luar diri-Nya, lalu Dia masuk ke
dalamnya—ini pun mustahil, karena Allah Maha Suci dari berada dalam
makhluk-Nya. Kedua gambaran ini disepakati oleh seluruh kaum Muslimin sebagai
hal yang mustahil.
3. Dia menciptakannya di luar diri-Nya dan tidak masuk ke
dalamnya—maka ini adalah kebenaran yang tidak boleh menyelisihinya, dan Allah
tidak menerima dari kita apa yang bertentangan dengannya, bahkan mengharamkan
kita dari meyakini kebalikannya.
Ini adalah salah satu dalil dari dalil-dalil Imam Ahmad
bin Hanbal radhiyallahu ‘anhu yang beliau gunakan untuk membantah Jahmiyah pada
masa fitnah.
Oleh karena itu, Abdullah bin Mubarak berkata—dan shahih
darinya—ketika ditanya: *‘Dengan apa kita mengenal Rabb kita?’* Ia menjawab:
*‘Dengan Dia berada di atas langit-Nya, di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dari
makhluk-Nya.’*
Atas dasar itu terjadi ijma’ para sahabat, tabi’in, dan
tabi’ut tabi’in, serta seluruh imam yang ucapannya diterima oleh umat ini.
Tidak ada seorang pun yang menyelisihi mereka yang ucapannya dapat dijadikan
hujjah.
Barang siapa mengklaim bahwa akal bertentangan dengan
dalil syar’i, maka klaimnya batil. Karena akal yang sehat tidak mungkin
bertentangan dengan wahyu yang benar.
Adapun mereka yang menyelisihi Al-Qur’an, Sunnah, dan
ijma’, serta mengklaim bahwa mereka memiliki dalil akal yang pasti, maka mereka
sebenarnya hanya memiliki syubhat rasional belaka, bukan dalil akal yang
sejati. Barang siapa yang ingin membuktikannya, maka hendaklah merujuk pada
bukti-bukti yang kuat dan dalil-dalil yang pasti yang telah dijelaskan di
tempat lain.”
(Selesai dari *Jami’ al-Masail* 1/63–64)
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berbicara mengenai
ucapan sebagian orang:
*“Sesungguhnya Allah Maha Suci dari tempat, karena tempat
tidak layak bagi Allah ‘azza wa jalla.”*
Maka beliau berkata:
"وَهَذَا
غَيْرُ صَحِيحٍ عَلَى إِطْلَاقِهِ، فَإِنَّهُ إِنْ أَرَادَ بِنَفْيِ الْمَكَانِ،
الْمَكَانَ الْمُحِيطَ بِاللَّهِ - عَزَّ وَجَلَّ - فَهَذَا النَّفْيُ صَحِيحٌ،
فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى لَا يُحِيطُ بِهِ شَيْءٌ مِنْ مَخْلُوقَاتِهِ، وَهُوَ
أَعْظَمُ وَأَجَلُّ مِنْ أَنْ يُحِيطَ بِهِ شَيْءٌ، كَيْفَ (وَالْأَرْضُ جَمِيعًا
قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَاوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ)؟.
وَإِنْ أَرَادَ بِنَفْيِ الْمَكَانِ: نَفْيَ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ تَعَالَى
فِي الْعُلُوِّ؛ فَهَذَا النَّفْيُ غَيْرُ صَحِيحٍ، بَلْ هُوَ بَاطِلٌ بِدَلَالَةِ
الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ، وَإِجْمَاعِ السَّلَفِ وَالْعَقْلِ وَالْفِطْرَةِ.
وَقَدْ ثَبَتَ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ أَنَّهُ قَالَ لِلْجَارِيَةِ: "أَيْنَ
اللَّهُ؟" قَالَتْ: فِي السَّمَاءِ. قَالَ لِمَالِكِهَا: (أَعْتِقْهَا
فَإِنَّهَا مُؤْمِنَةٌ).
وَكُلُّ مَنْ دَعَا اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ فَإِنَّهُ لَا يَنْصَرِفُ قَلْبُهُ
إِلَّا إِلَى الْعُلُوِّ، هَذِهِ هِيَ الْفِطْرَةُ الَّتِي فَطَرَ اللَّهُ
الْخَلْقَ عَلَيْهَا، لَا يَنْصَرِفُ عَنْهَا إِلَّا مَنْ اجْتَالَتْهُ
الشَّيَاطِينُ، لَا تَجِدْ أَحَدًا يَدْعُو اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ، وَهُوَ سَلِيمُ
الْفِطْرَةِ، ثُمَّ يَنْصَرِفُ قَلْبُهُ يَمِينًا أَوْ شِمَالًا أَوْ إِلَى
أَسْفَلَ، أَوْ لَا يَنْصَرِفُ إِلَى جِهَةٍ، بَلْ لَا يَنْصَرِفُ قَلْبُهُ إِلَّا
إِلَى فَوْقَ." انتهى
“Ini tidak benar jika dikatakan secara mutlak. Jika yang
dimaksud dengan menafikan tempat adalah menafikan bahwa Allah berada dalam
tempat yang meliputi-Nya—maka penafian ini benar. Karena Allah ta’ala tidak
diliputi oleh sesuatu pun dari makhluk-Nya. Dia lebih agung dan lebih mulia
daripada diliputi oleh apa pun. Bagaimana mungkin bisa demikian, sedangkan
seluruh bumi dalam genggaman-Nya pada hari kiamat, dan langit dilipat dengan
tangan kanan-Nya?
Namun, jika yang dimaksud dengan menafikan tempat adalah
menafikan bahwa Allah ta’ala berada di tempat yang tinggi—maka penafian ini
tidak benar, bahkan batil, berdasarkan dalil dari Al-Qur’an, As-Sunnah, ijma’
salaf, akal sehat, dan fitrah.
Telah tetap dalam hadits bahwa Nabi ﷺ bertanya kepada seorang budak perempuan: *‘Di mana Allah?’* Ia
menjawab: *‘Di langit.’* Maka Nabi ﷺ berkata kepada tuannya: *‘Merdekakanlah
dia, karena dia seorang mukminah.’*
Setiap orang yang berdoa kepada Allah ‘azza wa jalla,
hatinya tidak akan berpaling kecuali ke atas. Itulah fitrah yang Allah ciptakan
pada seluruh makhluk. Tidak ada yang menyimpang darinya kecuali orang yang
telah disesatkan oleh setan. Engkau tidak akan mendapati seorang pun yang
berdoa kepada Allah ‘azza wa jalla, dalam keadaan fitrahnya masih lurus,
kemudian hatinya berpaling ke kanan, ke kiri, ke bawah, atau tidak berpaling ke
arah mana pun. Justru hatinya hanya tertuju ke atas.”
(Selesai dari *Majmu’ Fatawa wa Rasail al-‘Utsaimin*
1/196–197).
Dan para ulama Al-Lajnah Ad-Da'imah ditanya tentang
ungkapan:
"وَتَيَقَّنَ
أَنَّ اللَّهَ مَوْجُودٌ بِلَا مَكَانٍ؟"
"Dan yakin bahwa Allah ada tanpa tempat"?
Mereka menjawab:
"هَذِهِ
الْعِبَارَةُ عِبَارَةٌ بَاطِلَةٌ؛ لِأَنَّهَا تُخَالِفُ مَا ثَبَتَ فِي
الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ مِنْ أَنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ فِي الْعُلُوِّ فَوْقَ
سَمَاوَاتِهِ، مُسْتَوٍ عَلَى عَرْشِهِ، بَائِنٌ مِنْ خَلْقِهِ، بِخِلَافِ مَا
يَقُولُهُ نُفَاةُ الْعُلُوِّ مِنَ الْجَهْمِيَّةِ، وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِمُ
الْبَاطِلِ."
"Ungkapan ini adalah ungkapan yang batil, karena
bertentangan dengan apa yang telah ditetapkan dalam Al-Kitab dan As-Sunnah bahwa
Allah Subhanahu berada di ketinggian, di atas langit-langit-Nya, beristiwa di
atas Arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya, berbeda dengan apa yang dikatakan
oleh para penolak sifat ketinggian dari kalangan Jahmiyah dan orang-orang yang
mengikuti jalan batil mereka." [Selesai dari "Fatawa Al-Lajnah
Ad-Da'imah" (2/386)].
Termasuk dalam akidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah: beriman
bahwa Allah ta'ala beristiwa di atas 'Arsy-Nya, dan 'Arsy-Nya berada di atas
langit-langit-Nya, dan bahwa tidak ada satu pun dari makhluk-Nya yang dapat
meliputi-Nya.
Makna bahwa Allah Ta’ala berada di langit adalah bahwa Dia
Subhanahu berada di atas langit, Maha Tinggi.
===***===
DUA KAIDAH UTAMA TERKAIT SIFAT MAHA TINGGI ALLAH
Dalam masalah ketinggian Allah Ta’ala atas makhluk-Nya dan
bersemayam-Nya Yang Maha Mulia lagi Maha Tinggi di atas Arsy-Nya, terdapat dua
kaidah penting yang harus ditegaskan dan diperhatikan:
KAIDAH PERTAMA:
إِثْبَاتُ مَا أَثْبَتَهُ اللهُ تَعَالَى لِنَفْسِهِ فِي كِتَابِهِ الْمُحْكَمِ
الْمُبِينِ، حَيْثُ وَصَفَ نَفْسَهُ بِالْعُلُوِّ عَلَى جَمِيعِ خَلْقِهِ، وَبِاسْتِوَائِهِ
عَزَّ وَجَلَّ عَلَى عَرْشِهِ بَعْدَ أَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ.
Menetapkan apa yang telah Allah tetapkan bagi diri-Nya
dalam Kitab-Nya yang jelas dan tegas, yaitu bahwa Dia telah mensifati diri-Nya
dengan tinggi di atas seluruh makhluk-Nya, dan bahwa Dia tinggi di atas
Arsy-Nya setelah menciptakan langit dan bumi. Hal ini disebutkan dalam
ayat-ayat yang jelas dalam Al-Qur'an:
Allah Ta’ala berfirman:
(وَلِلَّهِ
يَسْجُدُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مِنْ دَابَّةٍ
وَالْمَلَائِكَةُ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ . يَخَافُونَ رَبَّهُمْ مِنْ
فَوْقِهِمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ)
“Dan kepada Allah bersujud segala yang ada di langit dan
segala yang ada di bumi dari makhluk melata dan para malaikat, dan mereka tidak
menyombongkan diri. Mereka takut kepada Rabb mereka yang di atas mereka dan
melaksanakan apa yang diperintahkan kepada mereka.” (An-Nahl: 49–50)
Dan firman-Nya:
(أَأَمِنْتُمْ
مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الْأَرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ. أَمْ
أَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِبًا
فَسَتَعْلَمُونَ كَيْفَ نَذِيرِ )
"Apakah kalian merasa aman dari Dzat yang di langit
bahwa Dia akan membuat bumi menelan kalian, maka tiba-tiba bumi itu berguncang?
Ataukah kalian merasa aman dari Dzat yang di langit bahwa Dia akan mengirimkan
kepada kalian badai yang berbatu, maka kalian akan mengetahui bagaimana
peringatan-Ku.” (Al-Mulk: 16–17)
Nabi ﷺ bersabda:
(أَلاَ
تَأْمَنُونِي وَأَنَا أَمِينُ مَنْ فِى السَّمَاءِ، يَأْتِينِي خَبَرُ السَّمَاءِ
صَبَاحًا وَمَسَاءً)
“Tidakkah kalian mempercayaiku, padahal aku adalah orang
yang dipercaya oleh Dzat yang di langit, yang kepadaku datang berita dari
langit setiap pagi dan sore.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 4351 dan Muslim
no. 1064)
Beliau juga bersabda:
(ارْحَمُوا
مَنْ فِي الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ)
“Sayangilah siapa yang ada di bumi, maka Dzat yang di
langit akan menyayangi kalian.” (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no. 1924, dan ia
berkata: hasan sahih)
Dan beliau juga bersabda:
(لَمَّا
قَضَى اللَّهُ الْخَلْقَ كَتَبَ فِي كِتَابِهِ فَهْوَ عِنْدَهُ فَوْقَ الْعَرْشِ
إِنَّ رَحْمَتِي غَلَبَتْ غَضَبِي)
"Ketika Allah selesai menciptakan makhluk, Dia
menulis dalam sebuah kitab-Nya yang berada di sisi-Nya di atas Arsy:
‘Sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan murka-Ku.’” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari
no. 3194 dan Muslim no. 2751)
KAIDAH KEDUA:
Allah SWT terpisah dari makhluknya. Allah SWT tidak di
alam makhluknya, tidak di alam manusia, tidak di alam Jin, tidak di alam
malaikat dan alam makhluk lainnya. Dan juga Allah SWT tidak menyatu dengan siapapun
dan apapun dari para makhluknya. Namun Allah SWT meliputi seluruh makhluk-Nya.
Syeikh Muhammad al-Munajjid menjelaskan :
أَنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لَا يُحِيطُ بِهِ شَيْءٌ مِنْ خَلْقِهِ، وَلَا تَحْوِيهِ
مَخْلُوقَاتُهُ، وَهُوَ سُبْحَانَهُ غَنِيٌّ عَنْهَا، فَقَدْ تَنَزَّهَ عَنِ الْحَاجَةِ
إِلَيْهَا، وَتَعَالَى أَنْ يُحِيطَ بِهِ الْمَخْلُوقُ الْمُحْدَثُ النَّاقِصُ.
“Bahwa Allah Azza wa Jalla tidak dilingkupi oleh apa pun
dari makhluk-Nya, dan tidak ada satu makhluk pun yang dapat membatasi-Nya.
Dia Maha Kaya dari segala sesuatu, Maha Suci dari
ketergantungan terhadap selain-Nya, dan Maha Tinggi untuk dilingkupi oleh makhluk
yang baru lagi serba kurang”. [Islamqa. Pertanyaan no. 124469]
Allah berfirman:
(لَا
تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الْأَبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ
الْخَبِيرُ)
“Pandangan tidak dapat menjangkau-Nya, dan Dia-lah yang
menjangkau pandangan, dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-An’am:
103)
Dan firman-Nya:
(يَعْلَمُ
مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْمًا)
“Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka dan apa yang di
belakang mereka, dan mereka tidak dapat meliputi-Nya dengan ilmu.” (Thaha: 110)
Dan firman-Nya :
﴿يَعْلَمُ
مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ ۖ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ
إِلَّا بِمَا شَاءَ ۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ ۖ وَلَا يَئُودُهُ
حِفْظُهُمَا ۚ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ﴾
“Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di
belakang mereka, dan mereka tidak dapat meliputi apapun dari ilmu Allah
melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan
Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha
Besar”. [QS. Al-Baqarah: 255]
Dari dua kaidah ini, Ahlus Sunnah menetapkan bahwa
ketinggian Allah Ta’ala di atas Arsy dan seluruh makhluk-Nya berarti bahwa Dia
Subhanahu wa Ta’ala benar-benar terpisah dari seluruh makhluk-nya, di luar atau
di atas langit, di atas surga, dan di atas Arsy.
Dan bahwa Dia Subhanahu wa Ta’ala tidak dilingkupi oleh
makhluk apa pun, tidak membutuhkan sesuatu pun dari makhluk-Nya, bahkan Dialah
Pencipta dan Pemelihara mereka.
Adapun nash-nash yang menyebutkan bahwa Allah “di langit”,
maka maksudnya adalah bahwa Dia Subhanahu Maha Tinggi di atas makhluk-Nya,
bukan berarti bahwa langit mencakup-Nya atau meliputi-Nya. Karena yang dimaksud
dengan "langit" dalam konteks ini adalah makna ketinggian, bukan
langit yang diciptakan. Atau dapat pula dikatakan bahwa huruf *fi* (di dalam)
dalam ayat itu bermakna “ala” (di atas), yakni: “di atas langit.”
Dan kami nukilkan di sini perkataan para ulama yang
menjelaskan dan memperjelas masalah ini:
Al-Hafizh Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah berkata:
"وَأَمَّا
قَوْلُهُ تَعَالَى: (أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ) المُلْك/١٦،
فَمَعْنَاهُ: مَنْ عَلَى السَّمَاءِ، يَعْنِي عَلَى الْعَرْشِ، وَقَدْ يَكُونُ (فِي)
بِمَعْنَى (عَلَى)، أَلَا تَرَى إِلَى قَوْلِهِ تَعَالَى: (فَسِيحُوا فِي الْأَرْضِ
أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ) التَّوْبَة/٢، أَيْ: عَلَى الْأَرْضِ. وَكَذَلِكَ قَوْلُهُ:
(وَلَأُصَلِّبَنَّكُمْ فِي جُذُوعِ النَّخْلِ) طه/٧١." انتهى.
"Adapun firman Allah Ta'ala: *‘Apakah kalian merasa
aman dari (adzab) Dzat yang di langit...’* (QS. Al-Mulk: 16), maka maknanya
adalah ‘yang berada di atas langit’, yaitu di atas ‘Arsy. Dan bisa saja huruf
*‘fi’* (di) berarti *‘ala’* (di atas), tidakkah kamu melihat firman Allah
Ta’ala: *‘Maka berjalanlah kalian di bumi selama empat bulan’* (QS. At-Taubah:
2), artinya adalah ‘di atas bumi’. Demikian pula firman-Nya: *‘Sungguh aku akan
menyalib kalian di batang-batang pohon kurma’* (QS. Thaha: 71), artinya: ‘di
atas batang-batang kurma’." (Selesai, *At-Tamhid* 7/130)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
"السَّلَفُ
وَالْأَئِمَّةُ وَسَائِرُ عُلَمَاءِ السُّنَّةِ إِذَا قَالُوا: (إِنَّهُ فَوْقَ الْعَرْشِ،
وَإِنَّهُ فِي السَّمَاءِ فَوْقَ كُلِّ شَيْءٍ)، لَا يَقُولُونَ: إِنَّ هُنَاكَ شَيْئًا
يَحْوِيهِ أَوْ يَحْصُرُهُ أَوْ يَكُونُ مَحَلًّا لَهُ أَوْ ظَرْفًا وَوِعَاءً، سُبْحَانَهُ
وَتَعَالَى عَنْ ذَلِكَ، بَلْ هُوَ فَوْقَ كُلِّ شَيْءٍ، وَهُوَ مُسْتَغْنٍ عَنْ كُلِّ
شَيْءٍ، وَكُلُّ شَيْءٍ مُفْتَقِرٌ إِلَيْهِ، وَهُوَ عَالٍ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ، وَهُوَ
الْحَامِلُ لِلْعَرْشِ وَلِحَمَلَةِ الْعَرْشِ بِقُدْرَتِهِ وَقُوَّتِهِ، وَكُلُّ مَخْلُوقٍ
مُفْتَقِرٌ إِلَيْهِ، وَهُوَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَرْشِ وَعَنْ كُلِّ مَخْلُوقٍ.
وَمَا فِي الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ مِنْ قَوْلِهِ: (أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ)،
وَنَحْوِ ذَلِكَ، قَدْ يَفْهَمُ مِنْهُ بَعْضُهُمْ أَنَّ "السَّمَاءَ" هِيَ
نَفْسُ الْمَخْلُوقِ الْعَالِي، الْعَرْشُ فَمَا دُونَهُ، فَيَقُولُونَ: قَوْلُهُ:
(فِي السَّمَاءِ) بِمَعْنَى: (عَلَى السَّمَاءِ)، كَمَا قَالَ: (وَلَأُصَلِّبَنَّكُمْ
فِي جُذُوعِ النَّخْلِ)، أَيْ: عَلَى جُذُوعِ النَّخْلِ، وَكَمَا قَالَ: (فَسِيرُوا
فِي الْأَرْضِ)، أَيْ: عَلَى الْأَرْضِ.
وَلَا حَاجَةَ إِلَى هَذَا، بَلْ "السَّمَاءُ" اسْمُ جِنْسٍ لِلْعَالِي،
لَا يَخُصُّ شَيْئًا، فَقَوْلُهُ: (فِي السَّمَاءِ) أَيْ: فِي الْعُلُوِّ دُونَ السُّفْلِ.
وَهُوَ الْعَلِيُّ الْأَعْلَى، فَلَهُ أَعْلَى الْعُلُوِّ، وَهُوَ مَا فَوْقَ
الْعَرْشِ، وَلَيْسَ هُنَاكَ غَيْرُهُ الْعَلِيُّ الْأَعْلَى، سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى."
انتهى.
"Para ulama salaf, para imam, dan seluruh ulama Ahlus
Sunnah ketika mereka mengatakan: *‘Sesungguhnya Allah di atas ‘Arsy’, dan
*‘Dia di langit di atas segala sesuatu’*, mereka tidak bermaksud bahwa ada
sesuatu yang membatasi, meliputi, menjadi tempat bagi-Nya, atau menjadi wadah
bagi-Nya — Mahasuci Allah dari semua itu. Bahkan Dia di atas segala sesuatu,
dan Dia tidak membutuhkan apa pun, sedangkan segala sesuatu butuh kepada-Nya.
Dia Mahatinggi di atas segala sesuatu, dan Dialah yang memikul ‘Arsy dan para
pemikul ‘Arsy dengan kekuatan dan kekuasaan-Nya. Setiap makhluk bergantung
kepada-Nya, dan Dia tidak membutuhkan ‘Arsy maupun makhluk mana pun.
Apa yang ada dalam Al-Kitab dan As-Sunnah berupa
firman-Nya: *‘Apakah kalian merasa aman dari (adzab) Dzat yang di langit’* dan
semisalnya, dipahami oleh sebagian orang bahwa ‘langit’ maksudnya adalah
makhluk yang tinggi itu, yaitu ‘Arsy dan yang di bawahnya. Maka mereka mengatakan:
firman-Nya *‘di langit’* artinya *‘di atas langit’*, sebagaimana firman-Nya:
*‘Sungguh aku akan menyalib kalian di batang-batang pohon kurma’* yang artinya
*‘di atas batang-batang kurma’*, dan sebagaimana firman-Nya: *‘Maka berjalanlah
kalian di bumi’* yang maksudnya *‘di atas bumi’*.
Namun sebenarnya, tidak perlu menakwil seperti itu. Karena
kata *‘langit’* adalah nama umum bagi segala yang tinggi, tidak terbatas pada
sesuatu yang spesifik. Maka firman-Nya *‘di langit’* artinya *‘di tempat yang tinggi’*,
bukan di tempat yang rendah.
Dan Dia adalah *Al-‘Aliyyul A’la* (Yang Mahatinggi), maka
milik-Nya-lah ketinggian yang paling tinggi, yaitu tempat di atas ‘Arsy, dan
tidak ada sesuatu pun di atas-Nya. Dia-lah *Al-‘Aliyyul A’la*, Mahatinggi dan
Mahasuci." (Selesai, *Majmu’ Al-Fatawa* 16/100–101)
===***===
BOLEHKAH BERKEYAKINAN BAHWA ALLAH ITU DEKAT?
Ada dua pendapat :
PENDAPAT PERTAMA :
Allah SWT bersemayam di atas ‘Arasy, namun dengan ilmu dan
liputan-Nya, Allah Maha Dekat dan Dia bersama makhluk-Nya.
Sebagaiman yang dijelaskan oleh Imam An-Nawawi dalam Syarh
Shahih Muslim 17/26:
"لَيْسَ
هُوَ بِأَصَمَّ وَلَا غَائِبٍ، بَلْ هُوَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ، وَهُوَ مَعَكُمْ بِالْعِلْمِ
وَالْإِحَاطَةِ".
“Dia bukanlah Dzat yang tuli dan bukan pula
yang gaib (tidak hadir ditempat), melainkan Dia Maha Mendengar, Maha Dekat, dan
Dia bersama kalian dengan ilmu dan liputan-Nya”. [SELESAI]
Dalil-nya sebagaimana yang telah disebutkan diatas.
PENDAPAT KEDUA :
Allah SWT Maha Tinggi Di Atas ‘Arasy, yang terpisah dengan
makhluk, namun Dia juga dekat dengan makhluknya ; karena Dia Maha Besar dan Karena
Dia tidak terbatas dan tidak dibatasi oleh alam makhluk-Nya.
DALIL PENDAPAT KEDUA :
Dalil-dalil pendapat kedua ini adalah sbb :
DALIL PERTAMA :
Karena Allah SWT Maha Besar [اللَّهُ أكْبَر].
Makna Allah Maha Besar :
اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى أَكْبَرُ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ فِي هَذَا الْوُجُودِ،
وَأَعْظَمُ وَأَجَلُّ وَأَعَزُّ وَأَعْلَى مِنْ كُلِّ مَا يَخْطُرُ بِالْبَالِ أَوْ
يَتَصَوَّرُهُ الْخَيَالُ.
“Allah SWT
lebih besar
dari segala sesuatu di alam ini, dan lebih agung, lebih mulia, lebih berharga,
dan lebih tinggi dari segala yang terlintas dalam benak atau dibayangkan oleh
khayalan”.
عِبَارَةُ «اللّٰهُ أَكْبَرْ»، لِلدَّلَالَةِ عَلَى أَنَّ اللَّهَ أَعْظَمُ وَأَكْبَرُ
مِنْ أَيِّ شَيْءٍ فِي الْكَوْنِ.
“Ungkapan "Allah Akbar" menunjukkan bahwa Allah
lebih agung dan lebih besar dari segala sesuatu di alam semesta”.
DALIL KEDUA :
Kelak seluruh gugusan galaxy, bintang dan planet dalam
genggaman Allah SWT. Langit-langit dilipat dengan tangan kanan-Nya.
Allah SWT berfirman :
﴿وَمَا
قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالْأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
وَالسَّمَاوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ ۚ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ عَمَّا يُشْرِكُونَ﴾
“Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan
yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat
dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi
Dia dari apa yang mereka persekutukan”. [QS. Az-Zumar: 67]
Yang dimaksud BUMI di sini adalah seluruh benda-benda
padat dilangit : gugusan galaksi, planet, bintang, matahari dan bulan.
Al-Imam al-Qurthuby dalam Tafsirnya 15/278 mengatakan :
وَالْمُرَادُ بِالْأَرْضِ الْأَرَضُونَ السَّبْعُ، يَشْهَدُ لِذَلِكَ شَاهِدَانِ
قَوْلُهُ:" وَالْأَرْضُ جَمِيعاً" وَلِأَنَّ الْمَوْضِعَ مَوْضِعَ تَفْخِيمٍ
وَهُوَ مُقْتَضٍ لِلْمُبَالَغَةِ
Yang dimaksud dengan “bumi” adalah tujuh lapis bumi. Hal
itu didukung oleh dua dalil: pertama, firman-Nya: “dan bumi seluruhnya”; dan
karena konteks ayat tersebut adalah dalam rangka pengagungan, yang menuntut
adanya penekanan yang kuat.
Dan yang sudah maklum adanya adalah :
أَنَّ الرَّقْمَ سَبْعَةَ عِنْدَ الْعَرَبِ يُفِيدُ الْكَثْرَةَ وَلَا يَتَحَدَّدُ
فَقَطْ بِالسَّبْعَةِ عَدَدًا.
Bahwa : "ANGKA TUJUH di kalangan orang Arab
menunjukkan banyak melimpah dan tidak terbatas pada tujuh angka saja" . [
Lihat : مُقَارَنَةٌ بَيْنَ الْوَصْفِ النَّبَوِيِّ وَتَصَوُّرِ عُلَمَاءِ الْفَضَاءِ
لِلْكَوْنِ. oleh : Prof. DR. Mohammad Farsyoukh].
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:
Rasulullah ﷺ bersabda:
"
يَطْوِي اللهُ عَزَّ وَجَلَّ السَّمَاوَاتِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، ثُمَّ يَأْخُذُهُنَّ
بِيَدِهِ الْيُمْنَى، ثُمَّ يَقُولُ: أَنَا الْمَلِكُ، أَيْنَ الْجَبَّارُونَ؟ أَيْنَ
الْمُتَكَبِّرُونَ. ثُمَّ يَطْوِي الْأَرَضِينَ بِشِمَالِهِ، ثُمَّ يَقُولُ: أَنَا
الْمَلِكُ أَيْنَ الْجَبَّارُونَ؟ أَيْنَ الْمُتَكَبِّرُونَ؟"
“Allah ‘Azza wa Jalla melipat langit-langit pada hari
kiamat, kemudian menggenggamnya dengan tangan kanan-Nya, lalu berfirman:
‘Akulah Raja, di mana orang-orang yang sombong? Di mana orang-orang yang
angkuh?’
Kemudian Dia melipat planet-planet dengan tangan kiri-Nya,
lalu berfirman: ‘Akulah Raja, di mana orang-orang yang sombong? Di mana
orang-orang yang angkuh?’”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (7412) dan Muslim (2788)].
Dan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah
ﷺ bersabda :
"يَقْبِضُ
اللَّهُ الأرْضَ يَومَ القِيامَةِ، ويَطْوِي السَّماءَ بيَمِينِهِ، ثُمَّ يقولُ: أنا
المَلِكُ أيْنَ مُلُوكُ الأرْضِ".
Allah menggenggam bumi pada hari kiamat, dan melipat
langit dengan tangan kanan-Nya, lalu berfirman: “Akulah Raja. Di mana para raja
bumi?”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (7382) dan Muslim (2787)].
Dan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu :
جَاءَ حَبْرٌ مِنَ الْيَهُودِ إِلَى رَسُولِ اللهِ ﷺ، فَقَالَ: إِنَّهُ إِذَا
كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ جَعَلَ اللهُ السَّمَاوَاتِ عَلَى أُصْبُعٍ، وَالْأَرْضِينَ
عَلَى أُصْبُعٍ، وَالْجِبَالَ وَالشَّجَرَ عَلَى أُصْبُعٍ، وَالْمَاءَ وَالثَّرَى عَلَى
أُصْبُعٍ، وَالْخَلَائِقَ كُلَّهَا عَلَى أُصْبُعٍ، ثُمَّ يَهُزُّهُنَّ، ثُمَّ يَقُولُ:
أَنَا الْمَلِكُ، أَنَا الْمَلِكُ. قَالَ: فَلَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ ضَحِكَ
حَتَّى بَدَتْ نَوَاجِذُهُ، تَعَجُّبًا لَهُ، وَتَصْدِيقًا لَهُ، ثُمَّ قَالَ رَسُولُ
اللهِ ﷺ : {وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالْأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَاوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى
عَمَّا يُشْرِكُونَ}
Seorang rahib Yahudi datang kepada Rasulullah ﷺ lalu berkata:
“Sesungguhnya apabila hari kiamat terjadi, Allah akan
meletakkan langit-langit di atas satu jari, planet-planet di atas satu jari,
gunung-gunung dan pepohonan di atas satu jari, air dan tanah liat di atas satu
jari, dan seluruh makhluk di atas satu jari, lalu Dia mengguncangnya semuanya,
kemudian berfirman: ‘Akulah Raja, Akulah Raja.’”
Rasulullah ﷺ pun tertawa hingga tampak gigi gerahamnya,
karena takjub kepadanya dan membenarkannya. Lalu Rasulullah ﷺ membaca:
{وَمَا
قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالْأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
وَالسَّمَاوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ}
("Mereka tidak mengagungkan Allah sebagaimana
mestinya, padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan
langit-langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Mahasuci Dia dan Mahatinggi
dari apa yang mereka persekutukan.") [QS. Az-Zumar: 67].
[Di kutip dari kitab at-Tauhid karya Ibnu Khuzaimah 1/184.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (7451) dan Muslim (2786) dengan sedikit perbedaan
redaksi].
DALIL KETIGA :
Hati para anak cucu Adam berada diantara dua jari dari jari-jari ar-Rahman. Sebagaimana dalam hadits Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda :
"إنَّ
قُلُوبَ بَنِي آدَمَ كُلَّهَا بيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِن أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ، كَقَلْبٍ
وَاحِدٍ، يُصَرِّفُهُ حَيْثُ يَشَاءُ، ثُمَّ قالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه
وَسَلَّمَ: اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ القُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا علَى طَاعَتِكَ".
“Sesungguhnya hati seluruh anak Adam berada
di antara dua jari dari jari-jari Ar-Rahman, seperti satu hati, Dia
membolak-balikannya ke arah mana saja yang Dia kehendaki. Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda: "Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati,
arahkanlah hati kami kepada ketaatan kepada-Mu." [HR. Muslim no. 2654]
DALIL KEEMPAT :
Allah dan Rasul-Nya mengatakan bahwa Allah dekat :
Allah SWT berfirman :
﴿وَإِذَا
سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا
دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ﴾
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku,
maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan
orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu
memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar
mereka selalu berada dalam kebenaran”. [QS. Baqarah: 186.
Dan Allah SWT berfirman :
﴿وَلَقَدْ
خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ ۖ وَنَحْنُ أَقْرَبُ
إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ﴾
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan
mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya
daripada urat lehernya”. [QS. Qaaf: 16]
Dan Allah SWT berfirman :
﴿وَنَحْنُ
أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنكُمْ وَلَٰكِن لَّا تُبْصِرُونَ﴾
“Dan Kami lebih dekat kepadanya [nyawa di
kerongkongan saat sekarat] dari pada kalian. Tetapi kalian tidak melihat”. [QS.
Waqiah: 85]
Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallah ‘anhu, ia berkata:
لَمَّا غَزَا رَسولُ اللَّهِ ﷺ خَيْبَرَ -أوْ قالَ: لَمَّا تَوَجَّهَ رَسولُ اللَّهِ
ﷺ أشْرَفَ النَّاسُ علَى وادٍ، فَرَفَعُوا أصْوَاتَهُمْ بالتَّكْبِيرِ: اللَّهُ أكْبَرُ
اللَّهُ أكْبَرُ، لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ، فَقالَ رَسولُ اللَّهِ ﷺ: ارْبَعُوا علَى
أنْفُسِكُمْ؛ إنَّكُمْ لا تَدْعُونَ أصَمَّ ولَا غَائِبًا؛ إنَّكُمْ تَدْعُونَ سَمِيعًا
قَرِيبًا وهو معكُمْ. وأَنَا خَلْفَ دَابَّةِ رَسولِ اللَّهِ ﷺ، فَسَمِعَنِي وأَنَا
أقُولُ: لا حَوْلَ ولَا قُوَّةَ إلَّا باللَّهِ، فَقالَ لِي: يا عَبْدَ اللَّهِ بنَ
قَيْسٍ. قُلتُ: لَبَّيْكَ يا رَسولَ اللَّهِ، قالَ: ألَا أدُلُّكَ علَى كَلِمَةٍ مِن
كَنْزٍ مِن كُنُوزِ الجَنَّةِ؟ قُلتُ: بَلَى يا رَسولَ اللَّهِ، فَدَاكَ أبِي وأُمِّي،
قالَ: لا حَوْلَ ولَا قُوَّةَ إلَّا باللَّهِ.
Ketika Rasulullah ﷺ berangkat ke perang Khaibar – atau dia
berkata: ketika Rasulullah ﷺ sedang dalam perjalanan – orang-orang
melihat ke arah sebuah lembah, lalu mereka mengeraskan suara mereka dengan
takbir: Allahu akbar, Allahu akbar, la ilaha illallah. Maka Rasulullah ﷺ bersabda: tenangkanlah diri kalian, karena sesungguhnya kalian
tidak sedang menyeru Dzat yang tuli atau gaib. Sesungguhnya kalian sedang
menyeru Dzat yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat, dan Dia bersama kalian.
Aku (Abu Musa) berada di belakang tunggangan Rasulullah ﷺ, lalu beliau mendengarku saat aku mengucapkan: la hawla wa la
quwwata illa billah. Maka beliau berkata kepadaku: wahai Abdullah bin Qais. Aku
menjawab: labbaik ya Rasulullah.
Beliau bersabda: maukah aku tunjukkan kepadamu sebuah
kalimat dari perbendaharaan surga?
Aku menjawab: tentu, wahai Rasulullah, semoga ayah dan
ibuku menjadi tebusan bagimu.
Beliau bersabda: la hawla wa la quwwata illa billah.
[HR. Bukhori no. 4205 dan Muslim no. 2704]
Lafadz riwayat lain dari Abu Musa
al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu :
"
كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللهِ ﷺ فِي غَزَاةٍ، فَجَعَلْنَا لَا نَصْعَدُ شَرَفًا، وَلَا
نَعْلُو شَرَفًا، وَلَا نَهْبِطُ فِي وَادٍ إِلَّا رَفَعْنَا أَصْوَاتَنَا بِالتَّكْبِيرِ.
قَالَ: فَدَنَا مِنَّا رَسُولُ اللهِ ﷺ فَقَالَ: " أَيُّهَا النَّاسُ ارْبَعُوا
عَلَى أَنْفُسِكُمْ؛ فَإِنَّكُمْ مَا تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا، إِنَّمَا تَدْعُونَ
سَمِيعًا بَصِيرًا. إِنَّ الَّذِي تَدْعُونَ أَقْرَبُ إِلَى أَحَدِكُمْ مِنْ
عُنُقِ رَاحِلَتِهِ. يَا عَبْدَ اللهِ بْنَ قَيْسٍ، أَلَا أُعَلِّمُكَ كَلِمَةً مِنْ
كُنُوزِ الْجَنَّةِ؟ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ "
“Kami pernah bersama Rasulullah ﷺ dalam suatu peperangan. Maka setiap kali
kami naik tempat yang tinggi, atau menaiki suatu ketinggian, atau turun ke
lembah, kami mengeraskan suara dengan takbir.
Rasulullah ﷺ pun mendekati kami dan bersabda:
“Wahai manusia, tenangkanlah diri kalian (pelankan suara
kalian)! Sesungguhnya kalian tidak sedang menyeru Dzat yang tuli atau yang
gaib. Sesungguhnya kalian menyeru Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Sesungguhnya Dzat yang kalian seru itu lebih dekat kepada salah seorang
dari kalian daripada leher hewan kendaraannya.
Wahai Abdullah bin Qais, maukah aku ajarkan kepadamu
sebuah kalimat dari perbendaharaan surga?
La ḥaula wa lā quwwata illā billāh (Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan
Allah).’”
[HR. Ahmad dalam al-Musnad 32/374 no. 19599]
Syu’aib al-Arna’uth beserta para pentahqiq al-Musnad
berkata :
"إِسْنَادُهُ
صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ. خَالِدُ الحَذَّاءُ: هُوَ ابْنُ مِهْرَانَ، وَأَبُو
عُثْمَانَ النَّهْدِيُّ: هُوَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنَ مَلٍّ. وَأَخْرَجَهُ الْبَيْهَقِيُّ
فِي "الأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ" (٣٨٩) مِنْ طَرِيقِ الإِمَامِ أَحْمَدَ،
بِهٰذَا الإِسْنَادِ".
“Sanadnya sahih sesuai dengan syarat Al-Bukhari dan
Muslim. Khalid Al-Hadzdza’: adalah Ibnu Mehran, dan Abu Utsman An-Nahdi: adalah
Abdurrahman bin Mal. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam kitab
*Al-Asma’ wa Ash-Shifat* (hal. 389) melalui jalur Imam Ahmad dengan sanad ini”.
Hadis ini diriwayatkan secara lengkap dan ringkas oleh
Muslim (2704) (46), An-Nasa’i dalam *As-Sunan Al-Kubra* (7680), Ath-Thabarani
dalam *Ad-Du‘a* (1671), Al-Lalikai (683) (684), serta Al-Baihaqi dalam
*Al-Asma’ wa Ash-Shifat* (70) dan *Ad-Da‘awat* (266) melalui jalur ‘Abdul
Wahhab, dengan sanad tersebut.
Hadis ini juga diriwayatkan oleh Al-Bukhari (6610),
An-Nasa’i dalam *Al-Kubra* (7681), Abu ‘Awanah (sebagaimana dalam *Ithaf
Al-Maharah* 10/41), Abu Nu‘aim dalam *Al-Hilyah* 8/186, dan Al-Baihaqi dalam
*Al-Asma’ wa Ash-Shifat* (928) dan *Syu‘ab Al-Iman* (662) dari dua jalur
melalui Khalid Al-Hadzdza’, dengan sanad tersebut.
Abu Nu‘aim berkata:
هٰذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
“Ini adalah hadis sahih yang disepakati (kesahihannya).”
Namun Imam An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim 17/26 menjelaskan
:
"ارْبَعُوا:
مَعْنَاهُ ارْفُقُوا بِأَنْفُسِكُمْ، وَاخْفِضُوا أَصْوَاتَكُمْ، فَإِنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ
إِنَّمَا يَفْعَلُهُ الْإِنْسَانُ لِبُعْدِ مَنْ يُخَاطِبُهُ لِيُسْمِعَهُ، وَأَنْتُمْ
تَدْعُونَ اللهَ تَعَالَى، وَلَيْسَ هُوَ بِأَصَمَّ وَلَا غَائِبٍ، بَلْ هُوَ سَمِيعٌ
قَرِيبٌ، وَهُوَ مَعَكُمْ بِالْعِلْمِ وَالْإِحَاطَةِ، فَفِيهِ النَّدْبُ إِلَى خَفْضِ
الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ إِذَا لَمْ تَدْعُ حَاجَةٌ إِلَى رَفْعِهِ، فَإِنَّهُ إِذَا
خَفَضَهُ كَانَ أَبْلَغَ فِي تَوْقِيرِهِ وَتَعْظِيمِهِ، فَإِنْ دَعَتْ حَاجَةٌ إِلَى
الرَّفْعِ رَفَعَ، كَمَا جَاءَتْ بِهِ أَحَادِيثُ. وَقَوْلُهُ ﷺ فِي هَذِهِ الرِّوَايَةِ
الْأُخْرَى: الَّذِي تَدْعُونَهُ أَقْرَبُ إِلَى أَحَدِكُمْ مِنْ عُنُقِ رَاحِلَةِ
أَحَدِكُمْ، هُوَ بِمَعْنَى مَا سَبَقَ، وَحَاصِلُهُ أَنَّهُ مَجَازٌ، كَقَوْلِهِ تَعَالَى:
﴿وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ﴾، وَالْمُرَادُ تَحْقِيقُ سَمَاعِ
الدُّعَاءِ".
"'Irba’uu (ارْبَعُوْا) : maknanya adalah: bersikaplah lemah
lembut terhadap diri kalian, dan rendahkanlah suara kalian, karena meninggikan
suara biasanya dilakukan seseorang ketika berbicara dengan orang yang jauh agar
bisa mendengarnya. Sedangkan kalian sedang berdoa kepada Allah Ta‘ala, dan Dia
bukanlah Dzat yang tuli dan bukan pula yang gaib, bahkan Dia Maha Mendengar dan
Maha Dekat, dan Dia bersama kalian dengan ilmu dan pengawasan-Nya.
Hadis ini menunjukkan anjuran untuk merendahkan suara
dalam berzikir jika tidak ada kebutuhan untuk meninggikannya. Karena jika
direndahkan, itu lebih menunjukkan pengagungan dan pemuliaan terhadap-Nya.
Namun jika ada kebutuhan untuk mengeraskan suara, maka boleh dikeraskan,
sebagaimana telah datang dalam beberapa hadis.
Adapun sabda Rasulullah ﷺ dalam riwayat lain: 'Dan sesungguhnya
Dzat yang kalian seru lebih dekat kepada salah seorang dari kalian daripada
leher hewan kendaraannya', itu memiliki makna seperti sebelumnya, dan
kesimpulannya adalah bahwa itu merupakan ungkapan majaz, sebagaimana firman
Allah Ta‘ala:
"Dan Kami lebih dekat
kepadanya daripada urat lehernya" (Qaf: 16),
Yang dimaksud adalah penegasan bahwa Allah mendengar doa.
[SELESAI]
DALIL KELIMA :
Makna tinggi diatas langit adalah terpisah dari seluruh
makhluk-nya. Sementara makhluk terbesar adalah ‘Arasy.
Syeikh Muhammad al-Munajjid menjelaskan :
أَنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لَا يُحِيطُ بِهِ شَيْءٌ مِنْ خَلْقِهِ، وَلَا تَحْوِيهِ
مَخْلُوقَاتُهُ، وَهُوَ سُبْحَانَهُ غَنِيٌّ عَنْهَا، فَقَدْ تَنَزَّهَ عَنِ الْحَاجَةِ
إِلَيْهَا، وَتَعَالَى أَنْ يُحِيطَ بِهِ الْمَخْلُوقُ الْمُحْدَثُ النَّاقِصُ.
Bahwa Allah Azza wa Jalla tidak dilingkupi oleh apa pun
dari makhluk-Nya, dan tidak ada satu makhluk pun yang dapat membatasi-Nya.
Dia Maha Kaya dari segala sesuatu, Maha Suci dari
ketergantungan terhadap selain-Nya, dan Maha Tinggi untuk dilingkupi oleh makhluk
yang baru lagi serba kurang.
Allah berfirman:
(لَا
تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الْأَبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ
الْخَبِيرُ)
“Pandangan tidak dapat menjangkau-Nya, dan Dia-lah yang
menjangkau pandangan, dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-An’am:
103)
Dan firman-Nya:
﴿يَعْلَمُ
مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْمًا﴾
“Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka dan apa yang di
belakang mereka, dan mereka tidak dapat meliputi-Nya dengan ilmu.” (Thaha: 110)
Dan firman-Nya :
﴿يَعْلَمُ
مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ ۖ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ
إِلَّا بِمَا شَاءَ ۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ ۖ وَلَا يَئُودُهُ
حِفْظُهُمَا ۚ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ﴾
“Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di
belakang mereka, dan mereka tidak dapat meliputi apapun dari ilmu Allah
melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan
Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha
Besar”. [QS. Al-Baqarah: 255]
Abu Dzar Al-Ghafari radhiyallahu 'anhu meriwayatkan: bahwa
Nabi ﷺ bersabda :
"
مَا السَّمَاوَاتُ السَّبعُ فِي الْكُرْسِيِّ إِلَّا كَحَلْقَةٍ مُلْقَاةٍ
بِأَرْضِ فَلَاةٍ، وَفَضْلُ الْعَرْشِ عَلَى الْكُرْسِيِّ كَفَضْلِ تِلْكَ
الْفَلَاةِ عَلَى تِلْكَ الْحَلْقَةِ".
“Perumpamaan langit yang
tujuh dibandingkan dengan Kursi seperti cincin yang
dilemparkan di padang sahara yang luas.
Dan kelebihan (keunggulan) ‘Arsy atas
Kursi seperti kelebihan (keunggulan) padang sahara yang luas itu atas cincin
tersebut.”
[HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Kitaabul ‘Arsy no. 58 , Ibnu
Hibban n0. 361 , al-Baihaqi dalam al-Asmaa wa ash-Shifaat no. 861 dan Abu Naim
dalam ((Hilyat Al-Awliya’) (1/167) secara panjang lebar dari Sahabat Abu Dzarr
al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu .
Dishahihkan oleh Ibnu al-Qoyyim dan dihasankan
oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (I/223 no. 109)
dan التَّعْلِيقُ عَلَى الطَّحَاوِيَّةِ no. 36.
Dan yang sudah maklum adanya adalah :
أَنَّ الرَّقْمَ سَبْعَةَ عِنْدَ الْعَرَبِ يُفِيدُ الْكَثْرَةَ وَلَا يَتَحَدَّدُ
فَقَطْ بِالسَّبْعَةِ عَدَدًا.
Bahwa : "ANGKA TUJUH di kalangan orang Arab
menunjukkan banyak melimpah dan tidak terbatas pada tujuh angka saja" . [
Lihat : مُقَارَنَةٌ بَيْنَ الْوَصْفِ النَّبَوِيِّ وَتَصَوُّرِ عُلَمَاءِ الْفَضَاءِ
لِلْكَوْنِ. oleh : Prof. DR. Mohammad Farsyoukh].
Ahlus Sunnah menetapkan bahwa ketinggian Allah Ta’ala di
atas Arsy dan seluruh makhluk-Nya berarti bahwa Dia Subhanahu wa Ta’ala
benar-benar berada di atas seluruh makhluk, di atas langit, di atas surga, dan
di atas Arsy. Dan bahwa Dia Subhanahu wa Ta’ala tidak dilingkupi oleh makhluk
apa pun, tidak membutuhkan sesuatu pun dari makhluk-Nya, bahkan Dialah Pencipta
dan Pemelihara mereka.
Adapun nash-nash yang menyebutkan bahwa Allah “di langit”,
maka maksudnya adalah bahwa Dia Subhanahu Maha Tinggi di atas makhluk-Nya,
bukan berarti bahwa langit mencakup-Nya atau meliputi-Nya. Karena yang dimaksud
dengan "langit" dalam konteks ini adalah makna ketinggian, bukan
langit yang diciptakan. Atau dapat pula dikatakan bahwa huruf *fi* (di dalam)
dalam ayat itu bermakna “ala” (di atas), yakni: “di atas langit.”
Permisalan : ketika seseorang menunjuk arah ketinggian
dengan jarinya ke atas atau ke langit saat, maka itu pada hakikatnya makna
tinggi itu adalah menjauh terpisah dari bumi. Karena bumi itu bulat, bukan
datar.
Jadi ketika seseorang mengatakan Allah diatas sambil
menunjukkan jarinya ke atas, maka maksudnya adalah bahwa Allah SWT terpisah
dari alam semesta alias terpisah dari seluruh makhluknya, yakni ; tidak menyatu
dengan-nya. Sementara makhluk Allah yang terbesar adalah ‘Arasy.
Ada seorang pastur kristen di Menado yang masuk Islam, dia
menulis sebuah karya tulis. Dia menulis di cover bukunya sebuah ungkapan
seperti ini :
“Belum pernah ada seorang tukang kayu pengrajin bikin meja
dan kursi bisa berubah menjadi meja dan kursi atau menyatu dengan salah
satunya. Begitu juga dengan Allah Sang Pencipta Manusia, tidaklah mungkin
berubah menjadi Yesus atau menyatu dengan-nya”.
DALIL KEENAM :
Terpisahnya dua makhluk tidak mesti saling berjauhan,
meski terpisah oleh dua alam berbeda. Apalagi Allah SWT Yang Maha Meliputi
Segala Sesuatu.
Berikut ini contoh-contoh dua makhluk yang terpisah tapi
berdekatan :
CONTOH KE 1 : Terpisahnya Manusia dan
Jin oleh dua alam, namun mereka bisa saling berdekatan.
Dari Anas bin Malik, ia berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
"
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنْ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ"
“Sesungguhnya setan mengalir dalam diri anak Adam
sebagaimana aliran darah.”
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam *Al-Adab Al-Mufrad*
(1288), Muslim (2174), Ahmad no. 12592, Al-Baihaqi dalam *Al-Adab* (282) dan
dalam *Syu‘ab Al-Iman* (6799), Abu Dawud (4719), Abu Ya‘la (3470), Abu ‘Awanah
dalam bab izin sebagaimana dalam *Ithaf Al-Maharah* 1/482, dan Ath-Thahawi
dalam *Syarh Musykil Al-Atsar* (108).
Syu’aib al-Arna’uth beserta para pentahqiq al-Musnad 20/47
berkata :
إِسْنَادُهُ صَحِيحٌ، رِجَالُهُ ثِقَاتٌ رِجَالُ الصَّحِيحِ۔
“Sanadnya shahih, para perawinya adalah perawi-perawi yang
terpercaya sebagaimana perawi kitab Shahih”.
Dari Ali bin Husain :
أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ أَتَتْهُ صَفِيَّةُ بِنْتُ حُيَيٍّ فَلَمَّا رَجَعَتِ انْطَلَقَ
مَعَهَا، فَمَرَّ بِهِ رَجُلَانِ مِنَ الأَنْصَارِ فَدَعَاهُمَا، فَقَالَ: «إِنَّمَا
هِيَ صَفِيَّةُ»، قَالَا: سُبْحَانَ اللَّهِ، قَالَ: «إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي
مِنَ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ»
Bahwa Nabi ﷺ pernah didatangi oleh Shafiyah binti
Huyay. Ketika ia telah selesai dan kembali, Nabi ﷺ pun berjalan bersamanya. Lalu lewatlah dua
orang laki-laki dari kalangan Anshar, maka beliau memanggil mereka berdua dan
bersabda: “Sesungguhnya ini adalah Shafiyah.”
Keduanya berkata: “Subhanallah.”
Beliau bersabda: “Sesungguhnya setan mengalir dalam diri
anak Adam sebagaimana aliran darah.” [HR. Bukhori no. 7171]
Jin dan syaitan meski beda alam dengan manusia, namun Jin dan
Syeitan bisa melihat manusia, tapi tidak bagi manusia. Allah SWT berfirman:
﴿يَا
بَنِي آدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُم مِّنَ الْجَنَّةِ
يَنزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْآتِهِمَا ۗ إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ
وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْ ۗ إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ
لِلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ﴾
“Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kalian dapat ditipu
oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapa kalian dari
surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada
keduanya auratnya.
Sesungguhnya ia (Syaitan) beserta
para pengikutnya melihat kalian, dari tempat yang kalian tidak dapat melihat
mereka.
Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kalian
dan suatu tempat yang kalian tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah
menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpim bagi orang-orang yang tidak
beriman”. [QS. Al-Araf: 27]
CONTOH KE 2 :
Terpisahnya Manusia dan Malaikat
oleh dua alam, namun mereka bisa saling berdekatan, padahal alam para malaikat
di atas langit
Para Ulama mengatakan :
أَنَّ سَكَنَ الْمَلَائِكَةِ هُوَ السَّمَاءُ، وَأَنَّهُمْ يَتَّخِذُونَهَا مَنْزِلًا
لَهُمْ، وَيَنْزِلُونَ إِلَى الْأَرْضِ فِي بَعْضِ الْأَحْيَانِ لِتَنْفِيذِ أَوَامِرِ
اللَّهِ.
“Tempat tinggal para malaikat adalah langit, dan mereka
menjadikannya sebagai tempat menetap mereka untuk selamanya, serta turun ke
bumi pada waktu-waktu tertentu untuk melaksanakan perintah Allah”.
Dan bahwa di langit ketujuh terdapat sebuah rumah yang
disebut "Al-Baitul Ma'mur", yang dimasuki setiap hari oleh tujuh
puluh ribu malaikat, mereka shalat di dalamnya, dan setelah itu mereka tidak
akan kembali lagi ke sana.
Dari Khalid bin ‘Ur’urah (عُرْعُرَةَ):
أَنَّ رَجُلًا قَالَ لَعَلِيٍّ: مَا الْبَيْتُ الْمَعْمُورُ؟ قَالَ: بَيْتٌ فِي
السَّمَاءِ يُقَالُ لَهُ الضُّرَاحُ، وَهُوَ بِحِيَالِ الْكَعْبَةِ مِنْ فَوْقِهَا،
حُرْمَتُهُ فِي السَّمَاءِ كَحُرْمَةِ الْبَيْتِ فِي الْأَرْضِ، يُصَلِّي فِيهِ كُلَّ
يَوْمٍ سَبْعُونَ أَلْفًا مِنَ الْمَلَائِكَةِ ثُمَّ لَا يَعُودُونَ فِيهِ أَبَدًا
bahwa seorang laki-laki berkata kepada Ali: “Apakah
Al-Baitul Ma’mur itu?” Ali menjawab: “Itu adalah sebuah rumah di langit yang
disebut Adh-Dhuraah, yang letaknya sejajar dengan Ka'bah dari atasnya.
Kehormatannya di langit seperti kehormatan Baitullah di bumi. Setiap hari tujuh
puluh ribu malaikat salat di dalamnya, lalu mereka tidak kembali ke sana
selamanya.”
Demikian juga diriwayatkan oleh Syu’bah dan Sufyan
Ats-Tsauri dari Simak.
Diriwayatkan oleh: Ibnu Wahb dalam *Al-Jami‘ fi Tafsir
al-Qur’an* (2/81) no. (152), Al-Azraqi dalam *Akhbar Makkah* (1/49–55), Ibnu
Jarir dalam *Tafsirnya* (11/480–481), Al-Baihaqi dalam *Syu‘ab al-Iman* no.
(3704), dan Ishaq bin Rahuyah sebagaimana disebutkan oleh Al-Hafizh dalam
*Al-Matalib al-‘Aliyah* no. (3730). As-Suyuthi menisbatkannya kepada: Ibnu
Al-Mundzir, dan Ibnu Abi Hatim dalam *Ad-Durr al-Mantsur* (6/144).
Hadis ini memiliki penguat dari riwayat: Ibnu Abbas, Abu
Dzar, Anas, dan Abdullah bin Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhum semua, dan
dengan penguat-penguat itu hadis ini menjadi kuat. Lihat: *Fath al-Bari*
(6/356), dan *As-Silsilah Ash-Shahihah* karya al-Albani no. (477).
Dan Al-‘Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas:
هُوَ بَيْتٌ حِذَاءَ الْعَرْشِ تُعَمِّرُهُ الْمَلَائِكَةُ، يُصَلِّي فِيهِ
كُلَّ يَوْمٍ سَبْعُونَ أَلْفًا مِنَ الْمَلَائِكَةِ ثُمَّ لَا يَعُودُونَ إِلَيْهِ.
“Itu adalah rumah yang sejajar dengan Arsy, yang dihuni
oleh para malaikat. Setiap hari tujuh puluh ribu malaikat salat di dalamnya
lalu tidak kembali lagi kepadanya.” Demikian pula yang dikatakan oleh Ikrimah,
Mujahid, Ar-Rabi’ bin Anas, As-Suddi, dan selain mereka dari kalangan salaf.
[Referensi : Tafsir ath-Thobari 10/27, Tafsir Ibnu Katsir
7/428, al-Bidayah wan Nihayah 1/93, Alamul
Malaikah Alamul Ajaa’ib karya Ahmad Al-Jauhari Abdul Jawad]
Allah SWT berfirman :
﴿تَنَزَّلُ
الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ ﴾
“Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat
Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan”. [QS. Al-Qadr: 4]
Setelah itu mereka naik kembali ke langit, Allah SWT
berfirman :
﴿تَعْرُجُ
الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ
أَلْفَ سَنَةٍ مِّمَّا تَعُدُّونَ. ذَٰلِكَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ﴾
“Malaikat-malaikat dan Jibril naik kepada-Nya dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun menurut perhitungan kalian. Yang demikian itu ialah Tuhan Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.”. [QS. Al-Maarij: 4-5]
Namun demikian ada sebagian para malaikat yang dekat
dengan manusia. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT:
﴿مَّا
يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ﴾
Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di
dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir (Roqib dan Atiid). [QS. Qaf: 18]
Malaikat Jibril meskipun berada di langit yang tinggi
namun dia dia dekat dengan Nabi ﷺ, karena batasan alam ghaib itu sangat
relatif.
Allah SWT berfirman:
﴿
نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الْأَمِينُ * عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنْذِرِينَ
* بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُبِينٍ ﴾
“Ruhul Amin (Jibril) menurunkannya (wahyu) ke dalam hatimu
(Muhammad) agar engkau termasuk orang-orang yang memberi peringatan, dengan
bahasa Arab yang jelas.” [QS. Asy-Syu'ara: 193-195]
Kecepatan Jibril -‘alaihis salam- menyampaikan wahyu
kepada Nabi ﷺ .
Dari Shafwan bin Ya'la bin Umayyah :
"أَنَّ
يَعْلَى كَانَ يَقُولُ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ لَيْتَنِي
أَرَى النَّبِيَّ ﷺ حِينَ يُنْزَلُ عَلَيْهِ قَالَ فَلَمَّا كَانَ بِالْجِعْرَانَةِ
وَعَلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ ثَوْبٌ قَدْ أُظِلَّ بِهِ مَعَهُ نَاسٌ مِنْ أَصْحَابِهِ
مِنْهُمْ عُمَرُ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ عَلَيْهِ جُبَّةٌ مُتَضَمِّخًا بِطِيبٍ قَالَ
فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ تَرَى فِي رَجُلٍ أَحْرَمَ بِعُمْرَةٍ فِي جُبَّةٍ
بَعْدَ مَا تَضَمَّخَ بِطِيبٍ فَنَظَرَ النَّبِيُّ ﷺ سَاعَةً ثُمَّ سَكَتَ فَجَاءَهُ
الْوَحْيُ فَأَشَارَ عُمَرُ إِلَى يَعْلَى أَنْ تَعَالَ فَجَاءَ يَعْلَى فَأَدْخَلَ
رَأْسَهُ فَإِذَا النَّبِيُّ ﷺ مُحْمَرُّ الْوَجْهِ كَذَلِكَ سَاعَةً ثُمَّ سُرِّيَ
عَنْهُ فَقَالَ أَيْنَ الَّذِي سَأَلَنِي عَنْ الْعُمْرَةِ آنِفًا فَالْتُمِسَ الرَّجُلُ
فَأُتِيَ بِهِ فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ أَمَّا الطِّيبُ الَّذِي بِكَ فَاغْسِلْهُ ثَلَاثَ
مَرَّاتٍ وَأَمَّا الْجُبَّةُ فَانْزِعْهَا ثُمَّ اصْنَعْ فِي عُمْرَتِكَ كَمَا تَصْنَعُ
فِي حَجَّتِكَ".
Bahwa Ya'la berkata kepada Umar bin Khathab radliallahu
'andu :
"Sekiranya aku melihat Nabi ﷺ saat wahyu diturunkan kepadanya."
Perawi berkata, "Saat ia berada di Ji'ranah sedangkan
pada Rasulullah ﷺ terdapat kain yang beliau gunakan untuk bernaung bersama para
sahabat yang ada di disekitarnya, dan di antaranya adalah Umar. Tiba-tiba
datanglah seorang laki-laki dengan mengenakan Jubbah dan memakai wangi-wangian,
laki-laki itu lalu bertanya,
"Wahai Rasulullah,
bagaimanakah menurut anda tentang seorang yang melakukan ihram dengan niat
umrah dengan memakai Jubbah yang telah dilumuri minyak wangi?"
Rasulullah ﷺ merenung sejenak kemudian diam, lalu turunlah wahyu.
Kemudian Umar pun memberikan isyarat kepada Ya'la : "Kemarilah."
Maka Ya'la pun datang dan memasukkan kepalanya, ternyata
ia melihat Nabi ﷺ wajahnya memerah beberapa saat, kemudian kembali ceria seperti sedia kala.
Setelah itu, Nabi ﷺ bertanya: "Kemana orang yang tadi
bertanya kepadaku tentang umrah?" maka dicarilah laki-laki itu dan
didatangkan kepada beliau.
Nabi ﷺ lantas bersabda: "Adapun wewangian yang ada padamu,
maka cucilah ia tiga kali. Sedang Jubbah milikmu, maka lepaskanlah. Kemudian
kerjakanlah dalam umrahmu sebagaimana yang kamu lakukan dalam haji." [HR.
Bukhori no. 4329 dan Muslim no. 1180]
Ditambah lagi ukuran fisik para malaikat itu sangatlah
besar terutama para malaikat pemikul ‘Arasy. Bagitu pula malaikat Jibril,
menutup cakrawala, yang membuatnya menjadi dekat, meski di alam yang berbeda.
Jika tidak beda alam, maka bisa dipastikan akan berbenturan dengan benda-benda
langit, gugusan galaksi, planet, bintang dan benda lainnya.
Allah SWT berfirman tentang para malaikat pemikul ‘Arasy:
﴿وَالْمَلَكُ
عَلَىٰ أَرْجَائِهَا ۚ وَيَحْمِلُ عَرْشَ رَبِّكَ فَوْقَهُمْ يَوْمَئِذٍ ثَمَانِيَةٌ﴾
Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit.
Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung 'Arsy Tuhanmu di atas
(kepala) mereka. [QS. Al-Haqqah: 17].
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa Arasy adalah
makhluk Allah yang terbesar.
Imam Muslim meriwayatkan (no. 177) dari Masruq, ia
berkata:
قُلْتُ لِعَائِشَةَ: فَأَيْنَ قَوْلُهُ: ﴿ثُمَّ دَنَا فَتَدَلَّى. فَكَانَ قَابَ
قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنَى. فَأَوْحَى إِلَى عَبْدِهِ مَا أَوْحَى﴾.
قَالَتْ: "إِنَّمَا ذَاكَ جِبْرِيلُ ﷺ كَانَ يَأْتِيهِ فِي صُورَةِ الرِّجَالِ،
وَإِنَّهُ أَتَاهُ فِي هَذِهِ الْمَرَّةِ فِي صُورَتِهِ الَّتِي هِيَ صُورَتُهُ ، فَسَدَّ
أُفُقَ السَّمَاءِ".
Aku berkata kepada Aisyah: Bagaimana dengan firman Allah:
*(“Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat, maka
jadilah dia dekat (pada Muhammad) sejarak dua ujung busur atau lebih dekat.
Lalu Dia mewahyukan kepada hamba-Nya apa yang Dia wahyukan”) (An-Najm: 8–10)*?
Aisyah berkata: “Itu adalah Jibril ﷺ. Ia biasanya datang kepada Rasulullah ﷺ dalam bentuk seorang laki-laki. Namun
dalam kesempatan ini, ia datang dalam bentuk aslinya, maka ia memenuhi
cakrawala langit.”
Dan dalam riwayat lain (Muslim no. 177) dari Aisyah, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
(إِنَّمَا هُوَ جِبْرِيلُ، لَمْ أَرَهُ عَلَى صُورَتِهِ الَّتِي خُلِقَ عَلَيْهَا
غَيْرَ هَاتَيْنِ الْمَرَّتَيْنِ، رَأَيْتُهُ مُنْهَبِطًا مِنَ السَّمَاءِ سَادًّا
عِظَمُ خَلْقِهِ مَا بَيْنَ السَّمَاءِ إِلَى الْأَرْضِ).
“Itu adalah Jibril. Aku tidak pernah melihatnya dalam
bentuk aslinya yang ia diciptakan atasnya kecuali dua kali: aku melihatnya
turun dari langit dan tubuhnya yang besar memenuhi antara langit dan bumi.”
Maka besarnya tubuh Jibril 'alaihissalam memenuhi ruang antara
langit dan bumi, yaitu wilayah yang dilihat oleh Rasulullah ﷺ saat Jibril turun dari langit.
Sebagaimana juga dalam riwayat Al-Bukhari (4858) dari
Abdullah radhiyallahu 'anhu tentang firman Allah:
﴿لَقَدْ
رَأَىٰ مِنْ آيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَىٰ﴾
“Sungguh dia telah melihat sebagian tanda-tanda terbesar
Tuhannya”* (QS. An-Najm: 18),
Dia berkata:
"
رَأَى رَفْرَفًا أَخْضَرَ قَدْ سَدَّ الأُفُقَ".
“Rasulullah melihat hamparan hijau (rafraf akhdhar) yang
telah menutupi seluruh cakrawala.”
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah ta'ala berkata:
يُوَضِّحُ الْمُرَادَ مَا أَخْرَجَهُ النَّسَائِيُّ وَالْحَاكِمُ مِنْ طَرِيقِ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ عَنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ أَبْصَرَ
نَبِيُّ اللَّهِ ﷺ جِبْرِيلَ عَلَيْهِ السَّلَامُ عَلَى رَفْرَفٍ قَدْ مَلَأَ مَا بَيْنَ
السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ فَيَجْتَمِعُ مِنَ الْحَدِيثَيْنِ أَنَّ الْمَوْصُوفَ جِبْرِيلُ
وَالصِّفَةُ الَّتِي كَانَ عَلَيْهَا
وَقَدْ وَقَعَ فِي رِوَايَةِ مُحَمَّدِ بْنِ فُضَيْلٍ عِنْدَ الْإِسْمَاعِيلِيِّ
وَفِي رِوَايَة بن عُيَيْنَةَ عِنْدَ النَّسَائِيِّ كِلَاهُمَا عَنِ الشَّيْبَانِيِّ
عَنْ زِرٍّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّهُ رَأَى جِبْرِيلَ لَهُ سِتُّمِائَةِ جَنَاحٍ
قَدْ سَدَّ الْأُفُقَ وَالْمُرَادُ أَنَّ الَّذِي سَدَّ الْأُفُقَ الرَّفْرَفُ الَّذِي
فِيهِ جِبْرِيلُ فَنَسَبَ جِبْرِيلَ إِلَى سَدِّ الْأُفُقِ مَجَازًا
وَفِي رِوَايَةِ أَحْمَدَ وَالتِّرْمِذِيِّ وَصَحَّحَهَا مِنْ طَرِيقِ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ عَنِ بن مَسْعُودٍ رَأَى جِبْرِيلَ فِي حُلَّةٍ مِنْ رَفْرَفٍ
قَدْ مَلَأَ مَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَبِهَذِهِ الرِّوَايَةِ يُعْرَفُ الْمُرَادُ
بِالرَّفْرَفِ وَأَنَّهُ حُلَّةٌ".
"Penjelasan tentang maksudnya
diperjelas oleh riwayat An-Nasa’i dan Al-Hakim dari jalur Abdurrahman bin Yazid
dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata: *'Nabi Allah ﷺ melihat Jibril di atas rafraf (hamparan),
yang telah memenuhi antara langit dan bumi.'*
Maka dari dua hadis ini dapat disimpulkan bahwa yang
dilihat adalah Jibril dan sifat keadaannya saat itu. Dalam riwayat Muhammad bin
Fudlail yang diriwayatkan oleh Al-Isma‘ili, dan riwayat Ibnu ‘Uyaynah dalam
riwayat An-Nasa’i –keduanya dari Asy-Syaibani dari Zar dari Abdullah–
disebutkan: *(Bahwa beliau melihat Jibril memiliki enam ratus sayap, yang telah
menutupi cakrawala)*.
Yang dimaksud dengan ‘menutupi cakrawala’ adalah *rafraf*
(hamparan hijau) yang terdapat Jibril di atasnya, maka penisbatan penutupan cakrawala
kepada Jibril adalah secara majaz (kiasan).
Dan dalam riwayat Ahmad dan At-Tirmidzi –dan dinyatakan
sahih– dari jalur Abdurrahman bin Yazid dari Ibnu Mas’ud disebutkan:
*(Rasulullah ﷺ melihat Jibril dalam pakaian dari rafraf,
yang telah memenuhi antara langit dan bumi)*.
Dengan riwayat ini, diketahui maksud dari *rafraf*, yaitu
bahwa ia adalah semacam pakaian atau lapisan (hamparan).”
[Selesai. dikutip dari *Fath al-Bari* (8/611).
Dari Abdullah, tentang firman-Nya:
﴿مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَىٰ﴾
Hatinya tidak mendustakan apa
yang telah dilihatnya. [QS. An-Najm: 11]
Ia berkata:
"رَأَى
رَسُولُ اللهِ ﷺ جِبْرِيلَ فِي حُلَّةٍ مِنْ رَفْرَفٍ، قَدْ مَلَأَ مَا بَيْنَ السَّمَاءِ
وَالْأَرْضِ"
“Rasulullah ﷺ melihat Jibril dalam pakaian dari rafraf
(kain sutra hijau) yang memenuhi antara langit dan bumi.”
Diriwayatkan oleh Ahmad no. 3740, At-Tirmidzi (3283),
An-Nasa’i dalam *As-Sunan Al-Kubra* (11531) dan dalam *At-Tafsir* (551), Abu
Ya‘la (5018), Ath-Thabari 27/49, Ath-Thabarani dalam *Al-Mu‘jam Al-Kabir*
(9050), Abu Syaikh dalam *Al-‘Azhamah* (343) dan (344), Ibnu Mandah dalam
*Al-Iman* (751), Al-Baihaqi dalam *Al-Asma’ wa Ash-Shifat* hlm. 434, Ibnu
Khuzaimah dalam *At-Tauhid* hlm. 204, dan Al-Hakim dalam *Al-Mustadrak* 2/468.
Al-Hakim mensahihkannya berdasarkan syarat Al-Bukhari dan
Muslim, dan Adz-Dzahabi menyepakatinya.
At-Tirmidzi berkata: “Ini hadis hasan sahih.”
Syuaib Al-Arna’uth dan para peneliti *Musnad Ahmad*
(6/285) berkata: “Sanadnya sahih berdasarkan syarat Al-Bukhari dan Muslim.”
Dari Abdullah bin Mas'ud:
" أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ رَأَى جِبْرِيلَ عَلَيْهِ السَّلَامُ وَلَهُ سِتُّ
مِائَةِ جَنَاحٍ "
“Bahwa Rasulullah ﷺ melihat Jibril 'alaihissalam, dan ia
memiliki enam ratus sayap.”
Diriwayatkan oleh Ahmad no. 3780, Abu Ya‘la (5337),
Asy-Syasyi (663), Ibnu Khuzaimah dalam *At-Tauhid* hlm. 202–203, Abu ‘Awanah
1/153, Ath-Thabarani dalam *Al-Mu‘jam Al-Kabir* (9055), Ibnu Mandah dalam
*Al-Iman* (744).
Syuaib Al-Arna’uth dan para peneliti *Musnad Ahmad*
(6/320) berkata: Sanadnya sahih berdasarkan syarat Al-Bukhari dan Muslim.
Juga diriwayatkan oleh Ath-Thayalisi (358), Al-Bukhari
(3232), (4856), (4857), Muslim (174), (280), (281), (282), At-Tirmidzi (3277),
Ath-Thabari 27/45–46, Ibnu Khuzaimah dalam *At-Tauhid* hlm. 202 dan 204, Abu
‘Awanah 1/153, Ath-Thabarani dalam *Al-Kabir* (9055), Abu Syaikh dalam
*Al-‘Azhamah* (364), Ibnu Mandah dalam *Al-Iman* (742), (743), (745), dan Al-Baihaqi
dalam *Dala’il* 2/371 serta *Al-Asma’ wa Ash-Shifat* hlm. 433–434, dari
berbagai jalur dari Abu Ishaq Asy-Syaibani.
At-Tirmidzi berkata: Ini hadis hasan, gharib, sahih.
Dan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah
ﷺ bersabda:
"
رَأَيْتُ جِبْرِيلَ عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى، عَلَيْهِ سِتُّ مِائَةِ جَنَاحٍ،
يُنْتَثَرُ مِنْ رِيشِهِ التَّهَاوِيلُ: الدُّرُّ وَالْيَاقُوتُ "
“Aku melihat Jibril di dekat Sidratul Muntaha, ia memiliki
enam ratus sayap, dan dari bulu-bulunya berhamburan permata-permata yang
menakjubkan: mutiara dan yaqut.”
Diriwayatkan oleh Ahmad dalam *Al-Musnad* no. 3915.
Syuaib Al-Arna’uth dan para peneliti *Musnad Ahmad* (7/31)
berkata: Sanadnya hasan. ‘Ashim bin Bahdalah adalah perawi yang jujur dan
hadisnya hasan. Perawi lainnya adalah perawi terpercaya dari kalangan rawi
Bukhari dan Muslim, kecuali Hammad bin Salamah yang termasuk perawi Muslim.
Sebagaimana yang disebutkan diatas bahwa riwayat yang kokoh
(terbukti shahih) dari jalur-jalur yang sahih dari Ibnu Mas'ud dan Aisyah
radhiyallahu 'anhuma adalah bahwa Jibril 'alaihis salam dengan seluruh sayapnya
telah menutupi cakrawala, bukan hanya dengan satu sayap.
Berikut ini riwayat yang menunjukkan per satu sayap, bisa
menutup cakrawala.
Dari Abdullah bin Mas'ud, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:
"
رَأَيْتُ جِبْرِيلَ عَلَى سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى، وَلَهُ سِتُّ مِائَةِ جَنَاحٍ
"
“Aku melihat Jibril di Sidratul Muntaha, dan ia memiliki
enam ratus sayap.”
Husein berkata:
"سَأَلْتُ
عَاصِمًا، عَنِ الْأَجْنِحَةِ؟ فَأَبَى أَنْ يُخْبِرَنِي، قَالَ: فَأَخْبَرَنِي بَعْضُ
أَصْحَابِهِ: " أَنَّ الْجَنَاحَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ
"
Aku bertanya kepada ‘Ashim tentang sayap-sayap itu, tetapi
ia enggan memberitahuku. Lalu salah satu sahabatnya memberitahuku:
“Sesungguhnya satu sayap (dari Jibril) membentang dari
timur sampai barat.”
Diriwayatkan oleh Ahmad no. 3862, Ath-Thabari 27/49,
Ath-Thabarani dalam *Al-Mu‘jam Al-Kabir* (10423), dan Abu Syaikh dalam
*Al-‘Azhamah* (356).
Syuaib Al-Arna’uth dan para peneliti *Musnad Ahmad*
(6/410) berkata: Sanadnya hasan karena ‘Ashim bin Bahdalah, dan perawi lainnya
adalah perawi-perawi terpercaya dalam kitab Shahih.
Dari Abdullah bin Mas'ud, bahwa ia berkata tentang firman
Allah Ta'ala:
﴿وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَىٰ﴾
Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam
rupanya yang asli) pada waktu yang lain, [QS. An-Najm: 13]
Dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
"
رَأَى رَسُولُ اللهِ ﷺ جِبْرِيلَ فِي صُورَتِهِ، وَلَهُ سِتُّ مِائَةِ جَنَاحٍ، كُلُّ
جَنَاحٍ مِنْهَا قَدْ سَدَّ الْأُفُقَ يَسْقُطُ مِنْ جَنَاحِهِ مِنَ التَّهَاوِيلِ
وَالدُّرِّ وَالْيَاقُوتِ مَا اللهُ بِهِ عَلِيمٌ "
“Rasulullah ﷺ melihat Jibril dalam bentuk aslinya, dan
ia memiliki enam ratus sayap. Setiap sayapnya memenuhi cakrawala. Dari sayapnya
berjatuhan permata-permata yang menakjubkan, mutiara dan yaqut, yang hanya
Allah-lah yang mengetahui kadarnya.”
Diriwayatkan oleh Ahmad no. 3748 dan Abu Nu‘aim dalam
*Akhbār Aṣbahān* 2/339.
Syuaib Al-Arna’uth dan para peneliti *Musnad Ahmad*
(6/294) berkata: “Sanadnya lemah karena kelemahan Syarik –yaitu Syarik bin
Abdullah An-Nakha‘i–, sedangkan perawi lainnya adalah perawi yang terpercaya
dari kalangan perawi Bukhari dan Muslim, kecuali ‘Ashim –yaitu Ibnu Abi
An-Nujud–, yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dalam mutaba‘at. Hadisnya
berderajat hasan.”
CONTOH KE 3 :
Terpisahnya antara manusia dan semut.
Ada seorang manusia duduk diatas kursi sambil menghadap
meja. Di depannya persis ada piring diatas meja. Dan di atas piring terdapat binatang
semut.
Kata semut ketika melihat manusia yang sedang duduk : “Betapa
besar-nya manusia yang diatas kursi ini!?. Betapa jauhnya dia dari ku!?. Dia tinggi
di atas piring. Dan dia jauh terpisah dari piring. Dan dia bukan bagian dari piring, kursi dan meja”.
Munusia yang sedang duduk itu berkata : “Piring dan semut ini betapa dekatnya dengan-ku.
Bahkan aku bisa membolak-balikan tubuh semut ini. Aku lebih tinggi dari meja, kursi,
piring dan semut".
Ini hanya sebatas perumpaman simple secara logika. Akan tetapi penulis yakin, tidak ada yang menyerupai Allah dan tidak ada yang bisa diserupakan dengan Allah. Allah Maha Besar, Allah Maha Tinggi dan Allah Maha Sempurna. Maha Suci Allah dari sifat yang menyerupai makhluk-Nya.
Allah SWT berfirman :
﴿وَلَهُ
الْمَثَلُ الْأَعْلَىٰ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ﴾
“Dan bagi-Nya-lah permisalan yang Maha Tinggi di langit
dan di bumi; dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. [QS. Ar-Rum:
27]
Dan Allah SWT berfirman :
﴿لَيْسَ
كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ﴾
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah
yang Maha Mendengar dan Melihat”. [QS. Asy-Syura: 11]
Dan Allah SWT berfirman :
﴿وَلَمْ
يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ﴾
“Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia". [QS.
Al-Ikhlas: 4]
===***===
MAKNA ALLAH TINGGI DI ATAS ‘ARASY
BISA PULA BERARTI "ALLAH DI LUAR ‘ARASY":
Makna ungkapan “Allah SWT Tinggi di atas 'Arasy” bisa pula berarti bahwa Allah SWT diluar Arasy. Sementara ‘Arsy adalah makhluk Allah yang
paling besar. Sebagaimana yang telah disebutkan diatas dalam hadits shahih
bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
“Perumpamaan tujuh langit dibandingkan dengan Kursi seperti cincin yang dilemparkan di padang sahara yang luas. Dan keunggulan ‘Arsy atas Kursi seperti keunggulan padang sahara yang luas itu atas cincin tersebut.”
Dan yang sudah maklum adanya adalah : Bahwa : "ANGKA
TUJUH di kalangan orang Arab menunjukkan banyak melimpah dan tidak terbatas
pada tujuh angka saja".
Begitu pula dengan perkataan Jariyah (budak perempuan) “Allah di Langit”,
sebagamana dalam Mu’awiyah bin al-Hakam as-Sulamy :
فَقالَ لَهَا رَسولُ اللهِ ﷺ: أيْنَ اللَّهُ؟ قالَتْ: في السَّمَاءِ، قالَ: مَن
أنَا؟ قالَتْ: أنْتَ رَسولُ اللهِ، قالَ: أعْتِقْهَا، فإنَّهَا مُؤْمِنَةٌ.
Lalu Rasulullah ﷺ berkata kepadanya: "Di mana Allah?" Ia (budak perempuan) menjawab: "Di langit." Beliau bertanya: "Siapakah aku?" Ia menjawab: "Engkau adalah Rasulullah." Beliau pun bersabda: "Merdekakanlah dia, karena sesungguhnya dia seorang mukminah." [HR. Muslim no. 537]
Yang di maksud langit oleh jariyah (budak perempuan) tersebut adalah tinggi diatas. Dan juga bisa berarti bahwa Allah SWT terpisah dari bumi dan seluruh makhluk lainnya. Karena sesungguhnya, bumi, planet, bintang, bulan dan Matahari adalah benda-benda langit yang bergentayangan di langit pula.
Dengan demikian, maka makna “Allah SWT Maha Tinggi”
adalah Allah SWT diluar alam semesta, terpisah darinya dan tidak menyatu
dengan-nya.
Allah SWT tidak tinggal di alam manusia, tidak di alam Jin
dan tidak pula di alam malaikat. Allah SWT tidak diliputi dan tidak dilingkupi oleh
makhluk ciptaan-Nya.
Ketika ada seseorang menunjuk tangannya ke arah langit
sambil berkata : Allah Tinggi di atas langit”, maka artinya jauh terpisah dari
bumi dan dari alam semesta atau terpisah dari alam-alam semua makhluknya.
Dikarenakan - yang benar - bentuk bumi itu adalah bulat, maka dengan demikian, orang yang berada dilingkaran bagian bawah bola bumi, ketika menunjuk keatas dengan jarinya, maka arahnya ke arah bawah, yakni kebalikan arah yang ditunjuk oleh orang yang berada dibelahan bagian atas bola bumi. Maka yang di maksud dengan ungkapan “Allah Maha Tinggi” bisa bermakna diluar dan terpisah dari semua makhluknya.
Sementara makhluk ciptaan Allah yang terbesar adalah ‘Arasy. Dan Allah SWT tidak tinggal di alam manusia, tidak di alam Jin dan tidak pula di alam malaikat. Allah tidak diliputi dan tidak dilingkupi oleh alam makhluk ciptaan-Nya. Maha Suci Allah dari kebutuhan terhadap alam makhluk-Nya.
Allah SWT berfirman :
﴿إِنَّ
اللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ﴾
“Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak membutuhkan sesuatu) dari alam-alam (semua makhluk)”. [QS. Al-Ankabut: 6]
===****===
BUMI ITU BULAT BERDASARKAN IJMA’ PARA ULAMA
Photo Bumi Dari Luar Angkasa
Syeikh Ali
Muhammad Ash-Sholaabi dalam artikel " كُرَوِيَّةُ الأَرْضِ
وَدَوْرَانُهَا " mengatakan:
"نَرَى الإِعْجَازَ العِلْمِيَّ فِي القُرْآنِ الكَرِيمِ، فَالقَائِلُ
هُوَ اللَّهُ، وَالخَالِقُ هُوَ اللَّهُ، وَالمُتَكَلِّمُ هُوَ اللَّهُ، فَجَاءَ فِي
جُزْءٍ مِنْ آيَةِ قُرْآنِيَّةٍ: ﴿ يُكَوِّرُ اللَّيْلَ عَلَى النَّهَارِ وَيُكَوِّرُ
النَّهَارَ عَلَى اللَّيْلِ ﴾ لِيُخْبِرَنَا إِنَّ الأَرْضَ كُرْوِيَّةٌ وَأَنَّهَا
تَدُوْرُ حَوْلَ نَفْسِهَا".
Kita melihat
banyak keajaiban-keajaiban ilmiah di dalam Al-Qur’an, dan itu bukan hal yang
aneh karena Al-Quran adalah firman Allah dan Sang Pencipta alam semesta adalah
Allah. Diantaranya yang terdapat dalam sebagian ayat Alquran adalah.
﴿ يُكَوِّرُ اللَّيْلَ عَلَى النَّهَارِ وَيُكَوِّرُ
النَّهَارَ عَلَى اللَّيْلِ ﴾
" Dia
melingkarkan malam atas siang dan melingkarkan siang atas malam. (QS. Az-Zumar:
5).
Ayat ini
memberi tahu kita bahwa Bumi itu bulat dan berputar mengelilingi dirinya
sendiri".
Lalu Syeikh
Ali Muhammad Ash-Sholaabi berkata pula:
القُرْآنُ الكَرِيمُ لَا يَقُولُ أَبَدًا بِثَبَاتِ الْأَرْضِ
أَوْ بِأَنَّهَا مُسْطَحَةٌ.
اكْتَشَفَ عُلَمَاءُ الْفَلَكِ حَقِيقَةً أَنَّ الْأَرْضَ
كُرَوِيَّةُ الشَّكْلِ بَعْدَ دِرَاسَاتٍ وَبُحُوْثٍ اسْتَغْرَقَتْ عَشْرَاتِ السِّنِينَ،
وَلَكِنَّ قَبْلَ أَكْثَرَ مِنْ 1400 عَامًا كَانَ لِلْقُرْآنِ الكَرِيمِ السَّبْقُ
فِي ذِكْرِ هَذِهِ الْحَقِيقَةِ، حَيْثُ تُشِيرُ آيَاتُهُ وَتُؤَكِّدُ عَلَى أَنَّ
الْأَرْضَ كُرَوِيَّةُ الشَّكْلِ، وَهِيَ بِذَلِكَ لَيْسَتْ فِي حَقِيقَتِهَا مُمْتَدَّةً
امْتِدَادًا يَنْتَهِي عِنْدَ حَافَّةٍ مِنَ الْحَوَافِ كَمَا كَانَ يَتَصَوَّرُ الْأَقْدَمُونَ
وَيَعْتَقِدُونَ، وَلَكِنَّ الْأَرْضَ ذَاتُ شِكْلٍ بَيْضَوِيٍّ كَالْكُرَةِ، وَذَلِكَ
مَا تَقْتَضِيهِ سُنَّةُ الطَّبِيعَةِ فِي دَوْرَتِهَا الرَّتِيبَةِ الْمُنْتَظِمَةِ،
وَمَا تَقْتَضِيهِ عَجْلَةُ الْكَوْنِ الْمُتَحَرِّكِ الدَّقِيقِ، وَلَوْ لَمْ تَكُنِ
الْأَرْضُ عَلَى هَذَا النَّحْوِ مِنَ الِاسْتِدَارَةِ لَتَعَطَّلَتْ نَوَامِيسُ الْخَلْقِ
عَلَى هَذَا الْكَوْكَبِ، وَلَبَاتَتْ الْحَيَاةُ عَلَى ظَهْرِهَا مَشْلُولَةً أَوْ
مُسْتَحِيلَةً.
Al-Qur'an
Yang Mulia tidak pernah mengatakan bahwa bumi itu diam tidak bergerak atau bumi
itu didatarkan.
Para astronom
menemukan fakta bahwa Bumi berbentuk bulat setelah studi dan penelitian yang
memakan waktu puluhan tahun, tetapi lebih dari 1400 tahun yang lalu, Al-Qur'an
menempati urutan pertama dalam menyebutkan fakta ini.
Dimana
ayat-ayat al-Qur'an menunjukkan dan menegaskan bahwa bumi berbentuk bulat, dan
dengan demikian sebenarnya bukanlah membentang datar yang bentangannya berakhir
di salah satu tepi dari tepi-tepinya seperti yang dibayangkan dan diyakini oleh
orang-orang terdahulu.
Tetapi Bumi
berbentuk bulat telur seperti bola, dan itulah yang selaras dengan tuntutan
hukum tabiat alam dalam siklus monotonnya yang teratur.
Dan apa yang
selaras dengan tuntutan roda alam semesta yang bergerak halus dan lembut, dan
jika bumi tidak berputar seperti ini, maka hukum alam makhluk di planet bumi
ini akan terganggu, rusak dan terhenti. Dan kehidupan di permukaannya menjadi
lumpuh atau menjadi mustahil. [Selesai Kutipan dari Syeikh Ali].
[Sumber: "
كُرَوِيَّةُ
الأَرْضِ وَدَوْرَانُهَا.. إِعْجَازٌ عِلْمِيٌّ وَسَبْقُ قُرْآنِيٌّ رِسَالَةٌ
جَدِيدَةٌ للملحدين" oleh Ali ash-Sholaby]
Syeikh Ibnu
Utsaimin rahimahullah
berkata:
وَأَمَّا دَلَالَةُ الْوَاقِعِ فَإِنَّ هَذَا قَدْ ثَبَتَ،
فَإِنَّ الرَّجُلَ إِذَا طَارَ مِنْ جِدَّةَ مُثَلًّا مُتَّجِهًا إِلَى الْغَرْبِ خَرَجَ
إِلَى جِدَّةَ مِنَ النَّاحِيَةِ الشَّرْقِيَّةِ إِذَا كَانَ عَلَى خَطٍّ مُسْتَقِيمٍ،
وَهَذَا شَيْءٌ لَا يَخْتَلِفُ فِيهِ اثْنَانِ.
Adapun bukti
dalam kehidupan nyata, maka ini telah terbukti. Yaitu: Jika seseorang terbang
dari Jeddah, misalnya, menuju ke barat, maka dia akan kembali ke Jeddah dari
timur jika dia terbang dalam garis lurus. Ini adalah sesuatu yang tak
seorang pun berbeda pendapat.
[Akhir kutipan dari
Fataawa Noor 'ala ad-Darb]
Dengan
demikian diketahui bahwa Bumi itu bulat, dan itu tidak bertentangan dengan
fakta bahwa ia bulat seperti telur. Sebaliknya pandangan yang salah adalah
yang mengklaim bahwa bumi itu datar, seperti yang dulu diyakini Gereja . Dan
karena alasan itulah digunakan untuk mengutuk dan membakar para ilmuwan yang mengatakan
bahwa bumi itu bulat. [Lihat: العلمانية نشأتها وتطورها (1/130)]
****
ULAMA YANG MERIWAYATKAN : IJMA [KONSENSUS] BAHWA BUMI ITU BULAT:
Lebih dari
satu ulama telah meriwayatkan akan adanya IJMA' [konsensus] bahwa Bumi itu
bulat. Diantara mereka adalah sbb:
PERTAMA:
SYEIKHUL ISLAM IBNU TAIMIYAH.
Apa yang
diriwayatkan Syekhul-Islam Ibnu Taimiyah - semoga Allah merahmatinya- dari
Abu'l-Husain ibn al-Munaadi, dengan mengatakan:
" وَقَالَ الْإِمَامُ أَبُو الْحَسَيْنِ أَحْمَدُ بْنُ جَعْفَرِ
بْنِ الْمُنَادِيِّ مِنْ أُعْيَانِ الْعُلَمَاءِ الْمَشْهُورِينَ بِمَعْرِفَةِ الْآثَارِ
وَالتَّصَانِيفِ الْكُبَرِ فِي فُنُونِ الْعُلُومِ الدِّينِيَّةِ مِنَ الطَّبَقَةِ
الثَّانِيَةِ مِنْ أَصْحَابِ أَحْمَدَ: لَا خِلَافَ بَيْنَ الْعُلَمَاءِ أَنَّ السَّمَاءَ
عَلَى مِثَالِ الْكُرَةِ......".
Imam
Abu'l-Husain Ahmad bin Ja'far bin al-Munaadi meriwayatkan dari para ulama
terkemuka yang terkenal dengan ilmu pengetahuannya tentang atsar-atsar dan
karya-karya tulisnya yang besar-besar dalam ilmu-ilmu agama, dari kalangan para
sahabat Imam Ahmad tingkat kedua: Bahwa tidak ada perbedaan pendapat di
kalangan para ulama bahwa tatasurya [yakni: Matahari, bulan, bintang dan
planet] itu bulat seperti bola.....
Dan Ibnu
Taimiyah berkata:
وَكَذَلِكَ أَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْأَرْضَ بِجَمِيعِ حَرَكَاتِهَا
مِنَ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ مِثْلَ الْكُرَةِ ...
Demikian
pula mereka berijma' [sepakat] bahwa bumi, dengan semua pergerakannya
di daratan dan lautan adalah seperti bola.
Dan Ibnu
Taimiyah untuk memperkuat pernyataanya bahwa bumi itu bulat, maka beliau berkata:
وَيَدُلُّ عَلَيْهِ أَنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالْكَوَاكِبَ
لَا يُوجَدُ طُلُوعُهَا وَغُرُوبُهَا عَلَى جَمِيعِ مَنْ فِي نَوَاحِي الْأَرْضِ فِي
وَقْتٍ وَاحِدٍ، بَلْ عَلَى الْمَشْرِقِ قَبْلَ الْمَغْرِبِ".
Dan yang
menunjukan hal itu adalah fakta bahwa matahari, bulan dan bintang tidak terbit
dan terbenam pada waktu yang sama di atas mereka semua yang berada di belahan
bumi yang berbeda, melainkan lebih dahulu terjadi di timur sebelum terjadi
di barat. [[Akhir kutipan dari Majmu' al-Fataawa (25/195)]]
Dan Syeikhul
Islam Ibnu Taimiah pernah ditanya: tentang dua orang yang berselisih
tentang bagaiamana sifat langit [yakni: matahari, bulan, bintang, planet] dan
bumi:
" هَلْ هُمَا " جَسْمَانِ كُرَيَّانِ "؟ فَقَالَ أَحَدُهُمَا
كُرَيَّانٌ؛ وَأَنْكَرَ الْآخَرُ هَذِهِ الْمَقَالَةَ وَقَالَ: لَيْسَ لَهَا أَصْلٌ
وَرَدَّهَا فَمَا الصَّوَابُ؟"
Apakah
keduanya jisim yang bulat? Salah satu dari mereka berdua mengatakan: "
ya", tetapi yang lain menyangkalnya dan mengatakan tidak ada dasarnya
untuk itu. Lalu
bagaimana pandangan yang benar?
Beliau
menjawab:
" السَّمَوَاتُ مُسْتَدِيْرَةٌ عِنْدَ عُلَمَاءِ الْمُسْلِمِيْنَ،
وَقَدْ حَكَى إِجْمَاعُ الْمُسْلِمِيْنَ عَلَى ذَلِكَ غَيْرُ وَاحِدٍ مِنَ الْعُلَمَاءِ
أَئِمَّةِ الْإِسْلَامِ: مِثْلَ أَبِي الْحَسَيْنِ أَحْمَدَ بْنَ جَعْفَرَ بْنِ الْمُنَادِيِّ
أَحَدَ الْأَعْيَانِ الْكِبَارِ مِنَ الطَّبَقَةِ الثَّانِيَةِ مِنْ أَصْحَابِ الْإِمَامِ
أَحْمَدَ وَلَهُ نَحْوُ أَرْبَعِمِائَةِ مُصَنَّفٍ، وَحَكَى الْإِجْمَاعَ عَلَى ذَلِكَ
الْإِمَامُ أَبُو مُحَمَّدِ بْنُ حَزَمٍ وَأَبُو الْفَرَجِ بْنُ الْجَوْزِيِّ، وَرَوَى
الْعُلَمَاءُ ذَلِكَ بِالْأَسَانِيدِ الْمَعْرُوفَةِ عَنْ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ،
وَذَكَرُوا ذَلِكَ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ وَسُنَّةِ رَسُولِهِ، وَبَسَّطُوا الْقَوْلَ
فِي ذَلِكَ بِالدَّلَائِلِ السَّمْعِيَّةِ، وَإِنْ كَانَ قَدْ أُقِيْمَ عَلَى ذَلِكَ
أَيْضًا دَلَائِلُ حِسَابِيَّةٌ، وَلَا أَعْلَمُ فِي عُلَمَاءِ الْمُسْلِمِيْنَ الْمَعْرُوفِيْنَ
مَنْ أَنْكَرَ ذَلِكَ، إِلَّا فِرْقَةً يَسِيْرَةً مِنْ أَهْلِ الْجِدَلِ لَمَّا نَاظَرُوْا
الْمُنْجِمِيْنَ قَالُوا عَلَى سَبِيْلِ التَّجْوِيْزِ: يَجُوْزُ أَنْ تَكُوْنَ مُرْبَعَةً
أَوْ مُسَدَّسَةً أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ، وَلَمْ يَنْفُوْا أَنْ تَكُوْنَ مُسْتَدِيْرَةً،
لَكِنْ جَوَّزُوْا ضِدَّ ذَلِكَ، وَمَا عَلِمْتُ مِنْ قَالَ إِنَّهَا غَيْرُ مُسْتَدِيْرَةٍ
- وَجَزَمَ بِذَلِكَ - إِلَّا مَنْ لَا يُؤَبِّهِ لَهُ مِنَ الْجُهَالِ..."
Langit-langit
itu bulat, menurut para ilmuwan Muslim. Lebih dari satu ulama dan Imam
kaum Muslimin meriwayatkan bahwa umat Islam telah ber-Ijma' [sepakat] akan hal
itu, sebagaimana Abu'l-Husain Ahmad ibn Ja'far ibn al-Munaadi, salah satu tokoh
terkemuka di antara para sahabat Imam Ahmad tingkat kedua [الطبقة
الثانية], dan dia telah menulis sekitar 400 kitab.
Dan telah menghikayatkan
Ijma' pula dalam hal ini Imam Abu Muhammad ibn Hazm dan Abu'l-Faraj ibnu
al-Jauzi.
Dan para
ulama meriwayatkan hal itu dengan sanad-sanad riwayat yang makruf dari para
Sahabat dan Taabi'in. Dan mereka menyebutkan bahwa hal itu dari Kitabullah dan
Sunnah Rasul-Nya.
Mereka
membahasnya secara luas dan rinci dengan dalil-dalil as-Sam'iyyah [al-Quran dan
Hadits]. Ada juga dalil yang dibangun diatas perhitungan. Dan saya
tidak tahu seorang pun di antara para ilmuwan Muslim yang terkenal yang menyangkal
hal itu, kecuali kelompok yang sedikit dari mereka para ahli berdebat, ketika
mereka berdebat dengan para astrolog.
Mereka
berkata dengan memungkinkannya: " Bumi itu mungkin persegi, heksagonal,
atau lainnya".
Dan mereka
tidak menyangkal bahwa itu bulat, tetapi mereka memungkinkannya jika bumi tidak
bulat. Saya tidak tahu siapa pun yang mengatakan bahwa bumi itu tidak
bulat - dengan pasti - kecuali beberapa ORANG BODOH yang
tidak ada orang yang memperhatikannya.
[Akhir
kutipan dari Majmu' al-Fataawa (6/586)]
KEDUA:
IBNU HAZM ADZ-DZOHIRI:
Abu Muhammad
ibnu Hazm (semoga
Allah merahmatinya) mengatakan:
" مَطْلَبُ بَيَانِ كُرَوِّيَّةِ الْأَرْضِ:
قَالَ أَبُو مُحَمَّدٌ وَهَذَا حِينَ نَأْخُذُ إِنْ شَاءَ
اللَّهُ تَعَالَى فِي ذِكْرِ بَعْضِ مَا اعْتَرَضُوا بِهِ وَذَلِكَ أَنَّهُمْ
قَالُوا إِنَّ الْبَرَاهِينَ قَدْ صَحَّتْ بِأَنَّ الْأَرْضَ كُرَوِّيَّةٌ وَالْعَامَّةُ
تَقُولُ غَيْرَ ذَلِكَ وَجَوَابُنَا وَبِاللَّهِ تَعَالَى التَّوْفِيقُ إِنْ أَحَدٌ
مِنْ أَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ الْمُسْتَحِقِّينَ لِاسْمِ الْإِمَامَةِ بِالْعِلْمِ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ لَمْ يُنْكِرُوا تَكْوِيرَ الْأَرْضِ وَلَا يَحْفَظُ لِأَحَدٍ
مِنْهُمْ فِي دَفْعِهِ كَلِمَةٌ بَلْ الْبَرَاهِينَ مِنَ الْقُرْآنِ وَالسُّنَّةِ قَدْ
جَاءَتْ بِتَكْوِيرِهَا"
قَالَ الله عز وَجل: {يكور اللَّيْل على النَّهَار ويكور
النَّهَار على اللَّيْل}. وَهَذَا أوضح بَيَان فِي تكوير بَعْضهَا على بعض
مَأْخُوذ من كور الْعِمَامَة وَهُوَ إدارتها وَهَذَا نَص على تكوير الأَرْض ودوران
الشَّمْس كَذَلِك
Mathlab
[Pasal]: Penjelasan bahwa bumi itu bulat:
Abu Muhammad
berkata: Dan ini saatnya kami akan membahas sebagian argumen orang-orang yang
mereka tentang [yaitu mereka yang berkata: bumi itu bulat].
Yang demikian
itu karena mereka berkata: Ada argumen-argumen yang shahih bahwa bumi itu
bulat, akan tetapi orang awam pada umumnya mengatakan sebaliknya. Dan
jawaban kami – wabillaahi at-Taufiiq – terhadap mereka yang mengingkari bumi
bulat adalah:
Bahwa tidak
ada seorang pun dari kalangan para imam kaum Muslimin yang layak disebut imam
atau pemimpin dalam ilmu (semoga Allah meridhoi mereka) yang menyangkal bahwa
bumi itu bulat, dan tidak ada riwayat dari mereka untuk menyangkal hal
itu.
Bahkan dalil
dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah menyatakan bahwa bumi itu bulat.
Allah SWT berfirman:
{ يكور اللَّيْل على النَّهَار ويكور النَّهَار على اللَّيْل }
" Dia
melingkarkan malam atas siang dan melingkarkan siang atas malam. (QS. Az-Zumar:
5).
Dan ini
adalah pernyataan yang paling jelas dalam pelingkaran satu sama lain, diambil
dari [كور
الْعِمَامَة] melingkarkan kain sorban, yaitu memutarkannya [di kepala], dan
ini adalah nash tentang bulatnya bumi dan juga perputaran matahari [berputar
mengelilingi bumi].......... ".
[Akhir
kutipan dari al-Fasl fi'l-Milal wa'l-Ahwa' wan-Nihal (2/78)]
KETIGA:
IBNU QOYYIM AL-JAUZIYAH:
Ibnu Qoyyim
Al-Jauziyah rahimahullah berkata:
كَمَكَابِرَتِهِمْ إِيَّاهُمْ فِي كَوْنِ الْأَفْلاَكِ
كُرُوِّيَّةِ الشَّكْلِ وَالْأَرْضِ كَذَلِكَ وَأَنَّ نُوْرَ الْقَمَرِ مُسْتَفَادٌ
مِنْ نُوْرِ الشَّمْسِ وَأَنَّ الْكُسُوفَ الْقَمَرِيَّ عَبَارَةٌ عَنْ انْمِحَاءِ
ضَوْءِ الْقَمَرِ بِتَوْسُطِ الْأَرْضِ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الشَّمْسِ مِنْ حَيْثُ أَنَّهُ
يَقْتَبِسُ نُوْرَهُ مِنْهَا. وَالْأَرْضِ كُرَّةٌ وَالسَّمَاءُ مُحِيطَةٌ بِهَا مِنَ
الْجَوَانِبِ فَإِذَا وَقَعَ الْقَمَرُ فِي ظِلِّ الْأَرْضِ انْقَطَعَ عَنْهُ نُوْرُ
الشَّمْسِ.
“Seperti
halnya keras kepala mereka untuk menerima kenyataan bahwa keadaan tata surya
alam semesta itu berbentuk bulat dan bumi juga seperti itu.
Demikian juga
keras kepala mereka pada kenyataan bahwa gerhana bulan itu terjadi karena
cahaya bulan terhalang oleh bumi yang terletak di tengah antara bulan dan
matahari ; karena bulan itu menarik cahayanya darinya.
Dan Bumi itu
bulat dan langit mengelilinginya dari semua sisi, jadi ketika bulan berada di
posisi di bawah naungan bumi, maka cahaya matahari terputus darinya.
[Baca: Miftah
Daris Sa’adah 2/212, Darul Kutub Ilmiyah, Koiro, Syamilah].
****
PARA ULAMA KONTEMPORER YANG BERPENDAPAT BAHWA BUMI ITU BULAT:
Demikian juga
pendapat bahwa beberapa ulama kontemporer seperti Syaikh Abdul Aziz bin
Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin dan ulama lainnya.
FATWA
AL-LAJNAH AD-DAA'IMAH:
Pertanyaan
keempat dari Fatwa No. (9544):
س٤: هَلْ الْأَرْضُ كُرَوِيَّةٌ أَمْ مُسَطَّحَةٌ؟
ج ٤: الْأَرْضُ كُرَوِيَّةٌ فِي كُلِّهَا، مُسَطَّحَةٌ فِي
بَعْضِ الْأَمَاكِنِ.
وَبِاللَّهِ التَّوْفِيقِ، وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى نَبِيِّنَا
مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
اللَّجْنَةُ الدَّائِمَةُ لِلْبَحْوَثِ الْعِلْمِيَّةِ وَالإِفْتَاءِ
عَضُو... نَائِبُ الرَّئِيسِ... الرَّئِيسِ
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ غُدَيَّان... عَبْدُ الرَّزَّاقِ عَفِيفِي...
عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بَازٍ
Pertanyaan ke
4:
Apakah Bumi itu bulat atau datar?
Jawaban ke 4: Bumi itu
secara keseluruhan bulat, namun bagiannya datar.
Wa billaahi
at-Taufiiq, dan semoga berkah dan damai Allah dilimpahkan kepada Nabi kita
Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Al-Lajnah
ad-Daa'imah lil Buhuts al-Ilmiyyah wal Iftaa
Anggota...
Wakil Ketua... Ketua: Abdullah bin Ghadian... Abdul Razzaq Afifi... Abdul Aziz
bin Abdullah bin Baz
SYEIKH
BIN BAAZ:
Syeikh Abdul
Aziz bin Baaz -rahimahullah – pernah di tanya:
هَلْ الْأَرْضُ كُرَوِيَّةٌ أَمْ سَطْحِيَّةٌ؟
Apakah Bumi
itu bulat atau datar?
JAWABANNYA:
الْأَرْضُ كُرَوِيَّةٌ عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ قَدْ حَكَى
ابْنُ حَزْمٍ وَجَمَاعَةٌ آخَرُونَ إجْمَاعَ أَهْلِ الْعِلْمِ عَلَى أَنَّهَا كُرِّيَّةٌ،
يَعْنِي: أَنَّهَا مُنْضَمَّ بَعْضُهَا إِلَى بَعْضٍ مُدَرَّمَحَةٌ كَالْكُرَّةِ، لَكِنَّ
اللَّهَ بَسَطَ أَعْلَاهَا لَنَا وَجَعَلَ فِيهَا الْجِبَالَ الرَّوَاسِيَ وَجَعَلَ
فِيهَا الْحَيَوَانَ وَالْبِحَارَ رَحْمَةً بِنَا وَلِهَذَا قَالَ: وَإِلَى الْأَرْضِ
كَيْفَ سُطِحَتْ [الْغَاشِيَةُ:20] فَهِيَ مُسْطَحَةُ الظَّاهِرِ لَنَا لِيَعِيشَ عَلَيْهَا
النَّاسُ وَيَطْمَئِنَّ عَلَيْهَا النَّاسُ، فَكَوْنُهَا كُرَوِيَّةً لَا يَمْنَعُ
تَسْطِيحُ ظَاهِرِهَا لِأَنَّ الشَّيْءَ الْكَبِيرَ الْعَظِيمَ إِذَا سَطَحَ صَارَ
لَهُ ظَهْرٌ وَاسِعٌ.
Bumi itu
bulat menurut para ahli ilmu. Ibnu Hazm dan sekelompok jemaah lainnya telah
meriwayatkan IJMA' [konsensus[para ahli ilmu bahwa ia adalah bulat, artinya: ia
tersusun satu sama lain menjadi satu bulatan seperti bola. Akan tetapi Allah
membentangkan bagian permukaannya untuk kita dan menjadikan gunung-gunung yang
terpancang di dalamnya, serta menjadikan binatang-binatang dan lautan sebagai
rahmat bagi kita. Itulah sebabnya Dia berfirman:
وَإِلَى ٱلْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ
Dan bumi
bagaimana ia dihamparkan? [QS. al-Ghosyiah: 20]
Maka bumi itu
secara lahiriah nampak terhamparkan bagi kita sehingga orang-orang dapat hidup
di atasnya serta merasa tenang dan nyaman diatasnya.
Meskipun
berbentuk bulat seperti bola namun tidak menghalangi perataan permukaannya,
karena benda yang sangat besar itu jika didatarkan, maka sangat memungkinkan
karena ia memiliki permukaan yang sangat luas.
[Sumber: نور
على الدرب / كروية الأرض / https://binbaz.org.sa › fatwas]
SYEIKH
AL-ALBAANI:
Sikap Syaikh
Muhammad Nashiruddin Al-Albani di mana beliau menggabungkan kedua ilmu
yaitu fakta ilmu dunia dan “yang tersirat” dalam Al-Quran dan Sunnah.
Berikut ini
tanya jawab beliau:
س: سُؤَالٌ مِنْ مُسْلِمٍ بَرِيطَانِيٍّ / هَلْ فِي رَأْيِكُمْ
أَنَّ الْعَالَمَ كُرَوِيٌّ أَوْ مُسْتَقِيمٌ؟
ج: الشَّيْخُ: هَذَا السُّؤَالُ جُغْرَافِيٌّ وَإِلَّا دِينِيٌّ؟
س: كِلَاهُمَا
ج: الشَّيْخُ: كُرَوِيٌّ
Pertanyaan
untuk syaikh Al-Albani dari seorang muslim di Inggris:
Penanya: Apa
pendapatmu, apakah bumi itu bulat atau datar?
Syaikh:
Apakah ini pertanyaan geografi atau pertanyaan agama?
Penyanya:
Keduanya
Syaikh: Bumi
itu bulat-bola
[Sumber:
Silsilah Huda wan Nur, kaset nomor 1/436].
Dan Syaikh
Al-Albani yang menyatakan bahwa bumi itu berputar dan beliau pun
membawakan dalil dan penjelasannya. Syaikh Al Albani berkata:
نَحْنُ فِي الْحَقِيقَةِ لَا نَشُكُّ فِي أَنَّ قَضِيَّةَ
دَوْرَانِ الْأَرْضِ حَقِيقَةٌ عِلْمِيَّةٌ لَا تُقَبِّلُ جَدْلًا.
“Kami
sejatinya tidak ada keraguan bahwa berputarnya bumi merupakan fakta yang ilmiah
dan tidak bisa terbantahkan”.
[Silsilah Huda wan
Nur, kaset nomor 1/497. Simak juga penjelasan beliau di sini:
https://www.youtube.com/watch?v=PdBDFXtYKhU].
Namun beliau
menjelaskan setelah tanya jawab diatas bahwa tidak ada dalil tegas tentangnya,
beliau berkata:
لَيْسَ هُنَاكَ نَصٌّ قَاطِعٌ يُؤَيِّدُ أَحَدَ الْوَجْهَيْنِ
الْمُخْتَلِفَيْنِ ... بَعْضُ الْآيَاتِ مِنَ الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ الَّتِي تَتَعَلَّقُ
بِهَذَا الْمَوْضُوعِ يُمْكِنُ أَنْ يُفْهَمَ مِنْهَا ثَبَاتُ الْأَرْضِ وَسَطَحِيَّتُهَا،
وَالْبَعْضُ الْآخَرُ يُمْكِنُ أَنْ يُفْهَمَ مِنْهَا حَرَكَتُهَا وَدُورَانُهَا.
“Tidak ada
dalil tegas yang mendukung dua pendapat yang berbeda ini… sebagian ayat
Al-Quran yang berkaitan dengan hal ini bisa jadi dipahami bahwa bumi itu tetap
dan datar dan sebagian ayat lainnya bisa saja dipahami bumi bergerak dan
berputar.”
Bahkan beliau
menegaskan selanjutnya, permasalahan bumi itu bulat atau datar bukanlah
permasalahan aqidah, beliau berkata :
وَلِهَذَا قُلْنَا أَنَّ هَذِهِ لَيْسَتْ مَسْأَلَةً اعْتِقَادِيَّة
“Karenanya
kami katakan bawa masalah ini bukanlah masalah i’tiqadiyah”[Lihat Silsilah Huda
wan Nur, kaset nomor 1/436].
SYEIKH
IBNU UTSAIMIN:
Syekh Ibnu
Utsaimin rahimahullah berkata:
"الْأَرْضُ كُرَوِيَّةٌ بِدَلَالَةِ الْقُرْآنِ، وَالْوَاقِعِ،
وَكَلَامِ أَهْلِ الْعِلْمِ، أَمَّا دَلَالَةُ الْقُرْآنِ، فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى
يَقُولُ: (يُكَوِّرُ اللَّيْلَ عَلَى النَّهَارِ وَيُكَوِّرُ النَّهَارَ عَلَى اللَّيْلِ)،
وَالتَّكْوِيرُ جَعَلَ الشَّيْءَ كَالْكُورِ، مِثْلَ كُورِ الْعِمَامَةِ، وَمِنَ الْمَعْلُومِ
أَنَّ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ يَتَعَاقَبَانِ عَلَى الْأَرْضِ، وَهَذَا يَقْتِضِي أَنْ
تَكُونَ الْأَرْضُ كُرَوِيَّةً؛ لِأَنَّكَ إِذَا كَوَّرْتَ شَيْئًا عَلَى شَيْءٍ، وَكَانَتِ
الْأَرْضُ هِيَ التِّيَ يَتَكَوَّرُ عَلَيْهَا هَذَا الْأَمْرُ لَزِمَ أَنْ تَكُونَ
الْأَرْضُ التِّيَ يَتَكَوَّرُ عَلَيْهَا هَذَا الشَّيْءُ كُرَوِيَّةً.
وَأَمَّا دَلَالَةُ الْوَاقِعِ فَإِنَّ هَذَا قَدْ ثَبَتَ،
فَإِنَّ الرَّجُلَ إِذَا طَارَ مِنْ جِدَّةَ مِثْلًا مُتَّجِهًا إِلَى الْغَرْبِ خَرَجَ
إِلَى جِدَّةَ مِنَ النَّاحِيَةِ الشَّرْقِيَّةِ إِذَا كَانَ عَلَى خَطٍّ مُسْتَقِيمٍ،
وَهَذَا شَيْءٌ لَا يَخْتَلِفُ فِيهِ اثْنَانِ.
Bumi itu
bulat, berdasarkan petunjuk Al-Qur'an, realitas, dan pernyataan para
ilmuwan.
Adapun
petunjuk Al-Qur'an adalah ayat di mana Allah berfirman:
{ يُكوَّرُ اللَّيْل على النَّهَار ويكوِّر النَّهَار على اللَّيْل
}
" Dia
melingkarkan malam atas siang dan melingkarkan siang atas malam. (QS. Az-Zumar:
5).
Kata
at-Takwiir [التَّكْوِيْر] artinya membuat
sesuatu menjadi bulat melingkar, seperti melingkarkan sorban di kepala.
Dan yang
sudah maklum bahwa siang dan malam itu silih berganti pada bumi, yang
menyiratkan bahwa Bumi itu bulat, karena jika Anda melingkarkan atau
membungkuskan sesuatu pada yang lain, dan benda yang dililitkan padanya itu
adalah Bumi, maka Bumi pasti bulat.
Adapun dengan
bukti dalam kehidupan nyata, maka ini telah terbukti. Yaitu: Jika seseorang
terbang dari Jeddah, misalnya, menuju ke barat, maka dia akan kembali ke Jeddah
dari timur jika dia terbang dalam garis lurus. Ini adalah sesuatu yang tak
seorang pun berbeda pendapat.
Lalu Syekh
Ibnu Utsaimin rahimahullah melanjutkan perkataannya:
وَأَمَّا كَلَامُ أَهْلِ الْعِلْمِ فَإِنَّهُمْ ذَكَرُوا أَنَّهُ
لَوْ مَاتَ رَجُلٌ بِالْمَشْرِقِ عِنْدَ غُرُوبِ الشَّمْسِ، وَمَاتَ آخَرُ بِالْمَغْرِبِ
عِنْدَ غُرُوبِ الشَّمْسِ، وَبَيْنَهُمَا مَسَافَةٌ، فَإِنَّ مَنْ مَاتَ بِالْمَغْرِبِ
عِنْدَ غُرُوبِ الشَّمْسِ يَرِثُ مَنْ مَاتَ بِالْمَشْرِقِ عِنْدَ غُرُوبِ الشَّمْسِ
إِذَا كَانَ مِنْ وَرَثَتِهِ، فَدَلَّ هَذَا عَلَى أَنَّ الْأَرْضَ كُرَوِيَّةٌ، لِأَنَّهَا
لَوْ كَانَتْ الْأَرْضُ سَطْحِيَّةً لَزِمَ أَنْ يَكُونَ غُرُوبُ الشَّمْسِ عَنْهَا
مِنْ جَمِيعِ الْجُهَاتِ فِي آنٍ وَاحِدٍ، وَإِذَا تَقَرَّرَ ذَلِكَ فَإِنَّهُ لَا
يُمْكِنُ لَأَحَدٍ إِنْكَارَهُ، وَلَا يُشْكِلُ عَلَى هَذَا قَوْلُهُ تَعَالَى:
(أَفَلا يَنْظُرُونَ إِلَى الإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ. وَإِلَى
السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ. وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ. وَإِلَى
الأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ)
لِأَنَّ الْأَرْضَ كَبِيرَةُ الْحَجْمِ، وَظُهُورُ كُرَوِيَّتِهَا
لَا يَكُونُ فِي الْمَسَافَاتِ الْقَرِيبَةِ، فَهِيَ بِحَسَبِ النَّظَرِ مُسْطَحَةً
سَطْحًا لَا تَجِدُ فِيهَا شَيْئًا يُوجِبُ الْقَلَقَ عَلَيْهَا، وَلَا يُنَافِي ذَلِكَ
أَنْ تَكُونَ كُرَوِيَّةً، لِأَنَّ جِسْمَهَا كَبِيرٌ جِدًّا، وَلَكِنَّ مَعَ هَذَا
ذَكَرُوا أَنَّهَا لَيْسَتْ كُرَوِيَّةً مُتَسَاوِيَةَ الْأَطْرَافِ، بَلْ إِنَّهَا
مُنْبَعَجَةٌ نَحْوَ الشَّمَالِ وَالْجَنُوبِ، فَهُمْ يَقُولُونَ: إِنَّهَا بَيْضَاءُ،
أَيْ عَلَى شَكْلِ الْبَيْضَةِ فِي انْبِعَاجِهَا شَمَالًا وَجَنُوبًا." انتهى
من "فَتَاوَى نُورٍ عَلَى الدَّرْبِ".
Dan adapun
sehubungan dengan perkataan para ilmuwan, yang menyatakan:
Bahwa jika seorang
laki-laki meninggal di timur saat matahari terbenam, dan yang lainnya
meninggal di barat saat matahari terbenam, dan ada jarak di antara mereka ;
maka orang yang meninggal di barat saat matahari terbenam akan mendapat warisan
dari orang yang meninggal di timur saat matahari terbenam, jika dia adalah
salah satu ahli warisnya.
Hal ini
menunjukkan bahwa bumi itu bulat, karena jika bumi datar maka matahari
terbenam di semua wilayah akan terjadi pada waktu yang bersamaan.
Setelah ini
ditetapkan, tidak ada seorangpun yang bisa menyangkalnya. Ini tidak
bertentangan dengan ayat-ayat di mana Allah Ta'ala berfirman:
(أَفَلا يَنْظُرُونَ إِلَى الإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ. وَإِلَى
السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ. وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ. وَإِلَى
الأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ)
" Maka
apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan. Dan langit,
bagaimana ia ditinggikan?. Dan gunung-gunung bagaimana ia dipancangkan?. Dan
bumi bagaimana ia dihamparkan? [QS. al-Ghaashiyah 88:17-20]
Karena Bumi
sangat besar ukurannya dan kelengkungannya serta kebulatannya tidak dapat
dilihat dari jarak dekat, maka ia tampak sebagai hamparan yang terhampar dan
anda tidak dapat melihat apa pun yang membuat anda takut hidup di atasnya, akan
tetapi ini tidak bertentangan dengan fakta bahwa ia bulat, karena ia jisimnya
sangat besar sekali.
Namun demikian
mereka tetap mengatakan bahwa bulatnya bumi itu tidak rata
ujung-ujungnya; melainkan menjorok atau mendorong ke arah kutub utara dan
selatan. Oleh karena itu mereka mengatakan bahwa itu berbentuk bulat
telur.
[Akhir
kutipan dari Fataawa Noor 'ala ad-Darb]
SYEIKH
ABDUD DAA'IM AL-KUHAIL:
Syeikh Abdud
Daa'im Al-Kuhail dalam " كُرَوِيَّةُ الْأَرْضِ فِي
الْقُرْآنِ ":
يَقُولُ تَعَالَى: "وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ"..
فَهَلْ تَعْنِي هَذِهِ الْآيَةُ أَنَّ الْآيَةَ لَيْسَتْ كُرَوِيَّةً ؟.. دَعُونَا
نَتَأَمَّل...
طَالَمَا ظَنَّ الْبَشَرُ أَنَّ الْأَرْضَ مُسْطَحَةً حَتَّى
جَاءَ الْعَصْرُ الْحَدِيثُ حَيْثُ تَبَيَّنَ أَنَّ أَرْضَنَا عَبَارَةٌ عَنْ كُرَةٍ
تَدُورُ حَوْلَ نَفْسِهَا بِسُرْعَةٍ تَبْلُغُ 1600 كِلُومِتْرٍ فِي السَّاعَةِ.. أَيْ
أَسْرَعُ مِنَ الصَّوْتِ (حَيْثُ تَبْلُغُ سُرْعَةُ الصَّوْتِ 1200 كِلُومِتْرٍ فِي
السَّاعَةِ).
إِنَّ الْقُرْآنَ الْكَرِيمَ لَا يَقُولُ أَبَدًا بِثَبَاتِ
الْأَرْضِ أَوْ بِأَنَّهَا مُسْطَحَةٌ، بَلْ قَالَ تَعَالَى: "وَإِلَى الْأَرْضِ
كَيْفَ سُطِحَتْ" [الغاشية: 20]. وَكَلِمَةٌ "سُطِحَتْ" تَعْنِي مُهِّدَتْ
وَبُسِطَتْ أَمَامَ الْبَشَرِ، فَأَنْتَ مَهْمَا سِرْتَ عَلَى الْأَرْضِ تَجِدُهَا
مُسْطَحَةً وَمُمَهَّدَةً أَمَامَكَ، وَهَذَا لَا يَتَحَقَّقُ إِلَّا بِالشَّكْلِ الْكُرَوِيِّ.
عِنْدَمَا نَتَأَمَّلُ سَطْحَ الْقَمَرِ مِثْلًا وَعَلَى الرَّغْمِ
مِنْ أَنَّهُ كُرَوِيُّ الشَّكْلِ إلَّا أَنَّ سَطْحَهُ غَيْرُ مُمَهَّدٍ، حَيْثُ نَجِدُ
فَوَّهَاتِ الْبَرَاكِيْنِ وَالْمُنْخَفِضَاتِ وَالتَّلَالَ.. كَذَلِكَ مُعْظَمُ الْكَوَاكِبِ
يَكُونُ سَطْحُهَا الْخَارِجِيُّ غَيْرَ مُمَهَّدٍ.. وَهَذَا يَعْنِي أَنَّ الْأَرْضَ
لَهَا سَطْحٌ مُمَهَّدٌ وَمُنَاسِبٌ لِلْحَيَاةِ.
Allah Yang
Maha Kuasa berfirman:
وَإِلَى ٱلْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ
Dan bumi
bagaimana ia dihamparkan? [QS. al-Ghosyiah: 20]
Jadi maksud ayat
ini apakah ayat tersebut menandakan bahwa bumi tidak bulat...? Mari kita
renungkan....
Sebelumnya,
manusia selalu mengira bahwa bumi itu datar sampai era modern datang, ketika
menjadi jelas bahwa bumi kita adalah ibarat seperti bola yang berputar sekitar
dirinya dengan kecepatan 1600 kilometer per jam.. yaitu lebih cepat dari suara
(di mana kecepatan suara adalah 1200 kilometer per jam).
Al-Qur’an
sama sekali tidak pernah mengatakan bahwa bumi itu tetap tidak bergerak atau
bumi itu datar, melainkan Allah Yang Maha Tinggi hanya berfirman:
وَإِلَى ٱلْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ
Dan bumi
bagaimana ia dihamparkan? [QS. al-Ghosyiah: 20]
Dan kata (سُطِحَتْ) berarti telah
dipersiapkan dan dibentangkan di depan orang-orang. Maka anda tidak peduli
berapa banyak anda berjalan di muka bumi, maka anda tetap akan menemukan bumi
nampak datar dan terbentang di depan Anda. Dan keadaan seperti ini tidak akan
bisa didapati kecuali dengan bentuk bulat.
Ketika kita
merenungkan permukaan bulan - misalnya - meskipun berbentuk bulat, namun
permukaannya tidak dipersiapkan dalam kondisi rata sebagaimana kita temukan
pada permukaan bulan ada kawah gunung berapi, cekungan, dan perbukitan.
Demikian pula
sebagian besar planet-planet, ia memiliki permukaan luar yang tidak disiapkan
dalam kondisi rata.
Ini berarti
Bumi memiliki permukaan yang telah disiapkan dalam kondisi rata sehingga cocok
untuk kehidupan. [Selesai kutipan dari Syeikh Abdud Daa'im al-Kuhail]
SYEIKH
ALI ASH-SHOLAABI:
Begitu pula
Ali Muhammad ash-Sholabi, dia mengatakan dalam " كُرَوِيَّةُ الأَرْضِ
وَدَوْرَانُهَا ":
إِنَّ الْقُرْآنَ الْكَرِيمَ لَا يَقُولُ أَبَدًا بِثَبَاتِ
الْأَرْضِ أَوْ بِأَنَّهَا مُسْطَحَةٌ، بَلْ قَالَ تَعَالَى: ﴿وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ
سُطِحَتْ﴾ [الْغَاشِيَة: 20]. وَكَلِمَةُ (سُطِحَتْ) تَعْنِي مُهَدَّتْ وَبُسِطَتْ
أَمَامَ الْبَشَرِ، فَأَنْتَ مَهْمَا سِرْتَ عَلَى الْأَرْضِ تَجِدُهَا مُسْطَحَةً
وَمُمْهَدَةً أَمَامَكَ، وَهَذَا لَا يَتَحَقَّقُ إِلَّا بِالشَّكْلِ الْكُرَوِيِّ.
وَلَمْ يَأْتِ الْقُرْآنُ الْكَرِيمُ بِالدَّلَائِلِ الَّتِي
تُؤَكِّدُ لَنَا أَنَّ الْأَرْضَ كُرْوِيَّةٌ فِي آيَةٍ وَاحِدَةٍ … بَلْ جَاءَ بِهَا
فِي آيَاتٍ مُتَعَدِّدَةٍ وَمِنْهَا قَوْلُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى: ﴿ لَا الشَّمْسُ
يَنبَغِي لَهَا أَن تُدْرِكَ الْقَمَرَ ﴾ [يس: 40]. فَقَدْ جَاءَ ذَلِكَ رَدًّا عَلَى
السَّابِقِينَ لِفَهْمِهِمْ أَنَّ الْيَوْمَ يَكُونُ مُبْدُوءًا بِالنَّهَارِ ثُمَّ
يَعْقُبُهُ اللَّيْلُ، فَكَأَنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ يَقُولُ لَهُمْ: لَا يَسْبِقُ
النَّهَارُ اللَّيْلَ وَلَا يَسْبِقُ اللَّيْلُ النَّهَارَ، وَلَكِنَّهُمَا كِلَيْهِمَا
مَوْجُودَانِ مَعًا وَفِي آنٍ وَاحِدٍ.
وَمِنَ الْمَعْلُومِ أَنَّ أَجْزَاءَ الْأَرْضِ تَتَفَاوَتُ
فِيمَا بَيْنَهَا مِنْ حِيثُ إِقْبَالِ النَّهَارِ بِضِيَائِهِ أَوْ حُلُولِ اللَّيْلِ
بِسَوَادِهِ، فَبَيْنَمَا تَزْهُو بُقَاعٌ مِنَ الْأَرْضِ بِضِيَاءِ الشَّمْسِ، تَسْكُنُ
بُقَاعٌ أُخْرَى مِنَ الْأَرْضِ بَعْدَ أَنْ أَرْقَدهَا اللَّيْلُ بِظُلَامِهُ، وَذَلِكَ
كُلُّهُ لَا يَقَعُ بِالتَّعَاقُبِ وَلَكِنَّهُ وَاقِعٌ فِي نَفْسِ الْآنِ، مَمَّا
يُدْلِلُ عَلَى أَنَّ الْأَرْضَ كُرَوِيَّةً اسْتِنَادًا إِلَى الظَّاهِرِ مِنْ دَلَالَةِ
النَّصِّ الْقُرْآنِيِّ :﴿وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ
يَسْبَحُونَ﴾.
Al-Qur'an
tidak pernah mengatakan bahwa bumi itu diam tidak bergerak atau datar,
melainkan Allah Yang Maha Tinggi berkata:
وَإِلَى ٱلْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ
"Dan
bumi bagaimana ia dihamparkan?" [QS. al-Ghosyiah: 20]
Dan kata (سُطِحَتْ) berarti
dihamparkan dan dibentangkan di HADAPAN manusia, bukan dihadapan alam semesta.
Maka tidak peduli seberapa jauh Anda berjalan di muka bumi, maka Anda akan
menemukannya terhamparkan dan terbentangkan di hadapan Anda, dan ini tidak akan
dapat dicapai kecuali jika bentuk bumi itu bulat.
Al-Qur'an
tidak hanya mendatangkan dalil yang menegaskan kepada kita bahwa bumi itu bulat
dalam satu ayat... bahkan, al-Quran mendatangkannya dalam beberapa ayat,
diantaranya:
Pertama:
firman Allah SWT:
﴿ لَا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ
وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ ۚ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ ﴾
"
Tidaklah mungkin bagi matahari menyusul bulan dan malampun tidak dapat
mendahului siang. Dan masing-masing berenang pada falak-nya". [QS. Yasin:
40]
Ayat ini
datang sebagai tanggapan atas pemahaman mereka sebelumnya bahwa hitungan hari
itu dimulai dengan siang dan kemudian diikuti oleh malam. Seolah-olah Allah SWT
berfirman kepada mereka: Siang tidak mendahului malam dan malam pun tidak
mendahului siang, tetapi keduanya ada pada waktu yang bersamaan.
Dan yang
telah dumaklumi bersama bahwa bagian-bagian bumi berbeda satu sama lain dalam
hal mendekatnya siang dengan terangnya atau datangnya malam dengan gelapnya.
Jadi ketika
sebagian dari belahan bumi bersinar dengan cahaya matahari, maka belahan lain
dari bumi dalam keadaan suasana hening setelah malam menidurkannya dengan
kegelapannya.
Dan semua ini
tidak terjadi secara berurutan atau salang bergantian, akan tetapi terjadi pada
saat yang sama, yang menunjukkan bahwa Bumi itu bulat berdasarkan makna yang
tampak dari nash Al-Qur’an:
﴿ وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ ۚ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ
يَسْبَحُونَ ﴾
" Dan
malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing berenang pada
falak-nya". [QS. Yasin: 40]
[Sumber: " كُرَوِيَّةُ
الأَرْضِ وَدَوْرَانُهَا.. إِعْجَازٌ عِلْمِيٌّ وَسَبْقُ قُرْآنِيٌّ رِسَالَةٌ
جَدِيدَةٌ للملحدين" oleh Ali ash-Sholaby]
Dikatakan
pula:
الله تعالى ينزع نور النهار من أماكن الأرض التي يتغشاها
الليل بالتدريج كما ينزع جلد الذبيحة عن كامل بدنها بالتدريج، ولا يكون ذلك إلا
بدوران الأرض حول محورها أمام الشمس
Allah SWT secara bertahap menguliti cahaya siang hari dari
tempat-tempat di bumi yang tertutup malam, seperti halnya secara bertahap
menguliti kulit hewan sembelihan dari seluruh tubuhnya.
GUGUSAN GALAKSI, BULAT BAGAIKAN CINCIN BERTEBARAN DAN
BARTHAWAF DI ALAM SEMESTA
HADITS-HADITS NABI ﷺ TENTANG
BENTUK GUGUSAN GALAKSI DI LANGIT
Pada kesempatan ini Penulis
akan membahas tentang sabda-sabda Nabi ﷺ yang
menggambarkan alam semesta sebagaimana yang Allah SWT perlihatkan kepadanya
dalam berbagai bentuk dan dimensi, seribu empat ratus tahun yang lalu, ketika
baik manusia maupun jin tidak dapat mencapainya , baik dengan pikirannya maupun
dengan pengetahuannya , baik faktanya maupun
deskripsinya :
====
PERTAMA : SEPERTI CINCIN-CINCIN YANG DI TEBARKAN DI PADANG SAHARA:
Pertama-tama kita akan menyebutkan
deskripsi Nabi ﷺ tentang
dimensi benda langit dan ukurannya dalam kaitannya dengan apa yang ada di
atasnya .
Dalam hal ini Rasulullah ﷺ yang mengisyaratkan bahwa penampakan alam semesta itu bundar
melingkar seperti CINCIN sebagaimana dalam hadits Abi Dzar .
Sahabat yang mulia Abu
Dzar Al-Ghafari radhiyallahu 'anhu berkata: bahwa Nabi ﷺ bersabda :
" مَا السَّمَاوَاتُ
السَّبعُ فِي الْكُرْسِيِّ إِلَّا كَحَلْقَةٍ مُلْقَاةٍ بِأَرْضِ فَلَاةٍ،
وَفَضْلُ الْعَرْشِ عَلَى الْكُرْسِيِّ كَفَضْلِ تِلْكَ الْفَلَاةِ عَلَى تِلْكَ
الْحَلْقَةِ".
“Perumpamaan langit
yang tujuh dibandingkan dengan Kursi seperti cincin yang
dilemparkan di padang sahara yang luas, dan keunggulan ‘Arsy atas
Kursi seperti keunggulan padang sahara yang luas itu atas cincin
tersebut.”
[HR. Muhammad bin Abi
Syaibah dalam Kitaabul ‘Arsy no. 58 , Ibnu Hibban n0. 361 , al-Baihaqi dalam
al-Asmaa wa ash-Shifaat no. 861 dan Abu Naim dalam ((Hilyat Al-Awliya’) (1/167)
secara panjang lebar dari Sahabat Abu Dzarr al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu .
Dishahihkan oleh Ibnu
al-Qoyyim dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilatul Ahaadiits
ash-Shahiihah (I/223 no. 109) dan التعليق على الطحاوية no. 36.
Dan dalam riwayat lain
dari Abu Dzar al-Ghifari bahwa Rosulullah ﷺ bersabda
:
ما الكُرْسيُّ في العرشِ إلَّا كحَلْقةٍ مِن
حديدٍ أُلقِيَت بينَ ظَهْرَيْ فَلاةٍ مِن الأرضِ.
Tidaklah al-Kursi dibandingkan
dengan al-'Arasy itu kecuali seperti cincin besi yang dilemparkan di antara dua
hamparan padang sahara di bumi.
[HR. Ath-Thobari
meriwayatkan dalam “Al-Tafsir” (5/399) melalui Yunus]. Ibnu Katsiir mengatakan
dalam “al-Bidayah wa an-Nihayah ” (1/14) :
"أول الحديث مرسل وعن أبي ذر
منقطع ". ا. هـ
“Awal dari
hadits adalah mursal dan yang dari Abu Dzar, dan itu sanadnya terputus”.
Dan di Dhaifkan oleh
Syu'aib al-Arna'uuth dalam Syarah Aqidah ath-Thahawiyah hal. 370]
Muhammad bin Hajjaj
berkata :
قلت: ورجاله ثقات وهو اصح ما فى الباب والحديث
بمجموع الطرق حسن لغيره وفيه دليل الفرق بين الكرسى والعرش فتنبه والله اعلم.
" Saya
berkata: Dan orang-orangnya dapat dipercaya, dan itu adalah yang paling shahih
dari apa yang ada di bab ini. Dan hadits ini dengan sejumlah jalur-jalurnya
adalah HASAN LIGHOIRIHI . Dan hadits ini berisi dalil perbedaan antara al-Kursi
dan al-'Arasy , maka perhatikan itu , wallaahu a'lam ". [ Baca : Arsip
Multaqoo Ahlil Hadits 69/85 ]
Dan yang sudah maklum
adanya bahwa :
أن الرقم سبعة عند العرب يفيد الكثرة ولا
يتحدد فقط بالسبعة عددا.
"ANGKA
TUJUH di kalangan orang Arab menunjukkan banyak melimpah dan tidak terbatas
pada tujuh angka saja" . [ Lihat : مقارنة بين الوصف النبوي وتصور علماء الفضاء للكون oleh : Prof. DR. Mohammad Farsyoukh].
Dan telah diakui secara
ilmiah bahwa galaksi kita yang disebut Bima Sakti mengandung miliaran bintang
seperti matahari kita yang cerah, lebih kecil dan jutaan kali lebih besar. Dan
bahwa alam semesta mengandung miliaran galaksi seperti galaksi kita.
Hadis-hadis diatas menggambarkan
alam semesta dengan berbagai gambaran, disesuaikan dengan batas pemahaman
orang-orang pada zaman itu dan kemampuan daya cerna akal mereka saat .
Dan Begitu pula
penjelasan dari sebagian para sahabat dan Tabi'in . Diantaranya :
Ibnu Abbas berkata:
إِنَّمَا سُمِّيَ الْعَرْشُ عَرْشًا
لِارْتِفَاعِهِ.
Arsy dinamai karena
tingginya. [ Lihat Tafsir Ibnu Katsir , tafsir surat Huud : 7-8]
Ibnu Abi Hatim dan Abu
Al-Sheikh meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata:
مَا يُقَدِّرُ قَدْرَ الْعَرْش إِلَّا
الَّذِي خَلَقَه وَإِن السَّمَوَات فِي خَلْقِ الْعَرْش مثل قُبَّةٍ فِي صَحْرَاء
Tidak ada yang bisa
mengukur Arasy kecuali Dia yang menciptakannya, dan bahwa langit dalam
penciptaan Arasy itu seperti kubah di padang pasir [ Lihat : Tafsir ad-Duror
al-Mantsur karya as-Sayuuthi 4/335 dan Asroor al-Kaun karya as-Sayuti 1/1 ]
Dan Sa'iid bin Mansour
dan Abu Al-Sheikh meriwayatkan bahwa Mujahid berkata:
مَا أَخَذَت السَّمواتُ والأرضُ مِنَ العَرْشِ
إلا كَما تَأخُذُ الحَلقةُ مِن أرضِ الفَلاَةِ
“Langit dan bumi
tidak diambil dari Arsy kecuali seperti sebuah cincin diambil dari tanah padang
sahara.” [ Lihat : Asroor al-Kaun karya as-Sayuti 1/1 ]
Dari Mujahid rahimahullah
, dia berkata :
" مَا السَّمَاوَاتُ
السَّبعُ فِي الْكُرْسِيِّ إِلَّا كَحَلْقَةٍ مُلْقَاةٍ بِأَرْضِ فَلَاةٍ،
وَفَضْلُ الْعَرْشِ عَلَى الْكُرْسِيِّ كَفَضْلِ تِلْكَ الْفَلَاةِ عَلَى تِلْكَ
الْحَلْقَةِ".
“Perumpamaan langit
yang tujuh dibandingkan dengan Kursi seperti cincin yang
dilemparkan di padang sahara yang luas, dan keunggulan ‘Arsy atas
Kursi seperti keunggulan padang sahara yang luas itu atas cincin
tersebut.”
[Diriwayatkan secara
mauquf pada Mujahid dengan sanad yang di shahihkan oleh Ibnu Hajar dalam
“Al-Fath” (13/411)].
(Persentase-presentase hadits
dan atsar diatas ini bisa ditunjukkan pada gambar 1, 2 dan 3 berikut ini ):
Gambar No. 1 - Ukuran Bumi dalam hubungannya dengan
planet-planet lain di tata surya
Gambar No. 2 - Ukuran
Bumi dalam kaitannya dengan ukuran Matahari
Gambar No. 3 - Ukuran matahari kecil dibandingkan dengan
ukuran bintang lainnya
Tidaklah mungkin di sini
untuk menyampaikan masalah proporsi, dimensi, dan ukuran ; tanpa memperhatikan
frasa "cincin" yang disebutkan dalam semua hadits dan riwayat yang
menggambarkan alam semesta dan ruang angkasa , dan tidaklah mungkin pula tanpa
mengagumi keakuratan deskripsi galaksi-galaksi , meski tidak digambarkannya seperti
: bola, permukaan datar, atau lainnya. Melainkan semua itu hanya digambarkan dengan
gambaran seperti cincin-cincin.
Dan saya berharap bidang
ini dapat diperluas untuk menyajikan penelitian baru oleh para astronom
terkenal yang menekankan bahwa alam semesta seluruhnya adalah cincin-cincin. Dan
bahwa cincin memiliki kemampuan kohesi, daya tarik, dan keseimbangan, yang
tidak diketemukan pada selainnya dari bentuk- bentuk .
Cincin itu adalah
ekspresi spasial yang akurat , sebagaimna dalam gambar di bawah ini .
Gambar No. 4 - Sebuah
galaksi dengan satu miliar bintang dalam sebuah cincin.
[Sumber : 1-Space
rings make the universe go around : www.news.cm.av. 2 –Earth & universe :Ring galaxies:
universe-earth.blogspot.com]
===
KEDUA : SEPERTI COIN-COIN DIRHAM YANG BERTEBARAN DI GURUN SAHARA :
Kemudian Nabi ﷺ menggambarkan sebagian dari apa yang dilihatnya di langit
dalam bentuk COIN-COIN DIRHAM yang tersebar di gurun sahara :
Dari Abu Dzar
radhiyallahu 'anhu , bahwa Nabi ﷺ bersabda
:
مَا السموات السَّبْعُ وَالْأَرَضُونَ
السَّبْعُ فِي الْكُرْسِيِّ إِلَّا كَدَرَاهِمَ أُلْقِيَتْ فِي فَلَاةٍ مِنَ
الْأَرْضِ وَمَا الْكُرْسِيُّ فِي الْعَرْشِ إِلَّا كَحَلْقَةٍ أُلْقِيَتْ فِي فَلَاةٍ مِنَ الْأَرْضِ
“Perumpamaan langit
yang tujuh dibandingkan dengan Kursi seperti DIRHAM-DIRHAM
yang dilemparkan di padang sahara yang luas. Dan Kursi dibandingkan Arasy itu tiada
lain seperti cincin yang dilemparkan ke padang sahara di bumi ".
[ Di sebutkan oleh
Ath-Thobari dalam Tafsirnya 4/204 , al-Qurthuby dalam Tafsirnya surat Ali Imran
ayat 133, ats-Tsa'aalaby dalam Tafsirnya 2/107 dan Az-Zuhaily dalam at-Tafsiir
al-Muniir 4/91].
Siapa pun yang melihat
(Gambar No. 5) di bawah ini , yang dilampirkan pada penelitian dan diambil oleh
TELESKOP HUBBLE, dari salah satu galaksi, akan menemukan bahwa itu sangat mirip
dengan sepotong koin seperti dirham atau dinar . Mungkin pembatasan deskripsi
dalam dirham hanya untuk mendekatkan pada benak manusia sekitar tentang bentuk
galaksi dan ukurannya yang kecil dibandingkan ruang angkasa yang mengitarinya.
Gambar No. 5 - Galaksi
yang bintang-bintangnya berkumpul dalam bentuk dirham atau dinar
====
KETIGA : SEPERTI COIN-COIN DIRHAM YANG DI HAMPARKAN DIATAS PERISAI :
Gambaran yang paling
penting dari Nabi ﷺ dari
kelompok galaksi adalah ketika beliau menggambarkan semua itu dalam ruang yang
lapang .
Dari Zaid bin Aslam ,
bahwa Rosulullah ﷺ bersabda
:
"مَا السَّمَاوَاتُ السّبْعُ
في الكُرْسي إلاَّ كَدَرَاهِمَ سَبْعة أُلقِيَتْ في تُرس".
“Tidaklah Tujuh
langit dibanding dengan al-Kursi melainkan seperti tujuh dirham yang
dilemparkan ke dalam perisai.”
[HR. Ibnu Jarir dalam
Tafsir nya . al-Imam adz-Dzahabi dalam العُلُو hal. 117
berkata : " Hadits Mursal . Dan Abdurrahman Dho'iif ". Lihat pula
al-Biayah wa an-Nihayah karya Ibnu Katsir 11/1 .
Ath-Thobari meriwayatkan
dalam “Al-Tafsir” (5/399) melalui Yunus, dia berkata: Ibnu Wahb memberi tahu
kami, dia berkata: Ibnu Zaid mengatakannya dengan kata-kata :
"ما السموات السبع في الكرسي
إلا كدراهم سبعة ألقيت في ترس" . قال : " وقال أبو ذر: سمعت رسول الله
صلى الله عليه وسلم يقول: ما الكرسي في العرش إلا كحلقة من حديد ألقيت بين ظهري
فلاة من الأرض ".
“Tujuh langit dibanding
kursi tidak lain seperti tujuh dirham yang dilemparkan ke dalam perisai.”
Dia berkata: "Abu
Dzar berkata: Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda
: al-Kursi dibandingkan al-'Arasy itu seperti cincin besi yang dilemparkan di
antara dua hamparan padang sahara di bumi."
Ibnu Katsiir mengatakan
dalam “al-Bidayah wa an-Nihayah ” (1/14) :
"أول الحديث مرسل وعن أبي ذر
منقطع» ا. هـ،
“Awal dari
hadits adalah mursal dan yang dari Abu Dzar, dan itu sanadnya terputus”.
Dan di Dhaifkan oleh
Syu'aib al-Arna'uuth dalam Syarah Aqidah ath-Thahawiyah hal. 370.
Muhammad bin Hajjaj
berkata :
قلت: ورجاله ثقات وهو اصح ما فى الباب والحديث
بمجموع الطرق حسن لغيره وفيه دليل الفرق بين الكرسى والعرش فتنبه والله اعلم.
" Saya
berkata: Dan orang-orangnya dapat dipercaya, dan itu adalah yang paling shahih
dari apa yang ada di bab ini. Dan hadits ini dengan sejumlah jalur-jalurnya
adalah HASAN LIGHOIRIHI . Dan hadits ini berisi dalil perbedaan antara al-Kursi
dan al-'Arasy , maka perhatikan itu , wallaahu a'lam ". [ Baca : Arsip
Multaqoo Ahlil Hadits 69/85 ]
Dan yang sudah maklum
adanya bahwa :
أن الرقم سبعة عند العرب يفيد الكثرة ولا
يتحدد فقط بالسبعة عددا.
"Angka
tujuh di kalangan orang Arab menunjukkan banyak melimpah dan tidak terbatas
pada tujuh angka saja" .
Dan jika kita melihat
persepsi para ilmuwan tentang alam semesta dari keberadaannya hingga saat ini,
kita akan terkejut bahwa apa yang mereka bayangkan tidak jauh dari apa yang
dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Yaitu seperti dirham
dalam perisai atau cangkir. (Gambar No. 6).
Gambar No. 6 - Kesamaan
bagaimana para ilmuwan membayangkan bentuk alam semesta dan bagaimana Nabi ﷺ melihatnya
Dan bagi mereka yang
diliputi rasa takjub atau keheranan , lalu mereka bertanya dari mana Nabi ﷺ ini mendapatkan informasi atau pengamatan ini ?
Kami katakan kepadanya :
bahwa Allah SWT telah memperlihkannya kepada Nabi ﷺ :
Allah SWT berfirman :
وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى (١٣) عِنْدَ سِدْرَةِ
الْمُنْتَهَى (١٤) عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى (١٥) إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ
مَا يَغْشَى (١٦) مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى (١٧) لَقَدْ رَأَى مِنْ آيَاتِ
رَبِّهِ الْكُبْرَى (١٨)
"Dan
sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada
waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat
tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh
sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang
dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat
sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar." (QS an-Najm
ayat 13–18)
Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu
ahuma, ia berkata: “Rasulullah ﷺ bersabda:
أَتَانِي اللَّيْلَةَ رَبِّي تَبَارَكَ
وَتَعَالَى فِي أَحْسَنِ صُوْرَةٍ قَالَ: أَحْسَبُهُ، قَالَ: فِي الْمَنَامِ،
فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ هَلْ تَدْرِي فِيْمَ يَخْتَصِمُ الْمَلأُ اْلأَعْلَى؟
قَالَ: قُلْتُ: لاَ، قَالَ: فَوَضَعَ يَدَهُ بَيْنَ كَتِفَيَّ حَتَّى وَجَدْتُ
بَرْدَهَا بَيْنَ ثَدْيَيَّ، أَوْ قَالَ: فِي نَحْرِي، فَعَلِمْتُ مَا فِي
السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ، قَالَ: يَا مُحَمَّدُ، هَلْ تَدْرِي فِيْمَ
يَخْتَصِمُ الْمَلأُ اْلأَعْلَى، قُلْتُ: نَعَمْ، قَالَ فِي الْكَفاَّرَاتِ
وَالْكَفَّارَاتُ الْمَكْثُ فِي الْمَسَاجِدِ بَعْدَ الصَّلَوَاتِ وَالْمَشْيُ
عَلَى اْلأَقْدَامِ إِلَى الْجَمَاعَاتِ وَإِسْبَاغُ الْوُضُوْءِ فِي الْمَكَارِهِ
وَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ عَاشَ بِخَيْرٍ وَمَاتَ بِخَيْرٍ وَكَانَ مِنْ خَطِيْئَتِهِ
كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ.”
‘Malam tadi
Rabb-ku datang kepadaku dalam bentuk yang paling indah - Dia berkata : aku mengira
nya bahwa beliau ﷺ bersabda
- : itu terjadi di dalam mimpi. Kemudian Dia SWT berfirman kepadaku : ‘Wahai
Muhammad, apakah engkau tahu apa yang menjadi bahan pembicaraan para Malaikat
?’
Aku menjawab, ‘Aku tidak
tahu.’
Lalu Allah meletakkan
tangan-Nya di antara kedua pundakku, sehingga aku merasakan dingin di dada atau
di dekat tenggorokan, maka aku tahu apa yang ada di langit dan bumi.
[ Diriwayatkan oleh
Al-Tirmidzi (3233) dan Ahmad (3484). Syaikh al-Albani berkata: “Hadits ini
shahih.” (Shahiih Sunan at-Tirmidzi 2/ 98 dan Shahiih at-Targhiib wat Tarhiib 1/194)]
Dalam lafadz riwayat
Mu'adz bin Jabal , Rosulullah ﷺ bersabda
:
" إنِّي قمتُ منَ اللَّيلِ
فتوضَّأتُ فصلَّيتُ ما قُدِّرَ لي فنعَستُ في صلاتي فاستثقلتُ، فإذا أَنا بربِّي
تبارَكَ وتعالى في أحسَنِ صورةٍ، فقالَ: يا مُحمَّدُ قلتُ: ربِّ لبَّيكَ، قالَ:
فيمَ يختصِمُ الملأُ الأعلى؟ قلتُ: لا أدري ربِّ، قالَها ثلاثًا قالَ: فرأيتُهُ
وضعَ كفَّهُ بينَ كتفيَّ حتَّى وجدتُ بردَ أَناملِهِ بينَ ثدييَّ، فتجلَّى لي كلُّ
شيءٍ وعرَفتُ ".
“Sesungguhnya
semalam aku bangun dan melakukan shalat sesuai kemampuanku, lalu aku mengantuk
dalam shalatku, hingga aku merasa semakin berat rasa kantuk ku . Tiba-tiba
aku berjumpa Rabb-ku dalam sebaik-baik bentuk, lalu Dia berfirman :
‘Wahai Muhammad, apakah
engkau tahu tentang apa yang diperbantahkan oleh Al-Malaul-A’laa ?’.
Aku menjawab : ‘Aku tidak
tahu, wahai Rabb-ku’ - Beliau mengulanginya sebanyak tiga kali- Lalu aku melihat Dia meletakkan telapak
tangan-Nya di antara dua pundakku, hingga aku merasakan dinginnya
jari-jemari-Nya di antara dadaku. Lalu tampaklah bagiku segala sesuatu dan
aku mengenalnya.
Diriwayatkan oleh
Al-Tirmidzi (3235) dan Ahmad (22162). Di shahihkan oleh Ahmad Syakir dalam عمدة التفسير 1/790 dan oleh
al-Albaani dalam Shahih at-Tirmidzi no. 3235.
Dari [Ibnu Abbas]
bahwa nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda:
أَتَانِي رَبِّي فِي أَحْسَنِ صُورَةٍ
فَقَالَ يَا مُحَمَّدُ قُلْتُ لَبَّيْكَ رَبِّ وَسَعْدَيْكَ قَالَ فِيمَ
يَخْتَصِمُ الْمَلَأُ الْأَعْلَى قُلْتُ رَبِّ لَا أَدْرِي فَوَضَعَ يَدَهُ بَيْنَ
كَتِفَيَّ فَوَجَدْتُ بَرْدَهَا بَيْنَ ثَدْيَيَّ فَعَلِمْتُ مَا بَيْنَ
الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ
"Rabbiku
mendatangiku dalam wujud yang paling indah lalu berfirman: 'Hai Muhammad, ' aku
menjawab: Baik, Rabb. Ia bertanya: 'Tahukah kamu apa yang diperdebatkan
malaikat tertinggi? ' Beliau menjawab: Rabb aku tidak tahu.' Lalu Ia meletakkan
tanganNya di atas pundakku hingga aku merasakan dinginnya diantara dadaku lalu
aku mengetahui yang ada ditimur dan dibarat.
[HR. At-Tirmidzi no. 3234
dan Ahmad 1/368 , Abu Ya’la (4/475), dan Ibnu Khuzaimah dalam ((Al-Tauhid))
(293)
Al-Tirmidzi berkata: Ini
adalah hadits hasan gharib dari jalur ini. Ahmad Syakir berkata dalam ((Musnad
Ahmad)) (5/162): "Sanadnya Shahih". Al-Albani berkata dalam ((Sahih
Sunan Al-Tirmidzi)): "Shahih" .
Ini adalah salah satu
tanda kenabian Nabi Muhammad ﷺ . Dan
beliau ﷺ adalah orang yang Allah
SWT perlihatkan padanya ruang angkasa yang luas, lalu beliau ﷺ menggambarkan tentang langit kepada kita dengan akurasi ini.
Tidak aneh lagi bagi kita
untuk mempercayainya dalam hal yang berkaitan dengan informasi tentang bumi.
Semua ini untuk menenteramkan hati akan kebenaran agama dan kebenaran
keyakinan, sesuai dengan firman Allah Yang Maha Esa.
{ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ
إِنَّكَ عَلَى الْحَقِّ الْمُبِينِ }
Sebab itu bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya kamu berada di atas kebenaran yang nyata. [QS.
an-Naml : 79]
Maha Suci Allah yang telah
mendukung dan membela Nabi-Nya yang buta huruf dengan kemenangan dan
pengetahuannya, dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
0 Komentar