Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

‘ARASY ADALAH MAKHLUK CIPTAAN ALLAH ('Azza Wa Jallaa)

 ‘ARASY ADALAH MAKHLUK CIPTAAN ALLAH (azza wa jallaa)

Ditulis oleh Abu Haitsam Fakhry

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

===

===

DAFTAR ISI :

  • ‘ARASY ADALAH MAKHLUK CIPTAAN ALLAH SWT
  • ‘ARASY ADALAH MAKHLUK ALLAH YANG PALING BESAR
  • APAKAH ‘ARASY ITU MAKHLUK PERTAMA? ATAU PENA? ATAU AIR?
  • PENDAPAT MAYORITAS : MAKHLUK PERTAMA ADALAH ‘ARASY:
  • BANTAHAN TERHADAP PENDAPAT YANG MENAFIKAN SIFAT ALLAH MAHA TINGGI:
  • DUA KAIDAH UTAMA TERKAIT SIFAT MAHA TINGGI ALLAH
  • BOLEHKAH BERKEYAKINAN BAHWA ALLAH ITU DEKAT?
  • MAKNA ALLAH TINGGI DI ATAS ‘ARASY BISA PULA BERARTI ALLAH DI LUAR ‘ARASY.
  • BUMI ITU BULAT BERDASARKAN IJMA’ PARA ULAMA
  • GUGUSAN GALAKSI, BULAT BAGAIKAN CINCIN BERTEBARAN DAN BARTHAWAF DI ALAM SEMESTA

****

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ

===****===

‘ARASY ADALAH MAKHLUK CIPTAAN ALLAH SWT

‘Arasy adalah makhluk, Allah ta'ala yang menciptakannya, dan ia adalah makhluk pertama dan yang paling besar.

'Arasy adalah makhluk, yang sebelumnya tidak ada lalu menjadi ada. Allah SWT adalah Tuhan Pencipta ‘Arasy, sebagaimana dalam firman-Nya :

﴿اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ﴾

“Allah, tiada Tuhan Yang disembah kecuali Dia, Rabb (Tuhan Pencipta) 'Arsy yang besar". [QS. An-Naml: 26]

Mirip dengan firman-Nya dalam surat Qura’isy yang menunjukkan bahwa Allah SWT adalah Rabb (Tuhan Pencipta) Ka’bah Baitullah :

﴿فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَٰذَا الْبَيْتِ﴾

“Maka hendaklah mereka menyembah Rabb (Tuhan Pencipta) rumah ini (Ka'bah)”. [QS, Quraysh: 3]

Dan mirip pula dengan doa Nabi yang mengisyaratkan bahwa Allah SWT adalah Tuhan Pencipta para malaikat dan Ruh :

سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ ‌رَبُّ ‌الْمَلَائِكَةِ ‌وَالرُّوحِ

"Maha Suci, Maha Kudus, Rabb (Tuhan Pencipta) para malaikat dan ar-Ruh (Jibril)". [HR. Muslim no. 487]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:

" الْعَرْشَ مَخْلُوقٌ ؛ فَإِنَّ الله يَقُولُ: ﴿وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ وَهُوَ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ: الْعَرْشُ وَغَيْرُهُ ، وَرَبُّ كُلِّ شَيْءٍ: الْعَرْشُ وَغَيْرُهُ " .

"'Arasy adalah makhluk; karena Allah berfirman: (Dan Dia adalah Rabb (Tuhan Pencipta) ‘Arasy yang besar), dan Dia adalah Pencipta segala sesuatu: 'Arasy dan selainnya, dan Rabb segala sesuatu: 'Arasy dan selainnya." [Selesai dari "Majmu’ al-Fatawa" (18/214)].

Dan Allah SWT berfirman :

﴿اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ ۖ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ﴾

“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu”. [Zumar: 62]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:

"أَمَّا اتِّفَاقُ السَّلَفِ وَأَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ عَلَى أَنَّ اللَّهَ وَحْدَهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ فَهَذَا حَقٌّ.." انْتَهَى

"Adapun kesepakatan salaf dan Ahlus Sunnah wal Jama'ah bahwa Allah semata adalah Pencipta segala sesuatu, maka ini adalah hak dan kebenaran." [Selesai dari "Naqd Maratib al-Ijma'" (hal. 303)].

Ibnu Hazm rahimahullah mengutip kesepakatan para ulama, sebagaimana yang beliau nukil dalam kitab "Maratib al-Ijma'":

"اتَّفَقُوا أَنَّ اللَّهَ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ غَيْرِهِ، وَأَنَّهُ تَعَالَى لَمْ يَزَلْ وَحْدَهُ، وَلَا شَيْءَ غَيْرُهُ مَعَهُ، ثُمَّ خَلَقَ الْأَشْيَاءَ كُلَّهَا كَمَا شَاءَ، وَأَنَّ النَّفْسَ مَخْلُوقَةٌ، وَالْعَرْشَ مَخْلُوقٌ، وَالْعَالَمَ كُلَّهُ مَخْلُوقٌ."

"Mereka sepakat bahwa Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, adalah Pencipta segala sesuatu selain-Nya, dan bahwa Dia ta'ala senantiasa sendirian, tidak ada sesuatu pun bersama-Nya, kemudian Dia menciptakan segala sesuatu sebagaimana yang Dia kehendaki, dan bahwa jiwa adalah makhluk, 'Arasy adalah makhluk, dan seluruh alam semesta adalah makhluk." ["Naqd Maratib al-Ijma'" (hal. 302)]

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata:

"الْعَرْشُ مَخْلُوقٌ عَظِيمٌ، لَا يَعْلَمُ قَدْرَهُ إِلَّا اللَّهُ."

"'Arasy adalah makhluk yang besar, tidak ada yang mengetahui kadar kebesaran-nya selain Allah." [Selesai dari "Majmu’ Fatawa wa Rasail al-‘Utsaimin" (7/287)].

Barang siapa yang mengklaim bahwa ada seseorang dari Ahlus Sunnah mengatakan bahwa 'Arasy itu azali tidak diciptakan (bukan makhluk), dan bahwa ia setua dengan keberadaan Allah subhanahu wa ta'ala, maka sungguh ia telah membuat-buat kebohongan dan menyampaikan tuduhan palsu.

Ini adalah jalan kebanyakan dari ahli bid’ah yang merendahkan Ahlus Sunnah serta menuduh mereka dengan kebatilan secara dusta dan fitnah.

Maka katakan kepada mereka:

( قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ )

(Katakanlah: "Tunjukkan bukti kalian jika kalian memang benar")

Bawalah satu huruf saja dari perkataan Ahlus Sunnah yang mengatakan bahwa 'Arasy itu setua dengan Allah, selalu bersama-Nya subhanahu wa ta'ala!!

===***===

‘ARASY ADALAH MAKHLUK ALLAH YANG PALING BESAR

Sahabat yang mulia Abu Dzar Al-Ghafari radhiyallahu 'anhu meriwayatkan: bahwa Rasulullah bersabda :

" مَا السَّمَاوَاتُ السَّبعُ فِي الْكُرْسِيِّ إِلَّا كَحَلْقَةٍ مُلْقَاةٍ بِأَرْضِ فَلَاةٍ، وَفَضْلُ الْعَرْشِ عَلَى الْكُرْسِيِّ كَفَضْلِ تِلْكَ الْفَلَاةِ عَلَى تِلْكَ الْحَلْقَةِ".

“Perumpamaan tujuh langit dibandingkan dengan Kursi seperti cincin yang dilemparkan di padang sahara yang luas. 

Dan kelebihan (keunggulan) ‘Arsy atas Kursi seperti kelebihan (keunggulan) padang sahara yang luas itu atas cincin tersebut.” 

[HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Kitaabul ‘Arsy no. 58 , Ibnu Hibban n0. 361 , al-Baihaqi dalam al-Asmaa wa ash-Shifaat no. 861 dan Abu Naim dalam ((Hilyat Al-Awliya’) (1/167) secara panjang lebar dari Sahabat Abu Dzarr al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu .

Dishahihkan oleh Ibnu al-Qoyyim dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (I/223 no. 109) dan التَّعْلِيقُ عَلَى الطَّحَاوِيَّةِ no. 36.

Dan yang sudah maklum adanya adalah :

أَنَّ الرَّقْمَ سَبْعَةَ عِنْدَ الْعَرَبِ يُفِيدُ الْكَثْرَةَ وَلَا يَتَحَدَّدُ فَقَطْ بِالسَّبْعَةِ عَدَدًا.

Bahwa : "ANGKA TUJUH di kalangan orang Arab menunjukkan banyak melimpah dan tidak terbatas pada tujuh angka saja" . 

[Lihat : مُقَارَنَةٌ بَيْنَ الْوَصْفِ النَّبَوِيِّ وَتَصَوُّرِ عُلَمَاءِ الْفَضَاءِ لِلْكَوْنِ. oleh : Prof. DR. Mohammad Farsyoukh].

Dan dalam riwayat lain dari Abu Dzar al-Ghifari bahwa Rosulullah bersabda :

مَا الْكُرْسِيُّ فِي الْعَرْشِ إِلَّا كَحَلْقَةٍ مِنْ حَدِيدٍ أُلْقِيَتْ بَيْنَ ظَهْرَيْ فَلَاةٍ مِنَ الْأَرْضِ.

Tidaklah al-Kursi dibandingkan dengan al-'Arasy itu kecuali seperti cincin besi yang dilemparkan di antara dua hamparan padang sahara di bumi.

[ HR. Ath-Thobari meriwayatkan dalam “Al-Tafsir” (5/399) melalui Yunus]. 

Ibnu Katsiir mengatakan dalam “al-Bidayah wa an-Nihayah ” (1/14) :

"أَوَّلُ الْحَدِيثِ مُرْسَلٌ وَعَنْ أَبِي ذَرٍّ مُنْقَطِعٌ". ا. هـ

“Awal dari hadits adalah mursal dan yang dari Abu Dzar, dan itu sanadnya terputus”.

Dan di Dhaifkan oleh Syu'aib al-Arna'uuth dalam Syarah Aqidah ath-Thahawiyah hal. 370]

Namun Muhammad bin Hajjaj meng-hasankan-nya, dia berkata :

قُلْتُ: وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ، وَهُوَ أَصَحُّ مَا فِي الْبَابِ، وَالْحَدِيثُ بِمَجْمُوعِ الطُّرُقِ حَسَنٌ لِغَيْرِهِ، وَفِيهِ دَلِيلٌ الْفَرْقِ بَيْنَ الْكُرْسِيِّ وَالْعَرْشِ، فَتَنَبَّهْ، وَاللَّهُ أَعْلَمُ.

" Saya berkata: Dan orang-orangnya dapat dipercaya, dan itu adalah yang paling shahih dari apa yang ada di bab ini.

Dan hadits ini dengan sejumlah jalur-jalurnya adalah HASAN LIGHOIRIHI . Dan hadits ini berisi dalil perbedaan antara al-Kursi dan al-'Arasy, maka perhatikan itu!, wallaahu a'lam ". [ Baca : Arsip Multaqoo Ahlil Hadits 69/85 ]

Hadis-hadis diatas menggambarkan alam semesta dengan berbagai gambaran, disesuaikan dengan batas pemahaman orang-orang pada zaman itu dan kemampuan daya cerna akal mereka saat tersebut.

Dan Begitu pula penjelasan dari sebagian para sahabat dan Tabi'in . Diantaranya :

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata:

إِنَّمَا سُمِّيَ الْعَرْشُ عَرْشًا لِارْتِفَاعِهِ.

Adapun Arasy diberi nama Arsy, itu karena ketinggian-nya (paling tertinggi). [Lihat : Tafsir Ibu Abi Hatim 6/1919 no. 10176 dan Tafsir Ibnu Katsir 4/307, tafsir surat Huud : 7-8]

Ibnu Abi Hatim dan Abu Asy-Syeikh meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata:

‌مَا ‌يُقَدِّرُ ‌قَدْرَ ‌الْعَرْش ‌إِلَّا ‌الَّذِي ‌خَلَقَه ‌وَإِن ‌السَّمَوَات ‌فِي ‌خَلْقِ ‌الْعَرْش ‌مثل ‌قُبَّةٍ فِي صَحْرَاء

Tidak ada yang bisa mengukur Arasy kecuali Dia (Allah) yang menciptakannya, dan bahwa langit dalam penciptaan Arasy itu seperti kubah di padang pasir [Lihat : Tafsir ad-Duror al-Mantsur karya as-Sayuuthi 4/335 dan Asroor al-Kaun karya as-Sayuuthi 1/1].

Dan Sa'iid bin Mansour dan Abu Asy-Syeikh meriwayatkan bahwa Mujahid berkata:

مَا أَخَذَت السَّمواتُ والأرضُ مِنَ العَرْشِ إلا كَما تَأخُذُ الحَلقةُ مِن أرضِ الفَلاَةِ

“Langit dan bumi tidak diambil dari Arsy kecuali seperti sebuah cincin diambil dari tanah padang sahara.” [ Lihat : Asroor al-Kaun karya as-Sayuti 1/1 ]

Dari Mujahid rahimahullah , dia berkata :

" مَا السَّمَاوَاتُ السَّبعُ فِي الْكُرْسِيِّ إِلَّا كَحَلْقَةٍ مُلْقَاةٍ بِأَرْضِ فَلَاةٍ، وَفَضْلُ الْعَرْشِ عَلَى الْكُرْسِيِّ كَفَضْلِ تِلْكَ الْفَلَاةِ عَلَى تِلْكَ الْحَلْقَةِ".

“Perumpamaan langit yang tujuh dibandingkan dengan Kursi seperti cincin yang dilemparkan di padang sahara yang luas, dan keunggulan ‘Arsy atas Kursi seperti keunggulan padang sahara yang luas itu atas cincin tersebut.” 

[Diriwayatkan secara mauquf pada Mujahid dengan sanad yang di shahihkan oleh Ibnu Hajar dalam “Al-Fath” (13/411)].

*****

APAKAH ‘ARASY ITU MAKHLUK PERTAMA? ATAU PENA? ATAU AIR?

Terdapat perbedaan pendapat mengenai makhluk pertama yang diciptakan oleh Allah dari alam ini.

Pendapat yang dianggap kuat dalam masalah ini ada tiga:

PERTAMA : ‘ARSY :

Ini adalah pendapat  jumhur (mayoritas) ulama dan ditarjih oleh Ibnu Taimiyah dan Ibnu al-Qayyim.

KEDUA : PENA (QOLAM) :

Ini adalah pendapat yang ditarjih oleh Ibnu Jarir ath-Thabari dan Ibnu al-Jauzi.

KETIGA : AIR :

Pendapat ini dinukil dari Ibnu Mas’ud dan sekelompok ulama salaf, dan dikuatkan oleh Badruddin al-‘Aini.

Adapun pendapat-pendapat yang tidak dianggap (yakni, sangat lemah) sangat banyak, sebagian berasal dari riwayat Israiliyyat, dan sebagian besar lainnya adalah pendapat-pendapat ahli bid’ah, seperti yang mengklaim bahwa akal adalah makhluk pertama, dan seperti yang mengklaim bahwa Nabi kita Muhammad adalah makhluk pertama, hingga akhirnya siapa pun yang mengagungkan makhluk atau sesuatu, maka ia menjadikannya makhluk pertama!

===***===

DALIL MASING-MASING PENDAPAT :

****

DALIL PENDAPAT : ‘ARSY ADALAH MAKHLUK PERTAMA :

Di antara dalilnya adalah hadits-hadits tersebut:

KE 1. Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda:

(كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ، قَالَ : وَعَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ)

“Allah telah menulis takdir seluruh makhluk lima puluh ribu tahun sebelum menciptakan langit dan bumi.” Beliau berkata: “Dan ‘arsy-Nya berada di atas air.”

Diriwayatkan oleh Muslim (2653).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:

فَهٰذَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّهُ قَدَّرَ إِذْ كَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ، فَكَانَ الْعَرْشُ مَوْجُودًا مَخْلُوقًا عِنْدَ التَّقْدِيرِ لَمْ يُوجَدْ بَعْدَهُ.

“Ini menunjukkan bahwa Dia telah menetapkan takdir saat ‘arsy-Nya berada di atas air, maka ‘arsy telah ada dan diciptakan pada saat penetapan takdir, bukan sesudahnya.” (Ash-Shafadiyyah 2/82)

KE 2. Dari ‘Imran bin Hushain, dari Rasulullah , beliau bersabda:

(كَانَ اللَّهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ غَيْرُهُ وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ وَكَتَبَ فِي الذِّكْرِ كُلَّ شَيْءٍ وَخَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ)

“Allah ada dan tidak ada sesuatu pun selain-Nya, dan ‘arsy-Nya berada di atas air, dan Dia menulis dalam adz-dzikr (Lauh Mahfuzh) segala sesuatu, dan Dia menciptakan langit dan bumi.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari (3019).

Lafadz riwayat lain :

(كَانَ اللَّهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ قَبْلَهُ وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ ثُمَّ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ وَكَتَبَ فِي الذِّكْرِ كُلَّ شَيْءٍ)

“Allah ada dan tidak ada sesuatu pun sebelum-Nya, dan ‘arsy-Nya berada di atas air, lalu Dia menciptakan langit dan bumi, dan menulis dalam adz-dzikr segala sesuatu.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari (6982).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:

وَفِي رِوَايَةٍ (ثُمَّ كَتَبَ فِي الذِّكْرِ كُلَّ شَيْءٍ) فَهُوَ أَيْضًا دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ الْكِتَابَةَ فِي الذِّكْرِ كَانَتْ وَالْعَرْشُ عَلَى الْمَاءِ.

“Dalam riwayat (kemudian Dia menulis dalam adz-dzikr segala sesuatu) juga merupakan dalil bahwa penulisan dalam adz-dzikr terjadi saat ‘arsy berada di atas air.” (Ash-Shafadiyyah 2/82)

Ibnu al-Qayyim rahimahullah berkata dalam kitabnya *an-Nuniyyah* hal. 65 dan ash-Showa’iq al-Mursalah hal. 53:

وَالنَّاسُ مُخْتَلِفُونَ فِي الْقَلَمِ الَّذِي *** كُتِبَ الْقَضَاءُ بِهِ مِنَ الدَّيَّانِ

"Manusia berselisih tentang pena yang *** dengannya takdir ditulis oleh Tuhan Pemilik hukum

هَلْ كَانَ قَبْلَ الْعَرْشِ أَوْ هُوَ بَعْدَهُ *** قَوْلَانِ عِنْدَ أَبِي الْعَلَاءِ الْهَمَذَانِي

Apakah ia sebelum ‘arsy atau sesudahnya *** Dua pendapat dari Abu al-‘Ala al-Hamadzani

وَالْحَقُّ أَنَّ الْعَرْشَ قَبْلُ لِأَنَّهُ *** عِنْدَ الْكِتَابَةِ كَانَ ذَا أَرْكَانِ

Yang benar adalah ‘arsy terlebih dahulu karena *** saat penulisan, ia telah memiliki tiang penyangga"

Jadi, pendapat yang kuat adalah bahwa pena diciptakan setelah ‘arsy. Maka makna sabda Nabi :

(فَأَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ قَالَ لَهُ: اكْتُبْ)

“Hal pertama yang diciptakan Allah adalah pena, lalu Dia berfirman kepadanya: tulislah”

Maksudnya adalah: ketika Allah menciptakan pena, Dia berfirman kepadanya. Maka kata “ما” di sini adalah *mashdariyyah* (penyusun kalimat verbal), bukan *maushulah* (kata sambung untuk benda).

Penciptaan ‘arsy sebelum pena tidak serta-merta menunjukkan bahwa ia diciptakan sebelum “air”. Yang paling dapat dikatakan adalah bahwa keduanya diciptakan bersamaan. Adapun jika dikatakan bahwa ‘arsy diciptakan setelah air, maka hal itu tidaklah tampak secara jelas.

****

DALIL PENDAPAT : PENA ADALAH MAKHLUK PERTAMA :

Mereka yang mengatakan bahwa pena adalah makhluk pertama berdalil dengan riwayat dari ‘Ubadah bin ash-Shamit yang berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda:

(إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ فَقَالَ لَهُ : اكْتُبْ ، قَالَ : رَبِّ وَمَاذَا أَكْتُبُ ؟ قَالَ : اكْتُبْ مَقَادِيرَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ)

“Sesungguhnya hal pertama yang diciptakan Allah adalah pena. Maka Dia berfirman kepadanya: ‘Tulislah.’ Pena pun berkata: ‘Wahai Rabb-ku, apa yang harus aku tulis?’ Dia berfirman: ‘Tulislah takdir segala sesuatu hingga hari kiamat.’”

[Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (2155) dan Abu Dawud (4700), dan disahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi].

BANTAHAN :

Tidak ada dalil dalam hadits tersebut bahwa pena adalah makhluk pertama yang diciptakan, melainkan makna hadits itu adalah bahwa pada saat Allah menciptakan pena, Dia memerintahkannya untuk menulis, maka pena pun menulis takdir segala sesuatu.

Dan telah sahih dalam sunnah hadits-hadits yang menjelaskan bahwa ketika Allah menciptakan pena dan memerintahkannya menulis takdir segala sesuatu sampai hari kiamat, maka ‘arsy-Nya berada di atas air. Hal ini menunjukkan bahwa penciptaan ‘arsy terjadi sebelum penciptaan pena, sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits diatas.

****

DALIL PENDAPAT : AIR ADALAH MAKHLUK PERTAMA :

Dan di antara dalil orang-orang yang berpendapat bahwa air adalah makhluk pertama:

KE 1. Dari Abu Razin, ia berkata:

قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيْنَ كَانَ رَبُّنَا قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ خَلْقَهُ ؟ قَالَ : (كَانَ فِي عَمَاءٍ مَا تَحْتَهُ هَوَاءٌ وَمَا فَوْقَهُ هَوَاءٌ ، وَخَلَقَ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ)

Aku berkata, "Wahai Rasulullah, di manakah Tuhan kita sebelum Dia menciptakan makhluk-Nya?" Beliau bersabda: “Dia berada di dalam ‘ama’ (kabut tebal), yang di bawah-Nya tidak ada udara dan yang di atas-Nya tidak ada udara, lalu Dia menciptakan ‘Arsy-Nya di atas air.”

Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (3109) dan Ibnu Majah (182).

Lafaznya dalam riwayat Ibnu Majah – dan Ahmad (26/108) – adalah:

( ثُمَّ خَلَقَ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ )

“Kemudian Dia menciptakan ‘Arsy-Nya di atas air.”

Hadits ini disahihkan oleh ath-Thabari, dihasankan oleh at-Tirmidzi, adz-Dzahabi, dan Ibnu Taimiyah, namun dilemahkan oleh al-Albani dalam *Dha’if at-Tirmidzi*.

At-Tirmidzi berkata: Ahmad bin Mani’ berkata: Yazid bin Harun berkata:

الْعَمَاءُ: أَيْ: لَيْسَ مَعَهُ شَيْءٌ.

"Al-‘ama’" artinya: tidak ada sesuatu pun bersamanya. (*Sunan at-Tirmidzi* 5/288).

Ada juga yang mengatakan :

مَعْنَى "عَمَاءٍ": السَّحَابُ الْأَبْيَضُ.

“Makna "‘ama’" adalah: awan putih”.

Ath-Thabari rahimahullah – yang berpendapat bahwa pena adalah makhluk pertama secara mutlak dan bahwa ia diciptakan sebelum air dan sebelum ‘arsy – berkata:

وَأَوْلَى الْقَوْلَيْنِ فِي ذَلِكَ عِنْدِي بِالصَّوَابِ: قَوْلُ مَنْ قَالَ إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى خَلَقَ الْمَاءَ قَبْلَ الْعَرْشِ؛ لِصِحَّةِ الْخَبَرِ الَّذِي ذَكَرْتُ قَبْلُ عَنْ أَبِي رَزِينٍ الْعُقَيْلِيِّ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ أَنَّهُ قَالَ حِينَ سُئِلَ: أَيْنَ كَانَ رَبُّنَا عَزَّ وَجَلَّ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ خَلْقَهُ؟ قَالَ: (كَانَ فِي عَمَاءٍ، مَا تَحْتَهُ هَوَاءٌ، وَمَا فَوْقَهُ هَوَاءٌ، ثُمَّ خَلَقَ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ)، فَأَخْبَرَ ﷺ أَنَّ اللَّهَ خَلَقَ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ، وَمُحَالٌ ـ إِذْ كَانَ خَلَقَهُ عَلَى الْمَاءِ ـ أَنْ يَكُونَ خَلَقَهُ عَلَيْهِ، وَالَّذِي خَلَقَهُ عَلَيْهِ غَيْرُ مَوْجُودٍ، إِمَّا قَبْلَهُ أَوْ مَعَهُ.

فَإِذَا كَانَ ذَلِكَ كَذَلِكَ: فَالْعَرْشُ لَا يَخْلُو مِنْ أَحَدِ أَمْرَيْنِ: إِمَّا أَنْ يَكُونَ خُلِقَ بَعْدَ خَلْقِ اللَّهِ الْمَاءَ، وَإِمَّا أَنْ يَكُونَ خُلِقَ هُوَ وَالْمَاءُ مَعًا، فَأَمَّا أَنْ يَكُونَ خَلْقُهُ قَبْلَ خَلْقِ الْمَاءِ: فَذَلِكَ غَيْرُ جَائِزٍ صِحَّتُهُ عَلَى مَا رُوِيَ عَنْ أَبِي رَزِينٍ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ.

Pendapat yang paling benar menurutku adalah pendapat yang mengatakan bahwa Allah Tabaraka wa Ta’ala menciptakan air sebelum ‘arsy, karena adanya hadits yang sahih yang telah aku sebutkan sebelumnya dari Abu Razin al-‘Uqaili dari Rasulullah bahwa ketika beliau ditanya, “Di mana Rabb kita sebelum Dia menciptakan makhluk-Nya?”

Beliau bersabda: “Dia berada dalam ‘ama’, yang di bawah-Nya tidak ada udara dan yang di atas-Nya tidak ada udara, kemudian Dia menciptakan ‘arsy-Nya di atas air.”

Maka Nabi mengabarkan bahwa Allah menciptakan ‘arsy-Nya di atas air. Dan tidak masuk akal – jika memang Dia menciptakan ‘arsy di atas air – bahwa Dia menciptakannya sedangkan air yang menjadi tempatnya belum ada, baik sebelumnya maupun bersamaan dengannya.

Jika memang demikian, maka ‘arsy tidak lepas dari dua kemungkinan: pertama, diciptakan setelah Allah menciptakan air; atau kedua, diciptakan bersamaan dengan air. Adapun jika dikatakan bahwa penciptaan ‘arsy lebih dahulu dari air, maka itu tidak mungkin kebenarannya berdasarkan riwayat dari Abu Razin dari Nabi . (Baca : *Tarikh ath-Thabari* 1/32)

Dan al-Hafizh Ibnu Hajar menegaskan bahwa hadits dari ‘Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu menunjukkan bahwa air lebih dahulu ada daripada ‘arsy. Lihat: *Fath al-Bari* (6/289).

KE 2. Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu , ia berkata:

قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي إِذَا رَأَيْتُكَ طَابَتْ نَفْسِي وَقَرَّتْ عَيْنِي فَأَنْبِئْنِي عَنْ كُلِّ شَيْءٍ فَقَالَ : (كُلُّ شَيْءٍ خُلِقَ مِنْ مَاءٍ).

Aku berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya bila aku melihatmu, jiwaku menjadi tenang dan mataku sejuk. Maka beritahukanlah kepadaku tentang segala sesuatu.” Beliau bersabda: “Segala sesuatu diciptakan dari air.”

Diriwayatkan oleh Ahmad (13/314), dan al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam *Fath al-Bari* (5/29): “sanadnya sahih”. Dan juga disahihkan oleh para pentahqiq *Musnad Ahmad*.

KE 3. Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata:

قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ مِمَّ خُلِقَ الخَلْقُ ؟ قَالَ : (مِنَ الْمَاءِ)

Aku berkata, “Wahai Rasulullah, dari apa diciptakan makhluk?” Beliau menjawab: “Dari air.” Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (2526).

Syaikh al-Albani berkata dalam *Shahih at-Tirmidzi*:

صحيح دون قوله ( مِمَّ خُلِقَ الخَلْقُ ) . انتهى

“Shahih tanpa lafaz “dari apa diciptakan makhluk”.

Saya katakan: dan hadits sebelumnya menjadi penguatnya. Maka paling tidak, lafaz tersebut berstatus hasan.

Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah berkata:

وَقَوْلُهُ ﷺ لِأَبِي هُرَيْرَةَ لَمَّا سَأَلَهُ: "مِمَّ خُلِقَ الخَلْقُ" فَقَالَ لَهُ: (مِنَ الْمَاءِ): يَدُلُّ عَلَى أَنَّ الْمَاءَ أَصْلُ جَمِيعِ الْمَخْلُوقَاتِ، وَمَادَّتُهَا، وَجَمِيعُ الْمَخْلُوقَاتِ خُلِقَتْ مِنْهُ.

وَقَالَ: وَقَدْ حَكَى ابْنُ جَرِيرٍ وَغَيْرُهُ عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ وَطَائِفَةٍ مِنَ السَّلَفِ: أَنَّ أَوَّلَ الْمَخْلُوقَاتِ الْمَاءُ.

Sabda Nabi kepada Abu Hurairah ketika ditanya, “Dari apa diciptakan makhluk?” lalu beliau menjawab: “Dari air”, menunjukkan bahwa air adalah asal semua makhluk dan materi penciptaannya, dan seluruh makhluk diciptakan darinya.

Ia juga berkata: Ibnu Jarir dan selainnya telah meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud dan sekelompok ulama salaf bahwa makhluk pertama yang diciptakan adalah air. [Selesai] (*Latha’if al-Ma’arif*, hlm. 21–22).

KE 4. Riwayat Imam As-Suddi dalam kitab Tafsirnya dengan beberapa sanad:

" أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى لَمْ يَخْلُقْ شَيْئًا مِمَّا خَلَقَ قَبْلَ الْمَاءِ " .

“Bahwa Allah Ta'ala tidak menciptakan sesuatu pun dari ciptaan-Nya sebelum menciptakan air”.

Imam Ibnu Khuzaimah berkata dalam Kitab at-Tauhid (jilid 1, halaman 569):

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ حَكِيمٍ الأَوْدِيُّ ، قَالَ : حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ حَمَّادٍ ، يَعْنِي ابْنَ طَلْحَةَ الْقَنَّادَ ، قَالَ : حَدَّثَنَا أَسْبَاطُ وَهُوَ ابْنُ نَصْرٍ الْهَمْدَانِيُّ عَنِ السُّدِّيِّ عَنْ أَبِي مَالِكٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا وَعَنْ مُرَّةَ الْهَمْدَانِيِّ ، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ عَنْ نَاسٍ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم :

( هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَوَاتٍ )

قَالَ : إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى كَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ وَلَمْ يَخْلُقْ شَيْئًا غَيْرَ مَا خَلَقَ قَبْلَ الْمَاءِ ... .

“Ahmad bin Utsman bin Hakim al-Audi menceritakan kepada kami, ia berkata: Amru bin Hammad, yaitu Ibn Thalhah al-Qannad, menceritakan kepada kami, ia berkata: Asbath bin Nashr al-Hamdani menceritakan kepada kami, dari As-Suddi, dari Abu Malik, dari Abu Shalih, dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, dan dari Murrah al-Hamdani, dari Ibnu Mas'ud, dari sekelompok sahabat Nabi : "Dialah yang menciptakan untuk kalian apa yang ada di bumi seluruhnya, kemudian Dia menuju ke langit dan menyempurnakannya menjadi tujuh langit." Mereka berkata: Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta'ala, Arsy-Nya berada di atas air dan Dia belum menciptakan sesuatu pun selain apa yang telah Dia ciptakan sebelum air...”.

Riwayat ini juga disebutkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam kitab Tafsirnya (jilid 1, halaman 74–75), dan oleh Ath-Thabari dalam kitab Tafsirnya (jilid 1, halaman 435–436).

Sanad As-Suddi ini memang diperdebatkan, tetapi yang tampak adalah bahwa sanadnya baik dan hasan. Adapun isi matannya mengandung keanehan, dan ini termasuk di antaranya. Kemungkinan besar sebagian isinya diambil dari kisah-kisah Bani Israil.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:

كَمَا أَنَّ السُّدِّيَّ أَيْضًا يَذْكُرُ تَفْسِيرَهُ عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ، وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ، وَغَيْرِهِمَا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ ﷺ، وَلَيْسَتْ تِلْكَ أَلْفَاظُهُمْ بِعَيْنِهَا، بَلْ نَقْلُ هَؤُلَاءِ شَبِيهٌ بِنَقْلِ أَهْلِ الْمَغَازِي وَالسِّيَرِ، وَهُوَ مِمَّا يُسْتَشْهَدُ بِهِ وَيُعْتَبَرُ بِهِ، وَبِضَمِّ بَعْضِهِ إِلَى بَعْضٍ يَصِيرُ حُجَّةً، وَأَمَّا ثُبُوتُ شَيْءٍ بِمُجَرَّدِ هَذَا النَّقْلِ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: فَهَذَا لَا يَكُونُ عِنْدَ أَهْلِ الْمَعْرِفَةِ بِالْمَنْقُولَاتِ.

As-Suddi menyebutkan tafsirnya dari Ibnu Mas'ud, dari Ibnu Abbas, dan dari sahabat-sahabat Nabi lainnya, namun bukan dengan redaksi mereka secara langsung, melainkan seperti riwayat ahli sejarah dan peperangan. Riwayat semacam ini digunakan sebagai pendukung dan bahan pertimbangan. Jika digabungkan satu dengan yang lain, maka bisa menjadi hujjah. Tetapi jika menetapkan sesuatu hanya berdasarkan riwayat semacam ini dari Ibnu Abbas, maka hal itu tidak diterima di kalangan ahli ilmu dalam bidang riwayat. (dalam kitab Naqdhu at-Ta’sis/ نَقْضُ التَّأْسِيسِ, jilid 3, halaman 41).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata:

هٰذَا الْإِسْنَادُ يَذْكُرُ بِهِ "السُّدِّيُّ" أَشْيَاءَ كَثِيرَةً فِيهَا غَرَابَةٌ، وَكَأَنَّ كَثِيرًا مِنْهَا مُتَلَقًّى مِنَ الْإِسْرَائِيلِيَّاتِ.

Sanad ini digunakan oleh As-Suddi untuk menyebutkan banyak hal yang di dalamnya terdapat keanehan, dan tampaknya banyak di antaranya diambil dari kisah-kisah Israiliyat. (dalam kitab al-Bidayah wa an-Nihayah, jilid 1, halaman 19).

Syaikh Ahmad Syakir rahimahullah memberikan komentar panjang tentang sanad As-Suddi ini. Silakan lihat dalam tahqiq beliau terhadap Tafsir Ath-Thabari (jilid 1, halaman 156).

Syaikh Abu Ishaq al-Huwaini juga memberikan komentar dalam tahqiq-nya terhadap Tafsir Ibnu Katsir tentang sanad As-Suddi ini (jilid 1, halaman 488–490), dan di akhir komentarnya beliau berkata:

"وَجُمْلَةُ الْقَوْلِ: أَنَّ إِسْنَادَ تَفْسِيرِ السُّدِّيِّ جَيِّدٌ حَسَنٌ". اِنْتَهَى.

“Kesimpulan: sanad tafsir As-Suddi adalah baik dan hasan.” Selesai.

***===***

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:

وَقَدْ جَاءَتِ الْآثَارُ الْمُتَعَدِّدَةُ عَنِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ وَغَيْرِهِمْ بِأَنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ لَمَّا كَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ: خَلَقَ السَّمَاءَ مِنْ بُخَارِ الْمَاءِ، وَأَيْبَسَ الْأَرْضَ، وَهَكَذَا فِي أَوَّلِ التَّوْرَاةِ الْإِخْبَارُ بِأَنَّ الْمَاءَ كَانَ مَوْجُودًا، وَأَنَّ الرِّيحَ كَانَتْ تَرِفُّ عَلَيْهِ، وَأَنَّ اللَّهَ خَلَقَ مِنْ ذَلِكَ الْمَاءِ السَّمَاءَ وَالْأَرْضَ، فَهٰذِهِ الْأَخْبَارُ الثَّابِتَةُ عَنْ نَبِيِّنَا ﷺ فِي الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ مُطَابِقَةٌ لِمَا عِنْدَ أَهْلِ الْكِتَابِ مِنَ الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى مِمَّا فِي التَّوْرَاةِ، وَكُلُّ ذَلِكَ يُصَدِّقُ بَعْضُهُ بَعْضًا، وَيُخْبِرُ أَنَّ اللَّهَ خَلَقَ هٰذَا الْعَالَمَ - سَمَاوَاتِهِ وَأَرْضَهُ - فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ، ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ، وَأَنَّهُ كَانَ قَبْلَ ذٰلِكَ مَخْلُوقَاتٌ، كَالْمَاءِ، وَالْعَرْشِ، فَلَيْسَ فِي أَخْبَارِ اللَّهِ تَعَالَى أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ أُبْدِعَتَا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ، وَلَا أَنَّهُ لَمْ يَكُنْ قَبْلَهُمَا شَيْءٌ مِنَ الْمَخْلُوقَاتِ.

Telah datang berbagai atsar dari para sahabat, tabi'in, dan selain mereka bahwa ketika Arsy Allah Subhanahu berada di atas air, Allah menciptakan langit dari uap air dan mengeringkan bumi. Demikian pula disebutkan dalam permulaan kitab Taurat bahwa air telah ada, dan angin berhembus di atasnya, lalu Allah menciptakan dari air itu langit dan bumi. Maka berita-berita yang shahih dari Nabi kita dalam Al-Qur'an dan sunnah sesuai dengan apa yang ada pada Ahli Kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani dalam Taurat. Semua berita itu saling membenarkan dan mengabarkan bahwa Allah menciptakan alam ini—langit dan bumi—dalam enam hari, lalu Dia bersemayam di atas Arsy. Dan bahwa sebelum penciptaan langit dan bumi, sudah ada makhluk lain, seperti air dan Arsy. Maka tidak terdapat dalam berita dari Allah Ta'ala bahwa langit dan bumi diciptakan dari ketiadaan mutlak, atau bahwa tidak ada makhluk apa pun sebelum keduanya.

(Kitab Ash-Shafadiyyah, jilid 2, halaman 82–83; lihat juga Majmu' Al-Fatawa, jilid 6, halaman 598; Tafsir Al-Qurthubi, jilid 1, halaman 255).

Allah swt berfirman :

( وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلا)

Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, dan Arsy-Nya berada di atas air, agar Dia menguji kalian siapa di antara kalian yang paling baik amalnya. (Hud: 7)

Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu berkata:

خَلَقَ الأَرْضَ فِي يَوْمَيْنِ ، ثُمَّ خَلَقَ السَّمَاءَ ، ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ فِي يَوْمَيْنِ آخَرَيْنِ ، ثُمَّ دَحَا الأَرْضَ - وَدَحْوُهَا : أَنْ أَخْرَجَ مِنْهَا الْمَاءَ وَالْمَرْعَى - ، وَخَلَقَ الْجِبَالَ ، وَالْجِمَالَ ، وَالآكَامَ ، وَمَا بَيْنَهُمَا : فِي يَوْمَيْنِ آخَرَيْنِ ، فَذَلِكَ قَوْلُهُ ( دَحَاهَا ) وَقَوْلُهُ ( خَلَقَ الأَرْضَ فِي يَوْمَيْنِ ) ، فَجُعِلَتْ الأَرْضُ وَمَا فِيهَا مِنْ شَيْءٍ فِي أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ ، وَخُلِقَتْ السَّمَوَاتُ فِي يَوْمَيْنِ .

Allah menciptakan bumi dalam dua hari, kemudian menciptakan langit, lalu Dia menuju ke langit dan menyempurnakannya dalam dua hari yang lain. Kemudian Dia membentangkan bumi—dan makna "membentangkannya" adalah bahwa Dia mengeluarkan darinya air dan padang rumput—dan Dia menciptakan gunung-gunung, hewan-hewan ternak, bukit-bukit, dan apa yang ada di antara semuanya itu dalam dua hari yang lain. Maka itulah makna firman-Nya: "Dia membentangkannya," dan firman-Nya: "Dia menciptakan bumi dalam dua hari." Maka dijadikanlah bumi dan segala isinya dalam empat hari, dan langit diciptakan dalam dua hari.

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari secara mu'allaq, dan lihat juga dalam kitab *Fathul Bari* (jilid 8, halaman 556).

Allah SWT berfirman :

﴿هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ ۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ﴾

Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. [QS. Al-Baqarah: 29]

****

PENDAPAT MAYORITAS : MAKHLUK PERTAMA ADALAH ‘ARASY:

Mayoritas ulama berpendapat bahwa 'Arasy adalah makhluk pertama yang diciptakan. Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata:

"أَوَّلُ مَا خَلَقَ اللَّهُ مِنَ الْأَشْيَاءِ الْمَعْلُومَةِ لَنَا هُوَ الْعَرْشُ، وَاسْتَوَى عَلَيْهِ بَعْدَ خَلْقِ السَّمَاوَاتِ، كَمَا قَالَ تَعَالَى: (وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا)."

"Makhluk pertama yang diketahui oleh kita yang diciptakan Allah adalah 'Arasy, dan Dia beristiwa di atasnya setelah menciptakan langit, sebagaimana firman-Nya: (Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, dan adalah 'Arasy-Nya di atas air, agar Dia menguji kalian siapa di antara kalian yang paling baik amalnya)."

[Selesai dari *Majmu’ Fatawa wa Rasail al-‘Utsaimin* (1/62)].

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (7418) dari ‘Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhuma:

" أَنَّ نَاسًا مِنْ أَهْلِ الْيَمَنِ سَأَلُوا النَّبِيَّ ﷺ عَنْ أَوَّلِ هَذَا الْأَمْرِ مَا كَانَ ؟ فقَالَ : ( كَانَ اللَّهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ قَبْلَهُ، وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ ، ثُمَّ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ ، وَكَتَبَ فِي الذِّكْرِ كُلَّ شَيْءٍ ) .

"Bahwa sekelompok orang dari Yaman bertanya kepada Nabi tentang awal perkara ini, bagaimana asalnya?" Maka beliau bersabda:

“Allah ada, dan tidak ada sesuatu pun sebelum-Nya. Dan 'Arasy-Nya berada di atas air. Kemudian Dia menciptakan langit dan bumi, dan menulis segala sesuatu dalam Adz-Dzikr (Lauh Mahfuz).”

Dan dalam riwayat lain no. (3191):

( كَانَ اللَّهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ غَيْرُهُ )

“Allah ada, dan tidak ada sesuatu pun selain-Nya.”

Maka 'Arasy Ar-Rahman subhanahu adalah salah satu dari makhluk-Nya, Dia menciptakannya sebelum menciptakan langit dan bumi serta segala yang ada di dalamnya.

Hadits di atas menunjukkan bahwa pada awalnya tidak ada apa pun selain Allah ta’ala—tidak ada 'Arasy maupun makhluk lainnya. Kemudian Dia subhanahu menciptakan 'Arasy, lalu menciptakan makhluk-makhluk lainnya.

****

BANTAHAN TERHADAP KELOMPOK YANG MENAFIKAN SIFAT ALLAH MAHA TINGGI:

Kaum penolak dari kalangan Jahmiyah dan selain mereka yang mengikuti jalan mereka dalam menolak sifat-sifat Allah yang Maha Tinggi, menambahkan pada hadits ini suatu tambahan yang mungkar dan tidak memiliki asal-usul. Mereka berkata:

( كَانَ اللَّهُ وَلَا شَيْءَ مَعَهُ ، وَهُوَ الْآنَ عَلَى مَا عَلَيْهِ كَانَ )

*(“Allah ada dan tidak ada sesuatu pun bersama-Nya, dan Dia sekarang seperti keadaan-Nya yang dahulu”)*

Maksud mereka adalah menolak apa yang telah Allah tetapkan bagi diri-Nya berupa istiwa’ dan turun-Nya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:

" مِنْ أَعْظَمِ الْأُصُولِ الَّتِي يَعْتَمِدُهَا هَؤُلَاءِ الِاتِّحَادِيَّةُ الْمَلَاحِدَةُ الْمُدَّعُونَ لِلتَّحْقِيقِ وَالْعِرْفَانِ: مَا يَأْثرُونَهُ عَنْ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: (كَانَ اللَّهُ وَلَا شَيْءَ مَعَهُ ، وَهُوَ الْآنَ عَلَى مَا عَلَيْهِ كَانَ) ، عِنْدَ الِاتِّحَادِيَّةِ الْمَلَاحِدَةِ .

وَهَذِهِ الزِّيَادَةُ وَهُوَ قَوْلُهُ: (وَهُوَ الْآنَ عَلَى مَا عَلَيْهِ كَانَ) : كَذِبٌ مُفْتَرًى عَلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ ، اتَّفَقَ أَهْلُ الْعِلْمِ بِالْحَدِيثِ عَلَى أَنَّهُ مَوْضُوعٌ مُخْتَلَقٌ ، وَلَيْسَ هُوَ فِي شَيْءٍ مِنْ دَوَاوِينِ الْحَدِيثِ ، لَا كِبَارِهَا وَلَا صِغَارِهَا ، وَلَا رَوَاهُ أَحَدٌ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ بِإِسْنَادِ ، لَا صَحِيحٍ وَلَا ضَعِيفٍ ، وَلَا بِإِسْنَادِ مَجْهُولٍ ، وَإِنَّمَا تَكَلَّمَ بِهَذِهِ الْكَلِمَةِ بَعْضُ مُتَأَخِّرِي مُتَكَلِّمَةِ الْجَهْمِيَّة ، فَتَلَقَّاهَا مِنْهُمْ هَؤُلَاءِ الَّذِينَ وَصَلُوا إلَى آخِرِ التَّجَهُّمِ - وَهُوَ التَّعْطِيلُ وَالْإِلْحَادُ -.

وَهَذِهِ الزِّيَادَةُ الْإِلْحَادِيَّةُ وَهُوَ قَوْلُهُمْ: " وَهُوَ الْآنَ عَلَى مَا عَلَيْهِ كَانَ " : قَصَدَ بِهَا الْمُتَكَلِّمَةُ الْمُتَجَهِّمَةُ نَفْيَ الصِّفَاتِ الَّتِي وَصَفَ بِهَا نَفْسَهُ؛ مِنْ اسْتِوَائِهِ عَلَى الْعَرْشِ وَنُزُولِهِ إلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا ، وَغَيْرِ ذَلِكَ ، فَقَالُوا: كَانَ فِي الْأَزَلِ ، لَيْسَ مُسْتَوِيًا عَلَى الْعَرْشِ ، وَهُوَ الْآنَ عَلَى مَا عَلَيْهِ كَانَ؛ فَلَا يَكُونُ عَلَى الْعَرْشِ لِمَا يَقْتَضِي ذَلِكَ مِنْ التَّحَوُّلِ وَالتَّغَيُّرِ " انتهى

“Di antara prinsip paling besar yang dijadikan sandaran oleh kaum ittihadiyah mulhidah—yakni para pengklaim makrifat dan hakikat—adalah riwayat yang mereka nukil dari Nabi , yang berbunyi: *(‘Allah ada dan tidak ada sesuatu pun bersama-Nya, dan Dia sekarang seperti keadaan-Nya yang dahulu’)*. Ini adalah ucapan ittihadiyah mulhidah.

Tambahan ini, yaitu perkataan: *(“dan Dia sekarang seperti keadaan-Nya yang dahulu”)* adalah kedustaan yang diada-adakan atas nama Rasulullah .

Para ulama ahli hadits sepakat bahwa itu adalah hadits palsu dan dibuat-buat. Ia tidak terdapat dalam kitab-kitab hadits, baik yang besar maupun kecil. Tidak diriwayatkan oleh siapa pun dari kalangan ahli ilmu dengan sanad—baik yang shahih, dha’if, maupun yang majhul. Perkataan ini hanyalah diucapkan oleh sebagian mutakallimin dari kalangan Jahmiyah generasi belakangan, lalu diterima oleh mereka yang berada di ujung pemikiran Jahmiyah—yang merupakan bentuk penafian (ta’thil) dan ilhad.

Tambahan yang bersifat ilhadi ini, yaitu ucapan mereka: *(‘dan Dia sekarang seperti keadaan-Nya yang dahulu’)*—dikehendaki oleh mutakallimin Jahmiyah sebagai bentuk penafian terhadap sifat-sifat yang telah Allah tetapkan untuk diri-Nya, seperti istiwa’-Nya di atas ‘Arsy, turun-Nya ke langit dunia, dan selain itu. Maka mereka berkata: *‘Dahulu, pada zaman azali, Dia tidak beristiwa di atas ‘Arsy, dan sekarang pun Dia seperti keadaan-Nya yang dahulu’,* sehingga menurut mereka, Dia tidak beristiwa di atas ‘Arsy karena hal itu berarti berubah dan berpindah.”

(Selesai ringkasan dari *Majmu’ al-Fatawa* 2/272–273)

Syaikhul Islam juga berkata rahimahullah:

"قَاعِدَةٌ جَلِيلَةٌ بِمُقْتَضَى النَّقْلِ الصَّرِيحِ فِي إِثْبَاتِ عُلُوِّ اللَّهِ تَعَالَى، الْوَاجِبِ لَهُ عَلَى جَمِيعِ خَلْقِهِ، فَوْقَ عَرْشِهِ، كَمَا ثَبَتَ ذَلِكَ فِي الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَالْإِجْمَاعِ وَالْعَقْلِ الصَّرِيحِ الصَّحِيحِ وَالْفِطْرَةِ الْإِنْسَانِيَّةِ الصَّحِيحَةِ الْبَاقِيَةِ عَلَى أَصْلِهَا.

وَهِيَ أَنْ يُقَالَ: كَانَ اللَّهُ وَلَا شَيْءَ مَعَهُ، ثُمَّ خَلَقَ الْعَالَمَ، فَلَا يَخْلُو: إِمَّا أَنْ يَكُونَ خَلَقَهُ فِي نَفْسِهِ وَاتَّصَلَ بِهِ، وَهَذَا مُحَالٌ، لِتَعَالِي اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ عَنْ مُمَاسَّةِ الْأَقْذَارِ وَالنَّجَاسَاتِ وَالشَّيَاطِينِ وَالِاتِّصَالِ بِهَا.

وَإِمَّا أَنْ يَكُونَ خَلَقَهُ خَارِجًا عَنْهُ ثُمَّ دَخَلَ فِيهِ، وَهَذَا مُحَالٌ أَيْضًا، لِتَعَالِي اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ عَنِ الْحُلُولِ فِي الْمَخْلُوقَاتِ، وَهَاتَانِ الصُّورَتَانِ مِمَّا لَا نِزَاعَ فِيهِ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ.

وَإِمَّا أَنْ يَكُونَ خَلَقَهُ خَارِجًا عَنْ نَفْسِهِ، وَلَمْ يَحِلَّ فِيهِ، فَهَذَا هُوَ الْحَقُّ الَّذِي لَا يَجُوزُ غَيْرُهُ، وَلَا يَقْبَلُ اللَّهُ مِنَّا مَا يُخَالِفُهُ، بَلْ حَرَّمَ عَلَيْنَا مَا يُنَاقِضُهُ.

وَهَذِهِ الْحُجَّةُ هِيَ مِنْ بَعْضِ حُجَجِ الْإِمَامِ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، الَّتِي احْتَجَّ بِهَا عَلَى الْجَهْمِيَّةِ فِي زَمَنِ الْمِحْنَةِ.

وَلِهَذَا قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ فِيمَا صَحَّ عَنْهُ أَنَّهُ قِيلَ لَهُ: بِمَاذَا نَعْرِفُ رَبَّنَا؟ قَالَ: بِأَنَّهُ فَوْقَ سَمَاوَاتِهِ، عَلَى عَرْشِهِ، بَائِنٌ مِنْ خَلْقِهِ.

وَعَلَى ذَلِكَ انْقَضَى إِجْمَاعُ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ وَتَابِعِيهِمْ، وَجَمِيعِ الْأَئِمَّةِ الَّذِينَ لَهُمْ فِي الْأُمَّةِ لِسَانُ صِدْقٍ، وَمَا خَالَفَهُمْ فِي ذَلِكَ مَنْ يُحْتَجُّ بِقَوْلِهِ.

وَمَنْ ادَّعَى أَنَّ الْعَقْلَ يُعَارِضُ السَّمْعَ وَيُخَالِفُهُ، فَدَعْوَاهُ بَاطِلَةٌ، لِأَنَّ الْعَقْلَ الصَّرِيحَ لَا يَتَصَوَّرُ أَنْ يُخَالِفَ النَّقْلَ الصَّحِيحَ.

وَإِنَّمَا الْمُخَالِفُونَ لِلْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَالْإِجْمَاعِ، وَالْمُدَّعُونَ حُصُولَ الْقَوَاطِعِ الْعَقْلِيَّةِ، إِنَّمَا مَعَهُمْ شُبَهُ الْمَعْقُولَاتِ لَا حَقَائِقُهَا، وَمَنْ أَرَادَ تَجْرِبَةَ ذَلِكَ وَتَحْقِيقَهُ، فَعَلَيْهِ بِالْبَرَاهِينِ الْقَاهِرَةِ، وَالدَّلَائِلِ الْقَاطِعَةِ الَّتِي هِيَ مُقَرَّرَةٌ مَسْطُورَةٌ فِي غَيْرِ هَذَا الْمَوْضِعِ."

“Kaidah agung berdasarkan nash yang jelas dalam menetapkan ketinggian Allah ta’ala—yang wajib diyakini seluruh makhluk-Nya—bahwa Dia berada di atas ‘Arsy-Nya, sebagaimana telah tetap dalam Al-Qur'an, Sunnah, ijma’, akal yang sehat, dan fitrah manusia yang lurus.

Yaitu dengan dikatakan: Allah ada dan tidak ada sesuatu pun bersama-Nya. Kemudian Dia menciptakan alam. Maka, tidak terlepas dari tiga kemungkinan:

1. Dia menciptakannya dalam diri-Nya dan bersatu dengannya—ini mustahil, karena Allah Maha Suci dari bersentuhan dengan najis, kotoran, dan setan serta dari bersatu dengannya.

2. Dia menciptakannya di luar diri-Nya, lalu Dia masuk ke dalamnya—ini pun mustahil, karena Allah Maha Suci dari berada dalam makhluk-Nya. Kedua gambaran ini disepakati oleh seluruh kaum Muslimin sebagai hal yang mustahil.

3. Dia menciptakannya di luar diri-Nya dan tidak masuk ke dalamnya—maka ini adalah kebenaran yang tidak boleh menyelisihinya, dan Allah tidak menerima dari kita apa yang bertentangan dengannya, bahkan mengharamkan kita dari meyakini kebalikannya.

Ini adalah salah satu dalil dari dalil-dalil Imam Ahmad bin Hanbal radhiyallahu ‘anhu yang beliau gunakan untuk membantah Jahmiyah pada masa fitnah.

Oleh karena itu, Abdullah bin Mubarak berkata—dan shahih darinya—ketika ditanya: *‘Dengan apa kita mengenal Rabb kita?’* Ia menjawab: *‘Dengan Dia berada di atas langit-Nya, di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya.’*

Atas dasar itu terjadi ijma’ para sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in, serta seluruh imam yang ucapannya diterima oleh umat ini. Tidak ada seorang pun yang menyelisihi mereka yang ucapannya dapat dijadikan hujjah.

Barang siapa mengklaim bahwa akal bertentangan dengan dalil syar’i, maka klaimnya batil. Karena akal yang sehat tidak mungkin bertentangan dengan wahyu yang benar.

Adapun mereka yang menyelisihi Al-Qur’an, Sunnah, dan ijma’, serta mengklaim bahwa mereka memiliki dalil akal yang pasti, maka mereka sebenarnya hanya memiliki syubhat rasional belaka, bukan dalil akal yang sejati. Barang siapa yang ingin membuktikannya, maka hendaklah merujuk pada bukti-bukti yang kuat dan dalil-dalil yang pasti yang telah dijelaskan di tempat lain.”

(Selesai dari *Jami’ al-Masail* 1/63–64)

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berbicara mengenai ucapan sebagian orang:

*“Sesungguhnya Allah Maha Suci dari tempat, karena tempat tidak layak bagi Allah ‘azza wa jalla.”*

Maka beliau berkata:

"وَهَذَا غَيْرُ صَحِيحٍ عَلَى إِطْلَاقِهِ، فَإِنَّهُ إِنْ أَرَادَ بِنَفْيِ الْمَكَانِ، الْمَكَانَ الْمُحِيطَ بِاللَّهِ - عَزَّ وَجَلَّ - فَهَذَا النَّفْيُ صَحِيحٌ، فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى لَا يُحِيطُ بِهِ شَيْءٌ مِنْ مَخْلُوقَاتِهِ، وَهُوَ أَعْظَمُ وَأَجَلُّ مِنْ أَنْ يُحِيطَ بِهِ شَيْءٌ، كَيْفَ (وَالْأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَاوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ)؟.

وَإِنْ أَرَادَ بِنَفْيِ الْمَكَانِ: نَفْيَ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ تَعَالَى فِي الْعُلُوِّ؛ فَهَذَا النَّفْيُ غَيْرُ صَحِيحٍ، بَلْ هُوَ بَاطِلٌ بِدَلَالَةِ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ، وَإِجْمَاعِ السَّلَفِ وَالْعَقْلِ وَالْفِطْرَةِ.

وَقَدْ ثَبَتَ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ أَنَّهُ قَالَ لِلْجَارِيَةِ: "أَيْنَ اللَّهُ؟" قَالَتْ: فِي السَّمَاءِ. قَالَ لِمَالِكِهَا: (أَعْتِقْهَا فَإِنَّهَا مُؤْمِنَةٌ).

وَكُلُّ مَنْ دَعَا اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ فَإِنَّهُ لَا يَنْصَرِفُ قَلْبُهُ إِلَّا إِلَى الْعُلُوِّ، هَذِهِ هِيَ الْفِطْرَةُ الَّتِي فَطَرَ اللَّهُ الْخَلْقَ عَلَيْهَا، لَا يَنْصَرِفُ عَنْهَا إِلَّا مَنْ اجْتَالَتْهُ الشَّيَاطِينُ، لَا تَجِدْ أَحَدًا يَدْعُو اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ، وَهُوَ سَلِيمُ الْفِطْرَةِ، ثُمَّ يَنْصَرِفُ قَلْبُهُ يَمِينًا أَوْ شِمَالًا أَوْ إِلَى أَسْفَلَ، أَوْ لَا يَنْصَرِفُ إِلَى جِهَةٍ، بَلْ لَا يَنْصَرِفُ قَلْبُهُ إِلَّا إِلَى فَوْقَ." انتهى

“Ini tidak benar jika dikatakan secara mutlak. Jika yang dimaksud dengan menafikan tempat adalah menafikan bahwa Allah berada dalam tempat yang meliputi-Nya—maka penafian ini benar. Karena Allah ta’ala tidak diliputi oleh sesuatu pun dari makhluk-Nya. Dia lebih agung dan lebih mulia daripada diliputi oleh apa pun. Bagaimana mungkin bisa demikian, sedangkan seluruh bumi dalam genggaman-Nya pada hari kiamat, dan langit dilipat dengan tangan kanan-Nya?

Namun, jika yang dimaksud dengan menafikan tempat adalah menafikan bahwa Allah ta’ala berada di tempat yang tinggi—maka penafian ini tidak benar, bahkan batil, berdasarkan dalil dari Al-Qur’an, As-Sunnah, ijma’ salaf, akal sehat, dan fitrah.

Telah tetap dalam hadits bahwa Nabi bertanya kepada seorang budak perempuan: *‘Di mana Allah?’* Ia menjawab: *‘Di langit.’* Maka Nabi berkata kepada tuannya: *‘Merdekakanlah dia, karena dia seorang mukminah.’*

Setiap orang yang berdoa kepada Allah ‘azza wa jalla, hatinya tidak akan berpaling kecuali ke atas. Itulah fitrah yang Allah ciptakan pada seluruh makhluk. Tidak ada yang menyimpang darinya kecuali orang yang telah disesatkan oleh setan. Engkau tidak akan mendapati seorang pun yang berdoa kepada Allah ‘azza wa jalla, dalam keadaan fitrahnya masih lurus, kemudian hatinya berpaling ke kanan, ke kiri, ke bawah, atau tidak berpaling ke arah mana pun. Justru hatinya hanya tertuju ke atas.”

(Selesai dari *Majmu’ Fatawa wa Rasail al-‘Utsaimin* 1/196–197).

Dan para ulama Al-Lajnah Ad-Da'imah ditanya tentang ungkapan:

"وَتَيَقَّنَ أَنَّ اللَّهَ مَوْجُودٌ بِلَا مَكَانٍ؟"

"Dan yakin bahwa Allah ada tanpa tempat"?

Mereka menjawab:

"هَذِهِ الْعِبَارَةُ عِبَارَةٌ بَاطِلَةٌ؛ لِأَنَّهَا تُخَالِفُ مَا ثَبَتَ فِي الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ مِنْ أَنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ فِي الْعُلُوِّ فَوْقَ سَمَاوَاتِهِ، مُسْتَوٍ عَلَى عَرْشِهِ، بَائِنٌ مِنْ خَلْقِهِ، بِخِلَافِ مَا يَقُولُهُ نُفَاةُ الْعُلُوِّ مِنَ الْجَهْمِيَّةِ، وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِمُ الْبَاطِلِ."

"Ungkapan ini adalah ungkapan yang batil, karena bertentangan dengan apa yang telah ditetapkan dalam Al-Kitab dan As-Sunnah bahwa Allah Subhanahu berada di ketinggian, di atas langit-langit-Nya, beristiwa di atas Arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya, berbeda dengan apa yang dikatakan oleh para penolak sifat ketinggian dari kalangan Jahmiyah dan orang-orang yang mengikuti jalan batil mereka." [Selesai dari "Fatawa Al-Lajnah Ad-Da'imah" (2/386)].

Termasuk dalam akidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah: beriman bahwa Allah ta'ala beristiwa di atas 'Arsy-Nya, dan 'Arsy-Nya berada di atas langit-langit-Nya, dan bahwa tidak ada satu pun dari makhluk-Nya yang dapat meliputi-Nya.

Makna bahwa Allah Ta’ala berada di langit adalah bahwa Dia Subhanahu berada di atas langit, Maha Tinggi.

===***===

DUA KAIDAH UTAMA TERKAIT SIFAT MAHA TINGGI ALLAH

Dalam masalah ketinggian Allah Ta’ala atas makhluk-Nya dan bersemayam-Nya Yang Maha Mulia lagi Maha Tinggi di atas Arsy-Nya, terdapat dua kaidah penting yang harus ditegaskan dan diperhatikan:

KAIDAH PERTAMA:

إِثْبَاتُ مَا أَثْبَتَهُ اللهُ تَعَالَى لِنَفْسِهِ فِي كِتَابِهِ الْمُحْكَمِ الْمُبِينِ، حَيْثُ وَصَفَ نَفْسَهُ بِالْعُلُوِّ عَلَى جَمِيعِ خَلْقِهِ، وَبِاسْتِوَائِهِ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى عَرْشِهِ بَعْدَ أَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ.

Menetapkan apa yang telah Allah tetapkan bagi diri-Nya dalam Kitab-Nya yang jelas dan tegas, yaitu bahwa Dia telah mensifati diri-Nya dengan tinggi di atas seluruh makhluk-Nya, dan bahwa Dia tinggi di atas Arsy-Nya setelah menciptakan langit dan bumi. Hal ini disebutkan dalam ayat-ayat yang jelas dalam Al-Qur'an:

Allah Ta’ala berfirman:

(وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مِنْ دَابَّةٍ وَالْمَلَائِكَةُ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ . يَخَافُونَ رَبَّهُمْ مِنْ فَوْقِهِمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ)

“Dan kepada Allah bersujud segala yang ada di langit dan segala yang ada di bumi dari makhluk melata dan para malaikat, dan mereka tidak menyombongkan diri. Mereka takut kepada Rabb mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan kepada mereka.” (An-Nahl: 49–50)

Dan firman-Nya:

(أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الْأَرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ. أَمْ أَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِبًا فَسَتَعْلَمُونَ كَيْفَ نَذِيرِ )

"Apakah kalian merasa aman dari Dzat yang di langit bahwa Dia akan membuat bumi menelan kalian, maka tiba-tiba bumi itu berguncang? Ataukah kalian merasa aman dari Dzat yang di langit bahwa Dia akan mengirimkan kepada kalian badai yang berbatu, maka kalian akan mengetahui bagaimana peringatan-Ku.” (Al-Mulk: 16–17)

Nabi bersabda:

(أَلاَ تَأْمَنُونِي وَأَنَا أَمِينُ مَنْ فِى السَّمَاءِ، يَأْتِينِي خَبَرُ السَّمَاءِ صَبَاحًا وَمَسَاءً)

“Tidakkah kalian mempercayaiku, padahal aku adalah orang yang dipercaya oleh Dzat yang di langit, yang kepadaku datang berita dari langit setiap pagi dan sore.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 4351 dan Muslim no. 1064)

Beliau juga bersabda:

(ارْحَمُوا مَنْ فِي الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ)

“Sayangilah siapa yang ada di bumi, maka Dzat yang di langit akan menyayangi kalian.” (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no. 1924, dan ia berkata: hasan sahih)

Dan beliau juga bersabda:

(لَمَّا قَضَى اللَّهُ الْخَلْقَ كَتَبَ فِي كِتَابِهِ فَهْوَ عِنْدَهُ فَوْقَ الْعَرْشِ إِنَّ رَحْمَتِي غَلَبَتْ غَضَبِي)

"Ketika Allah selesai menciptakan makhluk, Dia menulis dalam sebuah kitab-Nya yang berada di sisi-Nya di atas Arsy: ‘Sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan murka-Ku.’” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 3194 dan Muslim no. 2751)

KAIDAH KEDUA:

Allah SWT terpisah dari makhluknya. Allah SWT tidak di alam makhluknya, tidak di alam manusia, tidak di alam Jin, tidak di alam malaikat dan alam makhluk lainnya. Dan juga Allah SWT tidak menyatu dengan siapapun dan apapun dari para makhluknya. Namun Allah SWT meliputi seluruh makhluk-Nya.

Syeikh Muhammad al-Munajjid menjelaskan :  

أَنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لَا يُحِيطُ بِهِ شَيْءٌ مِنْ خَلْقِهِ، وَلَا تَحْوِيهِ مَخْلُوقَاتُهُ، وَهُوَ سُبْحَانَهُ غَنِيٌّ عَنْهَا، فَقَدْ تَنَزَّهَ عَنِ الْحَاجَةِ إِلَيْهَا، وَتَعَالَى أَنْ يُحِيطَ بِهِ الْمَخْلُوقُ الْمُحْدَثُ النَّاقِصُ.

“Bahwa Allah Azza wa Jalla tidak dilingkupi oleh apa pun dari makhluk-Nya, dan tidak ada satu makhluk pun yang dapat membatasi-Nya.

Dia Maha Kaya dari segala sesuatu, Maha Suci dari ketergantungan terhadap selain-Nya, dan Maha Tinggi untuk dilingkupi oleh makhluk yang baru lagi serba kurang”. [Islamqa. Pertanyaan no. 124469]

Allah berfirman:

(لَا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الْأَبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ)

“Pandangan tidak dapat menjangkau-Nya, dan Dia-lah yang menjangkau pandangan, dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-An’am: 103)

Dan firman-Nya:

(يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْمًا)

“Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka dan apa yang di belakang mereka, dan mereka tidak dapat meliputi-Nya dengan ilmu.” (Thaha: 110)

Dan firman-Nya :

﴿يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ ۖ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ ۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ ۖ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا ۚ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ﴾

“Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak dapat meliputi apapun dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”. [QS. Al-Baqarah: 255]

Dari dua kaidah ini, Ahlus Sunnah menetapkan bahwa ketinggian Allah Ta’ala di atas Arsy dan seluruh makhluk-Nya berarti bahwa Dia Subhanahu wa Ta’ala benar-benar terpisah dari seluruh makhluk-nya, di luar atau di atas langit, di atas surga, dan di atas Arsy.

Dan bahwa Dia Subhanahu wa Ta’ala tidak dilingkupi oleh makhluk apa pun, tidak membutuhkan sesuatu pun dari makhluk-Nya, bahkan Dialah Pencipta dan Pemelihara mereka.

Adapun nash-nash yang menyebutkan bahwa Allah “di langit”, maka maksudnya adalah bahwa Dia Subhanahu Maha Tinggi di atas makhluk-Nya, bukan berarti bahwa langit mencakup-Nya atau meliputi-Nya. Karena yang dimaksud dengan "langit" dalam konteks ini adalah makna ketinggian, bukan langit yang diciptakan. Atau dapat pula dikatakan bahwa huruf *fi* (di dalam) dalam ayat itu bermakna “ala” (di atas), yakni: “di atas langit.”

Dan kami nukilkan di sini perkataan para ulama yang menjelaskan dan memperjelas masalah ini:

Al-Hafizh Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah berkata:

"وَأَمَّا قَوْلُهُ تَعَالَى: (أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ) المُلْك/١٦، فَمَعْنَاهُ: مَنْ عَلَى السَّمَاءِ، يَعْنِي عَلَى الْعَرْشِ، وَقَدْ يَكُونُ (فِي) بِمَعْنَى (عَلَى)، أَلَا تَرَى إِلَى قَوْلِهِ تَعَالَى: (فَسِيحُوا فِي الْأَرْضِ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ) التَّوْبَة/٢، أَيْ: عَلَى الْأَرْضِ. وَكَذَلِكَ قَوْلُهُ: (وَلَأُصَلِّبَنَّكُمْ فِي جُذُوعِ النَّخْلِ) طه/٧١." انتهى.

"Adapun firman Allah Ta'ala: *‘Apakah kalian merasa aman dari (adzab) Dzat yang di langit...’* (QS. Al-Mulk: 16), maka maknanya adalah ‘yang berada di atas langit’, yaitu di atas ‘Arsy. Dan bisa saja huruf *‘fi’* (di) berarti *‘ala’* (di atas), tidakkah kamu melihat firman Allah Ta’ala: *‘Maka berjalanlah kalian di bumi selama empat bulan’* (QS. At-Taubah: 2), artinya adalah ‘di atas bumi’. Demikian pula firman-Nya: *‘Sungguh aku akan menyalib kalian di batang-batang pohon kurma’* (QS. Thaha: 71), artinya: ‘di atas batang-batang kurma’." (Selesai, *At-Tamhid* 7/130)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:

"السَّلَفُ وَالْأَئِمَّةُ وَسَائِرُ عُلَمَاءِ السُّنَّةِ إِذَا قَالُوا: (إِنَّهُ فَوْقَ الْعَرْشِ، وَإِنَّهُ فِي السَّمَاءِ فَوْقَ كُلِّ شَيْءٍ)، لَا يَقُولُونَ: إِنَّ هُنَاكَ شَيْئًا يَحْوِيهِ أَوْ يَحْصُرُهُ أَوْ يَكُونُ مَحَلًّا لَهُ أَوْ ظَرْفًا وَوِعَاءً، سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَنْ ذَلِكَ، بَلْ هُوَ فَوْقَ كُلِّ شَيْءٍ، وَهُوَ مُسْتَغْنٍ عَنْ كُلِّ شَيْءٍ، وَكُلُّ شَيْءٍ مُفْتَقِرٌ إِلَيْهِ، وَهُوَ عَالٍ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ، وَهُوَ الْحَامِلُ لِلْعَرْشِ وَلِحَمَلَةِ الْعَرْشِ بِقُدْرَتِهِ وَقُوَّتِهِ، وَكُلُّ مَخْلُوقٍ مُفْتَقِرٌ إِلَيْهِ، وَهُوَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَرْشِ وَعَنْ كُلِّ مَخْلُوقٍ.

وَمَا فِي الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ مِنْ قَوْلِهِ: (أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ)، وَنَحْوِ ذَلِكَ، قَدْ يَفْهَمُ مِنْهُ بَعْضُهُمْ أَنَّ "السَّمَاءَ" هِيَ نَفْسُ الْمَخْلُوقِ الْعَالِي، الْعَرْشُ فَمَا دُونَهُ، فَيَقُولُونَ: قَوْلُهُ: (فِي السَّمَاءِ) بِمَعْنَى: (عَلَى السَّمَاءِ)، كَمَا قَالَ: (وَلَأُصَلِّبَنَّكُمْ فِي جُذُوعِ النَّخْلِ)، أَيْ: عَلَى جُذُوعِ النَّخْلِ، وَكَمَا قَالَ: (فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ)، أَيْ: عَلَى الْأَرْضِ.

وَلَا حَاجَةَ إِلَى هَذَا، بَلْ "السَّمَاءُ" اسْمُ جِنْسٍ لِلْعَالِي، لَا يَخُصُّ شَيْئًا، فَقَوْلُهُ: (فِي السَّمَاءِ) أَيْ: فِي الْعُلُوِّ دُونَ السُّفْلِ.

وَهُوَ الْعَلِيُّ الْأَعْلَى، فَلَهُ أَعْلَى الْعُلُوِّ، وَهُوَ مَا فَوْقَ الْعَرْشِ، وَلَيْسَ هُنَاكَ غَيْرُهُ الْعَلِيُّ الْأَعْلَى، سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى." انتهى.

"Para ulama salaf, para imam, dan seluruh ulama Ahlus Sunnah ketika mereka mengatakan: *‘Sesungguhnya Allah di atas ‘Arsy’, dan *‘Dia di langit di atas segala sesuatu’*, mereka tidak bermaksud bahwa ada sesuatu yang membatasi, meliputi, menjadi tempat bagi-Nya, atau menjadi wadah bagi-Nya — Mahasuci Allah dari semua itu. Bahkan Dia di atas segala sesuatu, dan Dia tidak membutuhkan apa pun, sedangkan segala sesuatu butuh kepada-Nya. Dia Mahatinggi di atas segala sesuatu, dan Dialah yang memikul ‘Arsy dan para pemikul ‘Arsy dengan kekuatan dan kekuasaan-Nya. Setiap makhluk bergantung kepada-Nya, dan Dia tidak membutuhkan ‘Arsy maupun makhluk mana pun.

Apa yang ada dalam Al-Kitab dan As-Sunnah berupa firman-Nya: *‘Apakah kalian merasa aman dari (adzab) Dzat yang di langit’* dan semisalnya, dipahami oleh sebagian orang bahwa ‘langit’ maksudnya adalah makhluk yang tinggi itu, yaitu ‘Arsy dan yang di bawahnya. Maka mereka mengatakan: firman-Nya *‘di langit’* artinya *‘di atas langit’*, sebagaimana firman-Nya: *‘Sungguh aku akan menyalib kalian di batang-batang pohon kurma’* yang artinya *‘di atas batang-batang kurma’*, dan sebagaimana firman-Nya: *‘Maka berjalanlah kalian di bumi’* yang maksudnya *‘di atas bumi’*.

Namun sebenarnya, tidak perlu menakwil seperti itu. Karena kata *‘langit’* adalah nama umum bagi segala yang tinggi, tidak terbatas pada sesuatu yang spesifik. Maka firman-Nya *‘di langit’* artinya *‘di tempat yang tinggi’*, bukan di tempat yang rendah.

Dan Dia adalah *Al-‘Aliyyul A’la* (Yang Mahatinggi), maka milik-Nya-lah ketinggian yang paling tinggi, yaitu tempat di atas ‘Arsy, dan tidak ada sesuatu pun di atas-Nya. Dia-lah *Al-‘Aliyyul A’la*, Mahatinggi dan Mahasuci." (Selesai, *Majmu’ Al-Fatawa* 16/100–101)

===***===

BOLEHKAH BERKEYAKINAN BAHWA ALLAH ITU DEKAT?

Ada dua pendapat :

PENDAPAT PERTAMA :

Allah SWT bersemayam di atas ‘Arasy, namun dengan ilmu dan liputan-Nya, Allah Maha Dekat dan Dia bersama makhluk-Nya.

Sebagaiman yang dijelaskan oleh Imam An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim 17/26:

"لَيْسَ هُوَ بِأَصَمَّ وَلَا غَائِبٍ، بَلْ هُوَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ، وَهُوَ مَعَكُمْ بِالْعِلْمِ وَالْإِحَاطَةِ".

“Dia bukanlah Dzat yang tuli dan bukan pula yang gaib (tidak hadir ditempat), melainkan Dia Maha Mendengar, Maha Dekat, dan Dia bersama kalian dengan ilmu dan liputan-Nya”. [SELESAI]

Dalil-nya sebagaimana yang telah disebutkan diatas.

PENDAPAT KEDUA :

Allah SWT Maha Tinggi Di Atas ‘Arasy, yang terpisah dengan makhluk, namun Dia juga dekat dengan makhluknya ; karena Dia Maha Besar dan Karena Dia tidak terbatas dan tidak dibatasi oleh alam makhluk-Nya.

DALIL PENDAPAT KEDUA :

Dalil-dalil pendapat kedua ini adalah sbb :

DALIL PERTAMA :

Karena Allah SWT Maha Besar [اللَّهُ أكْبَر].

Makna Allah Maha Besar :

اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى أَكْبَرُ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ فِي هَذَا الْوُجُودِ، وَأَعْظَمُ وَأَجَلُّ وَأَعَزُّ وَأَعْلَى مِنْ كُلِّ مَا يَخْطُرُ بِالْبَالِ أَوْ يَتَصَوَّرُهُ الْخَيَالُ.

“Allah SWT lebih besar dari segala sesuatu di alam ini, dan lebih agung, lebih mulia, lebih berharga, dan lebih tinggi dari segala yang terlintas dalam benak atau dibayangkan oleh khayalan”.

عِبَارَةُ «اللّٰهُ أَكْبَرْ»، لِلدَّلَالَةِ عَلَى أَنَّ اللَّهَ أَعْظَمُ وَأَكْبَرُ مِنْ أَيِّ شَيْءٍ فِي الْكَوْنِ.

“Ungkapan "Allah Akbar" menunjukkan bahwa Allah lebih agung dan lebih besar dari segala sesuatu di alam semesta”.

DALIL KEDUA :

Kelak seluruh gugusan galaxy, bintang dan planet dalam genggaman Allah SWT. Langit-langit dilipat dengan tangan kanan-Nya.

Allah SWT berfirman :

﴿وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالْأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَاوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ ۚ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ عَمَّا يُشْرِكُونَ﴾

“Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan”. [QS. Az-Zumar: 67]

Yang dimaksud BUMI di sini adalah seluruh benda-benda padat dilangit : gugusan galaksi, planet, bintang, matahari dan bulan. 

Al-Imam al-Qurthuby dalam Tafsirnya 15/278 mengatakan :

وَالْمُرَادُ بِالْأَرْضِ الْأَرَضُونَ السَّبْعُ، يَشْهَدُ لِذَلِكَ شَاهِدَانِ قَوْلُهُ:" وَالْأَرْضُ جَمِيعاً" ‌وَلِأَنَّ ‌الْمَوْضِعَ ‌مَوْضِعَ ‌تَفْخِيمٍ ‌وَهُوَ ‌مُقْتَضٍ ‌لِلْمُبَالَغَةِ

Yang dimaksud dengan “bumi” adalah tujuh lapis bumi. Hal itu didukung oleh dua dalil: pertama, firman-Nya: “dan bumi seluruhnya”; dan karena konteks ayat tersebut adalah dalam rangka pengagungan, yang menuntut adanya penekanan yang kuat.

Dan yang sudah maklum adanya adalah :

أَنَّ الرَّقْمَ سَبْعَةَ عِنْدَ الْعَرَبِ يُفِيدُ الْكَثْرَةَ وَلَا يَتَحَدَّدُ فَقَطْ بِالسَّبْعَةِ عَدَدًا.

Bahwa : "ANGKA TUJUH di kalangan orang Arab menunjukkan banyak melimpah dan tidak terbatas pada tujuh angka saja" . [ Lihat : مُقَارَنَةٌ بَيْنَ الْوَصْفِ النَّبَوِيِّ وَتَصَوُّرِ عُلَمَاءِ الْفَضَاءِ لِلْكَوْنِ. oleh : Prof. DR. Mohammad Farsyoukh].

Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah bersabda:

" يَطْوِي اللهُ عَزَّ وَجَلَّ السَّمَاوَاتِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، ‌ثُمَّ ‌يَأْخُذُهُنَّ ‌بِيَدِهِ ‌الْيُمْنَى، ثُمَّ يَقُولُ: أَنَا الْمَلِكُ، أَيْنَ الْجَبَّارُونَ؟ أَيْنَ الْمُتَكَبِّرُونَ. ثُمَّ يَطْوِي الْأَرَضِينَ بِشِمَالِهِ، ثُمَّ يَقُولُ: أَنَا الْمَلِكُ أَيْنَ الْجَبَّارُونَ؟ أَيْنَ الْمُتَكَبِّرُونَ؟"

“Allah ‘Azza wa Jalla melipat langit-langit pada hari kiamat, kemudian menggenggamnya dengan tangan kanan-Nya, lalu berfirman: ‘Akulah Raja, di mana orang-orang yang sombong? Di mana orang-orang yang angkuh?’

Kemudian Dia melipat planet-planet dengan tangan kiri-Nya, lalu berfirman: ‘Akulah Raja, di mana orang-orang yang sombong? Di mana orang-orang yang angkuh?’”

[Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (7412) dan Muslim (2788)].

Dan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah bersabda :

"يَقْبِضُ اللَّهُ الأرْضَ يَومَ القِيامَةِ، ويَطْوِي السَّماءَ بيَمِينِهِ، ثُمَّ يقولُ: أنا المَلِكُ أيْنَ مُلُوكُ الأرْضِ".

Allah menggenggam bumi pada hari kiamat, dan melipat langit dengan tangan kanan-Nya, lalu berfirman: “Akulah Raja. Di mana para raja bumi?”

[Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (7382) dan Muslim (2787)].

Dan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu :

جَاءَ حَبْرٌ مِنَ الْيَهُودِ إِلَى رَسُولِ اللهِ ﷺ، فَقَالَ: إِنَّهُ إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ جَعَلَ اللهُ السَّمَاوَاتِ عَلَى أُصْبُعٍ، وَالْأَرْضِينَ عَلَى أُصْبُعٍ، وَالْجِبَالَ وَالشَّجَرَ عَلَى أُصْبُعٍ، وَالْمَاءَ وَالثَّرَى عَلَى أُصْبُعٍ، وَالْخَلَائِقَ كُلَّهَا عَلَى أُصْبُعٍ، ثُمَّ يَهُزُّهُنَّ، ثُمَّ يَقُولُ: أَنَا الْمَلِكُ، أَنَا الْمَلِكُ. قَالَ: فَلَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ ضَحِكَ حَتَّى بَدَتْ نَوَاجِذُهُ، تَعَجُّبًا لَهُ، وَتَصْدِيقًا لَهُ، ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ : {وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالْأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَاوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ}

Seorang rahib Yahudi datang kepada Rasulullah lalu berkata:

“Sesungguhnya apabila hari kiamat terjadi, Allah akan meletakkan langit-langit di atas satu jari, planet-planet di atas satu jari, gunung-gunung dan pepohonan di atas satu jari, air dan tanah liat di atas satu jari, dan seluruh makhluk di atas satu jari, lalu Dia mengguncangnya semuanya, kemudian berfirman: ‘Akulah Raja, Akulah Raja.’”

Rasulullah pun tertawa hingga tampak gigi gerahamnya, karena takjub kepadanya dan membenarkannya. Lalu Rasulullah membaca:

{وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالْأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَاوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ}

("Mereka tidak mengagungkan Allah sebagaimana mestinya, padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit-langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Mahasuci Dia dan Mahatinggi dari apa yang mereka persekutukan.") [QS. Az-Zumar: 67].

[Di kutip dari kitab at-Tauhid karya Ibnu Khuzaimah 1/184. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (7451) dan Muslim (2786) dengan sedikit perbedaan redaksi].

DALIL KETIGA :

Hati para anak cucu Adam berada diantara dua jari dari jari-jari ar-Rahman. Sebagaimana dalam hadits Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah  bersabda :

"إنَّ قُلُوبَ بَنِي آدَمَ كُلَّهَا بيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِن أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ، كَقَلْبٍ وَاحِدٍ، يُصَرِّفُهُ حَيْثُ يَشَاءُ، ثُمَّ قالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ: اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ القُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا علَى طَاعَتِكَ".

“Sesungguhnya hati seluruh anak Adam berada di antara dua jari dari jari-jari Ar-Rahman, seperti satu hati, Dia membolak-balikannya ke arah mana saja yang Dia kehendaki. Kemudian Rasulullah bersabda: "Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, arahkanlah hati kami kepada ketaatan kepada-Mu." [HR. Muslim no. 2654]

DALIL KEEMPAT :

Allah dan Rasul-Nya mengatakan bahwa Allah dekat :

Allah SWT berfirman :

﴿وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ﴾

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. [QS. Baqarah: 186.

Dan Allah SWT berfirman :

﴿وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ ۖ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ﴾

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya”. [QS. Qaaf: 16]

Dan Allah SWT berfirman :

﴿وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنكُمْ وَلَٰكِن لَّا تُبْصِرُونَ﴾

“Dan Kami lebih dekat kepadanya [nyawa di kerongkongan saat sekarat] dari pada kalian. Tetapi kalian tidak melihat”. [QS. Waqiah: 85]

Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallah ‘anhu, ia berkata:

لَمَّا غَزَا رَسولُ اللَّهِ ﷺ خَيْبَرَ -أوْ قالَ: لَمَّا تَوَجَّهَ رَسولُ اللَّهِ ﷺ أشْرَفَ النَّاسُ علَى وادٍ، فَرَفَعُوا أصْوَاتَهُمْ بالتَّكْبِيرِ: اللَّهُ أكْبَرُ اللَّهُ أكْبَرُ، لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ، فَقالَ رَسولُ اللَّهِ ﷺ: ارْبَعُوا علَى أنْفُسِكُمْ؛ إنَّكُمْ لا تَدْعُونَ أصَمَّ ولَا غَائِبًا؛ إنَّكُمْ تَدْعُونَ سَمِيعًا قَرِيبًا وهو معكُمْ. وأَنَا خَلْفَ دَابَّةِ رَسولِ اللَّهِ ﷺ، فَسَمِعَنِي وأَنَا أقُولُ: لا حَوْلَ ولَا قُوَّةَ إلَّا باللَّهِ، فَقالَ لِي: يا عَبْدَ اللَّهِ بنَ قَيْسٍ. قُلتُ: لَبَّيْكَ يا رَسولَ اللَّهِ، قالَ: ألَا أدُلُّكَ علَى كَلِمَةٍ مِن كَنْزٍ مِن كُنُوزِ الجَنَّةِ؟ قُلتُ: بَلَى يا رَسولَ اللَّهِ، فَدَاكَ أبِي وأُمِّي، قالَ: لا حَوْلَ ولَا قُوَّةَ إلَّا باللَّهِ.

Ketika Rasulullah berangkat ke perang Khaibar – atau dia berkata: ketika Rasulullah sedang dalam perjalanan – orang-orang melihat ke arah sebuah lembah, lalu mereka mengeraskan suara mereka dengan takbir: Allahu akbar, Allahu akbar, la ilaha illallah. Maka Rasulullah bersabda: tenangkanlah diri kalian, karena sesungguhnya kalian tidak sedang menyeru Dzat yang tuli atau gaib. Sesungguhnya kalian sedang menyeru Dzat yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat, dan Dia bersama kalian.

Aku (Abu Musa) berada di belakang tunggangan Rasulullah , lalu beliau mendengarku saat aku mengucapkan: la hawla wa la quwwata illa billah. Maka beliau berkata kepadaku: wahai Abdullah bin Qais. Aku menjawab: labbaik ya Rasulullah.

Beliau bersabda: maukah aku tunjukkan kepadamu sebuah kalimat dari perbendaharaan surga?

Aku menjawab: tentu, wahai Rasulullah, semoga ayah dan ibuku menjadi tebusan bagimu.

Beliau bersabda: la hawla wa la quwwata illa billah.

[HR. Bukhori no. 4205 dan Muslim no. 2704]

Lafadz riwayat lain dari Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu :

" كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللهِ ﷺ فِي غَزَاةٍ، فَجَعَلْنَا لَا نَصْعَدُ شَرَفًا، وَلَا نَعْلُو شَرَفًا، وَلَا نَهْبِطُ فِي وَادٍ إِلَّا رَفَعْنَا أَصْوَاتَنَا بِالتَّكْبِيرِ. قَالَ: فَدَنَا مِنَّا رَسُولُ اللهِ ﷺ فَقَالَ: " أَيُّهَا النَّاسُ ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ؛ فَإِنَّكُمْ مَا تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا، إِنَّمَا تَدْعُونَ سَمِيعًا بَصِيرًا. ‌إِنَّ ‌الَّذِي ‌تَدْعُونَ ‌أَقْرَبُ ‌إِلَى ‌أَحَدِكُمْ ‌مِنْ ‌عُنُقِ ‌رَاحِلَتِهِ. يَا عَبْدَ اللهِ بْنَ قَيْسٍ، أَلَا أُعَلِّمُكَ كَلِمَةً مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ؟ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ "

“Kami pernah bersama Rasulullah dalam suatu peperangan. Maka setiap kali kami naik tempat yang tinggi, atau menaiki suatu ketinggian, atau turun ke lembah, kami mengeraskan suara dengan takbir.

Rasulullah pun mendekati kami dan bersabda:

“Wahai manusia, tenangkanlah diri kalian (pelankan suara kalian)! Sesungguhnya kalian tidak sedang menyeru Dzat yang tuli atau yang gaib. Sesungguhnya kalian menyeru Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Sesungguhnya Dzat yang kalian seru itu lebih dekat kepada salah seorang dari kalian daripada leher hewan kendaraannya.

Wahai Abdullah bin Qais, maukah aku ajarkan kepadamu sebuah kalimat dari perbendaharaan surga?

La aula wa lā quwwata illā billāh (Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah).’”

[HR. Ahmad dalam al-Musnad 32/374 no. 19599]

Syu’aib al-Arna’uth beserta para pentahqiq al-Musnad berkata :

"إِسْنَادُهُ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ. خَالِدُ الحَذَّاءُ: هُوَ ابْنُ مِهْرَانَ، وَأَبُو عُثْمَانَ النَّهْدِيُّ: هُوَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنَ مَلٍّ. وَأَخْرَجَهُ الْبَيْهَقِيُّ فِي "الأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ" (٣٨٩) مِنْ طَرِيقِ الإِمَامِ أَحْمَدَ، بِهٰذَا الإِسْنَادِ".

“Sanadnya sahih sesuai dengan syarat Al-Bukhari dan Muslim. Khalid Al-Hadzdza’: adalah Ibnu Mehran, dan Abu Utsman An-Nahdi: adalah Abdurrahman bin Mal. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam kitab *Al-Asma’ wa Ash-Shifat* (hal. 389) melalui jalur Imam Ahmad dengan sanad ini”.

Hadis ini diriwayatkan secara lengkap dan ringkas oleh Muslim (2704) (46), An-Nasa’i dalam *As-Sunan Al-Kubra* (7680), Ath-Thabarani dalam *Ad-Du‘a* (1671), Al-Lalikai (683) (684), serta Al-Baihaqi dalam *Al-Asma’ wa Ash-Shifat* (70) dan *Ad-Da‘awat* (266) melalui jalur ‘Abdul Wahhab, dengan sanad tersebut.

Hadis ini juga diriwayatkan oleh Al-Bukhari (6610), An-Nasa’i dalam *Al-Kubra* (7681), Abu ‘Awanah (sebagaimana dalam *Ithaf Al-Maharah* 10/41), Abu Nu‘aim dalam *Al-Hilyah* 8/186, dan Al-Baihaqi dalam *Al-Asma’ wa Ash-Shifat* (928) dan *Syu‘ab Al-Iman* (662) dari dua jalur melalui Khalid Al-Hadzdza’, dengan sanad tersebut.

Abu Nu‘aim berkata:

هٰذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

“Ini adalah hadis sahih yang disepakati (kesahihannya).”

Namun Imam An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim 17/26 menjelaskan :

"ارْبَعُوا: مَعْنَاهُ ارْفُقُوا بِأَنْفُسِكُمْ، وَاخْفِضُوا أَصْوَاتَكُمْ، فَإِنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ إِنَّمَا يَفْعَلُهُ الْإِنْسَانُ لِبُعْدِ مَنْ يُخَاطِبُهُ لِيُسْمِعَهُ، وَأَنْتُمْ تَدْعُونَ اللهَ تَعَالَى، وَلَيْسَ هُوَ بِأَصَمَّ وَلَا غَائِبٍ، بَلْ هُوَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ، وَهُوَ مَعَكُمْ بِالْعِلْمِ وَالْإِحَاطَةِ، فَفِيهِ النَّدْبُ إِلَى خَفْضِ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ إِذَا لَمْ تَدْعُ حَاجَةٌ إِلَى رَفْعِهِ، فَإِنَّهُ إِذَا خَفَضَهُ كَانَ أَبْلَغَ فِي تَوْقِيرِهِ وَتَعْظِيمِهِ، فَإِنْ دَعَتْ حَاجَةٌ إِلَى الرَّفْعِ رَفَعَ، كَمَا جَاءَتْ بِهِ أَحَادِيثُ. وَقَوْلُهُ ﷺ فِي هَذِهِ الرِّوَايَةِ الْأُخْرَى: الَّذِي تَدْعُونَهُ أَقْرَبُ إِلَى أَحَدِكُمْ مِنْ عُنُقِ رَاحِلَةِ أَحَدِكُمْ، هُوَ بِمَعْنَى مَا سَبَقَ، وَحَاصِلُهُ أَنَّهُ مَجَازٌ، كَقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ﴾، وَالْمُرَادُ تَحْقِيقُ سَمَاعِ الدُّعَاءِ".

"'Irba’uu (ارْبَعُوْا) : maknanya adalah: bersikaplah lemah lembut terhadap diri kalian, dan rendahkanlah suara kalian, karena meninggikan suara biasanya dilakukan seseorang ketika berbicara dengan orang yang jauh agar bisa mendengarnya. Sedangkan kalian sedang berdoa kepada Allah Ta‘ala, dan Dia bukanlah Dzat yang tuli dan bukan pula yang gaib, bahkan Dia Maha Mendengar dan Maha Dekat, dan Dia bersama kalian dengan ilmu dan pengawasan-Nya.

Hadis ini menunjukkan anjuran untuk merendahkan suara dalam berzikir jika tidak ada kebutuhan untuk meninggikannya. Karena jika direndahkan, itu lebih menunjukkan pengagungan dan pemuliaan terhadap-Nya. Namun jika ada kebutuhan untuk mengeraskan suara, maka boleh dikeraskan, sebagaimana telah datang dalam beberapa hadis.

Adapun sabda Rasulullah dalam riwayat lain: 'Dan sesungguhnya Dzat yang kalian seru lebih dekat kepada salah seorang dari kalian daripada leher hewan kendaraannya', itu memiliki makna seperti sebelumnya, dan kesimpulannya adalah bahwa itu merupakan ungkapan majaz, sebagaimana firman Allah Ta‘ala:

"Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya" (Qaf: 16),

Yang dimaksud adalah penegasan bahwa Allah mendengar doa. [SELESAI]

DALIL KELIMA :

Makna tinggi diatas langit adalah terpisah dari seluruh makhluk-nya. Sementara makhluk terbesar adalah ‘Arasy.

Syeikh Muhammad al-Munajjid menjelaskan :  

أَنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لَا يُحِيطُ بِهِ شَيْءٌ مِنْ خَلْقِهِ، وَلَا تَحْوِيهِ مَخْلُوقَاتُهُ، وَهُوَ سُبْحَانَهُ غَنِيٌّ عَنْهَا، فَقَدْ تَنَزَّهَ عَنِ الْحَاجَةِ إِلَيْهَا، وَتَعَالَى أَنْ يُحِيطَ بِهِ الْمَخْلُوقُ الْمُحْدَثُ النَّاقِصُ.

Bahwa Allah Azza wa Jalla tidak dilingkupi oleh apa pun dari makhluk-Nya, dan tidak ada satu makhluk pun yang dapat membatasi-Nya.

Dia Maha Kaya dari segala sesuatu, Maha Suci dari ketergantungan terhadap selain-Nya, dan Maha Tinggi untuk dilingkupi oleh makhluk yang baru lagi serba kurang.

Allah berfirman:

(لَا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الْأَبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ)

“Pandangan tidak dapat menjangkau-Nya, dan Dia-lah yang menjangkau pandangan, dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-An’am: 103)

Dan firman-Nya:

﴿يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْمًا﴾

“Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka dan apa yang di belakang mereka, dan mereka tidak dapat meliputi-Nya dengan ilmu.” (Thaha: 110)

Dan firman-Nya :

﴿يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ ۖ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ ۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ ۖ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا ۚ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ﴾

“Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak dapat meliputi apapun dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”. [QS. Al-Baqarah: 255]

Abu Dzar Al-Ghafari radhiyallahu 'anhu meriwayatkan: bahwa Nabi bersabda :

" مَا السَّمَاوَاتُ السَّبعُ فِي الْكُرْسِيِّ إِلَّا كَحَلْقَةٍ مُلْقَاةٍ بِأَرْضِ فَلَاةٍ، وَفَضْلُ الْعَرْشِ عَلَى الْكُرْسِيِّ كَفَضْلِ تِلْكَ الْفَلَاةِ عَلَى تِلْكَ الْحَلْقَةِ".

“Perumpamaan langit yang tujuh dibandingkan dengan Kursi seperti cincin yang dilemparkan di padang sahara yang luas. 

Dan kelebihan (keunggulan) ‘Arsy atas Kursi seperti kelebihan (keunggulan) padang sahara yang luas itu atas cincin tersebut.” 

[HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Kitaabul ‘Arsy no. 58 , Ibnu Hibban n0. 361 , al-Baihaqi dalam al-Asmaa wa ash-Shifaat no. 861 dan Abu Naim dalam ((Hilyat Al-Awliya’) (1/167) secara panjang lebar dari Sahabat Abu Dzarr al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu .

Dishahihkan oleh Ibnu al-Qoyyim dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (I/223 no. 109) dan التَّعْلِيقُ عَلَى الطَّحَاوِيَّةِ no. 36.

Dan yang sudah maklum adanya adalah :

أَنَّ الرَّقْمَ سَبْعَةَ عِنْدَ الْعَرَبِ يُفِيدُ الْكَثْرَةَ وَلَا يَتَحَدَّدُ فَقَطْ بِالسَّبْعَةِ عَدَدًا.

Bahwa : "ANGKA TUJUH di kalangan orang Arab menunjukkan banyak melimpah dan tidak terbatas pada tujuh angka saja" . [ Lihat : مُقَارَنَةٌ بَيْنَ الْوَصْفِ النَّبَوِيِّ وَتَصَوُّرِ عُلَمَاءِ الْفَضَاءِ لِلْكَوْنِ. oleh : Prof. DR. Mohammad Farsyoukh].

Ahlus Sunnah menetapkan bahwa ketinggian Allah Ta’ala di atas Arsy dan seluruh makhluk-Nya berarti bahwa Dia Subhanahu wa Ta’ala benar-benar berada di atas seluruh makhluk, di atas langit, di atas surga, dan di atas Arsy. Dan bahwa Dia Subhanahu wa Ta’ala tidak dilingkupi oleh makhluk apa pun, tidak membutuhkan sesuatu pun dari makhluk-Nya, bahkan Dialah Pencipta dan Pemelihara mereka.

Adapun nash-nash yang menyebutkan bahwa Allah “di langit”, maka maksudnya adalah bahwa Dia Subhanahu Maha Tinggi di atas makhluk-Nya, bukan berarti bahwa langit mencakup-Nya atau meliputi-Nya. Karena yang dimaksud dengan "langit" dalam konteks ini adalah makna ketinggian, bukan langit yang diciptakan. Atau dapat pula dikatakan bahwa huruf *fi* (di dalam) dalam ayat itu bermakna “ala” (di atas), yakni: “di atas langit.”

Permisalan : ketika seseorang menunjuk arah ketinggian dengan jarinya ke atas atau ke langit saat, maka itu pada hakikatnya makna tinggi itu adalah menjauh terpisah dari bumi. Karena bumi itu bulat, bukan datar.

Jadi ketika seseorang mengatakan Allah diatas sambil menunjukkan jarinya ke atas, maka maksudnya adalah bahwa Allah SWT terpisah dari alam semesta alias terpisah dari seluruh makhluknya, yakni ; tidak menyatu dengan-nya. Sementara makhluk Allah yang terbesar adalah ‘Arasy.

Ada seorang pastur kristen di Menado yang masuk Islam, dia menulis sebuah karya tulis. Dia menulis di cover bukunya sebuah ungkapan seperti ini :

“Belum pernah ada seorang tukang kayu pengrajin bikin meja dan kursi bisa berubah menjadi meja dan kursi atau menyatu dengan salah satunya. Begitu juga dengan Allah Sang Pencipta Manusia, tidaklah mungkin berubah menjadi Yesus atau menyatu dengan-nya”.   

DALIL KEENAM :

Terpisahnya dua makhluk tidak mesti saling berjauhan, meski terpisah oleh dua alam berbeda. Apalagi Allah SWT Yang Maha Meliputi Segala Sesuatu.

Berikut ini contoh-contoh dua makhluk yang terpisah tapi berdekatan :

CONTOH KE 1 : Terpisahnya Manusia dan Jin oleh dua alam, namun mereka bisa saling berdekatan.

Dari Anas bin Malik, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda:

" ‌إِنَّ ‌الشَّيْطَانَ ‌يَجْرِي ‌مِنْ ‌ابْنِ ‌آدَمَ ‌مَجْرَى ‌الدَّمِ"

“Sesungguhnya setan mengalir dalam diri anak Adam sebagaimana aliran darah.”

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam *Al-Adab Al-Mufrad* (1288), Muslim (2174), Ahmad no. 12592, Al-Baihaqi dalam *Al-Adab* (282) dan dalam *Syu‘ab Al-Iman* (6799), Abu Dawud (4719), Abu Ya‘la (3470), Abu ‘Awanah dalam bab izin sebagaimana dalam *Ithaf Al-Maharah* 1/482, dan Ath-Thahawi dalam *Syarh Musykil Al-Atsar* (108).

Syu’aib al-Arna’uth beserta para pentahqiq al-Musnad 20/47 berkata :

إِسْنَادُهُ صَحِيحٌ، رِجَالُهُ ثِقَاتٌ رِجَالُ الصَّحِيحِ۔

“Sanadnya shahih, para perawinya adalah perawi-perawi yang terpercaya sebagaimana perawi kitab Shahih”.

Dari Ali bin Husain :

أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ أَتَتْهُ صَفِيَّةُ بِنْتُ حُيَيٍّ فَلَمَّا رَجَعَتِ انْطَلَقَ مَعَهَا، فَمَرَّ بِهِ رَجُلَانِ مِنَ الأَنْصَارِ فَدَعَاهُمَا، فَقَالَ: «إِنَّمَا هِيَ صَفِيَّةُ»، قَالَا: سُبْحَانَ اللَّهِ، قَالَ: «‌إِنَّ ‌الشَّيْطَانَ ‌يَجْرِي ‌مِنَ ‌ابْنِ ‌آدَمَ ‌مَجْرَى ‌الدَّمِ»

Bahwa Nabi pernah didatangi oleh Shafiyah binti Huyay. Ketika ia telah selesai dan kembali, Nabi pun berjalan bersamanya. Lalu lewatlah dua orang laki-laki dari kalangan Anshar, maka beliau memanggil mereka berdua dan bersabda: “Sesungguhnya ini adalah Shafiyah.”

Keduanya berkata: “Subhanallah.”

Beliau bersabda: “Sesungguhnya setan mengalir dalam diri anak Adam sebagaimana aliran darah.” [HR. Bukhori no. 7171]

Jin dan syaitan meski beda alam dengan manusia, namun Jin dan Syeitan bisa melihat manusia, tapi tidak bagi manusia. Allah SWT berfirman:

﴿يَا بَنِي آدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُم مِّنَ الْجَنَّةِ يَنزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْآتِهِمَا ۗ إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْ ۗ إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ لِلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ﴾

“Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kalian dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapa kalian dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya.

Sesungguhnya ia (Syaitan) beserta para pengikutnya melihat kalian, dari tempat yang kalian tidak dapat melihat mereka.

Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kalian dan suatu tempat yang kalian tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman”. [QS. Al-Araf: 27]

CONTOH KE 2 : 

Terpisahnya Manusia dan Malaikat oleh dua alam, namun mereka bisa saling berdekatan, padahal alam para malaikat di atas langit

Para Ulama mengatakan :

أَنَّ سَكَنَ الْمَلَائِكَةِ هُوَ السَّمَاءُ، وَأَنَّهُمْ يَتَّخِذُونَهَا مَنْزِلًا لَهُمْ، وَيَنْزِلُونَ إِلَى الْأَرْضِ فِي بَعْضِ الْأَحْيَانِ لِتَنْفِيذِ أَوَامِرِ اللَّهِ.

“Tempat tinggal para malaikat adalah langit, dan mereka menjadikannya sebagai tempat menetap mereka untuk selamanya, serta turun ke bumi pada waktu-waktu tertentu untuk melaksanakan perintah Allah”.

Dan bahwa di langit ketujuh terdapat sebuah rumah yang disebut "Al-Baitul Ma'mur", yang dimasuki setiap hari oleh tujuh puluh ribu malaikat, mereka shalat di dalamnya, dan setelah itu mereka tidak akan kembali lagi ke sana.

Dari Khalid bin ‘Ur’urah (عُرْعُرَةَ):

أَنَّ رَجُلًا قَالَ لَعَلِيٍّ: مَا الْبَيْتُ الْمَعْمُورُ؟ قَالَ: بَيْتٌ فِي السَّمَاءِ يُقَالُ لَهُ الضُّرَاحُ، وَهُوَ بِحِيَالِ الْكَعْبَةِ مِنْ فَوْقِهَا، حُرْمَتُهُ فِي السَّمَاءِ كَحُرْمَةِ الْبَيْتِ فِي الْأَرْضِ، ‌يُصَلِّي ‌فِيهِ ‌كُلَّ ‌يَوْمٍ ‌سَبْعُونَ ‌أَلْفًا ‌مِنَ ‌الْمَلَائِكَةِ ثُمَّ لَا يَعُودُونَ فِيهِ أَبَدًا

bahwa seorang laki-laki berkata kepada Ali: “Apakah Al-Baitul Ma’mur itu?” Ali menjawab: “Itu adalah sebuah rumah di langit yang disebut Adh-Dhuraah, yang letaknya sejajar dengan Ka'bah dari atasnya. Kehormatannya di langit seperti kehormatan Baitullah di bumi. Setiap hari tujuh puluh ribu malaikat salat di dalamnya, lalu mereka tidak kembali ke sana selamanya.”

Demikian juga diriwayatkan oleh Syu’bah dan Sufyan Ats-Tsauri dari Simak.

Diriwayatkan oleh: Ibnu Wahb dalam *Al-Jami‘ fi Tafsir al-Qur’an* (2/81) no. (152), Al-Azraqi dalam *Akhbar Makkah* (1/49–55), Ibnu Jarir dalam *Tafsirnya* (11/480–481), Al-Baihaqi dalam *Syu‘ab al-Iman* no. (3704), dan Ishaq bin Rahuyah sebagaimana disebutkan oleh Al-Hafizh dalam *Al-Matalib al-‘Aliyah* no. (3730). As-Suyuthi menisbatkannya kepada: Ibnu Al-Mundzir, dan Ibnu Abi Hatim dalam *Ad-Durr al-Mantsur* (6/144).

Hadis ini memiliki penguat dari riwayat: Ibnu Abbas, Abu Dzar, Anas, dan Abdullah bin Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhum semua, dan dengan penguat-penguat itu hadis ini menjadi kuat. Lihat: *Fath al-Bari* (6/356), dan *As-Silsilah Ash-Shahihah* karya al-Albani no. (477).

Dan Al-‘Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas:

هُوَ بَيْتٌ حِذَاءَ الْعَرْشِ تُعَمِّرُهُ الْمَلَائِكَةُ، ‌يُصَلِّي ‌فِيهِ ‌كُلَّ ‌يَوْمٍ ‌سَبْعُونَ ‌أَلْفًا ‌مِنَ ‌الْمَلَائِكَةِ ثُمَّ لَا يَعُودُونَ إِلَيْهِ.

“Itu adalah rumah yang sejajar dengan Arsy, yang dihuni oleh para malaikat. Setiap hari tujuh puluh ribu malaikat salat di dalamnya lalu tidak kembali lagi kepadanya.” Demikian pula yang dikatakan oleh Ikrimah, Mujahid, Ar-Rabi’ bin Anas, As-Suddi, dan selain mereka dari kalangan salaf.

[Referensi : Tafsir ath-Thobari 10/27, Tafsir Ibnu Katsir 7/428, al-Bidayah wan Nihayah 1/93,  Alamul Malaikah Alamul Ajaa’ib karya Ahmad Al-Jauhari Abdul Jawad]

Allah SWT berfirman :

﴿تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ ﴾

“Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan”. [QS. Al-Qadr: 4]

Setelah itu mereka naik kembali ke langit, Allah SWT berfirman :

﴿تَعْرُجُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ مِّمَّا تَعُدُّونَ. ذَٰلِكَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ

“Malaikat-malaikat dan Jibril naik kepada-Nya dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun menurut perhitungan kalian. Yang demikian itu ialah Tuhan Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.”. [QS. Al-Maarij: 4-5]

Namun demikian ada sebagian para malaikat yang dekat dengan manusia. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT:

﴿مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ﴾

Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir (Roqib dan Atiid). [QS. Qaf: 18]

Malaikat Jibril meskipun berada di langit yang tinggi namun dia dia dekat dengan Nabi , karena batasan alam ghaib itu sangat relatif.

Allah SWT berfirman:

﴿ نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الْأَمِينُ * عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنْذِرِينَ * بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُبِينٍ ﴾

“Ruhul Amin (Jibril) menurunkannya (wahyu) ke dalam hatimu (Muhammad) agar engkau termasuk orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas.” [QS. Asy-Syu'ara: 193-195]

Kecepatan Jibril -‘alaihis salam- menyampaikan wahyu kepada Nabi .

Dari Shafwan bin Ya'la bin Umayyah :

"أَنَّ يَعْلَى كَانَ يَقُولُ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ لَيْتَنِي أَرَى النَّبِيَّ ﷺ حِينَ يُنْزَلُ عَلَيْهِ قَالَ فَلَمَّا كَانَ بِالْجِعْرَانَةِ وَعَلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ ثَوْبٌ قَدْ أُظِلَّ بِهِ مَعَهُ نَاسٌ مِنْ أَصْحَابِهِ مِنْهُمْ عُمَرُ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ عَلَيْهِ جُبَّةٌ مُتَضَمِّخًا بِطِيبٍ قَالَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ تَرَى فِي رَجُلٍ أَحْرَمَ بِعُمْرَةٍ فِي جُبَّةٍ بَعْدَ مَا تَضَمَّخَ بِطِيبٍ فَنَظَرَ النَّبِيُّ ﷺ سَاعَةً ثُمَّ سَكَتَ فَجَاءَهُ الْوَحْيُ فَأَشَارَ عُمَرُ إِلَى يَعْلَى أَنْ تَعَالَ فَجَاءَ يَعْلَى فَأَدْخَلَ رَأْسَهُ فَإِذَا النَّبِيُّ ﷺ مُحْمَرُّ الْوَجْهِ كَذَلِكَ سَاعَةً ثُمَّ سُرِّيَ عَنْهُ فَقَالَ أَيْنَ الَّذِي سَأَلَنِي عَنْ الْعُمْرَةِ آنِفًا فَالْتُمِسَ الرَّجُلُ فَأُتِيَ بِهِ فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ أَمَّا الطِّيبُ الَّذِي بِكَ فَاغْسِلْهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ وَأَمَّا الْجُبَّةُ فَانْزِعْهَا ثُمَّ اصْنَعْ فِي عُمْرَتِكَ كَمَا تَصْنَعُ فِي حَجَّتِكَ".

Bahwa Ya'la berkata kepada Umar bin Khathab radliallahu 'andu :

"Sekiranya aku melihat Nabi saat wahyu diturunkan kepadanya."

Perawi berkata, "Saat ia berada di Ji'ranah sedangkan pada Rasulullah terdapat kain yang beliau gunakan untuk bernaung bersama para sahabat yang ada di disekitarnya, dan di antaranya adalah Umar. Tiba-tiba datanglah seorang laki-laki dengan mengenakan Jubbah dan memakai wangi-wangian, laki-laki itu lalu bertanya,

"Wahai Rasulullah, bagaimanakah menurut anda tentang seorang yang melakukan ihram dengan niat umrah dengan memakai Jubbah yang telah dilumuri minyak wangi?"

Rasulullah merenung sejenak kemudian diam, lalu turunlah wahyu.

Kemudian Umar pun memberikan isyarat kepada Ya'la : "Kemarilah."

Maka Ya'la pun datang dan memasukkan kepalanya, ternyata ia melihat Nabi wajahnya memerah beberapa saat, kemudian kembali ceria seperti sedia kala.

Setelah itu, Nabi bertanya: "Kemana orang yang tadi bertanya kepadaku tentang umrah?" maka dicarilah laki-laki itu dan didatangkan kepada beliau.

Nabi lantas bersabda: "Adapun wewangian yang ada padamu, maka cucilah ia tiga kali. Sedang Jubbah milikmu, maka lepaskanlah. Kemudian kerjakanlah dalam umrahmu sebagaimana yang kamu lakukan dalam haji." [HR. Bukhori no. 4329 dan Muslim no. 1180]

Ditambah lagi ukuran fisik para malaikat itu sangatlah besar terutama para malaikat pemikul ‘Arasy. Bagitu pula malaikat Jibril, menutup cakrawala, yang membuatnya menjadi dekat, meski di alam yang berbeda. Jika tidak beda alam, maka bisa dipastikan akan berbenturan dengan benda-benda langit, gugusan galaksi, planet, bintang dan benda lainnya.

Allah SWT berfirman tentang para malaikat pemikul ‘Arasy:

﴿وَالْمَلَكُ عَلَىٰ أَرْجَائِهَا ۚ وَيَحْمِلُ عَرْشَ رَبِّكَ فَوْقَهُمْ يَوْمَئِذٍ ثَمَانِيَةٌ﴾

Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung 'Arsy Tuhanmu di atas (kepala) mereka. [QS. Al-Haqqah: 17].

Sebagaimana yang telah diketahui bahwa Arasy adalah makhluk Allah yang terbesar.

Imam Muslim meriwayatkan (no. 177) dari Masruq, ia berkata:

قُلْتُ لِعَائِشَةَ: فَأَيْنَ قَوْلُهُ: ﴿ثُمَّ دَنَا فَتَدَلَّى. فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنَى. فَأَوْحَى إِلَى عَبْدِهِ مَا أَوْحَى﴾.

قَالَتْ: "إِنَّمَا ذَاكَ جِبْرِيلُ ﷺ كَانَ يَأْتِيهِ فِي صُورَةِ الرِّجَالِ، وَإِنَّهُ أَتَاهُ فِي هَذِهِ الْمَرَّةِ فِي صُورَتِهِ الَّتِي هِيَ صُورَتُهُ ، فَسَدَّ أُفُقَ السَّمَاءِ".

Aku berkata kepada Aisyah: Bagaimana dengan firman Allah:

*(“Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat, maka jadilah dia dekat (pada Muhammad) sejarak dua ujung busur atau lebih dekat. Lalu Dia mewahyukan kepada hamba-Nya apa yang Dia wahyukan”) (An-Najm: 8–10)*?

Aisyah berkata: “Itu adalah Jibril . Ia biasanya datang kepada Rasulullah dalam bentuk seorang laki-laki. Namun dalam kesempatan ini, ia datang dalam bentuk aslinya, maka ia memenuhi cakrawala langit.”

Dan dalam riwayat lain (Muslim no. 177) dari Aisyah, bahwa Rasulullah bersabda:

(إِنَّمَا هُوَ جِبْرِيلُ، لَمْ أَرَهُ عَلَى صُورَتِهِ الَّتِي خُلِقَ عَلَيْهَا غَيْرَ هَاتَيْنِ الْمَرَّتَيْنِ، رَأَيْتُهُ مُنْهَبِطًا مِنَ السَّمَاءِ سَادًّا عِظَمُ خَلْقِهِ مَا بَيْنَ السَّمَاءِ إِلَى الْأَرْضِ).

“Itu adalah Jibril. Aku tidak pernah melihatnya dalam bentuk aslinya yang ia diciptakan atasnya kecuali dua kali: aku melihatnya turun dari langit dan tubuhnya yang besar memenuhi antara langit dan bumi.”

Maka besarnya tubuh Jibril 'alaihissalam memenuhi ruang antara langit dan bumi, yaitu wilayah yang dilihat oleh Rasulullah saat Jibril turun dari langit.

Sebagaimana juga dalam riwayat Al-Bukhari (4858) dari Abdullah radhiyallahu 'anhu tentang firman Allah:

﴿لَقَدْ رَأَىٰ مِنْ آيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَىٰ﴾

“Sungguh dia telah melihat sebagian tanda-tanda terbesar Tuhannya”* (QS. An-Najm: 18),

Dia berkata:

" رَأَى رَفْرَفًا أَخْضَرَ قَدْ سَدَّ الأُفُقَ".

“Rasulullah melihat hamparan hijau (rafraf akhdhar) yang telah menutupi seluruh cakrawala.”

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah ta'ala berkata:

يُوَضِّحُ الْمُرَادَ مَا أَخْرَجَهُ النَّسَائِيُّ وَالْحَاكِمُ مِنْ طَرِيقِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ عَنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ أَبْصَرَ نَبِيُّ اللَّهِ ﷺ جِبْرِيلَ عَلَيْهِ السَّلَامُ عَلَى رَفْرَفٍ قَدْ مَلَأَ مَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ فَيَجْتَمِعُ مِنَ الْحَدِيثَيْنِ أَنَّ الْمَوْصُوفَ جِبْرِيلُ وَالصِّفَةُ الَّتِي كَانَ عَلَيْهَا

‌وَقَدْ ‌وَقَعَ ‌فِي ‌رِوَايَةِ ‌مُحَمَّدِ ‌بْنِ ‌فُضَيْلٍ ‌عِنْدَ ‌الْإِسْمَاعِيلِيِّ وَفِي رِوَايَة بن عُيَيْنَةَ عِنْدَ النَّسَائِيِّ كِلَاهُمَا عَنِ الشَّيْبَانِيِّ عَنْ زِرٍّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّهُ رَأَى جِبْرِيلَ لَهُ سِتُّمِائَةِ جَنَاحٍ قَدْ سَدَّ الْأُفُقَ وَالْمُرَادُ أَنَّ الَّذِي سَدَّ الْأُفُقَ الرَّفْرَفُ الَّذِي فِيهِ جِبْرِيلُ فَنَسَبَ جِبْرِيلَ إِلَى سَدِّ الْأُفُقِ مَجَازًا

وَفِي رِوَايَةِ أَحْمَدَ وَالتِّرْمِذِيِّ وَصَحَّحَهَا مِنْ طَرِيقِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ عَنِ بن مَسْعُودٍ رَأَى جِبْرِيلَ فِي حُلَّةٍ مِنْ رَفْرَفٍ قَدْ مَلَأَ مَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَبِهَذِهِ الرِّوَايَةِ يُعْرَفُ الْمُرَادُ بِالرَّفْرَفِ وَأَنَّهُ حُلَّةٌ".

"Penjelasan tentang maksudnya diperjelas oleh riwayat An-Nasa’i dan Al-Hakim dari jalur Abdurrahman bin Yazid dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata: *'Nabi Allah melihat Jibril di atas rafraf (hamparan), yang telah memenuhi antara langit dan bumi.'*

Maka dari dua hadis ini dapat disimpulkan bahwa yang dilihat adalah Jibril dan sifat keadaannya saat itu. Dalam riwayat Muhammad bin Fudlail yang diriwayatkan oleh Al-Isma‘ili, dan riwayat Ibnu ‘Uyaynah dalam riwayat An-Nasa’i –keduanya dari Asy-Syaibani dari Zar dari Abdullah– disebutkan: *(Bahwa beliau melihat Jibril memiliki enam ratus sayap, yang telah menutupi cakrawala)*.

Yang dimaksud dengan ‘menutupi cakrawala’ adalah *rafraf* (hamparan hijau) yang terdapat Jibril di atasnya, maka penisbatan penutupan cakrawala kepada Jibril adalah secara majaz (kiasan).

Dan dalam riwayat Ahmad dan At-Tirmidzi –dan dinyatakan sahih– dari jalur Abdurrahman bin Yazid dari Ibnu Mas’ud disebutkan:

*(Rasulullah melihat Jibril dalam pakaian dari rafraf, yang telah memenuhi antara langit dan bumi)*.

Dengan riwayat ini, diketahui maksud dari *rafraf*, yaitu bahwa ia adalah semacam pakaian atau lapisan (hamparan).”

[Selesai. dikutip dari *Fath al-Bari* (8/611).

Dari Abdullah, tentang firman-Nya:

﴿مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَىٰ﴾

Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. [QS. An-Najm: 11]

Ia berkata:

"رَأَى رَسُولُ اللهِ ﷺ جِبْرِيلَ فِي حُلَّةٍ مِنْ رَفْرَفٍ، قَدْ مَلَأَ مَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ"

“Rasulullah melihat Jibril dalam pakaian dari rafraf (kain sutra hijau) yang memenuhi antara langit dan bumi.”

Diriwayatkan oleh Ahmad no. 3740, At-Tirmidzi (3283), An-Nasa’i dalam *As-Sunan Al-Kubra* (11531) dan dalam *At-Tafsir* (551), Abu Ya‘la (5018), Ath-Thabari 27/49, Ath-Thabarani dalam *Al-Mu‘jam Al-Kabir* (9050), Abu Syaikh dalam *Al-‘Azhamah* (343) dan (344), Ibnu Mandah dalam *Al-Iman* (751), Al-Baihaqi dalam *Al-Asma’ wa Ash-Shifat* hlm. 434, Ibnu Khuzaimah dalam *At-Tauhid* hlm. 204, dan Al-Hakim dalam *Al-Mustadrak* 2/468.

Al-Hakim mensahihkannya berdasarkan syarat Al-Bukhari dan Muslim, dan Adz-Dzahabi menyepakatinya.

At-Tirmidzi berkata: “Ini hadis hasan sahih.”

Syuaib Al-Arna’uth dan para peneliti *Musnad Ahmad* (6/285) berkata: “Sanadnya sahih berdasarkan syarat Al-Bukhari dan Muslim.”

Dari Abdullah bin Mas'ud:

" أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ رَأَى جِبْرِيلَ عَلَيْهِ السَّلَامُ وَلَهُ سِتُّ مِائَةِ جَنَاحٍ "

“Bahwa Rasulullah melihat Jibril 'alaihissalam, dan ia memiliki enam ratus sayap.”

Diriwayatkan oleh Ahmad no. 3780, Abu Ya‘la (5337), Asy-Syasyi (663), Ibnu Khuzaimah dalam *At-Tauhid* hlm. 202–203, Abu ‘Awanah 1/153, Ath-Thabarani dalam *Al-Mu‘jam Al-Kabir* (9055), Ibnu Mandah dalam *Al-Iman* (744).

Syuaib Al-Arna’uth dan para peneliti *Musnad Ahmad* (6/320) berkata: Sanadnya sahih berdasarkan syarat Al-Bukhari dan Muslim.

Juga diriwayatkan oleh Ath-Thayalisi (358), Al-Bukhari (3232), (4856), (4857), Muslim (174), (280), (281), (282), At-Tirmidzi (3277), Ath-Thabari 27/45–46, Ibnu Khuzaimah dalam *At-Tauhid* hlm. 202 dan 204, Abu ‘Awanah 1/153, Ath-Thabarani dalam *Al-Kabir* (9055), Abu Syaikh dalam *Al-‘Azhamah* (364), Ibnu Mandah dalam *Al-Iman* (742), (743), (745), dan Al-Baihaqi dalam *Dala’il* 2/371 serta *Al-Asma’ wa Ash-Shifat* hlm. 433–434, dari berbagai jalur dari Abu Ishaq Asy-Syaibani.

At-Tirmidzi berkata: Ini hadis hasan, gharib, sahih.

Dan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah bersabda:

" رَأَيْتُ جِبْرِيلَ عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى، عَلَيْهِ سِتُّ مِائَةِ جَنَاحٍ، يُنْتَثَرُ مِنْ رِيشِهِ التَّهَاوِيلُ: الدُّرُّ وَالْيَاقُوتُ "

“Aku melihat Jibril di dekat Sidratul Muntaha, ia memiliki enam ratus sayap, dan dari bulu-bulunya berhamburan permata-permata yang menakjubkan: mutiara dan yaqut.”

Diriwayatkan oleh Ahmad dalam *Al-Musnad* no. 3915.

Syuaib Al-Arna’uth dan para peneliti *Musnad Ahmad* (7/31) berkata: Sanadnya hasan. ‘Ashim bin Bahdalah adalah perawi yang jujur dan hadisnya hasan. Perawi lainnya adalah perawi terpercaya dari kalangan rawi Bukhari dan Muslim, kecuali Hammad bin Salamah yang termasuk perawi Muslim.

Sebagaimana yang disebutkan diatas bahwa riwayat yang kokoh (terbukti shahih) dari jalur-jalur yang sahih dari Ibnu Mas'ud dan Aisyah radhiyallahu 'anhuma adalah bahwa Jibril 'alaihis salam dengan seluruh sayapnya telah menutupi cakrawala, bukan hanya dengan satu sayap.

Berikut ini riwayat yang menunjukkan per satu sayap, bisa menutup cakrawala.

Dari Abdullah bin Mas'ud, ia berkata: Rasulullah bersabda:

" رَأَيْتُ جِبْرِيلَ عَلَى سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى، ‌وَلَهُ ‌سِتُّ ‌مِائَةِ ‌جَنَاحٍ "

“Aku melihat Jibril di Sidratul Muntaha, dan ia memiliki enam ratus sayap.”

Husein berkata:

"سَأَلْتُ عَاصِمًا، عَنِ الْأَجْنِحَةِ؟ فَأَبَى أَنْ يُخْبِرَنِي، قَالَ: فَأَخْبَرَنِي بَعْضُ أَصْحَابِهِ: " أَنَّ الْجَنَاحَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ "

Aku bertanya kepada ‘Ashim tentang sayap-sayap itu, tetapi ia enggan memberitahuku. Lalu salah satu sahabatnya memberitahuku:

“Sesungguhnya satu sayap (dari Jibril) membentang dari timur sampai barat.”

Diriwayatkan oleh Ahmad no. 3862, Ath-Thabari 27/49, Ath-Thabarani dalam *Al-Mu‘jam Al-Kabir* (10423), dan Abu Syaikh dalam *Al-‘Azhamah* (356).

Syuaib Al-Arna’uth dan para peneliti *Musnad Ahmad* (6/410) berkata: Sanadnya hasan karena ‘Ashim bin Bahdalah, dan perawi lainnya adalah perawi-perawi terpercaya dalam kitab Shahih.

Dari Abdullah bin Mas'ud, bahwa ia berkata tentang firman Allah Ta'ala:

﴿وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَىٰ﴾

Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, [QS. An-Najm: 13]

Dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu, ia berkata:

" رَأَى رَسُولُ اللهِ ﷺ جِبْرِيلَ فِي صُورَتِهِ، وَلَهُ سِتُّ مِائَةِ جَنَاحٍ، ‌كُلُّ ‌جَنَاحٍ ‌مِنْهَا ‌قَدْ ‌سَدَّ ‌الْأُفُقَ ‌يَسْقُطُ ‌مِنْ ‌جَنَاحِهِ ‌مِنَ ‌التَّهَاوِيلِ وَالدُّرِّ وَالْيَاقُوتِ مَا اللهُ بِهِ عَلِيمٌ "

“Rasulullah melihat Jibril dalam bentuk aslinya, dan ia memiliki enam ratus sayap. Setiap sayapnya memenuhi cakrawala. Dari sayapnya berjatuhan permata-permata yang menakjubkan, mutiara dan yaqut, yang hanya Allah-lah yang mengetahui kadarnya.”

Diriwayatkan oleh Ahmad no. 3748 dan Abu Nu‘aim dalam *Akhbār Abahān* 2/339.

Syuaib Al-Arna’uth dan para peneliti *Musnad Ahmad* (6/294) berkata: “Sanadnya lemah karena kelemahan Syarik –yaitu Syarik bin Abdullah An-Nakha‘i–, sedangkan perawi lainnya adalah perawi yang terpercaya dari kalangan perawi Bukhari dan Muslim, kecuali ‘Ashim –yaitu Ibnu Abi An-Nujud–, yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dalam mutaba‘at. Hadisnya berderajat hasan.”

CONTOH KE 3 : 

Terpisahnya antara manusia dan semut.

Ada seorang manusia duduk diatas kursi sambil menghadap meja. Di depannya persis ada piring diatas meja. Dan di atas piring terdapat binatang semut.

Kata semut ketika melihat manusia yang sedang duduk : “Betapa besar-nya manusia yang diatas kursi ini!?. Betapa jauhnya dia dari ku!?. Dia tinggi di atas piring. Dan dia jauh terpisah dari piring. Dan dia bukan bagian dari piring, kursi dan meja”.

Munusia yang sedang duduk itu berkata : “Piring dan semut ini betapa dekatnya dengan-ku. Bahkan aku bisa membolak-balikan tubuh semut ini. Aku lebih tinggi dari meja, kursi, piring dan semut".

Ini hanya sebatas perumpaman simple secara logika. Akan tetapi penulis yakin, tidak ada yang menyerupai Allah dan tidak ada yang bisa diserupakan dengan Allah. Allah Maha Besar, Allah Maha Tinggi dan Allah Maha Sempurna. Maha Suci Allah dari sifat yang menyerupai makhluk-Nya.

Allah SWT berfirman :

﴿وَلَهُ الْمَثَلُ الْأَعْلَىٰ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ﴾

“Dan bagi-Nya-lah permisalan yang Maha Tinggi di langit dan di bumi; dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. [QS. Ar-Rum: 27]

Dan Allah SWT berfirman :

﴿لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ﴾

“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat”. [QS. Asy-Syura: 11]

Dan Allah SWT berfirman :

﴿وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ﴾

“Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia". [QS. Al-Ikhlas: 4]

===***===

MAKNA ALLAH TINGGI DI ATAS ‘ARASY 
BISA PULA BERARTI "ALLAH DI LUAR ‘ARASY":

Makna ungkapan “Allah SWT Tinggi di atas 'Arasy” bisa pula berarti bahwa Allah SWT diluar Arasy. Sementara ‘Arsy adalah makhluk Allah yang paling besar. Sebagaimana yang telah disebutkan diatas dalam hadits shahih bahwa Rasulullah bersabda:

“Perumpamaan tujuh langit dibandingkan dengan Kursi seperti cincin yang dilemparkan di padang sahara yang luas. Dan keunggulan ‘Arsy atas Kursi seperti keunggulan padang sahara yang luas itu atas cincin tersebut.” 

Dan yang sudah maklum adanya adalah : Bahwa : "ANGKA TUJUH di kalangan orang Arab menunjukkan banyak melimpah dan tidak terbatas pada tujuh angka saja".

Begitu pula dengan perkataan Jariyah (budak perempuan) “Allah di Langit”, sebagamana dalam Mu’awiyah bin al-Hakam as-Sulamy :

فَقالَ لَهَا رَسولُ اللهِ ﷺ: أيْنَ اللَّهُ؟ قالَتْ: في السَّمَاءِ، قالَ: مَن أنَا؟ قالَتْ: أنْتَ رَسولُ اللهِ، قالَ: أعْتِقْهَا، فإنَّهَا مُؤْمِنَةٌ.

Lalu Rasulullah berkata kepadanya: "Di mana Allah?" Ia (budak perempuan) menjawab: "Di langit." Beliau bertanya: "Siapakah aku?" Ia menjawab: "Engkau adalah Rasulullah." Beliau pun bersabda: "Merdekakanlah dia, karena sesungguhnya dia seorang mukminah." [HR. Muslim no. 537]

Yang di maksud langit oleh jariyah (budak perempuan) tersebut adalah tinggi diatas. Dan juga bisa berarti bahwa Allah SWT terpisah dari bumi dan seluruh makhluk lainnya. Karena sesungguhnya, bumi, planet, bintang, bulan dan Matahari adalah benda-benda langit yang bergentayangan di langit pula.

Dengan demikian, maka makna “Allah SWT Maha Tinggi” adalah Allah SWT diluar alam semesta, terpisah darinya dan tidak menyatu dengan-nya.

Allah SWT tidak tinggal di alam manusia, tidak di alam Jin dan tidak pula di alam malaikat. Allah SWT tidak diliputi dan tidak dilingkupi oleh makhluk ciptaan-Nya.

Ketika ada seseorang menunjuk tangannya ke arah langit sambil berkata : Allah Tinggi di atas langit”, maka artinya jauh terpisah dari bumi dan dari alam semesta atau terpisah dari alam-alam semua makhluknya.

Dikarenakan - yang benar - bentuk bumi itu adalah bulat, maka dengan demikian, orang yang berada dilingkaran bagian bawah bola bumi, ketika menunjuk keatas dengan jarinya, maka arahnya ke arah bawah, yakni kebalikan arah yang ditunjuk oleh orang yang berada dibelahan bagian atas bola bumi. Maka yang di maksud dengan ungkapan “Allah Maha Tinggi” bisa bermakna diluar dan terpisah dari semua makhluknya. 

Sementara makhluk ciptaan Allah yang terbesar adalah ‘Arasy. Dan Allah SWT tidak tinggal di alam manusia, tidak di alam Jin dan tidak pula di alam malaikat. Allah tidak diliputi dan tidak dilingkupi oleh alam makhluk ciptaan-Nya. Maha Suci Allah dari kebutuhan terhadap alam makhluk-Nya.

Allah SWT berfirman :

﴿إِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ﴾

“Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak membutuhkan sesuatu) dari alam-alam (semua makhluk)”. [QS. Al-Ankabut: 6]

===****===

BUMI ITU BULAT BERDASARKAN IJMA’ PARA ULAMA

Photo Bumi Dari Luar Angkasa

Syeikh Ali Muhammad Ash-Sholaabi dalam artikel " كُرَوِيَّةُ الأَرْضِ وَدَوْرَانُهَا " mengatakan:

"نَرَى الإِعْجَازَ العِلْمِيَّ فِي القُرْآنِ الكَرِيمِ، فَالقَائِلُ هُوَ اللَّهُ، وَالخَالِقُ هُوَ اللَّهُ، وَالمُتَكَلِّمُ هُوَ اللَّهُ، فَجَاءَ فِي جُزْءٍ مِنْ آيَةِ قُرْآنِيَّةٍ: ﴿ يُكَوِّرُ اللَّيْلَ عَلَى النَّهَارِ وَيُكَوِّرُ النَّهَارَ عَلَى اللَّيْلِ ﴾ لِيُخْبِرَنَا إِنَّ الأَرْضَ كُرْوِيَّةٌ وَأَنَّهَا تَدُوْرُ حَوْلَ نَفْسِهَا".

Kita melihat banyak keajaiban-keajaiban ilmiah di dalam Al-Qur’an, dan itu bukan hal yang aneh karena Al-Quran adalah firman Allah dan Sang Pencipta alam semesta adalah Allah. Diantaranya yang terdapat dalam sebagian ayat Alquran adalah.

﴿ يُكَوِّرُ اللَّيْلَ عَلَى النَّهَارِ وَيُكَوِّرُ النَّهَارَ عَلَى اللَّيْلِ ﴾

" Dia melingkarkan malam atas siang dan melingkarkan siang atas malam. (QS. Az-Zumar: 5).

Ayat ini memberi tahu kita bahwa Bumi itu bulat dan berputar mengelilingi dirinya sendiri".

Lalu Syeikh Ali Muhammad Ash-Sholaabi berkata pula:

القُرْآنُ الكَرِيمُ لَا يَقُولُ أَبَدًا بِثَبَاتِ الْأَرْضِ أَوْ بِأَنَّهَا مُسْطَحَةٌ.

اكْتَشَفَ عُلَمَاءُ الْفَلَكِ حَقِيقَةً أَنَّ الْأَرْضَ كُرَوِيَّةُ الشَّكْلِ بَعْدَ دِرَاسَاتٍ وَبُحُوْثٍ اسْتَغْرَقَتْ عَشْرَاتِ السِّنِينَ، وَلَكِنَّ قَبْلَ أَكْثَرَ مِنْ 1400 عَامًا كَانَ لِلْقُرْآنِ الكَرِيمِ السَّبْقُ فِي ذِكْرِ هَذِهِ الْحَقِيقَةِ، حَيْثُ تُشِيرُ آيَاتُهُ وَتُؤَكِّدُ عَلَى أَنَّ الْأَرْضَ كُرَوِيَّةُ الشَّكْلِ، وَهِيَ بِذَلِكَ لَيْسَتْ فِي حَقِيقَتِهَا مُمْتَدَّةً امْتِدَادًا يَنْتَهِي عِنْدَ حَافَّةٍ مِنَ الْحَوَافِ كَمَا كَانَ يَتَصَوَّرُ الْأَقْدَمُونَ وَيَعْتَقِدُونَ، وَلَكِنَّ الْأَرْضَ ذَاتُ شِكْلٍ بَيْضَوِيٍّ كَالْكُرَةِ، وَذَلِكَ مَا تَقْتَضِيهِ سُنَّةُ الطَّبِيعَةِ فِي دَوْرَتِهَا الرَّتِيبَةِ الْمُنْتَظِمَةِ، وَمَا تَقْتَضِيهِ عَجْلَةُ الْكَوْنِ الْمُتَحَرِّكِ الدَّقِيقِ، وَلَوْ لَمْ تَكُنِ الْأَرْضُ عَلَى هَذَا النَّحْوِ مِنَ الِاسْتِدَارَةِ لَتَعَطَّلَتْ نَوَامِيسُ الْخَلْقِ عَلَى هَذَا الْكَوْكَبِ، وَلَبَاتَتْ الْحَيَاةُ عَلَى ظَهْرِهَا مَشْلُولَةً أَوْ مُسْتَحِيلَةً.

Al-Qur'an Yang Mulia tidak pernah mengatakan bahwa bumi itu diam tidak bergerak atau bumi itu didatarkan.

Para astronom menemukan fakta bahwa Bumi berbentuk bulat setelah studi dan penelitian yang memakan waktu puluhan tahun, tetapi lebih dari 1400 tahun yang lalu, Al-Qur'an menempati urutan pertama dalam menyebutkan fakta ini.

Dimana ayat-ayat al-Qur'an menunjukkan dan menegaskan bahwa bumi berbentuk bulat, dan dengan demikian sebenarnya bukanlah membentang datar yang bentangannya berakhir di salah satu tepi dari tepi-tepinya seperti yang dibayangkan dan diyakini oleh orang-orang terdahulu.

Tetapi Bumi berbentuk bulat telur seperti bola, dan itulah yang selaras dengan tuntutan hukum tabiat alam dalam siklus monotonnya yang teratur.

Dan apa yang selaras dengan tuntutan roda alam semesta yang bergerak halus dan lembut, dan jika bumi tidak berputar seperti ini, maka hukum alam makhluk di planet bumi ini akan terganggu, rusak dan terhenti. Dan kehidupan di permukaannya menjadi lumpuh atau menjadi mustahil. [Selesai Kutipan dari Syeikh Ali].

[Sumber: " كُرَوِيَّةُ الأَرْضِ وَدَوْرَانُهَا.. إِعْجَازٌ عِلْمِيٌّ وَسَبْقُ قُرْآنِيٌّ رِسَالَةٌ جَدِيدَةٌ للملحدين" oleh Ali ash-Sholaby]

Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata:

وَأَمَّا دَلَالَةُ الْوَاقِعِ فَإِنَّ هَذَا قَدْ ثَبَتَ، فَإِنَّ الرَّجُلَ إِذَا طَارَ مِنْ جِدَّةَ مُثَلًّا مُتَّجِهًا إِلَى الْغَرْبِ خَرَجَ إِلَى جِدَّةَ مِنَ النَّاحِيَةِ الشَّرْقِيَّةِ إِذَا كَانَ عَلَى خَطٍّ مُسْتَقِيمٍ، وَهَذَا شَيْءٌ لَا يَخْتَلِفُ فِيهِ اثْنَانِ.

Adapun bukti dalam kehidupan nyata, maka ini telah terbukti. Yaitu: Jika seseorang terbang dari Jeddah, misalnya, menuju ke barat, maka dia akan kembali ke Jeddah dari timur jika dia terbang dalam garis lurus. Ini adalah sesuatu yang tak seorang pun berbeda pendapat. 

[Akhir kutipan dari Fataawa Noor 'ala ad-Darb]

Dengan demikian diketahui bahwa Bumi itu bulat, dan itu tidak bertentangan dengan fakta bahwa ia bulat seperti telur. Sebaliknya pandangan yang salah adalah yang mengklaim bahwa bumi itu datar, seperti yang dulu diyakini Gereja . Dan karena alasan itulah digunakan untuk mengutuk dan membakar para ilmuwan yang mengatakan bahwa bumi itu bulat. [Lihat: العلمانية نشأتها وتطورها (1/130)]

****

ULAMA YANG MERIWAYATKAN : IJMA [KONSENSUS] BAHWA BUMI ITU BULAT:

Lebih dari satu ulama telah meriwayatkan akan adanya IJMA' [konsensus] bahwa Bumi itu bulat. Diantara mereka adalah sbb:

PERTAMA: SYEIKHUL ISLAM IBNU TAIMIYAH.

Apa yang diriwayatkan Syekhul-Islam Ibnu Taimiyah - semoga Allah merahmatinya- dari Abu'l-Husain ibn al-Munaadi, dengan mengatakan:

" وَقَالَ الْإِمَامُ أَبُو الْحَسَيْنِ أَحْمَدُ بْنُ جَعْفَرِ بْنِ الْمُنَادِيِّ مِنْ أُعْيَانِ الْعُلَمَاءِ الْمَشْهُورِينَ بِمَعْرِفَةِ الْآثَارِ وَالتَّصَانِيفِ الْكُبَرِ فِي فُنُونِ الْعُلُومِ الدِّينِيَّةِ مِنَ الطَّبَقَةِ الثَّانِيَةِ مِنْ أَصْحَابِ أَحْمَدَ: لَا خِلَافَ بَيْنَ الْعُلَمَاءِ أَنَّ السَّمَاءَ عَلَى مِثَالِ الْكُرَةِ......".

Imam Abu'l-Husain Ahmad bin Ja'far bin al-Munaadi meriwayatkan dari para ulama terkemuka yang terkenal dengan ilmu pengetahuannya tentang atsar-atsar dan karya-karya tulisnya yang besar-besar dalam ilmu-ilmu agama, dari kalangan para sahabat Imam Ahmad tingkat kedua: Bahwa tidak ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama bahwa tatasurya [yakni: Matahari, bulan, bintang dan planet] itu bulat seperti bola..... 

Dan Ibnu Taimiyah berkata:

وَكَذَلِكَ أَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْأَرْضَ بِجَمِيعِ حَرَكَاتِهَا مِنَ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ مِثْلَ الْكُرَةِ ...

Demikian pula mereka berijma' [sepakat] bahwa bumi, dengan semua pergerakannya di daratan dan lautan adalah seperti bola

Dan Ibnu Taimiyah untuk memperkuat pernyataanya bahwa bumi itu bulat, maka beliau berkata:

وَيَدُلُّ عَلَيْهِ أَنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالْكَوَاكِبَ لَا يُوجَدُ طُلُوعُهَا وَغُرُوبُهَا عَلَى جَمِيعِ مَنْ فِي نَوَاحِي الْأَرْضِ فِي وَقْتٍ وَاحِدٍ، بَلْ عَلَى الْمَشْرِقِ قَبْلَ الْمَغْرِبِ".

Dan yang menunjukan hal itu adalah fakta bahwa matahari, bulan dan bintang tidak terbit dan terbenam pada waktu yang sama di atas mereka semua yang berada di belahan bumi yang berbeda, melainkan lebih dahulu terjadi di timur sebelum terjadi di barat. [[Akhir kutipan dari Majmu' al-Fataawa (25/195)]]

Dan Syeikhul Islam Ibnu Taimiah pernah ditanya: tentang dua orang yang berselisih tentang bagaiamana sifat langit [yakni: matahari, bulan, bintang, planet] dan bumi:

" هَلْ هُمَا " جَسْمَانِ كُرَيَّانِ "؟ فَقَالَ أَحَدُهُمَا كُرَيَّانٌ؛ وَأَنْكَرَ الْآخَرُ هَذِهِ الْمَقَالَةَ وَقَالَ: لَيْسَ لَهَا أَصْلٌ وَرَدَّهَا فَمَا الصَّوَابُ؟"

Apakah keduanya jisim yang bulat? Salah satu dari mereka berdua mengatakan: " ya", tetapi yang lain menyangkalnya dan mengatakan tidak ada dasarnya untuk itu.  Lalu bagaimana pandangan yang benar? 

Beliau menjawab:

" السَّمَوَاتُ مُسْتَدِيْرَةٌ عِنْدَ عُلَمَاءِ الْمُسْلِمِيْنَ، وَقَدْ حَكَى إِجْمَاعُ الْمُسْلِمِيْنَ عَلَى ذَلِكَ غَيْرُ وَاحِدٍ مِنَ الْعُلَمَاءِ أَئِمَّةِ الْإِسْلَامِ: مِثْلَ أَبِي الْحَسَيْنِ أَحْمَدَ بْنَ جَعْفَرَ بْنِ الْمُنَادِيِّ أَحَدَ الْأَعْيَانِ الْكِبَارِ مِنَ الطَّبَقَةِ الثَّانِيَةِ مِنْ أَصْحَابِ الْإِمَامِ أَحْمَدَ وَلَهُ نَحْوُ أَرْبَعِمِائَةِ مُصَنَّفٍ، وَحَكَى الْإِجْمَاعَ عَلَى ذَلِكَ الْإِمَامُ أَبُو مُحَمَّدِ بْنُ حَزَمٍ وَأَبُو الْفَرَجِ بْنُ الْجَوْزِيِّ، وَرَوَى الْعُلَمَاءُ ذَلِكَ بِالْأَسَانِيدِ الْمَعْرُوفَةِ عَنْ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ، وَذَكَرُوا ذَلِكَ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ وَسُنَّةِ رَسُولِهِ، وَبَسَّطُوا الْقَوْلَ فِي ذَلِكَ بِالدَّلَائِلِ السَّمْعِيَّةِ، وَإِنْ كَانَ قَدْ أُقِيْمَ عَلَى ذَلِكَ أَيْضًا دَلَائِلُ حِسَابِيَّةٌ، وَلَا أَعْلَمُ فِي عُلَمَاءِ الْمُسْلِمِيْنَ الْمَعْرُوفِيْنَ مَنْ أَنْكَرَ ذَلِكَ، إِلَّا فِرْقَةً يَسِيْرَةً مِنْ أَهْلِ الْجِدَلِ لَمَّا نَاظَرُوْا الْمُنْجِمِيْنَ قَالُوا عَلَى سَبِيْلِ التَّجْوِيْزِ: يَجُوْزُ أَنْ تَكُوْنَ مُرْبَعَةً أَوْ مُسَدَّسَةً أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ، وَلَمْ يَنْفُوْا أَنْ تَكُوْنَ مُسْتَدِيْرَةً، لَكِنْ جَوَّزُوْا ضِدَّ ذَلِكَ، وَمَا عَلِمْتُ مِنْ قَالَ إِنَّهَا غَيْرُ مُسْتَدِيْرَةٍ - وَجَزَمَ بِذَلِكَ - إِلَّا مَنْ لَا يُؤَبِّهِ لَهُ مِنَ الْجُهَالِ..."

Langit-langit itu bulat, menurut para ilmuwan Muslim. Lebih dari satu ulama dan Imam kaum Muslimin meriwayatkan bahwa umat Islam telah ber-Ijma' [sepakat] akan hal itu, sebagaimana Abu'l-Husain Ahmad ibn Ja'far ibn al-Munaadi, salah satu tokoh terkemuka di antara para sahabat Imam Ahmad tingkat kedua [الطبقة الثانية], dan dia telah menulis sekitar 400 kitab. 

Dan telah menghikayatkan Ijma' pula dalam hal ini Imam Abu Muhammad ibn Hazm dan Abu'l-Faraj ibnu al-Jauzi. 

Dan para ulama meriwayatkan hal itu dengan sanad-sanad riwayat yang makruf dari para Sahabat dan Taabi'in. Dan mereka menyebutkan bahwa hal itu dari Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. 

Mereka membahasnya secara luas dan rinci dengan dalil-dalil as-Sam'iyyah [al-Quran dan Hadits]. Ada juga dalil yang dibangun diatas perhitungan. Dan saya tidak tahu seorang pun di antara para ilmuwan Muslim yang terkenal yang menyangkal hal itu, kecuali kelompok yang sedikit dari mereka para ahli berdebat, ketika mereka berdebat dengan para astrolog.

Mereka berkata dengan memungkinkannya: " Bumi itu mungkin persegi, heksagonal, atau lainnya".

Dan mereka tidak menyangkal bahwa itu bulat, tetapi mereka memungkinkannya jika bumi tidak bulat. Saya tidak tahu siapa pun yang mengatakan bahwa bumi itu tidak bulat - dengan pasti - kecuali beberapa ORANG BODOH yang tidak ada orang yang memperhatikannya.

[Akhir kutipan dari Majmu' al-Fataawa (6/586)] 

KEDUA: IBNU HAZM ADZ-DZOHIRI:

Abu Muhammad ibnu Hazm (semoga Allah merahmatinya) mengatakan:

" مَطْلَبُ بَيَانِ كُرَوِّيَّةِ الْأَرْضِ:

قَالَ أَبُو مُحَمَّدٌ ‌وَهَذَا ‌حِينَ ‌نَأْخُذُ ‌إِنْ ‌شَاءَ ‌اللَّهُ ‌تَعَالَى ‌فِي ‌ذِكْرِ ‌بَعْضِ ‌مَا ‌اعْتَرَضُوا ‌بِهِ وَذَلِكَ أَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّ الْبَرَاهِينَ قَدْ صَحَّتْ بِأَنَّ الْأَرْضَ كُرَوِّيَّةٌ وَالْعَامَّةُ تَقُولُ غَيْرَ ذَلِكَ وَجَوَابُنَا وَبِاللَّهِ تَعَالَى التَّوْفِيقُ إِنْ أَحَدٌ مِنْ أَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ الْمُسْتَحِقِّينَ لِاسْمِ الْإِمَامَةِ بِالْعِلْمِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ لَمْ يُنْكِرُوا تَكْوِيرَ الْأَرْضِ وَلَا يَحْفَظُ لِأَحَدٍ مِنْهُمْ فِي دَفْعِهِ كَلِمَةٌ بَلْ الْبَرَاهِينَ مِنَ الْقُرْآنِ وَالسُّنَّةِ قَدْ جَاءَتْ بِتَكْوِيرِهَا"

قَالَ الله عز وَجل: {يكور اللَّيْل على النَّهَار ويكور النَّهَار على اللَّيْل}. وَهَذَا أوضح بَيَان فِي تكوير بَعْضهَا على بعض مَأْخُوذ من كور الْعِمَامَة وَهُوَ إدارتها وَهَذَا نَص على تكوير الأَرْض ودوران الشَّمْس كَذَلِك

Mathlab [Pasal]: Penjelasan bahwa bumi itu bulat: 

Abu Muhammad berkata: Dan ini saatnya kami akan membahas sebagian argumen orang-orang yang mereka tentang [yaitu mereka yang berkata: bumi itu bulat]. 

Yang demikian itu karena mereka berkata: Ada argumen-argumen yang shahih bahwa bumi itu bulat, akan tetapi orang awam pada umumnya mengatakan sebaliknya. Dan jawaban kami – wabillaahi at-Taufiiq – terhadap mereka yang mengingkari bumi bulat adalah:

Bahwa tidak ada seorang pun dari kalangan para imam kaum Muslimin yang layak disebut imam atau pemimpin dalam ilmu (semoga Allah meridhoi mereka) yang menyangkal bahwa bumi itu bulat, dan tidak ada riwayat dari mereka untuk menyangkal hal itu. 

Bahkan dalil dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah menyatakan bahwa bumi itu bulat. 

Allah SWT berfirman:

{ يكور اللَّيْل على النَّهَار ويكور النَّهَار على اللَّيْل }

" Dia melingkarkan malam atas siang dan melingkarkan siang atas malam. (QS. Az-Zumar: 5).

Dan ini adalah pernyataan yang paling jelas dalam pelingkaran satu sama lain, diambil dari [كور الْعِمَامَة] melingkarkan kain sorban, yaitu memutarkannya [di kepala], dan ini adalah nash tentang bulatnya bumi dan juga perputaran matahari [berputar mengelilingi bumi].......... ".

[Akhir kutipan dari al-Fasl fi'l-Milal wa'l-Ahwa' wan-Nihal (2/78)]

KETIGA: IBNU QOYYIM AL-JAUZIYAH:

Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata:

كَمَكَابِرَتِهِمْ إِيَّاهُمْ ‌فِي ‌كَوْنِ ‌الْأَفْلاَكِ ‌كُرُوِّيَّةِ ‌الشَّكْلِ ‌وَالْأَرْضِ ‌كَذَلِكَ ‌وَأَنَّ نُوْرَ ‌الْقَمَرِ ‌مُسْتَفَادٌ ‌مِنْ ‌نُوْرِ ‌الشَّمْسِ وَأَنَّ الْكُسُوفَ الْقَمَرِيَّ عَبَارَةٌ عَنْ انْمِحَاءِ ضَوْءِ الْقَمَرِ بِتَوْسُطِ الْأَرْضِ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الشَّمْسِ مِنْ حَيْثُ أَنَّهُ يَقْتَبِسُ نُوْرَهُ مِنْهَا. وَالْأَرْضِ كُرَّةٌ وَالسَّمَاءُ مُحِيطَةٌ بِهَا مِنَ الْجَوَانِبِ فَإِذَا وَقَعَ الْقَمَرُ فِي ظِلِّ الْأَرْضِ انْقَطَعَ عَنْهُ نُوْرُ الشَّمْسِ.

“Seperti halnya keras kepala mereka untuk menerima kenyataan bahwa keadaan tata surya alam semesta itu berbentuk bulat dan bumi juga seperti itu.

Demikian juga keras kepala mereka pada kenyataan bahwa gerhana bulan itu terjadi karena cahaya bulan terhalang oleh bumi yang terletak di tengah antara bulan dan matahari ; karena bulan itu menarik cahayanya darinya.

Dan Bumi itu bulat dan langit mengelilinginya dari semua sisi, jadi ketika bulan berada di posisi di bawah naungan bumi, maka cahaya matahari terputus darinya.

[Baca: Miftah Daris Sa’adah 2/212, Darul Kutub Ilmiyah, Koiro, Syamilah].

****

PARA ULAMA KONTEMPORER YANG BERPENDAPAT BAHWA BUMI ITU BULAT:

Demikian juga pendapat bahwa beberapa ulama kontemporer seperti Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin dan ulama lainnya.

FATWA AL-LAJNAH AD-DAA'IMAH:

Pertanyaan keempat dari Fatwa No. (9544):

س٤: هَلْ الْأَرْضُ كُرَوِيَّةٌ أَمْ مُسَطَّحَةٌ؟

ج ٤: الْأَرْضُ كُرَوِيَّةٌ فِي كُلِّهَا، مُسَطَّحَةٌ فِي بَعْضِ الْأَمَاكِنِ.

وَبِاللَّهِ التَّوْفِيقِ، وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.

اللَّجْنَةُ الدَّائِمَةُ لِلْبَحْوَثِ الْعِلْمِيَّةِ وَالإِفْتَاءِ

عَضُو... نَائِبُ الرَّئِيسِ... الرَّئِيسِ

عَبْدُ اللَّهِ بْنُ غُدَيَّان... عَبْدُ الرَّزَّاقِ عَفِيفِي... عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بَازٍ

Pertanyaan ke 4: Apakah Bumi itu bulat atau datar?

Jawaban ke 4: Bumi itu secara keseluruhan bulat, namun bagiannya datar.

Wa billaahi at-Taufiiq, dan semoga berkah dan damai Allah dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Al-Lajnah ad-Daa'imah lil Buhuts al-Ilmiyyah wal Iftaa

Anggota... Wakil Ketua... Ketua: Abdullah bin Ghadian... Abdul Razzaq Afifi... Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

SYEIKH BIN BAAZ:

Syeikh Abdul Aziz bin Baaz -rahimahullah – pernah di tanya:

هَلْ الْأَرْضُ كُرَوِيَّةٌ أَمْ سَطْحِيَّةٌ؟

Apakah Bumi itu bulat atau datar?

JAWABANNYA:

الْأَرْضُ كُرَوِيَّةٌ عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ قَدْ حَكَى ابْنُ حَزْمٍ وَجَمَاعَةٌ آخَرُونَ إجْمَاعَ أَهْلِ الْعِلْمِ عَلَى أَنَّهَا كُرِّيَّةٌ، يَعْنِي: أَنَّهَا مُنْضَمَّ بَعْضُهَا إِلَى بَعْضٍ مُدَرَّمَحَةٌ كَالْكُرَّةِ، لَكِنَّ اللَّهَ بَسَطَ أَعْلَاهَا لَنَا وَجَعَلَ فِيهَا الْجِبَالَ الرَّوَاسِيَ وَجَعَلَ فِيهَا الْحَيَوَانَ وَالْبِحَارَ رَحْمَةً بِنَا وَلِهَذَا قَالَ: وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ [الْغَاشِيَةُ:20] فَهِيَ مُسْطَحَةُ الظَّاهِرِ لَنَا لِيَعِيشَ عَلَيْهَا النَّاسُ وَيَطْمَئِنَّ عَلَيْهَا النَّاسُ، فَكَوْنُهَا كُرَوِيَّةً لَا يَمْنَعُ تَسْطِيحُ ظَاهِرِهَا لِأَنَّ الشَّيْءَ الْكَبِيرَ الْعَظِيمَ إِذَا سَطَحَ صَارَ لَهُ ظَهْرٌ وَاسِعٌ.

Bumi itu bulat menurut para ahli ilmu. Ibnu Hazm dan sekelompok jemaah lainnya telah meriwayatkan IJMA' [konsensus[para ahli ilmu bahwa ia adalah bulat, artinya: ia tersusun satu sama lain menjadi satu bulatan seperti bola. Akan tetapi Allah membentangkan bagian permukaannya untuk kita dan menjadikan gunung-gunung yang terpancang di dalamnya, serta menjadikan binatang-binatang dan lautan sebagai rahmat bagi kita. Itulah sebabnya Dia berfirman:

وَإِلَى ٱلْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ

Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? [QS. al-Ghosyiah: 20]

Maka bumi itu secara lahiriah nampak terhamparkan bagi kita sehingga orang-orang dapat hidup di atasnya serta merasa tenang dan nyaman diatasnya.

Meskipun berbentuk bulat seperti bola namun tidak menghalangi perataan permukaannya, karena benda yang sangat besar itu jika didatarkan, maka sangat memungkinkan karena ia memiliki permukaan yang sangat luas.

[Sumber: نور على الدرب / كروية الأرض / https://binbaz.org.sa › fatwas]

SYEIKH AL-ALBAANI:

Sikap Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani di mana beliau menggabungkan kedua ilmu yaitu fakta ilmu dunia dan “yang tersirat” dalam Al-Quran dan Sunnah.

Berikut ini tanya jawab beliau:

س: سُؤَالٌ مِنْ مُسْلِمٍ بَرِيطَانِيٍّ / هَلْ فِي رَأْيِكُمْ أَنَّ الْعَالَمَ كُرَوِيٌّ أَوْ مُسْتَقِيمٌ؟

ج: الشَّيْخُ: هَذَا السُّؤَالُ جُغْرَافِيٌّ وَإِلَّا دِينِيٌّ؟

س: كِلَاهُمَا

ج: الشَّيْخُ: كُرَوِيٌّ

Pertanyaan untuk syaikh Al-Albani dari seorang muslim di Inggris:

Penanya: Apa pendapatmu, apakah bumi itu bulat atau datar?

Syaikh: Apakah ini pertanyaan geografi atau pertanyaan agama?

Penyanya: Keduanya

Syaikh: Bumi itu bulat-bola

[Sumber: Silsilah Huda wan Nur, kaset nomor 1/436].

Dan Syaikh Al-Albani yang menyatakan bahwa bumi itu berputar dan beliau pun membawakan dalil dan penjelasannya. Syaikh Al Albani berkata:

نَحْنُ فِي الْحَقِيقَةِ لَا نَشُكُّ فِي أَنَّ قَضِيَّةَ دَوْرَانِ الْأَرْضِ حَقِيقَةٌ عِلْمِيَّةٌ لَا تُقَبِّلُ جَدْلًا.

“Kami sejatinya tidak ada keraguan bahwa berputarnya bumi merupakan fakta yang ilmiah dan tidak bisa terbantahkan”.

[Silsilah Huda wan Nur, kaset nomor 1/497. Simak juga penjelasan beliau di sini: https://www.youtube.com/watch?v=PdBDFXtYKhU].

Namun beliau menjelaskan setelah tanya jawab diatas bahwa tidak ada dalil tegas tentangnya, beliau berkata:

لَيْسَ هُنَاكَ نَصٌّ قَاطِعٌ يُؤَيِّدُ أَحَدَ الْوَجْهَيْنِ الْمُخْتَلِفَيْنِ ... بَعْضُ الْآيَاتِ مِنَ الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ الَّتِي تَتَعَلَّقُ بِهَذَا الْمَوْضُوعِ يُمْكِنُ أَنْ يُفْهَمَ مِنْهَا ثَبَاتُ الْأَرْضِ وَسَطَحِيَّتُهَا، وَالْبَعْضُ الْآخَرُ يُمْكِنُ أَنْ يُفْهَمَ مِنْهَا حَرَكَتُهَا وَدُورَانُهَا.

“Tidak ada dalil tegas yang mendukung dua pendapat yang berbeda ini… sebagian ayat Al-Quran yang berkaitan dengan hal ini bisa jadi dipahami bahwa bumi itu tetap dan datar dan sebagian ayat lainnya bisa saja dipahami bumi bergerak dan berputar.”

Bahkan beliau menegaskan selanjutnya, permasalahan bumi itu bulat atau datar bukanlah permasalahan aqidah, beliau berkata :

وَلِهَذَا قُلْنَا أَنَّ هَذِهِ لَيْسَتْ مَسْأَلَةً اعْتِقَادِيَّة

“Karenanya kami katakan bawa masalah ini bukanlah masalah i’tiqadiyah”[Lihat Silsilah Huda wan Nur, kaset nomor 1/436].

SYEIKH IBNU UTSAIMIN:

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata:

"الْأَرْضُ كُرَوِيَّةٌ بِدَلَالَةِ الْقُرْآنِ، وَالْوَاقِعِ، وَكَلَامِ أَهْلِ الْعِلْمِ، أَمَّا دَلَالَةُ الْقُرْآنِ، فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ: (يُكَوِّرُ اللَّيْلَ عَلَى النَّهَارِ وَيُكَوِّرُ النَّهَارَ عَلَى اللَّيْلِ)، وَالتَّكْوِيرُ جَعَلَ الشَّيْءَ كَالْكُورِ، مِثْلَ كُورِ الْعِمَامَةِ، وَمِنَ الْمَعْلُومِ أَنَّ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ يَتَعَاقَبَانِ عَلَى الْأَرْضِ، وَهَذَا يَقْتِضِي أَنْ تَكُونَ الْأَرْضُ كُرَوِيَّةً؛ لِأَنَّكَ إِذَا كَوَّرْتَ شَيْئًا عَلَى شَيْءٍ، وَكَانَتِ الْأَرْضُ هِيَ التِّيَ يَتَكَوَّرُ عَلَيْهَا هَذَا الْأَمْرُ لَزِمَ أَنْ تَكُونَ الْأَرْضُ التِّيَ يَتَكَوَّرُ عَلَيْهَا هَذَا الشَّيْءُ كُرَوِيَّةً.

وَأَمَّا دَلَالَةُ الْوَاقِعِ فَإِنَّ هَذَا قَدْ ثَبَتَ، فَإِنَّ الرَّجُلَ إِذَا طَارَ مِنْ جِدَّةَ مِثْلًا مُتَّجِهًا إِلَى الْغَرْبِ خَرَجَ إِلَى جِدَّةَ مِنَ النَّاحِيَةِ الشَّرْقِيَّةِ إِذَا كَانَ عَلَى خَطٍّ مُسْتَقِيمٍ، وَهَذَا شَيْءٌ لَا يَخْتَلِفُ فِيهِ اثْنَانِ.

Bumi itu bulat, berdasarkan petunjuk Al-Qur'an, realitas, dan pernyataan para ilmuwan. 

Adapun petunjuk Al-Qur'an adalah ayat di mana Allah berfirman:

{ يُكوَّرُ اللَّيْل على النَّهَار ويكوِّر النَّهَار على اللَّيْل }

" Dia melingkarkan malam atas siang dan melingkarkan siang atas malam. (QS. Az-Zumar: 5).

Kata at-Takwiir [التَّكْوِيْر] artinya membuat sesuatu menjadi bulat melingkar, seperti melingkarkan sorban di kepala.

Dan yang sudah maklum bahwa siang dan malam itu silih berganti pada bumi, yang menyiratkan bahwa Bumi itu bulat, karena jika Anda melingkarkan atau membungkuskan sesuatu pada yang lain, dan benda yang dililitkan padanya itu adalah Bumi, maka Bumi pasti bulat. 

Adapun dengan bukti dalam kehidupan nyata, maka ini telah terbukti. Yaitu: Jika seseorang terbang dari Jeddah, misalnya, menuju ke barat, maka dia akan kembali ke Jeddah dari timur jika dia terbang dalam garis lurus. Ini adalah sesuatu yang tak seorang pun berbeda pendapat. 

Lalu Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah melanjutkan perkataannya:

وَأَمَّا كَلَامُ أَهْلِ الْعِلْمِ فَإِنَّهُمْ ذَكَرُوا أَنَّهُ لَوْ مَاتَ رَجُلٌ بِالْمَشْرِقِ عِنْدَ غُرُوبِ الشَّمْسِ، وَمَاتَ آخَرُ بِالْمَغْرِبِ عِنْدَ غُرُوبِ الشَّمْسِ، وَبَيْنَهُمَا مَسَافَةٌ، فَإِنَّ مَنْ مَاتَ بِالْمَغْرِبِ عِنْدَ غُرُوبِ الشَّمْسِ يَرِثُ مَنْ مَاتَ بِالْمَشْرِقِ عِنْدَ غُرُوبِ الشَّمْسِ إِذَا كَانَ مِنْ وَرَثَتِهِ، فَدَلَّ هَذَا عَلَى أَنَّ الْأَرْضَ كُرَوِيَّةٌ، لِأَنَّهَا لَوْ كَانَتْ الْأَرْضُ سَطْحِيَّةً لَزِمَ أَنْ يَكُونَ غُرُوبُ الشَّمْسِ عَنْهَا مِنْ جَمِيعِ الْجُهَاتِ فِي آنٍ وَاحِدٍ، وَإِذَا تَقَرَّرَ ذَلِكَ فَإِنَّهُ لَا يُمْكِنُ لَأَحَدٍ إِنْكَارَهُ، وَلَا يُشْكِلُ عَلَى هَذَا قَوْلُهُ تَعَالَى:

(أَفَلا يَنْظُرُونَ إِلَى الإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ. وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ. وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ. وَإِلَى الأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ)

لِأَنَّ الْأَرْضَ كَبِيرَةُ الْحَجْمِ، وَظُهُورُ كُرَوِيَّتِهَا لَا يَكُونُ فِي الْمَسَافَاتِ الْقَرِيبَةِ، فَهِيَ بِحَسَبِ النَّظَرِ مُسْطَحَةً سَطْحًا لَا تَجِدُ فِيهَا شَيْئًا يُوجِبُ الْقَلَقَ عَلَيْهَا، وَلَا يُنَافِي ذَلِكَ أَنْ تَكُونَ كُرَوِيَّةً، لِأَنَّ جِسْمَهَا كَبِيرٌ جِدًّا، وَلَكِنَّ مَعَ هَذَا ذَكَرُوا أَنَّهَا لَيْسَتْ كُرَوِيَّةً مُتَسَاوِيَةَ الْأَطْرَافِ، بَلْ إِنَّهَا مُنْبَعَجَةٌ نَحْوَ الشَّمَالِ وَالْجَنُوبِ، فَهُمْ يَقُولُونَ: إِنَّهَا بَيْضَاءُ، أَيْ عَلَى شَكْلِ الْبَيْضَةِ فِي انْبِعَاجِهَا شَمَالًا وَجَنُوبًا." انتهى من "فَتَاوَى نُورٍ عَلَى الدَّرْبِ".

Dan adapun sehubungan dengan perkataan para ilmuwan, yang menyatakan:

Bahwa jika seorang laki-laki meninggal di timur saat matahari terbenam, dan yang lainnya meninggal di barat saat matahari terbenam, dan ada jarak di antara mereka ; maka orang yang meninggal di barat saat matahari terbenam akan mendapat warisan dari orang yang meninggal di timur saat matahari terbenam, jika dia adalah salah satu ahli warisnya. 

Hal ini menunjukkan bahwa bumi itu bulat, karena jika bumi datar maka matahari terbenam di semua wilayah akan terjadi pada waktu yang bersamaan. 

Setelah ini ditetapkan, tidak ada seorangpun yang bisa menyangkalnya. Ini tidak bertentangan dengan ayat-ayat di mana Allah Ta'ala berfirman: 

(أَفَلا يَنْظُرُونَ إِلَى الإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ. وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ. وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ. وَإِلَى الأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ)

" Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan?. Dan gunung-gunung bagaimana ia dipancangkan?. Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? [QS. al-Ghaashiyah 88:17-20]

Karena Bumi sangat besar ukurannya dan kelengkungannya serta kebulatannya tidak dapat dilihat dari jarak dekat, maka ia tampak sebagai hamparan yang terhampar dan anda tidak dapat melihat apa pun yang membuat anda takut hidup di atasnya, akan tetapi ini tidak bertentangan dengan fakta bahwa ia bulat, karena ia jisimnya sangat besar sekali. 

Namun demikian mereka tetap mengatakan bahwa bulatnya bumi itu tidak rata ujung-ujungnya; melainkan menjorok atau mendorong ke arah kutub utara dan selatan. Oleh karena itu mereka mengatakan bahwa itu berbentuk bulat telur.

[Akhir kutipan dari Fataawa Noor 'ala ad-Darb]

SYEIKH ABDUD DAA'IM AL-KUHAIL:

Syeikh Abdud Daa'im Al-Kuhail dalam " كُرَوِيَّةُ الْأَرْضِ فِي الْقُرْآنِ ":

يَقُولُ تَعَالَى: "وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ".. فَهَلْ تَعْنِي هَذِهِ الْآيَةُ أَنَّ الْآيَةَ لَيْسَتْ كُرَوِيَّةً ؟.. دَعُونَا نَتَأَمَّل...

طَالَمَا ظَنَّ الْبَشَرُ أَنَّ الْأَرْضَ مُسْطَحَةً حَتَّى جَاءَ الْعَصْرُ الْحَدِيثُ حَيْثُ تَبَيَّنَ أَنَّ أَرْضَنَا عَبَارَةٌ عَنْ كُرَةٍ تَدُورُ حَوْلَ نَفْسِهَا بِسُرْعَةٍ تَبْلُغُ 1600 كِلُومِتْرٍ فِي السَّاعَةِ.. أَيْ أَسْرَعُ مِنَ الصَّوْتِ (حَيْثُ تَبْلُغُ سُرْعَةُ الصَّوْتِ 1200 كِلُومِتْرٍ فِي السَّاعَةِ).

إِنَّ الْقُرْآنَ الْكَرِيمَ لَا يَقُولُ أَبَدًا بِثَبَاتِ الْأَرْضِ أَوْ بِأَنَّهَا مُسْطَحَةٌ، بَلْ قَالَ تَعَالَى: "وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ" [الغاشية: 20]. وَكَلِمَةٌ "سُطِحَتْ" تَعْنِي مُهِّدَتْ وَبُسِطَتْ أَمَامَ الْبَشَرِ، فَأَنْتَ مَهْمَا سِرْتَ عَلَى الْأَرْضِ تَجِدُهَا مُسْطَحَةً وَمُمَهَّدَةً أَمَامَكَ، وَهَذَا لَا يَتَحَقَّقُ إِلَّا بِالشَّكْلِ الْكُرَوِيِّ.

عِنْدَمَا نَتَأَمَّلُ سَطْحَ الْقَمَرِ مِثْلًا وَعَلَى الرَّغْمِ مِنْ أَنَّهُ كُرَوِيُّ الشَّكْلِ إلَّا أَنَّ سَطْحَهُ غَيْرُ مُمَهَّدٍ، حَيْثُ نَجِدُ فَوَّهَاتِ الْبَرَاكِيْنِ وَالْمُنْخَفِضَاتِ وَالتَّلَالَ.. كَذَلِكَ مُعْظَمُ الْكَوَاكِبِ يَكُونُ سَطْحُهَا الْخَارِجِيُّ غَيْرَ مُمَهَّدٍ.. وَهَذَا يَعْنِي أَنَّ الْأَرْضَ لَهَا سَطْحٌ مُمَهَّدٌ وَمُنَاسِبٌ لِلْحَيَاةِ.

Allah Yang Maha Kuasa berfirman:

وَإِلَى ٱلْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ

Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? [QS. al-Ghosyiah: 20]

Jadi maksud ayat ini apakah ayat tersebut menandakan bahwa bumi tidak bulat...? Mari kita renungkan....

Sebelumnya, manusia selalu mengira bahwa bumi itu datar sampai era modern datang, ketika menjadi jelas bahwa bumi kita adalah ibarat seperti bola yang berputar sekitar dirinya dengan kecepatan 1600 kilometer per jam.. yaitu lebih cepat dari suara (di mana kecepatan suara adalah 1200 kilometer per jam).

Al-Qur’an sama sekali tidak pernah mengatakan bahwa bumi itu tetap tidak bergerak atau bumi itu datar, melainkan Allah Yang Maha Tinggi hanya berfirman:

وَإِلَى ٱلْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ

Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? [QS. al-Ghosyiah: 20]

Dan kata (سُطِحَتْ) berarti telah dipersiapkan dan dibentangkan di depan orang-orang. Maka anda tidak peduli berapa banyak anda berjalan di muka bumi, maka anda tetap akan menemukan bumi nampak datar dan terbentang di depan Anda. Dan keadaan seperti ini tidak akan bisa didapati kecuali dengan bentuk bulat.

Ketika kita merenungkan permukaan bulan - misalnya - meskipun berbentuk bulat, namun permukaannya tidak dipersiapkan dalam kondisi rata sebagaimana kita temukan pada permukaan bulan ada kawah gunung berapi, cekungan, dan perbukitan.

Demikian pula sebagian besar planet-planet, ia memiliki permukaan luar yang tidak disiapkan dalam kondisi rata.

Ini berarti Bumi memiliki permukaan yang telah disiapkan dalam kondisi rata sehingga cocok untuk kehidupan. [Selesai kutipan dari Syeikh Abdud Daa'im al-Kuhail]

SYEIKH ALI ASH-SHOLAABI:

Begitu pula Ali Muhammad ash-Sholabi, dia mengatakan dalam " كُرَوِيَّةُ الأَرْضِ وَدَوْرَانُهَا ":

إِنَّ الْقُرْآنَ الْكَرِيمَ لَا يَقُولُ أَبَدًا بِثَبَاتِ الْأَرْضِ أَوْ بِأَنَّهَا مُسْطَحَةٌ، بَلْ قَالَ تَعَالَى: ﴿وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ﴾ [الْغَاشِيَة: 20]. وَكَلِمَةُ (سُطِحَتْ) تَعْنِي مُهَدَّتْ وَبُسِطَتْ أَمَامَ الْبَشَرِ، فَأَنْتَ مَهْمَا سِرْتَ عَلَى الْأَرْضِ تَجِدُهَا مُسْطَحَةً وَمُمْهَدَةً أَمَامَكَ، وَهَذَا لَا يَتَحَقَّقُ إِلَّا بِالشَّكْلِ الْكُرَوِيِّ.

وَلَمْ يَأْتِ الْقُرْآنُ الْكَرِيمُ بِالدَّلَائِلِ الَّتِي تُؤَكِّدُ لَنَا أَنَّ الْأَرْضَ كُرْوِيَّةٌ فِي آيَةٍ وَاحِدَةٍ … بَلْ جَاءَ بِهَا فِي آيَاتٍ مُتَعَدِّدَةٍ وَمِنْهَا قَوْلُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى: ﴿ لَا الشَّمْسُ يَنبَغِي لَهَا أَن تُدْرِكَ الْقَمَرَ ﴾ [يس: 40]. فَقَدْ جَاءَ ذَلِكَ رَدًّا عَلَى السَّابِقِينَ لِفَهْمِهِمْ أَنَّ الْيَوْمَ يَكُونُ مُبْدُوءًا بِالنَّهَارِ ثُمَّ يَعْقُبُهُ اللَّيْلُ، فَكَأَنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ يَقُولُ لَهُمْ: لَا يَسْبِقُ النَّهَارُ اللَّيْلَ وَلَا يَسْبِقُ اللَّيْلُ النَّهَارَ، وَلَكِنَّهُمَا كِلَيْهِمَا مَوْجُودَانِ مَعًا وَفِي آنٍ وَاحِدٍ.

وَمِنَ الْمَعْلُومِ أَنَّ أَجْزَاءَ الْأَرْضِ تَتَفَاوَتُ فِيمَا بَيْنَهَا مِنْ حِيثُ إِقْبَالِ النَّهَارِ بِضِيَائِهِ أَوْ حُلُولِ اللَّيْلِ بِسَوَادِهِ، فَبَيْنَمَا تَزْهُو بُقَاعٌ مِنَ الْأَرْضِ بِضِيَاءِ الشَّمْسِ، تَسْكُنُ بُقَاعٌ أُخْرَى مِنَ الْأَرْضِ بَعْدَ أَنْ أَرْقَدهَا اللَّيْلُ بِظُلَامِهُ، وَذَلِكَ كُلُّهُ لَا يَقَعُ بِالتَّعَاقُبِ وَلَكِنَّهُ وَاقِعٌ فِي نَفْسِ الْآنِ، مَمَّا يُدْلِلُ عَلَى أَنَّ الْأَرْضَ كُرَوِيَّةً اسْتِنَادًا إِلَى الظَّاهِرِ مِنْ دَلَالَةِ النَّصِّ الْقُرْآنِيِّ :﴿وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ﴾.

Al-Qur'an tidak pernah mengatakan bahwa bumi itu diam tidak bergerak atau datar, melainkan Allah Yang Maha Tinggi berkata:

وَإِلَى ٱلْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ

"Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?" [QS. al-Ghosyiah: 20]

Dan kata (سُطِحَتْ) berarti dihamparkan dan dibentangkan di HADAPAN manusia, bukan dihadapan alam semesta. Maka tidak peduli seberapa jauh Anda berjalan di muka bumi, maka Anda akan menemukannya terhamparkan dan terbentangkan di hadapan Anda, dan ini tidak akan dapat dicapai kecuali jika bentuk bumi itu bulat.

Al-Qur'an tidak hanya mendatangkan dalil yang menegaskan kepada kita bahwa bumi itu bulat dalam satu ayat... bahkan, al-Quran mendatangkannya dalam beberapa ayat, diantaranya:

Pertama: firman Allah SWT:

﴿ لَا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ ۚ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ ﴾

" Tidaklah mungkin bagi matahari menyusul bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing berenang pada falak-nya". [QS. Yasin: 40]

Ayat ini datang sebagai tanggapan atas pemahaman mereka sebelumnya bahwa hitungan hari itu dimulai dengan siang dan kemudian diikuti oleh malam. Seolah-olah Allah SWT berfirman kepada mereka: Siang tidak mendahului malam dan malam pun tidak mendahului siang, tetapi keduanya ada pada waktu yang bersamaan.

Dan yang telah dumaklumi bersama bahwa bagian-bagian bumi berbeda satu sama lain dalam hal mendekatnya siang dengan terangnya atau datangnya malam dengan gelapnya.

Jadi ketika sebagian dari belahan bumi bersinar dengan cahaya matahari, maka belahan lain dari bumi dalam keadaan suasana hening setelah malam menidurkannya dengan kegelapannya.

Dan semua ini tidak terjadi secara berurutan atau salang bergantian, akan tetapi terjadi pada saat yang sama, yang menunjukkan bahwa Bumi itu bulat berdasarkan makna yang tampak dari nash Al-Qur’an:

﴿ وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ ۚ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ ﴾

" Dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing berenang pada falak-nya". [QS. Yasin: 40]

[Sumber: " كُرَوِيَّةُ الأَرْضِ وَدَوْرَانُهَا.. إِعْجَازٌ عِلْمِيٌّ وَسَبْقُ قُرْآنِيٌّ رِسَالَةٌ جَدِيدَةٌ للملحدين" oleh Ali ash-Sholaby]

Dikatakan pula:

الله تعالى ينزع نور النهار من أماكن الأرض التي يتغشاها الليل بالتدريج كما ينزع جلد الذبيحة عن كامل بدنها بالتدريج، ولا يكون ذلك إلا بدوران الأرض حول محورها أمام الشمس

Allah SWT secara bertahap menguliti cahaya siang hari dari tempat-tempat di bumi yang tertutup malam, seperti halnya secara bertahap menguliti kulit hewan sembelihan dari seluruh tubuhnya.

===***===

GUGUSAN GALAKSI, BULAT BAGAIKAN CINCIN BERTEBARAN DAN BARTHAWAF DI ALAM SEMESTA

 *****

HADITS-HADITS NABI TENTANG BENTUK GUGUSAN GALAKSI DI LANGIT

Pada kesempatan ini Penulis akan membahas tentang sabda-sabda Nabi yang menggambarkan alam semesta sebagaimana yang Allah SWT perlihatkan kepadanya dalam berbagai bentuk dan dimensi, seribu empat ratus tahun yang lalu, ketika baik manusia maupun jin tidak dapat mencapainya , baik dengan pikirannya maupun dengan  pengetahuannya , baik faktanya maupun deskripsinya :

====

PERTAMA : SEPERTI CINCIN-CINCIN YANG DI TEBARKAN DI PADANG SAHARA:

Pertama-tama kita akan menyebutkan deskripsi Nabi tentang dimensi benda langit dan ukurannya dalam kaitannya dengan apa yang ada di atasnya .

Dalam hal ini Rasulullah yang mengisyaratkan bahwa penampakan alam semesta itu bundar melingkar seperti CINCIN sebagaimana dalam hadits Abi Dzar .

Sahabat yang mulia Abu Dzar Al-Ghafari radhiyallahu 'anhu berkata: bahwa Nabi bersabda :

" مَا السَّمَاوَاتُ السَّبعُ فِي الْكُرْسِيِّ إِلَّا كَحَلْقَةٍ مُلْقَاةٍ بِأَرْضِ فَلَاةٍ، وَفَضْلُ الْعَرْشِ عَلَى الْكُرْسِيِّ كَفَضْلِ تِلْكَ الْفَلَاةِ عَلَى تِلْكَ الْحَلْقَةِ".

“Perumpamaan langit yang tujuh dibandingkan dengan Kursi seperti cincin yang dilemparkan di padang sahara yang luas, dan keunggulan ‘Arsy atas Kursi seperti keunggulan padang sahara yang luas itu atas cincin tersebut.” 

[HR. Muhammad bin Abi Syaibah dalam Kitaabul ‘Arsy no. 58 , Ibnu Hibban n0. 361 , al-Baihaqi dalam al-Asmaa wa ash-Shifaat no. 861 dan Abu Naim dalam ((Hilyat Al-Awliya’) (1/167) secara panjang lebar dari Sahabat Abu Dzarr al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu  .

Dishahihkan oleh Ibnu al-Qoyyim dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (I/223 no. 109) dan التعليق على الطحاوية no. 36.

Dan dalam riwayat lain dari Abu Dzar al-Ghifari bahwa Rosulullah bersabda :

ما الكُرْسيُّ في العرشِ إلَّا كحَلْقةٍ مِن حديدٍ أُلقِيَت بينَ ظَهْرَيْ فَلاةٍ مِن الأرضِ.

Tidaklah al-Kursi dibandingkan dengan al-'Arasy itu kecuali seperti cincin besi yang dilemparkan di antara dua hamparan padang sahara di bumi.

[HR. Ath-Thobari meriwayatkan dalam “Al-Tafsir” (5/399) melalui Yunus]. Ibnu Katsiir mengatakan dalam “al-Bidayah wa an-Nihayah ” (1/14) :

"أول الحديث مرسل وعن أبي ذر منقطع ". ا. هـ

“Awal dari hadits adalah mursal dan yang dari Abu Dzar, dan itu sanadnya terputus”.

Dan di Dhaifkan oleh Syu'aib al-Arna'uuth dalam Syarah Aqidah ath-Thahawiyah hal. 370]

Muhammad bin Hajjaj berkata :

قلتورجاله ثقات وهو اصح ما فى الباب والحديث بمجموع الطرق حسن لغيره وفيه دليل الفرق بين الكرسى والعرش فتنبه والله اعلم.

" Saya berkata: Dan orang-orangnya dapat dipercaya, dan itu adalah yang paling shahih dari apa yang ada di bab ini. Dan hadits ini dengan sejumlah jalur-jalurnya adalah HASAN LIGHOIRIHI . Dan hadits ini berisi dalil perbedaan antara al-Kursi dan al-'Arasy , maka perhatikan itu , wallaahu a'lam ". [ Baca : Arsip Multaqoo Ahlil Hadits 69/85 ]

Dan yang sudah maklum adanya bahwa :

أن الرقم سبعة عند العرب يفيد الكثرة ولا يتحدد فقط بالسبعة عددا.

"ANGKA TUJUH di kalangan orang Arab menunjukkan banyak melimpah dan tidak terbatas pada tujuh angka saja" . [ Lihat : مقارنة بين الوصف النبوي وتصور علماء الفضاء للكون oleh : Prof. DR. Mohammad Farsyoukh].

Dan telah diakui secara ilmiah bahwa galaksi kita yang disebut Bima Sakti mengandung miliaran bintang seperti matahari kita yang cerah, lebih kecil dan jutaan kali lebih besar. Dan bahwa alam semesta mengandung miliaran galaksi seperti galaksi kita.

Hadis-hadis diatas menggambarkan alam semesta dengan berbagai gambaran, disesuaikan dengan batas pemahaman orang-orang pada zaman itu dan kemampuan daya cerna akal mereka saat .

Dan Begitu pula penjelasan dari sebagian para sahabat dan Tabi'in . Diantaranya :

Ibnu Abbas berkata:

إِنَّمَا سُمِّيَ الْعَرْشُ عَرْشًا لِارْتِفَاعِهِ.

Arsy dinamai karena tingginya. [ Lihat Tafsir Ibnu Katsir , tafsir surat Huud : 7-8]

Ibnu Abi Hatim dan Abu Al-Sheikh meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata:

‌مَا ‌يُقَدِّرُ ‌قَدْرَ ‌الْعَرْش ‌إِلَّا ‌الَّذِي ‌خَلَقَه ‌وَإِن ‌السَّمَوَات ‌فِي ‌خَلْقِ ‌الْعَرْش ‌مثل ‌قُبَّةٍ فِي صَحْرَاء

Tidak ada yang bisa mengukur Arasy kecuali Dia yang menciptakannya, dan bahwa langit dalam penciptaan Arasy itu seperti kubah di padang pasir [ Lihat : Tafsir ad-Duror al-Mantsur karya as-Sayuuthi 4/335 dan Asroor al-Kaun karya as-Sayuti 1/1 ]

Dan Sa'iid bin Mansour dan Abu Al-Sheikh meriwayatkan bahwa Mujahid berkata:

مَا أَخَذَت السَّمواتُ والأرضُ مِنَ العَرْشِ إلا كَما تَأخُذُ الحَلقةُ مِن أرضِ الفَلاَةِ

“Langit dan bumi tidak diambil dari Arsy kecuali seperti sebuah cincin diambil dari tanah padang sahara.” [ Lihat : Asroor al-Kaun karya as-Sayuti 1/1 ]

Dari Mujahid rahimahullah , dia berkata :

" مَا السَّمَاوَاتُ السَّبعُ فِي الْكُرْسِيِّ إِلَّا كَحَلْقَةٍ مُلْقَاةٍ بِأَرْضِ فَلَاةٍ، وَفَضْلُ الْعَرْشِ عَلَى الْكُرْسِيِّ كَفَضْلِ تِلْكَ الْفَلَاةِ عَلَى تِلْكَ الْحَلْقَةِ".

“Perumpamaan langit yang tujuh dibandingkan dengan Kursi seperti cincin yang dilemparkan di padang sahara yang luas, dan keunggulan ‘Arsy atas Kursi seperti keunggulan padang sahara yang luas itu atas cincin tersebut.” 

[Diriwayatkan secara mauquf pada Mujahid dengan sanad yang di shahihkan oleh Ibnu Hajar dalam “Al-Fath” (13/411)].

(Persentase-presentase hadits dan atsar diatas ini bisa ditunjukkan pada gambar 1, 2 dan 3 berikut ini ):

Gambar No. 1 - Ukuran Bumi dalam hubungannya dengan planet-planet lain di tata surya

Gambar No. 2 - Ukuran Bumi dalam kaitannya dengan ukuran Matahari

Gambar No. 3 - Ukuran matahari kecil dibandingkan dengan ukuran bintang lainnya

Tidaklah mungkin di sini untuk menyampaikan masalah proporsi, dimensi, dan ukuran ; tanpa memperhatikan frasa "cincin" yang disebutkan dalam semua hadits dan riwayat yang menggambarkan alam semesta dan ruang angkasa , dan tidaklah mungkin pula tanpa mengagumi keakuratan deskripsi galaksi-galaksi , meski tidak digambarkannya seperti : bola, permukaan datar, atau lainnya. Melainkan semua itu hanya digambarkan dengan gambaran seperti cincin-cincin.

Dan saya berharap bidang ini dapat diperluas untuk menyajikan penelitian baru oleh para astronom terkenal yang menekankan bahwa alam semesta seluruhnya adalah cincin-cincin. Dan bahwa cincin memiliki kemampuan kohesi, daya tarik, dan keseimbangan, yang tidak diketemukan pada selainnya dari bentuk- bentuk .

Cincin itu adalah ekspresi spasial yang akurat , sebagaimna dalam gambar di bawah ini .

Gambar No. 4 - Sebuah galaksi dengan satu miliar bintang dalam sebuah cincin.

[Sumber : 1-Space rings make the universe go around : www.news.cm.av. 2 –Earth & universe :Ring galaxies: universe-earth.blogspot.com]

===

KEDUA : SEPERTI COIN-COIN DIRHAM YANG BERTEBARAN DI GURUN SAHARA :

Kemudian Nabi menggambarkan sebagian dari apa yang dilihatnya di langit dalam bentuk COIN-COIN DIRHAM yang tersebar di gurun sahara :

Dari Abu Dzar radhiyallahu 'anhu , bahwa Nabi bersabda :

‌مَا ‌السموات ‌السَّبْعُ ‌وَالْأَرَضُونَ ‌السَّبْعُ ‌فِي ‌الْكُرْسِيِّ ‌إِلَّا ‌كَدَرَاهِمَ ‌أُلْقِيَتْ ‌فِي ‌فَلَاةٍ ‌مِنَ ‌الْأَرْضِ وَمَا الْكُرْسِيُّ فِي الْعَرْشِ إِلَّا كَحَلْقَةٍ  أُلْقِيَتْ فِي فَلَاةٍ مِنَ الْأَرْضِ

“Perumpamaan langit yang tujuh dibandingkan dengan Kursi seperti DIRHAM-DIRHAM yang dilemparkan di padang sahara yang luas. Dan Kursi dibandingkan Arasy itu tiada lain seperti cincin yang dilemparkan ke padang sahara di bumi ".

[ Di sebutkan oleh Ath-Thobari dalam Tafsirnya 4/204 , al-Qurthuby dalam Tafsirnya surat Ali Imran ayat 133, ats-Tsa'aalaby dalam Tafsirnya 2/107 dan Az-Zuhaily dalam at-Tafsiir al-Muniir 4/91].

Siapa pun yang melihat (Gambar No. 5) di bawah ini , yang dilampirkan pada penelitian dan diambil oleh TELESKOP HUBBLE, dari salah satu galaksi, akan menemukan bahwa itu sangat mirip dengan sepotong koin seperti dirham atau dinar . Mungkin pembatasan deskripsi dalam dirham hanya untuk mendekatkan pada benak manusia sekitar tentang bentuk galaksi dan ukurannya yang kecil dibandingkan ruang angkasa yang mengitarinya.

Gambar No. 5 - Galaksi yang bintang-bintangnya berkumpul dalam bentuk dirham atau dinar

====

KETIGA : SEPERTI COIN-COIN DIRHAM YANG DI HAMPARKAN DIATAS PERISAI :

Gambaran yang paling penting dari Nabi dari kelompok galaksi adalah ketika beliau menggambarkan semua itu dalam ruang yang lapang .

Dari Zaid bin Aslam , bahwa Rosulullah bersabda :

"مَا السَّمَاوَاتُ السّبْعُ في الكُرْسي إلاَّ كَدَرَاهِمَ سَبْعة أُلقِيَتْ في تُرس".

“Tidaklah Tujuh langit dibanding dengan al-Kursi melainkan seperti tujuh dirham yang dilemparkan ke dalam perisai.”

[HR. Ibnu Jarir dalam Tafsir nya . al-Imam adz-Dzahabi dalam العُلُو hal. 117 berkata : " Hadits Mursal . Dan Abdurrahman Dho'iif ". Lihat pula al-Biayah wa an-Nihayah karya Ibnu Katsir 11/1 .

Ath-Thobari meriwayatkan dalam “Al-Tafsir” (5/399) melalui Yunus, dia berkata: Ibnu Wahb memberi tahu kami, dia berkata: Ibnu Zaid mengatakannya dengan kata-kata :

"ما السموات السبع في الكرسي إلا كدراهم سبعة ألقيت في ترس" . قال : " وقال أبو ذر: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: ما الكرسي في العرش إلا كحلقة من حديد ألقيت بين ظهري فلاة من الأرض ".

“Tujuh langit dibanding kursi tidak lain seperti tujuh dirham yang dilemparkan ke dalam perisai.”

Dia berkata: "Abu Dzar berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda : al-Kursi dibandingkan al-'Arasy itu seperti cincin besi yang dilemparkan di antara dua hamparan padang sahara di bumi."

Ibnu Katsiir mengatakan dalam “al-Bidayah wa an-Nihayah ” (1/14) :

"أول الحديث مرسل وعن أبي ذر منقطع» ا. هـ، 

“Awal dari hadits adalah mursal dan yang dari Abu Dzar, dan itu sanadnya terputus”.

Dan di Dhaifkan oleh Syu'aib al-Arna'uuth dalam Syarah Aqidah ath-Thahawiyah hal. 370.

Muhammad bin Hajjaj berkata :

قلتورجاله ثقات وهو اصح ما فى الباب والحديث بمجموع الطرق حسن لغيره وفيه دليل الفرق بين الكرسى والعرش فتنبه والله اعلم.

" Saya berkata: Dan orang-orangnya dapat dipercaya, dan itu adalah yang paling shahih dari apa yang ada di bab ini. Dan hadits ini dengan sejumlah jalur-jalurnya adalah HASAN LIGHOIRIHI . Dan hadits ini berisi dalil perbedaan antara al-Kursi dan al-'Arasy , maka perhatikan itu , wallaahu a'lam ". [ Baca : Arsip Multaqoo Ahlil Hadits 69/85 ]

Dan yang sudah maklum adanya bahwa :

أن الرقم سبعة عند العرب يفيد الكثرة ولا يتحدد فقط بالسبعة عددا.

"Angka tujuh di kalangan orang Arab menunjukkan banyak melimpah dan tidak terbatas pada tujuh angka saja" .

Dan jika kita melihat persepsi para ilmuwan tentang alam semesta dari keberadaannya hingga saat ini, kita akan terkejut bahwa apa yang mereka bayangkan tidak jauh dari apa yang dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Yaitu seperti dirham dalam perisai atau cangkir. (Gambar No. 6).

 

Gambar No. 6 - Kesamaan bagaimana para ilmuwan membayangkan bentuk alam semesta dan bagaimana Nabi melihatnya

Dan bagi mereka yang diliputi rasa takjub atau keheranan , lalu mereka bertanya dari mana Nabi ini mendapatkan informasi atau pengamatan ini ?

Kami katakan kepadanya : bahwa Allah SWT telah memperlihkannya kepada Nabi :

Allah SWT berfirman : 

 وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى (١٣) عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى (١٤) عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى (١٥) إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى (١٦) مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى (١٧) لَقَدْ رَأَى مِنْ آيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى (١٨)

"Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar." (QS an-Najm ayat 13–18)

Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ahuma, ia berkata: “Rasulullah bersabda:

أَتَانِي اللَّيْلَةَ رَبِّي تَبَارَكَ وَتَعَالَى فِي أَحْسَنِ صُوْرَةٍ قَالَ: أَحْسَبُهُ، قَالَ: فِي الْمَنَامِ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ هَلْ تَدْرِي فِيْمَ يَخْتَصِمُ الْمَلأُ اْلأَعْلَى؟ قَالَ: قُلْتُ: لاَ، قَالَ: فَوَضَعَ يَدَهُ بَيْنَ كَتِفَيَّ حَتَّى وَجَدْتُ بَرْدَهَا بَيْنَ ثَدْيَيَّ، أَوْ قَالَ: فِي نَحْرِي، فَعَلِمْتُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ، قَالَ: يَا مُحَمَّدُ، هَلْ تَدْرِي فِيْمَ يَخْتَصِمُ الْمَلأُ اْلأَعْلَى، قُلْتُ: نَعَمْ، قَالَ فِي الْكَفاَّرَاتِ وَالْكَفَّارَاتُ الْمَكْثُ فِي الْمَسَاجِدِ بَعْدَ الصَّلَوَاتِ وَالْمَشْيُ عَلَى اْلأَقْدَامِ إِلَى الْجَمَاعَاتِ وَإِسْبَاغُ الْوُضُوْءِ فِي الْمَكَارِهِ وَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ عَاشَ بِخَيْرٍ وَمَاتَ بِخَيْرٍ وَكَانَ مِنْ خَطِيْئَتِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ.”

‘Malam tadi Rabb-ku datang kepadaku dalam bentuk yang paling indah - Dia berkata : aku mengira nya bahwa beliau bersabda - : itu terjadi di dalam mimpi. Kemudian Dia SWT berfirman kepadaku : ‘Wahai Muhammad, apakah engkau tahu apa yang menjadi bahan pembicaraan para Malaikat ?’

Aku menjawab, ‘Aku tidak tahu.’

Lalu Allah meletakkan tangan-Nya di antara kedua pundakku, sehingga aku merasakan dingin di dada atau di dekat tenggorokan, maka aku tahu apa yang ada di langit dan bumi.

[ Diriwayatkan oleh Al-Tirmidzi (3233) dan Ahmad (3484). Syaikh al-Albani berkata: “Hadits ini shahih.” (Shahiih Sunan at-Tirmidzi 2/ 98 dan Shahiih at-Targhiib wat Tarhiib 1/194)]

Dalam lafadz riwayat Mu'adz bin Jabal , Rosulullah bersabda :

" إنِّي قمتُ منَ اللَّيلِ فتوضَّأتُ فصلَّيتُ ما قُدِّرَ لي فنعَستُ في صلاتي فاستثقلتُ، فإذا أَنا بربِّي تبارَكَ وتعالى في أحسَنِ صورةٍ، فقالَ: يا مُحمَّدُ قلتُ: ربِّ لبَّيكَ، قالَ: فيمَ يختصِمُ الملأُ الأعلى؟ قلتُ: لا أدري ربِّ، قالَها ثلاثًا قالَ: فرأيتُهُ وضعَ كفَّهُ بينَ كتفيَّ حتَّى وجدتُ بردَ أَناملِهِ بينَ ثدييَّ، فتجلَّى لي كلُّ شيءٍ وعرَفتُ ".

“Sesungguhnya semalam aku bangun dan melakukan shalat sesuai kemampuanku, lalu aku mengantuk dalam shalatku, hingga aku merasa semakin berat rasa kantuk ku . Tiba-tiba aku berjumpa Rabb-ku dalam sebaik-baik bentuk, lalu Dia berfirman :

‘Wahai Muhammad, apakah engkau tahu tentang apa yang diperbantahkan oleh Al-Malaul-A’laa ?’.

Aku menjawab : ‘Aku tidak tahu, wahai Rabb-ku’ - Beliau mengulanginya sebanyak tiga kali-  Lalu aku melihat Dia meletakkan telapak tangan-Nya di antara dua pundakku, hingga aku merasakan dinginnya jari-jemari-Nya di antara dadaku. Lalu tampaklah bagiku segala sesuatu dan aku mengenalnya.

Diriwayatkan oleh Al-Tirmidzi (3235) dan Ahmad (22162). Di shahihkan oleh Ahmad Syakir dalam عمدة التفسير 1/790 dan oleh al-Albaani dalam Shahih at-Tirmidzi no. 3235.

 Dari [Ibnu Abbas] bahwa nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda:

أَتَانِي رَبِّي فِي أَحْسَنِ صُورَةٍ فَقَالَ يَا مُحَمَّدُ قُلْتُ لَبَّيْكَ رَبِّ وَسَعْدَيْكَ قَالَ فِيمَ يَخْتَصِمُ الْمَلَأُ الْأَعْلَى قُلْتُ رَبِّ لَا أَدْرِي فَوَضَعَ يَدَهُ بَيْنَ كَتِفَيَّ فَوَجَدْتُ بَرْدَهَا بَيْنَ ثَدْيَيَّ فَعَلِمْتُ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ

"Rabbiku mendatangiku dalam wujud yang paling indah lalu berfirman: 'Hai Muhammad, ' aku menjawab: Baik, Rabb. Ia bertanya: 'Tahukah kamu apa yang diperdebatkan malaikat tertinggi? ' Beliau menjawab: Rabb aku tidak tahu.' Lalu Ia meletakkan tanganNya di atas pundakku hingga aku merasakan dinginnya diantara dadaku lalu aku mengetahui yang ada ditimur dan dibarat.

[HR. At-Tirmidzi no. 3234 dan Ahmad 1/368 , Abu Ya’la (4/475), dan Ibnu Khuzaimah dalam ((Al-Tauhid)) (293)

Al-Tirmidzi berkata: Ini adalah hadits hasan gharib dari jalur ini. Ahmad Syakir berkata dalam ((Musnad Ahmad)) (5/162): "Sanadnya Shahih". Al-Albani berkata dalam ((Sahih Sunan Al-Tirmidzi)): "Shahih" .

Ini adalah salah satu tanda kenabian Nabi Muhammad . Dan beliau adalah orang yang Allah SWT perlihatkan padanya ruang angkasa yang luas, lalu beliau menggambarkan tentang langit kepada kita dengan akurasi ini.

Tidak aneh lagi bagi kita untuk mempercayainya dalam hal yang berkaitan dengan informasi tentang bumi. Semua ini untuk menenteramkan hati akan kebenaran agama dan kebenaran keyakinan, sesuai dengan firman Allah Yang Maha Esa.

{ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّكَ عَلَى الْحَقِّ الْمُبِينِ }

Sebab itu bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya kamu berada di atas kebenaran yang nyata. [QS. an-Naml : 79]

Maha Suci Allah yang telah mendukung dan membela Nabi-Nya yang buta huruf dengan kemenangan dan pengetahuannya, dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

Posting Komentar

0 Komentar