Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

HUKUM OPERASI KECANTIKAN DAN KETAMPANAN

HUKUM OPERASI KECANTIKAN DAN KETAMPANAN

جِرَاحَةُ التَّجْمِيلِ

 ===

Disusun Oleh: Abu Haitsam Fakhry

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

----

===

DAFTAR ISI :

  • DEFINISI OPERASI KECANTIKAN DAN KETAMPANAN:
  • PEMBAGIANNYA DARI SISI KARENA ADANYA KEBUTUHAN DAN KARENA INGIN MEMPERBAGUS PENAMPILAN
  • BAGIAN PERTAMA: OPERASI KECANTIKAN BERSIFAT KARENA ADA HAJAT DAN KEBUTUHAN.
  • HUKUM OPERASI KECANTIKAN YANG BERSIFAT ADANYA HAJAT DAN KEBUTUHAN DAN PENDAPAT PARA ULAMA TENTANGNYA:
  • BAGIAN KEDUA: OPERASI KECANTIKAN YANG BERSIFAT KARENA INGIN MEMPERBAGUS PENAMPILAN:
  • OPERASI YANG TERMASUK DALAM KATEGORI INI TERBAGI MENJADI DUA JENIS:
  • HUKUM SYAR’I TERKAIT PELAKSANAAN OPERASI KECANTIKAN YANG BERSIFAT KARENA INGIN MEMPERBAGUS PENAMPILAN . DAN PENDAPAT PARA ULAMA TENTANGNYA:
  • BAGIAN PERTAMA: MENGUBAH WARNA TUBUH.
  • BAGIAN KEDUA: MEMPERCANTIK RAMBUT.
  • BAGIAN KETIGA: MEMPERCANTIK GIGI
  • BAGIAN KEEMPAT: MEMPERCANTIK ANGGOTA TUBUH.
  • TARJIH (Pendapat yang lebih kuat):

****

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

===***===

DEFINISI OPERASI KECANTIKAN DAN KETAMPANAN:

Yang dimaksud dengan operasi kecantikan (جِرَاحَةُ التَّجْمِيلِ) :

"Operasi kecantikan" adalah istilah untuk seni dan ilmu tertentu. Makna yang dipahami dari-nya adalah mengubah suatu penampakan menjadi lebih indah, hingga dikatakan:

إِنَّ الْغَرَضَ مِنْ جِرَاحَةِ التَّجْمِيلِ هُوَ إِضَافَةُ لَمْسَةِ جَمَالٍ عَلَى الْوَجْهِ، أَوْ إِخْفَاءُ بَعْضِ الْعُيُوبِ أَوْ آثَارِ تَقَدُّمِ السِّنِّ الَّتِي تَعْتَرِيهِ، وَبِالتَّالِي تُحَقِّقُ مَا يَصْبُو إِلَيْهِ الْبَاحِثُونَ عَنِ الْأَنَاقَةِ وَالْجَاذِبِيَّةِ وَالشَّكْلِ الْمَقْبُولِ.

“Tujuan dari operasi kecantikan adalah menambahkan sentuhan keindahan pada wajah, atau menyamarkan sebagian cacat atau bekas penuaan yang tampak padanya, sehingga tercapai apa yang diinginkan oleh mereka yang mencari keanggunan, daya tarik, dan bentuk yang dapat diterima”.

(Baca : Al-Jiraahah at-Tajmiliyyah: Dirasah Fiqhiyyah Tafshiliyyah, Muhammad Muhammad al-Mukhtar ash-Shanqithi, hlm. 19).

Para ahli mendefinisikan operasi kecantikan sebagai:

« جِرَاحَةٌ تَجْرِي لِتَحْسِينِ مَنْظَرِ جُزْءٍ مِنْ أَجْزَاءِ الْجِسْمِ الظَّاهِرَةِ، أَوْ وَظِيفَتِهِ إِذَا مَا طَرَأَ عَلَيْهِ نَقْصٌ، أَوْ تَلَفٌ أَوْ تَشَوُّهٌ »

"Operasi yang dilakukan untuk memperbaiki penampilan salah satu bagian tubuh yang tampak, atau fungsinya jika mengalami kekurangan, kerusakan, atau cacat".

(Majallat Majma’ al-Fiqh al-Islami, Rabithah al-‘Alam al-Islami, jilid 9, hlm. 3).

Definisi ini tampak kurang sempurna dan tidak mencakup semuanya, misalnya: batasan "yang tampak" dalam definisi ini mengecualikan lubang saluran kemih bagian bawah pada laki-laki, padahal termasuk jenis operasi ini.

Mungkin menyebutkan bidang-bidang pembedahan yang disepakati masuk dalam cabang ini lebih baik dan lebih bermanfaat daripada mencoba mendefinisikannya secara rinci dengan menambah dan mengurangi syarat tertentu yang bisa jadi disukai oleh peneliti syar'i namun ditolak oleh dokter. Oleh karena itu, operasi ini dapat diketahui melalui bidang-bidangnya, yaitu: pengobatan luka bakar, cacat bawaan, operasi wajah dan tengkorak, operasi kepala dan leher, bedah mikro, bedah tangan, operasi kecantikan umum, dan operasi estetika.

[Demikian disampaikan oleh Muhammad bin 'Abdil Jawwad an-Natsyah dalam *al-Masail ath-Thibbiyyah al-Mustajaddah*, jilid 2, hlm. 239–240, dengan penyesuaian dan ringkasan.]

===***===

PEMBAGIANNYA DARI DUA SISI : KARENA ADANYA KEBUTUHAN 
DAN HANYA KARENA INGIN MEMPERBAGUS PENAMPILAN

Operasi kecantikan terbagi menjadi dua bagian:

****

BAGIAN PERTAMA: OPERASI KECANTIKAN BERSIFAT KARENA KEBUTUHAN MENDESAK.

Operasi ini mencakup sejumlah tindakan bedah yang bertujuan menghilangkan cacat, baik berupa kekurangan, kerusakan, maupun cacat fisik. Para dokter menyebutnya sebagai operasi yang bersifat darurat karena adanya kebutuhan mendesak untuk melakukannya. Namun mereka tidak membedakan antara kebutuhan yang mencapai tingkat darurat (dharurat) dan kebutuhan yang belum sampai pada tingkat itu (hajiyah) sebagaimana istilah yang digunakan para fuqaha (Al-Jiraahah at-Tajmiliyyah, hlm. 22).

BAGIAN KEDUA: OPERASI KECANTIKAN YANG BERSIFAT MEMPERBAGUS PENAMPILAN.

Salah seorang peneliti mendefinisikan jenis ini dengan mengatakan:

" هِيَ تِلْكَ الْعَمَلِيَّاتُ الَّتِي لَا تُعَالِجُ عَيْبًا فِي الْإِنْسَانِ يُؤْذِيهِ وَيُؤْلِمُهُ، وَإِنَّمَا يُقْصَدُ مِنْهَا إِخْفَاءُ الْعُيُوبِ وَإِظْهَارُ الْمَحَاسِنِ وَالرَّغْبَةُ فِي التَّزَيُّنِ، وَمُحَاوَلَةُ التَّطَلُّعِ لِلْعَوْدَةِ إِلَى الشَّبَابِ مَرَّةً أُخْرَى بَعْدَ التَّقَدُّمِ فِي السِّنِّ"

"Yaitu operasi yang tidak bertujuan mengobati cacat pada seseorang yang menyakitinya dan menyusahkannya, tetapi bertujuan menyamarkan kekurangan, menonjolkan kelebihan, keinginan untuk berhias, dan berupaya kembali ke masa muda setelah mengalami penuaan".

(Lihat: *Al-Fikr al-Islami wa al-Qadhaya ath-Thibbiyyah al-Mu'ashirah* oleh Dr. Syauqi as-Sahi, hlm. 136, melalui *al-Masail ath-Thibbiyyah al-Mustajaddah*, jilid 2, hlm. 263, dan lihat pula : Al-Jiraahah at-Tajmiliyyah, hlm. 23).

==**==**==

PENJELASAN MASING-MASING JENIS, HUKUM SYARIATNYA, PENDAPAT PARA ULAMA BESERTA DALIL, PEMBAHASAN, DAN TARJIH

***===***===***

BAGIAN PERTAMA: 
OPERASI KECANTIKAN BERSIFAT KARENA ADA HAJAT DAN KEBUTUHAN.

Jenis ini yang perlu dilakukan mencakup sejumlah tindakan bedah yang bertujuan menghilangkan cacat, baik berupa kekurangan, kerusakan, atau cacat. Maka ia bersifat darurat atau hajiyah ditinjau dari sebab yang mendorong pelaksanaannya, dan bersifat kecantikan dari segi hasil dan dampaknya.

Jika kita perhatikan cacat yang terdapat dalam tubuh, maka ia terbagi menjadi dua jenis:

****

JENIS PERTAMA: CACAT BAWAAN.

Yaitu cacat yang timbul dalam tubuh karena sebab dari dalam tubuh itu sendiri, bukan dari sebab luar. Ini mencakup dua macam cacat, yaitu

Macam pertama: Cacat bawaan yang dibawa sejak lahir oleh seseorang. Di antaranya sebagai berikut:

1- Belahan pada bibir atas (bibir sumbing « الشَّفَةُ الْمَفْلُوجَةُ »).

2- Menyatunya jari-jari tangan dan kaki.

3- Tersumbatnya lubang anus.

4- Kelainan bawaan pada pelvis ginjal, yang paling penting di antaranya adalah ginjal ganda.

5- Kelainan bawaan pada ureter (seperti ureter ganda, penyambungan ureter yang menyimpang, ureter di belakang vena cava, ureter yang melebar sejak lahir, dan kista ureter).

Macam kedua: Cacat yang disebabkan oleh penyakit yang menyerang tubuh. Di antaranya:

1- Penyusutan gusi akibat berbagai peradangan.

2- Tumor jinak pada pelvis ginjal dan ureter.

3- Cacat pada daun telinga akibat penyakit sifilis, kusta, dan TBC.

4- Varises pada kaki yang muncul karena berdiri terlalu lama atau kehamilan.

****

JENIS KEDUA: 
CACAT BUKAN BAWAAN, MELAINKAN DATANG KEMUDIAN « طَارِئَةٌ »:

Yaitu cacat yang timbul karena sebab dari luar tubuh, seperti cacat dan kelainan akibat kecelakaan dan luka bakar.

Contohnya:

1- Patah tulang wajah yang parah akibat kecelakaan lalu lintas.

2- Kelainan kulit akibat luka bakar.

3- Kelainan kulit akibat alat-alat tajam.

4- Menyatunya jari-jari tangan akibat luka bakar.

5- Terputusnya beberapa anggota tubuh akibat penganiayaan atau kecelakaan .

(Lihat: *al-Mausu'ah ath-Thibbiyyah al-Haditsah*, jilid 3, hlm. 454, dan *Ahkam al-Jirahah ath-Thibbiyyah*, hlm. 183–185).

****

HUKUM OPERASI KECANTIKAN YANG BERSIFAT ADANYA HAJAT DAN KEBUTUHAN
DAN PENDAPAT PARA ULAMA TENTANGNYA:

Sebagian peneliti kontemporer dalam bidang fikih telah membahas masalah ini dan mencapai kesimpulan adanya kesepakatan di antara mereka bahwa jenis operasi ini dibolehkan dan disyariatkan. Namun, mereka terbagi menjadi dua kelompok dalam hal pembatasan dan kebebasan pelaksanaannya:

Kelompok pertama: Membolehkan secara mutlak tanpa syarat.

Ini adalah pendapat yang dianut oleh banyak peneliti dan ulama kontemporer yang pendapat mereka sempat saya telaah dalam masalah ini. Di antara mereka adalah Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, Syaikh al-Fauzan, Syaikh Muhammad bin Muhammad al-Mukhtar asy-Syinqithi. Pendapat ini juga yang diambil oleh Lajnah Fatwa Kuwait.

[*Ahkam al-Jirahah ath-Thibbiyyah*, hlm. 185 dan seterusnya, serta *al-Masail ath-Thibbiyyah al-Mustajaddah*, jilid 2, hlm. 260.]

Kelompok kedua: Membolehkan dengan syarat.

Kelompok ini diwakili oleh Dr. Abdul Salam as-Sukkari. Ia mensyaratkan dua syarat yang ia ambil berdasarkan qiyas dengan hukum transplantasi organ:

1. Bahwa bagian tubuh yang digunakan dalam operasi kecantikan dan rekonstruksi harus diambil dari jenis tubuh pasien sendiri, atau dari tubuh manusia yang baru saja meninggal dunia.

2. Bahwa dokter yang melakukan operasi memiliki dugaan kuat bahwa hasil operasinya akan positif.

(Lihat: *al-Masail ath-Thibbiyyah al-Mustajaddah*, jilid 2, hlm. 261 dan Al-Jiraahah at-Tajmiliyyah, hlm. 31).

 DR. Muhammad asy-Syinqithi berkata tentang hukum operasi ini setelah menyebutkan sejumlah dalil dan alasan yang membolehkan:

"وَبِنَاءً عَلَى مَا سَبَقَ فَإِنَّهُ لَا حَرَجَ عَلَى الطَّبِيبِ وَلَا عَلَى الْمَرِيضِ فِي فِعْلِ هَذَا النَّوْعِ مِنَ الْجِرَاحَةِ، وَالْإِذْنِ بِهِ، وَيُعْتَبَرُ جَوَازُ إِزَالَةِ الْعُيُوبِ الْخِلْقِيَّةِ فِي هَذَا النَّوْعِ مَبْنِيًّا عَلَى وُجُودِ الْحَاجَةِ الدَّاعِيَةِ إِلَى فِعْلِهِ. وَأَمَّا الْعُيُوبُ الْحَادِثَةُ بِسَبَبِ الْحُرُوقِ وَالْحَوَادِثِ وَنَحْوِهَا فَإِنَّهُ تَجُوزُ إِزَالَتُهَا بِدُونِ ذَلِكَ الشَّرْطِ اعْتِبَارًا لِلْأَصْلِ الْمُوجِبِ لِجَوَازِ مُدَاوَاةِ نَفْسِ الْحَرْقِ، وَالْجُرْحِ ... وَاللَّهُ تَعَالَى أَعْلَمُ"

"Berdasarkan hal-hal di atas, maka tidak ada keberatan bagi dokter maupun pasien dalam melakukan jenis operasi ini, dan tidak mengapa memberikan izin untuknya. Kebolehan menghilangkan cacat bawaan dalam jenis ini didasarkan pada adanya kebutuhan yang mendorong untuk melakukannya. Adapun cacat yang timbul karena luka bakar, kecelakaan, dan sejenisnya, maka boleh dihilangkan tanpa syarat tersebut, berdasarkan hukum asal yang membolehkan mengobati luka bakar dan luka… Wallahu a'lam" (*Ahkam al-Jirahah ath-Thibbiyyah*, hlm. 187.).

Dalil-dalil kebolehan operasi kecantikan yang bersifat karena adanya hajat dan kebutuhan:

1. Hadis dari Abu Hurairah dari Nabi , beliau bersabda:

« تَدَاوَوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا وَأَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً »

"Berobatlah kalian, karena sesungguhnya Allah tidak meletakkan penyakit melainkan Dia juga menurunkan obat untuknya."

[HR. Bukhori no. 5678. Lihat pula Ma’alim al-Qurbah karya Muhmmad Dhiyauddin hal. 165].

2. Hadis dari Usamah bin Syarik radhiyallahu 'anhu, di dalamnya disebutkan:

« تَدَاوَوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا وَضَعَ لَهُ دَوَاءً، غَيْرَ دَاءٍ وَاحِدٍ: الْهَرَمُ »

"Berobatlah kalian, karena sesungguhnya Allah tidak meletakkan penyakit melainkan Dia juga meletakkan obat untuknya, kecuali satu penyakit: yaitu usia tua."

[Diriwayatkan oleh Abu Dawud (2015, 3855) secara terpisah, at-Tirmidzi (2038), an-Nasa’i dalam *as-Sunan al-Kubra* (7553), Ibnu Majah (3436) dengan lafaz ini, dan Ahmad (18454) dengan sedikit perbedaan. Di nilai shahih oleh an-Nawawi dalam al-Majmu’ 5/107 dan al-Albani Shahih Ibnu Majah]

Petunjuk dari kedua hadis ini: keduanya menunjukkan bolehnya berobat dan melakukan pengobatan terhadap semua penyakit, dan penyakit-penyakit yang disebutkan dalam konteks operasi kecantikan dengan tujuan pengobatan termasuk dalam cakupan kebolehan tersebut.

3. Karena intervensi bedah dalam kasus-kasus seperti ini tidak dianggap sebagai perubahan terhadap ciptaan Allah yang dilarang oleh nash.

4. Cacat-cacat yang diobati dengan operasi ini mencakup kerusakan fisik dan psikologis, dan hal ini menjadi alasan untuk membolehkan operasi, karena dianggap sebagai kebutuhan, sementara kebutuhan diposisikan sebagai keadaan darurat berdasarkan kaidah:

" الْحَاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُورَةِ عَامَّةً كَانَتْ أَوْ خَاصَّةً ".

"Kebutuhan diperlakukan seperti keadaan darurat, baik yang bersifat umum maupun khusus."

5. Qiyas (analogi) operasi kecantikan yang bertujuan pengobatan dengan kebolehan memotong anggota tubuh jika terdapat penyakit yang mematikan di dalamnya, dan para fuqaha telah menyatakan kebolehannya.

6. Qiyas dengan berbagai jenis pembedahan lainnya, dengan kesamaan adanya kebutuhan dalam semua kasus tersebut.

7. Karena meninggalkan pengobatan dalam kasus-kasus ini menimbulkan kesulitan dan penderitaan, sementara syariat Islam dibangun atas dasar kemudahan dan menghilangkan kesulitan dari mukallaf.

8. Karena diperbolehkan melakukan operasi medis jika terdapat sebab yang membolehkannya, dan operasi kecantikan yang bertujuan pengobatan termasuk dalam kategori ini (Al-Jiraahah at-Tajmiliyyah, hlm. 33–35).

***===***===****

BAGIAN KEDUA: 
OPERASI KECANTIKAN YANG BERSIFAT HANYA KARENA INGIN MEMPERBAGUS PENAMPILAN:

(جِرَاحَةُ التَّجْمِيلِ التَّحْسِينِيَّةُ)

Jenis ini disebut demikian karena merupakan operasi untuk memperindah penampilan dan meremajakan wajah .

(Baca : *Jirahat at-Tajmil* karya al-Qazwini, hlm. 15. Lihat juga: *Ahkam al-Jirahah ath-Thibbiyyah*, hlm. 191 dan Al-Jiraahah at-Tajmiliyyah, hlm. 36).

Yang dimaksud dengan memperbagus penampilan adalah: mencapai bentuk yang lebih baik dan tampilan yang lebih indah, tanpa adanya alasan darurat atau kebutuhan yang mendesak untuk melakukannya.

Adapun yang dimaksud dengan meremajakan (تَجْدِيدُ الشَّبَابِ) adalah: menghilangkan tanda-tanda penuaan (إِزَالَةُ الشَّيْخُوخَةِ), sehingga orang yang sudah tua tampak seolah-olah berada pada masa muda dan kematangan usia dalam bentuk dan penampilannya.

[Lihat: *al-Mausu'ah ath-Thibbiyyah al-Haditsah*, hlm. 455; *Fan Jirahat at-Tajmil* karya al-Qazwini, hlm. 15; dan *Ahkam al-Jirahah ath-Thibbiyyah* karya asy-Syinqithi, hlm. 191].

****

OPERASI YANG TERMASUK DALAM KATEGORI INI TERBAGI MENJADI DUA JENIS:
operasi bentuk (penampilan) dan operasi peremajaan (agar nampak lebih muda).

====

Jenis pertama: Operasi bentuk penampilan (عَمَلِيَّاتُ الشَّكْلِ).

Di antara bentuknya yang paling terkenal adalah:

1. Mempercantik hidung dengan mengecilkannya dan mengubah bentuknya dari sisi lebar dan tinggi.

2. Mempercantik dagu, yaitu dengan mengecilkan tulangnya jika terlalu besar, atau membesarkannya dengan menambahkan dagu buatan yang dilekatkan pada otot dan jaringan rahang.

3. Mempercantik payudara dengan mengecilkannya jika terlalu besar, atau membesarkannya dengan menyuntikkan zat tertentu langsung ke dalam rongga payudara, atau menyuntikkan hormon seksual, atau dengan memasukkan payudara buatan ke dalam rongga dada.

4. Mempercantik telinga, dengan menariknya ke belakang jika terlalu menonjol.

5. Mempercantik perut dengan mengencangkan kulitnya, dan menghilangkan bagian yang berlebih dengan menariknya dari bawah kulit melalui pembedahan.

6. Mempercantik kelopak mata, pipi, bibir, gigi, dan mengatasi kelumpuhan wajah.

7. Pembuatan anggota tubuh yang hilang atau sebagian darinya.

8. Menghilangkan tato dan menghilangkan kegemukan.

[Lihat: *Ahkam al-Jirahah ath-Thibbiyyah*, hlm. 191–192; *Jirahat at-Tajmil* karya Faizah Thurayyah, hlm. 11; *al-Masail ath-Thibbiyyah al-Mustajaddah*, jilid 2, hlm. 263–264; dan *al-Mausu'ah ath-Thibbiyyah al-Haditsah*, jilid 3, hlm. 454, 455.]

Jenis kedua: Operasi peremajaan agar nampak lebih muda (عَمَلِيَّاتُ التَّشْبِيبِ):

Yaitu operasi yang dilakukan untuk orang lanjut usia, dengan tujuan menghilangkan tanda-tanda penuaan dan usia tua. Bentuknya yang paling dikenal antara lain:

1- Mempercantik wajah dengan mengencangkan kerutan, atau dengan proses pengelupasan kimia.

2- Mempercantik bagian belakang tubuh dengan menghilangkan lemak di area bokong.

3- Mempercantik lengan bawah dengan mengangkat bagian kulit dan lemak yang berlebih.

4- Mempercantik kedua tangan, yang disebut juga “peremajaan tangan (تَجْدِيدُ شَبَابِ الْيَدَيْنِ)”, dengan mengencangkan kerutannya.

5- Mempercantik alis dengan menarik zat yang menyebabkan pembengkakan.

6- Menanam dan mempercantik rambut.

===***===

HUKUM SYAR’I TERKAIT PELAKSANAAN OPERASI KECANTIKAN YANG BERSIFAT KARENA INGIN MEMPERBAGUS PENAMPILAN
DAN PENDAPAT PARA ULAMA TENTANGNYA:

Terjadi perbedaan pendapat di antara para peneliti dan ulama kontemporer yang membahas masalah ini. Namun, perlu diperhatikan bahwa operasi-operasi yang disebutkan satu per satu bukanlah maksud utama dari perbedaan pendapat itu sendiri.

****

PERBEDAAN PENDAPAT DALAM MASALAH INI TERBAGI MENJADI DUA:

Pertama: Pendapat yang melarang dan mengharamkan.

Ini adalah pendapat banyak ulama, di antaranya: Syaikh Muhammad asy-Syinqithi, Syauqi as-Sahi, Abdul Salam as-Sukkari, Syaikh Ali ath-Thanthawi, dan lainnya.

Kedua: Pendapat yang merinci setiap jenis operasi sesuai hukum syar’i masing-masing berdasarkan dalilnya.

Pendapat ini dipegang oleh Dr. Muhammad as-Sarthawi dan Dr. Muhammad Utsman Syabir.

Perlu dicatat bahwa para ulama yang mengambil pendapat kedua ini membahas terlebih dahulu bentuk-bentuk kecantikan klasik yang telah dibahas oleh para fuqaha terdahulu, lalu menyamakan bentuk-bentuk operasi kecantikan modern dengan bentuk klasik yang setara, dan memberikan hukum sesuai dengan kondisi dan latar belakangnya.

Dalil-dalil pendapat pertama:

Dalil-dalil pendapat ini berkisar pada tidak adanya kebutuhan atau darurat yang membenarkannya, serta karena hal tersebut termasuk mengubah ciptaan Allah, selain itu juga mengandung unsur penipuan, kecurangan, dan kedustaan.

Di antara dalil-dalilnya:

1- Firman Allah Ta‘ala yang mengisahkan tentang iblis laknatullah:

﴿وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ﴾

*“Dan aku benar-benar akan memerintahkan mereka (manusia) sehingga mereka mengubah ciptaan Allah”* (QS. an-Nisa’: 119).

Petunjuk dari ayat ini: Ayat ini datang dalam konteks celaan dan penjelasan tentang hal-hal yang diharamkan yang digoda oleh setan untuk dilakukan oleh para pelaku maksiat dari kalangan anak Adam, di antaranya adalah mengubah ciptaan Allah. Operasi kecantikan yang bersifat perbaikan penampilan termasuk dalam hal ini karena mengubah ciptaan Allah dan mempermainkannya mengikuti hawa nafsu dan keinginan.

2- Riwayat dari Ibnu Mas‘ud radhiyallahu ‘anhu:

«لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ، مَالِي لَا أَلْعَنُ مَنْ لَعَنَهُ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ، وَهُوَ مَلْعُونٌ فِي كِتَابِ اللَّهِ»

“Allah melaknat para wanita yang membuat tato, yang mencabut bulu alis, dan yang merenggangkan gigi demi kecantikan, yaitu mereka yang mengubah ciptaan Allah. Mengapa aku tidak melaknat orang yang dilaknat oleh Rasulullah , padahal laknat itu juga tercantum dalam Kitab Allah.” [Diriwayatkan oleh al-Bukhari (4886) dan Muslim (2125) dengan sedikit perbedaan.]

Dalam riwayat lain:

سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَلْعَنُ الْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ اللَّائِي يُغَيِّرْنَ خَلْقَ اللَّهِ.

“Aku mendengar Rasulullah melaknat wanita yang mencabut bulu alis dan merenggangkan gigi untuk kecantikan, yang mengubah ciptaan Allah.”

Petunjuk dari hadis ini: Hadis tersebut menunjukkan laknat atas perbuatan-perbuatan tersebut, dan sebabnya adalah karena perubahan terhadap ciptaan, sebagaimana disebutkan dalam riwayat:

«وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ»

*“dan yang merenggangkan gigi untuk kecantikan, yang mengubah ciptaan Allah”*.

Maka disebutkan bersama antara perubahan ciptaan dan keinginan untuk tampil cantik, dan kedua makna ini juga terdapat dalam operasi kecantikan, karena ia merupakan bentuk perubahan ciptaan dengan tujuan memperindah, sehingga termasuk dalam ancaman keras ini.

(Baca :*Ahkam al-Jirahah ath-Thibbiyyah* karya asy-Syinqithi, hlm. 194–195. Dan Al-Jiraahah at-Tajmiliyyah, hlm. 40–42).

3- Riwayat dari Aisyah radhiyallahu ‘anha :

أَنَّ جَارِيَةً مِنَ الْأَنْصَارِ تَزَوَّجَتْ، وَأَنَّهَا مَرِضَتْ فَتَمَعَّطَ شَعْرُهَا، فَأَرَادُوا أَنْ يَصِلُوهَا فَسَأَلُوا النَّبِيَّ ﷺ فَقَالَ: « لَعَنَ اللَّهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ »

Bahwa seorang budak perempuan dari kaum Anshar menikah, lalu ia sakit hingga rambutnya rontok. Keluarganya hendak menyambung rambutnya lalu bertanya kepada Nabi . Beliau bersabda: “Allah melaknat perempuan yang menyambung rambut dan yang meminta disambungkan rambutnya.”

[Diriwayatkan oleh al-Bukhari 10/386 no. 5934, dan Muslim 3/1677 no. 2123.]

Dalam riwayat lain dari Asma’ binti Abu Bakar radhiyallahu ‘anha:

سَأَلَتِ ٱمْرَأَةٌ ٱلنَّبِيَّ ﷺ فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ ٱللَّهِ، إِنَّ ٱبْنَتِي أَصَابَتْهَا ٱلْحَصْبَةُ فَتَمَرَّقَ شَعْرُهَا، وَإِنِّي زَوَّجْتُهَا، أَفَأَصِلُ فِيهِ؟ فَقَالَ: « لَعَنَ ٱللَّهُ ٱلْوَاصِلَةَ وَٱلْمُسْتَوْصِلَةَ »

Seorang wanita datang kepada Rasulullah dan berkata: “Aku telah menikahkan putriku, lalu dia tertimpa penyakit yang membuat kepalanya botak. Suaminya mendesakku agar memperindahnya. Bolehkah aku menyambung rambutnya?” Maka Rasulullah melaknat perempuan yang menyambung dan yang minta disambungkan rambutnya.

[Diriwayatkan oleh al-Bukhari 10/387 no. 5935, dan Muslim 3/1677 no. 2123.]

Dalam riwayat lain dari Asma’ radhiyallahu ‘anha, ia berkata:

سَأَلَتِ ٱمْرَأَةٌ ٱلنَّبِيَّ ﷺ فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ ٱللَّهِ، إِنَّ ٱبْنَتِي أَصَابَتْهَا ٱلْحَصْبَةُ فَتَمَرَّقَ شَعْرُهَا، وَإِنِّي زَوَّجْتُهَا، أَفَأَصِلُ فِيهِ؟ فَقَالَ: «لَعَنَ ٱللَّهُ ٱلْوَاصِلَةَ وَٱلْمُسْتَوْصِلَةَ»

Seorang wanita bertanya kepada Nabi : “Wahai Rasulullah, putriku terkena campak hingga rambutnya rontok, dan aku telah menikahkannya. Bolehkah aku menyambung rambutnya?” Beliau menjawab: “Allah melaknat wanita yang menyambung dan yang minta disambungkan rambutnya.”

[Diriwayatkan oleh al-Bukhari 10/391 no. 5941, dan Muslim 3/1677 no. 2123].

Petunjuk dari hadis-hadis ini: Ketiga riwayat tersebut membahas tentang cara berhias untuk tujuan kecantikan yang dilarang oleh Rasulullah dan beliau melarangnya, meskipun suami menyetujui cara tersebut. Maka semua cara sejenis, walaupun berupa operasi bedah, juga termasuk dalam larangan ini

(Baca : *Al-Masail ath-Thibbiyyah al-Mustajaddah* jilid 2, hlm. 266. Lihat juga: *Ahkam Jirahat at-Tajmil* karya Dr. Muhammad Utsman Syabir, hlm. 10–13 dan Al-Jiraahah at-Tajmiliyyah, hlm. 43–45).

4- Qiyas (analogi) kepada tato, merenggangkan gigi, dan mencabut bulu alis dalam keharamannya, karena semua itu merupakan bentuk perubahan ciptaan demi kecantikan.

5- Bahwa operasi-operasi ini dalam banyak kasus mengandung unsur penipuan dan kecurangan, seperti mengencangkan kulit yang membuat wajah tampak muda kembali, padahal orang itu sudah lanjut usia, sehingga menipu pasangan.

6- Operasi ini dapat menimbulkan pelanggaran lain, seperti:

a. Penggunaan bius, baik total maupun lokal, padahal bius tidak diperbolehkan kecuali untuk keadaan darurat atau kebutuhan syar’i.

b. Kemungkinan terbukanya aurat dan menyentuhnya dalam proses operasi, dan itu dilarang kecuali dalam keadaan darurat.

7- Operasi ini tidak lepas dari risiko dan efek samping, dan jika berhasil pun tetap harus menutupi area yang dioperasi dengan perban medis yang bisa bertahan selama beberapa hari. Hal ini menghalangi untuk mencuci bagian tersebut dalam wudhu dan mandi wajib, padahal hal itu tidak dibolehkan secara syar’i.

(Lihat dalil-dalil ini dalam: *Ahkam al-Jirahah ath-Thibbiyyah*, hlm. 193–196, *al-Masail ath-Thibbiyyah al-Mustajaddah* jilid 2, hlm. 264–268 dan Al-Jiraahah at-Tajmiliyyah, hlm. 46–47).

====

PERINCIAN PENDAPAT KEDUA DAN DALIL-DALILNYA:

Para pendukung pendapat ini sepakat dengan pendukung pendapat pertama dalam mengharamkan sebagian bentuk operasi kecantikan yang bersifat perbaikan penampilan, tetapi mereka berbeda pendapat dalam bentuk lainnya, di mana mereka berpendapat bahwa sebagian bentuk tersebut dibolehkan.

Mereka membagi operasi-operasi ini ke dalam empat bagian, dan salah seorang dari mereka menggabungkan satu bagian ke bagian lainnya sehingga menjadi tiga bagian menurutnya. Bagian-bagian tersebut adalah:

-----

BAGIAN PERTAMA: MENGUBAH WARNA TUBUH.

Yaitu dengan penggunaan zat warna dan tanda-tanda yang menetap. Operasi yang berkaitan dengan perubahan warna tubuh terbagi menjadi dua jenis:

Jenis pertama: Pengelupasan wajah atau penggosokan wajah.

(صَنْفَرَةُ الْوَجْهِ أَوْ قَشْرُهُ)

Pengelupasan wajah telah dikenal sejak dahulu, yaitu seseorang—baik laki-laki maupun perempuan—mengobati wajahnya dengan suatu bahan khusus sehingga lapisan atas kulitnya terkikis dan warnanya menjadi lebih cerah. Ini diharamkan secara syar’i, dan bentuk operasi penggosokan wajah modern juga termasuk dalam larangan ini karena:

1. Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa ia berkata:

" كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَلْعَنُ الْقَاشِرَةَ، وَالْمَقْشُورَةَ، وَالْوَاشِمَةَ، وَالْمُسْتَوْشِمَةَ، وَالْوَاصِلَةَ، وَالْمُتَّصِلَةَ "

“Rasulullah melaknat perempuan yang mengelupaskan kulit wajah dan yang meminta dikuliti, wanita yang membuat tato dan yang meminta dibuatkan tato, serta yang menyambung rambut dan yang meminta disambungkan rambutnya.”

[Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam *al-Musnad* 6/250. Al-Haitsami berkata dalam *Majma' az-Zawaid*: Dalam sanadnya terdapat perempuan yang tidak saya kenal, 5/169]

2. Karena dalam tindakan tersebut terdapat perubahan terhadap ciptaan Allah, serta unsur penipuan, yang semuanya diharamkan oleh syariat. Dan segala sesuatu yang mengantarkan kepada keharaman, maka hukumnya pun haram.

Jenis kedua: Menghilangkan tato.

(إِزَالَةُ الْوَشْمِ)

Yaitu mengalirkan darah dan mengisi tempatnya dengan kapur atau bahan lainnya agar menjadi kehijauan. Warna kehijauan tersebut berasal dari darah, celak, atau kapur.

Para pendukung pendapat ini membolehkan penghilangan tato, bahkan dalam kondisi tertentu bisa menjadi wajib, seperti jika tato tersebut dibuat atas dasar pilihan dan kerelaan. Adapun jika dibuat tanpa kerelaan seperti karena paksaan atau ketika masih kecil, maka tidak wajib dihilangkan.

-----

BAGIAN KEDUA: MEMPERCANTIK RAMBUT.

Yaitu dengan penyambungan, penanaman, atau penghilangan.

Mereka membolehkan tindakan ini apabila memenuhi enam syarat, yaitu:

1. Tidak menggunakan bahan najis.

2. Tidak mengandung unsur penipuan, penyesatan, dan kecurangan.

3. Tidak mengubah ciptaan Allah.

4. Tidak menimbulkan bahaya yang lebih besar atau setara, dan hal ini dikembalikan kepada pendapat para ahli.

5. Tidak bertujuan menyerupai lawan jenis (laki-laki menyerupai perempuan atau sebaliknya).

6. Tidak bertujuan menyerupai orang-orang kafir atau pelaku kejahatan dan kefasikan.

Para pendukung pendapat ini juga memasukkan ke dalam bagian ini dari operasi kecantikan modern yang bersifat memperbagus penampilan beberapa hal berikut:

1. Menanam rambut kepala.

2. Mengobati rambut jenggot dan kumis di wajah laki-laki secara bedah.

3. Menghilangkan rambut di wajah wanita secara bedah.

4. Menghilangkan rambut putih di kepala anak-anak dengan cara modern.

Para pendukung pendapat ini membolehkan bagian ini dari operasi kecantikan dengan tujuan berhias karena:

1. Tidak mengandung unsur penipuan yang diharamkan.

2. Tidak mengandung perubahan terhadap ciptaan Allah, bahkan justru merupakan pengobatan untuk mengembalikan kepada bentuk asli yang secara fitrah dimiliki oleh laki-laki dan perempuan. Namun kebolehan ini dibatasi dengan memperhatikan syarat-syarat yang telah disebutkan sebelumnya, yang disimpulkan dari pernyataan para fuqaha terkait operasi mempercantik rambut yang telah dikenal sejak dahulu.

(Lihat: *al-Masail ath-Thibbiyyah al-Mustajaddah* jilid 2, hlm. 268–270 dan Al-Jiraahah at-Tajmiliyyah, hlm. 48–50).

-----

BAGIAN KETIGA: MEMPERCANTIK GIGI.

Terdapat dua bentuk:

KE1- Mengikir dan menipiskan gigi.

Hukumnya: haram, karena mengandung unsur membahayakan dan mengubah ciptaan Allah.

KE 2- Merapikan gigi

Merapikan gigi dengan memasang alat pada anak-anak di rahangnya agar susunannya menjadi rapi, mempercantiknya dengan menanam kembali gigi yang tanggal ke tempatnya semula, atau menanam gigi pengganti, atau menambal yang rusak.

Hukumnya boleh, karena pada hakikatnya berbeda dengan memahat dan merenggangkan gigi.

-----

BAGIAN KEEMPAT: MEMPERCANTIK ANGGOTA TUBUH.

Para pendukung pendapat ini menyimpulkan dari kajian mereka terhadap pendapat para ulama terdahulu mengenai mempercantik anggota tubuh, bahwa sebagian permasalahan tersebut juga berlaku pada operasi kecantikan modern, lalu mereka menjelaskan hukumnya sebagai berikut:

Pertama: Membentuk anggota tubuh dari logam.

Termasuk di dalamnya membuat anggota tubuh yang hilang atau sebagian darinya, serta membuat dada buatan.

Hukumnya boleh. Dalil kebolehannya adalah hadis dari ‘Arfajah bin Sa‘d bahwa hidungnya terpotong pada hari Perang al-Kilab, lalu ia memakai hidung dari perak namun menjadi bau busuk, maka Rasulullah menyuruhnya memakai hidung dari emas

Arfajah bin Sa‘d radhiyallahu ‘anhu berkata :

أُصيبَ أنفي يومَ الكِلابِ في الجاهليَّةِ فاتَّخَذتُ أنفًا من ورِقٍ فأنتنَ عليَّ ، فأمرَني رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ أن أتَّخِذَ أنفًا من ذَهَبٍ

Hidungku terluka pada hari Perang al-Kilab di masa jahiliah, lalu aku membuat hidung dari perak, namun ia membusuk padaku. Maka Rasulullah memerintahkanku untuk membuat hidung dari emas.

[Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (1770) dengan redaksi ini, an-Nasa’i (5162), dan Ahmad (20284). Di shahihkan oleh al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzy no. 1770].

Nabi membolehkan penggunaan emas bagi laki-laki karena kebutuhan. Maka, jika ada bahan lain seperti plastik yang dapat menggantikan emas, maka tentu lebih utama untuk dibolehkan. [Lihat: *al-Masail ath-Thibbiyyah al-Mustajaddah* jilid 2, hlm. 274.]

Kedua: Mempercantik anggota tubuh dengan memotong bagian-bagian yang lebih.

Termasuk di dalamnya memotong jari-jari yang lebih pada tangan.

Hukumnya boleh, karena bagian tambahan yang dibawa sejak lahir merupakan kecacatan dan kekurangan dalam bentuk ciptaan, namun boleh dilakukan dengan syarat:

1. Kelebihan itu di luar bentuk penciptaan yang biasa, seperti adanya jari keenam di tangan atau kaki.

2. Tidak menimbulkan bahaya secara fisik maupun psikis bagi pemiliknya.

3. Ada izin dari pemiliknya atau walinya untuk dilakukan pemotongan.

Ketiga: Mengubah bentuk anggota tubuh dengan penambahan atau pengurangan.

Termasuk di dalamnya operasi mempercantik hidung, telinga, pipi, bibir yang tebal atau kendur atau panjang, perbaikan rahang yang terlalu kecil atau terlalu besar, mempercantik dagu, operasi pembesaran payudara, dan perawatan untuk payudara yang kendur.

Hukum dari operasi-operasi ini adalah haram. Dokter yang melakukannya dan pasien yang menjalani sama-sama berdosa, karena hal itu merupakan bentuk perubahan terhadap ciptaan Allah dan juga penipuan atau pengelabuan.

Keempat: Membentuk kembali anggota tubuh dengan mengambil bagian tubuh manusia dan menanamkannya pada tempat anggota tubuh yang hilang.

Contohnya adalah membuat kembali hidung dengan menggunakan lapisan kulit yang dipindahkan ke hidung, baik dari dahi atau dari dinding perut, lalu diperkuat dengan tulang yang diambil dari tulang rusuk atau panggul.

Para pendukung pendapat ini membolehkan pengambilan bagian tubuh manusia untuk ditanam kembali dengan syarat-syarat berikut:

1. Tidak ada pilihan lain selain menggunakan bagian tubuh manusia itu.

2. Bahaya yang muncul akibat tidak dilakukan penanaman lebih besar dibandingkan bahaya yang timbul dari pelanggaran yang terjadi.

3. Dugaan kuat bahwa operasi tersebut akan berhasil.

4. Tidak menyebabkan bahaya yang lebih besar seperti kerusakan atau kegagalan fungsi anggota tubuh yang diambil.

Kelima: Pengencangan kerutan.

Yaitu mengencangkan wajah, mempercantik kelopak mata, mempercantik tangan (peremajaan tangan), dan mempercantik lengan bawah.

Menurut Dr. Muhammad Syabir: pengencangan kerutan berbeda hukumnya tergantung usia wanita yang melakukannya. Jika dia berusia lanjut dan kerutan terjadi karena faktor penuaan, maka tidak boleh melakukan operasi tersebut karena mengandung unsur penipuan, menampilkan seakan-akan masih muda, dan perubahan ciptaan Allah.

Namun jika dia masih muda dan kerutan itu terjadi karena sebab penyakit, maka boleh mengobati penyakit dan dampaknya seperti kerutan, dengan syarat tidak menyebabkan bahaya yang lebih besar.

Keenam: Operasi sedot lemak (penghilangan kegemukan).

Menurut Dr. Muhammad Syabir: operasi sedot lemak dengan tujuan pengobatan dan terapi hukumnya boleh selama tidak menyebabkan bahaya yang lebih besar.

Adapun sedot lemak untuk tujuan menurunkan berat badan dan memperbaiki bentuk tubuh hukumnya boleh dengan dua syarat:

a. Sedot lemak tersebut memang menjadi satu-satunya pilihan dan tidak ada cara lain yang bisa menggantikannya.

b. Tidak menimbulkan bahaya yang lebih besar.

====

TARJIH (Pendapat yang lebih kuat):

Bahwa operasi kecantikan yang bersifat perbaikan penampilan hukumnya haram untuk dilakukan oleh dokter bedah maupun orang yang memintanya, karena kuatnya dalil-dalil aqli dan naqli yang telah disebutkan sebelumnya, serta karena termasuk mempermainkan ciptaan Allah tanpa adanya kebutuhan mendesak atau kebutuhan nyata yang membolehkannya.

Adapun alasan yang digunakan oleh orang yang melakukan jenis operasi ini, seperti merasa sakit secara psikis karena tidak terpenuhinya keinginan untuk melakukan operasi tersebut, tidak cukup kuat untuk menjadi pembenar bagi kebolehannya.

Adapun perincian yang dikemukakan oleh para pendukung pendapat kedua, sebagian dari bentuk operasi yang mereka anggap termasuk operasi perbaikan penampilan, sebenarnya lebih tepat dikategorikan sebagai operasi darurat atau kebutuhan penting, seperti penghilangan tato dan pemotongan jari tambahan pada tangan atau kaki.

Wallahu a‘lam.


Posting Komentar

0 Komentar