Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

KAJIAN HUKUM SYARIAH TENTANG TRANSAKSI DI BURSA SAHAM

KAJIAN HUKUM SYARIAH TENTANG TRANSAKSI DI BURSA SAHAM

===

Dikutip dari Kitab “مَا لَا يَسَعُ التَّاجِرَ جَهْلُهُ

Diringkas oleh Abu Haitsam Fakhri

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

---

===

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

-----

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa transaksi di pasar bursa mencakup berbagai jenis bentuk, di antaranya ada yang bersifat instan, yakni langsung terjadi dan bersifat permanen, serta ada pula yang bersifat berjangka dengan sistem pembayaran uang muka. Dari sisi objeknya, ada yang berupa komoditas barang nyata, dan ada pula yang berupa surat berharga seperti saham dan giro.

Karena bentuk transaksi yang beragam inilah, maka tidak memungkinkan untuk menetapkan satu hukum syariah secara umum. Setiap jenis transaksi perlu dirinci dan ditelaah secara khusus agar dapat diketahui hukumnya secara tepat. 

Lembaga Kajian Fikih Islam yang berada di bawah naungan Rabithah al-‘Alam al-Islami telah melakukan penelaahan mendalam dan menetapkan hukum-hukum untuk masing-masing bentuk transaksi tersebut dalam pertemuan ketujuh mereka yang diselenggarakan di Makkah al-Mukarramah pada tahun 1404 H.

Berikut adalah keputusan yang dihasilkan dalam sidang tersebut:

KE 1. Hakikat Pasar Bursa Saham

Pasar bursa saham tujuan utamanya adalah untuk menciptakan ruang perdagangan yang stabil dan berkesinambungan, di mana para pelaku pasar—baik penjual maupun pembeli—dapat bertemu dan melakukan transaksi secara terbuka.

Mekanisme ini memiliki nilai kemanfaatan yang besar karena dapat melindungi masyarakat dari praktik spekulatif para pengusaha licik yang memanfaatkan keluguan atau ketidaktahuan masyarakat terhadap harga dan pelaku pasar.

Namun demikian, di balik manfaat tersebut, aktivitas bursa saham juga sarat dengan praktik yang menyimpang secara syariah, seperti unsur perjudian, eksploitasi ketidaktahuan orang lain, serta pengambilan harta secara batil. Karena itu, tidak dapat ditetapkan satu hukum umum yang mencakup seluruh aktivitas di bursa saham. 

Setiap jenis transaksi perlu dijelaskan hukumnya secara terpisah.

KE 2. Transaksi Instan atas Barang yang Dimiliki Penjual

Transaksi jual beli instan atas barang nyata yang berada dalam kepemilikan penjual dan disertai dengan serah terima langsung pada saat transaksi berlangsung, adalah diperbolehkan dalam syariat, selama objek transaksi bukanlah barang yang diharamkan.

Namun, jika barang belum berada dalam kepemilikan penjual, maka transaksi tersebut hanya dapat dilakukan dengan memenuhi ketentuan jual beli salam (as-salm). Setelah akad salam terpenuhi, pembeli diperbolehkan menjual barang tersebut meskipun belum menerimanya.

KE 3. Transaksi Instan atas Saham

Transaksi jual beli saham perusahaan atau badan usaha yang dilakukan secara instan, dan saham tersebut memang dimiliki oleh penjual, diperbolehkan dalam syariat dengan syarat bahwa usaha dari perusahaan tersebut tidak bergerak di bidang yang diharamkan, seperti perbankan riba, industri minuman keras, dan sejenisnya. 

Jika perusahaan menjalankan usaha yang haram, maka transaksi jual beli sahamnya menjadi haram.

KE 4. Transaksi Kuitansi Piutang dengan Sistem Bunga

Transaksi jual beli kuitansi piutang, baik secara instan maupun berjangka, yang dilakukan dengan sistem bunga dalam berbagai bentuknya, tidak dibolehkan dalam syariat, karena termasuk dalam praktik riba yang jelas-jelas dilarang.

KE 5. Transaksi Berjangka atas Barang yang Tidak Dimiliki

Transaksi berjangka terhadap barang yang belum dimiliki oleh penjual—baik berupa saham maupun barang lain—dengan sistem seperti yang umum berlaku di pasar bursa, tidak dibolehkan dalam syariat, karena termasuk menjual barang yang belum dimiliki. 

Seseorang tidak diperbolehkan menjual sesuatu yang belum menjadi miliknya, meskipun dia berencana membelinya dan menyerahkannya di kemudian hari.

Larangan ini berdasarkan hadits shahih dari Rasulullah :

«‌لَا ‌تَبِعْ ‌مَا ‌لَيْسَ ‌عِنْدَكَ»

"Janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak engkau miliki."

(Diriwayatkan oleh Abu Dawud (3503) dengan lafaz ini, juga oleh at-Tirmidzi (1232), dan an-Nasa’i (4613) dengan sedikit perbedaan redaksi. Di nilai shahih oleh al-Albani)

Demikian pula riwayat dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu :

إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى أَنْ تُبَاعَ السِّلَعُ حَيْثُ تُبْتَاعُ حَتَّى يَحُوزَهَا التُّجَّارُ إِلَى رِحَالِهِمْ

Sesungguhnya Rasulullah melarang menjual barang di tempat pembelian sebelum dipindahkan ke kendaraan masing-masing pedagang.

(Diriwayatkan oleh Abu Dawud (3499), ath-Thahawi dalam *Syarh Ma'ani al-Atsar* (5642), ath-Thabarani (4781) (5/113), dan ad-Daraquthni (2829), dengan lafaz yang sama dari mereka semua. Di nilai shahih oleh al-Albani)

KE 6. Transaksi Berjangka Bukan Termasuk Jual Beli As-Salm

Transaksi berjangka di pasar bursa tidak termasuk dalam kategori jual beli salam (as-salm) yang dibolehkan dalam syariat, karena memiliki dua perbedaan mendasar:

a) Dalam jual beli salam, harga barang dibayar penuh di awal transaksi. Sedangkan dalam transaksi bursa, pembayaran justru ditangguhkan hingga penutupan pasar.

b) Dalam transaksi bursa, objek jual beli dijual berulang kali sebelum berpindah kepemilikan secara nyata, hanya untuk tujuan mencari keuntungan spekulatif, bukan untuk transaksi riil. 

Ini mirip dengan praktik perjudian, sedangkan dalam jual beli salam, barang tidak boleh dijual kembali sebelum diterima secara sah.

Penutup dan Imbauan

Berdasarkan uraian di atas, Lembaga Kajian Fikih Islam memandang bahwa pemerintah-pemerintah di negara-negara Islam memiliki kewajiban untuk mengawasi dan tidak membiarkan aktivitas pasar bursa berjalan secara bebas tanpa kendali, apalagi sampai menimbulkan kerusakan ekonomi dan kerugian besar bagi masyarakat.

Mereka juga perlu mencegah upaya manipulasi harga yang bisa memicu krisis finansial dan mengguncang kestabilan perekonomian nasional. Kemaslahatan yang hakiki hanya dapat dicapai dengan mematuhi ketentuan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam urusan ekonomi dan keuangan.

Allah Ta’ala berfirman:

﴿وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ﴾

"Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa." (QS. Al-An'am: 153)

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan taufik dan petunjuk kepada kita semua menuju jalan yang lurus. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad .

[Disalin dari Kitab “مَا لَا يَسَعُ التَّاجِرَ جَهْلُهُ”, Fikih Ekonomi Keuangan Islam oleh Prof. Dr.Abdullah al-Muslih dan Prof. Dr. Shalah ash-Shawi]

FATWA MUI TENTANG HUKUM TRADING SAHAM

Perlu difahami tentang Investasi saham yang disebut juga dengan pasar modal. Berdasarkan Fatwa DSN No.40 MUI (Majelis Ulama Indonesia), berikut pendapat tentang investasi saham, yaitu:

1] Transaksi jual beli saham hukumnya adalah boleh.

2] Saham-saham yang diperbolehkan adalah saham perusahaan dagang atau perusahaan manufaktur dengan ketentuan yang benar ada bukan rekayasa.

3] Saham boleh dijual dan dijaminkan asalkan sesuai dengan aturan yang berlaku.

Sementara itu, trading halal atau haramnya menurut MUI dan islam adalah dilihat dari tiga elemen dasarnya, yaitu:

  • Transaksi saham
  • Pengelolaan perusahaan
  • Cara penerbitan saham

Namun, trading haram, apabila dilakukan dengan cara spekulasi atau untung-untungan yang dilarang dalam islam, seperti:

1] Tujuan utama transaksi untuk jual beli [diperjual belikan]

2] Transaksi berlangsung dalam waktu yang sangat singkat

3] Transaksi saat harga saham yang naik

Posting Komentar

0 Komentar