بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
FATWA DEWAN SYARI’AH
NASIONAL NO: 80/DSN-MUI/III/2011
TENTANG
PERDAGANGAN EFEK BERSIFAT EKUITAS DI PASAR REGULER BURSA EFEK
==***==
SYARIAH - FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL
NO: 80/DSN-MUI/III/2011
Tentang
PENERAPAN PRINSIP SYARIAH DALAM
MEKANISME
PERDAGANGAN EFEK BERSIFAT EKUITAS
DI PASAR REGULER
BURSA EFEK
-----
NOTE : Dirapihkan oleh Abu Haitsam Fakhry serta dicantumkan olehnya semua
text berbahasa arab dari ayat-ayat al-Qur’an, hadits-hadits Nabi ﷺ dan kaidah-kaidah fikih dalam artikel ini.
===***===
Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) setelah:
****
MENIMBANG:
(a).
bahwa di kalangan masyarakat muncul pertanyaan mengenai kesesuaian syariah atas
Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek di
Pasar Modal;
(b).
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dikemukakan dalam huruf a, DSN-MUI
memandang perlu menetapkan fatwa tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam
Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek untuk
dijadikan pedoman.
****
MENGINGAT :
[1]. Firman Allah subhanahu wa ta’ala
sbb :
(a).
QS. al-Ma’idah [5]: 1:
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ﴾
“Hai
orang yang beriman! Tunaikanlah akad-akad itu.…”
(b).
QS. al-Nisa’ [4]: 58:
﴿إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا
حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ﴾
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia,
hendaklah dengan adil….”
(c).
QS. al-Baqarah [2]: 275:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“…Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba....”
(d).
QS. al-Baqarah [2]: 278:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا
إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Hai
orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu
orang yang beriman.”
(e).
QS. an-Nisa’ [4] : 29:
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ﴾
“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian memakan (mengambil)
harta orang lain secara batil, kecuali jika berupa perdagangan yang dilandasi
atas sukarela di antara kalian....”
(f).
QS. al-Qashash [28]: 26:
﴿قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ
الْقَوِيُّ الْأَمِينُ﴾
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, ‘Hai ayahku!
Ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang
yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang
kuat lagi dapat dipercaya.’”
(g).
QS. al-Ma’idah [5]: 2:
﴿وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ
وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ﴾
“…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Dan
bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
(h).
QS. al-Baqarah [2]: 283:
﴿فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ
وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ﴾
“…Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain,
hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya…”.
[2]. Hadits Nabi ﷺ:
(a).
Hadits Nabi riwayat Ibnu Majah dari ‘Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu
‘Abbas, dan riwayat Imam Malik dari Yahya:
قَضَى رَسُولُ اللَّهِ ﷺ أَنْ لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
“Rasulullah ﷺ menetapkan: Tidak boleh membahayakan/merugikan orang lain
dan tidak boleh (pula) membalas bahaya (kerugian yang ditimbulkan oleh orang
lain) dengan bahaya (perbuatan yang merugikannya).”
(b).
Hadits Nabi riwayat Muslim dari Abu Hurairah:
Diriwayatkan
dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ ﷺ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَبَيْعِ الْغَرَرِ
Rasulullah
ﷺ melarang jual beli hashah dan jual beli yang mengandung gharar”
(HR. Muslim).
(c).
Hadits riwayat Tirmidzi dari Hakim bin Hizam:
Diriwayatkan
dari Hakim bin Hizam, ia berkata:
أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، يَأْتِينِي الرَّجُلُ
فَيَسْأَلُنِي الْبَيْعَ لَيْسَ عِنْدِي، أَبْتَاعُهُ مِنَ السُّوقِ، ثُمَّ أَبِيعُهُ
إِيَّاهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: لَا تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ
Saya
menemui Rasulullah ﷺ, lalu berkata: Seorang laki-laki datang kepadaku meminta agar
saya menjual suatu barang yang tidak ada pada saya, saya akan membelikan
untuknya di pasar kemudian saya menjualnya kepada orang tersebut.
Rasulullah
ﷺ. menjawab: “Janganlah kamu menjual sesuatu yang tidak ada
padamu” (HR. Tirmidzi/V, 139)
(d).
Hadits Nabi riwayat Imam al-Bukhari:
Diriwayatkan
dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ نَهَى عَنِ النَّجْشِ
“Bahwa
Rasulullah ﷺ melarang (untuk) melakukan najsy (penawaran palsu).” (H.R
Bukhari).
(e).
Hadits Riwayat Bukhari:
Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:
لَا تَلَقَّوْا الرُّكْبَانَ وَلَا يَبِعْ حَاضِرٌ لِبَادٍ. قَالَ: فَقُلْتُ لِابْنِ
عَبَّاسٍ: مَا قَوْلُهُ: لَا يَبِعْ حَاضِرٌ لِبَادٍ؟ قَالَ: لَا يَكُونُ لَهُ سِمْسَارًا
“Jangan kamu sekalian menemui para pengendara (pembawa barang dagangan,
pen.) dan jangan melakukan bai’ hadhir li-bad (orang kota menjual kepada orang
desa).”
Ia
(periwayat) berkata: Aku bertanya kepada Ibnu Abbas: Apa arti: “Jangan
melakukan bai’ hadhir li-bad.?”
Ia
menjawab: Orang kota tidak boleh menjadi perantara (calo) bagi orang desa. (H.R
Bukhari)
(f). Hadits Nabi riwayat Tirmidzi dari Anas bin Malik:
Diriwayatkan
dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ بَاعَ حِلْسًا وَقَدَحًا، فَقَالَ: مَنْ يَشْتَرِي هَذَا
الْحِلْسَ وَالْقَدَحَ؟ فَقَالَ رَجُلٌ: أَنَا آخُذُهُمَا بِدِرْهَمٍ. فَقَالَ ﷺ: مَنْ
يَزِيدُ عَلَى دِرْهَمٍ؟ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا، فَجَاءَ رَجُلٌ فَأَعْطَاهُ دِرْهَمَيْنِ،
فَبَاعَهُمَا مِنْهُ
Bahwa
Rasulullah ﷺ menjual sehelai hils (alas yang biasanya digelarkan di rumah)
dan sebuah qadah (gelas).
Beliau
menawarkan: ”Sipakah yang mau membeli hils dan qadah ini?”
Seseorang
berkata: ”Saya siap membeli keduanya dengan harga 1 (satu) dirham.”
Nabi
menawarkan lagi, hingga dua kali: ”Man yazid ’ala dirhamin (siapakah yang mau
menambahkan pada satu dirham)?”
Lalu
seseorang menyerahkan dua dirham kepada Rasulullah ﷺ. Beliau pun menjual kedua benda itu
kepadanya. (HR. Tirmidzi)
(g).
Hadits riwayat Ibn Majah dari Ibnu Umar: Diriwayatkan dari Ibnu Umar
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda :
أَعْطُوا الْأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ
“Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.” (H.R Ibnu Majah)
(h).
Hadits riwayat ‘Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id al-Khudri, Nabi ﷺ bersabda:
مَنْ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَلْيُعْلِمْهُ أَجْرَهُ
“Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya.”
(i).
Hadits Nabi riwayat al-Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf: Diriwayatkan dari ‘Amr bin
‘Auf al-Muzani, dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah ﷺ bersabda:
الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلَّا صُلْحًا أَحَلَّ حَرَامًا أَوْ
حَرَّمَ حَلَالًا، وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلَّا شَرْطًا أَحَلَّ حَرَامًا
أَوْ حَرَّمَ حَلَالًا
“Perdamaian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian
yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin
terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal
atau menghalalkan yang haram.” (H.R at Tirmidzi)
[3]. Kaidah fikih:
Pertama :
"الأَصْلُ
فِي الْمُعَامَلَاتِ الإِبَاحَةُ حَتَّى يَدُلَّ الدَّلِيلُ عَلَى التَّحْرِيمِ"
“Pada dasarnya, segala sesuatu dalam muamalah boleh dilakukan
sampai ada dalil yang mengharamkannya.”
Kedua :
"يَجِبُ
اجْتِنَابُ كُلِّ ضَرَرٍ قَدْرَ الْإِمْكَانِ".
“Segala madharat (bahaya, kerugian) harus dihindarkan sedapat
mungkin.” (Ahmad bin Muhammad al-Zarqa, Syarh al-Qawa’id al-Fiqhiyah, h. 62)
Ketiga :
الضَّرَرُ يُزَالُ
“Segala
madharat (bahaya, kerugian) harus dihilangkan.” (al-Suyuthi, al-Asybah wa
al-Nadza’ir, j. 1, 210)
Keempat :
تَصَرُّفُ الإِمَامِ عَلَى الرَّعِيَّةِ مَنُوطٌ بِالْمَصْلَحَةِ
“Tindakan
atau kebijakan Imam [pemegang otoritas] terhadap rakyat harus berorientasi pada
mashlahat.” (al- Suyuthi, al-Asybah wa al-Nadza’ir, j. 1, h. 276)
Kelima :
دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ
“Mencegah
mafsadah (kerusakan) harus didahulukan daripada mengambil kemaslahatan.”
(al-Suyuthi, al-Asybah wa al-Nadza’ir, j. 1, h. 217).
Keenam :
مَا كَانَ وَسِيلَةً إِلَى الْحَرَامِ فَهُوَ حَرَامٌ
“Apa
saja yang menjadi perantara (media) terhadap perbuatan haram, haram pula
hukumnya” (Yusuf Qardhawi, al-Halal wa al-Haram fi al-Islam [Kairo: Maktabah
Wahbah. 1993], h. 31).
****
MEMPERHATIKAN :
[1]. Pendapat ulama mazhab Syafi’i tentang Ju’alah.
Antara lain : al-Dimyathi al-Bakri
dalam Hasyiyah ‘I’anah al-Thalibin, juz III/256 (Tahqiq dan Takhrij hadits:
‘Abd al-Hakim Muhammad ‘Abd al-Hakim), Kairo: al-Maktabah al-Taufiqiyah, t.th.:
Untuk akad ju’alah dapat dijadikan isti’nas firman Allah:
﴿قَالُوا نَفْقِدُ صُوَاعَ الْمَلِكِ وَلِمَنْ جَاءَ بِهِ حِمْلُ بَعِيرٍ وَأَنَا بِهِ زَعِيمٌ﴾
“… dan siapa yang dapat
mengembalikannya, akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta...” (QS.
Yusuf [12]: 72).
“Beban (himl) unta” adalah bentuk takaran yang dikenal di kalangan umat nabi Yusuf, seperti halnya wasaq. Firman Allah ini hanya dipandang sebagai isti’nas, bukan dalil, karena ia berkenaan dengan syari’ah umat sebelum kita; dan itu –menurut pendapat rajih (kuat)-- tidak menjadi syariah kita (umat Nabi Muhammad ﷺ), walaupun dalam syariah kita terdapat dalil (Hadits) yang menetapkannya (sebagai syariat kita).
[2].
Pendapat Ibnu Qudamah dalam al-Mughni, juz V h. 56:
“Jika
salah satu pihak dari dua pihak yang bermitra yang bermitra membeli bagian
mitranya dalam kemitraan tersebut, hukumnya boleh, karena ia membeli hak milik
orang lain.”
[3].
Pendapat Ibnu Qudamah dalam al-Mughni, VIII, h. 323 :
“Kebutuhan
masyarakat memerlukan adanya ju’alah; sebab pekerjaan (untuk mencapai suatu
tujuan) terkadang tidak jelas (bentuk dan masa pelaksanaannya), seperti
mengembalikan budak yang hilang, hewan hilang, dan sebagainya. Untuk pekerjaan
seperti ini tidak sah dilakukan akad ijarah (sewa/pengupahan) padahal
(orang/pemiliknya) perlu agar kedua barang yang hilang tersebut kembali,
sementara itu, ia tidak menemukan orang yang mau membantu mengembalikannya secara
suka rela (tanpa imbalan).
Oleh
karena itu, kebutuhan masyarakat mendorong agar akad ju’alah untuk keperluan
seperti itu dibolehkan sekalipun (bentuk dan masa pelaksanaan) pekerjaan
tersebut tidak jelas.”
[4]. Pendapat para ulama.
Antara lain:
“Akad
taukil (wakalah) boleh dilakukan, baik dengan imbalan maupun tanpa imbalan. Hal
itu karena Nabi shallallahu 'alaihi wa alihi wa sallam pernah mewakilkan kepada
Unais untuk melaksanakan hukuman, kepada Urwah untuk membeli kambing, dan
kepada Abu Rafi’ untuk melakukan qabul nikah, (semuanya) tanpa memberi-kan
imbalan. Nabi pernah juga mengutus para pegawainya untuk memungut sedekah
(zakat) dan beliau memberikan imbalan kepada mereka.” (Ibn Qudamah, al-Mughni,
[Kairo: Dar al-Hadits, 2004], juz 6, h. 468).
Pendapat Imam Syaukani ketika menjelaskan Hadits Busr bin Sa’id:
“Hadits
Busr bin Sa’id tersebut menunjukkan pula bahwa orang yang melakukan sesuatu
dengan niat tabarru’ boleh menerima imbalan.” (Al-Syaukani, Nail al-Authar,
[Kairo: Dar al-Hadits, 2000], j. 4, h. 527).
“Umat
(ulama) telah sepakat bahwa secara garis besar wakalah itu hukumnya boleh. Dan
setiap orang tidak bisa memperoleh langsung apa yang dibutuhkan. Dengan
demikian, ada kebutuhan terhadap wakalah tersebut.”
“Wakalah
sah dilakukan baik dengan imbalan maupun tanpa imbalan, hal itu karena Nabi
shallallahu 'alaihi wa alihi wa sallam pernah mengutus para pegawainya untuk
memungut sedekah (zakat) dan beliau memberikan imbalan kepada mereka… Apabila
wakalah dilakukan dengan memberikan imbalan maka hukumnya sama dengan hukum
ijarah.” (Fath al-Qadir, juz 6, h. 2; Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh alIslami wa
Adillatuh, [Dimasyq: Dar al-Fikr, 2002], juz 5, h. 4058).
“(Jika)
muwakkil mengizinkan wakil untuk mewakilkan (kepada orang lain), maka hal itu
boleh; karena hal tersebut merupakan akad yang telah diizinkan kepada wakil;
oleh karena itu, ia boleh melakukannya (mewakilkan kepada orang lain).” (Ibn
Qudamah, al-Mughni, [Kairo: Dar al-Hadits, 2004], juz 6, h. 470).
[5].
Substansi fatwa DSN-MUI No. 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang : Pedoman Pelaksanaan
Investasi Untuk Reksa Dana Syariah, fatwa DSN-MUI No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang
Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Pasar Modal.
[6].
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Tahun
1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3608) dan Peraturan
Pelaksanaannya.
[7].
Surat dari Direksi PT Bursa Efek Indonesia No.S- 00322/BEI.PGU/01-2011
tertanggal 17 Januari 2011.
[8].
Hasil Workshop DSN-MUI dengan Bursa Efek Indonesia tanggal 02 dan 18 Februari
2011.
[9].
Pendapat dan saran peserta Rapat Pleno DSN-MUI pada Selasa, 08 Maret 2011 M./
03 Rabi’ul Akhir 1432 H.
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
PENERAPAN PRINSIP
SYARIAH DALAM MEKANISME
PERDAGANGAN EFEK BERSIFAT EKUITAS
DI PASAR REGULER BURSA EFEK
====
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam
fatwa ini yang dimaksud dengan:
[1].
Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas --selanjutnya disingkat Perdagangan Efek-- di
Pasar Reguler Bursa Efek adalah kontrak jual beli efek yang dibuat oleh Anggota
Bursa Efek sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh Bursa Efek.
Perdagangan
ini termasuk perdagangan online yang dilakukan dalam satu majelis dengan
mekanisme dan peraturan yang menjamin terpenuhinya hak dan kewajiban para
pihak;
[2].
Efek Bersifat Ekuitas adalah saham atau efek yang dapat ditukar dengan saham
atau efek yang mengandung hak untuk memperoleh saham sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.J.1 tentang Pokok-Pokok Anggaran Dasar
Perseroan yang Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas dan Perusahaan
Publik;
[3].
Efek Bersifat Ekuitas Sesuai Prinsip Syariah adalah Efek Bersifat Ekuitas yang
termasuk dalam Daftar Efek Syariah (DES) yang diterbitkan oleh Bapepam dan LK,
yang dalam penyusunannya melibatkan DSN-MUI;
[4].
Pasar Reguler adalah pasar di mana Perdagangan Efek di Bursa Efek dilaksanakan
berdasarkan proses tawar menawar yang berkesinambungan (bai’ al-Musawamah)
oleh Anggota Bursa Efek dan penyelesaian administrasinya dilakukan pada hari
bursa ketiga setelah terjadinya Perdagangan Efek di Bursa Efek;
[5].
Bursa Efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan/atau
sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan
tujuan memperdagangkan efek di antara mereka.
[6].
Anggota Bursa Efek adalah Perusahaan Efek yang telah memperoleh izin usaha dari
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam dan LK) sebagai
Perantara Pedagang Efek sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Pasar
Modal dan telah memperoleh persetujuan keanggotaan bursa untuk mempergunakan
sistem dan atau sarana bursa dalam rangka melakukan kegiatan Perdagangan Efek
di Bursa Efek sesuai dengan peraturan Bursa Efek;
[7].
Harga Pasar Wajar adalah harga pasar dari Efek Bersifat Ekuitas Sesuai Prinsip
Syariah yang sesuai dengan mekanisme pasar yang teratur, wajar dan efisien
serta tidak direkayasa;
[8].
Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP) adalah Pihak yang menyelenggarakan jasa
kliring dan penjaminan penyelesaian Transaksi Bursa;
[9].
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP) adalah Pihak yang menyelenggarakan
kegiatan Kustodian sentral bagi Bank Kustodian, Perusahaan Efek, dan Pihak
lain;
[10]. Anggota Kliring adalah Anggota Bursa Efek yang memenuhi ketentuan dan
persyaratan LKP untuk mendapatkan layanan jasa kliring dan penjaminan
penyelesaian Transaksi Bursa;
[11]. Perusahaan Efek adalah Pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai
Penjamin Emisi Efek, Perantara Pedagang Efek, dan atau Manajer Investasi;
[12]. Novasi adalah Pengalihan hak dan kewajiban antara Anggota Kliring jual
dengan Anggota Kliring beli menjadi hak dan kewajiban antara Anggota Kliring
jual/beli dengan LKP sebagai akibat penjaminan LKP atas Perdagangan Efek di
Bursa Efek;
[13]. Ijarah (إِجَارَةٌ) adalah akad pemindahan hak guna/manfaat atas suatu barang atau pemberian jasa/pekerjaan dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa/ujrah;
[14]. Hawalah bil Ujrah (الحَوَّالَةُ بِالأُجْرَةِ) adalah akad pengalihan utang dari pihak yang berutang kepada pihak lain yang bersedia atau berkomitmen (iltizam) untuk menanggung (membayar)-nya, dengan ujrah;
[15]. Ju’alah (جُعَالَةٌ) adalah janji atau komitmen (iltizam/ الْتِزَامٌ) untuk memberikan imbalan (ju’l) tertentu atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan;
[16]. Riba adalah tambahan yang diberikan dalam pertukaran barang-barang
ribawi (al-amwal
al-ribawiyah/ الأَمْوَالُ
الرِّبَاوِيَّة) dan tambahan yang diberikan atas pokok utang
dengan imbalan penangguhan pembayaran secara mutlak;
[17]. Bai’ (بَيْعٌ) adalah akad pertukaran harta yang bertujuan memindahkan kepemilikan harta tersebut;
[18]. Bai’ al-Musawamah (بَيْعُ المُسَاوَمَةِ) adalah akad jual beli dengan kesepakatan harga pasar yang wajar melalui mekanisme tawar menawar yang berkesinambungan;
[19]. Gharar (غَرَرٌ) adalah ketidakpastian dalam suatu akad, baik mengenai kualitas atau kuantitas obyek akad maupun mengenai penyerahannya;
[20]. Taghrir (تَغْرِيْرٌ) adalah upaya mempengaruhi orang lain, baik dengan ucapan maupun tindakan yang mengandung kebohongan, agar terdorong untuk melakukan transaksi;
[21]. Bai’ al-Ma’dum (بَيْعُ المَعْدُوْمِ) adalah jual beli yang obyek (mabi’)-nya tidak ada pada saat akad, atau jual beli atas barang (efek) padahal penjual tidak memiliki barang (efek) yang dijualnya;
[22]. Bai’ al-Maksyuf (بَيْعُ المَكْشُوْفِ) adalah bentuk jual beli yang mengandung gharar; yaitu jual beli secara tunai atas barang (efek) yang bukan milik penjual dan penjual tidak diberi izin oleh pemilik untuk menjualkan, atau jual beli secara tunai atas barang (efek) padahal penjual tidak memiliki barang (efek) yang dijualnya;
[23]. Jahalah (جَهَالَةٌ) adalah ketidakjelasan dalam suatu akad, baik mengenai obyek akad, kualitas atau kuantitas (shifat)-nya, harganya (tsaman), maupun mengenai waktu penyerahannya;
[24]. Ihtikar (احْتِكَارٌ) adalah membeli suatu barang yang sangat diperlukan masyarakat pada saat harga mahal dan menimbunnya dengan tujuan untuk menjualnya kembali pada saat harganya lebih mahal;
[25]. Ghabn (غَبْنٌ) adalah ketidakseimbangan antara dua barang (obyek) yang dipertukarkan dalam suatu akad, baik segi kualitas maupun kuantitasnya;
[26]. Ghabn Fahisy (غَبْنٌ فَاحِشٌ) adalah ghabn tingkat berat, seperti jual-beli atas barang dengan harga jauh di bawah harga pasar;
[27]. Talaqqi al-rukban (تَلَقِّي الرُّكْبَانِ) adalah bagian dari ghabn; yaitu jual-beli atas barang dengan harga jauh di bawah harga pasar karena pihak penjual tidak mengetahui harga tersebut.
[28]. Tadlis (تَدْلِيْسٌ) adalah tindakan menyembunyikan kecacatan obyek akad yang dilakukan oleh penjual untuk mengelabui pembeli seolah-olah obyek akad tersebut tidak cacat;
[29]. Tanajusy/Najsy (تَنَاجُشٌ / نَجْشٌ) adalah tindakan menawar barang dengan harga lebih tinggi oleh pihak yang tidak bermaksud membelinya, untuk menimbulkan kesan banyak pihak yang berminat membelinya;
[30]. Ghisysy (غِشٌّ) adalah salah satu bentuk tadlis; yaitu penjual menjelaskan/memaparkan keunggulan/keistimewaan barang yang dijual serta menyembunyikan kecacatannya;
[31]. Dharar (ضَرَرٌ) adalah tindakan yang dapat menimbulkan bahaya atau kerugian pihak lain.
Kedua : Ketentuan Hukum Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek.
Ini boleh dilakukan
dengan berpedoman pada ketentuan khusus.
Ketiga : Ketentuan Khusus
----
[1]. Perdagangan Efek
(a).
Perdagangan Efek di Pasar Reguler Bursa Efek menggunakan akad jual beli (bai’);
(b).
Akad jual beli dinilai sah ketika terjadi kesepakatan pada harga serta jenis
dan volume tertentu antara permintaan beli dan penawaran jual;
(c).
Pembeli boleh menjual efek setelah akad jual beli dinilai sah sebagaimana
dimaksud dalam huruf b, walaupun penyelesaian administrasi transaksi
pembeliannya (settlement) dilaksanakan di kemudian hari, berdasarkan prinsip
qabdh hukmi;
(d).
Efek yang dapat dijadikan obyek perdagangan hanya Efek Bersifat Ekuitas Sesuai
Prinsip Syariah;
(e).
Harga dalam jual beli tersebut dapat ditetapkan berdasarkan kesepakatan yang
mengacu pada harga pasar wajar melalui mekanisme tawar menawar yang
berkesinambungan (bai’ almusawamah);
(f).
Dalam Perdagangan Efek tidak boleh melakukan kegiatan dan/atau tindakan yang
tidak sesuai dengan prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam angka 3.
-----
[2]. Mekanisme Perdagangan Efek
(a).
Bursa Efek boleh menetapkan aturan bahwa:
1)
Perdagangan Efek hanya boleh dilakukan oleh Anggota Bursa Efek;
2)
Penjual dan Pembeli Efek yang bukan Anggota Bursa Efek dalam melaksanakan
Perdagangan Efek harus melalui Anggota Bursa Efek;
(b).
Akad antara penjual atau pembeli efek yang bukan Anggota Bursa Efek dengan
Anggota Bursa menggunakan akad ju’alah;
(c).
Bursa Efek wajib membuat aturan yang melarang terjadinya dharar dan tindakan
yang diindikasikan tidak sesuai dengan prinsip syariah dalam Perdagangan Efek
yang berdasarkan prinsip syariah di Bursa Efek;
(d).
Bursa Efek menyediakan sistem dan/atau sarana perdagangan Efek, termasuk namun
tidak terbatas pada peraturan bursa dan sistem dalam rangka melakukan
pengawasan perdagangan efek, antara lain untuk mendeteksi dan mencegah kegiatan
atau tindakan yang diindikasikan tidak sesuai dengan prinsip syariah;
(e).
Bursa Efek dapat mengenakan biaya (ujrah/rusum) Perdagangan Efek berdasarkan
prinsip ijarah atas penyediaan sistem dan/atau sarana perdagangan kepada
Anggota Bursa Efek;
(f).
LKP dapat melakukan novasi atas Perdagangan Efek yang dilakukan Anggota Bursa,
berdasarkan prinsip hawalah bil ujrah;
(g).
LKP dapat mengenakan biaya (ujrah/rusum) kliring dan penjaminan dari Anggota
Bursa/Kliring atas jasa yang dilakukan;
(h).
Penyimpanan dan penyelesaian atas Perdagangan Efek dilakukan melalui LPP;
(i).
LPP dapat mengenakan biaya (ujrah/rusum) penyimpanan dan penyelesaian dari
Anggota Bursa Efek selaku Perusahaan Efek.
------
[3]. Tindakan yang tidak sesuai
dengan prinsip syariah.
Pelaksanaan
Perdagangan Efek harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian serta tidak
diperbolehkan melakukan spekulasi, manipulasi, dan tindakan lain yang di
dalamnya mengandung unsur dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat dan
kezhaliman, taghrir, ghisysy, tanajusy/najsy, ihtikar, bai’ al-ma’dum, talaqqi
al-rukban, ghabn, riba dan tadlis.
Tindakan-tindakan tersebut antara lain meliputi:
(a). Tindakan-tindakan yang termasuk dalam kategori Tadlis antara lain:
1)
Front Running yaitu tindakan Anggota Bursa Efek yang melakukan transaksi lebih
dahulu atas suatu Efek tertentu, atas dasar adanya informasi bahwa nasabahnya
akan melakukan transaksi dalam volume besar atas Efek tersebut yang
diperkirakan mempengaruhi harga pasar, tujuannya untuk meraih keuntungan atau
mengurangi kerugian.
2)
Misleading information (Informasi Menyesatkan), yaitu membuat pernyataan atau
memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan
sehingga mempengaruhi harga Efek di Bursa Efek.
(b). Tindakan-tindakan yang termasuk dalam kategori Taghrir antara lain:
1)
Wash sale (Perdagangan semu yang tidak mengubah kepemilikan) yaitu transaksi
yang terjadi antara pihak pembeli dan penjual yang tidak menimbulkan perubahan
kepemilikan dan/atau manfaatnya (beneficiary of ownership) atas transaksi saham
tersebut. Tujuannya untuk membentuk harga naik, turun atau tetap dengan memberi
kesan seolah-olah harga terbentuk melalui transaksi yang berkesan wajar. Selain
itu juga untuk memberi kesan bahwa Efek tersebut aktif diperdagangkan.
2)
Pre-arrange trade yaitu transaksi yang terjadi melalui pemasangan order beli
dan jual pada rentang waktu yang hampir bersamaan yang terjadi karena adanya
perjanjian pembeli dan penjual sebelumnya. Tujuannya untuk membentuk harga
(naik, turun atau tetap) atau kepentingan lainnya baik di dalam maupun di luar
bursa.
(c). Tindakan-tindakan yang termasuk dalam kategori Najsy antara lain:
1)
Pump and Dump, yaitu aktivitas transaksi suatu Efek diawali oleh pergerakan
harga uptrend, yang disebabkan oleh serangkaian transaksi inisiator beli yang
membentuk harga naik hingga mencapai level harga tertinggi. Setelah harga
mencapai level tertinggi, pihak-pihak yang berkepentingan terhadap kenaikan
harga yang telah terjadi, melakukan serangkaian transaksi inisiator jual dengan
volume yang signifikan dan dapat mendorong penurunan harga. Tujuannya adalah
menciptakan kesempatan untuk menjual dengan harga tinggi agar memperoleh
keuntungan.
2)
Hype and Dump, yaitu aktivitas transaksi suatu Efek yang diawali oleh
pergerakan harga uptrend yang disertai dengan adanya informasi positif yang
tidak benar, dilebih-lebihkan, misleading dan juga disebabkan oleh serangkaian
transaksi inisiator beli yang membentuk harga naik hingga mencapai level harga
tertinggi. Setelah harga mencapai level tertinggi, pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap kenaikan harga yang telah terjadi, melakukan
serangkaian transaksi inisiator jual dengan volume yang signifikan dan dapat
mendorong penurunan harga. Pola transaksi tersebut mirip dengan pola transaksi pump
and dump, yang tujuannya menciptakan kesempatan untuk menjual dengan harga
tinggi agar memperoleh keuntungan.
3)
Creating fake demand/supply (Permintaan/Penawaran Palsu), yaitu adanya 1 (satu)
atau lebih pihak tertentu melakukan pemasangan order beli/jual pada level harga
terbaik, tetapi jika order beli/jual yang dipasang sudah mencapai best price
maka order tersebut di-delete atau diamend (baik dalam jumlahnya dan/atau
diturunkan level harganya) secara berulang kali. Tujuannya untuk memberi kesan
kepada pasar seolah-olah terdapat demand/suplpy yang tinggi sehingga pasar
terpengaruh untuk membeli/menjual.
(d). Tindakan-tindakan yang termasuk dalam kategori Ikhtikar antara lain:
1)
Pooling interest, yaitu aktivitas transaksi atas suatu Efek yang terkesan liquid,
baik disertai dengan pergerakan harga maupun tidak, pada suatu periode tertentu
dan hanya diramaikan sekelompok Anggota Bursa Efek tertentu (dalam pembelian
maupun penjualan). Selain itu volume transaksi setiap harinya dalam periode
tersebut selalu dalam jumlah yang hampir sama dan/atau dalam kurun periode
tertentu aktivitas transaksinya tiba-tiba melonjak secara drastis. Tujuannya
menciptakan kesempatan untuk dapat menjual atau mengumpulkan saham atau
menjadikan aktivitas saham tertentu dapat dijadikan benchmark.
2)
Cornering, yaitu pola transaksi ini terjadi pada saham dengan kepemilikan
publik yang sangat terbatas. Terdapat upaya dari pemegang saham mayoritas untuk
menciptakan supply semu yang menyebabkan harga menurun pada pagi hari dan
menyebabkan investor publik melakukan short selling. Kemudian ada upaya
pembelian yang dilakukan pemegang saham mayoritas hingga menyebabkan harga
meningkat pada sesi sore hari yang menyebabkan pelaku short sell mengalami
gagal serah atau mengalami kerugian karena harus melakukan pembelian di harga
yang lebih mahal.
(e). Tindakan-tindakan yang termasuk dalam kategori Ghisysy antara lain:
1)
Marking at the close (pembentukan harga penutupan), yaitu penempatan order jual
atau beli yang dilakukan di akhir hari perdagangan yang bertujuan menciptakan
harga penutupan sesuai dengan yang diinginkan, baik menyebabkan harga ditutup
meningkat, menurun ataupun tetap dibandingkan harga penutupan sebelumnya.
2)
Alternate trade, yaitu transaksi dari sekelompok Anggota Bursa tertentu dengan
peran sebagai pembeli dan penjual secara bergantian serta dilakukan dengan
volume yang berkesan wajar. Adapun harga yang diakibatkannya dapat tetap, naik
atau turun. Tujuannya untuk memberi kesan bahwa suatu efek aktif
diperdagangkan.
(f). Tindakan yang termasuk dalam kategori Ghabn Fahisy.
Antara
lain: Insider Trading (Perdagangan Orang Dalam), yaitu kegiatan ilegal di
lingkungan pasar finansial untuk mencari keuntungan yang biasanya dilakukan
dengan cara memanfanfaatkan informasi internal, misalnya rencana-rencana atau
keputusan-keputusan perusahaan yang belum dipublikasikan.
(g). Tindakan yang termasuk dalam kategori Bai’ al-ma’dum.
Antara
lain: Short Selling (bai’ al-maksyuf/jual kosong), yaitu suatu cara yang
digunakan dalam penjualan saham yang belum dimiliki dengan harga tinggi dengan
harapan akan membeli kembali pada saat harga turun.
(h). Tindakan yang termasuk dalam kategori riba.
Antara
lain:
Margin
Trading (Transaksi dengan Pembiayaan), yaitu melakukan transaksi atas Efek
dengan fasilitas pinjaman berbasis bunga (riba) atas kewajiban penyelesaian
pembelian Efek;
-----
Keempat : Penyelesaian
Perselisihan .
Jika
terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya akan dilakukan
berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Dalam hal tidak tercapai kemufakatan,
maka penyelesaian perselisihan dapat dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah
atau berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sesuai
prinsip-prinsip syariah.
-----
Kelima : Penutup
Fatwa
ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari
ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana
mestinya.
***
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 03 Rabi’ul Akhir1432 H / 08 Maret 2011 M
DEWAN SYARIAH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua, Sekretaris,
DR.
K.H. M.A. SAHAL MAHFUDH
DRS.
H.M. ICHWAN SAM
****====****
PENJELASAN TENTANG ARTI EKUITAS :
Ekuitas
adalah jumlah uang yang akan dikembalikan kepada pemegang saham suatu
perusahaan, jika seluruh aset perusahaan dicairkan dan seluruh hutang
perusahaan dibayar. Nilainya ditentukan dari total pencairan seluruh aset
perusahaan dikurangi dengan total hutang perusahaan yang harus dibayar.
Simpelnya
: Ekuitas adalah hak pemilik atas aset sebuah perusahaan setelah dikurangi
dengan jumlah kewajiban. Dalam istilah lain, ekuitas sering disebut sebagai
modal.
Nilai
ekuitas merupakan salah satu indikator untuk mengecek kesehatan keuangan suatu
perusahaan.
Ekuitas
dapat bernilai positif atau negatif. Jika ekuitas bernilai negatif, perusahaan
tidak memiliki aset yang cukup untuk membayar hutang-hutangnya.
DEFINISI : Ekuitas (berasal dari kata equity atau equity of ownership yang berarti
kekayaan bersih perusahaan) adalah tuntutan atau bagian hak pemilik terhadap
aktiva perusahaan yaitu selisih antara aktiva dan kewajiban perusahaan.
Dalam
arti sempit ekuitas merupakan nilai jual dari perusahaan tersebut. Bisa juga
disebut sebagai investasi di dalam perusahaan yang ditanam oleh pemilik.
Atau
juga bisa disebut total aktiva dikurangi total pasiva. Ekuitas merupakan
bagaimana besarnya hak atau kepentingan pemilik perusahaan atau pemegang saham
pada harta perusahaan.
Elemen ekuitas : terdiri dari modal disetor, laba tidak dibagi, modal
penilaian kembali, modal sumbangan, dan modal lain-lain.
Modal disetor : Modal disetor disebut juga dengan modal yang dikontribusi.
Modal
disetor menjadi sumber modal pertama yang berasal dari pemegang saham sebuah
perurahaan. Sumber utama modal disetor berasal dari penerbitan saham atau
disebut sebagai modal saham. Saham tersebut terbagi menjadi lebaran yang
memiliki nilai tertertentu berdasarkan yang diterbitkan perseroan
Keuntungan yang ditahan : Keuntungan atau laba ditahan sering juga disebut sebagai
keuntungan tak dibagi.
Keuntungan
ditahan merupakan keuntungan bersih dari operasional perusahaan yang tidak
dibagi atau diambil oleh para pemegang saham. Sehingga keuntungan tersebut
tetap berada pada perusahaan. Namun keuntungan ditahan dapat sebagian
dibayarkan kepada pemegang saham sebagai dividen tapi sebagiannya tetap ditahan
oleh perusahaan. Keputusan itu sepenuhnya berada pada tangan pemagang saham,
apakah akan dibagi atau tidak.
Modal penilaian kembali : Penilaian kembali dilakukan untuk memenuhi prinsip
keadilan pada sebuah perusahaan.
Tujuannya
agar aset perusahaan masih berada pada keadaan yang wajar. Penilaian ini
mengeluarkan biaya. Untuk ruginya akan ditanggung atau dibebankan pada masing-masing
anggota.
Apabila
dilakukan penilaian kembal terhadap aktiva-aktiva perusahaan, maka selisih
nilai buku lama, yaitu buku periode sebelumnya dengan nilai buku yang baru
dicatat sebagai modal penilaian kembali di dalam perusahaan.
Modal Sumbangan : Modal sumbangan merupakan aktiva yang berasal dari sumbangan
atau perusahaan itu mendapatkan sumbangan dari luar perusahaan.
Jika
perusahaan menerima modal sumbangan, maka perusahaan tersebut tidak perlu
melakukan penjurnalan, tetapi cukup dengan catatan memorial.
Modal
sumbangan yang diterima dapat menutup risiko kerugian diakui sebagai ekuitas.
Sedangkan modal sumbangan yang merupakan pinjaman terdapat kewajiban perusahaan
untuk membayarnya. Perusahaan tidak mengeluarkan modal terkait modal sumbangan
ini.
Modal Lain-lain: Yaitu modal yang terdapat pada cadangan laba. Modal ini tidak
dibagi namun dapat dimiliki kembali oleh pemilik saham sebagai dividen.
JENIS-JENIS EKUITAS:
Ekuitas Pemegang Saham :
Merupakan
nilai semua aset perusahaan yang nantinya akan kembali ke pemegang saham jika
aset itu terlikuidasi. Namun kewajiban perusahaan harus telah terbayarkan.
Ekuitas ini dapat menjadi penentu kondisi keuangan perusahaan dan menjadi nilai
tersendiri.
Berdasarkan
segi riwayat dan sumbernya, ekuitas pemegang saham dibagi menjadi dua, yaitu
modal setoran dan laba ditahan.
Ekuitas pemilik perusahaan :
Ekuitas
ini biasa juga disebut dengan kekayaan bersih atau aset bersih. Ekuitas Pemilik
Perusahaan merupakan ekuitas yang mengacu pada investasi pemilik dalam aset
perusahaan setelah semua kewajiban telah dikurangi.
Komponen
ekuitas ini terdiri dari aset dan kewajiban. Ekuitas ini juga terdiri dari
modal yang diinvestasikan dan laba ditahan. Cara menghasilkan ekuitas pemilik
adalah dengan cara menggabungkan modal yang diinvestasikan dengan laba yang
ditahan.
Pembiayaan ekuitas :
Pembiayaan
ekuitas merupakan penempatan dana dari investor yang nanti sebagai bagian dari
pemilik perusahaan. Biasa disebut dengan penanaman modal pada perusahaan berupa
saham.
Pembiayaan
ekuitas adalah metode meningkatkan modal dengan menjual saham perusahaan ke
investor. Sebagai imbalan atas investasi terhadap investor tersebut, ia
mendapat kepentingan pada perusahaan.
Tujuannya
untuk memperoleh dana usaha bagi perusahaan, mendapatkan profit, menjamin
adanya investasi, memecahkan kesulitan keuangan, dan dapat memperbaiki kondisi
perusahaan. Prosen pembiayaan ekuitas ini dilakukan dengan penjualan saham di
IPO, penjualan saham di perusahaan, penjualan saham di media online, dan
penjualan saham di pasar nego.
Ekuitas rumah :
Biasa
juga disebut dengan nilai rumah. Ekuitas ini juga sebagai salah satu jenis dari
nilai kepemilikan yang merupakan sebuah cara untuk menilai sebuah rumah setelah
mengurangi total hipotek-nya. Ekuitas ini penting bagi mereka yang ingin
membeli maupun yang menjual rumah.
Hipotek, dalam konteks keuangan, adalah perjanjian antara peminjam dan pemberi
pinjaman di mana properti (biasanya rumah) dijadikan jaminan atas pinjaman.
Jika peminjam gagal membayar pinjaman, pemberi pinjaman memiliki hak untuk
menyita dan menjual properti tersebut untuk melunasi utang.
Ekuitas merek :
Merupakan
nilai yang terdapat pada sebuah merek perusahaan. Semakin tinggi ekuitas merek
maka akan memberikan keunggulan kompetitif terhadap sebuah perusahaan.
Tinggi
rendahknya ekuitas sebuah merek dapat dilihat dari loyalitas merek, kesadaran
terhadap merek, persepsi kualitas, asosiasi merek, dan aset-aset lainnya
seperti paten.
Selain
itu, kepercayaan yang tinggi terhadap merek juga mempengaruhi akuitas merek.
Sehingga menjalin kepercayaan merupakan suatu yang penting bagi perusahaan
untuk akuitas mereknya.
Contoh
merek yang mimiliki akuitas tinggi adalah KFC, Toyota, Coca cola dan
lain-lainnya.
0 Komentar