Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

HUKUM IMAM SHALAT YANG BERDOA HANYA UNTUK DIRINYA SENDIRI

 HUKUM IMAM SHALAT YANG BERDOA HANYA UNTUK DIRINYA SENDIRI

----

Di Tulis Oleh Abu Haitsam Fakhri

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

-----

**** 

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

===***===

BATASAN MASALAH :

Yang dimaksud dengan do'a imam dalam sholat berjamaah di sini adalah :

“Di mana imam mengucapkan do'a', dan para makmum di belakangnya mengucapkan amin “.

===***===

HUKUM-NYA

Ini adalah yang dimakruhkan atas imam untuk mengkhusukan dirinya sendiri dalam do'a dengan mengesampingkan para makmum yang shalat di belakangnya.

===***===

DALIL-DALILNYA

Yang demikian itu karena adanya hadits-hadits berikut ini :

****

Pertama : Hadits Tsauban radhiyallahu ‘anhu :

Dari Tsauban dia berkata; Rasulullah bersabda:

"ثَلَاثٌ لَا يَحِلُّ لِأَحَدٍ أَنْ يَفْعَلَهُنَّ لَا يَؤُمُّ رَجُلٌ قَوْمًا فَيَخُصُّ نَفْسَهُ بِالدُّعَاءِ دُونَهُمْ فَإِنْ فَعَلَ فَقَدْ خَانَهُمْ وَلَا يَنْظُرُ فِي قَعْرِ بَيْتٍ قَبْلَ أَنْ يَسْتَأْذِنَ فَإِنْ فَعَلَ فَقَدْ دَخَلَ وَلَا يُصَلِّي وَهُوَ حَقِنٌ حَتَّى يَتَخَفَّفَ ".

"Ada tiga hal yang tidak boleh seorang pun melakukannya; tidak boleh seorang laki-laki mengimami suatu kaum, kemudian mengkhususkan dirinya dalam berdoa tanpa menyertakan mereka, apabila dia melakukannya berarti dia telah mengkhianati mereka. Janganlah dia melihat ke dalam rumah seseorang sebelum dia minta izin, apabila dia melakukannya berarti dia telah memasukinya. Janganlah dia shalat dalam keadaan menahan buang air hingga dia meringankan dirinya (dengan buang air) terlebih dahulu."

( HR. Ahmad no. 21918 , Abu Daud no. 83 , Tirmudzi no. 355 dan Ibnu Majah no. 623 dan 926 ).

Status Kesahihan lafadz hadits :

" لَا يَؤُمُّ رَجُلٌ قَوْمًا فَيَخُصُّ نَفْسَهُ بِالدُّعَاءِ دُونَهُمْ فَإِنْ فَعَلَ فَقَدْ خَانَهُمْ".

 “Tidak boleh seorang laki-laki mengimami suatu kaum, kemudian mengkhususkan dirinya dalam berdoa tanpa menyertakan mereka, apabila dia melakukannya berarti dia telah mengkhianati mereka”.

Lafadz Ini di nilai dho’if oleh Syeikh al-Albani dalam Dho’if Abu Daud no. 83 dan oleh Syu’aib al-Arna’uth dalam Tahqiq dan Takhrij Sunan Abu Daud 1/66].

Dan Al-Arna’uth berkata :

وَهَذَا إِسْنَادٌ ضَعِيفٌ، يَزِيدُ بْنُ شُرَيْحٍ لَمْ يُؤْثَرْ تَوْثِيقُهُ عَنْ غَيْرِ ابْنِ حِبَّانَ، وَقَالَ الدَّارَقُطْنِيُّ: يُعْتَبَرُ بِهِ، يَعْنِي فِي الْمُتَابَعَاتِ وَالشَّوَاهِدِ، وَقَدِ انْفَرَدَ بِالْقِطْعَةِ الْمَذْكُورَةِ، وَقَدِ اخْتُلِفَ عَلَيْهِ فِيهِ.

“Ini adalah sanad yang lemah. Yazid bin Syurah tidak ada pen-tatsiq-an darinya kecuali dari Ibnu Hibban. Ad-Daraquthni berkata: “Dapat dipertimbangkan,” maksudnya dalam mutaba’ah dan syawahid. Ia sendirilah yang meriwayatkan potongan tersebut, dan telah terjadi perbedaan pendapat tentang riwayat darinya dalam hal ini”.

Abu Ubaidah Masyhur Alu Salman dalam Takhrij al-Iajaaz karya an-Nawawi hal. 367 berkata:

وَأَمَّا حَدِيثُ ثَوبانَ، فَفِيهِ يَزِيدُ بْنُ شُرَيْحٍ، وَهُوَ (مَقْبُولٌ) يَعْنِي حَيْثُ يُتَابَعُ، وَأَبُو حَيٍّ لَمْ يُوَثِّقْهُ أَحَدٌ إِلَّا ابْنُ حِبَّانَ. فَالحَدِيثُ ضَعِيفٌ.

“Adapun hadis Tsauban, di dalamnya terdapat Yazid bin Syurah yang berstatus *maqbul*, yaitu jika ada yang mengikutinya, dan Abu Hay tidak ada seorang pun yang men-tatsiq-kannya selain Ibnu Hibban. Maka hadis ini lemah”.

Namun at-Tirmidzi berkata:

حَديثُ ثَوبانَ حَديثٌ حَسَنٌ، وَقَدْ رُوِيَ هَذَا الحَديثُ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ صَالِحٍ عَنِ السَّفَرِ بْنِ نَسْرٍ عَنْ يَزِيدَ بْنِ شُرَيْحٍ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ، وَرُوِيَ عَنْ يَزِيدَ بْنِ شُرَيْحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ، وَكَأَنَّ حَديثَ يَزِيدَ بْنِ شُرَيْحٍ عَنْ أَبِي حَيِّ المُؤَذِّنِ عَنْ ثَوبانَ – فِي هَذَا – أَجْوَدُ إِسْنَادًا وَأَشْهَرُ.

Hadis Tsauban adalah hadis hasan. Hadis ini telah diriwayatkan dari Mu’awiyah bin Shalih, dari As-Safar bin Nasr, dari Yazid bin Syurahbil, dari Abu Umamah, dari Nabi . Dan juga diriwayatkan dari Yazid bin Syurahbil, dari Abu Hurairah, dari Nabi . Tampaknya hadis Yazid bin Syurahbil dari Abu Hay Al-Muadzin dari Tsauban—dalam hal ini—memiliki sanad yang lebih baik dan lebih masyhur”. [Selesai].

(Sunan Turmudzi no. 357 1/263. Lihat pula Neilul Awthar 3/196 oleh Asy-Syaukaani)

An-Nawawi menghasankannya -mengikuti pendapat At-Tirmidzi- dalam kitabnya *Al-Ijaz fi Syarh Sunan Abi Dawud* halaman 366–367 dan dalam *Khulasah Al-Ahkam* (1/489–490) nomor (1628).

Abu Daud setelah menyebutkan hadits tersebut, beliau diam tidak berkomentar. Sementara beliau pernah berkata dalam “ Risalahnya kepada ahli Makkah” hal. 25 :

كُلُّ مَا سَكَتَ عَنْه فَهُوَ صَالِحٌ

“Semua hadits yang aku diam tentang nya , maka itu hadist yang sholeh “.

****

Kedua : Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu :

Dari Abu Hurairah dari Nabi , beliau bersabda :

" لَا يَحِلُّ لِرَجُلٍ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ يُصَلِّيَ وَهُوَ حَقِنٌ حَتَّى يَتَخَفَّفَ". ثُمَّ سَاقَ نَحْوَهُ عَلَى هَذَا اللَّفْظِ،

قَالَ : " وَلَا يَحِلُّ لِرَجُلٍ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ يَؤُمَّ قَوْمًا إِلَّا بِإِذْنِهِمْ وَلَا يَخْتَصُّ نَفْسَهُ بِدَعْوَةٍ دُونَهُمْ فَإِنْ فَعَلَ فَقَدْ خَانَهُمْ ".

"Tidak boleh bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir untuk shalat dalam keadaan menahan buang air hingga dia meringankan dirinya (dengan buang air) terlebih dahulu".

Kemudian dia menyebutkan lafazh semisalnya ( semisal hadits Tsauban radhiyallahu ‘anhu ) , Rasulullah bersabda :

"Dan tidak boleh bagi seorang laki-laki yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir untuk mengimami suatu kaum kecuali dengan izin mereka, serta tidak boleh dia mengkhususkan dirinya dalam berdoa tanpa mengikut sertakan mereka. Apabila dia melakukannya berarti dia telah mengkhianati mereka."

Abu Dawud berkata;

" هَذَا مِنْ سُنَنِ أَهْلِ الشَّامِ لَمْ يُشْرِكْهُمْ فِيهَا أَحَدٌ"

“Hadits ini semuanya dari jalur ahli Syam, tidak ada seorang pun yang ikut meriwayatkannya selain mereka”. ( HR. Abu Daud no. 83 ).

Adh-Dhiyaa al-A’dzomi dalam al-Jami’ al-Kamil 2/135 berkata :

وَإِسْمَاعِيلُ وَبَقِيَّةُ ضَعِيفَانِ، وَشُرَيْحٌ مَقْبُولٌ، إِلَّا أَنَّ التِّرْمِذِيَّ حَسَّنَهُ.

“Isma’il dan Baqiyyah adalah dua perawi yang lemah, sedangkan Syuraih berstatus maqbul, hanya saja At-Tirmidzi menilainya hasan”.

Syeikh al-Albani dalam Shahih Abu Daud no. 91 minilai hadits ini sabagai hadits dho’if, dia berkata :

صَحِيحٌ: إِلَّا جُمْلَةَ الدَّعْوَةِ.

“Sahih, kecuali bagian susunan kalimat ‘doa imam shalat hanya untuk dirinya sendiri’”.

****

Ketiga : Hadits Umamah radhiyallahu ‘anhu :

Dari Abu Umamah, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda:

" لَا يَأْتِ أَحَدُكُمُ الصَّلَاةَ وَهُوَ حَاقِنٌ، وَلَا يَدْخُلْ بَيْتًا إِلَّا بِإِذْنٍ، وَلَا يَؤُمَّنَّ إِمَامٌ قَوْمًا فَيَخُصَّ نَفْسَهُ بِدَعْوَةٍ دُونَهُمْ "

“Janganlah salah seorang dari kalian mendatangi salat dalam keadaan menahan buang air kecil, dan janganlah memasuki rumah kecuali dengan izin, dan janganlah seorang imam mengimami suatu kaum lalu mengkhususkan dirinya dengan doa tanpa mereka.”

[HR. Ahmad dalam al-Musnad 36/472 no. 22152 dan Ibnu Majah no. 617]

Syu’aib al-Arna’uth dalam Tahqiq al-Musnad 36/472 no. 22152 :

وَهَذَا إِسْنَادٌ ضَعِيفٌ لِضَعْفِ السَّفْرِ بْنِ نُسَيْرٍ الأَزْدِيِّ الحِمْصِيِّ، ثُمَّ قَدِ اخْتُلِفَ فِيهِ عَلَى يَزِيدَ بْنِ شُرَيْحٍ الحَضْرَمِيِّ الحِمْصِيِّ، فَرُوِيَ عَنْهُ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ كَمَا هُنَا.

“Ini adalah sanad yang lemah karena kelemahan As-Safar bin Nusayr Al-Azdi Al-Himshi. Selain itu, terdapat perbedaan riwayat padanya dari Yazid bin Syurah Al-Hadhrami Al-Himshi, yang diriwayatkan darinya dari Abu Umamah sebagaimana dalam riwayat ini”.

Dan dalam Tahqiq Sunan Abu Daud 1/67 Syu’aib al-Arna’uth berkata :

أَخْرَجَهُ ابْنُ مَاجَهْ مِنْ طَرِيقِ السَّفْرِ بْنِ نُسَيْرٍ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ شُرَيْحٍ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ. وَهُوَ فِي "مُسْنَدِ أَحْمَدَ". وَالسَّفْرُ بْنُ نُسَيْرٍ ضَعِيفٌ.

“Diriwayatkan oleh Ibnu Majah melalui jalur As-Safar bin Nusayr, dari Yazid bin Syurah, dari Abu Umamah. Hadis ini terdapat dalam *Musnad Ahmad*. As-Safar bin Nusayr adalah perawi yang lemah”.

Imam Syafi’i rahimahullah berkata :

وَرُوِيَ مِنْ وَجْهٍ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ يَقُولُ: «لَا يُصَلِّي الْإِمَامُ بِقَوْمٍ فَيُخَصِّ نَفْسَهُ بِدَعْوَةٍ دُونَهُمْ»، وَيُرْوَى عَنْ عَطَاءٍ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ مِثْلُهُ.

Diriwayatkan pula dari sisi lain , yaitu dari Abu Umamah bahwa dia berkata : aku mendengar Rasulullah bersabda : “Janganlah seorang Imam itu sholat , lalu dia mengkhususkan doanya untuk dirinya sendiri tanpa menyertakan mereka .”

Dan diriwayatkan dari Atha’ bin Abi Rabah semisal itu. [al-Umm karya Imam asy-Syafi’i 1/186].

Adz-Dzahabi dalam al-Muhadzdzab Fii Ikhtishoor as-Sunan al-Kabiir 2/1063 no. 4747 :

قُلْتُ: السَّفَرُ فِيهِ لِينٌ. قَالَ: وَاخْتُلِفَ فِيهِ عَلَى يَزِيدَ بْنِ شُرَيْحٍ.

“Aku berkata: As-Safar padanya terdapat kelemahan. Ia berkata: Dan terjadi perbedaan riwayat padanya dari Yazid bin Syuraih”.

Al-Bulqini dalam Ta’liqnya terhadap al-Umm 1/186 menulis :

حَدِيثُ أَبِي أُمَامَةَ رَوَاهُ عَنْهُ يَزِيدُ بْنُ شُرَيْحٍ الحَضْرَمِيُّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِذَا أَمَّ الرَّجُلُ القَوْمَ فَلَا يَخْتَصَّ بِدُعَاءٍ، فَإِنْ فَعَلَ فَقَدْ خَانَهُمْ». وَاخْتُلِفَ فِيهِ عَلَى يَزِيدَ بْنِ شُرَيْحٍ ...... وَقَوْلُ الشَّافِعِيِّ مِنْ وَجْهٍ يُشِيرُ إِلَى مَا فِيهِ مِنَ الوُجُوهِ.

Hadits Abu Umamah diriwayatkan darinya oleh Yazid bin Syureih al-Hadhraami, dia berkata: Rasulullah, sallallahu alaihi wa sallam, bersabda:

“Jika seorang pria mengimami sholat sekelompok kaum , maka janganlah dia mengkhususkan doa untuk dirinya . Jika dia melakukannya, maka dia telah mengkhianati mereka”.

Dalam sanadnya terdapat perawi yang diperselisihkan yaitu terhadap Yazid bin Syuraih “.....

Dan ucapan Imam Al-Syafi’i : “ Dari sisi lain “ mengisyaratkan akan adanya beberapa jalur hadits “. ( Berakhir Kutipan ).

****

KESIMPULAN DERAJAT HADITS :

Hadits ini di Dhaifkan oleh Ibnu Khuzaimah , Ibnu Taimiyah , Ibnu al-Qoyyim dan Syeikh al-Albaani dalam Dho’if Abu Daud no. 12 & 13 .

Dan Syeikh al-Albaani berkata dalam shahih Turmudzi no. 357 :

ضَعِيفٌ إِلَّا جُمْلَةَ: «وَلَا يَقُومُ إِلَى الصَّلَاةِ وَهُوَ حَاقِنٌ»، فَصَحِيحَةٌ.

Hadits ini Dho’if kecuali kalimat : “ Dia tidak mendirikan shalat saat menahan buang air , maka itu hadits shahih “.

Adh-Dhiyaa al-A’dzomi dalam al-Jami’ al-Kamil 2/135 berkata :

قُلتُ: وَهذِهِ الأَحادِيثُ الثَّلاثَةُ تَدورُ كُلُّها عَلَى يَزِيدَ بْنِ شُرَيْحٍ، وَهُوَ غَيْرُ مَشْهُورٍ بِالحِفْظِ وَالعَدالَةِ، إِلَّا ما ذَكَرَهُ ابْنُ حِبَّانَ وَهُوَ مُتَساهِلٌ فِي تَوْثِيقِ المَجَاهِيلِ، وَمَعَ ذَلِكَ رَواهُ عَلَى عِدَّةِ وُجُوهٍ مِمَّا يَدُلُّ عَلَى عَدَمِ ضَبْطِهِ وَيُوجِبُ التَّوَقُّفَ فِي قَبُولِ حَدِيثِهِ.

وَفِي الجُمْلَةِ الأُولَى مِنْ مَتْنِهِ وَهِيَ قَوْلُهُ: "لَا يُؤُمُّ رَجُلٌ قَوْمًا فَيُخَصِّصَ نَفْسَهُ بِالدُّعَاءِ دُونَهُمْ، فَإِنْ فَعَلَ فَقَدْ خَانَهُمْ" نَكَارَةٌ؛ لِأَنَّهَا مُخَالِفَةٌ لِهَدْيِ النَّبِيِّ ﷺ الَّذِي كَانَ يَدْعُو بِالإِفْرَادِ كَقَوْلِهِ: "اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ المَشْرِقِ وَالمَغْرِبِ" الحَدِيثُ.

وَبِهَذَا الحَدِيثِ اسْتَدَلَّ ابْنُ خُزَيْمَةَ فِي صَحِيحِهِ (3/63) عَلَى رَدِّ هَذِهِ الجُمْلَةِ مِنَ الحَدِيثِ.

Saya berkata: Ketiga hadis ini semuanya berputar pada Yazid bin Syurah, yang tidak terkenal dalam hal hafalan dan keadilan, kecuali apa yang disebutkan oleh Ibnu Hibban—yang bersikap longgar dalam men-tatsiq-kan orang-orang yang tidak dikenal. Selain itu, ia meriwayatkannya dengan beberapa jalur yang berbeda, yang menunjukkan ketidakcermatannya dan mengharuskan untuk berhenti sejenak dalam menerima hadisnya.

Pada kalimat pertama dari matannya, yaitu ucapannya: “Janganlah seseorang mengimami suatu kaum lalu mengkhususkan dirinya dengan doa tanpa mereka. Jika ia melakukan itu, maka sungguh ia telah berkhianat kepada mereka,” terdapat kejanggalan (nakaaroh), karena bertentangan dengan petunjuk Nabi yang biasa berdoa dengan bentuk tunggal, seperti ucapan-nya:

“Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat…” dan seterusnya.

Dengan hadis ini, Ibnu Khuzaimah dalam *Shahih*-nya (3/63) berdalil untuk menolak kalimat pertama dari hadis tersebut”. [SELESAI]

Dan Al-Mubarakfuri dalam Mar’aatul Mafaatiih 3/517 di bawah no. 1078 berkata :

وَمَدَارُ الحَدِيثِ فِي طُرُقِهِ كُلِّهَا عَلَى يَزِيدَ بْنِ شُرَيْحٍ كَمَا تَرَى، وَهُوَ ثِقَةٌ. فَقِيلَ: يَحْتَمِلُ أَنْ يَكُونَ سَمِعَهُ مِنَ الطُّرُقِ الثَّلَاثِ وَحَفِظَهُ. وَقِيلَ: بَلِ اضْطِرَابُ حِفْظِهِ فِيهَا وَنَسِيَ، فَيَكُونُ الحَدِيثُ ضَعِيفًا بِطُرُقِهِ الثَّلَاثِ لِلاِضْطِرَابِ فِي السَّنَدِ. وَقِيلَ: طَرِيقُ ثَوْبَانَ أَرْجَحُ.

قَالَ التِّرْمِذِيُّ بَعْدَ ذِكْرِ طَرِيقِ أَبِي أُمَامَةَ وَأَبِي هُرَيْرَةَ تَعْلِيقًا: وَكَانَ حَدِيثُ يَزِيدَ بْنِ شُرَيْحٍ عَنْ أَبِي حَيٍّ المُؤَذِّنِ عَنْ ثَوْبَانَ فِي هَذَا أَجْوَدَ إِسْنَادًا وَأَشْهَرَ – انْتَهَى.

وَنَقَلَ المُنْذِرِيُّ كَلَامَ التِّرْمِذِيِّ هَذَا وَأَقَرَّهُ.

وَقِيلَ: رِوَايَةُ السَّفَرِ بْنِ نُسَيْرٍ عَنْهُ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ أَرْجَحُ، لِمَا جَاءَ عِنْدَ أَحْمَدَ (ج٥ ص٢٦١) مِنَ المُتَابَعَةِ مِنْ شَيْخٍ مُبْهَمٍ يَحْكِي أَنَّهُ سَمِعَهُ مِنْ أَبِي أُمَامَةَ كَمَا تَقَدَّمَ، وَفِيهِ أَنَّ السَّفَرَ بْنَ نُسَيْرٍ ضَعِيفٌ كَمَا صَرَّحَ بِهِ الحَافِظُ فِي التَّقْرِيبِ، وَالهَيْثَمِيُّ فِي مَجْمَعِ الزَّوَائِدِ، وَذَكَرَهُ ابْنُ حِبَّانَ فِي الثِّقَاتِ.

وَقَالَ الدَّارَقُطْنِيُّ: لَا يُعْتَبَرُ بِهِ، وَالمُتَابِعُ لَهُ عِنْدَ أَحْمَدَ مُبْهَمٌ، فَفِي كَوْنِ رِوَايَةِ السَّفَرِ أَرْجَحَ مِنْ رِوَايَةِ حَبِيبِ بْنِ صَالِحٍ وَثَوْرِ بْنِ يَزِيدَ نَظَرٌ قَوِيٌّ، وَسُكُوتُ أَبِي دَاوُدَ عَنْ حَدِيثَي ثَوْبَانَ وَأَبِي هُرَيْرَةَ بَعْدَ رِوَايَتِهِمَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّ هَذَيْنِ الطَّرِيقَتَيْنِ مَحْفُوظَانِ صَالِحَانِ لِلاِحْتِجَاجِ عِنْدَهُ، وَإِلَيْهِ قَلْبِي، وَفِي كَوْنِ حَدِيثِ ثَوْبَانَ أَجْوَدَ سَنَدًا مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ كَلَامٌ عِنْدِي، فَإِنَّ ثَوْرَ بْنَ يَزِيدَ أَوْثَقُ وَأَثْبَتُ مِنْ حَبِيبِ بْنِ صَالِحٍ. وَاللهُ أَعْلَمُ.

Poros periwayatan hadis ini, pada semua jalurnya, berkisar kepada Yazid bin Syurah sebagaimana engkau lihat, dan ia adalah seorang yang tsiqot.

Ada yang mengatakan: mungkin saja ia mendengarnya dari ketiga jalur tersebut dan menghafalnya.

Ada pula yang mengatakan: justru hafalannya dalam hal ini kacau dan ia lupa, sehingga hadis ini menjadi lemah pada ketiga jalurnya karena terjadi ikhtilaf (keguncangan) dalam sanad.

Ada yang mengatakan: jalur riwayat dari Tsauban lebih kuat.

At-Tirmidzi berkata setelah menyebutkan jalur Abu Umamah dan Abu Hurairah dengan komentar: “Adapun hadis Yazid bin Syurah dari Abu Hay al-Mu’adzzin dari Tsauban dalam hal ini, sanadnya lebih baik dan lebih masyhur.” — selesai.

Al-Mundziri menukil ucapan At-Tirmidzi ini dan membenarkannya.

Ada juga yang mengatakan: riwayat As-Safar bin Nusayr darinya, dari Abu Umamah, lebih kuat karena adanya penguat dalam riwayat Ahmad (jilid 5 hlm. 261) dari seorang syaikh yang majhul (tidak disebutkan namanya) yang menceritakan bahwa ia mendengarnya dari Abu Umamah, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya.

Namun, di dalamnya terdapat bahwa As-Safar bin Nusayr adalah perawi yang lemah, sebagaimana ditegaskan oleh Al-Hafizh dalam *At-Taqrib* dan oleh Al-Haitsami dalam *Majma’ az-Zawaid*, serta dimasukkan oleh Ibnu Hibban dalam kitab *Ats-Tsiqat*.

Ad-Daraquthni berkata: “Tidak dianggap sebagai hujjah.”

Adapun penguatnya dalam riwayat Ahmad adalah seorang perawi majhul, sehingga adanya klaim bahwa riwayat As-Safar lebih kuat daripada riwayat Habib bin Shalih dan Tsaur bin Yazid merupakan pendapat yang sangat lemah.

Diamnya Abu Dawud terhadap dua hadis dari Tsauban dan Abu Hurairah setelah meriwayatkannya menunjukkan bahwa kedua jalur ini menurutnya terjaga dan layak dijadikan hujjah, dan pendapat inilah yang condong di hatiku.

Adapun menyatakan bahwa hadis Tsauban lebih baik sanadnya daripada hadis Abu Hurairah, menurutku masih ada pembahasan, karena Tsaur bin Yazid lebih terpercaya dan lebih kuat hafalannya dibanding Habib bin Shalih. Wallahu a’lam. [SELESAI]

===***===

JIKA SEANDAINYA HADITS TERSEBUT SHAHIH

Jika seandainya dengan asumsi bahwa hadits itu terbukti shahih, maka yang dimaksud dengan hadits ini adalah bahwa seorang Imam tidak mengkhusus kan do’a untuk dirinya dalam doa yang melibatkan para makmum di dalamya .

****

PENJELASAN IBNU TAIMIYAH

Syeikhul-Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah ditanya tentang sabda Nabi :

(لَا يَحِلُّ لِرَجُلٍ يُؤُمُّ قَوْمًا فَيُخَصُّ نَفْسَهُ بِالدُّعَاءِ دُونَهُمْ فَإِنْ فَعَلَ فَقَدْ خَانَهُمْ)

“Tidak Halal bagi seorang pria mengimami sholat suatu kaum lalu dia mengkhususkan untuk dirinya sendiri dalam berdoa tanpa mengikut sertakan mereka. Dan jika dia melakukan itu maka dia telah mengkhianati mereka”

Pertanyaan ke1. Apakah itu mustahabb untuk imam, setiap kali dia ber doa 'kepada Allah Azza wa Jalla untuk mengikut sertakan para makmum ?

Pertanyaan ke 2. Apakah ada riwayat shahih dari Nabi : bahwa beliau  mengkhususkan untuk dirinya dalam doa ketika sholat tanpa mengikut sertakan mereka? Jika ada, lalu bagaimana kita bisa menggabungkan antara keduanya?

JAWABAN IBNU TAIMIYAH :

Ia menjawab:

قَدْ ثَبَتَ فِي الصَّحِيحَيْنِ {عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ. أَنَّهُ قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَأَيْت سُكُوتَك بَيْنَ التَّكْبِيرِ وَالْقِرَاءَةِ. مَا تَقُولُ؟ قَالَ: أَقُولُ: اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ. كَمَا بَاعَدْت بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنْ الدَّنَسِ اللَّهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ} فَهَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ صَرِيحٌ فِي أَنَّهُ دَعَا لِنَفْسِهِ خَاصَّةً وَكَانَ إمَامًا. وَكَذَلِكَ حَدِيثُ عَلِيٍّ فِي الِاسْتِفْتَاحِ الَّذِي أَوَّلُهُ {وَجَّهْت وَجْهِي لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ - فِيهِ - فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إلَّا أَنْتَ وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إلَّا أَنْتَ وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا فَإِنَّهُ لَا يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إلَّا أَنْتَ} . ‌وَكَذَلِكَ ‌ثَبَتَ ‌فِي ‌الصَّحِيحِ ‌أَنَّهُ ‌كَانَ ‌يَقُولُ ‌بَعْدَ ‌رَفْعِ ‌رَأْسِهِ مِنْ الرُّكُوعِ بَعْدَ قَوْلِهِ: {لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْت وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْت} {اللَّهُمَّ طَهِّرْنِي مِنْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنْ الدَّنَسِ} . وَجَمِيعُ هَذِهِ الْأَحَادِيثِ الْمَأْثُورَةِ فِي دُعَائِهِ بَعْدَ التَّشَهُّدِ مِنْ فِعْلِهِ وَمِنْ أَمْرِهِ لَمْ يُنْقَلْ فِيهَا إلَّا لَفْظُ الْإِفْرَادِ. كَقَوْلِهِ: {اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِك مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ} . وَكَذَا دُعَاؤُهُ بَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ وَهُوَ فِي السُّنَنِ مِنْ حَدِيثِ حُذَيْفَةَ وَمِنْ حَدِيثِ ابْنِ عَبَّاسٍ وَكِلَاهُمَا كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيهِ إمَامًا أَحَدُهُمَا بِحُذَيْفَةَ وَالْآخَرُ بِابْنِ عَبَّاسٍ. وَحَدِيثُ حُذَيْفَةَ {رَبِّ اغْفِرْ لِي رَبِّ اغْفِرْ لِي} وَحَدِيثُ ابْنِ عَبَّاسٍ فِيهِ {اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي وَاهْدِنِي وَعَافِنِي وَارْزُقْنِي} وَنَحْوُ هَذَا فَهَذِهِ الْأَحَادِيثُ الَّتِي فِي الصِّحَاحِ وَالسُّنَنِ تَدُلُّ عَلَى أَنَّ الْإِمَامَ يَدْعُو فِي هَذِهِ الْأَمْكِنَةِ بِصِيغَةِ الْإِفْرَادِ. وَكَذَلِكَ اتَّفَقَ الْعُلَمَاءُ عَلَى مِثْلِ ذَلِكَ حَيْثُ يَرَوْنَ أَنَّهُ يَشْرَعُ مِثْلُ هَذِهِ الْأَدْعِيَةِ. وَإِذَا عُرِفَ ذَلِكَ تَبَيَّنَ أَنَّ الْحَدِيثَ الْمَذْكُورَ إنْ صَحَّ فَالْمُرَادُ بِهِ الدُّعَاءُ الَّذِي يُؤَمِّنُ عَلَيْهِ الْمَأْمُومُ: كَدُعَاءِ الْقُنُوتِ فَإِنَّ الْمَأْمُومَ إذَا أَمَّنَ كَانَ دَاعِيًا قَالَ اللَّهُ تَعَالَى لِمُوسَى وَهَارُونَ: {قَدْ أُجِيبَتْ دَعْوَتُكُمَا} وَكَانَ أَحَدُهُمَا يَدْعُو وَالْآخَرُ يُؤَمِّنُ. وَإِذَا كَانَ الْمَأْمُومُ مُؤَمِّنًا عَلَى دُعَاءِ الْإِمَامِ فَيَدْعُو بِصِيغَةِ الْجَمْعِ كَمَا فِي دُعَاءِ الْفَاتِحَةِ فِي قَوْلِهِ: {اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ} فَإِنَّ الْمَأْمُومَ إنَّمَا أَمَّنَ لِاعْتِقَادِهِ. أَنَّ الْإِمَامَ يَدْعُو لَهُمَا جَمِيعًا فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ فَقَدْ خَانَ الْإِمَامُ الْمَأْمُومَ. فَأَمَّا الْمَوَاضِعُ الَّتِي يَدْعُو فِيهَا كُلُّ إنْسَانٍ لِنَفْسِهِ كَالِاسْتِفْتَاحِ وَمَا بَعْدَ التَّشَهُّدِ وَنَحْوِ ذَلِكَ فَكَمَا أَنَّ الْمَأْمُومَ يَدْعُو لِنَفْسِهِ فَالْإِمَامُ يَدْعُو لِنَفْسِهِ".

Telah tetap dalam Shahihain dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata kepada Nabi : “Wahai Rasulullah, apakah yang engkau ucapkan di antara takbir dan bacaan (Al-Qur’an)?”

Beliau bersabda: “Aku mengucapkan: Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau telah menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana kain putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan air, salju, dan embun.

Ini adalah hadis sahih yang jelas bahwa beliau berdoa untuk dirinya sendiri secara khusus, padahal beliau menjadi imam. Demikian pula hadis Ali tentang doa istiftah yang awalnya berbunyi:

“Aku hadapkan wajahku kepada Dzat yang telah menciptakan langit dan bumi …”

Di dalamnya ada:

“Maka ampunilah aku, karena tidak ada yang mengampuni dosa kecuali Engkau. Tunjukkanlah aku kepada akhlak yang terbaik, karena tidak ada yang menunjukkannya kecuali Engkau. Dan jauhkanlah dariku akhlak yang buruk, karena tidak ada yang dapat menjauhkannya kecuali Engkau.”

Demikian pula telah tetap dalam hadis sahih bahwa beliau mengucapkan setelah mengangkat kepala dari ruku’ setelah ucapan:

“Tidak ada yang dapat menghalangi apa yang Engkau berikan, dan tidak ada yang dapat memberi apa yang Engkau halangi.”

Seluruh hadis yang diriwayatkan tentang doa beliau setelah tasyahud, baik dari perbuatan maupun perintah beliau, semuanya menggunakan lafaz tunggal, seperti ucapannya:

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari azab neraka Jahannam, dari azab kubur, dari fitnah hidup dan mati, serta dari fitnah Al-Masih Ad-Dajjal.”

Demikian pula doa beliau di antara dua sujud yang terdapat dalam Sunan dari hadis Hudzaifah dan dari hadis Ibnu Abbas, dan keduanya beliau menjadi imam.

Dalam hadis Hudzaifah: “Ya Tuhanku, ampunilah aku, Ya Tuhanku, ampunilah aku.”

Dan dalam hadis Ibnu Abbas: “Ampunilah aku, rahmatilah aku, tunjukilah aku, selamatkanlah aku, dan berilah aku rezeki,” dan semisalnya.

Hadis-hadis yang terdapat dalam kitab-kitab sahih dan Sunan ini menunjukkan bahwa imam berdoa di tempat-tempat ini dengan bentuk tunggal. Demikian pula para ulama sepakat akan hal tersebut, di mana mereka memandang disyariatkan doa-doa seperti ini.

Jika hal ini telah diketahui, maka jelas bahwa hadis yang disebutkan itu—jika sahih—yang dimaksud adalah doa yang diaminkan oleh makmum, seperti doa qunut. Jika makmum mengucapkan amin, berarti ia juga berdoa. Allah Ta’ala berfirman kepada Musa dan Harun:

“Sungguh, doa kalian berdua telah dikabulkan”

Padahal salah satunya berdoa dan yang lainnya mengucapkan amin.

Jika makmum mengaminkan doa imam, maka imam berdoa dengan lafaz jamak, seperti dalam doa Al-Fatihah pada ucapan: “Tunjukilah kami jalan yang lurus,” karena makmum mengaminkan dengan keyakinan bahwa imam berdoa untuk mereka berdua. Jika imam tidak melakukannya, berarti ia telah berkhianat kepada makmum.

Adapun tempat-tempat di mana setiap orang berdoa untuk dirinya sendiri, seperti doa istiftah, doa setelah tasyahud, dan yang semisalnya, maka sebagaimana makmum berdoa untuk dirinya sendiri, imam pun berdoa untuk dirinya sendiri.

[Kutipan ini diambil secara ringkas dari “Majmu’ Al-Fatawa” (23/117–118)].

****

PENJELASAN AL-IMAM AL-HAFIDZ ZAINUDDIN AL-IRAAQI

Al-Imam al-Iraaqi berkata :

مِنْ أَدَبِ الدُّعَاءِ أَنَّ مَن دَعَا بِمَجْلِسِ جَمَاعَةٍ لَا يَخُصُّ نَفْسَهُ بِالدُّعَاءِ مِنْ بَيْنِهِمْ، أَوْ لَا يَخُصُّ نَفْسَهُ وَبَعْضَهُمْ دُونَ جَمِيعِهِمْ، وَيَتَأَكَّدُ اسْتِيعَابُ الْحَاضِرِينَ عَلَى إِمَامِ الْجَمَاعَةِ، فَلَا يَخُصُّ نَفْسَهُ دُونَ الْمَأْمُومِينَ، لِمَا رَوَى أَبُو دَاوُدَ، وَالتِّرْمِذِيُّ مِنْ حَدِيثِ ثَوْبَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (لَا يَؤُمُّ رَجُلٌ قَوْمًا فَيَخُصَّ نَفْسَهُ بِدَعْوَةٍ دُونَهُمْ، فَإِنْ فَعَلَ فَقَدْ خَانَهُمْ) قَالَ التِّرْمِذِيُّ: حَدِيثٌ حَسَنٌ.

وَالظَّاهِرُ أَنَّ هَذَا مَحْمُولٌ عَلَى مَا لَا يُشَارِكُهُ فِيهِ الْمَأْمُومُونَ، كَدُعَاءِ الْقُنُوتِ وَنَحْوِهِ، فَأَمَّا مَا يَدْعُو كُلُّ أَحَدٍ بِهِ كَقَوْلِهِ بَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ: (اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي، وَارْحَمْنِي، وَاهْدِنِي) فَإِنَّ كُلًّا مِنَ الْمَأْمُومِينَ يَدْعُو بِذَلِكَ، فَلَا حَرَجَ حِينَئِذٍ فِي الْإِفْرَادِ، إِلَّا أَنَّهُ يَحْتَمِلُ أَنْ بَعْضَ الْمَأْمُومِينَ يَتْرُكُ ذَلِكَ نِسْيَانًا أَوْ لِعَدَمِ الْعِلْمِ بِاسْتِحْبَابِهِ، فَيَنْبَغِي حِينَئِذٍ أَنْ يُجْمَعَ الضَّمِيرُ لِذَلِكَ.

“Bagian dari etika dan adab berdoa adalah bahwa orang yang berdoa dalam suatu majlis pertemuan tidak boleh mengkhususkan diri dalam berdoa di antara mereka, atau tidak mengkhususkan dirinya dan sebagian dari mereka tetapi tidak mengikut serta kan sebagian yang lain. Dan atas Imam Jemaah harus memastikan semua jamaah yang hadir diikutsertakan dalam do'a nya .

Jadi dia ( Imam) tidak boleh mengkhususkan dirinya dalam do’a dengan mengesampingkan orang-orang yang shalat di belakangnya, karena adanya hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan al-Tirmidzi dari hadits Tsaubaan radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan : Rasulullah bersabda :

(لَا يُؤُمُّ رَجُلٌ قَوْمًا فَيُخَصُّ نَفْسَهُ بِدَعْوَةٍ دُونَهُمْ، فَإِنْ فَعَلَ فَقَدْ خَانَهُمْ)

“Tidak lah seorang pria mengimami sholat suatu kaum lalu dia mengkhususkan untuk dirinya sendiri dalam berdoa tanpa mengikut sertakan mereka. Dan jika dia melakukan itu maka dia telah mengkhianati mereka”

Al-Tirmidzi berkata : ini hadits hasan.

Makna yang tampak adalah bahwa ini harus dipahami : hadits ini berlaku pada doa Imam yang para makmum tidak ikut serta dalam mengucapkan do’a tsb , seperti do'aa' Qunut dan sejenisnya.

Adapun jika doa yang masing-masing dari imam dan para makmum mengucapkannya , seperti mengucapkan do’a duduk di antara dua sujud :

(اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي، وَارْحَمْنِي، وَاهْدِنِي)

"Ya Allah ampunilah aku dan kasihanilah aku dan bimbing aku,"

Maka masing-masing dari imam dan para makmum boleh mengucapkan do'a khusus ini, jadi tidak ada salahnya jika mengucapkannya dalam bentuk tunggal . Tetapi ada kemungkinan sebagian para makmum yang mengabaikannya karena mereka lupa atau tidak tahu bahwa ini adalah mustahab. Dalam hal ini sebaiknya seorang imam mengucapkannya dengan kata ganti jamak”.  Kutipan berakhir . ( Baca : “طَرْحُ التَّثْرِيبِ” (2/136-137) 

 

 

إرسال تعليق

0 تعليقات