HUKUM JUAL BELI NAMA USAHA, MEREK DAGANG, HAK CIPTA, KARYA ILMIAH DAN HAK NON MATERIAL LAINNYA
==
Penulis: Abu Haitsam Fakhry
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
Ditulis di Madinah dalam bahasa Arab pada tahun 1423 H (2002 M)
Disempurnakan di Indonesia pada tahun 2025 M.
===
DAFTAR ISI :
- PERTAMA : MAKNA “HAK-HAK NONMATERIAL”.
- KEDUA : MAKNA NAMA USAHA DAN MEREK DAGANG (BRAND)
- Hal-hal yang berkaitan dengan nama dagang, merek dagang atau brand.
- PENGERTIAN HAK DALAM FIKIH ISLAM DAN PEMBAGIANNYA
- HAK
NONMATERIAL (الحَقٌّ المَعْنَوِيٌّ):
- PENILAIAN HUKUM SYAR'I TERHADAP NAMA USAHA, MEREK DAGANG DAN HAK NONMATERIAL LAINNYA:
- PENDASARAN PADA KAIDAH MASHLAHAH MURSALAH:
- PENDAPAT PARA ULAMA KONTEMPORER : TENTANG JUAL BELI HAK-HAK NONMATERI
- HUKUM JUAL BELI HAK NAMA USAHA DAN MEREK DAGANG:
- HUKUM JUAL BELI HAK CIPTA, HAK KARYA TULIS ATAU HAK PENGARANG.
- STATUS HUKUM SYAR’I DAN LEGALITAS NAMA USAHA DAN MEREK DAGANG
- KEPUTUSAN MAJMA' AL-FIQH AL-ISLAMI NOMOR (5) TENTANG HAK-HAK NONMATERI
- BETAPA PENTINGNYA MEMILIH NAMA USAHA DAN MEREK DAGANG YANG TEPAT:
- RASULULLAH ﷺ MEMERINTAHKAN UNTUK MEMPERINDAH CARA BERBISNIS:
- Kesimpulan dari pentingnya nama usaha yang tepat :
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
===***===
JUAL BELI NAMA USAHA DAN MEREK DAGANG (HAK-HAK NONMATERIAL)
Hal-Hal yang Berkaitan Dengan Hak Nama Usaha (Seperti Nama Perusahaan Atau Nama Toko), Merek Dagang, Hak Cipta, Karya Ilmiah, Hak Inovasi dan Penemuan Beserta Penjelasan Maksudnya.
*****
PERTAMA : MAKNA “HAK-HAK NONMATERIAL”.
«الْحُقُوقُ
الْمَعْنَوِيَّةُ»
Istilah
“huquq ma‘nawiyyah” (hak-hak nonmaterial) dalam terminologi fikih:
مَا يُقَابِلُ الْحُقُوقَ الْمَالِيَّةَ، سَوَاءٌ مِنْهَا مَا يَتَعَلَّقُ
بِالْأَعْيَانِ الْمُتَقَوِّمَةِ أَوْ بِالْمَنَافِعِ الْعَارِضَةِ.. كَحَقِّ
الْبَائِعِ فِي الثَّمَنِ وَحَقِّ الْمُشْتَرِي فِي الْمَبِيعِ.. فَكُلُّ حَقٍّ
لَمْ يَتَعَلَّقْ بِمَالٍ عَيْنِيٍّ وَلَا بِشَيْءٍ مِنْ مَنَافِعِهِ الْعَارِضَةِ
فَهُوَ حَقٌّ مَعْنَوِيٌّ.
“Apa yang
merujuk pada hak-hak yang tidak bersifat materiil/ benda (huquq maliyyah), baik
yang berkaitan dengan objek-objek bernilai ekonomi maupun manfaat-manfaat
insidental”.
Contohnya :
adalah hak penjual atas pembayaran harga barang dan hak pembeli atas barang
yang dibelinya. Maka, setiap hak yang tidak berhubungan dengan harta yang
berwujud atau dengan manfaat yang menyertainya dikategorikan sebagai hak
nonmaterial.
===***===
KEDUA : MAKNA NAMA USAHA DAN MEREK DAGANG (BRAND)
«الِاسْمُ
التِّجَارِيُّ»
Yang
dimaksud dengan nama dagang (seperti nama perusahaan atau nama toko) adalah:
تَسْمِيَةٌ يَسْتَخْدِمُهَا التَّاجِرُ كَعَلَامَةٍ مُمَيِّزَةٍ
لِمَشْرُوعِهِ التِّجَارِيِّ عَنْ نُظَرَائِهِ، لِيَعْرِفَ الْمُتَعَامِلُونَ
مَعَهُ نَوْعًا خَاصًّا مِنَ السِّلَعِ وَحُسْنَ الْمُعَامَلَةِ وَالْخِدْمَةِ.
“Penamaan
yang digunakan oleh pelaku usaha sebagai identitas pembeda atas produk atau
jasa usahanya dibandingkan dengan produk atau jasa sejenis lainnya. Tujuannya
adalah agar pihak-pihak yang bertransaksi dapat mengenali jenis produk tertentu
yang ditawarkan beserta mutu pelayanan dan keunggulannya”.
Ada beberapa
ulama kontemporer mendefinisikan “nama dagang atau nama usaha” sebagai berikut:
"تَسْمِيَةٌ
أَطْلَقَهَا التَّاجِرُ عَلَى مُنْشَأَتِهِ التِّجَارِيَّةِ، تَعْرِيفًا بِهَا
وَتَمْيِيزًا لَهَا عَنْ غَيْرِهَا مِنَ الْمُنْشَآتِ التِّجَارِيَّةِ،
لِيَتَعَرَّفَ الْمُتَعَامِلُونَ مَعَهُ عَلَى اللَّوْنِ الْمُمَيَّزِ مِنَ
السِّلَعِ وَأُسْلُوبِ التَّعَامُلِ."
“sebuah
penamaan yang diberikan oleh seorang pedagang kepada usahanya, sebagai bentuk
identifikasi dan pembedaan dari usaha-usaha dagang lainnya, agar para pelanggan
mengenali ciri khas barang dan gaya pelayanannya.”
Definisi
lainnya menyatakan bahwa “nama dagang” adalah:
"الِاسْمُ
الَّذِي يَتَّخِذُهُ التَّاجِرُ عِندَ مُمَارَسَتِهِ الْأَعْمَالَ
التِّجَارِيَّةَ، وَبِهِ يُوَقِّعُ جَمِيعَ الْعُقُودِ وَالتَّصَرُّفَاتِ
الْقَانُونِيَّةِ الَّتِي يُبَاشِرُهَا مَعَ مَنْ يَتَعَامَلُ مَعَهُمْ
بِنَشَاطِهِ التِّجَارِيِّ، وَيَتَكَوَّنُ مِنِ اسْمِ التَّاجِرِ
وَلَقَبِهِ."
“nama yang
digunakan oleh pedagang dalam aktivitas perdagangan, yang digunakan dalam
penandatanganan seluruh kontrak dan tindakan hukum yang dijalankannya dengan
pihak-pihak yang berhubungan dengan aktivitas perdagangannya. Merek dagang ini
terdiri dari nama dan gelar pedagang tersebut.”
Menurut
definisi lain, “nama dagang atau nama usaha” adalah:
التَّسْمِيَةُ الَّتِي يَسْتَخْدِمُهَا التَّاجِرُ كَعَلَامَةٍ مُمَيَّزَةٍ
لِمَشْرُوعِهِ التِّجَارِيِّ عَنْ نُظَرَائِهِ، لِيَعْرِفَ الْمُتَعَامِلُونَ
مَعَهُ نَوْعًا خَاصًّا مِنَ السِّلَعِ وَحُسْنَ الْمُعَامَلَةِ وَالْخِدْمَةِ.
Penamaan
yang digunakan oleh seorang pedagang sebagai penanda khusus untuk membedakan
usahanya dari usaha lainnya, agar para pelanggan mengenali jenis barang
tertentu serta pelayanan dan layanannya yang baik.
Definisi
lain menyatakan bahwa “merek dagang” adalah :
الِاسْمُ الَّذِي يَتَّخِذُهُ التَّاجِرُ لِمَحَلِّهِ التِّجَارِيِّ
لِتَمْيِيزِهِ عَنْ غَيْرِهِ مِنَ الْمَحَلَّاتِ التِّجَارِيَّةِ الْأُخْرَى.
“Nama yang
digunakan oleh pedagang untuk tokonya agar berbeda dari toko-toko lainnya – dan
definisi ini dekat dengan definisi pertama”.
****
Perbedaan antara nama dagang (nama usaha) dengan merek dagang (brand) :
وَالاِسْمُ التِّجَارِيُّ قَرِيبٌ مِمَّا يُعْرَفُ الْيَوْمَ بِالْعَلَامَةِ
التِّجَارِيَّةِ (المَارْكَةِ) التِّجَارِيَّةِ، إِلَّا أَنَّ الْفَرْقَ
بَيْنَهُمَا يَتَمَثَّلُ فِي أَنَّ الْعَلَامَةَ التِّجَارِيَّةَ (المَارْكَةَ)
تُسْتَخْدَمُ لِتَمْيِيزِ الْمُنْتَجَاتِ أَوِ السِّلَعِ التِّجَارِيَّةِ،
بَيْنَمَا يُسْتَخْدَمُ الاِسْمُ التِّجَارِيُّ لِتَمْيِيزِ الْمُنْشَأَةِ
التِّجَارِيَّةِ عَنْ غَيْرِهَا مِنَ الْمُنْشَآتِ، سَوَاءً كَانَتْ متماثِلَةً
فِي النَّشَاطِ التِّجَارِيِّ أَوْ مُخْتَلِفَةً فِيهِ.
تَسْتَخْدِمُ الشَّرِكَاتُ الأَسْمَاءَ التِّجَارِيَّةَ لِلْمُسَاعَدَةِ فِي
تَسْوِيقِ مُنْتَجَاتِهَا وَتَعْزِيزِ عَلَامَاتِهَا التِّجَارِيَّةِ. وَيُمْكِنُ
أَنْ تُسْتَخْدَمَ الأَسْمَاءُ التِّجَارِيَّةُ أَيْضًا بِغَرَضِ إِبْعَادِ
الشَّرِكَةِ عَنِ الدِّعَايَةِ السَّيِّئَةِ، فَالِاسْمُ التِّجَارِيُّ لَا
يَعْنِي مُجَرَّدَ إِطْلَاقِ اسْمٍ مَا عَلَى مُنْشَأَةٍ مَا، بَلْ إِنَّ
صَاحِبَهُ قَدْ بَذَلَ جُهُودًا ذِهْنِيَّةً، وَأَنْفَقَ أَمْوَالًا، وَأَفْرَغَ
أَوْقَاتًا، وَاسْتَعَانَ بِخُبَرَاءِ لِيُسَاعِدُوهُ فِي اخْتِيَارِ الاِسْمِ
المُنَاسِبِ لِمُنْشَأَتِهِ، وَدَفَعَ مَبَالِغَ لِلدِّعَايَةِ وَالإِعْلَانِ
حَتَّى يَبْنِيَ اسْمًا مَشْهُورًا، لَهُ سُمْعَةٌ طَيِّبَةٌ بَيْنَ التُّجَّارِ،
وَبِمَا يُحَقِّقُ لَهُ مُوَاصَفَاتٍ جَيِّدَةً لِسِلْعَتِهِ، وَتَرْوِيجِهَا
تَحْتَ مِظَلَّةِ مُنْشَأَتِهِ وَاسْمِهَا التِّجَارِيِّ.
“Nama
dagang atau nama usaha” itu hampir sama dengan yang
dikenal sekarang sebagai “merek dagang (brand)”, tetapi perbedaan antara
keduanya terletak pada :
Bahwa “merek
dagang (brand)” digunakan untuk “membedakan produk atau barang dagang”.
Sedangkan “nama
dagang” digunakan untuk “membedakan suatu badan usaha dagang dari badan
usaha lainnya”, baik yang bergerak dalam bidang usaha yang sama maupun
berbeda.
Perusahaan-perusahaan
menggunakan “nama dagang atau nama usaha” untuk membantu memasarkan
produk mereka dan memperkuat merek mereka.
“Nama
dagang” juga dapat digunakan untuk menjauhkan
perusahaan dari reputasi buruk. Maka, “nama dagang” bukan sekadar
memberi nama pada suatu badan usaha, melainkan pemiliknya telah mengeluarkan
upaya intelektual, mengeluarkan dana, meluangkan waktu, dan meminta bantuan
para ahli untuk membantu memilih nama yang sesuai untuk usahanya.
Ia juga telah “membayar biaya
promosi dan iklan” agar dapat membangun nama yang terkenal, memiliki
reputasi baik di kalangan para pedagang, sehingga dapat memberikan ciri khas
yang baik bagi produknya dan memasarkan produk itu di bawah “naungan badan
usahanya dan nama dagangnya”.
*****
Hal-hal yang berkaitan dengan nama dagang, merek dagang atau brand, antara lain:
Ke 1. Hak
Kepemilikan Industri (termasuk hak paten/ بَرَاءَةُ الِاخْتِرَاعِ).
Hak paten (بَرَاءَةُ الِاخْتِرَاعِ):
هِيَ : وَثِيقَةٌ تُمْنَحُ مِنْ طَرَفِ دَائِرَةٍ رَسْمِيَّةٍ، أَوْ مِنْ
مَكْتَبٍ عَامِلٍ بِاسْمِ مَجْمُوعَةٍ مِنَ الْأَقْطَارِ بِنَاءً عَلَى طَلَبٍ
بِذَلِكَ.
Ia
merupakan dokumen legal yang dikeluarkan oleh lembaga resmi, atau oleh kantor
yang beroperasi atas nama sekelompok negara, berdasarkan permohonan yang
diajukan oleh pemohon.
Dokumen ini
memberikan hak eksklusif kepada pemiliknya untuk memanfaatkan penemuan yang
tercantum dalam dokumen tersebut, memproduksinya, menjual hak atasnya, atau
mengimpornya.
Ke 2 : Hak
Inovasi Dan Penemuan (حُقُوقُ الِابْتِكَارِ).
(yang
paling menonjol di antaranya adalah hak karya tulis, hak pengarang dan hak
cipta atau hak karya tulis «حَقُّ التَّأْلِيفِ» atau hak
kepemilikan sastra dan seni «حَقُّ الْمِلْكِيَّةِ الْأَدَبِيَّةِ وَالْفَنِّيَّةِ»).
Hak karya
tulis, hak pengarang, hak cipta atau kepemilikan sastra mencakup aktivitas
intelektual seperti menciptakan hal baru yang belum pernah ada, menyusun
kembali unsur-unsur yang terpisah, menyempurnakan sesuatu yang kurang lengkap,
merinci hal yang masih global, menyusun ulang hal yang bercampur, menjelaskan
hal yang ambigu, serta mengoreksi kesalahan.
Hak karya
tulis atau hak cipta memberikan kepada seorang penulis atau pencipta hak
eksklusif untuk mempertahankan hasil usaha intelektualnya, mengaitkan karya
tersebut dengan dirinya secara sah, serta memperoleh manfaat finansial yang
dapat diperoleh melalui publikasi dan distribusinya.
Apabila hak
cipta berkaitan dengan karya sastra dan seni, maka hak paten berkaitan dengan
produk industri, seperti paten atas penemuan radio, atau paten atas penemuan
obat untuk penyakit tertentu.
==***==
PENGERTIAN HAK DALAM FIKIH ISLAM DAN PEMBAGIANNYA
****
PENGERTIAN HAK DALAM FIKIH ISLAM:
Kata haqq (hak) digunakan untuk menyebut segala hal yang ditetapkan bagi seseorang berupa keistimewaan atau kekuasaan, baik berupa harta maupun bukan, atau digunakan untuk menyebut sesuatu yang dimiliki serta kepemilikan itu sendiri.
***
PEMBAGIAN HAK DALAM FIKIH ISLAM:
Pembagian
pertama: berdasarkan pemilik hak
Dilihat
dari sisi siapa yang memiliki hak, hak terbagi menjadi tiga jenis:
1. Hak Allah
2. Hak
manusia
3. Hak
gabungan antara hak Allah dan hak manusia
Pembagian
kedua: berdasarkan substansi atau objek hak.
*****
HAK DAPAT DIBAGI MENJADI TIGA KATEGORI:
Pertama: dilihat
dari sisi keterkaitannya dengan harta, terbagi menjadi dua:
Ke 1.
Hak-hak yang bersifat materiil (الْحُقُوقُ الْمَالِيَّةُ), yaitu hak-hak yang berkaitan dengan harta dan
manfaat-manfaatnya
Ke 2.
Hak-hak yang tidak bersifat materiil (الْحُقُوقُ غَيْرُ الْمَالِيَّةِ), yaitu hak-hak yang tidak berhubungan dengan harta, seperti
hak untuk melakukan qishash (balasan setimpal), hak asuh anak, dan hak
perwalian atas jiwa
Kedua: dilihat
dari sisi keterkaitannya dengan orang, terbagi menjadi dua:
Ke 1. Hak
personal (الحَقُّ الشَّخْصِيُ), yaitu hak yang diakui syariat bagi
seseorang terhadap orang lain. Objeknya bisa berupa:
* Tuntutan untuk
melakukan sesuatu, seperti hak penjual atas pembayaran harga, dan hak pembeli
atas barang yang dibeli
* Atau
tuntutan untuk tidak melakukan sesuatu, seperti hak pemilik titipan atas pihak
yang dititipi agar tidak menggunakan barang titipan
Ke 2. Hak kebendaan
(الحَقُّ العَيْنِيُّ), yaitu hak yang diakui syariat bagi
seseorang atas suatu objek tertentu yang berdiri sendiri.
Misalnya:
*Hak
pemilik untuk menggunakan atau mengelola hartanya
*Hak الِارْتِفَاقُ (penggunaan terbatas atas properti orang
lain) yang ditetapkan atas suatu properti demi kepentingan properti lain,
seperti hak jalan, hak saluran air, dan hak meletakkan balok kayu di atas
bangunan tetangga
===***===
HAK NONMATERIAL
(الحَقٌّ المَعْنَوِيٌّ):
Hak nonmaterial adalah jenis hak yang berdampingan dengan hak kebendaan dan hak personal.
Hak kebendaan (الحَقُّ العَيْنِيُّ) merupakan hak kekuasaan tertentu yang
diberikan hukum kepada seseorang atas suatu objek tertentu, dan objek tersebut
harus bersifat materiil. Namun, ketika muncul hak-hak nonmaterial (الْحُقُوقُ الْمَعْنَوِيَّةُ), maka ia dipandang sebagai jenis
tersendiri dari hak-hak finansial (الْحُقُوقُ الْمَالِيَّةُ) karena memiliki karakteristik yang membedakannya dari hak
kebendaan (الْحُقُوقُ الْعَيْنِيَّةُ) dan hak personal (الْحُقُوقُ الشَّخْصِيَّةُ), terutama karena objek dari hak ini
bersifat nonfisik.
****
PENILAIAN HUKUM SYAR’I TERHADAP NAMA USAHA, MEREK DAGANG DAN HAK NONMATERIAL LAINNYA:
Kami akan menjelaskan hakikat
dan karakter nama usaha dan merek dagang dalam dua pokok yang menjadi acuan
utama, dan atas dasar keduanya ditetapkan hukum syar’inya:
Pertama: Menetapkan
bahwa nama usaha dan merek dagang dalam pandangan fikih Islam dianggap sebagai
hak.
Kedua: Merek dagang dianggap sebagai manfaat.
Pokok Pertama: Nama Usaha dan Merek Dagang adalah Hak:
Para ulama
kontemporer sepakat bahwa nama usaha dan merek dagang termasuk hak yang
bersifat maliyah (bernilai ekonomi), memiliki nilai komersial tertentu yang
memberikan daya tarik terhadap produk yang menggunakan merek tersebut.
Nama dan Merek
itu menjadi milik pemiliknya secara khusus, yang berarti bahwa ia memiliki hak
eksklusif atau kuasa penuh untuk memanfaatkannya dan menggunakannya, baik
dengan menjual, menyewakan, atau bentuk lainnya, serta melarang orang lain
untuk menggunakannya tanpa izin.
Adapun adat
dan tradisi (‘urf) yang menjadi dasar hak ini bersifat umum dan tidak
bertentangan dengan nash syar’i khusus maupun kaidah umum dalam syariat Islam.
Terdapat
beberapa dalil bahwa nama usaha dan merek dagang termasuk hak kepemilikan,
yaitu:
Ke 1. Usaha
keras yang dilakukan oleh pedagang dalam membedakan barang dagangannya dan
meningkatkan kualitasnya telah menjadikan merek dagang itu terkenal dan
memiliki reputasi yang menyebabkan meningkatnya permintaan.
Ke 2.
Tujuan yang dicapai oleh nama usaha dan merek dagang, yakni melindungi produk
dari peniruan dan pemalsuan, dan ini mengandung maslahat bagi masyarakat umum.
Ke 3.
Reputasi buruk pada sebuah nama usaha dan merek dagang akan menurunkan harga
produk saat ingin dijual, bahkan bisa menyebabkan kerugian besar. Ini
menunjukkan bahwa merek dagang yang memiliki reputasi baik memiliki nilai
intrinsik.
Pokok
Kedua: Nama Usaha dan Merek Dagang adalah Manfaat
Tidak
diragukan lagi bahwa nama usaha dan merek dagang membawa manfaat yang terikat
padanya, bahkan manfaat itu dinisbahkan kepada nama usaha dan merek dagang itu
sendiri. Manfaat ini mirip dengan manfaat suatu benda (‘ain), namun termasuk
manfaat yang bersifat aktif dan terus bertumbuh.
Karena nama
usaha dan merek dagang adalah suatu manfaat, dan manfaat termasuk harta yang
bernilai menurut pendapat mayoritas ulama dari mazhab Maliki, Syafi’i, Hanbali,
dan ulama Hanafiyah muta’akhkhirin (generasi akhir), maka dapat dikatakan bahwa
merek dagang tergolong harta (mal) dalam fikih Islam tanpa keraguan.
Jika nama
usaha dan merek dagang adalah manfaat dan harta yang bernilai, maka ia sah
dijadikan objek kepimilikan, karena masyarakat telah terbiasa memperlakukannya
sebagai harta, menilai dan menghargainya, bahkan menjadikannya sebagai objek
kompensasi berdasarkan ukuran manfaat yang dapat diperoleh dari penggunaannya.
Dalil bahwa
manfaat dianggap sebagai harta adalah firman Allah melalui lisan bapak dari
wanita Madyan kepada Musa:
﴿قَالَ
إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَىٰ أَن
تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ ۖ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِندِكَ ۖ وَمَا
أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ ۚ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ
الصَّالِحِينَ﴾
“Berkatalah dia
(Syu’aib): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang
dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan
jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu,
maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang baik”. (QS.
Al-Qashash: 27)
Syariat
membolehkan pekerjaan manusia (yang berupa manfaat) sebagai mahar. Padahal asal
mahar adalah harta, sebagaimana firman Allah:
﴿وَأُحِلَّ
لَكُم مَّا وَرَاءَ ذَٰلِكُمْ أَن تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُم مُّحْصِنِينَ غَيْرَ
مُسَافِحِينَ ۚ فَمَا اسْتَمْتَعْتُم بِهِ مِنْهُنَّ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ
فَرِيضَةً ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَاضَيْتُم بِهِ مِن بَعْدِ
الْفَرِيضَةِ ۚ﴾
“Dan dihalalkan
bagi kalian selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan harta
kalian untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kalian
nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan
sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kalian terhadap
sesuatu yang kalian telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. “
(QS. An-Nisa’: 24).
Maka dengan
demikian, manfaat bisa dikategorikan sebagai harta.
Berdasarkan
semua penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa merek dagang merupakan
manfaat dan harta dari satu sisi, dan merupakan hak dari sisi lain. Karena
hak-hak dalam fikih Islam adalah bagian dari harta apabila berkaitan dengan
objek harta, dapat dimiliki, dan dapat dibagi-bagi, maka merek dagang dari sisi
ini tergolong sebagai harta, manfaat, dan hak.
===***===
PENDASARAN PADA KAIDAH MASHLAHAH MURSALAH:
«
الْمَصَالِحُ الْمُرْسَلَةُ »
Nama dagang
dapat didasarkan pada kaidah *al-mashālih
al-mursalah* dalam bidang hak-hak khusus. Ini berkaitan secara khusus dengan
nama dagang, sedangkan tinjauan hukum syariat terhadap bentuk hak nonmaterial
lainnya adalah sebagai berikut:
Fikih Islam
belum mengenal jenis hak yang disebut dengan “hak nonmaterial” «الْحُقُوقُ
الْمَعْنَوِيَّةُ» serta “hak-hak kesusastraan, industri,
dan perdagangan” «الْحُقُوقُ الْأَدَبِيَّةُ
وَالصِّنَاعِيَّةُ وَالتِّجَارِيَّةُ»; sebab belum terdapat kejadian atau
kondisi yang memerlukan penjelasan hukum syariat terhadap permasalahan atau
pokok bahasan tersebut. Namun, fikih Islam dengan prinsip-prinsip,
kaidah-kaidah, dan tujuannya mampu mencakup jenis hak-hak seperti ini.
Kemampuan
fikih Islam untuk mencakup hak-hak nonmaterial ini didasarkan pada pandangan
fikih Islam terhadap makna “māl” (harta),
“ḥaqq” (hak), dan “milik”.
Tidak ada
dalam fikih Islam yang menghalangi untuk menganggap hak-hak ini sebagai hak-hak
kebendaan, karena hak kebendaan dalam fikih Islam tidak mensyaratkan bahwa
objeknya harus berupa benda fisik. Bahkan, objeknya boleh berupa manfaat atau
makna.
****
YANG DIMAKSUD DENGAN HARTA (MĀL) MENURUT PARA FUQAHA:
Para fuqaha
sepakat bahwa suatu benda disebut sebagai māl apabila
memungkinkan untuk dimiliki, dikuasai, dan dimanfaatkan dengan cara tertentu.
Mereka juga sepakat bahwa hak-hak murni — yaitu hak-hak yang tidak dapat
dirasakan secara inderawi dan tidak memiliki hubungan dengan harta, seperti hak
asuh, perwalian, dan jabatan — bukanlah māl.
Mayoritas fuqaha sepakat mengenai pengertian māl secara
umum, meskipun mereka berbeda dalam redaksi definisinya dan penjelasan tentang
hakikatnya.
Mereka
berkesimpulan bahwa harta itu adalah sbb :
«كُلُّ
مَا فِيهِ نَفْعٌ مَالٌ، وَمَا لَا نَفْعَ فِيهِ فَلَيْسَ بِمَالٍ، فَلَا تَجُوزُ الْمُعَاوَضَةُ
بِهِ»
“Segala
sesuatu yang mengandung manfaat adalah māl, dan yang
tidak memiliki manfaat bukanlah māl, sehingga
tidak sah dipertukarkan.”
===****====
PENDAPAT PARA ULAMA KONTEMPORER : TENTANG JUAL BELI HAK-HAK NONMATERI
«الْحُقُوقُ الْمَعْنَوِيَّةُ»
Para ulama
berbeda pendapat mengenai hukum jual beli hak-hak nonmateri menjadi dua
pendapat yang masyhur:
Pendapat
Pertama :
Tidak
bolehnya menjual hak-hak nonmateri. Pendapat ini dipegang oleh ulama Hanafiyah
terdahulu dan sebagian ulama kontemporer.
Pendapat Ke
Dua :
Bolehnya
menjual hak-hak nonmateri. Ini adalah pendapat mayoritas ulama dari kalangan
Malikiyah, Syafiiyah, Hanabilah, ulama Hanafiyah belakangan, serta banyak ulama
kontemporer. Pendapat ini juga telah diputuskan oleh Majma’ Al-Fiqh Al-Islami
dan lembaga lainnya.
Sebab
perbedaan pendapat ini terletak pada perbedaan definisi tentang jual beli.
Barang siapa yang mendefinisikan jual beli sebagai pertukaran harta dengan
harta, dan membatasi makna harta hanya pada benda fisik (ain), maka ia tidak
membolehkan jual beli hak-hak nonmateri karena dianggap bukan benda fisik.
Sementara pihak yang memperluas definisi jual beli hingga mencakup manfaat,
maka ia membolehkan jual belinya.
Pendapat
yang paling kuat : adalah pendapat mayoritas ulama, yaitu
bolehnya menjual hak-hak nonmateri, sebagaimana diputuskan dalam keputusan
Majma’ Al-Fiqh Al-Islami.
===***==
HUKUM JUAL BELI HAK NAMA USAHA DAN MEREK DAGANG:
Para ulama
kontemporer yang pendapatnya berhasil dihimpun sepakat bahwa nama usaha (seperti nama perusahaan atau nama toko) dan merek dagang (brand produk) adalah hak harta, materi dan keuangan (maliyah) yang dimiliki oleh pemiliknya.
Kepemilikan
ini memberikan hak eksklusif untuk menguasai, memanfaatkan, dan mengelolanya,
baik dengan menjual, menyewakan, atau cara lainnya.
Pemilik
juga berhak melarang pihak lain untuk menyalahgunakan hak tersebut tanpa
izinnya.
Adapun
tradisi dan kebiasaan (urf) yang menjadi dasar dari hak ini bersifat umum dan
tidak bertentangan dengan dalil syar’i yang khusus ataupun kaidah pokok yang
umum dalam syariat Islam.
===***===
HUKUM JUAL BELI HAK CIPTA, HAK KARYA TULIS ATAU HAK PENGARANG.
«حَقُّ
التَّأْلِيفِ»
Para ulama
kontemporer berbeda pendapat dalam masalah ini menjadi dua pendapat:
==
Pendapat
pertama:
Bahwa hak
cipta dianggap sebagai hak yang sah dan dibolehkan menerima imbalan finansial
atas hak ini.
Pendapat
ini dipegang oleh: Mustafa az-Zarqa, Muhammad Said Ramadhan al-Buthi, Muhammad
Fathi ad-Dirini, Muhammad Utsman Syabir, dan Wahbah az-Zuhaili.
Di antara
argumentasi pendapat pertama:
Ke 1. Bahwa
manfaat dianggap sebagai harta menurut jumhur ulama, dan manfaat adalah hal-hal
nonmateri, maka hasil pemikiran juga termasuk manfaat yang dianggap sebagai
harta, dan boleh diperjualbelikan secara syar’i.
Ke 2. Adanya
kebiasaan umum yang mengakui hak cipta penulis atas karya dan kreativitasnya
sebagai sesuatu yang dapat diperjualbelikan, di mana kompensasi dan hadiah
atasnya diakui. Seandainya hal itu tidak layak dijadikan objek pertukaran dan
keuntungan, niscaya hadiah dan kompensasi atasnya termasuk penghasilan haram.
Ke 3. Syariat
Islam mengharamkan mengklaim ucapan orang lain, dan tidak mengakui hak cipta
akan menyebabkan pelanggaran terhadap larangan ini.
Ke 4. Jika
seorang penulis bertanggung jawab atas apa yang ditulisnya dan akan dimintai
pertanggungjawaban atasnya, maka mengapa ia tidak diberi upah dan hak atas apa
yang telah ia ciptakan dari kebaikan, berdasarkan kaidah:
«ٱلْغُنْمُ
بِٱلْغُرْمِ»
“Keuntungan
itu harus sebanding dengan resiko”
Atau
«ٱلْخَرَاجُ
بِٱلضَّمَانِ»
“Pendapatan
harus sebanding dengan pertanggung jawaban”.
Ke 5. Bahwa
kreativitas intelektual adalah asal dari sarana materi seperti mobil, pesawat,
dan lainnya yang memiliki nilai finansial, maka demikian pula kreativitas
intelektual seharusnya memiliki nilai finansial karena merupakan asal dari
sarana materi tersebut.
Ke 6. Istinbath
hukum berdasarkan kaidah kemaslahatan mursal dalam ranah hak-hak pribadi, baik
dari sisi bahwa ia adalah milik dan hak finansial pribadi, maupun dari sisi
bahwa ia merupakan kemaslahatan umum yang penting bagi seluruh masyarakat
manusia, yaitu berupa pemanfaatan nilai-nilai intelektual di dalamnya.
===
Pendapat kedua:
Bahwa hak
cipta tidak dianggap sebagai hak dan tidak boleh menerima imbalan finansial
atasnya.
Pendapat
ini dikemukakan oleh sebagian ulama kontemporer, di antaranya: Dr. Ahmad
al-Hajji al-Kurdi.
Argumentasi
pendapat kedua:
Ke 1. Mengakui
hak ini dapat menyebabkan penulis menahan karya ilmiahnya dari dicetak dan
diedarkan kecuali dengan imbalan finansial.
Maka ini
termasuk menyembunyikan ilmu, yang dilarang oleh syariat sebagaimana firman
Allah:
﴿
إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَىٰ مِن
بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ ۙ أُولَٰئِكَ يَلْعَنُهُمُ
اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللَّاعِنُونَ﴾
“Sesungguhnya
orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa
keterangan-keterangan dan petunjuk setelah Kami jelaskan kepada manusia dalam
kitab, mereka itu dilaknat oleh Allah dan dilaknat oleh semua makhluk yang
dapat melaknat.” [QS. Al-Baqarah: 159].
Tanggapan
dan bantahan terhadap argumentasi ini:
Menganggap
bahwa pengakuan terhadap hak ini menyebabkan tersembunyinya ilmu tidak dapat
diterima, sebagaimana kenyataan yang ada. Mengakui hak cipta tidak menghalangi
penyebaran ilmu, tapi yang terjadi hanyalah akal-akalan dari pihak penerbit
untuk mencetak ulang buku tanpa membayar kepada penulis.
Ke 2. Ilmu
dianggap sebagai bentuk ibadah dan ketaatan, bukan termasuk kegiatan dagang dan
industri. Maka dari itu, tidak boleh mengambil imbalan finansial dalam
melaksanakannya.
Tanggapan
dan bantahan terhadap argumentasi ini:
Hal ini
tidak dapat diterima, karena para ulama mutaakhkhirin membolehkan mengambil
upah atas pelaksanaan ibadah, seperti menjadi imam, muadzin, dan mengajar Al-Qur’an.
Ke 3.
Mengqiyaskan hak cipta dengan hak syuf’ah, karena keduanya dianggap hak semata,
dan hak seperti ini tidak boleh dipertukarkan.
Tanggapan
dan bantahan terhadap argumentasi ini:
Ini adalah
qiyas yang tidak tepat, karena hak syuf’ah disyariatkan untuk mencegah bahaya
terhadap pemilik hak syuf’ah, maka tidak dibolehkan untuk diperjualbelikan.
Sedangkan hak cipta bukan untuk mencegah bahaya, melainkan sebagai imbalan atas
usaha intelektual, fisik, dan finansial. Maka keduanya berbeda.
TARJIH :
Setelah
memaparkan kedua pendapat dalam masalah ini dan mendiskusikannya, tampak –
wallahu a’lam – bahwa pendapat pertama yang membolehkan jual beli hak cipta,
hak karya tulis, karya ilmiyah dan hak pengarang adalah yang lebih kuat, karena
dalil-dalilnya lebih kokoh dan terbebas dari sanggahan.
Ini pula
yang menjadi keputusan Majelis Majma’ al-Fiqh al-Islami.
====
HASIL DAN KESIMPULAN :
Ke 1. Brand
atau Merek dagang dan segala hal yang terkait dengannya serta seluruh hak
nonmateri dipandang sebagai hasil dari usaha intelektual, finansial, dan fisik.
Ke 2. Merek
dagang dan seluruh hak nonmateri merupakan hak harta dan materi yang dimiliki
oleh pemiliknya. Kepemilikan menunjukkan kekhususan, kebebasan bertindak, serta
merupakan manfaat yang dimiliki oleh pemiliknya.
Ke 3.
Tradisi ('urf) yang menjadi dasar dari hak ini bersifat umum dan tidak
bertentangan dengan nash syar'i yang khusus atau kaidah-kaidah umum dalam
syariat Islam.
Ke 4. Maka,
apabila merek dagang dan hak nonmateri memiliki kedudukan seperti ini, maka
pemiliknya boleh menguasainya secara eksklusif dan memiliki hak untuk mengambil
manfaat dan mempergunakannya dengan menjual, menyewakan, atau bentuk lainnya,
serta melarang pihak lain dari melanggar hak itu tanpa izin darinya.
===***===
STATUS HUKUM SYAR’I DAN LEGALITAS NAMA USAHA DAN MEREK DAGANG
Nama Usaha
dan Merek Dagang dianggap sebagai salah satu hak yang dijamin oleh sistem hukum
bagi seorang pedagang. Ia memberikan hak kepada pedagang untuk menggunakan nama
tersebut dalam rangka membedakan usahanya dari usaha orang lain, serta melarang
pihak lain meniru atau memalsukannya — sebagaimana halnya hak milik atas benda.
Akan tetapi, hak atas nama dagang ini bukanlah hak atas sesuatu yang bersifat
materi, melainkan hak atas sesuatu yang bersifat maknawi dan tidak berwujud.
Nama Usaha
dan Merek Dagang telah memiliki nilai finansial yang dapat diukur dan dinilai,
sesuai dengan besarnya keuntungan yang diperoleh pedagang dari pemanfaatan dan
pengelolaan usaha dagangnya yang menggunakan nama tersebut.
Pemilik hak
ini dapat mengambil manfaat ekonomi darinya, baik dengan cara menjualnya,
memberikannya sebagai hadiah, atau bentuk pengalihan lainnya. Kepemilikan di
sini berarti penguasaan atau kemampuan untuk memanfaatkannya dan
mengalihkannya, seperti dengan menjual, menyewakan, dan mencegah pihak lain untuk
melanggarnya atau memanfaatkannya tanpa izin dari pemiliknya.
Jika kita
merujuk pada fikih Islam, maka kita akan mendapati ruang yang cukup untuk
mengakui hak ini. Hak tersebut dapat dianalisis berdasarkan kaidah :
"جَلْبُ
الْمَصَالِحِ"
"Mendatangkan
kemaslahatan"
Atau
"الْمَصَالِحُ
الْمُرْسَلَةُ"
"Maslahah
mursalah".
Hak ini
juga didasarkan pada adat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan nash
syar'i yang khusus maupun kaidah umum dalam syariat Islam.
*****
KEPUTUSAN MAJMA' AL-FIQH AL-ISLAMI NOMOR (5) TENTANG HAK-HAK NONMATERI
«الْحُقُوقُ
الْمَعْنَوِيَّةُ»
====
"إِنَّ مَجْلِسَ مَجْمَعِ الْفِقْهِ الْإِسْلَامِيِّ الْمُنْعَقِدَ فِي
دَوْرَةِ مُؤْتَمَرِهِ الْخَامِسِ بِالْكُوَيْتِ مِنْ ١ إِلَى ٦ جُمَادَى
الْأُولَى ١٤٠٩هـ / ١٠ إِلَى ١٥ دِيسَمْبَر ١٩٨٨م،
بَعْدَ اطِّلَاعِهِ عَلَى الْبُحُوثِ الْمُقَدَّمَةِ مِنَ الْأَعْضَاءِ
وَالْخُبَرَاءِ فِي مَوْضُوعِ (الْحُقُوقِ الْمَعْنَوِيَّةِ)، وَاسْتِمَاعِهِ
لِلْمُنَاقَشَاتِ الَّتِي دَارَتْ حَوْلَهُ،
قَرَّرَ:
أَوَّلًا: الِاسْمُ التِّجَارِيُّ، وَالْعُنْوَانُ التِّجَارِيُّ،
وَالْعَلَامَةُ التِّجَارِيَّةُ، وَالتَّأْلِيفُ وَالِاخْتِرَاعُ أَوِ
الِابْتِكَارُ هِيَ حُقُوقٌ خَاصَّةٌ لِأَصْحَابِهَا، أَصْبَحَ لَهَا فِي
الْعُرْفِ الْمُعَاصِرِ قِيمَةٌ مَالِيَّةٌ مُعْتَبَرَةٌ؛ لِتَمَوُّلِ النَّاسِ
لَهَا، وَهَذِهِ الْحُقُوقُ يُعْتَدُّ بِهَا شَرْعًا، فَلَا يَجُوزُ الِاعْتِدَاءُ
عَلَيْهَا.
ثَانِيًا: يَجُوزُ التَّصَرُّفُ فِي الِاسْمِ التِّجَارِيِّ أَوِ
الْعُنْوَانِ التِّجَارِيِّ أَوِ الْعَلَامَةِ التِّجَارِيَّةِ، وَنَقْلِ أَيٍّ
مِنْهَا بِعِوَضٍ مَالِيٍّ إِذَا انْتَفَى الْغَرَرُ وَالتَّدْلِيسُ وَالْغِشُّ،
بِاعْتِبَارِ أَنَّ ذَلِكَ أَصْبَحَ حَقًّا مَالِيًّا.
ثَالِثًا: حُقُوقُ التَّأْلِيفِ وَالِاخْتِرَاعِ أَوِ الِابْتِكَارِ
مَصُونَةٌ شَرْعًا، وَلِأَصْحَابِهَا حَقُّ التَّصَرُّفِ فِيهَا، وَلَا يَجُوزُ
الِاعْتِدَاءُ عَلَيْهَا. وَاللَّهُ أَعْلَمُ." [انْظُرْ: مَجَلَّةُ
الْمَجْمَعِ الْفِقْهِيِّ الْإِسْلَامِيِّ، عَدَدٌ (٥) ٣/٢٥٨١].
Terjemahannya
:
Majelis
Majma' al-Fiqh al-Islami yang diadakan dalam konferensi kelima di Kuwait pada
1–6 Jumadil Awwal 1409 H / 10–15 Desember 1988 M,
setelah
menelaah makalah-makalah yang diajukan oleh para anggota dan pakar dalam tema
“hak-hak nonmateri” «الْحُقُوقُ الْمَعْنَوِيَّةُ» dan mendengarkan diskusi seputar masalah tersebut,
Memutuskan:
Pertama: Merek
dagang, alamat dagang, tanda dagang (logo merek dagang), karya tulis
(karangan), dan penemuan atau inovasi adalah hak-hak khusus milik pemiliknya
yang dalam tradisi kontemporer memiliki nilai materi, harta dan keuangan yang
diakui karena menjadi objek kebutuhan manusia. Hak-hak ini diakui secara
syar'i, maka tidak diperbolehkan melanggarnya.
Kedua: Boleh
melakukan transaksi terhadap merek dagang, alamat dagang, atau tanda dagang
serta memindahkannya dengan imbalan keuangan, jika tidak terdapat unsur
penipuan, rekayasa, dan kecurangan, karena semuanya telah menjadi hak keuangan.
Ketiga: Hak cipta
dan hak atas penemuan atau inovasi dilindungi secara syar’i, dan pemiliknya
memiliki hak untuk mempergunakannya. Maka, tidak boleh dilanggar oleh pihak
lain.
Wallahu
a‘lam.
(Lihat:
Majalah Majma' al-Fiqh al-Islami, no. 5, jilid 3, hlm. 2581)
Keputusan
serupa juga dikeluarkan oleh Majma' al-Fiqhi Rabithah al-‘Alam al-Islami dalam
sidang ke-9 di Mekkah pada 12–19 Rajab 1406 H. (Lihat: Qararāt al-Majma'
li al-Rabithah, hlm. 192–195)
Para ahli
hukum ketata negaraan telah sepakat bahwa “nama usaha dan merek dagang”
dianggap sebagai “hak keuangan” yang memiliki nilai finansial yang dapat
dinilai, dan memberikan popularitas serta kemajuan bagi usaha yang menggunakan
nama tersebut, yang tampak dari meningkatnya nilai finansial nama tersebut.
“Nama
dagang”, atau “alamat dagang”, atau “merek
dagang” boleh dipindahtangankan, dan pemiliknya boleh memanfaatkannya serta
memiliki hak eksklusif atasnya. Hak ini mirip dengan “hak kebendaan”,
karena memberikan kepada pemiliknya hak untuk mengajukan keberatan terhadap
pihak lain.
“Nama
dagang” dianggap sebagai “harta tak
berwujud” (non-material) sebagaimana “hak-hak kekayaan industri lainnya”,
dan sistem hukum telah mewajibkan para pedagang untuk menggunakan nama dagang
guna membedakan usahanya atau tokonya dari toko-toko dan usaha-usaha lainnya,
dengan tujuan untuk mengatur persaingan antar para pedagang.
===***===
BETAPA PENTINGNYA MEMILIH NAMA USAHA DAN MEREK DAGANG YANG TEPAT:
Nama dagang
untuk sebuah perusahaan, produk, atau layanan adalah sarana yang menempelkan
merek ke dalam pikiran pelanggan.
Inilah yang
menjadikan keputusan memilih nama dagang untuk produk, layanan, atau perusahaan
baru sebagai keputusan terpenting dalam kehidupan produk, layanan, atau
perusahaan tersebut.
Tapi
bagaimana memilih suatu nama?
Tahukah anda
misalnya bahwa nama dagang Chevrolet berasal dari nama keluarga seorang
pembalap mobil Swiss yang juga pendiri perusahaan itu? Atau bahwa nama mobil
Mercedes diambil dari nama putri pelanggan terbesar perusahaan di Prancis?
Sayangnya,
spontanitas seperti ini dulu bisa berhasil, tapi di dunia saat ini, semuanya
menjadi lebih rumit dibanding masa lalu yang indah.
Kemajuan
ilmu pengetahuan telah mempermudah kehidupan, yang justru membuat kita manusia
menjadi lebih malas, baik secara fisik maupun mental. Ketika kita mendengar
nama baru, kita terlalu malas untuk berpikir lebih jauh, dan menilai nama-nama
hanya berdasarkan kesan kita terhadapnya.
Kita semua
berpikir bahwa kita cukup bijaksana dan adil untuk tidak menilai seseorang
hanya dari namanya, tapi kenyataannya tidak demikian.
Hal ini
telah ditegaskan dalam studi oleh dua psikolog, Herbert Harari dan John
McDavid, yang menekankan pentingnya kedekatan nama yang dipilih dengan
daya ingat orang dan bagaimana mereka berinteraksi dengannya, berbeda
dengan nama-nama langka yang tidak terbiasa mereka dengar.
Tidak
berhenti di situ, pernah ada masa dalam industri penerbangan Amerika ketika
empat perusahaan besar saling bersaing, dan yang paling bawah dalam pangsa
pasar serta penilaian masyarakat adalah perusahaan bernama Eastern Airlines.
Dalam
budaya Amerika, timur identik dengan selatan, dan selatan berarti
keterbelakangan, kemunduran, dan kebodohan. Hal ini juga lazim terjadi di
banyak negara di dunia, termasuk negara-negara Arab, di mana penduduk utara
sering mengejek orang selatan dan membuat lelucon tentang mereka. Bahkan di
Italia, mereka menjadikan orang Sisilia di selatan sebagai contoh kebodohan.
Mungkin
sekarang anda akan melihat hal ini secara filosofis dan menolak penilaian yang
tidak logis seperti itu, tapi pada kenyataannya kita semua berpikir dengan cara
yang sama.
Meskipun
Eastern Airlines telah berusaha sekuat tenaga, mempekerjakan
ahli pemasaran terbaik, menghabiskan lebih dari 70 juta dolar dalam satu tahun
untuk promosi dan iklan, menjadi perusahaan pertama yang menulis namanya di
badan pesawat, meningkatkan kualitas makanan di dalam penerbangan, dan
memberikan seragam khusus bagi pramugarinya... namun semua itu tidak
cukup menyelamatkan perusahaan. Mereka tetap berada di urutan terbawah dalam
survei penumpang tentang maskapai terbaik.
Masyarakat
pada umumnya sulit untuk melawan norma budaya yang berlaku, dan
mereka kesulitan memisahkan antara khayalan dan kenyataan.
Dalam dunia
pemasaran, anda tidak sedang mendidik pelanggan tentang etika, dan tidak juga
menyelesaikan masalah dunia. Anda sebagai pemasar atau pekerja yang bergerak
dalam prinsip-prinsip pemasaran, ingin menjual produk kepada orang-orang, bukan
memperbaiki kerusakan dalam diri mereka. Ini tidak berarti bahwa pemasaran
adalah kesempatan untuk korupsi moral dan kebohongan, karena itu akan menjadi
tindakan yang berlebihan, dan sebaliknya adalah kelalaian.
Karena itu,
lebih baik memilih nama dagang yang positif, bersifat umum dan inklusif, tidak
membatasi diri dalam batasan-batasan tertentu, dan hindari asumsi negatif yang
bisa muncul di benak siapa pun yang mendengar nama dagang tersebut.
Jika anda
ingin menggunakan nama dagang yang tidak memiliki arti (seperti Kodak atau
Xerox), itu bisa berhasil untuk produk baru yang belum pernah ada sebelumnya,
dalam bidang yang benar-benar baru bagi konsumen. Sebaliknya, kamu akan
menghadapi perlawanan besar dan menghabiskan banyak uang dengan hasil yang
sedikit.
Akan lebih
baik juga jika anda memilih nama yang sulit ditiru, disalahartikan, atau
dijadikan bahan ejekan.
Salah satu
contoh paling terkenal adalah perusahaan yang bekerja keras, yang bernama
Good Rich. Perusahaan ini memproduksi ban mobil, tetapi nama dagangnya
sangat mirip dengan perusahaan lain yang lebih terkenal di bidang yang sama
yaitu ban, yaitu Good Year. Meskipun Good Rich adalah yang pertama kali
memasarkan ban mobil dengan kawat baja yang kini digunakan hampir semua orang,
dan meskipun mereka bekerja keras dalam semua aspek pemasaran, masyarakat tetap
bingung: perusahaan mana yang melakukan apa dan siapa yang lebih dulu?
Untuk
menyelesaikan kebingungan ini, orang-orang akhirnya memilih perusahaan yang
lebih terkenal (Good Year), dan mengaitkan banyak inovasi dan pencapaian milik
Good Rich kepada Good Year. Akibatnya, penjualan Good Year menjadi tiga kali
lipat dari Good Rich.
Pada tahun
1988, pada akhirnya Good Rich keluar sepenuhnya dari industri ban dan
masuk ke industri penerbangan, di mana mereka meraih banyak kesuksesan.
Manfaat dan
Pelajaran Yang Bisa di Petik Dari Kisah di Atas:
Yang dapat
diambil dari kisah ini adalah: jangan menggunakan nama dagang yang mirip dengan
nama pesaing terkenal, terutama jika pesaing tersebut bergerak di bidang yang
sama.
Jika nama
dagang menimbulkan kebingungan, atau membawa asumsi negatif, atau sulit diingat
oleh orang-orang, jangan mengira bahwa mengganti nama tersebut akan menjadi
kehancuran bagi perusahaan.
Banyak
perusahaan terkenal yang mengalami masalah serupa, dan solusinya adalah
mengganti nama, yang ternyata membawa hasil yang positif.
Apakah anda
tahu perusahaan minyak terkenal bernama Exxon?
Tahukah anda
bahwa nama awalnya adalah “Standard Oil Company of New Jersey”, kemudian
berubah menjadi “Esso”, lalu “Enco”, kemudian “Humble”, lalu menjadi “Exxon”,
dan akhirnya bergabung dengan “Mobil” hingga sekarang bernama “ExxonMobil”.
Kesimpulan
dari semua ini adalah:
Nama yang
baik akan memudahkan langkah-langkah setelahnya, sedangkan nama yang buruk akan
membuat semua langkah berikutnya menjadi lebih sulit, lebih buruk, dan lebih
berpotensi gagal. Namun, nama yang bagus saja tidak cukup. Nama itu harus
menjadi yang pertama di bidangnya, yang pertama masuk ke benak orang-orang,
didukung oleh kampanye pemasaran yang kuat dan konsisten, serta memiliki
kualitas, reputasi, dan citra yang baik.
Benar bahwa
mengganti nama dagang mungkin bagi sebagian orang terdengar seperti bunuh diri
atau kehancuran, tapi bisa jadi itu adalah hal terbaik yang bisa kamu lakukan.
Dan yang lebih baik lagi adalah jika kamu meluangkan waktu untuk memilihnya
dengan cermat.
===***===
RASULULLAH ﷺ MEMERINTAHKAN UNTUK MEMPERINDAH CARA BERBISNIS:
Dalam
hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ :
" أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ
وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ ... فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ
خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرُمَ".
“Wahai manusia
bertakwalah kepada Allah dan kalian pilihlah cara yang terindah dalam mencari
rezeki !!! .... Maka bertakwalah kalian kepada Allah dan kalian perindah-lah
dalam cara mencari rezeki, kalian ambillah rezeki yang halal dan tinggalkanlah
rezeki yang haram” .(HR. Ibnu Majah no. 1756, dishahihkan Al Albani dalam
Shahih Ibni Majah).
Hadits ini
memerintahkan kita agar berusaha seindah mungkin dalam cara dan strategi
mencari rizki . Bahkan dalam riwayat lain , kita diperintahkan mempercanggih
profesi dan skill dalam mencari rizki.
Rosulullah ﷺ bersabda :
إنّ رُوحَ القُدُسِ نَفَثَ في رُوعِي أنّ نَفْساً لنْ تَمُوتَ حَتّى
تَسْتَكْمِلَ أجَلَها وَتَسْتَوْعِبَ رِزْقَها، فاتّقُوا الله وأجْمِلُوا في
الطَّلبِ [ وفي بعض الروايات بعد هذا زيادة : " وَاسْتَجْمِلُوْا مِهَنَكُمْ
" ]
“Sungguh
malaikat Jibril telah membisikkan pada hati saya bahwa sebuah jiwa tidak akan
mati sampai ajalnya tiba sehingga rezekinya telah sempurna, maka bertakwalah
kalian kepada Allah , kalian perindahlah cara mencari rizki itu
Dalam
sebagian riwayat ada tambahan : “ Dan kalian per-INDAH-lah profesi-profesi
(atau skill -skill) kalian !”
[Hadits ini
diriwayatkan dari tiga Sahabat :
1]. Dari
Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu .
2].
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu.
3].
Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu .
"HR. Al-Baihaqi
dalam "Shu'ab al-Iman" No. 9891, dan juga oleh Al-Baghawi "Sharh
as-Sunnah" – No : 4111."
Hadits ini
di shahihkan oleh Syeikh al-Baani dlm “Shahih al-Jaami'” No. 2085 “ Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah” No. 2866 dan “مُشْكِلَةُ الْفَقْرِ” No. 15
Dan
dishahihkan pula oleh Syu’eb al-Arna’uth dlm تَخْرِيجُ زَادِ الْمَعَادِ (1/77).
Perhatikan
kata-kata dalam hadits di atas :
" وأجْمِلُوا في الطَّلبِ وَاسْتَجْمِلُوْا مِهَنَكُمْ "
“Kalian
perindahlah cara mencari rizki itu dan kalian per indah pula profesi-profesi
kalian (مِهْنَة)“.
Berikut ini
definisi dan makna kata “ مِهْنَة ” jamaknya “ مِهَنٌ ” :
"الْمِهْنَةُ عَلَى أَنَّهَا أَيُّ نَوْعٍ
مِنَ الْعَمَلِ الَّذِي يَحْتَاجُ إِلَى تَدْرِيبٍ خَاصٍّ أَوْ مَهَارَةٍ
مُعَيَّنَةٍ، وَبِشَكْلٍ أَدْقَ هِيَ عِبَارَةٌ عَنْ مُمَارَسَةٍ تَتَطَلَّبُ
مُجْمَوَعَةً مُعَقَّدَةً مِنَ الْمَعْارِفِ وَالْمَهَارَاتِ الَّتِي يُتَمُّ
اكْتِسَابُهَا مِنْ خِلَالِ التَّعْلِيمِ الرَّسْمِيِّ وَالْخَبْرَةِ
الْعَمَلِيَّةِ ".
Artinya : “
Profesi ( مِهْنَة ) adalah segala jenis pekerjaan yang
membutuhkan pelatihan khusus atau keterampilan khusus . Lebih tepatnya, مِهْنَة adalah praktik yang membutuhkan
seperangkat pengetahuan dan keterampilan kompleks yang diperoleh melalui
pendidikan formal dan pengalaman kerja “.
Dan dalam
hadits lain dari Abu Humaid as-Saa’idy radhiyallau ‘anhu, bahwa Rosulullah ﷺ bersabda :
" أَجْمِلُوا فِي طَلَبِ الدُّنْيَا فَإِنَّ
كُلّاً مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ "
Kalian
perindahlah dalam mencari dunia !!! , karena sesungguhnya bagi masing-masing
itu telah dimudahkan sesuai dengan apa yang diciptakan untuknya “.
( HR. Ibnu
Majah No. 2151. Dan di shahihkan oleh Syeikh al-Baany dlm Shahih Ibnu Maajah
No. 1755 ).
Tidak ada
keraguan bahwa semuanya sudah diatur oleh Allah SWT , termasuk ajal kita, rizki
kita , jodoh kita dan lainnya . Namun itu hanya wajib diimani , akan tetapi
kita tetap berkewajiban untuk berusaha semaximal mungkin . Karena hakikat
takdir Allah itu sangat dalam dan luas , seperti menyelami samudera yang sangat
dalam tanpa batas dan sangat luas tanpa tepi .
Penyair
Al-Mutanabbi berkata :
وَإِذَا لَمْ يَكُنْ مِنَ المَوْتِ بُدٌّ *** فَمِنَ العَجْزِ أنْ تَمُوتَ جَبَانَا
"Dan jika
kematian itu hal yang pasti ** maka salah satu kelemahan adalah mati sebagai
pengecut [lari dari perjuangan dan usaha maksimal]."
[Baca : Syarah
Ma’aani Syi’ir al-Mutanabbi’ oleh Ibnu al-Ifliily 1/139]
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah berkata :
«تَرْكُ الأَسْبَابِ قَدَحٌ فِي الشَّرِيعَةِ، وَالِاعْتِمَادُ عَلَى
الأَسْبَابِ شِرْكٌ»
“Meninggalkan
sebab-sebab adalah celaan terhadap syari'at (sebab mencela hikmah Allah dlm
menetapkan segala sesuatu), dan bersandar kepada sebab adalah kesyirikan”.
(Baca “شَرْحُ بَابِ تَوْحِيدِ الأُلُوهِيَّةِ مِنْ فَتَاوَى ابْنِ تَيْمِيَّةَ” no. 15 oleh Syeikh Naashir bin Abdul Karim al-‘Aql).
Ibnu Qoyyim
Al-Jauziyyah rahimahullah berkata:
«مِنْ أَعْظَمِ الجِنَايَاتِ عَلَى الشَّرْعِ تَرْكُ الأَسْبَابِ بِزَعْمِ
أَنَّ ذَلِكَ يُنَافِي التَّوَكُّلَ». (شِفَاءُ العَلِيلِ)
Termasuk
pelanggaran syari'at yang paling besar adalah meninggalkan sebab dengan
sangkaan bahwa hal itu menafikkan tawakkal.
(Di kutip dari
Tuhfatul Murid Syarah Qoulul Mufid oleh Syaikh Nu'man bin Abdul Karim Al-Watr
hal 123-127)
Ulama
terkemuka Sayyid Abul-Hasan Ali Al-Nadawi, rahimahullah, mengatakan :
«النَّاحِيَةُ الْعِلْمِيَّةُ وَالصِّنَاعِيَّةُ الَّتِي أَخَلَّ بِهَا
الْعَالَمُ الْإِسْلَامِيُّ فِي الْمَاضِي، فَعُوقِبَ بِالْعُبُودِيَّةِ
الطَّوِيلَةِ وَالْحَيَاةِ الذَّلِيلَةِ، وَابْتُلِيَ الْعَالَمُ الْإِسْلَامِيُّ
بِالسِّيَادَةِ الْأُورُوبِيَّةِ الْجَائِرَةِ الَّتِي سَاقَتِ الْعَالَمَ إِلَى
النَّارِ وَالدَّمَارِ وَالتَّنَاحُرِ وَالِانْتِحَارِ؛ فَإِنْ فَرَّطَ الْعَالَمُ
الْإِسْلَامِيُّ مَرَّةً ثَانِيَةً فِي الِاسْتِعْدَادِ الْعِلْمِيِّ وَالصِّنَاعِيِّ
وَالِاسْتِقْلَالِ فِي شُؤُونِ حَيَاتِهِ كُتِبَ الشَّقَاءُ لِلْعَالَمِ وَطَالَتْ
مِحْنَةُ الْإِنْسَانِيَّةِ».
“Aspek ilmiah
dan industri yang ditinggalkan oleh dunia Islam di masa lalu, telah menyebabkan
dunia Islam dihukum dengan perbudakan yang panjang dan kehidupan yang hina .
Dunia Islam
dirundung oleh kedaulatan Eropa yang tidak adil yang mendorong dunia ke dalam
bara api, kehancuran, perselisihan dan tindakan bunuh diri .
Jika dunia
Islam untuk kedua kalinya tetap mengabaikan persiapan ilmiah dan industri dan
kemandirian dalam urusan hidupnya, maka kesengsaraan akan terus melanda pada
dunia dan penderitaan umat manusia akan semakin panjang “.
( Baca : “مَاذَا خَسِرَ الْعَالَمُ بِانْحِطَاطِ الْمُسْلِمِينَ” hal. 368 .
cet. Dar Ibnu Katsir ) .
=====
Kesimpulan dari pentingnya nama usaha yang tepat :
Dan dari
penjelasan sebelumnya, tampaklah bagi kita pentingnya nama usaha (nama perusahaan
atau nama toko) dan merek dagang, yang dapat diringkas sebagai berikut:
Ke 1. Nama usaha dan merek dagang merupakan alat pembeda bagi suatu
badan usaha dagang yang membedakannya dari badan usaha lainnya, yakni merupakan
ciri atau tanda yang digunakan oleh pedagang untuk membedakan perusahaannya
atau tempat usahanya dari yang lain. Nama dagang menjadi sarana yang tertanam
di benak pelanggan. Penggunaan nama dagang oleh orang lain tanpa hak yang sah
merupakan bentuk persaingan usaha tidak sehat. Praktik-praktik ini tidak mudah
untuk dibatasi, namun beberapa di antaranya yang paling menonjol adalah:
A]. Tindakan yang dapat menimbulkan
kebingungan terhadap produk, jasa, atau aktivitas industri/komersial suatu
perusahaan.
B]. Klaim palsu yang dapat merendahkan nilai
produk, jasa, atau aktivitas industri/komersial suatu perusahaan.
C]. Informasi yang dapat menyesatkan
masyarakat, terutama berkaitan dengan metode produksi, jenis barang atau jasa,
jumlah, atau karakteristik lainnya.
D]. Memperoleh rahasia dagang,
mengungkapkannya, atau memanfaatkannya dengan cara yang tidak sah.
E]. Tindakan yang dapat mengurangi kekuatan
identitas merek pihak lain atau mengambil keuntungan dari reputasi atau
popularitas perusahaan lain tanpa izin dari pemiliknya.
Ke 2. Nama Usaha dan Merek Dagang mencerminkan kepribadian pedagang
di lingkungan perdagangan, termasuk reputasi di antara para pedagang, yang
menjadi faktor utama dalam menarik pelanggan.
Ke 3. Pedagang menandatangani semua dokumen yang berkaitan dengan usahanya
menggunakan nama usaha-nya.
DAFTAR
PUSTAKA :
• Al-Buyu'
al-Sya'i'ah wa Atsar al-Mabi' 'ala Syar'iyyatihā, oleh Dr.
Muhammad Taufiq Ramadan al-Buthi, penerbit Dar al-Fikr, cetakan ketiga, tahun
1425 H / 2005 M.
• Al-Tasyri'
al-Shina'i, oleh Muhammad Hasan Abbas, Dar al-Nahdhah al-'Arabiyyah, Kairo,
cetakan pertama, tahun 1976 M.
• Penelitian
berjudul *al-Ism at-Tijari* oleh Dr. Fahd al-'Ashimi, diambil dari internet.
• Al-Tasyri'
al-Shina'i.
• Situs Majma'
al-Fiqh al-Islami, Negara Kuwait.
• Pentingnya dan
sejauh mana kekuatan nama dagang suatu perusahaan.
• Al-Wajiz fi
al-Qanun at-Tijari – Mustafa Kamal Thaha.
0 Komentar