Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

KAPAN AMAL IBADAH SESEORANG MEMUNGKINKAN UNTUK DITERIMA OLEH ALLAH SWT?

 KAPAN AMAL IBADAH SESEORANG MEMUNGKINKAN UNTUK DITERIMA OLEH ALLAH SWT?

Di tulis oleh Abu Haitsam Fakhry

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

===

====

DAFTAR ISI :

  • MAKNA AMAL SHOLEH
  • ARTI KATA TERKAIT DENGAN LAFADZ SYIRIK DAN MUSYRIK.
  • ADA EMPAT SYARAT UTAMA AGAR IBADAH DITERIMA OLEH ALLAH SWT:
  • DALIL-DALIL 4 SYARAT DIATAS.
  • TIDAK BOLEH MENCAMPUR ADUKAN ANTARA SYARIAT ISLAM DENGAN SYARIAT LAINNYA.
  • METHODE SETAN DALAM MENYESATKAN MANUSIA
  • LANGKAH-LANGKAH MENGHINDARI TIPU DAYA SETAN DAN PENGIKUTNYA

****

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

===***===

MAKNA AMAL SHOLEH

Allah SWT tidak akan menerima amal ibadah para hamba-Nya kecuali amal ibadah tersebut adalah amal yang shalih . Allah SWT berfirman :

وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)

”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih dan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran” (QS. Al ‘Ashr).

Makna kata “Sholeh” di sini adalah : syariatnya masih baik dan belum dihapus (belum di mansukh). 

Jika anda lihat pada kemasan makanan dan minuman di negara-negara Arab, anda akan melihat keterangan tertera pada masa expire bertuliskan sbb:

[1]- (صالِحٌ لِغايَةِ = sholeh lil ghoyah) artinya : “masih baik dan layak hingga tanggal .... ”.

[2] – (صالِحَةٌ قَبْلَ = Shalihah Qobla) artinya : “masih baik dan layak sebelum tanggal .... “.

[3] - (مُدَّةُ صَلَاحِيَّةِ = Muddah Sholahiyah) artinya : “masa berlaku”.

[4]- (مُنْتَهِي الصَّلَاحِيَةِ = Muntaha sholahiyah) artinya : “berakhir masa berlaku”.

Dalam “جَرِيدَةُ الأَنْبَاءِ الإِلِكْتْرُونِيَّاتِ” dan Wikepedia dijelaskan:

صالِحٌ لِغايَةِ: تَظْهَرُ تَواريخُ صالِحَةٌ لِغايَةِ أو صالِحَةٌ قَبْلَ عَلى مَجْمُوعَةٍ واسِعَةٍ مِنَ الأَغْذِيَةِ المُجَمَّدَةِ وَالمُجَفَّفَةِ وَالمُعَلَّبَةِ وَغَيْرِها، وَهذِهِ التَّواريخُ عِبارَةٌ عَنْ تَواريخَ اِسْتِشارِيَّةٍ فَقَط، وَتُشِيرُ إِلى جَوْدَةِ المُنْتَجِ عَلى العَكْسِ مِنْ تَواريخَ يُسْتَعْمَلُ قَبْلَ وَالَّتِي تَدُلُّ عَلى أَنَّ المُنْتَجَ لَمْ يَعُدْ مِنَ المُطْمَئِنِّ اِسْتِهْلاكُهُ بَعْدَ التّاريخِ المُحَدَّدِ.

"Baik dikonsumsi hingga (صالِحٌ لِغايَةِ):" Nampak tertulis tanggal "masa berlaku” atau “baik dikonsumsi hingga" atau "baik dikonsumsi sebelum (صالِحَةٌ قَبْلَ)" pada berbagai jenis makanan, seperti makanan beku, kering, kalengan, dan lainnya. Tanggal ini hanya bersifat sebagai pedoman, menunjukkan kualitas produk, berbeda dengan tanggal "gunakan sebelum" yang menandakan bahwa produk tersebut tidak lagi aman untuk dikonsumsi setelah tanggal yang tertera.

Dengan demikian ada kemiripan dengan makna "Amal Shaleh", yakni amalan yang masih baik dan masih berlaku alias belum dimansukh.

===***===

ARTI KATA TERKAIT DENGAN LAFADZ SYIRIK DAN MUSYRIK:

[*]- Syirik (شِرْكٌ) artinya : Persekutuan / perseroan / pembagian kepemilikan saham.

[*]- Syarik (شَرِيْكٌ). Jamaknya (شُرَكَاءُ), artinya : Sekutu atau Pemilik Saham.

[*]- Syarikat (شَرِكَة), artinya : Peseroan yang dimiliki oleh para syarik (para sekutu atau para pemilik saham.

Definisi Perseroan (Syarikah) :

الشَّرِكَةُ عَقْدٌ يَلْتَزِمُ بِمُقْتَضَاهُ شَخْصَانِ أَوْ أَكْثَرُ بِأَنْ يُسَاهِمَ كُلٌّ مِنْهُمْ فِي مَشْرُوعٍ يَسْتَهْدِفُ الرِّبْحَ بِتَقْدِيمِ حِصَّةٍ مِنَ الْمَالِ أَوْ الْعَمَلِ، لِاقْتِسَامِ مَا قَدْ يَنْشَأُ عَنْهُ رِبْحٌ أَوْ خَسَارَةٌ

“Syarikah adalah akad yang mengikat dua orang atau lebih untuk berkontribusi pada sebuah proyek yang bertujuan memperoleh keuntungan, dengan masing-masing pihak memberikan bagian berupa modal atau tenaga, guna berbagi hasil berupa keuntungan atau kerugian yang mungkin timbul”.

DALAM AGAMA ALLAH SWT TIDAK ADA SYARIK (SEKUTU):

Allah SWT berfirman :

) أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ وَلَوْلا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ(.

""Apakah bagi mereka (orang-orang musyrik) mempunyai sekutu-sekutu (شُرَكَاءُ) Allah yang ikut serta menciptakan syariat untuk mereka dengan mengatas namakan agama (مِنَ الدِّينِ) yang Allah tidak pernah mengizinkannya? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang lalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih". (QS. Asy-Syuro : 21).

Allah SWT tidak membutuhkan Syarik (sekutu atau pemilik saham selain-Nya) dalam agamanya ; karena agama Allah bukan Syarikat atau Perseroan.

Allah SWT Maha Kuat, Maha Perkasa, Maha Kaya, Maha Pencipta dan selain diri-Nya adalah makhluk ciptaan-Nya ; maka tidak mungkin Dia membutuhkan bantuan makhluk-Nya untuk mengatur agama-Nya.

Allah SWT berfirman :

﴿إِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ﴾

“Sesungguhnya Allah benar-benar tidak memerlukan sesuatu dari semesta alam”. [QS. Al-Ankabut: 6]

Dan Allah SWT berfirman :

﴿وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ ۚ ﴾

"Dan kalian perangilah mereka (orang-orang kafir), supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu hanya milik Allah semata". [QS. Al-Anfal: 39]

Sementara agama itu sendiri merupakan sarana para makhluk-Nya untuk menghambakan diri mereka kepada-Nya dengan melakukan ketaatan dan kepatuhan yang murni ditujukan kepada-Nya serta menjauhi larangan-Nya.

Dan semua itu harus betul-betul murni hanya karena Allah semata sebagai bentuk peng-esaan dan ketauhidan kepadanya. Dan Allah SWT hanya mau disembah dan dipatuhi dengan syariat yang Allah inginkan, yaitu syariat yang Allah tetapkan secara tunggal.

===***===

ADA EMPAT SYARAT UTAMA AGAR IBADAH DITERIMA OLEH ALLAH SWT:

Al-Quran dan Sunnah Nabi telah gamblang menjelaskan bahwa sebuah amalan agar menjadi amal saleh lagi di terima serta dengannya bisa mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala, harus memenuhi EMPAT syarat yang sangat penting :

****

Syarat Pertama :  Ikhlas Alias Murni Karena Allah Semata :

Pelakunya, melakukannya dengan ikhlas murni semata-mata karena untuk mendapatkan ridlo Allah Azza wa Jalla.

Lawan dari ikhlash karena Allah adalah syirik uluhiyyah (syirik penyembahan) atau syirik dalam arah dan tujuan ibadah.  Syirik jenis ini ada dua tingkatan :

[1] adalah syirik kecil alias riya, yakni tujuan ibadahnya tidak murni karena Allah semata, melainkan ada tujuan karena untuk mendapat perhatian dari manusia.

[2]- adalah syirik besar, yakni tujuan ibadahnya untuk syaitan dan jin, contohnya seperti untuk mendapat perlindungan, pertolongan, ilmu kesaktian, pelet dan pesugihan dari jenis jin khodam yang diinginkan.   

****

Syarat kedua : Sesuai al-Qur’an dan as-Sunnah.

Amalannya sesuai dengan yang Allah syariatkan dalam kitab Nya Al-Qur'an atau di jelaskan oleh Rosulullah dalam sunnah-sunnahnya.

Lawannya adalah bid’ah dan syirik rububiyyah alias syirik ketuhanan dalam hal penciptaan syariat dan tata cara ibadah kepada Allah. 

Yakni ; seseorang beribadah kepada Allah, bukan dengan syariat Allah, melainkan dengan syariat ciptaan manusia dan perintah-nya. Dengan demikian pelakunya -tanpa ia sadari- telah mengakui bahwa ada selain Allah yang berhak menciptakan syariat dalam agama Allah ini dan tata cara ibadah kepada-Nya.

Orang yang beribadah kepada Allah dengan syariat ciptaan manusia, maka pada hakikatnya orang tersebut menyembah manusia pencipta syariat tersebut; karena dibangun diatas kepatuhan dan ketaatan kepada manusia tersebut.

Iblis adalah makhuk Allah yang paling dahsyat ibadahnya kepada Allah dan sujud kepada-Nya. Semangat ibadah Iblis kepada Allah mengalahkan ibadah seluruh para malaikat, sehingga ia diangkat oleh mereka menjadi penghulu para malaikat.

Namun ibadah Iblis kepada Allah, tidak didasari  karena perintah Allah dan bukan karena kepatuhan kepada-Nya. Melainkan karena mengikuti hawa nafsunya, maka Allah SWT pertunjukkan kepada para malaikat “siapakah Iblis yang sebenarnya?”, dengan perintah sujud kepada Adam ‘alaihis salam. Iblis membangkang, tidak patuh dan sombong. Berbeda dengan para malaikat, mereka segera sujud kepada Adam karena patuh dan taat kepada Allah, apapun bentuk perintah-Nya dan kemana pun arah sujudnya.

****

Syarat Ketiga : Syariatnya Belum Di Mansukh (Belum Dihapus atau Belum Diganti).

Syariatnya masih sholeh , yakni masih berlaku dan belum dihapus atau di mansukh .

Contoh nya syariat Qiblat alias arah ibdah shalat :

Dulu ketika Nabi masih berada di Mekah sebelum hijrah ke Madinah, 13 tahun lamanya Qiblat shalatnya menghadap ke Baitul Maqdis – Palestina . Kemudian setelah Nabi hijrah ke Madinah dan setelah tinggal di Madinah 16 bulan atau 17 bulan , maka kiblatnya dirubah ke arah Ka'bah di Makkah .

****

Syarat ke empat : Pelakunya Ahli Tauhid, Bukan Ahli Syirik.

Pelaku ibadahnya adalah seorang hamba Allah, ahli tauhid, yang betul-betul murni mengesakan Allah, tidak menyekutukan-Nya dengan apapun. Dia senantiasa menjadikan Allah SWT sebagai ash-Shomad (tempat bergantung dan bersandar), artinya : dia berdoa hanya kepada Allah, memohon perlindungan dan pertolongan hanya kepad-Nya, bertawakkal hanya kepada-Nya dan berharap hanya kepada-Nya.

Dia tidak terikat dengan keyakinan syirik dan tidak terlibat dalam ritual-ritual kesyirikan .

Lawan ahli tauhid adalah ahli syirik alias musyrik menyekutukan Allah dengan makhluk-Nya.

Contohnya adalah : menyekutukan Allah dengan cara memohon perlindungan dan bertawakkal kepada selain Allah seperti kepada jimat-jimat atau benda-benda pusaka yang diyakini bisa mendatangkan manfaat dan menolak bala.

Atau menyekutukan Allah dengan cara meminta perlindungan kepada jin khadam kejadugan, seperti kepada komunitas jin Tajimalela, jin Betara Karang, jin Panca sona dan lain-lain.

Atau minta pertolongan kepada jin khodam pesugihan, jin khodam pelet, jin khodam Santet dan lainnya.

Atau melakukan ritual selamatan dan sedekah bumi dengan mempersembahkan kurban dan sesaji kepada jin dedemit penguasa lembah atau penguasa gunung. Begitu juga sedekah laut dengan mempersembahkan kepala kerbau dan sesaji kepada penguasa laut.

Jika amalan ibadah seseorang tidak memenuhi 4 syarat tersebut diatas maka amalannya bukanlah amal yang saleh dan bukan pula yang memungkinkan untuk bisa diterima oleh Allah swt.

BEDA NIAT BEDA HASIL:

Contohnya : Jika niat para malaikat sujud kepada Adam itu karena mentaati perintah Allah; maka mereka ahli tauhid. Namun jika niatnya karena Adam; maka mereka musyrik.

Jika seorang muslim sujud ke arah Ka’bah karena   mentaati perintah Allah; maka dia ahli tauhid. Tapi jika karena Ka'bah; maka dia bisa menjadi musyrik.

Begitu pula niat dalam mencium hajar Aswad. Imam Muslim dalam Sahihnya no. 1270 meriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa ayahnya Umar bin Khoththob radhiyallahu ‘anhu suatu ketika mencium Hajar Aswad , lalu berkata :

« أَمَ وَاللَّهِ لَقَدْ عَلِمْتُ أَنَّكَ حَجَرٌ – وفي رواية عبد الرزاق (9034)  : وأَنَّك لا تَضُرُّ وَلا تَنْفَع - وَلَوْلَا أَنِّي رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلْتُكَ »

" Demi Allah , sungguh aku tahu bahwa kamu adalah batu , dan sesungguhnya kamu tidak bisa menghilangkan madlorot dan tidak bisa mendatangkan manfaat , kalau seandainya aku tidak melihat Rosulullah menciummu maka akupun tidak sudi menciummu ".

Jelaslah jika Umar bin Khoththob radhiyallahu ‘anhu mau mencium Hajar Aswad bukan karena beliau ingin bertabarruk dengan fisik (dzat) Hajar Aswad, melainkan beliau bertabarruk dengan mengamalkan sunnah Rosulullah . Dengan demikian mencium Hajar Aswad adalah termasuk ibadah jika menciumnya berniat mengikuti sunnah Nabi dan sesuai dengan cara yang syar'i, tapi jika karena niat lain apalagi dengan cara yang tidak syar'i maka bisa menjadi perbuatan musyrik.

KISAH NYATA :

Kisah pertama :

Penulis punya teman kuliah di Islamic University Of Medina, namanya Furqon dari Jawa Tengah. Setelah pulang ke Indonesia, dia punya murid yang bernama Hasbi. Dia pakar ruqyah. Lalu dia merantau dakwah ke pedalaman dayak di Kalimantan. Di sana dia sempat berjumpa dengan tokoh Dayak yang konon sakti mandra guna.

Singkat cerita : tokoh dayak ini pernah diruqyah oleh ustadz Hasbi, sehingga membuat ilmu kesaktian nya menjadi luntur. Berita ini menyebar di media koran lokal, dan ramai. Cuma sayang narasi beritanya kurang bagus, yaitu seperti ini :

 “Ada seorang ustadz muda yang menguasai 1000 jin, mampu melelehkan kesaktian tokoh dayak yang sakti mandra guna”.

Sampailah berita tersebut ke tangan seorang habib yang memiliki perguruan ilmu keskatian dan tenaga dalam. Maka habib itu sambil membawa koran tsb berangkat dengan 10 orang murid pilihannya menuju ke tempat tinggal ust. Hasbi.

Lalu Habib bertanya ke Ust. Hasbi: “ Kamu kah yang memiliki 1000 jin ini! Yang dengannya kamu bisa mengalahkan tokoh Dayak yang sakti itu? Ini adalah perbuataan Syirik, tidak boleh hukumnya minta bantuan kepada jin .... dst”.

Ust Hasbi menjawab : “Tidak, saya tidak punya 1000 jin dan tidak pernah minta bantuan jin, itu hanya kata-kata dari pihak media saja. Saya hanya meruqyah saja dengan ruqyah syar’iyyah”.

Lalu Habib itu meminta kepada ust Hasbi untuk adu ilmu kesaktian dan tenaga dalam dengn salah satu dari 10 muridnya. Ust Hasbi pun langsung menolaknya, karena memang dirinya tidak punya ilmu tersebut. Namun Habib tersebut terus menerus mendesaknya.

Karena terus didesak, maka pada akhirnya Ust Hasbi memegang tangan Habib, lalu meruqyahnya, sebagaimana dia meruqyah tokoh sakti Dayak.

 Lalu Apa yang terjadi ? Habib itu kesurupan dan jin dalam tubuhnya teriak kepanasan dan mengigau. Maka terjadilah dialog antara Ust. Hasbi dengan Jin tersebut.

Ust Hasbi bertanya : “Apa yang membuat mu berada dalam tubuh Habib ini?”.

Jin itu menjawab : “Dia patuh terhadap semua perintahku, dia hambaku. Dia taat dan patuh katika aku suruh baca surat Qulhu, Falak dan Nas 4000 x. Baca shalawat sekian ribu kali .... dst”.  

Kisah ke dua :

Penulis punya teman seorang ustadz, namanya Abdul Malik, wafat tahun 2023 M. Salah satu kegiatan ustadz ini membawa jemaah ke tempat-tempat yang diduga keramat dan mustajab.

Suatu ketika, dia datang berkunjung ke rumah saya. Saya bertanya kepadanya : “Kemana saja, lama tak berjumpa?”.

Dia menjawab : “Seminggu yang lalu saya bawa 9 jemaah ke Gunung Ciremai, ke Nyi Pelet”.

Saya pun kaget : “Ngapain?”. Dia jawab : “Cari syariat dan sebab dari Nyi Pelet supaya usaha kita menjadi lancar dan rizki melimpah”.       

Saya tegur : “ Itu perbuatan syirik”.

Dia pun membantahnya dengan menjelaskan :

“Tidak ada kesyirikan di dalamnya, karena sejak awal naik gunung Ciremai, para jemaah di haruskan memperbanyak baca shalawat untuk Nabi dan shalat 5 waktu harus berjemaah”.

Lalu dia melanjutkan ceritanya :

“Di kaki gunung Ciremai ini ada juru kuncen yang membimbing kita hingga ritual selesai. Pertama-tama dia memanggil burung gagak hitam. Lalu para jemaah digiring mengikuti burung tersebut. Dan sebagai bentuk kepatuhan dalam ritual, para jemaah tidak boleh menengok ke arah belakang.

Di puncak gunang ada dua kuburan manusia terkutuk, karena mereka berdua berzina di tempat tersebut ...”.

Penulis katakan tentang kisah diatas:

Pertama : “Bacaan shalawat dan shalat berjemaahnya untuk mencari ridho Nyi Pelet”.

Kedua : “Semua Ritual yang mereka lakukan adalah sebagai bentuk ketaatan dan kepatuhan kepada Juru Kuncen Pencipta Syariat Ritual tersebut”.

===***===

DALIL-DALIL 4 SYARAT DIATAS:

****

DALIL SYARAT PERTAMA :
Yaitu dalil bahwa ibadah itu harus betul-betul ikhlash, murni, semata-mata karena Allah Ta'ala .

Dalil ke 1 : Allah SWT berfirman :

﴿وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

Dan tidaklah mereka  disuruh kecuali agar mereka menyembah Allah dengan memurnikan agama / syariat milik-Nya , dengan niat yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang tegak lurus. [QS. Al-Bayyinah : 5].

Dalil ke 2 : Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: ‘Aku mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda:

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلِى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا، أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

“Amalan-amalan itu hanyalah tergantung pada niatnya. Dan setiap orang itu hanyalah akan dibalas berdasarkan apa yang ia niatkan. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya keapda Allah dan Rasul-Nya. Namun barang siapa yang hijrahnya untuk mendapatkan dunia atau seorang wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya kepada apa yang ia niatkan tersebut.” [ HR. al Bukhari (1) dan Muslim (1907)] .

Dalil ke 3 : Allah Ta'ala berfirman :

﴿قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

Artinya : Katakanlah ( wahai Muhammad ) : " Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu , yang diwahyukan kepadaku: " Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa". Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya ( Rabbnya ) maka hendaklah ia mengerjakan amal yang SHALEH dan janganlah ia mempersekutukan dengan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya (Rabbnya) ". ( QS. Al-Kahfi : 110).

DALIL BAHWA SYIRIK ADALAH PENOLAK AMAL IBADAH DAN PENGHAPUS PAHALA:

Induk segala dosa adalah dosa syirik , karena dosa ini akan membatalkan semua amal baik pelakunya serta membuatnya kekal selama-lamanya dalam api neraka jika ia mati sebelum bertaubat dan dalam kondisi seperti itu .

﴿وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

" Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi ". ( QS. Az-Zumar : 65 ).

﴿ ... إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ﴾

" Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang lalim itu seorang penolong pun" . ( QS. Al-Maidah : 72 ).

****

DALIL SYARAT KEDUA :
Yakni dalil amal ibadah dan tata caranya harus sesuai dengan yang Allah syariatkan .

Dalil ke 1 : Allah SWT berfirman :

﴿قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ . قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ﴾

Artinya : Katakanlah: "Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Katakanlah: "Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kalian berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". ( QS. Ali 'Imran : 31-32 ).

Dalil ke 2 : Allah SWT berfirman :

﴿قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ﴾

Artinya : Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". ( QS. Yusuf : 108 ).

Dalil ke 3 : Allah SWT berfirman :

﴿وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya : Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa. ( QS. Al-An'am : 153 ).

Dalil ke 4 : Dari Abdullah bin Masud radhiyallahu ‘anhu , dia berkata :

خَطَّ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ خَطًّا بِيَدِهِ ، ثُمَّ قَالَ : « هَذَا سَبِيلُ اللَّهِ مُسْتَقِيمًا » ، قَالَ : ثُمَّ خَطَّ عَنْ يَمِينِهِ وَشِمَالِهِ، ثُمَّ قَالَ : « هَذِهِ السُّبُلُ وَلَيْسَ مِنْهَا سَبِيلٌ إِلَّا عَلَيْهِ شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ » ، ثُمَّ قَرَأَ : ( وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ).

" Rosulullah menggaris sebuah garis dengan tangannya , kemudian beliau bersabda : " Ini adalah jalan Allah yang lurus ".

Dan beliau memberinya garis ke arah kanan dan ke kiri , kemudian beliau bersabda :

" Jalan-jalan ini , tidak ada satu jalan pun dari jalan-jalan tersebut  kecuali disana ada syetan yang memanggil-manggil untuk melaluinya ".

Kemudian beliau membacakan ayat yang artinya : " Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya ".

( HR. Ahmad 7/436 no. 4437 dan Hakim 2/318 . Hakim berkata : " Sanad nya Sahih " , dan Adz-Dzahabi menyetujuinya ) .

Dalil ke 5 : Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha , bahwa Rosulullah bersabda :

«مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ».

Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu yang baru dalam perkaraku ini yang bukan darinya maka ia di tolak ".

Dalam riwayat lain bunyinya :

«مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا، فَهُوَ رَدٌّ»

" Barang siapa yang mengamalkan sebuah amalan yang tidak diatas perintahku , maka ia di tolak ". [HR. Bukhory no. 2578 dan Muslim no. 3345].

Dan masih banyak lagi dalil-dalil yang menunjukan wajibnya ber ittiba' atau mengikuti syariat yang Allah Ta'ala turunkan kepada Rosul-Nya .

***

NABI MUHAMMAD TIDAK BOLEH BIKIN-BIKIN SYARIAT :

Rosulullah sendiri sebagai pimpinan para nabi dan rosul sama sekali tidak berhak untuk menciptakan satu syariatpun kecuali harus ada wahyu dari Allah Azza wa Jallaa . Sebagaimana yang Allah SWT firmankan :

﴿وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ . إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ﴾

“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). [QS. An-Najm: 3-4]

Bahkan Allah Azza wa Jallaa mengancam Nabi jika beliau berani coba-coba menciptakan sebuah syariat tanpa wahyu dari-Nya :

﴿وَلَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ الأقَاوِيلِ . لأخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِينِ . ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِينَ . فَمَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ عَنْهُ حَاجِزِينَ ﴾.

Artinya : " Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami , Niscaya benar-benar kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-kali tidak ada seorang pun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami), dari pemotongan urat nadi itu". ( QS. Al-Haaqoh : 44-47 ).

Di ayat lain menyebutkan tiada pilihan bagi Nabi Muhammad begitu juga nabi-nabi dan para rasul sebelumnya , kecuali hanya patuh dan berserah diri kepada syariat yang Allah Azza wa Jallaa tetapkan :

﴿مَا كَانَ عَلَى النَّبِيِّ مِنْ حَرَجٍ فِيمَا فَرَضَ اللَّهُ لَهُ سُنَّةَ اللَّهِ فِي الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلُ وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ قَدَرًا مَقْدُورًا. الَّذِينَ يُبَلِّغُونَ رِسَالَاتِ اللَّهِ وَيَخْشَوْنَهُ وَلَا يَخْشَوْنَ أَحَدًا إِلَّا اللَّهَ وَكَفَى بِاللَّهِ حَسِيبًا﴾.

Artinya : " Sama sekali tidak boleh ada rasa keberatan atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya.  (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu.  Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku . (yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan ". ( QS. Al-Ahzab : 38-39 ).

Allah Ta'ala berfirman :

﴿قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا﴾

Artinya : Katakanlah ( wahai Muhammad ): " Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu , yang diwahyukan kepadaku: " Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa". Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya ( Rabbnya ) maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan dengan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya ( Rabbnya ) ". ( QS. Al-Kahfi : 110 ) .

Begitu pula atas umatnya , Allah berfirman :

﴿وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ﴾

Artinya : Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (QS. Al-Ahzab : 36).

Dengan demikian maka tidak ada pilihan lain , kecuali hanya di bolehkan mengamalkan syariat yang Allah turunkan lewat Nabi Nya , serta berpegang teguh kepada nya . Dan orang yang menciptakan tata cara ibadah , maka dia telah melangkahi Allah dan Rasul-Nya . Yang demikian itu jelas-jelas di larang , Allah Azza wa Jallaa berfirman :

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّه﴾.

" Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah ". ( QS. Al-Hujuroot : 1 ).

****

ALLAH SWT HANYA MAU DISEMBAH DENGAN SYARIAT YANG ALLAH WAHYUKAN KEPADA ROSUL-NYA

Dalam beribadah kepada Allah SWT, seorang hamba harus mengesakan Allah SWT sebagai ILAAH [Tuhan yang disembah] dan harus mengesakan Allah SWT sebagai RABB [Tuhan pencipta syariat]

===

LARANGAN MENJADIKAN MANUSIA SEBAGAI RABB [ Tuhan Pencipta Syariat ]

Orang yang menciptakan syariat atau tata cara ibadah ; pada hakiktanya dia telah menjadikan dirinya sebagai Rabb (Tuhan pencipta syariat atau agama).

Dan orang yang beribadah kepada Allah SWT dengan tata cara ibadah hasil ciptaan manusia, maka pada hakikatnya dia telah menyembah manusia pencipta syariat tersebut, meskipun tujuannya untuk Allah dan mengahadap kepada-Nya. Dengan demikian dia telah melakukan perbuatan syirik rububiyyah atau syirik ketuhanan.

Dulu Iblis adalah hamba Allah yang paling dahsyat ibadahnya kepada Allah serta menghadap kepada-Nya. Ibadah Iblis membuat seluruh para malaikat terkagum-kagum, maka para malaikat pun mengangkatnya sebagai penghulu para malaikat.

Namun tata cara ibadah Iblis tidak berdasarkan petunjuk Allah. Iblis beribadah dan bersujud kepada Allah SWT tidak berdasarkan aturan perintah dari Allah dan tujuannya bukan sebgai bentuk kepatuhan terhadap perintah Allah SWT, melainkan untuk ria dan berbangga-banggaan terhadap para makhluk selain dirinya; oleh sebab itu ketika Allah SWT memerintahkannya bersujud kepada Adam, maka Iblis menolaknya dan membangkangnya, lalu dia pun dikutuk dan di usir dari syurga ; karena pada hakikatnya iblis itu tidak taat dan tidak patuh kepada Allah dan itu adalah bentuk kesombongan. Iblis tidak sadar bahwa semua makluk adalah ciptaan Allah SWT, apapun bentuk nya dan bahan-nya.

Jangan kan sujud kepada Adam, kepada Ka’bah pun jika itu benar perintah dari Allah ; maka wajib mematuhinya, karena pada hakikatnya menyembah kepada Allah Pencipta Syariat, dengan cara mematuhi perintah-Nya.

Simpelnya : Orang yang sujud menghadap Ka’bah karena perintah Allah dan beribadahnya sesuai dengan syariat Allah, maka dia adalah muslim ahli tauhid. Adapun jika sebaliknya - yaitu tatacara ibadahnya berdasarkan syariat ciptaan manusia – maka dia telah menyembah manusia pencipta syariat tersebut. Dan itu adalah Syirik Rububiyyah.   

Dengan tegas Allah Azza wa Jallaa menyatakan bahwa orang yang mengamalkan hukum halal dan haram serta beribadah kepada Allah dengan syariat ciptaan manusia dan bukan dari Allah dan Rasul-Nya maka hukum nya sama dengan menjadikan orang yang menciptakan syariat tsb sebagai Rabb-Rabb ( tuhan-tuhan selain Allah ).

Yang demikian itu adalah kebiasaan orang-orang Yahudi dan Nasrani dahulu dan sekarang, dalam firman-Nya Allah Azza wa Jallaa menjelaskan :

﴿اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَٰهًا وَاحِدًا ۖ لَّا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ﴾

Artinya : " Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan tuhan selain Allah , dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putra Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan ". ( QS. At-Taubah : 31 ) .

Dari Sahabat Adiy bin Hatim radhiyallahu ‘anhu , dia berkata :

Aku datang menemui Nabi Muhammad dengan kalung salib emas di leherku. Rasulullah berkata, "Wahai Adi, lepaskan berhala itu dari dirimu." Aku mendengar beliau membaca ayat dari Surat At-Taubah: *"Mereka menjadikan para pendeta dan rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah."* (QS. At-Taubah: 31).

Setelah mendengar ayat ini aku berkata : "Wahai Rosulullah mereka tidak menyembahnya?", lalu Rosulullah menjawab :

«بَلَى، إِنَّهُمْ أَحَلُّوا لَهُمُ الْحَرَامَ وَحَرَّمُوا عَلَيْهِمُ الْحَلَالَ، فَاتَّبَعُوهُمْ، فَذَلِكَ عِبَادَتُهُمْ إِيَّاهُمْ».

"Benar , sesungguhnya ketika mereka (para pendeta dan para rahib) telah menghalalkan untuk mereka yang haram, dan mengharamkan untuk mereka yang halal , kemudian mereka mengikutinya (mengamalkannya), maka yang demikian itu adalah bentuk penyembahan mereka kepada nya " .

( HR. Ahmad dan Turmudzi no. 3095. Dihasankan oleh Syeikh Al-Albani ).

Dalam lafadz lain :

قَدِمَ عَدِيُّ بْنُ حَاتِمٍ عَلَى النَّبِيِّ ﷺ وَهُوَ نَصْرَانِيٌّ فَسَمِعَهُ يَقْرَأُ هَذِهِ الْآيَةَ: اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ، قَالَ: فَقُلْتُ لَهُ: إِنَّا لَسْنَا نَعْبُدُهُمْ، قَالَ: أَلَيْسَ يُحَرِّمُونَ مَا أَحَلَّ اللَّهُ فَتُحَرِّمُونَهُ، وَيُحِلُّونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فَتُحِلُّونَهُ، قَالَ: قُلْتُ: بَلَى، قَالَ: فَتِلْكَ عِبَادَتُهُمْ

Adiy bin Hatim datang menemui Nabi Muhammad dalam keadaan masih beragama Nasrani. Ketika itu, beliau mendengar Rasulullah membaca ayat berikut: *"Mereka menjadikan para pendeta dan rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah, serta (juga) al-Masih putra Maryam. Padahal mereka hanya diperintahkan untuk menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan selain Dia. Mahasuci Dia dari apa yang mereka persekutukan"* (QS. At-Taubah: 31).

Adiy berkata kepada Rasulullah , "Kami tidak menyembah mereka." Rasulullah kemudian bertanya, "Bukankah mereka mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah, lalu kalian mengharamkannya? Dan mereka menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah, lalu kalian menghalalkannya?" Adi menjawab, "Benar." Rasulullah pun bersabda, "Itulah bentuk penyembahan kalian kepada mereka."

[ Di hukumi hasan oleh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Haqiqotul Islam wal Iman no. 111].

Lebih jelas lagi dalam firman Allah SWT seperti berikut ini :

﴿أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُم مِّنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَن بِهِ اللَّهُ ۚ وَلَوْلَا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ ۗ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ﴾

Artinya : " Apakah mereka mempunyai syarik-syarik [sekutu-sekutu] selain Allah yang membikin syariat untuk mereka sebagai bagian dari agama yang mana Allah tidak pernah mengidzinkan nya ? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang lalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih. (QS. Asy-Syuro : 21).

Ayat diatas dengan jelas dan gamblang bahwa orang-orang yang beragama dengan cara mengamalkan syariat ciptaan manusia, maka pada hakikatnya mereka telah menjadikan manusia pencita syariat tersebut sebagai rabb (tuhan pencipta dan pengatur syariat) selain Allah Azza wa Jallaa .

****

MANUSIA YANG PALING DZALIM ADALAH ORANG YANG BIKIN SYARIAT DENGAN MENGATAS NAMAKAN AGAMA ALLAH

Allah SWT berfirman :

﴿وَمَنْ اَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرٰى عَلَى اللّٰهِ كَذِبًا اَوْ كَذَّبَ بِاٰيٰتِهٖۗ اِنَّهٗ لَا يُفْلِحُ الظّٰلِمُوْنَ

Dan siapakah yang lebih dzalim daripada orang yang mengada-adakan suatu kebohongan terhadap Allah, atau yang mendustakan ayat-ayat-Nya? Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak beruntung. [ QS. al-An'am : 21 ] .

Dan Allah SWT berfirman :

﴿وَمَنْ اَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرٰى عَلَى اللّٰهِ كَذِبًا اَوْ قَالَ اُوْحِيَ اِلَيَّ وَلَمْ يُوْحَ اِلَيْهِ شَيْءٌ وَّمَنْ قَالَ سَاُنْزِلُ مِثْلَ مَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ ۗوَلَوْ تَرٰٓى اِذِ الظّٰلِمُوْنَ فِيْ غَمَرٰتِ الْمَوْتِ وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ بَاسِطُوْٓا اَيْدِيْهِمْ ۚ اَخْرِجُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اَلْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُوْنِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُوْلُوْنَ عَلَى اللّٰهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ اٰيٰتِهٖ تَسْتَكْبِرُوْنَ﴾

Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah atau yang berkata, “Telah diwahyukan kepadaku,” padahal tidak diwahyukan sesuatu pun kepadanya, dan orang yang berkata, “Aku akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah.”

(Alangkah ngerinya) sekiranya engkau melihat pada waktu orang-orang zalim (berada) dalam kesakitan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata), “Keluarkanlah nyawamu.”

Pada hari ini kamu akan dibalas dengan azab yang sangat menghinakan, karena kamu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya. (QS. Al-An'am: 93)

*****

DALIL SYARAT KETIGA :
SYARIATNYA BELUM DI MANSUKH (BELUM DIHAPUS DAN BELUM DIGANTI)

Syariatnya belum di mansukh, yakni masih berlaku dan belum dihapus atau belum di mansukh atau belum di ganti .

Allah SWT berfirman :

﴿مَا نَنسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِّنْهَا أَوْ مِثْلِهَا ۗ أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ﴾

Apa saja ayat yang Kami nasakh-kan atau Kami jadikan (ma­nusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripa­danya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengeta­hui bahwa sesungguhnya Allah Mahakuasa alas segala sesuatu? [ QS. 105 ]

Ibnu Katsir ketika menafsiri ayat ini , dia berkata [ ringkasnya ] :

Ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan de­ngan tafsir firman-Nya, "Ma nansakh min ayalin," artinya ayat apa pun yang Kami ganti.

Ibnu Juraij meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan tafsir ayat ini, artinya "ayat apa pun yang kami hapuskan." .....

Melalui ayat ini Allah Swt. memberi petunjuk kepada hamba-hamba­Nya bahwa .... :

Allah-lah yang mengatur hukum pada hamba-hamba-Nya menu-rut apa yang dikehendaki-Nya. Untuk itu Dia menghalalkan apa yang dikehendaki-Nya dan mengharamkan apa yang dikehendaki-Nya, Dia membolehkan apa yang dikehendaki-Nya dan mengharamkan apa yang dikehendaki-Nya.

Dialah yang mengatur hukum menurut apa yang dikehendaki-Nya, tiada yang dapat menolak ketetapan-Nya, dan tiada yang menanyakan apa yang diperbuat-Nya, sedangkan mereka­lah yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh-Nya. Dia menguji hamba-hamba-Nya dan ketaatan mereka kepada rasul-rasul-Nya me­lalui hukum nasakh.

Untuk itu, Dia memerintahkan sesuatu karena di dalamnya ter­kandung kemaslahatan yang hanya Dia sendirilah yang mengetahui­nya, kemudian Dia melarangnya karena suatu penyebab yang hanya Dia sendirilah yang mengetahuinya.

Taat yang sesungguhnya ialah mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya, mengikuti rasul-rasul-Nya dalam membenarkan apa yang diberitakan oleh mereka, dan menger­jakan apa yang diperintahkan mereka serta menjauhi apa yang dila­rang oleh mereka.

Di dalam ayat ini terkandung makna bantahan yang keras dan penjelasan yang terang kepada kekufuran orang-orang Yahudi dan ke­palsuan keraguan mereka yang menduga bahwa nasakh merupakan hal yang mustahil, baik menurut rasio mereka maupun menurut apa yang didugakan oleh sebagian dari kalangan mereka yang bodoh lagi ingkar, atau menurut dalil nagli seperti yang dibuat-buat oleh se­bagian yang lain dari kalangan mereka untuk mendustakannya. [ SELESAI KUTIPAN DARI TAFSIR IBNU KATSIR]

“Nasikh dan mansukh” adalah penghapusan hukum syar'i melalui dalil syar'i. Oleh karena itu, nasikh dan mansukh tidak dapat dilakukan melalui akal atau ijtihad.

Bidang penerapan nasikh hanya mencakup perintah dan larangan syar'i semata, sedangkan aqidah, akhlak, pokok-pokok ibadah, dan berita-berita yang jelas yang tidak mengandung makna perintah atau larangan, maka tidak dapat terkena nasikh dalam keadaan apapun.

Memahami nasikh dan mansukh memiliki peranan penting di kalangan para ulama. Dengan memahami keduanya, dapat diketahui hukum-hukum yang masih berlaku serta hukum-hukum yang telah dihapus. Para ulama telah menetapkan beberapa metode untuk mengetahui nasikh dan mansukh, di antaranya adalah melalui penukilan yang jelas dari Rasulullah atau dari sahabat.

Metode lain dalam menentukan nasikh juga melalui ijma' (kesepakatan) umat, serta dengan mengetahui kronologi dari hukum yang lebih awal dan yang lebih belakangan.

Penting untuk dicatat bahwa nasikh tidak dapat ditetapkan melalui ijtihad semata, atau sekadar dengan adanya pertentangan yang tampak di antara dalil-dalil. Semua hal ini dan yang serupa dengannya tidak cukup untuk menetapkan adanya nasikh.

****

CONTOH-CONTOH SYARIAT YANG SUDAH DI MANSUKH
[SUDAH DIHAPUS & TIDAK BERLAKU] :

====

SYARIAT UMAT TERDAHULU SUDAH TIDAK SHALIH LAGI (TIDAK BERLAKU):

Shahabat yang mulia bernama Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu menuturkan:

أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رضي الله عنه أَتَى النَّبِيَّ ﷺ بِكِتَابٍ أَصَابَهُ مِنْ بَعْضِ أهل الْكُتُبِ. فَقَرَأَهُ النَّبِيُ ﷺ فَغَضِبَ فَقَالَ: (( أَمُتَهَوِّكُوْنَ فِيْهَا، يَا ابْنَ الْخَطَّابِ؟ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ جِئْتُكُمِ بِهَا بَيْضَاءَ نَقِيَّةً، لاَ تَسْأَلُوْهُمْ عَنْ شَيْءٍ فَيُخْبِرُوْكُمْ بِحَقٍّ فَتُكَذِّبُوْا بِهِ أَوْ بِبَاطِلٍ فَتُصَدِّقُوْا بِهِ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ مُوْسَى عليه السلام  كَانَ حَيًّا مَا وَسِعَهُ إِلاَّ أَنْ يَتَّبِعَنِي )).

“Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu datang kepada Nabi dengan membawa sebuah kitab yang diperoleh dari sebagian ahlul kitab. Nabi pun membaca lalu beliau marah seraya bersabda:

“Apakah engkau termasuk orang yang bingung wahai Ibnul Khaththab? Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya sungguh aku telah datang kepada kalian dengan membawa agama yang putih bersih. Janganlah kalian menanyakan sesuatu kepada mereka (ahli kitab) maka kemudian mereka mengabarkan al-haq kepada kalian namun kalian mendustakan al-haq tersebut. Atau mereka mengabarkan satu kebatilan lalu kalian membenarkan kebatilan tersebut. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya seandai Musa ‘alaihis salam masih hidup niscaya tidak ada pilihan baginya kecuali dengan mengikuti aku.

Hadits ini diriwayatkan Al-Imam Ahmad dlm Musnad- 3/387 dan Ad-Darimi dlm muqaddimah kitab Sunan- no. 436. Demikian pula Ibnu Abi ‘Ashim Asy-Syaibani dlm kitab As-Sunnah no. 50. Hadits ini dihasankan oleh imam ahlul hadits di jaman ini Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah dalam Dzilalul Jannah fi Takhrij As-Sunnah dan Irwa`ul Ghalil no. 1589. Begitu juga menurut Abdur Rahman Abdul Khaliq berderajat Hasan, karena punya banyak jalan menurut Al-Lalkai dan Al-Harwi dan lainnya).

Dalam riwayat Ad-Darimi hadits di atas datang dengan lafadz:

أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رضي الله عنه أَتَى رَسُوْلَ اللهَ ﷺ بِنُسْخَةٍ مِنَ التَّوْرَاةِ، فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ هذِهِ نُسْخَةٌ مِنَ التَّوْرَاةِ. فَسَكَتَ، فَجَعَلَ يَقْرَأُ وَوَجْهُ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ يَتَغَيَّرُ. فَقَالَ أَبُوْ بَكْرٍ: ثَكِلَتْكَ الثَّوَاكِلُ ، مَا تَرى مَا بِوَجْهِ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ. فَنَظَرَ عُمَرُ إِلَى وَجْهِ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ فَقَالَ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ غَضَبِ اللهِ وَغَضَبِ رَسُوْلِهِ ﷺ، رَضِيْنَا بِاللهِ رَبًّا وَبِاْلإِسْلاَمِ دِيْنًا وَبِحُمَّدٍ نَبِيًّا. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ:

(( وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْ بَدَالَكُم مُوْسَى فَاتَّبَعْتُمُوْهُ وَتَرَكْتُمُوْنِي، لَضَلَلْتُمْ عَنْ سَوَاءِ السَّبِيْلِ، وَلَو كَانَ حَيًّا وَأَدْرَكَ نُبُوَّتِي لاَتَّبَعَنِيْ )).

‘Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu datang kepada Rasulullah dengan membawa salinan dari kitab Taurat.

Ia berkata: “Ya Rasulullah ini salinan dari kitab Taurat.”

Rasulullah diam lalu mulailah ‘Umar membaca dlm keadaan wajah beliau berubah. Melihat hal itu Abu Bakar berkata kepada ‘Umar: “Betapa ibumu kehilangan kamu tidakkah engkau melihat perubahan pada wajah Rasulullah ?”

Umar melihat wajah Rasulullah maka ia berkata: “Aku berlindung kepada Allah dari kemurkaan Allah dan Rasul-Nya. Kami ridha Allah sebagai Rabb kami Islam sebagai agama kami dan Muhammad sebagai Nabi kami.”

Rasulullah berkata: “Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya seandai Musa ‘alaihis salam muncul kepada kalian kemudian kalian mengikuti dan meninggalkan aku sungguh kalian telah sesat dari jalan yang lurus. Seandai Musa masih hidup dan ia menemui masa kenabianku niscaya ia akan mengikutiku.”

PERTANYAAN :

Jika syari’at Nabi Musa saja yang datang dari Allah berupa kita Taurat , itu tidak boleh diamalkan karena sudah tidak berlaku alias telah di mansukh, lalu bagaimana dengan syariat- syariat lainnya? Seperti syariat Hindu, Budh, Animisme, Dinamisme, Kejawen, Sunda Wiwitan, Yoga dan Kebatinan ????

====

CONTOH SEBAGIAN SYARI’AT ISLAM YANG TELAH DIMANSUKH (DI HAPUS)

Ada beberapa syariat Islam yang pernah Allah syariatkan, namun beberapa tahun kemudian Allah SWT menghapusnya dan menggantinya dengan syariat yang lain yang lebih baik atau yang semisal. Maka syariat yang telah dihapus, tidak boleh lagi untuk di amalkan, karena sudah tidak berlaku lagi.

Syariat yang telah di mansukh meski sama-sama datang dari Allah SWT, jika diamalkan oleh hamba-Nya, maka Allah akan murka kepada pelaku-nya, karena dianggap sebagai bentuk pembangkangan, ketidakpatuhan dan kemaksiatan.

Jika saja syariat yang dimansukh tidak boleh diamalkan, meskipun sama-sama wahyu dari Allah, syariat-syariat atau amalan-amalan produk sebagian para kyai ahli hikmah dengan cara ijazah dan bayar mahar. Karena pada hakikatnya adalah sebagai bentuk kepatuhan, ketaatan dan penyembahan kepada sang pemberi ijazah dan manusia pencipta syariat, meski bacaanya berkemaskan atau bertalbis ayat-ayat suci al-Qur’an dan shalawat.

----

CONTOH KE 1 :

Perubahan arah Kiblat Shalat. Yaitu Qiblat ke arah Baitul Maqdis, di ganti dengan arah ke Ka'bah. Dulu ketika Nabi masih di Makkah sebelum Hijrah ke Madinah selama 13 tahun lamanya qiblat shalatnya menghadap ke Baitul Maqdis. Bagitu pula setelah hijrah dan tinggal Madinah selama 16 bulan atau 17 bulan lamanya, shalatnya masih tetap menghadap ke arah Baitula Maqdis . Namun setelah itu Allah SWT menggantikan arah qiblat tersebut dengan Ka'bah di Makkah.

Allah SWT berfirman :

قَدْ نَرٰى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى السَّمَاۤءِۚ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضٰىهَا ۖ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۗ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَهٗ ۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ لَيَعْلَمُوْنَ اَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّهِمْ ۗ وَمَا اللّٰهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُوْنَ

Kami melihat wajahmu (Muhammad) sering menengadah ke langit, maka akan Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau senangi. Maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja engkau berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu. Dan sesungguhnya orang-orang yang diberi Kitab (Taurat dan Injil) tahu, bahwa (pemindahan kiblat) itu adalah kebenaran dari Tuhan mereka. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan. [QS. Al-Baqarah : 144].

Setelah turun ayat ini , maka sudah tidak boleh lagi shalat menghadap Baitul Maqdis ; karena sudah di mansukh alias sudah tidak berlaku atau sudah tidak sholeh lagi .

Dalam hadits Al Barro` bin 'Azib di cerikatakan :

كانَ أوَّلَ ما قَدِمَ المَدِينَةَ نَزَلَ علَى أجْدَادِهِ، أوْ قالَ أخْوَالِهِ مِنَ الأنْصَارِ، وأنَّهُ صَلَّى قِبَلَ بَيْتِ المَقْدِسِ سِتَّةَ عَشَرَ شَهْرًا، أوْ سَبْعَةَ عَشَرَ شَهْرًا، وكانَ يُعْجِبُهُ أنْ تَكُونَ قِبْلَتُهُ قِبَلَ البَيْتِ، وأنَّهُ صَلَّى أوَّلَ صَلَاةٍ صَلَّاهَا صَلَاةَ العَصْرِ، وصَلَّى معهُ قَوْمٌ فَخَرَجَ رَجُلٌ مِمَّنْ صَلَّى معهُ، فَمَرَّ علَى أهْلِ مَسْجِدٍ وهُمْ رَاكِعُونَ، فَقالَ: أشْهَدُ باللَّهِ لقَدْ صَلَّيْتُ مع رَسولِ اللَّهِ ﷺ قِبَلَ مَكَّةَ، فَدَارُوا كما هُمْ قِبَلَ البَيْتِ، وكَانَتِ اليَهُودُ قدْ أعْجَبَهُمْ إذْ كانَ يُصَلِّي قِبَلَ بَيْتِ المَقْدِسِ، وأَهْلُ الكِتَابِ، فَلَمَّا ولَّى وجْهَهُ قِبَلَ البَيْتِ، أنْكَرُوا ذلكَ.

قَالَ زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا أَبُو إِسْحَاقَ عَنْ الْبَرَاءِ فِي حَدِيثِهِ هَذَا أَنَّهُ مَاتَ عَلَى الْقِبْلَةِ قَبْلَ أَنْ تُحَوَّلَ رِجَالٌ وَقُتِلُوا فَلَمْ نَدْرِ مَا نَقُولُ فِيهِمْ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى ﴿ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ ﴾

Bahwa Nabi saat pertama kali datang di Madinah, singgah pada kakek-kakeknya ('Azib) atau paman-pamannya dari Kaum Anshar.

Dan saat itu Beliau shalat menghadap Baitul Maqdis selama enam belas bulan atau tujuh belas bulan, namun Beliau [ senantiasa berharap] dan merasa sangat senang sekali jika shalatnya menghadap Baitullah (Ka'bah).

Shalat yang dilakukan Beliau pertama kali (menghadap Ka'bah) itu adalah shalat 'ashar dan orang-orang juga ikut shalat bersama Beliau .

Pada suatu hari ada seorang sahabat yang ikut shalat bersama Nabi pergi melewati orang-orang di Masjid lain saat mereka sedang ruku', maka dia berkata:

"Aku bersaksi kepada Allah bahwa aku ikut shalat bersama Rasulullah menghadap Makkah".

Maka orang-orang yang sedang (ruku') tersebut berputar menghadap Baitullah .

Dan orang-orang Yahudi dan Ahlul Kitab menjadi heran, sebab sebelumnya Nabi shalat menghadap Baitul Maqdis. Ketika mereka melihat Nabi menghadapkan wajahnya ke Baitullah ; maka mereka mengingkari hal ini.

Berkata Zuhair Telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq dari Al Barro`:

"Dalam haditsnya ini menerangkan tentang (hukum) seseorang yang meninggal dunia pada saat arah qiblat belum dialihkan dan juga banyak orang-orang yang terbunuh pada masa itu?, kami tidak tahu apa yang harus kami sikapi tentang mereka hingga akhirnya Allah Ta'ala menurunkan firman-Nya:

﴿وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ﴾

"Dan Allah tidaklah akan menyia-nyiakan iman kalian". (QS. Al Baqoroh: 143). [HR. Bukhori no. 39].

----

CONTOH KE 2 :

Rasulullah bersabda:

كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ أَلَا فَزُورُوهَا، فَإِنَّهَا تُرِقُّ الْقَلْبَ، وَتُدْمِعُ الْعَيْنَ، وَتُذَكِّرُ الْآخِرَةَ، وَلَا تَقُولُوا هُجْرًا

"Dulu aku melarang kalian menziarahi kubur, maka sekarang ziarahilah kubur tersebut, karena ia dapat melembutkan hati, membuat mata menangis, dan mengingatkan pada akhirat. Dan janganlah kalian mengucapkan kata-kata yang tidak pantas."

(HR. Muslim no. 977, Ahmad no. 23005, Abu Daud no. 3235, Ibnu Majah no. 1571, Abu Ya’la no. 3707 dan al-Hakim no. 1393 ).

----

CONTOH KE 3 :

Nasikh dan mansukh Firman Allah Ta'ala:

﴿وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا ﴾

*"Dan orang-orang di antara kalian yang meninggal dunia dan meninggalkan istri-istri, hendaklah para istri tersebut menunggu (masa iddah) selama empat bulan sepuluh hari,"* (QS. Al-Baqarah: 234).

Ayat ini menasakh (menghapus hukum) firman Allah Ta'ala:

﴿وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا وَصِيَّةً لِّأَزْوَاجِهِم مَّتَاعًا إِلَى الْحَوْلِ غَيْرَ إِخْرَاجٍ ۚ فَإِنْ خَرَجْنَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِي مَا فَعَلْنَ فِي أَنفُسِهِنَّ مِن مَّعْرُوفٍ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ﴾

Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya) "*. (QS. Al-Baqarah: 240).

-----

CONTOH KE 4 :

Penghapusan ayat tentang sepuluh kali susuan yang menyebabkan mahram.

Ayat ini dinasakh dari segi tilawah (bacaan) dan hukum melalui sunnah. Muslim dalam Shahih-nya dan lainnya meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu 'anha yang berkata:

"كان فِيمَا أُنْزِلُ من القرآن: (عَشْرُ رَضَعَاتٍ مَعْلُومَاتٍ يُحَرِّمْنَ)، ثم نُسِخْنَ بِخَمْسٍ مَعْلُومَاتٍ، فَتُوُفِّيَ رَسُولُ الله ﷺ ، وهُنَّ فِيمَا يُقْرَأُ من القرآن"

"Di antara ayat Al-Qur`ān yang pernah diturunkan adalah 'Sepuluh kali penyusuan tertentu akan menetapkan hubungan mahram.' Kemudian dinasakh dengan lima kali penyusuan tertentu. Lalu Rasulullah meninggal dunia sementara ayat ini masih dibaca." []HR. Muslim no. 1452].

-----

CONTOH KE 5 :

TAHAPAN TASYRI’ IBADAH SHALAT FARDHU DAN TAHAPAN TASYRI’ PUASA :

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abun Nadr, telah menceritakan kepada kami Al-Mas'udi, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Murrah, dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila, dari Mu'az ibnu Jabal radhiyallahu ‘anhu yang menceritakan :

أُحِيلَتِ الصَّلَاةُ ثَلَاثَةَ أَحْوَالٍ، وَأُحِيلَ الصِّيَامُ ثَلَاثَةَ أَحْوَالٍ؛ فَأَمَّا أَحْوَالُ الصَّلَاةِ فَإِنَّ النَّبِيَّ  ﷺ قَدِمَ الْمَدِينَةَ، وَهُوَ يُصَلِّي سَبْعَةَ عَشَرَ شَهْرًا إِلَى بَيْتِ الْمَقْدِسِ، ثُمَّ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ أَنْزَلَ عَلَيْهِ: ﴿قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا﴾ [الْبَقَرَةِ: 144] فوجهَهُ اللهُ إِلَى مَكَّةَ. هَذَا حَوْلٌ. قَالَ: وَكَانُوا يَجْتَمِعُونَ لِلصَّلَاةِ ويُؤْذِنُ بِهَا بَعْضُهُمْ بَعْضًا حَتَّى نَقَسُوا أَوْ كَادُوا يَنْقُسُون. ثُمَّ إِنَّ رَجُلًا مِنَ الْأَنْصَارِ، يُقَالُ لَهُ: عَبْدُ اللَّهِ بْنُ زَيْدٍ، أَتَى رَسُولَ اللَّهِ  ﷺ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي رَأَيْتُ فِيمَا يَرَى النَّائِمُ -وَلَوْ قلتُ: إِنِّي لَمْ أَكُنْ نَائِمًا لصدقتُ -أَنِّي بَيْنَا أَنَا بَيْنَ النَّائِمِ وَالْيَقْظَانِ إذْ رَأَيْتُ شَخْصًا عَلَيْهِ ثَوْبَانِ أَخْضَرَانِ، فَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ، فَقَالَ: اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ -مَثْنَى حَتَّى فَرَغَ مِنَ الْأَذَانِ، ثُمَّ أَمْهَلَ سَاعَةً، ثُمَّ قَالَ مِثْلَ الذِي قَالَ، غَيْرَ أَنَّهُ يَزِيدُ فِي ذَلِكَ: قَدْ قَامَتِ الصَّلَاةُ -مَرَّتَيْنِ -قَالَ رَسُولُ اللَّهِ  ﷺ: "عَلِّمْهَا بِلَالًا فَلْيؤذن بِهَا". فَكَانَ بِلُالٌ أَوَّلَ مَنْ أَذَّنَ بِهَا. قَالَ: وَجَاءَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، [إِنَّهُ] قَدْ طَافَ بِي مِثْلَ الذِي طَافَ بِهِ، غَيْرَ أَنَّهُ سَبَقَنِي، فَهَذَانِ حَالَانِ. قَالَ: وَكَانُوا يَأْتُونَ الصَّلَاةَ -قَدْ سَبَقَهُمُ النَّبيّ  ﷺ بِبَعْضِهَا، فَكَانَ الرَّجُلُ يُشِيرُ إِلَى الرَّجُلِ إِذًا كَمْ صَلَّى، فَيَقُولُ: وَاحِدَةٌ أَوِ اثْنَتَيْنِ، فَيُصَلِّيهِمَا، ثُمَّ يَدْخُلُ مَعَ الْقَوْمِ فِي صَلَاتِهِمْ. قَالَ: فَجَاءَ مُعَاذٌ فَقَالَ: لَا أَجِدُهُ عَلَى حَالٍ أَبَدًا إِلَّا كنتُ عَلَيْهَا، ثُمَّ قضيتُ مَا سَبَقَنِي. قَالَ: فَجَاءَ وَقَدْ سَبَقه النَّبِيُّ  ﷺ بِبَعْضِهَا، قَالَ: فثَبَتَ مَعَهُ، فَلَمَّا قَضَى رَسُولُ اللَّهِ  ﷺ قَامَ فَقَضَى، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ  ﷺ: "إِنَّهُ قَد سَنَّ لَكُمْ مُعَاذ، فَهَكَذَا فَاصْنَعُوا". فَهَذِهِ ثَلَاثَةُ أَحْوَالٍ

وَأَمَّا أَحْوَالُ الصِّيَامِ فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ  ﷺ قَدِمَ الْمَدِينَةَ، فَجَعَلَ يصومُ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ، وَصَامَ عَاشُورَاءَ، ثُمَّ إِنَّ اللَّهَ فَرَضَ عَلَيْهِ الصِّيَامَ، وَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ﴾ . إِلَى قَوْلِهِ: ﴿وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ﴾ فَكَانَ مَنْ شَاءَ صَامَ، وَمَنْ شَاءَ أَطْعَمَ مِسْكِينًا، فَأَجْزَأَ ذَلِكَ عَنْهُ. ثُمَّ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ أَنْزَلَ الْآيَةَ الْأُخْرَى: ﴿شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزلَ فِيهِ الْقُرْآنُ﴾ إِلَى قَوْلِهِ: ﴿فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ﴾ فَأَثْبَتَ اللهُ صيامَه عَلَى الْمُقِيمِ الصَّحِيحِ ورخَّصَ فِيهِ لِلْمَرِيضِ وَالْمُسَافِرِ، وَثَبَتَ الإطعامُ لِلْكَبِيرِ الذِي لَا يَسْتَطِيعُ الصِّيَامَ، فَهَذَانَ حَالَانِ. قَالَ: وَكَانُوا يَأْكُلُونَ وَيَشْرَبُونَ وَيَأْتُونَ النِّسَاءَ مَا لَمْ يَنَامُوا، فَإِذَا نَامُوا امْتَنَعُوا، ثُمَّ إِنَّ رَجُلًا مِنَ الْأَنْصَارِ يُقَالُ لَهُ: صِرْمَةُ، كَانَ يَعْمَلُ صَائِمًا حَتَّى أَمْسَى، فَجَاءَ إِلَى أَهْلِهِ فَصَلَّى الْعِشَاءَ، ثُمَّ نَامَ فَلَمْ يَأْكُلْ وَلَمْ يَشْرَبْ، حَتَّى أَصْبَحَ فَأَصْبَحَ صَائِمًا، فَرَآهُ رَسُولُ اللَّهِ  ﷺ وَقَدْ جَهِدَ جَهْدًا شَدِيدًا، فَقَالَ: مَا لِي أَرَاكَ قَدْ جَهِدْت جَهْدًا شَدِيدًا؟ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي عَمِلْتُ أَمْسِ فجئتُ حِينَ جئتُ فألقيتُ نَفْسِي فَنِمْتُ فَأَصْبَحْتُ حِينَ أَصْبَحْتُ صَائِمًا. قَالَ: وَكَانَ عُمَرُ قَدْ أَصَابَ مِنَ النِّسَاءِ بَعْدَ مَا نَامَ، فَأَتَى النَّبِيَّ  ﷺ فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: ﴿أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ﴾ إِلَى قَوْلِهِ: ﴿ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ﴾

Bahwa ibadah sholat difardukan melalui tiga tahapan, dan ibadah puasa difardukan melalui tiga tahapan pula.

TAHAPAN SHALAT :

Adapun mengenai tahapan-tahapan ibadah sholat ialah ketika Nabi tiba di Madinah, maka beliau sholat dengan menghadap ke arah Baitul Maqdis selama tujuh belas bulan. Kemudian Allah Swt. menurunkan kepadanya ayat berikut, yaitu firman-Nya: 

Sungguh Kami (sering) melihat wajahmu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. (Al-Baqarah: 144), hingga akhir ayat. Maka Allah Swt. memalingkannya ke arah Mekah; hal ini merupakan tahapan pertama.

Mu'az ibnu Jabal radhiyallahu ‘anhu melanjutkan kisahnya :

Bahwa pada mulanya mereka berkumpul menunaikan sholat dengan cara sebagian dari mereka mengundang sebagian lainnya hingga akhirnya mereka membuat kentong atau hampir saja mereka membuat kentong untuk tujuan tersebut. Kemudian ada seorang lelaki dari kalangan Ansar —yang dikenal dengan nama Abdullah ibnu Zaid ibnu Abdu Rabbih— datang kepada Rasulullah Lelaki itu berkata :

"Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku melihat dalam mimpiku suatu peristiwa yang jika aku tidak tidur, niscaya aku percaya kepada apa yang kulihat itu. Sesungguhnya ketika aku dalam keadaan antara tidur dan terjaga, tiba-tiba aku melihat seseorang yang memakai baju rangkap yang kedua-duanya berwarna hijau. Lelaki itu menghadap ke arah kiblat, lalu mengucapkan : 

'Allahu Akbar, Allahu Akbar (Allah Mahabesar, Allah Mahabesar), asyhadu alia ilaha illallah (aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah).'

Ia membacanya dua kali-dua kali hingga selesai azannya. Kemudian berhenti sesaat. Setelah itu ia mengucapkan hal yang sama, hanya kali ini dia menambahkan kalimat qad qamatis salah (sesungguhnya sholat akan didirikan) sebanyak dua kali."

Maka Rasulullah bersabda: Ajarkanlah itu kepada Bilal, maka Bilal menyerukan azan dengan kalimat ini. Maka Bilal adalah orang yang mula-mula menyerukan azan dengan kalimat ini.

Mu'az ibnu Jabar radhiyallahu ‘anhu melanjutkan kisahnya :

Bahwa lalu datanglah Umar ibnul Khattab radhiyallahu ‘anhu dan mengatakan, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku pun pernah bermimpi melihat seperti apa yang dilihatnya, hanya dia lebih dahulu dariku."

Hal yang telah kami sebutkan di atas merupakan dua tahapan, yaitu tahapan pertama dan kedua.

Mu'az ibnu Jabal radhiyallahu ‘anhu melanjutkan kisahnya :

Bahwa pada mulanya para sahabat sering datang terlambat di tempat sholat; mereka datang ketika Nabi telah menyelesaikan sebagian dari sholatnya. Maka seorang lelaki dari mereka bertanya kepada salah seorang yang sedang sholat melalui isyarat yang maksudnya ialah berapa rakaat sholat yang telah dikerjakan. Lelaki yang ditanya menjawabnya dengan isyarat satu atau dua rakaat. Lalu dia mengerjakan sholat yang tertinggal itu sendirian, setelah itu ia baru masuk ke dalam jamaah, menggabungkan diri bermakmum kepada Nabi .

Perawi mengatakan :

Lalu datanglah Mu'az dan berkata, "Tidak sekali-kali ada suatu tahapan yang baru yang dialami oleh Nabi melainkan aku terlibat di dalamnya."

Pada suatu hari ia datang, sedangkan Nabi telah mendahuluinya dengan sebagian sholatnya. Maka Mu'az langsung ikut bermakmum kepada Nabi . Setelah Nabi menyelesaikan sholatnya, bangkitlah Mu'az melanjutkan sholatnya yang ketinggalan.

Maka Rasulullah bersabda: Sesungguhnya Mu'az telah membuat suatu peraturan bagi kalian, maka tirulah oleh kalian perbuatannya itu (yakni langsung masuk ke dalam berjamaah; apabila imam selesai dari sholatnya, baru ia menyelesaikan rakaat yang tertinggal sendirian).

Hal yang ketiga ini merupakan tahapan terakhir dari sholat.

TAHAPAN PUASA :

Adapun tahapan-tahapan yang dilalui ibadah puasa, maka adalah : ketika Rasulullah tiba di Madinah, beliau puasa tiga hari setiap bulannya, juga puasa 'Asyura. Kemudian Allah mewajibkan puasa atasnya melalui firman-Nya: 

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa —sampai dengan firman-Nya— Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. (Al-Baqarah: 183-184)

Pada mulanya bagi orang yang menghendaki puasa, maka ia boleh puasa. Dan bagi orang yang tidak ingin puasa, maka ia harus memberi makan seorang miskin sebagai ganti dari puasanya.

Kemudian Allah Swt. menurunkan ayat lain, yaitu firman-Nya:

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur'an —sampai dengan firman-Nya— Karena itu, barang siapa di antara kalian hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. (Al-Baqarah: 185)

Maka Allah menetapkan kewajiban puasa atas orang mukim yang sehat, dan memberikan keringanan kepada orang yang sakit dan orang yang sedang bepergian, serta ditetapkan memberi makan orang miskin bagi lansia yang tidak kuat lagi melakukan puasa.

Demikianlah dua tahapan yang dialami oleh puasa.

Pada mulanya mereka masih boleh makan, minum, dan mendatangi istri selagi mereka belum tidur; tetapi apabila telah tidur, mereka dilarang melakukan hal tersebut.

Kemudian ada seorang lelaki dari kalangan Ansar yang dikenal dengan nama Shirmah. Dia bekerja di siang harinya sambil puasa hingga petang hari, lalu ia pulang ke rumah dan sholat Isya, kemudian ketiduran dan belum sempat lagi makan dan minum karena terlalu lelah hingga keesokan harinya.

Keesokan harinya ia melanjutkan puasa-nya, maka Rasulullah melihat dirinya dalam keadaan sangat kepayahan, lalu beliau Bertanya :

"Kulihat dirimu tampak sangat payah dan letih."

Shirmah menjawab, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kemarin aku bekerja, setelah datang ke rumah aku langsung merebahkan diri karena sangat lelah, tetapi aku ketiduran hingga pagi hari dan aku terus dalam keadaan puasa."

Disebutkan pula bahwa Umar telah menggauli istrinya sesudah tidur, lalu ia datang kepada Nabi dan menceritakan apa yang telah dialaminya itu. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: 

Dihalalkan bagi kalian pada malam hari puasa bercampur dengan istri-istri kalian —sampai dengan firman-Nya— kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam hari. (Al-Baqarah: 187). [Terjemahan Hadits Selesai]

TAKHRIJ HADITS :

Hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad no. 22123 dan al-Hakim 2/274 melalui jalur Abu al-Nadhr saja dengan sanad ini.

Diriwayatkan pula oleh Abu Dawud (507), Ibnu Khuzaimah (381), dan al-Syasyi (1362) dan (1363) melalui jalur Yazid bin Harun saja, dengan sanad yang sama.

Diriwayatkan juga oleh al-Tayalisi (566), Abu Dawud (507), al-Thabari 2/4, 131, dan 132–133, al-Thahawi dalam *Syarh Musykil al-Atsar* (478), al-Thabarani 20/(270), dan al-Baihaqi 1/391, 420–421, 2/296, dan 4/200 melalui berbagai jalur dari al-Mas‘udi dengan sanad yang sama. Dan semuanya meriwayatkan darinya setelah ia mengalami ikhtilath (kacau hafalan).

Syu’aib al-Arna’uth dan para pentahqiq al-Musnad 36/439 berkata :

رِجَالُهُ ثِقَاتٌ رِجَالُ الشَّيْخَيْنِ غَيْرَ الْمَسْعُودِيِّ - وَهُوَ عَبْدُ الرَّحْمٰنِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ - فَقَدْ رَوَى لَهُ الْبُخَارِيُّ اسْتِشْهَادًا وَأَصْحَابُ السُّنَنِ، وَكَانَ قَدِ اخْتَلَطَ، وَرِوَايَةُ أَبِي النَّضْرِ - وَهُوَ هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ - وَيَزِيدُ بْنُ هَارُونَ بَعْدَ الِاخْتِلَاطِ، وَابْنُ أَبِي لَيْلَى لَمْ يَسْمَعْ مِنْ مُعَاذٍ، فَهُوَ مُنْقَطِعٌ، وَقَدِ ٱخْتُلِفَ فِيهِ عَلَى ابْنِ أَبِي لَيْلَى.

“Para perawinya adalah perawi-perawi terpercaya yang digunakan oleh dua Syaikh (al-Bukhari dan Muslim), kecuali al-Mas‘udi –yaitu Abdurrahman bin Abdullah bin ‘Utbah– yang diriwayatkan oleh al-Bukhari sebagai penguat dan oleh para penyusun kitab Sunan. Namun, ia mengalami ikhtilath (kekacauan hafalan), dan riwayat Abu al-Nadhr –yaitu Hasyim bin al-Qasim– serta Yazid bin Harun berasal dari setelah ia mengalami ikhtilath. Selain itu, Ibnu Abi Laila tidak mendengar hadis dari Mu‘adz, maka sanadnya terputus (munqathi‘), dan juga terjadi perbedaan pendapat tentang (riwayat) dari Ibnu Abi Laila”.

Syeikh al-Albani berkata :

صَحِيحٌ بِتَرْبِيعِ التَّكْبِيرِ فِي أَوَّلِهِ

Shahih dengan takbir empat kali di awalnya. ["Irwa' al-Ghalil" (4/20–21)]

Hadis ini diketengahkan oleh Imam Abu Daud di dalam kitab Sunan-nya, dan Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya. melalui hadis Al-Mas'udi dengan lafaz yang sama.

Dan hadis ini diketengahkan pula oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim melalui hadis Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha yang mengatakan:

كَانَ عَاشُورَاءُ يُصَامُ، فَلَمَّا نَزَلَ فَرْضُ رَمَضَانَ كَانَ مَنْ شَاءَ صَامَ وَمَنْ شَاءَ أَفْطَرَ

Pada mulanya puasa 'Asyura diwajibkan. Ketika turun wahyu yang mewajibkan puasa bulan Ramadan, maka orang yang ingin puasa 'Asyura boleh melakukannya; dan orang yang ingin berbuka, boleh tidak puasa 'Asyura.

[Shahih al-Bukhari no. (4502) dan Shahih Muslim no. (1125)]

Imam Bukhari sendiri meriwayatkannya pula melalui Ibnu Umar (4501) dan Ibnu Mas'ud (4503) dengan lafaz yang semisal”.

****

DALIL SYARAT KE EMPAT :
Aqidah pelaku ibadahnya adalah ahli tauhid, yakni betul-betul mengesakan Allah . Tidak terikat dengan keyakinan syirik dan tidak terlibat melakukan ritual kesyirikan.

Allah SWT menyatakan dalam firman-Nya bahwa siapa pun orangnya yang masih ada dalam dirinya terdapat keyakinan syirik atau masih melakukan ritual kesyirikan ; maka semua amal ibadahnya akan tertolak dan sia-sia, serta orang tersebut kelak akan kekal dalam api neraka, meskipun orang tersebut rajin beribadah kepada Allah, meskipun dia banyak membangun masjid-masjid Allah, bahkan meskipun dia membangun masjidil Haram Makkah dan senantiasa tiap tahun memberi makan dan minum seluruh jemaah haji di Makkah .

Allah SWT berfirman :

﴿مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِينَ أَنْ يَعْمُرُوا مَسَاجِدَ اللَّهِ شَاهِدِينَ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ بِالْكُفْرِ ۚ أُولَٰئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ وَفِي النَّارِ هُمْ خَالِدُونَ

Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu membangun dan memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka. [ QS. Taubah : 17 ]

Dan Allah SWT berfirman :

﴿اَجَعَلْتُمْ سِقَايَةَ الْحَاۤجِّ وَعِمَارَةَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ كَمَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗ لَا يَسْتَوٗنَ عِنْدَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۘ

Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidil-haram, kalian samakan dengan orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah. Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang zalim. [ QS. At-Taubah : 19 ]

Allah SWT berfirman :

﴿لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ ۖ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ ۖ إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ﴾

Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu".

Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. [QS. Al-Maidah: 72]

Allah SWT berfirman :

﴿حُنَفَاءَ لِلَّهِ غَيْرَ مُشْرِكِينَ بِهِ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيحُ فِي مَكَانٍ سَحِيقٍ﴾

“Dengan ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh. [QS. Al-Hajj: 31]

Sekali lagi, penulis tegaskan : bahwa dosa syirik akan membuat semua amalan nya tertolak , meskipan rajin sholat , puasa , sedekah , bahakn meskipun membangun 1000 masjid atau membangun mesjid al-Haram Makkah . Pelakunya akan kekal dalam api neraka dan tidak ada harapan masuk surga .

Allah SWT berfirman :

﴿إِنَّ اللهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا﴾

Artinya ” Sesungguhnya Allah tidak mengampuni (dosa) karena mempersekutukkan Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsipa yang mempersekutukkan Allah, maka sungguh , dia telah berbuat dosa yang besar.” ( Qs. An – Nisa : 48 )

Jangan terkecoh dengan istilah , seperti sedekah laut , tawasulan atau istighotsah , tapi lihat subtansinya dan realitanya.

Syirik itu ada yang jelas mudah terdeteksi dan ada pula yang samar bahkan sangat samar susah dideteksi karena begitu halusnya, seperti yang digambarkan oleh Rasulullah ﷺ:

"الشِّرْكُ فِي هَذِهِ الْأُمَّةِ أَخْفَى مِنْ دَبِيْبِ النَّمْلةِ السَّوْدَاءِ عَلى صَفَاةٍ سَوْدَاءِ فِي ظُلْمَةِ اللَّيْلِ".

“Syirik yang menjangkiti umat ini lebih tersembunyi daripada seekor semut hitam yang merayap pada bebatuan hitam di tengah gelapnya malam.” 

(Riwayat Ahmad dalam Musnad-nya 4/303, al-Bukhari dalam Al-Adab al-Mufrad hal. 242, dan tercantum dalam Majma’ al-Zawaid 10/ 223 & 224).

Oleh sebab itu, para jin dan syeithan senantiasa berkerumun di hadapan orang yang sedang beribadah, demi untuk mengganngu kekusyu’an dalam ibadah serta merusak keikhlasan ibadah kepada Allah. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT:

﴿وَأَنَّهُ لَمَّا قَامَ عَبْدُ اللَّهِ يَدْعُوهُ كَادُوا يَكُونُونَ عَلَيْهِ لِبَدًا. قُلْ إِنَّمَا أَدْعُو رَبِّي وَلَا أُشْرِكُ بِهِ أَحَدًا﴾

Dan bahwasanya tatkala hamba Allah berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadat), hampir saja jin-jin itu desak mendesak mengerumuninya.

Katakanlah: "Sesungguhnya aku hanya berdoa kepada Tuhanku dan aku tidak mempersekutukan sesuatupun dengan-Nya". [QS. Al-Jinn: 19-20]

Makna “لِبَدًا” :

هُوَ مُتَراكِمِينَ، مُتَزاحِمِينَ، أَوْ مُجْتَمِعِينَ فِي جَمَاعَاتٍ مُتَقَارِبَةٍ

“Yaitu mereka berkerumun, bertumpang tindih, berdesak-desakan, atau berkumpul dalam kelompok-kelompok yang berdekatan”.

====

HADITS-HADITS TENTANG AMALAN SYIRIK :

----

HADITS KE [1]:

Dari Abi waqid al-Laytsy berkata :

" خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ إِلَى حُنَيْنٍ وَنَحْنُ حَدِيثُو عَهْدٍ بِجَاهِلِيَّةٍ، وَقَدْ كَانَتْ لِكَفَارِ قُرَيْشٍ وَمَنْ سَوَاهُمْ مِنَ الْعَرَبِ شَجَرَةٌ عَظِيمَةٌ يُقَالُ لَهَا: ذَاتُ أَنْوَاطٍ يَأْتُونَهَا كُلَّ عَامٍ، فَيُعَلِّقُونَ بِهَا أَسْلِحَتَهُمْ، وَيَرِيحُونَ تَحْتَهَا، وَيَعْكَفُونَ عَلَيْهَا يَوْمًا، فَرَأَيْنَا وَنَحْنُ نَسِيرُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ سِدْرَةً خَضْرَاءَ عَظِيمَةً فَتَنَادَيْنَا مِنْ جَنُبَاتِ الطَّرِيقِ فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ اجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ فَقَالَ: «اللَّهُ أَكْبَرُ قُلْتُمْ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ كَمَا قَالَ قَوْمُ مُوسَى ﴿اجْعَلْ لَنَا إِلَٰهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ﴾ الْآيَةُ لِتَرْكِبُنَّ سُنَنًا مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ».

Kami telah keluar bersama Rosulullah ke Hunain ( untuk berperang ) , sementara kami masih baru lepas dari kejahilayahan ( baru masuk Islam ) .

Dan sungguh saat itu orang-orang kafir Qureisy dan arab lainnya memiliki sebuah pohon raksasa , yang di sebut “ DZATU ANWATH “.

Mereka selalu mengunjunginya setiap tahun , maka mereka menggantungkan senjata-senjata mereka ke pohon tersebut , dan mereka beristirahat di bawahnya sambil beri’tikaf ( nyepi ) kepadanya seharian .

Pada saat kami melintas bersama Rosulullah dan kami melihat pohon SIDROH yang hijau dan besar , maka kami pun saling memanggil sesama yang lain dari sisi-sisi jalan , dan kami berkata : “Ya Rosulullah , bikinkan lah buat kami DZATU ANWATH ! “.

Maka beliau terperanjat seraya berkata : “ Allahu Akbar !! kalian telah mengatakan nya , demi Dzat yang jiwa Muhammad di tangan Nya , persis seperti yang di katakan kaum Musa: ((Jadikanlah untuk kami sesembahan seperti halnya mereka ( orang-orang kafir ) memiliki sesembahan-sesembahan …. )) 

Kemudian beliau bersabda : “ Sungguh kalian benar-benar akan menapaki tilasi jejak-jejak ( sunah-sunah ) umat sebelum kalian “.

(HR. Turmudzi no. 2181 dan Thabroni 3/244 no. 3293 . Imam Thurmudzi berkata : “ Ini hadits Hasan Sahih ).

----

HADITS KE [2] :

Dari Imran bin Husein radhiyallahu 'anhu menuturkan :

أنَّ النَّبِيَّ ﷺ أَبْصَرَ عَلَى عَضُدِ رَجُلٍ حَلْقَةً أُرَاهُ قَالَ مِنْ صُفْرٍ فَقَالَ : « وَيْحَكَ مَا هَذِهِ؟ » قَالَ : مِنَ الوَاهِنَةِ. قَالَ : « أَمَا إِنَّهَا لاَ تَزِيدُكَ إِلاَّ وَهْنًا، انْبِذْهَا عَنْكَ فَإِنَّكَ لَوْ مِتَّ وَهِيَ عَلَيْكَ مَا أَفْلَحْتَ أَبَدًا »

Bahwa Rasulullah melihat seorang laki-laki di lengannya terdapat gelang , saya melihatnya terbuat dari kuningan, kemudian beliau bertanya :

“ Celakalah kamu , Apakah itu ?”, orang laki-laki itu menjawab : “gelang penangkal penyakit”.

Lalu Nabi bersabda : “Ketahuilah sesungguhnya ia tidak akan menambah kecuali kelemahan pada dirimu, maka lepaskan gelang itu, dari mu  . Karena jika kamu mati sedangkan gelang ini masih ada pada tubuhmu maka kamu tidak akan beruntung selama-lamanya ".

( HR. Ahmad 4/445 , Ibnu Majah no. 3531 , al-Hakim no. 7610 dan Ibnu Hibban no. 1410 . Hadits ini di Shahihkan oleh Al-Hakim dan di setujui oleh Adz-Dzahaby .

Akan tetapi di dlaifkan oleh Syeikh Al-Albany di Silsilah ahaadits Dlaifah no. 1029 .

Yang rajih adalah yang di katakana Al-Busyeiry dalam kitabnya az-Zawaid : " Isnadnya hasan , karena orang yang bernama Mubarok ini adalah ibnu Fadlolah ".

[ Baca : ملتقى أهل الحديث – المكتبة الشاملة الحديثة (56/308) ] .

----

HADITS KE [3]

Dari Abu Basyir Al-Anshary radhiyallahu 'anhu :

أَنَّهُ كَانَ مَعَ رَسُولِ اللهِ ﷺ فِي بَعْضِ أَسْفَارِهِ، وَالنَّاسُ فِي مَبِيتِهِمْ ، فَأَرْسَلَ رَسُولُ اللهِ ﷺ رَسُولاً أَنْ لاَ يَبْقَيَنَّ فِي رَقَبَةِ بَعِيرٍ قِلاَدَةٌ مِنْ وَتَرٍ أَوْ قِلاَدَةٌ إِلاَّ قُطِعَتْ .

Sesungguhnya dia pernah bersama Rasulullah dalam salah satu perjalanan beliau, lalu beliau mengutus seorang utusan (untuk memaklumkan):

"Supaya tidak terdapat lagi di leher unta kalung dari tali busur panah atau kalung apapun, kecuali harus diputuskan."

( HR.  Al-Bukhari no. 3005 , Muslim , Al-Libas no. 105 dan Abu Daud no. 2552 ).

-----

HADITS KE [4] :

Imam Ahmad 28/205 , 210 , Abu Daud no. 36 dan An-Nasai no. 5067 meriwayatkan dari Ruwaifi', katanya : " Rasulullah telah bersabda kepadaku :

« يَا رُوَيْفِعُ ، لَعَلَّ الْحَيَاةَ سَتَطُولُ بِكَ فَأَخْبِرْ النَّاسَ أَنَّهُ مَنْ عَقَدَ لِحْيَتَهُ ، أَوْ تَقَلَّدَ وَتَرًا ، أَوْ اسْتَنْجَى بِرَجِيعِ دَابَّةٍ أَوْ عَظْمٍ فَإِنَّ مُحَمَّدًا مِنْهُ بَرِيءٌ »

" Hai Ruwaifi', semoga engkau berumur panjang; untuk itu, sampaikan kepada orang-orang bahwa siapa saja yang menggelung jenggotnya atau memakai kalung dari tali busur panah atau beristinja' dengan kotoran binatang ataupun dengan tulang, maka sesungguhnya Muhammad lepas dari orang itu ".

Haditst ini di Shahihkan oleh Syeikh al-Albany dalam kitab Ta'liq Misykatul Mashobih 1/75 no. 351 .

Istinja': bersuci atau membersihkan diri setelah buang hajat kecil atau besar.

----

HADITS / ATSAR KE [5]

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dalam Tafsirnya 7/208 no. 12040 : Telah bercerita kepada kami Muhammad bin Al-Hussein bin Ibrahim bin Isykaab, telah bercerita kepada kami Yunus bin Muhammad, telah bercerita kepada kami Hammad bin Salamah, dari 'Ashim al-Ahwal dari 'Azrah . Dari Hudzaifah radhiyallahu 'anhu :

 دَخَلَ حُذَيْفَةُ عَلَى مَرِيضٍ فَرَأَى فِي عَضُدِهِ سَيْرًا فَقَطَعَهُ أَوِ انْتَزَعَهُ، ثُمَّ قَالَ: وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلا وَهُمْ مُشْرِكُونَ

Bahwa ia masuk pada seorang laki-laki yang sakit , lalu dia melihat dilengannya ada benang untuk mengobati sakit panas, maka dia putuskan benang itu atau mencopotnya , seraya membaca firman Allah Ta'ala .

) وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلَّا وَهُمْ مُشْرِكُونَ (

" Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah ( dengan sesembahan sesembahan lain )". ( QS. Yusuf, 106).

DERAJAT ATSAR :

" Tampaknya sanad ini terputus, karena Azrah adalah putra Abdur-Rahman bin Zuraarah al-Khuza'i, dan dia dari thobaqat yang tidak berjumpa dengan para sahabat. Dan Azrah inilah yang diketahui hanya Asim Al-Ahwal yang meriwayatkan darinya ".

[ Baca : ملتقى أهل الحديث – المكتبة الشاملة الحديثة (43/361) ] .

----

HADITS KE [6]

Dari Abdullah bin 'Ukaim , bahwa Rosulullah bersabda :

« مَنْ تَعَلّقَ شَيْئاً وُكِلَ إِلَيْهِ" »

" Barangsiapa menggantungkan sesuatu benda ( seperti jimat dengan anggapan bahwa benda itu bermanfaat atau dapat melindungi dirinya ) , niscaya Allah menjadikan dia
selalu bergantung ( bertawakkal ) kepada benda tersebut."

Tingkatan hadits adalah Hasan . ( HR. Ahmad 4/130 , 311 , Turmudzi no. 2072 , Hakim 4/216 , Abdurrazaq 11/17 no. 1972 dari Hasan Bashry secara mursal . Akan tetapi hadits ini di hasankan oleh Syeikh Al-Bany dalam Shahih Turmudzi no. 1691 .

Dan Syeikh Al-Banna dalam kitab Al-Fathur Rabbany 17/188 berkata : " Hadits ini derajatnya tidak kurang dari hasan , apalagi banyak saksi-saksi yang menguatkannya . Wallohu a'lam " ).

-----

HADITS KE [7]

Dari 'Uqbah bin 'Amir radhiyallahu 'anhu bahwa Rosulullah bersabda :

« من تعَلَّق تَمِيمَةً فقد أشْرك »

“Barang siapa yang menggantungkan tamimah maka ia telah berbuat kesyirikan”.

Hadits Shahih . [ HR. Ahmad 4/156 dan Al-Hakim 4/219 ]

Al-Haitsami berkata : "Hadits ini di riwayatkan Ahmad dan Tabroni , dan semua orang-orang Imam Ahmad adalah para perawi tsiqoot ( di percaya ) " .

Al-Mundziry dalam At-Targhiib 4/307 berkata : " Perawi Imam Ahmad semuanya tsiqoot (dipercaya). Hadits ini di Shahihkan oleh Al-Hakim dan Syeikh Al-Albany di Shahihah no. 492).

MAKNA TAMIMAH :

التَّمِيمَةُ هِيَ مَا يُعَلَّقُ عَلَى الْأَوْلَادِ مِنْ خَرَزَاتٍ وَعِظَامٍ وَنَحْوِ ذَلِكَ لِدَفْعِ الْعَيْنِ. سُمِّيَتْ تَمِيمَةً لِاعْتِقَادِهِمْ أَنَّهُمْ يُتِمُّونَ أَمْرَهُمْ وَيُحْفَظُونَ بِهَا. وَتَعْلِيقُ التَّمَائِمِ مُحَرَّمٌ، وَهُوَ مِنَ التَّشَبُّهِ بِالْجَاهِلِيَّةِ. وَإِنِ اعْتَقَدَ فِيهَا النَّفْعَ وَالضَّرَّ مِنْ دُونِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، فَهَذَا شِرْكٌ أَكْبَرُ، وَإِنِ اعْتَقَدَ أَنَّهَا سَبَبٌ لِلسَّلَامَةِ مِنَ الْعَيْنِ أَوِ الْجِنِّ، فَهَذَا شِرْكٌ أَصْغَرُ، لِأَنَّهُ جَعَلَ مَا لَيْسَ سَبَبًا سَبَبًا.

Tamimah [Jimat Penyempurna] adalah apa yang digantungkan pada anak-anak, seperti manik-manik, bebatuan, tulang belulang , dan sebagainya untuk menangkal 'Ain [pandangan mata yang hasud] . Itu disebut Tamimah [Jimat Penyempurna] karena mereka percaya bahwa dengannya mereka bisa diselesaikan dan disempurnakan urusannya .

Menggantung Tamimah itu diharamkan . Dan itu adalah menyerupai kaum jahiliyah . Dan jika dia meyakini di dalamnya ada manfaat dan mudharat selain dari Allah SWT , maka ini adalah kemusyrikan yang besar .

Dan jika dia hanya meyakini bahwa itu adalah hanya sebatas sebab untuk keselamatan dari 'Ain [pandangan mata hasud] atau dari jin, maka ini adalah syirik kecil, karena dia menjadikan apa yang bukan sebab sebagai sebab ".

Dan Tamimah : asalnya adalah sesuatu yang dikalungkan di leher anak anak sebagai penangkal atau pengusir penyakit, pengaruh jahat yang disebabkan oleh rasa dengki seseorang atau rasa kagum , dan lain sebagainya. Dan terkadang di kalungkan pada orang dewasa , baik lelaki maupun perempuan ..

-----

HADITS KE [8]

Dari Uqbah bin 'Amir Al-Juhany radhiyallahu 'anhu dia mendengar Rosulullah bersabda :

« مَنْ عَلَّقَ تَمِيمَةً فَلاَ أَتَمَّ اللَّهُ لَهُ ، وَمَنْ عَلَّقَ وَدَعَةً فَلاَ وَدَعَ اللَّهُ لَهُ »

"Barang siapa yang menggantungkan tamimah [jimat penyempurna] maka Allah tidak akan mengabulkan keinginannya . Dan barang siapa yang menggantungkan Wada’ah  maka Allah tidak akan memberikan ketenangan kepadanya " .

Hadits hasan . ( HR. Ahmad 4/154 dan Al-Hakim 4/216 .

Dan al-Hakim menshahihkannya serta di setujui Adz-Dzahaby .

Telah berkata Ibnu Hajar Al-Haitsami dalam Majma' Zawaid 5/103 : " Haditst ini diriwayatkan Ahmad , Abu Ya'la dan Tabrony , para perawinya dipercaya ( Tsiqoot )".

Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalany berkata dalam kitab Ta'jil : " Rijal haditsnya orang-orang yang dipercaya ".

Dan telah berkata Al-Mundziry : " Sanadnya Bagus ".   

MAKNA WADA'AH :

Wada’ah : sesuatu yang diambil dari laut, menyerupai rumah kerang ; menurut anggapan orang orang jahiliyah dapat digunakan sebagai penangkal penyakit. Termasuk dalam pengertian ini adalah jimat .

------

HADITS KE [9]

Dari Zainab, istri Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhuma dari Abdullah bin Mas'ud , beliau berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda :

« إِنَّ الرُّقَى، وَالتَّمَائِمَ، وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ»

قَالَتْ: قُلْتُ: لِمَ تَقُولُ هَذَا؟ وَاللَّهِ لَقَدْ كَانَتْ عَيْنِي تَقْذِفُ وَكُنْتُ أَخْتَلِفُ إِلَى فُلَانٍ الْيَهُودِيِّ يَرْقِينِي فَإِذَا رَقَانِي سَكَنَتْ.

فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ : إِنَّمَا ذَاكَ عَمَلُ الشَّيْطَانِ كَانَ يَنْخُسُهَا بِيَدِهِ فَإِذَا رَقَاهَا كَفَّ عَنْهَا، إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكِ أَنْ تَقُولِي كَمَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ: «أَذْهِبِ الْبَأْسَ رَبَّ النَّاسِ، اشْفِ أَنْتَ الشَّافِي، لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا» .

"Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda:

"Sesungguhnya jampi-jampi [mantra/doa ruqyah] , jimat [tamimah] dan tiwalah ( Pelet / Pengasihan ) adalah bentuk kesyirikan."

Zainab berkata : "Aku katakan, 'Kenapa engkau mengucapkan hal ini? Demi Allah! Sungguh, dulu mataku pernah mengeluarkan air mata dan kotoran. Dan aku bolak-balik datang kepada Fulan seorang Yahudi yang menjampiku [meruqyahku] , apabila ia menjampiku maka mataku menjadi tenang?"

Kemudian Abdullah menjawab : 'Sesungguhnya hal tersebut adalah perbuatan setan. Setan telah menusuk matanya menggunakan tangannya, kemudian apabila orang yahudi tersebut menjampinya maka setan menahan tusukannya.

Sebenarnya cukup bagimu mengucapkan sebagaimana yang diucapkan Rasulullah :

«أَذْهِبِ الْبَأْسَ رَبَّ النَّاسِ، اشْفِ أَنْتَ الشَّافِي، لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا» .

(Wahai Tuhan manusia, hilangkanlah penyakit, sesungguhnya Engkau Pemberi kesembuhan, tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan efek penyakit) '."

Hadits Shahih .

(HR Imam Ahmad 1/381 no. 3615 , Abu Dawud no. 3883 , Ibnu Majah no. 3530 , Al-Baghowi di Syarhus Sunnah 12/156-157 dan Al-Hakim 4/217-218 .

Dan al-Hakim berkata : " Ini hadits Shahih sanadnya sesuai syarat Bukhory dan Muslim " dan disetujui oleh Dzahaby .

Dan hadits ini di Shahihkan syeikh Al-Albany dalam Shahih Abu Daud no. 3883 . Lihat pula : Silsilah Ash-Shahihah: no. 331]

Dan di hasankan sanadnya oleh syeikh Ahmad Syakir ).

-----

HADITS KE [10]

Dari ‘Auf bin Malik radhiyallahu’anhu berkata,

كُنَّا نَرْقِى فِى الْجَاهِلِيَّةِ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ تَرَى فِى ذَلِكَ فَقَالَ اعْرِضُوا عَلَىَّ رُقَاكُمْ لاَ بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيهِ شِرْكٌ

“Kami meruqyah di masa Jahiliyah, maka kami pun bertanya:

Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu tentang itu?

Beliau bersabda: Tunjukkanlah kepadaku ruqyah kalian, tidak apa-apa melakukan ruqyah selama tidak mengandung syirik.” [HR. Muslim]

Hadits di atas menunjukkan bahwa ruqyah yang mengandung keharaman maka haram, jika megandung syirik maka hukumnya syirik. Adapun jika tidak mengandung keharaman dan kesyirikan maka dibolehkan.

Al-Hafizh Ibnu Hajar radhimahullah berkata :

وَقَدْ تَمَسَّكَ قَوْمٌ بِهَذَا الْعُمُومِ فَأَجَازُوا كُلَّ رُقْيَةٍ جُرِّبَتْ مَنْفَعَتُهَا وَلَوْ لَمْ يُعْقَلْ مَعْنَاهَا، لَكِنْ دَلَّ حَدِيثُ عَوْفٍ أَنَّهُ مَهْمَا كَانَ مِنَ الرُّقَى يُؤَدِّي إِلَى الشِّرْكِ يُمْنَعُ، وَمَا لَا يُعْقَلُ مَعْنَاهُ لَا يُؤْمَنُ أَنْ يُؤَدِّيَ إِلَى الشِّرْكِ فَيُمْتَنَعُ احْتِيَاطًا.

“Sebagian orang berpegang dengan keumuman ini sehingga mereka membolehkan semua bentuk ruqyah yang telah terbukti bermanfaat walau tidak dipahami makna bacaannya, akan tetapi hadits ‘Auf bin Malik Al-Asyja’i menunjukkan bahwa apabila ruqyah itu mengantarkan kepada syirik maka dilarang, dan ruqyah yang tidak dipahami bacaannya tidaklah aman dari mengantarkan kepada syirik, maka itu juga terlarang demi berhati-hati.” [Fathul Baari, 10/195]

Syarat-syarat Ruqyah yang di bolehkan :

1]. Bacaanya dari Al-Qur'an atau dzikir-dzikir dan do'a-do'a yang di syariatkan .

2]. Menggunakan bahasa arab atau bahasa yang jelas dan di fahami .

3]. Tidak mengandung kesyirikan .

4]. Berkeyakinan hanya sebagai sebab tanpa mengurangi rasa tawakkal kepada Allah .

5]. Yang meruqyah bukan seorang dukun .

===***===

TIDAK BOLEH MENCAMPUR ADUKAN ANTARA SYARIAT ISLAM DENGAN SYARIAT LAINNYA.

Pencampuradukkan suatu ajaran agama dengan ajaran agama lain adalah perkara yang dilarang oleh semua agama, terlebih dalam agama Islam karena sama dengan mencampuradukkan antara kebenaran dengan kebatilan. Alloh ta’ala berfirman :

﴿ وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُون ﴾

“Janganlah kalian mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan”. (Qs. Al-Baqoroh : 42)

Bahkan sinkretisme menunjukkan bahwa orang yang menganutnya tidak lagi percaya dengan kebenaran, tetapi hidup di antara keraguan. Sinkretisme juga termasuk upaya mencampuradukkan ritual ibadah yang terlarang, sebagaimana firman Alloh ta’ala :

﴿ فَلِذَلِكَ فَادْعُ وَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَقُلْ آَمَنْتُ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنْ كِتَابٍ وَأُمِرْتُ لِأَعْدِلَ بَيْنَكُمُ اللَّهُ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ لَا حُجَّةَ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ اللَّهُ يَجْمَعُ بَيْنَنَا وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ ﴾

“Maka karena itu serulah (manusia) dan beristiqomahlah sebagaimana kamu diperintahkan, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka, dan katakanlah :

“Aku beriman kepada Kitab yang diturunkan oleh Alloh dan aku diperintah untuk berlaku adil di antara kalian, Alloh adalah Tuhan kami dan Tuhan kalian juga, hanya bagi kami amal-amal kami dan hanya bagi kalian amal-amal kalian, tidak ada lagi perbantahan di antara kami dengan kalian, Alloh Yang akan mengumpulkan kita, dan hanya ke-pada-Nya tempat kembali.” (Qs. Asy-Syuro : 15)

Upaya mencampuradukkan agama-agama, ini berlawanan dengan prinsip ajaran Tauhid Islam . Agar tidak terjadi sinkretisme dalam bertoleransi antar agama, maka Allah menurunkan Surah al-Kafirun sebagai pedoman dalam bertoleransi. Allah Azza wa Jalla berfirman :

﴿ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ . لا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ . وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ . وَلا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ . وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ . لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ ﴾

Artinya : Katakanlah: "Wahai orang-orang kafir . Aku tidak akan menyembah apa yang kalian sembah. Dan kalian bukanlah orang - orang yang menyembah apa yang aku sembah. Dan aku tidaklah menjadi penyembah apa yang kalian sembah . Dan kalian bukanlah orang - orang yang menyembah apa yang aku sembah . Bagi kalian agama kalian, dan bagi ku agama ku . " [QS. al-Kafirun : 1 - 6]

Sebab Turun nya Surat Al-Kafirun :

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu bahwasanya orang - orang Quraisy menjanjikan kepada Rasulullah untuk memberikan sejumlah harta kepada beliau, sehingga beliau akan menjadi orang yang paling kaya di Makkah, menikahkan beliau dengan wanita mana saja yang beliau inginkan, dan mereka patuhi beliau sebagai pemimpin. Mereka berkata : "Ini untuk mu disisi kami, wahai Muhammad. Dan berhentilah engkau dari mencela Tuhan - Tuhan kami, dan janganlah engkau menjelek - jelekkan nya. Tapi jika engkau tidak mau, kami tawarkan kepada mu satu tawaran yaitu tawaran yang mengandung kebaikan bagi mu dan bagi kami."

Beliau bertanya : "Apa itu?" Mereka (orang kafir) itu berkata : "Engkau menyembah Tuhan - Tuhan kami yakni Lata dan Uzza selama setahun, dan kami pun akan menyembah Tuhan mu selama setahun pula. Beliau bersabda :

(( حَتَّى أَنْظُرَ مَايَأْتِيْ مِنْ عِنْدَ رَبِّي ))

"Tunggu sampai aku melihat apa yang datang dari sisi Tuhan ku." Lalu turunlah wahyu dari Lauh Mahfuzh : (Katakanlah : Wahai orang - orang kafir" .... dst (Surat Al-Kafirun)

Surah al-Kafirun menjawab kompromi yang diajukan oleh orang-orang kafir. Jawabannya adalah melarang umat Islam mencampuradukkan akidah dan keimanan Islam dengan ajaran agama lain. Memang benar Islam menganjurkan umatnya bertoleransi. Akan tetapi, jika sudah menyangkut masalah akidah, keimanan, dan ibadah Islam tidak lagi mengenal toleransi.

Kesimpulan Kandungan Surah al-Kafirun:

Kandungan Pertama :

Yaitu ikrar kemurnian tauhid. Tidak ada yang dapat menyamai kebenaran akidah Islam. Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla melarang hamba-Nya mencampur adukkan akidah dan keimanan yang ia anut dengan keyakinan umat lain.

Kandungan kedua :

Yaitu adalah ikrar penolakan terhadap semua bentuk praktik peribadatan kepada selain Allah Swt. yang dilakukan oleh orang-orang kafir.

Dan dalam surat al-An’am Allah berfirman :

﴿ الَّذِينَ آَمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ ﴾

Artinya : “ Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kezaliman, mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-An'am : 82)

Dalam hadist ‘Abdullah (bin Mas’ud) , beliau berkata :

" لَمَّا نَزَلَتِ : ﴿ الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ ﴾ ، قَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ : أَيُّـنَا لَمْ يَظْلِمْ فَأَنْزَلَ اللَّهُ : ﴿ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ ﴾ ".

Artinya : “ketika turun ayat  : [ ‘Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kezaliman’ (al-An’aam: 82)], berkata sahabat-sahabat Rosululloh : ‘Siapakah gerangan di antara kita yang tidak pernah menganiaya dirinya?’ lalu Allah menurunkan ayat  [‘Sesungguhnya syirik itu adalah benar-benar kezaliman yang besar.’ (Luqman: 13)] (HR. Imam Al-Bukhory no. 3245 , 3246 , 4353, 4498, 6520, 6538 )

Shahabat yang mulia bernama Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu menuturkan:

أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رضي الله عنه أَتَى النَّبِيَّ ﷺ بِكِتَابٍ أَصَابَهُ مِنْ بَعْضِ أهل الْكُتُبِ. فَقَرَأَهُ النَّبِيُ ﷺ فَغَضِبَ فَقَالَ: (( أَمُتَهَوِّكُوْنَ فِيْهَا، يَا ابْنَ الْخَطَّابِ؟ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ جِئْتُكُمِ بِهَا بَيْضَاءَ نَقِيَّةً، لاَ تَسْأَلُوْهُمْ عَنْ شَيْءٍ فَيُخْبِرُوْكُمْ بِحَقٍّ فَتُكَذِّبُوْا بِهِ أَوْ بِبَاطِلٍ فَتُصَدِّقُوْا بِهِ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ مُوْسَى عليه السلام  كَانَ حَيًّا مَا وَسِعَهُ إِلاَّ أَنْ يَتَّبِعَنِي )).

“Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu datang kepada Nabi dengan membawa sebuah kitab yang diperoleh dari sebagian ahlul kitab. Nabi pun membaca lalu beliau marah seraya bersabda:

“Apakah engkau termasuk orang yang bingung wahai Ibnul Khaththab? Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya sungguh aku telah datang kepada kalian dengan membawa agama yang putih bersih. Janganlah kalian menanyakan sesuatu kepada mereka (ahli kitab) maka kemudian mereka mengabarkan al-haq kepada kalian namun kalian mendustakan al-haq tersebut. Atau mereka mengabarkan satu kebatilan lalu kalian membenarkan kebatilan tersebut. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya seandai Musa ‘alaihis salam masih hidup niscaya tidak ada pilihan baginya kecuali dengan mengikuti aku.”

Hadits ini diriwayatkan Al-Imam Ahmad dlm Musnad- 3/387 dan Ad-Darimi dlm muqaddimah kitab Sunan- no. 436. Demikian pula Ibnu Abi ‘Ashim Asy-Syaibani dlm kitab As-Sunnah no. 50. Hadits ini dihasankan oleh imam ahlul hadits di jaman ini Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah dalam Dzilalul Jannah fi Takhrij As-Sunnah dan Irwa`ul Ghalil no. 1589. Begitu juga menurut Abdur Rahman Abdul Khaliq berderajat Hasan, karena punya banyak jalan menurut Al-Lalkai dan Al-Harwi dan lainnya).

Dalam riwayat Ad-Darimi, hadits di atas datang dengan lafadz:

أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رضي الله عنه أَتَى رَسُوْلَ اللهَ ﷺ بِنُسْخَةٍ مِنَ التَّوْرَاةِ، فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ هذِهِ نُسْخَةٌ مِنَ التَّوْرَاةِ. فَسَكَتَ، فَجَعَلَ يَقْرَأُ وَوَجْهُ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ يَتَغَيَّرُ. فَقَالَ أَبُوْ بَكْرٍ: ثَكِلَتْكَ الثَّوَاكِلُ ، مَا تَرى مَا بِوَجْهِ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ. فَنَظَرَ عُمَرُ إِلَى وَجْهِ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ فَقَالَ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ غَضَبِ اللهِ وَغَضَبِ رَسُوْلِهِ ﷺ، رَضِيْنَا بِاللهِ رَبًّا وَبِاْلإِسْلاَمِ دِيْنًا وَبِحُمَّدٍ نَبِيًّا. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ:

(( وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْ بَدَالَكُم مُوْسَى فَاتَّبَعْتُمُوْهُ وَتَرَكْتُمُوْنِي، لَضَلَلْتُمْ عَنْ سَوَاءِ السَّبِيْلِ، وَلَو كَانَ حَيًّا وَأَدْرَكَ نُبُوَّتِي لاَتَّبَعَنِيْ )).

‘Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu datang kepada Rasulullah dengan membawa salinan dari kitab Taurat.

Ia berkata: “Ya Rasulullah ini salinan dari kitab Taurat.”

Rasulullah diam lalu mulailah ‘Umar membaca dlm keadaan wajah beliau berubah. Melihat hal itu Abu Bakar berkata kepada ‘Umar: “Betapa ibumu kehilangan kamu tidakkah engkau melihat perubahan pada wajah Rasulullah ?”

Umar melihat wajah Rasulullah maka ia berkata: “Aku berlindung kepada Allah dari kemurkaan Allah dan Rasul-Nya. Kami ridha Allah sebagai Rabb kami Islam sebagai agama kami dan Muhammad sebagai Nabi kami.”

Rasulullah berkata: “Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya seandai Musa ‘alaihis salam muncul kepada kalian kemudian kalian mengikuti dan meninggalkan aku sungguh kalian telah sesat dari jalan yang lurus. Seandai Musa masih hidup dan ia menemui masa kenabianku niscaya ia akan mengikutiku.”

Dalam Hadits diatas terdapat pengertian sebagai berikut:

Pertama : Rasulullah heran adanya orang yang mulai mencari petunjuk kepada selain Al-Quran dan As-Sunnah sedangkan beliau masih hidup. Termasuk tuntutan iman kepada Al-Quran dan As-Sunnah adalah meyakini bahwa petunjuk itu adanya hanyalah pada keduanya (Al-Quran dan As-Sunnah) itu.

Kedua : Rasulullah telah membawa agama yang suci murni, tidak dikaburkan oleh pembuat kekaburan berupa perubahan, penggantian, atau penyelewengan. Sedang para sahabat menerima agama Islam itu dengan utuh dan murni. Maka bagaimana mungkin mereka akan berpaling darinya dan mencari petunjuk kepada hal-hal yang menyerupai penyelewengan, penggantian, dan penambahan serta pengurangan ?

Ketiga : bahwa Nabi Musa ‘alaihis salam sendiri yang diturunkan kepadanya Kitab Taurat seandainya dia masih hidup pasti dia wajib mengikuti Rasul , dan meninggalkan syari’at yang telah dia sampaikan kepada manusia.

Hadits ini adalah pokok mengenai penjelasan manhaj (pola) Al-Quran dan As-Sunnah. Tidak boleh seorangpun mencari petunjuk kepada ajaran yang tidak dibawa oleh Rasulullah apalagi mengamalkannya atau mencampuradukannya walaupun dulunya termasuk syari’at yang diturunkan oleh Allah Azza wa Jalla atas salah satu nabi yang dahulu  dan tidak ada unsur kesyirikan di dalamnya .

Bahkan umat Islam tidak boleh mengamalkan syariat yang pernah Allah turunkan kepada Nabi Muhammad tapi sudah di mansukh alias di hapus hukumnya seperti syariat arah qiblat dalam shalat yang sebelumnya Rosulullah dan kaum Muslimin selama 13 tahun di Makkah dan 17 bulan di Madinah kiblatnya ke Baitul Maqdis , setelah itu Allah menghapus dan menggantinya ke arah Ka’bah Masjidil Haram Makkah .

Dari semua keterangan yang tersebut di atas , maka semakin yakin akan larangan sinkretisme atau mengamalkan tradisi , budaya , adat istiadat , ritual kesyirikan agama dewa – dewi hindu budha dan lainnya . Allah Azza wa Jalla berfirman :

﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ . فَإِنْ زَلَلْتُمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْكُمُ الْبَيِّنَاتُ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ ﴾

“ Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. Tetapi jika kamu menyimpang (dari jalan Allâh) sesudah datang kepadamu bukti-bukti kebenaran, maka ketahuilah, bahwasanya Allâh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana “. [QS. al-Baqarah : 208-209]. 

Maksudnya, kata Imam Ibnu Katsir rahimahullah:

“Kerjakanlah seluruh amal ketaatan dan hindarilah oleh kalian semua yang dibisikkan setan kepada kalian. Karena, “Sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allâh apa yang tidak kamu ketahui" (al-Baqarah/2:169), dan “karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala” (Fâthir/35:6).

Mutharrif berkata, “Makhluk Allâh yang paling ampuh tipu muslihatnya terhadap hamba Allâh adalah setan”. 

Selanjutnya, pada ayat berikutnya Allâh Azza wa Jalla berfirman:

﴿ فَإِنْ زَلَلْتُمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْكُمُ الْبَيِّنَاتُ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ ﴾

“ Tetapi jika kamu menyimpang (dari jalan Allah) sesudah datang kepadamu bukti-bukti kebenaran “. 

Seseorang yang tidak taat kepada Allâh Azza wa Jalla , hakikatnya ia justru terjerumus ke dalam perbuatan yang buruk, yaitu mempertuhankan dan mendewakan hawa nafsunya, sehingga menyeretnya kepada kehinaan, kenistaan dan kesengsaraan hakiki. Realitas ini harus disadari oleh setiap Mukmin yang berharap keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. 

Seseorang yang beriman kepada Allâh Azza wa Jalla tidak sepantasnya menjadikan hawa nafsunya sebagai "tuhan" yang ditaati. Maksudnya, jika satu perintah sesuai dengan keinginannya, maka ia akan menjalankannya. Bila satu aturan tidak sejalan dengan hawa nafsunya, ia pun menolak menaatinya. Mestinya, hawa nafsunya harus tunduk patuh kepada aturan agama (Islam), dan mengerjakan amalan kebajikan yang berada dalam jangkauan kemampuannya. Adapun perintah-perintah yang belum sanggup untuk menjalankannya, maka hendaklah ia mematuhi dan menanamkan niat untuk menjalankannya, sehingga ia mendapatkan pahala dengan niatnya itu.

Seorang hamba yang telah mengetahui al-haq, namun kemudian membencinya, maka orang yang seperti ini pantas mendapatkan perlakuan dari Allâh Azza wa Jalla untuk semakin dijauhkan dari kebenaran dan kemudian ditambah kesesatannya. Allâh Azza wa Jalla berfirman: 

﴿ فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ ﴾

Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allâh memalingkan hati mereka. [ash-Shaff/61:5].

Syaikh ‘Abdur-Rahmân as-Sa’di rahimahullah berkata, “Orang yang membenci al-haqq dan justru berjalan mengikuti hawa nafsunya, pantaslah Allâh Azza wa Jalla menambahkan kesesatan untuknya”.

Cermati pula perkataan Abu Bakr Ash-Shiddîq radhiyallahu ‘anhu berikut ini :

“Aku khawatir akan menjadi orang yang sesat (menyimpang) bila aku tinggalkan sesuatu dari petunjuk Rasûlullâh “. 

Syaikh Hamd bin Ibrâhîm al-‘Utsmân mengatakan :

“Dengan demikian (melalui ayat ini), dapat diketahui kesalahan orang-orang yang berada di atas manhaj-manhaj yang tidak berdiri di atas al-haq. Mereka memperlakukan syariat sesuai dengan kehendak sendiri, menjalankan sebagian petunjuk syariat dan berpaling dari petunjuk syariat lainnya yang dianggapnya qusyûr (kulit), atau masalah cabang yang tidak ada urgensi dan kepentingannya. Demikian dalih mereka".

****

STANDAR KEIMANAN DAN KEISLAMAN

Allâh Ta’ala mengingatkan: 

﴿ أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ ﴾

Apakah kamu beriman kepada sebagian al-Kitab dan ingkar terhadap sebagian yang lain? [QS. al-Baqarah : 85].[16] 

Setandar yang benar Keimanan dan keislamann kita umat Islam harus merujuk kepada Nabi Muhammad dan para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum . Allah Azza wa Jalla berfirman :

﴿ فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا آمَنتُم بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوا ۖ وَّإِن تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ ۖ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللَّهُ ۚ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ﴾

“ Maka jika mereka beriman dengan keimanan yang sama seperti yang kalian beriman kepadanya  , maka sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan. Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui “. (QS. al-Baqarah : 137)

Dan lebih tegas lagi Allah Azza wa Jalla berfirman :

﴿ قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ . قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ ﴾

Artinya : Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah: "Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". ( QS. Ali 'Imran : 31-32 ).

Hanya manhaj Nabi yang benar dan wajib diikuti seperti yang Allah Azza wa Jalla tegaskan dalam firman-Nya :

﴿ قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ ﴾

Artinya : Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". ( QS. Yusuf : 108 ).

Dalam firman-Nya yang lain :

﴿وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ﴾

Artinya : Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa. ( QS. Al-An'am : 153 ).

Dalam menafsirkan ayat ini Abdullah bin Masud radhiyallahu ‘anhu berkata :

خَطَّ رَسُولُ اللهِ خَطًّا بِيَدِهِ، ثُمَّ قَالَ: "هَذَا سَبِيلُ اللهِ مُسْتَقِيمًا". وَخَطَّ عَلَى يَمِينِهِ وَشِمَالِهِ، ثُمَّ قَالَ: "هَذِهِ السُّبُلُ لَيْسَ مِنْهَا سَبِيلٌ إِلَّا عَلَيْهِ شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ". ثُمَّ قَرَأَ: ﴿وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ﴾.

" Rosulullah menggaris sebuah garis dengan tangannya , kemudian beliau bersabda : "Ini adalah jalan Allah yang lurus ".

Dan beliau memberinya garis ke arah kanan dan ke kiri , kemudian beliau bersabda : " Jalan-jalan ini , tidak ada satu jalan pun dari jalan-jalan tersebut  kecuali disana ada syetan yang memanggil-manggil untuk melaluinya ".

Kemudian beliau membaca ayat yang artinya : " Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya ". ( HR. Ahmad dan Hakim . Hakim berkata : Sanad nya Sahih ) .

===***===

METHODE SYEITHAN DALAM MENYESATKAN MANUSIA

Salah satu pintu dan metode setan dalam menyesatkan manusia yang perlu diwaspadai adalah:

Pertama: Pintu Syubhat dan Syahwat

Syubhat berarti sesuatu yang meragukan dan samar, sedangkan syahwat adalah dorongan hawa nafsu. Melalui pintu inilah setan semakin kuat menggoda manusia, dengan membisikkan keraguan dan godaan. Setan terus membujuk hingga hati merasa tenang dalam melakukan perbuatan tersebut. Sejak awal permusuhannya dengan Nabi Adam, setan telah menggunakan syubhat dan syahwat sebagai cara keji untuk menyesatkan keturunan Adam agar tidak menaati perintah Allah.

Perhatikan bagaimana tipu daya setan tergambar dalam firman Allah berikut:

﴿فَوَسْوَسَ لَهُمَا الشَّيْطَانُ لِيُبْدِيَ لَهُمَا مِنْ سَوْءَاتِهِمَا وَقَالَ مَا نَهَاكُمَا رَبُّكُمَا عَنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ إِلاَّ أَنْ تَكُوناَ مَلَكَيْنِ أَوْ تَكُوناَ مِنَ الْخَالِدِينَ. وَقَاسَمَهُمَا إِنِّي لَكُمَا لَمِنَ النَّاصِحِينَ. فَدَلاَّهُمَا بِغُرُورٍ﴾.

"Maka setan menggoda mereka berdua untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka, yaitu auratnya, dan setan berkata, "Tuhan kamu tidak melarangmu dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal (dalam surga)". Dan dia (setan) bersumpah kepada keduanya,"Sesungguhnya saya adalah termasuk orang yang memberi nasihat kepada kamu berdua,' maka setan membujuk keduanya dengan tipu daya." [QS. Al-A'râf :20-22]

Pelajaran dari Ayat diatas tentang Tipu Daya Setan:

Dari ayat ini, kita dapat menarik pelajaran penting bahwa setan mengeksploitasi kecenderungan manusia yang tersembunyi, seperti keinginan untuk hidup kekal dan memiliki harta yang tidak terbatas. Manusia, meskipun umurnya pendek dan terbatas, memiliki dorongan kuat untuk memperoleh kehidupan yang abadi dan kepemilikan yang tiada habisnya.

Dalam ayat tersebut, tipu daya setan terungkap melalui firman Allah: 

﴿ أَنْ تَكُوناَ مَلَكَيْنِ أَوْ تَكُوناَ مِنَ الْخَالِدِينَ ﴾

" supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal (dalam surga)" (QS. Al-A'raf: 20). 

Di sini, kata "malakaini" memiliki dua bacaan yang dapat membantu memahami maknanya.

Ke 1. Bacaan pertama: malikaini (huruf lam dibaca kasrah), berarti "dua raja," yaitu raja dan ratu. Bacaan ini didukung oleh ayat lain dalam Surat Thaha: 

﴿يَٰٓـَٔادَمُ هَلْ أَدُلُّكَ عَلَىٰ شَجَرَةِ ٱلْخُلْدِ وَمُلْكٍ لَّا يَبْلَىٰ﴾

"Wahai Adam, maukah aku tunjukkan kepada kalian berdua pohon keabadian dan kerajaan yang tidak akan musnah?" (QS. Thaha: 120). 

Makna dari bacaan ini menunjukkan bahwa tipu daya setan terkait dengan janji kekuasaan abadi dan kehidupan kekal, dua hal yang sangat diinginkan oleh manusia. Hal ini juga mencerminkan syahwat manusia terhadap kekuasaan dan kehidupan, yang sering kali menyesatkan mereka dari jalan yang benar.

Ke 2. Bacaan kedua: malakaini (huruf lam dibaca fathah), yang berarti "dua malaikat."

Dalam bacaan ini, tipu daya setan adalah janji untuk membebaskan manusia dari batasan fisik, seperti malaikat yang dianggap kekal. Setan memanipulasi manusia dengan menawarkan khayalan akan keabadian dan kebebasan dari segala keterbatasan fisik.

Ketika Iblis mengetahui larangan Allah terhadap Adam dan Hawa untuk memakan buah dari pohon tersebut, ia memanfaatkan kelemahan jiwa mereka. Dengan menciptakan ilusi dan harapan kosong, Iblis menggoyahkan hati mereka, mempermainkan syahwat dan keinginan mereka, bahkan memperkuat tipu dayanya dengan sumpah palsu bahwa ia adalah penasihat yang jujur.

Pintu Setan yang Kedua: Al-Hirsh wal Hasad (Tamak dan Dengki).

Menurut Imam Al-Ghazali, dua pintu besar bagi setan untuk menyesatkan manusia adalah “al-hirsh” (tamak) dan “hasad” (dengki). Sifat tamak dan hasad ini memungkinkan setan masuk ke dalam pikiran dan jiwa manusia, menguasai mereka hingga membawa pada kehancuran.

Ibnu Abi ad-Dunnya dalam Maka’id Syaithan hal. 65 no. 44 meriwayatkan sebuah kisah tentang Nabi Nuh ‘Alaihissalam : Dari Salim bin Abdullah, dari ayahnya, berkata:

أَنَّ نُوحًا عَلَيْهِ السَّلَامُ لَمَّا رَكِبَ السَّفِينَةَ حَمَلَ فِيهَا مِنْ كُلِّ زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ كَمَا أَمَرَهُ اللهُ تَعَالَى فَرَأَى فِي السَّفِينَةِ شَيْخًا لَمْ يَعْرِفْهُ فَقَالَ لَهُ نُوحٌ مَا أَدْخَلَكَ؟ فَقَالَ: دَخَلْتُ لِأُصِيبَ قُلُوبَ أَصْحَابِكَ فَتَكُونَ قُلُوبُهُمْ مَعِي وَأَبْدَانُهُمْ مَعَكَ، فَقَالَ لَهُ نُوحٌ: أُخْرُجْ مِنْهَا يَا عَدُوَّ اللهِ، فَإِنَّكَ لَعِينٌ، فَقَالَ لَهُ إِبْلِيسُ: خَمْسٌ أُهْلِكُ بِهِنَّ النَّاسَ، وَسَأُحَدِّثُكَ مِنْهُنَّ بِثَلَاثٍ، وَلَا أُحَدِّثُكَ بِاثْنَتَيْنِ، فَأَوْحَى اللهُ تَعَالَى إِلَى نُوحٍ أَنَّهُ لَا حَاجَةَ لَكَ بِالثَّلَاثِ، فَلْيُحَدِّثْكَ بِالِاثْنَتَيْنِ، فَقَالَ لَهُ نُوحٌ: مَا الِاثْنَتَانِ؟ فَقَالَ: هُمَا الَّتَانِ لَا تُكَذِّبَانِي، هُمَا الَّتَانِ لَا تُخْلِفَانِي، بِهِمَا أُهْلِكُ النَّاسَ: الْحِرْصُ وَالْحَسَدُ، فَبِالْحَسَدِ لُعِنْتُ وَجُعِلْتُ شَيْطَانًا رَجِيمًا، وَأَمَّا الْحِرْصُ فَإِنَّهُ أُبِيحَ لِآدَمَ الْجَنَّةُ كُلُّهَا إِلَّا الشَّجَرَةَ، فَأَصَبْتُ حَاجَتِي مِنْهُ بِالْحِرْصِ

Bahwa Nabi Nuh ‘alaihissalam ketika menaiki kapal, beliau membawa di dalamnya sepasang-sepasang dari setiap jenis makhluk sebagaimana diperintahkan Allah ta‘ala. kemudian beliau melihat di dalam kapal seorang tua yang tidak dikenalnya. beliau pun bertanya, “apa yang membuatmu masuk ke sini?”

Ia menjawab, “aku masuk untuk mempengaruhi hati para sahabatmu agar hati mereka bersamaku sementara badan mereka bersamamu.”

Nabi alaihis salam Nuh berkata kepadanya, “keluarlah dari sini wahai musuh Allah, sesungguhnya engkau adalah makhluk terlaknat.”

Iblis berkata, “ada lima hal yang dengan semuanya aku membinasakan manusia. aku akan memberitahumu tiga di antaranya dan tidak akan memberitahumu dua.”

Lalu Allah ta‘ala mewahyukan kepada Nuh agar berkata, “aku tidak membutuhkan yang tiga, akan tetapi beritahukan kepadaku dua hal itu.”

Maka nuh berkata, “apa dua hal itu?”

Iblis menjawab :

“Dua hal itu adalah yang tidak akan pernah mendustakanku dan tidak akan pernah menyelisihiku, dengannya aku membinasakan manusia, yaitu sifat tamak dan dengki.

Karena dengki itulah aku dilaknat dan dijadikan sebagai setan yang terusir.

Sedangkan sifat tamak, sungguh surga telah dihalalkan bagi adam seluruhnya kecuali satu pohon, tetapi aku berhasil mencapai keinginanku darinya dengan sifat tamaknya.”

[Disebutkan pula oleh Ibnu Asakir dalam Tarikh Damasqus 62/259, Ibnu al-Jauzy dalam Talbis Iblis hal. 28 dan al-Imam al-Ghazali dalam Ihya Uumuddin 3/32. Dan ini adalah lafadz al-Ghazaly, dan Sunan Abu Dawud, Kitab tentang Kisah Nabi Nuh].

Ketiga: Meremehkan Dosa-Dosa Kecil

Meremehkan dosa-dosa kecil adalah salah satu pintu yang berbahaya bagi manusia. Ketika seseorang menganggap kecil suatu dosa, setan akan memanfaatkannya dengan terus mendorong orang tersebut untuk mengabaikan kesalahannya. Akibatnya, dosa-dosa kecil itu dilakukan secara berulang hingga menumpuk dan pada akhirnya membawa kebinasaan. Rasulullah telah memperingatkan umatnya tentang bahaya dosa kecil melalui sabdanya:

"إِيَّاكُمْ وَمُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ، فَإِنَّ مُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ مَتَى يُؤْخَذْ بِهَا صَاحِبُهَا تُهْلِكْهُ." 

"Jauhilah dosa-dosa yang dianggap kecil, karena dosa-dosa kecil itu jika terus dilakukan oleh seseorang, maka ia akan membinasakannya." (HR. Ahmad, no. 23194, 24415, Ibnu Majah no. 4243 dan ath-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Awsath 4/124. Di nilai shahih oleh al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah 3440).

Dosa-dosa kecil, meskipun tampak sepele, memiliki dampak kumulatif yang signifikan. Ketika dilakukan berulang kali tanpa penyesalan, dosa-dosa ini dapat menghitamkan hati dan menjauhkan seseorang dari rahmat Allah.

===***===

LANGKAH-LANGKAH MENGHINDARI TIPU DAYA SETAN DAN PENGIKUTNYA

Di antara langkah-langkah yang dapat dilakukan agar terhindar dari tipu daya setan dan kawanannya adalah sebagai berikut:

Langkah pertama : Menjaga Keikhlasan dalam Setiap Amal Ibadah dan Perbuatan

Keikhlasan merupakan benteng yang sangat penting dalam melindungi amal ibadah dari gangguan setan. Setiap ibadah atau amal perbuatan yang dilakukan oleh seorang hamba Allah pasti akan diusahakan oleh setan agar tidak dilakukan dengan ikhlas. Setan berupaya keras agar amal tersebut menjadi tidak bernilai di sisi Allah, dengan membuatnya terkontaminasi oleh riya (pamer) atau bahkan syirik. Ini adalah bagian dari janji setan kepada Allah untuk menyesatkan manusia. 

Namun, Allah telah menjamin bahwa hamba-hamba yang menjaga keikhlasannya akan dijauhkan dari gangguan setan. Hal ini ditegaskan dalam firman-Nya:

﴿قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ﴾

"Iblis berkata: 'Ya Rabb-ku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas di antara mereka.'" (QS. Al-Hijr: 39-40)

Setan tidak memiliki kuasa atas hamba-hamba yang ikhlas. Dalam ayat lain, Allah berfirman:

﴿قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ﴾

_"Iblis berkata: 'Demi kekuasaan-Mu, aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka.'" (QS. Shâd: 82-83)

Selain itu, Allah menegaskan bahwa setan tidak dapat menguasai orang-orang yang ikhlas:

﴿إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ إِلَّا مَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْغَاوِينَ﴾

"Sesungguhnya hamba-hamba-Ku yang ikhlas tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikuti kamu, yaitu orang-orang yang sesat." (QS. Al-Hijr: 42)

Langkah kedua : Menjaga Kestabilan Iman

Setan selalu berupaya untuk menggoda dan melemahkan iman seseorang melalui berbagai cara, baik melalui kelalaian maupun perbuatan maksiat. Kemaksiatan dapat melemahkan iman, sehingga membuat seseorang lebih rentan terhadap godaan setan dan lebih mudah melakukan dosa. 

Namun, Allah ﷻ telah menegaskan bahwa seluruh kekuatan dan kekuasaan hanya milik-Nya. Oleh karena itu, seorang hamba yang menjaga imannya dan konsisten dalam beribadah akan terlindungi dari tipu daya setan. Mereka yang dilindungi oleh Allah tidak dapat disesatkan oleh makhluk apa pun. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur'an:

﴿إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ إِنَّمَا سُلْطَانُهُ عَلَى الَّذِينَ يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ﴾

_"Sesungguhnya setan itu tidak memiliki kekuasaan atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Rabb mereka. Kekuasaan setan hanyalah atas orang-orang yang menjadikannya pemimpin dan yang mempersekutukannya dengan Allah." (QS. An-Nahl: 99-100)

Dengan menjaga keikhlasan dan iman yang kuat, seseorang akan mampu melawan godaan dan tipu daya setan yang berusaha merusak kehidupan spiritualnya.

Ketiga:  Berlindung Kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Untuk menghadapi setan dan terhindar dari godaannya, kita dianjurkan bahkan diperintahkan oleh Allah untuk senantiasa berlindung kepadanya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

﴿وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ﴾

"Dan jika kamu digoda oleh setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". [QS. Al-A'râf :200].

Dalam Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rosulullah bersabda:

«يَأْتِي الشَّيْطَانُ أَحَدَكُمْ فَيَقُولُ مَنْ خَلَقَ كَذَا وَكَذَا؟ حَتَّى يَقُولَ لَهُ مَنْ خَلَقَ رَبَّكَ؟ فَإِذَا بَلَغَ ذَلِكَ فَلْيَسْتَعِذْ بِاللَّهِ وَلْيَنْتَهِ».

“Setan datang kepada salah seorang dari kalian lalu berkata, siapakah yang menciptakan ini dan ini? Sehingga setan berkata, “siapakah yang menciptakan Tuhanmu, maka apabila jika telah sampai kepadanya hal tersebut, hendaklah dia berlindung kepada Allah dan hendaklah dia menghentikan (waswas tersebut)".

Sedangkan dalam riwayat Abu Dawud (4722) disebutkan:

«فَإِذَا قَالُوا ذَلِكَ فَقُولُوا: اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ. ثُمَّ لِيَتْفِلْ عَنْ يَسَارِهِ ثَلَاثًا وَلْيَسْتَعِذْ مِنَ الشَّيْطَانِ».

"Jika mereka mengucapkan hal itu (kalimat-kalimat was-was), maka ucapkanlah "Allah itu Maha Esa, Allah itu tempat bergantung, Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan," kemudian meludahlah ke kiri (3x) dan berlindunglah kepada Allah".

Keempat : Memperbanyak membaca Al-Quran dan memperkuat dzikir kepada Allah.

Al-Quran dan dzikrullah merupakan benteng yang kokoh yang dapat melindungi diri dari godaan dan gangguan  setan dan membuatnya lari tunggang langgang, sebagaimana dalam Abu Hurairah, bahwa Nabi ﷺ  bersabda :

"لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ".

“Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan. Sesungguhnya setan lari dari rumah yang dibacakan surat Al Baqarah di dalamnya". (HR Muslim, no. 780).

Dalam riwayat Al-Harits Al-Asy’ari, bahwa Nabi ﷺ  bersabda:

"إِنَّ اللَّهَ أَمَرَ يَحْيَى بْنَ زَكَرِيَّا بِخَمْسِ كَلِمَاتٍ أَنْ يَعْمَلَ بِهَا وَيَأْمُرَ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنْ يَعْمَلُوا بِهَا... وَآمُرُكُمْ أَنْ تَذْكُرُوا اللَّهَ، فَإِنَّ مَثَلَ ذَلِكَ كَمَثَلِ رَجُلٍ خَرَجَ الْعَدُوُّ فِي أَثَرِهِ سِرَاعًا، حَتَّى إِذَا أَتَى عَلَى حِصْنٍ حَصِينٍ فَأَحْرَزَ نَفْسَهُ مِنْهُمْ، كَذَلِكَ الْعَبْدُ لَا يُحْرِزُ نَفْسَهُ مِنَ الشَّيْطَانِ إِلَّا بِذِكْرِ اللَّهِ".

“Sesungguhnya Allah memerintahkan Yahya bin Zakaria Alaihissallam dengan lima kalimat, agar beliau mengamalkannya dan memerintahkan Bani Israil agar mereka mengamalkannya (di antaranya): 

Aku perintahkan kalian agar kalian berdzikir mengingat Allah. Sesungguhnya perumpamaan itu seperti perumpamaan seorang laki-laki yang dikejar oleh musuhnya dengan cepat, sehingga apabila dia telah mendatangi benteng yang kokoh, kemudian dia menyelamatkan dirinya dari mereka (dengan berlindung di dalam benteng tersebut). Demikianlah seorang hamba tidak akan dapat melindungi dirinya dari setan, kecuali dengan dzikrullah". (HR Ahmad)

Kelima: Menyelisihi Bisikan Dan Perbuatan Setan dari setiap amal perbuatannya.

Setan adalah musuh manusia, maka wajib pula untuk menjadikannya sebagai musuh, dan membenci serta meninggalkan perbuatannya. Sebagaimana firman Allah:

﴿إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا، إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ﴾.

"Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu, maka jadikanlah ia musuh(mu), karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala". (QS. Fathir : 5, ).

Diantara bisikan dan perbuatan setan yang harus diselisihi adalah:

Pertama: Perbuatan tabdzir atau pemborosan. Allah berfirman:

﴿وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا (26)إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا (27)﴾

“Dan janganlah kamu melakukan perbuatan mubadzir, sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”. (QS. Al-Isro :26-27)

Kedua: Makan dan minum dengan tangan kiri. Rosulullah bersabda:

Dari Abdullah bin Umar, Nabi bersabda:

«لاَ يَأْكُلْ أَحَدُكُمْ بِشِمَالِهِ وَلاَ يَشْرَبْ بِشِمَالِهِ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ وَيَشْرَبُ بِشِمَالِهِ».

“Janganlah salah seorang diantara kalian makan dan minum dengan tangan kirinya, sesungguhnya setan makan dan minum dengan tangan kirinya”. (HR. Tirmidzi)

Ketiga: Tergesa-gesa dalam pekerjaan. Rosulullah bersabda:

Dari Sahl bin Said, bahwa Rosulullah bersabda:

«الْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ»

“Tergesa-gesa itu dari perbuatan setan”. (HR. Tirmidzi. Dia berkata : Hadits Hasan)

 

 

Posting Komentar

0 Komentar