Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

MARI BERTAWASSUL YANG SYAR’I !

MARI BERTAWASSUL YANG SYAR’I !

Di susun oleh :

Abu Haitsam Fakhrurrozie

Cilamaya , 03 Januari 2011 M

----

====

DAFTAR ISI :

[1] Arti / definisi tawassul.

[2] Amal saleh adalah wasiilah untuk mendekatkan diri kepada Allah.

[3] Manusia Tuhan.

[4] Pembagian wasilah : wasilah alami dan wasilah Syar'i .

[5] Bagian pertama : wasilah alami

[6] Bagian kedua : wasilah syar'i

[7] Wasilah panjang umur

[8] Kesalah kaprahan dalam bertawassul.

[9] Hukum bertawassul yang syar'i.

[10] MACAM-MACAM TAWASSUL DAN KLASIFIKASINYA.

[11] Klasifikasi ke 1. Tawassul dengan Asmaul Husna dan sifat-sifat Allah Ta'ala .

[12] Klasifikasi ke 2. Tawassul dengan amal saleh.

[13] Klasifikasi ke 3. Tawassul dengan orang saleh yang masih hidup.

[14] Dalil-dalil tawassul dengan orang shaleh yang masih hidup .

[15] Dalil tawassul dengan Nabi semasa hidupnya .

[16] Dalil tawassul dengan orang saleh selain Nabi semasa hidupnya.

[17] Antara ikhlas dan popularitas sebagai orang shaleh.

[18] Klasifikasi ke 4. Tawassul dengan orang yang sudah wafat .

[19] (A) Tawassul dengan orang mati hanya sebagai sebab & perantara.

[20] Perbedaan pendapat para ulama tentang hukum tawassul ini.

[21] Dalil-dalil pendapat yang membolehkan.

[22] Dalil-dalil pendapat yang mengharamkan.

[23] Benarkah Rosulullah dan para nabi lainnya masih hidup ?.

[24] Benarkah Rosulullah hadir di depan setiap orang shalat.

[25] (B) Tawassul dengan orang mati disertai kesyirikan .

[26] Kaum musyrikin arab jahiliyah terkadang meng Esakan Allah.

[27] Klasifikasi ke 5. Tawassul dengan cara berkurban, sesajian dan nyepi.

[28] - Persembahan hewan sembelihan .

[29] - Sesajian / sajen / jamuan makhluk halus.

[30] - Nyepi / i'tikaf .

[31] Bolehkah i'tikaf diselain masjid jami'.

[32] Nyepi dalam agama kafir.

[33] SARANA TAQORRUB DAN TAWASSUL KAUM MUSYRIKIN ARAB JAHILIYAH DAN LAINNYA.

[34] SARANA KE 1: KUBURAN, TAPAKAN, PEPOHONAN DAN BEBATUAN .

[35] A. Laata (nama tapakan dan kuburan).

[36] B. Uzza (nama pohon kramat).

[37] C. Manaah ( nama patung di pesisir laut merah ).

[38] SARANA KE 2 : TAWASSUL DENGAN PARA MALAIKAT DAN LAINNYA.

[39] SARANA KE 3 : TAWASSUL DENGAN PARA DEWA –DEWI DAN ORANG SUCI.

[40] Perbandingan konsep dewa-dewi arab jahiliyah dengan lainnya .  

[41] - Konsep dewa-dewi dalam Hindu – Budha .

[42] - Konsep dewa-dewi dalam Kristen .

[43] ASAL-USUL LAHIRNYA KONSEP DEWA-DEWI.

[44] - Mitology dewa-dewi Yunani .

[45] - Mitology dewa-dewi Benin di benua Afrika .

[46] SARANA KE 4 : TAWASSUL DENGAN JIN , KHODAM & PENGUASA GHAIB.

[47] o Sikap kita kepada makhluk jin.

[48] o Minta bantuan dan perlindungan kepada jin.

[49] o Jin yang beragama Islam menolak di tawassuli.

[50] o Penguasa lembah , gunung dan tanah bertuah.

[51] o Penguasa laut dan Pantai.

[52] BERBAGAI MACAM METOLOGI PENGUASA LAUT DAN ACARA RITUALNYA.

[53] - Metology penguasa sungai Nil di Mesir dan ritualnya.

[54] Kisah ritual di sungai Nil di masa kholifah Umar radhiyallahu 'anhu.

[55] - Metology penguasa laut di Yunani dan ritualnya .

[56] - Metology penguasa laut Nusantara dan ritualnya.

[57] - Dewa laut Bagansiapi-api.

[58] - Penguasa pantai selatan ( Nyi Roro Kidul ).

[59] Sedekah laut .

[60] Acara persembahan bagi sang Nyai Roro Kidul.

[61] - Hukum menghadiri acara ruatan laut.

[62] SARANA KE 5 : TABARRUK DENGAN BENDA-BENDA PUSAKA ATAU KRAMAT.

[63] Hukum bertabarruk dengan jimat dan benda pusaka.

[64] Ruqyah dan syarat-syaratnya.

[65] Hukum tamimah ( wafaq dan isim ).

[66] Perbandingan anatara hajar Aswad dengan benda pusak.

[67] Hukum ngalap barokah.

[68] SARANA KE 6 : TABARRUK DENGAN PESAREAN DAN TEMPAT KRAMAT.

[69] Hukum mengklaim bahwa tempat itu mustajab.

[70] Bukit Ath-Thuur ( gunung Thur Sinai ).

[71] Gunung Uhud.

[72] SARANA KE 7 : TAWASSUL DENGAN API , DUPA DAN KEMENYAN.

[73] Pengaruh agama penyembah api terhadap agama lainnya.

[74] - Api dalam agama Kristen.

[75] - Api dalam agama Hindu – Budha.

[76] - Api dalam agama Shinto Jepang.

[77] SARANA KE 8 : TAWASSUL DENGAN MATAHARI .

[78] o Agama Matahari pertama.

[79] o Obelisk , Kuil dan Menara .

[80] o Dewa Matahari di Mesir.

[81] o Tuhan Matahari agama Shinto Jepang.

[82] o Dewa Matahari dalam Hindu.

[83] Simbol-simbol agama penyembah Matahari.

[84] Pengaruh agama penyembah Matahari terhadap Kristen.

[85] Pengaruh agama dewa-dewi Yunani terhadap Budaya Indonesia.

===***===

MARI KITA BERTAWASSUL YANG SYAR'I DALAM BRDO'A

****

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

===

ARTI DAN DEFINISI TAWASSUL:

Tawassul dan Wasiilah adalah kata-kata asli dari bahasa arab . Kalimat ini tersebar dalam Al-Quran , hadits , syair-syair arab dan prosanya yang maknanya secara etimologi (bahasa) adalah : 

Segala hal yang dapat mendekatkan diri kepada sesuatu yang disukai dan dapat menyampaikan kepadanya karena rasa cinta dan suka

Bentuk jamak Wasiilah adalah wasaa-il.

Ibnu Atsir dalam kitabnya an-Nihyah fii Ghoribil Hadits 5/185 berkata:

« الْوَسِيلَةَ» هِيَ فِي الأصْل :  مَا يُتَوَصَّلُ بِهِ إِلَى الشَّيْء ويُتَقَرَّبُ بِهِ، يُقال: وَسَلَ إِلَيْهِ وَسِيلَةً، وتَوَسَّلَ. والمُراد بِهِ فِي الْحَدِيثِ القُرْبُ مِنَ اللَّه تَعَالَى

"Al-Wasiilah makna asalnya adalah perbuatan apa saja yang dengannya bisa mencapai sesuatu dan mendekatkan diri padanya. Dikatakan : ia mencari wasilah kepadanya, dan ia bertawassul dengan-nya. Yang dimaksud dalam hadits adalah kedekatan diri kepada Allah Ta'ala”.

Dan al-Fairuz al-Abadi dalam kitabnya al-Qamus al-Muhith hal. 1068 berkata:

وَسَّلَ ‌إِلَى ‌اللَّه ‌تَعَالَى ‌تَوْسِيلًا: عَمِلَ عَمَلًا تَقَرَّبَ بِهِ إِلَيْهِ

"Orang yang bertawassul kepada Allah dengan wasilah , artinya mengamalkan sebuah amalan yang dengannya bisa mendekatkan diri kepada-Nya ".

Dan ar-Roghib al-Ashbahani dalam kitabnya al-Mufrodaat Fi Ghorib al-Qur'an hal. 871 berkata:

الوَسِيلَةُ: التَّوَصُّلُ إِلَى الشَّيْءِ بِرَغْبَةٍ. قَالَ تَعَالَى: ﴿وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ﴾ [المائدة/ ٣٥].

وَحَقِيقَةُ الْوَسِيلَةِ إِلَى اللهِ تَعَالَى: مُرَاعَاةُ سَبِيلِهِ بِالْعِلْمِ وَالْعِبَادَةِ، وَتَحَرِّي مَكَارِمِ الشَّرِيعَةِ، وَهِيَ كَالْقُرْبَةِ، وَالْوَاسِلُ: الرَّاغِبُ إِلَى اللهِ تَعَالَى.

Al-wasīlah adalah usaha untuk mencapai sesuatu, disertai semangat rasa suka dan cinta. Allah Ta'ala berfirman:

﴿وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ﴾

"Dan carilah wasilah untuk mendekatkan diri kepada-Nya" [Al-Mā'idah: 35].

Hakikat makna wasilah adalah segala hal yang dapat mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala serta menjaga jalan syariat-Nya dengan ilmu dan ibadah, serta berusaha mengikuti kemuliaan-kemuliaan syariat.

Dan Waasil sendiri maknanya adalah orang yang berkeinginan mendekatkan diri atau cinta kepada Allah Ta'ala .

Makna al-wasilah sama seperti makna qurbah (usaha mendekatkan diri).

Dan al-wāsil adalah orang yang berkeinginan mendekatkan diri atau cinta kepada Allah Ta'ala”.

Kesimpulannya, hakikat tawassul kepada Allah Ta'ala adalah : menjaga syariat Nya  dengan cara mengamalkan dan memperhatikannya penuh ketelitian dalam rangka menjaga kelestarian dan kemurniannya.

****

MAKNA WASIILAH LAINNYA :

Selain yang tersebut diatas wasiilah juga memiliki makna yang lain , yaitu bermakna : kedudukan di sisi Raja , derajat dan kedekatan . Sebagaimana dalam sebuah hadits yang menyebutkan nama Wasiilah untuk sebuah tempat di surga yang paling tinggi derajatnya . Hadits tersebut adalah yang di riwayatkan Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi bersabda :

«إِذَا سَمِعْتُمْ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ وَصَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِي الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِي الْجَنَّةِ لَا تَنْبَغِي إِلَّا لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ أَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِي الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ».

 Artinya : " Jika kalian mendengarkan suara orang adzan , maka jawablah seperti yang dia ucapkan , dan kalian bersholawatlah padaku , karena sesungguhnya barang siapa yang bersholawat pada ku satu sholawat , maka Allah bersholawat untuk nya sepuluh kali , kemudian kalian mintalah kepada Allah untukku Wasiilah , maka sesungguhnya ia ( wasilah itu ) adalah sebuah tempat di surga , yang tidak layak kecuali untuk seorang hamba dari hamba-hamba Allah , aku berharap hamba itu adalah aku . Maka barang siapa yang memintakan untukku Wasiilah , maka dia berhak mendapatkan syafaat". 

( HR. Muslim No. 384 dan Ashhaabussunan).

****

MAKNA WASIILAH (TAWASSUL) DALAM AL-QURAN :

Para ulama terdahulu dan para ulama ahli tafsir telah mengartikan lafadz wasiilah dengan makna yang tersebut diatas tadi dan tidak ada perbedaan pendapat mengenai makna Wasiilah yang termaktub dalam dua ayat berikut ini:

Ayat pertama :

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ﴾.

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah Wasiilah ( jalan yang mendekatkan diri ) kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan. ( QS. Al-Maidah : 35).

Ayat kedua :

﴿قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِهِ فَلا يَمْلِكُونَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنْكُمْ وَلا تَحْوِيلا . أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا﴾.

Artinya : Katakanlah: "Panggillah mereka (orang-orang atau sesembahan) yang kamu anggap (tuhan) selain Allah, maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya dari padamu dan tidak pula memindahkannya".

Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari Wasiilah (jalan) kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti. (QS . Al-Israa : 56-57).

Tafsir kalimat Wasiilah dalam ayat pertama :

Imam Ahli Tafsir al-Hafidz Ibnu Jarir dalam Tafsirnya telah menafsirkan ayat pertama : 

" ….. ( dan kalian carilah Wasiilah kepada-Nya ) maknanya adalah : Dan carilah jalan yang bisa mendekatkan diri pada-Nya dengan cara mengamalkan amalan yang Ia betul-betul meridloinya". 

Imam Ibnu Katsir menukil perkataan sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu : 

" Bahwa Makna Wasilah dalam ayat tersebut adalah pendekatan diri ( Qurbah ) . Dan menukil juga dari Mujahid , Abu Wail , Hasan Bashry , Abdullah bin Katsir , Suday , Ibnu Zaid dan lainnya. Dan menukil pula dari Qotadah , beliau menafsiri ayat itu dengan mengatakan : " Maknanya : Kalian mendekatkan diri lah kepada Allah dengan cara mentaatinya dan beramal sesuai yang Ia ridloi ".

Kemudian Ibnu Katsir berkata : " Tafsir yang di katakan para imam ini tidak ada perselisihan di antara ulama ahli tafsir ". Kemudian beliau berkata : " Dan wasiilah itu adalah Sesuatu yang dengannya mengantarkan kepada tercapainya sebuah tujuan ".

(Lihat Tafsir Ibnu Katsir 2/52 – 53).

Tafsir kalimat Wasiilah dalam ayat yang kedua:

Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitabnya Fathul Bari 8/320-321 berkata : 

"Maksud ayat tersebut adalah orang-orang yang dulunya telah menyembah para jin, mereka masih terus menerus menyembahnya, padahal jin-jin itu sudah tidak mau dan tidak ridlo jika dirinya di sembah karena mereka sudah masuk Islam, bahkan mereka sendiri (jin-jin tadi) sama juga sedang mencari Wasiilah (cara untuk dapat mendekatkan diri) kepada Rabb (tuhan) mereka". 

Kemudian Ibnu Hajar berkata : 

"Dan inilah yang mu'tamad (di jadikan pegangan) dalam menafsiri ayat tersebut".

Dari uraian al-Hafidz Ibnu Hajar tadi jelaslah bahwa yang di maksud dengan Wasiilah di sini adalah : sesuatu yang dengannya bisa mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala , oleh karena itu Allah berfirman : ( mereka mencari) maksudnya mencari sesuatu yang dengannya bisa mendekatkan diri kepada Allah yaitu tiada lain kecuali dengan cara beramal shaleh .

Wasilah ini ada dua jenis :

Jenis pertamaالوسيلة الكونية / al-wasiilah al-kauniyah / wasiilah alami : wasilah yang dibangun diatas hukum alam , logika , sains , tehnologi , medis , ilmu ekonomi … dll. 

Jenis kedua الوسيلة الدينية / al-wasiilah ad-diiniyyah / wasiilah i’tiqoodi : wasiilah yang dibangun diatas keyakinan dalam agama .

Dalam berwasilah itu berlaku pula hukum syar’i yang lima :  wajib , sunnah , mubah , makruh dan haram .

Adapun berwasiilah yang wajib diantaranya adalah wasiilah dalam rangka untuk menjaga dan mempertahankan lima darurat (الضَّرُورِيَّاتُ الْخَمْسَةُ)  . 

Dharûriyyâtul-khams yang dimaksudkan, yaitu meliputi penjagaan terhadap dîn (agama), jiwa, keturunan, akal, dan harta.

 Dalam hal ini ada sebuah Qoidah Fiqhiyah yang berbunyi :

مَا لاَ يَتِمُّ الْوَاجِبُ إلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ

“ Apa saja yang kewajiban itu tidak bisa sempurna kecuali dengannya, maka ia menjadi wajib pula hukumnya “.

===***===

AMAL SHALEH ADALAH WASIILAH UNTUK  MENDEKATKAN DIRI KEPADA ALLAH .

Dalam hadits Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu diriwayatkan bahwa Rosulullah bersabda :

«تَركْتُ فيكُمْ أَمْرَيْنِ لنْ تَضِلُّوا ما تَمسَّكْتُمْ بهما : كتابَ الله ، وسنّةَ رَسُوْلِهِ».

" Aku tinggal kan untuk kalian dua perkara yang kalian tidak akan tersesat jika kalian berpegang teguh kepada keduanya : Kitabullah dan Sunnah Rosul Nya ".  

(HR. Imam Malik dalam al-Muwath-tha 2/899 dengan cara mursal . 

Dan di riwayatkan al-Hakim no. 318 dan al-Baihaqi dalam al-I'tiqood hal. 228 dari Ibnu Abbas secara maushul. Di nilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih at-Targhib no. 40. Dan dia berkata : " Sanadnya hasan / bagus , dan hadits ini ada saksinya hadits Jabir radhiyallahu 'anhu").

Ada beberapa macam tawassul selain diatas yang di syariatkan , namun pada hakikat nya tetap masuk dalam katagori bertawassul dengan amal soleh , diantaranya adalah tawassul dengan orang-orang yang masih mampu beraktivitas ibadah serta belum di tutup pintu amalnya , yaitu kepada orang-orang beriman yang masih hidup dengan cara minta kepada mereka bantuan doa , baik kepada orang tua , saudara , kawan dan orang-orang shaleh .

Kenapa di bolehkan ? 

Karena minta didoakan oleh orang yang masih hidup , yang masih sah ibadahnya dan belum di putus amalnya itu termasuk tawassul yang di syariatkan , lagi pula berdoa itu merupakan salah satu bentuk ibadah , bahkan berdoa adalah ibadah yang paling agung dan intisari dari segala macam ibadah .

****

KAPAN SEBUAH AMALAN ITU DI ANGGAP AMAL SALEH ?

Al-Quran dan Sunnah Nabi telah gamblang menjelaskan bahwa sebuah amalan agar menjadi amal saleh lagi di terima serta dengannya bisa mendekatkan diri kepada Allah SWT , harus memenuhi dua syarat yang sangat penting :

Syarat pertama :  pelakunya dengan sengaja melakukannya untuk mendapat ridlo Allah SWT semata .

Syarat kedua : amalannya sesuai dengan yang Allah syariatkan di kitab Nya Al-Qur'an atau di jelaskan oleh Rosulullah dalam sunnah-sunnahnya .

Jika amalan tersebut kekurangan satu dari dua syarat tersebut maka amalan tersebut bukan amal yang saleh dan bukan yang diterima . Jika demikian maka amalan tersebut tidak mungkin bisa di jadikan wasiilah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT .

Allah SWT berfirman :

﴿قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا﴾

Artinya : Katakanlah ( wahai Muhammad ) : " Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu , yang diwahyukan kepadaku: " Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa". Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya ( Rabbnya ) maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan dengan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya ( Rabbnya ) ". ( QS. Al-Kahfi : 110 ) .

Al-Hafidz Ibnu Katsir dalam tafsirnya berkata : 

"{فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ} أَيْ: ثَوَابَهُ وَجَزَاءَهُ الصَّالِحَ، {فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا} ، مَا كَانَ مُوَافِقًا لِشَرْعِ اللَّهِ {وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا} وَهُوَ الَّذِي يُرَادُ بِهِ وَجْهُ اللَّهِ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَهَذَانَ رُكْنَا الْعَمَلِ الْمُتَقَبَّلِ. لَا بُدَّ أَنْ يَكُونَ خَالِصًا لِلَّهِ، ‌صوابُا ‌عَلَى ‌شَرِيعَةِ ‌رَسُولِ ‌اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ".

"Firman Allah : “Maka barang siapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya” — yakni: pahala dan balasan-Nya yang baik. 

Dan firman-Nya : “maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh”, yaitu amal yang sesuai dengan syariat Allah. 

Dan firman-Nya : “dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya”, yaitu amal yang dimaksudkan semata-mata untuk mengharap wajah Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya. 

Dua hal ini merupakan rukun amal yang diterima: 

1- Adanya amalan tersebut ikhlas ( murni ) karena Allah . 

2- Adanya amalan tersebut benar sesuai syariat Rosulullah ". [Lihat : Tafsir Ibnu Katsir 5/205]

Penafsiran seperti ini di riwayatkan pula dari Qodli Iyaadh dan lainnya. [Lihat : at-Tawassul karya Syeikh al-Albani hal. 16]. 

Ayat-ayat di bawah ini adalah dari sekian ayat-ayat yang mensyaratkan dua syarat agar ibadah seseorang bisa di terima serta bisa di jadikan wasilah bertaqorrub kepada Allah SWT :

﴿قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ . قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ﴾

Artinya : Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Katakanlah: "Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". ( QS. Ali 'Imran : 31-32 ).

Dan firman Allah SWT :

﴿قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ﴾

 Artinya : Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". ( QS. Yusuf : 108 ).

Dan firman Allah SWT :

﴿وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ﴾

Artinya : Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa. ( QS. Al-An'am : 153 ).

Adapun hadits-hadits Nabi yang berkaitan dengan masalah ini adalah seperti berikut ini :

Dari Abdullah bin Masud radhiyallahu 'anhu , dia berkata :

خَطَّ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ خَطًّا بِيَدِهِ ، ثُمَّ قَالَ : «هَذَا سَبِيلُ اللَّهِ مُسْتَقِيمًا» ، قَالَ : ثُمَّ خَطَّ عَنْ يَمِينِهِ وَشِمَالِهِ ، ثُمَّ قَالَ : «هَذِهِ السُّبُلُ وَلَيْسَ مِنْهَا سَبِيلٌ إِلَّا عَلَيْهِ شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ»، ثُمَّ قَرَأَ : ﴿وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ﴾.

" Rosulullah menggaris sebuah garis dengan tangannya , kemudian beliau bersabda : " Ini adalah jalan Allah yang lurus ". Dan beliau memberinya garis ke arah kanan dan ke kiri , kemudian beliau bersabda :

" Jalan-jalan ini , tidak ada satu jalan pun dari jalan-jalan tersebut  kecuali disana ada syetan yang memanggil-manggil untuk melaluinya ".

Kemudian beliau membacakan ayat yang artinya : " Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya ".

( HR. Ahmad 7/436 no. 4437 dan Hakim 2/318 . Hakim berkata : " Sanad nya Shahih ", dan Adz-Dzahabi menyetujuinya ) .

Dalam hadits lain :

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rosulullah bersabda :

« مَنْ أحْدَثَ في أمرنا هذا ما لَيْسَ منهُ فهو رَدٌّ»

" Barangsiapa yang menciptakan sesuatu yang baru yang berkaitan dengan perkaraku ini yang bukan darinya maka ia di tolak ".

Dalam riwayat lain bunyinya :

«منْ عَمِلَ عملاً ليس عليه أمرُنا ، فَهو ردٌّ».

" Barang siapa yang mengamalkan sebuah amalan yang tidak diatas perintahku , maka ia di tolak ". (HR. Bukhory , Muslim dan Abu Daud).

Dan masih banyak lagi dalil-dalil yang menunjukan wajibnya ber ittiba' atau mengikuti syariat yang Allah SWT turunkan kepada RosulNya .

****

MANUSIA TUHAN ?

Dengan tegas Allah SWT menyatakan kepada orang-orang yang beribadah dengan mengamalkan syariat yang bukan dari Allah dan Rasul-Nya hukum nya sama dengan menjadikan orang yang menciptakan syariat tersebut sebagai tuhan-tuhan selain Allah . Yang demikian itu adalah kebiasaan orang-orang Yahudi dan Nasrani dahulu dan sekarang , dalam firmanNya Allah SWT menjelaskan :

﴿اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ  وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لا إِلَهَ إِلا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ﴾.

Artinya : " Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah , dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putra Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan ". ( QS. At-Taubah : 31 ) .

Sahabat Adiy bin Hatim radhiyallahu 'anhu saat mendengar ayat ini berkata : " Wahai Rosulullah mereka tidak menyembahnya ? " , lalu Rosulullah menjawab :

«بَلَى، إنَّهُمْ أَحَلُّوا لَهُمُ الْحَرَامَ وحَرَّمُوا عَلَيْهِمُ الْحَلالَ، فَاتَّبَعُوهُمْ، فَذَلِكَ  عِبَادَتُهُمْ إِيَّاهُمْ» .

" Benar , sesungguhnya mereka telah menghalalkan untuk mereka yang haram , dan mengharamkan untuk mereka yang halal , kemudian mereka mengikutinya (mengamalkannya) , maka yang demikian itu adalah bentuk penyembahan mereka kepada nya " . ( HR. Ahmad dan Turmudzi no. 3095 . Dihasankan oleh Syeikh Al-Albani).

Lebih jelas lagi dalam firman Allah SWT seperti berikut ini :

﴿أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ وَلَوْلا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ﴾.

Artinya : " Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang lalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih. (QS. Asy-Syuro : 21 ).

Ayat diatas dengan jelas dan gamblang bahwa orang-orang yang beribadah dengan cara mengamalkan syariat ciptaan manusia , berarti mereka telah menjadikan sesembahan selain Allah SWT .

Rosulullah sendiri sebagai pimpinan para nabi dan rosul sama sekali tidak berhak untuk menciptakan satu syariatpun kecuali harus ada wahyu dari Allah SWT . Bahkan Allah SWT mengancam Nabi jika berani coba-coba menciptakan sebuah syariat tanpa seizinNya :

﴿وَلَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ الأقَاوِيلِ . لأخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِينِ . ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِينَ . فَمَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ عَنْهُ حَاجِزِينَ﴾

Artinya : " Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami , Niscaya benar-benar kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-kali tidak ada seorang pun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami), dari pemotongan urat nadi itu". ( QS. Al-Haaqoh : 44-47 ).

Di ayat lain menyebutkan tiada pilihan bagi Nabi begitu juga nabi-nabi dan para rasul sebelumnya , kecuali hanya patuh dan berserah diri kepada syariat yang Allah SWT tetapkan :

﴿مَا كَانَ عَلَى النَّبِيِّ مِنْ حَرَجٍ فِيمَا فَرَضَ اللَّهُ لَهُ سُنَّةَ اللَّهِ فِي الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلُ وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ قَدَرًا مَقْدُورًا . الَّذِينَ يُبَلِّغُونَ رِسَالَاتِ اللَّهِ وَيَخْشَوْنَهُ وَلَا يَخْشَوْنَ أَحَدًا إِلَّا اللَّهَ وَكَفَى بِاللَّهِ حَسِيبًا﴾.

Artinya : " Sama sekali tidak boleh ada rasa keberatan atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya.  (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu.  Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku . (yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan ". ( QS. Al-Ahzab : 38-39 ).

Begitu pula atas umatnya , Allah SWT berfirman :

﴿وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ﴾

Artinya : Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (QS. Al-Ahzab : 36 ) .

Dengan demikian maka tidak ada pilihan lain , kecuali hanya di bolehkan mengamalkan syariat yang Allah turunkan lewat Nabi Nya , serta berpegang teguh kepada nya .

===***===

WASILAH ALAMI DAN WASILAH SYAR'I

Wasilah atau segala hal yang dengannya dapat mengantarkan kepada sesuatu terbagi dua bagian :

Bagian pertama : wasilah alami .

Yaitu segala sebab yang alami yang dengannya dapat mengantarkan kepada sebuah maksud tujuan sesuai dengan qodrat dan tabiat yang telah Allah tetapkan pada sebab alami tersebut semenjak awal penciptaanya .

Contohnya : air adalah wasilah untuk menghilangkan haus dan dahaga , makanan adalah wasilah untuk mengenyangkan , pakaian adalah wasilah untuk menjaga dari panas dan dingin , mobil adalah wasilah untuk mengantarkan dari satu tempat ke tempat yang lain , dst .

Wasilah kesehatan : Begitu pula obat-obatan yang telah terbukti secara medis berfungsi untuk menyembuhkan penyakit tertentu adalah wasilah untuk berobat . Dalam hadits riwayat Usamah bin Syarik radhiyallahu 'anhu bahwa Rosululloh bersabda :

«تَدَاوَوْا عِبَادَ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَمْ يُنَزِّلْ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ مَعَهُ شِفَاءً إِلَّا الْمَوْتَ وَالْهَرَم» .

" Berobatlah wahai hamba-hamba Allah , karena sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak sekali-kali menurunkan penyakit kecuali menurunkan bersamanya obatnya kecuali kematian dan usia lanjut ( tua renta ) ".

( HR. Ahmad 30/398 no. 18455 , Abu Daud no. 3857 , Turmudzi no. 2038 , Ibnu Majah no. 3436 dan Ibnu Hibban no. 6061 . Al-Busheiry dalam kitab Zawaid berkata :
" Sanadnya Shahih , semua perawinya tsiqoot ( dipercaya ) " . Dan di Shahihkan pula oleh Syeikh Al-Albaany dan Syueb Al-Arnauth pada catatan kaki Shahih Ibnu Hibban 13/426 ).

Begitu juga menghindari Wabah Penyakit :

Dari Abdurrahman bin Aufa radhiyallahu ‘anhu , Rosulullah bersabda :

«إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلَا تَقَدُمُوا عَلَيْهِ، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ».

 “Apabila kalian mendengar wabah tha’un melanda suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Adapun apabila penyakit itu melanda suatu negeri sedang kalian di dalamnya, maka janganlah kalian lari keluar dari negeri itu.” (Muttafaqun ‘alaihi, HR. Bukhari dan Muslim)

Wasilah Ngawur :

Ada beberapa bentuk wasilah yang sama sekali tidak alami dan tidak syar'i , melainkan wasilah yang kabur (wahmi) dan ngawur seperti : bertawassul dengan itang itung , maka ada sebagian orang yang punya I'tikad jika bepergian atau menikah di hari Rabu misalnya akan ada rintangan dan kegagalan .

Atau dengan cara mengundi nasib sebelum melakukan sesuatu dengan menulis pada tiga kertas : kerjakan , tidak dikerjakan dan yang ketiga blanko , setelah itu di gulung , kemudian di lotre .  Yang demikian itu jelas-jelas di haramkan oleh Alqur'an.

---

Banyak sekali cara-cara berwasilah atau tawassul yang alami yang di syariatkan atau dibolehkan untuk sebuah usaha serta mendapatkan rizki halal diantaranya : berdagang , bertani , jadi buruh kerja dan lain sebagainya.

Dan ada pula wasilah-wasilah yang di haramkan misal nya : rentenir , menipu , mencuri , judi dll .

Bagian kedua : Wasilah Syar'i .

Yaitu segala sebab yang bisa mengantarkan kepada sebuah maksud tujuan dengan jalan atau amalan yang telah Allah syariatkan dan dijelaskan dalam kitabnya Al-Quran serta Sunnah Nabi-Nya .

Contohnya : mengucapkan dua kalimat syahadat dengan ikhlas serta faham isinya adalah wasilah yang dengannya bisa masuk surga dan selamat dari kekekalan dalam api neraka .  Melakukan amal kebajikan setelah  melakukan amal jelek adalah wasilah untuk penghapusan dosa . Mengucapkan doa setelah adzan adalah wasilah untuk mendapatkan syafaat Nabi .

Wasilah panjang umur : 

Ada Wasilah yang syar'i untuk panjang umur dan rizki yang lapang , yaitu : dengan cara menyambungkan hubungan silaturrahmi

Ini adalah wasilah untuk memanjangkan umur dan melapangkan rizki , bukan dengan cara melakukan acara ulang tahun , itu adalah wasilah yang di ambil dari syariat orang kafir yang didalamnya mengandung unsur kemaksiatan serta tabdzir karena menghambur-hamburkan harta . 

Herannya mereka yang mengadakan acara ulang tahun dari umat Islam merasa bangga dengan syariat kafir ini sambil nyanyi-nyanyi dengan alunan musik tanpa rasa malu pada Tuhannya , serta menyalakan lampu lilin yang merupakan lambang syariat Majusi agama penyembah api dan agama penyembah Dewa Matahari (raja Namrud), na'udzubillah . 

Ralph Woodrow dalam BABYLON MYSTERY RELIGION hal. 4 menyatakan bahwa :

" Api adalah lambang dari raja Namrud yang diyakini oleh pengikutnya sebagai dewa matahari atau baal . Jadi , lilin dan lain-lain kebiasaan yang berkenaan dengan api dimaksudkan sebenarnya sebagai penyembahan kepada Nimrod ". (Baca Roma 1:21-26 ).

Kita tidak tahu bahwa menghubungkan tali silaturrohmi itu wasilah untuk memperpanjang umur dan memperluas rizki , kecuali kita mengetahuainya dari sabda Nabi :

«مَنْ أَحَبَّ أَنَّ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ».

" Barang siapa yang suka untuk di perluas rizkinya dan di panjangkan umurnya maka hubungkanlah tali silaturrahim ". ( HR. Bukhory no. 2067 dan Muslim no. 2557).

Bersilaturrahim ini bisa dilakukan dengan saling memberi sesuatu yang berharga, saling membantu atau mengunjungi .

Sebagai standar di bolehkan bertawassul menurut syariat Islam kita harus berpegang kepada kaidah di bawah ini :

﴿ كُلُّ عِبَادَةٍ لَمْ يَتَعَبَّدْهَا أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَلَا تَتَعَبَّدُوهَا ﴾

Artinya : " segala macam bentuk ibadah yang tidak pernah diamalkan para sahabat Rosulullah , maka janganlah kalian mengamalkan nya " .

﴿ الْأَصْلُ فِي الْعِبَادَاتِ الْمَنْعُ إِلَّا لِنَصٍّ ، وَفِي الْأَشْيَاءِ الْإِبَاحَةُ إِلَّا لِنَصٍّ ﴾

Artinya : " Segala jenis ibadah hukum asalnya adalah di larang kecuali jika ada dalil yang mensyariatkannya . Dan segala sesuatu selain ibadah hukum asalnya adalah halal kecuali jika ada dalil yang melarangnya ".

===***===

KESALAH KAPRAHAN DALAM BERTAWASSUL ATAU BERWASILAH

Kesalah kaprahan yang betul-betul sangat memprihatinkan menimpa sebagian kaum muslimin dan muslimat mereka berwasilah dalam menelusuri informasi ghaib dengan cara mendatangi dukun , tukang tenung , para normal dan tukang sihir . Mereka berkeyakinan bahwa pada orang-orang tersebut terdapat informasi ghaib dan lainnya yang berkaitan erat hubungannya dengan urusan duniawi dan kehidupan mereka. Karena memang orang-orang tersebut kerjaannya selalu berbicara masalah-masalah ghaib dan sejenisnya , kadang-kadang apa yang mereka informasikan itu tepat dan nyata , dan itulah yang membuat penggemarnya semakin salut , patuh dan bertekuk lutut. Sebagian mereka mengira dengan mendatangi mereka itu adalah perbuatan yang biasa dan halal hukum , padahal itu adalah kesalahan besar dan sebuah kesesatan yang betul-betul nyata .

Mendatangi dukun , paranomal dan tukang sihir adalah haram , bahkan membuatnya kufur jika mempercayainya . Rosulullah bersabda :

«مَنْ أَتَى كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ ... فَقَدْ بَرِئَ مِمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى مُحَمَّدٌ ﷺ»

Artinya : " Barang siapa yang mendatangi kahin (paranormal) , kemudian mempercayai apa yang dia katakan , maka dia telah lepas dari syariat yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad " .

(Dikeluarkan oleh Abu Dawud (3904) dengan lafaz ini, at-Tirmidzi (135), an-Nasa’i dalam *as-Sunan al-Kubra* (9017), Ibnu Majah (639), dan Ahmad (10167).).

Di nilai shahih oleh ad-Dzahabi dalam al-Kabaa’ir no. 329 dan oleh al-Albani dalam Shahih Abu Daud no. 3904 dan Shahih al-Jami' no. 5942.

(Kahin atau paranormal : adalah dukun yang mengaku-ngaku dirinya bisa mengatahui hal-hal ghaib dan rahasia-rahasia yang akan datang ).

Dalam sabda lain :

«مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً»

Artinya : " Barang siapa yang mendatangi Arrof / dukun , kemudian menanyakan kepadanya tentang sesuatu ; maka orang tersebut sholatnya tidak di terima selama empat puluh malam ". ( HR. Muslim no. 2230).

( Arrof : adalah dukun atau para normal yang mengaku-ngaku bisa mengetahui hal-hal ghaib yang sudah lewat , seperti mengetahui barang-barang yang hilang atau di curi ) .

Rosulullah telah menjelaskan cara-cara para dukun , tukang sihir dan paranormal untuk mendapatkan informasi-informasi ghaib , dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi bersabda :

« إِذَا قَضَى اللَّهُ الْأَمْرَ فِي السَّمَاءِ ضَرَبَتْ الْمَلَائِكَةُ بِأَجْنِحَتِهَا خُضْعَانًا لِقَوْلِهِ كَالسِّلْسِلَةِ عَلَى صَفْوَانٍ ﴿فَإِذَا  فُزِّعَ عَنْ قُلُوبِهِمْ قَالُوا مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ﴾ قَالُوا  لِلَّذِي قَالَ : ﴿الْحَقَّ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ﴾ [ سباء: 23] فَيَسْمَعُهَا مُسْتَرِقُو السَّمْعِ وَمُسْتَرِقُو السَّمْعِ هَكَذَا وَاحِدٌ فَوْقَ آخَرَ» .

وَوَصَفَ سُفْيَانُ بِيَدِهِ وَفَرَّجَ بَيْنَ أَصَابِعِ يَدِهِ الْيُمْنَى نَصَبَهَا بَعْضَهَا فَوْقَ بَعْضٍ ، «  فَرُبَّمَا أَدْرَكَ الشِّهَابُ الْمُسْتَمِعَ قَبْلَ أَنْ يَرْمِيَ بِهَا إِلَى صَاحِبِهِ فَيُحْرِقَهُ وَرُبَّمَا لَمْ يُدْرِكْهُ حَتَّى يَرْمِيَ بِهَا إِلَى الَّذِي يَلِيهِ إِلَى الَّذِي هُوَ أَسْفَلَ مِنْهُ حَتَّى يُلْقُوهَا إِلَى الْأَرْضِ وَرُبَّمَا قَالَ سُفْيَانُ حَتَّى تَنْتَهِيَ إِلَى الْأَرْضِ فَتُلْقَى عَلَى فَمْ السَّاحِرِ فَيَكْذِبُ مَعَهَا مِائَةَ كَذْبَةٍ فَيُصَدَّقُ فَيَقُولُونَ أَلَمْ يُخْبِرْنَا يَوْمَ كَذَا وَكَذَا يَكُونُ كَذَا وَكَذَا فَوَجَدْنَاهُ حَقًّا لِلْكَلِمَةِ الَّتِي سُمِعَتْ مِنْ السَّمَاء» .

“Jika Allah telah menentukan sebuah perkara di langit , para malaikat mengepakkan sayap-sayapnya sebagai ujud kepatuhan dan ketundukan terhadap firman-Nya , mereka seperti rantai yang melingkari batu besar yang halus , apabila telah dihilangkan rasa ketakutan yang mencekam dalam hati mereka , lantas mereka saling bertanya : " Apa yang telah Rabb ( Tuhan ) kalian firmankan ? .

Mereka menjawab kepada yang bertanya : " '( Perkataan ) yang benar ', dan Dia-lah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar." .

Para pencuri informasi ( jin dan syeitan yang mendengar dengan sembunyi-sembunyi ) mendengarkan pembicaraan para malaikat tersebut , kemudian mendengarnya pula para pencuri informasi berikut nya dan seterusnya , sebagian mereka diatas sebagian yang lain ".

Sofyan perawi hadits memperagakan telapak tangannya , dan memiringkannya kemudian mengembangkan jari-jarinya , kemudian melanjutkan kata-kata Nabi :

"Maka mendengarlah si penguping itu sebuah informasi , kemudian menyampaikannya kepada yang lainya yang berada di bawahnya dan yang lainnya pun menyampaikan kepada yang di bawahnya lagi , sehingga sampai ke mulut tukang sihir atau dukun .

Maka kadang-kadang sebelum menyampaikan informasi langit tersebut kepada yang di bawahnya , dia keburu terbakar kena sambaran meteor , dan kadang-kadang dia tersambar meteor setelah menyampaikan informasi itu , maka tukang sihir atau dukun itu mencampur satu informasi langit tadi dengan seratus kebohongan , meskipun demikian tetap saja orang-orang mengatakan : bukan kah dia pernah mengatakan kepada kami begini , begitu dan begitu ( kemudian jadi kenyataan ) ? . Maka si dukun tersebut dipercaya karena satu informasi yang di dengar dari langit ". ( HR. Bukhory dalam Shahihnya no. 4701 )

Dalam hadits yang di riwayatkan Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu , dia berkata  :

أَخْبَرَنِي رِجَالٌ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ مِنَ الْأَنْصَارِ: أَنَّهُمْ بَيْنَمَا هُمْ جُلُوسٌ لَيْلَةً مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ، رُمِيَ بِنَجْمٍ فَاسْتَنَارَ، فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «مَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ إِذَا رُمِيَ بِمِثْلِ هَذَا؟»

قَالُوا: اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، كُنَّا نَقُولُ: وُلِدَ اللَّيْلَةَ رَجُلٌ عَظِيمٌ، وَمَاتَ اللَّيْلَةَ رَجُلٌ عَظِيمٌ.

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ : « فَإِنَّهَا لاَ يُرْمَى بها لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ حَيَاتِهِ وَلَكِنَّ رَبَّنَا تَبَارَكَ اسْمُهُ إذَا قَضَى أَمْرًا سَبَّحَ حَمَلَةُ الْعَرْشِ ثُمَّ سَبَّحَ أَهْلُ السَّمَاءِ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ حتى يَبْلُغَ التَّسْبِيحُ أَهْلَ السَّمَاءِ الدُّنْيَا قال الَّذِينَ يَلُونَ حَمَلَةَ الْعَرْشِ لِحَمَلَةِ الْعَرْشِ مَاذَا قال رَبُّكُمْ فَيُخْبِرُونَهُمْ فَيَسْتَخْبِرُ أَهْلُ السَّمَوَاتِ بَعْضُهُمْ بَعْضًا حتى يَبْلُغَ الْخَبَرُ هذه السَّمَاءَ الدُّنْيَا فَتَخْطَفُ الْجِنُّ السَّمْعَ فَيُلْقُونَهُ إلَى أَوْلِيَائِهِمْ وَيُرْمَوْنَ بِهِ فما جَاءُوا بِهِ على وَجْهٍ فَهُوَ حَقٌّ وَلَكِنَّهُمْ يَرْقَوْنَ فيه وَيَزِيدُونَ».

Orang-orang dari kalangan Anshar, yang merupakan sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ, telah memberitahuku bahwa ketika mereka sedang duduk bersama Rasulullah ﷺ pada suatu malam, tiba-tiba sebuah meteor nampak terlemparkan maka bersinarlah, lalu beliau bertanya : 

"Apa yang kalian katakan jika terjadi seperti ini saat kalian masih jahiliyah ?".

Mereka menjawab : Kami katakan : Telah lahir orang yang agung atau telah mati orang yang agung .

Maka Rosulullah bersabda :

" Sesungguhnya meteor itu di lempar bukan karena ada kematian seseorang atau kelahirannya , akan tetapi Rabb (tuhan) kami jika telah menentukan sebuah perkara , bertasbihlah para malaikat pemikul Arasy, kemudian bertasbih pula para malaikat penghuni langit berikutnya, sehingga suara tasbih itu terdengar sampai kelangit dunia .

Kemudian penghuni langit yang berada di bawah persis para pemikul Arasy meminta kabar , dan bertanya kepada para pemikul Arasy : " Apa yang Rabb (tuhan) kalian firmankan ? ". Maka merekapun mengkabarkannya , dan setiap penghuni suatu langit menginformasikan kepada penghuni langit lainnya , sehingga informasi itu berakhir pada langit ini .

Dan para Jin mendengarkan informasi itu dengan sembunyi-sembunyi , serta menyampaikannya kepada wali-walinya , dan mereka jin-jin tersebut di lempari . Maka jin-jin tersebut jika mereka datang dengan membawa kabar apa adanya , maka kabar itu adalah benar ( hak ) , akan tetapi mereka telah mencampur adukan (dengan kebohongan) dan menambah-nambahinya " . ( HR. Muslim no.2229 dan Turmudzi no. 3224).

Dua hadits di atas menunjukkan akan adanya dan terjadinya hubungan antara manusia dan jin . Dan sesungguhnya para Jin itu bisa memberikan informasi kepada para dukun dengan sebuah informasi yang terkadang benar adanya , kemudian dukun-dukun tersebut menambahinya dengan segudang informasi palsu yang mereka karang sendiri , kemudian menceritakannya kepada manusia , maka mereka yang mendengarnya menemukan di sebagian ceritanya sesuatu yang nyata dan benar-benar terbukti .

Meskipun demikian tetap saja hukumnya haram berwasiilah atau bertawassul untuk sampai kepada sebuah tujuan dengan cara mendatangi para dukun tadi apalagi mempercayainya .

===***===

HUKUM BERTAWASSUL DENGAN WASILAH YANG SYAR'I

Tawassul yang syar'i itu hukum asalnya tidaklah wajib , namun ada yang di sunahkan dan ada pula yang hanya sebatas di bolehkan .

Seandainya seseorang ingin berdoa kepada Allah secara langsung tanpa bertawassul (melakukan sesuatu apapun sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT) , maka hal itu tak mengapa. Namun, sebagai makhluk yang penuh dengan dosa dan kemaksiatan, kita membutuhkan perantara ( wasilah ) yang dapat mengantarkan kita kepada tujuan kita, Allah SWT .

Perantara ( wasiilah ) yang di sunnah kan misalnya wasilah berupa amal shaleh . 

Adapun perantara yang sebatas di bolehkan hukumnya seperti wasilah doa orang shaleh yang masih hidup, yaitu kita meminta doa dari orang-orang yang kita anggap shaleh dengan harapan agar Allah berkenan mengabulkan doanya. Bukan karena kita tidak percaya diri dengan doa kita, tapi untuk lebih menguatkan doa itu agar lebih mudah diijabah oleh Allah.

Atau kita minta didoakan oleh saudara kita atau kawan kita yang hendak bepergian jauh sebagai sarana untuk mengikat agar ia tidak melupakan kita yang ditinggalkan ketika berjauhan , apalagi bepergian jauh dalam rangka untuk beribadah , seperti hendak pergi haji dan umrah . Hal ini lumrah dilakukan oleh setiap muslim.

Dan Rosululllah pun pernah melakukannya , seperti dalam hadits yang diriwayatkan dari Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:

اسْتأذَنْتُ النَّبيَّ في العُمْرَةِ، فَأذِنَ، وقال: «لاَ تَنْسَانَا يَا أُخَيَّ مِنْ دُعَائِكَ»، فقالَ : كَلِمَةً ما يَسُرُّنِي أنَّ لِي بِهَا الدُّنْيَا . وفي رواية قَالَ: «أشْرِكْنَا يَا أُخَيَّ في دُعَائِكَ».

"Aku pernah minta izin kepada Nabi untuk berumrah , maka beliau mengizinkanku, dan beliau berkata : " Wahai saudara kecilku , jangan lupakan kami dari doamu".

Umar bercerita : "Sebuah kalimat, kalau seandainya kalimat itu ditukar dengan dunia maka tidak akan bisa menyenangkanku".

Dalam satu riwayat Rosulullah berkata kepadanya:

"Wahai saudara kecilku, ikut sertakanlah kami didalam doamu".

( HR. Abu Daud no. 1500 dan Turmudzi no. 3562 . Abu Isa At-Turmudzi berkata : Hadits hasan Shahih ". Dan di dlaifkan oleh syeikh Al-Albani dalam Dhaif al-Jaami' 6278 dan Tahqiiq Riyadhush Shoolihiin no. 718 . Dan di dhaifkan pula oleh Shaikh Ibnu 'Utsaimin dalam Syarah Riyadhush Shoolihiin 4/154 ).

Allah SWT berfirman:

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ﴾.

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah Wasiilah (jalan yang mendekatkan diri ) kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan. ( QS. Al-Maidah : 35).

Dalam ayat ini jelas-jelas Allah SWT memerintahkan kita untuk mencari perantara agar dapat mempermudah jalan untuk mendekatkan diri kepada-Nya.

Bahkan Ibnu Taimiah menganggap bertawassul dengan keimanan dan amal shaleh sebagai sebuah kewajiban bagi setiap muslim , karena menurutnya, seseorang tak dapat selamat dari api neraka kecuali dengan keimanan dan amal shalih. Oleh karena itu , bertawassul dengan kedua hal itu adalah wajib hukumnya . (Qa'idah Jalilah hal. 5, Mausu'ah Fiqhiyah Kuwaitiyah).

Allah SWT memuji hamba-hamba-Nya yang selalu berusaha mencari wasilah dalam rangka untuk mendekatkan diri kepada-Nya.

﴿أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا﴾

"Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari wasilah (jalan) kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti." (QS. Al Israa': 57).

Sejak zaman Nabi hingga berabad-abad setelahnya, umat Islam terbiasa dengan amalan yang dinamakan tawassul tersebut tanpa ada pengingkaran dari seorang pun. Mereka terbiasa mencari-cari wasilah (perantara) yang dianggap dapat mendekatkan diri mereka kepada Allah sehingga doa nya lebih di dengar , misalnya dengan memperbanyak amal saleh dan inilah yang paling utama atau dengan mendatangi orang tua atau orang shaleh yang masih hidup untuk dimintai doa .

Allah SWT memerintahkan para Nabi dan Rosul-Nya serta orang-orang yang beriman - tanpa harus diminta - agar masing-masing mereka semasa hidupnya menjadi wasilah bagi yang lain dalam memohonkan kebaikan dan ampunan kepada Allah serta dalam mengharapkan ridho-Nya dan rahmat-Nya .

Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad untuk selalu menjadi wasilah bagi umatnya dalam memohonkan ampunan dari-Nya . Allah berfirman :

﴿وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ﴾

“ Dan mohonlah ( Muhammad ) ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan ! . Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal “. (QS. Muhammad:19)

Dan Allah SWT dalam firman-Nya menceritakan tentang doa Nabi Ibrahim ‘alahis salam sebagai wasilah kepada Allah SWT untuk kedua orang tuanya dan orang-orang beriman:

﴿رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ﴾

“ Ya Rabb kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)". ( QS. Ibrahim : 41 )

( Note : Firman Allah swt :

“ Ya Rabb kami! Beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku”, doa ini diucapkan sebelum jelas bagi Nabi Ibrahim bahwa kedua orang tuanya memusuhi Allah swt. Akan tetapi menurut suatu pendapat dikatakan bahwa ibu Nabi Ibrahim masuk Islam. Lafal waalidayya menurut qiraat yang lain dapat dibaca mufrad sehingga bacaannya menjadi waalidiy (dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya) ditegakkannya (hisab) ( Tafsir al-Jalaalain )

Dan Firman Allah SWT tentang doa Nabi Nuh alaihis salam:

﴿رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَلَا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلَّا تَبَارًا﴾

“ Ya Tuhanku! ampunilah Aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahKu dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan”. (QS. Nuh : 28)

Mendoakan sesama umat Islam baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat adalah bagian dari pada wasilah yang diamalkan oleh Nabi kita Muhammad dan para sahabatnya . Dan Allah SWT memujinya dalam al-Quran :

﴿وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ﴾

“ Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang". ( QS. Al-Hasyr : 10 )

Wasilah dengan doa seorang muslim untuk saudaranya yang paling mustajab adalah manakala doa itu dipanjatkan tanpa sepengetahuan saudaranya yang didoakan . Karena yang demikian itu menunjukkan betul-betul ikhlas karena Allah semata .

Dalam hadits Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash , Rosulullah bersabda :

"إن أسْرَعَ الدُّعَاءِ إجَابةً دَعْوةُ غَائِبٍ لغَائِبٍ".

Artinya : “Sesungguhnya Doa yang paling cepat di ijabah adalah adalah doa sesorang yang ghaib untuk seseorang yang ghaib pula ( Maksudnya : doa seseorang tanpa sepengetahuan orang yang didoakan)”.

( HR. Imam Bukhory dalam al-Adabul Mufrod 623 dan Tirmidzi dalam sunannya 1981 . Akan tetapi hadits ini dinyatakan dhaif oleh para ulama hadits diantaranya oleh syeikh al-Albaany dalam Dhaif Sunan Abi Daud 2/99 , 2/269 ) .

Imam Tirmidzi berkata :

"حَدِيثٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ، وَالْإِفْرِيقِيُّ يُضَعَّفُ فِي الْحَدِيثِ - وَهُوَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ زِيَادِ بْنِ أَنْعُمٍ-". اهـ

“ Hadits gharib ( asing ) , kami tidak mengenalnya kecuali dari arah ini , perawi yang bernama al-Ifriqy lemah dalam hadits , dia itu Abdurrahman bin Ziyad bin An’am”.

Namun demikian ada beberapa hadits Shahih yang sangat jelas menunjukkan mustajabnya wasilah doa seorang muslim untuk saudaranya tanpa sepengetahuannya .

Diantaranya hadits yang di riwayatkan dari Shafwan bin Abdillah bin Shafwan Radhiyallahu 'Anhu berkata :

قَدِمْتُ الشَّامَ، فَأَتَيْتُ أَبَا الدَّرْدَاءِ رضي الله عنه فِي مَنْزِلِهِ، فَلَمْ أَجِدْهُ وَوَجَدْتُ أُمَّ الدَّرْدَاءِ رضي الله عنها، فَقَالَتْ: أَتُرِيدُ الْحَجَّ هذا الْعَامَ؟ فَقُلْتُ: نَعَمْ. قَالَتْ: فَادْعُ اللهَ لَنَا بِخَيْرٍ، فَإِنَّ النَّبِيَّ ﷺ كَانَ يَقُولُ:

((دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لِأَخِيهِ بِخَيْرٍ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ)).

“Saat aku datang ke Syam, aku mendatangi Abu Darda’ di rumahnya. Namun aku tidak bertemu dengannya. Aku bertemu dengan Ummu Darda’. Ia bertanya (kepadaku), ‘Apakah kamu mau haji?’ Aku menjawab, ‘Ya.’ Ia berkata kepadamu, ‘doakan untuk kami kebaikan, karena Nabi bersabda,

 “Doa seorang muslim untuk saudaranya (muslim lainnya) yang tidak berada di hadapannya akan dikabulkan oleh Allah. Di atas kepala orang muslim yang berdoa tersebut terdapat seorang malaikat yang ditugasi menjaganya. Setiap kali orang muslim itu mendoakan kebaikan bagi saudaranya, niscaya malaikat yang menjaganya berkata, “Amin (semoga Allah mengabulkan) dan bagimu hal yang serupa.” (HR. Muslim no. 2733 )

Dalam redaksi lain, Dari Abu Darda , bahwa Rosulullah bersabda :

((مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يَدْعُو لأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ إِلاَّ قَالَ الْمَلَكُ وَلَكَ بِمِثْلٍ))

Tidak ada seorang hamba pun yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuannya, melainkan malaikat akan berkata kepadanya, "Dan bagimu seperti apa yang kamu pinta." (HR. Muslim no. 2732 )

Dan dalam riwayat lain dari Abu Darda , Rosulullah bersabda :

((مَنْ دَعَا لأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ، قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ : آمِينَ، وَلَكَ بِمِثْل))

“Barang siapa mendoakan suadaranya tanpa sepengetahuannya , maka malaikat yang diserahi urusan tersebut berkata : Amiin , dan bagimu apa yang kamu pinta “. [ Syarah Shahih Muslim Karya Hasan Abu al-Asybaal az-Zuhairi 11/52 ].

Haditst-hadits diatas jelas sekali bahwa mendoakan kebaikan untuk saudara seiman tanpa sepengetahuannya (yakni tanpa kehadirannya di hadapan kita) termasuk salah satu wasilah doa yang mustajab.

Maksudnya : Allah pasti mengabulkan dan tidak akan menolak doa tersebut. Allah akan limpahkan kebaikan kepada orang yang didoakan tadi. Bukan orang itu saja yang mendapat kebaikan, orang yang mendoakan juga akan mendapatkan kebaikan isi doanya tersebut melalui doa malaikat baginya. Dan doa malaikat pasti lebih dikabulkan dengan kemurahan Allah SWT.

Sebenarnya, mendoakan kebaikan untuk saudara seiman adalah mengundang kebaikan bagi kita. Karenanya, sebagian ulama salaf jika ingin berdoa memohon kebaikan untuk dirinya agar doanya mustajab maka ia berwasilah dengan cara mendoakan dulu saudaranya dengan doa tersebut. Maka bersegeralah mendoakan kebaikan untuk saudara kita tanpa sepengetahuannya dan rengguhlah keutamaannya untuk diri kita.

Di samping itu , mendoakan saudara seiman tanpa sepengetahuannya termasuk salah satu sebab untuk mempererat ukhuwah (persaudaraan). Sedangkan persaudaraan karena Islam termasuk tanda benarnya iman dan sebab turunnya rahmat.

Allah berfirman :

﴿ إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ﴾

"Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat." (QS. Al-Hujurat: 10)

Berulang, Rasulullah memerintahan orang-orang beriman agar menjadi hamba Allah yang bersaudara. Dan tanda persaudaraan adalah gemar memberikan kebaikan untuk saudara kita sebagaimana kita menginginan kebaikan itu untuk diri kita.

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu, dari Rasulullah bersabda,

((لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ))

"Tidak sempurna keimanan seseorang dari kalian, sebelum ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Di antara bentuk memberikan kebaikan kepada saudara seiman adalah mendoakan kebaikan untuknya tanpa kehadirannya dan tanpa sepengetahuannya. Doa yang semacam ini akan jauh lebih ikhlas. Karenanya, lebih dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Dalam hadits ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha , beliau berkata :

" لَمَّا رَأَيْتُ مِنَ النَّبِيِّ ﷺ طِيبَ نَفْسٍ ، قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لِي ، فَقَالَ : "اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِعَائِشَةَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهَا وَمَا تَأَخَّرَ، وَمَا أَسَرَّتْ وَمَا أَعْلَنَتْ " ، فَضَحِكَتْ عَائِشَةُ حَتَّى سَقَطَ رَأْسُهَا فِي حِجْرِهَا مِنَ الضَّحِكِ ، قَالَ : فَقَالَ : لَهَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ : " أَيَسُرُّكِ دُعَائِي"؟. قَالَتْ : وَمَا بِي لا يَسُرُّنِي دُعَاؤُكَ، قَالَ : " وَاللَّهِ إِنَّهَا لَدَعْوَتِي لأُمَّتِي فِي كُلِّ صَلاةٍ".

Ketika melihat Nabi sedang senang hati, aku berkata ; Ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah untukku!

Beliau pun mengucapkan :

" Ya Allah, ampunilah dosa 'Aisyah baik yang telah lalu maupun yang akan datang, baik yang dilakukannya secara sembunyi-sembunyi maupun secara terang-terangan".

Mendengar doa Nabi tersebut, 'Aisyah radhiyallahu ‘anha tertawa hingga kepalanya jatuh ke pangkuan Rasulullah karena kegembiraannya itu.

Lantas beliau bertanya ; 'Apakah kamu senang dengan doa yang kuucapkan tadi?'

'Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata : 'Bagaimana aku tidak senang dengan doa yang engkau ucapkan?'

Kemudian beliau bersabda : Demi Allah, doa itu adalah doa yang kupanjatkan untuk umatku dalam setiap shalatku.'

[ Hadits Hasan : HR. Al Bazzar dalam musnadnya , Ibnu Hibban (no. 7111, XVI/47) dalam Shahîhnya dan ath-Thabarani (no. 1458) dalam ad-Duâ`.

Hadits ini dinyatakan hasan oleh Syaikh Al-Albani dalam ash-Shahihah no. 2254 dan oleh Syu’eb al-Arna’uth dalam tahqiq dan takhrij Shahih Ibnu Hibban 16/48 Cet. Muassasah ar-Risalah].

Imam Nawawi berkata :

أَمَّا قَوْله : ( بِظَهْرِ الْغَيْب ) فَمَعْنَاهُ : فِي غَيْبَة الْمَدْعُوّ لَهُ , وَفِي سِرّه : لِأَنَّهُ أَبْلَغ فِي الْإِخْلَاص ... وَفِي هَذَا فَضْل الدُّعَاء لِأَخِيهِ الْمُسْلِم بِظَهْرِ الْغَيْب . وَلَوْ دَعَا لِجَمَاعَةٍ مِنْ الْمُسْلِمِينَ حَصَلَتْ هَذِهِ الْفَضِيلَة ، وَلَوْ دَعَا لِجُمْلَةِ الْمُسْلِمِينَ فَالظَّاهِر حُصُولهَا أَيْضًا ، وَكَانَ بَعْض السَّلَف إِذَا أَرَادَ أَنْ يَدْعُو لِنَفْسِهِ يَدْعُو لِأَخِيهِ الْمُسْلِم بِتِلْكَ الدَّعْوَة ؛ لِأَنَّهَا تُسْتَجَاب ، وَيَحْصُل لَهُ مِثْلهَا "

Adapun sabda Nabi : (بِظَهْرِ الْغَيْب ) maka artinya adalah tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya . Dan dalam kerahasiaanya itu terdapat keikhlasan yang lebih nyata ..... dan dalam hal ini terdapat keutamaan mendoakan saudaranya yang muslim tanpa sepengetahuannya .

Jika seseorang mendoakan untuk sekelompol umat Islam , maka akan mendapatkan keutamaan yang sama . Dan jika mendoakan untuk segolongan umat Islam maka nampaknya akan mendapatkan keutamaan yang sama juga . Dulu sebagian ulama salaf jika punya kehendak terhadap sesuatu untuk dirinya maka ia terlebih dahulu mendoakan saudaranya yang muslim dengan doa yang sama , karena agar doanya mustajab dan memperoleh yang semisalnya .

( lihat : Syarah Muslim Karya Imam Nawawi , dalam syarah hadits no. 2732  )

Syeikh Ibnu Taimiyah dalam Majmu fatawa 27/69 berkata : 

" وَمِنَ الْمَشْرُوعِ فِي الدُّعَاءِ : دُعَاءُ غَائِبٍ لِغَائِبٍ ، وَلِهَذَا أَمَرَ النَّبِيُّ ﷺ بِالصَّلَاةِ عَلَيْهِ ، وَطَلَبِنَا الْوَسِيلَةَ لَهُ ، وَأَخْبَرَ بِمَا لَنَا فِي ذَلِكَ مِنَ الْأَجْرِ إِذَا دَعَوْنَا بِذَلِكَ ، فَقَالَ ﷺ فِي الْحَدِيثِ :

« إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى الله عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِىَ الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِى الْجَنَّةِ لاَ تَنْبَغِى إِلاَّ لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا ذَلِكَ العَبْدُ . فَمَنْ سَأَلَ لِىَ الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِيْ يَوْم القِيَامَةِ ».

Artinya: Dan yang termasuk di syariatkan dalam berdoa adalah doa sesorang yang ghaib untuk seseorang yang ghaib pula ( Maksudnya : doa seseorang tanpa sepengetahuan orang yang didoakan ) . Oleh sebab itu Nabi memerintahkan kita agar bersholawat untuknya , dan memohonkan al-wasilah baginya.

Dan Beliau mengkabarkan bahwa kita akan mendapatkan pahala jika kita berdoa dengan sholawat . Maka dalam sebuah hadits Beliau bersabda : 

“Jika kalian mendengar seorang muadzdzin maka ucapkanlah seperti apa yang dia ucapkan, kemudian bershalwatlah kalian atasku, karena sesungguhnya barangsiapa yang bershalawat atasku satu kali shalawat, maka Allah akan bershalawat atasnya sepuluh kali .

Kemudian mintalah kalian kepada Allah untukku Al Wasilah, karena sesungguhnya ia adalah kedudukan di dalam syurga , tidak pantas mendapatkannya melainkan untuk seorang hamba dari hamba-hamba Allah dan aku berharap akulah orangnya (yang mendapatkan itu), maka barangsiapa yang memohonkan untukku Al Wasilah maka halal baginya syafaatku di hari kiamat ” .

[ Selesai kutipan dari Ibnu Taimiyah]

Penulis katakan :

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim  no. 384 dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhu.

Dan dalam Hadits Jabir bin Abdullah , bahwa Rosulullah bersabda : 

«مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدٌا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِى وَعَدْتَهُ ، حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ»

Artinya: “Barangsiapa yang ketika mendengar adzan mengucapkan:

اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدٌا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِى وَعَدْتَهُ

(Wahai Allah, rabbnya panggilan yang sempurna dan shalat yang didirikan ini, berikanlah kepada Muhammad Al Wasilah dan kemuliaan serta dudukkanlah beliau pada tempat yang terpuji yang telah Engkau janjikan untuk beliau) ; maka halal syafaatku untuknya pada hari kiamat.” [ HR. Bukhari no. 614].

===***===

MACAM-MACAM TAWASSUL DAN KLASIFIKASINYA

****

KLASIFAKASI PERTAMA :
TAWASSUL DENGAN NAMA-NAMA ALLAH DAN SIFAT-SIFATNYA .

Bertawssul kepada Allah SWT dengan menyebut nama dari nama-nama Allah yang Maha Indah atau dengan menyebutkan sifat dari sifat-sifat Allah SWT yang Maha Sempurna adalah sangat di anjurkan dan di perintahkan , misalnya dengan mengucapkan doa seperti berikut ini :

اللَّهُمّ  إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِأَنَّكَ أَنْتَ الرَّحْمنُ الرَّحِيْمُ ، اللَّطِيْفُ الْخَبِيْرُ أن تُعَافِيْنِي .

Artinya : Ya Allah sungguh aku memohon pada Mu ( bertawassul ) dengan sebuah pengakuan bahwa engkau adalah Rohmaan ( yang Maha Pengasih ) , Rahiim
( Maha Penyayang ) ,  Lathiif ( yang Maha Lemah Lembut ) dan Khobiir ( Maha Mengetahui ) agar engkau menjadikan ku sehat wal afiat ".

Atau berdoa dengan mengucapkan :

اللّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِرَحْمَتِكَ الَّتِيْ وَسِعَتْ كُلَّ شَيْئٍ أَنْ تَرْحَمَنِيْ وَتَغْفِرَ لِيْ .

Artinya : Ya Allah , sesungguhnya aku memohon pada Mu , ( bertawassul ) dengan sifat rahmat kasih sayang-Mu yang meliputi segala sesuatu agar engkau berkenan mengasihiku dan mengampuni ku .

===

DALIL-DALIL DI SYARIATKANNYA TAWASSUL 
DENGAN MENYEBUT NAMA-NAMA ALLAH DAN SIFAT-SIFATNYA :

Banyak sekali dalil-dalil yang menunjukkan pensyariatan dan perintah berdoa dengan bertawassul dengan nama-namaNya dan sifat-sifatNya , bahkan hampir seluruh doa Rosulullah ajarkan kepada para sahabatnya tidak lepas dari tawassul macam ini .

Dan Allah SWT memerintahkan kita semua untuk selalu bertawassul dengan menyebut nama-namaNya yang Maha Indah saat berdoa , seperti dalam firmanNya :

﴿وَلِلَّهِ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ﴾

Artinya : " Dan hanya milik Allah nama-nama yang Maha Indah ( AsmaulHusna ), maka kalian berdoalah kepada Allah dengan menyebut nama-nama tersebut dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan ". (QS. Al-A'raaf : 180 ).

Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman:

﴿ قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى﴾

“Katakanlah: ‘Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al-asma’ul husna (nama-nama yang terbaik) …”. (QS. Al-Isra’[17]: 110)

Dalam firman lainnya :

﴿ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ﴾

“… Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik. Bertasbih kepadaNya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS. Al-Hasyr[59]: 24)

Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa Allah memerintahkan kita untuk berdo’a dan ber-tawassul kepada-Nya dengan nama-namaNya. Maka hal ini menunjukkan keagungannya serta kecintaan Allah kepada do’a yang disertai nama-nama-Nya.

Dan bukan hal yang di ragukan lagi bahwa sifat-sifat Allah yang Maha Tinggi dan Maha Sempurna terkandung dalam nama-nama Nya , dengan demikian jika menyebut nama Nya maka termasuk di dalamnya menyebut sifatNya juga ; sebab nama-nama Allah yang Maha Indah itu adalah sebagai ungkapan akan sifat-sifat Nya yang Maha Mulia dan Maha Sempurna .

Rosulullah telah mengajarkan sebuah doa kepada para sahabatnya yang didalamnya dengan gamblang mencontohkan salah satu bentuk bertawassul dengan nama-nama Allah SWT , beliau bersabda :

«مَا أَصَابَ أَحَدًا قَطُّ هَمٌّ وَلاَ حَزَنٌ ، فَقَالَ : اللَّهُمَّ إِنِّى عَبْدُكَ ، وَابْنُ عَبْدِكَ ، وَابْنُ أَمَتِكَ ، نَاصِيَتِى بِيَدِكَ ، مَاضٍ فِىَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِىَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِى كِتَابِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِى عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِى، وَنُورَ صَدْرِى، وَجِلاَءَ حُزْنِى، وَذَهَابَ هَمِّى، إِلاَّ أَذْهَبَ اللَّهُ هَمَّهُ وَحُزْنَهُ، وَأَبْدَلَهُ مَكَانَهُ فَرَجًا».

Artinya : " Tidak lah sekali-kali seseorang di rundung kesedihan dan kegundahan lantas dia berdoa dengan mengucapkan :

"  Ya Allah , aku adalah hamba Mu , anak hamba Mu yang laki-laki , dan anak hamba Mu yang perempuan , ubun-ubunku di tangan Mu , telah lewat ketentuan Mu untukku , maha adil takdir Mu untukku .

Aku memohon pada Mu (bertawassul) dengan seluruh nama-nama milik Mu , baik nama Mu yang Engkau sendiri menamakannya , atau nama yang Engkau ajarkan kepada seseorang dari makhluk Mu , atau yang Engkau turunkannya dalam kitab Mu atau nama-nama yang masih tersimpan dalam pengetahuan ghaib di sisi Mu .

Semoga engkau berkenan menjadikan Al-Quran sebagai musim bunga hatiku , cahaya dadaku, penghilang rasa sedihku dan penghapus rasa dukaku ".

Kecuali Allah menghilangkan kegundahannya dan kesedihannya , serta menggantikannya dengan jalan keluar ".

( Diriwayatkan oleh Ahmad (3712) dengan lafaz ini, Ibnu Hibban (972), dan ath-Thabarani (10/210) (10352) dengan sedikit perbedaan. di Shahihkan oleh Ibnu al-Qoyyim dalam ash-Shawaa’iq al-Mursalah 3/913 dan oleh Syeikh Al-Albaany dalam as-Silsilah as-Shahihah no. 199).

Suatu ketika Rosulullah masuk masjid tiba-tiba beliau mendengar seseorang memanjatkan doa dalam tasyahud solatnya :

«اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ يَا أَللَّهُ بِأَنَّكَ الْوَاحِدُ الْأَحَدُ الصَّمَدُ الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ أَنْ تَغْفِرَ لِي ذُنُوبِي إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ  » . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ : « قَدْ غُفِرَ لَهُ » ثَلَاثًا .

Ya Allah , aku memohon pada Mu , wahai Al-Wahid ( yang tunggal ) Al-Ahad ( yang Maha Esa ) , Ash-Shomad ( yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu ) , yang tidak beranak , yang tidak di lahirkan , dan yang tidak ada sesuatupun yang setara denganNya , semoga engkau berkenan mengampuni ku , sesungguhnya Engkau adalah Al-Ghofur ( Maha pengampun ) dan al-Rohim ( Maha Pengasih ).

Maka Rosulullah bersabda : " Dia telah di ampuni " tiga kali .

(Diriwayatkan oleh an-Nasa’i (1301) dengan lafaz ini, Abu Dawud (985), dan Ahmad (18974) dengan sedikit perbedaan. . Sanad hadits dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani dalam at-Tawassul no. 31 dan Shahih an-Nasaa’i no. 1301).

Bertawassul dengan sifat-sifat Allah Ta’ala. Nabi bersabda dalam do’anya :

«يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيثُ أَصْلِحْ لِي شَأْنِي كُلَّهُ وَلَا تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ» .

Artinya : Wahai Dzat Yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri Sendiri, dengan rahmat-Mu aku memohon pertolongan; perbaikilah seluruh urusanku dan janganlah Engkau serahkan aku kepada diriku sendiri sekejap mata pun.”

(Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dalam al-Kubra (10330), al-Bazzar dalam al-Bahr az-Zakhkhor 13/49, Ibnu as-Sunni dalam Amalul Yaum wal Lailah hal. (48) no. (48), dan Ibnu ‘Adiy dalam al-Kamil fi Du‘afa’ (5/530) dengan lafaznya. ).

Al-Hakim dalam al-Mustadrak 1/730 no. 2000 berkata :

«هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ، وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ»

““Ini adalah hadits shahih menurut syarat Al-Bukhari dan Muslim, tetapi keduanya tidak meriwayatkannya.”

****

KLASIFIKASI KE DUA :
BERTAWASSUL KEPADA ALLAH SWT DENGAN AMAL SALEH.

Para ulama sepakat ( berijma' ) memperbolehkan tawassul terhadap Allah SWT dengan perantaraan perbuatan amal sholeh, sebagaimana orang yang sholat, puasa, membaca al-Qur’an, kemudian mereka bertawassul terhadap amalannya tadi .

Bahkan para ahli tafsir telah menafsirkan kata "al-washiilah" dalam QS Al Maidah 35 dan Al Israa': 57 dengan amal shalih.

Di bolehkan pula beribadah kepada Allah SWT atau amal saleh untuk sebuah PAMRIH atau HARAPAN yang di tujukan kepada Allah semata , terutama jika pamrih tersebut sifatnya ukhrowi , contohnya tawassul dengan amal saleh untuk sebuah permohonan agar di ampuni dosa-dosanya , diselamatkan dari adzab kubur dan siksa neraka, serta agar mendapatkan nikmat kubur dan di masukkan dalam surga Nya.

Dan ada pula pamrih atau harapan yang sifatnya duniawi , misalkan mengharapkan kepada Nya agar di selamatkan dari mara bahaya , di sembuhkan dari segala penyakit , di mudahkan segala urusannya dsb . Pamrih yang seperti ini juga termasuk yang di syariatkan.

Banyak sekali dalil-dalil yang mensyariatkan ibadah kepada Allah dikarenakan adanya pamrih atau harapan yang di tujukan kepada Nya semata .

Misalnya firman-firman Allah SWT seperti berikut ini :

﴿مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُود﴾.

Artinya : " Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud , mereka mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud ". (QS. Al-Fath : 29 ) .

﴿الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (191)﴾.

Artinya : " Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka ". ( QS. Ali Imran : 191 ).

﴿رَبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلإيمَانِ أَنْ آمِنُوا بِرَبِّكُمْ فَآمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الأبْرَارِ . رَبَّنَا وَآتِنَا مَا وَعَدْتَنَا عَلَى رُسُلِكَ وَلا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّكَ لا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ﴾.

Artinya : " Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman (yaitu): "Berimanlah kamu kepada Tuhan-mu", maka kami pun beriman . Ya Tuhan kami , maka ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti.

Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji." ( QS. Ali Imran : 193-194 ).

Firman Allah SWT tentang doa orang-orang yang selesai melaksanakan haji :

﴿فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ . وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ﴾

Artinya : " Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang berdoa:

"Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia", dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka" . ( QS. Al-Baqoroh : 200 – 201 ) .

Firman Allah SWT tentang doa nabi Ibrahim ‘alahis salam meminta rizki untuk keturunannya yang ditempatkan di sisi Baitul Haram karena penempatan mereka disana adalah untuk mendirikan sholat : 

﴿رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ﴾.

Artinya : " Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur ". ( QS. Ibrahim : 37 ).

Dalam sebuah hadits Rosullulah menganjurkan umatnya agar bangun malam pada saat sepertiga akhir , tentunya untuk shalat malam , kemudian dianjurkan berdoa , karena pada waktu itu adalah saat-saat yang mustajab :

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , Rosulullah bersabda :

"إِذَا بَقِيَ ثُلُثُ اللَّيْلِ نَزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُولُ مَنْ ذَا الَّذِي يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ ذَا الَّذِي يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ مَنْ ذَا الَّذِي يَسْتَرْزِقُنِي فَأَرْزُقَهُ مَنْ ذَا الَّذِي يَسْتَكْشِفُ الضُّرَّ فَأَكْشِفَهُ عَنْهُ حَتَّى يَنْفَجِرَ الْفَجْرُ ".

“ Jika tersisa sepertiga malam terakhir Allah tabaraka wa ta’ala akan turun setiap malam ke langit dunia. Maka Ia berkata:

“Barangsiapa siapa yang berdo’a kepada-Ku akan Aku kabulkan doanya; dan barangsiapa yang meminta ampun kepada-Ku, akan Aku ampuni dia; barangsiapa yang meminta rizki kepada-Ku, akan Aku beri dia rizki , barang siapa yang meminta dibebaskan dari bahaya , aku akan membebaskannya , hingga terbit fajar ”.

(HR. Bukhari , Muslim dan Ahmad , lafadz ini adalah lafadz Imam Ahmad no 7500 )

Dalam riwayat Imam Ahmad yang lain ada tambahan kata-kata :

" فَلِذَلِكَ كَانُوا يُفَضِّلُونَ صَلَاةَ آخِرِ اللَّيْلِ عَلَى صَلَاةِ أَوَّلِهِ " .

" Oleh sebab itu mereka para sahabat selalu mengutamakan sholat akhir malam dari pada di awal malam " ( Lihat Musnad Imam Ahmad no 7582 ).

DALAM BERTAWASSUL DENGAN AMAL SHALEH ADA DUA KLASIFIKASI AMAL :

Ke 1]. Amal saleh yang sudah lama pernah di amalkan .

Seperti hadits yang sangat populer diriwayatkan dalam kitab-kitab Shahih yang menceritakan tentang tiga orang yang terperangkap di dalam goa :

Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan , masing-masing dari Abdullah bin Umar dari Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam bersabda :

« بَيْنَمَا ثَلاَثَةُ رَهْطٍ يَتَمَشَّوْنَ أَخَذَهُمُ الْمَطَرُ فَأَوَوْا إِلَى غَارٍ فِى جَبَلٍ فَبَيْنَا هُمْ فِيهِ حَطَّتْ صَخْرَةٌ مِنَ الْجَبَلِ فَأَطْبَقَتْ عَلَيْهِمْ ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ : انْظُرُوا أَفْضَلَ أَعْمَالٍ عَمِلْتُمُوهَا لِلَّهِ تَعَالَى فَسَلُوهُ بِهَا لَعَلَّهُ يُفَرِّجُ بِهَا عَنْكُمْ ! فَقَالَ أَحَدُهُمُ : اللَّهُمَّ إِنَّهُ كَانَ لِى وَالِدَانِ كَبِيرَانِ وَكَانَتْ لِى امْرَأَةٌ وَوَلَدٌ صِغَارٌ ، وَكُنْتُ أَرْعَى عَلَيْهِمْ ، فَإِذَا رُحْتُ عَلَيْهِمْ ، بَدَأْتُ بِأَبَوَىَّ فَسَقَيْتُهُمَا ، فَنَأَى بِى يَوْمًا الشَّجَرُ فَلَمْ آتِ حَتَّى نَامَ أَبَوَاىَ ، فَطَيَّبْتُ الإِنَاءَ ثُمَّ حَلَبْتُ فِيهِ ثُمَّ قُمْتُ بِحِلاَبِى عِنْدَ رَأْسِ أَبَوَىَّ وَالصِّبْيَةُ يَتَضَاغَوْنَ عِنْدَ رِجْلَىَّ أَكْرَهُ أَنْ أَبْدَأَ بِهِمْ قَبْلَ أَبَوَىَّ وَأَكْرَهُ أَنْ أَوْقِظَهُمَا مِنْ نَوْمِهِمَا،  فَلَمْ أَزَلْ كَذَلِكَ قَائِمًا حَتَّى أَضَاءَ الْفَجْرُ ، اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنِّى فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ عَنَّا فُرْجَةً نَرَى مِنْهَا السَّمَاءَ فَفَرَجَ لَهُمْ فُرْجَةً رَأَوْا مِنْهَا السَّمَاءَ . وَقَالَ الآخَرُ : اللَّهُمَّ إِنَّهَا كَانَتْ لِى ابْنَةُ عَمٍّ فَأَحْبَبْتُهَا حَتَّى كَانَتْ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَىَّ فَسَأَلْتُهَا نَفْسَهَا ، فَقَالَتْ : لاَ حَتَّى تَأْتِينِى بِمِائَةِ دِينَارٍ،  فَسَعَيْتُ حَتَّى جَمَعْتُ مِائَةَ دِينَارٍ فَأَتَيْتُهَا بِهَا فَلَمَّا كُنْتُ بَيْنَ رِجْلَيْهَا قَالَتِ : اتَّقِ اللَّهَ ، لاَ تَفْتَحِ الْخَاتَمَ إِلاَّ بِحَقِّهِ ،  فَقُمْتُ عَنْهَا ، اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنِّى فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ لَنَا مِنْهَا فُرْجَةً فَفَرَجَ لَهُمْ مِنْهَا فُرْجَةً . وَقَالَ الثَّالِثُ : اللَّهُمَّ إِنِّى كُنْتُ اسْتَأْجَرْتُ أَجِيرًا بِفَرَقِ ذُرَةٍ ، فَلَمَّا قَضَى عَمَلَهُ عَرَضْتُهُ عَلَيْهِ فَأَبَى أَنْ يَأْخُذَهُ فَرَغِبَ عَنْهُ فَلَمْ أَزَلْ أَعْتَمِلُ بِهِ حَتَّى جَمَعْتُ مِنْهُ بَقَرًا وَرِعَاءَهَا فَجَاءَنِى ، فَقَالَ : اتَّقِ اللَّهَ وَأَعْطِنِى حَقِّى وَلاَ تَظْلِمْنِى فَقُلْتُ لَهُ  : اذْهَبْ إِلَى تِلْكَ الْبَقَرِ وَرِعَائِهَا فَخُذْهَا فَقَالَ : اتَّقِ اللَّهَ وَلاَ تَهْزَأْ بِى فَقُلْتُ : إِنِّى لاَ أَهْزَأُ بِكَ اذْهَبْ إِلَى تِلْكَ الْبَقَرِ وَرِعَائِهَا فَخُذْهَا فَذَهَبَ فَاسْتَاقَهَا ، اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنِّى فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ عَنَّا مَا بَقِىَ مِنْهَا ، فَفَرَجَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَنْهُمْ فَخَرَجُوا يَتَمَاشَوْنَ ».

" Ketika tiga orang sedang berjalan-jalan, tiba-tiba hujan turun. Maka mereka berteduh di sebuah goa di gunung. Sebuah batu besar tiba-tiba menggelinding dari gunung menuju pintu goa dan menutupnya.

Sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, 'Lihatlah amal shalih yang telah kamu kerjakan karena Allah, lalu berdoalah kepada Allah ( bertawassul ) dengannya . Semoga Allah memberi kemudahan bagi kalian.'

Salah seorang dari mereka berkata :

'Ya Allah, sesungguhnya aku mempunyai dua orang tua yang telah berusia lanjut, istri dan beberapa anak yang masih kecil. Aku yang menggembala untuk mereka. Jika aku pulang di sore hari, aku memerah susu, lalu memberi minum kedua orang tuaku terlebih dahulu sebelum anak-anakku. Suatu hari aku menggembala cukup jauh dari desa. Aku tidak pulang kecuali hari telah sore, dan aku mendapati mereka berdua telah tidur. Aku memerah susu seperti biasa. Aku membawa bejana susu kepada keduanya dan berdiri menunggu di atas kepala mereka berdua. Aku tidak ingin membangunkan kedunya dari tidur dan aku tidak ingin memberi minum anak-anakku sebelum keduanya minum. Sementara anak-anak menangis kelaparan di bawah kakiku. Aku tetap melakukan apa yang aku lakukan dan anak-anak juga demikian sampai terbit fajar. Jika engkau mengetahui bahwa aku melakukan itu hanya demi mencari wajah-Mu, maka bukalah pintu goa ini sedikit sehingga kami bisa melihat langit.'

Lalu Allah membuka pintu goa sedikit dan mereka melihat langit.

Yang lain berkata :

"Ya Allah, sesungguhnya aku mempunyai sepupu perempuan, dan aku sangat mencintainya seperti laki-laki mencintai perempuan. Aku meminta dirinya, tetapi dia menolak sampai aku bisa memberinya seratus dinar. Aku bekerja keras hingga aku berhasil mengumpulkan seratus dinar. Aku menyerahkan kepadanya. Manakala aku telah duduk di antara kedua kakinya, dia berkata, '"Wahai hamba Allah, bertaqwalah kepada Allah, jangan membuka cincin kecuali dengan haknya.' Maka aku meninggalkannya. Jika Engkau mengetahui bahwa aku melakukan itu karena mencari Wajah-Mu, maka bukalah pintu goa sedikit.' Maka pintu goa terbuka agak lebar.

Yang ketiga berkata :

'Ya Allah, sesungguhnya aku menyewa seorang pekerja dengan imbalan satu faraq besar ( tiga soo’ jagung / sekitar 9 kg jagung-pen). Selesai menunaikan pekerjaaannya, dia berkata, 'Berikan hakku.' Lalu aku menyodorkan faraq-nya, tetapi dia menolaknya ( dan pergi tanpa mengambil upahnya ) . Seterusnya aku mengelola atau mengembangkan upah yang di tinggalkannya sehingga dari faraq besar tersebut aku bisa mengumpulkan beberapa sapi sekaligus penggembalanya darinya. Dia datang lagi dan berkata, 'Bertakwalah kepada Allah, jangan menzhalimi hakku.' Aku berkata, 'Pergilah kepada sapi-sapi itu berikut penggembalanya. Ambillah.' Dia menjawab, 'Jangan mengolok-olokku, bertakwalah kepada Allah.' Aku berkata, 'Aku tidak mengolok-olok dirimu. Ambillah sapi-sapi itu dan pengembalanya.' Lalu dia mengambil dan pergi. Jika Engkau mengetahui bahwa aku melakukan hal itu demi mendapakan wajah-Mu, maka bukakanlah sisanya.' Maka Allah membuka apa yang tersisa , dan mereka keluar kemudian pergi ".

( Shahih Bukhori no. 2482 , 3482 dan Shahih Muslim , Al-Birr no. 7,8).

Dalam hadits Shahih ini jelas-jelas menunjukan di syariatkannya bertawassul dengan amal masing-masing yang telah lama di amalkan untuk berdoa kepada Allah SWT dan agar lebih cepat di kabulkan doa nya .

Kisah tiga orang mukmin tadi relevan dengan makna hadits Rosulullah yang menyatakan:

«تَعرَّفْ إِلَى اللهِ في الرَّخَاءِ يَعْرِفكَ في الشِّدَّة»

" Kenalilah Allah saat kamu senang , niscaya Dia mengenalimu saat kamu susah ". ( HR. Imam Ahmad dan Turmudzi , hadits hasan sohih )

Ke 2 : Amal saleh yang sedang diamalkan atu baru di amalkan sebelum berdoa .

Adapun bertawassul dengan amal saleh yang sedang di lakukan misalnya seseorang yang berdoa dalam kondisi sedang sholat atau tawaf mengelilingi Ka'bah atau wuquf di Arafah atau saat berpuasa .

Dalam hadits yang telah lalu di sebutkan bahwa Rosulullah masuk masjid tiba-tiba beliau mendengar seseorang memanjatkan sebuah doa dalam tasyahud solatnya , kemudian beliau berkata : "Sungguh dia telah di ampuni".

Dan adapun berdoa yang di awali dengan amal saleh , maka contoh dan dalilnya seperti berikut ini :

Dalam surat Al Fatihah ayat 5 dan 6 disebutkan amal shalih terlebih dahulu sebelum disebutkan doa:

﴿إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ . اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ﴾

" Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus " .

Ayat ini memberi isyarat bahwa sebelum berdoa sebaiknya seseorang beramal shalih telebih dahulu.

Serupa dengan ayat diatas adalah ayat-ayat berikut ini:

﴿الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا إِنَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Artinya :" (Yaitu) orang-orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka," (QS. Ali Imran: 16)

﴿فَلَمَّا أَحَسَّ عِيسَى مِنْهُمُ الْكُفْرَ قَالَ مَنْ أَنْصَارِي إِلَى اللَّهِ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنْصَارُ اللَّهِ آمَنَّا بِاللَّهِ وَاشْهَدْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ رَبَّنَا آمَنَّا بِمَا أَنْزَلْتَ وَاتَّبَعْنَا الرَّسُولَ فَاكْتُبْنَا مَعَ الشَّاهِدِينَ﴾.

Artinya : " Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani Israel) berkatalah dia: "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?" Para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: "Kami lah penolong-penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri. Ya Tuhan kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telah kami ikuti rasul, karena itu masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi (tentang keesaan Allah)" . ( QS. Ali Imran : 52 ) .

Rosulullah menganjurkan kita setelah membaca Al-Quran Kalam Allah agar bertawassul dengannya , seperti dalam hadits riwayat Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu ia berkata: aku mendengar Rasulullah bersabda :

«مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فَلْيَسْأَلِ اللهَ بِهِ فَإِنَّهُ سَيَأْتِيْ أَقْوَامٌ يَقْرَءُوْنَ القرآنَ وَيَسْأَلُوْنَ بِهِ النَّاسَ».

Artinya : " Barangsiapa membaca Al Quran maka hendaknya ia memohon kepada Allah dengan Al Quran itu, karena suatu saat akan datang sekelompok kaum yang membaca Al Quran lalu mereka meminta ( upah ) kepada manusia dengan Al Quran itu".

( HR. Ahmad , Turmudzi , Ibnu Abi Syaibah, Thabrani, Baihaqi dalam Syuabul Iman. Lihat: Al Jami' Al Kabir ). Hadits ini di Shahihkan oleh Al-Albaany dalam kitab-kitabnya : Islahus Saajid hal. 106 , silsilah Shahihan 1/461 , Shahih Targhib no. 1433 , dan lainnya ).

Yang dikabarkan Rosulullah dalam haditst diatas sudah terjadi pada masa sahabat-sahabat Nabi masih hidup , seperti dalam riwayat Turmudzi :

Dari Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu :

‏"أَنَّهُ مَرَّ عَلَى قَارِئٍ ‏ ‏يَقْرَأُ الْقُرْآنَ ثُمَّ يَسَأَلَ النَّاسَ بِهِ فَاسْتَرْجَعَ عِمرانُ ، ثُمَّ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ ‏ ‏يَقُولُ ‏ ‏مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فَلْيَسْأَلْ اللَّهَ بِهِ فَإِنَّهُ سَيَجِيءُ أَقْوَامٌ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ وَيَسْأَلُونَ بِهِ النَّاسَ".

Suatu ketika ia melewati seorang qori sedang membaca Al-Qur'an , kemudian setelah membacanya meminta ( upah ) kepada orang-orang , maka Imran menyuruhnya untuk mengembalikan , dan berkata : Aku mendengar Rosulullah bersabda :

" Barangsiapa membaca Al Quran maka hendaknya ia memohon kepada Allah dengan Al Quran itu, karena suatu saat akan datang sekelompok kaum yang membaca Al Quran lalu mereka meminta ( upah ) kepada manusia dengan ( bacaan ) Al Quran itu ".

( HR. Turmudzi no. 2917 dan beliau berkata : " Hadits Hasan ". Dan Syeikh Al-Albaany dalam Shahih Targhib 2/80 no. 1433 mengatakan : " Shahih karena ada yang lainnya ". Dan dalam Shahih wa Dloif al-Jami' no. 11413 serta Shahih wa Dloif Sunan Turmudzi 6/417 no. 2917 beliau mengatakan : " Hasan " .

****

BACA SHOLAWAT :
ADALAH SALAH SATU WASIILAH TERKABULNYA DOA, TAPI BUKAN SYARAT .

Al-Imam an-Nawawi berkata dalam “الأَذْكَارُ” hal. 176 :

( أَجْمَعَ الْعُلَمَاءُ عَلَى اسْتِحْبَابِ ابْتِدَاءِ الدُّعَاءِ بِالْحَمْدِ لِلَّهِ تَعَالَى وَالثَّنَاءِ عَلَيْهِ ، ثُمَّ الصَّلَاةِ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ ، وَكَذَلِكَ تُخْتَمُ الدُّعَاءُ بِهِمَا، وَالْآثَارُ فِي هَذَا الْبَابِ كَثِيرَةٌ مَرْفُوعَةٌ ).

Ijma’ para ulama akan istihbab nya dalam berdoa di awali dengan bacaan Hamdalah , puji-pujian kepada Allah , kemudian baca Sholawat untuk Rosulullah . Dan begitu juga mengakhiri doa dengan keduanya . Banyak Sekali Hadits Nabawi yang berkaitan dengan Bab ini “.

Syeikh bin Baaz berkata :

فَالْمُؤْمِنُ وَالْمُؤْمِنَةُ يَجْتَهِدَانِ فِي تَعَاطِي الْأَسْبَابِ وَاللَّهُ جَلَّ وَعَلَا هُوَ الْمُوَفِّقُ، وَمِنْ أَسْبَابِهَا الصَّلَاةُ عَلَى النَّبِيِّ ﷺ وَلَيْسَتْ شَرْطًا، لَيْسَتِ الصَّلَاةُ شَرْطًا، وَلَكِنَّهَا مِنْ أَسْبَابِ الْإِجَابَةِ

"Seorang mukmin dan mukminah hendaklah bersungguh-sungguh dalam menjalankan berbagai macam sabab agar doanya dikabulkan oleh Allah swt . Dan salah satu sebabnya adalah bersholawat utk Nabi , namun itu BUKAN SYARAT (dlm kemustajaban) . Sholawat itu bkn syarat mustajab nya doa . Akan tetapi salah satu sebab ijabah nya doa.

===

BACA SHOLAWAT ADALAH BAGIAN DARI ADAB DALAM BERDOA ;

Di antara adab yang sangat membantu terkabulnya doa adalah bershalawat kepada Rasulullah sebelum berdoa.

Imam al-Baihaqi meriwayatkan dalam “شُعَبُ الإِيمَانِ” [as-Silsilah as-Shahihah 5/55] dari Ali radhiyallahu ‘anhu , berkata :

"كُلُّ دُعَاءٍ مَحْجُوْبٌ حَتَّى يُصَلَّى عَلَى مُحَمَّدٌ ﷺ"

“ Semua Doa akan terhalang (untuk dikabulkan) sehingga bersholawat untuk Nabi ”.

Dan hadits ini di riwayatkan pula oleh Thabraniy dalam al-Mu’jam al-Ausath 1/220 no. 721.

Ibnu Hajar al-Haitsamy dalam kitab “مَجْمَعُ الزَّوَائِدِ”  (10/160 No. 17278) :

رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ فِي الْأَوْسَطِ، وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ

“Diriwayatkan oleh ath-Thabarani dalam *al-Awsath*, dan para perawinya tepercaya“.

Dan Hadits ini di Shahihkan Syeikh al-Albaani dalam “صَحِيحُ الْجَامِعِ” no. 4523.

Al-Lajnah ad-Daaimah ( اللَّجْنَةُ الدَّائِمَةُ لِلْبُحُوثِ الْعِلْمِيَّةِ وَالإِفْتَاءِ ) pernah di tanya tentang hadits di atas , pertanyaan ke 6 dari Fatwa No. 4972 .

Jawabannya :

"هٰذَا الْحَدِيثُ لَيْسَ بِصَحِيحٍ، وَقَدْ نَبَّهَ صَاحِبُ الْجَامِعِ الصَّغِيرِ عَلَى ضَعْفِهِ".

Hadits ini tidak Shahih . Penulis kitab al-Jaami' ash-Shaghiir telah memperingatkan akan kelemahannya.

Dan semoga Allah memberikan at-taufiiq , dan semoga shalawat dan salam Allah limpahkan atas Nabi kita Muhammad, keluarganya dan para sahabatnya.

Lajnah Tetap Riset Ilmiah dan fatwa . Ketua : Abdulaziz bin Abdullah bin Baaz. Wakil Ketua : Abdul Razzaq Afiifi. Anggota: Abdullah bin Ghadian. Anggota: Abdullah bin Qa'oud]

Dan Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu memperjelas maksud hadits di atas,

"إِنَّ الدُّعَاءَ مَوْقُوفٌ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ، لَا يَصْعَدُ مِنْهُ شَيْءٌ، حَتَّى تُصَلِّيَ عَلَى نَبِيِّكَ ﷺ "

“Sesungguhnya doa itu akan tertahan di antara langit dan bumi, tidak akan diangkat; hingga engkau bershalawat kepada Nabimu

(Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (486), Ibnu Bisykawal dalam *al-Qurbah* (4) dengan lafaz ini, dan Ishaq sebagaimana dalam *al-Mathalib al-‘Aliyah* (3321) dengan sedikit perbedaan.

Ibnu Katsir berkata : “ Sanadnya Jayyid / baik ” . Syaikh Al-Albani menyatakan hadits ini hasan dalam Shahih At-Tirmidzy No. 403 )

Dan Syeikh al-Albaani dalam “السِّلْسِلَةُ الصَّحِيحَةُ” No. 2035 setelah menyebutkan hadits ini dan syahid-syahid nya : 

"وَخُلَاصَةُ الْقَوْلِ ، أَنَّ الْحَدِيثَ بِمَجْمُوعِ هَذِهِ الطُّرُقِ وَالشَّوَاهِدِ لَا يَنْزِلُ عَنْ مَرْتَبَةِ الْحَسَنِ إِنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى عَلَى أَقَلِّ الْأَحْوَالِ" ا.هـ .

Ringkasnya : Hadits ini dengan semua jalaur-jalur nya dan saksi-saksinya maka tidak turun dari martabat Hasan , Insya Allah , itu kondisi yang paling minimal “.

Kemuadian apa yang di riwayatkan Tirmidzy dari Umar ini di hukumi Marfu alias dari sabda Nabi . Al-Haafidz al-Iraaqy berkata :

" وَهُوَ وَإِنْ كَانَ مَوْقُوفًا عَلَيْهِ فَمِثْلُهُ لَا يُقَالُ مِنْ قِبَلِ الرَّأْيِ، وَإِنَّمَا هُوَ أَمْرٌ تَوْقِيفِيٌّ فَحُكْمُهُ حُكْمُ الْمَرْفُوعِ ...

Dan itu meskipun benar mauquf kepdanya , maka yang semisal itu tidak bisa di katakan bahwa itu pendapat dia , akan tetapi itu adalah termasuk perkara tauqifi , maka hukumnya marfu “.

Begitu juga yang di katakan oleh al-Qoodli Abu Bakar Bin al-‘Araby setelah menyebutkan atsar Umar tadi :

وَمِثْلُ هٰذَا إِذَا قَالَهُ عُمَرُ لَا يَكُونُ إِلَّا تَوْقِيفًا لِأَنَّهُ لَا يُدْرَكُ بِنَظَرٍ" ا.هـ .

Dan masalah ini , jika Umar yang mengatakannya maka tiada lain bahwa itu adalah perkara tawqiifi , karena tidak bisa di cerna dengan nadzor “.

Berikut ini pernyataan Ibnu Qoyyim al-Jauzy tentang " Bershalawat kepada Nabi Saat Berdoa ".

Ibnul Qayyim menyatakan :

" Bahwa ada tiga tingkatan dalam bershalawat saat doa:

a- Bershalawat sebelum memanjatkan doa setelah memuji Allah.

b- Bershalawat di awal, pertengahan dan akhir doa.

c- Bershalawat di awal dan di akhir, lalu menjadikan hajat yang diminta di pertengahan doa.

Mengenai perintah bershalawat saat akan memanjatkan doa disebutkan dalam hadits Fudholah bin ‘Ubaid, ia berkata :

أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ لَمَّا سَمِعَ رَجُلًا يَدْعُو وَلَمْ يُصَلِّ عَلَى النَّبِيِّ ﷺ وَلَمْ يَحْمَدِ اللَّهَ قَالَ: عَجِلَ هَذَا! ثُمَّ قَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: إِذَا دَعَا أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِتَحْمِيدِ رَبِّهِ وَالثَّنَاءِ عَلَيْهِ، ثُمَّ لِيُصَلِّ عَلَى النَّبِيِّ ﷺ ثُمَّ يَدْعُ بِمَا شَاءَ.

أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ لَمَّا سَمِعَ رَجُلًا يَدْعُو فِي صَلَاتِهِ وَلَمْ يُصَلِّ عَلَى النَّبِيِّ ﷺ قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: عَجِلَ هَذَا، ثُمَّ دَعَاهُ فَقَالَ لَهُ أَوْ لِغَيْرِهِ: إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِتَحْمِيدِ اللَّهِ وَالثَّنَاءِ عَلَيْهِ، ثُمَّ لِيُصَلِّ عَلَى النَّبِيِّ ﷺ، ثُمَّ لْيَدْعُ بَعْدُ بِمَا شَاءَ.

“Bahwa Nabi ketika mendengar seseorang memanjatkan doa dalam shalatnya, lalu orang itu tidak membacakan shalawat untuk Nabi , maka beliau berkata :

“Orang ini terlalu tergesa-gesa dalam doanya.”

Kemudian beliau memanggilnya lalu mengatakan padanya atau mengatakan kepada yang lainnya :

“Jika salah seorang di antara kalian berdoa, maka mulailah dengan memuji Allah, menyanjung-Nya, lalu bershalawat kepada Nabi , lalu mintalah doa yang diinginkan.”

(HR. Tirmidzi, no. 3477 dan Abu Daud, no. 1481. Abu Isa At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Al-Hafizh Abu Thahir menilai sanad hadits tersebut hasan.) Dan Di shahihkan oleh Syeikh al-Albaany dalam Shahih Abu daud No. 1314)

Ibnul Qayyim menyatakan pula :

" Bahwa membaca shalawat pada saat berdoa, kedudukannya seperti membaca Al-Fatihah dalam shalat. Jadi pembuka doa adalah shalawat kepada Nabi . Untuk shalat, pembukanya adalah dengan bersuci.

Ahmad bin Abu Al Hawra’ pernah mendengar Abu Sulaiman Ad-Daraniy berkata,

“Siapa yang ingin memanjatkan hajatnya kepada Allah, maka mulailah dengan bershalawat kepada Nabi , lalu mintalah hajatnya. Kemudian tutuplah doa tersebut dengan shalawat kepada Nabi karena shalawat kepada beliau akan membuat doa tersebut maqbulah (mudah diterima).”

( Baca : Jalaa’ Al-Afham, hlm. 335-336).

Dari Zirr, dari ‘Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu ‘anhu , dia berkata :

كُنْتُ أُصَلِّي وَالنَّبِيُّ ﷺ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ مَعَهُ فَلَمَّا جَلَسْتُ بَدَأْتُ بِالثَّنَاءِ عَلَى اللَّهِ ثُمَّ الصَّلَاةِ عَلَى النَّبِيِّ ﷺ ثُمَّ دَعَوْتُ لِنَفْسِي فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ سَلْ تُعْطَهْ سَلْ تُعْطَهْ

“Aku pernah shalat dan kala itu Abu Bakar dan ‘Umar bersama dengan Nabi . Ketika aku duduk, aku memulai doaku dengan memuji Allah, lalu bershalawat kepada Nabi , kemudian aku berdoa untuk diriku sendiri. Nabi pun bersabda,

“Mintalah, engkau akan diberi. Mintalah, engkau akan diberi.”

(HR. Tirmidzi, no. 593. Di Hasankan oleh al-Albani dalam أَصْلُ صِفَةِ الصَّلَاةِ (3/992) dan as-Silsilah ash-Shahihah 7/620 dan di hasankan pula oleh al-Waadi'ii dalam ash-Shahiih al-Musnad no. 869 )

Namun demikian , ada beberapa Doa yang senantiasa Rosulullah panjatkan , namun beliau tidak membaca sholawat , baik di awal sebelum berdoa maupan sesudahnya .

Diantaranya adalah sbb :

Ke 1. Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwa Nabi bersabda pada Fatimah (puterinya):

“Apa yang menghalangimu untuk mendengar wasiatku atau yang kuingatkan padamu setiap pagi dan petang yaitu ucapkanlah:

يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ، وَأَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ وَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ أَبَدًا

(artinya: Wahai Rabb Yang Maha Hidup, wahai Rabb Yang Berdiri Sendiri tidak butuh segala sesuatu, dengan rahmat-Mu aku minta pertolongan, perbaikilah segala urusanku dan jangan diserahkan kepadaku sekali pun sekejap mata tanpa mendapat pertolongan dari-Mu selamanya).”

(HR. Ibnu As Sunni dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no. 46, An Nasai dalam Al Kubro 381: 570, Al Bazzar dalam musnadnya 4/ 25/ 3107, Al Hakim 1: 545. Sanad hadits ini hasan sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 227).

Ada juga doa yang lafazhnya hampir mirip dengan lafazh di atas dari hadits Abu Bakroh radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi bersabda :

دَعَوَاتُ الْمَكْرُوبِ اللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُو فَلاَ تَكِلْنِى إِلَى نَفْسِى طَرْفَةَ عَيْنٍ وَأَصْلِحْ لِى شَأْنِى كُلَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ

“Doa orang yang dirundung duka : Ya Allah, dengan rahmat-Mu, aku berharap, janganlah Engkau sandarkan urusanku pada diriku walau sekejap mata, perbaikilah segala urusanku seluruhnya, tidak ada ilah yang berhak disembah selain Engkau).”

(HR. Abu Daud no. 5090, Ahmad 5: 42. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan karena mengingat adanya penguat).

Doa di atas adalah doa yang luar biasa yang di dalamnya berisi tahqiqul ‘ubudiyah yaitu perealisasian penghambaan pada Allah. Di dalamnya juga terdapat bentuk Tawassul pada Allah lewat nama dan sifat-Nya.

Ke 2. Dari [Jubair bin Sulaiman bin Jubair bin Muth'im] ia berkata; Aku mendengar [Ibnu Umar] berkata,

لَمْ يَكُنْ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَدَعُ هَؤُلَاءِ الدَّعَوَاتِ حِينَ يُمْسِي وَحِينَ يُصْبِحُ :

" اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِينِي وَدُنْيَايَ وَأَهْلِي وَمَالِي اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَتِي "

وَقَالَ عُثْمَانُ : " عَوْرَاتِي وَآمِنْ رَوْعَاتِي اللَّهُمَّ احْفَظْنِي مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ وَمِنْ خَلْفِي وَعَنْ يَمِينِي وَعَنْ شِمَالِي وَمِنْ فَوْقِي وَأَعُوذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِي ".

قَالَ أَبُو دَاوُد قَالَ وَكِيعٌ : يَعْنِي الْخَسْفَ

"Belum pernah Rasulullah meninggalkan doa-doa tersebut saat tiba waktu sore dan pagi hari: 

(Ya Allah, aku memohon kepada-mu keselamatan di dunia dan di akhirat. Ya Allah, aku mohon kepada-Mu pemaafan dan keselamatan dalam agama, dunia, keluarga dan harta. Ya Allah, tutupilah auratku,

- Utsman menyebutkan dengan lafadz - "Auratku, dan amankanlah aku dari rasa takut. Ya Allah, jagalah aku dari depan, belakang, sisi kanan, sisi kiri, dan dari atas. Aku berlindung kepada-Mu dengan kebesaran-Mu agar aku tidak diserang dari arah bawah."

Abu Dawud berkata, "Waki' mengatakan, "Maksudnya adalah penenggelaman."

( HR. Bukhori dalam “الأَدَبُ المُفْرَدُ” No. 1200 , Abu Daud No. 4476 & 5074 , Nasaai dalam “المُجْتَبَى” (8/282) , Ibnu Majah No. 3871, Ibnu Hibbaan No. 961 , al-Haakim 1/517&518 , Ahmad 2/25 , Ibnu Abi Syaibah 10/239 , Ibnu Sinni “عَمَلُ الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ”  No. 40 dan at-Thabraani dalam “الْمُعْجَمُ الْكَبِيرُ” 12/No. 13296 .

Al-Haakim berkata : “ Sanadnya Shahih “ . Dan di Shahihkan pula oleh Ibnu Hibbaan. Para perawinya Tsiqoot .

Ke 3. Dari Abdullah Ar-Ruumi, dari Anas bin Malik berkata :

قِيلَ لَهُ : إِنَّ إِخْوَانَكَ أَتَوْكَ مِنَ الْبَصْرَةِ - وَهُوَ يَوْمَئِذٍ بِالزَّاوِيَةِ - لِتَدْعُوَ اللَّهَ لَهُمْ ، قَالَ : اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا ، وَارْحَمْنَا ، وَآتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً ، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً ، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ، فَاسْتَزَادُوهُ ، فَقَالَ مِثْلَهَا ، فَقَالَ : إِنْ أُوتِيتُمْ هَذَا ، فَقَدْ أُوتِيتُمْ خَيْرَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ

"Dikatakan kepadanya : 'Sesungguhnya saudara-saudaramu telah datang kepadamu dari kota Bashrah -dia ketika itu ada di pojok (Zawiyah)- agar engkau memohonkan doa kepada Allah untuk mereka.'

Dia berdoa : 'Ya Allah, ampunilah kami, limpahkanlah rahmat kepada kami, berilah kami kebaikan di dunia dan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa api neraka/ Kemudian mereka minta tambah lagi, lalu dia (Anas) mengulangi bacaannya, setelah itu ia berkata, 'Jika engkau diberikan semua ini, maka sungguh engkau telah diberikan kebaikan dunia dan akhirat.'"  

( HR. Bukhrory dalam “ الأَدَبُ المُفْرَدُ” . Syeikh al-Albaany dlam صَحِيْحُ الأَدَبُ المُفْرَدُ [ 494/633 Cet. Dar Shodiq . cet ke 1 thn 1421 H ] berkata : “ Shahih, sanadnya “]

Ke 4. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata,

أَتَى النَّبِيَّ ﷺ رَجُلٌ ، فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللهِ ، أَيُّ الدُّعَاءِ أَفْضَلُ ؟ قَالَ : سَلِ اللهَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ ، فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ ، ثُمَّ أَتَاهُ الْغَدَ ، فَقَالَ : يَا نَبِيَّ اللهِ ، أَيُّ الدُّعَاءِ أَفْضَلُ ؟ قَالَ : سَلِ اللهَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ ، فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ ، فَإِذَا أُعْطِيتَ الْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ ، فَقَدْ أَفْلَحْتَ.

"Nabi pernah didatangi oleh seorang laki-laki lalu berkata, 'Wahai Rasulullah, doa apakah yang paling utama?.'

Beliau bersabda : 'Mintalah kepada Allah ampunan dan keselamatan di dunia dan hari akhir."

Setelah itu, pada keesokan hari ia datang lagi lalu berkata, "Wahai Nabi Allah!, doa apakah yang paling utama?."

Beliau bersabda, "Mintalah ampun kepada Allah dan keselamatan di dunia dan hari akhir. Apabila kamu diberikan keselamatan di dunia dan di akhirat, maka kamu benar-benar beruntung.'"

[ HR. Imam Bukhori dalam “الأَدَبُ المُفْرَدُ” (495/637), Tirmidzi no. 3512 ,  Ibnu Majah no. 3848 dan Ahmad 3/127 (12316) ].

Syeikh al-Albaany menshahihkannya , di dalam kitab Ash-Shahihah (1523).

Ke 5. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,

دَخَلَ عَليَّ النَّبيُّ ﷺ وَأنَا أُصَلِّي وَلَهُ حَاجَةٌ فأبْطَأتُ عَلَيْهِ ، قَالَ : يا عائشةُ ، عليكِ بجُمَلِ الدعاءِ و جوامعِه قولي :

"اللّٰهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ، عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ، مَا عَلِمْتُ مِنْهُ وَمَا لَمْ أَعْلَمْ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ الشَّرِّ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ، وَمَا عَلِمْتُ مِنْهُ وَمَا لَمْ أَعْلَمْ، وَأَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ، وَأَسْأَلُكَ مِمَّا سَأَلَكَ بِهِ مُحَمَّدٌ ﷺ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِمَّا تَعَوَّذَ بِهِ مُحَمَّدٌ ﷺ، وَمَا قَضَيْتَ لِيْ مِنْ قَضَاءٍ فَاجْعَلْ عَاقِبَتَهُ رُشْدًا".

"Nabi pernah masuk ke kamar saya ketika saya sedang melaksanakan shalat -beliau ada perlu, lalu saya menunda shalat – beliau bersabda :

'Wahai Aisyah, hendaknya kamu membaca doa yang singkat, lengkap, dan padat.'

Ketika selesai shalat saya bertanya : 'Wahai Rasulullah, apakah doa yang singkat, lengkap, dan padat itu?'

Beliau ﷺ bersabda, 'Katakanlah,

"Ya Allah! Saya memohon kepada-Mu segala kebaikan, baik untuk kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat saya, baik yang saya ketahui maupun yang ndak saya ketahui.

Saya memohon surga kepada-Mu, dan sesuatu yang dapat mendekatkan saya kepadanya (surga) baik berupa perkataan maupun perbuatan.

Dan saya minta perlindungan kepadamu dari api neraka, serta sesuatu yang dapat mendekatkan saya kepadanya baik berupa perkataan maupun perbuatan.

Saya memohon kepada-Mu sesuatu yang diminta oleh Muhammad kepada-Mu, dan saya memohon perlindungan kepada-Mu dari sesuatu yang perlindungan yang diminta oleh Muhammad, serta apa yang telah Engkau tetapkan untuk saya, maka jadikanlah suatu kebenaran."'"  

HR. Imam Bukhori dalam “الأَدَبُ المُفْرَدُ” (497/639) , Ibnu Majah (3846) dan Ahmad (25138) dengan sedikit perbedaan . Lafadz di atas adalah lafadz Bukhori .

Syeikh al-Albaany menshahihkannya , di dalam kitab Ash-Shahihah (1532).

===***===

KLASIFIKASI KE TIGA :
BERTAWASSUL KEPADA ALLAH SWT MELALUI DOA ORANG LAIN ATAU ORANG SHALEH .

Pada asalnya setiap muslim dan muslimah dalam berdoa diperintahkan langsung memohon sendiri kepada Allah tanpa adanya perantara antara dirinya dengan Allah SWT.

Allah SWT berfirman :

) وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ (60) (

Artinya : " Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina". (QS. Ghofir / al-Mukmin : 60 ).

Dalam firman-Nya yang lain :

﴿وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ﴾

Artinya : " Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran ". ( QS. Al-Baqoroh : 186 ).

Dan dalam firman-Nya yang lain :

﴿وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا﴾

Artinya : " Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kalian berdoa kepada seseorang pun ( di dalamnya ) di samping ( berdoa kepada ) Allah . ( QS. Al-Jinn : 18 ).

Ayat-ayat diatas dengan jelas menunjukkan pada asalnya dalam berdoa itu hendaknya langsung memohon sendiri kepada Allah tanpa adanya perantara orang lain.  Karena hal seperti ini akan lebih memotivasi dirinya untuk berperan aktif dalam meningkatkan berbagai macam bentuk ibadah agar dirinya bisa merasa lebih dekat kepada Allah SWT dan lebih fokus dalam menciptakan rasa takut serta tawakkal kepadaNya , maka dengan demikian besar harapannya untuk dikabulkan .

Imam Bukhory dalam Shahihnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu bahwa Rosulullah bersabda :

«يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ أُمَّتِي سَبْعُونَ أَلْفًا بِغَيْرِ حِسَابٍ هُمْ الَّذِينَ لَا يَسْتَرْقُونَ وَلَا يَتَطَيَّرُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ».

Artinya : " Tujuhpuluh ribu dari umatku masuk surga ( langsung ) tanpa di hisab terlebih dulu, mereka adalah orang-orang yang tidak meminta orang lain untuk membacakan ruqyah ( doa kesembuhan ) pada dirinya dan tidak tathoyyur (menggantungkan nasibnya pada suara burung atau arah burung terbang atau yang semakna dengannya) dan hanya kepada Rabbnya ( Tuhannya ) saja mereka bertawakkal". ( HR. Bukhory no. 6472 ).

Hadits ini menyatakan bahwa orang-orang yang masuk surga langsung tanpa melalui proses pengadilan akhirat atau hisab adalah orang-orang yang memiliki tingkat ketawakkalan kepada Allah paling tertinggi . Semakin tinggi tingkat ketawakalan seseorang maka semakin tinggi pula tingkat kesabaran dan kepasrahannya kepada Allah semata setelah melalui proses usaha yang maksimal dan mandiri . 

Dan tawakkal itu sendiri artinya berserah diri sepenuhnya hanya kepada Allah semata setelah berusaha maksimal .

VITAGORAS seorang filosof Yunani :

Ada sebuah Dalil Vitagoras tentang minta bantuan doa dari orang lain (Tawassul dengan doa orang lain) ,  dia mengatakan :

(مَنْ كَانَتِ الْوَسَائِطُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ مَوْلَاهُ أَكْثَرَ فَهُوَ فِي رُتْبَةِ الْعُبُودِيَّةِ أَنْقَصُ، وَإِذَا كَانَ الْبَدَنُ مُفْتَقِرًا فِي مَصَالِحِهِ إِلَى تَدْبِيرِ الطَّبِيعَةِ، وَكَانَتِ الطَّبِيعَةُ مُفْتَقِرَةً فِي تَأْدِيَةِ أَفْعَالِهَا إِلَى تَدْبِيرِ النَّفْسِ، وَكَانَتِ النَّفْسُ مُفْتَقِرَةً فِي اخْتِيَارِهَا الْأَفْضَلَ إِلَى إِرْشَادِ الْعَقْلِ، وَلَمْ يَكُنْ فَوْقَ الْعَقْلِ فَاتِحٌ إِلَّا الْهِدَايَةُ الْإِلَهِيَّةُ، فَبِالْحَرِيِّ أَنْ يَكُونَ الْمُسْتَعِينُ بِصَرِيحِ الْعَقْلِ فِي كَافَّةِ الْمَصَارِفِ مَشْهُودًا لَهُ بِفِطْنَةِ الِاكْتِفَاءِ بِمَوْلَاهُ)

 " Siapa saja orangnya semakin banyak menggunakan perantara antara Allah dan antara dirinya ( dalam berdoa ) , maka semakin berkurang tingkat / kwalitas penghambaan dirinya kepada Nya .

Karena jika fisik manusia saja membutuhkan proses pengaturan yang alami di dalam menjaga kevalidannya . Sementara proses yang alami itu membutuhkan pengendalian mental didalam menjalankan aktifitasnya . Dan pengendalian mental juga membutuhkan bimbingan akal di dalam menentukan pilihannya yang terbaik . Dan tidak ada pembuka di atas akal selain hidayah Ilahi ; maka hendaknyalah seseorang yang minta pertolongan kepada-Nya harus dibarengi dengan kejernihan akal pikiran dalam segala langkahnya serta di barengi dengan kesempurnaan rasa cukup langsung dengan Tuhannya saja ( tanpa adanya perantara ) ". ( al-Milal wan Nihal karya Syahristany 2/82 )

Dengan demikian semakin yakin bahwa berdoa langsung kepada Allah tanpa bertawassul dengan orang lain lebih utama ( وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ ) .

Akan tetapi jika seorang Muslim menghadapi kesulitan atau tertimpa musibah besar, namun ia menyadari akan kekurangan-kekurangan dirinya dihadapan Allah, sedang ia ingin mendapatkan sebab yang kuat kepada Allah, lalu ia pergi kepada orang tuanya agar berkenan mendoakannnya atau pergi kepada orang yang diyakini memiliki keutamaan dan pengetahuan tentang al-Qur’an dan Sunnah , serta do’anya diharapkan terkabul karena keshalihan dan ketakwaanya, disebabkan ia selalu menjaga dirinya dengan yang halal dalam makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggalnya , dan juga dikenal sebagai orang yang ahli ibadah dan taqwa, maka tidaklah mengapa jika seseorang memintanya berdo’a untuknya dalam urusan yang ia inginkan . Dan cara demikian ini termasuk tawassul yang dibolehkan .

Syariat Islam tidak menafikan akan adanya sebagian manusia yang do'a nya sulit bahkan mustahil di kabulkan , sementara sebagian yang lain ada yang doa nya mustajab:

Dalam hadits yang di riwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , Rosulullah bersabda :

«أيُّهَا النَّاسُ ، إنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إلاَّ طَيِّباً ، وإنَّ اللهَ أَمَرَ المُؤمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ المُرْسَلِينَ . فقالَ تعالى : ﴿يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحاً﴾ [ المؤمنون : 51 ] ، وقال تعالى : ﴿يَا أيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ﴾ [ البقرة : 172 ] . ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أشْعثَ أغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إلَى السَّمَاءِ : يَا رَبِّ يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، ومَلبسُهُ حرامٌ، وَغُذِّيَ بالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ ؟».

Artinya : " Hai manusia , sesungguhnya Allah Maha Baik dan tidak menerima kecuali yang baik saja. Allah memerintahkan kepada orang-orang beriman seperti apa yang Dia perintahkan kepada Para Rasul.

Allah berfirman : Hai Rasul-rasul! Makanlah sebagian dari yang baik-baik dan berbuatlah amal yang baik. (surat al-Mukminun : 51) .

Dan Allah berfirman : "Hai orang-orang beriman. Makanlah makanan yang baik yang Kami berikan kepada kalian." (al-Baqarah : 172).

Lalu Rasulullah bercerita tentang seorang lelaki yang menempuh perjalanan jauh, hingga rambutnya kusut dan kotor, iapun menadahkan kedua tangannya ke langit (sambil berseru) 'Ya Robb ! Ya Robb' ! , sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia kenyang dengan barang haram. Bagaimana mungkin doanya dikabulkan? "

( HR. Muslim dalam "Shahih"nya no. 1015 ).

Hadits ini menyatakan akan adanya sebagian manusia yang jika ia berdo'a susah dikabulnya di sebabkan faktor-faktor tersebut .

Dizaman sekarang ini jarang sekali di temukan manusia yang luput dan lolos dari semua itu . Karena sekarang ini sudah merebak dan membudaya berbagai macam bentuk bisnis dan transaksi yang non syar'i , sudah dianggap biasa yang namanya memakan uang riba ( bunga ), memanfaatkan barang gadaian , suap menyuap , jual beli suara pemilu , uang preman atau keamanan yang sebenarnya preman itu sendiri penjahatnya , uang pelicin yang jika tidak ngasih maka akan dipersulit dan bertele-tele urusannya dan yang paling parah adalah memperjual belikan agama serta ayat-ayat Al-Quran .

Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , Rosulullah bersabda :

«يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ مَا يُبَالِي الرَّجُلُ مِنْ أَيْنَ أَصَابَ الْمَالَ مِنْ حَلَالٍ أَوْ حَرَامٍ».

Artinya : " Akan datang kepada manusia suatu zaman dimana seseorang sudah tidak memperdulikan lagi dari mana dia mendapatkan harta , dari yang halal atau dari yang haram". ( HR. Bukhori no. 2059 , 2083 dan Nasaai 7/234 ).

Sementara dalam hadits yang di riwayatkan Kaab bin 'Ujroh radhiyallahu ‘anhu , Rosulullah bersabda :

«لَا يدْخُلُ الْجنَّة لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ وكلُّ لحَمْ نبَتَ مِنْ سُحْتٍ فالنَّارُ أوْلى بِه»

Artinya : " Tidak masuk surga daging yang tumbuh dari yang haram . Dan setiap daging yang tumbuh dari yang haram , maka api neraka lebih berhak dengannya ".

(HR. Tabrany 19/135 , Darimi 2/318 , Ibnu Hibban ( no. 1569 dan 1570 ) , Hakim 4/127 , Baihaqi di Sya'bul Iman 2/172/2 dan Imam Ahmad 3/321 dan 399 ) . Di Shahihkan Al-Albaany dalam Shahih Tirmidzi no. 614 . Dan beliau mengatakan di Silsilah Shahihah 6/108 : Sanadnya Jayyid / bagus sesuai syarat Muslim .

Imam Bukhari telah menyebut dalam kitab Shahih-nya dalam Bab :

[بَابُ مَا جَاءَ فِيمَنْ يَسْتَحِلُّ الْخَمْرَ وَيُسَمِّيهَا بِغَيْرِ اسْمِهَا]

Bab : Apa-Apa yang Datang Seputar Orang yang Menghalalkan Khamr dan Menamainya dengan Nama Lain.

Kemudian beliau membawakan hadits sebagai berikut dengan sanad nya :

Dari ‘Abdurrahman bin Ghunm Al-Asy’ary ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Abu ‘Aamir atau Abu Malik Al-Asy’ary : – demi Allah dia ia tidak mendustaiku – bahwa ia telah mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : 

"‏ لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ، وَلَيَنْزِلَنَّ أَقْوَامٌ إِلَى جَنْبِ عَلَمٍ يَرُوحُ عَلَيْهِمْ بِسَارِحَةٍ لَهُمْ، يَأْتِيهِمْ ـ يَعْنِي الْفَقِيرَ ـ لِحَاجَةٍ فَيَقُولُوا ارْجِعْ إِلَيْنَا غَدًا‏.‏ فَيُبَيِّتُهُمُ اللَّهُ وَيَضَعُ الْعَلَمَ، وَيَمْسَخُ آخَرِينَ قِرَدَةً وَخَنَازِيرَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ ‏"‏‏

“Akan ada di kalangan umatku suatu kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr, alat musik (al-ma’aazif).

Dan sungguh akan ada beberapa kaum akan mendatangi tempat yang terletak di dekat gunung tinggi . Lalu mereka didatangi orang yang berjalan kaki untuk suatu keperluan.

Lantas mereka berkata : “Kembalilah besok !”. 

Maka pada malam harinya, Allah menimpakan gunung tersebut kepada mereka dan sebagian yang lain dikutuk menjadi kera dan babi hingga hari kiamat” 

[HR. Al-Bukhari no. 5268. Diriwayatkan juga oleh Ibnu Hibban no. 6754; Ath-Thabrani dalam Al-Kabir no. 3417 dan dalam Musnad Syamiyyin no. 588; Al-Baihaqi 3/272, 10/221; Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Taghliqut-Ta’liq 5/18,19 dan yang lainnya. Hadits ini memiliki banyak penguat].

Jika hadits-hadits diatas menyebutkan orang-orang yang sulit di kabulkan doa serta sebab-sebabnya , maka hadits-hadits di bawah ini adalah kebalikannya yaitu orang-orang yang masuk dalam katagori mustajab do'anya .

Imam Bukhory meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , bahwa Rosulullah bersabda :

«إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ : مَنْ عَادَى لِى وَلِيًّا فَقَدْ بَارَزَنِى بِالْحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَىَّ عَبْدِى بِشَىْءٍ أَحَبَّ إِلَىَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِى يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى بَهَا وَلَئِنْ سَأَلَنِى عَبْدِى أَعْطَيْتُهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ».

Artinya : " Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah berfirman :

" Barang siapa memusuhi wali-Ku, maka ia telah menantangKu berperang . Dan apa saja yang hamba-Ku lakukan untuk mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih aku cintai daripada apa yang Aku wajibkan kepadanya.

Dan hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku mencintainya.

Maka jika aku telah mencintainya, Aku adalah pendengarannya di mana ia mendengar dengannya, Aku adalah penglihatannya di mana ia melihat dengannya, Aku adalah tangannya di mana ia bertindak dengannya, dan Aku adalah kakinya di mana ia berjalan dengannya.

Jika ia meminta sesuatu kepada-Ku, Aku pasti memberi nya. Jika ia meminta perlindungan kepada-Ku, Aku pasti melindunginya." [ HR. Bukhori no. 6502]

Dalam hadits Anas yang di riwayatkan Imam Bukhory dan Muslim dalam Shahihnya bahwa Nabi bersabda :

« إِنَّ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ مَنْ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لأَبَرَّهُ »

" Sesungguhnya dari hamba-hamba Allah terdapat hamba yang jika ia bersumpah dengan Allah, maka Allah pasti mengabulkan apa saja yang ia sumpahi nya ". [ HR. Bukhori no. 4611 dan Muslim no. 1675 ].

Imam Bukhori meriwayatkan dari Humaid : bahwa Anas bercerita kepada mereka :

أَنَّ الرُّبَيِّعَ وَهِيَ ابْنَةُ النَّضْرِ كَسَرَتْ ثَنِيَّةَ جَارِيَةٍ فَطَلَبُوا الْأَرْشَ وَطَلَبُوا الْعَفْوَ فَأَبَوْا فَأَتَوْا النَّبِيَّ ﷺ فَأَمَرَهُمْ بِالْقِصَاصِ فَقَالَ أَنَسُ بْنُ النَّضْرِ أَتُكْسَرُ ثَنِيَّةُ الرُّبَيِّعِ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَا وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ لَا تُكْسَرُ ثَنِيَّتُهَا فَقَالَ يَا أَنَسُ كِتَابُ اللَّهِ الْقِصَاصُ فَرَضِيَ الْقَوْمُ وَعَفَوْا فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ إِنَّ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ مَنْ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ زَادَ الْفَزَارِيُّ عَنْ حُمَيْدٍ عَنْ أَنَسٍ فَرَضِيَ الْقَوْمُ وَقَبِلُوا الْأَرْشَ

Bahwa Ar Rubayyi', - putri dari kabilah An-Nadhar- mematahkan gigi depan seorang anak perempuan. Lalu mereka menuntut ganti rugi, namun mereka meminta agar dimaafkan , akan tetapi mereka menolaknya hingga akhirnya mereka (kedua kaum itu) menemui Nabi .

Maka Beliau memerintahkan mereka untuk menegakkan qishosh (yaitu dengan mematahkan giginya ).

Maka Anas bin an-Nadhar berkata:

"Apakah kami harus mematahkan gigi depannya ar-Rubayyi' wahai Rasulullah? Demi Dzat yang mengutus Tuan dengan benar, kami tidak akan mematahkan giginya".

Maka Beliau berkata: "Wahai Anas, di dalam Kitab Allah ada ketetapan hukum qishosh".

Maka tiba-tiba kaum itu berubah menjadi ridho dan memaafkannya. Kemudian Nabi bersabda:

"Sesungguhnya diantara hamba-hamba Allah ada hamba yang apabila bersumpah ; maka Allah membebaskannya".

Al Fazariy menambahkan dari Humaid dari Anas : "Maka kaum itu ridha dan menerima ganti ruginya" (HR. Bukhory no. 2054)

Dan telah di riwayatkan pula oleh Bukhory dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , bahwa Rosulullah besabda :

« لقَدْ كانَ فِيمَن كانَ قَبْلَكُمْ من الأمم ناس مُحَدَّثون مِن غيرِ أنْ يَكونُوا أنْبِياءَ، فإنْ يَكُنْ مِن أُمَّتي أحَدٌ فإِنَّهُ عمرُ»

Artinya : "Sungguh pada umat-umat sebelum kalian terdapat orang-orang muhaddatsuun (orang yang diberi ilham kebenaran di mulut mereka ) yang  bukan dari kalangan para nabi . Jika di umatku terdapat salah seorang dari mereka, maka dialah Umar bin Khaththab."

(HR. Bukhori no. 3469 , 3689 dan Muslim No. 2398 ).

Dengan adanya klasifikasi kemaqbulan doa masing-masing , yaitu adanya sebagian manusia yang do'a nya sulit di kabulkan , sementara sebagian yang lain ada yang doa nya mustajab , maka salah satu hikmah Ilahiyyah yang Allah berikan kepada umat ini adalah di syariatkannya bertawassul dengan orang-orang saleh.

Meskipun demikian hendaknya bertawassul dengan doa orang saleh tersebut tidaklah dijadikan sebuah kebiasaan yang berkesinambungan , melainkan di lakukan sesekali di saat menghadapi suatu problem yang sangat serius yang mana dia sendiri telah mencobanya langsung kepada Allah SWT , namun belum ada hasilnya . Yang demikian itu seperti yang pernah di lakukan oleh sahabat-sahabat Nabi , para tabi'in , tabiit Tabiin serta para ulama salaf dahulu .

Kebiasaan terus menerus seseorang melakukan tawassul dengan perantara doa orang lain akan mengurangi rasa percaya diri dan rasa tawakkal serta menciptakan rasa malas dalam usaha meningkatkan ketakwaannya kepada Allah yang semestinya dia terus berupaya dengan memperbanyak aktivitas ibadah konkrit yang bisa mendekatkan dirinya langsung kepada-Nya.

Lagi pula kebiasaan bertawassul dengan perantara doa orang lain akan melahirkan pribadi yang labil tidak mandiri karena akan selalu bergantung kepada yang lain , dan yang paling ditakutkan akan lahir sebuah keyakinan pada dirinya bahwa doanya mustahil akan di kabulkan oleh Allah tanpa perantara orang tersebut , atau yang lebih parah lagi jika berkayakinan bahwa orang yang di tawassuli tersebut memiliki kemampuan untuk mengabulkan doa seperti Allah SWT , inilah yang di sebut syirik . 

Yang jelas kebiasaan terus menerus bertawassul dengan doa orang lain itu tidak sejalan dengan ruh ketauhidan dan ketawakalan , kecuali jika orang saleh tersebut atau lainnya mendoakannya atas kemauannya sendiri tanpa diminta, maka dalam hal ini tak mengapa meski dilakukan secara terus menerus . Wallahua'lam bishowab

Jika seseorang merasa perlu sekali bertawassul dengan perantara doa orang lain , maka sebaiknya dia juga ikut terlibat aktif dalam proses doa tersebut , dia ikut berdoa kepada Allah SWT , paling tidak ikut mengamini doa orang yang mendoakannya . Tawassul seperti inilah yang di contohkan para sahabat dan generasi sesudahnya .

====

DALIL-DALIL TAWASSUL 
DENGAN ORANG SALEH YANG MASIH HIDUP .

Adapun dalil-dalil naqli yang menunjukkan di syariatkannya bertawassul dengan doa orang saleh berikut contoh-contoh yang pernah di lakukan oleh para sahabat dan para tabiin adalah seperti berikut ini :

Dalil tawassul dengan Rosulullah semasa hidupnya :

Firman Allah SWT :

﴿وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَحِيمًا﴾

Artinya : " Sesungguhnya jika mereka ketika menganiaya dirinya ( dengan berbuat dosa, kemudian ) datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang " . ( QS. An-Nisaa : 64 ).

Firman Allah tentang kisah orang-orang munafik yang di ajak menghadap Rosulullah agar beliau memintakan kepada Allah ampunan bagi mereka :

﴿وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا يَسْتَغْفِرْ لَكُمْ رَسُولُ اللَّهِ لَوَّوْا رُءُوسَهُمْ وَرَأَيْتَهُمْ يَصُدُّونَ وَهُمْ مُسْتَكْبِرُونَ. سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَسْتَغْفَرْتَ لَهُمْ أَمْ لَمْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ لَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ﴾

Artinya : " Dan apabila dikatakan kepada mereka ( orang-orang munafiq ): Marilah , agar Rasulullah memintakan ampunan bagimu, mereka membuang muka mereka dan kamu lihat mereka berpaling sedang mereka menyombongkan diri.

Sama saja bagi mereka, kamu mintakan ampunan atau tidak kamu mintakan ampunan bagi mereka, Allah tidak akan mengampuni mereka; sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik ". ( QS. Al-Munafiqun : 5-6 ).

Disebutkan dalam sebuah hadits yang populer tentang kisah orang buta yang bertawassul dengan Nabi agar Allah SWT mengembalikan penglihatannya.

Dari Utsman bin Hunaif :

أَنَّ رَجُلًا ضَرِيرَ الْبَصَرِ أَتَى النَّبِيَّ ﷺ فَقَالَ : ادْعُ اللَّهَ أَنْ يُعَافِيَنِي ! قَالَ : « إِنْ شِئْتَ دَعَوْتُ لَكَ وَإِنْ شِئْتَ أَخَّرْتُ ذَاكَ فَهُوَ خَيْرٌ » وفي رواية : « وَإِنْ شِئْتَ صَبَرْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ » ، فَقَالَ : ادْعُهُ ! فَأَمَرَهُ أَنْ يَتَوَضَّأَ فَيُحْسِنَ وُضُوءَهُ فَيُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ وَيَدْعُوَ بِهَذَا الدُّعَاءِ :

Bahwasannya : seorang laki-laki buta penglihatan telah datang menghadap Nabi seraya berkata : " Berdoalah kepada Allah agar Ia menyembuhkan ( penglihatan ) ku !" . Beliau menjawab : " Jika kamu menghendaki aku bedoa  , aku akan berdoa untukmu , dan jika kamu menghendaki aku untuk menunda , aku akan menundanya , dan itu lebih baik " ( dalam riwayat lain kata-katanya seperti ini : " Dan jika kamu mau bersabar , bersabarlah ! maka bersabar itu lebih baik untukkmu " ) .

Dia berkata : Berdoalah pada-Nya ! Maka beliau menyuruhnya berwudlu dengan membaguskan wudlunya , dan sholat dua rokaat , kemudian berdoa dengan doa berikut ini :

« اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٌ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ ، يَا مُحَمَّدٌ إِنِّي تَوَجَّهْتُ بِكَ إِلَى رَبِّي فِي حَاجَتِي هَذِهِ فَتُقْضَى لِي اللَّهُمَّ فشَفِّعْهُ فِيَّ ( وشَفِّعنِيْ فِيْه )».

" Ya Allah , sungguh aku memohon pada Mu , dan aku hadapkan wajahku kepadaMu bersama dengan Nabi Mu Muhammad Nabi penuh rahmat . Wahai Muhammad , sungguh aku hadapkan wajahku bersama denganmu kepada Rabb ku ( Tuhan ku ) untuk hajatku ini agar dipenuhi ( dikabulkan ) untukku . Ya Allah , maka jadikanlah beliau ini sebagai syafaat dalam permohonanku ini , dan jadikanlah pula aku ini sebagai syafaat dalam permohonan beliau tersebut ".

( HR. Ahmad 4/138 , Turmudzi no. 3578 , Ibnu Majah no. 1385 , Tabrani 3/2/2 dan Hakim 1/313 . Hadits ini di Shahihkan oleh Turmudzi , Abu Ishaq , Hakim , Dzahabi dan Al-Albaany ).

Syafaat makna asalnya menurut bahasa arab adalah doa . Dan makna itulah yang di maksud dengan syafaat Nabi Muhammad nanti di hari Kiamat , begitu pula makna syafaat para nabi dan rosul serta orang-orang saleh di hari kemudian . Maka dengan demikian yang di maksud dengan kata-kata dalam doa :

" Ya Allah , jadikanlah beliau ini sebagai syafaat dalam permohonanku ini "

Artinya adalah : Ya Allah , kabulkanlah doa beliau tentang hajatku ini , yaitu agar engkau berkenan mengembalikan penglihatanku ".

Hadits lain yang berkaitan erat dengan masalah tawassul dengan orang saleh adalah sbb :

Hadits riwayat Anas bin Malik:

إِنَّ رَجُلاً دَخَلَ الْمَسْجِدَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ مِنْ بَابٍ كَانَ نَحْوَ دَارِ الْقَضَاءِ وَرَسُولُ اللَّهِ ﷺ قَائِمٌ يَخْطُبُ فَاسْتَقْبَلَ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَائِمًا ثُمَّ قَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكَتِ الأَمْوَالُ وَانْقَطَعَتِ السُّبُلُ فَادْعُ اللَّهَ أَنْ يُغِيثَنَا !. قَالَ : فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَدَيْهِ ثُمَّ قَالَ : « اللَّهُمَّ أَغِثْنَا اللَّهُمَّ أَغِثْنَا اللَّهُمَّ أَغِثْنَا » ثَلاَثًا . قَالَ أَنَسٌ : فَلاَ وَاللَّهِ مَا نَرَى فِى السَّمَاءِ سَحَابَةً وَلاَ قَزَعَةً ، وَمَا بَيْنَنَا وَبَيْنَ سَلْعٍ مِنْ بَيْتٍ وَلاَ دَارٍ . قَالَ : فَطَلَعَتْ مِنْ وَرَائِهِ سَحَابَةٌ مِثْلُ التُّرْسِ ، فَلَمَّا تَوَسَّطَتِ السَّمَاءَ انْتَشَرَتْ ثُمَّ أَمْطَرَتْ . قَالَ أَنَسٌ : فَلاَ وَاللَّهِ مَا رَأَيْنَا الشَّمْسَ سِتًّا . قَالَ : ثُمَّ دَخَلَ رَجُلٌ مِنْ ذَلِكَ الْبَابِ فِى الْجُمُعَةِ الْمُقْبِلَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ ﷺ قَائِمٌ يَخْطُبُ فَاسْتَقْبَلَهُ قَائِمًا ، فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكَتِ الأَمْوَالُ وَانْقَطَعَتِ السُّبُلُ فَادْعُ اللَّهَ يُمْسِكْهَا عَنَّا قَالَ فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَدَيْهِ ثُمَّ قَالَ :« اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا ، اللَّهُمَّ عَلَى الآكَامِ وَالظِّرَابِ وَبُطُونِ الأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ ». قَالَ : فَأَقْلَعَتْ وَخَرَجْنَا نَمْشِى فِى الشَّمْسِ .

Bahwa seorang laki-laki memasuki mesjid pada hari Jumat dari pintu searah dengan Darulqada. Pada waktu itu Rasulullah sedang berdiri berkhutbah. Sahabat tersebut menghadap Rasulullah sambil berdiri, lalu berkata : Ya Rasulullah, harta benda telah musnah dan mata penghidupan terputus, berdoalah kepada Allah, agar Dia berkenan menurunkan hujan. Rasulullah mengangkat kedua tangannya dan berdoa:

" Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami. Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami. Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami".

Kata Anas : Tidak ! Demi Allah, kami tidak melihat di langit mendung atau gumpalan awan. Antara kami dan gunung tidak ada rumah atau perkampungan (yang dapat menghalangi pandangan kami untuk melihat tanda-tanda hujan). Tiba-tiba dari balik gunung muncul mendung bagaikan perisai. Ketika berada di tengah langit mendung itu menyebar lalu menurunkan hujan . Demi Allah , kami tidak melihat matahari selama enam hari .

Kemudian kata Anas lagi : Pada Jumat berikutnya seseorang datang dari pintu yang telah di sebut di atas ketika Rasulullah sedang berkhutbah. Orang itu menghadap beliau sambil berdiri dan berkata : Wahai Rasulullah, harta-harta telah musnah dan mata pencarian terputus ( karena hujan terus menerus ), berdoalah agar Allah berkenan menghentikannya. Rasulullah mengangkat kedua tangannya dan berdoa :

"Ya Allah, di sekitar kami dan jangan di atas kami. Ya Allah, di atas gunung-gunung dan bukit-bukit, di pusat-pusat lembah dan tempat tumbuh pepohonan".

Hujan pun reda dan kami dapat keluar, berjalan di bawah sinar matahari. (HR. Bukhory no. 1014 dan Muslim No.1493)

Tawassulnya Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha dengan Nabi .  

Dalam hadits ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha , beliau berkata :

" لَمَّا رَأَيْتُ مِنَ النَّبِيِّ ﷺ طِيبَ نَفْسٍ ، قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لِي ، فَقَالَ : " اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِعَائِشَةَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهَا وَمَا تَأَخَّرَ ، وَمَا أَسَرَّتْ وَمَا أَعْلَنَتْ "، فَضَحِكَتْ عَائِشَةُ حَتَّى سَقَطَ رَأْسُهَا فِي حِجْرِهَا مِنَ الضَّحِكِ، قَالَ: فَقَالَ : لَهَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: "أَيَسُرُّكِ دُعَائِي"؟ قَالَتْ : وَمَا بِي لا يَسُرُّنِي دُعَاؤُكَ، قَالَ: "وَاللَّهِ إِنَّهَا لَدَعْوَتِي لأُمَّتِي فِي كُلِّ صَلاةٍ".

Ketika aku melihat Nabi sedang senang hati, aku berkata ; Ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah untukku! Beliau pun mengucapkan :

“Allaahummaghfir li-'Aaisyata maa taqaddama min dzanbihaa wa maa ta-akhkhara wa maa asarrat wa maa a'lanat.”

(Yang artinya ) : Ya Allah, ampunilah dosa 'Aisyah baik yang telah lalu maupun yang akan datang, baik yang dilakukannya secara sembunyi-sembunyi maupun secara terang-terangan.

Mendengar doa Nabi tersebut, 'Aisyah tertawa hingga kepalanya jatuh ke pangkuan Rasulullah karena kegembiraannya itu.

Lantas beliau ﷺ bertanya ; 'Apakah kamu senang dengan doa yang kuucapkan tadi?'

'Aisyah berkata : 'Bagaimana aku tidak senang dengan doa yang engkau ucapkan?'

Kemudian beliau bersabda : Demi Allah, doa itu adalah doa yang kupanjatkan untuk umatku dalam setiap shalatku.'

[ Hadits Hasan : HR. Al Bazzar dalam musnadnya , Ibnu Hibban (no. 7111, 16/47) dalam Shahîhnya dan ath-Thabarani (no. 1458) dalam ad-Duâ`. Hadits ini dinyatakan hasan oleh Syaikh Al Albani dalam ash-Shahihah no. 2254 dan oleh Syu’eb al-Arna’uth dalam tahqiq dan takhrij Shahih ibnu Hibban 16/48 Cet. Muassasah ar-Risalah].

Dalil tawassul dengan orang saleh atau sesama muslim yang masih hidup selain Nabi .

Rosululllah pun pernah melakukannya , seperti dalam hadits yang diriwayatkan dari Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu, dia berkata :

اسْتأذَنْتُ النَّبيَّ ﷺ في العُمْرَةِ ، فَأذِنَ ، وقال :« لاَ تَنْسَانَا يَا أُخَيَّ مِنْ دُعَائِكَ » ، فقالَ : كَلِمَةً ما يَسُرُّنِي أنَّ لِي بِهَا الدُّنْيَا . وفي رواية قَالَ : « أشْرِكْنَا يَا أُخَيَّ في دُعَائِكَ».

" Aku pernah minta izin kepada Nabi untuk berumrah , maka beliau mengizinkanku , dan beliau berkata : " Wahai saudara kecilku , jangan lupakan kami dari doamu ". Umar bercerita : Sebuah kalimat , kalau seandainya kalimat itu ditukar dengan dunia maka tidak akan bisa menyenangkanku ".

Dalam satu riwayat Rosulullah berkata kepadanya : " Wahai saudara kecilku , ikut sertakanlah kami didalam doamu "

( HR. Abu Daud no. 1500 dan Turmudzi no. 3562 . Abu Isa At-Turmudzi berkata : Hadits hasan Shahih". Dan di dlaifkan oleh syeikh Al-Albani).

Dan Berikut ini adalah segenap atsar tawasssul para sahabat dengan orang yang mereka anggap sebagai orang shaleh , diantaranya adalah :

Tawassul Amiirulmukminiin Umar bin Khoththob dan para sahabat lainnya dengan Abbas radhiyallahu 'anhu paman Nabi semasa hidupnya setelah Nabi wafat :

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رضي الله عنه كَانَ إِذَا قَحَطُوا اسْتَسْقَى بِالْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَقَالَ: « اللَّهُمَّ إِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِينَا وَإِنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا! » . قَالَ : فَيُسْقَوْنَ .

Dari Anas bin Malik : " Bahwasanya Umar bin al-Khaththab, jika manusia mengalami masa kekeringan, maka dia meminta kepada Abbas bin Abdul Muththalib untuk minta doa agar turun hujan, dia mengatakan : "

 Ya Allah, dulu kami bertawassul kepadaMu dengan Nabi kami, dan Engkau pun menurunkan hujan kepada kami. Maka saat ini kami bertawassul kepada-Mu dengan paman Nabi kami, turunkanlah hujan kepada kami ".

Dan hujan pun turun kepada mereka." (HR. Bukhari no. 954)

Al-Imam Ibn Hajar al-‘Asqalani ketika mensyarahkan hadits ini berkata:

وَقَدْ بَيَّنَ الزُّبَيْرُ بْنُ بَكَارٍ فِي الْأَنْسَابِ صِفَةَ مَا دَعَا بِهِ الْعَبَّاسُ فِي هَذِهِ الْوَاقِعَةِ وَالْوَقْتِ الَّذِي وَقَعَ فِيهِ ذَلِكَ، فَأَخْرَجَ بِإِسْنَادٍ لَهُ أَنَّ الْعَبَّاسَ لَمَّا اسْتَسْقَى بِهِ عُمَرُ قَالَ:

اللَّهُمَّ إِنَّهُ لَمْ يَنْزِلْ بَلَاءٌ إِلَّا بِذَنْبٍ، وَلَمْ يُكْشَفْ إِلَّا بِتَوْبَةٍ، وَقَدْ تَوَجَّهَ الْقَوْمُ بِي إِلَيْكَ لِمَكَانِي مِنْ نَبِيِّكَ، وَهَذِهِ أَيْدِينَا إِلَيْكَ بِالذُّنُوبِ وَنَوَاصِينَا إِلَيْكَ بِالتَّوْبَةِ فَاسْقِنَا الْغَيْثَ.

فَأَرْخَتِ السَّمَاءُ مِثْلَ الْجِبَالِ حَتَّى أَخْصَبَتِ الْأَرْضُ، وَعَاشَ النَّاسُ

Artinya: “Sesungguhnya al-Zubair bin Bakkar di dalam al-Ansab telah menjelaskan doa al-‘Abbas dalam peristiwa ini dan waktu peristiwa itu berlaku, beliau mengeluarkannya (meriwayatkannya) dengan isnadnya bahawa al-‘Abbas apabila diminta beristisqa oleh ‘Omar, beliau berdoa dengan berkata: 

“Ya Allah, sesungguhnya sesuatu bala tidak akan turun melainkan disebabkan dosa, dan bala tersebut tidak akan tersingkap melainkan dengan bertaubat. Sesungguhnya orang ramai telah bertawajjuh (minta berdoa) denganku kepadaMu, disebabkan kedudukanku (yang hampir) dengan NabiMu. Inilah tangan-tangan kami, (ditadahkan) kepadaMu, dan ubun-ubun kami (diserahkan) kepadaMu dengan kembali bertaubat (kepadaMu). Oleh itu turunkanlah bantuan (hujan) kepada kami.” 

Lalu awan berkumpul dengan banyak seperti membentuk bukit-bukau sehingga bumi menjadi subur, dan orang ramai dapat hidup dengan selesa.”  

Tawassulnya Ummu Darda radhiyallahu ‘anhaa dengan Shafwan bin Abdillah bin Shafwan radhiyallahu 'anhu ketika beliau hendak pergi untuk berhaji , beliau berkata,

قَدِمْتُ الشَّامَ، فَأَتَيْتُ أَبَا الدَّرْدَاءِ رضي الله عنه فِي مَنْزِلِهِ، فَلَمْ أَجِدْهُ وَوَجَدْتُ أُمَّ الدَّرْدَاءِ رضي الله عنها، فَقَالَتْ: أَتُرِيدُ الْحَجَّ هذا الْعَامَ؟ فَقُلْتُ: نَعَمْ. قَالَتْ : فَادْعُ اللهَ لَنَا بِخَيْرٍ، فَإِنَّ النَّبِيَّ ﷺ كَانَ يَقُولُ : (( دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لِأَخِيهِ بِخَيْرٍ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ )).

“Saat aku datang ke Syam, aku mendatangi Abu Darda’ di rumahnya. Namun aku tidak bertemu dengannya. Aku bertemu dengan Ummu Darda’. Ia bertanya (kepadaku), ‘Apakah kamu mau haji?’ Aku menjawab, ‘Ya.’ Ia berkata kepadamu, ‘doakan untuk kami kebaikan, karena Nabi bersabda,

 “Doa seorang muslim untuk saudaranya (muslim lainnya) yang tidak berada di hadapannya akan dikabulkan oleh Allah. Di atas kepala orang muslim yang berdoa tersebut terdapat seorang malaikat yang ditugasi menjaganya. Setiap kali orang muslim itu mendoakan kebaikan bagi saudaranya, niscaya malaikat yang menjaganya berkata, “Amin (semoga Allah mengabulkan) dan bagimu hal yang serupa.” (HR. Muslim)

Mu’awiyah bin Abi Sufyan juga pernah bertawassul dengan Yazid bin al-Aswad dalam beristisqo , berdoa kepada Allah agar diturunkan hujan.

Dari Salim bin 'Amir al-Khobaairy :

أَنَّ الشَّامَ قُحِطَتْ، فَخَرَجَ مُعَاوِيَةُ بْنُ أَبِي سُفْيَانَ وَأَهْلُ دِمَشْقَ يَسْتَسْقُونَ ، فَلَمَّا قَعَدَ مُعَاوِيَةُ عَلَى الْمِنْبَرِ قَالَ : أَيْنَ يَزِيدُ بْنُ الأَسْوَدِ الْجُرَشِيُّ ، فَنَادَاهُ النَّاسُ ، فَأَقْبَلَ يَتَخَطَّى النَّاسَ ، فَأَمَرَهُ مُعَاوِيَةُ ، فَصَعِدَ الْمِنْبَرَ ، فَقَعَدَ عِنْدَ رِجْلَيْهِ ، فَقَالَ مُعَاوِيَةُ : اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْتَشْفِعُ إِلَيْكَ الْيَوْمَ بِخَيْرِنَا وَأَفْضَلِنَا ، اللَّهُمَّ إنَّا نَسْتَشْفِعُ إِلَيْكَ الْيَوْمَ بِيَزِيدَ بْنِ الأَسْوَدِ الْجُرَشِيِّ ، يَا يَزِيدُ ، ارْفَعْ يَدَيْكَ إِلَى اللَّهِ ، فَرَفَعَ يَزِيدُ يَدَيْهِ ، وَرَفَعَ النَّاسُ أَيْدِيَهُمْ ، فَمَا كَانَ أَوْشَكَ أَنْ ثَارَتْ سَحَابَةٌ فِي الْغَرْبِ ، كَأَنَّهَا تُرْسٌ ، وَهَبَّتْ لَهَا رِيحٌ ، فَسُقِينَا ، حَتَّى كَادَ النَّاسُ أَنْ لا يَبْلُغُوا مَنَازِلَهُمْ

Bahwasanya saat itu negeri Syam dilanda kekeringan , maka Muawiyah dan masyarakat Damaskus keluar untuk beristisqo ( sholat minta hujan ) , maka ketika beliau sudah duduk diatas mimbar, beliau bertanya :

" Mana Yazid bin al-Aswad al-Juroshi ?".

Orang-orang pun turut memanggil-manggilnya. Akhirnya Yazid pun datang menghadap sambil melangkahi (barisan-barisan sholat), kemudian Muawiyah menyuruhnya naik keatas mimbar, maka Yazid pun duduk disisi dua kakinya , lantas Muawiyah berdoa :     

" Ya Allah, kami telah meminta hujan kepadaMu dengan perantara syafaat orang yang paling baik dan paling utama di antara kami . ' Ya Allah, kami meminta hujan padaMu dengan perantara syafaat Yazid bin al-Aswad' . Wahai Yazid, angkatlah kedua tanganmu kepada Allah ! ".

Lalu ia pun mengangkat kedua tangannya diikuti oleh segenap orang ( yang berada di sekitanya ). Maka hampir saja mereka selesai berdoa tiba-tiba dari arah barat muncul mendung bagaikan perisai disertai tiupan angin , dan kamipun dianugerahi hujan , sehingga hampir saja orang-orang tidak bisa kembali ke rumah masing-masing (karena derasnya hujan disertai angin kencang)'.

Kisah ini diriwayatkan Ibnu Saad di Thobaqotul Kubro 7/444 , Ibnu Asakir di Tarikh Damaskus 65/112 , Dzahabi di Siyar A'lam Nubala 4/137 dan Ibnul Jauzy di Sofwatus Shofwah 4/202 . Kisah ini di Shahihkan sanadnya oleh Al-Albaany dalam kitab Tawassul hal. 41 . Dan Kisah ini di nisbatkan oleh Ibnu Hajar al-Asqalany dalam kitab Ishobah 3/634 kepada riwayat Abu Zur'ah ad-Dimasyqy dan Ya'qub di masing-masing kitab Tarikhnya , dan sanadnya di Shahihkan pula oleh Al-Albaany dari Salim bin 'Amir al-Khobaairy seorang Tabii yang Mulia .

Kata al-Syeikh Soleh bin ‘Abd al’Aziz bin Muhammad Aali al-Syeikh: “Dan Isnadnya berantaian (مُسَلْسَلٌ) dengan al-Thiqaat al-Kibar, dan ia berada pada kemuncak keshahihan (غَايَةُ الصِّحَّةِ)”. Lihat : Hazihi Mafahimuna, 56)

****

ANTARA IKHLAS DAN POPULARITAS SEBAGAI UJIAN BAGI ORANG SALEH YANG DOANYA MUSTAJAB :

Mari kita perhatikan sebagian kisah orang-orang saleh dari kalangan salaf yang dinyatakan do'anya mustajab , bagaimana usaha mereka untuk menyembunyikan amal salehnya dan bagaimana sikap mereka terhadap popularitas ? Kemudian kita bandingkan dengan diri kita masing-masing serta orang-orang zaman sekarang yang sengaja mencari popularitas dengan ibadahnya atau keahliannya dalam meruqyah .

A]. Yazid bin Al-Aswad al-Jurosyi

Beliau adalah seorang tabii mukhodlrom , hidup sezaman dengan Nabi namun belum pernah bertemu . Beliau sempat menyaksikan masa-masa jahiliyah , beliau tinggal di negeri Syam , perkampungan Zabdiin , beliau wafat pada tahun 58 H , pada masa khilafah Mu'awiyah bin Abi Sufyan .

Telah berkata Abu Zur’ah Yahya bin Abi ‘Amr :

خَرَجَ الضَّحَّاكُ بْنُ قَيْسٍ فَاسْتَسْقَى بِالنَّاسِ وَلَمْ يُمْطَرُوا وَلَمْ يَرَوْا سَحَابًا فَقَالَ الضَّحَّاكُ: أَيْنَ يَزِيدُ بْنُ الْأَسْوَدِ (وَفِي رِوَايَةٍ عَلِيِّ بْنِ أَبِي جُمْلَةَ: فَقَالَ أَيْنَ يَزِيدُ بْنُ الْأَسْوَدِ الْجُرَشِيُّ فَلَمْ يُجِبْهُ أَحَدٌ ثُمَّ قَالَ أَيْنَ يَزِيدُ بْنُ الْأَسْوَدِ الْجُرَشِيُّ فَلَمْ يُجِبْهُ أَحَدٌ ثُمَّ قَالَ أَيْنَ يَزِيدُ بْنُ الْأَسْوَدِ الْجُرَشِيُّ عَزَمْتُ عَلَيْهِ إِنْ كَانَ يَسْمَعُ كَلَامِي) فَقَالَ: هَذَا أَنَا، قَالَ: قُمْ فَاسْتَشْفِعْ لَنَا إِلَى اللَّهِ أَنْ يَسْقِيَنَا (وَفِي رِوَايَةٍ: قُمْ يَا بَكَّاءُ!) فَقَامَ فَعَطَفَ بُرْنُسَهُ عَلَى مَنْكِبَيْهِ وَحَسَرَ عَنْ ذِرَاعَيْهِ فَقَالَ: اللَّهُمَّ إِنَّ عَبِيدَكَ هَؤُلَاءِ اسْتَشْفَعُوا بِي إِلَيْكَ، فَمَا دَعَا إِلَّا ثَلَاثًا حَتَّى أُمْطِرُوا مَطَرًا كَادُوا يُغْرَقُونَ مِنْهُ، ثُمَّ قَالَ: اللَّهُمَّ إِنَّ هٰذَا شَهَّرَنِي فَأَرِحْنِي مِنْهُ، فَمَا أَتَتْ بَعْدَ ذٰلِكَ جُمُعَةٌ حَتَّى مَاتَ (وَفِي رِوَايَةٍ: قُتِلَ).

" Ad-Dlohhak bin Qois keluar bersama orang-orang untuk sholat istisqo ( sholat untuk minta hujan ) , namun hujan tak kunjung datang, dan mereka tidak melihat adanya awan. Maka beliau bertanya : " Dimana Yazid bin Al-Aswad ? " ( Dalam riwayat yang lain: Maka tidak seorangpun yang menjawabnya, kemudian dia berkata: " Dimana Yazid bin Al-Aswad ?, Aku tegaskan padanya jika dia mendengar perkataanku ini hendaknya dia berdiri ! "). Maka berkata Yazid :”Saya di sini!”, berkata Ad-Dlohhak: ”Berdirilah!, mintalah kepada Allah agar menurunkan hujan bagi kami!” ( Dalam riwayat yang lain : Berdirilah , wahai tukang nangis ! ) .

Maka Yazid pun berdiri dan menundukan kepalanya diantara dua bahunya, dan menyingsingkan lengan banju burnus nya lalu berdoa: ”Ya Allah, sesungguhnya para hambaMu memintaku untuk berdoa kepadaMu”. Lalu tidaklah dia berdoa kecuali tiga kali kecuali langsung turunlah hujan yang deras sekali, hingga hampir saja mereka tenggelam karenanya.

Kemudian dia berkata: ”Ya Allah, sesungguhnya hal ini telah membuatku menjadi tersohor, maka istirahatkanlah aku dari ketenaran ini, dan tidak berselang lama yaitu seminggu kemudian diapun meninggal .”

Kisah ini diriwayatkan Ibnu Asakir di Tarikh Damaskus 65/112 , Dzahabi di Siyar A'lam Nubala 4/137 dan Ibnul Jauzy di Sofwatus Shofwah 4/202 . Kisah ini di Shahihkan sanadnya oleh Al-Albaany dalam kitab Tawassul hal. 42.

B]. Uwais bin 'Amir Al-Qorni. 

Beliau penduduk Yaman dari Murod dari kabilah Qoron , beliau seorang Tabii mukhodlrom , hidup sezaman dengan Nabi tapi belum pernah ketemu . Disebutkan bahwasanya ia meninggal bersama Ali bin Abi Tholib dalam perang siffin (Al-Minhaj 16/94, Faidhul Qodir 3/451), sebagaimana perkataan Yahya bin Ma’in, “Uwais terbunuh dihadapan Amirul mukminin Ali bin Abi Tholib tatkala perang Siffin” (Al-Mustadrok 3/455 no 5716).

Nabi menyebutkan tentang keutamaan Uwais  , padahal beliau belum pernah bertemu dengannya , sebagaimana sabda Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (4/1968 no 2542) dari Umar bin Al-Khotthob ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah bersabda :

«  إنَّ خَيْرَ التَّابِعِينَ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ : أُوَيْسٌ ، وَلَهُ وَالِدَة ... » .

" Sebaik-baik tabi’in adalah seorang yang disebut dengan Uwais dan ia memiliki seorang ibu… ".

Berkata An-Nawawi, “Ini jelas menunjukan bahwa Uwais adalah tabi’in terbaik, mungkin saja dikatakan “Imam Ahmad dan para imam yang lainnya mengatakan bahwa Sa’id bin Al-Musayyib adalah tabi’in terbaik”, maka jawabannya, maksud mereka adalah Sa’id bin Al-Musayyib adalah tabi’in terbaik dalam sisi ilmu syari’at seperti tafsir , hadits, fiqih, dan yang semisalnya dan bukan pada keafdolan di sisi Allah” (Al-Minhaj 16/95)

Imam Muslim dalam Shahihnya no. 2542 meriwayatkan dari Usair bin Jabir , dia berkata: 

كَانَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ إِذَا أَتَى عَلَيْهِ أَمْدَادُ أَهْلِ الْيَمَنِ سَأَلَهُمْ : أَفِيكُمْ أُوَيْسُ بْنُ عَامِرٍ ؟ حَتَّى أَتَى عَلَى أُوَيْسٍ، فَقَالَ: أَنْتَ أُوَيْسُ بْنُ عَامِرٍ ؟ قَالَ : نَعَمْ ، قَالَ : مِنْ مُرَادٍ ، ثُمَّ مِنْ قَرَنٍ ؟ قَالَ : نَعَمْ، قَالَ : فَكَانَ بِكَ بَرَصٌ فَبَرَأْتَ مِنْهُ ، إِلَّا مَوْضِعَ دِرْهَمٍ ؟ قَالَ : نَعَمْ ، قَالَ : لَكَ وَالِدَةٌ ؟ قَالَ : نَعَمْ ، قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ : يَأْتِي عَلَيْكُمْ أُوَيْسُ بْنُ عَامِرٍ مَعَ أَمْدَادِ أَهْلِ الْيَمَنِ مِنْ مُرَادٍ ، ثُمَّ مِنْ قَرَنٍ ، وَكَانَ بِهِ بَرَصٌ فَبَرَأَ مِنْهُ ، إِلَّا مَوْضِعَ دِرْهَمٍ ، لَهُ وَالِدَةٌ هُوَ بِهَا بَرٌّ ، لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ ، فَإِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ يَسْتَغْفِرَ لَكَ فَافْعَلْ ، فَاسْتَغْفِرْ لِي ، فَاسْتَغْفَرَ لَهُ ، فَقَالَ لَهُ عُمَرُ : أَيْنَ تُرِيدُ ؟ قَالَ : الْكُوفَةَ ، قَالَ : أَلَا أَكْتُبُ لَكَ إِلَى عَامِلِهَا ؟ قَالَ : أَكُونُ فِي غَبْرَاءِ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَيَّ ، قَالَ : فَلَمَّا كَانَ مِنَ الْعَامِ الْمُقْبِلِ حَجَّ رَجُلٌ مِنْ أَشْرَافِهِمْ ، فَوَافَقَ عُمَرَ ، فَسَأَلَهُ عَنْ أُوَيْسٍ، قَالَ : تَرَكْتُهُ رَثَّ الْبَيْتِ ، قَلِيلَ الْمَتَاعِ ، قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ : يَأْتِي عَلَيْكُمْ أُوَيْسُ بْنُ عَامِرٍ مَعَ أَمْدَادِ أَهْلِ الْيَمَنِ ، مِنْ مُرَادٍ ثُمَّ مِنْ قَرَنٍ ، كَانَ بِهِ بَرَصٌ فَبَرَأَ مِنْهُ إِلَّا مَوْضِعَ دِرْهَمٍ ، لَهُ وَالِدَةٌ هُوَ بِهَا بَرٌّ ، لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ ، فَإِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ يَسْتَغْفِرَ لَكَ فَافْعَلْ ، فَأَتَى أُوَيْسًا ، فَقَالَ : اسْتَغْفِرْ لِي ، قَالَ : أَنْتَ أَحْدَثُ عَهْدًا بِسَفَرٍ صَالِحٍ ، فَاسْتَغْفِرْ لِي ، قَالَ : اسْتَغْفِرْ لِي ، قَالَ : أَنْتَ أَحْدَثُ عَهْدًا بِسَفَرٍ صَالِحٍ، فَاسْتَغْفِرْ لِي ! قَالَ : لَقِيتَ عُمَرَ ؟ قَالَ : نَعَمْ ، فَاسْتَغْفَرَ لَهُ، فَفَطِنَ لَهُ النَّاسُ ، فَانْطَلَقَ عَلَى وَجْهِهِ ، قَالَ أُسَيْرٌ : وَكَسَوْتُهُ بُرْدَةً ، فَكَانَ كُلَّمَا رَآهُ إِنْسَانٌ ، قَالَ : مِنْ أَيْنَ لِأُوَيْسٍ هَذِهِ الْبُرْدَةُ ؟

“ Telah ada Umar bin Al-Khotthob jika datang kepadanya amdad ( pasukan perang penolong yang datang untuk membantu pasukan kaum muslilimin dalam peperangan ) dari negeri Yaman maka Umar bertanya kepada mereka, “Apakah ada diantara kalian Uwais bin ‘Amir ?”, hingga akhirnya ia bertemu dengan Uwais dan berkata kepadanya, “Apakah engkau adalah Uwais bin ‘Amir?”, ia berkata, “Iya”.

Umar berkata, “Apakah engkau berasal dari Murod , kemudian dari Qoron ?”. Ia berkata, “Benar”. Umar berkata, “Engkau dahulu terkena penyakit kulit memutih (albino) kemudian engkau sembuh kecuali seukuran dirham?”. Ia berkata, “Benar”. Umar berkata, “Engkau memiliki ibu?”, ia menjawab, “Iya”, Umar berkata, “Aku mendengar Rasulullah bersabda,

(( Akan datang kepada kalian Uwais bin ‘Amir bersama pasukan perang penolong dari penduduk Yaman dari Murod dari kabilah Qoron, ia pernah terkena penyakit kulit memutih ( albino ) kemudian sembuh kecuali sebesar ukuran dirham , ia memiliki seorang ibu yang ia berbakti kepada ibunya itu, seandainya ia ( berdoa kepada Allah dengan ) bersumpah dengan nama Allah maka Allah akan mengabulkan permintaannya. Maka jika engkau mampu untuk agar ia memohonkan ampunan kepada Allah untukmu maka lakukanlah )) ".

Lalu Umar berkata : " oleh karenanya mohonlah kepada Allah ampunan untukku !".

Maka Uwaispun memohon kepada Allah ampunan untuk Umar . Lalu Umar bertanya kepadanya, “Kemanakah engkau hendak pergi?”, ia berkata, “Ke Kufah (Irak)”, Umar berkata, “Maukah aku tuliskan sesuatu kepada pegawaiku di Kufah untuk kepentinganmu?”, ia berkata, “Aku berada diantara orang-orang yang lemah lebih aku sukai”.

Pada tahun depannya datang seseorang dari pemuka mereka ( pemuka penduduk Yaman ) dan ia bertemu dengan Umar, lalu Umar bertanya kepadanya tentang kabar Uwais, orang itu berkata, “Aku meninggalkannya dalam keadaan miskin dan sedikit harta”. Umar berkata, “Aku mendengar Rasulullah bersabda,

(( Akan datang kepada kalian Uwais bin ‘Amir bersama pasukan perang penolong dari penduduk Yaman dari Murod dari kabilah Qoron, ia pernah terkena penyakit kulit memutih ( albino ) kemudian sembuh kecuali sebesar ukuran dirham, ia memiliki seorang ibu yang ia berbakti kepada ibunya itu, seandainya ia ( berdoa kepada Allah dengan ) bersumpah dengan nama Allah maka Allah akan mengabulkan permintaannya. Maka jika engkau mampu untuk agar ia meohonkan ampunan kepada Allah untukmu maka lakukanlah )) .

Maka orang itupun mendatangi Uwais dan berkata kepadanya, “:Mohonlah ampunan kepada Allah untukku”, Uwais berkata, “Engkau ini baru saja selesai safar dalam rangka kebaikan maka ( mestinya ) engkaulah yang memohon ampunan kepada Allah untukku”, orang itu berkata, “:Mohonlah ampunan kepada Allah untukku”, Uwais berkata, “Engkau ini baru saja selesai safar dalam rangka kebaikan maka (mestinya) engkaulah yang memohon ampunan kepada Allah untukku”, Orang itu berkata, “Engkau bertemu dengan Umar?”, Uwais menjawab, “Iya”, orang itu berkata, “Mohon ampunlah kepada Allah untuk Umar” . Lalu orang-orangpun mengerti apa yang terjadi lalu iapun pergi (menyembunyikan diri ) .

Usair berkata : " Aku memberinya kain Burdah untuk menutupi tubuhnya . Maka setiap ada orang yang melihatnya ia berkata : Darimanakah Uwais memperoleh burdah itu?".

Dalam riwayat Al-Hakim (Al-Mustadrok 3/456 no 5720)

قَالَ : مَا أَنَا بِمُسْتَغْفِرٍ لَكَ حَتَّى تَجْعَلَ لِي ثَلَاثًا . قَالَ : وَمَا هُنَّ ؟ قَالَ : لَا تُؤْذِينِي فِيمَا بَقِيَ ، وَلَا تُخْبِرْ بِمَا قَالَ لَكَ عُمَرُ أَحَدًا مِنَ النَّاسِ ، وَنَسِيَ الثَّالِثَةَ.

Uwais berkata, “Aku tidak akan memohonkan ampunan kepada Allah untukmu hingga engkau melakukan untukku tiga perkara” . Ia berkata, “Apa itu?”. Uwais berkata, “Janganlah kau ganggu aku lagi setelah ini , janganlah engkau memberitahu seorangpun apa yang telah dikabarkan Umar kepadamu” dan Usair (perowi) lupa yang ketiga.

Dalam Musnad Ibnul Mubarok 1/19 no. 34 :

" فَلَمَّا فَشَا الْحَدِيثُ هَرَبَ فَذَهَبَ ".

 “Tatkala tersebar berita ( perkataan Umar tentang Uwais ) maka iapun lari dan pergi”, yaitu karena orang-orang pada berdatangan memintanya untuk beristigfar kepada Allah bagi mereka sebagaimana dalam musnad Abu Ya’la Al-Maushili (1/188)

Dalam Tarikh Dimashqi karya Ibnu Asaakir 9/443 :

« لَمَّا لَقِيَهُ وَظَهَرَ عَلَيْهِ هَرَبَ فَمَا رُئِيَ حَتَّى مَاتَ » . قَالَ أَبُو مُحَمَّدٌ بْنُ صَاعِدٍ : أَسَانِيدُ أَحَادِيثِ أُوَيْسٍ صِحَاحٌ رَوَاهَا الثِّقَاتُ عَنِ الثِّقَاتُ وَهٰذَا الْحَدِيثُ مِنْهَا.

" Setelah Umar menemuinya , dan beritanya muncul dipermukaan , iapun kabur dan tidak pernah kelihatan lagi hingga ia wafat ".

Abu Muhammad bin Shaid berkata : " semua sanad hadits Uwais adalah Shahih , para perawin tsiqoot telah meriwayatkannya dari para perawi tsiqoot juga ". ( Lihat : Tarikh Dimashqi karya Ibnu Asaakir 9/443 ).

Kesimpulan :

Rosulullah menyatakan bahwa Uwais adalah sebaik-baiknya Tabiin , artinya beliau mengakui akan kesalihannya .

Rosulullah mengkabarkan bahwa doa Uwais mustajab , sabda beliau ini umum artinya doa apa saja , akan tetapi beliau menyuruh Umar radhiyallahu 'anhu jika bertemu dengannya hanya dianjurkan agar ia memintakan ampunan kepada Allah untuknya . Dan Umar pun melakukannnya sesuai pesan Nabi , yaitu hanya memintakan ampunan . Begitu pula yang dilakukan oleh selain Umar setelah mendengar informasi darinya . Tidak ada riwayat yang menyebutkan ada seseorang yang minta didoakan selain ampunan .

Keikhlasan Uwais dalam beribadah kepada Allah SWT tidak ada manusia yang mengetahuinya kecuali Rosulullah setelah Allah SWT mewahyukan padanya . Uwais kabur dan menyembunyikan diri ketika dirinya mulai di kenal dan orang-orang mulai berdatangan karena ingin didoakan ampunan kepada Allah .

Uwais tidak suka popularitas karena itu akan merusak keikhlasannya dalam beribadah kepadaNya . Maka orang yang betul-betul ikhlas membenci popularitas .

Dengan kisah dua orang saleh di atas semoga bisa di jadikan teladan bagi kita semua di dalam mengikhlaskan amal saleh kita , dan semoga kita semua di beri oleh Allah Ta'ala kekuatan dan kemampuan dalam menapak tilasinya . Amiiin !

****

BOLEHKAH BERIBADAH, TERMASUK BERDAKWAH DAN MENUNUTUT ILMU  DIJADIKAN WASILAH UNTUK MENCARI POPULARITAS, HARTA DAN KEDUDUKAN?

Dari Ka’ab bin Malik radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah bersabda,

"مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُجَارِىَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيُمَارِىَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ يَصْرِفَ بِهِ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ أَدْخَلَهُ اللَّهُ النَّارَ".

“Barangsiapa yang menuntut ilmu dengan maksud untuk bisa mendebat ulama (untuk menampakkan keilmuannya di hadapan lainnya, pen.) atau untuk mendebat orang-orang bodoh (menanamkan keraguan pada orang bodoh, pen.) atau agar menarik perhatian yang lainnya (supaya orang banyak menerimanya, pen.), maka Allah akan memasukkannya dalam neraka.”

(HR. Tirmidzi no. 2654. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan. Lihat penjelasan hadits dalam Tuhfah Al-Ahwadzi 7: 456)

Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu 'anhu, ia berkata, Nabi bersabda,

"لاَ تَعَلَّمُوا الْعِلْمَ لِتُبَاهُوا بِهِ الْعُلَمَاءَ وَلاَ لِتُمَارُوا بِهِ السُّفَهَاءَ وَلاَ تَخَيَّرُوا بِهِ الْمَجَالِسَ فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَالنَّارُ النَّارُ".

“Janganlah belajar ilmu agama untuk berbangga diri di hadapan para ulama, untuk menanamkan keraguan pada orang yang bodoh, dan jangan mengelilingi majelis untuk maksud seperti itu. Karena barangsiapa yang melakukan demikian, maka neraka lebih pantas baginya, neraka lebih pantas baginya.”

(HR. Ibnu Majah no. 254. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dan Rasululullah bersabda,

"بَشِّرْ هَذِهِ الْأُمَّةَ بِالسَّنَاءِ، وَالرِّفْعَةِ، وَالنَّصْرِ، وَالتَّمْكِينِ فِي الْأَرْضِ، فَمَنْ عَمِلَ مِنْهُمِ عَمَلَ الْآخِرَةِ لِلدُّنْيَا، لَمْ يَكُنْ لَهُ فِي الْآخِرَةِ نَصِيبٌ".

“Berilah kabar gembira kepada umat ini dengan keluhuran, ketinggian, kemenangan dan kekokohan di muka bumi. Barang siapa di antara mereka melakukan amalan ukhrawi untuk meraih dunia; pada hari akhirat kelak ia tidak akan memperoleh bagian (pahala)”.

HR. Ahmad dari Ubay bin Ka’ab radhiyallahu’anhu, dan dinilai Shahih oleh al-Hakim, adz-Dzahaby, adh-Dhiya’ al-Maqdisy juga al-Albany.

Kalau dalam hadits disebutkan masalah ilmu, maka yang dimaksud adalah ilmu syar’i. Itulah maksud dari pujian dan sanjungan ditujukan pada ilmu syar’i. Sebagaimana pujian ini ditujukan pada ahli ilmu sebagai pewaris para nabi,

وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ

“Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi.”

(HR. Abu Daud, no. 3641. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Pewaris nabi tentu saja adalah pewaris ilmu diin atau ilmu agama.

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah berkata, “Ilmu itu dimaksudkan untuk banyak hal. Namun kalau menurut ulama Islam, yang dimaksud dengan ilmu adalah ilmu syar’i. Itulah yang dimaksudkan dalam kitab Allah dan sunnah Rasulullah . Ketika disebu ilmu, maka yang dimaksud adalah ilmu syar’i.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 2: 302)

===***===

KLASIFIKASI KE EMPAT :
TAWASSUL DENGAN ORANG YANG SUDAH WAFAT

Ada dua katagori orang yang berdoa kepada Allah SWT dengan cara bertawassul  dengan orang mati :

A.                 Bertawassul dengan orang mati hanya sebagai sebab tanpa ada keyakinan bahwa orang mati tersebut memiliki kemampuan dan kekuasaan seperti yang Allah miliki atau sebagian yang Allah miliki.

B.                  Berkeyakinan bahwa orang mati yang di tawasulinya memiliki kemampuan dan kekuasaan seperti yang Allah miliki atau sebagian yang Allah miliki .

****

A] BERTAWASSUL DENGAN ORANG MATI SEBAGAI SEBAB ATAU PERANTARA :

Tawassul macam ini bermaksud menjadikan orang mati yang di tawassulinya hanya sebatas sebagai sebab agar Allah SWT berkenan mengabulkan doanya . Jadi hakikatnya Allah lah yang memiliki kemampuan mengabulkan doa .

Ada beberapa keyakinan yang sering diungkapkan oleh orang-orang yang mengamalkan tawassul jenis ini yaitu seperti berikut ini :

-                     Mereka berkeyakinan bahwa orang mati yang di tawassuli tersebut adalah orang soleh yang mereka pastikan masuk surga dan memiliki kedudukan di sisi Allah , maka jika di sebut nama dan pangkatnya , Allah pasti akan tersentuh atau segan maka Ia buru-buru mengabulkannya .

-                     Berkeyakinan bahwa orang soleh yang sudah dikubur tersebut , pada hakikatnya belum mati , hanya pindah tempat dari rumah ke kuburan ,  dia masih hidup di dalam kuburnya atau sewaktu-waktu bisa hidup dan hadir sesuai permintaan . Dengan demikian dia bisa disuruh berdoa kepada Allah untuknya dengan upah kirim pahala Fatihah atau lainnya . Dan bisa dipastikan menurutnya doanya sangat mustajab , bahkan lebih musatajab dari pada semasa hidupnya di dunia .

-                     Berkeyakinan bahwa orang mati yang di tawassuli tersebut benar-benar penghuni surga bahkan pahala amalnya sudah over , ibarat tong air yang sudah tidak mampu menampung air karena terlalu penuh , bahkan bertumpahan . Maka jika ada seseorang melempar hadiah pahala keatas tong pahala tersebut bisa di pastikan akan mendapatkan percikan atau tumpahan pahala jauh lebih banyak daripada pahala yang ia lemparkan ke atasnya . Ketika si pengirim hadiah pahala tersebut kebanjiran oleh limpahan pahala orang saleh tersebut , bisa di pastikan menurutnya si pengirim tersebut memiliki banyak modal untuk mendekatkan diri kepada Allah , dengan demikian doanya menjadi mustajab .

Apakah tawassul jenis ini sampai pada level perbuatan syirik serta boleh menghukumi kafir terhadap pelakunya ?

Bukanlah termasuk perbuatan syirik jika seseorang bertawassul dengan orang yang sudah mati dengan anggapan hanya sebatas sebagai sebab tanpa dibarengi dengan keyakinan bahwa orang mati tersebut memiliki kemampuan mendatangkan manfaat dan menghilangkan madlorot bagi yang bertawassul dan lainnya.

Syeikh Ibnu Taimiah setelah menyebutkan perbedaan pendapat dalam masalah tawassul jenis ini beliau berkata :

وَلَمْ يَقُلْ أَحَدٌ : إنَّ مَنْ قَالَ بِالْقَوْلِ الْأَوَّلِ فَقَدْ كَفَرَ وَلَا وَجْهَ لِتَكْفِيرِهِ فَإِنَّ هَذِهِ مَسْأَلَةٌ خَفِيَّةٌ لَيْسَتْ أَدِلَّتُهَا جَلِيَّةً ظَاهِرَةً وَالْكُفْرُ إنَّمَا يَكُونُ بِإِنْكَارِ مَا عُلِمَ مِنْ الدِّينِ ضَرُورَةً أَوْ بِإِنْكَارِ الْأَحْكَامِ الْمُتَوَاتِرَةِ وَالْمُجْمَعِ عَلَيْهَا وَنَحْوِ ذَلِكَ . وَاخْتِلَافُ النَّاسِ فِيمَا يُشْرَعُ مِنْ الدُّعَاءِ وَمَا لَا يُشْرَعُ كَاخْتِلَافِهِمْ هَلْ تُشْرَعُ الصَّلَاةُ عَلَيْهِ عِنْدَ الذَّبْحِ ؛ وَلَيْسَ هُوَ مِنْ مَسَائِلِ السَّبِّ عِنْدَ أَحَدٍ مِنْ الْمُسْلِمِينَ .

" Tak seorang pun yang mengatakan bahwa barangsiapa mengambil pendapat pertama ia telah kafir, tak ada alasan untuk mengkafirkannya, karena masalah ini adalah masalah yang samar-samar , dalil-dalilnya tidak jelas dan terang. Kekufuran hanyalah bagi orang yang mengingkari perkara-perkara yang sudah maklum (diketahui) secara darurat merupakan bagian dari agama secara pasti atau mengingkari hukum yang sudah mutawatir dan disepakati (ijma') atau semisal itu.

Dan perbedaan manusia tentang cara berdoa yang di syariatkan dan yang tidak di syariatkan , sama seperti perbedaan mereka tentang hukum membaca sholawat kepada Nabi ketika menyembelih binatang sembelihan . dan itu bukan termasuk dalam permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan mencaci maki salah seorang dari kaum muslimin . " (Majmu' Fatawa 1/106)

Dari pernyataan Syeikh Ibnu Taimiah di atas , jelaslah bahwa ucapan sebagian orang  yang mengkafirkan sesama muslim karena permasalahan semacam ini tidaklah dapat dibenarkan .

=====

PERBEDAAN PENDAPAT PARA ULAMA

Para ulama berbeda pendapat mengenai di syariatkannya tawassul jenis ini , apakah di perbolehkan atau tidak ? Jawabannya : ada tiga pendapat .

Pendapat pertama : MEMBOLEHKANNYA .

Pendapat kedua : TIDAK MEMBOLEHKANNYA .

Pendapat ketiga : HANYA DIBOLEHKAN DENGAN NABI SAJA .

Dalam Majmu' al-Fatawa 1/101 karya Ibnu Taimiyah disebutkan :

فَقَدْ أَفْتَى الشَّيْخُ عَزَّ الدِّينِ بْنُ عَبْدِ السَّلَامِ فِي فَتَاوَيهِ الْمَشْهُورَةِ: أَنَّهُ لَا يَجُوزُ التَّوْسُلُ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى إِلَّا بِالنَّبِيِّ ﷺ.

" Telah memberikan fatwa Syaikh Az-Zainudin bin Abdul Salam dalam kitab al-Fatawa nya terkenal bahwa tidaklah dibolehkan bertwassul kepada Allah Ta'aalaa kecuali melalui Nabi Muhammad ".

****

DALIL-DALIL PENDAPAT YANG MEMBOLEHKAN TAWASSUL DENGAN ORANG MATI .

===

DALIL PERTAMA:

Tawassul nabi Adam ‘alahis salam dengan nabi Muhammad sebelum beliau lahir ke dunia .

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dari bapaknya dari kakeknya dari Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu beliau berkata , bahwa Nabi  bersabda :

« لَمَّا اقْتَرَفَ آدَمُ الْخَطِيئَةَ ، قَالَ : يَا رَبِّ ، أَسْأَلُكَ بِحَقِّ مُحَمَّدٌ لَمَا غَفَرْتَ لِي ، فَقَالَ اللَّهُ : يَا آدَمُ ، وَكَيْفَ عَرَفْتَ مُحَمَّدٌا وَلَمْ أَخْلُقْهُ ؟ قَالَ : يَا رَبِّ ، لأَنَّكَ لَمَّا خَلَقْتَنِي بِيَدِكَ وَنَفَخْتَ فِيَّ مِنْ رُوحِكَ رَفَعْتُ رَأْسِي فَرَأَيْتُ عَلَىَ قَوَائِمِ الْعَرْشِ مَكْتُوبًا لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ ، فَعَلِمْتُ أَنَّكَ لَمْ تُضِفْ إِلَى اسْمِكَ إِلا أَحَبَّ الْخَلْقِ إِلَيْكَ ، فَقَالَ اللَّهُ : صَدَقْتَ يَا آدَمُ ، إِنَّهُ لأُحِبُّ الْخَلْقِ إِلَيَّ ادْعُنِي بِحَقِّهِ ، فَقَدْ غَفَرْتُ لَكَ وَلَوْلا مُحَمَّدٌ مَا خَلَقْتُكَ ».

" Ketika Adam melakukan kesalahan, lalu ia berkata Ya Tuhanku, sesungguhnya aku memintaMu dengan haq Muhammad agar Kau ampuni diriku".

Lalu Allah berfirman:"Wahai Adam, darimana engkau tahu Muhammad padahal belum aku jadikan?"

Adam menjawab : "Ya Tuhanku ketika Engkau ciptakan diriku dengan tanganMu dan Engkau hembuskan ke dalamku sebagian dari ruhMu, maka aku angkat kepalaku dan aku melihat di atas tiang-tiang Arash tertulis "Laailaaha illallaah Muhamadun rasulullah" maka aku mengerti bahwa Engkau tidak akan mencantumkan sesuatu kepada namaMu kecuali nama mahluk yang paling Engkau cintai".

Allah menjawab: "Benar Adam, sesungguhnya ia adalah mahluk yang paling Aku cintai, berdoalah dengan haqnya maka Aku telah mengampunimu, dan andaikan bukan karena Muhammad maka tidaklah Aku menciptakanmu".

( HR. Hakim di Mustadrok 2/615 , Ibnu Asakir di Tarikh Damaskus 2/323/2 dan Baihaqi di Dalail Nubuwah 5/488 ).

Imam Hakim berkata bahwa hadits ini adalah shohih dari segi sanadnya. Demikian juga Imam Baihaqi dalam kitabnya Dalail Annubuwwah, Imam Qostholany dalam kitabnya Almawahib 2/392 , Imam Zarqoni dalam kitabnya Syarhu Al-Mawahib Laduniyyah 1/62, Imam Subuki dalam kitabnya Shifa’ Assaqom dan Imam Suyuti dalam kitabnya Khoshoish Annubuwah, mereka semua mengatakan bahwa hadits ini  adalah shohih.

Dan dalam riwayat lain, Imam Hakim meriwayatkan  dari Ibnu Abbas  dengan redaksi :

«فَلَوْلَا مُحَمَّدٌ مَا خَلَقْتُ آدَمَ وَلَا الْجَنَّةَ وَلَا النَّارَ».

" Kalau bukan karena Muhammad , aku tidak menciptakan Adam , tidak juga surga dan neraka ". ( HR. Hakim di Mustadrok 2/216 ).

Al-Hakim mengatakan bahwa hadits ini adalah shohih dari segi sanad, demikian juga Syekh Islam Albulqini dalam fatawanya mengatakan bahwa ini adalah shohih, dan Syekh Ibnu Jauzi  memaparkan dalam permulaan kitabnya Al-Wafa’ , dan dinukil oleh Ibnu Kastir dalam kitabnya Bidayah Wannihayah 1/180.

Walaupun dalam menghukumi hadits ini tidak ada kesamaan dalam pandangan ulama’, hal ini disebabkan perbedaan mereka dalam jarh wat-ta’dil (penilaian kuat dan tidak) terhadap seorang rowi, akan tetapi dapat diambil kesimpulan bahwa tawassul terhadap Nabi Muhammad adalah boleh.

----

BANTAHAN ATAS KESHAHIHAN HADITS :

BANTAHAN PERTAMA :

Yang benar , bahwa bertaubat nya Nabi AS itu seperti yang Allah sebutkan dalam al-Quran , yaitu firman Allah SWT :

﴿فَأَزَلَّهُمَا الشَّيْطَانُ عَنْهَا فَأَخْرَجَهُمَا مِمَّا كَانَا فِيهِ وَقُلْنَا اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ وَلَكُمْ فِي الْأَرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَمَتَاعٌ إِلَى حِينٍ﴾

Lalu keduanya digelincirkan oleh setan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman: “Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan”. [QS Al Baqarah :36]

﴿فَتَلَقَّى آدَمُ مِنْ رَبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ﴾

Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. [QS Al Baqarah :37]

Berikut ini adalah beberapa kalimat (kata) taubat itu:

﴿رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ﴾

“Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi”. [QS Al A’raaf :23].

Jadi Adam dan Hawa dua-duanya bertaubat kepada Allah Azza wa Jalla dengan mengucapkan kalimat-kalimat di atas .

Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 9/247 meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas Radhiya Allahu ‘anhuma (menjelaskan ayat):

﴿فَتَلَقَّى آدَمُ مِنْ رَبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ﴾

قَالَ : أَي رَبِّ أَلَمْ تَخْلُقْنِي بِيَدِكَ ؟ قَالَ : « بَلَى ». قَالَ : أَي رَبِّ ، أَلَمْ تَنْفُخْ فِيَّ مِنْ رُوحِكَ ؟ قَالَ : « بَلَى ». قَالَ : أَي رَبِّ ، أَلَمْ تُسْكِنِّي جَنَّتَكَ ؟ قَالَ : « بَلَى ». قَالَ : أَي رَبِّ أَلَمْ تَسْبِقْ رَحْمَتُكَ غَضَبَكَ ؟ قَالَ : « بَلَى ». قَالَ : أَرَأَيْتَ إِنْ تُبْتُ وَأَصْلَحْتُ أَرَاجِعِي أَنْتَ إِلَى الْجَنَّةِ ؟ قَالَ : « بَلَى ». قَالَ : فَهُوَ قَوْلُهُ ﴿فَتَلَقَّى آدَمُ مِنْ رَبِّهِ كَلِمَاتٍ ... ﴾

Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima tobatnya. [QS Al Baqarah (2):37]

Dia (Adam) berkata: Ya Rabbi, bukankah Engkau menciptakan aku dengan tangan-Mu? Dia (Allah) menjawab: Ya. 

Adam berkata: Ya Rabbi, bukankah Engkau meniupkan ke dalam diriku sebagian roh-Mu?

Allah menjawab: Ya.  Adam berkata: Ya Rabbi, bukankah Engkau menempatkan aku di tempat kediaman di surga?

Allah menjawab: Ya.  Adam berkata: Ya Rabbi, bukankah Engkau mendahulukan rahmat-Mu atas kemarahan-Mu? 

Allah menjawab: Ya. 

Adam berkata: Ya Rabbi, bukankah Engkau akan mengembalikan aku ke surga apabila aku bertaubat dan memperbaiki diri? 

Allah menjawab: Ya.

Demikianlah  penjelasan Ibnu ‘Abbas tentang Firman Allah ta’aala :

﴿فَتَلَقَّى آدَمُ مِنْ رَبِّهِ كَلِمَاتٍ﴾

(Hadits ini diShahihkan Sanadnya oleh al-Hakim dan di setujui oleh Adz-Dzahabi)

---

BANTAHAN KEDUA :

Adapun mengenai hadits taubatnya Nabi Adam AS dengan cara bertawassul dengan Nabi Muhammad serta penshahihan Imam al-Hakim dan para ahli hadits lainnya terhadap hadits tersebut ,  maka bantahannya adalah sbb :

Imam Dhahabi dalam kitabnya Talkhis al-Mutasdrok 2/615 mengkiritik Hakim yang telah mengklaim bahwa hadits itu Shahih dengan kata-kata bantahan berikut ini :

" Akan tetapi yang benar adalah hadits itu palsu ( مَوْضُوعٌ ) , dan (perawi yang bernama) Abdurrahman ( bin Zaid bin Aslam ) sangat lemah , kemudian ( bapaknya ) Zaid bin Aslam adalah orang yang tidak saya kenal , siapa dia itu ? ". ( Talkhis Mustadrok karya Adz-Dzahabi 2/615)

Salah satu kontradiksi Hakim sendiri dalam kitabnya Mustadrok yaitu dia telah menyebutkan hadits lain masih dalam satu kitab dari orang yang sama yaitu Abdurrahman tadi , akan tetapi dia tidak menshahihkannya bahkan dia berkata :

" Bukhory dan Muslim tidak mau berhujjah dengan Abdurrahman bin Zaid ".

Dan Hakim juga telah lupa jika dirinya telah memasukkan Abdurrahman bin Zaid dalam kitabnya Adh-Dhu'afa ( kumpulan orang-orang dhoif / lemah ).

Dan beliau sendiri telah berkata dalam kitab Al Madkhal ilaa Ma'rifatish Shahih Minas Saqiim 1/154 :

" وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ رَوَى عَنْ أَبِيهِ أَحَادِيثَ مَوْضُوعَةً لَا يَخْفَى عَلَى مَنْ تَأَمَّلَهَا مِنْ أَهْلِ الصَّنْعَةِ أَنَّ الْحَمْلَ فِيهَا عَلَيْهِ ".

"Abdurrahman bin Zaid bin Aslam meriwayatkan dari ayahnya beberapa hadits palsu yang dapat diketahui secara jelas oleh pakar hadits yang menelitinya bahwa dialah yang membuat hadits-hadits tersebut."

Kedhaifan Abdurrahman ini telah di sepekati para ulama hadits , seperti yang dinyatakan Ibnu Taimiah dalam kata-katanya : " Abdurrahman bin Zaid itu dhoif sesuai dengan kesepakatan para ulama , dia banyak melakukan kekeliruan " . (Qo'idah Jalilah fit Tawassul hal 69) .

Ibnu Abdil Haadii dalam kitab Ash-Shoorimul Mungki hal. 32 berkata :

"Sungguh benar-benar aneh dan ajaib dari nya ( maksudnya As-Subki pen ) bagaimana mungkin dia mau bertaklid kepada Al-Hakim dalam menshahihkannya , padahal jelas-jelas itu adalah haditst yang tidak Shahih dan tidak otentik, bahkan sanadnya sangat lemah sekali , dan sebagian para Imam ahli haditst telah mengklaimnya palsu , lagi pula sanadnya dari Al-Hakim hingga Abdurrahman tidaklah Shahih , bahkan kesannya di buat-buat atas nama Abdurrahman ".

Diantara para ulama yang mendhaifkan Abdurrahman ini adalah Imam Ahmad , Abu Zur'ah , Abu Hatim , An-Nasai , Daruquthni , Ibnu Hajar Al-Asqalany dan lainnya . ( Lihat : Mizanul I'tidal 2/5640 ).

Imam Bukhory berkata : " Abdurrahman dianggap sangat lemah sekali oleh Ali
( Al-Madiny ) ". ( Lihat : Mizanul I'tidal 2/5640 ).

Ibnu Hibban dalam kitab Al-Majruhin 1/57 berkata : " Dia telah memutar balikkan hadits , dia sendiri awalnya orang yang tidak dikenal , dan mulai dikenal ketika dia banyak meriwayatkan hadits dengan cara merubah-rubah hadits mursal menjadi marfu' dan hadits mauquf menjadi musnad , maka sebagai hukumannya harus meninggalkan riwayatnya ".

Imam al-Baihaqi dalam [دَلَائِلُ النُّبُوَّةِ (5/489)] setelah menyebutkan hadits diatas berkata:

" تَفَرَّدَ بِهِ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ وَهُوَ ضَعِيفٌ".

“ Abdurrrahman bin Zaid bin Aslam , dia sendirian meriwayatkannya , dan dia itu dhoif “.

 Robi' bin Sulaiman Al-Murody seorang murid dan juga penulis Kitab Al-Umm Imam Syafi'i , dia berkata :

"  Aku mendengar Imam Syafii berkata : Pernah di tanyakan kepada Abdurrahman bin Zaid bin Aslam : apakah bapakmu telah berbicara padamu dari kakeknya bahwa perahu nabi Nuh telah berthawaf mengelilingi Ka'bah dan (setelah itu) perahu tersebut sholat dua rokaat di belakangnya ?

Dia menjawab : Iya ".

( Lihat: Ash-Shorimul Mungky karya Ibnu Abdil Haadii 1/42 , Bulughul Amani fir Radd 'Ala Miftahit Tiijaani 1/36 )

Maksud Imam Syafii menyebutkan kisah tersebut untuk membuktikan kebohongannya.

Al-'Uqaily dalam kitab Adl-Dluafa menyebutkan : bahwa ada seorang laki-laki di hadapan Imam Malik menyebutkan sebuah haditst , maka beliu bertanya : " Siapa yang mengatakan haditst itu pada mu ? , maka orang itu menyebutkan sanadnya yang putus , maka beliau berkata : Pergilah ke Abdurrahman bin Zaid , dia akan menyampaikan sebuah haditst padamu dari bapaknya tentang Nabi Nuh ".

Ibnul Jauzi berkata : " Para Ulama telah ber ijma' ( konsensus / sepakat ) akan kedlaifannya " .

(Lihat : Al-Mizan 2/534 , Tarikh Kabir karya Imam Bukhori 5/285 , Tarikh Shogir Karya Bukhori hal. 74 , At-Tahdzib 5/90 dan Tahdzibul Kamal 17/118 ) .

Kemudian perawi yang meriwayatkan dari Abdurrahman yang bernama Abul Haris Abdullah bin Muslim al-Fihry , di sebutkan oleh Dzahabi dalam kitabnya Mizan I'tidal ketika mengupas hadits ini , beliau berkata : " Khabar ( hadits ) ini batil , Baihaqi telah meriwayatkannya dalam kitabnya Dalail Nuabuwah , dan Baihaqi berkata : " Yang meriwayatkan hadits ini Abdurrahman bin Zaid bin Aslam sendirian , dan dia Dhoif (lemah). ( Lihat : Silsilah Ahadits Addha'ifah 1/89 ).

Dan yang demikian itu di akui atau di tetapkan Ibnu Kastir dalam kitab Tarikhnya Al-Bidayah wan Nihayah 2/323 , dan di setujui oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Kitab Al-Lisan bahwa : Khabar ( hadits ) tersebut adalah Bathil , bahkan beliau menambahinya dengan kata-kata :

" Perawi Al-Fihry tidak jauh berbeda dengan perawi sebelumnya , karena setaraf ".

" Perawi sebelum Al-Fihry atau perawi yang meriwayatkan dari dia bernama Abdullah bin Muslim bin Rashid telah di sebut-sebut oleh Ibnu Hibban dengan mengatakan : dia tertuduh melakukan pemalsuan hadits , dia menciptakan hadits palsu dengan mengatas namakan Laits , Imam Malik , dan Ibnu Lahi'ah . Tidak halal hukumnya menulis hadits darinya . Dialah yang meriwayatkan dari Ibnu Hudbah sebuah nuskhoh ( lembaran tulisan ) , dan nampaknya telah direkayasa " .

( Lihat : Al-Mizan 2/387 , Lisanul Mizan karya Al-Hafidz Ibnu Hajar 3/441 dan Silsilah Ahadits Addha'ifah karya Al-Albaany 1/89 ).

Hadits diatas telah diriwayatkan pula oleh Tabrony dalam kitabnya Mu'jam Shagir no. 207 lewat jalur lain dari Abdurrahman bin Zaid bin Aslam , kemudian Tabrani berkata : " Dia tidak meriwayatkan dari Umar kecuali dengan sanad seperti ini ".

Dan Ibnu Hajar al-Haitsami mengomentari hadits ini dalam kitabnya Majma' Zawaid 8/253 dengan mengatakan :

" Hadits ini di riwayatkan Tabrani di Mu'jam Awsath dan Mu'jam Shagir , dan di dalam sanadnya terdapat orang-orang yang aku tidak mengenalinya ".

Aku katakana : Komentar Al-Haitsami dalam menghukumi kelemahan hadits ini terlalu sederhana dan singkat sekali , maka bagi orang yang pengetahuannya minim mengira tidak ada perawi yang benar-benar di kenal cacat , akan tetapi yang benar tidak seperti itu , karena hadits tersebut kisarannya pada Abdur Rahman bin Zaid bin Aslam , dalam hal ini Baihaqi menyatakan : " Dia sendirian meriwayatkan nya " . Dan dia adalah orang yang tertuduh melakukan pemalsuan hadits seperti yang di tuduhkan Hakim sendiri padanya , oleh karena itu wajar lah jika para ulama mengingkari Hakim atas pentashihan hadits tersebut , dan mereka telah menganggap Hakim telah melakukan kekeliruan dan kontradiksi . 

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Periwayatan Al Hakim terhadap hadits ini termasuk yang diingkari oleh para ulama, karena sesungguhnya diri beliau sendiri telah berkata dalam kitab Al Madkhal ilaa Ma'rifatish Shahih Minas Saqim, "Abdurrahman bin Zaid bin Aslam meriwayatkan dari ayahnya beberapa hadits palsu yang dapat diketahui secara jelas oleh pakar hadits yang menelitinya bahwa dialah yang membuat hadits-hadits tersebut." Aku (Ibnu Taimiyah) katakan, "Dan Abdurrahman bin Zaid bin Aslam adalah perawi dha'if (lemah) dan banyak melakukan kesalahan sebagaimana kesepakatan mereka (ahli hadits)." (Qo'idah Jalilah fit Tawassul hal 69).

Syeikh az-Zarqoony berkata dalam (شَرْحُ الْمَوَاهِبِ) 1/76 :

" غَرِيبٌ مَعَ ضَعْفِ رَاوِيهِ "

Aneeh , padahal perawinya dhoif “.

Syeikh Al Albani berkata : "Kesimpulannya sesungguhnya hadits ini Laa Ashla Lahu (tidak berasal ) dari Nabi , dan tidak salah jika menghukuminya dengan batil sebagaimana penilaian dua orang Al Hafizh, Adz Dzahabi dan ( Ibnu Hajar ) Al Asqalani sebagaimana telah dinukil dari keduanya." ( Silsilah Ahadits Addha'ifah 1/90).

Para ulama hadits yang mendhaifkan sanad hadits ini banyak sekali , diantaranya :

1.                  Imam al-Baihaqi dalam kitabnya ( دَلَائِلُ النُّبُوَّةِ ) 5/486

2.                  Adz-Dzahabi dalam kitabnya ( تَلْخِيصُ الْمُسْتَدْرَكِ) 2/615 . Dia berkata : “Palsu”. Kemudian dalam kitabnya ( المِيزَانُ) : “ Batil” , artinya palsu sanadnya dan batil matannya .

3.                  Syeikh Ibnu Taimiyah dalam kitabnya ( الرَّدُّ عَلَى الْبَكْرِيِّ ) hal. 6 , beliau mengatakannya palsu .

4.                  Al-Haafidz Ibnu ‘Abdul Hadi dalam kitabnya ( الصَّارِمُ الْمُنْكِيُّ ) menghukuminya palsu .

5.                  Al-Haafidz Ibnu Kaatsiir dalam kitab ( البِدَايَةُ وَالنِّهَايَةُ ) 2/323 , beliau berkata : “Perawinya , orang yang diperbincangkan , dan mengutip perkataan al-Baihaqi bahwa perawinya lemah .

6.                  Ibnu Hajar al-Haitsami dalam ( مَجْمَعُ الزَّوَائِدِ ) (8/253) .

7.                  Al-Imam as-Sayuuthiy dalam kitab تَخْرِيجُ أَحَادِيثِ الشِّفَاءِ hal. 30.

8.                  Al-Haafiidz az-Zarqooniy dalam kitab شَرْحُ الْمَوَاهِبِ (1/76) .

9.                  Asy-Syihaab al-Khofaajiy dalam kitabnya  شَرْحُ الشِّفَاءِ (2/242).

10.             Mala ‘Ali al-Qooriy dalam kitab شَرْحُ الشِّفَاءِ (1/215) .

11.             Ibnu ‘Iraaq dalam kitab تَنْزِيهُ الشَّرِيعَةِ (1/76) , menyebutkan perkataan akan kebatilan hadits tersebut .

---

JAWABAN :

Imam Baihaqi dalam kitabnya Dalail Annubuwwah  telah menshahihkannya (hadits tawassul Nabi Adam ‘alahis salam dengan Nabi Muhammad ) , begitu juga Imam Qostholany dalam kitabnya Almawahib 2/392 , Imam Zarqoni dalam kitabnya Syarhu Almawahib Laduniyyah 1/62, Imam Subuki dalam kitabnya Shifa’ Assaqom dan Imam Suyuti dalam kitabnya Khoshoish Annubuwah, mereka semua mengatakan bahwa hadits ini  adalah shohih.

--

BANTAHAN :

Benarkah ?

Yang benar seperti yang diuraikan oleh Syeikh Sholeh bin Abdul ‘Aziz ‘Aali asy-Syeikh adalah justru sebaliknya . Silahkan baca kitab beliau هٰذِهِ مَفَاهِيمُنَا  hal. 20-28)[1](.

Adapun Hadits riwayat lain, yaitu Imam Hakim meriwayatkan  dari Ibnu Abbas  dengan redaksi:

 « فلولا مُحَمَّدٌ ما خلقت آدم ولا الجنة ولا النار » .

" Kalau bukan karena Muhammad , aku tidak menciptakan Adam , tidak juga surga dan neraka ". ( HR. Hakim di Mustadrok 2/216 ).

Kemudian Al-Hakim mengatakan bahwa hadits ini adalah shohih dari segi sanad, demikian juga Syekh Islam Albulqini dalam fatawanya mengatakan bahwa ini adalah shohih, dan Syekh Ibnu Jauzi  memaparkan dalam permulaan kitabnya Alwafa’ , dan dinukil oleh Ibnu Kastir dalam kitabnya Bidayah Wannihayah 1/180.

MAKA BANTAHANNYA ADALAH SBB :

BANTAHAN PERTAMA :

Hadits qudsy tersebut ada kemiripan dengan sebuah ungkapan Dalam Injil Yohana ( 1:13,4 ) : Rasul Yohana berkata :

" ( Yesus ) Pada awalnya adalah sebuah kalimat ( firman ) , dan kalimat itu telah ada di sisi Allah , dan kalimat itu adalah Allah ... segala sesuatu tercipta dengan-Nya , dan tanpa dengan-Nya tidak akan pernah tercipta , dan kalimat itu menjadi jasad dan menyatu diantara kita , dan kami melihat keagungan-Nya benar-benar agung ... ".

COBA PERHATIKAN !!!! ungkapan Rasul Yohana berkata :

" ... segala sesuatu tercipta dengan-Nya ( Yesus ) , dan tanpa dengan-Nya tidak akan pernah tercipta ... ". 

Bukan hal yang diragukan lagi akan kepalsuan ayat Injil ini , apalagi bersumber dari Injil riwayat Yohanes , Injil yang sangat berbahaya , satu-satu nya Injil yang mengandung banyak paragraf-paragraf yang dengan jelas menyatakan ketuhanan nabi Isa ‘alahis salam . Para uskup abad kedua banyak yang mengingkari penisbatan Injil ini kepada Yohanes Al-Hawaary , termasuk diantaranya Arinius murid Bulikarib murid Yohanes Al-Hawaary . Bulikarib tidak pernah mendengar bahwa Injil itu dari gurunya Yohanes , kalau seandainya itu benar pasti dia mengakuinya , dan muridnya juga Arinius pasti akan mendengarnya dan menyampaikannya .

BANTAHAN KEDUA :

Redaksi lengkap hadits Qudsy :

«فَلَوْلَا مُحَمَّدٌ مَا خَلَقْتُ آدَمَ وَلَا الْجَنَّةَ وَلَا النَّارَ»

Dan derajat keshahinnya sbb :

(( أَوْحَى اللهُ إلَى عِيْسَى عليه السلام : يَا عِيْسَى آمِنْ بِمُحَمَّدٌ ، وَأْمُرْ مَنْ أَدْرَكَهُ مِنْ أُمَّتِكَ أَنْ يُؤْمِنُوْا بِهِ ، فَلَوْلاَ مُحَمَّدٌ مَا خَلَقْتُ آدَمَ ، ولولا مُحَمَّدٌ ما خَلقتُ الجنةَ والنارَ ، وَلَقَدْ خَلقتُ العَرْشَ علَى الماءِ فاضْطَرَبَ فكَتَبْتُ عَلَيْهِ : لاَ إِلَهَ إلاَّ اللهً مُحَمَّدٌ رسولُ اللهِ ، فَسَكَنَ )) .

“ Allah mewahyukan kepada 'Isa ‘alahis salam : Wahai 'Isa berimanlah kepada Muhammad, dan suruhlah orang-orang dari umatmu yang menjumpai nya (Muhammad) agar semuanya beriman dengannya. Maka Kalau bukanlah karena Muhammad , aku tidak menciptakan Adam, dan kalaulah bukan karena Muhammad aku tidak ciptakan Syurga dan Neraka, dan sungguh telah aku ciptakan 'Arasy itu di atas air, maka ia bergetar , lalu Aku tuliskan di atasnya : Laa ilaha illalLaah Muhammadur rasululLah. maka ia diam tenang ”. 

Berkata al-Hakim : Soheh Isnadnya !! namun dikritik oleh az-Zahabi dengan mengatakan : “ Aku percaya haditst ini Palsu kerana adanya Sa'id “.

Yang di maksud Said di sini adalah : Sa'id bin 'Aroobah ( beliau bersendirian meriwayatkan hadith ini), dan telah diriwayatkannya dari 'Amru bin Aus al-Ansori dan dia didapati telah memalsukan hadith ini. Az-Zahabi telah menyebut tentangnya di dalam "al-Mizan", katanya : Dia mendatangkan khabar yg mungkar, dan katanya : Aku percaya khabar itu palsu dan disetujui oleh al-Hafidz Ibn Hajar di dalam "al-Lisan" 

Berkata syeikh al-Albani (tentang hadith di atas) di dalam "as-Silsilah ad-Dhoiefah" (280) : “ Tidak ada asalnya “. 

Muhammad bin Kholil al-Qoowiqji dalam kitabnya “اللُّؤْلُؤُ الْمَرْصُوعُ فِيمَا لَا أَصْلَ لَهُ ، أَوْ بِأَصْلِهِ مَوْضُوعٌ” hal. 452-454 berkata : bahwa hadits ini dusta dan palsu .

Dan hadits tersebut terdapat riwayat lain dengan redaksi sbb :

Allah SWT berfirman :

﴿ لَوْلاَكَ لَمَا خَلَقْتُ الأَفْلاَكَ ﴾

Artinya : “ Kalau bukan kerana engkau (Muhammad) Aku tidak menciptakan tata surya”.

Tentang kedustaan hadits qudsi ini , al-Imam As-Syaukani menyebutkan di dalam "al-Fawa'id al-Majmu'ah fi al-Ahadith al-Maudhu'ah" (hal. 326) , beliau mengatakan : Telah berkata as-Son'aani : Maudhu' (hadith ini palsu).  Dan al-Albani Berkata di dalam "al-Silsilah ad-Dhoiefah" (282) : “ Maudhu' (hadith ini palsu)” .

Dan dalam riwayat lain redaksinya :

" لَوْلَاكَ مَا خَلَقْتُ الدُّنْيَا "

“artinya : Kalau bukan engkau , aku tidak menciptakan Dunia “.

Hadits ini di sebutkan oleh al-Imam Ibnul Jauzi dalam kitab kumpulan hadits-hadits palsu ( المَوْضُوعٌات )  dan dibenarkan akan kepalsuannya oleh al-Imam as-Sayuuthi dalam kitabnya “اللَّآلِئُ الْمَصْنُوعَةُ” (1/272) .

Dan hadits ini oleh Syeikh al-Albaani dianggap lemah dan bathil .

( Baca :  سِلْسِلَةُ الْأَحَادِيثِ الضَعِيفٌةِ وَالْمَوْضُوعَةِ 1/450 , Dan baca pula kitab : “المُشْتَهِرُ مِنَ الْحَدِيثِ الْمَوْضُوعِ وَالضَعِيفٌ” karya Abdul Muta’aal al-Jabry hal 13 )

Dan Syeikh Taqiyuddin Ibn Taimiyyah pernah ditanyakan kepadanya : 

Apakah hadith yg di sebutkan oleh sebahagian manusia : Kalaulah bukan kerana engkau (Muhammad), tidak Allah ciptakan 'Arasy, Kursi, bumi, langit, matahari, bulan dan selainnya, apakah hadits ini soheh atau tidak ?

Maka jawab beliau ( Ibn Taimiyyah ) : “ Nabi Muhammad , beliau adalah Sayyid (tuan) anak2 Adam, dan ciptaan Allah yang paling utama dan yg paling mulia, dan dikarenakan ini lalu sebagian orang berkata : sesungguhnya Allah menciptakan alam karenanya, atau ( mereka berkata ) Kalau bukan karenanya (muhammad) Allah tidak menciptakan 'Arays, Kursi, langit, bumi, matahari dan bulan. Akan tetapi ungkapan ini bukan hadith dari Nabi , bukan haditst yang soheh , bukan juga yg dhoief. dan tidak seorgpun di kalangan ahli Ilmu yg menyebutnya sebagai hadith dari Nabi s.a.w. , bahkan tidak juga diketahui dari sahabat bahkan itu adalah perkataan yg tidak diketahui siapakah yang mengatakannya ?. (majmu' al-Fatawa 11/86-96) 

Dan telah ditanyakan pula kepada al-Lajnah ad-Daa'imah di Saudi Arabia:

Apakah perkataan : Sesungguhnya Allah menciptakan langit dan bumi karena diciptakan Muhammad dan apakah pula makna (hadith) "kalau bukan karena engkau (Muhammad) tidak diciptakan bintang-bintang." apakah hadith ini ada asalnya? 

Maka jawabannya : “ Langit dan bumi di ciptakan bukan karena Muhammad , yang benar diciptakannya sebagaimana yg disebut oleh Allah SWT dalam firmannya : 

﴿ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا ﴾.

"Allah lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasannya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah , ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu." ( QS. At-Thalaq 12 ).

Adapun hadith yg disebut-sebut itu adalah dusta dan kebohongan terhadap Nabi. tidak didasarkan pada yg soheh. (fatwa al-Lajnah ad-Daa'imah 1/312).

Dan ditanyakan kepada as-Syeikh Ibn Baz tentang hadith ini, maka beliau berkata :  Ini adalah ucapan dari sebahagian org awam yang tidak mengetahui (tidak faham), sebahagian mereka mengatakan bahwasanya :

“ dunia diciptakan disebabkan Muhammad, kalaulah bukan karena Muhammad, maka tidak diciptakan dunia, tidak diciptakan manusia “,

(perkataan ini) adalah batil dan tidak asal nya, dan perkataan ini adalah perkataan yg jahat. Allah menciptakan dunia ini utk diketahui kesucian dan ketiggiannya dan utk beribadah kepadanya. diciptakan dunia dan ciptaan- ciptaan utk diketahui nama-nama-Yya dan sifat-sifat-Nya, kudrot-Nya dan ilmu-Nya dan utk beribadah kepada-Nya, tiada sekutu bagi-Nya. Bukan disebabkan oleh Muhammad, Nuh, bukan juga Musa, 'Isa dan bukan disebabkan oleh para Nabi yg lain. Bahkan diciptakannya utk menghambakan diri kepadanya saja tanpa menyekutukannya “. (fatawa Nur 'ala ad-darb, 46) . Wallahu a’lam.

****

DALIL TAWASSUL KE DUA :

LANJUTAN DALIL YANG MEMBOLEHKAN TAWASSUL DENGAN ORANG YANG SUDAH WAFAT :

Imam al-Bukhori dalam Shahihnya meriwayatkan dengan sanad nya :

Telah menceritakan kepada kami 'Amru bin 'Ali berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Qutaibah berkata, telah menceritakan kepada kami 'Abdurrahman bin 'Abdullah bin Dinar dari Bapaknya berkata :

سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَ - رضي الله عنهما - يَتَمَثَّلُ بِشِعْرِ أَبِي طَالِبٍ :

وَأَبْيَضَ يُسْتَسْقَى الْغَمَامُ بِوَجْهِه  *  ثِمَالُ الْيَتَامَى عِصْمَةٌ لِلْأَرَامِل

"Saya mendengar Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma mempresentasikan syair Abu Thalib:

'Semoga awan putih diturunkan menjadi hujan dengan wajahnya (yakni : wajah Muhammad . Pen). Untuk menolong anak-anak yatim dan melindungi janda janda'."

( HR. Bukhari di Shahihnya Bab Istisqa'1/432 no. 953 , 963)

Dalam riwayat lain masih dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata :

رُبَّمَا ذَكَرْتُ قَوْلَ الشَّاعِرِ وَأَنَا أَنْظُرُ إِلَى وَجْهِ النَّبِيِّ ﷺ يَسْتَسْقِي فَمَا يَنْزِلُ حَتَّى يَجِيشَ كُلُّ مِيزَابٍ :

وَأَبْيَضَ يُسْتَسْقَى الْغَمَامُ بِوَجْهِه  *  ثِمَالُ الْيَتَامَى عِصْمَةٌ لِلْأَرَامِل

وَهُوَ قَوْلُ أَبِي طَالِبٍ .

"Sering saya mengingat perkataan seorang penyair sambil saya memandang wajah Rasulullah saat beliau sedang memohon hujan , dan belum lagi beliau turun (dari mimbarnya) akan tetapi tiap-tiap saluran ( solokan ) sudah mengalir deras :

'Awan putih semoga diturunkan menjadi hujan dengan wajahnya, untuk menolong anak-anak yatim dan melindungi para janda.'

Syair itu adalah perkataan Abu Thalib ( paman Nabi ) ."

( HR. Bukhori secara Mu'allaq (tanpa sanad), akan tetapi Ibnu Majah 1/405 , Imam Ahmad 9/485 dan Baihaqi 3/352 telah meriwayatkannya dengan sanad muttasil (nyambung) . Dan Hadits ini di hasankan oleh Albany di Shahih Ibnu Majah no. 1050 ).

DALIL YANG BISA DI AMBIL DARI HADITS INI :

Orang-orang yang menganjurkan membaca sholawat Naariyah , yang sebagian isinya adalah bertawassul dengan Nabi setelah wafat , mereka berdalil dengan hadits ini, dengan mengatakan :

Pertama : “ Dalil yang bisa di ambil dari hadits di atas : bahwa dahulu sebagian para sahabat berdoa kepada Allah sambil memandang wajah Rasulullah dengan harapan agar doanya dikabulkan. Maka ini adalah salah satu bentuk tawassul, yaitu dengan menjadikan pandangan kepada wajah Rasulullah sebagai perantara (wasilah) dikabulkannya doa “.

Kedua : dari Hadits ini ada sebagian para ulama yang menciptakan sebuah sholawat yang terkenal di Indonesia dengan nama “ SHOLAWAT NAARIYAH “.

Cuma ada perbedaan : kalau dalam hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma diatas tawassul dgn Nabi nya ketika beliau masih hidup dan hadir ditempat , sementara dalam sholawat Nariah itu munculnya dan diamalkannya ketiak beliau sudah wafat .

Lafadz sholawat NAARIYAH :

اللَّهُمَّ صَلِّ صَلاَةً كَامِلَةً وَسَلِّمْ سَلاَماً تَامّاً عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٌ الَّذِيْ تَنْحَلُّ بِهِ الْعُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ، وَتُقْضَى بِهِ الْحَوَائِجُ، وَتُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ وَحُسْنُ الْخَوَاتِمِ، وَيُسْتَسْقَى الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ، فِيْ كُلِّ لَمْحَةٍ وَنَفَسٍ بِعَدَدِ كُلِّ مَعْلُوْمٍ لَكَ

Artinya : “ Ya Allah, limpahkanlah sholawat dengan sholawat yang sempurna, dan limpahkanlah salam dengan salam yang sempurna untuk baginda kami Muhammad, yang dengan beliau bisa terurai semua ikatan ( kesulitan ) , hilang semua kesedihan, terpenuhi semua kebutuhan, tercapai semua keinginan dan husnul khootimah ( berakhir dengan yang baik ) , serta awan diturunkan menjadi hujan dengan wajahnya yang mulia, dan semoga sholawat dan salam dilimpahkan pula untuk segenap keluarga dan sahabatnya dalam setiap kedipan mata dan hembusan nafas, bahkan dalam semua bilangan yang diketahui oleh Engkau."

Berikut ini kutipan dari : Jakarta, NU Online

“ Sebagian kalangan mempertanyakan dan bahkan menuding tak berdasarnya Shalawat Nariyah yang akan dibacakan warga NU pada malam peringatan Hari Santri Nasional 22 Oktober mendatang. Pokok persolannya, menurut mereka adalah tidak diketahui pengarangnya.

Dewan Pakar Aswaja NU Center Jawa Timur KH Ma’ruf Khozin mengatakan, jika beralasan karena ketidakjelasan siapa pengarangnya, maka Mufti Mesir, Syaikh Ali Jumah yang digelari ‘Allaamah Ad-Dunya, mendapat sanad yang sempurna dari gurunya Syaikh Abdullah al-Ghummaar. Syaikh Abdullah al-Ghummaar ini , menurut Ma’ruf, adalah seorang ahli hadits dari Maroko, yang sampai kepada muallif (pengarang) Shalawat Nariyah Syaikh Ahmad At-Tazi al-Maghribi (Maroko).

“Kesemuanya secara musyafahah, menyampaikan bacaan shalawat tersebut dari guru kepada muridnya secara langsung,” katanya kepada NU Online melalui surat elektronik, Rabu (28/9).

Sementara nama Shalawat Nariyah, ada kalangan alergi dengan ‘nar’ yang memang populer dengan sebutan Nariyah. Sebagian orang menganggap bahwa makna ‘nar’ adalah neraka, ‘iyah’ adalah pengikut, yang disimpulkan‘pengamal nariyah’ adalah pengikut ahli neraka. Maka, hal itu sangat tidak tepat.

Perhatikan dalam Al-Qur’an berikut ini:

﴿إِذْ رَأَىٰ نَارًا فَقَالَ لِأَهْلِهِ امْكُثُوا إِنِّي آنَسْتُ نَارًا لَعَلِّي آتِيكُمْ مِنْهَا بِقَبَسٍ أَوْ أَجِدُ عَلَى النَّارِ هُدًى﴾

“Ketika ia (Musa) melihat api, lalu berkatalah ia kepada keluarganya: "Tinggallah kamu (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit daripadanya kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu". (QS. Thaha: 10)

Menurut Syaikh Abdullah al-Ghummaari, penamaan dengan Naariyah (النَّارِيَة) karena terjadi tashif ( تَصْحِيْفٌ ) atau perubahan dari kata yang sebenarnya taaziyah (التَّازِيَة). Sebab keduanya memiliki kemiripan dalam tulisan Arab, yaitu النَّارِيَة dan التَّازِيَة yang berbeda pada titik huruf.

Di Maroko sendiri shalawat ini dikenal dengan shalawat Taaziyah, sesuai nama kota pengarangnya. Sementara dalam kitab Khazinatul Asrar, sebuah kitab yang banyak memuat ilmu tasawuf dan tarekat karya Syaikh Muhammad Haqqi Afandi An-Naazili, disebutkan bahwa Syaikh Al-Qurthubi menamai shalawat ini dengan nama Shalawat Tafriijiyah (تَفْرِيْجِيَّة), yang diambil dari teks yang terdapat di dalamnya yaitu (تَنْفَرِجُ).

Demikian halnya Syaikh Yusuf bin Ismail An-Nabhaani menyebut dengan nama shalawat At-Tafrijiyah dalam kitabnya Afdlal ash-Shalawat ala Sayidi as-Sadat pada urutan ke 63.

Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/71602/apa-dan-siapa-pengarang-shalawat-nariyah

===

BANTAHAN :

---

BANTAHAN PERTAMA :

Kami setuju dengan keshahihan haditst ini , namun haditst ini sama sekali tidak menunjukkan pensyariatan tawassul dengan Nabi setelah wafat atau saat beliau tidak hadir ditempat atau di kuburannya . Yang benar haditst tersebut menunjukkan pensyariatan tawassul dengan doa Nabi saat beliau masih hidup dan beliaupun hadir bersamanya .

Tidak diragukan akan di syariatkannya tawassul seperti yang terdapat dalam haditst ini, karena ini adalah tawassul dengan mengamini doa Nabi semasa hidupnya sambil memandangi wajahnya .

Akan tetapi setelah Nabi wafat mereka para sahabat bertawassul dengan pamannya Abbas radhiyallahu ‘anhu dalam beristisqo . Mereka tidak melakukan tawassul dengan Nabi setelah beliau wafat atau saat beliau tidak hadir ditempat atau di kuburannya atau kuburan selainnya. ( Lihat Majmu Fatawa 27/86 dan 153 ).

Ibnu Hajar al-'Asqalany dalam Fathul Bary 2/496 menukil ucapan As-Suhaily :

" Jika di tanyakan : kenapa Abu Tholib ( paman Nabi ) melantunkan ( syair ) : 'Semoga awan dijadikan hujan dengan wajahnya ' sementara dia (Abu Tholib) sama sekali belum pernah melihatnya (Nabi ) beristisqo karena kejadian Nabi beristisqo itu setelah hijrah ?

Hasil jawabannya adalah : bahwa Abu Tholib mengisyaratkan sesuatu yang pernah terjadi pada zaman Abdul Mutholib ( kakek Nabi ) ketika dia berostisqo untuk kaum Qureish , sementara Nabi bersamanya masih kanak-kanak “.

Kemudian Ibnu Hajar menambahinya dengan perkataan :

" Dan ada kemungkinan Abu Tholib bermaksud memujinya dengan ucapan tersebut, dikarenakan dia telah melihat banyak pertanda-pertanda dalam dirinya (Nabi ), meski dia belum melihat kejadiannya". 

---

BANTAHAN KEDUA :

Jawaban para Ulama al-Lajnah ad-Daa’imah ketika di tanya tentang sholawat Naariyah:

Mereka menjawab : “ Alhamdulillah.

Pertama : Kalimat yang telah disebutkan di atas sebenarnya sudah jelas, akan tetapi tidak mengapa dijelaskan lagi lebih banyak;

A]. [ تَنْحَلُّ بِهِ الْعُقَدُ yang artinya : Dengannya (Nabi ) simpul akan terurai ] . Maksudnya bahwa orang tersebut akan mendapatkan jalan keluar dari kesulitan yang dihadapinya atau dari perkara yang sulit dia pecahkan. Boleh juga dimaknai sebagai : “ yang dapat meredam kemarahan”.

B]. [ تَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ yang artinya : Dengannya (Nabi ) Kepedihan akan sirna ]. Maksudnya adalah hilangnya kesedihan dan kegundahan akan sirna dari dalam jiwa.

C]. [ تُقْضَى بِهِ الْحَوَائِجُ yang artinya : Dengannya (Nabi ) Kebutuhan akan dipenuhi ]. Maksudnya adalah bahwa dia akan mendapatkan apa yang dia inginkan dan dia upayakan.

D]. [ تُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ وَحُسْنُ الْخَوَاتِمِ yang artinya : Dengannya (Nabi ) Keinginan tercapai dan akhir kehidupan yang baik ] . Maksudnya adalah cita-citanya terwujud, baik di dunia atau akhirat. Di antaranya mendapatkan akhir kehidupan yang baik.

E]. [ يُسْتَسْقَى الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ yang artinya : Awan dimintakan agar turun hujan dengan wajahnya (Nabi ) yang mulia]. Maksudnya adalah berdoa dengannya agar diturunkan hujan.

Kedua : Apa yang dikatakan sebagian orang kepada anda bahwa shalawat ini tidak mengandung kesyirikan dan karenanya boleh terus dibaca dan seterusnya, adalah batil, karena shalawat ini mengandung beberapa penyimpangan syariat yang sangat jelas, di antaranya ;

a). Shalawat ini dibaca ketika terjadi musibah. Ini merupakan cara mengada-ada membuat sebab dalam melakukanibadah.

b). Jumlah bacaannya ditentukan 4444 kali. Inipun jumlah yang dibuat-buat dalam melakukan ibadah.

c). Membacanya dilakukan secara berjamaah. Ini juga merupakan cara mengada-ada dalam teknik membacanya dalam ibadah.

d). Di dalamnya terdapat penyimpangan syariat dan syirik serta sikap berlebih-lebihan terhadap Nabi serta menyandarkan perbuatan kepadanya yang tidak boleh diberikan kecuali kepada Allah Ta'ala, seperti memenuhi berbagai keinginan, menyelesaikan problem, meraih keinginan, husnul khotimah. Padahal Allah telah memerintahkan Nabi-Nya untuk berkata, "Katakanlah, sungguh aku tidak memiliki bahaya dan petunjuk bagi kalian."

e). Padanya terdapat tindakan meninggalkan syariat kemudian mengada-ada shalawat dan doa dari dirinya sendiri. Sikap ini mengandung tuduhan terhadap Nabi lalai menjelaskan apa yang dibutuhkan manusia. Hal ini berarti menambah syariatnya.

Nabi bersabda :

مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ.

"Siapa yang mengada-ada dalam perkara (agama) kami yang tidak bersumber darinya, maka dia tertolak."

(HR. Bukhari, no. 2550, Muslim, no. 1718. Dalam riwayat Muslim, no. 1718 disebutkan :

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

'Siapa melakukan amalan yang tidak bersumber dari ajaran kami, maka dia tertolak.') [ Selesai kutipan fatwa al-Lajnah ad-Daaimah ].

Ibnu Rajab Hambali rahimahullah berkata :

"Ini merupakan salah satu prinsip Islam yang sangat agung. Dia bagaikan barometer untuk menetapkan amal secara dzahir, sebagaimana hadits : 'Setiap amal ditentukan berdasarkan niat' merupakan barometer untuk menentukan amal secara batin.

Maka sebagaimana amal yang tidak ditujukan karena Allah, maka pelakunya tidak mendapatkan pahala, begitupula amal yang dilakukan tidak berdasarkan ajaran dari Allah dan Rasul-Nya, maka dia tertolak dari pelakunya. Semua yang mengada-ada dalam agama dengan sesuatu yang tidak Allah dan Rasul-Nya ajarkan, maka dia bukan termasuk agama sama sekali." [جَامِعُ العُلُومِ وَالْحِكَمِ (1/180) karya Ibnu Rajab]

Imam Nawawi rahimahullah berkata,

"Hadits ini merupakan salah satu landasan Islam yang sangat agung. Dia termasuk Jawamiul Kalim Rasulullah (ucapan yang sedikit namun mengandung makna yang dalam) Karena di dalamnya mengandung penegasan yang menolak segala bidah dan tindakan mengada-ada.

Dalam riwayat kedua terdapat tambahan. Maksudnya, boleh jadi seseorang melakukan bidah yang sudah dilakukan sebelumnya.

Maka jika disampaikan kepadanya dalil :

مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ.

"Siapa yang mengada-ada dalam perkara (agama) kami yang tidak bersumber darinya, maka dia tertolak."

Dia akan berkata : "Saya tidak mengada-ada perbuatan (karena sudah ada yang melakukannya sebelumnya)”.

Maka orang seperti ini diberikan dalil :

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

"Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak kami perintahkan, maka ia tertolak." 

Yang padanya terdapat penegasan menolak semua bentuk bid'ah, apakah pencetusnya orang tersebut atau telah ada sebelumnya orang yang melakukannya.

Hadits ini layak dihafal dan digunakan untuk membantah kemungkaran dan sering-sering berdalil dengannya." (Syarah Shahih Muslim, 12/16 karya an-Nawawi )

Wallaahu alam .

****

DALIL TAWASSUL KE TIGA:

Dalil Disyariatkan-nya Tawassul dengan orang yang sudah wafat .

Dalam hadits riwayat Anas disebutkan doa Nabi untuk bibinya Fathimah binti Asad , yaitu :

Ketika Fatimah binti Asad bin Hasyim ibunda Ali radhiallahu 'anhu wafat, maka dia mengajak Usamah bin Zaid, Abu Musa Al Anshari, Umar bin Khaththab dan seorang budak hitam untuk menggali liang kubur. Setelah selesai, Rasulullah masuk dan berbaring di dalamnya, kemudian beliau berkata:

«اللَّهُ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ وَهُوَ حَيٌّ لا يَمُوتُ، اغْفِرْ لأُمِّي فَاطِمَةَ بِنْتِ أَسَدٍ، ولَقِّنْهَا حُجَّتَهَا، وَوَسِّعْ عَلَيْهَا مُدْخَلَهَا، بِحَقِّ نَبِيِّكَ وَالأَنْبِيَاءِ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِي، فَإِنَّكَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ »

"Allah adalah Zat yang menghidupkan dan mematikan. Dia Maha Hidup dan tidak mati, ampunilah bibiku Fatimah binti Asad. Ajarkanlah padanya hujjahnya dan luaskanlah tempat tinggalnya yang baru dengan hak nabi-Mu dan hak para nabi sebelumku, karena sesungguhnya Engkau adalah Zat Yang Maha Penyayang."

[HR. Thabrani di Mujam Kabir 24/352 no. 871 dan Abu Nuaim di Hilyah Awliya (Kanzul Ummal 12/148 no. 34425 ) dan Ibnu al-Jauzy dalam “الْعِلَلُ الْمُتَنَاهِيَةُ” (1/269 No. 433)].

Tingkat kedudukan hadits :

Ibnu Hajar al-Haitsamy berkata dalam kitabnya Majma' Zawaid : "Di dalamnya terdapat perawi bernama Rauh bin Shalah, ditsiqohkan oleh Ibnu Hibban dan Hakim, pada dirinya terdapat kelemahan , dan perawi selebihnya adalah perawi shahih )".

Bantahan :

Yang benar hadits ini sanadnya dlaif ( lemah ) karena Rauh bin Solah ini jika dia sendirian meriwayatkan sebuah hadits maka dia lemah bahkan munkar seperti yang di nyatakan oleh Abu Nuaim sendiri , si perawi hadits tersebut .

Ibnu al-Jauzy berkata :

Rouh bin Sholah sendirian meriwayatkan hadits ini ( Yakni : Dari at-Tsauri ) , dan dia itu termasuk orang-orang yang majhul / tdk di kenal . Ibnu Adiy mendha’ifkannya “. [Baca : “الْعِلَلُ الْمُتَنَاهِيَةُ” (1/270 )]

Dan Rauh ini di dhaifkan oleh Ibnu Adiy dalam kitabnya “الْكَامِلُ” (3/146), dan dia pernah berkata pula setelah meriwayat dua hadits lain dari Rauh :

ضَعِيفٌ… لَهُ أَحَادِيثُ لَيْسَتْ بِالْكَثِيرَةِ وَفِي بَعْضِ حَدِيثِهِ نَكَرَةٌ

“Dia dho’iif .... hadits-hadits dia tidak banyak dan disebagian hadits-hadits nya terdapat kejanggalan“.

Ibnu Yunus berkata : " Aku meriwayatkan darinya ( Rauh ) hadits-hadits yang mungkar ( maksudnya : yang batil , palsu atau yang dalam sanadnya terdapat cacat perowi ) . (Lihat Al-Anwarul- Kasyifah 1/274).

Imam Daruquthny berkata : " Dia lemah ( dhoif ) dalam hadits " .

Ibnu Makola berkata : " Mereka ( para ulama ahli hadits ) mendhoifkannya ".

[Baca : “مِيزَانُ الِاعْتِدَالِ” (2/58) dan “لِسَانُ الْمِيزَانِ” (3/108)].

Asy-Syaukani berkata :

Hadits Fathimah binti Asas , dho’if , di dalam sanadnya terdapat Rouh bin Sholah , dan dia itu dho’iif “. ( Baca : “الدُّرُّ النَّضِيدُ فِي إِخْلَاصِ كَلِمَةِ التَّوْحِيدِ” hal. 64 )

Sementara Ibnu Hibban memasukkan nya dalam kitabnya “الثِّقَاتُ” kitab kumpulan para perawi yang di percaya . Dan al-Hakim menganggapnya Tsiqoh / dipercaya . Namun al-Hakim dan Ibnu Hibban termasuk orang-orang yang menggampangkan dalam mentautsiq. [Baca : “مِيزَانُ الِاعْتِدَالِ” (2/58) dan “لِسَانُ الْمِيزَانِ” (3/108)]

Syeikh al-Albany mengatakan :

" Sungguh mereka ( para pakar hadits ) telah sepakat akan kedhaifannya , maka haditsnya menjadi mungkar jika dia meriwayatkan nya sendirian . Ada sebagian para pakar hadits menguatkan hadits ini , karena berdasarkan tautsiq ( pengukuhan bisa di percaya ) dari Ibnu Hibban dan al-Hakim terhadap Rauh ini , namun tautsiq mereka berdua sama sekali tidak berpengaruh , karena seperti yang telah di ketahui bersama bahwa Ibnu Hibban dan Hakim mereka berdua di kenal dengan menggampangkan dalam mentautsiq , maka pendapatnya tidak berpengaruh dan tidak diperhitungkan saat terjadi kontradiksi meskipun perowi tersebut hanya sebatas mubham / tidak jelas , apalagi jika ada kejelasan akan informasi kedhaifan perowi tersebut seperti Rauh ini .

(Untuk lebih detail mengenai kedhoifan hadits ini bisa merujuk ke kitab Silsilah Dhoifah karya Syeikh Albany no. 23 ).

Syeikh Al-Albani berkata pula :

" Hadits ini tidak mengandung targhib ( anjuran untuk melakukan suatu amalan yang ditetapkan syariat ) dan tidak pula menjelaskan keutamaan amalan yang telah ditetapkan dalam syariat. Sesungguhnya hadits ini hanya memberitahukan permasalahan seputar boleh atau tidak boleh, dan seandainya hadits ini shahih, maka isinya menetapkan suatu hukum syar'i. Sedangkan kalian (para penyanggah -pent) menjadikannya sebagai salah satu dalil bolehnya tawassul yang diperselisihkan ini.

Maka apabila kalian telah menerima kedha'ifan hadits ini, maka kalian tidak boleh berdalil dengannya. Aku tidak bisa membayangkan ada seorang berakal yang akan mendukung kalian untuk memasukkan hadits ini ke dalam bab targhib dan tarhib, karena hal ini adalah sikap tidak mau tunduk kepada kebenaran, mengatakan sesuatu yang tidak pernah dikemukakan oleh seluruh orang yang berakal sehat."

( Lihat At Tawassul Anwa'uhu wa Ahkamuhu hal. 110 dan Silsilah Ahadits Addha'ifah wal Maudlu'at (1/32) hadits nomor 23 ).

STATUS HADITS INI :

Abu ‘Amr Usamah bin ‘Athaaya al-‘Utaiby berkata dalam makalahnya “الضِّيَاءُ اللَّامِعُ فِي الرَّدِّ عَلَى الْإِبَاضِيِّ” :

الْحَدِيثُ ضَعِيفٌ جِدًّا أَوْ مَوْضُوعٌ فِيهِ آفَاتٌ

Artinya : “ Hadits ini LEMAH SEKALI atau PALSU , di dalamnya terdapat afaat / banyak hama”.

Wallahu a’lam.

****

DALIL TAWASSUL KE EMPAT :

Dalil PENDAPAT disyariatkan nya tawassul dengan orang yang sudah wafat.

Dalam hadits Abu Said al-Khudry radhiyallahu ‘anhu di sebutkan bahwa Rosulullah bersabda :

« مَنْ خَرَجَ مِنْ بَيْتِهِ إِلَى الصَّلاَةِ ، فَقَالَ : " اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ بِحَقِّ السَّائِلِينَ عَلَيْكَ ، وَأَسْأَلُكَ بِحَقِّ مَمْشَايَ هَذَا ، فَإِنِّي لَمْ أَخْرُجْ أَشَرًا وَلاَ بَطَرًا ، وَلاَ رِيَاءً وَلاَ سُمْعَةً ، وَخَرَجْتُ اتِّقَاءَ سُخْطِكَ ، وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِكَ ، فَأَسْأَلُكَ أَنْ تُعِيذَنِي مِنَ النَّارِ ، وَأَنْ تَغْفِرَ لِي ذُنُوبِي ، إِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أَنْتَ " ، أَقْبَلَ اللهُ عَلَيْهِ بِوَجْهِهِ ، وَاسْتَغْفَرَ لَهُ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ » .

Artinya: " Barang siapa keluar dari rumahnya untuk shalat, kemudian mengucapkan:

 

"Ya Allah sesungguhnya aku meminta kepada-Mu dengan hak orang-orang yang berdo'a kepada-Mu, dan aku meminta kepada-Mu dengan hak jalan kaki ku ini.

Sesungguhnya aku tidaklah keluar dengan sombong dan angkuh, tidak pula dengan riya' dan sum'ah ( yakni : tidak mencari popularitas . Pen).

Aku keluar agar terbebas dari murka-Mu dan untuk mencari ridlo-Mu, maka aku meminta kepada-Mu untuk membebaskanku dari apineraka dan mengampuni dosa-dosaku, karena sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau."

Maka Allah akan menyambutnya dengan wajah-Nya dan tujuh puluh ribu malaikat akan memohonkan ampun untuknya.

( HR. Ibnu Majah no. (778) dan Ahmad (3/21).

Dari hadits di atas, kita mengetahui bahwa salah seorang sahabat mulia, yaitu Abu Said Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu bertawassul dengan menyebut hak orang-orang yang bedo’a kepada Allah dan hak jalan kaki dia di jalan Allah sebagai perantara agar dikabulkannya doa.

DERAJAT HADITS :

Imam Busheiry berkata dalam kitabnya Al-Mishbah az-Zujajah 1/98 : " Hadits ini di dalam sanadnya terdapat rentetan para perawi yang DHOIF ( LEMAH ) . Perawi yang bernama Athiah al-Aufi , Fudleil bin Marzuq dan Fadel bin Muaffaq , mereka semua adalah dhoif (lemah).

AKAN TETAPI Ibnu Khuzaimah meriwayatkannya dalam kitab Shahihnya lewat jalur Fudhoil bin Marzuq , dan menurutnya adalah SHAHIH ".

BANTAHAN :

Pentashihan Ibnu Khuzaimah ini perlu dikaji ulang , dan yang benar sanad hadits ini lemah , karena didalamnya terdapat perawi yang bernama Athiyah al-Aufi , dia itu dhoif ( lemah ) seperti yang di katakan Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Adzkaar , Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Al-Qoidah Al-Jalilah dan Adz-Dzahaby dalam kitabnya Al-Miizan , bahkan beliau menyatakan dalam kitabnya Adh-Dhu'afa : " Telah di sepakati ( Ijma' ) akan kedhaifannya ". 

Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Haitsamy dalam kitabnya Majma' Zawaid mengatakan:
"Abu Bakar bin Muhib al-Ba'labaky telah memasukkan Athiyah al-Aufy ini ke dalam kitabnya Ad-Dhuafa wal Matrukin (kumpulan orang-orang yang lemah dan yang ditinggalkan hadits-haditsnya)".

Begitu pula al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolany menyatakan : " Dia adalah Shoduq
( lemah hafalannya ) banyak salah-salahnya , dia seorang syiah dan seoarang Mudallis
( orang yang biasa menghilangkan atau mengaburkan nama perawi yang dhaif dalam sanad agar dikira sanadnya bagus )". Beliau menjelaskan sebab kedhaifannya , yaitu ada tiga sebab :

Pertama :  lemah hafalannya . Seperti yang beliau jelaskan dalam kitab-kitabnya Tabaqat Mudallisin , Talkhisul Habir dan lainnya .

Kedua : dia seorang syiah . Namun Predikat syiah ini sebetulnya tidak bisa di katagorikan cacat perawi secara mutlak menurut qaul yang rajih .

Ketiga : Dia seorang Mudallis ( مُدَلَّسٌ ).

Dan Tadliis ( تَدْلِيسٌ ) itu ada banyak jenis nya , yang termashhur adalah seperti berikut ini :

Tadliis pertama :

Yaitu Seorang perawi meriwayatkan dari orang yang pernah ia jumpainya sebuah hadits yang dia tidak mendengarnya dari orang tersebut atau meriwayatkan sebuah hadits dari orang yang hidup sezaman dengannya , tapi belum pernah berjumpa , supaya di kira dia mendengarnya langsung , seperti dengan mengatakan : dari si Fulan atau si Fulan telah berkata :

Tadliis Kedua :

Seorang perawi menyebutkan nama syeiknya atau gelarnya yang tidak masyhur untuk membutakan kondisi syeiknya yang dhaif . Para ulama pakar hadits terang-terangan mengharamkan tadliis jenis ini , yaitu jika sheikhnya tidak tsiqoh ( tidak dipercaya ) , kemudian dia lakukan pentadliisan agar tidak dikenal kondisinya atau mengaburkan pandangan sehingga di kira dia adalah orang lain yang tsiqoh ( dipercaya ) karena namanya atau gelarnya sama . Tadliis jenis ini di kenal dengan istilah Tadliis Syuyukh (تَدْلِيسُ الشُّيُوخِ ) .

(Lihat : الأحاديث الضَعِيفٌة والمَوْضُوعٌة وآثارها السيء في الأمة karya syeikh Al-Albany hal. 24)

Dan tadliis yang di lakukan oleh Rauh al-Aufi itu adalah Tadliis jenis yang kedua ini , yaitu Tadliis Syuyukh ( تَدْلِيسُ الشُّيُوخِ ) , tadliis yang paling buruk dan di haramkan , seperti yang di tegaskan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolany dalam kitabnya “طبقات المُدَلَّسٌين” hal. 18 , beliau berkata :

" Dia seorang tabi'i yang di kenal , lemah hafalannya , dia seorang yang masyhur dengan predikat mudallis yang buruk ".

RINGKASNYA :

Bahwa Athiyah ini pernah meriwayatkan hadits dari sahabat Nabi yang bernama Abu Said Al-Khudry radhiyallahu ‘anhu , setelah beliau wafat dia berguru kepada salah seorang dari para pendusta yang terkenal dengan kebohongannya dalam menyampaikan hadits , yaitu orang yang bernama Al-Kalby .

Semenjak itu Athiyah setiap kali meriwayatkan hadits dari dia , selalu menggunakan Kuniyah Abu Said , maka orang-orang yang mendengarnya mengira nya Abu Said Al-Khudry sahabat Nabi , bukan Abu Said Al-Kalby si pendusta . Hal ini saja sudah cukup untuk menjatuhkan kredibelitasnya , apalagi jika ditambah dengan daya hafalnya yang buruk .

( Lihat : اخْتِصَارُ عُلُومِ الْحَدِيثِ karya Ibnu Katsir hal. 59 , dengan syarah Ahmad Syakir hal. 95 , التَّوَسُّلُ أَنْوَاعُهُ وَأَحْكَامُهُ karya Syeikh Al-Albaany hal. 110 ).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :

"Adapun perkataan, 'Aku meminta kepada-Mu dengan hak orang-orang yang meminta kepada-Mu', diriwayatkan oleh Ibnu Majah akan tetapi sanad hadits tersebut tidak dapat dijadikan hujjah. Sekiranya hadits ini berasal dari Nabi , maka makna hadits ini adalah sesungguhnya hak orang-orang yang berdo'a kepada Allah adalah Allah kabulkan do'a mereka. Sedangkan hak orang yang beribadah kepada Allah adalah Allah memberikan pahala padanya. Hak ini Dia tetapkan atas diri-Nya sebagaimana firman-Nya,

﴿وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ﴾

"Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku." (QS. Al Baqarah: 186)

Maka ini adalah permintaan kepada Allah dengan hak yang telah Dia wajibkan atas diri-Nya, sehingga persis do'a berikut ini:

﴿رَبَّنَا وَآتِنَا مَا وَعَدْتَنَا عَلَى رُسُلِكَ وَلا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّكَ لا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ﴾

"Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau." (QS. Ali Imran: 194)

Dan seperti do'a ketiga orang yang berlindung ke goa, ketika mereka meminta kepada Allah dengan perantara amalan shalih mereka yang Allah telah berjanji untuk memberi pahala atas amalan tersebut." (Majmu' Fatawaa (1/369)).

Syeikh Al-Albaany berkata,

"Kesimpulannya, sesungguhnya hadits ini dha'if dari dua jalur periwatannya dan salah satunya lebih berat kedha'ifannya daripada yang lain. Hadits ini telah didha'ifkan oleh Al Bushiriy, Al Mundziri dan para pakar hadits. Barangsiapa yang menghasankan hadits ini, maka sesungguhnya dia salah sangka atau bertasaahul ( terlalu menggampangkan )."

(سِلْسِلَةُ الْأَحَادِيثِ الصَّحِيحَةِ (1/38) nomor 24).

Dan Hadits Abu Sa’id ini di Dhaifkan pula oleh Su’aib al-Arnauth dalam “تَخْرِيجُ مَنْهَاجِ الْقَاصِدِينَ” no. 58 . 

Wallahu a’lam

****

DALIL TAWASSUL KE LIMA :

Dalil PENDAPAT disyariatkan nya tawassul dengan orang yang sudah wafat.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Hakim dalam Mustadrak Al Hakim 2/298 no. 3042 dan Imam al-Baihaqi dalam Dalail Nubuwah 2/76 dengan sanadnya hingga sampai kepada Abdul Malik bin Harun bin 'Antarah dari bapaknya dari kakeknya dari Sa’iid bin Jubeir dari Ibnu ‘Abbaas radhiyallahu 'anhu , beliau berkata :

كَانَتْ يَهُوْدُ خَيْبَرَ تُقَاتِلُ غَطَفَانَ فَكُلَّمَا الْتَقَوْا هَزَمَتْ يَهُوْدُ خَيْبَرَ فَعَاذَتِ الْيَهُوْدُ بِهٰذَا الدُّعَاءِ : إِنَّا نَسْأَلُكَ بِحَقِّ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ الَّذِي وَعَدْتَنَا أَنْ تُخْرِجَهُ لَنَا فِي آخِرِ الزَّمَانِ إِلَّا تَنْصُرُنَا عَلَيْهِمْ. قَالَ: فَكَانُوا إِذَا الْتَقَوْا دَعَوْا بِهَذَا الدُّعَاءِ فَهَزَمُوا غَطَفَانَ، فَلَمَّا بُعِثَ النَّبِيُّ ﷺ كَفَرُوا، فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى: )وَكَانُوا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا( أَيْ َوقد كَانُوا يَسْتَفْتِحُونَ بِكَ يَا مُحَمَّدٌ، إِلَى قَوْلِهِ  : )فَلَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْكَافِرِينَ( .

Dulu Yahudi Khaibar berperang melawan kabilah Ghathfan . Dan setiap terjadi pertempuran antara mereka , Yahudi Khaibar selalu menderita kekalahan , maka orang-orang yahudi tersebut berdoa dengan doa berikut ini :

"Ya Allah, sesungguhnya kami memohon pertolongan-Mu dengan haq Muhammad Nabi yang Ummi ( buta huruf ) yang telah Engkau janjikan pada kami bahwa Engkau benar-benar akan mengutus nya untuk kami di akhir zaman , maka tidak kah Kau menangkanlah kami terhadap mereka ?." Lalu mereka pun menang terhadap Ghathfan .

Namun ketika tiba saatnya Nabi diutus tiba-tiba mereka mengingkarinya , maka Allah menurunkan ayat yang artinya :

« padahal sebelumnya mereka biasa memohon ( kedatangan Nabi ) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir » ".

Yakni memohon untuk mendapat kemenangan dengan mu wahai Muhammad ! , hingga pada firmanNya:

« Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu » . 

( Lihat juga Tafsir Al-Jaami’ Li Ahkaamil Qur’an , Karya Imam al-Qurthuby 2/27)

Imam al-Haakim berkata : “ hadits ini asing “

Riwayat lain Dalam kitab Ad-Durrul Mantsuur 1/216, Imam Suyuthi menukil hadits dari Abu Nuaim Al Asbahani dalam kitabnya, Dalailun Nubuwwah 2/76, melalui jalur 'Atho dan Adh-Dhohak dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu , beliau berkata :

" كَانَتْ يَهُوْدُ بَنِيْ قُرَيْظَةَ والنَّضِيْرِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُبْعَثَ مُحَمَّدٌ يَسْتَفْتِحُوْنَ اللهَ، وَيَدْعُوْنَ عَلَى الَّذِيْنَ كَفَرُوْا، وَيَقُوْلُوْنَ : إِناَّ نَسْتَنْصُرُكَ بِحَقِّ النَّبِيِّ الأُمِّيْ، ألاَ نَصَرْتَنَا عَلَيْهِمْ فَيُنْصَرُوْنَ )فَلَمَّا جَاءَهُمْ مَا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ( يَعْنِيْ مُحَمَّدٌ،  )كَفَرُوا بِهِ (".

Dahulu Yahudi Bani Quraizhah dan Nadhir sebelum diutusnya Muhammad , mereka berdoa kepada Allah memohon kemenangan terhadap orang-orang kafir sambil mengatakan, "Ya Allah, sesungguhnya kami memohon pertolongan-Mu dengan haq kemuliaan Nabi yang Ummi, menangkanlah kami terhadap mereka." Lalu mereka pun menang. Namun ketika orang yang mereka ketahui itu , yakni Muhammad , telah datang , mereka mengingkarinya".

(Lihat pula : Siroh Halabiyah 2/321 dan Al-Qoul Mubin 1/162 )

Dengan Hadits diatas mereka berargumentasi dengan mengatakan :

Dari hadits di atas, kita mengetahui bahwa tawassul sudah ada sejak sebelum diutusnya Rasulullah . Hadits di atas juga menjadi dalil diperbolehkannya bertawassul dengan para nabi.

Kendatipun al-Hakim menyebutkan bahwa riwayat ini adalah ghorib (asing) yang tergolong hadits perorangan ( الأحد ), namun banyak ahli tafsir yang menjadikannya sebagai asbab al-nuzul (sebab turun) dari ayat di atas seperti Fakhrur Roozi dalam tafsir kabir Mafatih al-Ghaib, al-Zamakhsyari dalam al-Kasyaf dan sebagainya.

Bahkan Abu Abdurrahman Muqbil, setelah mengutip riwayat ini dari Ibnu Ishaq dan Ibnu Hisyam, berkata :

وَهُوَ حَدِيْثٌ حَسَنٌ فَإِنَّ ابْنَ إِسْحَاقَ إِذَا صَرَّحَ بِالتَّحْدِيْثِ فَحَدِيْثُهُ حَسَنٌ كَمَا ذَكَرَهُ الْحَافِظُ الذَّهَبِيُّ فِي المِيزَانُ.

“Hadits ini adalah hadits Hasan. Sebab apabila Ibnu Ishaq menjelaskan tentang hadits, maka haditsnya berstatus Hasan, sebagaimana disebutkan oleh al-Hafidz al-Dzahabi dalam kitab al-Mizan”. (Al-Shahih al-Musnad min Asbab al-Nuzul, I/22)

Berikut ini adalah pernyataan Fakhrur Rozi dan Zamakhsyari tentang ayat di atas:

أَمَّا قَوْلُهُ تَعَالٰى : ﴿ وَكَانُواْ مِن قَبْلُ يَسْتَفْتِحُوْنَ عَلَى الَّذِيْنَ كَفَرُوْا ﴾ فَفِي سَبَبِ النُّزُوْلِ وُجُوْهٌ أَحَدُهَا أَنَّ الْيَهُوْدَ مِنْ قَبْلِ مَبْعَثِ مُحَمَّدٌ  وَنُزُوْلِ الْقُرْآنِ كَانُوْا يَسْتَفْتِحُوْنَ أَيْ يَسْأَلُوْنَ الْفَتْحَ وَالنُّصْرَةَ وَكَانُوْا يَقُوْلُوْنَ اللّٰهُمَّ افْتَحْ عَلَيْنَا وَانْصُرْنَا بِالنَّبِيِّ الْأُمِّيِّ

“Sebab turunnya ayat ini (al-Baqarah 89) ada banyak versi, salah satunya bahwa Yahudi sebelum diutusnya Nabi Muhammad dan turunnya Al Quran, senantiasa meminta kemenangan dan pertolongan. Mereka berkata: “Ya Allah. Berilah kami kemenangan dan pertolongan dengan Nabi yang Ummi (Muhammad)”. (Tafsir al-Razi, 3/164)

﴿ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوْا ﴾ يَسْتَنْصِرُوْنَ عَلَى الْمُشْرِكِيْنَ إِذَا قَاتَلُوْهُمْ قَالُوْا اللّٰهُمَّ انْصُرْنَا بِالنَّبِيِّ الْمَبْعُوْثِ فِيْ آخِرِ الزَّمَانِ الَّذِيْ نَجِدُ نَعْتَهُ وَصِفَتَهُ فِي التَّوْرَاةِ .

(“Yahudi meminta pertolongan dalam menghadapi kaum musyrikin. Saat berperang Yahudi berdoa: “Ya Allah. Tolonglah kami dengan seorang Nabi yang akan diutus di akhir zaman yang telah kami temukan ciri-ciri dan sifatnya dalam Taurat”. (Tafsir al-Kasyaf, I/164)

Bantahan terhadap peng-Hasan-an hadits :

Mereka mengatakan : “Abu Abdurrahman Muqbil, setelah mengutip riwayat ini dari Ibnu Ishaq dan Ibnu Hisyam, berkata :

وَهُوَ حَدِيْثٌ حَسَنٌ فَإِنَّ ابْنَ إِسْحَاقَ إِذَا صَرَّحَ بِالتَّحْدِيْثِ فَحَدِيْثُهُ حَسَنٌ كَمَا ذَكَرَهُ الْحَافِظُ الذَّهَبِيُّ فِي المِيزَانُ.

“Hadits ini adalah hadits Hasan. Sebab apabila Ibnu Ishaq menjelaskan tentang hadits, maka haditsnya berstatus Hasan, sebagaimana disebutkan oleh al-Hafidz al-Dzahabi dalam kitab al-Mizan”. (Al-Shahih al-Musnad min Asbab al-Nuzul, I/22)

BENARKAH ?

Sungguh aneh bin ajaib, ketika ada orang yang menukil penghasanan Asy-Syaikh Muqbil ini untuk meyakinkan orang-orang agar berhujjah dengan riwayat Al-Haakim tersebut di atas :

Padahal, setting latar belakang kedua riwayat tersebut berbeda.

Yang satu : bercerita tentang Yahudi Khaibar,

Yang lain : bercerita tentang Yahudi Madiinah.

Selain itu – dan ini yang pokok - , riwayat Ibnu Ishaaq yang dihasankan Asy-Syaikh Muqbil tidak menyebutkan doa orang Yahudi : ‘Ya Allah, sesungguhnya kami meminta kepada-Mu dengan haq (kedudukan) Muhammad…….’. Padahal, ini yang mau mereka pakai sebagai dalil. Allaahul-musta’aan.

Yang benar hadits yang diriwayatkan oleh al-Hakim di dalam sanadnya terdapat Perawi yang bernama ABDUL MALIK BIN HARUN BIN ‘ANTARAH .

Al-Imam adz-Dzahabi berkata dalam Talkhish al-Mustadrok 2/263 : “ Dia itu orang yang haditsnya ditinggalkan dan dia adlah orang yang binasa “.

Dan al-Hakim sendiri menyebutkan Abdul malik ini dalam kitabnya al-Madkhol 1/170 dan berkata : Dia itu meriwayatkan dari bapaknya hadits-hadits Palsu “. Dan berkata juga : “ ذَاهِبُ الحَدِيثِ جِدًّا (hadits nya tak bernilai sama sekali)”.

Abu Nu’aim berkata : “Ia meriwayatkan dari ayahnya hadits-hadits munkar”.

Ad-Daaraquthniy berkata : “Dho’iif”. Di lain tempat ia berkata : “Matruuk, sering berdusta”.

Ahmad bin Hanbal berkata : “ضَعِيفٌ الْحَدِيثِ  (Lemah hadits)”.

Yahyaa bin Ma’iin : “Kadzdzaab/pendusta ”.

Abu Haatim : “مَتْرُوكٌ ، ذَاهِبُ الْحَدِيثِ  (Dia ditinggalkan, haditsnya tak bernilai)”.

Ibnu Hibbaan : “Ia memalsukan hadits”.

As-Sa’diy : “Dajjaal, pendusta”.

Shaalih bin Muhammad berkata : “Keumuman haditsnya dusta”.

 [Selengkapnya lihat : Mausuu’ah Aqwaal Ad-Daaraquthniy hal. 426 no. 2242, Mausuu’ah Aqwaal Al-Imaam Ahmad fii Rijaail-Hadiits wa ‘Ilalih 2/391 no. 1643, dan Lisaanul-Miizaan5/276-278 no. 4933].

ADAPUN HADITS KEDUA : yang disebutkan oleh Imam Sayuti dalam tafsir Durrul Mantsur 1/466 dengan sanadnya melalui jalur 'Atho dan Adh-Dhohak dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu, maka as-Suyuthi mengomentari hadits ini dengan mengatakan :

" Hadits ini diriwayatkan Hakim dan Baihaqi dalam kitabnya Dalailun Nubuwwah dengan sanad yang lemah ( dhaif ) ".

Syeikh Hammad Al-Anshary berkata : " Di dalam sanadnya terdapat orang yang bernama Abdul Malik bin Harun bin 'Antarah , dia adalah seorang pendusta ". ( lihat Muallafat Hammad Al-Anshary 2/14 ) .

Kemudian Benarkah Adh-Dhohak meriwayatkannya dari Ibnu Abbas ?

Kita simak pernyataan Al-'Ala'i ( العلائي ) dalam kitabnya Al-Maraasil :

" Adh-Dhohak bin Muzahim , pemilik kitab tafsir , dia adalah penganut syiah , tidak dibenarkan jika dia mengaku bertemu dengan Ibnu Abbas .

Seperti yang di riwayatkan dari Yunus bin Ubeid , dia berkata :  " Dia sama sekali tidak pernah bertemu Ibnu Abbas ".

Di riwayatkan pula dari Abdul Malik bin Maysaroh , dia juga menyatakan bahwa Adh-Dhohak tidak pernah bertemu Ibnu Abbas , akan tetapi dia bertemu dengan Said bin Jubair di daerah Roy , maka dia belajar tafsir dari dia .

Kemudian Syu'bah juga meriwayatkan dari Mashash bahwa dia mengatakan : " Aku bertanya langsung kepada Adh-Dhohak , apakah kamu pernah bertemu Ibnu Abbas ? " dia menjawab : Tidak pernah .

Dan Al-Atsraam berkata : " Aku mendengar Imam Ahmad bin Hanbal tentang Adh-Dhohak apakah dia pernah bertemu Ibnu Abbas ? beliau menjawab : Aku tidak tahu . Dan di tanyakan padanya : Dari siapa dia mendapatkan tafsir-tafsir tersebut ? beliau menjawab : Orang-orang mengatakan bahwa dia mendengarnya dari Said bin Jubeir ". (Lihat Muallafat Hammad Al-Anshary 2/14 ).

Hadits serupa juga diriwayatkan Abu Nuaim dalam Dalail Nubuwah ( Ad Durrul Mantsur karya Sayuti 1/216 ) lewat jalur Al-Kalby dari Abu Saleh dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu :

كَانَ يَهُودُ أَهْلِ الْمَدِينَةِ قَبْلَ قُدُومِ النَّبِيِّ ﷺ إِذَا قَاتَلُوا مَنْ يَلِيهِمْ مِنْ مُشْرِكِي الْعَرَبِ مِنْ أَسَدٍ وَغَطَفَانَ وَجُهَيْنَةَ وَعُذْرَةَ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَيْهِمْ وَيَسْتَنْصِرُونَ يَدْعُونَ عَلَيْهِمْ بِاسْمِ نَبِيِّ اللَّهِ فَيَقُولُونَ : اللَّهُمَّ رَبَّنَا انْصُرْنَا عَلَيْهِمْ بِاسْمِ نَبِيِّكَ وَبِكِتَابِكَ الَّذِي تُنَزِّلُ عَلَيْهِ الَّذِي وَعَدْتَّنَا إِنَّكَ بَاعِثُهُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ .

Dahulu Yahudi Madinah sebelum diutusnya Muhammad , ketika mereka berperang melawan kaum musyrikin arab dari kabilah Asad, Ghathfan, Juhainah dan Adzaroh, mereka memohon kemenangan dan pertolongan ( kepada Allah ) atas musuh-musuhnya , mereka berdoa atas mereka dengan menyebut-nyebut nama Nabiyullah , maka mereka mengucapkan doa " Ya Allah , berilah kami kemenangan atas mereka dengan menyebut nama Nabi Mu dan Kitab Mu yang akan engkau turunkan padanya , yang engkau telah janjikan pada kami bahwa engkau akan mengutusnya di akhir zaman ". ( Lihat juga : Tafsir Bahrul Ulum karya Abu Laits as-Samarqandy 1/99 ).

Tingkatan hadits :

Atsar ini adalah palsu , penyakitnya adalah AL-KALBY si pendusta , dia bernama Muhammad bin As-Saib .

Telah berkata Al-Hafidz Ibnu Hajar tentang dia dalam kitab At-Taqrib : " Dia tertuduh sebagai pembohong " .

Adz-Dzahaby berkata pula dalam kitabnya Adh-Dhu'afa : " Dia dianggap pembohong oleh Zaidah , Ibnu Main dan para jemaah " .

Ibnu Katsir berkata : " Al-Kalby haditstnya di tinggalkan ( tidak di pakai ). Bahkan Al-Kalby sendiri telah mengakuinya di hadapan seorang ahli haditst Sufyan Ats-Taury dengan mengatakan : " Segala sesuatu yang saya riawayatkan dari Abu Soleh , maka itu adalah bohong semuanya " .

Dan kebetulan haditst ini ia riwayatkan dari Abu Saleh juga , maka semakin yakin akan kepalsuannya .

Ibnu Hibban berkata : " Dia ini pembikin haditst palsu dengan mengatas namakan Hisham dan lainnya . Tidak boleh hukumnya menulis haditst darinya kecuali bermaksud untuk membongkar kebohongannya yang serba ajaib ".

( Lihat : Irwa ul Gholil 4/113 , 5/78 , 6/152  dan Ats-Tsamar al-Mustathob 1/828 , As-Silsilah adh-Dhoifah 24/330 no. 6143 ).

Bantahan terhadap asbabun nuzul ayat :

Mereka yang membolehkan tawassul dengan Nabi setelah wafat berargumentasi dengan hadits riwayat al-Hakim di atas  yang disebutkan di dalamnya bahwa Yahudi Khaibar ketika berperang melawan kabilah Ghathfan , mereka memohon kepada Allah SWT pertolongan kemenangan atas Ghathfan dengan cara bertwassul dengan Nabi .

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam At-Tawassul wal-wasiilah ( 1/299-300 Majmu’ul fataawaa ) mengomentarinya :

إِنَّ قَوْلَهُ تَعَالَى *وَكَانُوا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا* إِنَّمَا نَزَلَتْ بِاتِّفَاقِ أَهْلِ التَّفْسِيرِ وَالسِّيَرِ فِي الْيَهُودِ الْمُجَاوِرِينَ لِلْمَدِينَةِ أَوَّلًا كَبَنِي قَيْنُقَاعَ وَقُرَيْظَةَ وَالنَّضِيرِ ، وَهُمْ الَّذِينَ كَانُوا يُحَالِفُونَ الْأَوْسَ وَالْخَزْرَجَ ، وَهُمُ الَّذِينَ عَاهَدَهُمْ النَّبِيُّ ﷺ لَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ ثُمَّ لَمَّا نَقَضُوا الْعَهْدَ حَارَبَهُمْ .... فَكَيْفَ يُقَالُ : نَزَلَتْ فِي يَهُودِ خَيْبَرَ وَغَطَفَانَ ؟ فَإِنَّ هٰذَا مِنْ كَذَّابٍ جَاهِلٍ ، لَمْ يُحْسِنْ كَيْفَ يَكْذِبُ . وَمِمَّا يُبَيِّنُ ذٰلِكَ أَنَّهُ ذَكَرَ فِيهِ انْتِصَارَ الْيَهُودِ عَلَى غَطَفَانَ لَمَّا دَعَوْا بِهٰذَا الدُّعَاءِ ، وَهٰذَا مِمَّا لَمْ يَنْقُلْهُ أَحَدٌ غَيْرُ هٰذَا الْكَذَّابِ ".

“Bahwasanya firman-Nya SWT :

‘Padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir’ (QS. Al-Baqarah : 89);

Menurut para ahli tafsir dan pakar sirah hanyalah turun pada orang Yahudi yang hidup di Madiinah seperti Bani Qainuqaa’, Quraidhah, dan An-Nadliir. Mereka itu adalah orang-orang yang bersekutu dengan qabilah Aus dan Khajraj. Dan mereka adalah orang-orang yang terlibat dalam perjanjian damai dengan Nabi ketika beliau pertama kali tiba di Madinah , akan tetapi mereka melanggarnya , lalu Nabi pun memeranginya ..... .

Maka bagaimana mungkin bisa dikatakan bahwa ayat tersebut turun berkaitan dengan yahudi Khaibar dan Ghathfaan ?

Maka sesungguhnya ini adalah keterangan dari seorang pendusta lagi dungu , yang tidak pandai bagaimana caranya berdusta . Buktinya dia menyebutkan di dalamnya yahudi memohon kemenangan atas ghathfan ketika mereka berdoa dengan doa ini . Dan Ini adalah sesuatu yang tidak ada seorangpun yang menukil nya selain si pendusta ini.”

Diperkuat lagi bahwa riwayat hadits di atas yang sebab turunnya ayat tersebut berkenaan dengan yahudi khaibar dan Ghathfan bertentangan dengan riwayat lain yang menjelaskan ayat tersebut turun berkenaan dengan Yahudi Madiinah.

Ibnu Ishaaq berkata :

وَحَدَّثَنِي عَاصِمُ بْنُ عُمَرَ بْنِ قَتَادَةَ عَنْ رِجَالٍ مِنْ قَوْمِهِ قَالُوا: إِنَّ مِمَّا دَعَانَا إِلَى الْإِسْلَامِ مَعَ رَحْمَةِ اللَّهِ تَعَالَى وَهُدَاهُ لَنَا لَمَّا كُنَّا نَسْمَعُ مِنْ رِجَالٍ يَهُودَ، وَكُنَّا أَهْلَ شِرْكٍ أَصْحَابَ أَوْثَانٍ، وَكَانُوا أَهْلَ كِتَابٍ عِنْدَهُمْ عِلْمٌ لَيْسَ لَنَا، وَكَانَتْ لَا تَزَالُ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ شُرُورٌ، فَإِذَا نَلْنَا مِنْهُمْ بَعْضَ مَا يَكْرَهُونَ قَالُوا: إِنَّهُ قَدْ تَقَارَبَ زَمَانُ نَبِيٍّ يُبْعَثُ الْآنَ، نَقْتُلُكُمْ مَعَهُ قَتْلَ عَادٍ وَإِرَمَ، فَكُنَّا كَثِيرًا مَا نَسْمَعُ ذٰلِكَ مِنْهُمْ، فَلَمَّا بَعَثَ اللَّهُ رَسُولَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ أَجَبْنَاهُ حِينَ دَعَانَا إِلَى اللَّهِ تَعَالَى، وَعَرَفْنَا مَا كَانُوا يُتَوَعَّدُونَنَا بِهِ، فَبَادَرْنَاهُمْ إِلَيْهِ فَآمَنَّا بِهِ وَكَفَرُوا بِهِ، فَفِينَا وَفِيهِمْ نَزَلَ الْآيَاتُ مِنَ الْبَقَرَةِ:

﴿وَلَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَهُمْ وَكَانُوا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا فَلَمَّا جَاءَهُمْ مَا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ فَلَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْكَافِرِينَ﴾.

Dan telah menceritakan kepada kami ‘Aashim bin ‘Umar bin Qataadah, dari laki-laki dari kaumnya (dalam riwayat lain : ‘orang-orang tua dari kaum kami’), mereka berkata :

“Sesungguhnya di antara sebab yang menyeru kami memeluk agama Islam di samping rahmat Allah ta’ala dan petunjuk-Nya kepada kami, adalah ketika kami mendengar orang-orang Yahudi yang waktu itu kami masih pelaku kesyirikan dan penyembah berhala sedangkan Ahlul-Kitab mempunyai ilmu yang tidak kami punyai. Kami senantiasa terlibat permusuhan dengan mereka.

Apabila kami dapati dari mereka sesuatu yang mereka benci, mereka berkata :

“Sesungguhnya telah dekat waktu kedatangan seorang Nabi yang akan diutus sekarang. Kami akan membunuh kalian bersamanya seperti dibunuhnya kaum ‘Aad dan Iram”. Kami sering mendengar hal itu dari mereka. Namun ketika Allah mengutus Rasul-Nya  , kami menjawab seruannya ketika ia mengajak kami menyembah Allah ta’ala dan kami mengetahui apa yang mereka (Yahudi) dulu ancamkan kepada kami dengannya. Kami pun mendahului mereka kepadanya (Nabi) dan beriman kepadanya, sedangkan mereka (Yahudi) malah mengkufurinya. Maka pada kami dan mereka turunlah ayat dari surat Al-Baqarah :

‘Dan setelah datang kepada mereka Al-Qur'an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu’ (QS. Al-Baqarah : 89)”

[Diriwayatkan oleh Ibnu Hisyaam 1/213 dan Al-Baihaqiy dalam Dalaailun-Nubuwwah 2/75].

Sanad hadits sangat jelas bagus nya , karena semua para syeikh perawi dalam hadits ini adalah para sahabat yang menyaksikan permasalahan dan mengetahuinya , maka betapa jelas dan bagusnya sanad hadits ini. (Baca : Hadzihi mafaahimunaa karya Syeikh Sholeh bin Abdul Aziz ‘Aali-Asyaikh hal. 35).

Asy-Syeikh Muqbil rahimahullah menghasankannya dalam Ash-Shahiihul-Musnad min Asbaabin-Nuzuul hal. 19-20.

‘Aashim bin ‘Umar bin Qataadah adalah orang Madiinah, dan syaikh yang ia sebut pun orang Madiinah. Oleh karena itu, setting peristiwa yang ia ceritakan adalah di Madiinah bersama Yahudi Madiinah.

Dan telah ada pula hadits Shahih yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir ath-Thobary dalam tafsirnya 2/333 Cet. Syakir , Abu Na’im dalam ad-Dalaail 1/dari asal , al-Baihaqi dalam ad-Dalaail 2/75 semuanya melalui Ibnu Ishaq dalam As-Siyar wal-Maghoozii hal. 84 , dan Siirah Ibnu Hisyam 1/211 , beliau berkata :

حَدَّثَنِي عَاصِمُ بْنُ عُمَرَ بْنِ قَتَادَةَ قَالَ حَدَّثَنِي أَشْيَاخٌ مِنَّا قَالُوا : لَمْ يَكُنْ أَحَدٌ مِنَ الْعَرَبِ أَعْلَمَ بِشَأْنِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ مِنَّا ، كَانَ مَعَنَا يَهُودٌ ، وَكَانُوا أَهْلَ كِتَابٍ ، وَكُنَّا أَصْحَابَ وَثَنٍ ، فَكُنَّا إِذَا بَلَغْنَا مِنْهُمْ مَا يَكْرَهُونَ قَالُوا : إِنَّ نَبِيًّا مَبْعُوثًا الْآنَ قَدْ أَظَلَّ زَمَانُهُ نَتَّبِعُهُ ، فَنَقْتُلَكُمْ مَعَهُ قَتْلَ عَادٍ وَإِرَمَ ، فَلَمَّا بَعَثَ اللَّهُ رَسُولَهُ اتَّبَعْنَاهُ وَكَفَرُوا بِهِ ، فَفِينَا وَاللَّهِ وَفِيهِمْ أَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ :

( وَلَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَهُمْ وَكَانُوا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا فَلَمَّا جَاءَهُمْ مَا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ فَلَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْكَافِرِينَ )  .

Telah menceritakan kepada kami ‘Aashim bin ‘Umar bin Qataadah , dia berkata telah menceritakan kepada kami syeikh – syeikh dari kami , mereka berkata :

“Tidak ada seorangpun dari kalangan Arab yang lebih berpengetahuan tentang Rosulullah dari pada kami. Dulu telah ada bersama kami orang-orang yahudi, mereka adalah ahlul kitab, sementara kami adalah para penyembah berhala, maka ketika kami mendapatkan dari mereka sesuatu yang mereka tidak sukai, mereka berkata:

“Sesungguhnya seorang Nabi akan diutus sekarang , sungguh telah tiba zamannya , kami akan mengikutinya, maka kami bersamanya akan membunuh kalian semua seperti pembunuhan kaum ‘Aad dan kaum Iram“.

Namun ketika Allah SWT telah mengutusnya justru kami lah yang mengikutinya , sementara mereka mengingkarinya dan mengkufurinya , maka dalam hal tentang kami dan mereka ini Allah SWT menurunkan ayat:

‘Dan setelah datang kepada mereka Al-Qur'an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu’ (QS. Al-Baqarah : 89)”

Dan haditst ini Isnad nya Jayyid (Bagus).

****

DALIL TAWASSUL KE ENAM :

Dalil disyariatkan-nya bertwassul dengan orang yang telah wafat :

Hadits Malik ad-Daar. Imam Baihaqi dalam kitab Dalailun Nubuwwah juz 8 hal. 91 hadits no. 2974 meriwayatkan dengan sanadnya :

قال البيهقي : أخبرنا أبو نصر بن قتادة ، وأبو بكر الفارسي قالا : أخبرنا أبو عمرو بن مطر ، أخبرنا أبو بكر بن علي الذهلي ، أخبرنا يحيى ، أخبرنا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنِ الأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ مَالِكِ الدَّارِ قَالَ :

أَصَابَ النَّاسَ قَحْطٌ فِي زَمَنِ عُمَرَ , فَجَاءَ رَجُلٌ إِلَى قَبْرِ النَّبِيِّ ﷺ , فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللهِ , اسْتَسْقِ لأُمَّتِكَ فَإِنَّهُمْ قَدْ هَلَكُوا , فَأَتَاه رَسُولَ اللهِ ﷺ فِي الْمَنَامِ فَقَالَ لَهُ : « ائْتِ عُمَرَ فَأَقْرِئْهُ السَّلامَ , وَأَخْبِرْهُ أَنَّكُمْ مُسْقُوْنَ وَقُلْ لَهُ : عَلَيْك الْكَيْسُ([1])  الْكَيْسُ , فَأَتَى عُمَرَ فَأَخْبَرَهُ فَبَكَى عُمَرُ , ثُمَّ قَالَ : يَا رَبِّ لاَ آلُو إلاَّ مَا عَجَزْت عَنْهُ([2]).

Imam Baihaqi berkata : " Telah mengkabari kami Abu Nasher bin Qatadah dan Abu Bakar Al-Farisy , mereka berdua berkata : Telah mengkabari kami Abu Bakar bin 'Ali Adz-Dzihli dia berkata : telah mengkabari kami Yahya , dia berkata : telah mengkabari kami Abu Mu'awiyah , dari Al-A'mash dari Abu Soleh As-Samman dari Malik Ad-Dar , dia berkata : 

" Manusia ditimpa kekeringan pada masa Umar bin Khattab, lalu datanglah seorang lelaki ke kubur Nabi lalu berkata : "Wahai Rasulullah, mintalah hujan kepada Allah untuk umatmu, sesungguhnya mereka telah binasa." Lalu lelaki itu didatangi oleh Rasulullah SAWdalam mimpinya. Beliau bersabda,

"Datanglah kepada Umar lalu sampaikan salamku untuknya, dan beritahukan kepadanya bahwa kalian akan diberi hujan. Katakan juga padanya : hendaknya kamu bijak bermurah hati ! hendaknya kamu bijak bermurah hati ! ."

lalu lelaki itu mendatangi Umar dan menceritakan apa yang dialaminya tersebut. Umar pun menangis kemudian berkata, "Ya Rabb, aku tidak akan berpaling kecuali dari apa yang aku tidak mampu melakukannya."

Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Syaibah dalam kitab al-Mushannaf juz 6 hal. 236 hadits no. 32002 dengan sanadnya :   

قال ابن أبي شيبة : حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنِ الأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ مَالِكِ الدَّارِ , قَالَ : وَكَانَ خَازِنَ عُمَرَ عَلَى الطَّعَامِ , قَالَ :  أَصَابَ النَّاسَ قَحْطٌ فِي زَمَنِ عُمَرَ , فَجَاءَ رَجُلٌ إِلَى قَبْرِ النَّبِيِّ ﷺ , فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللهِ , اسْتَسْقِ لأُمَّتِكَ فَإِنَّهُمْ قَدْ هَلَكُوا , فَأَتَى الرَّجُلَ فِي الْمَنَامِ فَقِيلَ لَهُ : « ائْتِ عُمَرَ فَأَقْرِئْهُ السَّلامَ , وَأَخْبِرْهُ أَنَّكُمْ مُسْتَقيُونَ وَقُلْ لَهُ : عَلَيْك الْكَيْسُ , عَلَيْك الْكَيْسُ , فَأَتَى عُمَرَ فَأَخْبَرَهُ فَبَكَى عُمَرُ , ثُمَّ قَالَ : يَا رَبِّ لاَ آلُو إلاَّ مَا عَجَزْت عَنْهُ.

Ibnu Abi Syaibah berkata : " Telah menceritakan pada kami Abu Mu'awiyah dan dia dari Al-A'mash dari Abu Soleh As-Samman dari Malik Ad-Dar , dia berkata :

Manusia ditimpa kekeringan pada masa Umar bin Khattab, lalu datanglah seorang lelaki ke kubur Nabi lalu berdoa : "Wahai Rasulullah, mintalah hujan kepada Allah untuk umatmu, sesungguhnya mereka telah binasa." Lalu datanglah kepada lelaki tadi dalam mimpinya , maka di katakan padanya :

"Datanglah kepada Umar lalu sampaikan salamku untuknya, dan beritahukan kepadanya bahwa kalian akan diberi hujan. Katakan juga padanya : hendaknya kamu berlaku bijaklah ( cerdas dan murah hati ) ! berlaku bijaklah ! ."

lalu lelaki itu mendatangi Umar dan menceritakan apa yang dialaminya tersebut. Umar pun menangis kemudian berkata, "Ya Rabb, aku tidak akan berpaling kecuali dari apa yang aku tidak mampu melakukannya."

Dalam lafadz lain : " Dan beliau berkata :

«ائْتِ عُمَرَ فَمُرْهُ أَنْ يَسْتَسْقِيَ لِلنَّاسِ، فَإِنَّهُمْ سَيُسْقَوْنَ، وَقُلْ لَهُ : عَلَيْكَ الْكَيْسَ الْكَيْسَ»

“Datang lah pada Umar , maka suruhlah dia beristisqo untuk manusia , maka niscaya mereka akan di beri hujan . Dan katakan padanya : hendaknya kamu berlaku bijaklah (pandai dan cerdas) ! berlaku bijaklah !".

( Lafadz yang ketiga ini di nukil dari : Al-Isti'ab karya Ibnu Abdil Barr 1/355 , Ar-Riyadlun Nadlrah karya Muhib at-Tabary 1/152 dan Samthun Nujum al-'Awali karya 'Ishami 1/457 ).

Mengenai haditst Malik Ad-Dar ini Al Hafizh Ibnu Katsir telah menshahihkannya dalam kitabnya «Al Bidayah wan Nihayah» 7/105, beliau berkata: "Sanad hadits ini shahih." .

Begitu juga Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalany dalam kitabnya Fathul Bary 2/495 , beliau berkata : " Hadits ini di riwayatkan Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang Shahih dari riwayat Abu Saleh As-Samman dari Malik Ad-Daar , dan dia itu adalah penjaga gudang logistik Umar radhiyallahu 'anhu " .

Pokok hukum yang bisa di ambil dari kisah ini adalah : dibolehkan nya beristisqo ( minta didoakan turun hujan ) kepada Nabi setelah beliau wafat berada di Alam Barzakh . Dan tidak ada halangan untuk itu , karena doa Nabi kepada Rabb nya dalam kondisi seperti itu tidaklah terlarang .

----

BANTAHAN :

Pertama : Kisah ini berkaitan dengan kisah bencana kekeringan dan kelaparan di Hijaz yang dikenal dengan ( عَامُ الرَّمَادَةِ : tahun Ramadah ) dan berkaitan pula dengan riwayat Istisqo nya Umar bin Khoththob beserta masyarakat Madinah ([3]).

Ada beberapa riwayat atsar tentang istisqonya Umar bin Khoththob beserta masyarakat Madinah , begitu juga ada beberapa riwayat orang-orang yang datang kepada Umar menyampaikan mimpinya bertemu dengan Nabi Muhammad . Sementara yang disebutkan oleh al-Hafidz Ibnu Katsir dalam kitab ( البِدَايَةُ وَالنِّهَايَةُ  7/85-87 ) adalah sebagai berikut :

Hadits Pertama : Riwayat Saif bin Umar

Hadits tentang kisah mimpinya Bilal bin al-Haarits al-Muzani . Ada dua riwayat dari Saif ini .

Riwayat pertama : Al-Hafidz Ibnu Katsir  berkata ([4]):

“ Saif bin ‘Umar berkata : Dari Sahl bin Yusuf as-Salami dari Abdurrahman bin Ka’ab bin Malik , berkata :

Tahun Ramadah terjadi pada akhir tahun 17 H dan awal tahun 18 H . Penduduk Madinah dan sekitarnya tertimpa kelaparan . Maka banyak manusia yang binasa . sehingga membuat yang buas cenderung melindungi yang jinak , maka para manusia pun berubah seperti itu . Dan Umar seperti terkepung oleh para penduduk dari berbagai macam negeri , sehingga datang Bilal bin al-Haarits al-Muzani minta izin menghadap kepada Umar , lalu Bilal berkata :

‘ Aku utusan Rosulullah kepada mu . Rosulullah berkata pada mu “ Sungguh aku pernah menjumpai mu agar kamu berlaku bijak ( cerdas dan bermurah hati), tapi kamu tetap masih seperti itu . Ada apa denganmu ?” .

Umar bertanya : Kapan kamu bermimpi ini ? Bilal menjawab : Malam kemarin . Maka Umar keluar sambil berseru : “ الصَّلَاةُ جَامِعَةٌ! “ , maka beliau sholat dua rokaat bersama mereka , lalu berdiri dan berkata : “ Wahai para manusia , aku bersumpah kepada Allah atas kalian , agar kalian menjawab pertanyaanku , apakah kalian mengetahui dariku perkara yang lain yang lebih baik darinya ?”.

Mereka menjawab : “ Ya Allah , enggak “.

Maka Umar berkata : “ Sesungguhnya Bilal bin al-Harits mengira begini dan begini “.

Mereka menjawab : “ Bilal benar , minta bantuanlah kepada Allah kemudian kepada kaum muslimiin !” .

Maka Umar menemui mereka – karena saat itu Umar dalam keaadan terkepung para pengungsi - , lalu berkata : “ Alloohu Akbar ,  malapetaka ini sudah sampai pada masa akhir , maka akan segera hilang “.

Tidak sekali-kali Dia mengambulkan permohonan bantuan suatu kaum , kecuali terangkatlah malapetaka tersebut . Lalu ‘Umar kirim surat ke seluruh pelosok negeri agar mereka mengulurkan bantuan kepada masyarakat Madinah dan sekitarnya , karena sesungguhnya mereka telah sampai pada tahap yang kritis .

Lalu Umar mengerahkan manusia untuk sholat istisqo , maka dia keluar bersama al-‘Abbaas bin ‘Abdul Mththolib sambil jalan kaki . Maka dia berkhutbah dengan khuthbah yang singkat dan sholat , lalu dia berlutut , dan berdoa :

“ Ya Allah , hanya kepada Mu lah kami menyembah , dan hanya kepada Mu lah kami minta pertolongan !!! Ya Allah , ampunilah kami , rahmatilah kami , ridhoi lah kami !!!”

Kemudian dia pulang , maka ketika mereka ke arah pulang dan belum sampai rumah , mereka sudah harus melintasi air mengalir di sungai kecil . ( البِدَايَةُ وَالنِّهَايَةُ 7/86 ).

Riwayat Saif bin ‘Umar yang kedua : al-Hafidz Ibnu Katsir berkata ([5]):

Kemudian Saif meriwayatkan dari Mubasysyir bin al-Fadhel dari Jubair bin Shookhr dari ‘Asheem bin ‘Umar bin al-Khoththoob :

“ Ada seorang pria dari Muzainah pada tahun Ramaadah , keluarganya meminta kepadanya untuk disembelihkan seekor kambing untuk mereka , maka ia berkata,
“ dalam tubuh kambing-kambingnya tidak terdapat daging sedikit pun” Namun mereka terus merengek kepadanya , hingga akhirnya disembelihlah kambing untk mereka, ketika dia mengulitinya , ternyata hanya tulang-tulangnya merah .

Maka dia berkata : “ يَا مُحَمَّدَاهْ / Wahai Muhammad !!! “ , maka disore harinya dia bermimpi bahwa Rosulullah berkata kepadanya :

“ Bergembiralah dengan datangnya kehidupan , datanglah kepada ‘Umar , lalu sampaikan kepadanya salam dariku , dan katakan kepadanya : “Sesungguhnya janjiku denganmu dan janjiku itu amat kukuh ikatannya, berlaku bijaklah wahai ‘Umar bijaklah !!! .

Maka dia pun pergi , sehingga ketika dia sampai di pintu rumah Umar , maka berkata pada anak lelakinya : mintakan izin untuk utusan Rosulullah ! lalu dia mendatangi Umar dan mengkabarkannya , maka Umar pun terkejut .

Kemudian Umar naik mimbar , dan berkata :

“Aku bersumpah atas kalian dengan menyebut Allah zat yang telah menghidayahkan kalian kepada Islam - agar kalian berkenan menjawab pertanyaanku . Apakah kalian ada melihat dariku sesuatu yang kalian tidak suka ?”  

Mereka menjawab : “ Ya Allah , tidak. Tentang apa itu ? “.

Maka beliau mengkabarkannya kepada mereka tentang perkataan al-Muzany – dia itu Bilal bin al-Harits - Maka mereka semua faham, akan tetapi ‘Umar masih belum faham.

Lalu mereka berkata : “Hanya saja engkau lambat tidak segera  melaksanakan al-Istisqa, maka lakukan al-Istisqa dengan kami.” 

Maka Umar pun memanggil masyarakat untuk istisqo dan berkhuthbah dengan singkat , kemudian sholat dua rokaat dengan singkat , lalu dia berdoa :

 Ya Allah , penolong-penolong kami sudah tidak mampu , daya dan upaya kami sudah tidak mampu , jiwa-jiwa kami sudah tidak mampu , tidak ada daya dan upaya kecuali dengan Mu , Ya Allah , turunkanlah hujan untuk kami , dan berilah kehidupan untuk para hamba dan negeri ! ( البِدَايَةُ وَالنِّهَايَةُ 7/86 ).

Pemahaman dari Atsar ini :

Dari Atsar riwayat Saif yang pertama :

·                     Lewat mimpi Bilal al-Muzany , pesan Rosulullah mengisyaratkan agar Umar segera melaksanakan sholat Istisqo dalam mengatasi kemarau panjang yang sedang melanda masyarakatnya.

·                     ‘Umar pun segera beristisqo bersama kaum muslimin .

Dari Atsar riwayat Saif yang kedua :

·                     Hukum Menyeru Nabi Muhammad yang sudah wafat dan minta tolong kepadanya dalam menghadapi kesulitan dengan mengatakan “ يَا مُحَمَّدَاهْ / Wahai Muhammad ! “ ??? . Ini diambil dari kisah amalan lelaki majhul yang menyembelih kambing kurus , yang ketika dikulitinya ternyata hanya tulang-tulang merah , lalu dia berseru “ يَا مُحَمَّدَاهْ  , maka dia bermimpi bertemu Rosulullah , memberi kabar gembira dan menyuruhnya menyampaikan pesan kepada ‘Umar .

·                     Lewat mimpi lelaki itu , pesan Rosulullah tidak menyuruh Umar utk mempraktekkan amalan lelaki tersebut , akan tetapi berisi isyarat agar Umar segera melaksanakan sholat Istisqo .

·                     Umar pun segera beristisqo bersama kaum muslimin . Beliau dan kaum muslimin tidak ada yang meminta bantuan kepada Nabi Muhammad dengan cara berseru
يَا مُحَمَّدَاهْ “ seperti yang di contoh lelaki itu.

Derajat keshahihan Atsar :

Kisah yang diriwayatkan Saif bin Umar ini , dua duanya dianggap dhoif oleh banyak ulama ahli hadits. Karena Perawi yang bernama Saef tersebut nama lengkapnya adalah Saef bin Umar At-Tamimy Adl-Dlabby Al-Useidy , penulis kitab “ الفُتُوحُ “ dan “ الردة “ dia banyak meriwayatkan dari orang-orang yang majhul . Riwayatnya ini adalah batil , serta tidak halal berkesaksian dengan riwayatnya ini , karena disini Saef sendirian meriwayatkannya dengan adanya kata-kata tambahan tadi , dia dhoif (lemah) sesuai kesepakatan para ulama ahli hadits , bahkan ada yang mengatakan : sesungguhnya dia telah memalsukan hadits , dan dia tertuduh sebagai zindiq " . ( هٰذِهِ مَفَاهِيمُنَا hal.65).

Begitu juga Seperti yang dikatakan Ibnu Hibban : " Dia meriwayatkan hadits-hadits palsu ( dengan berdusta bahwa hadits-hadits tersebut ) dari orang-orang yang kuat hafalannya lagi dipercaya . Mereka ( para ulama ahli hadits ) mengatakan : sesungguhnya dia telah memalsukan haditst ".

Dan Al-Hakim telah mengecapnya sebagai Zindiq .

Yahya bin Ma'in berkata : " Dia itu dhoif ".

Abu Hatim berkata : " Dia haditstnya matruk ( di tinggalkan atau tidak kepakai )" .. Ibnu Adiy berkata : " Pada umumnya hadits nya adalah mungkar ". 

Dan Abu Daud berkata : " Dia tidak ada apa-apanya ( tidak ada nilainya ) ".

Daruquthny telah memasukannya ke dalam kitab Adl-Dlu'afa wal Matrukin ( kumpulan orang-orang yang lemah dan orang-orang yang haditsnya di tinggalkan )

 Dan al-Hafidz Ibnu Hajar sendiri dalam Taqriibut Tahdzib mengatakan tentang Saif ini: “ Lemah haditsnya ( ضَعِيفٌ الْحَدِيثِ )” [ Lihat Hadzihi Mafahimuna hal: 64 ]

(Lihat : Adl-Dlu'afa wal Matrukin karya Daruquthny ha. 283 , Tahdzibul Kamal 12/2676 , Al-Lisan karya Adz-Dzahaby 2/256 , Al-Mizan 2/197 , Dlu'afa An-Nasai hal. 187 dan Tahdzibut Tahdzib karya Ibnu Hajar Al-Asqalany 4/295 , Mausu'atur Rodd 'Alash Shufiyah 98/37, Bulughul Amani Fir Radd 'Ala Miftahit Tijany 1/36, Mausu'atur Rodd 'Alash Shufiyah 98/37 , Mausu'ah Aqwal Daruquthny 17/231 ).

Syeikh Al-Albaany dalam Tawassul hal. 120 berkata : " Penyebutan nama Bilal dalam riwayat Saef ini tidak berpengaruh apa-apa , karena Saef ini adalah Saef bin Umar At-Tamimy , orang yang telah di sepakati oleh para ulama ahli haditst akan kedlaifannya ".

Kemudian hadits riwayat Saif ini selain lemah nya Saif bin Umar sendiri, terdapat pula dua illat lainnya :

Pertama : adl-Dlohaak bin Yarbu’ . Dia ini hadits nya tidak lurus . Dan dia termasuk orang-orang yang majhul , yang biasa Saif bin Umar meriwayatkan hadits dari mereka secara tunggal [ Lihat Hazihi Mafahimuna hal: 65 ]

Kedua : Yarbu’ dan Seorang perawi As-Suhaimy termasuk orang-orang yang majhul / tidak dikenal . [ Lihat Hazihi Mafahimuna hal: 65 ]

Dengan demikian sanad hadits Saif ini adalah sanad GELAP GULITA . Dengan satu illat saja dari tiga illat tersebut sudah cukup untuk melemahkan hadits , lalu bagaimana jika ketiga – tiganya kumpul dalam satu sanad .

Hadits kedua : Hadits Riwayat Imam al-Baihaqi .

Hadits Malik ad-Daar , hadits yang sedang kita bahas . Yaitu hadits kisah lelaki yang datang ke Kuburan Nabi dan meminta kepadanya agar Nabi beristisqo untuk umatnya …. Dst .

Yang bisa diambil dari Atsar ini :

·                     Bolehkah ketika ada hajat , kita mendatangi kuburan Nabi dalam rangka meminta bantuan doa kepadanya ( bertawassul dan beristighotsah ) dengan hujjah meneladani amalan lelaki majhul yang datang ke kuburan tadi ?

·                     Dalam atsar tersebut tidak disebutkan sikap Umar dan kata-katanya yang menunjukkan pengingkaran terhadap apa yang dilakukan oleh lelaki itu ketika di kuburan Nabi , yaitu meminta kepada Nabi agar beristisqo untuk umatnya . Apakah Umar membenarkannya ? Atau lelaki itu hanya menyampaikan pesan Nabi saja ?

·                     Namun dalam realitanya setelah itu , Umar radhiyallahu 'anhu beserta kaum muslimin langsung melaksanakan sholat istisqoo , tidak ada satupun dari mereka yang mengamalkan perbuatan lelaki tadi .

Derajat keshahihan atsar ini : akan di bahas dalam munaqosyah dalil-dalil .

Hadits ke Tiga : Hadits Riwayat ath-Thabrani .

Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata : ath-Thabraani berkata ([6]):

Telah berbicara kepada kami Abu Muslim al-Kasysyi , telah berbicara kepada kami Abu Muhammad al-Anshaary , telah berbicara kepada kami ayahku , dari Tsumamah ibnu Abdullah bin Anas dari Anas :

“Bahwa ‘Umar pernah keluar untuk beristisqoo . Dan keluar juga bersamanya al-‘Abbas sama-sama untuk beristisqoo , beliau berkata : ‘ Ya Allah , dulu kami ketika kami tertimpa kemarau panjang / kekeringan pada masa Nabi Kami , kami bertawassul kepada Mu dengan Nabi kami . Dan sungguh sekarang kami bertawassul kepada Mu dengan paman Nabi Mu “.

Hadits ke Empat : Hadits Riwayat al-Bukhoori . Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata([7]) :

Dan al-Bukhory meriwayatkannya dari al-Hasan bin Muhammad , dari Muhammad bin Abdullah , dengan sanad riwayat ath-Thabrani diatas . Dan lafadznya :

“ Dari Anas , bahwa ‘Umar dulu ketika mereka tertimpa kemarau panjang / kekeringan , beliau ber istisqa dengan perantara al-‘Abbaas bin ‘Abdul Muththolib , maka beliau berdoa : “ Ya Allah , kami dulu bertawassul kepada Engkau dengan Nabi kami , maka Engkau pun turunkan hujan . Dan sekarang kami bertawassul kepadamu dengan paman Nabi kami , maka turunkanlah hujan untuk kami !!! . Dia ( Anas ) berkata : “Maka diturunkanlah hujan untuk mereka”. ( HR. al-Bukhori dalam kitab Shahinya no. 1010 . Juga al-Baihaqi dalam kitab دَلَائِلُ النُّبُوَّةِ 6/147)

Kesimpulan : dari Hadits At-Thabrani dan Bukhori ini adalah sama :

·                     ‘Umar beserta para sahabat dan kaum muslimin lainnya melaksanakan sholat istisqo.

·                     Di samping sholat Istisqo , mereka juga dalam doanya bertawassul dengan orang yang shaleh yang masih hidup yaitu Abbas bin Abdul Muththolib radhiyallahu 'anhu, paman Nabi . Dan saat itu juga Abbas radhiyallahu 'anhu hadir , ikut sholat istisqo dan berdoa bersama mereka .

Derajat atsar : Shahih sanadnya dan matannya .

Hadits ke lima : Hadits Riwayat Abu Bakar Ibnu Abi ad-Dunya .  ada dua riwayat:

Riawayat pertama : Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata ([8]):

Abu Bakar bin Abid-Dunya berkata dalam kitab al-Mathor dan Kitab Mujaabu ad-Da’awaat - : telah bercerita kepada kami Abu Bakar an-Naysaabuuriy , telah bercerita ‘Atho bin Muslim , dari al-‘Amriy dari Khowaat bin Jubair , berkata : ‘Umar telah keluar untuk beristisqoo bersama mereka , maka dia sholat dua roka’at , lalu berkata : “ Ya Allah , sesungguhnya kami memohon ampunan padaMu , dan kami memohon hujan pada Mu !!! “, Maka ketika Umar belum beranjak dari tempatnya , hujanpun turun kepada mereka . Lalu datanglah orang-orang Badui , mereka berkata : Wahai Amiirul Mu’minin, ketika kami sedang berada di waadi/lembah kami, pada waktu demikian, tiba-tiba awan menaungi kami , maka dari arah awan tersebut kami mendengar suara :
“ telah datang padamu bantuan , Abu Hafash . telah datang padamu bantuan , Abu Hafash “

Riwayat kedua : Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata ([9]) :

Ibnu Abid-Dunya berkata : telah bercerita kepada kami Ishaq bin Ismaa’iil , telah bercerita kepada kami Sufyaan , dari Mathraf bin Thuraif dari asy-Sya’bi , berkata : ‘Umar telah keluar untuk beristisqoo bersama orang-orang . Beliau hanya beristgfar hingga belaiu kembali pulang . Maka orang-orang berkata : “ Wahai Amiirul Mu’miniin , kami tidak melihat engkau beristisqoo . Maka beliau menjawab : “ Sungguh aku telah meminta hujan dengan pengikat / dinding langit ( yakni istighfaar ) yang bisa dimintai turun hujan dengannya , lalu beliau membacaya ayat :

“ Maka aku katakan kepada mereka : Mohonlah ampun kepada Tuhan kalian , sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun . Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepada kalian dengan lebat “. ( QS. Nuuh : 10-11 )

Kemudian beliau membaca ayat lainnya :

“ Dan agar kalian memohon ampun kepada Rabb kalian , kemudian bartaubatlah kepadanya “. ( QS. Huud : 3 ). [البِدَايَةُ وَالنِّهَايَةُ (7/87 )].

Kesimpulan atsar istisqo ‘Umar riwayat Ibnu Abi Ad-Dunya :

o        Riwayat pertama        : ‘Umar meminta turun hujan dengan cara sholat istisqo .

o        Riwayat kedua            : Dengan cara beristighfaar saja .

Inilah atsar-atsar atau hadits-hadits istisqo nya ‘Umar bin al-Khoththob radhiyallahu 'anhu pada Tahun Ramaadah yang disebutkan oleh al-Haafidz Ibnu Katsir dalam kitab البِدَايَةُ وَالنِّهَايَةُ .

Kalau kita perhatikan dengan seksama dari atsar-atsar yang disebutkan oleh beliau dalam kitabnya , beliau seakan-akan mengajak para pembaca untuk berfikir dan menentukan sbb :

§     Atsar manakah yang paling shahih sanad dan matannya ?

§     Atsar manakah yang rajih dan yang paling kuat untuk diamalkan ?

§     Mana kah yang diamalkan ‘Umar , para sahabat dan kaum muslim pada saat itu dalam meminta hujan ? Mendatangi Kuburan Nabi serta bertawassul dengannya ? Atau sholat Istisqo disertai tawassul dengan paman Nabi yang masih hidup yang hadir ditempat dan ikut berdoa ?

Ringkasan dari atsar-atsar tersebut :

Ø    Riwayat Saif yang pertama : adalah dalil para ulama yang membolehkan minta bantuan langsung kepada Nabi  dan lainnya yang sudah wafat dimana saja orang itu berada dengan menyerunya , contohnya seperti dalam atsar ini : “ يَا مُحَمَّدَاهْ / wahai Muhammad . Sanad atsar ini dan matannya lemah .

Ø    Riwayat al-Baihaqi : adalah dalil para ulama yang membolehkan bagi setiap orang yang punya hajat untuk mendatangi kuburan Nabi atau kuburan orang-orang yang sudah wafat , lalu meminta bantuan kepada penghuni kubur agar berdoa kepada Allah swt untuk hajat dirinya .

Contoh nya seperti dalam atsar ini  :

"يَا رَسُولَ اللهِ، اسْتَسْقِ لأُمَّتِكَ "

“Wahai Rosulullah , mintakanlah hujan untuk umat mu ! “.

Sanad atsar ini dan matannya dhoif .

Ø    Riwayat Imam Bukhori dan ath-Thabrani : dalil para ulama yang membolehkan bertawassul dengan orang sholeh yang masih hidup , hadir ditempat dan ikut berdoa . Contohnya seperti perkataan Umar radhiyallahu 'anhu dalam atsar ini :  

" اللَّهُمَّ إِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ فَتَسْقِينَا وَإِنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا ، قُمْ يَا عَبَّاسُ فَادْعُ ". فَقَامَ الْعَبَّاسُ فَدَعَا لَهُمْ ، فَاسْتَجَابَ اللَّهُ لَهُمْ

“ Ya Allah , kami dulu bertawassul kepada Engkau dengan Nabi kami , maka Engkau pun turunkan hujan . Dan sekarang kami bertawassul kepadamu dengan paman Nabi kami , maka turunkanlah hujan untuk kami , Berdirilah wahai Abbaas , berdoalah ! “. Lalu Abbaas radhiyallahu 'anhu pun berdiri dan berdoa untuk mereka , maka Allah mengabulkan nya untuk mereka .

===

RINCIAN PEMBAHASAN ATSAR MALIK AD-DAAR ( MUNAQOSHYAH )

Di sini Al-Hafiz Ibnu Katsir menyertakan dua perawi hadits mimpi yang kandungan matannya berbeda-beda :

Yang pertama : melalui Saif bin ‘Umar terdapat dua riwayat .

Yang kedua   : melalui al-Baihaqi ada satu riwayat .  

Riwayat Saif ini sengaja Al-Hafiz Ibnu Katsir letakkan sebelum riwayat al-Baihaqi. Dimana riwayat Saif ini adalah penjelas kepada maksud الكَيْسُ berbanding riwayat al-Baihaqi. Karena itu beliau meletakkan riwayat al-Baihaqi di tempat yang kedua dan riwayat Saif di tempat pertama. Ini yang dimaksudkan oleh al-Hafiz Ibnu Katsir seperti yang dijelaskan oleh al-Syeikh Soleh Aali al-Syeikh di dalam ( هٰذِهِ مَفَاهِيمُنَا hal. 60-61 )

Al-Hafidz Ibnu Katsir hendak menjelaskan, sekalipun dengan hadits yang dhoief ini, ia menunjukkan tidak disyariatkannya pergi meminta tolong ke kubur Nabi dan tindakan lelaki itu pergi ke kubur Nabi adalah sesuatu yang salah lagi mungkar dan tidak disyariatkan.

Isyarat ini ada di dalam riwayat Saif dan tidak ada di dalam riwayat al-Baihaqi. Dimana dikatakan Nabi bersabda:

 “Berlaku bijaklah ( cerdas dan murah hati ) wahai ‘Umar berlaku bijaklah.”

Yaitu berlaku bijak dengan segera menunaikan solat al-Istisqa apabila berlaku kemarau panjang. Bukan membiarkan perkara yang tidak disyariatkan berlaku seperti yang dilakukan oleh lelaki tersebut sehingga pergi ke kubur Nabi. Sebaliknya hendaklah menunaikan al-Istisqa. Arahan ini tidak difahami oleh ‘Umar, namun difahami oleh para sahabat lainnya. Oleh karena itu di dalam riwayat Saif dinyatakan:

فَفَطِنُوْا ولَمْ يَفْطَنْ

Artinya: “Maka mereka semua faham, akan tetapi ‘Umar masih belum faham.”

Dalam riwayat Saif ini ada dinyatakan setelah lelaki yang bermimpi itu datang kepada ‘Umar dan menceritakan mimpinya bertemu dengan Nabi dan beliau berkata:

إِنَّ عَهْدِي بِكَ وَفِي الْعَهْدِ ، شَدِيدَ الْعَقْدِ ، فَالْكَيْسَ الْكَيْسَ يَا عُمَرُ

Maksudnya: “Sesungguhnya janjiku denganmu dan janjiku itu amat kukuh ikatannya, justeru bijaklah wahai ‘Umar bijaklah.”

Setelah itu di dalam riwayat Saif ini dinyatakan: “kemudian ‘Umar menaiki mimbar dan berkata kepada orang ramai:

أَنْشُدُكُمْ اللهَ الَّذِي هَدَاكُمْ لِلْإِسْلَامِ ، هَلْ رَأَيْتُمْ مِنِّي شَيْئًا تَكْرَهُونَهُ ؟ 

Artinya : “ Aku benar-benar bersumpah atas kalian dengan menyebut Allah yang telah menghidayahkan kalian dengan Islam. Apakah kamu semua ada melihat dariku sesuatu yang kalian tidak suka?”

‘Umar melakukan perkara ini karena beliau bimbang barangkali dalam dirinya ada sesuatu yang dia abaikan terhadap hak Allah atau hak orang banyak , sehingga Nabi mengatakan sedemikian rupa kepada beliau. Lalu mereka menjawab:

اللهُمَّ لاَ ، وعَمَّ ذَاكَ ؟

Artinya: “Tidak ada, dan mengapa engkau bertanya demikian?”

Lalu ‘Umar menceritakan kepada mereka semua perkhabaran al-Muzani – beliau ialah Bilal bin al-Harith – lalu mereka semua faham, namun ‘Umar masih belum faham.” Lalu mereka berkata kepada ‘Umar:

إنَّما اسْتَبْطَأَكَ فِيْ الاِسْتِسْقَاءِ فاسْتَسْقِ بِنَا

Artinya: “Hanya saja engkau lambat tidak bersegera dalam melaksanakan al-Istisqa, maka lakukan al-Istisqa dengan kami.” [ Lihat al-Tawassul: hal: 132]

Maka para sahabat menjelaskan maksud: فَالْكَيْسَ الْكَيْسَ “Berlaku bijaklah ‘Umar berlaku bijaklah.” adalah bimbingan agar segera menunaikan al-Istisqa (Sholat minta hujan), bukan dengan mengabaikan solat al-Istisqa yang disyariatkan ketika kemarau sehingga berlaku perkara yang tidak disyariatkan seperti yang dilakukan oleh lelaki tersebut yang pergi ke kubur Nabi .

Sebagai buktinya adalah Umar tidak beristisqo dengan cara lelaki yang datang ke kuburan Nabi , melainkan beliau beserta kaum muslimin melaksanakan sholat Istisqo.

Oleh sebab itu al-Hafizd Ibnu Katsir setelah menyebutkan Atsar Bilal bin al-Haarits al-Muzany yang diriwayatkan oleh Saif dan atsar Malik ad-Dar yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi , beliau langsung menyebutkan atsar riwayat ath-Thabraani dan al-Bukhory yang menceritkan tentang sholat Istisqoonya Umar bersama kaum muslimiin dan dalam istisqonya beliau bertawassul dengan Abbaas radhiyallahu 'anhu , paman Nabi , beliau masih hidup , hadir ditempat dan ikut berdoa . Dalam doanya , Umar berkata :

“ Ya Allah , kami dulu bertawassul kepada Engkau dengan Nabi kami , maka Engkau pun turunkan hujan . Dan sekarang kami bertawassul kepadamu dengan paman Nabi kami , maka turunkanlah hujan untuk kami !!! . Berdirilah wahai Abbaas , berdoalah !“.

Kemudian setelah itu al-Hafidz Ibnu Katsir menambahkan dua atsar lagi riwayat Ibnu Abi ad-Dunya , yang kandungannya adalah yang pertama dengan cara sholat Istisqo , dan yang ke dua dengan cara banyak beritighfar .

Inilah pemahaman yang bisa diambil dari susunan atsar-atsar yang disebutkan oleh al-Hafidz Ibnu Katsir dalam kitab البِدَايَةُ وَالنِّهَايَةُ. Dengan atsar-atsar ini belaiu ingin menjelaskan cara yang benar yaitu sholat istisqa dan beristighfar , bukan meminta pertolongan dengan cara pergi ke kubur Nabi seperti yang dilakukan oleh lelaki tersebut. Maka hendaklah setiap orang memperhatikan perkara ini sehingga menjadi jelas kepadanya maksud dan tujuan para huffaz hadits dan ketelitian dalam penulisan mereka.

Oleh karena, tidak ada walaupun seorang dari kalangan sahabat yang melakukan perbuatan yang sama dengan lelaki tersebut yang pergi ke kubur Nabi untuk meminta diturunkan hujan. Sebaliknya semua para sahabat menunaikan sholat al-Istisqa apabila terjadi kemarau panjang. [ Lihat Hazihi Mafahimuna hal: 60-61]

Benarkah Ibnu Hajar al-Asqalany menshahihkan sanad kisah tersebut secara keseluruhan hingga termasuk di dalamnya Malik Ad-Dar ?

Kalau kita perhatikan secara seksama , akan kita temukan bahwa beliau hanya manShahihkan sanad tersebut hingga sampai kepada Abu Saleh As-Samman saja , tidak sampai kepada Malik Ad-Dar . Kalau seandainya sanad tersebut Shahih hingga Malik Ad-Dar , dia pasti tidak akan mengatakan :

« dengan sanad yang Shahih dari riwayat Abu Saleh As-Samman dari Malik Ad-Daar », akan tetapi dia mengatakan : « dengan sanad yang Shahih dari Malik Ad-Daar » .

Sengaja beliau lakukan demikian untuk memancing perhatian para pembaca agar waspada akan adanya sesuatu yang perlu di perhatikan dalam sanad tersebut . Yang demikian itu biasa dilakukan oleh para ulama dikarenakan adanya beberapa faktor , diantaranya adalah :

Ø    Karena mereka tidak menguasi pengetahuan yang cukup tentang biografi sebagian para rawi , maka mereka tidak membiarkan dirinya membuang sanad secara keseluruhan hanya karena di dalamnya terdapat keraguan akan keShahihan nya terutama saat berargumentasi dengannya , akan tetapi mereka cukup dengan mengetengahkan point permasalahan yang perlu diperhatikan . Dan itulah kira-kira yang telah di lakukan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar .

Ø    Dan seolah-olah beliau mengisyaratkan bahwa Abu Saleh As-Samman adalah satu-satunya perawi yang meriwayatkan kisah tersebut dari Malik Ad-Dar , persis seperti yang di tegaskan Ibnu Abu Hatim dalam kitab Jarh wa Ta'dil 4/1 – 213 , dan kata-katanya mengarah kepada wajibnya bertatsabbut ( pengecekan yang sangat teliti ) akan kondisi Malik Ad-Dar atau mengisyaratkan bahwa dia itu orang tak di kenal .

Jawaban :

Ini adalah sebuah kecerobohan dan tuduhan yang tidak benar terhadap Ibnu Hajar. Pernyataan Ibnu Hajar diselewengkan dari makna sebenarnya. Seandainya sanad itu hanya shahih sampai Abu Shalih saja, pasti pernyataan Ibnu Hajar adalah seperti ini, “… dengan sanad shahih sampai Abu Shalih,” bukan “… dengan sanad shahih dari riwayat Abu Shalih.” Kata “dari riwayat” hanyalah penjelasan mengenai sumber riwayat itu, bukan pembatasan bahwa yang shahih hanya sampai Abu Shalih saja. Berbeda dengan kata “sampai” yang menunjukkan pembatasan. Hal itu maklum diketahui oleh siapapun yang pernah membaca Fathul Bari secara keseluruhan dan mengamati istilah-istilah yang digunakan oleh Ibnu Hajar di dalamnya.

Bantahan :

Itu bukan sebuah kecerobohan , karena yang kami katakan itu bisa di bandingkan dengan sanad semisalnya dalam kisah lain seperti yang disebutkan oleh Al-Hafidz Al-Mundziri dalam kitab At-Targhib 2/41-42 dari riwayat Malik Ad-Dar dari Umar radhiyallahu 'anhu , kemudian Al-Mundziry berkata :

رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ فِي "الكَبِيرِ"، وَرُوَاتُهُ إِلَى مَالِكِ الدَّارِ ثِقَاتٌ مَشْهُورُونَ، وَمَالِكُ الدَّارِ لَا أَعْرِفُهُ.

" At-Tabrani telah meriwayatkannya dalam Mu'jam Kabir , dan para perawinya hingga sampai kepada Malik Ad-Dar semuanya tsiqoot masyhurun ( dipercaya dan mereka orang-orang masyhur ) , adapun Malik Ad-Dar sendiri aku tidak mengenalnya ".

Begitu juga sama dengan yang dikatakan Ibnu Hajar Al-Haitsami dalam kitab Majma' Zawaid 3/125 . ( Lihat : At-Tawassul karya Syeikh Al-Albaany hal. 118 – 119 dan Bulughul Amani fir Radd 'Ala Miftahit Tiijaani 1/36 ) .

Sementara Imam adz-Dzahabi dalam kitab ( سِيَرُ أَعْلَامِ النُّبَلَاءِ (2/412 ) berkata :

وَقَالَ الْأَعْمَشُ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ مَالِكِ الدَّارِ ... فَإِنَّهُ لَمْ يَحْكُمْ بِصِحَّتِهِ وَلَا بِضَعْفِهِ وَإِنَّمَا ذَكَرَ الْإِسْنَادَ فَقَطْ

“ Dan al-A’masy berkata dari Abu Sholeh dari Malik ad-Daar …. Maka sesungguhnya tidak dihukumi keshohihannya dan kedhoifannya , dan sesungguhnya dia hanya menyebutkan sanad saja “.

Kemudian tentang pernyataan al-Hafidz Ibnu Katsir setelah menguraikan hadits Malik al-Dar ini melalui riwayat al-Baihaqi, beliau berkata:

وَهَذَا إِسْنَادٌ صَحِيحٌ

Artinya: “Dan Isnad ini adalah Shahih.”

Perkataan beliau ini hanya bermaksud Shahih dari segi Sanad saja. Belum bermaksud HADITS ini SHAHIH. Dan ini bisa dibuktikan pada perkataan al-Hafidz Ibnu Katsir pada riwayat kisah lain sebelum riwayat al-Baihaqi ini ([10]) :

" وَهٰذَا الْأَثَرُ جَيِّدُ الْإِسْنَادِ، لَكِنْ ذِكْرُ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ فِي عَامِ الرَّمَادَةِ مُشْكِلٌ، فَإِنَّ مِصْرَ لَمْ تَكُنْ فُتِحَتْ فِي سَنَةِ ثَمَانِيَ عَشْرَةَ، فَإِمَّا أَنْ يَكُونَ عَامُ الرَّمَادَةِ بَعْدَ سَنَةِ ثَمَانِيَ عَشْرَةَ، أَوْ يَكُونَ ذِكْرُ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ فِي عَامِ الرَّمَادَةِ وَهْمًا" .

“ Dan atsar ini sanad nya bagus , akan tetapi penyebutan ‘Amr bin ‘Ash pada Tahun Ramaadah itu problem / sulit diterima . Dikarenakan Mesir pada tahun 18 H belum di taklukan . Kecuali kalau Tahun Ramaadah itu terjadi setelah tahun 18 H , atau penyebutan ‘Amr bin ‘Ash pada Tahun Ramaadah itu khayalan ( وَهْمٌ ) “. ( Selesai)[ (al-Bidāyah wa’n-Nihāyah 7/85-86).]  

Hal ini karena sesuatu hadits sebelum dihukumi sebagai Hadits Shahih maka harus dipastikan memenuhi syarat-syaratnya. Karena itu ulama memberikan definisi kepada Hadits Shahih sebagai berikut :

الصَّحِيحُ مَا اتَّصَلَ سَنَدُهُ بِنَقْلِ العَدْلِ الضَّابِطِ عَنْ مِثْلِهِ وَسَلِمَ عَنْ شُذُوذٍ وَعِلَّةٌ

Artinya : “Hadits yang Shahih ialah hadits yang bersambung sanadnya melalui nukilan periwayat yang adil lagi dhobith dari periwayat yang sepertinya (sehingga ke hujung sanad) juga bebas dari Syuzuz dan Illah.” [ Qawa’id al-Tahdith Min Funun Mustalah al-Hadith oleh al-QasimiHal: 112]

Oleh karena itu Shahih suatu sanad hadits tidak mesti menunjukkan hadits itu Shahih. Al-Hafidz Ibnu Katsir sendiri menyatakan :

الحُكْمُ بِالصِّحَّةِ أَوِ الحُسْنِ عَلَى الإِسْنَادِ لَا يَلْزَمُ مِنْهُ الحُكْمُ بِذَلِكَ عَلَى المَتْنِ، إِذْ قَدْ يَكُونُ شَاذًّا أَوْ مُعَلَّلًا

 “Hukum Shahih atau Hasan terhadap suatu Sanad tidak mesti menunjukkan hukum yang sama terhadap Matan, karena kadang-kala (Matan) itu Sadz atau Mu’allal.” [ Ikhtisar Ulum al-Hadits. Hal: 43]

Al-Hafidz Ibnu ash-Sholah berkata:

قَوْلُهُمْ : (هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحُ الإِسْنَادِ أَوْ حَسَنُ الإِسْنَادِ) دُونَ قَوْلِهِمْ : (هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ أَوْ حَدِيثٌ حَسَنٌ) لِأَنَّهُ قَدْ يُقَالُ : هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحُ الإِسْنَادِ ، وَلَا يَصِحُّ لِكَوْنِهِ شَاذًّا أَوْ مُعَلَّلًا

Maksudnya: “Perkataan mereka (para ulama hadits): “Hadits ini Shahih al-Isnad” atau:“Hasan al-Isnad” tidak sama dengan perkataan mereka (para ulama hadits):: “Hadits ini Shahih” atau: “Hadits Hasan .” Ini karena kadang-kala dikatakan: “Hadits ini Shahih al-Isnad,” akan tetapi hadits itu tidak Shahih karena adanya Syadz atau Mu’allal.”  [Muqaddimah Fi ‘Ulum al-Hadits. Hal: 23]

Karena itu asy-Syeikh ‘Abdus-Salam Aali ‘Abdul-Karim pentahqiq kitab al-Sawa’iq al-Mursalah al-Syihabiyyah berkata tentang riwayat Malik al-Dar ini:

" إِنَّ هٰذِهِ القِصَّةَ مُنْكَرَةُ الْمَتْنِ، لِمُخَالَفَتِهَا مَا ثَبَتَ فِي الشَّرْعِ مِنِ اسْتِحْبَابِ إِقَامَةِ صَلَاةِ الِاسْتِسْقَاءِ فِي مِثْلِ هٰذِهِ الْحَالَاتِ. وَلِمُخَالَفَتِهَا مَا اشْتُهِرَ وَتَوَاتَرَ عَنِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ، إِذْ مَا جَاءَ عَنْهُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا يَرْجِعُونَ إِلَى قَبْرِ النَّبِيِّ ﷺ أَوْ قَبْرِ غَيْرِهِ مِنَ الْأَمْوَاتِ عِنْدَ نُزُولِ النَّوَازِلِ وَاشْتِدَادِ الْقَحْطِ يَسْتَدْفِعُونَهَا بِهِمْ وَبِدُعَائِهِمْ وَشَفَاعَتِهِمْ، بَلْ كَانُوا يَرْجِعُونَ إِلَى اللَّهِ وَاسْتِغْفَارِهِ وَعِبَادَتِهِ، وَإِلَى التَّوْبَةِ النَّصُوحِ،

قَالَ تَعَالَى: ﴿وَأَنْ لَوِ اسْتَقَامُوا عَلَى الطَّرِيقَةِ لَأَسْقَيْنَاهُمْ مَاءً غَدَقًا﴾

وَقَالَ تَعَالَى: ﴿وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا﴾

وَقَالَ تَعَالَى: ﴿وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ﴾..."

Artinya: “Kisah ini (riwayat Malik al-Dar) adalah Mungkarah al-Matn, karena bertabrakan dengan apa yang telah menjadi ketetapan dalam agama akan mustahabnya (sunat) mendirikan solat al-Istisqa ketika dalam keadaan seperti itu (kemarau). Demikian juga disebabkan kisah ini bertabrakan dengan apa yang telah masyhur dan mutawaatir dari para Sahabat dan Tabi’ien. Karena tidak ada keterangan bahwa mereka pergi ke kubur Nabi atau kubur orang-orang yang sudah wafat lainnya disaat adanya bencana dan kesulitan kemarau panjang , bertujuan agar melalui mereka ini mereka bisa menolak semua kesulitan-kesulitan tadi , atau dengan doa dan syafaatnya. Akan tetapi yang benar , mereka semua menghadap kepada Allah dan memohon ampunan kepadaNya dan beribadah kepadaNya, dan juga dengan cara bertaubat Nashuha.

Allah Taala berfirman: “Dan bahwasannya jikalau mereka tetap berjalan lurus diatas jalan itu (agama Islam) benar-benar kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak “. ( QS. Al-Jinn : 16 )

Dan Allah Taala berfirman : “Dan wahai kaumku, beristighfarlah kamu semua kepada Tuhan kamu setelah itu bertaubatlah kepadaNya, nanti Dia akan mengutuskan kepada kamu semua hujan yang mencurah-curah…”

FirmanNya lagi : “Dan sekiranya penduduk suatu tempat beriman dan bertaqwa, pasti Kami akan membukakan untuk mereka keberkahan dari langit dan bumi…”[ Al-Sawaiq al-Mursalah al-Syihabiyyah, hal: 196]

===

BANTAHAN-BANTAHAN LAINNYA SERTA JAWABAN-JAWABANNYA :

BANTAHAN :

Sanad kisah itu lemah dan muatannya mungkar .

Kisah Malik Ad-Dar ini terdapat banyak Illat ( penyakit ) yang melemahkan kedudukan kisah tersebut , baik di matannya maupun di sanad nya ,  diantara illat-illat itu adalah seperti berikut ini :

illat pertama :

Tadlis Al-A'mash . Nama lengkapnya : Abu Muhammad Sulaiman bin Mihran Al-Asady al-Kaahily al-Kufy ( wafat 148 H ).

Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalany dalam kitabnya Tabaqot Mudallisin 1/33 telah memasukkan Al-A'mash ini pada kelompok tabaqot yang kedua , yaitu mereka yang berkemungkinan melakukan tadlis . Dan beliau berkata : " Dia seorang mudallis seperti yang disifati oleh Al-Karobisy , An-Nasai , Ad-Daruquthny dan lainnya .

Abu Zur'ah Al-'Iraqy dalam kitab Al-Mudallisin menyatakan bahwa : Suleiman Al-A'mash adalah masyhur sebagai mudallis .

Adz-Dzahaby dalam kitab ( الرُّوَاةُ الثِّقَاتُ الْمُتَكَلَّمُ فِيهِمْ بِمَا لَا يُوجِبُ رَدَّهُمْ / Ar-Ruwatuts Tsiqoot Al-Mutakallam Fiihim 1/105 ) berkata : " Sulaiman bin Mihran Al-A'mash adalah hujjah lagi hafidz , akan tetapi dia mentadlis dari orang-orang yang dloif ( lemah ) ".

An-Nasai berkata : " Dia dipercaya dan kokoh hafalannya ( ثِقَةٌ ثَبْتٌ ), tapi dia termasuk orang-orang yang mentadlis " . ( lihat : Khulashoh Tadzhibut Tahdzibul Kamal karya Sofiyuddin Ahmad al-Khojroji 1/155 ).

Seorang Mudallis meski dia seorang yang hafidz dan tsiqoh ( dipercaya ) namun jika dia meriwayatkannya dengan kata-kata " Dari ( عَنْ )"  atau " Ia telah berkata ( قَالَ )" maka riwayatnya di tolak , karena kemungkinan besar ia mengambil hadits itu dari perawi dhaif sehingga dapat menjadikan hadits itu menjadi lemah oleh sebab itu dia mentadlis sanad .

Lain halnya dengan kata-kata yang menunjukkan bahwa dirinya benar-benar mendengar langsung dari syeikhnya seperti : " telah berbicara pada kami atau telah mengkhabari kami ( أَخْبَرَنَا أَوْ حَدَّثَنَا ) " , maka riwayatnya di terima , karena kata-kata ini menutup kemungkinan untuk melakukan tadlis , sebagaimana telah maklum dalam Mustholahul Hadits.

Dalam kisah ini Al-A'mash meriwayatkan dari syeikhnya Abu Saleh As-Samman menggunakan kata-kata " Dari ( عَنْ )"  , maka riwayatnya di tolak .

JAWABAN :

Illat ini sama sekali tidak berpengaruh , karena Al-A'mash itu meskipun dia itu mudallis akan tetapi syeikhnya di dalam sanad haditst ini adalah Abu Saleh Dzakwan bin Abdullah .

Telah berbicara Adz-Dzahaby mengenai dia dalam kitabnya Al-Mizan saat membahas biografi Al-A'mash , beliau berkata : " Dia suka mentadlis , dan bisa jadi dia mentadlis dari orang yang dlaif ( lemah ) yang dia sendiri tidak tahu tentang orang tersebut .  Maka jika dia meriwayatkannya dengan kata-kata : " Telah mengatakan pada kami
(
حَدَّثَنَا )" maka tidak ada masalah , tapi jika dengan kata-kata : " Dari ( عَنْ )" maka ada kemungkinan mentadlis , kecuali jika dia meriwayatkan dari Syeikh-syeikhnya yang dia banyak meriwayatkan darinya , seperti : Ibrahim , Abu Wail dan Abu Soleh As-Samman. Jika dari kelompok ini maka riwayatnya termasuk katagori nyambung ( ittishol atau tidak melakukan tadlis ) ".

Kata-kata Adz-Dzahabi inilah yang lebih bijak . Dan di kisah ini Al-A'mash meriwayatkannya dari sheikhnya yang bernama Abu Soleh As-Samman , maka sanad kisah ini masuk katagori nyambung dan tidak ada kemungkinan dia mentadlis meski meriwayatkan nya dengan menggunakan kata-kata « dari ( عَنْ ) » .

Ini adalah satu kekhususan dan keistimewaan ( عَنْعَنَةٌ ) ‘an’anah Al A’masy dari Abu Shalih. Oleh karena itu, Imam Bukhari memasukkannya dalam Shahihnya.

BANTAHAN :

Kalau seandainya kita terima keterangan Adz-Dzahaby tersebut , yaitu dia tidak mentadlis jika dia meriwayatkan dari Abu Saleh As-Samman meski menggunakan kata-kata " Dari ( عَنْ )"  , akan tetapi masih ada hal lain yang patut di kaji lebih mendalam lagi yaitu :

Abu Mu'awiyah perawi dari Al-A'mash adalah Mudallis juga .

Al-Hafidz Ibnu Hajar al-'Asqalany dalam Tabaqat Mudallisin 1/36 berkata tentang Abu Mu'awiyah : " Dia dikenal dengan luas hafalannya , bahkan dia adalah sahabat (murid) Al-A'mash yang paling kokoh dalam menghafalkan hadits-hadits nya. Akan tetapi Ad-Daruquthny mensifatinya dengan sifat pentadlis " .

Begitu juga Ahmad bin Abi Thahir beliau menyatakan : bahwa Abu Mu'awiyah itu mentadlis . ( Lihat : At-Tabyin Li Asmaail Mudallisiin , karya Abul Wafa Ibnu 'Ajmy Asy-Syafi'i 1/50 ) .

Di sini dia meriwayatkan hadits tersebut dengan lafal  " Dari (عَنْ)". Padahal, seorang mudallis tidak diterima haditsnya kecuali jika ia berkata " telah berbicara pada kami atau telah mengkhabari kami ( أَخْبَرَنَا أَوْ حَدَّثَنَا ) "   dan semisalnya , bukan dengan kata " Dari ( عَنْ )"  atau " Ia telah berkata ( قَالَ )"  .

Lagi pula Al-A'mash itu adalah salah seorang ahli hadits yang hadits-hadits nya terhimpun oleh banyak perawi-perawi yang tsiqot ( dipercaya ) . Akan tetapi kenapa kisah ini hanya diriwayatkan oleh Abu Mu'awiyah sendirian ( تفرُّد ) dari Al-A'mash , sementara perawi-perawi tsiqot lainnya tidak ada yang meriwayatkannya ?

Ketunggalan riwayat Abu Mu'awiyah ini jelas tidak bisa di terima , terutama bagi orang yang menganggap hikayat ini sangat berkaitan erat dengan pondasi syariah .

( Lihat : Ahaadits Yahtajju bihaa Asy-Syiah karya Abdurrahman Muhammad Said Dimasyqiyah 1/29 ) .

Untuk memperkuat akan di tolaknya riwayat tunggal Abu Mu'awiyah ini adalah keterangan Ibnu Abdil Barr dalam kitabnya Al-Istii'ab 1/240 , beliau menyebutkan pada kasus lain bahwa Abu Mu'awiyah Adl-Dorir telah melakukan kesalahan sanad ketika dia secara tunggal meriwayatkan haditst dari 'Amir bin 'Amr Al-Muzany . Berikut ini teks asli dari Ibnu Abdil Barr :

عَامِرُ بْنُ عَمْرٍو الْمُزَنِيُّ : انْفَرَدَ بِحَدِيثِهِ أَبُو مُعَاوِيَةَ الضَّرِيرُ. وَيُقَالُ : إِنَّهُ أَخْطَأَ فِيهِ لِأَنَّ يَعْلَى بْنَ عُبَيْدٍ قَالَ فِيهِ عَنْ هِلَالِ بْنِ عَامِرٍ عَنْ رَافِعِ بْنِ عَمْرٍو، وَقَالَ أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ هِلَالِ بْنِ عَامِرٍ عَنْ أَبِيهِ.

 Artinya : " Secara tunggal Abu Mu'awiyah Adl-Dlorir meriwayatkan hadits dari 'Amir bin 'Amr Al-Muzany . Di katakan : bahwa dia telah melakukan kesalahan dalam hal ini , karena Ya'la bin Ubeid telah berkata lain , yaitu : dari Hilal bin 'Amir dari Rofi' bin 'Amr . Sementara Abu Mu'awiyah berkata : dari Hilal bin Amir dari bapaknya
( 'Amir bin 'Amr Al-Muzany ) "
.  [al-Istii’aab 1/240].]

BANTAHAN :

Meski dia mudallis , tapi dia itu seorang hafidz dan tsiqoh ( dipercaya ) . Berikut ini sekilas tentang Abu Mu'awiyah :

Dia adalah Muhammad bin Khozin , Abu Mu'awiyah Adl-Dlorir As-Sa'dy At-Tamimy Al-Kufy ( wafat 195 H ) . Di gelari Ad-Dlorir karena beliau buta semenjak kecil di usia empat tahun , dan ada yang mengatakan di usia delapan tahun . ( Lihat : Jarh Wa Ta'dil karya Ibnu Abi Hatim 2/685 , 7/246 , Al-Ikmal karya Ibnu Makola 2/288 , Tarikh Baghdad karya Al-Khottoby 5/242 ).

Ibnu Hibban berkata : " Dia seorang yang hafidz dan sangat meyakinkan hafalannya , akan tetapi dia penganut faham murjiah ".  ( Ats-Tsiqot karya Ibnu Hibban 7/441 ).

Al-'Ijly dalam kitabnya Ma'rifat Tsiqot 2/236 berkata : " Dia orang Kufah yang tsiqoh ( dipercaya ) penganut faham murjiah , lembut tutur katanya , dia mendengar dari sheikhnya Al-A'mash dua ribu hadits , namun setelah terkena sakit , dia lupa enam ratus hadits ".

BANTAHAN :

Meskipun dia itu seorang yang hafidz lagi tsiqoh ( dipercaya ) namun sudah menjadi ketetapan para ulama ahli haditst , jika dia tidak berterus terang mendengar langsung , maka tetap sanadnya tidak aman dari tadlisnya .

illat yang kedua :

Malik Ad-Dar penjaga logistik Umar adalah orang yang tidak di kenal akan kelurusannya ( العَدَالَة ) dan kecermatan hafalan atau catatannya dalam menjaga serta menyampaikan haditst ( الضَّبْط ) . Ini adalah dua pondasi utama yang di jadikan sebagai syarat mutlak bagi perawi dalam setiap sanad yang Shahih .

Ibnu Solah berkata : " Telah berlaku ijma' ( sepakat ) jumhur ulama ahli haditst dan ulama ahli fiqh , bahwa syarat orang yang bisa di jadikan hujjah dalam riwayatnya harus betul-betul orang yang lurus ( عَدْلٌ ) dan cermat teliti ( ضَبْطٌ ) terhadap yang ia riwayatkan. ( Lihat Muqoddimah Ibnu Sholah hal. 50).

Yang di maksud dengan lurus ( العَدَالَة ) disini : yaitu jiwanya mendalam , bertahan untuk selalu bertaqwa dan berprilaku terpuji sehingga dia mendapatkan istiqomah dalam kehidupan beragama , terpelihara dari segala macam kefasikan dan kemaksiatan, terpelihara pula dari perilaku yang hina yang akan mengurangi karakter terpujinya dan menjatuhkan wibawanya . 

Dan yang di maksud cermat dan teliti ( الضَّبْط ) ini adalah : penuh konsentrasi , cermat , teliti dan betul-betul faham terhadap apa yang di dengarnya , dan hafalannya tetap tidak berubah dari semenjak mendapatkan hadits tersebut hingga kapan saja ketika dia hendak menyampaikannya kepada yang lain . Dan secara umum hafalannya selalu tepat dari pada lupanya . Dan jika dia menyampaikan hadits dari catatannya bukan dari hafalannya di syaratkan harus betul-betul selalu terjaga catatan tersebut dari semenjak awal menulisnya hingga saat menyampaikannya pada yang lain , umpamanya dengan cara tidak meminjamkannya kepada orang yang kurang dipercaya , dan catatan tersebut bisa dipastikan tidak mungkin ada orang lain yang merubah-rubahnya . ( Lihat Akhbarul Ahad fil Hadits Nabawi 1/32 ).

Setelah mengetahui dan memahami dua syarat perawi agar sanad sebuah riwayat tersebut Shahih , maka apakah Malik Ad-Dar telah memenuhi dua syarat tersebut ?

Ibnu Abi Hatim Ar-Rozy telah menyebutkan tentang Malik Ad-Dar dalam kitabnya Al-Jarh wat-Ta'dil 8/213 namun beliau tidak memberikan komentar apa-apa
( blank tentang dia ini ) , dia tidak menyebutkan seorang pun yang meriwayatkan dari Malik Ad-Dar selain Abu Saleh As-Samman Dzakwan al-Madany , ini menunjukan bahwa dia adalah orang yang tak dikenal akan kelurusannya (
العَدَالَة ) dan kecermatan hafalannya ( الضَّبْط ) .

Begitu juga Imam Bukhory menyebutkannya dalam kitabnya At-Tarikh 7/304 dan beliau tidak memberi komentar apa-apa alias blank , beliau hanya menyebutkan hadits nya saja.

Ibnu Hajar Al-Haitsamy dalam Majma Zawaid 3/125 dengan gamblang mengatakan : "Dan Malik Ad-Dar , aku tidak mengenalnya ". Begitu pula yang diungkapkan Al-Mundziry dalam At-Targhib wat Tarhib 2/42 , dia berkata :  " Dan Malik Ad-Dar , aku tidak mengenalnya ".

JAWABAN :

Tidak semua perawi yang didiamkan oleh sebagian para imam itu disebut majhul. Ketidaktahuan bukan tanda ketiadaan mutlak. Ketidaktahuan seseorang dikalahkan oleh pengetahuan orang lain.

Apalagi jika ada orang lain selain Abu Soleh As-Samman telah meriwayatkan dari Malik Ad-Dar , yaitu At-Tabrani dalam kitabnya Mu'jam Kabir 20/33 meriwayatkan dari Abdurrahman bin Said bin Yarbu' dari Malik Ad-Dar .

Dan yang demikian itu telah di isyaratkan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam At-Tahdzib 6/187 bahwa Abdurrahman bin Said bin Yarbu' meriwayatkan dari Malik Ad-Dar .

Bahkan biografi Malik Ad Dar itu disebutkan dalam at-Thabaqat karya Ibnu Saad dan al-Ishabah karya Ibnu Hajar.

Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitabnya Al-Ishobah 6/274 berkata : " Malik bin 'Iyadl , mawla Umar radhiyallahu 'anhu , dan dia yang di kenal dengan sebutan Malik Ad-Dar , dia bertemu dan mendengar ( haditst ) dari Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu , meriwayatkan (hadits) dari dua orang Syeikh ( Abu Bakar dan Umar ) , Muadz bin Jabal dan Abu Ubaidah . Dan orang-orang yang telah meriwayatkan ( hadits ) dari nya (Malik Ad-Dar) adalah dua putranya 'Aun dan Abdullah , kemudian Abu Saleh As-Samman ". 

Dan Ibnu Sa'ad dalam kitabnya Ath-Thabaqat 5/12 telah menyebutkannya di bagian angkatan pertama dari kalangan tabi'in . Ibnu Saad berkata : " Dia orang yang dikenal ".

Dan telah berkata Ali bin Al-Madiny : " Telah ada Malik Ad-Dar sebagai penjaga gudang logistic untuk Umar ". ( Lihat : Hayatush Shohabah karya Al-Kandahlawi 3/77).

Dengan demikian hilanglah anggapan bahwa dia adalah sosok orang yang tak di kenal ( مَجْهُولُ الْعَيْنِ ) sesuai dengan teori madzhab jemaah ahli hadits . Dan jika memang majhul, tidak mungkin Dua Hafizh Ibnu Hajar dan Ibnu Katsir itu berani menshahihkan sanadnya .

Lagi pula Malik Ad-Dar itu telah mendapatkan kepercayaan Umar radhiyallahu 'anhu untuk gudang logistik , dan Umar tidak menyerahkan jabatan ini kecuali kepada orang yang dikenal akan kelurusannya .

BANTAHAN :

Kalau seandainya kita terima bahwa Malik Ad-Dar itu adalah sosok yang di kenal, lurus dan dipercaya , namun dia tidak dikenal kondisinya ( مَجْهُولُ الْحَالِ ) ; karena kami tidak mendapatkan kesaksian dari para ulama ahli haditst yang menyatakan akan kecermatan dan ketepatan hafalannya dalam meriwayatkan hadits ( الضَّبْطُ فِي الرِّوَايَةِ ) , dan ini adalah syarat kedua bagi perawi hadits agar sanadnya dianggap Shahih .

Adapun dia di percaya oleh Umar radhiyallahu 'anhu sebagai penjaga gudang logistik , itu juga masih diperdebatkan di kalangan sebagian ulama ahli hadits , lagi pula pekerjaan itu tidak membutuhkan kekokohan hafalan seperti kokohnya hafalan hadits .

Illat yang ke tiga :

Riwayat Abu Saleh ini menyalahi sanad riwayat lainnya yang mursal . Seperti yang diterangkan oleh Kholily dalam kitab Al-Irsyad 1/316 , dia berkata : " Di katakan bahwa Abu Soleh mendengar hadits ini langsung dari Malik Ad-Dar , sementara orang-orang selainnya meriwayatkan nya mursal ". Jika memang mursal , maka di sanadnya terdapat Illat , paling tidak sanadnya mudlthorib ( simpang siur ) .

JAWABAN :

Pernyataan Al-Khalili tersebut jelas menunjukkan bahwa penyimakan Abu Shalih dari Malik Ad-Dar adalah ma’ruf dan tidak diragukan lagi. Yang diragukan adalah penyimakannya tentang hadits ini, bukan penyimakan secara umum dalam hadits-hadits lain. Perhatikan kata “hadits ini” dalam pernyataan Al-Khalili di atas, kata tersebut mengkhususkan keumuman penyimakan Abu Shalih dari Malik Ad Dar dalam hadits-hadits lain. Lagipula, Abu Shalih bukan seorang mudallis yang suka mengecoh orang lain dengan kata “ ’an / عن” untuk hadits yang tidak ia dengar, sebagaimana kebiasaan para mudallisin.

BANTAHAN :

Abu Shalih membawakannya dengan ‘an’anah, sehingga ada kemungkinan bahwa riwayat tersebut terputus ( munqathi’ ).

JAWABAN:

Pernyataan itu juga keliru. Kemungkinan terputus itu sangat kecil bahkan mendekati nol, karena Abu Shalih bukan seorang mudallis. Riwayat ‘an’anah dipermasalahkan jika berasal dari perawi yang mudallis. Jadi ‘an’anah Abu Shalih diterima dan dianggap muttashil karena Abu Shalih tsiqoh. Imam Bukhari juga memasukkan ‘an’anah Abu Shalih ke dalam Shahihnya sebagaimana ‘an’anah Al A’masy dari Abu Shalih.

Illat yang ke empat :

Laki-laki yang datang ke kuburan Nabi itu misterius tidak dikenal , bagaimana mungkin dalam menentukan hukum yang agung ini merujuk kepada riwayatnya . Dan bagaimana mungkin moment orang yang tidak jelas di jadikan sebagai landasan hukum ibadah yang paling sangat agung . Apalagi moment tersebut bertentangan dengan konsensus ( Ijma' ) yang terselenggara sesuai nash-nash ( dalil-dalil ) yang ada . Yaitu nash-nash yang mensyariatkan jika terjadi kekeringan agar beristighfar kepada Allah , berprilaku lurus di atas jalanNya , beriman dan bertaqwa pada Nya serta berhukum dengan SyariatNya .

Jawaban :

Illat ini bisa terbantahkan dengan bantahan : bahwa laki-laki yang misterius itu adalah sahabat Nabi , yang bernama Bilal bin Al-Harits Al-Muzani , seperti yang di sebutkan dalam riwayat lain .

Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-'Asqalany berkata dalam Fathul Bary 2/496 : " Dan sungguh Saef dalam kitabnya Al-Futuh telah meriwayatkan bahwa lelaki yang bermimpi tersebut adalah Bilal bin Al-Harits Al-Muzany salah seorang sahabat Nabi ".

Bantahan :

Atsar yang diriwayatkan Saif bin Umar dalam kitabnya “ الفُتُوحُ “ ini Dhoif seperti yang sudah pernah dijelaskan di halaman (     ).

Syeikh Al-Albaany dalam Tawassul hal. 120 berkata : " Penyebutan nama Bilal dalam riwayat Saef ini tidak berpengaruh apa-apa , karena Saef ini adalah Saef bin Umar At-Tamimy , orang yang telah di sepakati oleh para ulama ahli haditst akan kedlaifannya ".

 Muatan kisah Malik Ad-Dar ini adalah mungkar .

Kisah tersebut jelas-jelas sangat lemah tidak bisa dijadikan hujjah . Lagi pula kalau seandainya iya benar kisah itu Shahih , maka tetap saja tidak bisa dijadikan hujjah , disebabkan itu adalah amalan sahabat yang menyalahi dalil-dalil yang Shahih serta berlawanan dengan amalan sahabat-sahabat selainnya .

Adapun dia menyalahi dalil-dalil dari Al-Quran dan Sunnah , itu sangat jelas sekali . Yaitu dalil-dalil yang mensyariatkan jika terjadi kekeringan agar beristighfar kepada Allah , berprilaku lurus di atas jalanNya , beriman dan bertaqwa pada Nya serta berhukum dengan SyariatNya .

Allah SWT berfirman :

﴿وَأَلَّوْ اسْتَقَامُوا عَلَى الطَّرِيقَةِ لَأَسْقَيْنَاهُمْ مَاءً غَدَقًا﴾

" Dan bahwasanya: jika mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak). " ( QS. Al-Jin : 16 ).

Dan Allah SWT berfirman :

﴿وَيَاقَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلْ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ وَلَا تَتَوَلَّوْا مُجْرِمِينَ﴾

Dan ( Nuh berkata ) : "Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa." (QS. Huud : 52 )

Dan Allah SWT berfirman :

﴿وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ﴾.

" Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. ( QS. Al-A'raf : 96 ).

Dan adapun itu berlawanan dengan amalan sahabat-sahabat lainnya , maka dalam khabar yang Shahih yang telah disebutkan diatas yaitu dari Umar radhiyallahu 'anhu beliau berkata :

"Ya Allah, dulu kami bertawassul kepada-Mu dengan Nabi kami, dan Engkau pun menurunkan hujan kepada kami. Maka saat ini kami bertawassul kepadaMu dengan paman Nabi kami, turunkanlah hujan kepada kami ".

Dan hujan pun turun kepada mereka." (HR. Bukhari no. 954) .

Tidak ada keterangan yang Shahih yang menerangkan bahwa mereka para sahabat ketika dihadapkan pada kesulitan kemudian mereka lari ke kuburan Nabi atau kuburan orang saleh lainnya .

Jawaban :

Kemubhaman orang yang beristisqo di kuburan Nabi tersebut tidak berpengaruh apa-apa, karena sesungguhnya yang menjadi target hujjah dalam kisah ini adalah tidak adanya pengingkaran Umar radhiyallahu 'anhu terhadap kedatangan lelaki tersebut kekuburan Nabi untuk beristisqo . Seandainya perbuatan itu keliru, pasti Umar sudah mengingkarinya. Maka dengan demikian beliau telah membenarkan perbuatannya .

Bantahan :

Dari mana kalian tahu kalau dia mengkabarkan Umar radhiyallahu 'anhu tentang istisqo ini ? sementara riwayat-riwayat yang kami dapatkan tiada lain kecuali mengkabarkan sebuah mimpi . Barang siapa mengira selain itu , maka buktikan dalilnya !

Tidak ditemukan dalam kisah tersebut yang menunjukkan bahwa Umar radhiyallahu 'anhu membenarkan apa yang di lakukan lelaki itu . Dan dalam kisah tersebut tidak ada nash yang menyatakan bahwa Umar mengetahui perbuatan orang tersebut , yaitu pergi ke kuburan dan beristisqa ( minta hujan ) di sana , bahkan yang nampak jelas dalam kisah tersebut orang itu hanya memberi informasi tentang mimpinya saja , sebagai bukti atas dasar tersebut beliau Umar radhiyallahu 'anhu hanya menjawab tentang wasiat Nabi yang mengatakan :

«وَقُلْ لَهُ: عَلَيْك الْكَيْسُ، عَلَيْك الْكَيْسُ»

Artinya : " Katakan juga padanya : hendaknya kamu berlaku bijak ( cerdik dan cerdas ) ! hendaknya kamu berlaku bijak ! ."

Sikap Umar dan jawabannya :

فَبَكَى عُمَرُ , ثُمَّ قَالَ : يَا رَبِّ لاَ آلُو إلاَّ مَا عَجَزْت عَنْهُ.

Artinya : " Umar pun menangis kemudian berkata, "Ya Rabb, aku tidak akan berpaling kecuali dari apa yang aku tidak mampu melakukannya."

Al-Imam Muhammad bin Idris asy-Syaafi’iy dalam kitab “ الْأُمُّ” berkata :

"لَا يُنْسَبُ إِلَى سَاكِتٍ قَوْلُ قَائِلٍ، وَلَا عَمَلُ عَامِلٍ، وَإِنَّمَا يُنْسَبُ إِلَى كُلٍّ قَوْلُهُ وَعَمَلُهُ"([11])

“Orang diam itu tidak bisa dinisbatkan kepadanya sebuah perkataan seperti orang yang berkata-kata , dan tidak juga amalan seperti orang yang mengamalkan . Perkataan dan amalan itu hanya bisa dinisbatkan kepada masing-masing yang melakukannya “.

Bolehkah mimpi itu dijadikan sebagai dasar pijakan hukum , terutama yang berkaitan dengan akidah ?

Jawabannya : mimpi tidak bisa jadikan dasar pijakan hukum , kecuali mimpi para Nabi 'alaihimus salaam karena mimpi mereka adalah wahyu seperti yang telah di jelaskan oleh para ulama .

Maka kesimpulannya bahwa kisah tersebut secara riawayat sangatlah lemah . Dan kalau seandainya Shahih , maka tetap saja secara diroyah tidak bisa di jadikan hujjah , apa lagi yang berkaitan dengan masalah aqidah , masalah yang sangat sensitif dan urgent .

Dalam Riwayat Imam Bukhory :

Hadits Malik Ad-Dar ini diriwayatkan pula oleh Imam Bukhari dalam kitabnya At-Tarikh al-Kabir 7/304 no. 1295 dengan ringkas hanya menyebutkan kata-kata Umar bin Khaththab saja , berikut ini texs alinya :

قَالَ عَلِيٌّ : عَنْ مُحَمَّدٌ بْنِ خَازِمٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ مَالِكِ بْنِ عِيَاضِ الدَّارِ أَنَّ عُمَرَ قَالَ فِي قَحْطٍ : « يَا رَبِّ لَا آلُو إِلَّا مَا عَجَزْتُ عَنْهُ »

Ali telah berkata : dari Muhammad bin Khozim dari Abu Soleh dari Malik bin 'Iyadl Ad-Dar ( Malik Ad-Dar ) : bahwa Umar berkata di musim kekeringan :

" Ya Rabb , aku tidak akan berpaling kecuali dari apa yang aku tidak mampu melakukannya."

Dalam riwayat Imam Bukhory ini tidak disebutkan kisah kedatangan lelaki tersebut ke kuburan Nabi , sudah barang tentu kisah itu adalah tambahan yang mungkar yang dibikin-dibikin , apalagi kisah itu sangat berlawanan dengan kisah yang jauh lebih Shahih yang telah di riwayatkan Imam Bukhory , yaitu : jumhur sahabat bertawassul dengan Abbas paman Nabi dan meninggalkan bertawassul dengan Nabi setelah wafat .

Jawaban :

Memang tambahan itu tidak disebutkan oleh Imam Bukhari dalam Tarikhnya, namun bukan berarti tambahan itu tidak ada. Imam Bukhari sering meringkas hadits-hadits yang diriwayatkannya, bahkan dalam kitab Shahihnya beliau sering meringkas riwayat yang panjang, lalu menyebutkan selengkapnya di tempat lain. Sedangkan tambahan itu sudah disebutkan dalam riwayat Imam Baihaqi dan Ibnu Abi Syaibah dan sanadnya dinilai shahih oleh Dua Hafizh , yaitu Ibnu Hajar dan Ibnu Katsir. Jadi, tambahan itu shahih. Jika memang tambahan itu munkar, pasti para hafizh sekaliber mereka berdua akan menerangkannya kepada kita .

Bantahan :

Kalaupun Imam Bukhary itu meringkas sebuah hadits , akan tetapi beliau tanpa mengurangi kandungan makna hadits secara keseluruhan . Beliau biasa memecah-mecah hadits yang panjang kemudian beliau menyebarkannya pada bab-bab sesuai dengan tarjamah bab tersebut . Jadi  hadits itu tetap utuh ada pada satu kitab . Lain halnya kisah Malik Ad-Dar ini , lagi pula kalau memang Shahih , tidak mungkin Imam Bukhory meringkasnya sesingkat itu , sehingga moment pentingnya tidak di ketahui . Hal ini semakin yakin akan kemungkaran tambahan tersebut menurutnya .

****

DALIL TAWASSUL KE TUJUH

Dalil disyariatkannya bertawassul dengan orang yang telah wafat.

Kisah seseorang yang tidak di tanggapi oleh kholifah Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu  ketika meminta bantuan kepadanya, kemudian orang tersebut - atas saran Utsman bin Haniif - berdoa kepada Allah dengan doa tawassul yang pernah Rosulullah ajarkan pada orang buta (dhorir) , setelah itu kholifah Utsman radhiyallahu 'anhu mengabulkannya .

Ath-Thabrany dalam kitabnya Mu'jam Kabiir 9/30 no. 8311 dan Mu'jam Shogiir 1/306 no. 508 meriwayatkan melalui jalur : Abdullah bin Wahab , dari Syabiib bin Sa'id al-Makki , dari Rauh bin Qosim , dari Abu Ja'far al-Khuthomi al-Madani , dari Abu Umamah bin Sahal bin Haniif , dari pamannya Utsman bin Hunaif :

أَنَّ رَجُلًا كَانَ يَخْتَلِفُ إِلَى عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ فِي حَاجَةٍ لَهُ فَكَانَ عُثْمَانُ لَا يَلْتَفِتُ إِلَيْهِ وَلَا يَنْظُرُ فِي حَاجَتِهِ فَلَقِيَ عُثْمَانَ بْنَ حُنَيْفٍ فَشَكَا ذَلِكَ إِلَيْهِ .

فَقَالَ لَهُ عُثْمَانُ بْنُ حُنَيْفٍ: "ائْتِ الْمِيضَأَةَ فَتَوَضَّأْ ثُمَّ ائْتِ الْمَسْجِدَ فَصَلِّ فِيهِ رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ قُلِ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا مُحَمَّدٌ - ﷺ - نَبِيِّ الرَّحْمَةِ، يَا مُحَمَّدٌ إِنِّي أَتَوَجَّهُ بِكَ إِلَى رَبِّي فَيَقْضِي لِي حَاجَتِي، وَتَذْكُرُ حَاجَتَكَ، وَرُحْ إِلَيَّ حِينَ أَرُوحُ مَعَكَ".

فَانْطَلَقَ الرَّجُلُ فَصَنَعَ مَا قَالَ لَهُ ثُمَّ أَتَى بَابَ عُثْمَانَ فَجَاءَ الْبَوَّابُ حَتَّى أَخَذَ بِيَدِهِ فَأَدْخَلَهُ عَلَى عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ فَأَجْلَسَهُ مَعَهُ عَلَى الطِّنْفِسَةِ وَقَالَ: حَاجَتُكَ؟ فَذَكَرَ حَاجَتَهُ فَقَضَاهَا لَهُ .

ثُمَّ قَالَ لَهُ: "مَا ذَكَرْتَ حَاجَتَكَ حَتَّى كَانَتْ هَذِهِ السَّاعَةُ". وَقَالَ: "مَا كَانَتْ لَكَ مِنْ حَاجَةٍ فَائْتِنَا".

ثُمَّ إِنَّ الرَّجُلَ خَرَجَ مِنْ عِنْدِهِ فَلَقِيَ عُثْمَانَ بْنَ حُنَيْفٍ فَقَالَ لَهُ: " جَزَاكَ اللَّهُ خَيْرًا مَا كَانَ يَنْظُرُ فِي حَاجَتِي وَلَا يَلْتَفِتُ إِلَيَّ حَتَّى كَلَّمْتَهُ فِيَّ".

فَقَالَ عُثْمَانُ بْنُ حُنَيْفٍ: وَاللَّهِ مَا كَلَّمْتُهُ وَلَكِنْ شَهِدْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ وَأَتَاهُ رَجُلٌ ضَرِيرٌ فَشَكَا إِلَيْهِ ذَهَابَ بَصَرِهِ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ ﷺ: " أَوَ تَصْبِرُ؟"  فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ لَيْسَ لِي قَائِدٌ وَقَدْ شَقَّ عَلَيَّ، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ ﷺ: " ائْتِ الْمِيضَأَةَ فَتَوَضَّأْ ثُمَّ صَلِّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ ادْعُ بِهَذِهِ الْكَلِمَاتِ»

فَقَالَ عُثْمَانُ بْنُ حُنَيْفٍ: فَوَاللَّهِ مَا تَفَرَّقْنَا وَطَالَ بِنَا الْحَدِيثُ حَتَّى دَخَلَ عَلَيْهِ الرَّجُلُ كَأَنَّهُ لَمْ يَكُنْ بِهِ ضَرَرٌ قَطُّ.

Seseorang telah datang menghadap utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu untuk sebuah kebutuhan , akan tetapi Utsman radhiyallahu 'anhu tidak memperdulikannya dan tidak memperhatikannya , kemudian orang tersebut bertemu Utsman bin Hunaif radhiyallahu 'anhu , maka dia mengadukan hal tersebut padanya , lalu berkatalah Utsman bin Hunaif radhiyallahu 'anhu :

“Ambillah air wudlu dan berwudulah, lalu masuklah ke masjid dan shalat lah dua rakaat , lalu katakanlah ( berdoalah dengan doa ) :

" Wahai Allah, Aku meminta kepada Mu, dan Menghadap kepada Mu, dengan Nabi Mu Nabi Muhammad, Nabi Pembawa Kasih Sayang, Wahai Muhammad, Sungguh aku menghadap dengan dirimu kepada Rabbmu ( Tuhanmu ) dalam hajatku ini, agar Dia mengabulkan hajatku ", lalu kamu sebutkan kebutuhanmu .

Dan nanti selepas kau lakukan itu , datanglah kepada ku , dan kita berangkat sama-sama “.

Maka orang itupun melakukan apa yang di katakan padanya , lalu berangkat menuju rumah Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu dan berhenti di depan pintunya , tidak lama kemudian seorang penjaga pintu datang menghampirinya serta memegang tangannya dan membawanya masuk (menghadap Utsman bin 'Affan), lalu menyuruhnya duduk bersama dengannya di atas tikar , kemudian beliau bertanya : “apa hajatmu?”, maka orang itu menyebutkan hajatnya , dan beliau pun memberinya.

Kemudian beliau berkata padanya : " Kamu tidak pernah menyebutkan kebutuhanmu kecuali saat ini , jika kamu ada kebutuhan lagi , datanglah pada kami ! ".

Kemudian orang itu keluar menemui Ustman bin Hunaif radhiyallahu 'anhu dan berkata : " Semoga Allah membalas kebaikan mu , ( karena ) sebelumnya dia tidak pernah mau memandang kebutuhanku , dan tidak pernah memperhatikannya sampai kamu berbicara padanya ".

Maka Utsman bin Hunaif radhiyallahu 'anhu menjawab : " Demi Allah , aku tidak bicara apa-apa padanya (pada Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu) tentangmu, cuma aku pernah menyaksikan Rasulullah (ketika itu) datang padanya seorang yang buta (dhorir) , dia mengadu padanya tentang penglihatanya yang hilang, lalu Nabi berkata padanya: " Sabar lah ! " , diapun berkata lagi : " Wahai Rosulullah , tidak ada yang menuntunku , dan sungguh amat susah pada diriku ". Maka Nabi berkata :

"Bawalah air wudlu dan berwudlu lah , lalu sholatlah dua rakaat , kemudian berdoalah dengan doa-doa ini ! ".

Utsman bin Hunaif berkata : " Demi Allah , tidak berselang lama kami berpisah dan belum lama kami berbincang-bincang , tiba-tiba orang itu keluar kepada kami , seakan-akan dia tidak pernah buta " .

Ibnu Hajar Al-Haitsami dalam kitabnya Majma' Zawaid 2/565 berkata : " Dan sungguh setelah itu Thabrani berkata : " Hadits tersebut Shahih " ( penShahihan Thabroni ini di katakan ) setelah menyebutkan jalur-jalur hadits yang meriwayatkannya ".

Hujjah yang diambil dari kisah diatas adalah bahwa doa ini tentunya dibaca setelah wafatnya Rasulullah , dan itu diajarkan oleh Utsman bin Hunaif dan dikabulkan Allah.

Bantahan :

Pertama : kalau seandainya benar kisah Utsman bin Hanif ini , maka ini adalah ijtihad dari beliau .

Kedua : bantahan terhadap penukilan Al-Haitsami atas kata-kata penShahihan Thabrani . Yang benar Thabrani tidak bermaksud menshahihkan hadits yang di riwayatkan melalui jalur Syabib bin Said , melainkan menshahihkan hadits lain yang di riwayatkan oleh Syu'bah , yaitu hadits ضَرِيْرٌ ( orang buta ) yang tidak menyebutkan kisah tambahan tentang kisah kholifah Utsman radhiyallahu 'anhu dengan orang yang punya hajat tadi . Berikut ini teks aslinya dari  kitab Mu'jam Shogiir 1/306 no. 508 karya Thabrani ([12]) :

لَمْ يَرْوِهِ عَنْ رَوْحِ بْنِ الْقَاسِمِ إِلَّا شَبِيبُ بْنُ سَعِيدٍ أَبُو سَعِيدٍ الْمَكِّيُّ، وَهُوَ ثِقَةٌ، وَهُوَ الَّذِي يُحَدِّثُ عَنْ ابْنِ أَحْمَدَ بْنِ شَبِيبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ يُونُسَ بْنِ يَزِيدَ الْأُبَلِيِّ.

وَقَدْ رَوَى هَذَا الْحَدِيثَ شُعْبَةُ عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ الْخَطْمِيِّ، وَاسْمُهُ عُمَيْرُ بْنُ يَزِيدٍ وَهُوَ ثِقَةٌ، تَفَرَّدَ بِهِ عُثْمَانُ بْنُ عُمَرَ بْنِ فَارِسٍ بْنِ شُعْبَةُ، وَالْحَدِيثُ صَحِيحٌ.

" Tidak ada yang meriwayatkannya dari Rauh bin Al-Qosim kecuali Syabib bin Said Abu Said al-Makki , dan dia tsiqoh ( dipercaya ), dan dia yang menceritakan hadits dari Ahmad bi Syabib dari bapaknya ( Syabib bin Said ) dari Yunus bin Yazid al-Abully .

Dan telah meriwayatkan pula hadits tersebut Su'bah dari Abu Ja'far Al-Khuthomi yang nama lengkapnya Umair bin Yazid , dan dia itu Tsiqoh ( dipercaya ) . Secara tunggal Utsman bin Umar bin Faris bin Syu'bah meriwayatkannya dengan sanad ini , dan haditst tersebut Shahih ".

Tiada keraguan akan keShahihan hadits Syu'bah tentang dlorir ( orang buta ) yang bertawassul dengan Nabi semasa hidupnya seperti yang telah di sebutkan pada pembahasan Tawassul dengan orang saleh dan lainnya semasa hidupnya dan hadir di hadapannya .

Kisah ini diriwayatkan pula oleh ath-Thabrani dalam kitab “ الْمُعْجَمُ الْكَبِيرُ (9/17-18)”. 

Yang jadi permasalah di sini adalah tambahan kisah yang secara tunggal Syabiib bin Sa’id menyebutkannya sendirian , sesuai dengan yang di nyatakan Thabrani sendiri .  Kondisi Syabib sendiri masih diperdebatkan terutama jika yang meriwayatkan dari dia adalah Abdullah Ibnu Wahab .

Riwayat Abdullah Ibnu Wahab dari Syabiib bin Sa’id itu munkar menurut para ulama hadits , saya lihat ada perbedaan diantara mereka .

Ibnu ‘Adiy dalam kitab “ الْكَامِلُ فِي ضُعَفَاءِ الرِّجَالِ (4/1347)“ berkata : Ibnu Wahab menceritakan darinya haditst-haditst Munkar “. Kemudian beliau berkata :

"وَلَعَلَّ شَبِيبًا بِمِصْرَ فِي تِجَارَتِهِ إِلَيْهَا كَتَبَ عَنْهُ ابْنُ وَهْبٍ مِنْ حِفْظِهِ فَيَغْلَطُ وَيَهِمُ، وَأَرْجُو أَنَّهُ لَا يَتَعَمَّدُ شَبِيبٌ هَذَا الْكَذِبَ" إهـ.

“ Dan kayaknya Syabiib di Mesir dalam perniagaannya ke sana , Ibnu Wahab menulis dari nya lewat hafalannya , maka terjadi kesalahan hafalan dan wahm ( وَهْمٌ ) , dan saya berharap bahwa dia tidak dengan sengaja untuk berdusta “.

Dan Kisah ini porosnya pada sanad ini , maka matan nya juga mungkar . Diperkuat lagi atas kemungkaran kisah ini adalah hadits yang di riwayatkan al-Hakim dalam kitab “ المستدرك (1/526-527)“ dan Ibnu as-Sunny dalam kitab “ عَمَلُ الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ hal. 170 “ dari jalur berikut ini :

مِنْ طَرِيقِ أَحْمَدَ بْنِ شَبِيبِ بْنِ سَعِيدٍ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبِي عَنْ رَوْحِ بْنِ الْقَاسِمِ عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ الْمَدَنِيِّ وَهُوَ الْخَطْمِيُّ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ بْنِ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ عَنْ عَمِّهِ عُثْمَانَ بْنِ حُنَيْفٍ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ، وَجَاءَهُ رَجُلٌ فَذَكَرَ الْحَدِيثَ .... دُونَ الْقِصَّةِ.

Dari jalur Ahmad bin Syabiib bin Sa’iid , dia berkata : telah bercerita kepada kami Ayahku , dari Rouh bin Qoosim daro Abu Ja’far al-Madany al-Khuthomy , dari Abu Umamah bin Sahal bin Haniif dari Pamannya ‘Ustman bin Haniif , dia berkata : aku mendengar Rosulullah , dan datang kepadanya seorang lelaki …. Dst , tanpa menyebutkan kisah lelaki yang datang kepada Utsman bin ‘Affan .

Asy-Syeikh Sholeh Aali asy-Syeikh dalam kitab “ هٰذِهِ مَفَاهِيمُنَا hal. 39 “ :

وَهَذِهِ الرِّوَايَةُ أَصَحُّ؛ لِأَنَّهَا مِنْ رِوَايَاتِ أَحْمَدَ بْنِ شَبِيبٍ عَنْ أَبِيهِ، قَالَ الْحَافِظُ فِي "التَّقْرِيبِ" فِي تَرْجَمَةِ شَبِيبٍ: "لَا بَأْسَ بِحَدِيثِهِ مِنْ رِوَايَاتِ ابْنِهِ أَحْمَدَ عَنْهُ، لَا مِنْ رِوَايَةِ ابْنِ وَهْبٍ" إهـ.

فَأَحْمَدُ بْنُ شَبِيبٍ وَهُوَ الرَّاوِي الْمُخْتَصُّ بِأَبِيهِ لَمْ يَذْكُرِ الْقِصَّةَ عَنْ أَبِيهِ، وَهِيَ مِنْ نَفْسِ الطَّرِيقِ الَّتِي رَوَاهَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ شَبِيبٍ، فَدَلَّ تَفَرُّدُ ابْنِ وَهْبٍ عَنْ شَبِيبٍ عَلَى نَكَارَتِهَا، وَدَلَّتْ مُخَالَفَةُ رِوَايَةِ ابْنِ وَهْبٍ عَنْ شَبِيبٍ -وَهِيَ مُنْكَرَةٌ- لِرِوَايَةِ أَحْمَدَ بْنِ شَبِيبٍ عَنْ أَبِيهِ شَبِيبٍ دَلَّ ذَلِكَ عَلَى شِدَّةِ نَكَارَتِهَا وَبُطْلَانِهَا، وَأَنَّهَا يُمْكِنُ أَنْ تَكُونَ مَكْذُوبَةً.

“ Ini adalah riwayat yang paling shahih ; karena , itu adalah bagian dari riwayat-riwayat Ahmad bin Syabiib dari Ayahnya . Al-Haafiidz Ibnu Hajar dalam kitab “التَّقْرِيبُ“ dalam pembahasan biografi Syabiib “, dia berkata : “ Tidaklah mengapa dengan haditsnya jika dari riwayat-riwayat anaknya Ahmad darinya , tapi tidak dari riwayat Ibnu Wahab “.

Maka Ahmad bin Syabib , dia itu adalah perawi khusus dari ayahnya , tapi dia tidak menyebutkan kisah lelaki tersebut dari ayahnya , padahal dari jalur yang sama seperti yang diriwayatkan Ibnu Wahab dari Syabiib . Maka ini menunjukkan bahwa Ibnu Wahab secara tunggal meriwayatkan dari Syabiib matan yang mungkar . Dan dengan adanya riwayat Ibnu Wahab dari Syabib ini menyelisihi riwayat Ahmad bin Syabiib dari Ayahnya – Syabiib – ini menunjukkan betapa dasyatnya kemungkaran dan kebatilannya , dan bisa jadi kisah itu dusta yang dibikin-bikin “. (هٰذِهِ مَفَاهِيمُنَا hal. 39).

Di tambah lagi dalam sanad nya terdapat Syeikh nya Imam ath-Thabraany , yaitu Thoohir bin ‘Iisaa, dia itu Majhul tidak dikenal dengan ‘adaalahnya (  عَدَالَةٌ ) nya seperti yang disebutkan adz-Dzahabi , karena beliau diam tidak men jarh dan tidak pula men ta’diil , maka dia kondisinya tidak dikenal ( مَجْهُولُ الْحَالِ ) , tidak boleh berhujjah dengan khabarnya , apalagi kandungannya menyelisihi al-Quran dan as-Sunnah , seperti yang dikatakan oleh asy-Syeikh Sulaiman bin ‘Abdullah dalam kitab “ تَيْسِيرُ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ hal. 212 “.

Riwayat Ibnu Wahab ini  memang ada mutaaba'ah ( penguat ) riwayat dari dia , yaitu dua putra Syabib yang bernama Ismail dan Ahmad . Adapun Ismail , ia sama sekali tidak di kenal sebagai perawi di kalangan ulama hadits . Sedangkan saudaranya Ahmad adalah shoduq ( hafalannya tidak bagus ) . Sementara bapaknya Syabib bin Said dia itu tsiqoh ( dipercaya ) tapi hafalannya lemah , hadits dia baru bisa di jadikan hujjah jika yang meriwayatkan dari dia adalah putranya Ahmad , dan Syabib sendiri meriwayatkannya dari Yunus bin Yazid , seperti yang dikatakan Thabrani tadi .

( Lihat pula : Mizanul I'tidal karya Adz-Dzahabi 2/262 , al-Jarh wat Ta'diil karya Ibnu Abi Hatim 4/359 no. 1572 dan Muqoddimah Fathul Bari karya Al-Hafidz Ibnu Hajar hal. 133)

Lagi pula riwayat Ahmad putra Syabib ini berbeda-beda , seperti yang diriwayatkan Ibnu Sinni dalam kitabnya “ عَمَلُ الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ hal. 202 “ dan Al-Hakim 1/526 melalui tiga jalur dari Ahmad bin Syabib tanpa adanya kisah tambahan .

 Begitu juga riwayat Aun bin Ammaroh al-Bashry , dia berkata : telah bercerita pada kami Rauh bin al-Qosim dan seterusnya dengan sanad yang sama tanpa ada kisah tambahan . Meskipun Aun ini dlaif , tapi riwayatnya lebih diutamakan dari pada riwayat Syabib , karena cocok dengan riwayat Hammad bin Salamah dari Abu Ja'far al-Khuthomi .

Syeikh Al-Albaany dalam kitab At-Tawassul hal. 85-86 berkata : " Kesimpulannya : Sesungguhnya kisah tambahan ini lemah dan mungkar , karena ada tiga faktor :

·                     Lemahnya hafalan perawi tunggal .

·                     Adanya perbedaan riwayat kisah tambahan dalam haditst .

·                     Bertabrakan dengan para perawi yang tsiqoot yang tidak menyebutkan kisah tambahan dalam hadits .

Sementara satu faktor saja dari yang tiga itu sudah cukup untuk menjatuhkan keabsahan kisah tersebut , maka bagaimana jika kumpul tiga-tiganya ? .

*****

DALIL TAWASSUL KE DELAPAN :

Dalil yang membolehkan bertawassul dengan orang yang telah wafat.

Sebuah hadits yang kandungannya menjelaskan bahwa Nabi menganjurkan umat nya ketika tersesat jalan dipadang pasir , di hutan belantara atau tempat lainya agar meminta bantuan kepada para malaikat tertentu untuk menunjukkan jalan .

Hadits tersebut terdapat tiga riwayat dari tiga sahabat radhiyallahu ‘anhu :

---

RIWAYAT PERTAMA :

Hadits Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma bahwa Rosulullah bersabda :

إِنَّ لِلَّهِ مَلائِكَةً فِي الأَرْضِ سِوَى الْحَفَظَةِ ، يَكْتُبُونَ مَا سَقَطَ مِنْ وَرَقِ الشَّجَرِ ، فَإِذَا أَصَابَ أَحَدَكُمْ عَرْجَةٌ بِأَرْضٍ فَلاةٍ فَلْيُنَادِ : أَعِينُوا عِبَادَ اللَّهِ  !

" Sesungguhnya Allah memilki para malaikat di bumi selain malaikat hafadzah yang menulis daun-daun yang berguguran, maka jika kalian di timpa kesulitan di suatu padang maka hendaklah mengatakan : tolonglah aku ( tunjukkan jalan ) , wahai para hamba Allah”.

( HR. Al-Bazzaar dalam Musnadnya no. 4922 (11/181) . Dan diriwayatkan pula oleh Imam Baihaqi dalam Sya’bul Imaan dan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnafnya .

Al-Bazzaar berkata :

"هَذَا الْكَلامُ لا نَعْلَمُهُ يُرْوَى عَن النَّبِيّ ﷺ بِهَذَا اللَّفْظِ إلاَّ مِن هَذَا الْوَجْهِ بِهَذَا الإِسْنَادِ"

“ Perkataan ini kami tidak mengetahuinya diriwayatkan dari Nabi dengan lafadz seperti ini kecuali dari arah yang satu ini dengan sanad ini “.

Al-Haitsami dalam Majma’ Zawaaid 10/132 : para perawinya tsiqoot “.

Ibnu ‘Allan dalam [الْفُتُوحَاتُ الرَّبَّانِيَّةُ (10/132 )] mengutip perkataan Al-Hafidz Ibnu Hajar :

"هٰذَا حَدِيثٌ حَسَنُ الْإِسْنَادِ، غَرِيبٌ جِدًّا".

Dihasankan pula oleh al-Hafidz as-Sakhoowi dalam ( الاِبْتِهَاجُ بِأَذْكَارِ الْمُسَافِرِ وَالْحَاجِّ hal.39 ) .

Dalam riwayat lain masih dari Ibnu ‘Abbas dengan lafadz :

"إِنَّ لِلَّهِ مَلَائِكَةً فِي الْأَرْضِ يَكْتُبُونَ مَا يَقَعُ فِي الْأَرْضِ مِنْ وَرَقِ الشَّجَرِ، فَإِنْ أَصَابَ أَحَدًا مِنْكُمْ عَرَجَةٌ، أَوِ احْتَاجَ إِلَى عَوْنٍ بِفَلَاةٍ مِنَ الْأَرْضِ، فَلْيَقُلْ: أَعِينُوا عِبَادَ اللَّهِ رَحِمَكُمُ اللَّهُ، فَإِنَّهُ يُعَانُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ" .

" Sesungguhnya Allah memilki para malaikat di bumi yang menulis daun-daun yang berguguran, maka jika kalian di timpa عَرَجَةٌ (kaki jadi pincang) atau butuh pertolongan di suatu padang yang luas maka hendaklah mengatakan : ‘ Tolonglah aku wahai para hamba Allah , semoga Allah merahmati kalian’ , Maka sungguh dia akan di tolong , insya Allah “.

[HR. Al-Baihaqy dalam kitab “الْآدَابُ”  hal. 269 dan “شُعَبُ الإِيمَانِ” (10/140-141 )].

---

RIWAYAT KE DUA :

Hadits ‘Utban bin Ghozwaan radhiyallahu 'anhu dari Nabi bersabda : 

"إِذَا أَضَلَّ أَحَدُكُمْ شَيْئًا، أَوْ أَرَادَ أَحَدُكُمْ عَوْنًا، وَهُوَ بِأَرْضٍ لَيْسَ بِهَا أَنِيسٌ، فَلْيَقُلْ: يَا عِبَادَ اللَّهِ، أَغِيثُونِي، يَا عِبَادَ اللَّهِ، أَغِيثُونِي، فَإِنَّ لِلَّهِ عِبَادًا لَا نَرَاهُمْ".

قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: "وَقَدْ جُرِّبَ ذَلِكَ".

“ Jika salah seorang diantara kalian kehilangan sesuatu , atau salah seorang diantara kalian menginginkan pertolongan , dan dia sedang berada di atas bumi yang tidak ada keramahan ( menyeramkan ) , maka katakanlah : wahai para hamba Allah tolongilah aku ! wahai para hamba Allah tolongilah aku ! Maka sesungguhnya Allah swt memiliki para hamba yang kita tidak bisa melihatnya “

Ath-Thabraany berkata : “ Dan sungguh itu telah teruji “.

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Thabraany dalam (الْمُعْجَمُ الْكَبِيرُ) 17/117 .

----

RIWAYAT KE TIGA :

Hadits Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu, bahwa Rosulullah bersabda :

"إِذَا انْفَلَتَتْ دَابَّةُ أَحَدِكُمْ بِأَرْضٍ فَلَاةٍ فَلْيُنَادِ: يَا عِبَادَ اللَّهِ، احْبِسُوا! يَا عِبَادَ اللَّهِ، احْبِسُوا! فَإِنَّ لِلَّهِ حَاضِرًا فِي الْأَرْضِ سَيَحْبِسُهُ".

“ Jika binatang tunggangan salah seorang diantara kalian lepas di padang belantara , maka seru lah : wahai para hamba Allah , tahanlah ! wahai para hamba Allah , tahanlah ! Maka sesungguhnya bagi Allah swt ada ( malaikat ) yang hadir di bumi yang akan menahannya “.

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam Mushonnaf nya (no. 5269), Thabrany dalam [الْمُعْجَمُ الْكَبِيرُ (10/217 )] dan Ibnus Sinny dalam  [عَمَلُ الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ (508 )].

SISI PENDALILAN :

Hadits ini adalah dalil akan dibolehkannya bertawassul dan beristighotsah dengan orang-orang yang sudah meninggal , serta minta bantuan kepada nya . Terutama kepada Nabi Muhammad dan orang-orang shaleh yang telah wafat .  

----

BANTAHAN :

Pertama : Hadits ‘Utban bin Ghozwaan radhiyallahu 'anhu:

Ibnu Hajar al-Haitsamy berkata :

"رِجَالُهُ وُثِّقُوا عَلَى ضَعْفٍ فِي بَعْضِهِمْ، إِلَّا أَنَّ زَيْدَ بْنَ عَلِيٍّ لَمْ يُدْرِكْ عُتْبَةَ".

“ Para perawi nya tsiqoot , tapi ada yang dhoifnya sebagian , kecuali Zaid bin ‘Ali tidak pernah ketemu ‘Utbah “ . (  مَجْمَعُ الزَّوَائِدِ وَمَنْبَعُ الْفَوَائِدِ ) 10/132 .

Riwayat ‘Utban ini didhoifkan oleh Syeikh al-Albaany dalam ( سِلْسِلَةُ الْأَحَادِيثِ الضَعِيفٌةِ ) 2/110.

Kedua : Hadits Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu,

Al-Haitsami dalam [مَجْمَعُ الزَّوَائِدِ (10/132 )] berkata : “ di dalam nya terdapat Ma’ruf bin Hasan , dan dia adalah dhoif “.

Dan as-Sakhowi dalam ( الاِبْتِهَاجُ بِأَذْكَارِ الْمُسَافِرِ وَالْحَاجِّ hal. 39 ) berkata : “ Dan sanadnya dhoif”.

Riwayat ini juga di dhoifkan oleh Syeikh al-Albaany [سِلْسِلَةُ الْأَحَادِيثِ الضَعِيفٌةِ (2/108)].

Ketiga : Hadits Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu.

Ada yang mengatakan bahwa sanad hadits Ibnu ‘Abbaas ini terdapat 3 illat :

Illat pertama :

Sanad hadits ini berporos pada satu orang yaitu pada Usamah bin Zaid al-Laitsy al-Madany. Dia termasuk para perawi yang diperselisihkan antar sesama ulama Jarh wat-Ta’diil . Sebagian mereka ada yang men tsiqoh kannya , dan sebagian lagi men dhoif kannya . Kesimpulannya dalam hafalannya (حِفْظُه) dan keakuratannya (ضَبْطُهُ ) diperdebatkan .

Imam Ahmad berkata :

"إِنْ تَدَبَّرْتَ حَدِيثَهُ سَتَعْرِفِ النَّكِرَةَ فِيهَا". إنْتَهَى.

“ Jika kamu tadabburi hadits nya maka kamu akan mengetahui kemungkaran di dalamnya “. ["Al-Kāmil fī u'afāa’ ar-Rijāl" (2/76).]

Dan Yahya bin Sa’iid mendhaifkannya . Sementara Abu Hatim berkata : “ Ditulis haditsnya , tapi tidak dijadikan hujjah “. ( baca : هٰذِهِ مَفَاهِيمُنَا hal. 49 )

Al-Hafidz Adz-Dzahabi berkata tentang dia :

" صَدُوقٌ يهم ، اخْتلف قَول يحيى الْقطَّان فِيهِ ، وَقَالَ أحْمَد: لَيْسَ بِشَيْء ، وَقَالَ النَّسَائِيّ : لَيْسَ بِالْقَوِيِّ ، وَقَالَ ابْن عدي : لَيْسَ بِهِ بَأْسٌ  ". انتهى

“ Dia itu Orang yang jujur tetapi mempunyai wahm [yakni : menunjukkan kejujuran rawi tetapi tidak bisa dipastikan keakuratannya (ضَبْطُهُ ) ] , sementara perkataan Yahya bin Qoththon berbeda-beda tentang dia . Dan Imam Ahmad berkata : “ Tidaklah mengapa dengannya /lumayan” . [Al-Mughni fi ad-Du‘afā* (1/66)]

Dan an-Nasaai berkata : “Dia tidak kuat “. Dan Ibnu ‘Adiy berkata : “Tidak ada cacat padanya”.

Al-Barraqi berkata : “ Dia termasuk orang yang lemah” . Dan dia berkata pula : “Yahya telah berkata kepadaku : أنْكَرُوا عَلَيْهِ أحَادِيْثَ / mereka mengingkari hadits-haditsnya”. ( baca : هٰذِهِ مَفَاهِيمُنَا hal. 50 )

Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam at-Taqriib (98) berkata :  " صَدُوقٌ يَهِمُ " Orang yang jujur tetapi mempunyai wahm “.

Adapun orang-orang yang mentautsiqnya , diantaranya Yahya bin Ma’in dalam riwayat Abu Ya’la , dan begitu juga dalam riwayat ‘Abbaas .

Namun dalam riwayat ad-Daarimy dari Yahya bin Ma’iin , dia berkata : “ لَيْسَ بِهِ بَأْسٌ / tidak mengapa dengannya “.

Begitu juga Ibnu ‘Adiy , dia berkata : “ لَيْسَ بِحَدِيثِهِ بَأْسٌ / tidak mengapa dengan haditsnya“.

Ibnu Syahiin telah men tautsiq nya , begitu juga Ibnu Hibban tapi ada kata tambahan : “ يُخْطِئُ / suka salah-salah hafalannya “.

Kesimpulannya :

Bagi yang mencermati pendapat-pendapat para ulama hadits tentang Usamah bin Zaid al-Laitsy al-Madany , maka tahu bahwa apa yang dia riwayatkan secara sendirian , maka riwayatnya ditolak, tapi kalau ada mutaba’ah maka diterima . Dan diantara hadits-hadits yang dia riwayatkan secara sendirian adalah hadits Ibnu ‘Abbaas ini . ( baca : هٰذِهِ مَفَاهِيمُنَا hal. 50 ) 

Illat kedua :

Haatim bin Isma’iil , perawi dari Usaamah bin Zaid .

Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam at-Taqriib (98) berkata :

"صَحِيحُ الْكِتَابِ صَدُوقٌ يَهِمُ"

Shahih catatannya , dia Orang yang jujur tetapi mempunyai wahm

[Yakni : menunjukkan kejujuran perawi tetapi tidak bisa dipastikan keakuratannya (ضَبْطُهُ ) ]

Syeikh al-Albaany berkata : “ Ja’far bin ‘Aun telah menyelisihinya , maka dia berkata : telah bercerita kepada kami Usamah bin Zaid ….. maka dia meriwayatkannya MAUQUF kepada Ibnu ‘Abbaas . [Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam شُعَبُ الإِيمَانِ (2/455)].

Sementara Ja’far bin ‘Aun lebih tsiqoh dibanding Hatim bin Ismail . Meskipun kedua duanya perawi yang dipakai Bukhori dan Muslim , namun Ja’far bin ‘Aun ini tidak ada yang men jarh nya sama sekali , berbeda dengan Hatim bin Ja’far , maka an-Nasaaii berkata tentang Hatim ini : “ لَيْسَ بِالْقَوِيِّ dia tidak kuat “ .

Dan yang lainnya berkata : “ فِيهِ غَفْلَةٌ“ pada dirinya terdapat kelalaian .

Oleh karena itu al-Hafidz Ibnu Hajar berkata : “صَحِيحُ الْكِتَابِ صَدُوقٌ يَهِمُ“ , tapi kalau tentang Ja’far beliau hanya mengatakan : “ صَدُوقٌ “ saja . ( baca : هٰذِهِ مَفَاهِيمُنَا hal. 50 )

Illat yang ketiga :

Para perawi dari Usamah bin Zaid , mereka berselisih padanya dalam hadits ini , maka diantara mereka ada yang meriwayatkan darinya secara marfu’ dari perkataan Nabi . Dan sebagian lagi ada yang meriwayatkannya mauquf kepada Ibnu Abbas , yakni dari perkataannya bukan dari Nabi .

Sementara yang meriwayatkannya secara mafu’ hanya satu orang saja, yaitu Hatim bin Isma’il, yaitu yang disebutkan oleh Al-Bazzaar dalam Musnadnya no. (4922).

Sedangkan ada empat perawi lainnya menyelisihnya , mereka itu adalah sbb :

1)  Abdullah bin Farroukh , riwayatnya disebutkan oleh Imam Baihaqi dalam Sya’bul Iman 1/325 .

2)  Rouh bin ‘Ubadah , riwayatnya disebutkan oleh Imam Baihaqi dalam Sya’bul Iman 10/140 .

3)  Ja’far bin ‘Aun , riwayatnya disebutkan oleh Imam Baihaqi dalam Sya’bul Iman 10/140 .

4)  Abu Kholid al-Ahmar riwayatnya disebutkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushonnaf 6/91 .

Keempat-empatnya meriwayatkan dari Usamah bin Zaid al-Laitsy dengan sanad mauquf kepada Ibnu ‘Abbaas .

Maka tidak ada keraguan lagi bahwa riwayat Mauquf di sini lebih rojih ; karena jumlah perawinya lebih banyak , lebih akurat , lebih jauh dari melakukan kesalahan dan wahm.

Oleh sebab itu Syeikh al-Albaany dalam [سِلْسِلَةُ الْأَحَادِيثِ الضَعِيفٌةِ (2/112 )] mentarjih mauquf pada Ibnu ‘Abbaas .

Imam asy-Syaafii berkata : 

" وَالْعَدَدُ أَوْلَى بِالْحِفْظِ مِنَ الْوَاحِدِ" انتهى

“ Berbilang lebih utama dalam hafalan dari pada tunggal / satu orang”. ( Baca : “اخْتِلَافُ الْحَدِيثِ” hal. 177)

Al-Hafidz Syamsuddin adz-Dzahabi berkata :

"وَإِنْ كَانَ الْحَدِيثُ قَدْ رَوَاهُ الثَّبْتُ بِإِسْنَادٍ، أَوْ وَقَفَهُ، أَوْ أَرْسَلَهُ، وَرُفَقَاؤُهُ الْأَثْبَاتُ يُخَالِفُونَهُ، فَالْعِبْرَةُ بِمَا اجْتَمَعَ عَلَيْهِ الثِّقَاتُ، فَإِنَّ الْوَاحِدَ قَدْ يَغْلَطُ، وَهُنَا قَدْ تَرَجَّحَ ظُهُورُ غَلَطِهِ فَلَا تَعْلِيلَ، وَالْعِبْرَةُ بِالْجَمَاعَةِ"

“Jika ada seorang perawi tsabat ( kokoh dan dipercaya ) meriwayatkan sebuah hadits dengan sanad marfu’ atau mauquf atau mursal , sementara beberapa perawi tsabat lainnya menyelisihinya , maka yang dijadikan ‘ibroh adalah riwayat yang disepakati para perawi tsiqoot ; karena perawi tsabat yang cuma satu orang terkadang melakukan kesalahan , dan dalam kondisi seperti ini telah betul-betul nampak melakukan kesalahan yang nyata , maka tidak alasan lagi , dan yang dijadikan patokan adalah riwayat jamaah “.  ( Baca : “الْمُوقِظَةُ” hal. 52 )

Maka yang rojih dalam hadits ini adalah mauquf dari perkataan Ibnu ‘Abbas , bukan dari perkataan Nabi .

---

JAWABAN terhadap bantahan di atas :

Jika seandainya kami menerimanya bahwa hadits ini mauquf dari perkataan Ibnu ‘Abbas , bukan dari perkataan Nabi , namun demikian Imam Baihaqi berkata :    

" هَذَا مَوْقُوفٌ عَلَى ابْنِ عَبَّاسٍ ، مُسْتَعْمَلٌ عِنْدَ الصَّالِحِينَ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ لِوُجُودِ صِدْقِهِ عِنْدَهُمْ فِيمَا جَرَّبُوا ". انتهى

“ Hadits ini mauquf kepada Ibnu Abbaas , namun banyak diamalkan oleh orang-orang sholeh dari kalangan Ahli Ilmu ; karena sudah terbukti pada mereka setelah mereka mencobanya “. ( Baca kitab “الْآدَابُ” hal. 269 )

Dan salah seorang dari para ulama yang mengamalkan hadits ini adalah Imam Ahmad bin Hanbal. Seperti yang diriwayatkan oleh putranya , yaitu Abdullah bin Imam Ahmad, beliau berkata :

"سَمِعْتُ أَبِي يَقُولُ: حَجَجْتُ خَمْسَ حِجَجٍ، مِنْهَا اثْنَتَيْنِ رَاكِبًا، وَثَلَاثَةً مَاشِيًا أَوِ اثْنَتَيْنِ مَاشِيًا وَثَلَاثَةً رَاكِبًا، فَضَلِلْتُ الطَّرِيقَ فِي حَجَّةٍ، وَكُنْتُ مَاشِيًا، فَجَعَلْتُ أَقُولُ: يَا عِبَادَ اللَّهِ دُلُّونِي عَلَى الطَّرِيقِ، فَلَمْ أَزَلْ أَقُولُ ذَلِكَ حَتَّى وَقَفْتُ عَلَى الطَّرِيقِ". انتهى

Aku mendengar ayahku berkata : “ Aku telah pergi haji lima kali , dua diantaranya berkendaraan dan tiga jalan kaki . Atau dua jalan kaki dan tiga naik kendaraan . Maka dalam salah satu perjalanan haji ku , aku tersesat , saat itu aku berjalan kaki , maka aku menyeru : Wahai para hamba Allah tunjukkan lah aku ke jalan ! Dan aku ucapkan kata-kata itu terus menerus sampai aku berada diatas jalan “. 

( Di nukil dari “مَسَائِلُ الْإِمَامِ أَحْمَدَ” riwayat Putra beliau Abdullah hal. 245 . Dan lihat pula “تَارِيخُ دِمَشْقَ” karya Ibnu ‘Asaakir 5/298 ) .

Al-Imam an-Nawawi dalam kitab ( الأَذْكَارُ hal. 224 )  berkata :

"حَكَى لِي بَعْضُ شُيُوخِنَا الْكِبَارِ فِي الْعِلْمِ أَنَّهُ أَفْلَتَتْ لَهُ دَابَّةٌ - أَظُنُّهَا بَغْلَةً - وَكَانَ يَعْرِفُ هَذَا الْحَدِيثَ، فَقَالَهُ، فَحَبَسَهَا اللَّهُ عَلَيْهِمْ فِي الْحَالِ، وَكُنْتُ أَنَا مَرَّةً مَعَ جَمَاعَةٍ، فَانْفَلَتَتْ مِنْهَا بَهِيمَةٌ وَعَجَزُوا عَنْهَا، فَقُلْتُهُ، فَوَقَفَتْ فِي الْحَالِ بِغَيْرِ سَبَبٍ سِوَى هَذَا الْكَلَامِ".

Telah bercerita pada ku sebagian dari para syeikh kibaar kami bahwa binatang tunggangan dia pernah lepas / kabur – kalau gak salah binatang baghlah - , dan dia tahu hadits ini , maka dia pun mengucapkan nya , maka seketika itu juga Allah swt menahannya . Dan aku sendiri pernah satu kali bersama jemaah , maka binatang ternak dari meraka kabur , mereka tidak mampu menangkapnya , maka aku pun mengucapkannya , maka seketika itu juga berhenti tanpa adanya sebab selain ucapan ini“. 

----

BANTAHAN :

Ada beberapa batasan Istighotsah yang masuk dalam katagori Istighotsah Syirik , diantaranya yaitu : “ meminta kepada selain Allah yang dia tidak mampu melakukannya kecuali hanya Allah saja yang mampu “. Adapun istighotsah kepada makhluk yang ia mampu melakukannya, maka yang demikian itu sama sekali bukan termasuk kesyirikan.

Dan Hadits tersebut diatas didalam nya mengkabarkan tentang adanya golongan dari malaikat , dan mereka hidup dalam kehidupan yang alami sejalan dengan kodrat dan kemampuan yang telah Allah takdirkan untuk mereka . Allah swt telah menempatkan mereka di bumi yang diantara tugasnya untuk menolong orang-orang yang tersesat dengan cara membimbing dan menunjukkan nya ke arah jalan . Barang siapa meminta kepada mereka untuk hal tersebut , maka dia telah minta bantuan sesuatu kepada makhluk yang hidup yang punya kemampuan atasnya dan hakikatnya Allah swt menunjukkannya lewat mereka.

Berbeda dengan minta bantuan kepada makhluk yang tidak punya kemampuan untuk melakukan hal yang diinginkan oleh peminta nya . Contohnya : minta bantuan atau pertolongan kapada makhluk yang sudah mati atau minta bantuan kepada yang ghaib ( yakni tidak hadir ditempat ) untuk menyembuhkan penyakitnya atau agar dianugerahi anak atau memudahkan istrinya dalam melahirkan atau minta Ilmu pellet , pengasihan dan lain sebagainya dari perkara-perkara yang diluar kemampun makhluk tersebut .  Maka yang demikian itu perbuatan syirik .

Syeikh Taqiyuddin Ibnu Taimiyah berkata :

“ Al-Istighootsah artinya meminta al-ghouts (الْغَوْثُ) yang artinya menghilangkan kesulitan . Sama seperti kata al-istinshoor (الِانْتِصَارُ) artinya meminta kemenangan , begitu juga al-isti’aanah (الِاسْتِعَانَةُ) artinya meminta bantuan . Dan boleh meminta bantuan kepada makhluk dalam perkara-perkara yang dia mampu melakukannya . Seperti yang Allah swt firmankan :

﴿وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ﴾

Dan jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam urusan agama, maka wajib memberi pertolongan”, (QS Al-Anfal : 72).

Dan firman Allah swt yang lain :

﴿فَاسْتَغَاثَهُ الَّذِي مِنْ شِيعَتِهِ عَلَى الَّذِي مِنْ عَدُوِّهِ﴾

’Maka orang dari kaumnya meminta pertolongan kepada Musa, untuk mengalahkan orang yang merupakan musuhnya..’ [al-Qashash: 15].

Dan firman lainnya :

﴿وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى﴾

“ Dan saling tolong menolong lah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan “.

Adapun meminta sesuatu diluar kemampuan nya kecuali hanya Allah , maka tidak boleh meminta nya kecuali hanya kepada Allah . ( Majmu’ al-Fataawaa 1/103 ).

Dan beliau berkata pula di halaman lain ( Majmu’ al-Fataawaa 1/329 ) : “Adapun meminta sesuatu diluar kemampuan nya kecuali hanya Allah , maka tidak boleh meminta nya kecuali hanya kepada Allah , maka tidak boleh memohon kepada selain Allah swt : “ ampunilah dosa-dosa aku ! turunkan hujan untuk kami ! , berilah kami kemenangan terhadap orang-orang kafir ! berikan lah hidayah pada hati kami ! …. Dan yang semisalnya . Adapun segala sesuatu yang manusia mampu melakukannya , maka tidak termasuk pada bab ini ….”. 

Dan pada halaman (1/344) : “ Dan telah berlalu sunnah bahwa orang yang hidup boleh dimintai doa darinya , sama seperti halnya dimintai bantuan sesuatu yang ia mampu menunaikannya . Adapun makhluk ghaib dan orang mati tidak bisa dimintai sesuatu darinya“.

Dan Syeikh Sholeh Aali al-Syeikh berkata dalam kitabnya [هٰذِهِ مَفَاهِيمُنَا (ص: 56) ] :

“ Dan Hadits diatas tidak menunjukkan seperti yang didakwa kan sebagian orang yang mengatakan bahwa hadits ini adalah dalil bolehnya meminta bantuan kepada orang-orang yang sudah mati dan yang semisalnya , akan tetapi dalam hadits jelas sekali menyatakan bahwa makhluk yang diajak berdialog oleh orang yang tersesat jalan adalah para malaikat , mereka hidup , mereka mendengar akan perkataan orang yang tersesat itu , mereka tahu jika orang tersesat itu mengajak bicara dengannya , mereka mampu memenuhi permohonannya dengan izin Robb mereka ; karena mereka hidup , memungkinkan untuk menunjukkan jalan bagi orang yang tersesat , mereka adalah para hamba Allah , mereka hidup , mereka mendengar , mereka bisa mengabulkannya dengan kemapuan yang telah Allah berikan padanya , yaitu kemampuan menunjukkan jalan bagi orang-orang yang tersesat di tanah lapang [الَفَلَاةٍ].

Maka barang siapa yang menjadikan hadits ini sebagai dalil akan boleh nya menyeru atau memanggil orang tertentu - yang sudah mati – maka sungguh dia telah berdusta kepada Rosulullah . Dan dia benar-benar tidak memperhatikan dan mentadabburi perkataan Nabi , dan yang demikian itu terutam Ahlul Ahwaa’.

Jika telah jelas permasalahannya : Maka atsar ( yakni hadits org tersesat jalan ) ini masuk dalam katagori bacaan-bacaan dzikir dan doa-doa (الأَذْكَارُ ) yang boleh bermudah-mudahan mengamalkannya meskipun atsar tersebut dhoif , selama bacaan tersebut berjalan diatas pondasi-pondasi Syariah (جَارِيَةٌ عَلَى الْأُصُولِ الشَّرْعِيَّةِ) dan tidak menyelisihi nash-nash al-Quran dan hadits-hadits Nabi .

Kemudian kata-katanya nya harus khusus sesuai dalil yang ada, yakni :

"عِبَادَ اللَّهِ أَعِينُونِي!"

“Wahai para hamba Allah bantulah aku … !”

Karena ini adalah masalah aqidah yang tidak boleh di qiyaskan kepada yang lain , karena masalah-masalah aqidah itu harus dibangun diatas dalil.

"الْعَقَائِدُ مَبْنَاهَا عَلَى التَّوْقِيفِ".

KESIMPULANNYA :

Kesimpulan dari perkataan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah , Syeikh Sholeh Aali al-Syeikh dan para ulama yang sependapat dengan mereka berdua :

“ Bahwa segala sesuatu yang diluar kemampuan selain Allah , maka itu adalah bagian dari kekhususan rububiyah Allah swt [مِنْ خَصَائِصِ رُبُوبِيَّتِهِ], seperti : menghidupkan, mematikan , rizki …. dsb , maka ini semua tidak boleh memintanya kepada selain Allah swt .

Maka barang siapa beristighotsah dalam perkara-perkara tersebut kepada selain Allah , maka dia telah menyekutukan Allah swt .

Dan adapun perkara-perkara yang makhluk itu melakukannya , maka tidak mengapa meminta bantuan kepadanya :

Dengan demikian bertighotsah kepada para makhluk itu dibolehkan jika memenuhi syarat-syarat sbb :

1-  Makhluk tersebut  masih hidup , hadir , mendengar , bisa memahami dan punya kemampuan untuk menunaikannya .

2-  Tidak ada ritual , amalan-amalan atau syarat-syarat yang mengandung unsur kesyirikan.

Berangkat dari hadits ini dan kisah Nabi Sulaiaman As , maka Syeikh Taqiyuddin Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Majmu’ al-Fataawaa 11/307 menjelaskan tentang :

===***===

“HUKUM MANUSIA MEMINTA BANTUAN KEPADA JIN “

Beliau telah memperinci permasalahan ini sbb  :

“ Bahwa hubungan antara jin dan manusia terdapat beberapa hal :

Pertama : Barang siapa orangnya telah menyuruh jin untuk melakukan sesuatu yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya , maka dia termasuk orang yang paling utama dalam wali-wali Allah .

Kedua : Barang siapa yang memperalat Jin dalam perkara-perkara mubaah baginya , maka dia seperti orang yang memperalat sesama manusia dalam perkara itu .

Ketiga : Barang siapa yang menggunakan jin-jin itu untuk urusan yang di larang oleh Allah dan Rasul-nya , seperti kesyirikan , membunuh orang yang maksum (tidak bersalah)  atau menganiaya di bawah pembunuhan , maka jika dia minta pertolongan pada mereka untuk perbuatan kekufuran , maka dia itu kafir . Dan jika untuk perbuatan maksiat , maka dia adalah pelaku maksiat , bisa jadi dia itu seorang fasiq , atau pendosa tapi bukan fasiq . 

Dan dalam kitab al-Majmu’ 62/19 Syeikh Taqiyuddin Ibnu Taimiyah berkata :

“ Dan adapun bertanya kepada Jin atau bertanya kepada orang yang bertanya pada mereka ( para jin ) : maka jika pertanyaan itu dalam bentuk kepercayaan kepada mereka dalam semua informasinya , dan juga dalam bentuk pengagungan terhadap jin yang di tanya , maka itu haram . Dan jika pertanyaan itu hanya sebatas untuk menguji keadaannya , dan menjajaki perkara tersebut , namun dia sendiri punya kemampuan untuk membedakan antara kejujurannya dan kedustaanya , maka yang demikian itu boleh“.

Lalu beliau menyebutkan dalil-dalilnya .

Kemudian beliau berkata lagi : “ Dan begitu juga jika seseorang itu mendengar apa-apa yang di katakan dan dikabarkan oleh para jin , ( maka sikapnya harus ) sama seperti halnya umat Islam mendengar apa-apa yang dikatakan oleh orang-orang kafir dan tukang maksiat , (yaitu) hanya sekedar untuk mengetahui apa yang ada di sisi mereka , lalu mereka menjadikannya hanya sebagai ibroh / pelajaran . Dan ( begitu juga ) sama halnya seperti mendengar informasi dari orang fasiq , maka harus tabayyun / diperjelas dan tatsabbut / teliti , maka tidak boleh menetapkan kebenaran dan kebohongannya kecuali harus ada bayyinah / bukti “.

Pendapat syeikh Taqiyuddin Ibnu Taimiyah ini dijadikan pegangan oleh Syeikh Ibnu Utsaimin .

NOTE : 

NAMUN SAYA PRIBADI BERPENDAPAT :

Jika seandainya hadits itu shahih , maka menurut saya dasar hukum di bolehkannya kita minta bantuan kapada para malaikat untuk menunjuki jalan , adalah karena adanya dalil yang meng khushush kannya atau idzin khusus dari Allah SWT dan Rasul-Nya . Bukan sebatas karena malaikat tersebut masih hidup dan punya kemampuan untuk menunjuki jalan .

Sebab kalau alasannya hanya sebatas itu , maka Iblis , syaithan dan para jin juga punya kemampuan jika hanya sekedar menunjukkan jalan . Bahkan dalam al-Quran Allah swt berfirman tentang kemampuan-kempuan para jin , diantaranya Allah SWT berfirman :

﴿ وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الإِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا ﴾

Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan (keamanan) kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan” (QS. Al Jin: 6).

Dan firman Allah swt lainnya :

﴿ وَالشَّيَاطِينَ كُلَّ بَنَّاءٍ وَغَوَّاصٍ (37) وَآَخَرِينَ مُقَرَّنِينَ فِي الْأَصْفَادِ ﴾.

“Dan ( Kami tundukkan pula kepada Sulaiman ) syaitan-syaitan , semua syaithan ahli bangunan dan syaithan penyelam, dan syaitan yang lain yang terikat dalam belenggu “. [Q.S. al-Shad: 35-38]

Dan firman Allah swt lainnya :

﴿قَالَ عِفْرِيْتٌ مِّنَ الْجِنِّ اَنَا۠ اٰتِيْكَ بِهٖ قَبْلَ اَنْ تَقُوْمَ مِنْ مَّقَامِكَۚ وَاِنِّيْ عَلَيْهِ لَقَوِيٌّ اَمِيْنٌ﴾

“Berkata ‘Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin: “Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya”. (QS. An Naml: 39 ).

Dan masih banyak dalil-dalil yang semisalnya .

Bahkan Syeikhul islam Ibnu Taimiyyah rahimahullâh sendiri dalam (Majmû’ Al-Fatâwâ: 11/250) pernah menceritkan tentang sebagian kemampuan para jin , beliau berkata :

“Banyak diantara mereka yang bisa terbang di udara, dan dibawa pula oleh Setan (ke berbagai tempat), terkadang ke Makkah dan selainnya. Padahal dia adalah seorang zindiq, menolak shalat, dan menentang perkara-perkara lain yang telah diwajibkan oleh Allah SWT, serta menghalalkan segala hal yang diharamkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.

Setan bersedia membantunya karena kekafiran, kefasikan, dan maksiat yang dilakukannya. Kecuali ketika dia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, bertaubat dan konsisten diatas ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. (jika demikian keadaannya) niscaya setan akan meninggalkannya dan segala ‘pengaruh’ pada dirinya akan hilang baik berupa penyampaian berita atau amalan-amalan lain.

Dan aku mengenal banyak orang yang melakukan demikian di Syam, Mesir, Hijaz dan Yaman. Adapun di Jazirah Iraq, khurasân, dan Rûm lebih banyak terjadi dari pada negeri Syam dan selainnya. Dan tentunya dinegeri-negeri kafir  dari kalangan kaum musyrikin dan Ahli kitab tentu lebih banyak lagi.  ( Majmû’ Al-Fatâwâ: 11/250 )

Dengan demikian , maka semakin yakin bahwa Allah swt telah melarang kita untuk minta bantun , pertolongan dan perlindungan kepada Iblis , syeitan dan para Jin , meskipun mereka punya kemampuan utk hal itu . 

Dan kita tahu pada hakikatnya semua kemampuan yang ada pada makhluk adalah dari Allah SWT , termasuk yang ada pada jin dan manusia , baik kafirnya maupun muslimnya .

JADI , menurut saya , jika hadits itu memang shahih adanya , maka dasar hukum di bolehkannya itu , karena adanya dalil khusus , bukan karena adanya kemampuan pada makhluk ghaib tersebut , termasuk para malaikat .

Jika demikan , maka tidak boleh di analogikan kepada makhluk ghaib yang lainnya , apalagi dianalogikan kepada manusia yang sudah mati , ini sangat jelas tidak boleh .

Adapun minta bantuan kepada Jin dalam perkara Mubah , maka saya lebih condong kepada "Fatwa Al-Lajnah ad-Daimah lil-Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta".

PERTANYAAN dari fatwa nomer : 15924.

"Sebagian manusia menggunakan jin untuk mengobati penyakit. Mereka menganggap penyakit yang ada disebabkan oleh Jin. Mereka mengais rezeki dengan pekerjaan (penyembuhan) ini. Apa pendapat agama tentang permasalahan itu? Apakah perkara ini halal atau haram ?????"

JAWABAN :

Tidak boleh bagi seorang muslim meminta bantuan Jin UNTUK TUJUAN APAPUN . 

Sebab, mereka (bangsa Jin) tidak akan membantu dirinya kecuali jika orang itu mau menaati mereka (bangsa Jin) dalam kemaksiatan kepada Allah; melakukan kesyirikan dan kekafiran, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

﴿ وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الْإِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا﴾

”Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” [ QS. Al-Jin: 6]

Dan firman Allah Ta’ala:

﴿وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ قَدِ اسْتَكْثَرْتُمْ مِنَ الْإِنْسِ وَقَالَ أَوْلِيَاؤُهُمْ مِنَ الْإِنْسِ رَبَّنَا اسْتَمْتَعَ بَعْضُنَا بِبَعْضٍ وَبَلَغْنَا أَجَلَنَا الَّذِي أَجَّلْتَ لَنَا قَالَ النَّارُ مَثْوَاكُمْ خَالِدِينَ فِيهَا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ﴾

”Dan (ingatlah) hari di waktu Allah menghimpunkan mereka semuanya (dan Allah berfirman): "Hai golongan jin, sesungguhnya kamu telah banyak menyesatkan manusia", lalu berkatalah kawan-kawan mereka dari golongan manusia: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya sebahagian daripada kami telah dapat kesenangan dari sebahagian (yang lain) dan kami telah sampai kepada waktu yang telah Engkau tentukan bagi kami." Allah berfirman: "Neraka itulah tempat diam kamu, sedang kamu kekal di dalamnya, kecuali kalau Allah menghendaki (yang lain)." Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” [ QS. Al-An’am: 128 ]

(Sehingga) Hasil apapun yang diambil dari pekerjaan ini hukumnya haram.

Tertanda tangan :

Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz

Anggota: Abdullah bin Ghudayan, Sholeh Al Fauzan, Abdul Aziz Alusy-Syaikh, dan Bakr Abu Zaid.

Sumber: ”Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah” (1/207).

Wallahu A’lam

****

DALIL TAWASSUL KE SEMBILAN :

Haditst riwayat Al Bazzar bahwa Rasulullah bersabda :

((حَيَاتِيْ خَيْرٌ لَكُمْ وَمَمَاتِيْ خَيْرٌ لَكُمْ، تُحْدِثُوْنَ وَيُحْدَثُ لَكُمْ، وَوَفَاتِيْ خَيْرٌ لَكُمْ تُعْرَضُ عَلَيَّ أَعْمَالُكُمْ، فَمَا رَأَيْتُ مِنْ خَيْرٍ حَمِدْتُ اللهَ عَلَيْهِ وَمَا رَأَيْتُ مِنْ شَرٍّ اسْتَغْفَرْتُ لَكُمْ)).

“Hidupku adalah kebaikan bagi kalian dan matiku adalah kebaikan bagi kalian, ketika aku hidup kalian melakukan banyak hal lalu dijelaskan hukumnya bagi kalian melalui aku. Matiku juga kebaikan bagi kalian, diperlihatkan kepadaku amal perbuatan kalian, jika aku melihat amal kalian baik maka aku memuji Allah karenanya dan jika aku melihat ada amal kalian yang buruk maka aku memohonkan ampun untuk kalian kepada Allah”

(“Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bazzar [Kasyful Astaar 1/397] dari Ibnu Mas’ud. Al-Haitsami berkata dalam Majma' az-Zawaid 9/24 : “Perawinya adalah perawi-perawi yang Shahih”).

Terkait penilaian hadits ini al-Munawi berkata:

وَرَوَاهُ الْبَزَّارُ مِنْ حَدِيْثِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ الْهَيْثَمِي وَرِجَالُهُ رِجَالُ الصَّحِيْحِ

(“Hadits ini juga diriwayatkan oleh al-Bazzar dari Ibnu Mas’ud. Al-Haitsami berkata: “Perawinya adalah perawi-perawi yang Shahih”. (Faidl al-Qadir Syarah al-Jami’ al-Shaghir, 3/532)

Dan Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ibu Saad dalam kitabnya Ath-Thobaqoot 2/194, dan disebutkan dalam kitab al-Faidhul Qodiiir 3/401 bahwa sanadnya Hasan Mursal.

Zainuddin al-Iraqi berkata dalam kitabnya kitab Takhrij Ahadits Ihya ‘Ulumuddin Imam Ghazali no. 3810 :

(أَخْرَجَهُ البزَّارُ مِنْ حَدِيْثِ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ، وَرِجَالُهُ رِجَالُ الصَّحِيْحِ، ‌إِلَّا ‌أَنَّ ‌عَبْدَ ‌المَجِيْدِ ‌بْنَ ‌عَبْدِ ‌العَزِيْزِ ‌بْنِ ‌أَبِي ‌رَوَّاد - وَإِنْ أَخْرَجَ لَهُ مُسْلِمٌ وَوَثَّقَهُ ابْنُ مَعِيْنٍ وَالنَّسَائِيُّ - فَقَدْ ضَعَّفَهُ كَثِيْرُوْنَ، وَرَوَاهُ الحَارِثُ بْنُ أَبِي أُسَامَةَ فِي مُسْنَدِهِ مِنْ حَدِيْثِ أَنَسٍ بِنَحْوِهِ بِإِسْنَادٍ ضَعِيفٌ)

“Diriwayatkan oleh Al-Bazzar dari hadits Abdullah bin Mas‘ud, para perawinya adalah para perawi ash-shahih, kecuali *Abdul Majid bin Abdul Aziz bin Abi Rawwad* — meskipun Muslim meriwayatkan darinya dan Ibnu Ma‘in serta An-Nasa’i men-tatsiq-kannya — namun banyak yang melemahkannya. Hadits ini juga diriwayatkan oleh *Al-Harits bin Abi Usamah* dalam *Musnad*-nya dari hadits Anas dengan maknanya, dengan sanad yang lemah”.

Dan Hadits ini dinilai shahih oleh sekelompok huffadz yaitu oleh Al-Haitsami, Al-Qasthalani, As-Suyuthi, dan Isma’il Al-Qadhi.

Faedah Hadits ini :

Hadits ini menunjukkan bahwa meskipun sudah meninggal Rasulullah bisa mendoakan atau memohonkan ampun kepada Allah untuk ummatnya. Oleh karenanya diperbolehkan bertawassul dengannya, memohon didoakan olehnya meskipun beliau sudah meninggal.

Bantahan :

Pertama : hadits ini diriwayatkan oleh Ismaa’iil al-Qoodhi dalam (جُزْءُ الصَّلَاةِ عَلَى النَّبِيِّ hal. 36 ) secara MURSAL :

حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ قَالَ: حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ قَالَ حَدَّثَنَا غَالِبُ الْقَطَّانُ عَنْ بَكْرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْمُزَنِيِّ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ ... فَذَكَرَهُ بِلَفْظٍ آخَرَ غَيْرَ مَا ذَكَرَ

Telah bercerita kepada kami Sulaiman bin Harb , berkata : telah bercerita kepada kami Hammaad bin Zaid , berkata : telah bercerita kepada kami Ghoolib bin al-Qoththoon , dari Bakar bin Abdullah al-Muzany bahwa Rosulullah bersabda : ….. ( maka dia menyebutkannya dengan lafadz lain ).

Bakar bin Abdullah al-Muzany ( Perawi dari Rosulullah dalam hadits ini ) wafat thn 106 H , dia dari kalangan Tabi’iin yang tsiqoot , maka haditstnya mursal . Dan hadits mursal tidak diterima oleh kalangan ahli hadits . ( هٰذِهِ مَفَاهِيمُنَا hal. 86) .

Kedua : hadits ini diriwayatkan pula oleh Imam al-Bazzar dalam Musnadnya
(Baca : كَشْفُ الْأَسْتَارِ (1/397) , dia berkata :

Telah bercerita kepada kami Yusuf bin Musa , telah bercerita kepada kami Abdul Majiid bin Abdul ‘Aziiz bin Abu Ruaad , dari Sufyan , dari Abdullah bin Saaib , dari Zaadzaan , dari Abdullah , dari Nabi , bersabda :

" إنَّ للهِ مَلائِكةً سَيّاحِيْنَ يُبَلِّغُوْنِي عَنْ أُمَّتِي السَّلامَ "

“Sesungguhnya Allah mempunyai malaikat yang berjalan-jalan di bumi,  yang akan menyampaikan kepadaku salam dari umatku.”

Dia berkata : dan Rosulullah bersabda :

" حَيَاتِيْ خَيْرٌ لَكُمْ وَمَمَاتِيْ خَيْرٌ لَكُمْ، تُحْدِثُوْنَ وَيُحْدَثُ لَكُمْ، وَوَفَاتِيْ خَيْرٌ لَكُمْ تُعْرَضُ عَلَيَّ أَعْمَالُكُمْ، فَمَا رَأَيْتُ مِنْ خَيْرٍ حَمِدْتُ اللهَ عَلَيْهِ وَمَا رَأَيْتُ مِنْ شَرٍّ اسْتَغْفَرْتُ لَكُمْ ".

“Hidupku adalah kebaikan bagi kalian dan matiku adalah kebaikan bagi kalian, ketika aku hidup kalian melakukan banyak hal lalu dijelaskan hukumnya bagi kalian melalui aku. Matiku juga kebaikan bagi kalian, diperlihatkan kepadaku amal perbuatan kalian, jika aku melihat amal kalian baik maka aku memuji Allah karenanya dan jika aku melihat ada amal kalian yang buruk maka aku memohonkan ampun untuk kalian kepada Allah”

Al-Bazzaar berkata :

"لَا نَعْلَمُهُ يُرْوَى عَنْ عَبْدِ اللَّهِ إِلَّا بِهٰذَا الْإِسْنَادِ"

“Kami tidak mengetahuinya , diriwayatkan dari Abdullah kecuali dengan sanad ini “.

Di dalam sanadnya terdapat “ Abdul Majiid bin Abu Ruwaad” , dan dia itu termasuk orang-orang yang tidak diterima riwayatnya oleh mereka ketika dia meriwayatkannya sendirian . Oleh karena itu al-Haafidz al-‘Iraaqi , gurunya al-Haitsamy berkata :

"رِجَالُهُ رِجَالُ الصَّحِيحِ إِلَّا أَنَّ عَبْدَ الْمَجِيدِ بْنَ أَبِي رَوَّادٍ وَإِنْ أَخْرَجَ لَهُ مُسْلِمٌ وَوَثَّقَهُ ابْنُ مَعِينٍ وَالنَّسَائِيُّ، فَقَدْ ضَعَّفَهُ بَعْضُهُمْ"

“ Para perawinya orang-orang Shahih kecuali “ Abdul Majiid bin Abu Ruwaad” , meskipun Imam Muslim memakainya , dan di tsiqoh kan oleh Ibnu Ma’iin dan an-Nasaaii , tapi sebagian mereka men dhoif kannya “.

Ini adalah sebuah hasil dari penelusuran dan pengecekan . Dan sungguh dia telah meriwayatkannya sendirian : “ حَيَاتِيْ خَيْرٌ لَكُمْ …. dst “ . ( هٰذِهِ مَفَاهِيمُنَا hal. 87-88 ) .

Adapun haditst yang bagian awal – yakni :

إنَّ للهِ مَلائِكةً سَيّاحِيْنَ يُبَلِّغُوْنِي عَنْ أُمَّتِي السَّلامَ

Kalau yang ini saja jelas hadits yang Shahih dan mahfudz , dari hadits riwayat Sufyan dari Abdullah bin as-Saaib … . Dan semua para perawinya telah sepakat meriwayatkannya dari Sufyan hanya sebatas lafadz tadi .

Kemudian datang Abdul Majiid bin Abu Ruwaad sendirian meriwayatkannya dgn tambahan “ حَيَاتِيْ خَيْرٌ لَكُمْ …. dst “, maka jelaslah tambahan ini dhoif, sesuai dengan hasil penelitian. (هٰذِهِ مَفَاهِيمُنَا hal. 88) 

 Syeikh al-Albaany berkata dalam kitab As-Silsilah adl-Dlo’iifah 2/406 :

وَجُمْلَةُ الْقَوْلِ أَنَّ الْحَدِيثَ ضَعِيفٌ بِجَمِيعِ طُرُقِهِ، وَخَيْرُهَا حَدِيثُ بَكْرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْمُزَنِيِّ وَهُوَ مُرْسَلٌ، وَشَرُّهَا حَدِيثُ أَنَسٍ بِطَرِيقَيْهِ، وَهُمَا مَوْضُوعَانِ، وَيَعْنِي بِذَلِكَ:

" تُعْرَضُ عَليَّ أعْمَالُكُم كُلَّ اثْنَيْنِ وَخَمِيْسٍ أوْ كُلَّ خَمِيْسٍ".

Secara globalnya : bahwa hadits ini semua jalur-jalurnya lemah . Sementara sanad yang terbaik dari jalur-jalur tersebut adalah hadits Bakr bin Abdullah al-Muzany , tapi sanadnya Mursal . Dan Yang terburuk nya adalah hadits Anas dengan kedua sanadnya , kedua duanya Palsu , yakni perkataan :

“ Diperlihatkan pada ku amalan-amalan kalian pada hari Senin dan Kamis atau pada setiap hari Kamis “.

Syeikh Bin Baaz berkata tentang hadits حَيَاتِيْ خَيْرٌ لَكُمْ …. dst “ :

Ini adalah hadits lemah , sanadnya mursal dari Nabi . Meskipun ada jalur riwayat yang lain , namun di dalam sanadnya terdapat seseorang yang di sebut : Abd al-Majid bin Abi Rawad , dia itu lemah menurut para ulama. Maksudnya hadits ini lemah dan tidak terbukti kebenarannya. Justru yang benar adalah hadits yang menganjurkan agar kita senantiasa bersholawat untuk Nabi . Beliau bersabda :

 إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ، فِيهِ خُلِقَ آدَمُ عَلَيْهِ السَّلَام ، وَفِيهِ قُبِضَ ، وَفِيهِ النَّفْخَةُ ، وَفِيهِ الصَّعْقَةُ ، فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ ، قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، وَكَيْفَ تُعْرَضُ صَلاتُنَا عَلَيْكَ وَقَدْ أَرَمْتَ -أَيْ يَقُولُونَ قَدْ بَلِيتَ- قَالَ : إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ حَرَّمَ عَلَى الأَرْضِ أَنْ تَأْكُلَ أَجْسَادَ الأَنْبِيَاءِ عَلَيْهِمْ السَّلام

“Sesungguhnya hari yang paling utama adalah hari Juma’t, pada hari itu Adam AS diciptakan dan pada hari itu diwafatkan, pada hari itu ditiupkan ruh (dibangkitkan) dan diwafatkan kembali, perbanyaklah shalawat kepadaku (pada hari Jumat) sesungguh shalawatmu di sampaikan kepadaku. Kemudian para sahabat berkata, “Ya Rasulullah bagaimana shalawatmu disampaikan kepadamu, padahal engkau sudah berkalang tanah?” lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi untuk memakan jasad para Nabi.“  

(HR. Abu Daud, Nasa’i, Ibn Majah, dan dinyatakan shahih Syaikh Al-Albani)

Dan dalam hadits yang lain :

(( إنَّ للَّهِ ملائِكةً سيَّاحينَ في الأرضِ يبلِّغوني عن أمَّتيَ السَّلامَ ))

“Sesungguhnya Allah mempunyai malaikat yang berjalan-jalan di bumi,  yang akan menyampaikan kepadaku salam dari umatku.” HR. Nasa’i, 1282. Dan dishohehkan oleh Al-Albaany di Shoheh At-Targib, 1664.

Maka ini khusus berkaitan dengan sholawat dan salam kepada Nabi .  Jadi hanya itu yang sampai kepadanya .

Dan di perkuat lagi dengan hadits lain :

((ما من أحدٍ يسلِّمُ عليَّ إلَّا ردَّ اللَّهُ عليَّ روحي حتَّى أردَّ عليْهِ السَّلامَ))

“ Tiada seseorang yang mengucapkan salam kepadaku, melainkan Allah mengembalikan ruhku hingga aku dapat menjawab salamnya”.(HR. abu Dawud No. 2041 dan Imam Ahmad No. 10815 . Di hasankan sanadnya oleh Syeikh al-Albaani dlam kitabnya “التوسل” hal. 60 dan Shahih Abu Daud No. 2041).

Semua riwayat diatas yang datang dari Nabi hanya berkaitan dengan bacaan sholawat dan hanya jawaban salam dari Nabi terhadap orang mukmin yang mengucapkan salam kepadanya . Dan hanya terjadi pada diri Nabi . Adapun para manusia ( selain Nabi ) maka menurut sepengetahuan kami tidak ada dalil yang menunjukkan kepada makna ini .

Jika dikatakan : ada orang yang berpendapat bahwa orang mati itu bisa mendengar dan bisa menjawab . Dan ada pula yang berpendapat sebaliknya . Maka yang benar jawabannya : jangan di katakan bahwa perkataan “ orang mati tidak bisa mendengar “ itu harus ada dalilnya , akan tetapi yang benar adalah : “ pada asalnya orang mati itu tidak bisa mendengar apa-apa “ . Inilah asal yang benar . Seperti yang Allah swt firmankan :

﴿ إِنَّكَ لَا تُسْمِعُ الْمَوْتَى ﴾

“ Sesungguhnya kamu tidak bisa menjadikan orang-orang yang mati mendengar “. ( QS. An-Naml : 80 )

Dan firman lainnya :

﴿ وَمَا أَنتَ بِمُسْمِعٍ مَّن فِي الْقُبُورِ ﴾

“ Dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang didalam kubur dapat mendengar “. ( QS. Faathir : 22 )

Maka mayit itu pada asalnya tidak bisa mendengar apa-apa , kecuali jika ada nash atau dalil yang menunjukkan bahwa mayit bisa mendengar , contohnya :

Nash atau dalil yang menyebutkan bahwa mayit mendengar suara sandal para pengiring jenazah di pemakaman di saat mereka beranjak meninggalkannya . Maka yang ini telah datang nash khusus , dan si mayit akan mendengar pertanyaan , yaitu pertanyaan malaikat ketika bertanya kepada si mayit : siapa Robb mu , apa agama mu dst .. Maka yang ini ada nash nya ([1]).

Begitu pula nash yang berkaitan dengan Nabi berbicara kepada mayat-mayat kaum musyrikin yang terbunuh dalam perang Badar . Yang ini juga jelas ada nash nya([2]).

Dalam hal ini apa-apa yang ada nash atau dalilnya , maka kami menetapkannya . Dan yang tidak ada nashnya , maka kami pun tidak menetapkannya , karena pada asalnya mayit itu tidak bisa mendengar , serta tidak mengetahui tentang keadaan-keadaan yang ada di dunia .

Oleh sebab itu kelak di hari kiamat datang sebagian para sahabat Nabi ke Telaga, lalu mereka di usir , maka Nabi berkata : “ sahabatku sahabatku , umatku umatku “ . Lalu dikatakan kepada Nabi : sesungguhnya kamu tidak tahu apa yang mereka perbuat sepeninggalmu”. Nash ini Seperti yang terdapat dalam ash-Shohihain([3])

Hadits Telaga ini juga menunjukan tidak shahih nya hadits yang menyatakan bahwa amalan-amalan mereka akan diperlihatkan kepada Nabi . Dan Jika Nabi saja tidak mengetahui amalan-amalan manusia , maka apalagi orang selain Nabi , jelas lebih tidak tahu lagi . Orang yang sudah mati itu terputus panca indera nya , terputus amalan-amalannya dan tidak mengetahui tentang keadaan manusia yang masih hidup . Akan tetapi terkadang datang dalam mimpi ruh-ruh saling bertemu , yaitu di saat kaum muslimin bermimpi melihatnya . Terkadang ruh-ruh mayit saling bertemu dan saling bicara tentang sesuatu sesama yang ruh mayit lainnya. Yang demikian itu terkadang terjadi dalam mimpi . Wallaahu jalla w ‘alaa a’lam ( selesai perkataan syeikh Bin Baaz )

Ada hadits lain yang mirip hadits [ حَيَاتِيْ خَيْرٌ لَكُمْ وَمَمَاتِيْ خَيْرٌ لَكُمْ ] tapi beda rinciannya , yaitu hadits shahih yang di riwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya dari Abu Musa al-Asy'ari radhiyallahu 'anhu dari Nabi , beliau bersabda :

(( إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا أَرَادَ رَحْمَةَ أُمَّةٍ مِنْ عِبَادِهِ ، قَبَضَ نَبِيَّهَا قَبْلَهَا ، فَجَعَلَهُ لَهَا فَرَطًا وَسَلَفًا بَيْنَ يَدَيْهَا ، وَإِذَا أَرَادَ هَلَكَةَ أُمَّةٍ ، عَذَّبَهَا وَنَبِيُّهَا حَيٌّ ، فَأَهْلَكَهَا وَهُوَ يَنْظُرُ ، فَأَقَرَّ عَيْنَهُ بِهَلَكَتِهَا حِينَ كَذَّبُوهُ وَعَصَوْا أَمْرَهُ ))([4])

"Jikalau Allah menghendaki kerahmatan kepada sesuatu umat dari hamba-hambanya, maka Allah mencabut nyawa Nabinya terlebih dahulu sebelum umatnya , lalu dijadikanlah Nabi tadi sebagai pendahulu [sebagai perintis kebaikan dalam menyiapkan kemaslahatan-kemaslahatan umat nya] serta pemuka bagi kaumnya [yakni merupakan tabungan pahala yang akan dibalas dengan adanya kesabaran atas kematiannya itu]. Tapi jikalau Allah menghendaki kebinasaan kepada sesuatu umat, maka Allah swt meng adzab umat itu selagi Nabi mereka masih hidup. Maka Allah binasakan umat itu dalam keadaan Nabi mereka memandanginya, maka turunnya adzab yang membinasakan umatnya itu menjadi pelipur lara hati Nabi-nya yang disebabkan oleh kaumnya yang telah mendustakan serta bermaksiat padanya ." ( HR. Muslim no. 2288)

Allah swt berfirman :

﴿وَإِذْ فَرَقْنَا بِكُمُ الْبَحْرَ فَأَنْجَيْنَاكُمْ وَأَغْرَقْنَا آلَ فِرْعَوْنَ وَأَنْتُمْ تَنْظُرُونَ﴾

Dan (ingatlah) ketika Kami belah laut untuk kalian, lalu Kami selamatkan kalian dan Kami tenggelamkan (Fir'aun) dan pengikut-pengikutnya, sedangkan kalian sendiri menyaksikan. (Al-Baqarah: 50)

Dan berfirman:

﴿ قَاتِلُوهُمْ يُعَذِّبْهُمُ اللهُ بِأَيْدِيكُمْ وَيُخْزِهِمْ وَيَنْصُرْكُمْ عَلَيْهِمْ وَيَشْفِ صُدُورَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ * وَيُذْهِبْ غَيْظَ قُلُوبِهِمْ وَيَتُوبُ اللهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ ﴾

“Perangilah mereka, niscaya Allah akan menghancurkan mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman. Dan menghilangkan panas hati orang-orang mukmin. Dan Allah menerima taubat orang yang dikehendaki-Nya. Allah maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah: 14-15).

Makna sabda Nabi :

(( إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا أَرَادَ رَحْمَةَ أُمَّةٍ مِنْ عِبَادِهِ ))

"Jikalau Allah menghendaki kerahmatan kepada sesuatu umat dari hamba-hambanya “

Yakni : Bahwa umat-umat terdahulu yang Allah swt binasakan itu terjadi sebelum nabinya wafat . Seperti yang terjadi pada umat Nabi Nuh , Allah swt menyuruh Nabi Nuh dan otang-orang yang beriman bersamanya agar naik ke atas perahu , kemudian setelah itu Allah tenggelamkan sisanya .  Begitu juga ketika Allah swt menghancurkan kaum Hud , kaum Sholeh dan Kaum Luth . Maka Allah swt selamatkan yang pertama kali adalah para Nabinya , lalu Allah swt binasakan kaumnya , sementara para Nabinya tetap dalam keadaan hidup .

Dan yang dimaksud sabda Nabi  “ Jika Allah swt menghendaki  rahmat bagi suatu umat maka Allah dahulukan Nabinya wafat mendahului kaumnya “ bukan berarti wafat Nabinya mendahului semua individu umatnya , akan tetapi maksudnya adalah umatnya tidak lenyap secara total alias tidak ada yang tersisa sebelum wafat Nabinya . Dan adapun secara individu maka terkadang ada sebagian individu yang wafat mendahului Nabinya seperti yang terjadi pada sebagian sahabat-sahabat Nabi diantaranya ‘Utsman bin Madz’un dan lainnya .  

Prof. DR. Kholid Utsman as-Sabat dalam mensyarahi hadits ini beliau berkata :

قَالَ: قُبِضَ نَبِيُّهَا قَبْلَهَا فَجَعَلَهُ لَهَا فَرَطًا، يَعْنِي: مُتَقَدِّمًا، وَأَصْلُ الْفَرَطِ يُقَالُ فِي الَّذِي يَتَقَدَّمُ إِلَى الْحِيَاضِ، يَعْنِي: يَتَقَدَّمُ النَّاسَ، وَيَتَقَدَّمُ الْمُسَافِرِينَ إِلَى حِيَاضِ الْمَاءِ، مِنْ أَجْلِ أَنْ يُصْلِحَ لَهُمُ الدِّلَاءَ، وَيُصْلِحَ لَهُمُ الْحِيَاضَ، حَتَّى إِذَا وَصَلُوا إِلَيْهَا وَجَدُوهَا مُهَيَّأَةً، فَإِذَا سَبَقَهُمْ نَبِيُّهُمْ يَكُونُ فَرَطًا لَهُمْ بِهٰذَا الِاعْتِبَارِ.

قَالَ: وَسَلَفًا بَيْنَ يَدَيْهَا، فَيَرِدُونَ عَلَيْهِ ﷺ بَعْدَ ذٰلِكَ الْحَوْضَ، وَالنَّبِيُّ ﷺ قَالَ لِلْأَنْصَارِ: إِنَّكُمْ سَتَلْقَوْنَ بَعْدِي أَثَرَةً (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ ٤٣٣٠ وَمُسْلِمٌ ١٠٦١)، يَعْنِي: اسْتِئْثَارًا بِالْمَالِ وَالدُّنْيَا، فَاصْبِرُوا حَتَّى تَلْقَوْنِي عَلَى الْحَوْضِ (رَوَاهُ مُسْلِمٌ ٢٤٧)، وَأَخْبَرَ ﷺ أَنَّ أُمَّتَهُ تَرِدُ حَوْضَهُ ﷺ، وَأَنَّهُ يَعْرِفُهُمْ

Kata-kata Nabi : “  Allah mencabut nyawa Nabinya terlebih dahulu sebelum umatnya , lalu dijadikanlah Nabi nya itu sebagai ( فَرَطًا  ) yakni yang mendahului . Dan asal makna kata al-farth ( الْفَرَط  ) ditujukan kepada seseorang yang datang lebih dahulu ke telaga-telaga , yakni dia mendahului orang-orang atau dia datang lebih dahulu dari pada para musafiriin ke telaga-telaga air dalam rangka menyiapkan untuk mereka ember-ember dan menata serta merapihkan telaga-telaga tadi , agar di saat mereka datang  dalam kondisi sudah benar-benar siap pakai . Maka dengan demikian jika Nabi wafat mendahului para sahabatnya dan umatnya berarti beliau menyiapkan telaga air untuk mereka .

Dan kata-kata : [وَسَلَفًا بَيْنَ يَدَيْهَا] pemuka atau pendahulu bagi umatnya , yakni mereka nanti akan mendatangi Nabi di telaga .

Dan Nabi pernah bersabda kepada kaum Anshor :

"إِنَّكُمْ سَتَلْقَوْنَ بَعْدِي أَثَرَةً . فَاصْبِرُوا حَتَّى تَلْقَوْنِي عَلَى الْحَوْضِ".

“Sungguh kalian akan menjumpai atsaroh (yakni : orang-orang yang mementingkan harta dan dunia). Maka bersabarlah hingga kalian menemuiku di telaga”.

Dalam hadits ini Nabi mengkhabarkan bahwa umatnya akan mendatangi nya ditelaga nya” . (Sampai disini perkataan Prof. DR. Khalid as-Sabat )

Imam Bukhory dalam shahihnya (6097) meriwayatkan dari Sahal bin Sa'd mengatakan, Nabi bersabda:

((إِنِّي فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ مَنْ مَرَّ عَلَيَّ شَرِبَ وَمَنْ شَرِبَ لَمْ يَظْمَأْ أَبَدًا لَيَرِدَنَّ عَلَيَّ أَقْوَامٌ أَعْرِفُهُمْ وَيَعْرِفُونِي ثُمَّ يُحَالُ بَيْنِي وَبَيْنَهُمْ))

" Sesungguhnya Aku [فَرَطُكُمْ] mendahului kalian mendatangi telaga , siapa yang menuju telagaku akan minum, dan siapa yang meminumnya tak akan haus selama-lamanya, sungguh akan ada beberapa kaum yang mendatangiku dan aku mengenalnya dan mereka juga mengenaliku, kemudian antara aku dan mereka dihalangi."

Dan Imam Bukhory meriwayatkan pula dari dari  Abu Hurairah bahwasanya ia menceritakan, bahwa Rasulullah bersabda:

(( يَرِدُ عَلَيَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَهْطٌ مِنْ أَصْحَابِي فَيُحَلَّئُونَ عَنْ الْحَوْضِ فَأَقُولُ يَا رَبِّ أَصْحَابِي فَيَقُولُ إِنَّكَ لَا عِلْمَ لَكَ بِمَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ إِنَّهُمْ ارْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِهِمْ الْقَهْقَرَى ))

"Pada hari kiamat beberapa orang sahabatku mendatangiku, kemudian mereka disingkirkan dari telaga, maka aku katakan; 'ya rabbi, (mereka) sahabatku! ' Allah menjawab; 'Kamu tak mempunyai pengetahuan tentang yang mereka kerjakan sepeninggalmu. Mereka melakukan kemurtadan berbalik ke belakang lagi ".

****

DALIL TAWASSUL KE SEPULUH :

Dalil bagi orang-orang yang berpendapat boleh beristighotsah dgn menyeru orang yang sudah wafat.

Atsar Ibnu Umar yang diriwayatkan oleh al-Bukhari rahimahullah sebagai berikut:

حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَعْدٍ، قَالَ : " خَدِرَتْ رِجْلُ ابْنِ عُمَرَ، فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: اذْكُرْ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَيْكَ، فَقَالَ ” يَا مُحَمَّدٌ ".

“Telah menceritakan kepada kami Abu Nu’aim, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari Abu Ishaaq, dari ‘Abdurrahmaan bin Sa’d, ia berkata :

“ Kaki Ibnu ‘Umar pernah mati rasa . Lalu seorang laki-laki berkata kepadanya : “Sebutlah/ingat-ingatlah orang yang paling engkau cintai”. Ia (Ibnu ‘Umar) berkata : “Wahai Muhammad” [HR. Bukhori dalam Al-Adabul-Mufrad no. 964].

(الخَدَر : mati rasa hingga tak dapat bergerak)

Dan atsar Ibnu ‘Umar ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Sinny dalam kitabnya
(
عَمَلُ الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ  )  Bab : apa yang perlu di ucapkan ketika kaki terasa letih dan kram (بَابُ مَا يَقُولُهُ إِذَا خَدِرَتْ رِجْلُهُ) hal. 169 :

مِنْ طَرِيقِ مُحَمَّدٌ بْنِ مُصْعَبٍ، ثَنَا إِسْرَائِيلُ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنِ الْهَيْثَمِ بْنِ حَنَشٍ، قَالَ: (كُنَّا عِنْدَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، فَخَدِرَتْ رِجْلُهُ، فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: اذْكُرْ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَيْكَ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدٌ، قَالَ: فَقَامَ، فَكَأَنَّمَا نُشِطَ مِنْ عِقَالٍ).

Dari jalan Muhammad bin Mush’ab : telah berbicara kepada kami Israa’il dari Abu Ishaaq dari al-Haitsam bin Hanasy , beliau berkata :

"Suatu saat ketika kami bersama Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma, tiba-tiba Abdullah bin Umar merasakan letih dan kram pada kakinya, maka seorang lelaki berkata kepadanya : ingat-ingatlah orang yang paling engkau cintai, maka Abdullah bin Umar berkata : ya Muhammad , lalu seakan-akan ia kembali segar bugar dan sembuh dari pegal dan kram.

Imam an-Nawawi setelah menyebutkan atsar Ibnu Umar riwayat Ibnu Sinny diatas :

وَرَوَيْنَا فِيهِ عَنْ مُجَاهِدٍ قَالَ: "خَدِرَتْ رِجْلُ رَجُلٍ عِنْدَ ابْنِ عَبَّاسٍ، فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: اذْكُرْ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَيْكَ، فَقَالَ: مُحَمَّدٌ ﷺ، فَذَهَبَ خَدَرُهُ". ([5])

Dan juga dikisahkan kepada kami di dalam kitab yang sama dari Mujahid, ia berkata : "seseorang merasakan letih dan kram pada kakinya ketika ia berada bersama Ibnu Abbas, maka Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata kepadanya : ingatlah manusia yang paling kau cintai, maka ia menjawab : Muhammad , maka seketika itu hilang rasa kesemutannya."

Didalam kitab Al-Adzkar karya Imam An-Nawawi, tentang apa yang perlu di ucapkan ketika kaki terasa letih dan kram, lalu beliau menyebutkan atsar Ibnu ‘Umar dan atsar Ibnu ‘Abbas diatas :

Maka atsar Ibnu ‘Umar dan Ibnu ‘Abbas ini merupakan dalil bolehnya dan dianjurkan Istighosah dengan menyebut nama Nabi seperti apa yang telah dikutip oleh imam Nawawi di dalam kitab Al-Adzkar, dan jika istighosah merupakan suatu perbuat yang mungkar dan syirik sudah pasti Imam Nawawi akan mengingkari hal tersebut bukan malah mengutip dan menganjurkanya. Contohnya perkataan :

مَدَدْ يَا رَسُولَ اللَّهِ ......

Turunkan bantuan , wahai Rosulullah !

BANTAHAN :

Terdapat tiga katagori bantahan :

Pertama – Makna dan tujuan Atsar jika seandaianya riwayat atsar tersebut shahih .

Kedua – tentang derajat keshahihan atsar Ibnu ‘Umar tersebut .

Ketiga – tentang derajat keshahihan atsar Ibnu ‘Abbaas tersebut .

Pertama – Makna dan tujuan Atsar jika seandaianya riwayat tersebut shahih adanya .

Atsar ini di sebutkan oleh Imam Bukhori , Ibnu Taimiyah , Ibnu Sinny dan lainnya , akan tetapi mereka tidak menjadikan atsar ibnu ‘Umar imi sebagai dalil disyariatkan nya beristighotsah kepada selain Allah swt , bahkan Ibnu ‘Allaan dalam syarahnya menjadikan nya sebagi dalil akan kebathilan perbuatan tersebut . 

Terus , bagaimanakah para Ahlul Ilmi dalam memahami atsar ini ?

Jawabannya seperti berikut ini :

Ke 1. 

Jika seandainya kita menshahihkan Atsar Ibnu ‘Umar tersebut serta menshahihkan pula bahwa dalam perkataan Ibnu ‘Umar terdapat kata “ Wahai” yakni wahai Muhammad “ (يا مُحَمَّدٌ) – meskipun dalam riwayat Sufyan ats-Tsaury tidak ada huruf nida nya (مُحَمَّدٌ)  - maka yang demikian itu bukan berarti dari kata-kata itu otomatis bertujuan istighotsah .

Kita semua berkeyakinan bahwa menggunakan kata “ Wahai / يَا “ jika hanya sebatas untuk memanggil , itu bukan syirik , dan itu mirip dengan ucapan orang yang sedang sholat (السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ) atau sedang meratap seperti perkataan Fathimah - rodhiyallohu ‘anhaa – ketika Rosulullah wafat :

"يَا أَبَتَاهْ: أَجَابَ رَبًّا دَعَاهُ، يَا أَبَتَاهْ: جَنَّةُ الْفِرْدَوْسِ مَأْوَاهُ، يَا أَبَتَاهْ: إِلَى جِبْرِيلَ نَنْعَاهُ".

“ Wahai Ayahanda , engkau telah menyambut panggilan Tuhan. Wahai Ayahanda, surga Firdauslah tempatmu. Wahai Ayahanda , kepada Jibril kami sampaikan berita duka ini” . ( HR. Bukhori no. 1841)

Dan perkataan Abu Bakar radhiyallahu 'anhu ketika Rosulullah wafat :

" بِأَبِي أَنْتَ يَا نَبِيَّ اللَّهِ ، لاَ يَجْمَعُ اللَّهُ عَلَيْكَ مَوْتَتَيْنِ ، أَمَّا المَوْتَةُ الَّتِي كُتِبَتْ عَلَيْكَ فَقَدْ مُتَّهَا ".

“ Ku tebus engkau dengan ayahku wahai Nabiyullah , Allah swt tidak akan mengumpulkan pada dirimu dua kali kematian , adapun kematian yang telah ditetapkan pada dirimu telah engkau alaminya “. ( HR. Bukhori no. 1197)

Dan juga doa Nabi ketika dalam safar ketika menjelang malam tiba :

((يَا أَرْضُ، رَبِّي وَرَبُّكِ اللَّهُ .........))([6])

Wahai Bumi ! Tuhanku dan Tuhanmu Allah …… “.

Bila demikian adanya , maka kata-kata : “ wahai Muhammad “ dalam Atsar Ibnu ‘Umar ini tujuannya adalah berkeinginan untuk menghadirkan kepribadian Nabi yang sangat dicintai nya dalam hatinya .

Atau seperti yang dikatakan oleh Ibnu Hajar al-Haitamy dalam kitabnya
(
الدر المنضود  )  hal. 236 : “ Maksudnya adalah menghadirkan kepribadian Nabi dalam rangka untuk bersholawat padanya . Maka perkiraan maknanya adalah :

"يَا مُحَمَّدُ صَلَّى اللهُ عَلَيْكَ ".

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :

قَوْلُهُ: (يَا مُحَمَّدُ يَا نَبِيَّ اللَّهِ) هَذَا وَأَمْثَالُهُ نِدَاءٌ يُطْلَبُ بِهِ اسْتِحْضَارُ الْمُنَادَى فِي الْقَلْبِ، فَيُخَاطِبُ الْمَشْهُودَ بِالْقَلْبِ، كَمَا يَقُولُ الْمُصَلِّي: (السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ)، وَالْإِنْسَانُ يَفْعَلُ مِثْلَ هَذَا كَثِيرًا، يُخَاطِبُ مَنْ يَتَصَوَّرُهُ فِي نَفْسِهِ وَلَوْ لَمْ يَكُنْ فِي الْخَارِجِ مَنْ يَسْمَعُ الْخِطَابَ.

“ Perkataan dia : ( Wahai Muhammad , Wahai Nabi Allah ! ) ini dan yang semisalnya adalah panggilan / seruan yang digunakan untuk menghadirkan orang yang diserunya ke dalam hati , maka dia bermukhothobah ( mengajak bicara ) al-masyhud ( orang yang disaksikan ) dengan hati . Ini Sama seperti ucapan orang yang sedang sholat

السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Dan banyak manusia yang sering sekali melakukan hal yang seperti ini , yaitu berbicara dengan orang tergambarkan dalam benaknya , dan terkadang orang yang disekitarnya saja tidak ada yang mendengar khithobnya ( perkataannya )  “.  [Baca : اقْتِضَاءُ الصِّرَاطِ الْمُسْتَقِيمِ (2/319)].

Dan kalau kita perhatikan perkataan imam an-Nawawi dalam (الأَذْكَارُ النَّوَوِيَّةُ ) hal.305 - ketika menyebutkan Atsar Ibnu ‘Umar ini - tidak ada suatu perkataan beliau yang menunjukkan bolehnya beristighotsah dengan selain Allah swt . Beliau hanya mengatakan “ mengingat orang yang dicintai “ , bukan berseru kepadanya . Dan coba perhatikan pula perkataan beliau dalam kitabnya (الْمَجْمُوعُ ) 4/524 :

«وَإِذَا طَنَّتْ أُذُنُهُ صَلَّى عَلَى النَّبِيِّ، وَقَالَ: ذِكْرُ اللَّهِ بِخَيْرٍ مِمَّنْ ذَكَرَنِي. وَإِذَا خَدِرَتْ رِجْلُهُ ذَكَرَ مَنْ يُحِبُّهُ»

“Jika seseorang telinganya berdengung , bershalawatlah kepada Nabi , lalu berkata ; (Semoga Allah mengingatnya dengan kebaikan bagi orang yang mengingatku).([7]) Dan ketika kaki seseorang terasa kram atau kesemutan , ingatlah orang yang dia cintai “. Beliau tidak mengatakan :

اِسْتَغَاثَ بِهِ أَوْ تَوَسَّلَ بِهِ

"Ber istighotsah kepadanya atau bertawasul dengannya" .

Di sini Imam an-Nawawi mengulang-ulang kata (ذِكْر ) sebanyak 3 x , semuanya ini jelas tujuannya hanya sebatas mengingat dan menghadirkannya dalam hati . Dan tidak ada kata-kata yang menunjukan beristighotsah atau bertawassul atau meminta hajat .

Dengan demikian : Nidaa' di sini sama sekali tidak bermakna panggilan Istighatsah karena seandainya maknanya demikian maka seharusnya lelaki yang menyeru Abdullah Bin Umar – radhiyallahu 'Anhuma – untuk mengucapkan "ya Muhammad" akan berkata:  “اِسْتَغِثْ!“ (beristighatsahlah), dan ternyata lelaki tersebut tidak mengucapkan kata itu, melainkan berkata: “ اذْكُرْ! “ (sebutlah). Ini menunjukkan menguatkan bahwa makna Nidaa' di sini bukanlah Nidaa' istighatsah melainkan hanya menyebut nama orang yang dicintai saja.

Sebagai tambahan saya sebutkan pula beberapa perkataan para ulama lainnya di footnote bawah ini namun masih berbahasa arab ([8]).

Ke 2. 

Memanggil atau mengingat-ingat atau mengkhayalkan nama seseorang yang paling dicintai konon adalah obat mati rasa di kalangan bangsa Arab pada masa Jahiliyyah, dan banyak contoh Syair mereka yang menceritakan kenyataan tersebut .

Imam an-Nawawi dalam (الأَذْكَارُ النَّوَوِيَّةُ ) hal.305 - ketika menyebutkan Atsar Ibnu ‘Umar ini - tidak ada suatu perkataan beliau yang menunjukkan bolehnya beristighotsah dengan selain Allah swt , melainkan hanya sebatas menyebut dan mengingat nama orang yang dicintai bukan beristighotsah . Bahkan beliau telah mengisyaratkan dalam kitabnya bahwa pengobatan kram atau mati rasa pada kaki dengan cara mengingat-ingat dan menyebut nama sang kekasih itu sudah menjadi tradisi dan budaya arab yang sudah lama . Untuk membuktikannya , mari kita perhatikan perkataan beliau yang berikut nya setelah menyebutkan atsar Ibnu ‘Umar tadi :

« وَرَوَيْنَا فِيهِ عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ الْمُنْذِرِ الْحِزَامِيِّ أَحَدِ شُيُوخِ الْبُخَارِيِّ الَّذِينَ رَوَى عَنْهُمْ فِي صَحِيحِهِ قَالَ: أَهْلُ الْمَدِينَةِ يُعْجِبُونَ مِنْ حُسْنِ بَيْتِ أَبِي الْعَتَّاهِيَةِ:

وتَخْدَرُ فِيْ بعْضِ الأَحايِيْنِ رِجْلُه ** فإِنْ لم يقُلْ يا عُتْبَ لَمْ يَذْهَبِ الْخَدَرُ»

Dan telah diriwayatkan kepada kami juga dikitab yang sama, dari Ibrahim bin Mundzir al-Hizami, ia adalah salah seorang guru dari Imam Bukhari yang dimana ia meriwayatkan dari mereka didalam kitab "Shahihnya", ia berkata : penduduk kota Madinah mengagumi keindahan bait syair Abu al-‘Ataahiyah :

Dan ketika kakinya merasakan kram (kesemutan) dibeberapa waktu ** bila ia tidak memanggil "ya ‘Utba (kekasihnya)", maka tidak akan sirna kram tersebut.

(Baca : الأَذْكَارُ للنووي hal. (210)

Disini Imam an-Nawawi tidak sekali-kali menyebutkan bait syair Abu al-‘Ataahiyah , kecuali beliau ingin menunjukkan akan adanya tradisi arab jahiliyah yang semisal dengan atsar Ibnu ‘Umar tadi , yaitu mengingat / menyebut nama orang yang dicintai ketika seseorang kakinya terkena kram atau kesemutan.

Begitu Juga Ibnu ‘Allaan dalam kitabnya : [الْفُتُوحَاتُ الرَّبَّانِيَّةُ (6/200)] syarah kitab
(
الأَذْكَارُ النَّوَوِيَّةُ
) beliau berkata :

«مِنْ حَيْثُ كَمَالُ الْمَحَبَّةِ بِهٰذَا الْمَحْبُوبِ حَتَّى تَمَكَّنَ حُبُّهُ مِنَ الْفُؤَادِ حَتَّى إِذَا ذَكَرَهُ ذَهَبَ عَنْهُ الْخَدَرُ»

“ Sebagai bentuk kesempurnaan kecintaan seseorang terhadap kekasihnya , sehingga rasa cinta dalam hatinya mampu menghilangkan rasa kesemutan darinya ketika mengingatnya “.

Lalu beliau berkata :

وَفِي كِتَابِ ابْنِ السُّنِّيِّ أَيْضًا فِي مَعْنَى ذٰلِكَ: قَالَ الْوَلِيدُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ فِي حَبَّابَةَ:

Dalam Kitab nya Ibnu Sinny juga terdapat perkataan yang semakna itu : Telah berkata al-Waleed bin Abdul Malik pada kekasihnya “ Habbaabah “ :

أَثِـيْبِـي مُغرَماً كَلِفاً مُحِبّاً([9]) * إذَا خَدَرَتْ لَهُ رِجْلٌ دَعَاكِ

Balaslah atau penuhilah oleh mu seruan lelaki yang jatuh cinta (pada mu) yang kakinya sedang terkena mati rasa ketika dia menyerumu !

Kemudian Ibnu ‘Allan berkata :

وَفِيهِ([10]) أَيْضًا عَنْ أَبِي بَكْرٍ الْهُذَلِيِّ قَالَ: دَخَلْتُ عَلَى مُحَمَّدٌ بْنِ سِيرِينَ، وَقَدْ خَدِرَتْ رِجْلَاهُ؛ فَنَقَعَهُمَا فِي الْمَاءِ وَهُوَ يَقُولُ:

إِذَا خَدِرَتْ رِجْلِي تَذَكَّرْتُ قَوْلَهَا ** فَنَادَيْتُ لُبْنَى بِاسْمِهَا وَدَعَوْتُ

دَعَوْتُ الَّتِي لَوْ أَنَّ نَفْسِي تُطِيعُنِي ** لَأَلْقَيْتُ نَفْسِي نَحْوَهَا فَقَضَيْتُ

فَقُلْتُ: يَا أَبَا بَكْرٍ تُنْشِدُ مِثْلَ هَذَا الشِّعْرِ؟ فَقَالَ: يَا لُكَعُ وَهَلْ هُوَ إِلَّا كَلَامٌ حَسَنُهُ كَحُسْنِ الْكَلَامِ، وَقَبِيحُهُ كَقَبِيحِهِ؟

Dan juga di dalam nya ( Kitab Ibnu Sinny ) dari Abu Bakar al-Hudzaly berkata : aku masuk kepada Muhammad ibnu Siiriin , dan dia saat itu kedua kakinya sedang kena kram , maka dia merendamnya di dalam air , dan dia membacakan syair :

Jika kakiku mati rasa, aku teringat perkataan si dia , maka aku memanggilnya “ Lubnaa” (kekasihnya) dengan menyebut namanya , dan aku mengundangnya

Aku mengundang si dia , yang kalau seandainya nafsuku menuruti keinginanku, sungguh aku telah melemparkan nafsuku ke arahnya , maka aku telah menunaikannya.

Maka aku ( yakni Abu Hudzail ) berkata ( kepada Ibnu Siiriin ) : Wahai Abu Bakar , engkau menyenandungkan bait syair seperti ini ? Maka dia menjawab : Wahai Luka’([11]) , itu hanya sepenggal kalam ( susunan kata-kata ) , bagusnya seperti bagusnya sepenggal kalam , jeleknya juga sama seperti jeleknya sepenggal kalam . ( lihat :الْفُتُوحَاتُ الرَّبَّانِيَّةُ (6/200)

Dan coba perhatikan perkataan Ibnu al-Jauzy dalam kitab nya ( زاد المسير ) 4/344 :

«إِذَا خَدِرَتْ رِجْلِي تَذَكَّرْتُ قَوْلَهَا ** فَنَادَيْتُ لُبْنَىٰ بِاسْمِهَا وَدَعَوْتُ».

تَأَمَّلْ قَوْلَهُ: (تَذَكَّرْتُ)، ثُمَّ ذَكَرَ النِّدَاءَ بِاسْمِهَا.

Jika kakiku mati rasa, aku teringat perkataan si dia , maka aku memanggilnya “ Lubnaa” dengan menyebut namanya , dan aku mengundangnya

Renungkan dan perhatikan kata-kata nya (( aku teringat )) kemudian dia menyebut kata ( النداء باسمها ) memanggil dengan menyebut namanya !”.

Kemudian penyair lain Jamil Butsainah ( جميلُ بثينةَ ) berkata :

وأنتِ لعَيْنِيْ قُرَّةٌ حين نَلْتَقِيْ **  وذِكْرُكِ يَشفِيْني إذا خَدَرتْ رجلي

Engkau di mataku adalah sesuatu yang indah ketika kita bertemu, dan apabila kakiku mati rasa maka menyebut namamu akan mengobatiku

Dan penyair lainnya Al-Maushili  (الموصلي  ) berkata:

واللهِ ما خَدَرَتْ رجلي وما عَثَرَتْ ** إلا ذكرتُكِ حتى يَذْهبَ الخدَرُ

Demi Allah, tiadalah kakiku keram dan sakit, kecuali menyebutmu sehingga mati rasa itu sembuh.

Syair lainnya dari Kutsair )[12](:

إذا خدرت رجلي ذكرتك أشتفي ** بذكرك من خدر بها فيهون

Jika kaki ku mati rasa , aku mengingatmu agar dengan cara mengingatmu itu aku bisa sembuh dari mati rasa , maka seketika jadi ringanlah

Dan Syair lainnya :

صَبُّ مُحِبٍّ إِذَا مَا رِجْلُهُ خَدِرَتْ ** نَادَى كُبَيْشَةَ حَتَّى يَذْهَبَ الْخَدَرُ

Tumpah ruahkanlah rasa cintanya , pria yang sedang jatuh cinta ketika kakinya terkena mati rasa , sambil memanggil “ Kubaisyah “ ( nama kekasihnaya ) hingga betul-betul hilang mati rasa nya.

Dan ada seorang wanita dari Bani Bakr bin Kilaab bersyair :

إِذَا خَدِرَتْ رِجْلِي دَعَوْتُ ابْنَ مُصْعَبٍ ** فَإِنْ قُلْتُ: عَبْدَ اللَّهِ! أَجْلَى فُتُورَهَا

Jika kaki ku mati rasa , aku memanggil “ Ibnu Mush’ab “ , maka ketika aku mengatakan : “ hamba Allah !!!” terangkatlah mati rasa nya )[13](.

Al-Aaluusy dalam Tafsirnya “فَتْحُ الْمَنَّانِ” hal. (375) berkata :

«أَفَيُقَالُ: إِنَّ هٰؤُلَاءِ الشُّعَرَاءَ لَمَّا خَدِرَتْ أَرْجُلُهُمْ اسْتَغَاثُوا بِمَنْ يُحِبُّونَهُ مِنِ امْرَأَةٍ أَوْ غُلَامٍ؟ لَا أَرَى مَنْ يَقُولُ بِذٰلِكَ إِلَّا مَنْ خَدِرَ عَقْلُهُ، وَتَرَكَّبَ جَهْلُهُ».

“ Apakah bisa dikatakan : bahwa mereka para penyair ketika kaki-kaki mereka terkena kram , lalu mereka beristighotsah dengan menyebut orang yang mereka cintai , baik itu perempuan maupun bocah laki-laki ???? .

Saya tidak melihat orang yang bicara demikian kecuali hanya orang yang otaknya terkena kram dan dungunya bertumpuk-tumpuk “.

Kesimpulannya :

Tradisi mengingat sambil menyebut nama seseorang yang dicintainya ketika seseorang terkena mati rasa , kram atau rasa kesemutan adalah perkara yang lama menyebar luas dikalangan bangsa arab .  Telah ada banyak syair-syair mereka berkaitan dengan tradisi ini . Begitu juga tradisi menggunakan kata seruan “ wahai” (يَاءُ النِّدَاءِ) ketika seseorang mengingat sang kekasih yang dicintainya dan menyebut namanya atau ketika dia  menghadirkan sang kekasih yang diserunya ke dalam lubuk hatinya .

Berobat dengan cara mengingat sang kekasih untuk menghilangkan rasa kram dan kesemutan di kaki sudah menjadi tradisi dan budaya lama mereka . Maka sudah menjadi kebiasan berkata kepada orang yang sedang terkena kesemutan pada kakinya : “ ingat-ingat lah orang yang paling kamu cintai !” .

Jadi yang  benar , apa yang dia lakukan adalah hanya sebatas mengingatnya , bukan bermaksud untuk beristighotsah dengannya.

Jika beranggapan bahwa Nidaa' di sini bermakna Istighatsah, lantas apakah para penyair ini ketika kaki mereka keram dan demi kesembuhannya kemudian mereka menyebut nama kekasihnya seraya beristighatsah kepada para wanita pujaan mereka tersebut? tentunya tidak.

Apakah setiap orang yang tertimpa penyakit wabilkhusus  mati rasa jika ia menyebut nama orang yang paling ia cintai dan ternyata pemilik nama tersebut adalah orang fasiq atau kafir, maka akankah terjadi kesembuhan? betapa mustahilnya islam akan mengajarkan ummatnya memohon pertolongan darurat dari musibah (yang jalan kesembuhannya hanyalah Allah) kepada makhluk, apalagi kepada makhluk yang fasiq dan kafir. Maka dari sisi ini juga akan tertolak anggapan bahwa Nidaa'nya Abdullah Bin Umar – Radhiyallahu 'Anhuma - dalam hadits ini adalah bermakna Istighatsah.

Jika anda berkeyakinan bolehnya beritighotsah dengan berdalil haditst Abdullah bin ‘Umar ini , berarti anda telah membenarkan perbuatan orang jahiliyah , dan anda berkeyakinan bahwa setiap orang musyrik yang bertighotsah kepada kekasihnya dan dia akan menolongnya . Dan anda juga berarti meyakini bahwa Allah swt ridlo terhadap apa yang dilakukan oleh Jamiil Butsainah dan para penyair jahiliyah lainnya .

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata tentang Istighatsah :

فَأَمَّا مَا لَا يَقْدِرُ عَلَيْهِ إِلَّا اللَّهُ تَعَالَى، فَلَا يَجُوزُ أَنْ يُطْلَبَ إِلَّا مِنَ اللَّهِ سُبْحَانَهُ، لَا يُطْلَبُ ذٰلِكَ لَا مِنَ الْمَلَائِكَةِ، وَلَا مِنَ الْأَنْبِيَاءِ وَلَا مِنْ غَيْرِهِمْ، وَلَا يَجُوزُ أَنْ يُقَالَ لِغَيْرِ اللَّهِ: اغْفِرْ لِي، وَاسْقِنَا الْغَيْثَ، وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ، أَوِ اهْدِ قُلُوبَنَا، وَنَحْوَ ذٰلِكَ. وَلِهٰذَا رَوَى الطَّبَرَانِيُّ فِي مُعْجَمِهِ أَنَّهُ كَانَ فِي زَمَنِ النَّبِيِّ ﷺ مُنَافِقٌ يُؤْذِي الْمُؤْمِنِينَ، فَقَالَ الصِّدِّيقُ: قُومُوا بِنَا نَسْتَغِيثُ بِرَسُولِ اللَّهِ ﷺ مِنْ هٰذَا الْمُنَافِقِ، فَجَاءُوا إِلَيْهِ فَقَالَ: "إِنَّهُ لَا يُسْتَغَاثُ بِي، وَإِنَّمَا يُسْتَغَاثُ بِاللَّهِ"([14])؛ وَهٰذَا فِي الِاسْتِعَانَةِ مِثْلُ ذٰلِكَ.

Artinya: “ Maka adapun perkara yang tidak mampu diperbuat kecuali oleh Allah Ta'aala, maka tidak boleh memintanya kecuali kepada Allah yang maha suci, perkara tersebut tidak boleh diminta kepada para Malaikat, tidak kepada para nabi, dan tidak pula kepada selain mereka.

Tidak boleh mengatakan kepada selain Allah : "Ampunilah aku", "curahkanlah kami hujan", "tolonglah kami dari kaum yang kafir", atau "tunjukkanlah hati kami", dan yang semisalnya . [*Majmūatul -Fatāwā li-Syaikh al-Islām Ibnu Taymiyyah* (1/229)]

Dari itulah Al-Thabrani – Rahimahullah - di dalam kitab Mu'jamnya meriwayatkan:

"Bahwasanya dulu pada zaman Nabi ada seorang munafik yang sering menyakiti kaum mukmin, maka berkatalah Al-Shiddiq:

"Ayo kita bangkit berIstighatsah kepada Rasulullah dari orang yang munafik ini!" maka mereka pun akhirnya datang kepada Nabi, maka Nabi pun bersabda: " sesungguhnya masalah ini tiadalah di Istighatsahkan denganku, namun hanya di Istighatsahkan dengan Allah ",

Dan (Hadits) ini dalam perkara meminta tolong sama seperti (hukum Istighatsah) itu.”.

Dan beliau Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah juga berkata :

وَفِي الْبَابِ حِكَايَاتٌ عَنْ بَعْضِ النَّاسِ، أَنَّهُ رَأَى مَنَامًا قِيلَ لَهُ فِيهِ: ادْعُ بِكَذَا وَبِكَذَا، وَمِثْلُ هٰذَا لَا يَجُوزُ أَنْ يَكُونَ دَلِيلًا بِاتِّفَاقِ الْعُلَمَاءِ. وَقَدْ ذَكَرَ بَعْضَ هٰذِهِ الْحِكَايَاتِ مَنْ جَمَعَ فِي الْأَدْعِيَةِ.

وَرُوِيَ فِي ذٰلِكَ أَثَرٌ عَنْ بَعْضِ السَّلَفِ، مِثْلُ مَا رَوَاهُ ابْنُ أَبِي الدُّنْيَا فِي كِتَابِ مُجَابِي الدُّعَاءِ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو هَاشِمٍ، سَمِعْتُ كَثِيرَ بْنَ مُحَمَّدٍ بْنِ كَثِيرِ بْنِ رَفَاعَةَ يَقُولُ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ سَعِيدِ بْنِ أَبْجَرٍ، فَجَسَّ بَطْنَهُ فَقَالَ: بِكَ دَاءٌ لَا يَبْرَأُ. قَالَ: مَا هُوَ؟ قَالَ: الدُّبَيْلَةُ. قَالَ: فَتَحَوَّلَ الرَّجُلُ فَقَالَ: اللَّهَ اللَّهَ، اللَّهُ رَبِّي، لَا أُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا، اللَّهُمَّ إِنِّي أَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ ﷺ تَسْلِيمًا، يَا مُحَمَّدُ إِنِّي أَتَوَجَّهُ بِكَ إِلَى رَبِّكَ وَرَبِّي يَرْحَمُنِي مِمَّا بِي. قَالَ فَجَسَّ بَطْنَهُ فَقَالَ: قَدْ بَرِئْتَ، مَا بِكَ عِلَّةٌ. ([15])

قُلْتُ: فَهٰذَا الدُّعَاءُ وَنَحْوُهُ قَدْ رُوِيَ أَنَّهُ دَعَا بِهِ السَّلَفُ، وَنُقِلَ عَنْ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ فِي مَنْسَكِ الْمَرُّوذِيِّ التَّوَسُّلُ بِالنَّبِيِّ ﷺ فِي الدُّعَاءِ، وَنَهَى بِهِ آخَرُونَ. فَإِنْ كَانَ مَقْصُودُ الْمُتَوَسِّلِينَ التَّوَسُّلُ بِالْإِيمَانِ بِهِ وَبِمَحَبَّتِهِ وَبِمُوَالَاتِهِ وَبِطَاعَتِهِ، فَلَا نِزَاعَ بَيْنَ الطَّائِفَتَيْنِ، وَإِنْ كَانَ مَقْصُودُهُمُ التَّوَسُّلُ بِذَاتِهِ فَهُوَ مَحَلُّ النِّزَاعِ، وَمَا تَنَازَعُوا فِيهِ يُرَدُّ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ. وَلَيْسَ مُجَرَّدُ كَوْنِ الدُّعَاءِ حَصَلَ بِهِ الْمَقْصُودُ مِمَّا يَدُلُّ عَلَى أَنَّهُ سَائِغٌ فِي الشَّرِيعَةِ، فَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنَ الْكَوَاكِبِ وَالْمَخْلُوقِينَ، وَيَحْصُلُ مَا يَحْصُلُ مِنْ غَرَضِهِ.

وَبَعْضُ النَّاسِ يَقْصِدُ الدُّعَاءَ عِنْدَ الْأَوْثَانِ وَالْكَنَائِسِ وَغَيْرِ ذٰلِكَ، وَيَدْعُو التَّمَاثِيلَ الَّتِي فِي الْكَنَائِسِ، وَيَحْصُلُ مَا يَحْصُلُ مِنْ غَرَضِهِ. وَبَعْضُ النَّاسِ يَدْعُو بِأَدْعِيَةٍ مُحَرَّمَةٍ بِاتِّفَاقِ الْمُسْلِمِينَ، وَيَحْصُلُ مَا يَحْصُلُ مِنْ غَرَضِهِ. فَحُصُولُ الْغَرَضِ بِبَعْضِ الْأُمُورِ لَا يَسْتَلْزِمُ إِبَاحَتَهَا، وَإِنْ كَانَ الْغَرَضُ مُبَاحًا، فَإِنَّ ذٰلِكَ الْفِعْلَ قَدْ يَكُونُ فِيهِ مَفْسَدَةٌ رَاجِحَةٌ عَلَى مَصْلَحَتِهِ. وَالشَّرِيعَةُ جَاءَتْ بِتَحْصِيلِ الْمَصَالِحِ وَتَكْمِيلِهَا، وَتَعْطِيلِ الْمَفَاسِدِ وَتَقْلِيلِهَا، وَإِلَّا فَجَمِيعُ الْمُحَرَّمَاتِ مِنَ الشِّرْكِ وَالْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَالْفَوَاحِشِ وَالظُّلْمِ قَدْ يَحْصُلُ لِصَاحِبِهِ بِهِ مِنَافِعُ وَمَقَاصِدُ، لَكِنْ لَمَّا كَانَتْ مَفَاسِدُهَا رَاجِحَةً عَلَى مَصَالِحِهَا نَهَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ عَنْهَا.

كَمَا أَنَّ كَثِيرًا مِنَ الْأُمُورِ كَالْعِبَادَاتِ وَالْجِهَادِ وَإِنْفَاقِ الْأَمْوَالِ قَدْ تَكُونُ مُضِرَّةً، لَكِنْ لَمَّا كَانَتْ مَصْلَحَتُهَا رَاجِحَةً عَلَى مَفْسَدَتِهَا أَمَرَ بِهَا الشَّارِعُ. فَهٰذَا أَصْلٌ يَجِبُ اعْتِبَارُهُ، وَلَا يَجُوزُ أَنْ يَكُونَ الشَّيْءُ وَاجِبًا أَوْ مُسْتَحَبًّا إِلَّا بِدَلِيلٍ شَرْعِيٍّ يَقْتَضِي إِيجَابَهُ أَوِ اسْتِحْبَابَهُ. وَالْعِبَادَاتُ لَا تَكُونُ إِلَّا وَاجِبَةً أَوْ مُسْتَحَبَّةً، فَمَا لَيْسَ بِوَاجِبٍ وَلَا مُسْتَحَبٍّ فَلَيْسَ بِعِبَادَةٍ. وَالدُّعَاءُ لِلَّهِ تَعَالَى عِبَادَةٌ إِنْ كَانَ الْمَطْلُوبُ بِهِ أَمْرًا مُبَاحًا.

وَفِي الْجُمْلَةِ فَقَدْ نُقِلَ عَنْ بَعْضِ السَّلَفِ وَالْعُلَمَاءِ بِهِ السُّؤَالُ بِهِ، بِخِلَافِ دُعَاءِ الْمَوْتَى وَالْغَائِبِينَ مِنَ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالصَّالِحِينَ، وَالِاسْتِغَاثَةِ بِهِمْ وَالشَّكْوَى إِلَيْهِمْ، فَهٰذَا مِمَّا لَمْ يَفْعَلْهُ أَحَدٌ مِنَ السَّلَفِ، مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ، وَلَا رَخَّصَ فِيهِ أَحَدٌ مِنْ أَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ.

Artinya: Dan pada pembahasan bab ini juga terdapat beberapa cerita yang berasal dari sebagian orang, bahwasanya ia melihat di dalam mimpi ada yang berkata kepadanya: berdoalah dengan doa ini dan yang ini, maka mimpi seperti ini tidak boleh menjadi dalil berdasarkan kesepakatan para ulama, dan sungguh sebagian cerita-cerita ini telah disebutkan dari beberapa ulama dalam beberapa doa.

Dan telah diriwayatkan pada yang demikian itu suatu Atsar yang berasal dari sebagian salaf, seperti Atsar yang diriwayatkan oleh Ibnu Abiddunya di dalam kitab Majabuddu'a (مُجَابُو الدُّعَاءِ) beliau berkata: Abu Haitsam telah mengatakan kepada kami: aku telah mendengar Katsir Bin Muhammad Bin katsir Bin Rifa'ah berkata:

“ Seorang lelaki datang kepada Abdul Malik Bin Sa'id Bin Abjar, tiba-tiba ia memegang perutnya, maka (Abdul malik) bertanya: sepertinya kamu terkena penyakit yang tiada akan sembuh. Lelaki itu berkata: penyakit apakah itu? Abdul Malik berkata: "Addubailah"([16]), dan Katsir Bin Rifa'ah berkata: Maka orang itu pun pergi dan berkata: "Allah, Allah, Allah adalah tuhanku, tiadalah aku menyekutukannya dengan apapun, ya Allah sesungguhnya aku menghadap kepadamu dengan Nabimu Muhammad, yang adalah sebagai Nabi Rahmah , wahai muhammad sesunguhnya aku menghadap denganmu kepada Tuhanmu dan Tuhanku agar ia mengasihani diriku dari penyakit yang ada padaku “.

Katsir Bin Rifa'ah berkata: maka lelaki itu meraba perutnya, dan Abdul malik berkata: sungguh telah sembuh penyakit yang ada pada dirimu “.

( Bantahan oleh Ibnu Taimiyah )

Aku katakan : jelasnya doa ini dan yang semisalnya, sebenarnya telah diriwayatkan bahwasanya generasi Salaf pernah berdoa dengannya, dan telah dinukilkan dari imam Ahmad Bin Hanbal di dalam kitab Mansakul Marruudzi tentang Tawassul dengan Nabi dalam berdoa, dan sebagian ulama lainnya melarang akan hal ini.

Yang jelas apabila tujuan orang yang bertawassul itu adalah berwasilah dengan Iman kepadanya (Nabi), dengan mencintainya, dengan loyalitas penuh kepadanya, dan berwasilah dengan mentaatinya, maka sebenarnya tiadalah ada sengketa di antara kedua belah pihak, namun jika tujuan mereka yang bertawassul adalah berwasilah dengan diri nabi, maka hal inilah yang menjadi letak sengketa, dan perkara apa saja yang orang orang saling bersengketa padanya harus dikembalikan kepada Allah dan Rasul.Dan bukanlah sekedar dari adanya doa yang dapat mewujudkan keinginan lantas akan menjadi suatu petunjuk atas bahwasanya hal itu terhitung boleh di dalam Syariat. Karena sebenarnya banyak orang-orang yang berdoa kepada selain Allah seperti berdoa kepada bintang-bintang dan makhluk-makhluk lalu kemudian mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Dan ada sebagian manusia mendatangi berhala-berhala dan gereja-gereja dan lainnya untuk berdoa disisinya , ternyata mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan. Begitu juga ada sebagian manuisa berdoa dengan doa-doa yang diharamkan - sesuai kesepakatan ulama akan keharamannya – namun mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan dalam doanya .

Maka keberhasilan mendapatakan apa yang diharapkan dengan mengamalkan perkara-perkara tertentu bukanlah standar bolehnya suatu amalan , meskipun tujuannya untuk perkara mubah , karena bisa jadi amalan tersebut terdapat mafsadah yang lebih kuat dari pada mashlahatnya .

Dan syariat in datang dalam rangka untuk menggapai mashlahat-mashlahat dan menyempurnakannya serta membatalkan perkara-perkara mafsadah dan menghilangkannya . Jika tidak , maka banyak sekali perkara-perkara yang diharamkan seperti kesyirikan , khomr , judi , zina dan kedzaliman , itu semua bisa jadi ada manfaat dan maksud yang diinginkannya , akan tetapi ketika mafsadat-mafsadat nya lebih kuat dibanding mashlahat-mashlahatnya , maka Allah dan Rosul-Nya melarangnya .        

Kesimpulannya, telah dinukil dari sebagian salaf dan para ulamanya pernyataan seperti ini ketika ditanya tentang hal tersebut . Berbeda dengan menyeru orang-orang mati dan ghaib ( yang tidak hadir di hadapannya ) dari kalangan para nabi , para malaikat dan orang-orang shaleh , begitu juga beritsighotsah dan mengadu kepadanya , maka ini semua tidak ada satu pun ulama salaf yang melakukannya , baik dari kalangan para sahabat , tabi’iin serta tidak satupun dari kalangan para imam dari kaum muslimin yang meberikan rukhsoh dalam masalah ini “.

( Selesai perkataan Ibnu Taimiyah . Lihat *Majmūʿ al-Fatāwā* 1/264, *Qāʿidah Jalīlah fī at-Tawassul wa al-Wasīlah* hlm. 8)

----

BANTAHAN KE DUA : 

BERKAITAN DENGAN DERAJAT KESHAHIHAN ATSAR IBNU ‘UMAR        

Poros semua sanad-sanad Atsar Ibnu ‘Umar ini bermuara pada ABU ISHAQ AS-SUBAI’IY ([17]) .

SIAPAKAH ABU ISHAQ AS-SUBAI’IY ITU ??? :

Dia adalah orang yang tsiqoh tapi dia seorang mudallis .

Al-hafidz Ibnu Hajar meyebutkannya dalam martabat ke tiga dari maratib al-Mudallisiin ([18]). Begitu juga Ibnu Hibbaan , al-Karoobisy dan Abu Ja’far ath-Thobary ([19]) .

Syu’bah berkata : “ Dia tidak mendengar dari Harits al-A’war kecuali empat hadits([20]). Yakni yang selebihnya itu dia mentadlisnya . Dia juga berkata : “ Dan dia tidak mendengar dari Abu Wail kecuali dua hadits([21]) “.

Al-‘Ijliy berkata : “ Dan sisanya , sesungguhnya dia itu hanya mengambil kitab “  .

Dan ada Jemaah yang memasukkan dia termasuk orang yang ngaku-ngaku meriwayatkan dari mereka padahal tidak .

Dan al-Hafidz Ibnu Sholah dalam Muqoddimahnya menyebutkannya dalam kelompok mudallisiin .

Begitu juga al-Haafidz al-‘Irooqy dalam (التَّقْيِيدُ) hal. 445 , Ibnu Hibban dalam (الثِّقَاتُ) 5/177 , al-Hakim dalam (مَعْرِفَةُ عُلُومِ الْحَدِيثِ) hal. 105 , an-Nasaai (مِيزَانُ الِاعْتِدَالِ للذهبي  ) 1/360 dan al-‘Allaai dalam (جَامِعُ التَّحْصِيلِ ) hal. 108.

ADA 5 PERAWI YANG MERIWAYATKAN NYA DARI ABU ISHAQ AS-SUBAI’IY . Mereka itu adalah sbb :

1. Sufyaan ats-Tsauriy ( سفيان الثوري ) .

2. Zuhair bin Mu’awiyah ( زهير بن معاوية ) .

3. Syu’bah ( شُعْبَةُ ).

4. Israiil bin Yunus ( إسرائيل بن يونس ).

5. Abu Bakar bin ‘Ayyaasy ( أبو بكر بن عياش ).

Akan tetapi mereka berlima berbeda-beda sanadnya dalam meriwayatkan atsar dari Abu Ishaq as-Subai’iy ( أبو إسحاق السبيعي ) , yaitu seperti berikut ini ([22]):

1] سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ السَّبِيعِيِّ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَٰنِ بْنِ سَعْدٍ، قَالَ: خَدِرَتْ رِجْلُ ابْنِ عُمَرَ، فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: اذْكُرْ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَيْكَ. فَقَالَ: مُحَمَّدٌ. ([1]).

1]. Sufyan ats-Tsauri meriwayatkan dari Abu Ishaq as-Sabi‘i dari Abdurrahman bin Sa‘d, ia berkata: kaki Ibnu Umar mengalami kesemutan, lalu seorang lelaki berkata kepadanya, “Sebutlah orang yang paling engkau cintai.” Maka ia pun berkata, “Muhammad.”

2] زُهَيْرُ بْنُ مُعَاوِيَةَ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ السَّبِيعِيِّ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَٰنِ بْنِ سَعْدٍ، قَالَ: جِئْتُ ابْنَ عُمَرَ فَخَدِرَتْ رِجْلُهُ، فَقُلْتُ: مَا لِرِجْلِكَ؟ قَالَ: اجْتَمَعَ عَصَبُهَا. قُلْتُ: ادْعُ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَيْكَ. قَالَ: يَا مُحَمَّدُ. فَبَسَطَهَا.([2])

2]. Zuhair bin Mu‘awiyah meriwayatkan dari Abu Ishaq as-Sabi‘i dari Abdurrahman bin Sa‘d: Aku datang menemui Ibnu Umar, lalu kakinya mengalami kesemutan. Aku bertanya, “Apa yang terjadi pada kakimu?” Ia menjawab, “Otot-ototnya saling bertumpuk.” Aku berkata, “Panggillah orang yang paling engkau cintai.” Maka ia berkata, “Ya Muhammad.” Lalu kakinya kembali lurus (pulih).

3] شُعْبَةُ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ السَّبِيعِيِّ، عَمَّنْ سَمِعَ ابْنَ عُمَرَ، قَالَ: خَدِرَتْ رِجْلُهُ، فَقِيلَ: اذْكُرْ أَحَبَّ النَّاسِ، قَالَ: يَا مُحَمَّدُ. ([3]).

3]. Syu‘bah meriwayatkan dari Abu Ishaq as-Sabi‘i dari seseorang yang mendengar Ibnu Umar berkata: Kakinya mengalami kesemutan, lalu dikatakan kepadanya: “Sebutlah orang yang paling engkau cintai.” Maka ia berkata, “Ya Muhammad.”

4] إِسْرَائِيلُ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ السَّبِيعِيِّ، عَنِ الْهَيْثَمِ بْنِ حَنَشٍ، قَالَ: كُنَّا عِندَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، فَخَدِرَتْ رِجْلُهُ، فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: اذْكُرْ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَيْكَ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، قَالَ: فَقَامَ، فَكَأَنَّمَا نُشِطَ مِنْ عِقَالٍ. ([4])

4]. Israil meriwayatkan dari Abu Ishaq as-Sabi‘i dari al-Haitsam bin Hanzh, ia berkata: Kami berada di sisi Abdullah bin Umar, lalu kakinya mengalami kesemutan. Seorang lelaki berkata kepadanya, “Sebutlah orang yang paling engkau cintai.” Maka ia berkata, “Ya Muhammad.” Lalu ia berdiri, seakan-akan ia lepas dari ikatan tali.

5] أَبُو بَكْرِ بْنُ عَيَّاشٍ، ثَنَا أَبُو إِسْحَاقَ السَّبِيعِيُّ، عَنْ أَبِي شُعْبَةَ، قَالَ: كُنْتُ أَمْشِي مَعَ ابْنِ عُمَرَ، فَخَدِرَتْ رِجْلُهُ، فَجَلَسَ، فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: اذْكُرْ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَيْكَ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدَاهْ، فَقَامَ فَمَشَى. ([5])

5]. Abu Bakr bin ‘Ayyasy meriwayatkan dari Abu Ishaq as-Sabi‘i dari Abu Syu‘bah, ia berkata: Aku berjalan bersama Ibnu Umar, lalu kakinya mengalami kesemutan dan ia pun duduk. Seorang lelaki berkata kepadanya, “Sebutlah orang yang paling engkau cintai.” Maka ia berkata, “Ya Muhammadah.” Lalu ia pun bangkit dan berjalan.

****

BERIKUT INI PENJELASAN MASING-MASING DARI LIMA JALUR SANAD YANG LEBIH RINCI :

----

PERTAMA : JALUR SANAD DARI SUFYAN ATS-TSAURY([1]) DAN ZUHAIR BIN MU’AAWIYAH([2]):

Dari Abu Ishaaq As-Sabii’iy, dari ‘Abdurrahmaan bin Sa’d([3]), dari Ibnu ‘Umar dengan lafadz :

"خَدِرَتْ رِجْلُ ابْنِ عُمَرَ، فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: اذْكُرْ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَيْكَ. فَقَالَ: مُحَمَّدٌ".

Kaki Ibnu ‘Umar mati rasa atau kram . Maka seorang pria berkata kepadanya : ingat-ingatlah – sebutlah – orang yang paling kamu cintai ! maka beliau menjawab :
“ Muhammad “.

Jalur ini adalah sebagaimana jalur riwayat yang dibawakan oleh Al-Bukhaariy dalam kitabnya al-Adabul Mufrod no. 964 dan Imam Ad-Daruquthni dalam kitab (الْعِلَلُ) 13/242 .

Riwayat Imam Bukhory ini adalah yang paling shahih dibanding riwayat-riwayat yang lainnya . Karena ini adalah riwayat dari Sufyan ats-Tsaury  . Beliau adalah (مِنَ الْحُفَّاظِ وَالْأَثْبَاتِ ) termasuk orang-orang yang hafidz dan kokoh hafalannya .

Dr. Saad al-Humeid berkata :

" أَرْجَحُ هَذِهِ الطُّرُقِ رِوَايَةُ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ"

“ Jalur yang paling rajih adalah riwayat Sufyan at-Tsaury “

Dan dalam riwayat beliau ( Bukhory ) ini lafadznya (مُحَمَّدٌ) tdk ada huruf nida, bukan (يَا مُحَمَّدُ). Kecuali riwayat yang terdapat dalam kitab (الْعِلَلُ) 13/242 karya ad-Daruquthni, maka terdapat huruf nidanya ( يَا مُحَمَّدُ ) . Begitu juga yang diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d dalam (الطَّبَقَاتُ الْكُبْرَى) 4/395 dari jalan Sufyaan Ats-Tsauriy dan Zuhair dari Abu Ishaaq yang selanjutnya seperti riwayat Zuhair di atas.

Telah terjadi perbedaan pendapat antar para ulama hadits dalam tingkat keshahihan atsar ini . Ada yang menshahihkan dan ada pula yang men dhoif kan . 

Yang menshahihkan atsar ini tidaklah banyak, berbeda dengan yang mendlaifkannya dari kalangan ulama mu’asiriin . Dan ‘illat (عِلَّةٌ)  yang paling kuat penyebab dloifnya atsar ini adalah terdapat kelabilan (الِاضْطِرَابُ) dalam sanadnya .

Namun demikian kebanyakan para ulama yang menshahihkannya menyatakan bahwa kandungan matannya ini tidak layak untuk dijadikan dalil akan bolehnya bertawassul dengan orang-orang yang sudah mati.

Diantara ulama yang menshahihkan atsar ini adalah asy-Syeikh Abdullah bin Abdurrahman as-Saad , beliau menshahihkan atsar ini , dan telah ditanyakan kepadanya tentang istighotsah berdasarkan atsar ini ? maka beliau menjawab : “ Ini tidak shahih “.

Begitu juga Syaikh al-Huwaini (lahir 1375 H), murid Syeikh Al-Albani, beliau menshahihkan riwayat Ibnu Umar dalam al-Adab al-Mufrad , beliau menyelisihi Syeikh al-Albaany gurunya .

Al-Huwaini berkata:

أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ فِي (الْأَدَبِ الْمُفْرَدِ) (٩٦٤)، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ: ثَنَا سُفْيَانُ بِهِ، وَالثَّوْرِيُّ أَثْبَتُ فِي أَبِي إِسْحَاقَ مِنْ إِسْرَائِيلَ، وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ سَعْدٍ ثِقَةٌ، فَهٰذَا الْوَجْهُ قَوِيٌّ ..... وَالْمُعْتَمَدُ رِوَايَةُ الثَّوْرِيِّ. وَاللَّهُ أَعْلَمُ.

" Al-Bukhory telah meriwayatkan dalam al-Adab al-Mufrad (964) , dia berkata : telah bercerita kepada kami Abu Nai’im , telah bercerita kepada kami Sufyaan … dst . Sufyan Ats-Tsaury ini lebih tsabat dalam riwayat Abu Ishaq dari pada Israaiil . Sementara Abdurrahman bin Saad adalah Tsiqoh . Maka riwayat ini adalah kuat ….. Dan yang mu'tamad adalah riwayat al-Tsauri" . ( الْفَتَاوَى الْحَدِيثِيَّةُ (1/126 ).

Dan ada pula para ulama yang hanya menyebutkannya saja dan mereka diam tanpa menghukumi shahih dan dhoif nya , seperti Imam Nawawi , Ibnu ‘Allaan dan lainnya .

Adapun yang mendhoifkan atsar ini diantaranya Syeikh al-Albaany([4]) , Syeikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid([5]) , Syeikh Ibnu Saad , mereka semua adalah ulama-ulama besar pakar hadits . Dan ada beberapa ulama ahlul hadits terdahulu yang mendloifkan atsar Ibnu ‘Umar ini seperti yang termaktub dalam kitab-kitab mereka .

Menurut mereka ada beberapa illat yang menyebabkan atsar ini dhoif sekali , diantaranya adalah sbb :

Pertama : Atsar ini termasuk atsar yang Abu Ishaq As-Subai’iy sendirian yang meriwayatkannya (مِمَّا تَفَرَّدَ بِهِ إِسْحَاقُ السَّبِيعِيُّ) . Semua sanadnya berporos pada beliau :

 [زُهَيْرُ بْنُ مُعَاوِيَةَ].. وَالرَّاوِي عَنْهُ؛ هُوَ: [عَلِيُّ بْنُ الْجَعْدِ].. وَالرَّاوِي عَنْهُ السَّبِيعِيُّ عِنْدَهُ: [عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ سَعْدٍ]

 [سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ].. وَالرَّاوِي عَنْهُ؛ هُوَ: [أَبُو نُعَيْمٍ الْفَضْلُ بْنُ دُكَيْنٍ].. وَالرَّاوِي عَنْهُ السَّبِيعِيُّ عِنْدَهُ: [عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ سَعْدٍ]

[سُفْيَانُ وَزُهَيْرٌ] مَقْرُونَيْنِ.. وَالرَّاوِي عَنْهُمَا؛ هُوَ: [أَبُو نُعَيْمٍ الْفَضْلُ بْنُ دُكَيْنٍ].. وَالرَّاوِي عَنْهُ السَّبِيعِيُّ عِنْدَهُ: [عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ سَعْدٍ].

[شُعْبَةُ].. وَالرَّاوِي عَنْهُ؛ هُوَ: [عَفَّانُ بْنُ مُسْلِمٍ].. وَالرَّاوِي عَنْهُ السَّبِيعِيُّ عِنْدَهُ: [مَجْهُولٌ لَا يُعْرَفْ لَمْ يُسَمَّ].

[إِسْرَائِيلُ بْنُ يُونُسَ].. وَالرَّاوِي عَنْهُ؛ هُوَ: [مُحَمَّدُ بْنُ مُصْعَبٍ].. وَالرَّاوِي عَنْهُ السَّبِيعِيُّ عِنْدَهُ: [الْهَيْثَمُ بْنُ حَنَشٍ]

[أَبُو بَكْرِ بْنُ عَيَّاشٍ].. وَالرَّاوِي عَنْهُ؛ هُوَ: [مُحَمَّدُ بْنُ خُدَاشٍ].. وَالرَّاوِي عَنْهُ السَّبِيعِيُّ عِنْدَهُ: [أَبُو شُعْبَةُ] وَفِي نُسْخَةٍ [أَبُو سَعِيدٍ]

Disini antara sanad Sufyan dan Zuhair sama dan sepakat , tapi berbeda dengan sanad Syu’bah , Israaiil dan Abu Bakar … . illat satu ini saja sudah cukup untuk melemahkan sanad kisah ini karena adanya kelabilan ( الِاضْطِرَابُ ) . Dan juga karena Abu Ishaq as-Subai’iy ini telah kacau balau hafalannya ( اخْتَلَطَ ) diakhir usianya , maka dia mengalami kesulitan untuk men tamyiznya . Jadi illat ini saja sebetulnya sudah cukup untuk men dhoif kan atsar ini .

Kedua : sebab ‘an’anah ( عَنْعَنَةٌ ) Abu Ishaaq As-Sabii’iy dan beliau termasuk  perawi mudallis ( مُدَلَّسٌ ) yang masyhur . Disini dalam semua jalur sanadnya sama sekali tidak ada riwayat beliau yang menyatakan dengan kata-kata ( حَدَّثَنَا ) atau yang semisalnya . Ini adalah illat yang lain yang tidak boleh dianggap enteng . Karena as-Subai’iy ini telah banyak meriwayatkan banyak hadits dari orang-orang yang tidak dikenal , dan diantara meraka ada yang dhoif , ditambah lagi beliau meriwayatkannya sendirian dari mereka.

Al-hafidz Ibnu Hajar memasukkan Abu Ishaaq As-Sabii’iy dalam tingkatan ketiga perawi mudallis, sehingga tidak diterima riwayatnya kecuali jika ia menjelaskan penyimakan riwayatnya.

[Ta’riifu Ahlit-Taqdiis oleh Ibnu Hajar, hal. 101 no. 91 dan Riwaayatul-Mudallisiin fii Shahiih Al-Bukhaariy oleh Dr. ‘Awwaad Al-Khalaf, hal. 454].

Catatan : Sufyaan Ats-Tsauriy mendengar hadits Abu Ishaaq sebelum masa ikhtilaath-nya .

Sufyaan ats-Tauriy dalam periwayatan dari Abu Ishaaq mempunyai mutaba’ah dari Zuhair bin Mu’aawiyyah; sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d 4/395, ‘Aliy bin Ja’d no. 2539, Al-Harbiy  dalam Ghariibul-Hadiits 2/674 dan Ibnus-Sunniy dalam ‘Amalul-Yaum wal-Lailah no. 172, Ibnu ‘Asaakir dalam At Taariikh 131/177, dan Al-Mizziy dalam Tahdziibul-Kamaal 17/143.

Riwayat dari jalur ini dhoif dengan sebab ( عَنْعَنَةٌ ) Abu Ishaaq As-Sabii’iy.

---

KEDUA : JALUR SANAD DARI RIWAYAT SYU’BAH ( شُعْبَةُ([6]) ) :

Dari Abu Ishaaq As-Sabii’iy,  dari seseorang yang mendengar riwayat dari Ibnu ‘Umar, dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa.

Diriwayatkan oleh al-Imam Al-Harbiy dalam Ghariibul-Hadiits 2/673 : Telah menceritakan kepada kami ‘Affaan([7]) : Telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Abu Ishaaq, dari orang yang mendengar riwayat dari Ibnu ‘Umar.

Syu’bah mendengar hadits Abu Ishaaq sebelum ikhtilaath-nya.

Riwayat dari jalur ini lemah (ضَعِيفٌ) dengan sebab mubham-nya syaikh dari Abu Ishaaq As-Sabii’iy. Adapun faktor ‘an’anah-nya Abu Ishaaq pada jalur riwayat ini tidak memudlaratkan karena riwayat Abu Ishaaq ini berasal Syu’bah. Syu’bah berkata :

كَفَيْتُكُمْ تَدْلِيسَ ثَلَاثَةٍ: الْأَعْمَشِ، وَأَبِي إِسْحَاقَ، وَقَتَادَةَ

“Aku cukupkan bagi kalian tadlis dari tiga orang : Al-A’masy, Abu Ishaaq, dan Qataadah” [Ma’rifatu Sunan wal-Atsar lil-Baihaqiy, no. 29] ([8]).

Oleh karena itu, ‘an’anah ( عَنْعَنَةٌ ) Abu Ishaaq yang diriwayatkan oleh Syu’bah dihukumi muttashil (bersambung sanadnya ).

----

KETIGA : JALUR SANAD DARI RIWAYAT ISRAA’IIL ( إسرائيل ) :

Dari Abu Ishaaq As-Sabii’iy, dari Al-Haitsam bin Hanasy, dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa.

Diriwayatkan oleh Ibnus-Sunniy dalam ‘Amalul-Yaum wal-Lailah no. 170 : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Khaalid bin Muhammad Al-Bardza’iy : Telah menceritakan kepada kami Haajib bin Sulaimaan : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Mush’ab : Telah menceritakan kepada kami Israaiil, dari Abu Ishaaq, dari Al-Haitsam bin Hanasy, dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa.

Sanad atsar ini lemah sekali , karean terdapat beberapa ilat :

a. Riwayat dari jalur ini lemah karena di dalam sanadnya terdapat seorang perawi dari Israaiil ( إسرائيل ) yang bernama Muhammad bin Mush’ab bin Shadaqah Al-Qarqasaaniy, Abu ‘Abdillah/Abul-Hasan .

Dia seorang yang shaduuq, namun banyak kesalahannya (katsiirul-ghalath). Termasuk thabaqah ke-9, dan wafat tahun 208 H. Dipakai oleh At-Tirmidziy dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 897 no. 6342].

Dia di dloifkan oleh Ibnu Ma’iin dan an-Nasaai . Yahya bin Ma’in berkata :

"لَيْسَ بِشَيْءٍ لَمْ يَكُنْ مِنْ أَصْحَابِ الْحَدِيثِ وَكَانَ مُغَفَّلًا".

“Dia tidak ada apa-apanya , bukan golongan ahli hadits , dan dia itu bodoh lemah ingatan”. [ Baca : الْعِبَرُ لِلذَّهَبِيِّ (1/279) dan تَهْذِيبُ التَّهْذِيبِ (9/458 )].

Ibnu Hibbaan berkata : “ Dia buruk hafalannya , dia itu memutarbalikan sanad-sanad dan memarfu’kan haditst-hadits mursal , tidak boleh berhujjah dengannya “ .

Al-Khothiib berkata : “ Dia banyak salah ketika meriwayatkan hadits dari hafalannya “.

Akan tetapi Imam Ahmad berkata : “( لَيْسَ بِهِ بَأْسٌ ) lumayan / tidak mengapa dengannya “. Begitu juga perkataan Ibnu ‘Adiy . Bahkan dia juga di tautsiq ( dipercaya ) oleh Ibnu Naafi’ , akan tetapi Ibnu Naafi’ termasuk orang-orang yang bermudah-mudahan dalam mentautsiq “.)[9](

Syeikh Soleh Aali as-Syeikh berkata : “ Dari Sini jelaslah akan ke dhoifan Muhammad bin Mush’ab seperti yang dikatakan ahlul ‘ilmi . Adapun perkataan Imam Ahmad ( لَيْسَ بِهِ بَأْسٌ ) , maksudnya dalam dirinya , namun dalam haditsnya tetap Dhoiif . ( Baca : هٰذِهِ مَفَاهِيمُنَا hal. 44  )

b. Kemudian di dalam sanadnya juga terdapat Al-Haitsam bin Hanasy .

Biografinya disebutkan dalam (التَّارِيخُ الْكَبِيرُ) 8/213 , dan dalam (الْجَرْحُ وَالتَّعْدِيلُ) 9/79 bahwa dirinya tidak ada seorang pun dari ahlul ilmi yang mentautsiq dan men tajriih . Maka dia itu kondisinya tidak dikenal ( مَجْهُولُ الْحَالِ ) seperti yang di tamtsilkan oleh al-Khothiib al-Baghdady dalam (الكفاية) hal. 88 tentang orang-orang yang tidak dikenal (المجاهيل)([10]).

Akan tetapi Al-Imam Ibnu al-Mulaqqin di dalam kitabnya Al-Muqni’ berkata tentang Haitsam sekaligus membantah dan menjawab komentar al-Khathib :

 وَذَكَرَ الْخَطِيبُ أَيْضًا أَنَّهُ لَمْ يَرْوِ "عَنِ الْهَيْثَمِ بْنِ حَنَشٍ" غَيْرُ أَبِي إِسْحَاقَ هٰذَا وَلَيْسَ كَمَا قَالَ فَقَدْ رَوَى عَنْهُ أَيْضًا سَلَمَةُ بْنُ كُهَيْلٍ

“ Dan Al-Khothiib juga berkata “ Bahwasanya tidak meriwatyatkan dari Haitsam bin Hanasy selain Abu Ishaq “, sungguh ini bukan seperti yang dikatakan Al-Khothiib tsb, sungguh telah meriwayatkan juga darinya Salmah bin Kuhail “.)[11])

Ibnu Abi Haatim ar-Raazy dalam ( الْجَرْحُ وَالتَّعْدِيلُ ) 320/15975 berkata :

الْهَيْثَمُ بْنُ حَنَشٍ النَّخَعِيُّ كُوفِيٌّ رَوَى عَنْ ابْنِ عُمَرَ، رَوَى عَنْهُ أَبُو إِسْحَاقَ الْهَمْدَانِيُّ وَسَلَمَةُ بْنُ كُهَيْلٍ، سَمِعْتُ أَبِي يَقُولُ ذَلِكَ.

“ Haitsam bin Hanasy an-Nakho’iy , ahli kufah , meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar. Telah meriwayatkan dari beliau Abu Ishaq al-Hamdany dan Salamah bin Kuhail . Aku mendengar ayahku berkata demikian “.

Al-Hafidz ‘Alauddin Mughlathoy di dalam Syarh Sunan Ibnu Majah mengatakan :

"رَوَى أَبُو نُعَيْمٍ – أَيِ الْإِمَامُ الْفَضْلُ بْنُ دُكَيْنٍ – فِي كِتَابِ الصَّلَاةِ بِسَنَدٍ صَحِيحٍ عَلَى رَسْمِ الْـبُسْتِيِّ عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ عَنِ الْهَيْثَمِ بْنِ حَنَشٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ مَوْقُوفًا: اللَّهُمَّ اجْعَلْكَ أَحَبَّ شَيْءٍ إِلَيَّ وَأَحْسَنَ شَيْءٍ عِنْدِي".

 “ Abu Nu’aim meriwayatkan di dalam kitab sholat dengan sanad yang Shahih atas rosem al-Basti dari Abi Al-Ahwash dari Abi Ishaq dari Haitsam bin Hanasy dari Ibnu Umar scara Mauquf “ Ya Allah aku jadukan Engkau yang paling aku cintai dan yang paling baik di sisiku “([12]).

c. illat berikutnya yaitu terdapat Abu Ishaq as-Sabii’iy , dia seorang Mudallis , dan disini dia meriwayatkannya dengan shighoh ‘an’anah ( عَنْعَنَةٌ  ) .

Catatan : Ad-Daaruquthny menyebutkannya dalam kitabnya ( الْعِلَلُ ) 13/242 bahwa Israaiil telah meriwayatkannya dari Abu Ishaaq dan Ibnu ‘Umar secara mursal . Namun saya tidak menemukan riwayat tersebut di dalamnya .

----

KEEMPAT : JALUR DARI RIWAYAT ABU BAKAR BIN ‘AYYAASY ( أبو بكر بن عياش ) :

Dari Abu Ishaaq As-Sabii’iy, dari Abu Syu’bah([13]), dari Ibnu ‘Umar . Diriwayatkan oleh Ibnus-Sunniy dalam ( عَمَلُ الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ ) no. 168 :

حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْأَنْمَاطِيُّ، وَعَمْرُو بْنُ الْجُنَيْدِ بْنِ عِيسَى، قَالَا: ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خُدَاشٍ، ثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ عَيَّاشٍ، ثَنَا أَبُو إِسْحَاقَ السَّبِيعِيُّ، عَنْ أَبِي شُعْبَةَ، قَالَ: كُنْتُ أَمْشِي مَعَ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، فَخَدِرَتْ رِجْلُهُ، فَجَلَسَ، فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: اذْكُرْ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَيْكَ. فَقَالَ: "يَا مُحَمَّدَاهْ" فَقَامَ فَمَشَى.

Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Ibraahiim Al-Anmaathiy dan ‘Amru bin Al-Junaid bin ‘Iisaa, mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Khidaasy : Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin ‘Ayyaasy : Telah menceritakan kepada kami Abu Ishaaq as-Sabii’iy, dari Abu Syu’bah, dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa.

Riwayat ini lemah dengan beberapa sebab :

a. Muhammad bin Ibrahim al-Anmaathiy . Telah berkata Ibnu Abi Haatim ar-Raazy dalam ( الْجَرْحُ وَالتَّعْدِيلُ ) 7/187 :

"أَدْرَكْتُهُ وَلَمْ أَكْتُبْ عَنْهُ".

Aku telah menjumpainya dan aku tidak mau menulis darinya “.

b.  Amr bin Junaid bin ‘Isa . Beliau tidak dikenal

c. Muhammad bin Khidaasy, seorang yang majhuul

(مَجْهُولٌ لَا يُعْرَفُ حَالُهُ وَلَا عَيْنُهُ)

(tidak dikenal, tidak diketahui keadaan maupun identitasnya)

dan

(كَانَ يَرْوِي عَنْ جَدِّهِ الَّذِي كَانَ يَرْوِي الْمَكْذُوبَاتِ)

(dia biasa meriwayatkan dari kakeknya yang terbiasa meriwayatkan riwayat-riwayat yang dusta)

Berbeda dengan perkataan Majdi ghossan ma’ruf : “ Muhammad bin Ibrahim bin Nairuuz al-Anmaathy , hafidz , tsiqoh , masyhur . Dan Mamhmud bin Khodaasy – di sebagian kitab-kitab “ Muhammad bin Khidasy - . Dan orang yang al-Anmaathy meriwayatkan darinya sesungguhnya dia itu adalah Mahmud bin Khidasy , Imam , tsiqoh , seperti yang terdapat dalam Tahdziibul kamal karya al-Haafidz al-Mizzy . Mahmud bin Khidasy adalah Imam , Tsiqoh , Hafidz , Abu Muhammad ath-Thooliqoony , kemudian al-Baghdaady “([14]).  

d. ABU BAKAR BIN ‘AYYAASY .

مُتَكَلَّمٌ فِيهِ.. وَكَانَ كَثِيرَ الْخَطَإِ، وَقَدِ اخْتَلَطَ فِي آخِرِهِ، وَإِذَا رَوَى عَنْهُ الضُّعَفَاءُ وَالْمَجَاهِيلُ فَلَيْسَ حَدِيثُهُ بِشَيْءٍ

“Diperbincangkan tentang dirinya … dan dia banyak salah , dan sungguh dia telah terjadi kekeliruan di akhir usianya . Dan jika orang yang meriwayatkan dari dia itu orang-orang yang lemah dan orang-orang yang tidak dikenal maka hadits nya tidak ada nilainya “. 

Ibnu Thohman dalam ( سؤالات ابن طهمان ) hal. 34 berkata :

"سُئِلَ يَحْيَى عَنْ حَدِيثٍ رَوَاهُ أَبُو بَكْرِ بْنُ عَيَّاشٍ فَلَمْ يَلْتَفِتْ إِلَيْهِ، قَالَ: لَمْ يَرْوِهِ شُعْبَةُ وَلَا سُفْيَانُ، لَوْ رَوَوْهُ كَانَ أَبُو بَكْرٍ صَدُوقًا".

“ Yahya ( bin Ma’in ) pernah ditanya tentang hadits yang diriwaytakan oleh Abu Bakar bin ‘Ayyaasy , maka beliau tidak mau melirik kepadanya . Dia berkata : Baik Syu’bah maupun Sufyan tidak meriwayatkan hadits darinya , kalau seandainya mereka meriwayatkan darinya maka kedudukan dia adalah shoduuq ( صَدُوقٌ ) “.

Bahkan nash Imam Ahmad menyatakan bahwa Ibnu ‘Ayyash ini labil ( يضطرب ) dalam hadits As-Subai’iy …. . Telah berkata Ya’qub bin Sufyan dalam ( المعرفة والتاريخ ) 2/103 : 

(حَدَّثَنِي الْفَضْلُ قَالَ: قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ: أَبُو بَكْرٍ يَضْطَرِبُ فِي حَدِيثِ هٰؤُلَاءِ الصِّغَارِ، فَأَمَّا حَدِيثُهُ عَنْ أُولٰئِكَ الْكِبَارِ وَمَا أَقْرَبَهُ عَنْ أَبِي حُصَيْنٍ وَعَاصِمٍ وَأَنَّهُ لَيَضْطَرِبُ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ أَوْ نَحْوَ ذَا. ثُمَّ قَالَ: لَيْسَ هُوَ مِثْلَ زَائِدَةَ وَزُهَيْرٍ وَسُفْيَانَ، وَكَانَ سُفْيَانُ فَوْقَ هٰؤُلَاءِ وَأَحْفَظَ)

“ Telah bercerita padaku al-Fadlel , dia berkata bahwa Abu Abdillah berkata : Abu Bakar labil dalam hadits mereka yang muda-muda . Adapun haditsnya dari mereka yang tua-tua maka yang paling dekat kebenarannya adalah dari Abu Hushoin dan ‘Asheem . Dan sungguh dia itu labil jika meriwayatkan dari Abu Ishaq atau yang sejajar dengannya “ . Kemudian beliau berkata lagi : “ Dia tidak setara dengan Zaaidah , Zuhair dan Sufyan . Sementara Sufyana diatas semuanya dan lebih kuat hafalannya “.

Dengan demikian , jika saja Abu Bakar bin ‘Ayyaasy labil dalam hadits Abi Ishaq As-Subai’iy , dan Abu Ishaq As-Subai’iy juga sama labilnya ketika diusia ikhtilath alias kacau balau dalam riwayat haditsnya , maka dia tidak tahu apa yang disampaikannya , dan tidak diketahui kapan Ibnu ‘Ayyas mendengar hadits dari Abu Ishaq as-Subai’iy ?

Maka dapat kita lihat bahwa semua jalur di atas – yang berporos pada Abu Ishaaq – terdapat kelemahan.

Diantaranya dalam riwayat Abu Ishaq ini terdapat kelabilan ( الِاضْطِرَابُ ) yang nyata dan jelas sekali. Ini menunjukkan bahwa Abu Ishaq meriwayatkannya setelah masa ikhtilath ( الِاخْتِلَاطُ ) ([15]) dan sebagai bukti akan adanya ikhtilath dalam hadits ini bahwa beliau kadang meriwayatkannya Abu Syu’bah atau Abu Sa’id , dan terkadang dari Abdurrahman bin Saad . Ini adalah kelabilan yang menyebabkan tertolaknya periwayatan hadits . Bahkan al-Juuzajaany telah menuduhnya dengan tuduhan fanatik syiah ( التَّشَيُّعُ ) dari kalangan para pemimpin ahli hadits Kuufah . Dan dari Ma’an , beliau berkata :

"أَفْسَدَ حَدِيثَ أَهْلِ الْكُوفَةِ الْأَعْمَشُ وَأَبُو إِسْحَاقَ يَعْنِي لِلتَّدْلِيسِ، وَرَوَى عَنْ أُنَاسٍ لَمْ يُعْرَفُوا عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ إِلَّا مَا حَكَى هُوَ عَنْهُمْ. فَإِذَا رَوَى تِلْكَ الْأَشْيَاءَ عَنْهُمْ كَانَ التَّوَقُّفُ أَوْلَى"

“ Hadits masyarakat Kuufah telah dirusak oleh al-A’masy dan Abu Ishaq , yakni dengan cara Tadliis . Dia meriwayatkan hadits dari orang-orang yang tidak dikenal oleh dikalangan ahlul ilmi , kecuali apa yang dia riwayatkan dari mereka . Maka jika dia meriwayatkan sesuatu-sesuatu itu dari mereka , maka berhenti utk tidak mengambilnya itu lebih baik “. ( Baca : تَهْذِيبُ التَّهْذِيبِ 8/66 )

Telah meng itsbat kan akan ikhtilath nya Abu Ishaq As-Subai’iy masing-masing dari Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam (  تقريب التهذيبhal. 639 ) dan ( مقدمة فتح الباري hal. 431)  , Imam an-Nawawi dalam ( شرح صحيح مسلم (1/34 ) dan Burhanuddin al-Halaby dalam risalahnya ( الاغتباط  ) . Begitu juga Ibnul Kayyal telah meng itsbat kan ikhtilathnya dalam ( الكواكب النيرات ) . Dan juga al-Haafidz Ibnu Sholah seperti yang dihikayatkan oleh Ibnu Kayyal dari nya ([16]).

Sementara al-Juzajany menghikayatkan tentang Abu Ishaq as-Subai’iy :

"أَنَّهُ وَاحِدٌ مِمَّنْ لَا يُحْمَدُ النَّاسُ مَذَاهِبَهُمْ".

Bahwa dia adalah salah seorang dari orang-orang yang madzhabnya tidak terpuji([17]).

Lagi pula riwayat yang datang tanpa ( "يَا" النِّدَاءِ  ) secara riwayat lebih kuat . Yakni jika dibandingkan dengan riwayat-riwayat yang lainnya yang terdapat banyak illat nya, dan illat yang paling memberatkan adalah adanya ketidak jelasan dan kelabilan
( الْجَهَالَةُ والِاضْطِرَابُ ).

Ditambah lagi adanya sebagian para perawi yang diperselisihkan ketsiqohannya seperti Abu Ishaq itu sendiri . Kalau seandainya kita menganggapnya tsiqoh , maka tetap saja kita tidak bisa menerima dalam penshahihan sanad di sebabkan adanya ketidak jelasan dan kelabilan ( الْجَهَالَةُ والِاضْطِرَابُ ). Kelabilan Abu Ishaq di sanad ini sangat nampak jelas tidak bisa dipungkiri . Wallahu a’lam bish showaaab .  

APAKAH riwayat Syu’bah (jalur kedua) dapat menguatkan riwayat Ats-Tsauriy dan Zuhair (jalur pertama) – sehingga dapat disimpulkan bahwa perawi mubham dalam riwayat Syu’bah adalah ‘Abdurrahmaan bin Sa’d ?.

JAWABNYA : Tidak, dengan sebab :

1. Riwayat Ats-Tsauriy tidak shahih hingga ‘Abdurrahmaan karena ‘an’anah Abu Ishaaq, sedangkan riwayat Syu’bah shahih hingga perawi mubham tersebut. Atau dengan kalimat singkat : Riwayat Syu’bah lebih shahih hingga tingkatan syaikh-nya Abu Ishaaq daripada riwayat Ats-Tsauriy.

2. Jalur riwayat ketiga dan keempat merupakan qarinah tambahan adanya idlthiraab dalam periwayatan Abu Ishaaq.

Selain itu, matan riwayat tersebut juga mengandung nakarah dengan adanya permintaan doa kepada selain Allah ta’ala ketika tertimpa musibah. Hal ini bertentangan dengan firman Allah ta’ala :

أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الأرْضِ أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ قَلِيلا مَا تَذَكَّرُونَ

“Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati (Nya)” [QS. An-Nam : 62].

KESIMPULANNYA :

Hadits ini Dho’if. Asy-Syeikh Al-Albaaniy rahimahullah melemahkan atsar Ibnu Umar ini dalam Dla’iif Al-Adabil-Mufrad hal. 87.

----

BANTAHAN KE TIGA : 

BERKAITAN DENGAN DERAJAT KESHAHIHAN ATSAR IBNU ‘ABBAAS

Atsar ini diriwayatkan Ibnu Sinny dalam ( عَمَلُ الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ ) no.169 , dia berkata :

حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ عِيسَى أَبُو أَحْمَدَ، ثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ رُوحٍ، ثَنَا سَلَّامُ بْنُ سُلَيْمَانَ، ثَنَا غِيَاثُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُثْمَانَ بْنِ خُثَيْمٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: خَدِرَتْ رِجْلُ رَجُلٍ عِنْدَ ابْنِ عَبَّاسٍ، فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: اذْكُرْ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَيْكَ، فَقَالَ: مُحَمَّدٌ ﷺ، فَذَهَبَ خَدَرُهُ.

Telah bercerita kepada kami Ja’far bin ‘Isa Abu Ahmad , telah bercerita kepada kami Ahmad bin Abdullah bin Rouh , telah bercerita kepada kami Salam bin Sulaiman , telah bercerita kepada kami Ghoyyats bin Ibrahim , dari Abdullah bin Utsman bin Khutsaim , dari Mujahid , dari Ibnu Abbaas . Dia berkata :

Telah mengalami kram kaki seorang pria disisi Ibnu ‘Abbaas , maka Ibnu ‘Abbas berkata : “ Ingat-ingatlah orang yang paling kamu cintai , maka dia berkata : “ Muhammad “. Maka hilanglah rasa kramnya “.

Riwayat ini lemah karena terdapat Ghoyyats bin Ibrahim . Imam Ahmad bin Hanbal berkata tentang dia : “orang-orang meninggalkan haditsnya”. Dan Imam Bukhori juga berkata : “ Mereka meninggalkannya”. Ditambah lagi masih ada beberapa perawi yang lemah . ( Lihat: مِيزَانُ الِاعْتِدَالِ 5/406)    

Syeikh Soleh ‘aali asy-Syeikh dalam kitabnya ( هٰذِهِ مَفَاهِيمُنَا ) hal. 45-46 berkata :

"وَفِي إِسْنَادِهِ: غِيَاثُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ كَذَّبُوهُ. قَالَ ابْنُ مَعِينٍ: كَذَّابٌ خَبِيثٌ. وَلَفْظُهُ فِي تَذْكِرَةِ (مُحَمَّدًا) مُجَرَّدٌ مِنْ حَرْفِ النِّدَاءِ. فَلَا حُجَّةَ فِيهِ".([18]).

“ Di dalam sanadnya terdapat Ghoyyaats bin Ibrahim , mereka menganggapnya pendusta . Ibnu Ma’iin berkata : Dia pendusta busuk . Dan dalam “ تذكره “ lafadznya
(
مُحَمَّدٌ ) tanpa adanya ( يا ) huruf nida , maka jika demikian tidak ada hujjah di dalam nya” .

Atsar ini di dhoifkan pula oleh Sheikh al-Albaany dalam ( ضَعِيفٌ الأَدَبُ المُفْرَدُ ) hal. Dan Syeikh Bakr Abu Zaid dalam ( تَصْحِيحُ الدُّعَاءِ ) hal. 362 .

****

DALIL TAWASSUL KE SEBELAS

Dari Abul Jauza’ Aus bin Abdillah, dia berkata :

( قُحِطَ أَهْلُ الْمَدِينَةِ قَحْطاً شَدِيداً ، فَشَكَوْا إِلَى عَائِشَةَ فَقَالَتْ : انْظُرُوا قَبْرَ النَّبِىِّ ﷺ فَاجْعَلُوا مِنْهُ كِوًى إِلَى السَّمَاءِ حَتَّى لاَ يَكُونَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ السَّمَاءِ سَقْفٌ . قَالَ : فَفَعَلُوا ، فَمُطِرْنَا مَطَراً حَتَّى نَبَتَ الْعُشْبُ وَسَمِنَتِ الإِبِلُ ، حَتَّى تَفَتَّقَتْ مِنَ الشَّحْمِ ، فَسُمِّىَ عَامَ الْفَتْقِ  .

“Penduduk Madinah pernah mengalami kemarau yang sangat dahsyat, kemudian mereka mengadu kepada Aisyah, maka dia berkata:

“Pergilah ke kuburan Nabi kemudian buatlah lubang yang menghadap ke langit sehingga antara kubur dan langit tidak terhalang oleh atap.”

Mereka berkata, “Mari kita melakukannya.”

Maka hujan lebat mengguyur kami, sehingga rumput tumbuh lebat dan unta-unta menjadi gemuk dan menghasilkan lemak. Maka saat itu disebut Tahun Limpahan.”

(Diriwayatkan oleh Ad Darimi (1/56) nomor 92.

Atsar ini di dloifkan sanadnya oleh Syeik Al Albani dalam At Tawassul hal 139.

Hadits ini  tidak dapat digunakan sebagai hujjah dikarenakan empat alasan :

Pertama : Perawi yang bernama ‘Amr bin Malik an-Nakri sangat lemah sekali . Seperti yang di katakan Ibnu ‘Adiy dalam al-Kaamil 6/1796 : “ Haditsnya mungkar menisbatkan riwayatnya kepada orang-orang yang dipercaya / tsiqoot . Dia mencuri hadits “. Ibnu Hibban berkata : “ Salah dalam meriwayatkan hadits dan asing haditsnya “. (lihat : Hadzihi Mafaahimunaa hal. 73 )

Kedua : Perawi yang bernama Said bin Zaid ar-Raawi, dia adalah saudara Hammad bin Zaid , pada dirinya terdapat kelemahan . Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab at-Taqrib berkata : " Dia Shoduq ( kurang kuat hafalannya ) dan pada dirinya terdapat keragu-raguan atau was-was ". Dan Adz-Dzahabi dalam al-Mizan berkata : " Telah berkata Yahya bin Said : Dia dhaif . Dan As-Sa'di berkata : " Dia bukan hujjah , mereka ( para ulama hadits ) mendlaifkan haditsnya . Dan Imam An-Nasai beserta lainnya berkata : Dia tidak kuat . Dan Imam Ahmad berkata : Tidak mengapa (lumayan) , dulu Yahya bin Said tidak menganggapnya ".

Ketiga : atsar tersebut mauquf dari pendapat Aisyah , bukan dari Nabi , kalau seandainya Shahih juga tidak bisa di jadikan hujjah .

Keempat : perawi yang bernama Abu Nu'man ini adalah Muhammad bin Al-Fadlel , dia dikenal dengan sebutan 'Arim ( yang jelek akhlaknya )  , dia meskipun tsiqoh ( dipercaya ) tapi dia hafalannya kacau balau di akhir usianya , oleh karena itu Al-Hafidz Burhanuddin Al-Halaby memasukannya dalam kitab Al-Mukhtalithiin ( kumpulan orang-orang yang hafalannya kacau balau ). Dan hadits ini tidak jelas apakah Ad-Darimy meriwayatkan darinya sebelum ikhtilath hafalannya atau sesudahnya , dengan demikian maka tidak di terima dan tidak bisa di jadikan hujjah . (At Tawassul hal 139 karya Syeikh al-Albaani )

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam kitabnya Ar Radd alal Bakri hal 68-74:

“Dan riwayat dari Aisyah radhiallahu anha tentang membuka lubang kuburan Nabi ke arah langit agar hujan turun tidak shahih dan tidak sah sanadnya. Di antara yang menjelaskan kedustaan atsar ini adalah bahwa selama Aisyah hidup di rumah tersebut tidak memiliki lubang , bahkan keadaannya tetap seperti pada masa Rasulullah , yakni sebagiannya diberi atap dan sebagian yang lain terbuka, sehingga sinar matahari masuk ke dalam rumah, sebagaimana riwayat yang ada dalam Shahihain dari Aisyah bahwasanya :

Nabi sedang melakukan shalat Ashar dan sinar matahari masuk ke kamar beliau, sehingga tidak nampak bayangan (HR. Bukhari no. 521 dan Muslim no. 611).

Kamar tersebut tidak berubah hingga Walid bin Abdil Malik menambahkan kamar-kamar itu di masjid Rasulullah , sejak saat itu kamar Nabi masuk ke dalam masjid. Kemudian di sekitar kamar Aisyah - yang di dalamnya terletak kuburan Nabi dibangun tembok yang tinggi, dan sesudah itu dibuatlah lubang sebagai jalan bagi orang yang turun apabila ingin membersihkan.”

Adapun adanya lubang saat Aisyah hidup, maka itu adalah kedustaan yang nyata. Seandainya benar, maka hal itu akan menjadi hujjah dan dalil bahwa orang-orang tersebut tidaklah berdoa kepada Allah dengan perantaraan makhluk, tidak bertawassul dengan mayat di dalam doa mereka, serta mereka tidak pula memohon kepada Allah dengan (perantaraan) orang yang sudah mati. Mereka hanyalah membukanya agar rahmat diturunkan kepadanya, dan di sana tidak terdapat doa memohon kepada Allah dengan perantaraannya ( perantaraan kubur atau mayat yang ada di kubur tersebut, yakni Rasulullah -pen. ).

Bandingkan betapa beda dua hal tersebut ! Sesungguhnya makhluk hanya bisa memberikan manfaat kepada orang lain melalui doa dan amal shalihnya, oleh karenanya Allah senang jika seseorang bertawasul kepada-Nya dengan iman, amal shalih, shalawat dan salam kepada Nabi-Nya , serta mencintai, menaati dan setia kepada beliau. Maka inilah perkara-perkara yang dicintai Allah agar kita bertawasul kepada-Nya dengan perkara-perkara tersebut.

****

DALIL KE DUA BELAS :

Hadits yang menyebutkan bahwa Rosulullah bersabda :

«تَوَسَّلُوا بِجَاهِي فإنَّ جَاهِيْ عِنْدَ الله عَظِيْمٌ»، وَبَعْضُهُمْ يَرْوِيهِ بِلَفْظ : «إذَا سَأَلْتُمْ اللَّهَ فَاسْأَلُوهُ بِجَاهِي، فَإِنَّ جَاهِي عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ»

“Bertawassullah kalian dengan kedudukanku, sesungguhnya kedudukanku di sisi Allah sangat besar.”

Sebagian yang lain meriwayatkannya dengan lafadz : “Apabila kalian meminta kepada Allah, maka mintalah kepada-Nya dengan kedudukanku, sesungguhnya kedudukanku di sisi Allah sangat besar.”

Syaikh Ibnu Taimiyah berkata : " Hadits ini dusta dan tidak terdapat dalam kitab-kitab kaum muslimin yang dijadikan pegangan oleh ahlul hadits, dan tidak satu pun ulama menyebutkan hadits tersebut, padahal kedudukan beliau di sisi Allah ta’ala lebih besar dari kemuliaan seluruh nabi dan rasul.” (Qo’idah Jalilah fit Tawassul wal Wasilah hal 168. Dan lihat Iqtidlo’ Shiratil Mustaqim (2/783)).

Al Muhaddits Al Albani berkata, “Hadits ini batil, tidak terdapat dalam kitab-kitab hadits. Hadits ini hanya diriwayatkan oleh sebagian orang yang bodoh terhadap As Sunnah.” (At Tawassul Anwa’uhu wa Ahkamuhu hal 127).

Cara yang benar untuk mengagungkan dan menghormati Jaah ( kedudukan ) Rosulullah adalah dengan cara mengikuti dan mengamalkan syariat yang di bawanya, sesuai dengan yang beliau sabdakan :

 (( مَا تَرَكْتُ شَيْئًا يُقَرِّبُكُمْ مِنَ اللهِ إلاَّ أَمَرْتُكُمْ بِهِ ))

" Tidak ada sesuatu ( amalan ) yang tersisa yang bisa mendekatkan diri kalian kepada Allah kecuali aku telah menyampaikannya pada kalian ".

( HR. Imam Syafii dalam Muqoddimah kitab As-Sunan secara Mursal dan Tabroni secara maushuul . dan di Shahihkan oleh Al-Albaany ). Lihat Bulughul Amaani firrad 'ala Miftahit tijani 1/28 .

****

DALIL TAWASSUL KE TIGA BELAS

Hadits yang menyebutkan bahwa Rosulullah bersabda :

« إذَا أعْيَتْكُمْ الأُمُوْرُ فَعَلَيْكُمْ بِأَهْلِ الْقُبُوْرِ » ، أَوْ « فَاسْتَغِيْثُوْا بِأَهْلِ الْقُبُوْرِ »

“Apabila kamu terbelit suatu urusan, maka hendaknya (engkau meminta bantuan dengan berdo’a) kepada ahli kubur” Atau “Minta tolonglah ( beristighotsahlah ) dengan (perantaraan) ahli kubur.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Hadits ini adalah dusta dan diada-adakan atas Nabi berdasarkan kesepakatan ahli hadits. Hadits ini tidak diriwayatkan oleh seorang pun dari para ulama dan tidak ditemukan sama sekali dalam kitab-kitab hadits yang terpercaya.” (Majmu’ Fatawaa (11/293)).

Ketika Ibnul Qoyyim menyebutkan beberapa faktor penyebab para penyembah kubur terjerumus ke dalam kesyirikan, beliau berkata, “Dan di antaranya adalah hadits-hadits dusta dan bertentangan (dengan ajaran Islam), yang dipalsukan atas Nabi oleh para penyembah berhala dan pengagung kubur yang bertentangan dengan agama dan ajaran Beliau , seperti hadits:

“Apabila kamu terbelit suatu urusan, maka hendaknya (engkau meminta bantuan) kepada ahli kubur.”

****

DALIL TAWASSUL KE EMPAT BELAS

Hadits yang menyebutkan bahwa Rosulullah bersabda :

«لَوْ أَحْسَنَ أَحَدُكُمْ ظَنَّهُ بِحَجَرٍ لَنَفَعَهُ»

“Seandainya kalian berharap dan optimis walaupun terhadap sebuah batu, maka pasti batu itu akan mampu mendatangkan manfaat kepada kalian.” ( Lihat : Ighatsatul Lahfaan (1/243) ).

Hadits ini batاil , sangat berlawanan dengan syariat Islam , yang memalsukannya adalah orang-orang musyrik .

****

DALIL TAWASSUL KE LIMA BELAS :

Amalan Tawassul Salafus Shalih .

Mereka mengklaim : Sebagian orang mengira bahwa tawassul tidak pernah dicontohkan oleh para salafus shalih. Berikut ini nukilan mereka tentang tawassul salafus shalih.

===

Imam Syafii Bertabarruk di kuburan Imam Abu Hanifah  ??? .

Dalam kitab Tarikh Baghdad karangan Al Khathib Al Baghdadi yang sangat populer itu, disebutkan dengan sanadnya :

Bahwa Imam Syafii sering datang ke kuburan Imam Abu Hanifah untuk mengambil berkahnya (tabarruk).

Berikut ini teksnya:

"وَبِالْجَانِبِ الشَّرْقِيِّ مَقْبَرَةُ الْخَيْزُرَانِ، فِيهَا قَبْرُ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَاقَ بْنِ يَسَارٍ صَاحِبِ السِّيرَةِ، وَقَبْرُ أَبِي حَنِيفَةَ النُّعْمَانِ بْنِ ثَابِتٍ إِمَامِ أَصْحَابِ الرَّأْيِ.

أَخْبَرَنَا الْقَاضِي أَبُو عَبْدِ اللهِ الْحُسَيْنُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ مُحَمَّدٍ الصَّيْمَرِيُّ، قَالَ: أَنْبَأَنَا عُمَرُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْمُقْرِئُ، قَالَ: نَبَّأَنَا مُكْرِمُ بْنُ أَحْمَدَ، قَالَ: نَبَّأَنَا عُمَرُ بْنُ إِسْحَاقَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، قَالَ: نَبَّأَنَا عَلِيُّ بْنُ مَيْمُونٍ، قَالَ: سَمِعْتُ الشَّافِعِيَّ يَقُولُ: إِنِّي لَأَتَبَرَّكُ بِأَبِي حَنِيفَةَ، وَأَجِيءُ إِلَى قَبْرِهِ فِي كُلِّ يَوْمٍ - يَعْنِي زَائِرًا -، فَإِذَا عَرَضَتْ لِي حَاجَةٌ صَلَّيْتُ رَكْعَتَيْنِ، وَجِئْتُ إِلَى قَبْرِهِ، وَسَأَلْتُ اللهَ تَعَالَى الْحَاجَةَ عِنْدَهُ، فَمَا تَبْعُدُ عَنِّي حَتَّى تُقْضَى."

"Di sebelah timur terdapat kuburan Al Khaizuran, di dalamnya terdapat kuburan Muhammad bin Ishaq penulis Sirah, dan kuburan Abu Hanifah Nu'man bin Tsabit, Imamnya ahli ra'yi ".

Al-Khathib berkata : telah mengkabari kami Al-Qadli Abu Abdillah Al-Husain bin Ali bin Muhammad Ash-Shaimari , dia berkata : telah memberi berita kepada kami Umar bin Ibrahim Al-Muqri’, dia berkata : telah memberi berita kepada kami Makrom bin Ahmad , dia berkata : telah memberi berita kepada kami Umar bin Ishaq bin Ibrahim , dia berkata : telah memberi berita kepada kami Ali bin Maimun berkata :

" Saya pernah mendengar Asy-Syafii berkata : Sungguh aku benar-benar mengambil berkah ( tabarruk ) dengan Abu Hanifah, aku datang ke kuburannya setiap hari, yakni sebagai peziarah, jika aku memiliki keinginan (hajat) aku shalat dua rakaat lalu mendatangi kuburannya dan memohon kepada Allah di situ. Tak lama kemudian biasanya dipenuhi hajatku ." (Tarikh Baghdad 1/123)

Syeikh Al-Kautsary berkata tentang para perawi sanadnya :

«وَرِجَالُ هَذَا السَّنَدِ كُلُّهُمْ مُوَثَّقُونَ عِنْدَ الْخَطِيبِ»

Artinya : " Para perawi sanad ini semuanya adalah orang-orang yang di tautsiq
( dipercaya ) oleh Al-Khothiib ". ( Lihat : At-Tankil 1/63 ) .

---

BANTAHAN :

Mengenai sanad riwayat tersebut Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albaany menyatakan:  “ Ini adalah riwayat yang lemah bahkan batil.

Adapun kata-kata Al-Kautsary : " Para perawi sanad ini semuanya adalah orang-orang yang di tautsiq ( dipercaya ) di sisi Al-Khothiib ", maka yang benar adalah hanya beberapa perawi dalam sanad tersebut yang di tautsiq ( dipercaya ) oleh Al-Khothiib dalam Tarikh nya ,  yaitu Al-Qadli Abu Abdillah Al-Husain bin Ali bin Muhammad Ash-Shaimar dan gurunya Umar bin Ibrahim bin Ahmad adalah Al-Kattani Al-Muqri’ Al-Baghdadi  .

Kemudian perawi yang bernama Makrom bin Ahmad, dia ini memang di tautsiq 
( dipercaya ) pula oleh Al-Khothiib ketika menulis biografinya dan tidak ditemukan orang lain yang menyalahinya , akan tetapi Al-Khothiib sendiri (4/209) ketika membahas biografi Ahmad bin Ash-Shult bin al-Mughollis Al-Hammaani , dia berkata :

" Telah bercerita padaku Abul Qosim Al-Azhary , dia berkata : telah di tanya Abul Hasan Ali bin Umar Ad-Daruquthni - dan saya mendengarkannya - tentang buku yang berisi kumpulan Fadloil Abu Hanifah yang di himpun oleh Makrom bin Ahmad ? Maka dia menjawab : Palsu , semuanya dusta , yang memalsukannya Ahmad bin Mughollis al-Hammaani … ".

Dan nampaknya hikayat tersebut di ambil dari kitabnya « Manaqib Abu Hanifah » , sebuah kitab karya Makrom bin Ahmad yang terkenal saat itu .

Al-Muhaddits Abdurrahman Al-Mu’allimi Al-Yamani menjelaskan kemungkinan dhahir dari penjelasan Imam Ad-Daraquthni bahwa yang mengarang kitab tersebut adalah Ahmad bin Al-Mughallas, sedangkan muridnya (Mukarram bin Ahmad) mendapat ijazah kitab tersebut darinya. ( At-Tankiil bima fil Kautsari minal Abathil: 1/63 ).

Bagaimana tingkat kejujuran Ahmad bin Al-Mughallas Al-Hammani ?

Berkata Al-Hafizh Ibnul Jauzi : " Telah bercerita kepadaku Muhammad bin Abil Fawaris bahwa Ahmad bin Ash-Shalt bin Al-Mughallas memalsu hadits ". ( Lihat : Al-Bidayah wan Nihayah: 11/151).

Adapun perawi yang bernama Umar bin Ishaq bin Ibrahim , apakah dia ini termasuk yang di tautsiq oleh Al-Khothobi seperti yang dikatakan Syeikh Al-Kautsary tadi ? Yang benar sesuai hasil penelusuran Syeikh Al-Albaany dalam kitab At-Tankil 1/65 beliau menyatakan bahwa Al-Khothib tidak pernah mentautsiqnya .

Dan beliau menegaskan pula dalam kitab Silsilah al-Ahaadits Adh-Dhaifah 1/99 :

Bahwa dia tidaklah dikenal. Tidak ada penyebutan tentangnya sedikitpun dalam kitab-kitab tentang perawi. Bisa jadi yang dimaksud adalah ‘Amr ( dengan fathah pada ‘ain ) bin Ishaq bin Ibrohim bin Humaid bin as-Sakn Abu Muhammad at-Tuunisi . Al-Khothiib ( al-Baghdady ) menyebutkan biografinya dan menyatakan bahwa ia adalah Bukhary ( berasal dari Bukhara ) datang ke Baghdad dalam rangka menunaikan haji pada tahun 341 H. Tetapi (Al-Khothiib) tidaklah menyebutkan jarh ( celaan ), tidak pula ta’diil ( pujian ) sehingga dalam kondisi ini ia adalah majhuulul haal ( keadaanya tidak dikenal). ( Tetapi ) kemungkinan ( bahwa ia adalah ‘Amr ) jauh , karena tahun kematian syaikhnya : Ali bin Maymun pada tahun 247 H menurut kebanyakan pendapat. Sehingga jarak kematian antara keduanya adalah sekitar 100 tahun, sehingga jauhlah kemungkinan bahwa keduanya pernah bertemu” . ( Lihat Silsilah al-Ahaadits Adh-Dhaifah juz 1 halaman 99 ).

Kemudian yang berikutnya Ali bin Maimun ar-Roqi perawi yang meriwayatkan langsung dari Imam Syafii , apakah dia juga termasuk yang di tautsiq oleh Al-Khothib ?

Dalam kitab At-Tankil 1/65 Syeikh Al-Albaany menceritakan bahwa hasil dari penelusuran pada kitab Tarikh Baghdad karya Al-Khothib tidak di temukan tanggapan apa-apa tentang dia , tidak ada tautsiq dan tidak ada yang sebaliknya , akan tetapi di temukan dalam kitab lainnya bahwa Ali bin Maimun Ar-Roqi ini meriwayatkan dari sebagian para syeikh Syafii , dan dia memang di tautsiq ( dipercaya ) , akan tetapi tidak di ketemukan keterangan yang menyatakan bahwa dia pernah meriwayatkan langsung dari Imam Syafii . Syeikh Al-Albani sempat menelusurinya pada kitab Tawali Ta'sis karya Ibnu Hajar Al-'Asqalany karena kitab ini adalah kitab yang sengaja di tulis Ibnu Hajar secara khusus untuk mengumpulkan semaksimal mungkin semua perawi yang meriwayatkan dari Imam Syafii , namun di sana ternyata tidak ditemukan perawi yang bernama Ali bin Maimun ( lihat : Tawali Ta'sis hal. 81 ) .

Telah berkata Ibnu Abi Hatim dalam kitab Al-Jarh wat Ta’dil: 6/206 tentang Ali bin Maimun Abul Hasan Al-Aththar Ar-Raqqii : " Ayahku ditanya tentangnya, maka beliau menyatakan : tsiqat " . ( Lihat pula : Tahdzibut Tahdzib : 7/340).

Kesimpulannya adalah riwayat ini lemah dan batil.

Yang menunjukkan kebatilan kisah ini adalah tidak ketemunya Ali bin Maimun Ar-Raqqii yang wafat 246 H dengan Umar bin Ibrahim Al-Kattani Al-Muqri’ yang lahir tahun 300H.

Kebatilan ini dikutip dari kisah yang diambil oleh Umar bin Ibrahim Al-Kattani dari kitab « Manaqib Abu Hanifah » milik gurunya yaitu Mukarrom bin Ahmad. Sedangkan Mukarram sendiri, mendapat ijazah kitab tersebut dari Ahmad bin Al-Mughallas , seorang pendusta . ( At-Tankiil bima fil Kautsari minal Abathil:1/63 ).

Latar belakang munculnya cerita tabarruknya Imam Syafii :

Sudah masyhur bagi para peneliti sejarah bahwa pada masa itu terjadi saling fanatik antara Hanafiyah dan Syafi’iyah. Masing-masing pengikut madzhab menulis dan mengarang hadits palsu untuk membela para imam mereka. Di antara hadits-hadits yang dikarang oleh Hanafiyah yang fanatik adalah hadits palsu:

«يَكُونُ فِي أُمَّتِي رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ: مُحَمَّدٌ بْنُ إِدْرِيسَ، أَضَرُّ عَلَى أُمَّتِي مِنْ إِبْلِيسَ، وَيَكُونُ فِي أُمَّتِي رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ أَبُو حَنِيفَةَ، هُوَ سِرَاجُ أُمَّتِي»

 " Akan ada di kalangan umatku seorang laki-laki yang bernama Muhammad bin Idris (Asy-Syafi’i) yang lebih berbahaya dari Iblis. Dan akan ada di kalangan umatku
seseorang ynag bernama Abu Hanifah. Dialah lentera umatku, dialah lentera umatku ".

Al-Imam Ibnul Jauzi berkata: “Ini hadits palsu. Semoga Allah subhanahu wata'ala melaknat pemalsunya.” (Al-Maudlu’at: 2/48). Al-Hafizh As-Suyuthi berkata: “Hadits ini dipalsu oleh Ma’mun atau Al-Juwaibari.” (Al-Laa’li’ul Mashnu’ah fil Ahaditsil Maudu’ah: Kitab Baqiyatul Manaqib (11) hal 21).

Termasuk cerita yang dipalsu oleh para fanatikus Hanafiyah adalah kisah tabaruknya Al-Imam Asy-Syafi’I di kubur Al-Imam Abi Hanifah

Ini dari segi sanad dan latar belakang , adapun dari sisi realita situasi dan kondisi medan maka telah berkata Syeikh Al-Aluusy ( lihat : Fathul Mannan hal. 372-373 ) dan Syeikh Ibnu Taimiyyah dalam Iqtidho’ Shirothol Mustaqiim hal. 165 :

وَهٰذَا كَذٰلِكَ مَعْلُومٌ كَذِبُهُ بِالِاضْطِرَارِ عِنْدَ مَنْ لَهُ مَعْرِفَةٌ بِالنَّقْلِ، فَإِنَّ الشَّافِعِيَّ لَمَّا قَدِمَ بَغْدَادَ لَمْ يَكُنْ بِبَغْدَادَ قَبْرٌ يُنْتَابُ لِلدُّعَاءِ عِنْدَهُ الْبَتَّةَ، بَلْ وَلَمْ يَكُنْ هٰذَا عَلَى عَهْدِ الشَّافِعِيِّ مَعْرُوفًا، وَقَدْ رَأَى الشَّافِعِيُّ بِالْحِجَازِ وَالْيَمَنِ وَالشَّامِ وَالْعِرَاقِ وَمِصْرَ مِنْ قُبُورِ الْأَنْبِيَاءِ وَالصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ، مَنْ كَانَ أَصْحَابُهَا عِنْدَهُ وَعِنْدَ الْمُسْلِمِينَ أَفْضَلَ مِنْ أَبِي حَنِيفَةَ وَأَمْثَالِهِ مِنَ الْعُلَمَاءِ. فَمَا بَالُهُ لَمْ يَتَوَخَّ الدُّعَاءَ إِلَّا عِنْدَهُ؟ ثُمَّ أَصْحَابُ أَبِي حَنِيفَةَ الَّذِينَ أَدْرَكُوهُ مِثْلُ أَبِي يُوسُفَ وَمُحَمَّدٍ وَزُفَرَ وَالْحَسَنِ بْنِ زِيَادٍ وَطَبَقَتِهِمْ، وَلَمْ يَكُونُوا يَتَحَرَّوْنَ الدُّعَاءَ لَا عِنْدَ أَبِي حَنِيفَةَ وَلَا غَيْرِهِ. ثُمَّ قَدْ تَقَدَّمَ عِنْدَ الشَّافِعِيِّ مَا هُوَ ثَابِتٌ فِي كِتَابِهِ مِنْ كَرَاهَةِ تَعْظِيمِ قُبُورِ الْمَخْلُوقِينَ خَشْيَةَ الْفِتْنَةِ بِهَا، وَإِنَّمَا يَضَعُ مِثْلَ هٰذِهِ الْحِكَايَاتِ مَنْ يَقِلُّ عِلْمُهُ وَدِينُهُ.

“Yang demikian ini telah dimaklumi kedustaannya dengan sangat pasti (idlthirar) bagi orang yang memiliki pengetahuan tentang penukilan. Karena sesungguhnya As-Syafi’i ketika datang ke Baghdad tidak ada di Baghdad kuburan yang sering dikunjungi (khusus) untuk berdoa di sisinya sama sekali. Bahkan tidak pernah dikenal yang demikian di masa Asy-Syafi’i.

Asy-Syafi’i telah melihat di Hijaz, Yaman, Syam, Iraq, dan Mesir kuburan-kuburan para Nabi, Sahabat, Tabi’in, dan orang-orang terdekatnya yang sebenarnya menurut beliau dan menurut kaum muslimin lebih mulia dari Abu Hanifah dan semisalnya dari kalangan para Ulama’. Maka mengapa beliau tidak menyengaja datang kecuali ke sana (kubur Abu Hanifah).

Kemudian, para Sahabat Abu Hanifah sendiri yang sempat mendapati kehidupan Abu Hanifah semisal Abu Yusuf, Muhammad, Zufar, al-Hasan bin Ziyaad dan yang sepantaran dengan mereka.

Mereka tidak ada yang menyengaja berdoa di sisi kuburan, baik kuburan Abu Hanifah ataupun yang lainnya. Kemudian, telah berlalu penjelasan dari Asy-Syafi’i hal yang telah disebutkan dalam kitab beliau  tentang dibencinya pengagungan terhadap kubur para makhluq karena dikhawatirkan bisa menimbulkan fitnah ( kemusyrikan ). Sesungguhnya hikayat yang semacam ini diletakkan oleh orang yang sedikit ilmu dan (pemahaman) Diennya”. ( Lihat pula : Majalah Buhuts Islamiyah 64/239 ).

Salah satu sarana untuk meyakinkan akan kedustaan kisah tersebut yaitu dengan mengenali pribadi Imam As-Syafii lewat ucapan dan sikap nya terhadap kuburan yang tertulis dalam kitab-kitabnya atau di nukil oleh murid-muridnya . Imam Syafii pernah berkata :

«مَثَلُ الَّذِي يَطْلُبُ الْحَدِيْثَ بِلاَ إِسْنَادٍ كَمَثَلِ حَطَّابِ لَيْلٍ حَزْمَةَ حَطَبٍ وَفَيْهِ أَفْعَى وَهُوَ لاَ يَدْرِي»

"Perumpamaan orang yang mencari hadits tanpa isnad maka seperti pencari kayu bakar dimalam hari yang mengumpulkan seikat kayu, padahal di dalam ikatan tersebut ada ular dan dia tidak tahu". ( Lihat : Faidhul Qodiir 1/433)

Salah satu bukti jelas kedustaan kisah tersebut adalah Imam Asy-Syafi’i sendiri pernah berkata :

«وَأَكْرَهُ أَنْ يُعَظَّمَ مَخْلُوقٌ حَتَّى يُجْعَل قَبْرُهُ مَسْجِدًا مَخَافَةَ الْفِتْنَةِ عَلَيْهِ وَعَلَى مَنْ بَعْدَهُ مِنَ النَّاسِ» .

“Dan aku benci makhluq diagungkan sampai kuburannya dijadikan sebagai masjid, (karena) dikhawatirkan adanya fitnah pada dirinya ( diri si mayit ) dan pada orang-orang sesudahnya” .

( Lihat : al-Umm karya Imam Asy-Syafi’i sendiri juz 1 halaman 317 dan al-Majmu’  karya Imam An-Nawawi juz 5 halaman 314,).

Dan di masa hidup Imam Asy-Syafi’i tidak ada kuburan yang dibangun dan disediakan tempat yang memungkinkan untuk berdoa khusus di sisinya. Hal ini karena memang para pemerintah muslim pada waktu itu memerintahkan untuk menghancurkan bangunan-bangunan pada kuburan, dan sikap pemerintah muslim tersebut tidak dicela oleh para fuqaha’ (ahli fiqh) pada waktu itu, sebagaimana dinyatakan oleh al-Imam Asy-Syafi’i:

«وَقَدْ رَأَيْتُ مِنَ الْوُلَاةِ مَنْ يَهْدِمُ بِمَكَّةَ مَا يُبْنَى فِيهَا، فَلَمْ أَرَ الْفُقَهَاءَ يَعِيبُونَ ذٰلِكَ»

 “ dan aku telah melihat para waliyyul amri ( pemerintah muslim ) di Mekkah yang menghancurkan bangunan-bangunan yang dibangun di atas kuburan. Aku tidak melihat para Fuqoha’ (Ulama’ ahli fiqh) mencela hal itu” . ( Lihat : kitab al-Umm karya Imam Asy-Syafi’i 1/316, al-Majmu’ karya Imam An-Nawawy 5/298).

Bahkan Imam As-Syafii dikenal tidak suka jika kuburan dibangun lebih tinggi dari satu jengkal. Beliau berkata dalam kitabnya ( Al-Umm 1/277) :

((وَأُحِبُّ أَنْ لَا يُزَادَ في الْقَبْرِ تُرَابٌ من غَيْرِهِ وَلَيْسَ بِأَنْ يَكُونَ فيه تُرَابٌ من غَيْرِهِ بَأْسٌ إذَا زِيدَ فيه تُرَابٌ من غَيْرِهِ ارْتَفَعَ جِدًّا وَإِنَّمَا أُحِبُّ أَنْ يُشَخِّصَ على وَجْهِ الْأَرْضِ شِبْرًا أو نَحْوَهُ وَأُحِبُّ أَنْ لَا يُبْنَى وَلَا يُجَصَّصَ فإن ذلك يُشْبِهُ الزِّينَةَ وَالْخُيَلَاءَ)).

"Aku suka jika kuburan tidak ditambah dengan tanah selain dari (galian) kuburan itu sendiri. Dan tidak mengapa jika ditambah tanah dari selain (galian) kuburan jika dengan penambahannya tidak menjadikannya sangat tinggi. Aku hanya suka jika kuburan dinaikan diatas tanah setinggi satu jengkal atau yang semisalnya.

Dan aku suka jika kuburan tidak dibangun dan tidak dikapur karena hal itu menyerupai penghiasan dan kesombongan ".

Imam An-Nawawi – dan dia merupakan ulama terkemuka dari madzhab As-Syafi'I - telah menukil kesepakatan para ulama dalam mengingkari bentuk-bentuk pengagungan terhadap kuburan. Beliau berkata tentang kuburan Nabi :

لَا يَجُوزُ أَنْ يُطَافَ بِقَبْرِهِ ﷺ وَيُكْرَهُ إِلْصَاقُ الظَّهْرِ وَالْبَطْنِ بِجِدَارِ الْقَبْرِ ، قَالَهُ أَبُو عُبَيْدِ اللَّهِ الْحَلِيمِيُّ وَغَيْرُهُ ، قَالُوا : وَيُكْرَهُ مَسْحُهُ بِالْيَدِ وَتَقْبِيلُهُ بَلِ الْأَدَبُ أَنْ يُبْعِدَ مِنْهُ كَمَا يُبْعِدُ مِنْهُ لَوْ حَضَرَهُ فِي حَيَاتِهِ ﷺ. هٰذَا هُوَ الصَّوَابُ الَّذِي قَالَهُ الْعُلَمَاءُ وَأَطْبَقُوا عَلَيْهِ وَلَا يُغْتَرُّ بِمُخَالَفَةِ كَثِيرِينَ مِنَ الْعَوَامِّ وَفِعْلِهِمْ ذٰلِكَ.

" Tidak boleh thowaf di kuburan Nabi dan dibenci menempelkan punggung dan perut ke dinding kuburan Nabi , sebagaimana dikatakan oleh Abu Abdillah Al-Hulaimi dan yang lainnya.

Mereka ( para ulama juga ) berkata : Dan dibenci mengusapkan tangan ke kuburan dan mencium kuburan, akan tetapi adab (yang benar) adalah ia menjauh dari kuburan Nabi sebagaimana ia menjauh dari Nabi jika ia menemuinya tatkala Nabi masih hidup.

Inilah yang benar yang telah dikatakan oleh para ulama dan mereka bersepakat atas perkataan ini. Dan janganlah terpedaya dengan penyelisihan banyak orang awam dan perbuatan mereka akan kesalahan-kesalahan tersebut ".

Imam Nawawi berkata pula :

"فَإِنَّ الِاقْتِدَاءَ وَالْعَمَلَ إِنَّمَا يَكُونُ بِالْأَحَادِيثِ الصَّحِيحَةِ وَأَقْوَالِ الْعُلَمَاءِ، وَلَا يُلْتَفَتُ إِلَى مُحْدَثَاتِ الْعَوَامِّ وَغَيْرِهِمْ وَجَهَالَاتِهِمْ، وَقَدْ ثَبَتَ فِي الصَّحِيحَيْنِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ: «مَنْ أَحْدَثَ فِي دِينِنَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ»، وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ: «مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ»، وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «لَا تَجْعَلُوا قَبْرِي عِيدًا وَصَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ تَبْلُغُنِي حَيْثُ مَا كُنْتُمْ». رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ".

" Sesungguhnya teladan dan amalan hanyalah dengan berdasarkan hadits-hadits yang shahih dan perkataan para ulama, dan janganlah menengok kepada bid'ah-bid'ah dan kebodohan-kebodohan yang dilakukan oleh orang awam dan selain mereka.

Telah ada ketetapan dalam shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim dari Aisyah radhiyallahu 'anhu bahwasanya Nabi bersabda: "Barangsiapa yang melakukan perkara-perkara baru dalam agama kita yang bukan darinya maka tertolak".

Dan dalam riwayat Muslim : "Barangsiapa yang melakukan amalan yang tidak ada contohnya dari amalan kami maka tertolak".

Dan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu ia berkata, Rasulullah bersabda : "Janganlah kalian menjadikan kuburanku sebagai 'ied ( tempat perayaan atau tempat mondar-mandir ), bersholawatlah kepadaku, karena sholawat kalian akan sampai kepadaku dimanapun kalian berada". Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang shahih".

Lalu Imam Nawawi melanjutkan perkataanya :

وَقَالَ الْفُضَيْلُ بْنُ عِيَاضٍ – رَحِمَهُ اللَّهُ، مَا مَعْنَاهُ – : اتَّبِعْ طُرُقَ الْهُدَى وَلَا يَضُرُّكَ قِلَّةُ السَّالِكِينَ، وَإِيَّاكَ وَطُرُقَ الضَّلَالَةِ، وَلَا تَغْتَرَّ بِكَثْرَةِ الْهَالِكِينَ، وَمَنْ خَطَرَ بِبَالِهِ أَنَّ الْمَسْحَ بِالْيَدِ وَنَحْوَهُ أَبْلَغُ فِي الْبَرَكَةِ فَهُوَ مِنْ جَهَالَتِهِ وَغَفْلَتِهِ؛ لِأَنَّ الْبَرَكَةَ إِنَّمَا هِيَ فِيمَا وَافَقَ الشَّرْعَ، وَكَيْفَ يُبْتَغَى الْفَضْلُ فِي مُخَالَفَةِ الصَّوَابِ؟

Dan Al-Fudhail bin 'Iyaadh rahimahullah berkata , yang maknanya adalah :

"Ikutilah jalan-jalan kebaikan dan tidak akan memudhorotkanmu dengan sedikitnya orang yang menempuh jalan-jalan kebaikan tersebut. Dan waspadalah terhadap jalan-jalan kesesatan, janganlah engkau terpedaya dengan banyaknya orang-orang yang binasa (karena mengikuti jalan-jalan kesesatan tersebut)".

Barangsiapa yang terbetik di dalam benaknya bahwa mengusap kuburan Nabi dengan tangannya atau yang semisalnya lebih banyak memperoleh berkah maka hal ini termasuk kebodohannya dan kelalaiannya, karena berkah hanyalah diperoleh dengan mencocoki syari'at,  dan bagaimana mungkin bisa diperoleh kemuliaan dengan menyelisihi kebenaran?"

(Lihat : Al-Majmuu' Syarhul Muhadzdzab karya Imam An-Nawawi 8/275)

Beliau juga berkata dalam kitab yang sama :

وَقَالَ الْإِمَامُ أَبُو الْحَسَنِ مُحَمَّدُ بْنُ مَرْزُوقٍ الزَّعْفَرَانِيُّ – وَكَانَ مِنَ الْفُقَهَاءِ الْمُحَقِّقِينَ – فِي كِتَابِهِ فِي الْجَنَائِزِ: وَلَا يَسْتَلِمُ الْقَبْرَ بِيَدِهِ وَلَا يُقَبِّلُهُ. قَالَ: وَعَلَى هٰذَا مَضَتِ السُّنَّةُ. قَالَ أَبُو الْحَسَنِ: وَاسْتِلَامُ الْقُبُورِ وَتَقْبِيلُهَا الَّذِي يَفْعَلُهُ الْعَوَامُّ الْآنَ مِنَ الْمُبْتَدَعَاتِ الْمُنْكَرَةِ شَرْعًا يَنْبَغِي تَجَنُّبُ فِعْلِهِ وَيُنْهَى فَاعِلُهُ. قَالَ: فَمَنْ قَصَدَ السَّلَامَ عَلَى مَيِّتٍ سَلَّمَ عَلَيْهِ مِنْ قِبَلِ وَجْهِهِ، وَإِذَا أَرَادَ الدُّعَاءَ تَحَوَّلَ عَنْ مَوْضِعِهِ وَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ. قَالَ أَبُو مُوسَى: وَقَالَ الْفُقَهَاءُ الْمُتَبَحِّرُونَ الْخُرَاسَانِيُّونَ: الْمُسْتَحَبُّ فِي زِيَارَةِ الْقُبُورِ أَنْ يَقِفَ مُسْتَدْبِرَ الْقِبْلَةِ مُسْتَقْبِلًا وَجْهَ الْمَيِّتِ، يُسَلِّمُ وَلَا يَمْسَحُ الْقَبْرَ وَلَا يُقَبِّلُهُ وَلَا يَمَسُّهُ فَإِنَّ ذٰلِكَ عَادَةُ النَّصَارَى. قَالَ: وَمَا ذَكَرُوهُ صَحِيحٌ لِأَنَّهُ قَدْ صَحَّ النَّهْيُ عَنْ تَعْظِيمِ الْقُبُورِ.

" Imam Abul Hasan Muhammad bin Marzuuq Az-Za'farooni –dan beliau termasuk para ulama ahli tahqiq ( dari Madzhab Syafii ) - dalam kitabnya di bagian bab jenazah berkata : "Dan ia tidak boleh mengusap kuburan dengan tangannya dan juga tidak menciumnya…", ia berkata ; "Dan demikianlah sunnah berlaku".

Abul Hasan berkata, "Dan mengusap kuburan serta menciumnya yang dilakukan oleh orang-orang awam termasuk bid'ah-bid'ah yang mungkar dalam timbangan syari'at yang hendaknya dijauhi perbuatannya dan dilarang pelakunya". Ia berkata, "Barangsiapa yang hendak memberi salam kepada mayat maka hendaknya ia memberi salam di hadapan wajah si mayat. Dan jika ia hendak berdoa maka hendaknya ia berpindah dari tempatnya dan menghadap kiblat.

Abu Musa dan para fuqoha dari Khurosan yang sangat mendalam ilmu mereka berkata: Yang disunnahkan dalam menziarohi kuburan adalah penziaroh berdiri membelakangi kiblat dan menghadap wajah si mayat lalu memberi salam kepada si mayat dan tidak mengusap kuburan, tidak menciumnya, serta tidak menyentuhnya karena hal itu merupakan adat kebiasaan orang-orang Nasrani". Apa yang telah dikatakan oleh mereka (para ulama diatas) adalah benar, karena telah shahih (dari Nabi ) larangan untuk mengagungkan kuburan" .

(Demikian perkataan yang panjang dari Imam An-Nawawi sebagaimana termaktub dalam kitab beliau  Al-Majmuu' Syarhul Muhadzdzab 5/311)

Sabda-sabda Nabi yang berkaitan dengan kuburan :

Dari Jabir beliau berkata :

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ ﷺ : « أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ » .

Rasulullah melarang kuburan dilepa’ (semen/kapur), diduduki di atasnya, dan dibuat bangunan di atasnya” (HR. Muslim no. 970)

Dari Abul Hayyaj al-Asady beliau berkata :

قَالَ لِي عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ : «أَلَا أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِي عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّه ﷺ أَنْ لَا تَدَعَ تِمْثَالًا إِلَّا طَمَسْتَهُ وَلَا قَبْرًا مُشْرِفًا إِلَّا سَوَّيْتَهُ».

Ali bin Abi Tholib berkata kepadaku : Maukah kau aku utus sebagaimana Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam mengutusku? Janganlah engkau tinggalkan patung/gambar bernyawa kecuali engkau hapus dan jangan tinggalkan kuburan yang nyumbul kecuali diratakan”. (HR. Muslim  no. 969).

Ketika mensyarahi hadits ini Imam An-Nawawy menyatakan: ‘di dalamnya terdapat perintah mengganti/merubah gambar-gambar makhluk bernyawa’).

Kemudian jika memang tabarruk dengan kuburan tersebut diperbolehkan menurut beliau , kenapa dikhususkan pada makam Abu Hanifah ? Padahal beliau tidaklah pernah mengambil ilmu langsung dari Abu Hanifah. Bagaimana bisa mengambil ilmu, jika tahun kematian Abu Hanifah bertepatan dengan tahun kelahiran beliau? Lagi pul Imam As-Syafii sebelum berpindah ke Mesir beliau lama tinggal di Madinah, bahkan beliau berguru dengan Imam Malik di Madinah. Dan di Madinah terdapat banyak sekali kuburan orang-orang yang jauh lebih baik daripada Imam Abu Hanifah. Betapa banyak kuburan para sahabat. Bahkan ada kuburan Nabi . Lantas kenapa tidak diriwayatkan bahwa Imam As-Syafi'i setiap hari berziaroh ke kuburan Nabi untuk bertabarruk ?

Disebutkan pula dalam kisah itu « setiap hari » . Bagi orang yang berakal, dan paham tentang perjalanan hidup Asy-Syafi’i jelas akan melihat sisi lain dari kedustaan kisah tersebut. Al-Imam Asy-Syafi’i banyak melakukan perjalanan menuntut ilmu dari satu negeri ke negeri yang lain.

Beliau dilahirkan di daerah Gaza (Syam) dan tumbuh besar di tanah suci Mekkah). Beliau mempelajari fiqh awalnya di Mekkah dari Muslim bin Kholid Az-Zanji dan Imam-imam Mekkah yang lain seperti Sufyan bin Uyainah dan Fudhail bin ‘Iyaadl. Kemudian beliau pindah ke Madinah menuntut ilmu pada Imam Maalik. Selanjutnya beliau pindah ke Yaman untuk berguru pada Muthorrif bin Maazin, Hisyam bin Yusuf al-Qodhy, dan beberapa ulama’ lain. Dari Yaman beliau menuju Iraq (Baghdad) untuk bermulaazamah (fokus menuntut ilmu) pada ahli fiqh Iraq yaitu Muhammad bin al-Hasan. Beliau mengambil ilmu juga pada Isma’il bin ‘Ulyah, Abdul Wahhab ats-Tsaqofy, dan beberapa Ulama’ yang lain. Setelah beberapa lama di Iraq, beliau kemudian pindah ke Mesir, dan di Mesir inilah pendapat-pendapat baru (qoul jadiid ) Imam Asy-Syafi’i sering dijadikan rujukan (Lihat : Tahdzib Asma’ Wal Lughot (1/49).

Perhatikanlah ! demikian sibuk Imam Asy-Syafi’i dengan menuntut ilmu dari satu Syaikh (guru) ke syaikh yang lain. Beliau juga menempuh perjalanan lintas negeri. Bagaimana mungkin setiap hari beliau berdoa di makam Abu Hanifah?

Selanjutnya, akan disebutkan penjelasan dari Ulama’ lain bahwa kisah tersebut memang dusta. Al-Imam Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah menyatakan :

“Hikayat yang dinukilkan dari Asy-Syafi’i bahwa beliau memaksudkan doa di sisi kuburan Abu Hanifah adalah kedustaan yang jelas” ( Lihat Ighatsatul Lahafaan (1/246)).

Tidak ada sahabat/ murid dekat Abu Hanifah yang bertabarruk dengannya :

Hal lain yang menunjukkan sisi kelemahan kisah itu –sebagaimana dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah- adalah tidak adanya Sahabat/ murid dekat Abu Hanifah yang melakukan hal itu. Tidak ada di antara mereka yang sering datang ke kuburan Abu Hanifah untuk berdoa dan bertawassul agar doanya lebih mudah dikabulkan. Bagaimana tidak, jika perbuatan semacam itu dibenci oleh Abu Hanifah. Beliau tidak suka jika makhluk dijadikan perantara dalam doa seorang hamba kepada Allah. Al-Imam Abu Hanifah berkata:

لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ أَنْ يَدْعُوَ اللَّهَ إِلَّا بِهِ، وَالدُّعَاءُ الْمَأْذُونُ فِيهِ، الْمَأْمُورُ بِهِ، مَا اسْتُفِيدَ مِنْ قَوْلِهِ تَعَالَى:

﴿وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ﴾ [الأعراف:١٨٠].

“ tidak sepantasnya bagi seseorang untuk berdoa kepada Allah kecuali denganNya, dan doa yang diijinkan dan diperintahkan adalah apa yang bisa diambil faidah dari firman Allah:

‘ Hanya milik Allah asmaa-ul husna,, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan ’ ."

(Lihat : Ad-Durrul Mukhtaar min Haasyiyatil Mukhtaar(6/396-397)).

Berkata pula Imam Abu Hanifah dan dua sahabatnya Abu Yusup dan Muhammad bin al-Hasan  :

« يُكْرَهُ أَنْ يَقُولَ الدَّاعِي : أَسْأَلُكَ بِحَقِّ فُلَانٍ ، أَوْ بِحَقِّ أَنْبِيَائِكَ وَرُسُلِكَ ، وَبِحَقِّ الْبَيْتِ الْحَرَامِ ، وَالْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ، وَنَحْوِ ذَلِك »

“ adalah suatu hal yang dibenci jika seorang berdoa :’ aku memohon kepadaMu dengan hak Fulaan, atau dengan hak para Nabi dan RasulMu dan hak Baitul Haram, dan Masy-‘aril Haraam  , atau kata-kata mirip itu “ . (Lihat Syarh Fiqhil Akbar lil Qoori hal. 189 dan Syarah Ath-Thohawiyah 2/83 ).

Kalau kita melihat sikap para Ulama’ Salaf, justru mereka mengingkari perbuatan orang yang berdoa di sisi makam untuk bertawassul. Kita ambil satu contoh yang dilakukan oleh ‘Ali bin Husain yang merupakan cucu Sahabat Nabi ‘Ali bin Abi Tholib.

Dari ‘Ali bin Husain :

أَنَّهُ رَأَى رَجُلاً يَجِيءُ إلَى فُرْجَةٍ كَانَتْ عِنْدَ قَبْرِ النَّبِيِّ ﷺ فَيَدْخُلُ فِيهَا فَيَدْعُو فَدَعَاهُ ، فَقَالَ : أَلاَ أُحَدِّثُكَ بِحَدِيثٍ سَمِعْتُهُ مِنْ أَبِي ، عَنْ جَدِّي ، عَنْ رَسُولِ اللهِ ﷺ ، قَالَ : «لاَ تَتَّخِذُوا قَبْرِي عِيدًا ، وَلاَ بُيُوتَكُمْ قُبُورًا وَصَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ وَتَسْلِيمَكُم يَبْلُغُنِي حَيْثُ مَّا كُنْتُمْ ».

Bahwasanya ia melihat seorang laki-laki mendatangi sebuah celah dekat kuburan Nabi kemudian ia masuk ke dalamnya dan berdoa. Maka Ali bin Husain berkata : ‘Maukah anda aku sampaikan hadits yang aku dengar dari ayahku dari kakekku dari Rasulullah beliau bersabda :

‘Janganlah kalian menjadikan kuburanku sebagai ‘ied ( tempat perayaan dan mondar-mandir ) , dan jangan jadikan rumah kalian sebagai kuburan. Dan bersholawatlah kepadaku karena sholawat kalian dan salam kalian akan sampai kepadaku di manapun kalian berada’.

Diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam Tarikhnya 2/186 , Abdurrozzaq dalam Mushannafnya 3/577 no. 6726 dan juga Ibnu Abi Syaibah Mushonnaf-nya(2/268) :

Hadits tersebut dihasankan oleh al-Hafidz As-Sakhowy (murid Ibnu Hajar al-‘Asqolaany). Silakan dilihat pada kitab al-Qoulul Badi’ fis Sholaati ‘ala habiibisy Syafii’ halaman 228.

Dan hadits ini termasuk hadits yang di pilih oleh Al-Hafidz Abu Abdillah Muhammad bin Abdul Wahid Al-Maqdisi dan memasukkannya dalam kitab "Al-Mukhtaaroh " hal. 428 , kitab ini adalah kumpulan hadits-hadits Shahih yang lolos dari Shahih Bukhory dan Musim, pentashihan Al-Maqdisi ini lebih unggul martabatnya dari pada pentashihan Al-Hakim , dan beliau mendekati pentashihan Tirmidzi , Abu Hatim Al-Busty dan yang setara dengannya , karena kadar kesalahan-kesalahannya sedikit , tidak seperti al-Hakim yang banyak melakukan kesalahan dalam menshahihkan hadits bahkan sebagain hadits-hadits nya nampak palsu , oleh karena itu turun derajatnya dari pada yang lain . 

====

Dalil lain dari amalan salaf bertawassul dengan orang mati :

Dalam kitab Tarikh Baghdad karya al-Khothib 1/120 disebutkan:

بَابٌ: مَا ذُكِرَ فِي مَقَابِرِ بَغْدَادَ الْمَخْصُوصَةِ بِالْعُلَمَاءِ وَالزُّهَّادِ بِالْجَانِبِ الْغَرْبِيِّ فِي أَعْلَى الْمَدِينَةِ مَقَابِرُ قُرَيْشٍ، دُفِنَ بِهَا مُوسَى بْنُ جَعْفَرَ بْنِ مُحَمَّدٍ بْنِ عَلِيٍّ بْنِ الْحُسَيْنِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ، وَجَمَاعَةٌ مِنَ الْأَفَاضِلِ مَعَهُ، أَخْبَرَنَا الْقَاضِي أَبُو مُحَمَّدٍ الْحَسَنُ بْنُ الْحُسَيْنِ بْنِ مُحَمَّدٍ بْنِ رَامِينٍ الْإِسْتَرَابَاذِيُّ قَالَ: أَنْبَأَنَا أَحْمَدُ بْنُ جَعْفَرِ بْنِ حَمْدَانَ الْقُطِيعِيُّ قَالَ: سَمِعْتُ الْحَسَنَ بْنَ إِبْرَاهِيمَ أَبَا عَلِيَّ الْخَلَّالَ يَقُولُ: "مَا هَمَّنِي أَمْرٌ فَقَصَدْتُ قَبْرَ مُوسَى بْنِ جَعْفَرٍ فَتَوَسَّلْتُ بِهِ إِلَّا سَهَّلَ اللَّهُ تَعَالَى لِي مَا أُحِبُّ".

Bab: Berita tentang kuburan-kuburan Baghdad yang dikhususkan untuk para ulama dan ahli zuhud di sebelah Barat. Di puncak kota terdapat kuburan-kuburan Quraisy. Di dalamnya dimakamkan Musa bin Ja'far bin Muhammad bin Ali bin Al Husain bin Ali bin Abi Thalib dan sejumlah tokoh-tokoh pembesar bersamanya… Ahmad bin Ja'far bin Hamdan Al Qathi'I berkata: Aku pernah mendengar Al Hasan bin Ibrahim Abu Ali Al Khilal berkata: Tak pernah aku ditimpa kesusahan kemudian aku mendatangi kuburan Musa bin Ja'far lalu aku bertawassul dengannya kecuali Allah memudahkan apa yang aku inginkan." (Tarikh Baghdad 1/120)

Bantahan :

Pemilik kisah ini adalah Al Hasan bin Ibrahim Abu Ali Al Khilal , saya tidak menemukan biografinya , bisa jadi salah cetak dalam kitab Tarikh Baghdad cetakan yang masyhur . Kemudian jika seandainya informasi itu valid adanya , namun tetap saja tidak bisa di jadikan hujjah , karena hanya dalil dari Al-Qur'an dan As-Sunnah saja yang bisa di jadikan standar hukum .

===

Dalil lain dari amalan salaf bertawassul dengan orang mati :

Dalam Manasik Imam Ahmad riwayat Abu Bakr Al Maruzi juga disebutkan tawassul dengan Nabi . Redaksi tawassul itu disebutkan oleh Abul Wafa' bin Aqil, salah seorang pembesar ulama mazhab Hambali secara panjang lebar dalam kitab Tadzkirohnya. Al Hafizh Abdul Ghaniy Al Maqdisi juga pernah mengusap kuburan Imam Ahmad demi memperoleh kesembuhannya .

Dan masih banyak lagi bukti-bukti sejarah bahwa tawassul dengan orang mati sudah dipraktekkan oleh kaum muslimin sejak dahulu kala tanpa ada pengingkaran dari seorangpun. Apakah kita berani memvonis mereka semua kafir, syirik, penyembah berhala dan kubur ?

Bantahan :

Bahkan sudah di praktekan oleh umat-umat lain dari agama-agama berhala , seperti pada agama-agama penyembah api , matahari , dewa-dewi , malaikat dan lainya. Apakah anda berani memvonis mereka semua ahli tauhid ?

Tempat Mustajab adalah termasuk perkara Ghaib , hanya Allah SWT yang tahu dan yang berhak menentukannya .

Imam Ibnu Taimiyah dalam kitab Iqtidloush Shirotil Mustaqim 1/320 berkata :

Pengagungan tempat-tempat yang tidak memiliki keistimewaan apa-apa , baik di ketahui bahwa tempat tersebut tidak memiliki keistimewaan atau tidak di ketahui bahwa tempat itu memiliki keistimewaan ; hukumnya dilarang , karena semua ibadah dan amalan tanpa ilmu adalah di larang . Begitu juga amal ibadah yang berlawanan dengan ilmu , tetap dilarang .

Beliau berkata pula :  " Adapun mengenai di kabulnya sebuah doa , maka bisa jadi disebabkan oleh keseriusan dan kesungguhan orang yang berdoa secara terus-menerus, dan bisa jadi hanya sebatas rahmat Allah SWT , bisa jadi disebabkan oleh perkara yang telah Allah tetapkan untuknya bukan karena doanya dan bisa jadi karena sebab-sebab lainnya meskipun itu adalah sebuah fitnah ( ujian ) terhadap orang yang berdoa tersebut . Kita semua tahu bahwa orang-orang kafir juga kadang di kabulkan saat berdoa minta hujan , minta pertolongan sebuah kemenangan dan kesembuhan ".

===***===

DALIL-DALIL PENDAPAT YANG 
MENGHARAMKAN TAWASSUL DENGAN ORANG MATI SEBAGAI SEBAB:

****

Argumentasi pertama :

Tidak di temukan dalil-dalil Shahih yang bisa di jadikan hujjah untuk pensyariatan tawassul dengan orang yang sudah mati . Bahkan sebaliknya dalil-dalil yang Shahih dari hadits Nabi dan amalan para sahabat serta generasi sesudah mereka menunjukkan larangan tawassul tersebut , termasuk dengan Nabi seperti tawassul Umar serta sahabat lainnya dengan paman Nabi Abbas radhiyallahu 'anhu setelah Nabi wafat , kemudian tawassul orang buta dengan Nabi semasa hidupnya , dan tawassul Mu'awiyah dan Adl-Dlohak dengan Yazid bin Al-Aswad al-Jurosy dan lainnya .

Umar bin Khoththob dengan sabar menunggu dan mencari seorang tabii yang bernama Uwais Al-Qorny hanya karena ingin bertawassul dengannya agar ia memintakan ampun untuknya , kenapa tidak cukup dengan menyebutkan Jaahnya saja.

Perhatikan pesan Nabi untuk Umar jika bertemu dengan Uwais :

"Maka jika engkau mampu untuk agar ia memohonkan ampunan kepada Allah untukmu maka lakukanlah " .

Setelah bertemu dengannya Umar menyampaikan sabda Nabi kepada Uwais tentang dirinya lalu Umar berkata :

" Oleh karenanya mohonlah kepada Allah ampunan untukku ! ".

Nabi tidak pernah menyuruhnya bertawassul dengan Jaah Uwais Al-Qorni , ketika ia tidak hadir di tempat , apalagi setelah wafat .

***

Argumentasi yang kedua :

Sudah barang tentu siapapun adanya yang namanya orang mati tidak pernah sama dengan orang hidup , dan mati cuma satu kali :

﴿لا يَذُوقُونَ فِيهَا الْمَوْتَ إِلا الْمَوْتَةَ الأولَى﴾

" Mereka tidak akan merasakan kematian ( lagi ) di dalamnya kecuali kematian yang pertama ". ( QS. Ad-Dukhon : 56 ).

Rosulullah telah wafat seperti halnya para nabi lainnya . Dalam hadits yang di riwayatkan A'isyah radhiyallahu 'anhu , beliau berkata :

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ كَثِيرًا مَا أَسْمَعُهُ يَقُولُ : «إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَقْبِضْ نَبِيًّا حَتَّى يُخَيِّرَهُ»، قَالَتْ فَلَمَّا حُضِرَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ كَانَ آخِرُ كَلِمَةٍ سَمِعْتُهَا مِنْهُ وَهُوَ يَقُولُ : «بَلْ الرَّفِيقُ الْأَعْلَى مِنْ الْجَنَّةِ»، قَالَتْ: قُلْتُ: إِذًا وَاللَّهِ لَا يَخْتَارُنَا وَقَدْ عَرَفْتُ أَنَّهُ الَّذِي كَانَ يَقُولُ لَنَا : «إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَقْبِضْ نَبِيًّا حَتَّى يُخَيِّرَهُ».

Yang banyak aku dengar dari sabda Rosulullah adalah beliau bersabda :

"Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidaklah mencabut nyawa seorang Nabi sehingga Ia menawarkan pilihan padanya".

Lalu ketika  Rosulullah dihadapkan pada ajalnya , maka kalimat akhir yang aku dengar darinya adalah kata-kata " Akan tetapi Ar-Rofiiqil A'la dari syurga ".

Aku katakan : Dengan demikian , demi Allah , dia tidak memilih kami, dan kami menjadi mengerti akan apa yang telah dia sabdakan :

“ Sesunnguhnya Allah Azz wa Jalla tidak mencabut nyawa seorang Nabi sehingga Ia menawarkan pilihan padanya “.

( HR. Imam Ahmad no. 26346 , Ishaq bin Rohawiyah dalam Musnadnya 2/563 no. 1137 dan Abu Ya’la dalam Musnadnya 8/61 . Husein bin Salam berkata : Sanadnya Hasan  ).

Imam al-Bukhari dalam Shahihnya no. 4452 dan 4453 meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu`anha :

أَنَّ أَبَا بَكْرٍ رضي الله عنه أَقْبَلَ عَلَى فَرَسٍ مِنْ مَسْكَنِهِ بِالسُّنْحِ حَتَّى نَزَلَ فَدَخَلَ الْمَسْجِدَ فَلَمْ يُكَلِّمْ النَّاسَ حَتَّى دَخَلَ عَلَى عَائِشَةَ فَتَيَمَّمَ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ وَهُوَ مُغَشًّى بِثَوْبِ حِبَرَةٍ فَكَشَفَ عَنْ وَجْهِهِ ثُمَّ أَكَبَّ عَلَيْهِ فَقَبَّلَهُ وَبَكَى . ثُمَّ قَالَ : بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي وَاللَّهِ لَا يَجْمَعُ اللَّهُ عَلَيْكَ مَوْتَتَيْنِ أَمَّا الْمَوْتَةُ الَّتِي كُتِبَتْ عَلَيْكَ فَقَدْ مُتَّهَا .

قَالَ الزُّهْرِيُّ وَحَدَّثَنِي أَبُو سَلَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ : أَنَّ أَبَا بَكْرٍ خَرَجَ وَعُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ يُكَلِّمُ النَّاسَ ، فَقَالَ اجْلِسْ يَا عُمَرُ فَأَبَى عُمَرُ أَنْ يَجْلِسَ فَأَقْبَلَ النَّاسُ إِلَيْهِ وَتَرَكُوا عُمَرَ ، فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ :

أَمَّا بَعْدُ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ يَعْبُدُ مُحَمَّدٌا ﷺ  فَإِنَّ مُحَمَّدٌا قَدْ مَاتَ ، وَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ يَعْبُدُ اللَّهَ فَإِنَّ اللَّهَ حَيٌّ لَا يَمُوتُ، قَالَ اللَّهُ : )  وَمَا مُحَمَّدٌ إِلاَّ رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِى اللَّهُ الشَّاكِرِينَ  ( . وَقَالَ : وَاللَّهِ لَكَأَنَّ النَّاسَ لَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ هَذِهِ الْآيَةَ حَتَّى تَلَاهَا أَبُو بَكْرٍ فَتَلَقَّاهَا مِنْهُ النَّاسُ كُلُّهُمْ فَمَا أَسْمَعُ بَشَرًا مِنْ النَّاسِ إِلَّا يَتْلُوهَا .

فَأَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ : أَنَّ عُمَرَ قَالَ : وَاللَّهِ مَا هُوَ إِلَّا أَنْ سَمِعْتُ أَبَا بَكْرٍ تَلَاهَا فَعَقِرْتُ حَتَّى مَا تُقِلُّنِي رِجْلَايَ وَحَتَّى أَهْوَيْتُ إِلَى الْأَرْضِ حِينَ سَمِعْتُهُ تَلَاهَا عَلِمْتُ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ  قَدْ مَاتَ .

Bahwa ketika Rasulullah wafat, Abu Bakar datang dengan menunggang kuda dari rumah beliau yang berada di daerah Sunh. Beliau turun dari hewan tunggangannya itu kemudian masuk ke masjid. Beliau tidak mengajak seorang pun untuk berbicara sampai akhirnya masuk ke dalam rumah Aisyah. Abu Bakar menyingkap wajah Rasulullah yang ditutupi dengan kain kemudian mengecup keningnya. Abu Bakar pun menangis kemudian berkata : " demi ayah dan ibuku sebagai tebusanmu, Allah tidak akan menghimpun dua kematian pada dirimu. Adapun kematian yang telah ditetapkan pada dirimu, berarti engkau memang sudah meninggal ".

Kemudian Abu Bakar keluar dan Umar sedang berbicara dihadapan orang-orang. Maka Abu Bakar berkata : " duduklah wahai Umar!" Namun Umar enggan untuk duduk. Maka orang-orang menghampiri Abu Bakar dan meninggalkan Umar. Abu Bakar berkata : 

" Amma bad`du, barang siapa diantara kalian ada yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah mati. Kalau kalian menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Hidup dan tidak akan pernah mati. Allah telah berfirman :

" Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. ( QS Ali Imran : 144 ).

Ibnu Abbas radhiyallahu`anhuma berkata : " demi Allah, seakan-akan orang-orang tidak mengetahui bahwa Allah telah menurunkan ayat ini sampai Abu Bakar membacakannya. Maka semua orang menerima ayat Al-Qur`an itu, tak seorangpun diantara mereka yang mendengarnya melainkan melantunkannya ".

Sa`id bin Musayyab rahimahullah berkata : bahwa Umar ketika itu berkata: "Demi Allah, sepertinya aku baru mendengar ayat itu ketika dibaca oleh Abu Bakar, sampai-sampai aku tak kuasa mengangkat kedua kakiku, hingga aku tertunduk ke tanah ketika aku mendengar Abu Bakar membacanya. Kini aku sudah tahu bahwa nabi memang sudah meninggal " .

Dalam riwayat al-Bukhari lainnya, Umar berkata : " maka orang-orang menabahkan hati mereka sambil tetap mengucurkan air mata ". ( HR. Imam Bukhori no. 4452 dan 4453 )

Rosulullah telah wafat dan tidak mungkin beliau kembali hidup ke dunia . Coba kita perhatikan kata-kata Abu Bakar radhiyallahu 'anhu :

" demi ayah dan ibuku sebagai tebusanmu, Allah tidak akan menghimpun dua kali kematian pada dirimu. Adapun kematian yang telah ditetapkan pada dirimu, berarti engkau memang sudah meninggal ".

Kemudian beliau membacakan firman Allah SWT :

﴿وَمَا مُحَمَّدٌ إِلاَّ رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِى اللَّهُ الشَّاكِرِينَ﴾

"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur". ( QS Ali Imran : 144 ).

Setelah Abu Bakar radhiyallahu 'anhu membacakan ayat ini semua sahabat termasuk Umar radhiyallahu 'anhu menjadi sadar dan yakin jika Rosulullah  telah wafat . Mereka yakin betul dan sepakat jika beliau hanya satu kali mengalami kematian dan tidak akan kembali hidup lagi di dunia .

----

Dengan kematian semua amal ibadah manusia menjadi terhenti , kesempatan untuk beribadah sudah tidak ada lagi :

Dalam Hadits riwayat Abu Haurairah radhiyallahu 'anhu , Rosulullah bersabda :

« إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عنه عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ ؛ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ».

" Jika anak Adam telah mati ; putuslah amalnya kecuali dari tiga : sodaqoh yang mengalir (pahalanya) , atau ilmu yang di manfaatkan , atau anak saleh yang mendoakannya ". ( HR. Muslim 3/1255 ).

Setelah mati tidak kesempatan untuk bertaubat :

﴿وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الآنَ وَلا الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ أُولَئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا﴾ .

" Dan tidaklah tobat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: "Sesungguhnya saya bertobat sekarang" Dan tidak (pula diterima tobat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih ". ( QS. An-Nisaa : 18 ) .

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ. وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ  مِنَ الصَّالِحِينَ﴾

" Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.

Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu ; lalu ia berkata: Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak meng akhirkan ( kematian ) ku sampai waktu yang dekat, agar aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?". ( QS. Al-Munafiquun : 9 – 10 ).

Bantahan :

Rosulullah dan para nabi ‘alahis salam semua masih hidup seperti semula .

Dalam hadits Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu bahwa Rosulullah  bersabda :

«الأَنْبِيَاءُ أَحْيَاءٌ فِي قُبُورِهِمْ يُصَلُّونَ» .

" Para nabi hidup di kuburannya , mereka melakukan shalat ". ( HR. Abu Ya'la dalam Musnadnya 6/147 no. 3425 dan Al-Bazzar 2/318 no. 6888 ). DiShahihkan sanadnya oleh Husein Salim Asad dan Syeikh Al-Albaany dalam Silsilah Shahihah no. 64 .

Hadits lain masih riwayat Anas pula , bahwa Rosulullah  bersabda :

«مَرَرْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي عَلَى مُوسَى فَرَأَيْتُهُ قَائِمًا يُصَلِّي فِي قَبْرِهِ».

            " Di malam hari saat aku di Isro kan , aku melewati Musa ‘alahis salam , maka aku melihatnya berdiri sedang melakukan shalat di kuburannya ". ( HR. Imam Ahmad no. 12210 , Nasaai no. 1634 dan Ibnu Hibban 1/241 no. 49 . DiShahihkan oleh Ibnu Hibban dan Syeikh Al-Albani ).

Dua hadits diatas menunjukan bahwa mereka para nabi tidak mati , melainkan tetap hidup dan mereka masih bisa beramal shaleh dengan melakukan shalat . 

Jawaban :

Yang dimaksud dengan para nabi hidup di kuburnya adalah kehidupan alam barzakh atau alam kubur atau alam kematian , mereka tidak akan dihidupkan lagi seperti di dunia ruh menyatu dengan jasadnya kecuali nanti ketika tiba saat nya yaitu pada hari kebangkitan di alam akhirat kelak .

Allah SWT berfirman :

﴿حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ  . فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّورِ فَلا أَنْسَابَ بَيْنَهُمْ يَوْمَئِذٍ وَلا يَتَسَاءَلُون﴾

(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak.  Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada barzakh ( penghalang ) sampai hari mereka dibangkitkan . Apabila sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya. ( QS. Al-Mu'minun : 99 – 111 ) .

Di dalam Al-Quran di sebutkan bahwa orang-orang yang mati syahid atau yang terbunuh di jalan Allah SWT itu tidaklah mati , melainkan hidup .

Seperti dalam surat Al-Baqarah Allah SWT berfirman :

﴿وَلا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَكِنْ لا تَشْعُرُونَ﴾

" Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya ". ( QS. Al-Baqarah : 154 ).

Dan dalam firmannya :

﴿وَلا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ . فَرِحِينَ بِمَا آتَاهُمْ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِمْ مِنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ . يَسْتَبْشِرُونَ بِنِعْمَةٍ مِنْ اللَّهِ وَفَضْلٍ وَأَنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُؤْمِنِين﴾

Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki.

mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman. (QS. Ali Imran : 169 – 171).

Bagaimanakah hakikat kehidupan para Nabi dikuburnya ?

Kita tidak bisa menyatakannya karena yang demikian itu adalah perkara ghaib , hanya Allah yang mengetahui hakikatnya , kita hanya bisa mengatakan seperti yang Ia wahyukan kepada NabiNya yang jujur lagi dipercaya .

Dalam sebuah hadits , Jabir bin Abdullah radhiyallahu 'anhu berkata :

«نَظَرَ إليَّ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ : "يَا جَابِرُ، مَا لِي أراك مُهْتَمًّا؟" قَالَ : قُلْتُ : يَا رَسُوْلَ الله، اسْتُشْهِدَ أَبِيْ وَتَرَكَ دَيْناً وَعِيَالاً. قال: فقال: "ألا أُخْبِرُكَ؟ مَا كَلَّمَ اللهُ أَحَدًا قَطُّ إلا مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ، وَإنَّهُ كَلَّمَ أَبَاكَ كِفَاحًا -قال علي: الكفَاح: المواجهة -فَقَالَ: سَلْني أعْطكَ. قَالَ: أَسْأَلُكَ أنْ أُرَدَّ إلَى الدُّنْيَا فَأُقْتَلَ فِيْكَ ثَانِيَةً فَقَالَ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ: إنَّهُ سَبَقَ مِنِّي القَوْلُ أنَّهُمْ إلَيْهَا لا يُرْجَعُونَ ».

Suatu hari Rosulullah  memandangiku , lalu beliau bertanya : " Wahai Jabir , ada apa dengan mu , aku lihat kamu nampak murung ?

Aku jawab : " Wahai Rosulullah, ayahku telah mati syahid , dan dia meninggalkan hutang dan keluarga . Beliau berkata : Maukah kamu , jika aku mengkabarkannya pada mu ? Allah SWT tidak pernah bicara kepada siapun keculai di balik hijab ( penghalang ) , akan tetapi sungguh Dia telah bicara pada ayah mu berhadap-hadapan . Allah SWT berkata padanya : " Mintalah padaku, aku mengasihmu ! ". Dia pun berkata : " Aku memohon pada mu supaya aku di kembalikan ke dunia , agar aku bisa dibunuh lagi di jalan Mu untuk kedua kalinya ! ". Maka Rabb ( Allah ) Azza wa Jalla berkata : " (Itu tidak mungkin , karena) sesungguhnya sudah menjadi ketetapan firman dari Ku , bahwa mereka tidak akan kembali kepadanya ( kehidupan dunia ) ".

( HR. Turmudzi 5/230 no. 31010 , Al-Hakim 2/120 dan Ibnu Hibban 15/490 no. 7022 ) . Abu 'Isa At-Turmudzi berkata : Ini hadits Hasan . Dan di Shahihkan sanadnya oleh al-Hakim .

Hadits lain riwayat Masruq , dia berkata :

سَأَلْتُ ابْنَ مَسْعُودٍ ، عَنْ هَذِهِ الآيَةِ : ) وَلاَ تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ ( فَقَالَ : أَمَا إنَّا قَدْ سَأَلْنَا عَنْ ذَلِكَ ، فَقَالَ : « أَرْوَاحُهُمْ فِي جَوْفِ طَيْرٍ خُضْرٍ لَهَا قَنَادِيلُ مُعَلَّقَةٌ بِالْعَرْشِ تَسْرَحُ مِنْ الْجَنَّةِ حَيْثُ شَاءَتْ ثُمَّ تَأْوِي إِلَى تِلْكَ الْقَنَادِيلِ فَاطَّلَعَ إِلَيْهِمْ رَبُّهُمْ اطِّلَاعَةً فَقَالَ: هَلْ تَشْتَهُونَ شَيْئًا؟ قَالُوا: أَيَّ شَيْءٍ نَشْتَهِي؟ وَنَحْنُ نَسْرَحُ مِنْ الْجَنَّةِ حَيْثُ شِئْنَا، فَفَعَلَ ذَلِكَ بِهِمْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ فَلَمَّا رَأَوْا أَنَّهُمْ لَنْ يُتْرَكُوا مِنْ أَنْ يُسْأَلُوا قَالُوا: يَا رَبِّ نُرِيدُ أَنْ تَرُدَّ أَرْوَاحَنَا فِي أَجْسَادِنَا حَتَّى نُقْتَلَ فِي سَبِيلِكَ مَرَّةً أُخْرَى، فَلَمَّا رَأَى أَنْ لَيْسَ لَهُمْ حَاجَةٌ تُرِكُوا ».

Aku bertanya kepada Ibnu Masud radhiyallahu 'anhu tentang ayat ini : Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki.

Maka Ibnu Masud menjawab : Sungguh kami telah menanyakannya tentang itu , dan beliau bersabda : " Ruh-ruh mereka di dalam perut burung hijau , baginya di sediakan lampu-lampu yang menggantung di Arasy ( sebagai sarang-sarangnya ) , mereka pergi bersenang-senang mencari makanan dari syurga sesuka hati mereka , kemudian kembali ke lampu-lampu tadi . Maka suatu ketika Allah SWT memandangi mereka dengan satu pandangan , lalu Dia berkata : " Apakah kalian menginginkan sesuatu ? "

Mereka menjawab : " Apa lagi yang kami inginkan ? kami sudah pergi bersenang-senang mencari makan di syurga sesuka hati kami . Lalu Allah SWT mengulangi penawaran tadi hingga tiga kali , dan mereka menjawabnya sama seperti tadi . Ketika mereka merasa terus-terusan di tawarin dan tidak di biarkan untuk tidak meminta , akhirnya mereka berkata : Ya Rabb , kami menginginkan agar Engkau berkenan mengembalikan ruh-ruh kami ke jasad-jasad kami , supaya kami bisa gugur sekali lagi di jalan Mu. Setelah Allah SWT melihat mereka tidak memerlukan hajat lain , maka mereka di tinggalkan ".

(HR. Muslim 3/1502 no. 1887 dan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf 5/308 no. 19731).

Di dalam hadits Jabir dan Ibnu Masud ini Allah SWT mengkabarkan bahwa para suhada itu hidup setelah mereka mati , akan tetapi kehidupannya ini adalah kehidupan barzakhiyah , yang tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan duniawi , sebagai bukti adalah kata-kata para syuhada :

Ya Rabb , kami menginginkan agar Engkau mengembalikan ruh-ruh kami ke jasad-jasad kami , supaya kami bisa gugur sekali lagi di jalan Mu ".

Artinya mereka berkeinginan agar Allah SWT berkenan mengembalikan ruh mereka ke jasadnya seperti semula ketika mereka belum mati , padahal ruh-ruh mereka tetap masih ada ikatan dan berhubungan dengan jasad-jasad mereka yang di kuburan , yaitu ikatan dan hubungan barzakhiyah . Begitu juga ruh-ruh selain para syuhada , oleh karena itu jika ruh seorang mayit mendapat kenikmatan maka jasadnya pun ikut merasakan , dan sebaliknya jika jasad seorang mayit mendapat azab kubur maka ruhnya pun ikut merasakan kepedihannya . Rosulullah bersabda : " Meretakkan tulang mayit , sama seperti meretakkannya ketika hidup ".

( HR. Ahmad 6/58 , Abu Daud 2/231 , Ibnu Majah 1/516 dan Abdurrozzaq 3/444 no. 6257 . Hadits Shahih ).

Ini semua menunjukkan bahwa kehidupan mereka adalah barzakhiyah serta menunjukkan bahwa orang-orang yang telah mati itu tidak akan pernah kembali ke alam dunia . Kenapa ? Karena Allah SWT telah menetapkan dan konsekwen dengan janjinya bahwa mereka tidak akan dikembalikan ke dunia .

Mafhum dari hadits Ibnu Masud tentang arwah para shuhada di perut burung hijau menunjukkan bahwa selain ruh para suhada tidaklah demikian , akan tetapi Imam Syafii meriwayatkan dari Ibnu Syihaab dari Abdurrahman bin Kaab bin Malik dari bapaknya bahwa Rosulullah bersabda :

«إِنَّمَا نَسَمَةُ الْمُؤْمِنِ طَائِرٌ يَعْلُقُ فِي شَجَرِ الْجَنَّةِ حَتَّى يُرْجِعَهُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى إِلَى جَسَدِهِ يَوْمَ يَبْعَثُهُ»

" Sesungguhnya ruh seorang mukmin adalah burung yang makan di pepohonan syurga, hingga Allah Tabaroka wa Taala mengembalikannya ke jasadnya pada hari kebangkitannya ".

( HR. Ahmad no. 15778 , Ibnu Majah no. 4271 , Nasai no. 2073 dan Ibnu Hibban no. 4657 . Di Shahihkan oleh Syeikh Albany dan Syu'eib al-Arna'uth ).

Berkenaan dengan hadits ini Al-Hukaim berkata :

" Dan yang demikian itu sepengetahuan kami bukanlah untuk golongan yang kacau balau , melainkan untuk orang mukmin dari golongan Ash-Shiddiqiin (yang benar-benar sempurna keimanannya).

( Lihat : At-taysiir Syarah Al-Jaamiush Shaghiir karya Al-Hafidz Al-Manawi 1/267 ).

Selain dari keterangan Allah dan Rasulnya tentang perkara ghaib , kita tidak berhak untuk mereka-reka apalagi mengklaimnya .

Mereka para syuhada yang mendapatkan kehormatan di sisi Allah SWT dan keni'matan di alam barzakhnya , ternyata keinginan mereka tidak di kabulkan untuk bisa hidup kembali seperti semula , walaupun hanya sebentar saja sekedar untuk menyampaikan kabar gembira kepada keluarganya .

Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu meriwayatkan bahwa Rosulullah  bersabda :

"لَمَّا أُصِيبَ إخْوَانُكُمْ بِأُحُدٍ جَعَلَ اللهُ أَرْوَاحَهُمْ فِي أَجْوَافِ طَيْرٍ خُضْرٍ، تَرِدُ أَنْهَارَ الْجَنَّةِ، وتَأْكُلُ مِنْ ثِمَارِهَا وَتَأْوِي إِلَى قَنَادِيلَ مِنْ ذَهَبٍ فِي ظِلِّ الْعَرْشِ، فَلَمَّا وَجَدُوا طِيبَ مَشْرَبِهِمْ ، وَمَأْكَلِهِمْ، وَحُسْنَ مُنْقَلَبِهِم ، قَالُوا: مَنْ يُبَلِّغُ إِخْوَانَنَا عَنَّا أَنَّا أَحْيَاءٌ فِى الْجَنَّةِ نُرْزَقُ ، لِئَلا يَزْهَدُوا فِي الْجِهَادِ، وَلا يَنْكُلُوا عَنْ الْحَرْبِ" فَقَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: أَنَا أُبَلِّغُهُمْ عَنْكُمْ. فَأَنزلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَؤُلاءِ الآيَاتِ : ﴿وَلا تَحْسَبَنَّ الَّذينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ﴾ ومَا بَعْدَها".

« Ketika saudara-saudara kalian gugur dalam peperangan Uhud, Allah masukkan roh mereka ke dalam burung-burng hijau yang bekeliaran disungai-sungai syurga, makan buah-buahan syurga, kemudian mereka pulang ke lampu-lampu yang terbuat dari emas dan tergantung  dinaungan 'Arasy, di saat mereka merasakan enaknya minuman , makanan dan tempat kembali mereka ,  lalu mereka berkata ; siapakah yang akan menyampaikan kabar kepada saudara-saudara kami tentang kami bahwa kami hidup di syurga , kami di anugerahi rizki , agar mereka tidak merasa berat dalam berjihad dan tidak lari dari peperangan. Maka  Allah berfirman :

" Aku akan sampaikan berita tentang kamu kepada mereka, maka Allah turunkan ayat –ayat ini : Dan jangan kamu menyangka bahawa orang yang terbunuh pada jalan Allah itu mati malah mereka hiidup disisi Tuhan mereka dan mendapat rezeki daripada Nya (QS.Ali Imran 169) dan ayat sesudahnya ».

Lafadz riwayat Imam Ahmad : " mereka berkata : sayang sekali , kalau seandainya saudara-saudara kami tahu bagaimana Allah memperlakukan kami ".

( HR. Imam Ahmad 4/218 , Abu Daud dan Al-Hakim 2/88 . Di Shahihkan sanadnya oleh Al-Hakim . Dan di hasankan oleh Syeikh Al-Albaany di Shahih Targhib 2/68 no. 1379 ).

Ternyata para syuhada yang sudah pasti memiliki kedudukan di sisi Allah tidak bisa ke dunia walau sekejap sekedar menyampaikan kabar gembira . Jangankan hidup lagi , menjelma saja rohnya seperti kuntil anak mereka tidak mampu .

Permohonan mereka yang di kabulkan oleh Allah SWT hanya permohonan yang berkaitan dengan kenikmatan syurga sebagai imbalan atas usaha mereka di dunia . Allah SWT tidak akan mengabulkan permohanan mereka yang berlawanan dengan ketetapan-ketetapan Allah SWT , apalagi yang berkaitan dengan hal-hal yang merusak pondasi syariah , seperti hal-hal yang menunjukkan bahwa mereka ikut berperan dan terlibat dalam uluhiyah dan rububiyahNya .

Rosulullah dan para sahabat faham betul jika yang di maksud hidup di sini , bukan kehidupan seperti kita di dunia sekarang ini . 

Orang yang sudah mati tidak mungkin bisa melakukan aktifitas apapun yang berkaitan dengan kehidupan di dunia , apalagi beribadah kepada Allah , karena dengan kematian amalan manusia putus " .

Bantahan :

Para nabi masih hidup dan masih mampu beraktifitas ibadah sholat di kuburannya . Dan Nabi Muhammad selalu hadir didepan orang sholat .

Dalam hadits-hadits Shahih yang telah di sebutkan diatas diantaranya yang menyatakan: para Nabi alaihimussalam hidup dan melakukan ibadah shalat di kuburnya , dan lainnya , itu semua menunjukkan bahwa mereka mampu beraktifitas ibadah seperti di dunia , jika mereka mampu melaksanakan ibadah shalat , apalagi hanya sekedar berdoa kepada Allah untuk orang yang bertawassul dengannya .

Diperkuat pula dengan hadits-hadits lain yang menyatakan bahwa Nabi masih bisa hidup dan mampu melihat sholawat umatnya serta menjawab salamnya . Seperti hadits yang diriwayatkan Aus bin Aus radhiyallahu 'anhu bahwa Rosulullah  bersabda :

«إنَّ مِنْ أفْضَلِ أيَّامِكُمْ يَومَ الجُمُعَةِ ، فَأكْثِرُوا عَلَيَّ مِنَ الصَّلاةِ فِيهِ ، فَإنَّ صَلاَتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ» . قَالَ : قالوا : يَا رسول الله ، وَكَيفَ تُعْرَضُ صَلاتُنَا عَلَيْكَ وَقَدْ أَرَمْتَ ؟! قَالَ : يقولُ بَلِيتَ . قَالَ : «إنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَى الأرْضِ أَجْسَادَ الأَنْبِيَاءِ» .

" Sesungguhnya dari hari-hari kalian yang diistimewakan adalah hari Jum'at , maka kalian perbanyaklah bershalawat padaku di dalamnya , karena shalawat kalian diperlihatkan padaku ". Mereka bertanya : Wahai Rosulullah , bagaimana mungkin shalawat-shalawat kami di perlihatkan kepada engkau , sementara engkau sudah habis dimakan tanah ( atau : sudah usang ) ? Beliau menjawab : " Sesungguhnya Allah telah mengharamkan bumi memakan jasad para Nabi ".

( HR. Abu Daud no. 1049 , Nasai no. 1374 , Ibnu Hibban dan Al-Hakim 4/559 . Dan Hadits ini di Shahihkan sanadnya oleh Imam Nawawi dalam Riyadush Sholihin , dan oleh Syeikh Albany ).

Kemudian hadits riwayat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Rosulullah  bersabda :

«مَا مِنْ أَحَدٍ يُسَلِّمُ عَلَىَّ إِلاَّ رَدَّ اللَّهُ عَلَىَّ رُوحِى حَتَّى أَرُدَّ عَلَيْهِ السَّلاَمَ».

" Tidak lah seseorang mengucapkan salam kepada ku , melainkan Allah mengembalikan ruhku sehingga aku menjawab salam kepadanya ".

( HR. Abu Daud no. 2043 dan Baihaqi dalam Sya'bul Iman 3/490 no. 2043 . DiShahihkan sanadnya oleh Imam Nawawi di kitab Riyadush Sholihin 2/124 dan di hasankan oleh syeikh Al-Albaany).

Rosulullah hidup , hadir di depan kita saat sedang sholat dan membaca doa tasyahud , beliau bisa melihat dan mendengar bacaan sholawat serta menjawab salam kita , bukankan dalam doa tasyahud terdapat kata-kata :

«السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِين»

" Salam sejahtera , rahmat Allah dan berkahNya semoga dilimpahkan kepada mu , wahai Nabi , Salam sejahtera semoga dilimpahkan kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh ". ( HR. Bukhori no. 6230 dan Muslim no. 1-403 )

Do'a salam kepada Nabi dalam tasyahud ini menggunakan dlomir mukhothob
( kata ganti untuk orang yang di ajak bicara ), artinya bentuk ucapan salam tersebut adalah diutarakan kepada orang yang hadir di hadapannya . Ini menunjukkan Nabi
hadir di depan orang bertasyahud , melihat , mendengar dan menjawab salamnya .

---

Jawaban atas bantahan diatas :

Benarkah sholatnya para nabi ‘alahis salam di kuburnya sebagai bukti bahwa mereka hidup seperti semula saat di dunia? Dan benarkah Nabi Muhammad selalu hadir di depan orang shalat ?

--

Jawabannya adalah seperti berikut ini :

Jawaban Pertama

Mengenai hadits sholat para nabi alaihimussalaam di kuburnya .

Yang di maksud hidup mereka dalam hadits diatas sudah barang tentu bukan hidup seperti semula di dunia , melainkan kehidupan istemewa yang Allah anugerahkan secara khusus kepada mereka di alam Barzakh / alam kubur . Adapun sholat mereka di alam kubur bukan sebuah taklif atas mereka seperti di dunia akan tetapi merupakan salah satu rahmat , kenikmatan dan derajat istimewa yang Allah anugerahkan kepada mereka atas kebiasan shalat yang telah mereka lakukan ketika di dunia .  Di duniapun sholat itu merupakan keni'matan bagi orang yang sudah mampu merasakan kelezatan iman . Dalam hadits riwayat Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu , di sebutkan bahwa Rosulullah bersabda :

«وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِىَ فِى الصَّلاَةِ»

" Dan telah di jadikan permata hatiku dalam shalat ".

(HR. Imam Ahamd 3/128 dan 199 , Nasai 7/61 no. 3939 dan Abu Ya'la dalam Musnadnya 6/237 no. 3530 . Syeikh Albany berkata : Sanadnya hasan Shahih ).

Seorang mukmin yang benar keimanannya akan menemukan di dalam shalatnya ketenangan , kesenangan dan kelazatan , seperti yang Rosulullah contohkan . Salim bin Abi Jaad telah meriwayatkan dari seseorang yang berasal dari Aslam bahwa Nabi berkata : 

« يَا بِلَالُ أَرِحْنَا بِالصَّلَاةِ » .

" Wahai Bilal , istirahatkan lah kami dengan shalat ".

( HR. Abu Daud 5/364 dan Ahmad 38/178 no. 23088 . Lihat : Ithroful Musnadil Mu'tali karya Al-Hafidz Ibnu Hajar no. 11036 ).

Orang-orang kafir pun tahu jika Nabi dan para sahabat nya memiliki perasaan cinta kepada shalat melebihi segalanya , Imam Muslim dalam Shahihnya 1/575 no. 840 meriwayatkan dari Jabir radhiyallahu 'anhu bahwa pasukan kaum musyrikin jika berhadapan dengan pasukan Nabi mereka seraya berkata :

" إِنَّهُ سَتَأْتِيهِمْ صَلاَةٌ هِىَ أَحَبُّ إِلَيْهِمْ مِنَ الأَوْلاَد ".

" Sesungguhnya akan datang pada mereka waktu menunaikan shalat , ia lebih dicintai oleh mereka dari pada mencintai anak-anak mereka sendiri " .

Maka pada saat itu juga Allah SWT mensyariatkan shalat Khouf . 

Dan telah di riwayatkan pula : bahwa seorang hamba jika ia berdiri melakukan shalat , maka Allah Azza wa Jalla berfirman ( kepada para malaikat Nya ) :

«ارْفَعُوا الْحُجُبِ، فَإِذَا الْتَفَتَ قَالَ : أَرْخُوهَا».

" Kalian angkatlah hijab-hijab itu ( tabir-tabir yang menghalangi antara Allah dengan hambaNya ) , maka ketika dia berpaling hatinya ( dari Allah kepada selain Nya ) , Ia berfirman : Turunkanlah ia (hijab-hijab tadi ) ".

(Al-Waabilush Shaib Minal Kalimith Thayyib hal. 38 dan Alamul Jin wasy Syayaathiin 1/134 ).

Dengan demikian , jelaslah bahwa shalat para nabi di kuburnya tidak menunjukkan bahwa mereka hidup kembali seperti semula dan tidak pula menunjukkan bahwa mereka mampu beraktifitas seperti halnya ketika mereka belum meninggalkan dunia . Mereka sudah terputus amalnya dengan kewafatannya , dan mereka sudah tidak bisa menambah amal salehnya baik untuk dirinya maupun orang lainnya . Mereka hanya bisa didoakan oleh yang masih hidup , akan tetapi mereka tidak bisa mendoakan untuk dirinya maupun untuk selainnya .

Yang Allah SWT anjurkan kepada kita adalah mendoakan saudara-saudara kita yang seiman yang telah wafat mendahului kita , meskipun mereka adalah sudah di pastikan dan di jamin sebagai penghuni syurga .

﴿وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَااغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ﴾

Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa: "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang". ( QS. Al-Hasyer : 10 ).

Subhanallah , ayat ini begitu gamblang dan jelas sekali mencontohkan agar kita mendoakan mereka bukan di doakan , padahal mereka itu adalah orang-orang yang telah mendapat ridlo Allah SWT .

﴿وَالسَّابِقُونَ الأوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأنْهَارُ ﴾

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama ( masuk Islam ) dari orang-orang muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridla kepada mereka dan mereka pun ridla kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.  Itulah kemenangan yang besar. ( QS. At-Taubah : 10 ).

Jawaban Kedua

Jawaban mengenai sabda Nabi  : " shalawat kalian diperlihatkan padaku ".

Hadits ini menunjukkan bahwa jasad Rosulullah masih utuh segar bugar , dan ruhnya berada di « Ar-Rofiiqil A'la » di A'la Illiyyin / أَعْلَى عَلِّيِّينَ ( tempat yang paling tinggi derajatnya , yang ketinggiannya melebihi tempat-tempat tinggi lainnya ) beliau bersama dengan arwah para nabi alaihimussalam .

Dan hadits ini menunjukan pula bahwa antara jasad mayit dan ruhnya masih saling berhubungan , tapi hubungan tersebut adalah hubungan barzakhiyah , yang hakikatnya hanya Allah yang tahu .  Dan tidak mungkin hadits tersebut di fahami dengan arti kehidupan mereka seperti di dunia , yang membutuhkan makan dan minum .

Maksud dari hadits itu , Rosulullah menganjurkan umatnya agar selalu mendoakan dirinya dengan memperbanyak bacaan sholawat . Yang artinya berdoa agar Allah memberkahi Nabi-Nya .

Dan mengenai keutamaan sholawat , Allah SWT berfirman :

﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾

" Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam kepadanya ". ( QS. Al-Ahzab : 56 ).

Adapun makna shalawat dalam ayat ini Imam Bukhory dalam Shahihnya 6/120 berkata :

" قَالَ أَبُو الْعَالِيَةِ : صَلَاةُ اللَّهِ ثَنَاؤُهُ عَلَيْهِ عِنْدَ الْمَلَائِكَةِ ، وَصَلَاةُ الْمَلَائِكَةِ الدُّعَاءُ . قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: ﴿يُصَلُّونَ﴾ يُبَرِّكُونَ ".

" Telah berkata Abul 'Aaliya : Shalawat Allah kepada Nabi adalah memujinya di hadapan para malaikat . Dan shalawat para malaikat kepada Nabi adalah mendoakan . Ibnu Abbas berkata : mereka bershalawat artinya adalah : mereka mendoakannya supaya di berkahi".

Abu Isa At-Tirmidzi berkata : " Diriwayatkan dari Sufyan Ats-Tsaury dan lainnya , mereka berkata : Shalawat Allah adalah rahmat . Dan shalawat para malaikat adalah doa memohonkan ampunan ". ( Lihat Tafsir Ibnu Katsir 6/457 ).

Ibnu Katsir berkata : " Maksud dari ayat tersebut : bahwa Allah SWT mengkabarkan akan kedudukan Nabi Muhammad di sisiNya kepada hamba-hambaNya yang berada diatas langit dengan informasi bahwa Allah memujinya di hadapan para malaikat muqorrobin dan para malaikat tersebut bershalawat kepada nya . Kemudian Allah SWT memerintahkan para penghuni alam bawah agar beshalawat dan mengucapkan salam padanya , agar pujian kepadanya terhimpun dari para penghuni dua alam, alam atas dan alam bawah semuanya ". ( Tafsir Ibnu Katsir 6/457 ).

Dari Abdullah bin Amr bin 'Ash radhiyallahu 'anhu , dia mendengar Rosulullah bersabda :

«مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاةً ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْراً»

" Barang siapa yang bershalawat kepadaku satu kali , maka dengannya Allah bershalawat kepadanya sepuluh kali ". ( HR. Imam Muslim no. 408).

Kita hanya di perintahkan bershalawat kepadanya , yaitu mendoakan berkah untuknya . Dengan bershalawat satu kali kepadanya , maka Allah bershalawat kepada kita sepuluh kali , dan seterusnya .

Hadits ini menunjukkan pula di syariatkannya bertawassul dengan amal saleh , karena membaca shalawat itu termasuk amal saleh .

Jawaban Ketiga

Jawaban mengenai hadits : " Tidak lah seseorang mengucapkan salam kepada ku , melainkan Allah mengembalikan ruhku sehingga aku menjawab salam kepadanya".

Hadits ini menunjukkan bahwa ruh Nabi berhubungan dengan jasadnya untuk menjawab salam kepada orang yang telah memberi salam padanya , baik yang mengucapkan salam itu berada di sisi kuburannya maupun dari kejauhan . Dan tentunya hubungan jasad dan ruh disini dalam kontek hubungan barzakhiyah , yang hakikatnya hanya Allah yang tahu , begitu pula yang di maksud dengan mendengar dan menjawab salam . Dan mustahil di artikan dengan hidup lagi seperti semula , karena jika tidak maka akan mengalami proses mati-hidup , mati-hidup dan seterusnya , atau hidup terus karena milyaran umat Islam mengucapkan salam kepadanya dari seluruh dunia sepanjang masa . 

Adanya hubungan ruh Nabi dan jasadnya di alam barzakh tidaklah berlawanan dengan keterangan bahwa ruhnya di Ar-Rafiiqil A'la sementara jasadnya di bumi , karena perkara arwah itu tidak seperti perkara jasad .

Jika orang tidur saja yang ruhnya masih nempel di jasad dan dia masih hidup , dikatakan tidak sama hidupnya dengan hidupnya orang yang jaga  , begitu juga si mayit jika dikembalikan ruhnya ke jasadnya, maka kondisinya tengah-tengah antara hidup dan mati . Kondisi tersebut ada kemiripan dengan kondisi orang tidur , dia juga di pertengahan antara hidup dan mati . Oleh karena itu sebuah pepatah mengatakan : tidur itu adalah saudara kandung kematian . Kira-kira seperti inilah kondisi Rosulullah  dalam menjawab salam dari alam kuburnya . Wallohu a'lam . Dalam hadits riwayat A'isyah - radiyallahu anha – disebutkan bahwa Rosulullah bersabda :

« كَسْرُ عَظْمِ الْمَيِّتِ كَكَسْرِهِ حَيًّا ».

" Memecahkan tulang mayit , sama seperti memecahkannya ketika masih hidup ".

( HR. Abu Daud no. 3209 , Ibnu Majah no. 1616 , Daruquthny no. 314 dan Ibnu Hibban no. 3167. DiShahihkan oleh Syeik Al-Albani dan Syueib Al-Arnauth ).

Sebagai penguat atas kebenaran bahwa yang di maksud sabda Nabi tersebut adalah dalam kontek barzakhiyah adalah firman Allah SWT :

﴿وَمَا يَسْتَوِي الأحْيَاءُ وَلا الأمْوَاتُ إِنَّ اللَّهَ يُسْمِعُ مَنْ يَشَاءُ وَمَا أَنْتَ بِمُسْمِعٍ مَنْ فِي الْقُبُورِ﴾

" Dan tidaklah sama orang-orang yang hidup dan orang-orang yang mati , dan sesungguhnya Allah memberikan pendengaran kepada siapa saja yang dikehendakiNya, dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang di alam kubur dapat mendengar ". ( QS. Fathir : 22 ).

Firman Allah lainnya :

﴿إِنَّكَ لا تُسْمِعُ الْمَوْتَى وَلا تُسْمِعُ الصُّمَّ الدُّعَاءَ إِذَا وَلَّوْا مُدْبِرِينَ﴾

 " Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati bisa mendengar dan tidak pula menjadikan orang-orang yang tuli mendengar panggilan , apabila mereka telah berpaling ke belakang ". (QS. An-Naml : 80 ).

Kemudian hanya untuk menjawab salam saja dalil yang menunjukkan bahwa Ruh Rosulullah dikembalikan ke jasadnya . Bisa jadi karena ucapan salam itu tidak seperti ucapan lainnya. Layaknya ucapan salam adalah mendapatkan jawaban , bahkan ucapan salam kepada yang masih hidup , wajib menjawabnya . Sudah barang tentu , orang mati tidak punya keawajiban apa-apa termasuk menjawab salam , namun salah satu hikmah Allah untuk umat ini , Ia berkenan mengembalikan ruh Nabinya ke jasadnya untuk menjawab salam , agar umatnya giat mengamalkannya . Allah SWT memerintahkan kita untuk menjawab salam hormat , meskipun dari non muslim.

﴿وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا﴾

" Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan , maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik , atau balaslah (dengan yang serupa) ". (QS. An-Nisaa' : 86).

Kita di anjurkan mengucapkan salam ketika memasuki rumah-rumah meskipun rumah itu kosong tidak berpenghuni dengan ucapan Assalamu'alaikum pula , Allah berfirman :

﴿فَإذَا دَخَلْتُمْ بُيُوتاً فَسَلِّمُوا عَلَى أنْفُسِكُمْ تَحِيَّةً مِنْ عِنْدِ اللهِ مُبَارَكَةً طَيِّبَةً﴾

" Maka apabila kamu memasuki ( suatu rumah dari ) rumah-rumah ( itu ) , hendaklah kamu memberikan salam pada dirimu sendiri , salam yang ditetapkan dari sisi Allah , yang diberkahi lagi baik ". ( QS. An-Nur : 61 ) .

Karena sangat istimewanya posisi ucapan salam terhadap sesama muslim , sehingga Rosulullah menjadikannya sebagai wasiilah agar seorang muslim bisa masuk Syurga.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu , bahwa Rosulullah bersabda :

«وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لاَ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَىْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ؟ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ».

" Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya , kalian tidak akan masuk syurga sehingga kamu beriman , dan kalian tidaklah beriman sehingga kalian saling mencintai , tidakkah kalian ingin aku tunjukkan kepada sesuatu jika kalian kerjakan maka kalian saling mencintai ? Tebarkan salam diantara kalian ! ". ( HR. Muslim no. 54).

Untuk selain ucapan salam tidak ada dalil yang menyatakan bahwa Rosulullah  menjawabnya setelah beliau wafat termasuk menjawab sholawat , dalam hadits yang lalu disebutkan bahwa Rosulullah bersabda :

" Barang siapa yang bershalawat kepadaku satu kali, maka Allah bershalawat kepadanya sepuluh kali ". ( HR. Imam Muslim no. 408).

Yang jelas maksud dari hadits tersebut adalah anjuran kepada umatnya agar memperbanyak mengucapkan salam kepada Nabi . Sesuai dengan firman Allah SWT:

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾

" Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam kepadanya ". ( QS. Al-Ahzab : 56 ).

Dalam hadits dan ayat diatas sama sekali tidak ada kesan anjuran untuk bertawassul dengan orang mati , apalagi melakukan I'tikaf / nyepi di kuburan kramat baik kuburan para wali maupun lainnya dengan alasan tawassulan . Dan tidak menunjukan bahwa Nabi bisa diundang untuk menghadiri acara maulidan dan pembacaan berzanji .

Pensyariatan salam kepada orang yang sudah meninggal , tidak hanya kepada Rosulullah  saja , melainkan kepada semua umatnya . Imam Muslim dalam Shahihnya 3/64 no. 975 meriwayatkan dari Buraidah radhiyallahu 'anhu , dia berkata :

كَانَ النبيُّ ﷺ  يُعَلِّمُهُمْ إِذَا خَرَجُوا إِلَى المَقَابِرِ أنْ يَقُولَ قَائِلُهُمْ : «السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أهلَ الدِّيَارِ مِنَ المُؤْمِنينَ وَالمُسلمينَ ، وَإنَّا إنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ للاَحِقونَ ، أسْألُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ العَافِيَةَ».

Nabi pernah mengajari sahabat-sahabatnya jika mereka keluar mendatangi pekuburan-pekuburan agar jurubicaranya mengucapkan :

" Assalamu alaikum , (wahai) para penghuni pekuburan-pekuburan ini dari kaum muslimin dan mukminin , dan kami pun insya Allah menyusul kalian , aku memohon kepada Allah al-'aafiyah untuk kami dan untuk kalian ". ( HR. Muslim 3/64 no. 975 ).

Makna al-aafiyah untuk orang hidup adalah sehat wal'aafiyat , adapun untuk orang mati adalah selamat dari azab dan bebas dari tuntutan ketika dihisab . (Subulussalam 2/118).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Rosulullah  mendatangi pekuburan , maka beliau mengucapkan :

«السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لاَحِقُونَ»، وقال : «وَدِدْتُ أَنَّا قَدْ رَأَيْنَا إِخْوَانَنَا» قَالُوا : أَوَلَسْنَا إِخْوَانَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ؟ قَالَ :«بَلْ أَنْتُمْ أَصْحَابِى ، وَإِخْوَانِى الَّذِينَ لَمْ يَأْتُوا بَعْدُ».

" Assalamualaikum , ( wahai para penghuni ) pekuburan kaum mukminin , dan kami pun insya Allah menyusul kalian " .

Lalu beliau berkata : " Ingin sekali rasanya aku melihat ikhwan-ikhwan kami (saudara-saudara kami) ".

Mereka bertanya : Bukankah kami ini ikhwan-ikhwan engkau wahai Rosulullah ?

Beliau menjawab : " Kalian adalah sahabat-sahabat kami . Ikhwan-ikhwan kami adalah mereka yang belum datang (umat Islam yang lahir kemudian). (HR. Muslim 1/218 no. 249 ). 

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu dia berkata : " Rosulullah pernah melewati pekuburan Madinah , maka beliau menghadapkan wajahnya kepada mereka , lalu mengucapkan :

« السَّلامُ عَلَيْكُمْ يَا أهْلَ القُبُورِ ، يَغْفِرُ اللهُ لَنَا وَلَكُمْ ، أنْتُمْ سَلَفُنَا وَنَحنُ بالأثَرِ » .

" Assalamualaikum wahai para penghuni kuburan , semoga Allah mengampuni kami dan kalian , kalian adalah para pendahulu kami , dan kami menapaki jejak ( kalian ).

(HR. Tirmidzi no. 1053 . Hadits ini dihasankan oleh Tirmidzi , tapi di dlaifkan oleh syeikh Albany dan lainnya ).

Hadits-hadits di atas menunjukkan disyariatkannya mengucapkan salam kepada orang-orang yang sudah meninggal dari kaum muslimin dan muslimat . Dan kalimat salam nya menggunakan kata-kata yang menunjukan berbicara langsung kepada para penghuni kubur , yaitu : Assalamu'alaikum dst , yang artinya : Semoga kedamaian serta kesejahteran untuk kalian dst .

Dengan demikian apakah mereka juga seperti Rosulullah , ruh-ruh mereka di kembalikan ke jasad-jasad mereka untuk menjawab salam ?

Jawabannya : Kami tidak tahu , itu adalah perkara ghaib , hanya Allah yang tahu , kami hanya bisa mengatakan sesuatu yang telah Allah wahyukan kepada Rosulullah . Allah SWT berfirman :

﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّه﴾

" Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah ". ( QS. Al-Hujuroot : 1 ).

Dari Abdullah bin Umair radhiyallahu 'anhu , dia berkata :

مَرَّ رَسُولُ اللهِ ﷺ عَلَى مُصْعَبِ بْنِ عُمَيْرٍ حِينَ رَجَعَ مِنْ أُحُدٍ فَوَقَفَ عَلَيْهِ وَعَلَى أَصْحَابِهِ فَقَالَ: «أَشْهَدُ أَنَّكُمْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ اللهِ، فَرُدُّوهُمْ وَصَلُّوا عَلَيْهِمْ، فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يُسَلِّمُ عَلَيْهِمْ إِلَّا رَدُّوا عَلَيْهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ».

Suatu ketika Rosulullah melewati ( kuburan ) Mush'ab bin Umair ( salah satu dari Syuhada Uhud ) ketika itu beliau sedang menuju pulang dari gunung Uhud , maka beliau berdiri menghadap nya serta menghadap ( kuburan ) sahabat-sahabat lainnya , maka beliau berkata : " Aku bersaksi sesungguhnya kalian hidup di sisi Allah " . ( Lalu beliau berkata kepada para sahabat ) : " Maka kalian jawablah mereka ( dengan mengucapkan salam ) , dan kalian berdo'alah untuk mereka , demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya tidak sekali-kali seseorang mengucapakan salam kepada mereka kecuali mereka menjawab salamnya hingga hari Kiamat ". ( HR. Tabroni 20/365 no. 850 ). 

Maksud dari pada hadits-hadits ini adalah anjuran untuk mengucapkan salam kepada para penghuni kuburan dari kaum muslimin dan muslimat . Sama halnya dengan perintah mengucapkan salam kepada Nabi .

Ucapan salam itu di samping sebagai sarana dan media untuk menjalin ikatan batin sesama muslim baik yang sudah mati maupun yang masih hidup , ucapan salam juga merupakan sarana untuk saling mendoakan , karena arti dari ucapan : assalamu'alaikum warohmatullahi wabarakatuh adalah : semoga kedamaian , kesejahteraan untuk kalian , serta kasih sayang Allah dan keberkahanNya

Jawaban Keempat 

Mengenai bacaan salam dalam tashahud " Salam sejahtera, rahmat Allah dan berkah-Nya semoga dilimpahkan kepada mu , wahai Nabi " yang menunjukkan Rosulullah hidup , hadir saat kita shalat , melihat , mendengar dan menjawab salam , maka jawabannya adalah seperti berikut ini :

Telah ada penjelasan dalam hadits Shahih dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu bahwa ucapan salam kepada Nabi saat bertashahud dengan menggunakan dlomir mukhothob ( kata ganti orang kedua yang di ajak bicara ) hanya di baca oleh para sahabat ketika Nabi masih hidup dan beliau berada ditengah-tengah mereka , namun setelah beliau wafat , mereka menghilangkan lafadz " alaika " , dan berikut ini teks hadits itu :

Dari Ibnu Masud radhiyallahu 'anhu dia berkata : Rosulullah telah mengajari ku tasyahud , dan telapak tanganku berada diantara dua telapak tangan beliau , dan beliau mengajariku tasyahud seperti mengajariku Al-Quran :

التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدٌا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ .

Artinya : " Semua kehormatan hanya milik Allah , dan juga semua sholawat dan semua yang baik-baik . Salam sejahtera pada mu wahai Nabi dan juga rahmat Allah beserta keberkahan-Nya . Salam sejahtera kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh . Aku bersaksi bahwa tiada ilaah ( sesembahan ) kecuali Allah . Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya ".

Lalu Ibnu Masud berkata :

هُوَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْنَا فَلَمَّا قُبِضَ قُلْنَا :

Itu di baca ketika beliau berada ditengah-tengah kita , namun setelah beliau wafat , kami mengucapkan :

السَّلَامُ  عَلَى النَّبِيِّ ﷺ .

Artinya : Salam sejahtera kepada Nabi .

( HR. Bukhori no. 6265 dan Imam Ahmad no. 3935 dan Abu Awaanah no. 2026 , dan Abu Ya'la no. 5347 dan Ibnu Abi Syaibah no. 319 ).

Jika kita membenarkan pendapat yang berdasarkan riwayat hadits yang menunjukkan tidak adanya perubahan kalimat Salam pada Nabi setelah beliau wafat dan tetap menggunakan lafadz " السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ " , maka jawabannya adalah seperti berikut ini :

Rosulullah telah mengajarkannya kepada sahabat-sahabatnya , dan mereka mengamalkannya ketika beliau masih hidup , namun mereka tidak ada yang berkeyakinan dan mengatakan bahwa Rosulullah hadir dihadapan mereka , mendengar dan menjawab salam mereka saat mereka bertasyahud. Dan sudah maklum adanya jika para sahabat tersebar di mana-mana , di Yaman , Makkah dan lainnya .

Dan tidak ada keterangan dari Rosulullah yang menyatakan bahwa dirinya hadir dan menjawab setiap salam yang dibacakan orang yang sedang shalat . Jangankan yang jauh , yang sholat bersamanya saja , beliau tidak menjawabnya . Yang demikian itu saat beliau masih hidup di tengah-tengah mereka , maka bagaimana jika beliau sudah wafat ?

Yang benar bacaan salam dalam tasyahud itu adalah merupakan salah satu bentuk ibadah yang bersifat ta'abbudi Ghoiri ma'quulil ma'na (تَعَبُّدِيٌّ غَيْرُ مَعْقُولِ الْمَعْنَى), amalan yang maknanya tidak di mengerti oleh kita , sama halnya dengan ucapan salam yang berikutnya setelah ucapan salam kepada Nabi , yaitu :

Assalamu 'alaina , yang artinya : salam sejahtera kepada kami semua .

Begitu pula ucapan assalamu a'laikum di akhir shalat ke kanan dan ke kiri , karena arti yang sebenarnya ucapan salam tersebut di tujukan kepada orang laki-laki banyak yang hadir di hadapannya .

Kemudian kita umat Islam dalam kehidupan sehari-hari di perintahkan mengucapkan : Assalamu'alikum kepada sesama muslim dan muslimah , padahal kalimat " alai kum "  artinya kepada kalian ( jama' mukhothob untuk laki-laki yang banyak ) , akan tetapi kita diperintahkan mengucapkannya kepada siapa saja , baik kepada pria mau wanita , baik satu orang maupun lebih . Ini menunjukkan pula bahwa lafaz " kum " dalam ucapan salam adalah ta'abbudi Ghoiri ma'quulil ma'na .

Ini semua adalah hujjah untuk kita terhadap mereka : bahwa dalam melakukan ibadah wajib berittiba' , mengikuti petunjuk dan syariat yang Allah turunkan kepada Nabinya , meskipun kita tidak atau belum mengerti maknanya . Kita tidak boleh mengamalkan amalan selain itu meski kita mengerti maknanya jika berlawanan dengan syariat Nya .

Ada beberapa pelanggaran jika kita berkeyakinan bahwa Rosulullah hidup dan hadir saat kita bertasyahud dalam shalat :

o        Melakukan kebohongan dengan mengatas namakan Allah dan RosulNya .

o        Mensifati Rosulullah dengan sifat ketuhanan , dia maha melihat dan maha mendengar . Dan yang paling berbahaya adalah berkeyakinan bahwa beliau berada di mana-mana , di depan setiap orang shalat di seluruh dunia meskipun berbeda-beda waktunya .

o        Sholat menghadap kepada selain Allah SWT , yaitu menghadap Nabi .

o        Berlawanan dengan hadits Ibnu Masud radhiyallahu 'anhu , bahwa Rosulullah bersabda :

« إِنَّ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مَلَائِكَةً سَيَّاحِينَ فِي الْأَرْضِ يُبَلِّغُونِي مِنْ أُمَّتِي السَّلَامَ  » .

" Susungguhnya Allah Azz wa Jalla memeliki para malaikat yang selalu keliling di bumi mereka menyampaikan ucapan salam dari umat ku kepada ku ".

HR. Imam Ahmad no. 3666 dan 4210 , Nasai 3/43 no. 1282 , Al-Hakim 2/421 , Darimi 2/409 no. 2774 , Ibnu Hibban 2/195 no. 914 dan Abu Ya'la 9/138 no. 5213 . Di Shahihkan oleh al-Hakim , Ibnu Hibban , syeikh Al-Albaany , Syueib al-Arnauth  .

Dalam hadits Ammar bin Yasir radhiyallahu 'anhu , Rosulullah bersabda :

«إِنَّ لِلَّهِ تَعَالَى مَلَكًا أَعْطَاهُ سَمْعَ الْعِبَادِ، فَلَيْسَ مِنْ أَحَدٍ يُصَلِّي عَلَيَّ إِلَّا أَبْلَغَنِيهَا، وَإِنِّي سَأَلْتُ رَبِّي أَنْ لَا يُصَلِّيَ عَلَيَّ عَبْدٌ صَلَاةً إِلَّا صَلَّى عَلَيْهِ عَشْرَ أَمْثَالِهَا»

" Sesungguhnya Allah Ta'ala mempunyai seorang malaikat , Ia memberinya pendengaran para hamba-hamba , maka tidak seorang pun yang bersholawat kepadaku kecuali dia menyampaikannya padaku . Dan Sungguh aku telah memohon kepada Rabbku agar tidaklah sekali-kali seorang hamba bersholawat untuk ku satu kali kecuali Allah bersholawat untuknya sepuluh kali ". ( HR. Tabroni dalam Mujam Kabir dan Imam Bukhory dalam Tarikh Kabiir . Hadits ini di hasankan oleh syeikh Al-Albani , lihat Shahih wa dlaif Jami' shoghir no. 3939 ).

Hadits ini jelas-jelas menyatakan jika Rosulullah tidak mendengarnya langsung, akan tetapi malaikatlah yang menyampaikannya . Ucapan salam tersebut tidak ada bedanya , baik di sisi kuburan maupun jauh darinya , karena Nabi telah bersabda :

«إِنَّ اللَّهَ وَكَّلَ بِي مَلَكًا عِنْدَ قَبْرِي، فَإِذَا صَلَّى عَلَيَّ رَجُلٌ مِنْ أُمَّتِي، قَالَ لِي ذَلِكَ الْمَلَكُ: يَا مُحَمَّدُ، إِنَّ فُلَانَ بْنَ فُلَانٍ صَلَّى عَلَيْكَ السَّاعَةَ».

            " Sesungguhnya Allah telah menugaskan untuk ku seorang malaikat di sisi kuburanku , maka jika ada seseorang dari umatku mengucapkan sholawat , dia berkata padaku : Hai Muhammad sesungguhnya Fulan bin Fulan bersholawat padamu saat ini ".

( HR. Ad-Daylami dalam Musnad al-Firdaus , dan hadits tersebut di hasankan oleh Syeikh Al-Albaany dalam kitab Shahihul Jami' Imam Sayuthi .

Telah meriwayatkan Said bin Manshur dalam Sunannya dari Suhail bin Abi Suhail , dia berkata :

« رَآنِيَ الحَسَنُ بْنُ الحَسَنِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ عِنْدَ القَبْرِ، فَنَادَانِي وَهُوَ فِي بَيْتِ فَاطِمَةَ يَتَعَشَّى، فَقَالَ هَلُمَّ إِلَى العَشَاءِ. فَقُلْتُ: لَا أُرِيدُهُ فَقَالَ: مَا لِي رَأَيْتُكَ عِنْدَ القَبْرِ فَقُلْتُ: سَلَّمْتُ عَلَى النَّبِيِّ ﷺ فَقَالَ: إِذَا دَخَلْتَ المَسْجِدَ فَسَلِّمْ ثُمَّ قَالَ: إِنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ:

«لَا تَتَّخِذُوا بَيْتِي عِيدًا وَلَا تَتَّخِذُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ، لَعَنَ اللهُ اليَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ وَصَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ تَبْلُغُنِي حَيْثُمَا كُنْتُمْ» مَا أَنْتُمْ وَمَنْ بِالأَنْدَلُسِ إِلَّا سَوَاءٌ. إهـ.

Hasan bin Hasan bin Ali bin Abu Thalib suatu ketika melihatku di sisi kuburan Nabi , maka dia memanggilku saat itu dia berada di rumah Fatimah sedang makan malam , maka dia berkata : Mari makan malam ! , lalu aku jawab : Aku enggak ingin makan . Maka dia bertanya : Ada apa dengan kamu, aku lihat kamu di sisi kuburan ? maka aku jawab : Aku mengucapkan salam kepada Nabi , maka dia berkata : Jika kamu masuk masjid , maka kamu ucapkanlah salam !

Kemudian dia melanjutkan kata-katanya :

Sesungguhnya Rosulullah telah bersabda : " Janganlah kalian jadikan kuburanku sebagai tempat Ied ( rame-rame , perayaan atau mondar mandir untuk beribadah ) , dan janganlah kalian jadikan rumah kalian seperti kuburan , Allah telah melaknat orang-orang Yahudi dan Kristen disebabkan mereka telah menjadikan kuburan-kuburan para nabinya sebagai masjid-masjid . Dan bersholawatlah padaku , karena sesungguhnya shalawat kalian akan sampai padaku dimanapun kalian berada ". Tidak ada bedanya antara kalian yang di sini dengan orang yang berada di Andalusia , semua sama saja .

( Hadits Shahih , diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah , Ibnu Khuzaimah no. 48 , Ibnu Asaakir 4/217 dan Abdurrozaaq 3/577 . Di Shahihkan oleh Al-Albaany ).

****

Argumentasi yang ketiga :

Saddud Daraai' (سَدُّ الذَّرَائِعِ), menutup semua celah perbuatan yang mengantarkan kepada kemusyrikan , karena hampir semua kesyirikan yang menimpa umat-umat terdahulu selalu di awali dengan menjadikan orang-orang yang sudah mati sebagai perantara antara manusia dengan Tuhannya.

===***===

B]. TAWASSUL DENGAN ORANG MATI DISERTAI KESYIRIKAN

Yang di maksud tawassul dalam pembahsan ini :  bertawassul dengan orang yang sudah meninggal , disertai dengan keyakinan bahwa orang mati yang di tawasulinya itu memiliki kemampuan dan kekuasaan seperti yang Allah miliki atau sebagian yang Allah miliki , misalnya : kemampuan mengabulkan doa , mampu mendatangkan manfaat dan menghilangkan segala kesulitan atau sebaliknya mampu menghilangkan segala manfaat dan mendatangkan madlorot atau musibah dan lain sebagainya .

Atau bertujuan untuk mendapatkan perlindungan , harapan , kemudahan , menggantungkan nasib atau bertawakkal pada nya dan lain-lain .

Tawassul jenis ini adalah persis tawassul nya kaum musyrikin arab dan para pemeluk agama-agama kafir lainnya , yaitu menjadikan sesembahan-sesembahan mereka sebagai perantara kepada Allah ­SWT dengan keyakinan ganda . Tawassul jenis ini adalah yang di berantas oleh Nabi dan para nabi sebelumya . Dan tawassul jenis ini adalah perbuatan syirik yang mengeluarkan si pelakunya dari agama Islam .

Mereka mengunakan istilah-istilah syar'i untuk mengelabui orang awam agar mereka tidak sadar kalau dirinya sudah terjerumus dalam dosa syirik.

Ada beberapa istilah yang populer dan sering digunakan kaum musyrikin arab jahiliyah untuk melegalisasikan praktek ibadah syiriknya itu , yaitu dengan menggunakan istilah-istilah berikut ini :

1].  Istilah TAQORRUB ( sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT ) seperti yang Allah firmankan dalam Al-Qur'an :

﴿أَلا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى﴾

Artinya : Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil wali-wali ( pelindung / penolong / kekasih ) selain Allah ( berkata ) : " Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". ( QS. Zumar : 3 ) .

Dalam menafsiri firman Allah SWT : " melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya " Imam Malik , Qotadah dan Suday dari Zaid bin Aslam dan Ibnu Zaid berkata :  

أَيْ: لِيَشْفَعُوا لَنَا، وَيُقَرِّبُونَا عِنْدَهُ مَنْزِلَةً

" Maksudnya adalah : agar wali-wali itu mensyafaati kami dan mendekatkan kedudukan kami di sisi Allah " . ( Tafsir Ibnu Katsir 7/85 ).

2]. Istilah PEMBERI SYAFAAT .

﴿أَمِ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ شُفَعَاءَ قُلْ أَوَلَوْ كَانُوا لا يَمْلِكُونَ شَيْئًا وَلا يَعْقِلُونَ . قُلْ لِلَّهِ الشَّفَاعَةُ جَمِيعًا لَهُ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ﴾

Artinya : " Bahkan mereka mengambil pemberi syafaat selain Allah. Katakanlah: "Dan apakah (kamu mengambilnya juga) meskipun mereka tidak memiliki sesuatupun dan tidak berakal?" Katakanlah: "Hanya kepunyaan Allah syafaat itu semuanya. Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi.  Kemudian kepada-Nya lah kamu dikembalikan". ( QS. Az-Zumar : 43 – 44 ).

3]. Istilah WALI .

﴿وَمَنْ يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُبِينًا * يَعِدُهُمْ وَيُمَنِّيهِمْ وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطَانُ إِلا غُرُورًا﴾

" Barang siapa yang menjadikan setan menjadi  wali ( pelindung ) selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.  Setan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal setan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka.". ( QS. An-Nisaa : 119-120).

﴿وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ﴾

Dan orang-orang yang kafir, wali-walinya ialah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. ( QS. Al-Baqoroh : 257 )

﴿وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ قَدِ اسْتَكْثَرْتُمْ مِنَ الإنْسِ وَقَالَ أَوْلِيَاؤُهُمْ مِنَ الإنْسِ رَبَّنَا اسْتَمْتَعَ بَعْضُنَا بِبَعْضٍ وَبَلَغْنَا أَجَلَنَا الَّذِي أَجَّلْتَ لَنَا قَالَ النَّارُ مَثْوَاكُمْ خَالِدِينَ فِيهَا إِلا مَا شَاءَ اللَّهُ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ﴾

Dan (ingatlah) hari di waktu Allah menghimpunkan mereka semuanya, (dan Allah berfirman): "Hai golongan jin (setan), sesungguhnya kamu telah banyak (menyesatkan) manusia", lalu berkatalah wali-wali mereka dari golongan manusia: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya sebahagian daripada kami telah dapat kesenangan dari sebahagian (yang lain) dan kami telah sampai kepada waktu yang telah Engkau tentukan bagi kami". Allah berfirman: "Neraka itulah tempat diam kamu, sedang kamu kekal di dalamnya, kecuali kalau Allah menghendaki (yang lain)". Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. ( QS. Al-An'am : 128 ).

Mereka kaum musyrikin mencintai wali-wali tersebut sama seperti mencintai Allah , seperti yang dinyatakan dalam Al-Qur'an :

﴿وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ﴾

Artinya : " Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat lalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa ( pada hari kiamat ), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya ( niscaya mereka menyesal ) ". ( QS. Al-Baqoroh : 165 ).

***

KAUM MUSYRIKIN QUREISY KADANG BERTAUHID MURNI KEPADA ALLAH , KAPAN KAH ITU ? .

Pada saat-saat genting dan menghadapi mara bahaya para kaum musyrikin arab jahliah mengesakaan Allah dalam berdoa tanpa menyekutukan Nya dengan apapun , seperti yang di kisahkan dalam Al-Quran di beberapa ayat dan di beberapa surat , diantaranya:

﴿وَإِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فِي الْبَحْرِ ضَلَّ مَنْ تَدْعُونَ إِلا إِيَّاهُ فَلَمَّا نَجَّاكُمْ  إِلَى الْبَرِّ أَعْرَضْتُمْ  وَكَانَ الإنْسَانُ كَفُورًا﴾

" Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia.  Maka tatkala Dia menyelamatkan Kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia itu selalu ingkar " . ( QS. Al-Isra : 67 ).

﴿فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ (65)﴾

" Maka apabila mereka naik kapal laut mereka mendoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah) ". ( QS. Al-Ankabut : 65).

﴿وَإِذَا غَشِيَهُمْ مَوْجٌ كَالظُّلَلِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ فَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمَا يَجْحَدُ بِآيَاتِنَا إِلا كُلُّ خَتَّارٍ كَفُورٍ﴾.

" Dan apabila mereka dilamun ( dikepung ) ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai di daratan, lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus ". (QS. Luqman : 32 ).

﴿قُلْ مَنْ يُنَجِّيكُمْ مِنْ ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ تَدْعُونَهُ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً لَئِنْ أَنْجَانَا مِنْ هَذِهِ لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ (63) قُلِ اللَّهُ يُنَجِّيكُمْ مِنْهَا وَمِنْ كُلِّ كَرْبٍ ثُمَّ أَنْتُمْ تُشْرِكُونَ (64) قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَى أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَابًا مِنْ فَوْقِكُمْ أَوْ مِنْ تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ أَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَعًا وَيُذِيقَ بَعْضَكُمْ بَأْسَ بَعْضٍ انْظُرْ كَيْفَ نُصَرِّفُ الآيَاتِ لَعَلَّهُمْ يَفْقَهُونَ (65)﴾

Katakanlah: "Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut, yang kamu berdoa kepada-Nya dengan berendah diri dan dengan suara yang lembut (dengan mengatakan): "Sesungguhnya jika Dia menyelamatkan kami dari (bencana) ini, tentulah kami menjadi orang-orang yang bersyukur."

Katakanlah: "Allah menyelamatkan kamu daripada bencana itu dan dari segala macam kesusahan, kemudian kamu kembali mempersekutukan-Nya."

Katakanlah: "Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian) kamu keganasan sebahagian yang lain. Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahami (nya). ( QS. Al-An'am : 63-65 ).

Nanti di akhirat kelak sesembahan-sesembahan yang mereka pangil-panggil dan mereka sebut-sebut di dunia , tidak akan mampu memberikan jawaban apa-apa .

﴿وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنْ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَنْ لا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَهُمْ عَنْ دُعَائِهِمْ غَافِلُونَ * وَإِذَا حُشِرَ النَّاسُ كَانُوا لَهُمْ أَعْدَاءً وَكَانُوا بِعِبَادَتِهِمْ كَافِرِينَ﴾

" Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (doa) nya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka?

Dan apabila manusia dikumpulkan (pada hari kiamat) niscaya sembahan-sembahan itu menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan-pemujaan mereka ". ( QS. Al-Ahqaf: 5-6 ).

===***====

KLASIFIKASI KE LIMA:
TAWASSUL DENGAN CARA BERKURBAN, SESAJIAN DAN NYEPI :

****

PERSEMBAHAN HEWAN SEMBELIHAN DAN SAJIAN :

Memberikan persembahan dan sesajian kepada sesuatu selain Allah adalah merupakan bentuk nyata dalam upaya pengabdian , penghambahan dan penyembahan kepada sesuatu tersebut . Hukumnya sangat jelas bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan syirik .

Syariat Islam dalam memandang bentuk persembahan dan sesajian , tidak melihat dari sisi nilai materinya saja , melainkan melihat juga dari sisi makna yang tersirat dalam praktek memberi persembahan tersebut . Meski seekor lalat atau sebatang rokok cerutu yang dipersembahkan kepada berhala , jin , syeitan dan makhluk halus lainnya , maka tetap saja hukumnya adalah sebuah pengabdian dan penyembahan .

Ibnul Qoyyim menyebutkan sebuah hadits dari Imam Ahmad bahwa dia telah berkata : telah bercerita padaku Abu Muawiyah, dia berkata : telah bercerita pada kami Al A’masy, dia berkata telah bercerita pada kami Salman Bin Masyrah hadits marfu' dan dia dari Thariq bin Syihab :  Rasulullah telah bersabda :

«دَخَلَ رَجُلٌ الْجَنَّةَ فِي ذُبَابٍ، وَدَخَلَ النَّارَ رَجُلٌ فِي ذُبَابٍ»

قَالُوا: كَيْفَ ذٰلِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟

قَالَ: «مَرَّ رَجُلَانِ عَلَى قَوْمٍ لَهُمْ صَنَمٌ لَا يُجَاوِزُهُ أَحَدٌ حَتَّى يُقَرِّبَ إِلَيْهِ شَيْئًا، فَقَالُوا لِأَحَدِهِمَا: قَرِّبْ وَلَوْ ذُبَابًا، فَقَرَّبَ ذُبَابًا، فَخَلَّوْا سَبِيلَهُ، فَدَخَلَ النَّارَ. وَقَالُوا لِلْآخَرِ: قَرِّبْ، فَقَالَ: مَا كُنْتُ لِأُقَرِّبَ لِأَحَدٍ غَيْرَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، فَضَرَبُوا عُنُقَهُ، فَدَخَلَ الْجَنَّةَ».

“Ada seseorang yang masuk surga karena seekor lalat, dan ada seseorang yang masuk neraka karena seekor lalat pula.”

Para sahabat bertanya, “Bagaimana hal itu, ya Rasulullah?”

Beliau menjawab, “Ada dua orang berjalan melewati suatu kaum yang mempunyai berhala, yang mana tidak seorangpun melewati berhala itu sebelum mempersembahkan kepadanya suatu kurban. Ketika itu, berkatalah mereka kepada salah seorang dari kedua orang tersebut, “Persembahkanlah kurban kepadanya.” Dia menjawab, “Aku tidak mempunyai sesuatu yang dapat kupersembahkan kepadanya.” Mereka pun berkata kepadanya lagi, ‘Persembahkan, sekalipun seekor lalat.’ Lalu orang itu mempersembahkan seekor lalat dan mereka pun memperkenankan dia untuk meneruskan perjalanannya. Maka dia masuk neraka karenanya. Kemudian berkatalah mereka kepada seorang yang lain, ‘Persembahkanlah kurban kepadanya.’ Dia menjawab, ‘Aku tidak patut mempersembahkan sesuatu qurban kepada selain Allah.’ Kemudian mereka memenggal lehernya. Karenanya, orang ini masuk surga.”

( Perawi hadits yang bernama Thariq bin Syihab beliau adalah Abu Abdillah Al-Bujally Al-Ahmasy , beliau pernah melihat Nabi dan saat itu dia sudah dewasa , namun telah dikatakan bahwa beliau belum pernah mendengar Nabi bersabda . Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata : "Jika sudah ditetapkan bahwa beliau pernah bertemu Nabi maka beliau adalah seorang sahabat menurut qaul yang rajih . Dan jika telah di tetapkan bahwa beliau tidak pernah mendengar sabda Nabi maka riwayatnya adalah Mursal Sahabat , dan itu di terima menurut qaul yang rajih . Oleh karena itu Imam Nasai telah meriwayatkan beberapa haditsnya , dan itu merupakan bentuk pengukuhan darinya yang membuktikan bahwa beliau betul-betul seorang sahabat Nabi . Menurut ketetapan Ibnu Hibban bahwa beliau wafat pada tahun 83 Hijriyah).

Lafadz hadits lain yang diriwayatkan Imam Ahmad dalam Az-Zuhud hal. 15–16 , Imam Baihaqi dalam Sya'bul Iman no. 7343 dan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf no. 33709 dengan sanad mauquf dari Salman Al-Farisy , beliau berkata :

«دَخَلَ رَجُلٌ الْجَنَّةَ فِي ذُبَابٍ، وَدَخَلَ رَجُلٌ النَّارَ فِي ذُبَابٍ»، قَالُوا: وَمَا الذُّبَابُ؟ فَرَأَى ذُبَابًا عَلَى ثَوْبِ إِنْسَانٍ، فَقَالَ: هٰذَا الذُّبَابُ. قَالُوا: وَكَيْفَ ذَاكَ؟ قَالَ: «مَرَّ رَجُلَانِ مُسْلِمَانِ عَلَى قَوْمٍ يَعْكُفُونَ عَلَى صَنَمٍ لَهُمْ، فَقَالُوا لَهُمَا: قَرِّبَا لِصَنَمِنَا قُرْبَانًا. قَالَا: لَا نُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا، قَالُوا: قَرِّبَا مَا شِئْتُمَا وَلَوْ ذُبَابًا، فَقَالَ أَحَدُهُمَا لِصَاحِبِهِ: مَا تَرَى؟ قَالَ أَحَدُهُمَا: لَا نُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا، فَقُتِلَ فَدَخَلَ الْجَنَّةَ. فَقَالَ الْآخَرُ بِيَدِهِ عَلَى وَجْهِهِ، فَأَخَذَ ذُبَابًا، فَأَلْقَاهُ عَلَى الصَّنَمِ، فَدَخَلَ النَّارَ».

“Ada seseorang yang masuk surga karena seekor lalat, dan ada seseorang yang masuk neraka karena seekor lalat pula.”

Para sahabat bertanya, “ Apa lalat itu ? ".

Maka beliau melihat seekor lalat hinggap di atas baju seseorang , lalu bersabda : " Ini dia lalat ".

Mereka bertanya : " Bagaimana hal itu ? ”

Beliau menjawab :

“Ada dua orang berjalan melewati suatu kaum yang biasa nyepi ( I'tikaf ) pada berhala mereka , maka mereka berkata kepada kedua orang tersebut, “Persembahkanlah kurban untuk berhala kami .” Mereka berdua menjawab : Kami tidak mau menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun . Mereka berkata lagi : “Persembahkanlah kurban apa saja yang kamu kehendaki meskipun hanya seekor lalat ! " Maka salah satu dari keduanya bertanya kepada temannya : Bagaimana pendapatmu ? Dia menjawab : Kami tidak mau menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun . Maka di bunuhlah dia , dan dia masuk syurga . Adapun orang yang satunya lagi , dia menangkap seekor lalat di wajahnya dan dia melemparkannya ke berhala tersebut , maka dia masuk neraka ".

Sanadnya Shahih , dan semua orang-orangnya tsiqot ( di percaya ) . ( lihat : Al-Qoulus Sadiid fii Maqoosidit Tauhid , Mausu'ah Tauhidir Rabbil 'Abiid 12/56 ).

Menurut pendapat Syaikh Shalih Al-Fauzan dalam kitab I'anatul Mustafid, tentang haditst mursal shahabi, ia tetap dapat menjadi hujjah.

Sumber : 166 Kiat Menggapai Surga, Penulis Syaikh Shalih Al-Fauzan, Pustaka Darul Haq.

Nash-nash lainnya yang berkaitan dengan hukum hewan sembelihan :

Firman Allah SWT :

﴿قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ . لا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ  . قُلْ أَغَيْرَ اللَّهِ أَبْغِي رَبًّا وَهُوَ رَبُّ كُلِّ شَيْءٍ وَلَا تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ إِلَّا عَلَيْهَا وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ مَرْجِعُكُمْ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُون﴾

Katakanlah: "Sesungguhnya salatku, kurban sembelihanku , hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)".

Katakanlah: "Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudaratannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan". (QS. Al-An'am : 162 – 164).

Firman Allah Ta'ala yang lain dalam Surat Al-Kautsar : 2 :

﴿فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ﴾

" Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah (karena Tuhanmu)".

Imam Muslim dalam Shahihnya meriwayatkan dari Ali bin Abi Tholib , bahwa Rosulullah bersabda :

« لَعَنَ اللَّهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللَّهِ »

" Allah mengutuk orang yang menyembelih untuk selain Allah ". ( HR. Muslim no. 1978)

Dan daging hewan sembelihan untuk selain Allah haram di makan , sesuai dengan firman Allah SWT :  

﴿حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِه  وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu daging hewan ) yang disembelih di atas nushub ( batu tempat menyembelih hewan untuk berhala ) . (QS. Al-Maidah : 3 ).

Nushub dan Nasheb bentuk jamaknya adalah Anshaab , asal maknanya adalah : sesuatu yang di tegakkan atau di pancangkan . Dan Nushub juga maknanya adalah berhala atau batu sesembahan .

Adapaun yang di maksud dengan Nushub dalam firman Allah : " ( diharamkan bagimu daging hewan ) yang disembelih di atas nushub " Imam Mujahid dan Ibnu Jureij berkata : " Dulu Nushub itu adalah batu-batu di sekitar Ka'bah ".

Kemudian Ibnu Jureij berkata : " Dan saat itu ia terdapat 360 nushub , dulu masyarakat arab jahiliyah menyembelih hewan sembelihan di atas nushub-nushub tersebut , setelah itu darah hewan-hewan sembelihan tadi mereka mengoleskannya pada bagian Ka'bah yang berhadapan dengan nushub itu , dan memotong-motong dagingnya serta meletakkannya di atas nushub ".

Mengenai tafsir Ibnu Jureij ini Ibnu Katsir memperkuatnya dengan mengatakan :
" Yang demikian itu telah di sebutkan pula oleh lebih dari satu orang . Maka Allah SWT melarang orang-orang mu'min untuk melakukan perbuatan itu , dan mengharamkan kepada mereka untuk memakan hewan-hewan sembelihan yang di sembelih di sisi Nushub , meskipun saat hendak menyembelihnya di sisi Nushub itu dengan menyebut nama Allah , dan itu tetap adalah syirik yang di haramkan oleh Allah dan RosulNya ".

Kemudian Ibnu Katsir berkata : " Dan sepantasnyalah penafsiarannya seperti ini karena seperti yang telah lalu akan pengharaman hewan yang di sembelih untuk selain Allah ". ( Lihat Tafsir Ibnu Katsir 3/23 ).

Saya katakan : Bahwa yang dinyatakan Ibnu Katsir tersebut sangat sesuai dengan hadits berikut ini :

Dari anak perempuan Kardamah dari bapaknya :

أَنَّهُ سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ فَقَالَ : إِنِّي نَذَرْتُ أَنْ أَنْحَرَ ثَلَاثَةً مِنْ إِبِلِي ، فَقَالَ : «إِنْ كَانَ عَلَى جَمْعٍ مِنْ جَمْعِ الْجَاهِلِيَّةِ أَوْ عَلَى عِيدٍ مِنْ أَعْيَادِ الْجَاهِلِيَّةِ أَوْ عَلَى وَثَنٍ فَلَا وَإِنْ كَانَ عَلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَاقْضِ نَذْرَكَ»

Bahwasanya dia pernah menanyakan kepada Rosulullah dengan mengatakan : Sesungguhnya aku telah bernadzar berkurban tiga ekor dari unta-untaku ?

Beliau bersabda : " Jika ( nadzar berkurban tersebut di laksanakan ) di tempat biasa berkumpulnya orang-orang jahiliyah atau di tempat perayaan orang-orang jahiliyah atau di tempat yang ada berhalanya maka janganlah kamu laksanakan ! Dan jika di tempat selain itu , maka laksanakan nadzar mu ".

( HR. Imam Ahmad 4/64 no. 16724 dan 5/376 no. 23583 dan lihat pula Musnad Sahabat 49/336 . Dan Imam Syafii meriwayatkannya dari Tsabit bin Adl-Dlahak , lihat Ma'rifat Sunan wal Atsar no. 19713).

Telah berkata Ibnu Hajar al-Haitsamy dalam Majma' Zawaid 4/343 tentang sanad hadits ini : " Di dalamnya terdapat orang yang tidak saya kenal ".

Buwanah adalah nama sebuah tempat antara Makkah dan Yanbu' .

Dalam riwayat Abu Daud dalam Sunannya no. 3316 dari Maimunah binti Kardam dari bapaknya Kardam bin Sufyan , dia bertanya kepada Rosulullah :

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّى نَذَرْتُ إِنْ وُلِدَ لِى وَلَدٌ ذَكَرٌ أَنْ أَنْحَرَ عَلَى رَأْسِ بُوَانَةَ فِى عَقَبَةٍ مِنَ الثَّنَايَا عِدَّةً مِنَ الْغَنَمِ. قَالَ : لاَ أَعْلَمُ إِلاَّ أَنَّهَا قَالَتْ خَمْسِينَ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ : « هَلْ بِهَا مِنَ الأَوْثَانِ شَىْءٌ ». قَالَ : لاَ. قَالَ : « فَأَوْفِ بِمَا نَذَرْتَ بِهِ لِلَّهِ ».

Wahai Rosulullah , sesungguhnya aku telah bernadzar , jika aku di anugerahi anak laki-laki aku akan berkurban beberapa ekor kambing diatas puncak Buwanah , di Aqobah dari Tsanaya … Maka Rosulullah bertanya : " Apakah di sana terdapat sesuatu dari berhala-berhala ? " dia menjawab : Tidak ada . Lalu beliau berkata : "Penuhilah apa-apa yang telah kamu nadzarkan karena Allah " .

( Hadits ini Shahih , di Shahihkan oleh Albany . Dan Hadits ini diriwayatkan pula oleh Imam Baihaqi dalam Sunan Kubro 10/83 no. 20635 ) .

Riwayat lain oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya 24/195 no. 15456 :

عَنْ مَيْمُونَةَ بِنْتِ كَرْدَمٍ عَنْ أَبِيهَا ، كَرْدَمِ بْنِ سُفْيَانَ ، أَنَّهُ سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ عَنْ نَذْرٍ نُذِرَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ ، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ ﷺ : « أَلِوَثَنٍ أَوْ لِنُصُبٍ ؟» قَالَ : لَا ، وَلَكِنْ لِلَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى ، قَالَ : «فَأَوْفِ لِلَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى مَا جَعَلْتَ لَهُ انْحَرْ عَلَى بُوَانَةَ وَأَوْفِ بِنَذْرِكَ» .

Dari Maimunah binti Kardam dari bapaknya Kardam bin Sufyan bahawsanya dia telah bertanya kepada Rosulullah tentang nadzar yang di nadzarkan di masa jahiliah , maka Nabi berkata kepadanya : " Apakah untuk berhala atau untuk Nushub ?"

Dia menjawab : Tidak , melainkan karena Allah Tabaroka wa Ta'ala .

Lalu beliau berkata : " Laksanakanlah apa yang telah kamu janjikan karena Allah Tabaroka wa Ta'ala untuk berkurban di atas Buwanah, dan penuhilah Nadzar mu " .

Hadits Maimunah ini di riwayatkan pula oleh Ibnu Majah 1/668 no. 2130 . Dan sanadnya di hasankan oleh Ibnu Mulaqqin Asy-Syafii dalam Badrul Munir 9/815 . Dan telah berkata Ibnu Hajar al-Haitsamy dalam Majma' Zawaid 4/343 tentang sanad hadits ini :  " Sanadnya Shahih ". Dan di Shahihkan pula oleh Syeikh Albany dalam Shahih Ibnu Majah no. 1733 dan Ta'liq 'Alar Raudhah 2/179 .

Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu telah meriwayat pula hadits ini  :

أَنَّ رَجُلًا جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي نَذَرْتُ أَنْ أَنْحَرَ بِبُوَانَةَ؟ فَقَالَ: «فِي نَفْسِكَ شَيْءٌ مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ؟» قَالَ: لَا. قَالَ: «أَوْفِ بِنَذْرِكَ!»

Ada seorang laki-laki dating kepada Nabi , lalu berkata : Wahai Rosulullah , Sesungguhnya aku telah bernadzar untuk berkurban di Buwanah ? Maka beliau menjawab : " Apakah pada dirimu masih ada sisa-sisa perkara jahiliyah ? ". Dia menjawab : Tidak ada . Beliau berkata : " Penuhilah nadzar mu itu !".

( HR. Ibnu Majah dalam Sunannya 1/688 no. 2130 .  Sanadnya di hasankan oleh Ibnu Mulaqqin Asy-Syafii dalam Badrul Munir 9/815 , dan di Shahihkan oleh Syeikh Al-Albaany dalam kitab Al-Misykah no. 3437 , sohhih Ibnu Majah no. 1732 dan Ta'liq 'Alar Raudhah 2/178-179 ).

 ****

SESAJIAN / SAJEN / JAMUAN MAKHLUK HALUS :

Sesajian dan persembahan hasil bumi dan ternak kepada Allah SWT dan para sesembahan selain-Nya adalah salah satu bentuk praktek ibadah kaum musyrikin arab jahiliyah . Hal ini seperti yang di nyatakan dalam Al-Qur'an :

﴿وَجَعَلُوا لِلَّهِ مِمَّا ذَرَأَ مِنَ الْحَرْثِ وَالأنْعَامِ نَصِيبًا فَقَالُوا هَذَا لِلَّهِ بِزَعْمِهِمْ وَهَذَا لِشُرَكَائِنَا فَمَا كَانَ لِشُرَكَائِهِمْ فَلا يَصِلُ إِلَى اللَّهِ وَمَا كَانَ لِلَّهِ فَهُوَ يَصِلُ إِلَى شُرَكَائِهِمْ سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ﴾

Dan mereka memperuntukkan bagi Allah satu bahagian dari tanaman dan ternak yang telah diciptakan Allah, lalu mereka berkata sesuai dengan persangkaan mereka: "Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami". Maka saji-sajian yang diperuntukkan bagi berhala-berhala mereka tidak sampai kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukkan bagi Allah, maka sajian itu sampai kepada berhala-berhala mereka. Amat buruklah ketetapan mereka itu. ( QS. Al-An'am : 136 ).

Ibnu Katsir mengatakan bahwa ayat ini berisi celaan dan cercaan dari Allah terhadap kaum musyrikin yang telah mengada-adakan amalan bid'ah , kekufuran dan kesyirikan. Mereka telah menjadikan untuk Allah bagian ( sesaji ) dari ciptaan Nya , padahal Dialah pencipta segala sesuatu , Maha Suci Allah dari segala apa-apa yang mereka sekutukan dengan-Nya . ( Tafsir Ibnu Katsir : 3/344 ) .

Lagi pula mereka kaum jahiliyah selalu melakukan kecurangan kepada Allah , ketidak adilan dan pilih kasih dalam membagi dan menjaga sesaji-sesaji tersebut . Mereka lebih mementingkan dan mengutamakan sesaji-sesaji untuk berhala-berhala mereka dari pada untuk Allah SWT , seperti yang di tegaskan dalam ayat tadi .

Salah satu kasus kecurangan mereka adalah seperti yang dituturkan Ibnu Abbas dalam penafsiran ayat tersebut , bahwa :

Para musuh-musuh Allah ( orang-orang kafir ) ketika mereka bercocok tanam di ladang atau berkebun pohon berbuah mereka menjadikan sebagian dari ladang atau kebun tersebut untuk Allah sebagai sesaji , dan sebagian lain sebagai sesaji untuk berhala-berhala mereka .

Maka bagian dari hasil ladang atau kebun atau sesuatu yang telah di tetapkan sebagai sesaji untuk berhala-berhala tersebut , mereka betul-betul menjaganya dan selalu menghitungnya . Jika ada sesaji yang terjatuh , maka mereka segera mengembalikannya untuk berhala-berhala tadi . Jika ada yang rusak atau hanyut kena air , maka mereka segera menggantikannya dengan mengambil dari sesaji yang di peruntukan untuk Allah. Jika ada yang terjatuh dan campur baur dengan sesaji yang diperuntukkan untuk Allah , maka mereka mengembalikan semuanya ke sesaji untuk berhala-berhala mereka, seraya mereka berkata : " ( Kasihan berhala-hala ) ini kan fakir ".

Mereka sama sekali tidak mengembalikannya kepada sajian untuk Allah . Jika sesaji untuk Allah itu rusak atau hanyut kena air , mereka tidak mau menggantinya , apalagi dengan mengambil dari bagian untuk berhala-berhala mereka .

Ini adalah sesajian dari hasil pertanian dan perkebunan . Adapun sesajian dari hasil ternak , mereka juga telah mengada-adakan syariat sendiri dengan mengharamkan sebagian hasil ternaknya yang mereka sebut Bahiirah , Saaibah , Wasiilah dan Haam .

(( Maksudnya adalah firman Allah :

﴿مَا جَعَلَ اللَّهُ مِنْ بَحِيرَةٍ وَلا سَائِبَةٍ وَلا وَصِيلَةٍ وَلا حَامٍ وَلَكِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَأَكْثَرُهُمْ لا يَعْقِلُونَ﴾

" Allah sekali-kali tidak pernah mensyariatkan adanya bahiirah, saaibah, washiilah dan haam. Akan tetapi orang-orang kafir membuat-buat kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak mengerti " . ( QS. Al-Maidah : 103 ).

Bahiirah adalah : unta betina yang sudah beranak lima kali , dan anak yang kelima itu jantan , lalu unta betina tersebut di belah telinganya , dilepaskan , tidak boleh lagi di tunggangi , di ambil susunya , bulunya dll . ( Tafsir Ibnu Katsir 3/208 ).

 Saaibah adalah : unta betina yang di lepas untuk berhala-berhala mereka dan di biarkan pergi kemana saja lantaran sesuatu nadzar . ( Tafsir Ibnu Katsir 3/211 ).

Washiilah adalah : domba yang telah melahirkan enam kali , maka jika ia melahirkan yang ketujuh , di sobek dan dipotong tanduknya . Mereka berkata : " Sudah tiba saatnya " , maka mereka melepaskannya , tidak boleh menyembelihnya , tidak boleh di pukul dan tidak boleh dihalang-halangi kemanapun pergi , meski mau minum di kolam orang lain . ( Tafsir Ibnu Katsir 3/211 ).

Haam adalah : unta jantan yang tidak boleh diganggu gugat lagi , karena ia telah membuntingkan unta betina sepuluh kali . ( Tafsir Ibnu Katsir 3/210 ) . ))

Ibnu Abbas berkata : " Mereka persembahkan binatang-binatang ternak tersebut untuk berhala-berhala mereka , dan mereka berkeyakinan bahwa mereka mengharamkannya karena Allah , oleh karena itu Allah SWT berfirman : " Dan mereka memperuntukkan bagi Allah satu bahagian dari tanaman dan ternak yang telah diciptakan Allah ".

Penafsiran ini di katakan pula oleh Mujahid , Qotadah , Suday dan lainnya .
( Lihat Tafsir Ibnu Katsir 3/345 ).

Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dalam tafsirnya telah menyimpulkan ada dua kesalahan yang dilakukan kaum jahiliyah yang terkandung dalam ayat tersebut di atas :

Kesalahan pertama : mereka menjadikan untuk Allah bagian ( sesajian ), padahal Dia lah Rabb segala sesuatu , Rajanya dan Penciptanya .

Kesalahan kedua : mereka tidak adil dalam pembagian tersebut , oleh karena itu Allah berfirman : " Amat buruklah ketetapan mereka itu " . ( Lihat Tafsir Ibnu Katsir 3/345 ) . 

****

IBADAH NYEPI ( I'TIKAF , MABIT DAN WUQUF ) :

Yang di maksud dengan Nyepi atau I'tikaf di sini adalah berdiam diri di sebuah tempat sebagai bentuk pengabdian dan kepatuhan kepada yang ghaib atau karena mengharapkan sesuatu darinya .

Definisi I'tikaf dalam Madzhab Syafii adalah : berdiam dirinya seorang muslim atau muslimah yang sehat akalnya dalam kondisi suci dari hadats besar di dalam masjid karena Allah SWT ".

Ibadah I'tikaf hukumnya sunnah muakkadah ( Sunnah yang di tekankan ) . Dan terdiri dari empat rukun:

1]. Berdiam diri . 

Sedikitnya seukuran Thuma'ninah dalam shalat ,  maka jika seseorang bernadzar I'tikaf maka wajib atasnya berdiam diri di masjid seukuran Thuma'ninah dalam shalat , akan tetapi di sunnahkan beri'tikaf seharian karena Rosulullah dan para sahabatnya dalam beritikaf tidak pernah kurang dari sehari .

Dan anjurkan setiap masuk masjid berniat I'tikaf di dalamnya .

Apakah disyaratkan berpuasa dalam beri'tikaf ?

Madzhab Syafii tidak mensyaratkan harus berpuasa dalam beritikaf , lain halnya dengan madzhab Hanafi yang mensyaratkannya , maka menurutnya minimal waktu I'tikaf di sesuaikan dengan masa waktu puasa .

Maka dalam madzhab Syafii ada dua macam I'tikaf : I'tikaf dengan berpuasa dan I'tikaf tanpa puasa , sementara madzhab Hanafi hanya ada satu macam I'tikaf yaitu I'tikaf harus dengan berpuasa .

2].  Beniat untuk I'tikaf semenjak awal , sama seperti shalat .

3]. Orang yang beritikaf harus seorang muslim berakal dan dalam kondisi halal, tidak sedang junub , haidl dan nifas .

4]. Tempat I'tikaf . 

Yaitu di masjid ,  maka tidak sah di selain masjid , termasuk I'tikaf di musholla yang telah di sediakan di rumah-rumah , karena yang seperti itu tidak bisa di katakan masjid secara hakikat , maka tidak sah I'tikaf di dalam musholla –musholla tersebut .

---

Bolehkah I'tikaf di masjid-masjid yang tidak di pakai sholat jum'at ?

Menurut madzhab Syafii semua masjid boleh untuk beri'tikaf , namun yang lebih utama di masjid jami' , kecuali mesjid yang di rumah-rumah maka tidak boleh.

Berbeda dengan madzhab Imam Az-Zuhry yang berpendapat tidak boleh beri'tikaf di selain masjid jami' . Pendapat ini sesuai dengan yang di isyaratkan oleh Imam Syafii dalam qaul qadimnya .

Imam Baihaqi Asy-Syafii dalam kitabnya Sunan Kubra no. 8836 meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu bahwa beliau menyatakan :

إِنَّ أَبْغَضَ الأُمُورِ إِلَى اللَّهِ الْبِدَعُ ، وَإِنَّ مِنَ الْبِدَعِ الاِعْتِكَافَ فِى الْمَسَاجِدِ الَّتِى فِى الدُّورِ.

" Sesungguhnya perkara-perkara yang paling dibenci oleh Allah adalah amalan-amalan bid'ah . Dan yang termasuk bid'ah adalah I'tikaf di masjid-masjid yang terdapat di rumah-rumah tempat tinggal " .

Selian I'tikaf ada juga ibadah yang mirip denganya yaitu Wuquf dan Mabit . Ibadah Wuquf dan Mabit ini hanya boleh di lakukan oleh orang yang sedang melaksanakan ibadah haji di waktu tertentu dan di tempat tertentu .

Selain yang di sebutkan di atas tidak boleh melakukan ibadah nyepi atau berdiam diri di sebuah tempat di waktu tertentu dalam rangka untuk mendekatkan diri kepada Allah , apalagi jika di tujukan kepada selain Allah SWT . Oleh karena itu semua riwayat tentang ziarahnya Nabi dan para sahabatnya ke kuburan jelas-jelas menunjukkan bahwa mereka ketika berziarah kubur mereka melakukannya dengan sangat singkat , cukup dengan berdiri sejenak menghadap kuburan sambil mengucapkan salam kepada para penghuni kuburan , lalu memanjatkan doa yang sangat simpel , setelah itu pergi . Hikmah yang di ambil dari amalan mereka itu adalah agar dalam berziarah kubur tidak ada kesan mirip dengan melakukan I'tikaf atau nyepi seperti yang dilakukan kaum musyrikin .

===

Ibadah Nyepi dan iti'kaf dalam agama kafir :

Bentuk ibadah utama yang banyak di lakukan kaum musyrikin dan agama-agama berhala semenjak  dahulu adalah melakukan i'tikaf atau nyepi sebagai ujud kebaktian , kepatuhan dan kesabaran dalam mengharapkan sesuatu dari berhala yang mereka kultuskan .

I'tikaf kaum Nabi Nuh ‘alahis salam terhadap kuburan orang-orang shaleh . Allah SWT berfirman tentang mereka :

﴿وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا . وَقَدْ أَضَلُّوا كَثِيرًا وَلَا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلَّا ضَلَالًا﴾.

" Dan mereka berkata : Janganlah sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kalian , dan jangan pula sekali-kali kalian meninggalkan ( penyembahan ) Wadd , dan jangan pula Suwaa' , Yaghuts , Ya'uq dan Nasr . Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan ( manusia ) dan janganlah engkau tambahkan bagi orang-orang yang dzalim itu selain kesesatan " . ( QS. Nuh : 23 ).  

Telah ada ketetapan riwayat dalam Shahih Bukhori no. 4920 , serta dalam kitab-kitab tafsir , kisah-kisah para nabi dan lainnya dari Ibnu Abbas dan lainnya dari ulama salaf , mereka berkata tentang tafsir ayat di atas :

هَذِهِ أَسْمَاءُ قَوْمٍ صَالِحِينَ كَانُوا فِي قَوْمِ نُوحٍ فَلَمَّا مَاتُوا عَكَفُوا عَلَى قُبُورِهِمْ ثُمَّ صَوَّرُوا تَمَاثِيلَهُم ، ثُمَّ طَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَعَبَدُوهُمْ، وَأَنَّ هَذِهِ الْأَصْنَامَ بِعَيْنِهَا صَارَتْ إِلَى قَبَائِلِ الْعَرَبِ، ذَكَرَهَا ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَبِيلَةً قَبِيلَةً .

" Nama-nama tersebut adalah orang-orang shaleh dari kaum Nuh ‘alahis salam , ketika orang-orang tersebut mati , mereka melakukan i'tikaf ( nyepi ) terhadap kuburan-kuburannya , kemudian lama kelamaan mereka menyembahnya . Dan berhala-berhala tersebut kemudian tersebar ke kabilah-kabilah arab " . Ibnu Abbas dengan terperinci menyebutkan kabilah-kabilah tersebut satu persatu ". ( Lihat : Majmu Fatawa karya Syeikh Ibnu Taymiyah 14/363  , Syarah Aqidah Thohawiyah 1/14 dan Juhud Ulama hanafiyah fi Ibtholil 'aqooidil Quburiyah 1/408 ).

Firman Allah SWT tentang i'tikaf sebagian kaum Nabi Musa ‘alahis salam terhadap berhala :

﴿وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتَوْا عَلَى قَوْمٍ يَعْكُفُونَ عَلَى أَصْنَامٍ لَهُمْ قَالُوا يَا مُوسَى اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ (138) إِنَّ هَؤُلاءِ مُتَبَّرٌ مَا هُمْ فِيهِ وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (139)﴾.

" Dan Kami seberangkan Bani Israel ke seberang lautan itu , maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang sedang beri'tikaf kepada berhala-berhala mereka , Bani Israil berkata : " Hai Musa , buatlah untuk kami sebuah tuhan ( berhala ) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan ( berhala ) . Musa menjawab : Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui ( sifat-sifat Tuhan ). Sesungguhnya mereka itu akan di hancurkan kepercayaan yang di anutnya dan akan batal apa yang selalu mereka kerjakan ". ( QS. Al-A'raf : 138-139 ).  

Firman Allah SWT yang berkaitan dengan I'tikaf kaum musyrikin arab jahiliyah terhadap berhalanya :

﴿أَفَرَأَيْتُمُ اللاتَ وَالْعُزَّى. وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الأخْرَى. أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ الأنْثَى﴾.

Artinya :  " Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al Lata dan Al Uzza . dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)? " . ( QS. An-Najm : 19-21 ) .

Imam Bukhory no. 4859 , Ibnu Jarir ath-Thobary dalam tafsirnya 22/523 , Ibnu Humeid , Ibnu Mandah , Ibnu Mardawaih dan Ibnu Katsir dalam tafsirnay 7/455 menyebutkan tentang tafsir Al-Laata dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu ‘anhu :

«أَنَّهُ كَانَ رَجُلٌ يَلُتُّ لِلْحُجَّاجِ فِي الْجَاهِلِيَّةِ السَّوِيقَ، فَلَمَّا مَاتَ عَكَفُوا عَلَى قَبْرِهِ فَعَبَدُوهُ» .

" Dulunya dia adalah seorang penumbuk Sawiq (Tepung) untuk jemaah haji , maka ketika dia meninggal mereka ber i'tikaf (nyepi) di kuburannya , lalu mereka menyembahnya ".

Tafsir ini di riwayatkan pula oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya 7/455 dari Robi' bin Anas . Dan begitu juga di riwayatkan Ibnu Jarir dalam tafsirnya 22/523 dengan sanadnya dari Mujahid .

Mereka juga punya kebiasaan i'tikaf (nyepi) di pesarean yang terdapat di sekitarnya pohon yang di kramatkan sebagai bentuk ibadah , pengabdian dan harapan , seperti dalam hadits berikut ini .

Dari Abi waqid al-Laytsy berkata :

خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ إِلَى حُنَيْنٍ وَنَحْنُ حُدَثَاءُ عَهْدٍ بِجَاهِلِيَّةٍ، وَقَدْ كَانَتْ لِكُفَّارِ قُرَيْشٍ وَمَنْ سِوَاهُمْ مِنَ الْعَرَبِ شَجَرَةٌ عَظِيمَةٌ يُقَالُ لَهَا: ذَاتُ أَنْوَاطٍ، يَأْتُونَهَا كُلَّ عَامٍ، فَيُعَلِّقُونَ بِهَا أَسْلِحَتَهُمْ، وَيَسْتَرِيحُونَ تَحْتَهَا، وَيَعْكُفُونَ عَلَيْهَا يَوْمًا، فَرَأَيْنَا وَنَحْنُ نَسِيرُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ سِدْرَةً خَضْرَاءَ عَظِيمَةً، فَتَنَادَيْنَا مِنْ جَنَبَاتِ الطَّرِيقِ فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ اجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ، فَقَالَ: «اللَّهُ أَكْبَرُ، قُلْتُمْ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ كَمَا قَالَ قَوْمُ مُوسَى: ﴿اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ﴾، الآيَة، لَتَرْكَبُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ».

Kami telah keluar bersama Rosulullah ke Hunain ( untuk berperang ) , sementara kami masih baru lepas dari kejahilayahan ( baru masuk Islam ) . Dan sungguh saat itu orang-orang kafir Qureisy dan arab lainnya memiliki sebuah pohon raksasa , yang di sebut " DZATU ANWATH "  .

Mereka selalu mengunjunginya setiap tahun , maka mereka menggantungkan senjata-senjata mereka ke pohon tersebut , dan mereka beristirahat di bawahnya sambil beri'tikaf ( nyepi ) kepadanya selama satu hari .

Pada saat kami melintas bersama Rosulullah dan kami melihat pohon SIDROH yang hijau dan besar , maka kami pun saling memanggil sesama yang lain dari sisi-sisi jalan , dan kami berkata : Ya Rosulullah , bikinkan lah buat kami DZATU ANWATH , maka beliau terperanjat seraya berkata :

" Allahu Akbar !! kalian telah mengatakan nya , demi Dzat yang jiwa Muhammad di tangan Nya , persis seperti yang di katakan kaum Musa : (( Jadikanlah untuk kami sesembahan seperti halnya mereka ( orang-orang kafir ) memiliki sesembahan-sesembahan …. ))  kemudian beliau bersabda : " Sungguh kalian benar-benar akan menapak tilasi jejak-jejak ( sunah-sunah ) umat sebelum kalian ".

( HR. Turmudzi no. 2181 dan Thabroni 3/244 no. 3290 . Imam Thurmudzi berkata : " Ini hadits Hasan Shahih )

Kesimpulannya :

Ibadah Nyepi atau I'tikaf , wukuf dan Mabit hanya boleh di amalkan karena Allah SWT dan harus mengikuti tata cara yang telah ditetapkan oleh syariat yang Allah turunkan kepada Rosulullah . Selain dari pada itu tidak boleh mengamalkannya , meskipun karena Allah . Dan hukumnya syirik jika ditujukan kepada selain Allah SWT.

------
****====****====***
------

SARANA TAQORRUB DAN TAWASSUL
KAUM MUSYRIKIN ARAB JAHILIAH DAN LAINNYA

Ada beberapa macam sarana yang dijadikan obyek taqorrub atau tawassul kepada Allah SWT oleh kaum musyrikin arab jahiliyah , diantaranya adalah : kuburan , pepohonan , patung dan lain-lain . Berikut ini insya Allah akan saya coba sebutkan beberapa macam sarana itu dengan sekilas penjelasannya .

===***===

SARANA KE 1: 
KUBURAN, TAPAKAN, PEPOHONAN DAN BEBATUAN

Dalam surat An-Najm Allah SWT menyebutkan dalam firmanNya :

﴿أَفَرَأَيْتُمُ اللاتَ وَالْعُزَّى. وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الأخْرَى. أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ الأنْثَى. تِلْكَ إِذًا قِسْمَةٌ ضِيزَى. إِنْ هِيَ إِلا أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنزلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ﴾.

Artinya :  " Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al Lata dan Al Uzza . dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)? " . ( QS. An-Najm : 19-20 ) .

Dalam ayat ini di sebutkan tiga nama sesembahan kaum musyrikin , yaitu : Al-Lata , Al-Uzza dan Manah . Masing-masing nama tersebut merepresentasikan jenis sesembahan pada masa itu . Siapakah atau apakah hakikat nama-nama itu ?

===

KE 1 : LAATA : ( nama tapakan atau kuburan orang saleh )

Imam Bukhory no. 4859, Ibnu Jarir ath-Thobary dalam tafsirnya 22/523, Ibnu Humeid, Ibnu Mandah dan Ibnu Mardawaih menyebutkan tentang Laata dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhu :

" Dulunya dia adalah seorang penumbuk Sawiq ( Tepung ) untuk jemaah haji , maka ketika dia meninggal mereka ber i'tikaf ( nyepi ) di kuburannya ".

Begitu juga yang di riwayatkan Ibnu Jarir dengan sanadnya dari Mujahid .

Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhu juga berkata : " Dulunya dia adalah penjual tepung dan minyak samin di samping batu besar . Maka ketika dia meninggal , penduduk Tsaqif menyembah nya dengan maksud penghormatan dan pengagungan kepada penjual tepung tersebut .

Keterangan ini sama seperti yang di riwayatkan Mujahid dan Said bin Mansur .  Dan juga seperti riwayat Ibnu Abi Hatim dari Ibnu 'Abbas . Di dukung pula oleh sekelompok pendapat Ahli Ilmu. ( Lihat : Tafsir Thobari 22/523 dan Ibnu Katsir 7/455).

Ibnu Kalbi dalam Al-Ashnam menyebutkan bahwa : " Al-Laata itu adalah batu besar segi empat , tempat seorang yahudi menumbuk tepung ".

Ibnu Katsir dalam tafsirnya 7/455 berkata : " Laata adalah  batu besar berwarna putih berukir , dalam sebuah rumah ( pesarean ) di Thaif , di kelilingi kelambu / tirai dan terdapat para pengabdi / pelayan / kuncen . Di sekelilingnya terdapat halaman yang diagungkan dan dikultuskan bagi penduduk Thaif – mereka adalah kabilah Tsaqif dan para pengikutnya – mereka sangat membanggakan dan mengandalkan nya terhadap suku-suku lainnya di penjuru jazirah arab , selain kepada Qureish " .

Ibnu Hisyam berkata : " Maka Rosulullah mengutus Mughiroh bin Syu'bah radhiyallahu 'anhu , maka beliau menghancurkannya serta membakarnya ".

KESIMPULAN : Dari keterangan di atas bisa di simpulkan sbb :

*] Tempat yang di I'tikafinya adalah rumah pesarean didalamnya terdapat kuburan orang saleh yang bernama Al-Laata yang diatasnya terdapat batu besar berwarna putih berukir di kelilingi kelambu / tirai . Dijaga para pengabdi / pelayan / kuncen . Di sekelilingnya terdapat halaman yang diagungkan dan dikultuskan bagi penduduk Thaif.

*] Dalam riwayat lain seperti yang telah disebutkan di atas menunjukkan bahwa tempat itu adalah tapakan Al-Laata , tempat dia berjualan dan menumbuk tepung semasa hidupnya . Ini menunjukkan bahwa pengkultusan terhadap tapakan sudah ada pada zaman jahiliyah .

*] Cara Ibadah mereka adalah dengan cara beri'tikaf atau nyepi . Dan makna I'tikaf itu sendiri dalam bahasa arab adalah : berdiam diri di sebuah tempat karena sesuatu .

*] Mereka menggunakan istilah Taqorrub ( sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah ) namun pada hakikatnya mereka telah menyembah batu dan kuburan sebagai bentuk penuhanan dan pengkultusan keduanya .

*] Dengan demikian menunjukkan bahwa masyarakat Jahiliyah dan umat-umat terdahulu telah menjadikan pula orang-orang saleh yang telah mati sebagai sesembahan dengan menggunakan istilah taqorrub / perantara .

Penyembahan kepada kuburan adalah awal kemusyrikan yang menimpa anak cucu Adam ; penyebabnya adalah pengagungan dan pengkultusan orang-orang saleh dengan cara memuji-mujinya secara berlebihan , mengabadikannya dengan gambar-gambar dan patung-patung kemudian mengi'tikafinya ( nyepi ) di kuburan-kuburannya atau di ruangan yang terdapat gambar-gambar mereka atau nyepi di tapakannya yaitu tempat yang biasa orang saleh tersebut mangkir di sana semasa hidupnya .

Allah SWT berfirman :

﴿كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَأَنزلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ وَمَا اخْتَلَفَ فِيهِ إِلا الَّذِينَ أُوتُوهُ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ فَهَدَى اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَاللَّهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ﴾

" Telah ada manusia itu adalah umat yang satu , ( setelah timbul perselisihan ) maka Allah mengutus para nabi , sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan . Dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan kebenaran , untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan . Tidaklah berselisih tentang kitab itu melainkan orang yang telah di datangkan kepada mereka Kitab , yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata , karena rasa dengki antara mereka sendiri .

Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendaknya . Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus ". ( QS. Albaqorah : 213 ).

Ibnu Katsir dalam tafsirnya 1/569 berkata mengenai tafsir ayat ini :

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَصَحُّ سَنَدًا وَمَعْنًى؛ لِأَنَّ النَّاسَ كَانُوا عَلَى مِلَّةِ آدَمَ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، حَتَّى عَبَدُوا الْأَصْنَامَ، فَبَعَثَ اللَّهُ إِلَيْهِمْ نُوحًا، عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَكَانَ أَوَّلَ رَسُولٍ بَعَثَهُ اللَّهُ إِلَى أَهْلِ الْأَرْضِ. وَلِهٰذَا قَالَ: ﴿ وَأَنزلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ وَمَا اخْتَلَفَ فِيهِ إِلا الَّذِينَ أُوتُوهُ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ﴾.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas – yang sanad dan maknanya lebih Shahih - : Sesungguhnya para manusia dulunya dalam satu millah / agama Adam ‘alahis salam , sehingga ketika mereka menyembah berhala-berhala , maka Allah SWT mengutus kepada mereka Nuh ‘alahis salam , maka dia adalah Rasul pertama yang Allah utus kepada penduduk bumi . Oleh karena itu Allah SWT berfirman : " Dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan kebenaran .....". ( QS. Al-Baqoroh : 213 ) .

Berhala-berhala yang di sembah oleh kaum Nabi Nuh adalah orang-orang saleh yang sudah meninggal dunia . Allah SWT berfirman tentang mereka :

﴿وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا . وَقَدْ أَضَلُّوا كَثِيرًا وَلَا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلَّا ضَلَالًا﴾.

" Dan mereka berkata : Janganlah sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kalian , dan jangan pula sekali-kali kalian meninggalkan ( penyembahan ) Wadd , dan jangan pula Suwaa' , Yaghuts , Ya'uq dan Nasr . Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan ( manusia ) dan janganlah engkau tambahkan bagi orang-orang yang dzalim itu selain kesesatan " . ( QS. Nuh : 23 ).  

Telah ada ketetapan riwayat dalam Shahih Bukhori no. 4920 , serta dalam kitab-kitab tafsir , kisah-kisah para nabi dan lainnya dari Ibnu Abbas dan lainnya dari ulama salaf , mereka berkata tentang tafsir ayat di atas :

هَذِهِ أَسْمَاءُ قَوْمٍ صَالِحِينَ كَانُوا فِي قَوْمِ نُوحٍ فَلَمَّا مَاتُوا عَكَفُوا عَلَى قُبُورِهِمْ ثُمَّ صَوَّرُوا تَمَاثِيلَهُم ، ثُمَّ طَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَعَبَدُوهُمْ، وَأَنَّ هَذِهِ الْأَصْنَامَ بِعَيْنِهَا صَارَتْ إِلَى قَبَائِلِ الْعَرَبِ، ذَكَرَهَا ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَبِيلَةً قَبِيلَةً .

" Nama-nama tersebut adalah orang-orang shaleh dari kaum Nuh ‘alahis salam , ketika orang-orang tersebut mati , mereka melakukan i'tikaf ( nyepi ) terhadap kuburan-kuburannya , kemudian lama kelamaan mereka menyembahnya . Dan berhala-berhala tersebut kemudian tersebar ke kabilah-kabilah arab " . Ibnu Abbas dengan terperinci menyebutkan kabilah-kabilah tersebut satu persatu ". ( Lihat : Majmu Fatawa karya Syeikh Ibnu Taymiyah 14/363  , Syarah Aqidah Thohawiyah 1/14 dan Juhud Ulama hanafiyah fi Ibtholil 'aqooidil Quburiyah 1/408 ).

Dan inilah salah satu faktor yang melatar belakangi da'wah Rosulullah melarang penghiasan kuburan , bahkan diawal da'wahnya beliau mengharamkan ziarah kubur , seperti dalam sabdanya :

« كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا ، فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الآخِرَةَ »

" Sebelumnya aku telah melarang kalian berziarah kubur , maka ( sekarang ) berziarah kuburlah kalian , karena sesungguhnya ziarah kubur itu mengingatkan akhirat ".

( HR. Muslim  no. 1977 , Turmudzi no. 1054 dan Ahmad no. 23005 ).

Tambahan kata-kata dalam riwayat Imam Ahmad no. 13487 dan Al-Busyeiry dalam al-Ittihaf no. 3747 :

«  ثُمَّ بَدَا أَنَّهُ يُرِقُّ الْقَلْبَ وَيُدْمِعُ الْعَيْنَ ، وَيُذَكِّرُ الآخِرَةَ ، فَزُورُوهَا ، وَلاَ تَقُولُوا هَجْرًا »

" Kemudian nampak bahwa ziarah kubur itu melembutkan hati , melelehkan airmata dan mengingatkan akhirat , maka berziarah kuburlah kalian , dan janganlah kalian mengucapkan kata-kata yang buruk ".

Tambahan lafadz dalam riwayat Imam Muslim no. 976:

«فَقَدْ أُذِنَ لِمُحَمَّدٍ ﷺ فِي زِيَارَةِ قَبْرِ أُمِّهِ، فَزُورُوهَا فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْآخِرَةَ».

" ( Allah SWT ) telah mengidzinkan Muhammad untuk menziarahi kuburan ibunya ; karena sesungguhnya ziarah kubur itu mengingatkan akhirat ".

[Lihat pula : Shahih at-Targhib karya al-Alabni no. 3544].

Tambahan riwayat Ibnu Hibban no. 981 :

«فَإِنَّهَا تُزَهِّدُ فِي الدُّنْيَا وَتُرَغِّبُ فِي الْآخِرَةِ».

" Karena sesungguhnya ziarah kubur itu membuatmu zuhud terhadap dunia , dan menginginkan akhirat".

Tambahan riwayat ath-Thabarani no. 1419 :

«وَاجْعَلُوا زِيَارَتَكُمْ لَهَا صَلَاةً عَلَيْهِمْ وَاسْتِغْفَارًا لَهُمْ».

" Dan jadikanlah ziarah kalian padanya itu dalam bentuk doa untuk mereka dan permintaan ampunan baginya ".

Larangan Nabi menghiasi kuburan dan membangunnya :

Dari Jabir beliau berkata :

«  نَهَى رَسُولُ اللَّهِ ﷺ أَنْ يُبْنَى عَلَى الْقَبْرِ أَوْ يُزَادَ عَلَيْهِ  أَوْ يُجَصَّصَ أَوْ يُكْتَبَ عَلَيْه » .

" Rosulullah telah melarang didirikan bangunan di atas kuburan , atau ditambahi di atasnya, atau diplester, atau di beri tulisan di atasnya ".

( HR. Muslim no. 970 , Abu Daud no. 3225 , 3226 dan Al-Hakim 1/525 ). 

Dari Abul Hayyaj al-Asady beliau berkata : Ali bin Abi Tholib berkata kepadaku :

«أَلَا أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِي عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّه أَنْ لَا تَدَعَ تِمْثَالًا إِلَّا طَمَسْتَهُ وَلَا قَبْرًا مُشْرِفًا إِلَّا سَوَّيْتَهُ».

Maukah kau aku utus sebagaimana Rasulullah SAWmengutusku ? Janganlah engkau tinggalkan patung/gambar bernyawa kecuali engkau hapus dan jangan tinggalkan kuburan yang nyumbul kecuali diratakan”. (HR. Muslim).

Dari Aisyah radliyallahu 'anha bahwasannya Rosulullah bersabda di saat beliau sakit menjelang akhir hayatnya :

« لَعَنَ اللهُ اليَهُودَ وَالنَّصَارَى، اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ»، قَالَتْ: "وَلَوْلَا ذَلِكَ لَأُبْرِزَ قَبْرُهُ، غَيْرَ أَنِّي أَخْشَى أَنْ يُتَّخَذَ مَسْجِدًا ".

" Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Kristen yang telah menjadikan kuburan para nabinya sebagai masjid-masjid ( tempat-tempat ibadah ) . Aisyah berkata : " Kalau bukan karena itu sungguh akan aku perlihatkan kuburannya , akan tetapi sungguh aku takut dijadikannya sebagai masjid ( tempat ibadah ) . ( HR. Bukhori dan Muslim ).

Dari Aisyah radliyallahu 'anha, dia berkata : ketika Rosulullah sedang sakit, sebagian istri-istrinya saling menyebutkan tentang gereja di negeri Habsyah ( Ethiopia) yang di sebut Gereja Maria , dan sungguh Ummu Salamah dan Ummu Habibah kedua-duanya pernah mendatangi Negeri Habsyah itu , maka mereka menyebutkan tentang keindahannya dan gambar-gambarnya . Aisyah berkata : Maka Nabi bersabda :

«إِنَّ أُولَئِكَ إِذَا كَانَ فِيهِمُ الرَّجُلُ الصَّالِحُ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا ثُمَّ صَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّوَرَ أُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ» .

" Sesungguhnya mereka itu , jika ada orang saleh diantara mereka meninggal dunia , mereka membangun di atas kuburannya sebuah masjid ( tempat ibadah ) , kemudian mereka membikinkan didalamnya gambar-gambar orang saleh tadi , mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk di sisi Allah ". ( HR. Bukhori dan Muslim ).

Larangan shalat di kuburan atau shalat menghadapanya , serta pensejajaran antara hukum shalat di kuburan dengan sahalat di WC .

Dalam hadits riwayat Jabir radhiyallahu 'anhu , disebutkan bahwa Rosulullah bersabda :

«الْأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلَّا الْمَقْبَرَةَ وَالْحَمَّامَ»

" Bumi itu semuanya masjid ( tempat shalat ) kecuali kuburan dan kamar mandi".

( HR. Abu Daud no. 492 , Turmudzi no. 317 , Ibnu Majah no. 745 , Darimi no. 1390 dan Ibnu Hibban no. 2321 . Di Shahihkan oleh Al-Hakim , Ad-Dzahabi , Syeikh Al-Albaany , Syueib al-Arnauth dan Husein Salim Asad . Aku katakan : Sebetulnya dalam sanadnya terdapat illah mursal , namun tidak berpengaruh , oleh karena itu Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab A-Talkhish 1/277 cenderung menshahihkannya . Dan Syeikh Ibnu Taimiyah dalam al-Fatawa 22/160 telah menukil pentashihan para huffaadz terhadap hadits ini ) .

Dari Abu Martsad Kanaz bin Husein Al-Ghanawi , dia berkata : aku mendengar Rosulallah bersabda:

«لا تُصَلُّوا إِلَى القُبُورِ ، وَلاَ تَجْلِسُوا عَلَيْهَا» .

" Janganlah kalian shalat menghadap kuburan , dan janganlah kalian duduk diatasnya ". ( HR. Muslim no. 927 ).

Dari Ibnu Abbas :

أَنَّهُ كَرِهَ أَنْ يُصَلِّى إِلَى حُشٍّ أَوْ حَمَّامٍ أَوْ قَبْرٍ .

Bahwasannya dia membenci jika seseorang shalat menghadap wc , kamar mandi dan kuburan . ( Diriwayatkan oleh Imam Baihaqi 2/435 no. 4075 )

Dari Anas radhiyallahu 'anhu dia berkata :

" قُمْتُ يَوْمًا أُصَلِّى وَبَيْنَ يَدَىَّ قَبْرُ لاَ أَشْعُرُ بِهِ ، فَنَادَانِى عُمَرُ : الْقَبْرَ الْقَبْرَ ، فَظَنَنْتُ أَنَّهُ يَعْنِى الْقَمَرَ ، فَقَالَ لِى بَعْضُ مَنْ يَلِينِى : إِنَّمَا يَعْنِى الْقَبْرَ فَتَنَحَّيْتُ عَنْهُ ".

Suatu hari aku shalat dan dihadapanku terdapat kuburan tanpa aku sadari , maka Umar memanggil-manggilku : Kuburan ! kuburan ! . Aku kira dia bermaksud mengatakan : " Bulan ! bulan ! " . Lalu sebagian orang yang berada di sampingku berkata padaku : " Yang dia maksud adalah kuburan ". Maka akupun bergeser . ( HR. Bukhori secara mu'allaq / tanpa sanad 1/93 sebelum no. 427 dan Baihaqi no. 4450 dengan sanadnya ).

Kekhawatiran Rosulullah terhadap umatnya setelah dirinya wafat , yaitu khawatir jika mereka akan menjadikan kuburan beliau sebagai sarana mondar-mandir dan perayaan dalam rangka pengkultusan pada dirinya dan menjadikannya tempat ibadah . Dan beliau khawatir setelah kepergiannya akan terjadi perubahan yang mestinya mereka menjadikan rumah-rumah mereka masing-masing sebagai sarana ibadah yang utama , akan tetapi mereka malah membalikkannya , kuburanlah yang dijadikan sarana ibadah , sementara rumah-rumah mereka sunyi dari ibadah .

Dalam Hadits Abu Harairah radhiyallahu 'anhu Rosulullah bersabda : 

« لاَ تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قُبُورًا وَلاَ تَجْعَلُوا قَبْرِى عِيدًا وَصَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ تَبْلُغُنِى حَيْثُ كُنْتُمْ ».

" Janganlah kalian jadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan , dan jangalah kalian jadikan kuburanku sebagai sarana Ied ( tempat mondar-mandir , rame-rame atau perayaan ) , dan bersholawatlah kalian kepadaku ( dimanapun kalian berada ) , karena sesungguhnya sholawatkan kalian akan sampai padaku dari manapun kalian berada ". ( HR. Abu Daud no. 2044 dan Baihaqi dalam Sya'bul Iman no. 4162 . Di Shahihkan oleh Syeikh Al-Albaany ).

Rosulullah menganjurkan umatnya agar menjadikan rumah-rumahnya sebagai sarana untuk shalat dan membaca Al-Quran  , bukan di kuburan-kuburan .

Dari Ibnu Umar radliyallahu 'anhuma , bahwasannya Nabi bersabda : 

« اجْعَلُوا مِنْ صَلاَتِكُمْ فِى بُيُوتِكُمْ وَلاَ تَتَّخِذُوهَا قُبُورًا ».

" Jadikanlah shalat-shalat kalian di rumah kalian , dan janganlah kalian menjadikannya seperti kuburan-kuburan ". ( HR. Bukhori no. 432 dan Muuslim no. 777-(208) .

Dan dalam hadits riwayat Zaid bin Tsabit di sebutkan bahwa Nabi bersabda :

« صَلُّوا أَيُّهَا النَّاسُ فِى بُيُوتِكُمْ. فَإِنَّ أَفْضَلَ صَلاَةِ الْمَرْءِ فِى بَيْتِهِ إِلاَّ الصَّلاَةَ الْمَكْتُوبَةَ ».

" Shalatlah - wahai para manusia - di rumah-rumah kalian , karena sesunguhnya shalat seseorang yang paling utama adalah di rumahnya , kecuali shalat maktubah
( shalat fardlu lima waktu ) "
. ( HR. Bukhori no. 6113 , 7290 dan Muslim no. 1-(781) ).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu , bahwa Rosulullah besabda :

« لاَ تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ ، إنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ البَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ البَقرَةِ  » .

" Janganlah kalian jadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan-kuburan , karena sesungguhnya syeitan itu akan lari dari rumah yang di bacakan di dalamnya surat Al-Baqarah ". ( HR. Muslim no. 780 dan Ahmad no. 7808 ) .

Dalam kitab INJIL dan TAURET hingga edisi sekarang masih terdapat larangan menghiasi kuburan dan mendirikan bangunan diatasnya , berikut ini nash-nashnya :

[ Mat 23:29] Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu membangun makam nabi-nabi p  dan memperindah tugu orang-orang saleh .

[ 2Raj 23:17 ] Ia berkata: "Apakah tanda keramat yang kulihat ini?" Lalu orang-orang di kota itu menjawab dia: "Itulah kuburan abdi Allah yang sudah datang dari Yehuda dan yang telah menyerukan segala hal yang telah kaulakukan terhadap mezbah Betel ini! ".

[ Ul 12:3 ] Mezbah ( bangunan di atas kuburan ) mereka kamu harus robohkan, tugu-tugu berhala mereka kamu remukkan, t  tiang-tiang berhala u  mereka kamu bakar v  habis, patung-patung allah mereka kamu hancurkan, dan nama w  mereka kamu hapuskan dari tempat itu.

[ Ul 7:5 ] Tetapi beginilah kamu lakukan terhadap mereka: mezbah-mezbah mereka haruslah kamu robohkan, tugu-tugu berhala mereka kamu remukkan, tiang-tiang berhala mereka kamu hancurkan dan patung-patung mereka kamu bakar habis.

[ Yeh 6:13 ] Dan kamu akan mengetahui, bahwa Akulah TUHAN, tatkala orang-orang mereka yang terbunuh berebahan di tengah-tengah berhala-berhala p  mereka keliling mezbah-mezbahnya, di atas setiap bukit yang tinggi dan di atas semua puncak-puncak gunung, di bawah setiap pohon yang rimbun dan setiap pohon keramat q  yang penuh cabang-cabang, di tempat mana mereka membawa korban persembahan yang harum bagi semua berhala-berhala r  mereka.

Subhanallah , coba kita bandingkan dengan sabda-sabda Nabi Muhammad !!!.

Syeikh Ibnu Taimiyah berkata dalam Iqtidhaush Shiratil Mustaqiim hal. 338 :

"قَصْدُ الْقُبُورِ لِلدُّعَاءِ عِنْدَهَا، وَرَجَاءِ الْإِجَابَةِ بِالدُّعَاءِ هُنَاكَ رَجَاءً أَكْثَرَ مِنْ رَجَائِهَا بِالدُّعَاءِ فِي غَيْرِ ذٰلِكَ الْمَوْطِنِ: أَمْرٌ لَمْ يَشْرَعْهُ اللَّهُ وَلَا رَسُولُهُ ﷺ وَلَا فَعَلَهُ أَحَدٌ مِنَ الصَّحَابَةِ وَلَا التَّابِعِينَ وَلَا أَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ، وَلَا ذَكَرَهُ أَحَدٌ مِنَ الْعُلَمَاءِ وَالصَّالِحِينَ الْمُتَقَدِّمِينَ، بَلْ أَكْثَرُ مَا يُنْقَلُ مِنْ ذٰلِكَ عَنْ بَعْضِ الْمُتَأَخِّرِينَ بَعْدَ الْمِائَةِ الثَّانِيَةِ. وَأَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ قَدْ أَجْدَبُوا مَرَّاتٍ، وَدَهَمَتْهُمْ نَوَائِبُ غَيْرُ ذٰلِكَ، فَهَلَّا جَاءُوا فَاسْتَسْقَوْا وَاسْتَغَاثُوا عِنْدَ قَبْرِ النَّبِيِّ ﷺ؟! بَلْ خَرَجَ عُمَرُ بِالْعَبَّاسِ فَاسْتَسْقَى بِهِ (أَيْ بِدُعَائِهِ)، وَلَمْ يَسْتَسْقِ عِنْدَ قَبْرِ النَّبِيِّ ﷺ، بَلْ قَدْ رُوِيَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا كَشَفَتْ عَنْ قَبْرِ النَّبِيِّ ﷺ لِيَنْزِلَ الْمَطَرُ، فَإِنَّهُ رَحْمَةٌ تَنْزِلُ عَلَى قَبْرِهِ، وَلَمْ تَسْتَسْقِ عِنْدَهُ، وَلَا اسْتَغَاثَتْ هُنَاكَ". انتهى.

“ Menjadikan kuburan sebagai tujuan berdoa , dan berkeyakinan bahwa harapan kemustajaban doa di sana lebih banyak dari pada di tempat lainnya , itu adalah perkara yang Allah SWT tidak pernah mensyariatkannya , begitu juga Rosul-Nya , dan tidak ada salah seorang dari para sahabat , tabi’in dan para imam kaum muslimiin yang mengamalkannya .  Bahkan tidak ada seorang pun dari kalangan para ulama dan orang-orang shaleh terdahulu yang menyebutkannya , akan tetapi kebanyakan yang menyebutkannya adalah sebagian dari generasi akhir setelah abad ke dua .

Padahal para sahabat Nabi berkali-kali ditimpa kekeringan dan ditimpa dengan berbagai macam kesusahan , akan tetapi kenapa mereka tidak beristisqo dan beritighotsah ( dengan cara bertawasul ) di sisi kuburan Rosulullah ? Melainkan Umar keluar beristisqo bersama al-‘Abbaas paman Nabi ( dan bertawasul ) dengan doanya , dan tidak beristisqo di sisi kuburan Nabi . Bahkan telah diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhaa bahwa belia pernah membuka kuburan Nabi agar hujan turun , karena sesungguhnya itu adalah rahmat turun diatas kuburannya , akan tetapi beliau tidak berdoa memohon turunnya hujan disisi kuburannya dan juga tidak beritighotsah di sana “.

====  

KE 2. AL-UZZA : ( nama pepohonan yang di kramatkan ) :

Ibnu Jarir at-Thobary berkata : Uzza adalah pohon yang di sekelilingnya  terdapat bangunan dan di tutupi oleh kain kelambu , yaitu di daerah Nakhlah , sebuah lokasi antara Makkah dan Thaif , dulu masyarakat Qureish mengagungkannya .

Ibnu Mundzir berkata : " Tidak ada sesuatu yang sangat di agungkan oleh masyarakat Qureisy Makkah dan masyarkat arab lainnya yang tinggal di Makkah seperti pengagungan mereka terhadap Al-Uzza , kemudian Al-Laata , kemudian Manah. Adapun Al-Uzza sangat di istimewakan sekali oleh masyarakat Qureisy daripada lainnya untuk di ziarahi dan dipersembahkan padanya hadiah sembelihan atau lainnya, mungkin karena lokasinya lebih dekat ke Makkah . Lain halnya dengan kabilah Tsaqif , mereka lebih mengistimewakan Al-Laata , karena kedekatannya . Begitu juga Manah lebih di istimewakan oleh Aus dan Khojroj masyarakat Madinah , karena lebih dekat ke Madinah . Namun demikian semuanya sama-sama mengagungkan serta mengkramatkan Al-Uzza " . ( Lihat Al-Ashnam karya Ibnu Kalbi 1/4 ).

Abu Soleh berkata : " Dulu orang-orang jahiliyah punya kebiasaan menggantungkan tali-tali kekang dan bulu-bulu ke atas pohon-pohon tersebut ". Yang demikian itu sama seperti yang di riwayatkan oleh 'Abd bin Humeid dan Ibnu Jarir.

Imam Nasai dan Ibnu Mardaweh meriwayatkan dari Ibnu at-Thufeil , bahwa beliau berkata :

Ketika Rosulullah menaklukkan Makkah , beliau mengutus Kholid bin Walid radhiyallahu 'anhu ke daerah Nakhlah – sebuah tempat di mana Uzza berada – dan di sana terdapat tiga pohon besar yang berduri , oleh Kholid radhiyallahu 'anhu ketiga pohon tersebut ditebangnya , dan dia hancurkan bangunan rumah yang menaunginya . Setelah itu dia kembali menghadap Rosulullah serta mengkhabarkannya .

Maka Rosulullah berkata : " Kembalilah , sesungguhnya kamu belum melakukan sesuatu ! " .

Kholid pun kembali berangkat , maka ketika para kuncen melihat nya , mereka kabur sambil mengendap-endap ke gunung sembari memanggil-manggil : Ya Uzza ! Ya Uzza ! . Kemudian Kholid mendatangi Uzza , dan tiba-tiba nampak sesosok perempuan telanjang (syeitan) , rambutnya terjurai , kepalanya di penuhi debu , maka Kholid pun segera menebasnya dengan pedang , dengan demikian terbunuhlah , kemudian dia kembali menghadap Rosulullah serta menceritaknnya , maka Rosulullah berkata : " Itulah Uzza".  ( Lihat Bidayah wa Nihayah 2/243 ).

Sesembahan kaum jahiliyah lainnya yang mirip dengan Al-Uzza yaitu Dzatu Anwath di Thaif :

Dari Abi waqid al-Laytsy berkata :

خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ إِلَى حُنَيْنٍ وَنَحْنُ حَدِيثُو عَهْدٍ بِكُفْرٍ، وَقَدْ كَانَتْ لِكُفَّارِ قُرَيْشٍ وَمَنْ سِوَاهُمْ مِنَ الْعَرَبِ شَجَرَةٌ عَظِيمَةٌ يُقَالُ لَهَا: ذَاتُ أَنْوَاطٍ، يَأْتُونَهَا كُلَّ عَامٍ، فَيُعَلِّقُونَ بِهَا أَسْلِحَتَهُمْ، وَيَسْتَرِيحُونَ تَحْتَهَا، وَيَعْكُفُونَ عَلَيْهَا يَوْمًا، فَرَأَيْنَا وَنَحْنُ نَسِيرُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ سِدْرَةً خَضْرَاءَ عَظِيمَةً، فَتَنَادَيْنَا مِنْ جَنَبَاتِ الطَّرِيقِ فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ اجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ، فَقَالَ: «اللَّهُ أَكْبَرُ، وَقُلْتُمْ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ كَمَا قَالَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ لِمُوسَى: ﴿اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ﴾، الآيَةَ، لَتَرْكَبُنَّ سُنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ».

Kami telah keluar bersama Rosulullah ke Hunain (untuk berperang), sementara kami masih baru lepas dari kejahilayahan (baru masuk Islam) . Dan sungguh saat itu orang-orang kafir Qureisy dan arab lainnya memiliki sebuah pohon raksasa, yang di sebut " DZATU ANWATH "  .

Mereka selalu mengunjunginya setiap tahun , maka mereka menggantungkan senjata-senjata mereka ke pohon tersebut , dan mereka beristirahat di bawahnya sambil beri'tikaf ( nyepi ) kepadanya seharian .

Pada saat kami melintas bersama Rosulullah dan kami melihat pohon SIDROH yang hijau dan besar , maka kami pun saling memanggil sesama yang lain dari sisi-sisi jalan , dan kami berkata : Ya Rosulullah , bikinkan lah buat kami DZATU ANWATH , maka beliau terperanjat seraya berkata :

" Allahu Akbar !! kalian telah mengatakan nya , demi Dzat yang jiwa Muhammad di tangan Nya , persis seperti yang di katakan kaum Musa : (( Jadikanlah untuk kami sesembahan seperti halnya mereka (orang-orang kafir) memiliki sesembahan-sesembahan …. ))  kemudian beliau bersabda : " Sungguh kalian benar-benar akan menapaki tilasi jejak-jejak ( sunah-sunah ) umat sebelum kalian ".

( HR. Turmudzi no. 2181 dan Thabroni 3/244 no. 3290 . Imam Thurmudzi berkata : "Ini hadits Hasan Shahih” ).

Kesimpulan yang di ambil dari bentuk ibadah dengan alasan bertaqorrub dengan Al-Uzza ini adalah sbb :

(*) Al-Uzza adalah tiga pohon besar berduri yang di kramatkan atau dikultuskan, di tutupi oleh kain kelambu dan di sekelilingnya  terdapat bangunan .

(*) Di jaga oleh para kuncen .

(*) Cara ibadahnya yaitu dengan berziarah dan mempersembahkan hadiah sembelihan atau lainnya .

(*) Untuk mendapatkan barokah , kesuksesan , kesaktian dan keselamatan dari ke tiga pohon keramat itu , mereka menggantungkan benda-benda pribadinya yang ingin diberkahinya ke dahan-dahan nya , seperti mengantungkan senjata agar sakti mandra guna , tali kekang kuda agar kudanya menjadi kuat serta terpelihara dari mara bahaya dan bulu-bulu agar mendapatkan barokah .

(*) Sudah pasti ibadah dengan cara ber'tikap ( nyepi ) di tempat itu dan haulan tidak bisa lepas dari kebiasaan mereka , sama halnya dengan kebiasan mereka terhadap pohon kramat Dzatu Anwath .

(*) Pada hakikatnya mereka bertaqorrub atau bertawassul dengan pohon-pohon kramat tersebut dan juga tidak menyembahnya , melainkan menyembah jin atau syeitan yang menghuni nya .

Pohon Kramat dalam kitab INJIL :

[ Yes ; 1:29 ] Sungguh, kamu akan mendapat malu a  karena pohon-pohon keramat b  yang kamu inginkan; dan kamu akan tersipu-sipu karena taman-taman c  dewa yang kamu pilih.

[ Yes 57:5 ] hai orang-orang yang terbakar oleh hawa nafsu dekat pohon-pohon keramat, z  di bawah setiap pohon yang rimbun, a  hai orang-orang yang menyembelih anak-anak b  di lembah-lembah, di dalam celah-celah bukit batu.

====

KE 3. MANAH : ( nama patung yang dikultuskan )

Imam Bukhori berkata di dalam hadits 'Urwah dari 'Aisyah radliyaalahu 'anha :
" Sesungguhnya Manah itu adalah berhala yang berada antara Makkah dan Madinah".

Kenapa di namakan Manah ? Ada yang mengatakan karena diambil dari kata Mina ( tempat di tumpahkannya darah ) .

قِيلَ: سُمِّيَتْ "مَنَاةُ" لِكَثْرَةِ مَا يُمْنَى، أَي: يُرَاقُ عِنْدَهَا مِنَ الدِّمَاءِ لِلتَّبَرُّكِ بِهَا.

Artinya : " Dinamakan Manah karena banyaknya darah yang di tumpahkan " , yakni : tempat tersebut adalah tempat menyembelih bintang sembelihan untuk mendapatkan barokah dengannya ". ( Lihat : Taysir Azizil Hamid 4/225 ).

Berhala tersebut terpancang di pantai laut merah arah Musyallal , di daerah Qudeid , lokasinya antara Makkah dan Madinah .

Seluruh mayarakat arab terutama kabilah Khuzaah , Aus , Khojroj dan orang-orang yang berdomisili di Madinah , Makkah dan daerah-daerah sekitarnya sangat mengkultuskannya , mereka mempersembahkan sembelihan dan hadiah-hadiah untuk Manah . Tidak ada yang melibihi kabilah Aus dan Khajraj dalam mengagungkan sesembahan Manah ini .  Dan mereka ber ihlal / mulai ibadah haji dari tempat tersebut.

Abu Mundzir meriwayatkan dengan sanadnya dari 'Ammar bin Yasir : " Dulu Kabilah Aus dan Khajraj serta masyarakat arab penduduk Yatsrib ( Madinah ) dan lainnya , mereka ketika berhaji dan selesai menunaikan semua amalan yang berkaitan dengan ibadah haji , mereka tidak langsung menggunduli kepalanya ( Tahallul ) , mereka setelah nafar ( mabit Mina dan melempar jumroh ) datang ke berhala Manah , maka disanalah mereka membotaki kepalanya ( tahallul ) , mereka berkeyakinan hajinya tidak sempurna kecuali dengan itu . ( Lihat Al-Ashnam karya Ibnu Kalby 1/2 ).

Ibnu Hisyam berkata : Rosulullah mengutus Ali radhiyallahu 'anhu untuk menghancurkannya ketika penaklukan kota Makkah .

Kesimpulan dari keterangan di atas adalah sbb :

[*] Manah adalah nama sesembahan yang berbentuk patung yang di kramatkan dan di kultuskan . Terpancang di pantai laut merah arah Musyallal , di daerah Qudeid , lokasinya antara Makkah dan Madinah .

[*] Bentuk Ibadah kepadanya adalah dengan cara mengkultuskannya , menjadikannya sebagai miqot haji , tempat tahallul haji dan mempersembahkan sembelihan atau hadiah .

[*] Manah juga di jadikan sebagai pengganti Mina . Yang mestinya menyembelih kurban di Mina , melainkan mereka lakukan di Manah . Mereka sengaja memindahkannya di sisi Manah , karena ingin mendapatkan barokahnya .

*****

SARANA KE 2 : 
TAWASSUL DENGAN PARA MALAIKAT DAN LAINNYA

===

SESEMBAHAN-SESEMBAHAN YANG MEREKA ANGGAP SEBAGAI PUTRI-PUTRI ALLAH  

( DEWI-DEWI / GODDESS )

Mereka kaum musyrikin arab jahiliyah menganggap sesembahan-sesembahan tersebut sebagai anak-anak perempuan Allah SWT ( dewi-dewi ) , seperti dalam firmanNya :

﴿أَفَرَأَيْتُمُ اللاتَ وَالْعُزَّى. مَنَاةَ الثَّالِثَةَ الأخْرَى. أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ الأنْثَى. تِلْكَ إِذًا قِسْمَةٌ ضِيزَى. إِنْ هِيَ إِلا أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنزلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ  إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الأنْفُسُ وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَى﴾

Artinya :  " Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al Lata dan Al Uzza . dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)? . Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan? .

Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil. Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengada-adakannya; Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun untuk (menyembah) nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka. ( QS. An-Najm 19-23 )" .

Al-A'mash berkata : " Mereka menamakannya Laata , bentuk perempuan dari kalimat Ilah , adapun Uzza dari Aziz ".

Ibnu Jarir berkata : " Nama-nama tersebut mereka ambil dari suku kata nama-nama Allah Ta'ala , maka mereka mengatakan Lata adalah nama perempuan dari Allah , maha suci Allah dari apa-apa yang mereka katakan . Begitu pula kata Uzza dari Aziz .

Dalam kitab Talbis Iblis karya Ibul Jauzi 1/57 di sebutkan : bahwa Iblis yang terkutuk telah mengelabui sebagian manusia untuk menyembah para malaikat , dan mereka mengatakan : malaikat-malikat itu adalah anak-anak perempuan Allah ( Maha suci Allah dari apa yang mereka tuduhkan ) ". 

Dalam hal ini Allah SWT telah mengecamnya :

﴿وَجَعَلُوا الْمَلائِكَةَ الَّذِينَ هُمْ عِبَادُ الرَّحْمَنِ إِنَاثًا أشَهِدُوا خَلْقَهُمْ سَتُكْتَبُ شَهَادَتُهُمْ وَيُسْأَلُونَ﴾

Artinya : Dan mereka menjadikan malaikat-malaikat yang mereka itu adalah hamba-hamba Allah Yang Maha Pemurah sebagai orang-orang perempuan. Apakah mereka menyaksikan penciptaan malaikat-malaikat itu? Kelak akan dituliskan persaksian mereka dan mereka akan dimintai pertanggungjawaban. (QS. Zukhruf : 19).

Dan mereka juga memberi nama para malaikat dengan nama-nama perempuan , seperti yang di ceritakan dalam Al-Qur'an :

﴿إِنَّ الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ لَيُسَمُّونَ الْمَلائِكَةَ تَسْمِيَةَ الأنْثَى . وَمَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَإِنَّ الظَّنَّ لا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا﴾

Artinya : " Sesungguhnya orang-orang yang tiada beriman kepada kehidupan akhirat, mereka benar-benar menamakan malaikat itu dengan nama perempuan. Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuan pun tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikit pun terhadap kebenaran ". ( QS. An-Najm : 27-28 ).

Telah berkata Juwaibir dari Adl-Dlahak dalam menafsiri firman Allah SWT :

﴿إِنْ يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ إِلا إِنَاثًا﴾

" Yang mereka sembah selain Allah itu, tidak lain hanyalah perempuan-perempuan sesembahan ". ( QS. An-Nisaa : 117 ).

Adl-Dhahak berkata :

قَالَ الْمُشْرِكُونَ: إِنَّ الْمَلَائِكَةَ بَنَاتُ اللَّهِ، وَإِنَّمَا نَعْبُدُهُمْ لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى، قَالَ: اتَّخَذُوهَا أَرْبَابًا وَصَوَّرُوهُنَّ صُوَرَ الْجَوَارِي، فَحَكَمُوا وَقَلَّدُوا، وَقَالُوا: هٰؤُلَاءِ يُشْبِهْنَ بَنَاتِ اللَّهِ الَّذِي نَعْبُدُهُ، يَعْنُونَ الْمَلَائِكَةَ.

" Kaum musyrikin berkata : Sesungguhnya para malaikat itu adalah putrid-putri Allah (dewi – dewi), dan sesungguhnya kami tidak sekali-kali menyembahnya melainkan supaya kami mendekatkan diri kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya .

Lalu Adl-Dlahak berkata : " Mereka menjadikan putri-putri itu sebagai rabb-rabb ( tuhan-tuhan ) , dan mereka menggambarnya dengan gambar putri-putri , kemudian mereka menetapkannya sebagai bentuknya dan mereka tiru secara turun temurun , dan mereka berkata : 'Mereka sangat mirip dengan putri-putri Allah yang yang kami sembah ' , yang mereka maksud adalah para malaikat ". ( Lihat Tafsir Ibnu Katsir 2/414 ).

Dan Ibnu Katsir dalam Tafsirnya 7/83-84 menukil kata-kata Qotadah dalam menafsiri ayat 3 dari surat Az-Zumar :

" Allah Ta'ala mengkabarkan tentang para penyembah berhala dari kaum musyrikin bahwa mereka mengatakan :

﴿مَا نَعْبُدُهُمْ إِلا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى﴾

" Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya".

            Lalu Qotadah berkata tentang tafsirnya : " Maksudnya : Sesungguhnya yang mengantarkan dan menggiring mereka ( kaum musyrikin ) kepada penyembahan berhala adalah mereka pada awalnya sengaja membikin patung-patung dalam bentuk dan rupa para malaikat yang paling terdekat ( kedudukannya di sisi Allah ) menurut prasangka mereka , kemudian mereka menyembah patung-patung tersebut itu sebagai bentuk penyembahan terhadap para malaikat agar para malaikat itu memberi syafaat untuk mereka di sisi Allah Ta'ala agar berkenan menolong mereka , memberi rizki pada mereka , dan memenuhi segala kepentingan mereka yang brsifat duniawi , adapun yang berkaitan dengan urusan akhirat mereka menentangnya dan mengingkarinya ."

Pernyataan Qotadah di atas jelas menunjukkan bahwa sejak awal orang musyrik memang tidak merasa kalau dirinya telah menyembah sesembahan selain Allah , diantaranya para malaikat yang di lambangkan dengan patung , mereka mengira apa yang mereka lakukan adalah bentuk taqorrub atau tawassul dengannya agar memberi syafaat untuk mereka di sisi Allah dan agar para malaikat tersebut mendekatkan kedudukan mereka di sisi Nya .  

Yang demikian itu sama dengan penafsiran ahli tafsir lainnya seperti yang diriwayatkan Qotadah sendiri dan As-Sudai dari Zaid bin Aslam dan Ibnu Zaid :

﴿إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى﴾ أَيْ: لِيَشْفَعُوا لَنَا، وَيُقَرِّبُونَا عِنْدَهُ مَنْزِلَةً.

" Melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". Maksudnya : agar mereka ( sesembahan-sesembahan itu ) member syafaat untuk kami dan mendekatkan kedudukan kami di sisi Allah ". ( Tafsir Ibnu Katsir 7/85).

Para malaikat sendiri menyangkal kalau dirinya melakukan kerjasama dengan manusia agar mereka menyembah dirinya , melainkan jin-jin atau syeitan-syeitan lah yang menyuruhnya dan mereka pulalah yang sebenarnya di sembah , bukan malaikat . 

﴿وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا ثُمَّ يَقُولُ لِلْمَلائِكَةِ أَهَؤُلاءِ إِيَّاكُمْ كَانُوا يَعْبُدُونَ قَالُوا سُبْحَانَكَ أَنْتَ وَلِيُّنَا مِنْ دُونِهِمْ بَلْ كَانُوا يَعْبُدُونَ الْجِنَّ أَكْثَرُهُمْ بِهِمْ مُؤْمِنُونَ﴾.

Dan (ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya kemudian Allah berfirman kepada malaikat: "Apakah mereka ini dahulu menyembah kalian?". Malaikat-malaikat itu menjawab: "Maha Suci Engkau. Engkaulah pelindung (wali) kami, bukanlah mereka (menyembah kami) : akan tetapi mereka telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu".  (QS. Saba : 40-41).

Kesimpulannya : sesunguhnya mereka sama sekali tidak mengingkari akan adanya Allah sebagai tuhan mereka . Akan tetapi mereka menyekutukan Allah SWT dengan cara berikut ini :

[*] Menjadikan sesembahan-sesembahan selain Allah sebagai sekutu Nya .

[*] Memberi nama sesembahan-sesembahan dan para malaikat dengan nama-nama perempuan dan menisbatkan mereka sebagai anak-anak perempuan Allah Ta'ala atau putri-putri Nya atau dewi-dewi .

[*] Mensifati Allah SWT dengan sifat yang tidak layak untukNya dan Allah tidak pernah menurunkan keterangan tentang sifat tersebut , yaitu mensifatiNya dengan sifat beranak .

[*] Mereka mengira dengan menamakan dan menisbatkan anak-anak perempuan itu bisa mendekat dirinya kepada Allah SWT .

[*] Mereka mengira dengan beribadah kepada para malaikat tersebut bisa mendapatkan syafaat darinya di sisi Allah agar mendapatkan pertolongan , di mudahkan rizkinya dan segala urusan duniawinya .

[*] Mereka mengira dengan beribadah kepada para malaikat tersebut bisa mendekat diri mereka kepada Allah sedekat-dekatnya .

[*] Pada hakikatnya mereka itu tidaklah bertawassul , melainkan menyembahnya dengan cara mengagungkannya , memanggilnya , minta pertolongan dengannya , bergantung padanya di dalam mengharapkan apa yang mereka inginkannya , mengharapkan barokah dan syafaatnya dan lain-lain sebagainya .

****

SARANA KE 3 : 
TAWASSUL DENGAN PARA DEWA - DEWI ATAU MAKHLUK SUCI .

====

PERBANDINGAN ANTARA KONSEP DEWI-DEWI ARAB JAHILIYAH DENGAN KONSEP DEWA-DEWI HINDU , BUDHA DAN KRISTEN .

Ada kemiripan dan kesamaan antara konsep dewa-dewi Hindu Budha dan Kristen dengan konsep Dewi-Dewi kaum musyrikin arab jahiliyah .

Dalam lembaran sebelum ini telah di bahas tentang sesembahan kaum musyrikin arab jahiliyah Laata ( nama orang suci / shaleh ) , Uzza ( nama makhluk halus penghuni pohon kramat )  , Manah ( nama patung yang dikultuskan ) , para malaikat dan lainnya , mereka telah menganggap sesembahan-sesembahan tersebut sebagai dewi-dewi / goddess ( putri-putri Allah ) dan mereka memberikan nama padanya dengan nama-nama tuhan perempuan . Mereka berkeyakinan bahwa yang mereka lakukan adalah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT dan menjadikannya sebagai perantara antara dirinya dengan Allah SWT .

****

Konsep Dewa-Dewi dalam Hindu dan Budha .

Dalam Wikipedia bahasa Indonesia , ensiklopedia bebas di sebutkan bahwa : ajaran agama Hindu, Dewa ( Devanagari: देव ) adalah makhluk suci, makhluk supernatural, penghuni surga, malaikat, dan manifestasi dari Brahman ( Tuhan Yang Maha Esa ). Dalam agama Hindu, musuh para Dewa adalah Asura.

Dalam tradisi Hindu umumnya seperti Advaita Vedanta dan Agama Hindu Dharma, Dewa dipandang sebagai manifestasi Brahman dan enggan dipuja sebagai Tuhan tersendiri dan para Dewa setara derajatnya dengan Dewa lain. Namun dalam filsafat Hindu Dvaita, para Dewa tertentu memiliki sekte tertentu pula yang memujanya sebagai Dewa tertinggi. Dalam hal ini, beberapa sekte memiliki paham monotheisme terhadap Dewa tertentu .

Dewa dalam kitab Weda :

Dalam kitab suci Reg Weda, Weda yang pertama, disebutkan adanya 33 Dewa, yang mana ketiga puluh tiga Dewa tersebut merupakan manifestasi dari kemahakuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Dewa yang banyak disebut adalah Indra, Agni, Waruna dan Soma. Baruna, adalah Dewa yang juga seorang Asura.

Menurut ajaran agama Hindu, Para Dewa ( misalnya Baruna, Agni, Bayu) mengatur unsur-unsur alam seperti air, api, angin, dan sebagainya. Mereka menyatakan dirinya di bawah derajat Tuhan yang agung. Mereka tidak sama dan tidak sederajat dengan Tuhan Yang Maha Esa , melainkan manifestasi Tuhan (Brahman) itu sendiri.

Dalam kitab-kitab Veda dinyatakan bahwa para Dewa tidak dapat bergerak bebas tanpa kehendak Tuhan. Para Dewa juga tidak dapat menganugerahkan sesuatu tanpa kehendak Tuhan. Para Dewa, sama seperti makhluk hidup yang lainnya, bergantung kepada kehendak Tuhan .

Dalam kitab suci Bhagawad Gita diterangkan bahwa hanya memuja Dewa saja bukanlah perilaku penyembah yang baik, hendaknya penyembah para Dewa tidak melupakan Tuhan yang menganugerahi berkah sesungguhnya. Para Dewa hanyalah perantara Tuhan. 

Tuhan Yang Maha Esa melalui perantara Sri Krishna bersabda:

sa tayā śraddhayā yuktas

tasyārādhanam īhate

labhate ca tatah kaman

mayaiva vihitān hi tān

(Bhagavad Gītā, 7.22)

Artinya :

setelah diberi kepercayaan tersebut,

mereka berusaha menyembah Dewa tertentu

dan memperoleh apa yang diinginkannya. Namun sesungguhnya

hanya Aku sendiri yang menganugerahkan berkat-berkat tersebut.

Keterangan diatas yang di ambil dari ensiklopedia bebas , menunjukkan bahwa mereka para pemeluk Hinduisme mengklaim bahwa agama nya adalah agama tauhid , agama yang mengEsakan Tuhan ( monotheisme ) , dan tidak menyekutukanNya dengan apapun dan siapapun . Mereka mengatakan bahwa dewa tersebut adalah sbb :

1.             Simbol atau manifestasi dari kemahakuasaan Tuhan Yang Maha Esa .
( Mungkin yang di maksud adalah Nama-Nama dan Sifat-SifatNya ) .

2.             Malaikat , makhluk suci, makhluk supernatural dan penghuni surga .

Mereka meyakini bahwa Para Dewa hanyalah perantara Tuhan . Benarkah itu ?

Yang populer , Hinduisme adalah identik dengan penyembahan patung berbagai dewa yang banyak. Terdapat beberapa tingkatan dewa-dewi mulai dari dewa tritunggal tertinggi Brahma, Wisnu, dan Shiwa sampai dengan dewa-dewi Weda yang lebih kecil seperti Indra dan Agni, kemudian turun sampai kepada sekelompok dewa-dewi dusun, makhluk setengah dewa, roh-roh jahat, dan jin.

Hinduisme yang dianut masyarakat merupakan sebuah agama yang politheistik dan pemberhalaan yang ekstrim, seperti yang terbukti dengan adanya jutaan dewa-dewi dan kuil-kuil dan kelompok kultus yang tak terhitung.

Praktek agama melibatkan ziarah, pelarangan makanan, gaya dan sikap khusus, kerasukan dewa-dewi, tempat-tempat suci, pembacaan mantera suci, lambang-lambang lingga, dan susunan gambar geometris.

India penuh dengan pengajar spiritual (guru) dan orang-orang suci yang berkelana (sadhu dan swami). Orang-orang India dibanjiri oleh dongeng dan legenda mengenai kehebatan pelbagai dewa-dewi.

Banyak orang Hindu ( yang disebut Vaishnavites ) memilih menyembah dewa Wisnu dan 10 inkarnasinya. Inkarnasi-inkarnasi itu disebut avatars, atau keturunan Dewa yang turun ke bumi untuk menyelamatkan dunia dari bahaya menakutkan, yaitu seekor ikan, seekor amphibi, seekor babi, seorang manusia-singa, seorang kerdil, Parasurama, Rama, Krishna, Budha, dan Kalkin, yang akan datang. Inkarnasi Wisnu yang ketujuh dan kedelapan, Rama dan Krishna, merupakan inkarnasi yang terpenting dan lebih banyak disembah dibandingkan dengan Wisnu sendiri.

Kelompok Hindu yang lain ( yang disebut Shaivites ) menyembah dewa Shiwa dan isterinya, yang memiliki macam-macam wujud seperti Durga, Kali, Kali, Parvati, Deva, dan lainnya. Kebanyakan dari wujud tersebut, terutama Kali, sangat menakutkan dan haus darah. Di antara para pemuja Kali ada sebuah kelompok kultus yang dikenal dengan nama Shakti, yang menganjurkan praktek yang begitu amoral seperti prostitusi di kuil.

Kemudian antar sesama dewa sering terjadi kesalah fahaman yang menimbulkan konflik yang berkelanjutan dengan adu jotos dan kesaktian . Seperti perselisihan yang terjadi antara dewa Betara Surya dengan Hanoman dan lainnya .

Beberapa Dewa dan Dewi dalam agama Hindu :

  • Agni (Dewa api)
  • Aswin kembar (Dewa pengobatan, putera Dewa Surya)
  • Brahma (Dewa pencipta, Dewa pengetahuan, dan kebijaksanaan)
  • Candhra (Dewa bulan)
  • Durgha (Dewi pelebur, istri Dewa Siva)
  • Ganesha (Dewa pengetahuan, Dewa kebijaksanaan, putera Dewa Siva)
  • Indra (Dewa hujan, Dewa perang, raja surga)
  • Kuwera / Kubera (Dewa kekayaan)
  • Laksmi (Dewi kemakmuran, Dewi kesuburan, istri Dewa Visnu)
  • Saraswati (Dewi pengetahuan, istri Dewa Brahmā)
  • Shiwa (Dewa pelebur)
  • Sri (Dewi pangan)
  • Surya (Dewa matahari)
  • Waruna (Dewa air, Dewa laut dan samudra)
  • Wayu / Bayu (Dewa angin)
  • Wisnu (Dewa pemelihara, Dewa air)
  • Yama (Dewa maut, Dewa akhirat, hakim yang mengadili roh orang mati) .

===

KONSEP DEWA-DEWI DAN SANTO-SANTA DALAM KRISTEN :

Ralph Woodrow dalam bukunya Babylon Mystery Religion (ringkasan hal. 3)menyatakan bahwa : " Disamping bunda Maria, orang Roma Katolik juga menghormati dan berdoa kepada orang- orang kudus. Mereka menganggapnya martir-martir atau orang gereja yang terkemuka. Alkitab merekam bahwa semua orang Kristen yang sejati adalah orang kudus. Dan orang-orang kudus adalah orang-orang yang hidup. Karena surat-surat Paulus kepada orang-orang Kristen di Efesus, Filipi, Korintus dan Roma , ditujukan kepada orang- orang kudus , yang tentunya mereka adalah orang-yang masih hidup . (lihat: Ef. 1:1, dsb)".

Kemudian Ralph Woodrow berkata : " Dengan demikian kalau kita ingin agar orang kudus mendoakannya, maka haruslah dia seorang yang hidup. Tetapi bila kita berkomunikasi dengan orang yang telah mati, maka ini semua merupakan spiritisme yang terlarang " .

Lalu Ralph Woodrow melanjutkan penjelasannya , yang ringkasnya seperti berikut ini : " Dalam agama palsu-Babilon orang berdoa kepada bermacam-macam ilah; ada kurang lebih 5000 dewa dewi. Seperti halnya orang Katolik, orang Babilonia juga percaya bahwa ilah mereka pernah hidup di dunia ini, dan sekarang berada pada tingkat yang lebih tinggi.

Setelah mengalami proses asimilasi antara sistem dewa dewi dengan agama kristen , Konsep dewa-dewi ini kemudian dipakai dalam agama Roma Katolik yang kemudian mengenal begitu banyak santo-santa.

Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa orang Kristen berdoa kepada santa, bila sebenarnya bisa berhubungan langsung dengan Tuhan ? .

Orang Katolik diajarkan agar berdoa kepada santo-santa supaya mereka mudah memperoleh pertolongan dari Tuhan.

Dalam peleburan antara kekafiran dan Kekristenan, seringkali seorang santo atau santa diberi nama yang sama dengan nama dewa dewi yang ada. Misalnya dari dewi Victoria diubah menjadi Santa Victoire, Cheron menjadi St. Ceranos, Artemis menjadi St. Artemidos, Dionysus menjadi St. Dionysus. Dewi Brighit, putri dewa matahari yang menggendong seorang anak menjadi St. Bridget. Pura dewi Brighit di Kildare didiami oleh perawan-perawan Vestal yang memelihara api suci.

Pura ini kemudian menjadi biara, dan para perawan menjadi biarawati. Mereka juga memelihara api suci, hanya namanya diganti menjadi ‘Api Santa Bridget’. Salah satu peninggalan pura di Roma adalah Pantheon yang dipersembahkan kepada Jove dan semua dewa dewi. Oleh Paus Bonifasius IV tempat ini dikuduskan kembali dan dipersembahkan kepada Perawan Maria dan semua orang kudus.

Sebuah gua di Betlehem yang diperlihatkan sebagai tempat kelahiran Yesus sebenarnya merupakan tempat penyembahan Tammuz. Alkitab tidak pernah menyatakan bahwa Yesus lahir di gua. Juga patung-patung dewa-dewi dipakai kembali untuk para santa santo. Diperkirakan ada kurang lebih 4000 patung ada dalam gereja-gereja Katolik di Eropa. Orang-orang kafir membuat sinar kemuliaan (aureole) disekeliling kepala dari para dewa-dewi. Hal ini juga dilakukan oleh gereja Roma. Juga dalam agama Budha aureole ini dipakai " . ( Babylon Mystery Religion karya Ralph Woodrow ( ringkasan hal. 6 )

===

ASAL-USUL LAHIRNYA KONSEP DEWA-DEWI :

Dalam buku Babylon Mystery Religion karya Ralph Woodrow ( ringkasan hal. 3 ) menyebutkan bahwa : Sistem dewa- dewi menyebar dari Babilon ke bangsa-bangsa lain, karena dari Babilonlah manusia tersebar ke seluruh dunia (Kej. 11:9).

Dalam agama palsu-Babilon orang berdoa kepada bermacam-macam ilah; ada kurang lebih 5000 dewa-dewi.

Ralph Woodrow menyatakan pula dalam BABYLON MYSTERY RELIGION hal. 4 bahwa : Dalam Alkitab , agama misterius yang muncul dari Babilon digambarkan sebagai wanita berpakaian merah darah yang dihiasi dengan emas dan batu permata dan mutiara, sambil memegang cawan yang penuh hujatan dan kenajisan akibat perzinahan (Why. 17:1- 6). Dalam Alkitab "wanita" adalah lambang dari gereja.

Asal-asul agama misterius itu ditulis oleh Yohanes dalam kitab Wahyu , dia menyebutkan bahwa : Babilon -sebagai kota- memang sudah hancur dan runtuh, seperti yang telah dinubuatkan para nabi (Yes. 15:19-22; Yer. 51&52). Tetapi meskipun kota Babilon sudah hancur, konsep dan kebiasaan dari agama Babilon tersebar diantara banyak bangsa di dunia. Tentu timbul pertanyaan bagaimana agama Babilon bisa berkembang ke seluruh dunia ?

Setelah masa banjir berakhir, orang mulai pindah dari Timur menuju ke suatu daerah yang disebut Sinear, dimana mereka kemudian tinggal (Kej. 11:2). Di daerah Sinear inilah kota Babilon berdiri, yang kemudian dikenal sebagai Babilonia atau Mesopotamia. Disini mengalir sungai Euphrat dan Tigris, yang membuat tanah ini menjadi subur. Tetapi, ada suatu masalah yang dihadapi penduduk yaitu bahwa di daerah ini terdapat banyak binatang buas yang selalu mengancam kehidupan penduduk setempat (Kel. 23:29-30).

Dalam keadaan yang parah inilah muncullah seorang laki-laki bertubuh besar dan berkuasa. Namanya Nimrod. Ia terkenal sebagai pemburu yang hebat. Alkitab mengatakan antara lain bahwa ia menjadi pemburu yang penuh kuasa (Kej. 10:8-9). Makin lama makin terkenallah dia. Ia menjadi pemimpin ternama dalam memecahkan masalah-masalah dunia. Akhirnya karena ia begitu disanjung, tidak lagi berjuang melawan binatang buas, melainkan mulai berpikir untuk mengorganisasi manusia supaya tinggal dalam kota serta mengelilingi kota ini dengan tembok sebagai pelindung. Dari sinilah lahir sebuah kerajaan. Demikianlah cara berpikir Nimrod. Kerajaan pertama adalah Babel, Erech, Accad dan Caleh, di daerah Sinear (Kej. 10:10). Kerajaan Nimrod adalah yang pertama, yang disebut Alkitab.

Nama Nimrod berasal dari "marad" yang berarti "ia memberontak kepada TUHAN".

Dalam artikel yang berjudul « Raja Namrud dan kaitannya dengan Illuminati » yang di tulis Ahmad Nizam di sebutkan bahwa :

Kerajaan Namrud ini adalah kerajaan pertama yang tumbuh di muka bumi (2275-1943 SM) di Babylon ( Iraq ).  Menurut salah satu pendapat, Namrud memegang tampuk kekuasaan pemerintahannya selama 400 tahun. Dia manusia pertama yang memerintahkan agar membuat bangunan-bangunan besar. Dia telah membangum kota Babylon yang amat mahsyur itu, menara Babylon, kota Nineweh dan kota-kota lainnya. 

Konsep dewa-dewi ini berawal dari keinginan Namrud ingin menguasai dunia di bawah satu pemerintahannya , itulah yang kini disebut sebagai New World Order.

 Berdasarkan kesimpulan dari sejarah, legenda dan mitologi, maka Alexander Hislop menulis secara rinci bagaimana agama Babilonia berkembang menjadi tradisi yang berkaitan dengan Nimrod, Semiramis (isterinya) dan Tamuz (anak Semiramis, yang kemudian dinikahi oleh Semiramis, ibunya sendiri).

Ketika Nimrod mati, tubuhnya dipotong-potong, kemudian dibakar dan disebar ke berbagai daerah. Praktek serupa juga disebutkan dalam Alkitab (Hak. 19:29; 1Sam. 11:7). Kematiannya sangat menyedihkan masyarakat Babilon. Semiramis lalu menegaskan bahwa Nimrod adalah dewa matahari.

Ahmad Nizam mengatakan : Setelah Namrud meninggal dunia, Semiramis ibu yang merangkap sebagai isteri tersebut menyebarkan ajaran bahwa Roh Namrud tetap hidup selamanya, walaupun jasadnya telah mati. Dia membuktikan ajarannya dengan adanya pohon Evergreen yang tumbuh dari sebatang kayu yang mati, yang ditafsirkan oleh Semiramis sebagai bukti kehidupan baru bagi Nimrod yang sudah mati.

Untuk mengenang hari kelahirannya, Namrud selalu hadir di pohon Evergreen ini dan meninggalkan bingkisan yang digantungkan di ranting-ranting pohon itu. 25 Disember itulah hari kelahiran Namrud. Dan inilah asal usul pohon Natal yang dirayakan oleh orang-orang Kristen pada Hari Raya Natal / Krismas.

http://hikmatun.files.wordpress.com/2009/11/tammuz.jpg

Walaupun dikatakan bahawa Semiramis ialah seorang perawan ketika melahirkan Namrud, dia juga kemudiannya melahirkan seorang lagi anak selepas Namrud mati. Anak itu bernama Tammuz dan dia mengatakan anak itu adalah jelmaan semula Namrud.   Tammuz diberi gelaran ‘Orion‘ yang bermaksud ‘benih seorang wanita’.  Semiramis pada mulanya dikenali sebagai ‘Ibu perawan’, ‘Ibu suci’ dan ‘Dewi dari syurga’.  Dan dari sinilah permulaan penyembahan terhadap Semiramis dan anak tuhan.

Ahmad Nizam menyebutkan : Dari catatan-catatan kuno, jumlah kejahatan dan kezaliman Namrud amat banyak, di antaranya , dia mengawini ibu kandungnya sendiri yang bernama Semiramis. Sementara Ralph Woodrow menyebutkan kejahatan Semiramis ibu Namrud bahwa : Tammuz anak Semiramis, kemudian dinikahi oleh Semiramis, ibunya sendiri.

Melalui pengaruh dan pemujaannya kepada Namrud, Semiramis dianggap sebagai ‘Ratu Langit’ oleh rakyat Babylon. Dengan berbagai julukan, akhirnya Namrud dipuja sebagai ‘Anak Suci dari Syurga’. Melalui perjalanan sejarah dan pergantian generasi dari masa ke masa, dari satu bangsa ke bangsa lainnya, penyembahan berhala versi Babylon ini berubah menjadi Messiah Palsu yang berupa dewa Baal, anak dewa Matahari.

Dalam perkembangan selanjutnya tidak hanya anak yang disembah, tetapi juga sang ibu . Tak mengherankan kalau penyembahan ibu- anak ikut tersebar kemana-mana.

Salah satu contoh kekafiran Babilonia yang masih berlanjut hingga sekarang dan yang dinaut oleh gereja Roma adalah penyembahan kepada Maria, yang menggantikan penyembahan dewi ibu ( mother goddess ) dimasa lalu. Banyak monumen Babilon menggambarkan dewi Semiramis menggendong Tammuz.

Penyembahan ibu-anak ini tersebar ke segala penjuru dunia.

Bangsa Cina mengenalnya sebagai dewi ibu Shingmoo atau ibu yang kudus. Ia menggendong anaknya dan sinar kemuliaan mengitari kepalanya.

Bangsa Jerman menyembah perawan Hertha dengan anaknya. Orang Skandinavia mengenalnya sebagai Disa, yang juga menggendong seorang anak.

Orang Etrucsan menyebutnya Nutri dan orang Druids mengenalnya sebagai Virgo-Patitura. Di India dikenal sebagai Indrani, juga menggendong seorang anak.

Di Yunani sebagai Aphrodite atau dewi Venus atau Fortuna dengan anaknya Jupiter.

Juga Isi, dewi agung dari India, dengan anaknya Iswara disembah di berbagai pura.

Di Asia dikenal Cybelle dengan anaknya Deouis.

Ketika bangsa Israel jatuh ke dalam kekafiran, mereka juga menyembah seorang dewi ibu. ( Baca Hakim-hakim 2:13; 10:6; 1Sam 7:3-4; 12:10; 1Raja-Raja 11:5; 2Raja-Raja 23:13 ).  Salah satu sebutan yang diberikan kepada dewi ini adalah "ratu surga" (Yer. 44:17-19).

Di Ephesus, ibu agung dikenal sebagai Diana. Pura yang dipersembahkan kepadanya termasuk dalam tujuh keajaiban dunia yang terkenal.

Di Mesir dewi ibu ini dikenal sebagai Isis dengan anaknya Horus.

Penyembahan ibu- anak ini tidak saja dilakukan di Roma, tapi juga di Afrika, Spanyol, Portugal, Perancis, Jerman dan Bulgaria.

Konsep tawassul dengan payudara :

Pada abad 4 terjadi penyelewengan dari gereja yang murni ini, dimana kekafiran dibaurkan denga kekristenan. Maria menggantikan diri sebagai dewi ibu dari bangsa kafir. Penyembahan Maria ini diresmikan pada konsili Ephesus tahun 431.

Mengapa Ephesus ? Di Ephesuslah dewi Diana disembah sebagai dewi dari keperawanan dan keibuan. Ia menjadi lambang kesuburan dan digambarkan sebagai dewi yang memiliki banyak payudara. Mahkota yang dikenakannya berbentuk menara, lambang dari menara Babel.

Maka tidaklah heran jika ada keyakinan dalam kristen bila si pendosa berdoa kepada sang perawan ( bunda Maria ) , maka ia akan memperlihatkan payudaranya kepada anaknya ( tuhan Yesus ) yang pernah mengisapnya dan kemarahan sang anak akan mereda.

Konsep payudara ini tak asing lagi bagi penyembah-penyembah dewi ibu. Diana, lambang kesuburan digambarkan dengan 100 payudara.

Di dalam Alkitab disebutkan bahwa hanya ada satu perantara antara TUHAN dan manusia, yaitu Yesus (1Tim. 2:5). Tapi bagi orang Roma Katholik, Maria juga merupakan perantara sehingga ia disebut Mediatrix atau perantara. Ia juga sering disebut ratu surga (Yer. 7:18-20).

===

MITOLOGY DEWA –DEWI DI YUNANI .

Yunani memiliki kesinambungan sejarah lebih dari 5.000 tahun. Bangsanya, disebut Hellenes . Yunani terletak di Ujung Selatan Semenanjung Balkan. Selain di daratan tersebut wilayahnya juga meliputi pulau di Laut Aegeia. Batas-batas Yunani sekarang ini di utara berbatasan dengan Albania, Macedonia, Bulgaria dan Turki, di timur adalah Laut Aegeia, di selatan adalah Laut Tengah dan di barat adalah Laut Ionia.

Masyarakat Yunani memuja banyak dewa atau Polytheisme . Kebanyakan dewa Yunani digambarkan seperti manusia, dilahirkan namun tak akan tua, kebal terhadap apapun, bisa tak terlihat, dan tiap dewa mempunyai karakteristik tersendiri. Karena itu, para dewa juga memiliki nama-nama gelar untuk tiap karakternya yang mungkin lebih dari satu seperti Demeter. Dewa-dewi ini terkadang membantu manusia dan bahkan memperistri seorang wanita manusia menghasilkan anak yang setengah manusia setengah dewa. Anak-anak inilah yang kemudian dikenal sebagai pahlawan.

Yunani sendiri terbentuk dari beberapa masa:

* Masa Dewa-Dewi Dasar

* Masa Para Titan

* Masa Dewa-Dewi

* Masa Dewa dan manusia hidup bersama

* Masa Para Pahlawan

---

1. Masa Dewa-Dewi Dasar

*Chaos

*Gaia

*Aether

*Uranus

*Eros

*Erebus

*Nyx

*Hemera

*Ophion

*Tartarus

----

2. Masa Para Titan

*Kronos & Rhea

*Oceanus & Tethys

*Hyperion & Theia

*Coeus & Phoebe

*Mnemosyne

*Themis

*Crius

*Iapetus

*Atlas

*Prometheus

*Epimetheus

*Menoetius

----

3. Masa Dewa-Dewi

*Aphrodite

*Apollo

*Ares

*Artemis

*Athena

*Demeter

*Hades

*Hefestus

*Hera

*Hermes

*Hestia

*Poseidon

*Zeus

* Prometheus (Titan)

----

Beberapa dewa lainnya

* Hebe adalah Dewi masa muda.

* Eileithyia adalah Dewi kelahiran.

* Iris adalah pembawa pesan Hera.

* Eris adalah Dewi perselisihan.

* Kharites adalah Dewi keanggunan.

* Nemesis adalah Dewi pembalasan.

* Horae adalah Dewi musim.

* Moerae adalah Dewi takdir.

* Tyche adalah Dewi keberuntungan.

* Nike adalah Dewi kemenangan.

* Asklepius adalah dewa pengobatan.

----

Para Pahlawan

* Herakles atau Hercules

* Theseus

* Achilles

* Aeneas

* Perseus

* Erechtheus

* Oedipus

* Pelops

* Battus

* Amphiaraus

* Akademos

* Homer

* Alexander Agung

* Odysseus

* Locus

====

MITOLOGY PARA DEWA-DEWI DI NEGARA BENIN , BENUA AFRIKA :

Pantai Benin pertama kali di temukan pada tahun 1470 an, tetapi baru pada tahun 1486 Joao Affoso D,Aveiro seorang utusan Portugis memasuki pedalamannya. D'Aveiro mencoba membangun ikatan diplomatik serta perdagangan dengannya .

Oba Benin adalah seorang raja mutlak di Benin yang dapat memerintahkan apapun yang di kehendaknya . Namun urusan pemerintahannya di serahkan kepada para penasihatnya , karena Oba waktunya habis untuk mengadakan upacara dan persembahan kurban yang tak terhitung banyakya, serta mengurus haremnya yang jumlahnya 100 orang lebih.

Dalam masalah kerohanian, Obalah yang paling tertinggi. Ia tidak hanya wakil semua dewa Benin, melainkan juga ia adalah pengejawantahan dewa . Dan tiap orang yang tidak mempercayainya akan di hukum mati sebagai ahli bid'ah.

Konsep dewa raja dimana raja selain sebagai kepala pemerintahan juga sebagai pemimpin agama, dimana raja mengidentifikasikan dirinya sebagai the holly man
( manusia suci ) , sebetulnya itu adalah bentuk atau cara raja untuk melegitimasi setiap kebijakannya dengan alasan titah raja adalah titah Tuhan , sehingga siapa yang menolak atau melanggar titah tersebut maka dianggap berdosa dan pantas untuk di hukum. Selain itu konsep ini juga sebagai cara untuk mengkekalkan kekuasaan raja sebagai penguasa di mana rakyat akan takut untuk melakukan pemberontakan atau makar karena takut untuk di hukum.

Oleh karena itu tidak lah heran jika masyarakat Benin sangat mempercayai akan adanya para dewa .

Dan mereka percaya pula bahwa Dewa yang tertinggi adalah yang menciptakan dunia . Tetapi mereka menganggap bahwa pemujaan terhadap dewa tertinggi itu sia-sia karena ia sudah sangat baik. Maka mereka memuja sejumlah dewa yang lebih rendah tinggkatannya, yang mereka anggap sebagai perantara kepada dewa tertinggi.

Kurban manusia tidak di persembahkan kepada dewa melainkan kepada setan yang dianggap sebagai biang keladi segala bencana. Jarang ada korban yang melawan bahkan ada kurban yang membantu hukuman dan anehnya ada beberapa orang yang suka rela mau di jadikan korban. Inilah gambaran betapa kuatnya mereka memegang kepercayaan.

Salah satu penguasa kerajaan Benin yang paling berhasil adalah Ewuare yang menjadi raja dari tahun 1440 sampai 1473. Sejarah Iisan mengisahkan bahwa ia adalah seorang tukang sihir yang hebat, seorang dokter dan seorang prajurit dan seorang pemberani dan bijaksana. Munurut cerita ia telah menguasai 201 kota dan desa .

Kesimpulan :

Konsep dewa-dewi , orang suci , orang saleh setelah mati akan menjadi orang suci , dengan anggapan kematiannya itu merupakan proses penyempurnaan kedudukannya  , itu semua adalah faham dan akidah agama-agama kafir .

****

SARANA KE 4 : 
TAWASSUL DENGAN JIN , KHODAM DAN PENGUASA GHAIB :

Jin dan Syeitan selain qorin ( syeitan yang selalu menyertai masing-masing manusia ) itu ada di mana-mana termasuk di dalam rumah kita .

Sikap kita kepada para Jin .

Dalam Hadits Abu Said al-Khudry radhiyallahu 'anhu Rosulullah besabda :  

«إِنَّ لِهٰذِهِ الْبُيُوتِ عَوَامِرَ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْهَا شَيْئًا فَحَرِّجُوا عَلَيْهَا ثَلَاثًا، فَإِنْ ذَهَبَ، وَإِلَّا فَاقْتُلُوهُ، فَإِنَّهُ كَافِرٌ».

" Sesungguhnya di setiap rumah-rumah ini ada 'awamir ( jin penunggu rumah ) nya. Jika kamu mendapati sesuatu di dalamnnya ( ular ), maka berilah ia tangguh tiga hari hingga ia pergi. Jika tidak, maka bunulah ia, karena ia adalah jin kafir ( syetan ) ." (HR. Muslim , Imam Malik dan Abu Daud ).

Dalam riwayat lain beliau bersabda :

«إِنَّ بِالْمَدِينَةِ جِنًّا قَدْ أَسْلَمُوا، فَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْهُمْ شَيْئًا فَآذِنُوهُ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ، فَإِنْ بَدَا لَكُمْ بَعْدَ ذٰلِكَ فَاقْتُلُوهُ، فَإِنَّمَا هُوَ شَيْطَانٌ».

" Sesungguhnya di Madinah itu terdapat para Jin yang telah masuk Islam , maka jika kalian melihat sesuatu dari kalangan mereka ( seperti ia menjelma jadi ular atau sejenisnya ), maka berilah ia izin tiga hari , maka jika setelah itu masih nampak pada kalian , bunuhlah , karena sesungguhnya ia adalah Syeitan ". ( HR. Muslim , Imam Malik , Abu Daud dan Turmudzi ).

Dalam hadits dlaif riwayat Abu Daud , Nabi bersabda :

«إِنَّ الْهَوَامَّ مِنَ الْجِنِّ فَمَنْ رَأَى فِى بَيْتِهِ شَيْئًا فَلْيُحَرِّجْ عَلَيْهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ فَإِنْ عَادَ فَلْيَقْتُلْهُ فَإِنَّهُ شَيْطَانٌ».

Hawamm ( binatang-binatang yang berbisa seperti ular ) itu dari jin ,  barang siapa yang melihat sesuatu dari jenis tersebut di dalam rumahnya , maka berilah ia tangguh tiga kali , jika ia kembali maka bunuhlah , karena sesungguhnya ia adalah syeitan ".
( HR. Abu Daud no. 5258 ) Hadits ini di dlaifkan Syeikh Albany .

Memanfaatkan Jin dalam bentuk apapun tidak di perbolehkan , termasuk mempertontonkannya meskipun dengan tujuan agar manusia bisa mengambil pelajaran serta meningkatkan ketakwaannya kepada Allah SWT . Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu meriwayatkan bahwa Nabi bersabda :

« إِنَّ عِفْرِيتًا مِنَ الْجِنِّ تَفَلَّتَ عَلَىَّ الْبَارِحَةَ لِيَقْطَعَ عَلَىَّ الصَّلاَةَ ، فَأَمْكَنَنِى اللَّهُ مِنْهُ فَذَعَتُّهُ ، وَأَرَدْتُ أَنَّ أَرْبِطَهُ إِلَى جَنْبِ سَارِيَةٍ مِنْ سَوَارِى الْمَسْجِدِ حَتَّى تُصْبِحُوا ، فَتَنْظُرُوا إِلَيْهِ كُلُّكُمْ أَجْمَعُونَ قَالَ فَذَكَرْتُ دَعْوَةَ أَخِى سُلَيْمَانَ : ﴿رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَهَبْ لِى مُلْكًا لاَ يَنْبَغِى لأَحَدٍ مِنْ بَعْدِى﴾ [ ص : 35 ]. قَالَ : فَرَدَّهُ خَاسِئًا ».

" Sesungguh Ifrit dari bangsa jin kemarin malam melompat di depanku untuk memutuskan ( kekhusyu'an ) shalatku , maka dengan izin Allah aku sempat mendorongnya dengan keras , dan aku ingin mengikatnya di sisi tiang dari tiang-tiang masjid hingga kalian bangun subuh , dan kalian semua bisa memandanginya " . Lalu beliau berkata : " ( Akan tetapi ) aku teringat doa saudaraku nabi Sulaiman : ' Ya Rabb-ku , ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku " [ QS. Shaad : 35 ] . Maka beliau mengembalikannya dalam keadaan terusir ". ( HR. Bukhori no. 461 dan Muslim no. 541 ). 

Minta bantuan dan perlindungan kepada jin dan syeitan :

Tidak di ragukan lagi bahwa minta perlindungan dan  pertolongan kepada Jin maupun syeitan merupakan hakikat dari bentuk penyembahan terhadap selain Allah subhanahu wa ta'ala . Namun yang dimaksud dengan jin dan syeitan dalam pembahasan di sini adalah dalam arti yang lebih khusus , yaitu penyembahan langsung kepada makhluk ghaib tanpa melibatkan benda-benda tertentu yang dianggap kramat atau menyebutkan nama makhluk selainnya , seperti wali dsb :

Allah SWT telah menceritaknnya dalam Al-Quran :

﴿أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ أُوتُوا نَصِيبًا مِنَ الْكِتَابِ يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ وَالطَّاغُوتِ وَيَقُولُونَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا هَؤُلَاءِ أَهْدَى مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا سَبِيلًا . أُولَئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللَّهُ وَمَنْ يَلْعَنِ اللَّهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ نَصِيرًا ﴾

" Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al Kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman. Mereka itulah orang yang dikutuki Allah.  Barang siapa yang dikutuki Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong baginya. ( QS. An-Nisaa : 51-52 ).

Umar bin Khoththob telah menfsiri kalimat « Jibt » dengan sihir , dan kalimat
« Thoghut » dengan Syeitan . Demikian pula penafsiran Ibnu Abbas , Abul 'Aliyah , Mujahid , Atho , 'Ikrimah , Said bin Jubair , Sya'by , Hasan Bashry , Dhohak dan Suday.

Manusia hanya diperbolehkan memohon perlindungan dan pertolongan kepada Allah SWT saja .

Allah SWT berfirman dalam beberapa ayat seperti berikut ini :

﴿وَإِمَّا يَنزغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نزغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ﴾.

" Dan apabila syeitan mengganggumu dengan suatu gangguan , maka mohonlah perlindungan kepada Allah , Sesungguhnya Dialah yang maha mendengar lagi maha mengetahi ". ( QS. Fushshilat : 36 ).

﴿وَقُلْ رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ .  وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُونِ﴾

" Dan katakanlah : Ya Rabb ku ( Tuhanku ) , aku berlindung kepada Mu dari bisikan-bisikan syeitan . Dan aku berlindung ( pula ) kepada Mu ya Rabbku ( Tuhanku ) dari kedatangan mereka pada ku ". ( QS. Al-Mu'minuun : 97-98 ).

﴿قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ . مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ﴾

" Katakanlah : aku berlindung kepada Rabb ( Tuhan ) yang menguasai subuh , dari kejahatan makhluknya ". ( QS. Al-Falaq : 1-2 ).

﴿قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ . مَلِكِ النَّاسِ . إِلَهِ النَّاسِ . مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ . الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ . مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ﴾.

Katakan : aku berlindung kepada Rabb ( Tuhan yang memelihara dan menguasai ) manusia , Raja manusia , Sesembahan Manusia , dari kejahatan ( bisikan ) syeitan yang biasa besembunyi , yang membisikan kejahatan ke dalam dada manusia , dari golongan jin dan manusia . ( QS. An-Naas : 1-6 ).

Jin yang beragama Islam menolak untuk dijadikan perantara dan pelindung :

Dalam Al-Qura'n Allah SWT menceritakan tentang penolakan para jin setelah masuk Islam untuk dijadikan wasiilah :

﴿قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِهِ فَلا يَمْلِكُونَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنْكُمْ وَلا تَحْوِيلا . أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا﴾

Artinya : Katakanlah: "Panggillah mereka ( orang-orang atau sesembahan ) yang kamu anggap ( tuhan ) selain Allah, maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya dari padamu dan tidak pula memindahkannya".

Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari Wasiilah ( jalan ) kepada Tuhan mereka , siapa di antara mereka yang lebih dekat ( kepada Allah ) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang ( harus ) ditakuti. ( QS . Al-Israa : 56-57 ).

Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitabnya Fathul Bari 8/320-321 berkata : " Maksud ayat tersebut adalah orang-orang yang dulunya telah menyembah para jin , mereka masih terus menerus menyembahnya , padahal jin-jin itu sudah tidak mau dan tidak ridlo jika dirinya di sembah karena mereka sudah masuk Islam , bahkan mereka sendiri ( jin-jin tadi ) sama juga sedang mencari Wasiilah ( cara untuk dapat mendekatkan diri ) kepada Rabb ( tuhan ) mereka ". Kemudian Ibnu Hajar berkata : " Dan inilah yang mu'tamad ( di jadikan pegangan ) dalam menafsiri ayat tersebut ".

Tawassul dengan Penguasa lembah , gunung dan tanah bertuah .

Kaum musyrikin arab jahilyah punya kebiasaan dan tradisi menjalin hubungan dengan Jin dan Syeitan serta minta perlindungan kepadanya , diantaranya dengan jin dan syeitan yang dianggap sebagai penguasa lembah dan tempat-tempat tertentu yang di anggap angker . Yang demikian itu seperti yang di nyatakan dalam ayat berikut ini :

﴿وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الإنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا﴾

Artinya : " Dan bahwasanya telah ada para laki-laki dari kalangan manusia meminta perlindungan kepada para laki-laki dari kalangan jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan ". ( QS. Al-Jinn : 6 ) .

Ibnu Katsir telah menafsiri ayat tersebut dengan mengatakan :

Yakni ( para lelaki dari kalangan Jin itu dengan bangga berkata ) : " Kami lihat bahwa kami ternyata lebih unggul ( mulia ) dari pada manusia , buktinya mereka minta perlindungan pada kami ".

Kemudian Ibnu Katsir melanjutkan perkataannya :

" Sudah menjadi tradisi masyarakat arab jahiliyah mereka jika hendak memasuki sebuah lembah atau tempat yang angker di gurun sahara dan lainnya , mereka terlebih dahulu meminta perlindungan kepada embah atau penguasa tempat itu dari kalangan Jin ( makhluk halus ) agar tidak tertimpa suatu keburukan atau sesuatu yang tidak di inginkan , seolah-olah manusia tersebut memasuki negeri musuh-musuhnya dan dia segera ambil posisi disamping pembesarnya , penanggung jawabnya dan pemilik suaka. Maka Jin-jin itu ketika melihat manusia berlindung kepadanya dari rasa takut darinya, mereka bukannya berusaha mengurangi rasa ketakutannya , malah sebaliknya semakin berusaha menambahi rasa ketakutan, kengerian dan kepanikan hingga seperti orang gila, bahkan terus melakukan upaya agar manusia itu terus menerus dihantui rasa takut yang lebih dasyat, dengan demikian semakin kuatlah keinginannya untuk selalu minta perlindungan kepada jin-jin tadi .

Dan yang paling merugikan dirinya adalah seperti yang di katakan Qotadah yaitu: semakin bertambahnya dosa-dosa mereka dan jin-jin itu akan semakin berani kepada orang-orang tadi ". ( Lihat Tafsir Ibnu Katsir 8/239 ).

Keyakinan lain yang terdapat pada kaum musyrikin arab jahiliyah yaitu keyakinan adanya pertalian nasab antara Allah SWT dengan jin-jin penguasa yang mereka mintai perlindungan ( Maha Suci Allah dari tuduhan tersebut ). Hal tersebut di ungkapkan dalam firman-Nya :

﴿وَجَعَلُوا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجِنَّةِ نَسَبًا وَلَقَدْ عَلِمَتِ الْجِنَّةُ إِنَّهُمْ لَمُحْضَرُونَ. سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يَصِفُونَ﴾

Artinya : " Dan mereka adakan (hubungan) nasab antara Allah dan antara jin. Dan sesungguhnya jin mengetahui bahwa mereka benar-benar akan diseret (ke neraka), Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan". (QS. Ash-Shoffat : 158-159).

****

SARANA KE 5 : 
TAWASSUL DENGAN PENGUASA LAUT DAN PANTAI :

ISTILAH LAIN-NYA :

A.            SEDEKAH LAUT

B.            RUATAN LAUT

C.            NGALAP BERKAH PENGUASA LAUT .

Hakikat penguasa laut dan pantai yang kultuskan oleh para pemujanya adalah Iblis laknatullah . Rosulullah pernah menceritakan tentang singgasana kerajaan Iblis . Dalam hadits Jabir radhiyallahu 'anhu , bahwa Rosulullah bersabda :

« إِنَّ إِبْلِيسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ ، ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ ، فَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً يَجِيءُ أَحَدُهُمْ ، فَيَقُولُ : فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا ، فَيَقُولُ مَا صَنَعْتَ شَيْئًا . قَالَ : وَيَجِيءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُولُ : مَا تَرَكْتُهُ حَتَّى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَهْلِهِ . قَالَ : فَيُدْنِيهِ مِنْهُ . أَوْ قَالَ : فَيَلْتَزِمُهُ ، وَيَقُولُ :  نِعْمَ أَنْتَ » . قَالَ أَبُو مُعَاوِيَةَ مَرَّةً : « فَيُدْنِيهِ مِنْه » .

Dari Jabir berkata bahwasanya Rasulullah bersabda : " Sesungguhnya iblis meletakkan singgasananya di atas air kemudian menyebarkan bala tentaranya dan yang paling dekat kedudukannya adalah yang paling besar fitnahnya. Salah satunya datang lalu berkata : ' saya telah melakukan ini dan ini ' , lalu iblis mengatakan : ' kamu tidak berbuat apa-apa' . Kemudian datang yang lain dan mengatakan : ' tidaklah aku meninggalkan manusia sehingga dia berselisih dengan keluarganya' . Maka iblis mendekatkan dia di sisinya , atau menjadikannya sebagai pendampingnya ,  dan dia mengatakan : 'kamu adalah sebaik-baik teman' ". ( HR.Muslim no. 2813 ).

Dalam riwayat lain dari Jabir radhiyallahu 'anhu ia berkata : aku mendengar Nabi bersabda :

« إِنَّ عَرْشَ إِبْلِيْسَ عَلَى الْبَحْرِ. فَيَبْعَثُ سَرَايَاهُ فَيُفتِنُوْنَ النَّاسَ. فَأَعْظَمُهُمْ عِنْدَهُ أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً ».

“Sesungguhnya singgasana iblis berada dilautan dan dikirimnya pasukannya, lalu mereka menimbulkan fitnah (kekacauan) antara sesama manusia. Maka orang yang paling mulia dari pasukan itu dalam pandangan iblis adalah yang paling besar kemampuannya dalam menimbulkan kekacauan. ( HR. Muslim no. 2812 dan Ibnu Hibban no. 6187 )

Imam Ahmad berkata bahwa telah bercerita kepadaku Yunus dari Hammad bin Salamah dari Ali dari Abu Nadlrah dari Abu Said bahwasanya Rasulullah SAWberkata kepada Ibnu Shayyad :

«مَا تَرَى ؟» قَالَ : أَرَى عَرْشًا عَلَى الْمَاءِ ، أَوْ قَالَ : عَلَى الْبَحْرِ حَوْلَهُ حَيَّاتٌ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ : «ذَاكَ عَرْشُ إِبْلِيس».

 “Apa yang kamu lihat ? Dia menjawab : saya melihat singgasana di atas air , atau dia menjawab : di atas laut yang dikelilingi oleh ular-ular. Maka Rasulullah bersabda : itu adalah singgasana iblis.” ( HR.Ahmad 23/356 no. 15165 )

Dalam riwayat Imam Muslim dari Abu Nadhrah dari Abu Said al-Khudry , dia berkata :

إنَّ  رَسُولُ اللَّهِ ﷺ لَقِيَ ابْنَ صَيَّادٍ وَمَعَهُ  أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ فِي بَعْضِ طُرُقِ الْمَدِينَةِ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ : أَتَشْهَدُ أَنِّي رَسُولُ اللَّهِ ؟ فَقَالَ هُوَ : أَتَشْهَدُ أَنِّي رَسُولُ اللَّهِ ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ : آمَنْتُ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ ، مَا تَرَى ؟ قَالَ : أَرَى عَرْشًا عَلَى الْمَاءِ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ : تَرَى عَرْشَ إِبْلِيسَ عَلَى الْبَحْرِ ، وَمَا تَرَى ؟ قَالَ : أَرَى صَادِقَيْنِ وَكَاذِبًا أَوْ كَاذِبَيْنِ وَصَادِقًا . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ : لُبِسَ عَلَيْهِ دَعُوهُ .

 Sesungguhnya Rosulullah bertemu Ibnu Shayyad di sebagian jalan-jalan yang ada di Madinah , dan saat itu beliau bersama Abu Bakar dan Umar , maka beliau bertanya kepada nya : " Apakah kamu bersaksi bahwa sesungguhnya aku adalah utusan Allah ? " Ibnu Shayyad menjawab : Apakah kamu juga besaksi sesungguhnya aku adalah utusan Allah ? Beliau menjawab : " Aku beriman kepada Allah , para malaikatnya dan kitab-kitabnya , apa yang kamu lihat ?", dia menjawab : Aku melihat singgasana di atas air . Rosulullah bersabda : " Kamu telah melihat singgasana Iblis di atas laut , apa lagi yang kamu lihat ? ", dia menjawab : aku melihat dua orang jujur dan seorang pendusta atau dua pendusta dan seorang yang jujur . Maka Rosulullah berkata : " Dia ini kacau balau , maka kalian tinggalkanlah dia ! ". ( HR. Muslim ) .

Semenjak dahulu di seluruh belahan dunia , para nelayan dan para penduduk pantai pada umumnya , terutama para penganut faham animisme ( penyembah roh-roh) menyakini bahwa ada penguasa gaib di laut, yang kepadanya mesti diberi persembahan agar mereka terhindar dari murkanya, dan sebaliknya mendapat limpahan berkah. Upaya menghindari kemurkaan penguasa samudera yang berwujud terhindar dari gulungan ombak besar, terjangan angin badai, pemangsaan binatang laut, dan sebagainya adalah hal yang penting menurut keyakinan mereka .

Dasar pemujaan mereka adalah ketakutan akan kekuatan Penguasa Laut yang konon Maha dahsyat.

Dalam kaitan itu, mereka beranggapan bahwa kedahsyatan dan keganasan samudera tak selalu mampu ditaklukkan dengan kekuatan lahiriyah , sehingga perlu ditempuh upaya lain, yakni dengan cara “menjinakkan” penguasa gaib-nya. Sebagai nelayan, berkah yang berupa melimpahnya ikan tangkapan di laut tentu amat diharapkannya. Mereka merasa tak cukup hanya dengan mengandalkan perangkat canggih penangkap ikan, namun perlu pula menyenangkan hati Si Penguasa Laut atau Pemberi Berkah dengan puja, sesaji ataupun dengan persembahan korban, yang semuanya ini merupakan " suap ( briber ) " terhadapnya. Bukan sekedar suap akan tetapi juga sebagai ujud nyata pengabdian , penghambaan diri , permohonan berkah serta perlindungan kepada si penguasa laut Iblis terkutuk tersebut .

Mereka berkilah : bahwa di balik ritus bahari tersebut tersirat adanya pernyataan syukur, ekspresi rasa terima kasih atas anugerah yang telah diberikan. Ketika para nelayan mengekspresikan rasa syukurnya dengan melempar kepala kerbau sembelihan atau melarung sebagian ikan tangkapannya ke laut, maka sesungguhnya mereka juga sedang berharap agar Sang Penguasa memberi anugerah yang lebih besar di kemudian hari. Pada ritus Tutup Layang  yang terjadi di Brondong, Lamongan misalnya, salah satu kelengkapan sesajian yang penting adalah ikan yang telah dimasak, dan tumpeng yang dilengkapi dengan hiasan berbentuk ikan-ikanan.

Maknanya adalah  : mendermakan sebagian dari rizki kepada Sang Penguasa Alam.

Ritus kebaharian atau ruatan laut , sesungguhnya sudah ada sebelum hadirnya agama-agama besar , terutama agama Islam . Artinya ia telah menjadi ritus sedari dulu , dan tradisi tersebut masih berlangsung hingga kini. Namun di kemudian hari ada upaya kalangan agama-agama tertentu untuk mengintervensi pada tradisi ini. Misalnya dengan cara menyisipakan doa menurut agama tertentu, atau menyesuaikan waktu pelaksanaannya dengan hari-hari besar agama tertentu , agar nampak bahwa ritual tersebut di syariatkan oleh agama masing-masing .

Aku katakan : Apapun alasan yang mereka buat untuk melegalisasikan hukum syar'i acara ritual tersebut , namun tetap saja apa yang mereka lakukan adalah ritual agama berhala .

****

BERBAGAI MACAM METOLOGI PENGUASA LAUT DAN ACARA RITUALNYA:

---

PENGUASA SUNGAI NIL Dalam Metology Mesir Kuno :

Dalam metology Mesir kuno di sebutkan bahwa masyarakat Mesir meyakini akan adanya penguasa sungai Nil , yaitu dewa Osiris dan dewi Isis .

Osiris dalam bahasa Yunani Usiris yang berarti dewa di alam baka. Osiris tidak hanya menghakimi orang-orang yg sudah mati di alam baka, tetapi dia juga membuat subur tumbuh-tumbuhan dan menyebabkan sungai Nil banjir.

Osiris anak Dewa Geb dari bumi dan Dewi Nut dari langit. Ia mempunyai saudara kembar laki-laki bernama Seth, dan adik perempuan kembar juga bernama Isis dan Nephthys. Setelah ayahnya pensiun dan tinggal di langit, Osiris meneruskan mengelola Mesir di muka bumi, dan mengawini adik perempuannya, Isis, sebagai permaisuri , dan Horus merupakan peranakannya. Osiris terkenal sebagai firaun yang getol mengajari rakyat Mesir, bagaimana menanam gandum dan anggur (tanaman) untuk menghasilkan roti dan anggur (minuman). Di bawah pengelolaannya, Mesir kuno menjadi negeri yang subur makmur, tata-tenteram, karta-raharja.

Tapi ia juga dimitoskan dibunuh oleh saudara kembarnya, Seth, yang iri melihat keberhasilannya sebagai firaun. Jenazahnya disemayamkan dalam piramida, dan ditiupi napas kehidupan oleh Isis . Setelah merasa segar sejuk , Osiris hidup kembali, dan bisa pulang ke langit, tempat ayahnya menikmati masa pensiun sebagai dewa. Ia menetap di bintang Alnitak.

Isis adalah dewi di mesir kuno keyakinan agama, ibadah yang tersebar di seluruh dunia Yunani-Romawi.  Dia dipuja sebagai ibu dan istri yang ideal serta pelindung alam dan sihir. Isis adalah Dewi keibuan, sihir dan kesuburan.

Di kemudian mitos, Kuno Mesir percaya bahwa Sungai Nil banjir setiap tahun karena kesedihan air matanya untuk kematian suaminya , Osiris .  Ini terjadinya kematian dan kelahiran kembali adalah mengenang kembali setiap tahun melalui ritual-ritual. Penyembahan Isis akhirnya menyebar ke seluruh dunia Yunani-Romawi, berlanjut hingga penindasan paganisme di era Kristen .

Kisah Ruatan Sungai Nil di Mesir pada masa kholifah Umar bin Khoththob radhiyallahu ‘anhu.

Ibnu Lahi'ah berkata : dari Qois bin Hajjaj dari orang yang bercerita padanya , dia berkata :

" Setelah Mesir di taklukkan ( pada masa Khilafah Umar radhiyallahu 'anhu ) , datanglah masyarakatnya menghadap 'Amr bin 'Ash – saat itu dia sebagai amirnya – ketika memasuki bulan Bauunah salah satu nama-nama bulan 'Ajam ( non arab ) , lantas mereka berkata :

Wahai Amir , sesungguhnya sungai Nil kami punya tradisi ( sunnah ) yang tidak akan mengalir airnya , kecuali jika kami melaksankan tradisi itu .

Beliau 'Amr bin 'Ash bertanya : " Tradisi apakah itu ? ".

Mereka menjawab : Yaitu setiap tanggal dua belas malam dari bulan ini lewat , kami mengambil seoarang gadis yang masih perawan yang berada bersama kedua orang tuanya , maka kami membujuk kedua orang tua gadis tersebut agar merelakannya , kemudian kami dandani dengan perhiasan dan pakaian yang terbaik , setelah itu kami melemparkannya ke sungai Nil ini .

Maka Amr bin 'Ash berkata kepada mereka : “ Yang demikian itu tidak ada dalam Islam , dan sesungguhnya Islam itu menghilangkan sesuatu yang telah ada sebelumnya".

Setelah mereka menunggu selama bulan Bauunah ternyata sungai Nil ini tetap tidak mengalir , kemudian akhirnya mereka berniat hendak melaksanakan tradisi tersebut , maka 'Amr buru-buru menulis surat kepada Umar bin Khoththob tentang hal tersebut , maka Umar pun menulis surat balasan yang bunyinya :

" Sesungguhnya apa yang telah kamu lakukan adalah benar , dan sungguh aku telah mengirimkan kepada mu selembar kartu di dalam suratku ini , maka lemparkanlah kartu itu ke sungai Nil ".

Setelah kitab itu nyampai , 'Amr pun mengambil kartu tersebut dan membukannya , ternyata di dalamnya terdapat tulisan yang kata-katanya :

" Dari hamba Allah , Umar , Amirul Mu'minin kepada sungai Nil penduduk Mesir. Amma Ba'du ( adapun setelah itu ) : …. Maka sesungguhnya kamu , jika kamulah yang mengalirkan air itu dari diri kamu maka kamu tidak akan bisa mengalirkannya . Dan jika Allah yang Maha Tunggal dan Maha Perkasa yang mengalirkan kamu , maka kami akan memohon kepada Allah agar mengalirkan kamu".

Maka Amr' pun melemparkan kartu tadi ke sungai Niil , dan pada hari Sabtu di pagi harinya mereka menemukan sungai Niil dengan izin Allah telah mengalir dengan ketinggian enam belas hasta dalam satu malam . Dan Allah Ta'ala telah menghilangkan tradisi tersebut dari masyarakat Mesir hingga hari ini " .

( Kisah ini di riwayatkan oleh Abul Qosim Al-Lalakai Ath-Thobary dalam kitabnya As-Sunnah . Di dalam sanadnya ada kelemahan . Ibnu Katsir dalam Tafsirnya 3/464 berkata : Di sanadnya terdapat Ibnu Lahi'ah , dan dia itu kodisinya di perdebatkan ". Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitabnya At-Taqrib berkata : Dia Shoduq dari thobaqot ke tujuh , dia hafalannya suka keliru setelah terbakar kitab-kitabnya ). 

----

PENGUASA LAUT Dalam mitologi Yunani :

Poseidon dikenal sebagai dewa penguasa laut, sungai, dan danau. Poseidon memiliki senjata berupa trisula yang bisa menyebabkan banjir dan gempa bumi. Poseidon merupakan pelindung bagi banyak kota di Yunani, meskipun dia gagal mendapatkan Kota Athena. Binatang kesukaannya adalah kuda dan banteng. Pohon pinus dikeramatkan baginya.

Orang Yunani kuno percaya jika Poseidon adalah dewa yang menciptakan pulau-pulau baru dan membuat laut menjadi tenang. Tetapi jika Poseidon sedang marah maka dia akan membenturkan trisulanya dan menyebabkan banjir, gempa bumi dan kehancuran kapal laut. Para pelaut berdoa pada Poseidon agar perjalanannya aman, terkadang dengan menenggelamkan kuda sebagai persembahan.

Tempat pemujaannya ada di seluruh Yunani dan Italia selatan tetapi Poseidon paling dipuja di Peloponnesia ( yang kemudian disebut oiketerion Poseidonos ) serta di kota-kota di pesisir Ionia. Yang dipersembahkan untuknya biasanya adalah banteng, namun babi hutan dan domba juga sering dikorbankan untuknya. Lomba balap kuda di Korinth dan Festival Panionia di Micale diselenggarakan untuk memujanya.

Poseidon adalah anak dari Kronus dan Rhea. Istri Poseidon adalah Amfitrit, seorang nimfa dan dewi laut kuno, anak Nereus dan Doris. Sebelum mereka menikah, Amfitrit, yang telah mengetahui reputasi buruk Poseidon mengenai wanita, bersembunyi di Samudera Atlantik. Poseidon mengirim berbagai makhluk laut untuk mencari Amfitrit tetapi mereka gagal. Poseidon lalu menyuruh lumba-lumba yang pada akhirnya berhasil menemukan Amfitrit dan membujuknya untuk menikah dengan Poseidon. Karena keberhasilannya, Poseidon mengangkat lumba-lumba menjadi konstelasi.

Kejahatan sexsual Poseidon dewa laut Yunani :

Ada seorang wanita bernama Tiro dinikahkan dengan Kretheus ( mereka mempunyai seorang anak, Aeson ) tetapi Tiro mencintai Enipeus, seorang dewa laut. Dia mengejar-ngejar Enipeus, yang menolaknya. Suatu hari, Poseidon bernafsu terhadap Tiro dan mengubah wujudnya menjadi Enipeus. Dari hubungan mereka lahirlah pahlawan kembar Pelias dan Neleus.

Poseidon juga punya hubungan gelap dengan cucunya sendiri, Alope yang kemudian melahirkan pahlawan Hippothoon. Kekryon (ayah Alope) mengubur Alope hidup-hidup namun Poseidon mengubahnya menjadi mata air, dekat Eleusis.

Poseidon pernah menyelamatkan Amimon dari seorang satir dan kemudian menzinahinya sampai Animon melahirkan seorang anak, Nauplius.

Poseidon juga pernah memperkosa seorang wanita bernama Kaeneus. Setelah melakukannya, Poseidon mengabulkan keinginan Kaeneus dengan mengubahnya menjadi prajurit pria.

===

MITOLOGY PENGUASA LAUT DI NUASANTARA DAN RITUALNYA :

---

Dewa Laut di Bagansiapi-api, Kabupaten Rokan Hilir, Riau :

Jauh sebelum pemerintah Inggris membangun pelabuhan laut terbesar di Singapura, orang sudah mengenal Pelabuhan Bagansia-piapi sebagai pusat perdagangan di Nusantara. Pelabuhan tertua ini juga sudah dikenal saudagar-saudagar dari mancanegara.

Meski kondisinya sekarang tidak sebesar dahulu, Pelabuhan Bagansiapiapi, khususnya bagi penduduk etnik Tionghoa yang tinggal di sana, masih dianggap memiliki arti tersendiri bagi kehidupan. Mereka percaya keberadaan dewa lautlah yang memberikan rezeki dan keselamatan mereka.

Upacara bakar Tongkang dan tari persembahan untuk Dewa Laut :

Apresiasi yang dilakukan orang untuk menghormati penguasa laut ini adalah dengan mengadakan setiap tahun upacara bakar tongkang sebagai wujud syukur dan persembahan dewa laut yang telah memberi kesejahteraan.

Upacara bakar tongkang itu kini bahkan sudah menjadi agenda rutin Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir , sekaligus fungsinya diperluas untuk menarik wisatawan dari mancanegara. Dalam acara tersebut memang ribuan etnik Tionghoa dari mancanegara seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan bahkan China hingga Amerika Serikat menghadiri upacara bakar tongkang itu.

Ritual diawali tari persembahan bagi para dewa khususnya dewa laut yang diyakini menyaksikan kemeriahan ritual setahun sekali itu. Tari persembahan yang diyakini masyarakat Tionghoa Bagansiapiapi tersebut diringi musik tradisional khas dari Negeri Tirai Bambu, China, dan beduk yang ditabuh keras.

Tari persembahan yang diperankan ratusan remaja Tionghoa itu dibawakan sambil berjalan dari kediaman bupati Rokan Hilir menuju kelenteng tempat dilakukannya acara puncak pembakaran replika tongkang. Acara ini diyakini juga dapat menolak bala serta mendatangkan rezeki dari dewa laut .

Setelah acara arak-arakan tarian, ritual ini biasanya diawali dengan doa memuji para dewa laut. Puncaknya replika kapal laut yang sudah diarak keliling kota dibakar pada sebuah tanah lapang. Warga memanjatkan doa kepada dewa laut memohon keberkatan dan rezeki yang melimpah untuk tahun-tahun berikutnya.

---

Mitology penguasa pantai laut selatan dan ritualnya :

Kepercayaan akan adanya penguasai lautan di selatan Jawa (Samudera Hindia) dikenal terutama oleh suku Sunda dan suku Jawa. Orang Bali juga meyakini adanya kekuatan yang menguasai pantai selatan ini.

Tidak diketahui dengan pasti sejak kapan legenda ini dikenal. Namun demikian, legenda mengenai penguasa mistik pantai selatan mencapai tingkat tertinggi pada keyakinan yang dikenal di kalangan penguasa kraton dinasti Mataram ( Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta ) bahwa penguasa pantai selatan, Kanjeng Ratu Kidul, merupakan "istri spiritual" bagi raja-raja di kedua kraton tersebut. Pada kala-kala tertentu, kraton memberikan persembahan di Pantai Parangkusuma, Bantul, dan/atau di Pantai Paranggupita, Wonogiri, kepada sang ratu.

Panggung Sanggabuwana di komplek kraton Surakarta dipercaya sebagai tempat bercengkerama sang Sunan dengan Kanjeng Ratu.

Konon, Sang Ratu tampil sebagai perempuan muda dan cantik pada saat bulan muda hingga purnama, namun berangsur-angsur menua dan buruk pada saat bulan menuju bulan mati.

Dalam keyakinan orang Jawa, Kanjeng Ratu Kidul memiliki pembantu setia bernama Nyai/Nyi Rara Kidul ( kadang-kadang ada yang menyebut Nyi Lara Kidul ).

Kalangan masyarakat Sunda menganggap bahwa Ratu Laut Selatan, dikenal sebagai Ratu Kidul, merupakan titisan dari seorang putri Pajajaran yang bunuh diri di laut selatan karena diusir oleh keluarganya. Alasan pengusiran adalah karena ia menderita penyakit yang membuat anggota keluarga lainnya malu.

Berbagai macam apresiasi dilakukan orang untuk menghormati penguasa laut ini, diantaranya seperti berikut ini :

Sedekah laut .

Masyarakat nelayan pantai selatan Jawa setiap tahun melakukan sedekah laut sebagai persembahan kepada sang ratu agar menjaga keselamatan para nelayan dan membantu perbaikan penghasilan. Upacara ini dilakukan nelayan di pantai Pelabuhan Ratu, Ujung Genteng, Pangandaran, Cilacap, dan sebagainya.

Tari Bedaya Ketawang .

Naskah tertua yang menyebut-nyebut tentang tokoh mistik ini adalah Babad Tanah Jawi.

Panembahan Senapati adalah orang pertama yang disebut sebagai raja yang menyunting Sang Ratu Kidul. Dari kepercayaan ini diciptakan Tari Bedaya Ketawang dari kraton Kasunanan Surakarta (pada masa Sunan Pakubuwana I), yang digelar setiap tahun, yang dipercaya sebagai persembahan kepada Kanjeng Ratu Kidul.

Sunan duduk di samping kursi kosong yang disediakan bagi Sang Ratu Kidul. Pengamat sejarah kebanyakan beranggapan, keyakinan akan Kanjeng Ratu Kidul memang dibuat untuk melegitimasi kekuasaan dinasti Mataram.

Larangan berpakaian hijau .

Peringatan selalu diberikan kepada orang yang berkunjung ke pantai selatan untuk tidak mengenakan pakaian berwarna hijau. Mereka dapat menjadi sasaran Nyai Rara Kidul untuk dijadikan tentara atau pelayannya.

Contoh Proses Acara Persembahan Bagi Sang Nyai

Pesta laut di Pelabuhan Ratu di Kabupaten Sukabumi adalah sebuah hajatan besar bagi warga setempat yang berlangsung setahun sekali. Tidak hanya melibatkan nelayan, tapi juga anggota masyarakat lainnya.

Menjelang hari H, berbagai persiapan dilakukan. Para pengisi acara, termasuk para penari, latihan di tempat upacara, yaitu Tempat Pelelangan Ikan ( TPI ) Pelabuhan Ratu.

Sementara itu di depan TPI, berlangsung upacara pemotongan kerbau. Hewan tersebut nantinya akan dibuang ke laut, sebagai persembahan kepada Nyai Roro Kidul. Uniknya, sebelum dipotong, sang kerbau dirias terlebih dulu.

Usai doa, hanya dalam hitungan menit, nyawa sang kerbau sudah melayang. Sejumlah nelayan mengambil darah hewan tersebut ke dalam gelas, dan menyiramkannya ke perahu mereka.

Mereka percaya, darah tersebut membawa berkah. Setelah itu, sejumlah orang dengan cekatan langsung menguliti dan memotong-motong daging kerbau tersebut.
Kurang dari satu jam kemudian, binatang tersebut telah menjadi potongan-potongan daging. Kepalanya yang utuh, ditaruh terpisah, sebab akan disatukan dengan sesaji untuk acara puncak labuh saji, yang akan berlangsung esok harinya. Sedangkan daging dan isi perutnya, disumbangkan kepada masyarakat setempat.

Ada empat sesaji yang dibuat, masing-masing dimasukkan ke dalam semacam tandu, atau dalam bahasa setempat, disebut dongdang. Tiga dongdang yang berisi tumpeng, makanan dan minuman lainnya, dan tumbuh-tumbuhan, akan dibawa keesokan harinya, untuk dibuang ke laut. Sedangkan satu dongdang lagi berisi sesaji pendamping kepala kerbau.

Sementara itu, sejak jam 9 malam, dipentaskan wayang golek. Pementasan ini merupakan hiburan menarik bagi ratusan warga setempat. Hingga lewat tengah malam, mereka asyik mengikuti pertunjukan wayang tersebut.

Tepat tengah malam, pementasan wayang golek dihentikan untuk sementara. Inilah awal dari saat-saat terpenting, dimana dongdang yang berisi sesaji dan kepala kerbau, didoakan. Siap untuk dipersembahkan kepada Ratu Kidul esok hari.

Upacara labuh saji

Upacara ini diawali dengan prosesi dari gedung pendopo ke tempat pelelangan ikan.

Dalam barisan peserta prosesi, selain ada para penari yang akan mengisi acara, ada seorang perempuan yang berdandan ala Nyai Roro Kidul. Berpakaian serba hijau, dengan rambut dipenuhi rangkaian melati.

Jarak dari pendopo ke TPI tidak sampai satu kilometer.

Di TPI, sang ratu disambut dengan tari-tarian. Tempat upacara dipenuhi oleh para undangan dan masyarakat setempat.

Selesai atraksi kesenian, sampailah acara pada puncaknya, labuh saji atau pembuangan saji. Di tengah laut, sesaji dan kepala kerbau di buang sebagai persembahan .

Begitu sesaji dibuang, serentak para nelayan melompat ke dalam laut. Mereka berebut mengambil air laut tempat sesaji dibuang, dan menyiramnya ke kapal masing-masing. Harapannya tidak lain, agar mereka mendapat rezeki lebih banyak, di hari-hari mendatang.

Bagi masyarakat di Pelabuhan Ratu, legenda Ratu Kidul adalah salah satu penopang bagi mereka untuk tetap percaya laut akan selalu memberi kehidupan bagi mereka sekeluarga. Dan upacara labuh saji menjadi manifestasi kepercayaan tersebut.

----

Acara ritul Bekti Jolo Nidhi di daerah Pantai Samas Yogyakarta .

Upacara ini dilaksanakan oleh para nelayan di daerah Pantai Samas Yogyakarta pada Bulan Suro. Mereka menggelar upacara ini untuk mengucapkan terima kasih kepada Tuhan lewat penjaga pantai selatan atas hasil yang boleh mereka terima selama 1 tahun ini. Selain itu, mereka juga memohon berkah keselamatn dan rejeki yang melimpah di masa mendatang.

Seorang warga desa setempat menyiapkan berbagai macam sesaji yang akan dilarung bersama dengan kepala kerbau. Ada berbagai macam sesaji yang masing-masing mempunyai maksud dan tujuan sendiri.

Inilah kepala kerbau yang akan dilarung dalam upacara Bekti Jala Nidhi. Kerbau menjadi simbol kemakmuran .

Mesin tempel kapal ini pun tak luput dari sesaji. Hal ini mereka lakukan sebagai ucapan terima kasih atas kebersamaan para nelayan dengan alat-alat mereka yang telah membantu pekerjaan para nelayan. Inilah yang menjadi inti dalam perayaan Bekti Jala Nidhi ini.

Sesaat sebelum pelarungan persembahan, tokoh masyarakat dan juru kunci kampung setempat bersama-sama memanjaatkan doa.

Menaburkan beras kuning sebelum dimulainya pelarungan kepala kerbau.

Para Nelayan melarung kepala kerbau ke tengah lautan. Mereka berharap, kurban persembahan kepada penguasa laut ini akan membawa berkah dan hasil ikan yang melimpah di tahun mendatang.

---

Penguasa Laut dan ritualnya di pantai Jaring Halus, Kabupaten Langkat :

Masyarakat di Jaring Halus pada umumnya adalah nelayan yang banyak bergantung pada keadaan laut. Ketika mereka menghadapi tantangan laut yang dapat menimbulkan masalah bagi kehidupan mereka, mereka akan mengadakan ritual (jamuan laut) agar mereka dapat terhindar dari malapetaka ketika melaut sehingga hasil tangkapan tetap memadai. Upacara ini dipimpin oleh seorang pawang yang dipercayai mempunyai kemampuan khusus yang berhubungan alam supranatural. Dengan kemampuan ini melalui mantera-mantera yang diucapkannya, dia mampu berinteraksi dengan penguasa laut yang tidak kasat mata. Upacara ini dilakukan dengan memberikan sesajian persembahan kepada penguasa laut yang dipercayai oleh masyarakat tersebut sebagai suatu kekuasan yang dapat memberikan keuntungan atau kebahagiaan, dan kemarahan yang dapat mengurangi rezeki bagi kehidupan mereka.

Benda-benda yang dipersembahkan dalam upacara jamuan laut oleh masyarakat di Jaring Halus, Kabupaten Langkat :

Persembahan Berupa Makanan dan Jenis Tumbuhan .

Beras Putih , Beras Kuning , Bertih ( padi yang disangrai, digongseng atau digoreng tanpa menggunakan minyak makan ) , Sembilan Pohon Bakau , Limau Purut .

Persembahan Berupa Hewan dan lainnya :

·                     Kambing hitam jantan disembelih. Bagian kepala dan darahnya diambil sebagai pelengkap upacara, sedangkan dagingnya dimasak dan dimakan bersama sebagai hidangan.

·                     Dua Ekor Ayam Putih. Disembelih dan darahnya diambil sebagai persembahan dalam upacara. Ayam putih melambangkan penghargaan terhadap panglima tertinggi mahluk halus laut agar masyarakat nelayan terhindar dari bahaya laut.

·                     Logam, Cawan dan Pakaian Putih Logam .

·                     Darah, Tulang dan Air

·                     Gambar Ikan

·                     Kemenyan ( asap kemenyan yang dibakar pawang ketika memulai upacara melambangkan komunikasi antara pawang dengan mahluk-mahluk halus dengan harapan agar mahluk halus tidak mengganggu masyarakat ketika melaut ) .

·                     Pawang Berpakaian Serba Putih .

·                     Mantera-mantera berbentuk syair .

Mantera yang diucapkan oleh pawang berupa syair merupakan media komunikasi antara pawang dengan penguasa laut atau penunggu laut yang bagian-bagiannya sering diulang-ulang dengan anapora, epifora, simplok, dan responsi yang tidak saja menggambarkan keindahan berbahasa, tetapi juga diyaini mengandung kekuatan supranatural.

===

Contoh mantera yang di ucapkan pawang RUATAN LAUT tersebut :

---

Contoh pertama :

Assalamu’alaikum alaikumussalam

ampun beribu ampun

maaf beribu maaf

---

nenek air jembalang air

yang duduk di atas air di tepi air

nenek yang alus bahasa alus

anak cucu yang kasar bahasa kasar

maaf beribu maaf

ampun beribu ampun

---

nenek air jembalang air

yang duduk di atas air

jangan diulah-ulahi anak cucu

--

wahai nenek, nenek air jembalang air

yang duduk di atas air di tepi air

ampun beribu ampun

maaf beribu maaf

terimalah persembahan anak cucu

---

wahai nenek air jembalang air

yang duduk di atas tepi air

banyak bertanda ada

sikit tanda terkenang

inilah persembahan anak cucu

hendaklah diterima

---

wahai nenek air jembalang air

yang duduk di atas tepi air

maaf beribu maaf

ampun beribu ampun .

==

Contoh kedua :

Assalamu’alaikum ‘alaikumussalam

nenek puteri hijau

yang diam di galah jambu air

tempat jin turun berkecimpung

ampai pusat tasek pauh jenggi

galah jambu air

---

yang maha kuasa tanggungjawab

sampai pusat tasik pauh jenggi

mohon beta minta ampun minta maaf

terimalah persembahan anak cucu

---

nenek puteri hijau

banyak tanda ada

sikit tanda terkenang .

---

Saya kira cukup untuk sekedar untuk contah acara-acara Ritus Bahari atau Ruatan Laut yang ada di Dunia ini .

Kesimpulan :

Penguasa laut adalah iblis yang terkutuk . Bertawassul dengannya jelas-jelas kemungkaran yang nyata dan merupakan salah satu bentuk penyekutuan terhadap Allah SWT .

Acara pesta laut atau ruatan atau ritus bahari adalah tradisi kaum animisme dan para pemeluk agama berhala .

----

Bagaimanakah hukum menghadiri acara ruatan penguasa laut ?

Dalam hadits riwayat Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu , disebutkan bahwa Rosulullah bersabda :

« مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ, فَهُوَ مِنْهُمْ »

" Barang siapa menyerupai sebuah kaum , maka dia dari golongan mereka " .
( HR. Abu Daud no. 4033 dan Ibnu Hibban serta menshahihkannya , dan Syeikh Albany berkata : " Hasan Shahih ".)

Kajian ruatan ini saya tutup dengan beberapa firman Allah SWT :

a.                   Perintah memohon kepada Allah dengan menyebut nama-namaNya yang maha indah ( asmaaulhusna ) , serta ancaman bagi orang yang berpaling dari Nya .

﴿وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالإنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالأنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ. وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُون﴾.

" Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.  Mereka itulah orang-orang yang lalai.

Hanya milik Allah asmaulhusna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaaulhusna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan ". ( QS. Al-A'raf : 179 – 180 ).

b.                  Sesembahan-sesembahan yang mereka panggil-panggil saat berdoa , sebenarnya mereka itu sangat lemah dan tidak punya kemampuan apa-apa , hanya prasangka manusia saja yang membesar-besarkannya . Allah berfirman :

﴿إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَنْ يَخْلُقُوا ذُبَابًا وَلَوِ اجْتَمَعُوا لَهُ وَإِنْ يَسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْئًا لا يَسْتَنْقِذُوهُ مِنْهُ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ﴾

" Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah ". ( QS. Al-Hajj : 73 ).

Dan Allah SWT berfirman :

﴿مَثَلُ الَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْلِيَاءَ كَمَثَلِ الْعَنْكَبُوتِ اتَّخَذَتْ بَيْتًا وَإِنَّ أَوْهَنَ الْبُيُوتِ لَبَيْتُ الْعَنْكَبُوتِ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ﴾

" Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung ( wali-wali ) selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui ". (QS. Al-Ankabut: 41 ).

c.                   Hati jika sudah buta dan berpaling dari syariat Allah :

﴿أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الأرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا فَإِنَّهَا لا تَعْمَى الأبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ ﴾.

" Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar ? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada ". ( QS. Al-Hajj : 46 )

﴿وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ . وَإِنَّهُمْ لَيَصُدُّونَهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ مُهْتَدُونَ﴾.

" Barang siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al Qur'an), Kami adakan baginya setan (yang menyesatkan) maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.

Dan sesungguhnya setan-setan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk. ( QS. Az-Zukhruf : 36-37 ).

﴿وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا ﴾.

"Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu , dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali ". ( QS. An-Nisaa : 115 ).

﴿فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ﴾

" Maka tatkala mereka berpaling ( dari kebenaran ), Allah memalingkan hati mereka; dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang fasik ". (QS. Ash-Shaf : 5).

﴿وَقَيَّضْنَا لَهُمْ قُرَنَاءَ فَزَيَّنُوا لَهُمْ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَحَقَّ عَلَيْهِمُ الْقَوْلُ فِي أُمَمٍ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِمْ مِنَ الْجِنِّ وَالإنْسِ إِنَّهُمْ كَانُوا خَاسِرِينَ﴾.

" Dan Kami tetapkan bagi mereka teman-teman yang membuat mereka mengira bagus apa yang ada di hadapan dan di belakang mereka dan tetaplah atas mereka keputusan azab pada umat-umat yang terdahulu sebelum mereka dari jin dan manusia; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang merugi ". ( QS. Fushshilat : 25 ) .

****

SARANA KE 6 : 
BERTABARRUK DENGAN BENDA PUSAKA DAN BENDA KRAMAT :

Beraneka ragam bentuk sesembahan atau berhala yang ada di Jazirah Arab diantaranya adalah benda-benda yang di kramatkan . Dulu masing-masing kabilah memiliki sesembahan atau berhala atau sesuatu yang di keramatkan di daerahnya . Berhala-berhala yang di kramatkan tersebut ada yang berupa Pepohonan , Bebatuan , pohon kurma dan lain sebagainya , sehingga dari semua jenis sesembahan tersebut telah memadati sekeliling Ka'bah yang jumlahnya saat itu ada 360 sesembahan . Bukan hanya itu saja , bahkan masing-masing orang di setiap rumah nya memiliki berhala atau sesembahan , kebanyakan berbentuk benda pusaka yang di keramatkan  . ( Lihat kitab Ighotsah Lahfan 2/203 ).

Ibnu Ishaq menceritakan tentang kondisi masyarakat arab Jahiliyah bahwa :
" Setiap penghuni masing-masing sebuah rumah telah menempatkan sesembahan
( benda pusaka ) di rumahnya masing-masing . Sudah menjadi kebiasaan jika salah seorang dari mereka hendak melakukan safar ( perjalanan jauh ) maka sebelum keluar dia lakukan terlebih dahulu mengusap-usap sesembahan ( benda pusaka ) tersebut  , begitulah dan seterusnya dia awali sebelum berangkat dengan melakukan hal tersebut , dan di akhiri dengan itu pula saat datang atau tiba ".

Kemudian Ibnu Ishak berkata pula :  " Dan sudah menjadi tradisi pula jika seseorang bepergian jauh kemudian singgah di sebuah persinggahan , dia akan memungut empat batu , maka dia pilih mana yang paling bagus ( antik ) kemudian menjadikannya sebagai tuhan ( benda kramat. pen) , dan menjadikan ketiga batu sisanya sebagai tungku api untuk tempat panci alat masaknya . Dan ketika hendak meninggalkan persinggahan tersebut , maka ia tinggalkan pula batu yang di jadikan tuhan tersebut , kemudian dia mengulangi lagi perbuatan tersebut setiap kali singgah di sebuah persinggahan . ( Lihat Mukhtashar Ma'arij Qobul 1/79 ).

*****

Hukum bertabarruk dengan jimat dan benda pusaka .

Dari Abdullah bin 'Ukaim , bahwa Rosulullah bersabda :

« مَنْ تَعَلّقَ شَيْئاً وُكِلَ إِلَيْهِ" »

" Barangsiapa menggantungkan sesuatu benda ( dengan anggapan bahwa benda itu bermanfaat atau dapat melindungi dirinya ) , niscaya Allah menjadikan dia
selalu bergantung ( bertawakkal ) kepada benda tersebut."

Tingkatan hadits adalah Hasan . ( HR. Ahmad 4/130 , 311 , Turmudzi no. 2072 , Hakim 4/216 , Abdurrazaq 11/17 no. 1972 dari Hasan Bashry secara mursal . Akan tetapi hadits ini di hasankan oleh Syeikh Al-Albaany dalam Shahih Turmudzi no. 1691 . Dan Syeikh Al-Banna dalam kitab Al-Fathur Rabbany 17/188 berkata : " Hadits ini derajatnya tidak kurang dari hasan , apalagi banyak saksi-saksi yang menguatkannya . Wallohu a'lam " ).

Dari Uqbah bin 'Amir radhiyallahu 'anhu bahwa Rosulullah bersabda :

« من تعَلَّق تَمِيمَةً فقد أشْرك »

“Barang siapa yang menggantungkan tamimah maka ia telah berbuat kesyirikan”.

Hadits Shahih . ( HR. Ahmad 4/156 dan Al-Hakim 4/219 . Al-Haitsami berkata : "Hadits ini di riwayatkan Ahmad dan Tabroni , dan semua orang-orang Imam Ahmad adalah para perawi tsiqoot ( di percaya ) " . Al-Mundziry dalam At-Targhiib 4/307 berkata : " Perawi Imam Ahmad semuanya tsiqoot ( dipercaya ). Hadits ini di Shahihkan oleh Al-Hakim dan Syeikh Al-Albaany di Shahihah no. 492 ).

Dari Uqbah bin 'Amir Al-Juhany radhiyallahu 'anhu dia mendengar Rosulullah bersabda :

« مَنْ عَلَّقَ تَمِيمَةً فَلاَ أَتَمَّ اللَّهُ لَهُ ، وَمَنْ عَلَّقَ وَدَعَةً فَلاَ وَدَعَ اللَّهُ لَهُ »

"Barang siapa yang menggantungkan tamimah maka Allah tidak akan mengabulkan keinginannya, dan barang siapa yang menggantungkan Wada’ah  maka Allah tidak akan memberikan ketenangan kepadanya " .

Hadits hasan . ( HR. Ahmad 4/154 dan Al-Hakim 4/216 , dan dia menshahihkannya serta di setujui Adz-Dzahaby . Telah berkata Ibnu Hajar Al-Haitsami dalam Majma' Zawaid 5/103 : " Haditst ini diriwayatkan Ahmad , Abu Ya'la dan Tabrony , para perawinya dipercaya ( Tsiqoot ). Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalany berkata dalam kitab Ta'jil : " Rijal haditsnya orang-orang yang dipercaya ". Dan telah berkata Al-Mundziry : " Sanadnya Bagus ".   

Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu menuturkan : Aku telah mendengar Rasulullah bersabda:

«إنّ الرّقَى وَالتّمائمَ وَالتّوَلَةَ شِرْك » .

" Sesungguhnya ruqyah, tamimah, dan tiwalah adalah syirik."

Hadits Shahih . (HR Imam Ahmad 1/381 , Abu Dawud no. 3883 , Ibnu Majah no. 3530 , Al-Baghowi di Syarhus Sunnah 12/156-157 dan Al-Hakim 4/217-218 , dan dia berkata : " Ini hadits Shahih sanadnya sesuai syarat Bukhory dan Muslim " dan disetujui oleh Dzahaby . Dan hadits ini di Shahihkan syeikh Al-Albaany dan di hasankan sanadnya oleh syeikh Ahmad Syakir ).

Tamimah : asalnya adalah sesuatu yang dikalungkan di leher anak anak sebagai penangkal atau pengusir penyakit, pengaruh jahat yang disebabkan oleh rasa dengki seseorang atau rasa kagum , dan lain sebagainya. Dan terkadang di kalungkan pada orang dewasa , baik lelaki maupun perempuan . ( Pembahasannya menyusul ).
Wada’ah : sesuatu yang diambil dari laut, menyerupai rumah kerang ; menurut anggapan orang orang jahiliyah dapat digunakan sebagai penangkal penyakit. Termasuk dalam pengertian ini adalah jimat .

Tiwalah : sesuatu yang dibuat dengan anggapan bahwa hal tersebut dapat membikin seorang istri mencintai suaminya atau seorang suami mencintai istrinya
( di sebut pula pengasihan ) dan tiwalah ini sejenis sihir .

Ruqyah : yaitu yang disebut pula Azimah. Ruqyah adalah : penyembuhan suatu penyakit dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur'an atau doa-doa atau mantra-mantra.

Ruqyah ini khusus diizinkan selama penggunaannya bebas dari hal-hal syirik . Di riwayatkan dari Auf bin Malik , dia berkata : Kami dulu di masa Jahiliyah biasa meruqyah , maka kami bertanya : Wahai Rosulullah , bagaimana menurut engkau dalam hal demikian ? Beliau bersabda :

« اعْرِضُوا عَلَىَّ رُقَاكُمْ لاَ بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ تَكُنْ شِرْكًا ».

" Perlihatkanlah padaku ruqyah-ruqyah kalian , tidak mengapa (boleh-boleh saja) dengan ruqyah yang tidak terdapat kesyirikan ". ( HR. Abu Daud 4/13 no. 3888 , dan di Shahihkan oleh Syeikh Al-Albaany).

Syarat-syarat Ruqyah yang di bolehkan :

1-                 Bacaanya dari Al-Qur'an atau dzikir-dzikir dan do'a-do'a yang di syariatkan .

2-                 Menggunakan bahasa arab atau bahasa yang jelas dan di fahami .

3-                 Tidak mengandung kesyirikan .

4-                 Berkeyakinan hanya sebagai sebab tanpa mengurangi rasa tawakkal kepada Allah.

5-                 Yang meruqyah bukan seorang dukun .

( Pembahasan yang lebih rincinya insya Allah pada kesempatan lain ).

Tamimah :

Tamimah juga identik dengan Jimat atau Pusaka : yaitu segala sesuatu yang di gantungkan atau sesuatu yang digunakan dengan tujuan untuk menyempurnakan suatu kebaikan bagi hamba tersebut atau untuk menolak bala dan mara bahaya .

Termasuk Tamimah adalah suatu benda yang diambil dari kulit atau kertas terdapat tulisan dzikir-dzikir , doa-doa dan mantra-mantra yang di gantungkan di dada atau di ikat di lengan tangan .

Dan termasuk tamimah adalah suatu benda yang di letakkan di atas pintu , di kendaraan atau di tempat mana saja dengan tujuan seperti di atas .

Tamimah yang di haramkan

Yaitu jimat , isim atau wafaq yang didalamnya terdapat ungkapan minta pertolongan kepada selain Allah , seperti memohon kepada para Malaikat , para Nabi , para sahabat , para wali , para leluhur atau makhluk halus , meskipun hanya mencantumkan nama-namanya saja . Dan termasuk yang di haramkan adalah bebatuan , batu merjan , batu aqiq , tali busur , benang , benda pusaka , keris , tulang belulang , tulang harimau dan lain sebagainya dengan tujuan untuk mendatangkan manfaat dan keberuntungan , atau menolak kesialan dan mara bahaya . Padahal Allah SWT tidak pernah menetapkan pada benda-benda tersebut sebagai sebab untuk tujuan tertentu semenjak awal penciptaanya , dan Allah Ta'ala sama sekali tidak pernah menurunkan syariat tersebut kepada Rosul Nya .

Kemudian jika pemakainya berkeyakinan bahwa itu hanya sebagai sababiyah , hakikatnya Allah yang menentukkan , maka ia telah melakukan syirik kecil , ia berdosa tapi tidak membuatnya keluar dari Islam , dan tidak membuatnya kekal dalam Nereka , dia masih ada harapan untuk diampuni dosanya jika Allah menghendakinya .

Tapi jika ia berkeyakinan bahwa benda-benda tersebut memiliki kekuasaan gaib yang bisa memenuhi harapannya seperti kekuasaan Allah subhanahu wata'ala , maka ia telah melakukan syirik besar , yang bisa menghapus semua amalannya dan mengekalkan dirinya dalam api nereka jika ia mati belum sempat bertaubat dan masih dalam kondisi seperti itu .

Tamimah dari ayat-ayat Al-Quran dan Hadits Nabi :

Apabila yang digantungkan itu berasal dari ayat-ayat Al-Qur'an , seperti meletakkan Al-Quran di rumahnya dengan tujuan untuk menolak 'ain ( pengaruh jahat yang disebabkan oleh pandangan mata yang disertai rasa dengki seseorang atau rasa kagum ) atau mengalungkan sesuatu di dadanya seperti surat Al-Ikhlas , ayat Kursi , atau Asmaul Husna untuk menolak 'ain atau mara bahaya , maka ini juga termasuk katagori Tamimah , dan apakah yang seperti ini di bolehkan atau tidak ?

Para ulama salaf ada dua pendapat :

Pertama : pendapat yang membolehkan . Yaitu pendapat sahabat Nabi Abdullah bin 'Amr bin 'Ash dan riwayat yang nampak dari 'Aisyah istri Nabi . Pendapat Abu Ja'far Al-Baqir dan Ahmad bin Hanbal dalam satu riwayat .

Mereka mengarahkan hadits-hadits yang berkaitan dengan larangan menggantungkan tamimah kepada tamimah yang mengandung unsur kesyirikan.

Kedua : pendapat yang melarang . Yaitu pendapat dua orang sahabat Nabi Ibnu Mas'ud dan Ibnu 'Abbas . Dan pendapat ini adalah yang nampak dari pendapat para sahabat Nabi lainnya Hudzaifah , Uqbah bin 'Amir dan Ibnu 'Ukaim . Dan juga pendapat segolongan para tabiin , diantaranya sahabat-sahabat Ibnu Masud seperti Ibrahim An-Nakhoi , 'Alqomah , Ubeidah , Robi' bin Khutseim , Al-Aswad dan semua sahabat-sahabat Ibnu Masud .  Sahabat-sahabat Imam Ahmad juga berpendapat demikian . Dalam satu riwayat di sebutkan bahwa kebanyakan sahabat-sahabtnya telah memilih pendapat ini . Dan telah menjadi ketetapan ulama-ulama Hanbali yang datang akhir kemudian .

Mereka berhujjah dengan keumuman hadits-hadits larangan tamimah .

( Lihat : At-Tamhid li Syarhi Kitabit Tauhid 1/148 ).

Sebaiknya Tamimah yang dari ayat Al-Qur'an atau hadits Nabi juga ditinggalkan, karena tidak ada dasarnya dari syara'; bahkan hadits yang melarangnya bersifat umum, tidak seperti halnya ruqyah, ada hadits lain yang membolehkan. Disamping itu apabila dibiarkan atau diperbolehkan akan membuka peluang untuk menggunakan tamimah yang haram. Wallahu a'lam .

Imam Waki' guru Imam Syafii meriwayatkan bahwa Sa'id bin Jubair berkata: "Barangsiapa memutus suatu tamimah dari seseorang , maka tindakannya itu sama dengan memerdekakan seorang budak."

Dan Waki' meriwayatkan pula bahwa Ibrahim ( An-Nakha'I ) berkata : " Mereka ( para sahabat Abdullah bin Mas'ud ) membenci segala jenis tamimah, baik dari ayat-ayat Al-Qur'an atau bukan dari ayat-ayat Al-Qur'an."

Kata-kata Ibrahim An-Nakha'i tersebut tidaklah bertentangan dengan perbedaan pendapat yang telah disebutkan, karena yang dimaksud Ibrahim adalah para sahabat 'Abdullah bin Mas'ud, antara lain: 'Alqamah, Al-Aswad, Abu Wa'il, Al-Harits bin Suwaid, 'Ubaidah As-Salmani, Masruq, Ar-Rabi' bin Khaitsan, Suwaid bin Ghaflah. Mereka ini adalah tokoh generasi Tabi'in.

Dalil - dalil lain yang erat kaitannya dengan masalah jimat dan benda pusaka :

Hadits Abu Basyir Al-Anshary :

Dari Abu Basyir Al-Anshary radhiyallahu 'anhu :

أَنَّهُ كَانَ مَعَ رَسُولِ اللهِ ﷺ فِي بَعْضِ أَسْفَارِهِ، وَالنَّاسُ فِي مَبِيتِهِمْ ، فَأَرْسَلَ رَسُولُ اللهِ ﷺ رَسُولاً أَنْ لاَ يَبْقَيَنَّ فِي رَقَبَةِ بَعِيرٍ قِلاَدَةٌ مِنْ وَتَرٍ أَوْ قِلاَدَةٌ إِلاَّ قُطِعَتْ .

Sesungguhnya dia pernah bersama Rasulullah SAWdalam salah satu perjalanan beliau, lalu beliau mengutus seorang utusan ( untuk memaklumkan ): "Supaya tidak terdapat lagi di leher unta kalung dari tali busur panah atau kalung apapun, kecuali harus diputuskan."

( HR.  Al-Bukhari no. 3005 , Muslim , al-libas no. 105 dan Abu Daud no. 2552 ).

Dari Imran bin Husein radhiyallahu 'anhu menuturkan bahwa Rasulullah melihat seorang laki-laki memakai gelang yang terbuat dari kuningan, kemudian beliau bertanya :

"مَا هَذِهِ؟" قَالَ : هَذِهِ مِنَ الْوَاهِنَةِ. فَقَالَ : " انْزِعْهَا , فَإِنّهَا لاَ تَزِيدُكَ إِلاّ وَهْناً ، فإنَّكَ لوْ مِتَّ وهي عليْك ، ما أَفْلَحتَ أبداً ".

“Apakah itu ?”, orang laki-laki itu menjawab : “gelang penangkal penyakit”, lalu Nabi bersabda : “lepaskan gelang itu, karena sesungguhnya ia tidak akan menambah kecuali kelemahan pada dirimu, dan jika kamu mati sedangkan gelang ini masih ada pada tubuhmu maka kamu tidak akan beruntung selama-lamanya ".

( HR. Ahmad 4/445 , Ibnu Majah no. 3531 dan Ibnu Hibban no. 1410 .

Hadits ini di Shahihkan oleh Al-Hakim dan di setujui oleh Adz-Dzahaby . Akan tetapi di dlaifkan oleh Syeikh Al-Albaany di Silsilah ahaadits Dlaifah no. 1029 . Yang rajih adalah yang di katakana Al-Busyeiry dalam kitabnya az-Zawaid : " Isnadnya hasan , karena orang yang bernama Mubarok ini adalah ibnu Fadlolah ".

Imam Ahmad 28/205 , 210 , Abu Daud no. 36 dan An-Nasai no. 5067 meriwayatkan dari Ruwaifi', katanya : " Rasulullah telah bersabda kepadaku :

« يَا رُوَيْفِعُ ، لَعَلَّ الْحَيَاةَ سَتَطُولُ بِكَ فَأَخْبِرْ النَّاسَ أَنَّهُ مَنْ عَقَدَ لِحْيَتَهُ ، أَوْ تَقَلَّدَ وَتَرًا ، أَوْ اسْتَنْجَى بِرَجِيعِ دَابَّةٍ أَوْ عَظْمٍ فَإِنَّ مُحَمَّدٌا مِنْهُ بَرِيءٌ »

" Hai Ruwaifi', semoga engkau berumur panjang; untuk itu, sampaikan kepada orang-orang bahwa siapa saja yang menggelung jenggotnya atau memakai kalung dari tali busur panah atau beristinja' dengan kotoran binatang ataupun dengan tulang, maka sesungguhnya Muhammad lepas dari orang itu ".

Haditst ini di Shahihkan oleh Syeikh Albany dalam kitab Ta'liq Misykatul Mashobih 1/75 no. 351 .

Istinja': bersuci atau membersihkan diri setelah buang hajat kecil atau
besar.

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Hudzaifah radhiyallahu 'anhu bahwa ia melihat seorang laki-laki yang ditangannya ada benang untuk mengobati sakit panas, maka dia putuskan benang itu seraya membaca firman Allah Ta'ala .

﴿وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلَّا وَهُمْ مُشْرِكُونَ﴾

" Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah ( dengan sesembahan sesembahan lain )". ( QS. Yusuf, 106).

----

Perbandingan antara Hajar Aswad dengan benda-benda pusaka :

Hajar Aswad adalah batu hitam yang paling mulia di Dunia ini , dan semua umat Islam mengetahui akan kemuliannya , bahkan masyarakat arab jahiliyah hampir saja terjadi pertumpahan darah , mereka berebutan , masing-masing kabilah merasa berhak untuk mengembalikan Hajar Aswad pada tempatnya semula setelah selesai merenovasi Ka'bah yang roboh diterjang banjir dan menghanyutkan Hajar Aswad , mereka bukan berebutan untuk memiliki nya , tetapi untuk memuliakannya .

Batu apakah Hajar Aswad itu ?

Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu meriwayatkan bahwa Rosulullah bersabda :

« نَزَلَ الحجَرُ الأسودُ من الجَنَّةِ وهو أشَدُّ بَيَاضا من اللَّبَنِ ، وإنما سَوَّدَتْه خَطايا بني آدَمَ » .

" Hajar Aswad itu turun dari Syurga , ia lebih putih dari pada air susu , dan sesungguhnya kesalahan-kesalahan anak cucu Adamlah yang menghitamkannya ".
( HR. Ahmad 1/307 no. 2796 , Turmudzi no. 877 dan Nasai no. 2733 . Abu Isa At-Turmudzi berkata : " Sanadnya Hasan Shahih ". Dan di Shahihkan Syeikh Al-Albaany )

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu dia berkata :

« إِنَّ الرُّكْنَ يَمِينُ اللَّهِ فِي الأَرْضِ يُصَافِحُ بِهَا عِبَادَهُ مُصَافَحَةَ الرَّجُلِ أَخَاهُ » .

" Sesungguhnya Rukun ( Hajar Aswad ) itu tangan kanan Allah di bumi , yang dengannya Dia menyalami hamba-hamba Nya , seperti seseorang menyalami saudaranya ".

( HR. Abdurrazaq dalam Al-Mushonnaf 5/39 no. 8919 dan Al-Fakihi dalam kitab Akhbar Makkah 1/89 , melalui Muhammad bin bin 'abbad bin Ja'far . Dan sanadnya di hasankan oleh Al-Fakihi . Dan Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab Al-Matholibul 'Aliyah 6/432 no. 1223 berkata : " Ini adalah mauquf yang Shahih ". Begitu juga Al-Busyeiry dalam kitabnya Ittihaful Khiyarotul Maharoh 3/190 no. 2524 berkata : Atsar ini diriwayatkan oleh Muhammad bin Yahya bin Abu Umar secara mauquf dari Ibnu Abbas dengan sanad yang Shahih " . Di Shahihkan pula sanadnya oleh Ash-Shan'ani dalam Subulussalam 2/206 ) .

Atsar ini di riwayatkan pula dari Jabir radhiyallahu 'anhu oleh Khoththoby 6/328 dan Ibnu 'Asaakir . ( Lihat : Kanzul 'Ummal 12/215 no. 34729 ). Namun riwayat Jabir radhiyallahu 'anhu ini di anggap mungkar oleh Syeikh Al-Albaany dalam Silsilah Ahadiits Dloifah 1/390 no. 223 serta di dlaifkan dalam Dloif al-Jami' ash-Shogiir no. 2772 ).

Setelah kita mengetahui akan keistimewaan Hajar Aswad ini , bagaimanakah para sahabat Nabi memperlakukannya ?

Imam Muslim dalam Shahihnya no. 1270 meriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu bahwa ayahnya Umar bin Khoththob radhiyallahu 'anhu suatu ketika mencium Hajar Aswad , lalu berkata :

« أَمَ وَاللَّهِ لَقَدْ عَلِمْتُ أَنَّكَ حَجَرٌ – وفي رواية عبد الرزاق (9034)  : وأَنَّك لا تَضُرُّ وَلا تَنْفَع - وَلَوْلَا أَنِّي رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلْتُكَ »

" Demi Allah , sungguh aku tahu bahwa kamu adalah batu , dan sesungguhnya kamu tidak bisa menghilangkan madlorot dan tidak bisa mendatangkan manfaat , kalau seandainya aku tidak melihat Rosulullah menciummu maka akupun tidak sudi menciummu ".

Jelaslah jika Umar bin Khoththob mau mencium hajar karena beliau sengaja mengikuti sunnah Rosulullah , bukan karena faktor lain . Dan mencium Hajar Aswad termasuk ibadah jika menciumnya dengan niat mengikuti sunnah Nabi , tapi jika karena niat selainnya maka bukan termasuk ibadah .

Oleh karena itu termasuk yang di syariatkan adalah bertawassul kepada Allah dengan mencium Hajar Aswad , karena mengikuti sunnah Nabi itu adalah amal saleh, akan tapi tidaklah di syariatkan bertawassul dengan Hajar Aswad secara fisiknya .

----

Jika bertabarruk dengan Hajar Aswad saja tidak di syariatkan dan tidak pernah dilakukan oleh para sahabat , maka bagaimana jika bertabarruk dengan selainnya ?

Hukum Ngalap Barokah ( bertabarruk ) :

Syariat Islam tidak menafikan adanya barokah , dalam Al-Quran dan hadits-hadits nabawi banyak sekali bebicara masalah barokah dan menyebutkan sesuatu yang diberkahi oleh Allah SWT , namun kalau kita telusuri dan kita kaji secara seksama akan kita temui ada dua syarat mutlak agar kita boleh bertabarruk kepada sesuatu , yaitu :

Pertama : harus ada keterangan dari Allah dan Rosulnya bahwa sesuatu itu ada barokahnya .

Kedua : harus ada keterangan dari Allah dan Rosulnya yang membolehkan atau menganjurkan ngalap barokah dari sesuatu tersebut .

Contoh : Air Zamzam adalah air yang di berkahi oleh Allah SWT , kemudian Nabi menganjurkan umatnya untuk bertabarruk dengannya untuk keperluan apa saja dengan cara meminumnya . Dalam Hadits Jabir radhiyallahu 'anhu di sebutkan bahwa Rosulullah bersabda :

« مَاءُ زَمْزَمَ لَمَّا شُرِبَ لَهُ » .قَالَ :  ثُمَّ أَرْسَلَ النَّبِىُّ ﷺ وَهُوَ بِالْمَدِينَةِ قَبْلَ أَنْ تُفْتَحَ مَكَّةَ إِلَى سُهَيْلِ بْنِ عَمْرٍو أَنِ أَهْدِ لَنَا مِنْ مَاءِ زَمْزَمَ وَلاَ تَتِرُكْ قَالَ فَبَعَثَ إِلَيْهِ بِمَزَادَتَيْنِ.

" Air Zamzam sesuai dengan tujuan meminumnya ". Jabir berkata : Kemudian Nabi ketika beliau di Madinah sebelum penaklukan Makkah mengutus Suhail bin Amr agar membawakan hadiah kepada kami berupa air Zamzam , maka ia mengirimnya kepada beliau dua mazadah . ( HR. Baihaqi no. 10280 . Dan di riwayatkan pula oleh Ibnu Majah no. 3062 tanpa adanya kisah tambahan , dan di Shahihkan oleh syeikh Al-Albaany ).

Lain halnya dengan Hajar Aswad , meski ia ini penuh berkah serta berada di Ka'bah yang penuh berkah dan di negeri Makkah yang di berkahi namun kita tidak boleh bertabarruk dengannya kecuali jika menciumnya atau menyentuhnya dengan niat bertabarruk dengan sunnah Nabi , seperti yang di ungkakan oleh Umar bin Khoththob radhiyallahu 'anhu diatas .

Begitu juga dengan Ka'bah , siapapun dari umat Islam tidak akan ada yang meragukan akan ketumaan Ka'bah al-Musyarrofah serta keberkahannya , bagaimana kerinduan Rosulullah terhadap Kabah setelah beliau hijrah ke Madinah sehingga beliau sering menengadahkan mukanya ke langit sambil berharap kepada Allah SWT agar bekenan memindahkan kiblat shalatnya ke arahnya , bukan lagi ke arah Baitul Maqdis , akhirnya Allah SWT mengabulkannya , akan tetapi bagaimanakah Rosulullah dan para sahabat memperlakukan Ka'bah selain Qiblat shalat ? Berikut ini kisah Ibnu Abbas dan Mu'awiyah bin Abu Sufyan yang saat itu menjabat sebagai khalifah .

Telah Shahih di riwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa beliau berthawaf dengan Mu'awiyah . Ketika berthawaf Mu'awiyah menyalami ( istilam ) sudut-sudut Ka'bah semuanya termasuk Rukun Syami dan Rukun Iraqi, padahal Nabi ketika thawaf hanya menyalami dua sudut yaitu rukun Yamani dan rukun Hajar Aswad , maka Ibnu Abbas menegurnya dengan mengatakan :

«لِمَ تَسْتَلِمُ هَذَيْنِ الرُّكْنَيْنِ وَلَمْ يَكُنْ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَسْتَلِمُهُمَا فَقَالَ مُعَاوِيَةُ لَيْسَ شَيْءٌ مِنْ الْبَيْتِ مَهْجُورًا ؟». فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: ) لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ (، فَقَالَ مُعَاوِيَةُ : صَدَقْتَ.

" Kenapa kau mengusap dua sudut ini , sementara Rosulullah tidak mengusap dua-duanya ?" Maka Mu'awiyah menjawab : " Tidak ada sesuatu apa pun dari Al-Bait ini yang di sia-siakan " .

Lalu Ibnu Abbas membacakan ayat yang artinya : " Sungguh dalam diri Rosulullah terdapat teladan yang baik bagi kalian " . Maka Mu'awiyah berkata : " Kamu benar ".

(HR. Bukhory no. 1608 , Muslim no. 1269 , Ahmad no. 1877 dan Tirmidzy no. 858 .  Lafadz tersebut adalah lafadz Imam Ahmad )

Dalam atsar lain Imam Ahmad no. 4672 dan Abu 'Awaanah no. 3691 meriwayatkan dari Jureij atau Ibnu Jureij , bahwa dia bertanya kepada Ibnu Umar :

وَرَأَيْتُكَ تَسْتَلِمُ هَذَيْنِ الرُّكْنَيْنِ الْيَمَانِيَيْنِ لَا تَسْتَلِمُ غَيْرَهُمَا ؟ فقال : " َأَمَّا اسْتِلَامُ هَذَيْنِ الرُّكْنَيْنِ فَإِنِّي رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَسْتَلِمُهُمَا لَا يَسْتَلِمُ غَيْرَهُمَا ".

" Aku melihat engkau mengusap dua sudut ini , tapi engkau tidak mengusap selain dua sudut tersebut ?" . Maka beliau menjawab : " Adapun mengusap dua sudut ini karena aku melihat Rosulullah mengusap keduanya , beliau tidak mengusap selain dua sudut tsb"

Imam Syafii menjawab terhadap orang yang berkata : " Tidak ada sesuatu apa pun dari Al-Bait ini yang di sia-siakan " dengan jawaban berikut ini :

"إِنَّا لَمْ نَدَعْ اسْتِلَامَهُمَا هَجْرًا لِلْبَيْتِ، وَكَيْفَ يُهْجَرُهُ وَهُوَ يَطُوفُ بِهِ؟ وَلَكِنَّا نَتَّبِعُ السُّنَّةَ فِعْلًا أَوْ تَرْكًا، وَلَوْ كَانَ تَرْكُ اسْتِلَامِهِمَا هَجْرًا لَهُمَا لَكَانَ تَرْكُ اسْتِلَامِ مَا بَيْنَ الْأَرْكَانِ هَجْرًا لَهَا، وَلَا قَائِلَ بِهِ".

" Sesungguhnya dengan adanya kami tidak mengusap dua rukun tersebut , bukanlah termasuk tindakan menyia-nyiakan terhadap Al-Bait , dan bagaimana bisa dia di katakan menyia-nyiakannya , sementara dia menthawafinya ? Akan tetapi kita mengikuti Sunnah , baik dalam berbuat maupun meninggalkan perbuatan , dan kalau seandainya dengan tidak mengusap itu dianggap menyia-nyiakannya , maka dengan tidak mengusap dinding Ka'bah diantara dua sudut juga termasuk menyia-nyiakan , dan tidak ada orang yang berkata seperti itu ". ( Lihat Fathul Bari karya Ibnu Hajar 3/444 , Tuhfatul Ahwadzi 3/505 dan Syarah Az-Zarqony 2/331 ).

Dari sahabat Nabi , Hudzaifah bin al-Yaman , dia berkata :

(كُلُّ عِبَادَةٍ لَا يَتَعَبَّدُهَا أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ؛ فَلَا تَتَعَبَّدُوهَا، فَإِنَّ الْأَوَّلَ لَمْ يَدَعْ لِلْآخِرِ مَقَالًا، فَاتَّقُوا اللَّهَ يَا مَعْشَرَ الْقُرَّاءِ، وَخُذُوا طَرِيقَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ).

" Semua ibadah yang tidak pernah di amalkan oleh para sahabat Rosulullah , maka jangan lah kalian mengamalkannya, karena sesungguhnya generasi pertama tidak akan menyisakan satu perkataan pun untuk generasi sesudahnya. Maka dari itu bertaqwalah, wahai para qoori, ambillah jalan orang-orang sebelum kalian".

( Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunannya , dan lihat pula Ushulul Iman 1/180 no. 100 ).

Jika dengan Ka'bah para sahabat melakukannya demikian , penuh kehati-hatian jangan sampai terpeleset keluar dari Sunnah Rosulullah , maka bagaimana kira-kira sikap mereka terhadap selain Ka'bah ? .

Dalam riwayat Imam Bukhory  no. 6739 Hudzaifah radhiyallahu 'anhu pernah berkata pula :

« يَا مَعْشَرَ الْقُرَّاءِ اسْتَقِيمُوا فَقَدْ سَبَقْتُمْ سَبْقًا بَعِيدًا فَإِنْ أَخَذْتُمْ يَمِينًا وَشِمَالًا لَقَدْ ضَلَلْتُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا».

" Wahai para Qoori , ikutilah jalan lurus , maka sungguh kalian telah membalap dengan balapan yang jauh . Akan tetapi jika kalian mengambil jalan kanan dan kiri , maka sungguh kalian telah tersesat dengan kesesatan yang jauh ". 

Kesimpulan :

Dari semua keterangan diatas berkesimpulan bahwa menggunakan benda-benda apapun bentuknya dan namanya sebagai sarana tabarruk atau tawassul untuk mencapai sebuah tujuan atau keinginan , hanya berdasarkan sebuah prasangka yang semu yang bersifat I'tiqodi ( keyakinan ) yang tidak ada hubungannya dengan hukum alam ( sunnah kauniyah ) atau tidak ada dalil syar'i yang mensyariatkannya , maka yang demikian itu hukumnya tidak di perbolehkan .

Kemudian jika berkeyakinan bahwa benda-benda tersebut hanya sebatas di jadikan sababiyah dan wasilah , yang mana pada hakikatnya Allah lah yang menentukan dan mengabulkan , maka hukumnya hanya sebatas di haramkan .

Tapi jika berkeyakinan bahwa benda-benda tersebut memiliki kemampuan mendatangkan manfaat serta maslahat dan mampu menolak bala dan mara bahaya atau menyembuhkan penyakit , maka dia telah melakukan dosa kesyirikan . Dosa yang bisa menghapus semua pahala amal baiknya yang pernah ia lakukan selama hidupnya dan jika dia mati dan masih dalam keadaan melakukan perbuatan itu , maka dia akan kekal dalam api neraka selama-lamanya dan diharamkan baginya masuk syurga .

*****

SARANA KE 7 : 
BERTABARRUK DENGAN PESAREAN DAN TEMPAT KERAMAT :

Ibnu Ishak dalam kitab Sirohnya berkata :

" Dulu masyarakat Arab ( Jahiliyah ) selain menjadikan Ka'bah sebagai sarana ibadah , mereka juga telah menjadikan Thoghut-Thoghut sebagai sarana semisalnya. Thoghut-Thoghut tersebut berupa rumah – rumah ( pesarean ) yang mereka kultuskan dan mereka kramatkan, memiliki para juru kuncen dan para penjaga, mereka juga mempersembahkan hadiah-hadiah (sesajen) seperti halnya mereka mempersembahkannya pada Ka'bah , mereka berthawaf seperti thawaf mengelilingi Ka'bah , menyembilih sembelihan di sisinya seperti halnya menyembelih di sisi Ka'bah . Padahal mereka tahu akan keutamaan dan kelebihan Ka'bah atas yang lainnya , karena mereka telah lama mengenalnya sebagai rumah Nabi Ibrahim AS dan Masjidnya " . ( Lihat : Mukhtashar Ma'arij Qobul 1/79 , Taysir Azizil Hamid 1/146).

====

Hukum menentukan atau mengklaim bahwa lokasi tersebut mustajab dan kramat .

Mustajab dan kramat adalah perkara ghaib , akal manusia tidak bisa di jadikan standar dan tidak berhak untuk menentukannya , hanya wahyu Allah yang bisa di jadikan patokan , karena Dia adalah 'Allaamul Ghuyuub ( Yang Maha Mengetahui Perkara-Perkara Ghaib ) dan Dia adalah pemilik dan penentu semua syariat atas segala umat hingga Hari Kiamat . Termasuk Nabi Muhammad beliau juga tidak mengetahui perkara ghaib termasuk yang berkaitan dengan tempat-tempat mustajab , apalagi menentukan dan mengklaimnya .

Allah SWT berfirman :

﴿قُلْ لا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلا مَا يُوحَى إِلَيَّ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الأعْمَى وَالْبَصِيرُ أَفَلا تَتَفَكَّرُونَ (50)﴾.

" Katakanlah ( wahai Muhammad ) : "Aku tidak mengatakan kepada kalian , bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang gaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepada kalian bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.  Katakanlah: "Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat?" Maka apakah kamu tidak memikirkan (nya)? ". ( QS. Al-An'am : 50 )

Bagaimana kalau seandainya Nabi Muhammad mengetahui perkara ghaib ? Allah telah menyatakan dalam firman Nya :

﴿قُلْ لا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلا ضَرًّا إِلا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ﴾

Katakanlah ( wahai Muhammad ) : " Aku tidak berkuasa mendapatkan kemanfaatan untuk diriku dan tidak (pula) menolak kemudaratan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang gaib, tentulah aku telah memperbanyak kebajikan dan aku tidak akan pernah ditimpa keburukan . Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman". ( QS. Al-A'raf : 188 ).

Hanya milik Allah kunci-kunci semua perkara ghaib , Allah SWT berfirman :

﴿وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لا يَعْلَمُهَا إِلا هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلا يَعْلَمُهَا وَلا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأرْضِ وَلا رَطْبٍ وَلا يَابِسٍ إِلا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ﴾.

Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lohmahfuz). ( QS. Al-An'am : 59 ).

Jika manusia memaksakan diri mengaku-ngaku bahwa dirinya mampu mengungkap informasi gaib , maka bisa di pastikan bahwa itu adalah dusta atau prasangka yang dibisikkan syeitan dan jin yang biasa mencampur aduk satu informasi kebenaran dengan seratus kebohongan .  Padahal Allah SWT sama sekali tidak pernah menurunkan pengetahuan tentang itu , mereka hanya mengikuti hawa dan prasangka yang mereka duga . Jika kita mengikuti kebanyakan mereka , pasti kita akan ikut dalam kesesatan . Allah SWT berfirman :

﴿وَإِن تُطِعْ أَكْثَرَ مَن فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ ۚ إِن يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ. إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ مَنْ يَضِلُّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ ﴾

Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah). Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang-orang yang mendapat petunjuk. [QS. Al-An’am : 116-117]

Iblis dan bala tentaranya tiada henti-hentinya berusaha menyesatkan anak cucu Adam agar melakukan kemaksiatan , terutama dosa kesyirikan. Allah SWT menceritakan dalam Al-Quran tentang sumpah dan tekad mereka :

﴿قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لأغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ (82) إِلا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ (83) قَالَ فَالْحَقُّ وَالْحَقَّ أَقُولُ (84) لأمْلأنَّ جَهَنَّمَ مِنْكَ وَمِمَّنْ تَبِعَكَ مِنْهُمْ أَجْمَعِينَ (85)﴾.

Iblis menjawab : "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka. Allah berfirman: "Maka yang benar (adalah sumpah-Ku) dan hanya kebenaran itulah yang Ku-katakan". Sesungguhnya Aku pasti akan memenuhi neraka Jahanam dengan jenis kamu dan dengan orang-orang yang mengikuti kamu di antara mereka kesemuanya. ( QS. Ash-Shaad : 82 – 85 ).

Mereka tahu betul , jika induk segala dosa adalah dosa syirik , karena dosa ini akan membatalkan semua amal baik pelakunya serta membuatnya kekal selama-lamanya dalam api neraka jika ia mati sebelum bertaubat dan dalam kondisi seperti itu .

﴿وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ﴾

" Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi ". ( QS. Az-Zumar : 65 ).

﴿ ... إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ (72)﴾

" Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang lalim itu seorang penolong pun" . ( QS. Al-Maidah : 72 ).

Kalau kita telusuri sabda-sabda Rosulullah , akan kita temukan bahwa beliau tidak pernah berbicara tentang tempat-tempat mustajab , apalagi tempat yang di kramatkan . Kecuali jika penyebutan tempat tersebut di kaitkan dengan zaman tertentu seperti sabda beliau tentang hari Arafah :

« خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِي لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ » .

" Sebaik-baiknya doa adalah doa hari Arafah , dan sebaik-baiknya doa yang aku dan para nabi sebelumku ucapakan adalah : Tidak ada Ilah ( sesembahan ) yang berhak di sembah kecuali Allah , tidak ada sekutu baginya , dan baginya seluruh kekuasan serta segala pujian , dan Dia berkuasa terhadap segala sesuatu ". ( HR. Turmudzi no. 3538 . Di hasankan oleh Syeikh Al-Albaany ).

Selain hari Arafah Rosulullah tidak pernah mengatakan bahwa tempat itu mustajab , padahal Arafah itu telah di ketahui akan keutamaannya semenjak zaman nabi Adam u, dan semua para nabi pasti pernah menjejakkan kakinya di atas tanah Arafah tersebut , apalagi orang-orang saleh dan para wali . Apa tidak sebaiknya jika Rosulullah menjadikannya sebagai tapakan kramat atau pesarean ? Jawabannya pasti tidak masuk akal jika beliau melakukannya , hanya pengikut hawa saja yang mau melakukannya .

Ketika Rosulullah melintasi puing-puing perkampungan umat nabi Soleh , beliau memerintahkan para sahabatnya agar mempercepat jalannya , bukannya menyuruh mencari kuburan nabi Saleh atau tapakannnya . Dalam hadits yang diriwayatkan Ubay bin Ka'ab radhiyallahu 'anhu bahwa Rosulullah melintasi ( perkampungan ) Hijr di lembah Tsamud , maka beliau berkata :

« أَسْرِعُوا السَّيْرَ ، وَلاَ تَنْزِلُوا بِهَذِهِ الْقَرْيَةِ الْمُهْلَكِ أَهْلُهَا » .

" Percepatlah jalannya , dan janganlah kalian singgah di desa ini yang penduduknya pernah di binasakan ". ( Haditst ini di sebutkan Al-Busyeiry dalam kitab Ittihaf Khiyaratul Maharoh 2/517 no. 2017 , dan dia berkata : Ahmad bin Manii' meriwayatkannya dengan sanad yang Shahih ) .

----

Bukit ath-Thuur :

Diriwayatkan oleh Umar bin Abdurrahman bin Al-Harits , dia mengatakan :
" Bahwa Abu Bashroh Al-Ghifaary berjumpa dengan Abu Hurairah yang baru pulang dari Ath-Thur ( gunung di lembah Sinai tempat Nabi Musa menerima kitab Taurat dan saat itu Allah SWT berbicara langsung kepadanya ) . Maka bertanyalah Abu Bashrah kepada Abu Hurairah : " Dari mana kamu datang ? " , Dia menjawab : " Dari Ath-Thur , dan aku sholat di sana ".  Lalu Abu Bashrah berkata : " Kalau seandainya aku ketemu kamu sebelum berangkat , kamu pasti tidak jadi berangkat , karena sesungguhnya aku telah mendengar Rosulullah bersabda :

« لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إلَّا إلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ : الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ , وَمَسْجِدِي هَذَا , وَالْمَسْجِدِ الْأَقْصَى »

" Janganlah kalian bersusah payah melakukan perjalanan kecuali menuju ke tiga masjid , Masjidil Haram , Masjidku ini dan Masjidil Aqsha ".

( HR. Imam Ahmad 39/270 no. 23850 . Hadits ini sanadnya Shahih )

Di sini Abu Hurairah menerima teguran Abu Bashrah yang sama-sama sahabat Nabi setelah mendengar sabda Nabi tadi , bahkan setelah itu Abu Hurairah ikut meriwayatkan haditst tersebut .

Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari 3/78 berkata : " Maka menunjukkan bahwa Abu Bashrah memahami makna hadits tersebut adalah umum atau menyeluruh , yang demikian itu di benarkan oleh Abu Hurairah ". 

Di riwayatkan pula dari Qoza'ah , dia berkata :

سَأَلْتُ ابْنَ عُمَرَ: آتِي الطُّورَ؟ فَقَالَ: «دَعِ الطُّورَ وَلَا تَأْتِهَا!»، وَقَالَ: «لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ».

Aku bertanya kepada Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu : Bolehkah aku mendatangi Ath-Thur ? beliau menjawab : " Tinggalkan Ath-Thur itu , dan janganlah kamu mendatanginya ! " lalu dia berkata : " Janganlah kalian bersusah payah melakukan perjalanan kecuali menuju ke tiga masjid ".

Atsar ini di riwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf nya 2/374 no. 7621 dan Al-Azroqy dalam kitabnya Akhbar Makkah hal. 304  . Dan sanadnya di Shahihkan oleh Al-Albaany dalam kitab Tahdzirus Saajid ha. 139 . Dan perawi yang bernama Qoza'ah adalah Ibnu Yahya Al-Bashry , dan dia adalah Tsiqoh ( dipercaya ) seperti yang dikatakan Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab At-Taqrib hal. 801 .

Begitulah amalan para sahabat , tabiin dan tabiit tabiin , mereka tidak pernah melakukan bepergian ke tempat-tempat yang dianggap kramat .

Padahal bukit Thur Sinai ini sangat terkenal semenjak zaman Musa hingga zaman Nabi Muhammad , bahkan Allah SWT berkali-kali mengisyaratkan dan menyebutkannya dalam Al-Quran , diantaranya .

﴿فَلَمَّا أَتَاهَا نُودِيَ يَا مُوسَى . إِنِّي أَنَا رَبُّكَ فَاخْلَعْ نَعْلَيْكَ إِنَّكَ بِالْوَادِ الْمُقَدَّسِ طُوًى . وَأَنَا اخْتَرْتُكَ فَاسْتَمِعْ لِمَا يُوحَى﴾.

Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil : " Hai Musa, Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu ( sandalmu ) ; sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwa. Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan ( kepadamu ). ( QS. Thoha : 11-13 ).

Dalam surat lain jelas-jelas di sebutkan namanya :

﴿فَلَمَّا قَضَى مُوسَى الأجَلَ وَسَارَ بِأَهْلِهِ آنَسَ مِنْ جَانِبِ الطُّورِ نَارًا قَالَ لأهْلِهِ امْكُثُوا إِنِّي آنَسْتُ نَارًا لَعَلِّي آتِيكُمْ مِنْهَا بِخَبَرٍ أَوْ جَذْوَةٍ مِنَ النَّارِ لَعَلَّكُمْ تَصْطَلُونَ (29) فَلَمَّا أَتَاهَا نُودِيَ مِنْ شَاطِئِ الْوَادِ الأيْمَنِ فِي الْبُقْعَةِ الْمُبَارَكَةِ مِنَ الشَّجَرَةِ أَنْ يَا مُوسَى إِنِّي أَنَا اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ (30)﴾

Maka tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan dan dia berangkat dengan keluarganya, dilihatnyalah api di lereng ( bukit ) Ath-Thur , ia berkata kepada keluarganya: "Tunggulah (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari (tempat) api itu atau (membawa) sesuluh api, agar kamu dapat menghangatkan badan".  Maka tatkala Musa sampai ke
( tempat ) api itu, diserulah dia dari (arah) pinggir lembah yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu, yaitu: "Ya Musa, sesungguhnya aku adalah Allah, Tuhan semesta alam .
( QS. Al-Qoshosh : 29-30 ).

Bahkan Allah SWT telah bersumpah dengan menyebutkan Ath-Thur ini , dalam surat At-Tiin Allah berfirman :

﴿وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ (1) وَطُورِ سِينِينَ (2) وَهَذَا الْبَلَدِ الأمِينِ (3)﴾

" Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun , dan demi bukit Thur Sinai , dan demi kota (Mekah) ini yang aman ". ( QS. At-Tiin : 1- 3 )

Dengan ayat-ayat diatas , maka tidak di ragukan lagi akan keistimewaan lembah Sinai tersebut yang mana di sana terdapat bukit Ath-Thuur , dengan tegas Allah SWT menyatakannya sebagai tempat yang di sucikan dan di berkahi , bahkan Nabi Musa diperintahkan untuk mencopot kedua sandalnya .

Namun demikian Nabi tidak mengunjunginya , tidak menjadikannya pesarean dan tempat kramat , bahkan tidak pernah menyuruh para sahabat-sahabatnya untuk menziarahinya apalagi menyuruh nyepi atau I'tikaf di dalamnya .

Ini adalah sebuah pelajaran dan peringatan bagi orang-orang yang punya hati nurani , sesuai yang Allah firmankan :

﴿إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لِمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ (37)﴾

" Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya ".( QS. Qoof : 37 ).

---

Gunung uhud :

Gunung Uhud adalah nama salah satu gunung yang ada di Madinah , gunung yang paling dan terpanjang di sana . Gunung tersebut banyak memiliki keistimewaan dan nilai-nilai sejarah .

Imam Bukhori no. 2889 , 4422 dan Imam Muslim no. 1393 , 1392 dalam Shahihnya meriwayatkan dari Anas bin Malik  dan Abu Humeid bahwa Nabi ketika melihat gunung Uhud berkata :

« وَهَذَا أُحُدٌ جَبَلٌ يُحِبُّنَا وَنُحِبُّهُ » .

" Dan ini adalah Uhud , gunung yang mencintai kami , dan kami pun mencintainya ".

Di lereng gunung Uhud pernah di jadikan lokasi pertempuran antara pasukan kaum muslimin yang dipimpin langsung oleh Rosulullah melawan kaum musyrikin Qureish , yang kemudian di kenal dengan perang Uhud . Dalam peperangan tersebut telah gugur sebagai dari pasukan kaum muslimin tujuh puluh sahabat Nabi termasuk diantaranya adalah paman kesayangan Nabi Hamzah bib Abdul Mutholib , dan saat itu pula beliau sempat terluka . Mereka para suhada Uhud telah di jamin masuk syurga atas kesaksian Allah dan Rosulnya , dan di sana pula para syuhada Uhud di makamkan .

Tidak ada keraguan sedikit pun bagi umat Islam akan keutamaan gunung Uhud tersebut , bahkan mencintai gunung Uhud termasuk yang di syariatkan , namun demikian adakah Rosulullah dan para sahabatnya bertabarruk dengannya atau mendirikan tempat-tempat pesarean di sekitar para syuhada Uhud ?

 Gunung Uhud adalah salah satu gunung yang akan ada di syurga kelak , Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 7/378 berkata :

ثَبَتَ فِي حَدِيثِ أَبِي عَبْسٍ بْنِ جَبْرٍ مَرْفُوعًا: "جَبَلُ أُحُدٍ يُحِبُّنَا وَنُحِبُّهُ، وَهُوَ مِنْ جِبَالِ الْجَنَّةِ"، أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ، وَلَا مَانِعَ فِي جَانِبِ الْبَلَدِ مِنْ إِمْكَانِ الْمَحَبَّةِ مِنْهُ كَمَا جَازَ التَّسْبِيحُ مِنْهَا، وَقَدْ خَاطَبَهُ ﷺ مُخَاطَبَةَ مَنْ يَعْقِلُ، فَقَالَ لَمَّا اضْطَرَبَ: «اسْكُنْ أُحُدُ» الحَدِيثُ.

((Telah ada ketetapan (validasi) dalam hadits Abu Abes bin Jabr hadits marfu'
( dari sabda Rosulullah
) :

" Gunung Uhud mencintai kami , dan kami mencintainya , dan ia termasuk dari gunung-gunung yang ada di syurga "

Hadits tersebut di riwayatkan Imam Ahmad.

Dengan demikian tidak menutup kemungkinan adanya rasa cinta yang datang dari sisi sebuah daerah , seperti halnya ucapan tsabih darinya , dan sungguh Nabi telah berbicara kepada Uhud seperti pembicaraanya terhadap orang yang berakal , maka beliau pernah berkata kepada Uhud ketika ia bergetar : " Tenanglah Uhud ! " . Al-hadits)).

Yang di maksud Al-Hafidz Ibnu Hajar adalah hadits Anas radhiyallahu 'anhu , dia berkata:

صَعِدَ النَّبِيُّ ﷺ أُحُدًا وَمَعَهُ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَعُثْمَانُ فَرَجَفَ وَقَالَ : « اسْكُنْ أُحُدُ ! -  أَظُنُّهُ ضَرَبَهُ بِرِجْلِهِ - فَلَيْسَ عَلَيْكَ إِلَّا نَبِيٌّ وَصِدِّيقٌ وَشَهِيدَانِ » .

Nabi beserta Abu Bakar , Umar dan Utsman rodliyallahu 'anhum mendaki gunung Uhud , maka ia bergetar , lalu beliau berkata : " Tenanglah Uhud ! – aku mengira beliau sambil menjejakkan kakinya – jangan kau lakukan itu karena ada Nabi , Shiddiq dan dua orang ( calon mati ) syahid ". ( HR. Imam Bukhory no. 3699 ).

Dengan demikian sudah bisa dipastikan jika kedudukan gunung Uhud di sisi Allah SWT jauh lebih mulia dari pada gunung Merapi , Kemukus , Kawi dan gunung Sembung .

Sarana Mustajab yang syar'i :

Sarana-sarana mustajab yang Rosulullah sebutkan kebanyakan berkaitan dengan waktu , kondisi orang yang berdoa dan kalimat-kalimat tertentu dalam berdoa .

Contoh waktu-waktu mustajab : pada Hari Arafah dan di Arafah , malam Laylatul Qodar, setiap sepertiga malam akhir , setiap hari Jum'at terdapat satu saat mustajab , doa setelah adzan , doa setelah minum air Zamzam dan lain-lain .

Contoh kondisi orang yang Mustajab : doanya orang yang di dzalimi , doa orang tua untuk anaknya , doa orang saleh , doa saudaranya dari kejauhan dan lain-lain .

Contoh lafadz doa-doa mustajab seperti yang telah saya sebutkan pada pembahasan tawassul dengan amal saleh .

Islam mengajarkan kemandirian dalam berdoa dan bertawakkal kepada Allah Ta'ala, tanpa harus adanya bantuan dan ikatan dengan tempat-tempat tertentu . Kapan saja dan di mana saja adanya , tanpa mengganggu aktifitas dan mengurangi kwalitas kemustajaban , praktis , simple dan sederhana .

****

SARANA KE 8 : 
TAWASSUL DENGAN API , DUPA , KEMENYAN DAN SEJENISNYA .

Penggunaan api atau segala sesuatu yang mengandung unsur api , seperti dupa , kemenyan dan sejenisnya sebagai sarana ibadah merupakan syarat mutlak dan utama dalam ritual ibadah penganut agama Majusi dan sekte-sekte nya .

Majusi atau Zoroastrianisme adalah sebuah agama purba Parsi yang diasaskan oleh Zarathustra. Ia juga bukan sahaja sebuah agama, tetapi sebuah falsafah kehidupan, sama seperti taoisme dari China. Sebelum kelahiran nabi Muhammad , agama ini merupakan agama yang utama di Timur Tengah dan Asia Tengah, namun pada hari ini, penganutnya adalah minoriti dimana kebanyakan mereka bertumpu di India.

Diperkirakan Agama Majusi ini pada awalnya adalah agama tauhid , agama yang meng Esakan Allah Ta'ala' ,  dalam ensiklopedia bebas di sebutkan :

Bahwa Zoroastrianisme adalah sebuah agama dan ajaran filosofi yang didasari oleh ajaran nabi Zoroaster. Zoroastrianisme dahulu kala adalah sebuah agama yang dominan dianut di daerah Iran, disebarkan pertama kali di Balkh, sebuah kota di utara Afganistan.

Prinsip Dasar

[1] Hanya ada satu Tuhan yang universal dan Maha Kuasa, Ahura Mazda, sang Maha Pencipta dan Dia yang satu-satunya segala puja dan sembah ditujukan.

[2] Ciptaan Ahura Mazda, adalah antitesis dari kekacauan. Hasil dari konflik meliputi segala alam semesta, termasuk umat manusia, yang memainkan peran utama dalam konflik.

[3] Partisipasi aktif dalam kehidupan lewat pikiran baik, perkataan baik, dan perbuatan baik diperlukan untuk menciptakan kebahagiaan dan menghindari kekacauan.

[4] Ahura Mazda, akan pada saatnya berkuasa penuh, pada saat alam semesta diperbaiki dan waktu akan berhenti. Dalam masa terakhir, semua ciptaan, termasuk jiwa orang mati, akan bersatu kembali dengan Tuhan.

[5] Dalam tradisi Zoroastrianisme, yang jahat diwakili oleh Angra Mainyu, sedangkan yang baik diwakili oleh Spenta Mainyu. Melalui Spenta Mainyu, Ahura Mazda menjalin hubungan dengan manusia dan berinteraksi dengan dunia.

[6] Dalam urusan penciptaan, Ahura Mazda menghasilkan enam cahaya, Amesha Spantas, yang setiap elemennya mewakili satu aspek dari penciptaan.

Abul Fatah Asy-Syahristany menyebutkan dalam kitabnya Al-Milal wan Nihal 2/257 : bahwa para raja-raja ajam ( non arab , pada awalnya ) mereka semua memeluk agama Ibrahim 'alaihissalam , agama hanif ( agama yang akidahnya masih lurus bersih, yaitu meng Esakan Allah Ta'ala ) , dan semua bangsa yang hidup di zaman tertentu di setiap negeri , mereka memeluk agama rajanya masing-masing . Dulu pada masa nabi Ibrahim semua aliran dan sekte agama berporos dan menginduk kepada dua agama : pertama agama Ash-Shabiah ( agama yang akidah dan syariatnya berubah-rubah seperti para penyembah bintang ) , kedua : Agama Hanif ( yang syariat dan akidahnya tetap masih bersih dan lurus).

Majusi ini diperkirakan sempalan dari Agama Hanif ( Tauhid ) , maka pada awalnya ia adalah agama yang tauhid hingga kemudian para ulamanya menetapkan dua sumber di balik pengendalian alam . Yang pada akhirnya mereka berkeyakinan bahwa Alam ini memiliki dua unsur qadim , terang dan gelap . Terang adalah sumber kebaikan, manfaat dan maslahat . Sementara gelap adalah sumber keburukan , marabahaya dan kerusakan . Semua topik perdebatan antar sekte-ekte Majusi berkisar tentang dua kaidah berikut ini , yaitu : penjelasan tentang sebab tercampur baurnya cahaya dengan kegelapan , dan sebab lepasnya cahaya dari kegelapan . Dan mereka menjadikan campur baur adalah awal permulaan , sementara pelepasan adalah tempat atau masa kembali . ( Lihat : Al-Milal wan Nihal 2/261 ).

Maniwisme salah satu sekte Majusi menjelaskan proses awal kejadian Alam Semesta hingga Alam itu berakhir , yaitu seperti berikut ini : 

Katika Raja Cahaya melihat terjadinya percampur bauran (antara cahaya dan kegelapan) , Ia memerintahkan salah satu malaikat nya untuk menciptakan Alam ini pada kondisi seperti itu , agar jenis-jenis cahaya bisa lepas dari jenis-jenis kegelapan . Dan sebenarnya bisanya Matahari , Bulan dan semua bintang-bintang beredar , itu di sebabkan karena dalam proses pemurnian diri bagian-bagian cahaya dari bagian-bagian kegelapan . Maka Matahari memurnikan cahaya yang tercampur baur dengan syeitan-syeitan panas . Sedangkan bulan memurnikan cahaya yang tercampur baur dengan syeitan-syeitan dingin . Dan angin sepoi-sepoi yang ada di bumi akan terus bergerak naik , karena memang aktivitasnya naik ke alamnya . Dan demikian pula semua bagian-bagian cahaya selamanya selalu dalam kondisi naik dan keatas , sementara bagian-bagian kegelapan akan terus bergerak turun dan kebawah , sehingga pada akhirnya secara perlahan bagian-bagian tersebut terlepas , dan berakhirlah percampur bauran , dan terbebaslah susunan-susunan tersebut , dan masing-masing kembali ke alamnya , dan itulah yang di sebut hari Kiamat dan Saat Kembali .

Dan mereka berkata pula : " Diantara hal-hal yang bisa membantu dalam proses pelepasan dan pemisahan serta pengangkatan bagian-bagian cahaya adalah dengan bertasbih ( mensucikannya ) , bertaqdis ( mengagungkannya ) , ucapan-ucapan yang baik , amal-amal kebajikan , dengan itu semua terangkatlah bagian-bagian bercahaya melalui pilar pagi menuju orbit bulan . Bulan tersebut akan terus menerus menerimanya dari awal bulan hingga pertengahan , maka jadi penuhlah bulan tersebut dan berubah menjadi bulan purnama , kemudian dia mengantarkannya kepada Matahari hingga akhir bulan, setelah itu Matahari mendorongnya kepada Cahaya yang di atasnya , maka cahaya itu  berjalan pada alam tersebut hingga sampai pada Cahaya yang Maha Tinggi lagi Murni . Dan seterus nya saperti itu hingga tidak ada yang tersisa dari bagian-bagian cahaya tersebut sedikitpun di alam ini " . (Lihat : Al-Milal wan Nihal 2/271-272 ).    

Di ceritakan dari kaum pemeluk Tsanwiyah ( salah satu sekte Majusi ) : bahwa terang dan gelap terus menerus hidup , akan tetapi terang itu sensitif dan berpengatahuan , sementara gelap itu bodoh dan buta.

Terang itu bergerak rata , lurus dan tegak , sementara gelap itu bergerak kasar tidak beraturan , kencang seperti badai dan bengkok-bengkok . ( Lihat kitab al-Milal wan Nihal karya Syahristani 1/251 ) .

Mereka melambangkan cahaya tersebut dengan api abadi , pada awalnya mereka hanya sebatas menjadikannya wasilah atau perantara dan kiblat ibadah mereka , yang kemudian mereka sangat mengagungkannya , yang pada akhirnya menyembahnya .

Begitulah jika masalah agama dan perkara ghaib ditentukan oleh pemikiran akal manusia atau filsafat , maka yang dihasilkannya adalah kekeliruan lagi sesat dan menyesatkan , mereka mengikuti khayalan dan prasangka-prasangka yang dibisikan syeitan kepadanya , kemudian mereka mengira bahwa itu adalah sebuah penemuan yang di benarkan . Dalam hal ini Allah SWT berfirman :

﴿وَمَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا﴾

" Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuan pun tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti prasngka-prasangka sedang sesungguhnya persangkaan itu tidak memberikan sedikit pun terhadap kebenaran. ( QS. An-Najm : 28 ).

Dalam kitab Nihayatul Arb 1/107 Sheikh Mas'udy berkata : " Pertama kali di temukan hikayat manusia yang berkaitan dengan sejarah Majusi ( agama penyembah apai ) adalah Raja Afredon , yaitu suatu ketika dia menemukan kobaran api yang diagungkan oleh para pemujanya , dan mereka beribadah kepadanya dengan cara mengi'tikafinya ( nyepi ) , maka Raja tadi menghampirinya dan meminta kepada mereka penjelasan tentang api tersebut serta hikmah apa saja yang diperoleh dari praktek ibadah kepadanya . Maka para pemuja api tersebut menjelaskannya dengan argument-argument yang membuat dia tertarik untuk beribadah kepada api tsb, diantaranya :

(*) Sesungguhnya api itu adalah perantara ( wasilah ) antara Allah SWT dan antara makhluknya .

(*) Dan sesungguhnya api itu satu jenis dengan tuhan-tuhan yang bersifat cahaya.

(*) Dan mereka juga menyebutkan argument-argument lainnya kepadanya .

Mereka berkeyakinan pula bahwa nur itu terdiri dari tingkatan-tingkatan dan aturan-aturan . Mereka membedakan antara tabiat api dan tabiat cahaya . Mereka mengira bahwa hewan akan tertarik oleh gaya tarik cahaya , sehingga hewan tersebut membakar dirinya sendiri seperti kupu-kupu yang beterbangan di malam hari . Adapun binatang yang fisiknya halus dan lembut , ia akan melemparkan dirinya pada lampu hingga terbakar . Dan selain hewan-hewan itu masih banyak lagi : seperti yang terjadi pada binatang buruan di malam hari , misalnya rusa , binatang buas dan burung . Begitu juga bermunculannya ikan-ikan di air jika dekat dengan lampu yang berada di atas prahu kecil , seperti yang terjadi ( pada masyarakat ) di negeri Bashrah saat mereka berburu ikan , mereka meletakkan lampunya di sisi perahu , maka ikan-ikan pun berloncatan ( menghampirinya ) dari air menuju lampu .

Dan sesungguhnya dengan adanya cahaya maka alam menjadi baik . Dan api lebih mulia dari pada kegelapan dan lain sebagainya .

Maka setelah mereka selesai memberikan keterangan dan penjelasan kepada Raja Afredon tadi , dia memerintahkan untuk membawa bara api dari kobaran tersebut ke kota Khurasan , maka di angkut lah , dan disiapkan untuk api tersebut sebuah rumah ( ibadah ) di kota Thous , di siapkan pula rumah lain untuknya di kota Bukhoro yang kemudian di kenal dengan Bardasurah dan di sediakan pula rumah lain di kota Sajistan ( Kawakir ) yang kemudian menjadikannya Bahman bin Asfandiyar . ( Lihat pula Al-Milal wan Nihal karya Syahristany 2/282 ).

Ada beberapa faktor lain yang mendorong mereka kepada penyembahan api , faktor-faktor tersebut menunjukkan bahwa mereka pada awalnya hanya sebatas menjadikan api sebagai perantara atau wasilah . Diantara faktor-faktor tersebut adalah sbb :

(*) Karena api itu adalah elemen yang mulia lagi tinggi .

(*) Api itu tidak mau membakar Nabi Ibrahim 'alaihis salam .

(*) Mereka berkeyakinan dengan mengagungkan api , mereka akan terbebaskan dari api neraka di akhirat kelak .

(*) Kesimpulan umum bahwa api itu adalah kiblat ibadah mereka , perantara (wasilah) dan petunjuk . ( Lihat : kitab al-Milal wan Nihal karya Syahristani 1/251 ) .

Mereka berkeyakinan saat berdoa , api berfungsi sebagai kiblat dan asapnya berfungsi sebagai pengangkat doa tersebut serta penghubung kepada Allah SWT.

Api juga merupakan simbol dari pada para penyembah tuhan Matahari . Ralph Woodrow dalam BABYLON MYSTERY RELIGION hal. 4 menyatakan bahwa :

"Api adalah lambang dari raja Namrud yang diyakini oleh pengikutnya sebagai dewa matahari atau baal . Jadi , lilin dan lain-lain kebiasaan yang berkenaan dengan api dimaksudkan sebenarnya sebagai penyembahan kepada Nimrod ". (Baca Roma 1:21-26 ).

----

Sekte-sekte Majusi :

  • Kyumartisme atau Jyumartisme .
  • Razwan atau Zoroastrianisme ( Saxonisme ) .
  • Tsanwiyah atau Dualisme .
  • Maniwiyah .
  • Mazdekisme ( Kudzikisme , Abu Muslimesme , Mahanisme , Esbidjamakisme ).
  • Dexanisme .
  • Markunisme .
  • Kinowisme .
  • Shiyamisme .
  • Dan lain lain .

-----

Masih adakah sekarang penganut Majusi atau Zoroastrianisme ?

Sampai tahun 2007, jumlah penganut Majusi atau Zoroastrianisme telah menurun banyak, dan diperkirakan tinggal berjumlah 200.000. Akan tetapi, beberapa sumber telah mengoreksi perkiraan tersebut dan menyatakan bahwa jumlah penganutnya masih mencapai 2 juta orang.

Namun demikian pengaruh dari ajaran Majusi ini masih mewarnai berbagai macam agama yang ada di muka bumi ini , terutama penggunaan api atau sejenisnya yang merupakan symbol utama dalam segala acara ritual ibadah mereka .

Pengaruh ajaran dan simbol agama majusi ini semakin meluas , terus berlanjut dan melekat pada agama-agama berhala lainnya hingga saat ini , serta masih terus mewarnai kebudayaan-kebudayaan dan adat istiadat kafir , bahkan mewarnai sebagian adat istiadat umat Islam sampai sekarang .

---

Contoh-contoh pengaruh Majusi terhadap umat manusia di dunia hingga kini :

  • Penggunaan kemenyaan dan dupa untuk acara ritual keagamaan dan adat istiadat .
  • Penggunaan lilin saat acara ulang tahun .
  • Menyalakan lampu cempor dalam kurungan saat ada kematian , yang konon katanya sebagai penunjuk jalan sang arwah agar tidak tersesat .
  • Obor abadi yang di gunakan dalam acara peresmian olimpiade olahraga .

====

Sejarah olimpiade :

Dalam buku Sejarah Peradaban Yunani Kuno , di sebutkan bahwa Olimpiade itu diadakan untuk menghormati dewa Zeus . Sejak tahun 776 sebelum Masehi (SM) diselenggarakan pesta olah raga selama 5 hari di gunung Olymphus yang disebut Olympiade. Kegiatan ini diikuti oleh seluruh polis baik didataran Yunani maupun daerah - daerah koloninya. Cabang olah raga yang dipertandingkan meliputi: lari. loncat, lempar lembing, lempar peluru, lempar cakram, gulat, pacuan kuda dan lomba kereta kuda.

Zeus ini adalah dewa Yunani kuno , pemimpin para dewa, penguasa Olimpus yang bertahta di Olimpus pula , dewa iklim dan cuaca. Dewa ini juga dikenal di Roma kuno dan India kuno. Dalam bahasa Latin disebut Iopiter sedangkan dalam bahasa Sansekerta disebut Dyaus-pita.

Zeus menikah dengan adik perempuannya, Hera yang menjadi Dewi Penikahan.

Istri kedua Zeus bernama Leto , yang kelak melahirkan dua anak kembarnya dewi Artemis dan dewa Apollo ( Dewa Matahari ) . Dan Aphrodite adalah Dewi Cinta dan Kecantikan , Ia dilahirkan dari buih di laut yang berasal dari sperma Zeus. Aphrodite menikah dengan Hefestus dan memiliki seorang putra, Eros yang menjadi Dewa Asmara. Aphrodite juga diceritakan berselingkuh dengan Ares, Dewa Perang.

PATUNG LIBERTY :


Statue of Liberty

Patung Statue of Liberty itu merupakan lambang Semiramis yang membawa obor cahaya, yang konon katanya obor cahaya itu adalah roh anaknya Namrud yang senantiasa berada di dunia ini.  Statue of Liberty  bukan saja ada di Amerika Syarikat, tetapi juga di Perancis, Austria, Germany, Italy, Japan, China, Brazil and Vietnam.  Dan simbol seperti Statue of Liberty ada dalam logo Columbia Pictures yang mana ia adalah bagian dari Columbia TriStar Motion Picture Group, yang dimiliki oleh Sony Pictures Entertainment.

===

PENGARUH AGAMA PENYEMBAH API TERHADAP AGAMA LAIN .

----

API DALAM AGAMA KRISTEN :

Dalam Kitab Suci Kristen ( Imamat 10:1, 2 ) di sebutkan bahwa : dalam Kemah Suci setiap hari harus ada asap yang keluar dari bakaran ukupan . Kelalaian melakukan ibadah ini akan menyebabkan hukuman. Bahkan salah mengambil api saja akan mengakibatkan kematian, seperti yang dilakukan oleh Nadab dan Abihu.

Dan api untuk membakar ukupan itu berasal dari lampu dian dengan tujuh cabang yang berada di dalam ruang suci bersama-sama dengan mezbah ukupan tersebut. Dan lampu dian itu berbicara mengenai Roh Kudus. Dan api yang benar berasal dari Roh Kudus. Penyembahan yang benar harus keluar dari hati yang apinya dibarakan dengan kuasa Roh Kudus .

----

API DALAM AGAMA HINDU DAN BUDHA :

Dalam semua kegiatan ibadah dan ritual keagaaman penganut Hindu dan Budha tidak bisa lepas dari penggunaan api sebagai salah satu sarananya . Karena Api itu menurut mereka adalah lambang dewa Agni ( dewa Api ).

Dalam ajaran agama Hindu, Agni adalah dewa yang bergelar sebagai pemimpin upacara, dewa api, dan duta para Dewa.

Kata Agni itu sendiri berasal dari bahasa Sanskerta (अग्नि) yang berarti 'api'. Konon Dewa Agni adalah putra Dewa Dyaus dan Pertiwi.  

Dalam kitab suci Hindu, Weda : Dewa Agni disebut sebagai Dewa pemimpin upacara. Dewa Agni bergelar sebagai Dewa pemimpin upacara karena dia ahli dalam segala hal yang berkaitan dengan upacara keagamaan.

Dewa Agni pula yang diminta hadir dalam suatu upacara (terutama Agnihotra) sebagai duta para Dewa yang mempersembahkan sesuatu kepada-Nya (Tuhan). Dalam melaksanakan suatu upacara, Dewa Agni pula yang menjadi pendamping para pendeta.

Dalam candi-candi dan lukisan-lukisan, dia digambarkan sebagai Dewa yang memiliki rambut api yang berkobar dan kepalanya selalu bersinar. Dalam kitab Mahabharata, Dewa Agni adalah dewa yang membakar hutan Kandhawa.

Upacara Api Homa dalam tradisi Hindu dan Budha :

Sejak jaman Hindu dahulu tradisi Api Homa atau pemujaan terhadap Agni (Api) telah lama diadakan. Dalam tradisi Buddhis, tercatat dalam Sutra MahaCundi Dharani, disebutkan jika kita mengalami kemalangan, ditinggalkan keluarga, bertempat tinggal ditempat yang kurang beruntung, mengalami penyakit dan penderitaan secara duniawi, dan ingin melakukan persembahan kepada para makhluk Suci lainnya, seperti Alam Brahma, 8 Kelompok Suci, Para Dewa, Naga yang dekat dengan alam manusia, maka upacara Api Homa adalah sarana / alat "pemusatan pikiran dan permohonan / persembahan " yang paling efektif untuk mengikis karma buruk dan menolak bala, serta memohon pemberkatan dari para Makhluk Suci tersebut .

Dalam tradisi Buddhis Esoterik Vajrayana disebutkan konon pahala dari memberikan persembahan dalam 1x upacara Api Homa setara memberikan persembahan kepada para Makhluk Suci selama 1 (365) tahun.

Dalam Sutra Maha Cundi juga disebutkan katanya jasa pahala yang dihasilkan dari upacara Api Homa sangat luar biasa jika dilakukan dengan sungguh-sungguh, kita mengkonsentrasikan pikiran untuk memohon berkah dari para Adinata Buddha / Bodhisattva dan juga melakukan persembahan sebagai simbol penyatuan pikiran, ucapan, dan perbuatan diri seperti menolak bala, mendatangkan berkah, harmonis, dan juga memberikan kelancaran peruntungan kita sehari-hari. Persembahan diberikan berupa obat-obatan (untuk kesehatan), makanan vegetarian, bunga, dupa ( kayu cendana, gaharu,dll), teh, buah, maupun madu nectar, susu, dan berbagai makanan biji-bijian yang ada di bumi ini, dan berbagai persembahan yang sangat bermutu untuk dipersembahkan kepada Makhluk Suci sekalian. Sehingga seering disebut "Manunggal Kawula Gusti" atau penyatuan antara Pikiran, Persembahan, Gatha, Mantra Permohonan, yang sangat sakral dengan para Makhluk Suci ( Para Bodhisattva, Para Dewa, Naga ) lainnya.

-----

API DALAM AGAMA SHINTO JEPANG :

Menurut tradisi Shinto , Izanagi (イザナギ) dan Izanami (伊弉冉尊) adalah saudara kandung sekaligus suami istri. Mereka sudah eksis sebelum dunia ada.

Tragedi terjadi saat Izanami melahirkan Kagutsuchi, dewa api . Kobaran apinya membakar Izanami ( ibunya ) dengan sangat parah hingga meninggal. Di depan makam , Izanagi ( bapaknya ) menebas kepala Kagutsuchi. Izanami pergi ke Yomi ( alam kematian / alam kubur ) . Izanagi memutuskan untuk membawa isterinya kembali. Tetapi ketika dia mengunjungi Yomi, Izanagi menemukan bahwa istrinya telah menyantap kematian. Izanami tidak akan dan tidak bisa kembali bersamanya. Izanagi tidak menyerah. Dia masuk kedalam istana tempat istrinya berada. Dia menggunakan sisirnya sebagai lilin, dan menjumpai cacing yang merangkak di sekujur tubuh istrinya yang membusuk. Izanagi merasa ngeri dengan keadaan istrinya tersebut , kemudian memutuskan untuk meninggalkan tempat tersebut.

Analisa dan kesimpulan :

Dengan adanya banyak versi tentang tuhan api atau dewa api beserta kisahnya dan latarbelakangnya , ini merupakan salah satu bukti kongkrit akan kebenaran firman Allah SWT yang berbunyi :

{وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلافًا كَثِيرًا }

" Kalau kiranya itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya ". ( QS. An-Nisaa : 82 ) .

****

SARANA KE 9 : 
TAWASSUL DENGAN MATAHARI DAN TATA SURYA:

Ketika manusia belum memiliki pengetahuan tentang alam semesta , dan belum pula menemukan alat peneropong planet dan gugusan bintang , mereka mengagumi benda-benda angkasa seperti : BULAN , MATAHARI dan BINTANG-BINTANG. Dengan bisikan filsafat Iblis , mereka mulai mereka-reka bahwa benda-benda tersebut memiliki kelebihan dan kedudukan di sisi Sang Penciptanya yang menurut perkiraannya bisa di jadikan penghubung atau perantara antara dirinya dengan Rabb nya . Bahkan mereka tidak hanya berhenti disitu, tetapi lebih lanjut lagi, mereka pada akhirnya menganggap benda-benda itu mempunyai kuasa , lalu mereka sembah menjadi sesembahan mereka. Penyembahan kepada benda-benda angksa ini berkembang terus keberbagai negara, yang dimulai dari Babilonia, menyebar ke Selatan ke Mesir, ke Barat ke Eropa, ke Timur ke India dan Jepang.

Dr. Robert Morey dalam artikelnya Mohammad wrote , mengatakan :

" MATAHARI telah disembah sebagai sesembahan, dipelbagai negara, dan ditiap negara disebut dengan sebutan yang berbeda-beda :

Di Babilonia, dewa MATAHARI, disebuat SHAMASH

Di Mesir, dewa MATAHARI, disebut RA-AMON

Di Roma, dewa MATAHARI, disebut MITHRAS

Di India, dewa MATAHARI, disebut BETARA SURYA

Di Jepang, dewa MATAHARI, disebut AMATERAZU

Di Peru, dewa MATAHARI, disebut INTI ".

Dalam mitologi Yunani : Sang Matahari di sebut Huitzilopochtli , dia adalah dewa nasional Aztek dan dia adalah Dewa Perang dan Dewa Matahari. Dia menuntut darah manusia. Di hari-hari perayaan ibadah, korban-korban dirobek dadanya dan direnggut jantungnya untuk dipersembahkan kepada sang Matahari ( Huitzilopochtli ) dan lalu dilemparkan ke dalam api. Tubuh korban lalu dilempar ke tangga kuil dan bergulir ke bawah, lalu dipotong-potong dan dimakan. Kulitnya digunakan sebagai baju perayaan agama.

Penyembahan kepada Matahari , Bulan dan lainnya jelas-jelas di larang dan termasuk perbuatan syirik . Allah SWT berfirman :

{لا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ}.

Janganlah kalian bersujud kepada matahari dan janganlah (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah Yang menciptakannya, jika kalian ( benar-benar ) hanya kepada-Nya saja menyembah. ( QS. Fushshilat : 37 )

Dalam kitab Ma'arij Qobul 2/470 di sebutkan sebab dan awal mula adanya penyembahan Matahari bahwa : mereka Para penyembah matahari pada awalnya berkeyakinan bahwa : Matahari itu adalah malaikat , ia memiliki jiwa dan akal , ia adalah sumber cahaya bulan dan bintang-bintang . Semua yang berada di bawahnya berasal mula darinya . Ia adalah penguasa dan raja tatasurya yang berhak mendapat pengagungan , sujud dan doa.

Salah satu syariat mereka di dalam melakukan praktek ibadah kepadanya adalah menjadikan untuk matahari sebuah patung yang di tangannya terdapat bola permata berwarna api , dan berhala tersebut ditempatkan dalam rumah ibadah yang mereka bangun dengan di beri nama matahari . Mereka banyak melakukan wukuf ( berdiam diri ) dihadapan berhala tersebut , mereka berdatangan dari desa-desa dan daerah-daerah terpencil . Berhala Matahari tersebut memiliki para juru kuncen , penanggung jawab dan para centeng , mereka berdatangan ke rumah ibadah tersebut dan di dalamnya mereka melakukan sembahyang kepada matahari tiga kali sehari . Dan berdatangan pula kepadanya orang-orang yang menderita sebuah penyakit . Mereka berpuasa untuk berhala matahari tersebut , sembahyang , berdoa dan minta hujan . 

Di saat matahari terbit mereka semua bersujud , begitu juga saat terbenam dan juga saat tengah hari , oleh karena itu syaitan ( sengaja muncul ) membarengi tiga waktu tersebut , agar berketepatan ibadah mereka dan sujud mereka tertuju kepadanya . Maka dari itu Nabi melarang umatnya sholat di waktu-waktu tersebut , karena jelas-jelas akan nampak menyerupai ibadahnya orang kafir tadi , dengan larangan tersebut berfungsi untuk menutup rapat-rapat jalan yang akan menggiring mereka kepada kemusyrikan dan penyembahan kepada berhala " .

Dari keterangan di atas nampak jelas jika mereka hanya menganggapnya sebagai malaikat , bukan sebagai tuhan pencipta langit dan bumi serta isinya . Sudah di pastikan pada awalnya tujuan mereka adalah bertwassul dengannya kepada Allah SWT agar mudah di kabulkan segala keinginannya , akan tetapi pada akhirnya mereka menyembahnya .

===

AGAMA PENYEMBAH MATAHARI PERTAMA :

Dalam buku BABYLON MYSTERY RELIGION karya Ralph Woodrow hal. 3-4 di nyatakan bahwa : BABILONIA adalah Sumber Agama Yang Semu , dan dari sinilah lahir agama penyembah Dewa Matahari , dia adalah Raja Nimrod ( atau Namrud ) yang beristrikan ibunya sendiri yang bernama Semiramis dan Tamus juga adalah anak Semiramis , yang dinikahinya setelah Namrud meninggal dan di yakini sebagai titisan Dewa Matahari .

Aku katakan : Raja Namrud ini adalah raja yang di isyaratkan dalam Al-Quran sebagai penentang da'wah Nabi Ibrahim alaihissalam :

﴿أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ أَنْ آتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا أُحْيِي وَأُمِيتُ قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ اللَّهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ﴾

Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: "Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan," orang itu berkata: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan". Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat," lalu heran terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim. ( QS. Al-Baqoroh : 258 )

Dalam ayat lain Allah Ta'ala mengisyaratkan tentang Namrud dan kaum yang menyembah matahari pada masa Nabi Ibrahim :

﴿فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَذَا رَبِّي هَذَا أَكْبَرُ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ﴾

Kemudian tatkala dia ( Ibrahim ) melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar", maka tatkala matahari itu telah terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. ( QS. Al-An'am 78 ).

Dan dialah Namrud beserta kaumnya yang berusaha membakar nabi Ibrahim alaihissalam hidup-hidup , namun Allah SWT menyelamatkannya :

﴿قَالُوا حَرِّقُوهُ وَانْصُرُوا آلِهَتَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ فَاعِلِينَ . قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلامًا عَلَى إِبْرَاهِيمَ . وَأَرَادُوا بِهِ كَيْدًا فَجَعَلْنَاهُمُ الأخْسَرِينَ﴾.

Mereka berkata: "Bakarlah dia ( Ibrahim ) dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak". Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim". mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi. ( QS. Al-Anbiya : 68-70).

BABILONIA di sebutkan dalam Al-Quran sebagai pusat dan puncak merajalelanya ilmu-ilmu sihir dan tenung , sehingga Allah SWT mengutus Harut dan Marut untuk memberi peringatan kepada mereka bahwa perbuatan tersebut adalah bentuk kekufuran .

﴿وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنزلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلا تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلا يَنْفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ﴾.

" Hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babylon yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudarat dengan sihirnya kepada seorang pun kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudarat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui " . ( QS. Al-Baqoroh : 102 ) .

Berdasarkan kesimpulan dari sejarah, legenda dan mitologi, maka Alexander Hislop menulis secara rinci bagaimana agama Babilonia berkembang menjadi tradisi yang berkaitan dengan Nimrod, Semiramis (isterinya) dan Tamuz (anak Semiramis, yang kemudian dinikahi oleh Semiramis, ibunya sendiri).

Ketika Nimrod mati, tubuhnya dipotong-potong, kemudian dibakar dan disebar ke berbagai daerah. Praktek serupa juga disebutkan dalam Alkitab (Hak. 19:29; 1Sam. 11:7). Kematiannya sangat menyedihkan masyarakat Babilon. Semiramis lalu menegaskan bahwa Nimrod adalah dewa matahari.

Ketika Semiramis melahirkan seorang anak laki-laki, ia mengatakan bahwa anaknya, Tamus, adalah titisan Nimrod. Kemungkinan besar Semiramis sudah mendengar nubuatan mengenai Mesias yang akan dilahirkan oleh seorang wanita. Kebenaran mengenai hal ini sudah diketahui sejak semula (Kej. 3:15). Itu sebabnya Semiramis berani mengatakan bahwa anaknya dikandung secara supranatural dan merupakan juru selamat. Dalam perkembangan selanjutnya tidak hanya anak yang disembah, tetapi juga sang ibu. Banyak dari penyembahan Babilonia diteruskan melalui lambang-lambang yang misterius. Misalnya anak-sapi yang dibuat dari emas (golden calf) merupakan lambang dari Tammuz, anak dari dewa matahari.

Karena Nimrod merupakan dewa matahari atau baal, maka api juga merupakan lambang dari Nimrod.

Jadi, lilin dan lain-lain kebiasaan yang berkenaan dengan api dimaksudkan sebenarnya sebagai penyembahan kepada Nimrod.

Nimrod juga sering dilambangkan sebagai matahari, ikan, pohon, pilar dan binatang. ( Baca Roma 1:21-26 , dan sampai disini kata2 Ralph Woodrow ).

Setelah Namrud meninggal dunia, Semiramis ibu yang merangkap sebagai isteri tersebut menyebarkan ajaran bahwa Roh Namrud tetap hidup selamanya, walaupun jasadnya telah mati. Dia membuktikan ajarannya dengan adanya pohon Evergreen yang tumbuh dari sebatang kayu yang mati, yang ditafsirkan oleh Semiramis sebagai bukti kehidupan baru bagi Nimrod yang sudah mati. Untuk mengenang hari kelahirannya, Namrud selalu hadir di pohon Evergreen ini dan meninggalkan bingkisan yang digantungkan di ranting-ranting pohon itu. 25 Disember itulah hari kelahiran Namrud. Dan inilah asal usul pohon Natal yang dirayakan oleh orang-orang Kristen pada Hari Raya Natal / Krismas.

http://hikmatun.files.wordpress.com/2009/11/tammuz.jpg

Walaupun dikatakan bahawa Semiramis ialah seorang perawan ketika melahirkan Namrud, dia juga kemudiannya melahirkan seorang lagi anak selepas Namrud mati yang kemudian di nikahi pula oleh Semiramis , ibunya sendiri . Anak itu bernama Tammuz dan dia mengatakan anak itu adalah jelmaan semula Namrud. Tammuz diberi gelaran ‘Orion‘ yang bermaksud ‘benih seorang wanita’.  Semiramis pada mulanya dikenali sebagai ‘Ibu perawan’, ‘Ibu suci’ dan ‘Dewi dari syurga’.  Dan dari sinilah permulaan penyembahan terhadap Semiramis dan anak tuhan.

Melalui pengaruh dan pemujaannya kepada Namrud, Semiramis dianggap sebagai ‘Ratu Langit’ oleh rakyat Babylon. Dengan berbagai julukan, akhirnya Namrud dipuja sebagai ‘Anak Suci dari Syurga’. Melalui perjalanan sejarah dan pergantian generasi dari masa ke masa, dari satu bangsa ke bangsa lainnya, penyembahan berhala versi Babylon ini berubah menjadi Messiah Palsu yang berupa dewa Baal, anak dewa Matahari.

===

Pengaruh budaya agama matahari Babylonia kepada agama lain .

----

OBELISK ( lambang alat kelamin pria ), KUIL DAN MENARA  

Ralph Woodrow menyatakan dalam BABYLON MYSTERY RELIGION hal. 5 bahwa : Salah satu bentuk penyembahan matahari ( agama kafir ) yang mempunyai pengertian yang tersembunyi adalah Obelisk. Ratu Semiramis mendirikan sebuah obelisk yang tingginya 130 kaki. Di Mesir terdapat banyak Obelisk dan beberapa diantaranya telah dipindahkan ke lain tempat, yaitu Central Park di New York, London dan Roma.

Asal mulanya sebuah Obelisk dikaitkan dengan penyembahan matahari, lambang dari Baal, yang merupakan sebutan dari Nimrod. Mereka telah menolak pencipta sebenarnya dan menganggap mataharilah yang memberikan kehidupan kepada tanaman dan manusia. Obelisk juga merupakan lambang dari phallus ( alat kelamin pria ). Melalui hubungan kelamin, sebuah kehidupan dimulai, karena itu phallus juga merupakan lambang dari kehidupan. Supaya obelisk ini betul-betul melambangkan suatu kehidupan, maka obelisk ini harus berdiri tegak. Obelisk ini ditempatkan di halaman masuk sebuah kuil.

Obelisk

Obelisk di Vatican City

Gedung Obelisk

Di halaman gereja Santa Petrus di Roma berdiri sebuah obelisk. Obelisk ini pernah berdiri di Mesir. Antara tahun 37-41 Catigula memindahkan obelisk dari Heliopolis, Mesir, ke halaman gereja St. Petrus di Vatikan. Heliopolis adalah nama Yunani untuk Bethshemesh ( Rumah Matahari ) yang merupakan pusat penyembahan matahari di Mesir. Dalam Perjanjian Lama disebutkan bahwa obelisk-obelisk ini adalah images os Betshemesh (Yer. 43:13).

Ketika pada tahun 1586, Paus Sixtus V, memindahkan obelisk ke gereja St. Petrus, ia mengancam para pengangkut obelisk itu dengan hukuman mati bila obelisk itu jatuh dan patah. Perlu diketahui bahwa tinggi obelisk seluruhnya adalah 132 kaki dengan berat 320 ton. Ribuan orang menyaksikan penegakan obelisk ini dan setelah berhasil berdiri, diadakan misa dan paus memberkati para pekerja dan kuda-kuda yang dipakai.

Di halaman kuil yang terletak di Hierapolis, tertulis: “Saya, Dionysus, mempersembahkan phalli ini kepada Hera, ibu tiriku.”

Selama ini orang berusaha untuk memperindah gedung gereja dengan segala macam hiasan. Alkitab merekam bahwa yang dimaksud dengan gereja adalah sekumpulan orang-orang yang didiami Roh Kudus dan tubuh mereka merupakan Bait Tuhan. Jadi yang perlu diperindah adalah manusianya, bukan gedung gerejanya

Salah satu ciri khas dari gedung gereja adalah menara. Padahal Yesus sendiri tidak pernah membangun atau memerintahkan pembangunan gereja.

Salah satu arti dari dewi Astarte (Semiramis) adalah “Perempuan yang membuat menara”. Di gereja Katolik, menara merupakan lambang dari Perawan Maria. Pada waktu kerajaan Babilonia masih ada, terdapat banyak menara yang bersifat religius. Dalam agama orang Cina, menara juga memegang peranan penting. Salah satunya adalah pagoda di Nanking. Menara-menara ini cukup tinggi, sehingga dari jauh sudah kelihatan. Ingat menara Babel (Kej. 11:3-4).

Dalam agama Islam menara juga memegang peranan dalam pembangunan mesjid dengan banyak menara. Juga gereja St. Sophia di Constantinopel memiliki banyak menara. Demikian pula gereja-gereja Katolik dan Protestan mengenal menara. ( Hingga di sini keterangan dari buku BABYLON MYSTERY RELIGION ).

===

Dewa Matahari di Mesir :

Pada zaman Mesir Kuno, Dewa yang banyak dipuja dan dianggap sebagai Dewa tertinggi adalah Dewa matahari, Ra ( Amon-Ra ). Ia merupakan Dewa yang banyak disembah di daratan Mesir. Kuil Abu Simbel didirikan untuk memujanya. Setelah itu, Dewa yang banyak dipuja adalah Osiris, Dewa kehidupan alam, penguasa akhirat. Selain itu, juga ada Anubis, Dewa kegelapan

Phoenix

Phoenix (Phnix) dalam mitologi Mesir adalah burung legendaris yang keramat. Burung Api ini digambarkan memiliki bulu yang sangat indah berwarna merah dan keemasan.

Phoenix menjadi simbol suci pemujaan terhadap Dewa matahari di Heliopolis, Mesir. Burung Phoenix simbol dari " Dewa Matahari – radhiyallahu ‘anhu ". Dalam mitologi hindu phoenix juga digambarkan sebagai Garuda .

Phoenix dikatakan dapat hidup selama 500 atau 1461 tahun. Setelah hidup selama itu, Phoenix membakar dirinya sendiri. Setelah itu, dari abunya, munculah burung Phoenix muda. Siklus hidup burung Phoenix seperti itu (regenerasi), bangkit kembali setelah mati, lalu muncul sebagai sosok yang baru.

Phoenix merupakan simbol dari keabadian, lambang dari siklus kehidupan setelah mati, dan simbol dari kebangkitan tubuh setelah mati.

Dalam Al-Kitab Injil (Keluaran 10:21-23) di sebutkan : Pada zaman Nabi Musa alaihissalam , Allah ta'ala pernah memberi Musa mu'jizat berupa Gelap gulita , yaitu kegelapan yang pekat meliputi Mesir selama tiga hari, namun terang tetap bersinar di daerah orang Israel tinggal . Tulah ini merupakan pukulan telak dan serangan langsung terhadap kekuasaan tertinggi dewa Mesir, Dewa Matahari radhiyallahu ‘anhu atau Amon-Ra.

----

Tuhan Matahari agama Shinto di Jepang :

Amaterasu (天照) atau Amaterasu-ōmikami (天照大神) , merupakan dewa matahari dari kepercayaan Shinto, dan merupakan figur terpenting dalam Phanteon Shinto , atau kumpulan dewa bangsa Jepang. Dia merupakan leluhur dari kaisar Jepang secara tradisi, penguasa surga , tapi bukan maha kuasa.



Menurut mitos penciptaan Shinto, Amaterasu terlahir ketika Izanagi kembali dari usaha menyelamatkan istrinya Izanami yang menemui kegagalan, dari Yomi , tanah kematian. Amaterasu terlahir dari salah satu matanya. Disaat bersamaan , saudaranya , dewi bulan , Tsukiyomi ( yang juga merupakan pria dalam berbagai hikayat) dan juga Susano-Wo terlahir.

Izanagi memberi Amaterasu benda mustika , Yasakani no Magatama , dan mengatakan bahwa dia , Amaterasu , akan berkuasa atas Surga. Izanagi juga memberikan kekuasaan terhadap Susano-Wo atas seluruh lautan, tetapi Susano-Wo iri dengan saudarinya , dan berkata terhadap ayahnya bahwa dia akan menyusul ibunya , Izanami , di Yomi. Ini membuat Izanagi amat marah dan mengusir Susano-Wo.Susano-Wo pergi menjumpai saudarinya , Amaterasu , untuk mengucapkan selamat tinggal, tetapi Amaterasu mencurigai tipu dayanya. Susano-Wo berusaha meyakinkan Amaterasu bahwa dia tidak bermaksud mencelakainya. Tetapi kemudian Susano-Wo menunjukkan kecemburuannya. Dia mengusulkan suatu kontes untuk menunjukkan siapa yang lebih berkuasa. Siapapun yang dapat menciptakan lebih banyak dewa , menjadi pemenang. Amaterasu membelah pedang saudaranya menjadi tiga kepingan dan memakannya. Ketika meludahkan kepingan tersebut dan kabut terbentuk di udara , tiga dewi tercipta.Susano-Wo tidak terkesan. Dia mengambil manik-manik saudarinya dan mengunyah dengan giginya , kemudian lima dewa muncul.

“Saya menang” dia berkata kepada Amaterasu.

“Tidak” Amaterasu menjawab. “Dewa dewa muncul dari batu permataku. Saya pemenangnya , sejak pedangmu hanya menghasilkan tiga dewa , dan kesemuanya adalah wanita.”

Susano-Wo mengamuk disepanjang bumi, mengklaim bahwa dia adalah pemenang. Dia membanjiri lahan pertanian dan menyebabkan kehancuran besar. Akhirnya dia mengambil kuda poni dan menguliti hidup-hidup dan melemparkan sang binatang ke ruangan sakral tempat Amaterasu sedang bersama para pelayannya. Salah satu pelayan tewas seketika.

Amaterasu menyelamatkan diri ke suatu gua yang gelap dan meninggalkan bumi dalam kegelapan dan menolak untuk terlibat. Akhirnya para dewa memancing kemunculannya. Mereka mengatur Yata no Kagami, yang dibuat oleh Ama Tsu Mara dan Ishi Kori dome didepan goanya. Mereka juga meminta dewi Uzume untuk menari didepan goanya. Uzume memulai tarian dengan lambat tetapi perlahan semakin cepat dengan ritmenya , menanggalkan baju dan menari dengan liar , membuat para hadirin tertawa terbahak.

Amaterasu mendengarkan hal tersebut dan ingin tahu apa yang sedang terjadi. Ketika dia memeriksa mulut goa , dia melihat pantulan cermin . Kemudian penasaran dan bertanya siapa gerangan dewi yang sedemikian cantiknya. Dewa lain berkata bahwa itu adalah penggantinya. Kecantikan yang dimiliki kemudian merasukinya dan dia menampakkan diri secara perlahan untuk mempelajari imaji tersebut. Dunia sekali lagi terang benderang oleh cahayanya.

Tajikawa dengan cepat menutup pintu goa sehingga Amaterasu tidak dapat kembali. Dengan kembalinya cahaya, dunia mendapatkan kembali keseimbangan.

Susano-Wo , sementara itu , dihukum oleh dewa yang lain. Janggut dan kukunya dienyahkan dan kemudian di usir dari surga. Susano-Wo kemudian berkelana di bumi. Dia membunuh ular berkepala delapan dan dari ekornya muncul pedang. Menyesali permusuhan dengan saudarinya, dia mengirim pedang sebagai tanda tunduk pada kekuasaan Amaterasu. Pedang itu disebut , Ama no Murakumo no Tsuguri. Amaterasu kemudian meminta anaknya , Ame no Oshido Mimi untuk memerintah bumi. Kemudian mengutus cucunya , Ninigi no Mikoto. Kaisar Jepang merupakan keturunan dari Ninigi dan juga Amaterasu.

===

DEWA MATAHARI DALAM HINDU :

Surya ( Sanskerta: सूर्य; Surya ) adalah nama dewa matahari menurut kepercayaan umat Hindu. Surya juga diadaptasi ke dalam dunia pewayangan sebagai dewa yang menguasai atau mengatur surya atau matahari, dan diberi gelar "Batara". Menurut kepercayaan Hindu, Surya mengendarai kereta yang ditarik oleh 7 kuda. Ia memeiliki kusir bernama Aruna, saudara Garuda, putra Dewi Winata.

Dewa Surya dalam pewayangan :

Batara Surya ini adalah Dewa yang menjadi tumpuan mahluk hidup di alam dunia ini terutama tumbuhan dan hewan, Batara Surya terkenal sangat sakti mandraguna dan menjadi salah satu Dewa andalan di kahyangan. Batara Surya terkenal senang memberikan pusaka-pusaka atau ajian-ajian yang dimilikinya terhadap orang-orang yang dipilihnya.

Dewa ini terkenal mempunyai banyak anak dari berbagai wanita ( tukang kawin ) diantaranya dari Dewi Kunti yang melahirkan Adipati Karna dalam kisah Mahabharata.

Batara Surya kena batunya ketika Anoman menyalahkan Batara Surya atas kejadian yang menimpa Ibunya Dewi Anjani dan neneknya yang dikutuk menjadi tugu oleh suaminya sendiri. Anoman merasa Batara Surya harus bertanggung jawab sehingga Anoman dengan ajiannya mengumpulkan awan dari seluruh dunia untuk menutupi alam dunia sehingga sinar sang surya tidak bisa mencapai bumi. Untungnya kejadian ini dapat diselesaikan secara baik-baik sehingga Anoman dengan sukarela menyingkirkan kembali awan-awannya sehingga alam dunia terkena sinar mentari kembali.

Pemujaan kepada Matahari Sangat Penting bagi pemeluk agama Hindu .

Salah satu ritual yang penting dalam Hindu adalah ritual Surya Namaskara Puja. Kata ini diambil dari Bahasa Sanskrit yang berarti puja penghormatan kepada matahari. Ritual ini dilakukan setiap pagi oleh orang-orang Hindu di Tanah India dengan mempersembahkan air berisi bunga-bungaan segar kepada matahari.

Mengapa pemujaan ini begitu penting bagi mereka ?

Karena Matahari dipuja dalam kitab suci Weda sebagai Surya yang cemerlang. Ia dikatakan mengendarai sebuah kereta beroda satu yang ditarik tujuh ekor kuda putih. Oleh karena itu Ia disebut Ekacakra Ratha. Kusir Dewa Surya adalah Aruna, kakak burung ilahi garuda ( tuhan garuda ) , tunggangan Wisnu yang memiliki tubuh tidak normal karena dilahirkan secara paksa. Aruna inilah yang bersinar merah di pagi hari tepat sebelum matahari terbit.

Kitab suci Weda menguraikan ada dua belas aspek matahari dengan fungsi-fungsi yang berbeda. Kedua belas aspek itu adalah:

1.                  Mitra               : Ia sebagai sinar persahabatan universal.

2.                  Rawi                : Ia sebagai sinar yang mengandung kekuatan.

3.                  Surya               : Ia sebagai sinar pemusnah kegelapan dan kebodohan.

4.                  Bhanu             : Ia sebagai sumber cahaya.

5.                  Khaga              : Ia sebagai sinar yang menembus segalanya.

6.                  Pusa                 : Ia sebagai sinar mistis dari api suci.

7.                  Hiranyagarbha: Ia sebagai sinar penyembuh berwarna keemasan.

8.                  Marici             : Ia sebagai sinar halus di pagi dan senja hari.

9.                  Aditya             : Ia sebagai sinar dari para guru suci; juga adalah aspek dari Wisnu.

10.             Sawitra            : Ia sebagai sinar yang mencerahkan.

11.             Arka                : Ia sebagai sinar yang menghancurkan kecemasan dan ketakutan.

12.             Bhaskara         : Ia sebagai sinar dari kecerdasan.

Singkatnya matahari begitu penting sehingga mendapat kedudukan khusus dalam ayat-ayat mantra Weda. Mantram Gayatri adalah salah satu mantra yang ditujukan kepada matahari (Surya).

Cara mereka melakukan penyembahan Dewa Matahari ( ber-Surya Namaskara Puja ).

Langkah pertama adalah bangun pagi-pagi sebelum matahari terbit , kemudian mempersiapkan bejana, yang tidak berbahan tanah liat , akan tetapi memakai bejana tembaga, emas, perak, atau kuningan. Lalu bejana diisi dengan air bersih (bukan tirtha), lalu berdiri menghadap ke timur ( ke arah matahari ) , atau ke barat pada sore hari. Air di tuangkan perlahan-lahan dari ketinggian setinggi dahi. Sambil melihat dan berkonsentrasi kepada matahari yang terbias melalui cucuran air itu. Sembari menuangkan air, seluruh nama matahari harus disebutkan.

Ada satu mantra yang diambil dari Gayatri Sadhana untuk pemujaan matahari:

Aum Sri savitre surya narayanaya namah

Mitra Ravi Surya Bhanu Khaga

Pusa Hiranyagarbha Maricyaditya

Savitrarka Bhaskarebhyo namo namah.

 Setelah itu, melantunkan mantra-mantra lain seperti Aum loka samasta sukhino bhavantu, sarva jana sukhino bhavantu. Jika untuk kedua orang tua masing-masing dengan mantra: Aum svasti maata uta pitra no astu, svasti gobhyo jagate purusebhyah.

===

SIMBOL-SIMBOL DAN TRADISI AGAMA PENYEMBAH MATAHARI BABYLONIA , ROMA DAN MESIR TELAH DIAMBIL ALIH OLEH AGAMA KRISTEN. 

Diantaranya :

- Hari Sabtu adalah hari Yesus beribadah , namun umat Kristen merubahnya pada Hari AHAD , yaitu hari penyembahan tuhan matahari . Makanya hari Ahad itu dalam bahasa Inggrisnya dikatakan SUN DAY artinya HARI MATAHARI .

- Obelisk yang dipuja oleh para penyembah tuhan Matahari, telah diambil alih lokasinya oleh gereja Vatican City .

Obelisk di Vatican City

- 25 Disember , musim salju adalah hari kelahiran Dewa Matahari dan sangat berkaitan dengan PENYEMBAHAN TUHAN MATAHARI , namun umat Kristen menjadikannya hari kelahiran Yesus dan di rayakannya sebagi hari Natal . Padahal Yesus lahir di musim panas , dan bunda Maria melahirkannya di bawah pohon kurma yang sedang berbuah dan buahnya hampir masak ( ruthob ), oleh karena itu beliau setelah melahirkannya memakan ruthob dari pohon kurma tadi . Dan semua orang tahu jika buah kurma akan menjadi matang , ketika terik matahari pada puncaknya .

- Lambang salib juga sebenarnya simbol kepada PENYEMBAH tuhan matahari , tetapi umat kristen menggunakan salib sebagai simbol untuk mengenang Yesus disalib.


Ankh – simbol penyembah dewa matahari di Mesir

- Cara pemakaian Osiris tidak ubah seperti Pope di Vatican

Osiris ( Dewa Matahari di Mesir )

Pope di Vatikan

Mithra ( dewa matahari Roma ) & Statue of Liberty ( Patung Semiramis )

Perhatikan logo Matahari di atas kepalanya masing-masing !!!

====

KRISTEN DIPENGARUHI KONSEP TUHAN MATAHARI ROMA

No      MITHRA DEWA MATAHARI ROMA

1          Baal ditangkap.

2          Baal didengar perkaranya di dalam rumah di atas gunung.

3          Baal dipukuli (dilukai).

4          Baal dibawa ke gunung.

5          Maka beserta dengan Baal ada seorang penyamun dibawa dan dibunuh. Ada seorang terdakwa penyamun dilepaskan dari hukumannya. Oleh sebab itu ia tiada dibawa beserta Baal.

6          Sesudah Baal pergi ke gunung, dalam kota timbul huru-hara dan terjadilah di sana peperangan.

7          Pakaian Baal dibawa lari.

8          Seorang perempuan membasuh darah Baal yang keluar dari jantungnya sebab kena senjata.

9          Baal pergi turun ke Gunung terjauh dari matahari dan terang, lenyap dari pemandangan manusia dan dipegang keras-keras di dalam gunung sebagai orang tawanan.

`10      Orang-orang pengawal menunggu Baal dipenjarakan dengan keras di dalam gunung.

11        Seorang Dewi duduk dengan Baal; ia datang untuk memelihara Baal.

12        Mereka mencari Baal ke tempatnya dipenjarakan. Terutama seorang perempuan mencari dia dengan tangisnya di pintu kubur. Ketika sudah nyata bahawa ia dibawa lari, perempuan itu pun menangis, katanya: “O, saudaraku laki-laki! O, saudaraku laki-laki!

13        Baal dihidupkan kembali (sebagai matahari musim semi), ia datang keluar dari gunung.

14        Ia mempunyai pesta perayaan yang terbesar, yaitu tahun baru bangsa Babylon jatuh pada bulan Maret musim semi, pada hari itu dirayakan pula sebagai peringatan bagi kemenangan atas kuasa kegelapan.

----

No      YESUS KRISTUS

1          Yesus ditangkap.

2          Yesus didengar perkaranya di dalam rumah Imam Besar dan di dalam gedung pengadilan Pilatus.

3          Yesus disiksa.

4          Yesus dibawa ke Golgota akan dipalangkan.

5          Maka serta dengan Yesus ada dua orang penyamun dibawa dan dipalangkan. Ada seorang (Barabas namanya) dilepaskan dari hukumannya atas permintaan orang banyak. Oleh sebab itu ia tiada dibawa beserta Yesus.

6          Pada ketika Yesus mati, tirai rumah Allah pun cariklah dan bumi gempa, dan gunung-gunung batu berbelah, dan kubur-kubur terbuka, dan beberapa tubuh orang mati bangkit dari dalam kubur lalu masuk ke dalam kota suci.

7          Jubah Yesus dibahagi-bahagikan di antara askar (Synoptic: Yahya, Mazmur 22: 19)

8          Lambung Yesus ditikam dengan tombak lalu keluar darah, dengan air (Yahya) Maria Magdalena dan dua orang perempuan yang lain pergi merempah-rempahi tubuh Yesus (Markus; Lukas).

9          Yesus dalam kubur bukit batu (Synoptic); turun ke kerajaan orang mati (Ipetrus 3: 19; Matius 12: 40; Kisah Rasul-rasul 2: 24) masuk ke dalam neraka (Dogma).

`10      Kubur Yesus ditunggui oleh orang pengawal (Matius).

11        Maria Magdalena dan Maria lainnya duduk bertentangan dengan kuburan itu (Matius; Markus).

12        Orang-orang perempuan terutama Maria Magdalena datang ke kubur mencari Yesus dan ia terdapat di belakang pintu kubur. Maria adalah berdiri di luar hampir dengan kubur itu dengan tangisnya, karena tuhannya sudah diangkat orang (Yahya).

13        Yesus hidup kembali, bangun dari kubur (pada hari Ahad waktu pagi).

14        Ia mempunyai pesta perayaan jatuh kurang lebih pada musim semi, pada hari itu juga dirayakan sebagai peringatan bagi kemenangannya atas kuasa kegelapan.

===

KRISTEN JUGA DIPENGARUHI AGAMA-AGAMA PENYEMBAH MATAHARI LAINNYA

[1] Dianggap Tuhan atau Dewa

- Yesus —> Tuhan Kristian

- Mithra —> Dewa Parsi Kuno

- Osiris —> Dewa Mesir Kuno

- Baachus —> Tuhan Yunani Kuno

==

[2] Tanggal Kelahiran

- Yesus —> Tanggal 25 Disember

- Mithra —> Tanggal 25 Disember

- Osiris —> Tanggal 25 Disember

- Baachus —> Tanggal 25 Disember

===

[3] Pengharapan manusia

- Yesus —> Mesiah yg ditunggu

- Mithra —> Perantara yg ditunggu

- Osiris —> Pembebas yg ditunggu

- Baachus —> Pembebas yg ditunggu

===

[4] Lahir dari Ibu Perawan

- Yesus —> Seorang perawan Maria

- Mithra —> Seorang perawan Aishev

- Osiris – –> Seorang perawan Naeith

- Baachus —> Seorang perawan Demeter / Semele

===

[5] Kematian

- Yesus —> Mati Disalib

- Mithra —> Mati Dibunuh

- Osiris —> Mati Dibunuh

- Baachus —> Mati Dibunuh

===

[6] Tujuan Kematian

- Yesus -> Menebus dosa manusia

- Mithra -> Menebus dosa manusia

- Osiris -> Menebus dosa manusia

- Baachus -> Menebus dosa manusia

[7] Kebangkitan

- Yesus -> 3 hari dari penyaliban

- Mithra -> 3 hari dari pembunuhan

- Osiris -> 2 hari 3 malam dari pembunuhan

- Baachus -> 3 hari dari pembunuhan

===

[8] Triteisme

- Yesus -> Oknum dari Triniti (Anak,Bapa,Roh Kudus)

- Mithra -> Oknum dari Tridewa (Mitra,Ahirman,Ohrzmad)

- Osiris -> Oknum dari Tridewa (Osiris,Isis,Horus)

- Baachus -> Oknum dari Tridewa (Baachus,Apolos,Yupiter)

===

[9] Kedatangan kedua kali ke dunia

- Yesus -> Menjelang kiamat

- Mithra -> Menjelang kiamat

- Osiris -> Menjelang kiamat

- Baachus -> Menjelang kiamat

Dan masih banyak lagi konsep dalam PENYEMBAHAN TUHAN MATAHARI yang di adopsi menjadi konsep agama Kristen. Umat Kristiani terpedaya dengan istilah,  god of sun, kemudian mereka katakan son of god dan lain-lain . 

****

PENGARUH AGAMA PARA DEWA-DEWI YUNANI TERHADAP BUDAYA INDONESIA

1. Bentuk bangunan Museum Nasional yang diadopsi dari bentuk kuil partenon

2. Bentuk bangunan Gelora Bung Karno yang mengikuti konsep amphiteater

3. PON ( Pekan Olahraga Nasional ) yang terinspirasi dari Olimpiade Athena .

4. Seni teater pada masa Pericles yang menginspirasi dibentuknya kelompok-kelompok teater besar di Indonesia seperti Teater Koma

TAMAT AL-HAMDU LILLAH , SEMOGA BERMANFAAT , AMIIIN !!!

Cilamaya , 03 Januari 2011 .

===

-

====

---

Kuburan Dan WC Bukan Tempat Ibadah :

Allah telah menganugerahi umat Islam ini kemudahan-kemudahan , diantaranya adalah kemudahan di dalam melaksanakan ibadah sholat . Allah telah menjadikan untuk umat ini semua permukaan bumi , baik di daratan maupun dilautan adalah tempat ibadah shalat , kecuali dua tempat : kuburan dan kamar mandi atau yang sejenisnya , seperti yang di sebutkan dalam hadits berikut ini :

Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu 'anhu , bahwa Rosulullah bersabda : 

 « أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ مِنْ الْأَنْبِيَاءِ قَبْلِي : فذكرها ، منها : ... وَجُعِلَتْ لِي الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا وَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ ...» .

" Aku di anugerahi lima ( perkara ) yang belum pernah di berikan kepada seorang pun dari para nabi sebelumku ", kemudian beliau menyebutkan lima perkara tadi , diantaranya adalah :

" Telah di jadikan untukku seluruh bumi sebagai masjid ( tempat shalat ) dan suci mensucikan , dan siapapun orangnya dari umatku bertemu waktu shalat , maka shalatlah ( di tempat itu ) ". ( HR. Bukhori 1/95 no. 438 ).

Abu Isa Turmudzi dalam Sunannya berkata : Hadits ini di riwayatkan pula dari Abdullah bin 'Amr , Abu Hurairah , Ibnu Abbas , Anas , Abu Umamah dan  Abu Dzar radliyallahu 'anhum .

Hadits riwayat Jabir radhiyallahu 'anhu :

Bahwa Rosulullah bersabda : 

 الْأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلَّا الْمَقْبَرَةَ وَالْحَمَّامَ

" Bumi itu semuanya masjid ( tempat shalat ) kecuali kuburan dan kamar mandi ".

( HR. Abu Daud no. 492 , Turmudzi no. 317 , Ibnu Majah no. 745 , Darimi no. 1390 dan Ibnu Hibban no. 2321 . Di Shahihkan oleh Al-Hakim , Ad-Dzahabi , Syeikh Al-Albaany , Syueib al-Arnauth dan Husein Salim Asad . Aku katakan : Sebetulnya dalam sanadnya terdapat illah mursal , namun tidak berpengaruh , oleh karena itu Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab A-Talkhish 1/277 cenderung menshahihkannya . Dan Syeikh Ibnu Taimiyah dalam al-Fatawa 22/160 telah menukil pentashihan para huffaadz terhadap hadits ini ) .

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma:  

أَنَّهُ كَرِهَ أَنْ يُصَلِّى إِلَى حُشٍّ أَوْ حَمَّامٍ أَوْ قَبْرٍ .

Bahwasannya dia membenci jika seseorang shalat menghadap wc , kamar mandi dan kuburan . (Diriwayatkan oleh Imam Baihaqi 2/435 no. 4075 )

Kekhawatiran Rosulullah setelah beliau wafat terhadap umatnya , khawatir jika mereka akan menjadikan kuburannya sebagai sarana mondar-mandir dan perayaan dalam rangka pengkultusan pada dirinya dan menjadikannya tempat ibadah . Beliau khawatir setelah kepergiannya akan terjadi perubahan yang mestinya mereka memperbanyak ibadah di rumah-rumah mereka masing-masing agar tidak seperti kuburan yang sunyi dari ibadah , akan tetapi mereka malah membalikkannya , kuburan di jadikan sarana ibadah , sementara rumah-rumah mereka sunyi dari ibadah .   

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu , bahwa Rosulullah bersabda :

« لاَ تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قُبُورًا وَلاَ تَجْعَلُوا قَبْرِى عِيدًا وَصَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ تَبْلُغُنِى حَيْثُ كُنْتُمْ ».

" Janganlah kalian jadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan , dan jangalah kalian jadikan kuburanku sebagai sarana Ied ( tempat mondar-mandir , rame-rame atau perayaan ) , dan bersholawatlah kalian kepadaku ( dimanapun kalian berada ) , karena sesungguhnya sholawatkan kalian akan sampai padaku dari manapun kalian berada ". ( HR. Abu Daud no. 2044 dan Baihaqi dalam Sya'bul Iman no. 4162 . Di Shahihkan oleh Syeikh Al-Albaany ).

Rosulullah menganjurkan umatnya membaca Al-Quran di rumah-rumah mereka agar tidak seperti kuburan . Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu , bahwa Rosulullah besabda :

« لاَ تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ ، إنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ البَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ البَقرَةِ  » .

" Janganlah kalian jadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan-kuburan , karena sesungguhnya syeitan itu akan lari dari rumah yang di bacakan di dalamnya surat Al-Baqarah ". ( HR. Muslim no. 780 dan Ahmad no. 7808 ) .

Dari Anas radhiyallahu 'anhu dia berkata :

قُمْتُ يَوْمًا أُصَلِّى وَبَيْنَ يَدَىَّ قَبْرُ لاَ أَشْعُرُ بِهِ ، فَنَادَانِى عُمَرُ : الْقَبْرَ الْقَبْرَ ، فَظَنَنْتُ أَنَّهُ يَعْنِى الْقَمَرَ ، فَقَالَ لِى بَعْضُ مَنْ يَلِينِى : إِنَّمَا يَعْنِى الْقَبْرَ فَتَنَحَّيْتُ عَنْهُ.

Suatu hari aku shalat dan dihadapanku terdapat kuburan tanpa aku sadari , maka Umar memanggil-manggilku : Kuburan ! kuburan ! . Aku kira dia bermaksud mengatakan : " Bulan ! bulan ! " . Lalu sebagian orang yang berada di sampingku berkata padaku : " Yang dia maksud adalah kuburan ". Maka akupun bergeser . ( HR. Bukhori secara mu'allaq / tanpa sanad 1/93 sebelum no. 427 dan Baihaqi no. 4450 dengan sanadnya ).

Larangan sholat menghadap kuburan dan duduk-duduk di atasnya .

Dari Abu Martsad Kanaz bin Husein Al-Ghanawi , dia berkata : aku mendengar Rosulallah bersabda:

« لا تُصَلُّوا إِلَى القُبُورِ ، وَلاَ تَجْلِسُوا عَلَيْهَا » .

" Janganlah kalian shalat menghadap kuburan, dan janganlah kalian duduk diatasnya". ( HR. Muslim no. 927 ).

Dari Jabir radhiyallahu 'anhu , dia berkata :

«نَهَى رَسُولُ اللَّهِ ﷺ أَنْ يُبْنَى عَلَى الْقَبْرِ أَوْ يُزَادَ عَلَيْهِ أَوْ يُجَصَّصَ أَوْ يُكْتَبَ عَلَيْه » .

" Rosulullah telah melarang didirikan bangunan di atas kuburan , atau ditambahi di atasnya , atau diplester , atau di beri tulisan di atasnya ".

( HR. Muslim no. 970 , Abu Daud no. 3225 , 3226 dan Al-Hakim 1/525 ). 

Dari Ibnu Umar radliyallahu 'anhuma , bahwasannya Nabi bersabda : 

« اجْعَلُوا مِنْ صَلاَتِكُمْ فِى بُيُوتِكُمْ وَلاَ تَتَّخِذُوهَا قُبُورًا ».

" Jadikanlah shalat-shalat kalian di rumah kalian , dan janganlah kalian menjadikannya seperti kuburan-kuburan ". ( HR. Bukhori no. 432 dan Muuslim no. 777-(208) .

Di dalam hadits riwayat Zaid bin Tsabit di sebutkan bahwa Nabi bersabda :

« صَلُّوا أَيُّهَا النَّاسُ فِى بُيُوتِكُمْ. فَإِنَّ أَفْضَلَ صَلاَةِ الْمَرْءِ فِى بَيْتِهِ إِلاَّ الصَّلاَةَ الْمَكْتُوبَةَ ».

" Shalatlah - wahai para manusia - di rumah-rumah kalian , karena sesunguhnya shalat seseorang yang paling utama adalah di rumahnya , kecuali shalat maktubah
( shalat fardlu lima waktu ) "
. ( HR. Bukhori no. 6113 , 7290 dan Muslim no. 1-(781) ).


[1] ) Sufyaan bin Sa’iid bin Masruuq Ats-Tsauriy , Abu ‘Abdillah Al-Kuufiy ; seorang yang tsiqoh, hafidzh, faqiih, ‘aabid, imam, lagi hujjah. Termasuk thabaqah ke-7, lahir tahun 97 H, dan wafat tahun 161 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 394 no. 2458].

[2] ) Zuhair bin Mu’aawiyyah bin Hudaij bin Ar-Ruhail bin Zuhair bin Khaitsamah, Abu Khaitsamah Al-Ju’fiy Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah lagi tsabat, kecuali riwayatnya dari Abu Ishaaq adalah dla’iif, karena ia mendengar riwayat darinya setelah ikhtilath-nya (di akhir usia Abu Ishaaq). Termasuk thabaqah ke-7, lahir tahun 100 H, dan wafat tahun 172 H/173 H. Dipakai Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 342 no. 2062].

[3] ) ‘Abdurrahman bin Sa’d Al-Qurasyiy Al-‘Adawiy A-Kuufiy, maulaa Ibni ‘Umar ; dikatakan Ibnu Hajar : “Telah ditsiqahkan oleh An-Nasaa’iy”. Termasukthabaqah ke-3. Dipakai oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad [Taqriibut-Tahdziib, hal. 580 no. 3902].

[4] ) (ضعيف الأدب المفرد) برقم (964)

[5] ) في كتابه الماتع (( تصحيح الدعاء )) في صفحة ( 362 )

[6] ) Syu’bah bin Al-Hajjaaj bin Al-Ward Al-‘Atakiy Al-Azdi, Abu Busthaam Al-Waasithiy; seorang yang tsiqah, haafidh, mutqin, dan disebut Ats-Tsauriy sebagai amiirul-mukminiin fil-hadiits. Termasuk thabaqah ke-7, wafat tahun 160 H di Bashrah. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 436 no. 2805].

[7] ) ‘Affaan bin Muslim bin ‘Abdillah Al-Baahiliy, Abu ‘Utsmaan Ash-Shaffaar Al-Bashriy; seorang yang tsiqah lagi tsabat, namun kadang ragu. Termasuk thabaqah ke-10, wafat setelah tahun 219 H di Baghdaad. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 681 no. 4659].

[8] ) al-Hafidz Ibnu Hajar berkata:

وَرَوَيْنَا فِي الْمَعْرِفَةِ لِلْبَيْهَقِي وَفِيْهَا عَنْ شُعْبَةَ أَنَّهُ قَالَ "كَفَيْتُكُمْ تَدْلِيسٌ ثَلاَثَةٍ: اْلأَعْمَشِ وَأَبِي إِسْحَاقَ وَقَتَادَةَ" وَهِيَ قَاعِدَةٌ حَسَنَةٌ تٌقْبَلُ أَحَادِيْثُ هَؤُلاَءِ إِذَا كَانَ عَنْ شُعْبَةَ وَلَوْ عَنْعَنُوْهَا (النكت على كتاب ابن الصلاح للحافظ ابن حجر 2/ 630)

"Syu'bah berkata: "Aku cukupkan kalian dari tadlisnya 3 orang, al-A'masy, Abu Ishaq dan Qatadah". Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: "Ini adalah kaidah yang bagus, yakni riwayat orang-orang tersebut diterima jika disampaikan melalui Syu'bah meskipun secara mu'an'an (menggunakan redaksi 'dari')" (Nukat Kitab Ibni Shalah, 2/630).

[9] ) قال ابن معين: لم يكن من أصحاب الحديث، كان مغفلاً. وقال النسائي: ضعيف، ومثله عن أبي حاتم الرازي.

وقال ابن حبان: "يقلب الأسانيد، ويرفع المراسيل، لا يجوز الاحتجاج به"، وقال الإسماعيلي: محمد بن مصعب من الضعفاء. وقالي الخطيب: كان كثير الغلط لتحديثه من حفظه. وقال أحمد: ليس به بأس، ونحوه عن ابن عدي. ووثقه ابن قانع وابن قانع من المتساهلين. فمن هذا يتضح ضعفه كما ذهب إليه أئمة أهل العلم. وأما قول أحمد: ليس به بأس، يعني في نفسه فهو صدوق في نفسه، ولكنه ضعيف الحديث . ( انظر : هذه مفاهيمنا للشيخ صالح بن عبد العزير آل الشيخ ص/44 ).

[10] ) قال الخطيب في "الكفاية في علوم الرواية" ص 88 : " المجهول عند أصحاب الحديث هو كل من لم يشتهر بطلب العلم في نفسه، ولا عرفه العلماء به، ومن لم يعرف حديثه إلا من جهة راوٍ واحد، مثل: عمرو ذي مر، وجبار الطائي، وعبد الله بن أغر الهمداني، والهيثم بن حنش ... هؤلاء كلهم لم يرو عنهم غير أبي اسحاق السبيعي" اهـ. انظر : ( العبر للذهبي 1 / 279 وتهذيب التهذيب 9 / 458 )

[11] ) انظر : ( القول الفصل المسدد في صحة حديث يا محمد )  للشيخ مجدي غسان معروف

[12] ) انظر : ( القول الفصل المسدد في صحة حديث يا محمد )  للشيخ مجدي غسان معروف

[13] ) Abu Syu’bah Al-Kuufiy Al-Muzanniy maulaa Suwaid bin Muqarran Al-Muzanniy; seorang yang maqbuul. Termasuk thabaqah ke-3. Dipakai Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad, Muslim, dan An-Nasaa’iy [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1159 no. 8221].

[14] ) قال الشيخ مجدي غسان معروف في كتابه ( القول الفصل المسدد في صحة حديث يا محمد ) : "محمدُ بنُ إبراهيم بنِ نيروزَ الأنماطي رضي الله عنه حافظ ثقة مشهور. ومحمود بن خِداش - في بعضِ الكتبِ محمد بن خِداش- والذي روى عنه الأنماطي إنما هو محمود بن خداش إمامٌ ثقة، كما في تهذيب الكمال للحافظ المزي. محمود بن خداش الإمام الحافظ الثقة، أبو محمد الطالقاني ثم البغدادي".

[15] ) Para ulama ahli hadits berselisih tentang ikhtilathnya Abu Ishaq. Dalam hal ini al-Hafidz adz-Dzahabi berkata dalam ( ميزان الاعتدال ) 3/270 :

" عَمْرُو بْنُ عَبْدِاللهِ أَبُوْ إِسْحَاقَ السَّبِيْعِى مِنْ أَئِمَّةِ التَّابِعِيْنَ بِالْكُوْفَةِ وَأَثْبَاتِهِمْ إِلاَّ أَنَّهُ شَاخَ وَنَسِيَ وَلَمْ يَخْتَلِطْ "

"Amr bin Abdillah, Abu Ishaq as-Sabi'i. Salahsatu imam tabi'in di Kufah dan yang paling kokoh. Hanya saja dia menjadi tua dan lupa, tapi tidak ikhtilath" .

Dan dalam kitabnya ( الرواة الثقات المتكلم فيهم بما لا يوجب ردهم )hal. 203 adz-Dahaby berkata :

" أَبُوْ اِسْحَاقَ السَّبِيْعِي ثِقَةٌ إِمَامٌ لَكِنَّهُ كَبُرَ وَسَاءَ حِفْظُهُ وَمَا اخْتَلَطَ "

"Abu Ishaq as-Sabi'i adalah terpercaya dan imam. Hanya saja dia menajdi tua dan hafalannya buruk, tapi tidak ikhtilath" .

al-Hafidz al-'Ala'i ( العلائي  ) dalam kitabnya ( المختلطين hal. 93 ) berkata: 

   عَمْرُو بْنُ عَبْدِ اللهِ أَبُوْ إِسْحَاقَ السَّبِيْعِي: أَحَدُ أَئِمَّةِ التَّابِعِيْنَ الْمُتَّفَقُ عَلَى اْلاِحْتِجَاجِ بِهِ. وقال يعقوب الفسوي: قال بعض أهل العلم: كان قد اختلط. وقال يحيى بن معين: سمعت حميد الرؤاسي يقول: إنما سمع ابن عيينة من أبي إسحاق بعد ما اختلط. وكذلك قال أبو زرعة في أبي خيثمة زهير بن معاوية: إنه سمع من أبي إسحاق بعد الاختلاط. وقال ابن معين: إنما أصحاب أبي إسحاق شعبة وسفيان الثوري. قلت: ومثلهم أيضا إسرائيل بن يونس وأقرانه وَلَمْ يَعْتَبِرْ أَحَدٌ مِنَ اْلأَئِمَّةِ مَا ذُكِرَ مِنِ اخْتِلاَطِ أَبِي إِسْحَاقَ اِحْتَجُّوْا بِهِ مُطْلَقًا وَذَلِكَ يَدُلُّ عَلَى أَنَّهُ لَمْ يَخْتَلِطْ فِي شَيْءٍ مِنْ حَدِيْثِهِ ".

"Amr bin Abdullah Abu Ishaq al-Sabi'i adalah salah satu imam tabi'in yang disepakati untuk dijadikan hujjah. Dan Ya’qub al-Fasawi berkata : “ sebagian ahlul ilmi berkata : Dia sungguh telah ikhtalath “. Dan Yahya bin Ma’in berkata : aku mendengar Humeid ar-Ruaasy berkata : sesungguh nya Ibnu ‘Uyaynah itu hanya mendengar dari Abu Ishaq ketika dia telah ikhtalath . Begitu juga Abu Zur’ah beliau berkata tentang Abu Khoitsamah Zuheir bin Mu’aawiyah : “ Sesungguh dia mendengar dari Abu Ishaq setelah dia ikhtalath “.

Dan Yahya bin Ma’in berkata : “ Sesungguhnya sahabat-sahabat Abu Ishaq itu adalah Syu’bah dan Sufyan ats-Tsaury “.

   Aku katakan : “ Dan ada yang semisal mereka juga yaitu Israaiil bin Yunus dan orang-orang  yang sejajar dengannya tidak ada satupun para imam yang mempermasalahkan ikhtilathnya Abu Ishaq. Mereka berhujjah dengan Abu Ishaq. Dan ini menunjukkan bahwa ia tidak mengalami ikhtilath sedikitpun dalam hadisnya" (al-Mukhtalithin 93)

Jawaban atas nukilan perkataan adz-Dzahabi :

   وحين نفى الذهبي الاختلاط عن السبيعي أثبت له سوء الحفظ فقال « لما وقع في هرم الشيخوخة نقص حفظه وساء ذهنه وما اختلط» وفي لفظ آخر « شاخ ونسي ولم يختلط: وقد تغير قليلاً» ثم نقل عن الإمام الفسوي أن بعض أهل العلم قالوا: كان قد اختلط، وإنما تركوه مع ابن عيينة لاختلاطه (ميزان الاعتدال ترجمة رقم (5335 و 6393 )

[16] ) انظر : تقريب التهذيب ( 639 ) ، ومقدمة فتح الباري ص 431 والاغتباط ص 87 ترجمة رقم ( 85 ) ط : دار الكتاب العربي، والكواكب النيرات في معرفة من اختلط من الرواة الثقاة ص 84 ط : دار الكتب العلمية.

[17] ) انظر : أحوال الرجال 79 ( 102 (

[18] ) " غياث بن ابراهيم " كذاب " " كان يضع الحديث " . ( انظر : لسان المِيزَانُ 4 / 490 الكامل لابن عدي 6 / 2036 ) .


[1] ) رواه البخاري في " الأدب المفرد " (رقم/964)، والدارقطني في " العلل " (13/242) عن سفيان الثوري باللفظ السابق ، إلا أنه عند الدارقطني بلفظ : " يا محمد ".

[2] ) رواه علي بن الجعد في " المسند " (ص/369)، وإبراهيم الحربي في " غريب الحديث " (2/674)، وابن سعد في " الطبقات " (4/154)، وابن عساكر في " تاريخ دمشق " (31/177)، عن زهير به .

[3] ) رواه إبراهيمُ الحربيُّ في " غريب الحديث " (2/673) . وفي إسناده ضعف بسبب إبهام الراوي عن ابن عمر.

[4] ) رواه ابنُ السني في " عمل اليوم والليلة " (رقم/169) . وهذا إسناد ضعيف أيضا .

[5] ) رواه ابن السني أيضًا في " عمل اليوم والليلة " (رقم/168) . وهذا إسناد ضعيف أيضا .

([1])[قوله  : (( إن العبد إذا وضع في قبره، وتولى عنه أصحابه، إنه ليسمع قرع نعالهم )) رواه البخاري (1374) ومسلم (2870)]

([2]) [ وقف الرسول ﷺ بعد ثلاثة أيام من معركة بدر على قتلى بدر من المشركين، فنادى رجالاً منهم، فقال : (( يا أبا جهل بن هشام، يا أمية بن خلف، يا عتبة بن ربيعة، يا شيبة بن ربيعة، أليس قد وجدتم ما وعد ربكم حقاً؟ فإني قد وجدت ما وعدني ربي حقاً فقال عمر بن الخطاب: يا رسول الله ! كيف يسمعوا أنى يجيبوا وقد جيفوا؟! قال: والذي نفسي بيده! ما أنتم بأسمع لما أقول منهم، ولكنهم لا يقدرون أن يجيبوا، ثم أمر بهم فسحبوا، فألقوا في قليب بدر)) رواه مسلم (2874) من حديث أنس رضي الله عنه ]

([3]) [ لَيَرِدَنَّ عَلَيَّ الْحَوْضَ رِجَالٌ مِمَّنْ صَاحَبَنِي ، حَتَّى إِذَا رَأَيْتُهُمْ وَرُفِعُوا إِلَيَّ اخْتُلِجُوا دُونِي ، فَلَأَقُولَنَّ : أَيْ رَبِّ أُصَيْحَابِي أُصَيْحَابِي ، فَلَيُقَالَنَّ لِي : إِنَّكَ لَا تَدْرِي مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ (رواه البخاري 6211  ومسلم، 2304 (من حديث أنس رضي الله عنه

“ Maka pasti akan ada beberapa orang sahabatku akan menghampiriku di telaga, hingga setelah kalian melihat nya dan mereka mendekatiku, tiba-tiba mereka dijauhkan dariku, maka aku berkata: “Ya Tuhanku, sahabat-sahabat kecilku”. Maka dikatakan kepadaku: “Sesungguhnya kamu tidak mengetahui apa yang mereka perbuat sepeninggalmu” ]

([4]  أخرجه مسلم، كتاب الفضائل، باب إذا أراد الله تعالى رحمة أمة قبض نبيها قبلها، رقم: (2288)

[5])  الأذكار النووية ص305)  ) – ( باب ما يقوله إذا خدرت رجله )  . وانظر أيضا : الكلم الطيب لابن تيمية ) 1 / 173)  )

[6] ) تمام الحديث : (( كان إذا سافر فأقبل الليل؛ قال: يا أرض! ربي وربك الله، أعوذ بالله من شرك، وشر ما فيك، وشر ما خلق فيك، ومن شر ما يدب عليك، وأعوذ بالله من أسد وأسود، ومن الحية والعقرب، ومن ساكن البلد، ومن والد وما ولد ))

     أخرجه أبو داود (2603) ، والنسائي في "عمل اليوم والليلة" (563) ، وابن خزيمة (2572) ، والبغوي في "شرح السنة" (5/ 146) ، وأحمد (2/ 132) عن شريح بن عبيد الحضرمي أنه سمع الزبير بن الوليد يحدث عن عبد الله بن عمر قال ... فذكره.

قلت: وهذا إسناد ضعيف؛ الزبير بن الوليد مجهول، كما يشير إلى ذلك قول الذهبي في "المِيزَانُ " : " تفرد عنه شريح بن عبيد".

قلت: وأما ابن حبان؛ فوثقه على قاعدته في توثيق المجهولين! ولذلك لم يتابعه الحافظ في "التقريب"؛ فقال فيه : " مقبول "

قلت: ويعني أنه مقبول عند المتابعة؛ وإلا فهو لين الحديث؛ كما نص عليه في المقدمة.

فقوله في "تخريج الأذكار " : " حسن"! كما نقله ابن علان (5/ 164) ؛ مما لا وجه له عندي؛ إلا أن يكون توسطاً منه بين ما يقتضيه جهالة المذكور من الضعف، وبين تصحيح الحاكم إياه في "المستدرك" (2/ 100)

ولا يخفى ما فيه، وإن تابعه الذهبي على التصحيح؛ فإنه مناف أيضاً لتجهيله لراويه كما سبقث الإشارة إليه، ولقول النسائي عقبه : " الزبير بن الولي شامي، ما أعرف له غير هذا الحديث".

(تنبيه) : قال المعلق على "شرح السنة" - بعد أن خرج الحديث : " وله شاهد من حديث عائشة عند ابن السني (168) ، وسنده ضعيف"!!قلت : وهذا وهم محض؛ فهذا الشاهد متن آخر؛ أوله:كان إذا أشرف على أرض يريد دخولها؛ قال: "اللهم؛ إني أسألك من خير هذه الأرض ... " الحديث. انظر أيضا : سلسلة الأحاديث الضعيفة والموضوعة للشيخ الألباني

[7])  Imam an-Nawawi mengisyaratkan kepada Sabda Nabi :

(( إذا طنت أذن أحدكم فليذكرني وليصل عليّ، وليقل : ذكر الله بخير من ذكرني )).

“Jika telinga seseorang di antara kalian berdengung, sebutlah aku dan bershalawatlah kepadadu, dan bacalah; (Semoga Allah mengingatnya dengan kebaikan bagi orang yang mengingatku).” ( HR. Thabrani dll )

Ibnu Qoyyim , Ibnu Muflih , Syeikh al-Baany dan Syeikh bin Baaz berkata : Hadits ini palsu .

Berikut ini uraian takhrijnya :

قال ابن علان في الفتوحات الربانية شرح الأذكار النواوية (ج6 ص198): قال السخاوي في القول البديع: رواه الطبراني، وابن عدي، وابن السني في اليوم والليلة، والخرائطي في المكارم، وأبو موسى المديني، وابن بشكوال، وسنده ضعيف.

 وفي رواية بعضهم: "إذا طنت أذن أحكم فليذكرني، وليصلّ عليّ، وليقل: ذكر الله من ذكرني بخير". قلت: وهي رواية ابن السني.

  قال السخاوي: وقد أخرجه ابن خزيمة في صحيحه، ومن طريقه أبو اليمن بن عساكر، وذلك عجيب، لأن إسناده غريب؛ كما صرح به أبو اليمن وغيره. وفي ثبوته نظر، وقد قال أبو جعفر العقيلي: إنه ليس له أصل. اهـ.

  وأخرجه ابن أبي عاصم أيضاً؛ كما نقله القسطلاني في مسالك الحنفاء.

  قال ابن حجر الهيتمي في الدر المنضود: الحديث أخرجه جمع بسند ضعيف.

  وإخراج ابن خزيمة له في صحيحه متعجب منه، فإن إسناده غريب، بل قال العقيلي: ليس له أصل. ا. هـ

-------------------------------------------------

وهذا الحديث يرويه محمد بن عبد الله بن أبي رافع، واختلف عنه :

فرواه مُعَمَّر بن محمد بن عبيد الله، عن أبيه محمد، عن أبيه عبيد الله، عن أبيه أبي رافع مرفوعا.

وخالفه حِبّان بن علي (في المشهور عنه)، فرواه عن محمد بن عبيد الله، عن أخيه عبد الله، عن أبيه، عن جده مرفوعا.

وروي عن حبان دون ذكر (عن أخيه) موافقة لرواية معمر.

ورواه منْدَل بن علي عن محمد به؛ دون ذكر (عن أخيه).

فأما رواية معمّر:

فرواها البزار (9/328) والروياني (1/473) وابن خزيمة في صحيحه (كما في جلاء الأفهام 98 وتفسير ابن كثير 3/517 وتخريح أحاديث الكشاف 3/134 وغيرهم) - ومن طريقه أبواليمن بن عساكر (كما في القول البديع 323) - والعقيلي (4/261) والطبراني في الأوسط (9/92) والصغير (2/245) وابن عدي (6/450) وابن الجوزي في الموضوعات (3/76) والشجري في الأمالي (1/129) من طريق معمّر، عن أبيه، عن أبيه، عن أبيه مرفوعا.

ومعمّر ضعيف جدا، ولا سيما فيما يرويه عن أبيه، وأبوه مثله! وقال العقيلي عن معمر: لا يتابع على حديثه، ولا يعرف إلا به. وقال الطبراني: إن معمرا تفرد به. وقال ابن عدي: إن معمرا لا يتابع عليه. وأقره الذهبي في المِيزَانُ (4/157).  وقال أبواليمن وغيره: سنده غريب.

وأما طريق حبان:

فرواها ابن أبي عاصم في الصلاة على النبي ﷺ (81) والعقيلي (4/1263 بتحقيق حمدي السلفي، وسقط سنده في طبعة قلعجي 4/104) والحكيم الترمذي في نوادر الأصول (3/241/أ الأصل 283) والطبراني في الكبير (1/321) وابن السني في عمل اليوم والليلة (166) وابن عدي (6/113) والبيهقي في الدعوات الكبير (439 و440) وابن عساكر (6/415) والسلفي في المشيخة البغدادية (35/280/أ) وابن بشكوال في القربة (96) وأبوموسى المديني في اللطائف (890) وابن الجوزي في الموضوعات (3/76) من طريق حبان بن علي عن محمد بن عبيد الله بن أبي رافع عن أخيه عبد الله بن عبيد الله بن أبي رافع عن أبيه عن جده.

هذا هو المشهور عن حبان.

ورواه أبويعلى (كما في جامع المسانيد لابن كثير 9/521 والمطالب العالية 13/895) وابن حبان في المجروحين (2/250) وابن بشكوال في القربة (95) من طريق حبان، عن محمد، عن أبيه، عن جده. ليس فيه ذكر عبد الله أخي محمد.

ورواه الخرائطي في مكارم الأخلاق (545 المنتقى) من طريق الهيثم بن جميل -وهو ثقة- عن حبان ومندل ابنا علي، كلاهما عن محمد، عن أبيه، عن جده. ليس فيه عبد الله أخو محمد كذلك.

وحبان ومندل كلاهما ضعيف، وشيخهما متروك، ويشتد ضعفه بروايته عن أبيه، وأخوه عبد الله مجهول الحال.

ولذلك فالحديث على كلا الإسنادين موضوع.

والحديث عزاه السخاوي في القول البديع للخراساني في الثامن من حديثه.

من أحكام الحفاظ عليه:

قال العقيلي: ليس له أصل. وأنكره ابن حبان وابن عدي. وقال البيهقي: هذا إسناد ضعيف. وضعفه ابن طاهر في ذخيرة الحفاظ (1/336) وفي التذكرة (66). وقال ابن الجوزي: هذا حديث موضوع. وعده الذهبي في المِيزَانُ (3/645) من مناكير محمد بن عبيدالله. وضعفه في تلخيص الموضوعات (737). وعدّه ابن القيم في المنار المنيف (25) من الموضوعات، وقال: كل حديث في طنين الأذن فهو كذب.  وقال ابن مفلح في الآداب الشرعية (2/318): هذا الخبر موضوع أو ضعيف. وقال ابن كثير: إن صح الخبر في ذلك. وقال: إسناده غريب، وفي ثبوته نظر.  وقال العراقي في تخريج الإحياء (1065): سنده ضعيف. وقال السخاوي في المقاصد الحسنة (70): سنده ضعيف، بل قال العقيلي: ليس له أصل.  وضعفه في القول البديع (323) أيضا بنحوه، وقال: في ثبوته نظر. وضعفه القسطلاني في مسالك الحنفا (419)، وغيره من المتأخرين.  وقال الألباني في الضعيفة (2631): موضوع.

   وأغرب الهيثمي فقال في مجمع الزوائد (10/138): إسناد الطبراني حسن!

   وأما إيراد ابن خزيمة له في صحيحه فلا يقتضي تصحيحه، فما أكثر ما يورد الأحاديث الضعيفة في صحيحه منبّهاً عليها؛ ذاكراً لعلّتها، ولم أجد الحديث في المطبوع منه، ولا في إتحاف المهرة لابن حجر، فمن ادّعى أن ابن خزيمة يصححه فعليه الإثبات.

وإنما ذكرتُ هذا لأن بعض المتأخرين -من غير المحققين في الحديث- اغتر بإيراد ابن خزيمة له؛ وبكلام الهيثمي، فقوّى الحديث! منهم المناوي في فيض القدير (1/399) والتيسير (1/114)، والعجلوني في كشف الخفاء (1/110)، وغيرهما، فاقتضى ذلك التنبيه.والله أعلم.

[8] ) قال فضل الله الجيلاني : " وعلى كل حال فصورة النداء في بعض الروايات ليس على حقيقته، ولا يتوهم أنه للاستعانة أو الاستغاثة،  وإنما المقصود إظهار الشوق وإضرام نار المحبة، وذكر المحبوب يسخن القلب وينشطه فيذهب انجماد الدم فيجري في العروق، وهذا هو الفرح، والخطاب قد يكون لا على إرادة الإسماع".

   وقال أبو علي الشوكاني : " وليس في هذا ما يفيد أن لذلك حكم الرفع، فقد يكون مرجع مثل هذا التجريب، والمحبوب الأعظم لكل مسلم هو رسول الله ﷺ؛ فينبغي ذكره عند ذلك كما ورد ما يفيد ذلك في كتاب الله سبحانه وتعالى مثل قوله: ﴿قل إن كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله﴾ وكما في حديث: "لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب أليه من أهله وماله والناس أجمعين". وأما أهل علم الطب فقد ذكروا أن سبب الخدر اختلاطات بلغمية ورياحات غليظة" .

   قال الإمام العالم العلامة الشيخ عبد الله بن عبد الرحمن أبا بطين رحمه الله تعالى : " واحتج المعترض بما روي أنه قيل لابن عمر - حين خدرت رجله -: اذكر أحب الناس إليك. وأن ابن عباس قاله لآخر. فقال أحدهما: محمد. وقال الآخر: يا محمد.

   وليس له في هذا حجة على طلب الحاجات من الأموات والغائبين . والقائل لم يقل: ادع أحب الناس إليك. والمقول له لم يقل: يا محمد أزل خدر رجلي. فإن صح الأثر؛ فلعل المعنى في ذلك: أنه توسل إلى الله بمحبة نبيه.

[9] ) ( مغرم كلِفٌ محبا = Lelaki yang jatuh cinta )  وفي كتاب هذه مفاهيمنا ص47 : ( هائما كلفا معنًّى )

[10] ) انظر : عمل اليوم والليلة لابن السني ص115 رقم 171 .

[11] ) ( اللُكَع عند العرب : اللئيم، أو هو: رديء النسب والحسب، وقيل: من لا يعرف له أصل ولا يحمد له خلق.
قاله في تحفة الأحوذي، وقال في النهايةاللكع عند العرب العبد، ثم استعمل في الحمق والذم.

[12] ) انظر : عيار الشعر لابن طباطبا العلوي ( موقع : الوراق )  ، هذه مفاهيمنا ص/46 .

[13] ) انظر : بلوغ الارب في معرفة  أحوال العرب 2/320 ، هذه مفاهيمنا ص/46-47 .

[14] )  أخرجه أحمد في " مسنده " ( 5 / 317 / 22758 ) ، والطبراني في " المعجم الكبير " – كما في " المجمع " ( 10 / 246 ) – ، وابن سعد في " الطبقات " ( 1 / 387 ) عن موسى بن داود ، ثنا ابن لهيعة ، عن الحرث بن يزيد ، عن علي بن رباح ، أن رجلاً ، سمع عبادة بن الصامت ، يقول : خرج علينا رسول الله ﷺ ، فقال أبوبكر رضي الله عنه : قوموا نستغيث برسول الله ﷺ من هذا المنافق ، فقال رسول الله ﷺ : " لا يقام لي ، إنما يقام لله تبارك وتعالى " . ولفظ الطبراني : " إنه لا يستغاث بي إنما يستغاث بالله "

قال الهيثمي : رواه الطبراني ورجاله رجال الصحيح غير ابن لهيعة وهو حسن الحديث . وقد رواه أحمد بغير هذا السياق وهو في الأدب في باب القيام . انظر : مجمع الزوائد للهيثمي[ج10-ص246]

تعليق شعيب الأرنؤوط على مسند أحمد: إسناده ضعيف لضعف عبد الله بن لهيعة

[15] ) رواه ابن أبي الدنيا في كتابه مُجَابُو الدُّعَاءِ (ص154) . ورواها ابن تيمية بصيغة التمريض (رُوِيَ). وهي إشارة إلى ضعف الرواية. والرواية ضعيفة. وفيها كثير بن محمد فإن يكن العجلي فهو مجهول (الجرح والتعديل7/157 ميزان الاعتدال5/495 المغني في الضعفاء2/531). وإن كان البجلي فهو كذلك مجهول (لسان المِيزَانُ4/483) ولا توجد ترجمة لكثير بن محمد بن كثير بن رفاعة.

[16] ) الدبيلة هي تراكم كمية من القيح والسوائل في فراغ الجنبة (pleura). مصدر الاسم هو من الكلمة اليونانية Empyein، والتي تعني منتج القيح. كان الطبيب اليوناني أبقراط (Hippocrates) أول من وصف التشخيص الأولي للدبيلة، وكان ذلك قبل أكثر من 2400 سنة. أحيانا تتم تسمية الدبيلة الموجودة في فراغ الجنبة بالـ "دبيلة الصدرية" (Thoracic empyema)، وذلك لتميزها عن الحالات الأكثر ندرة من الدبيلة، والتي تصيب كيس المرارة أو أماكن أخرى في الجسم.

     رغم أن الدبيلة قد تصيب أي شخص بأي جيل، ومن مختلف الفئات، إلا أنها تعتبر أكثر انتشارا بين المرضى الأكبر سنا (البالغين)، خصوصا ذوي الحالة الصحية الضعيفة عامة، حيث تكون إصابتهم بالمرض أكثر شدّة وصعوبة. ( الموقع : ويب طب )


[17] ) Abu Ishaaq As-Sabii’iy namanya adalah : ‘Amru bin ‘Abdillah bin ‘Ubaid, Abu Ishaaq As-Sabii’iy Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah, mukatstsir, lagi ‘aabid, namun mengalami ikhtilaath di akhir hayatnya. Termasuk thabaqah ke-3, wafat tahun 129 H, atau dikatakan sebelum itu. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 739 no. 5100].

[18] ) تعريف أهل التقديس بمراتب الموصوفين بالتَدْلِيسٌ ص 101 ترجمة رقم ( 91 ) ط : دار الكتب العلمية وانظر كتاب التبيين لأسماء المدلسين لبرهان الدين الحلبي سبط ابن العجمي ص 160 ترجمة رقم ( 58 )

[19] ) تهذيب التهذيب 8 / 66

[20] ) سير أعلام النبلاء 5 / 398 تهذيب التهذيب 8 / 65 .

[21] ) تهذي بالتهذيب 8 / 66 .

([22] تهذيب الكمال - المزي ج 17 ص 143 :

أخبرنا به أبو الحسن ابن البخاري ، وزينب بنت مكي ، قالا : أخبرنا أبو حفص بن طبرزذ ، قال : أخبرنا الحافظ أبو البركات الانماطي ، قال : أخبرنا أبو محمد الصريفيني ، قال : أخبرنا أبو القاسم بن حبابة ، قال : أخبرنا عبدالله بن محمد البغوي ، قال : حدثنا علي بن الجعد ، قال : أخبرنا زهير ، عن أبي إسحاق ، عن عبد الرحمان بن سعد ، قال : كنت عند عبدالله بن عمر ، فخدرت رجله ، فقلت له : يا عبد الرحمان ما لرجلك ؟ قال : اجتمع عصبها من هاهنا . قال : قلت : ادع أحب الناس إليك ، فقال : يا محمد ، فانبسطت .

-          مسند ابن الجعد- علي بن الجعد بن عبيد ص 369 :

حدثنا علي أنا زهير عن أبي إسحاق عن عمرو بن الحارث الهدي أخي جويرية بنت الحارث قال لا والله ما ترك رسول الله ﷺ عند موته دينارا ابن درهما ابن عبدا ابن أمة ابن شيئا إلا بغلته البيضاء وسلاحه وأرضا تركها صدقة وبإسناده عن أبي إسحاق عن هبيرة بن يريم قال رأيت قيس بن سعد بن عبادة على شط دجلة فتوضأ ومسح على خفين له من أرندج فرأيت أثر أصابعه على الخفين وبه عن أبي إسحاق عن عبد الرحمن بن سعد قال كنت عند عبد الله بن عمر فخدرت رجله فقلت له يا أبا عبد الرحمن ما لرجلك قال اجتمع عصبها من ها هنا قلت أدع أحب الناس إليك قال يا محمد فانبسطت

-          تهذيب الكمال - المزي ج 17 ص 143 :

أخبرنا به أبو الحسن ابن البخاري ، وزينب بنت مكي ، قالا : أخبرنا أبو حفص بن طبرزذ ، قال : أخبرنا الحافظ أبو البركات الانماطي ، قال : أخبرنا أبو محمد الصريفيني ، قال : أخبرنا أبو القاسم بن حبابة ، قال : أخبرنا عبدالله بن محمد البغوي ، قال : حدثنا علي بن الجعد ، قال : أخبرنا زهير ، عن أبي إسحاق ، عن عبد الرحمان بن سعد ، قال : كنت عند عبدالله بن عمر ، فخدرت رجله ، فقلت له : يا عبد الرحمان ما لرجلك ؟ قال : اجتمع عصبها من هاهنا . قال : قلت : ادع أحب الناس إليك ، فقال : يا محمد ، فانبسطت .

-          مسند ابن الجعد- علي بن الجعد بن عبيد ص 369 :

حدثنا علي أنا زهير عن أبي إسحاق عن عمرو بن الحارث الهدي أخي جويرية بنت الحارث قال لا والله ما ترك رسول الله ﷺ عند موته دينارا ابن درهما ابن عبدا ابن أمة ابن شيئا إلا بغلته البيضاء وسلاحه وأرضا تركها صدقة وبإسناده عن أبي إسحاق عن هبيرة بن يريم قال رأيت قيس بن سعد بن عبادة على شط دجلة فتوضأ ومسح على خفين له من أرندج فرأيت أثر أصابعه على الخفين .

وبه عن أبي إسحاق عن عبد الرحمن بن سعد قال كنت عند عبد الله بن عمر فخدرت رجله فقلت له يا أبا عبد الرحمن ما لرجلك قال اجتمع عصبها من ها هنا قلت أدع أحب الناس إليك قال يا محمد فانبسطت

-          تاريخ مدينة دمشق - ابن عساكر ج 31 ص 177 :

أخبرنا أبو عبد الله محمد بن طلحة بن علي الرازي وأبو القاسم إسماعيل بن أحمد قالا أنا أبو محمد الصريفيني أنا أبو القاسم بن حبابة نا أبو القاسم البغوي نا علي بن الجعد انا زهير عن ابن ( 3 ) إسحاق عن عبد الرحمن بن سعد قال كنت عند عبد الله بن عمر فخدرت رجله فقلت له يا أبا عبد الرحمن ما لرجلك قال اجتمع عصبها من ها هنا قال قلت ادع أحب الناس إليك فقال يا محمد فانبسطت

-          الطَّبَقَاتُ الْكُبْرَى - محمد بن سعد ج 4 ص 154 :

قال أخبرنا الفضل بن دكين قال حدثنا سفيان وزهير بن معاوية عن أبي إسحاق عن عبد الرحمن بن سعد قال كنت عند بن عمر فخدرت رجله فقلت يا أبا عبد الرحمن ما لرجلك قال اجتمع عصبها من هاهنا هذا في حديث زهير وحده قال قلت ادع أحب الناس إليك قال يا محمد فبسطها

[23] ) رواه البخاري في " الأدب المفرد " (رقم/964)، والدارقطني في " العلل " (13/242) عن سفيان الثوري باللفظ السابق ، إلا أنه عند الدارقطني بلفظ : " يا محمد ".

[24] ) رواه علي بن الجعد في " المسند " (ص/369)، وإبراهيم الحربي في " غريب الحديث " (2/674)، وابن سعد في " الطبقات " (4/154)، وابن عساكر في " تاريخ دمشق " (31/177)، عن زهير به .

[25] ) رواه إبراهيمُ الحربيُّ في " غريب الحديث " (2/673) . وفي إسناده ضعف بسبب إبهام الراوي عن ابن عمر .

[26] ) رواه ابنُ السني في " عمل اليوم والليلة " (رقم/169) . وهذا إسناد ضعيف أيضا .

[27] ) رواه ابن السني أيضًا في " عمل اليوم والليلة " (رقم/168) . وهذا إسناد ضعيف أيضا .


[1] ) Makna ( الكيس ) : yang pandai , cerdas , bijak , dermawan , murah hati , luwes , manis dan elok . Atau kecerdasan , kedermawanan , kemurahan hati dan keelokan . ( Kamus al-Munawwir karya Ahmad Warson Munawwir hal. 1334 ).

[2] ) رواه ابن أبي شيبة في "مصنفه" (6/ 356) والبخاري في "التَّارِيخُ الْكَبِيرُ" (7/304) - مختصرا - وابن عساكر في "تاريخه" (44/345) من طريق أَبِي صَالِحٍ ، عَنْ مَالِكِ الدَّارِ .

[3] ) Ibnu Katsir dalam kitab ( البداية والنهاية  7/85 ) menjelaskan, dinamakan tahun ramadah disebabkan permukaan bumi menjadi hitam kering karena sedikitnya turun hujan, hingga warnanya sama dengan ramad (debu), ada yang mengatakan bahwa sebab dinamakan tahun ramadah karena angin selalu membawa debu, seolah-olah ramad (abu).

Ibnu Saad dalam kitab ( الطَّبَقَاتُ الْكُبْرَى ) mensifati tahun ramadah dengan mengatakan, manusia tertimpa bencana berat, di mana daerah-daerah kekeringan, binatang mati bergelimangan dan manusia kelaparan, hingga manusia terlihat mengangkat tulang yang rusak dan menggali lubang-lubang tikus untuk mengeluarkan apa yang terdapat didalamnya.  

Dari berbagai referensi yang ada, terdapat perbedaan mengenai kapan tepatnya tahun ramadah ini terjadi. Mayoritas riwayat sepakat mengatakan bahwa krisis tahun ramadah terjadi pada tahun 18 H.

Namun juga terdapat riwayat yang memberikan penjelasan bahwa krisis ini terjadi pada akhir tahun 17 H.

Dalam suatu riwayat juga disebutkan bahwa tahun ramadah terjadi setelah haji tahun 18 H, artinya mencakup mayoritas tahun 19 H.

As-Suyuthi misalnya, menyebutkan bahwa tahun ramadah terjadi pada tahun 17 H.

Lamanya masa paceklik tahun ramadah ini terjadi juga terdapat perbedaan pendapat.

Al-Hafidz Ibnu Katsir dalam kitab ( البداية والنهاية 7/85 ) :

واستمر هذا الحال في الناس تسعة أشهر، ثم تحول الحال إلى الخصب والدعة

“ Keadaan sperti ini menimpa manusia berlangsung selama 9 bulan . Kemudian setelah itu keadaan berubah menjadi subur dan makmur”.

Berbeda dengan Ibn Abdil Barr , beliau mengatakan bahwa tahun Ramadah adalah bencana berat yang menimpa banyak orang selama dua atau tiga tahun. Sedangkan al-Qurthubi menyebutkan bahwa tahun Ramadah terjadi lima tahun .  

( Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin al-Khathab..., h. 352 35 Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin al-Khathab…, h. 353 36 Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin al-Khathab…, h. 353 )

[4]) قال سيف بن عمر عن سهل بن يوسف السلمي عن عبد الرحمن بن كعب بن مالك قال :

كان عام الرمادة في آخر سنة سبع عشرة، وأول سنة ثماني عشرة، أصاب أهل المدينة وما حولها جوع فهلك كثير من الناس، حتى جعلت الوحش تأوي إلى الانس، فكان الناس بذلك وعمر كالمحصور عن أهل الأمصار حتى أقبل بلال بن الحارث المزني فاستأذن على عمر فقال: أنا رسول رسول الله إليك، يقول لك رسول الله ﷺ " لقد عهدتك كيسا، وما زلت على ذلك ، فما شأنك "؟ قال: متى رأيت هذا؟ قال: البارحة. فخرج فنادى في الناس  " الصلاة جامعة !!! "، فصلى بهم ركعتين ثم قام فقال: أيها الناس أنشدكم الله هل تعلمون مني أمرا غيره خير منه؟ فقالوا : اللهم لا، فقال: إن بلال بن الحارث يزعم ذية وذية. قالواصدق بلال فاستغث بالله ثم بالمسلمين. فبعث إليهم - وكان عمر عن ذلك محصورا - فقال عمر: الله أكبر، بلغ البلاء مدته فانكشف. ما أذن لقوم في الطلب إلا وقد رفع عنهم الأذى والبلاء. وكتب إلى أمراء الأمصار أن أغيثوا أهل المدينة ومن حولها، فإنه قد بلغ جهدهم. وأخرج الناس إلى الاستسقاء فخرج وخرج معه العباس بن عبد المطلب ماشيا، فخطب وأوجز وصلى ثم جثى لركبتيه وقال: اللهم إياك نعبد وإياك نستعين، اللهم اغفر لنا وارحمنا وارض عنا. ثم انصرف فما بلغوا المنازل راجعين حتى خاضوا الغدران.

[5]) ثم روى سيف عن مبشر بن الفضيل، عن جبير بن صخر، عن عاصم بن عمر بن الخطاب:

أن رجلا من مزينة عام الرمادة سأله أهله أن يذبح لهم شاة فقال: ليس فيهن شئ. فألحوا عليه فذبح شاة فإذا عظامها حمر فقال يا محمداه. فلما أمسى أرى في المنام أن رسول الله ﷺ يقول له: " أبشر بالحياة، إيت عمر فأقره مني السلام وقل له إن عهدي بك وفي العهد شديد العقد، فالكيس الكيس يا عمر "، فجاء حتى أتى باب عمر فقال لغلامه استأذن لرسول رسول الله ﷺ. فأتى عمر فأخبره ففزع، ثم صعد عمر المنبر فقال للناس: أنشدكم الله الذي هداكم للاسلام هل رأيتم مني شيئا تكرهونه؟ فقالوا: اللهم لا، وعم ذاك؟ فأخبرهم بقول المزني - وهو بلال بن الحارث - ففطنوا ولم يفطن. فقالوا: إنما استبطأك في الاستسقاء فاستسق بنا. فنادى في الناس فخطب فأوجز ثم صلى ركعتين فأوجز ثم قال: اللهم عجزت عنا أنصارنا، وعجز عنا حولنا وقوتنا، وعجزت عنا أنفسنا، ولا حول ولا قوة إلا بك، اللهم اسقنا وأحيي العباد والبلاد. ( البداية والنهاية   7/86 )

[6]) حدثنا أبو مسلم الكشي، حدثنا أبو محمد الأنصاري، ثنا أبي، عن ثمامة ابن عبد الله بن أنس، عن أنس أن عمر خرج يستسقي وخرج بالعباس معه يستسقي يقول: اللهم إنا كنا إذا قحطنا على عهد نبينا توسلنا إليك بنبينا، وإنا نتوسل إليك بعم نبينا ﷺ.

[7]) وقد رواه البخاري عن الحسن بن محمد عن محمد بن عبد الله به ولفظه : " عن أنس أن عمر كان إذا قحطوا يستسقي بالعباس بن عبد المطلب فيقول: اللهم إنا كنا نتوسل إليك بنبينا فتسقينا وإنا نتوسل إليك بعم نبينا فاسقنا. قال: فيسقون " .

[8]) قال أبو بكر بن أبي الدنيا - في كتاب المطر وفي كتاب مجابي الدعوة - حدثنا أبو بكر النيسابوري ثنا عطاء بن مسلم، عن العمري عن خوات بن جبير قال: خرج عمر يستسقي بهم فصلى ركعتين فقال:

" اللهم إنا نستغفرك ونستسقيك " . فما برح من مكانه حتى مطروا فقدم أعراب فقالوا : يا أمير المؤمنين بينا نحن في وادينا في ساعة كذا إذ أظلتنا غمامة فسمعنا منها صوتا : أتاك الغوث أبا حفص، أتاك الغوث أبا حفص".

[9]) قال ابن أبي الدنيا: ثنا إسحاق بن إسماعيل، ثنا سفيان عن مطرف بن طريف عن الشعبي قال: خرج عمر يستسقي بالناس فما زاد على الاستغفار حتى رجع فقالوا يا أمير المؤمنين ما نراك استسقيت.

فقال  : " لقد طلبت المطر بمحاديج السماء التي يستنزل بها المطر " .

ثم قرأ * : ( استغفروا ربكم إنه كان غفارا يرسل السماء عليكم مدرارا) * [نوح: 11]

ثم قرأ * (وأن استغفروا ربكم ثم توبوا إليه) * الآية [هود: 3].

[10]) قال الحافظ ابن كثير في البداية والنهاية 7/85-86 : " ..... أن عمر عس المدينة ذات ليلة عام الرمادة فلم يجد أحدا يضحك، ولا يتحدث الناس في منازلهم على العادة، ولم ير سائلا يسأل، فسأل عن سبب ذلك فقيل له: يا أمير المؤمنين إن السؤال سألوا فلم يعطوا فقطعوا السؤال، والناس في هم وضيق فهم لا يتحدثون ولا يضحكون. فكتب عمر إلى أبي موسى بالبصرة أن يا غوثاه لامة محمد. وكتب إلى عمرو بن العاص بمصر أن يا غوثاه لامة محمد. فبعث إليه كل واحد منهما بقافلة عظيمة تحمل البر وسائر الأطعمات، ووصلت ميرة عمرو في البحر إلى جدة ومن جدة إلى مكة.

Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata : …. Bahwa Umar pernah mengontrol rakyatnya di Madinah pada suatu malam di tahun Ramaadah ( عام الرمادة ) . Umar tidak mendapati satu orang pun yang tertawa, atau berbincang-bincang di rumah sebagaimana biasanya. Umar tidak pula mendapati ada yang meminta-minta, maka ia bertanya apa sebabnya, ada yang berkata kepada Umar, Mereka pernah meminta tetapi tidak ada yang dapat diberikan, akhirnya mereka tidak lagi meminta, sementara mereka benar-benar dalam keadaan yang menyedihkan dan sangat memprihatinkan, oleh karena itu mereka tidak lagi bisa berkata-kata ataupun tertawa. Maka Umar mengirim surat kepada Abu Musa di Bashrah agar mengirim bantuan untuk umat Mahammad . Dan juga mengirim surat kepada ‘Amr bin ‘Ash di Mesir agar mengirim bantuan untuk umat Mahammad . Maka masing-masing dari mereka berdua mengirim bantuan dengan armada yang besar mengangkut gandum dan berbagai macam makanan . Dan logistik ‘Amr lewat laut tiba di Jeddah , dari Jeddah ke Makkah .

[11] ) الشافعي، محمد بن إدريس، الأم، 1/152، دار المعرفة، بيروت ، 1381هـ، وانظر: السيوطي، الأشباه والنظائر، ص142.

[12] ) قال الطبراني في "الصغير" (1/184) : "لم يروه عن روح بن القاسم إلا شبيب بن سعيد أبو سعيد المكي -وهو ثقة- وهو الذي يحدث عنه ابنه1 أحمد بن شبيب عن أبيه عن يونس بن يزيد الأيلي . وقد روى هذا الحديث شعبة عن أبي جعفر الخطمي واسمه عمير بن يزيد -وهو ثقة- تفرد به عثمان بن عمر بن فارس عن شعبة والحديث صحيح" اهـ.



[1]) قال الشيخ صالح آل الشيخ : " أن السيوطي لم يعقب الحديث بتصحيح في "الخصائص" الذي نقل منه تصحيحه، وهذا افتراء على السيوطي. والكاتب ... أخذ قول السيوطي في مقدمة الخصائص (1/8) : "ونزهته عن الأخبار الموضوعة وما يرد" فعممَّه، وقول السيوطي لا يفيد صحة كل ما يورده. ولذا صرح بضعف إسناد الحديث في كتابه الآخر "مناهل الصفا في تخريج أحاديث الشفاء" ص 30 (طبع بمصر طبعة حجرية سنة 1276). والسيوطي في، "الخصائص" تبع أبا نعيم في "الخصائص" له، وإن كان الإسناد مظلما، أو كان المتن منكراً، صرح بهذا في كتابه (1/47) ، فقال بعد ذكره حديثين شديدي النكارة: "ولم تكن نفسي لتطيب بإيرادها، ولكني تبعت الحافظ أبا نعيم في ذلك " اهـ. ( هذه مفاهيمنا ص/22).

   وقال آل الشيخ إجابة عن قول صاحب المفاهيم ( قال عن البيهقي "وهو لا يروي الموضوعات" اهـ.) :

" أقول: لِمَ لَمْ يَنقل ما قاله البيهقي نصاً بعد رواية الحديث؟! لِمَ يجعل ديدنه التلبيس والإجمالات التي تلبس على البسطاء؟! فهو دائماً طاوٍ للذي يقوض دليله. قال البيهقي في "دلائل النبوة" (5/489) بعد سياقه الحديث : "تفرد به عبد الرحمن بن زيد بن أسلم من هذا الوجه عنه وهو ضعيف " اهـ. . وكلمة البيهقي هذه غالية، يعرف قدرها المحدثون، أما المبتدعة فلا يعرفون إلا الإجمال، شأن الطلبة الذين لا يعرفون مصطلحات أهل العلم ".

وقال آل الشيخ إجابة عن قول صاحب المفاهيم : ( وصححه القسطلاني ) :

أقول: هذا كتاب المواهب فهل صححه، أم أنه ذكر كلام البيهقي الذي سلف؟ ونصه (1/76 مع شرحه) : "وقال -أي البيهقي-: تفرد به عبد الرحمن" هذا كلام القسطلاني، وفهم مراده شارح المواهب الزرقاني فقال: "تفرد به عبد الرحمن، أي: لم يتابعه عليه غيره، فهو غريب مع ضعف راويه" اهـ. . والقسطلاني في المواهب وبعض كتبه الأخرى ينقل عن السيوطي في مؤلفاته دون عزوٍ إليه، وجرت في ذلك كائنة تحكى نقلها ابن العماد في "شذرات الذهب"، وأسوقها ليعلم أن القسطلاني في المواهب يأخذ كلام غيره فلا يتكثر به في "التصحيح"، وليس معدوداً في أهل التخريج والتعديل والتجريح وإنما هو ناقل ( أي للتخريج والتصحيح )" .

   ثم نقل الشيخ صالح آل الشيخ لتأييد ما ذكره كلام ابن العماد عن شأن القسطلاني هذا في كتابه شذرات الذهب (8/122-123) وكلام الشيخ جار الله بن فهد ، وكلام الإمام السيوطي في كتابه " الفارق بين المصنف والسارق ".

وكذا قال آل الشيخ إجابة عن قول صاحب المفاهيم : (وصححه الزرقاني في "المواهب اللدنية" ج2 ص 62).

"  أقول: ليس للزرقاني كتاب باسم المواهب، وكأن الكاتب أراد شرح المواهب، ثم إن الزرقاني ضعفه ولم يصححه، فقال (1/76) : "هو غريب مع ضعف راويه"، فلِمَ ينقلُ الكاتب ما ليس صحيحاً ... ".

وكذا قال آل الشيخ إجابة عن قول صاحب المفاهيم في تعداد من صحح الحديث: ( والسبكي في شفاء السقام ).

" والسبكي قلد الحاكم في تصحيحه، والمقلد لا يستكثر به، قال السبكي ص 163: "وقد اعتمدنا في تصحيحه على الحاكم" اهـ. والسبكي مقر بوجه ضعفه لكنه قال: "عبد الرحمن بن زيد بن أسلم لا يبلغ في الضعف إلى الحد الذي ادعاه". ( هذه مفاهيمنا ص/24)


إرسال تعليق

0 تعليقات